Anda di halaman 1dari 14

Menurut perspektif hukum, definisi korupsi secara gamblang telah

dijelaskan dalam 13 buah Pasal dalam UU No. 31 Tahun 1999 jo.UU No. 20
Tahun 2001. Berdasarkan pasal-pasal tersebut, korupsi dirumuskan
kedalam tiga puluh bentuk/jenis tindak pidana korupsi yang dapat
dikelompokkan; kerugian keuangan negara, suap-menyuap, penggelapan
dalam jabatan, pemerasan, perbuatan curang, benturan kepentingan
dalam pengadaan, gratifikasi. Pasal-pasal tersebut menerangkan secara
terperinci mengenai perbuatan yang bisa dikenakan pidana penjara
karena korupsi (KPK, 2006: 19-20).
Dalam UU No. 20 Tahun 2001 terdapat pengertian bahwakorupsiadalah
tindakan melawan hukum dengan maksud memperkaya diri sendiri, orang
lain, atau korporasi yang berakibat merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara. Ada sembilan tindakan kategori korupsi dalam UU
tersebut, yaitu: suap, illegal profit, secret transaction, hadiah, hibah
(pemberian), penggelapan, kolusi, nepotisme, dan penyalahgunaan
jabatan dan wewenang serta fasilitas negara.

Tindak pidana korupsi dalam berbagai bentuk mencakup


pemerasan, penyuapan dan gratifikasi pada dasarnya
telah terjadi sejak lama dengan pelaku mulai dari pejabat
negara sampai pegawai yang paling rendah. Korupsi
pada hakekatnya berawal dari suatu kebiasaan (habit)
yang tidak disadari oleh setiap aparat, mulai dari
kebiasaan menerima upeti, hadiah, suap, pemberian
fasilitas tertentu ataupun yang lain dan pada akhirnya
kebiasaan tersebut lama-lama akan menjadi bibit korupsi
yang nyata dan dapat merugikan keuangan negara.

Beberapa bentuk korupsi diantaranya adalah sebagai


berikut:
1. Penyuapan (bribery)mencakup tindakan memberi dan menerima suap, baik
berupa uang maupun barang.
2. Embezzlement, merupakan tindakan penipuan dan pencurian sumber daya yang
dilakukan oleh pihak-pihak tertentu yang mengelola sumber daya tersebut, baik
berupa dana publik atau sumber daya alam tertentu.
3. Fraud, merupakan suatu tindakan kejahatan ekonomi yang melibatkan penipuan
(trickery or swindle). Termasuk didalamnya proses manipulasi atau mendistorsi
informasi dan fakta dengan tujuan mengambil keuntungan-keuntungan tertentu.
4. Extortion, tindakan meminta uang atau sumber daya lainnya dengan cara paksa
atau disertai dengan intimidasi-intimidasi tertentu oleh pihak yang memiliki
kekuasaan. Lazimnya dilakukan oleh mafia-mafia lokal dan regional.
5. Favouritism, adalah mekanisme penyalahgunaan kekuasaan yang berimplikasi
pada tindakan privatisasi sumber daya.
6. Melanggar hukum yang berlaku dan merugikan negara.
7. Serba kerahasiaan, meskipun dilakukan secara kolektif atau korupsi berjamaah.

Jenis korupsi yang lebih operasional juga diklasifikasikan


oleh tokoh reformasi, M. Amien Rais yang menyatakan
sedikitnya ada empat jenis korupsi, yaitu (Anwar,
2006:18):
Korupsi ekstortif, yakni berupa sogokan atau suap yang dilakukan
pengusaha kepada penguasa.
1.Korupsi manipulatif, seperti permintaan seseorang yang
memiliki kepentingan ekonomi kepada eksekutif atau legislatif untuk
membuat peraturan atau UU yang menguntungkan bagi usaha
ekonominya.
2.Korupsi nepotistik, yaitu terjadinya korupsi karena ada ikatan
kekeluargaan, pertemanan, dan sebagainya.
3.Korupsi subversif, yakni mereka yang merampok kekayaan
negara secara sewenang-wenang untuk dialihkan ke pihak asing
dengan sejumlah keuntungan pribadi.

1. Penyalahgunaan jabatan/kekuasaan yang merugikan keuangan negara


Seseorang yang menggunakan jabatan atau kekuasaannya untuk memperkaya
diri sendiri, orang lain atau perusahaan tertentu berarti telah melakukan korupsi.
Orang yang melakukan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan kepentingan
umum sehingga merugikan negara bisa juga dikatakan telah melakukan korupsi.
2. Suap-menyuap
Suap-menyuap ini sering kita dengar sebagai upaya untuk meloloskan harapan,
keinginan, atau kebutuhan si penyuap dengan memberikan uang. Misalnya
pengusaha yang sengaja menyuap pejabat untuk mendapatkan izin tertentu.
Tanpa menyuap, izin usahanya mungkin tidak dapat berjalan atau malah
terlarang.
3. Penggelapan dalam jabatan
Jabatan atau kewenangan tertentu di dalam pemerintahan jenjang mana pun
memungkinkan seseorang membantu orang lain mengambil uang atau surat
berharga milik negara sehingga menguntungkan dirinya sendiri atau orang lain.
Penggelembungan dana program pemerintah misalnya. Anggaran dana yang
seharusnya cukup 50 juta, diubah menjadi 100 juta agar sebagin dana itu bisa
dikorupsi.

