KORUPSI E - KTP
Disusun Oleh :
KELOMPOK 3
Agnes Maharani
Asya Kholil Asyari
Hanifah Dwiana Putri
Mega Lestari
Latar Belakang
Perbuatan korupsi merupakan tindakan menyimpang yang tidak sesuai
dengan nilai dasar yang seharusnya tertanam pada diri seorang pegawai negeri sipil
(PNS). Dikatakan demikian karena hal ini tidak hanya membawa dampak ataupun
kerugian terhadap masyarakat luas saja namun juga akan berdampak kepada diri
pribadi dan kerabat dekat pelaku korupsi. Dalam undang-undang Nomor 31 Tahun
1999, korupsi diklasifikasikan ke dalam merugikan keuangan negara, suap
menyuap, penggelapan dalam jabatan, pemerasan, perbuatan curang, benturan
dalam pengadaan juga gratifikasi.
Upaya pemberantasan korupsi di Indonesia sudah dilakukan dengan berbagai
cara, namun hingga saat ini masih saja kasus korupsi di berbagai lembaga di
Indonesia tidak ada habisnya. Terdapat beberapa hambatan dalam usaha
pemberantasan korupsi di tanah air yaitu hambatan struktural, kultural, instrumental
dan manajemen. Oleh karena itu perlu dilakukan langkah-langkah untuk
mengatasinya dengan cara mendesain dan menata ulang pelayanan publik yang
saat ini terus menunjukkan kemajuan di beberapa lembaga pemerintahan guna
memperkuat transparansi, pengawasan dan sanksi serta meningkatkan
pemberdayaan perangkat pendukung dalam pencegahan korupsi.
Dalam rangka pemberantasan korupsi perlu dilakukan penegakan secara
terintegrasi, kerjasama internasional dan regulasi yang harmonis. Ada banyak
contoh kasus korupsi di Indonesia, salah satu yang sempat menarik perhatian pada
tahun 2011 dan 2012 yaitu kasus korupsi terhadap pengadaan e-KTP yang mana
kasus ini sudah terjadi dari tahun 2010. Diawali dengan berbagai kejanggalan yang
terjadi sejak proses lelang tender proyek besar e-KTP sehingga membuat pihak
seperti Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Government Watch, pihak
kepolisian, Konsorsium Lintas Peruri dan Komisi Pemberantasan Korupsi menaruh
kecurigaan akan terjadinya korupsi ini.
Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, kami bermaksud merumuskan permasalahan
yang berhubungan dengan nilai-nilai dasar PNS dalam kasus korupsi e-KTP. Maka
rumusan permasalahan yang akan ditarik dalam tulisan ini adalah :
1. Faktor apa saja yang menjadi penyebab penyimpangan korupsi pada kasus e-
KTP ?
2. Dampak kasus korupsi e-KTP terhadap lingkungan ?
3. Strategi dan Solusi apa yang akan digunakan untuk memecahkan permasalahan
tersebut ?
Tujuan
Dari rumusan masalah diatas dapat diambil beberapa tujuan penulisan ini
yaitu :
1. Mengetahui faktor penyebab terjadinya penyimpangan pada kasus korupsi e-
KTP.
2. Mengetahui dampak-dampak dari penyimpangan tersebut.
3. Mengetahui strategi dan solusi apa yang dipergunakan untuk dapat memecahkan
masalah korupsi e-KTP.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
Teori Korupsi
Secara etimologis, Kata “korupsi” berasal dari bahasa Latin “corruptio”
(Fockema Andrea: 1951) atau “corruptus” (Webster Student Dictionary: 1960). Dari
bahasa Latin tersebut kemudian dikenal istilah “corruption, corrupt” (Inggris),
“corruption” (Perancis) dan “corruptie/ korruptie” (Belanda). Secara harafiah korupsi
mengandung arti: kebusukan, keburukan, ketidakjujuran, dapat disuap. Kamus
Umum Bahasa Indonesia karangan Poerwadarminta “korupsi” diartikan sebagai:
“perbuatan yang buruk seperti: penggelapan uang, penerimaan uang sogok, dan
sebagainya”. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia “korupsi”
diartikan sebagai penyelewengan atau penyalahgunaan uang Negara (perusahaan)
untuk keuntungan pribadi atau orang lain.
Menurut World Bank, korupsi adalah setiap transaksi antara pelaku dari
sektor swasta dan sektor publik melalui utilitas bersama yang secara ilegal
ditransformasikan menjadi keuntungan pribadi. Sedangkan menurut Transparency
International, korupsi besar terdiri dari tindakan yang dilakukan pemerintah yang
mendistorsi kebijakan atau fungsi utama negara, yang memungkinkan para
pemimpin untuk mendapatkan keuntungan dengan mengorbankan para pemimpin
untuk mendapatkan keuntungan dengan mengorbankan kepentingan publik.
Transparency International menggunakan Indeks Persepsi Korupsi (CPI) untuk
mengukur tingkat korupsi di suatu negara dalam sektor publik. CPI atau Corruption
Perception Index merupakan indikator agregat yang menggabungkan berbagai
sumber informasi tentang korupsi, sehingga memungkinkan untuk membandingkan
tingkat korupsi setiap negara.
Bentuk jenis korupsi menurut Syed Husein Alatas menyebutkan bahwa
terdapat 7 jenis korupsi:
1. Korupsi Transaktif adalah korupsi yang menunjukkan adanya kesepakatan timbal
balik antara pemberi dan penerima, demi keuntungan bersama. Kedua pihak
sama-sama aktif menjalankan perbuatan