4. Pemerasan
Pegawai negeri yang memiliki kekuasaan dan kewenangan memaksa orang lain melakukan sesuatu
yang menguntungkan dirinya merupakan tindakan korupsi. Begitulah kira-kira pengertian pemerasan
yang terkait korupsi ini. Nah, menaikkan tarif di luar ketentuan itu juga contoh pemerasan lho.
Misalnya untuk pengurusan surat-surat tertentu seorang pegawai negeri menetapkan tarif yang
mahal. Padahal surat-surat itu bisa diperoleh secara gratis atau cukup membayar biaya administrasi
secukupnya saja.
5. Perbuatan curang
Contoh dari perbuatan curang ini adalah pemborong proyek fasilitas negara yang sengaja menukar
bahan proyek bangunan agar ia meraih keuntungan. Untung tersebut dibagi dengan pejabat tertentu.
Kecurangan itu selain merugikan negara, dapat juga menurunkan kualitas bangunan. Lihat saja
fasilitas umum di sekitar kita yang kualitasnya buruk. Salah satu hal yang membuatnya tidak awet
bisa jadi karena perbuatan curang pembuatnya.
.
6. Benturan kepentingan dalam pengadaan
Istilah dalam bahasa Inggrisnya adalahconflict of interest. Seorang pejabat negara mengalami
benturan kepentingan antara amanah jabatan yang diembannya dan peluang untuk menguntungkan
dirinya sendiri, keluarga, atau pun kenalannya. Misalnya proyek pengadaan seragam PNS yang
ditangani oleh perusahaan konveksi milik pejabat tertentu tanpa proses penawaran dan seleksi yang
ketat, langsung tunjuk saja perusahaan si pejabat.

7. Gratifikasi
Gratifikasi berasal dari bahasa Inggrisgratificationyang
berarti kepuasan, kegembiraan. Terkait korupsi, gratifikasi
dapat dikatakan sebagai pemberian hadiah serta fasilitas
dari seseorang berupa uang, barang, diskon, komisi,
pinjaman tanpa bunga, tiket pesawat, cek perjalanan,
liburan gratis, atau biaya pengobatan karena jabatan
seseorang di pemerintahan. Pemberian parcel kepada
pejabat pun dapat merupakan bentuk korupsi. Maka dari
itulah ada anjuran untuk tidak memberikan parcel kepada
pejabat negara.

Fenomena umum yang biasanya terjadi di negara berkembang, contohnya Indonesia, ialah:
1.Proses modernisasi belum ditunjang oleh kemampuan sumber daya manusia pada lembaga-lembaga
politik yang ada.
2.Institusi-institusi politik yang ada masih lemah disebabkan oleh mudahnya ok-num lembaga
tersebut dipengaruhi oleh kekuatan bisnis/ekonomi, sosial, keaga-maan, kedaerahan, kesukuan, dan
profesi serta kekuatan asing lainnya.
3.Selalu muncul kelompok sosial baru yang ingin berpolitik, namun sebenarnya banyak di antara
mereka yang tidak mampu.
4.Mereka hanya ingin memuaskan ambisi dan kepentingan pribadinya dengan dalih kepentingan
rakyat.

Sebagai akibatnya, terjadilah runtutan peristiwa sebagai berikut :


1.Partai politik sering inkonsisten, artinya pendirian dan ideologinya sering beru-bahubah sesuai dengan kepentingan politik saat itu.
2.Muncul pemimpin yang mengedepankan kepentingan pribadi daripada kepenting-an
umum.
3.Sebagai oknum pemimpin politik, partisipan dan kelompoknya berlomba-lomba mencari
keuntungan materil dengan mengabaikan kebutuhan rakyat.
4.Terjadierosi loyalitaskepada negara karena menonjolkan pemupukan harta dan
kekuasaan.Dimulailah pola tingkah para korup.
5.Sumber kekuasaan dan ekonomi mulai terkonsentrasi pada beberapa kelompok kecil
yang mengusainya saja. Derita dan kemiskinan tetap ada pada kelompok masyarakat besar
(rakyat).
6.Lembaga-lembaga politik digunakan sebagai dwi aliansi, yaitu sebagai sektor di bidang
politik dan ekonomi-bisnis.
7.Kesempatan korupsi lebih meningkat seiring dengan semakin meningkatnya ja-batan
dan hirarki politik kekuasaan.

Anda mungkin juga menyukai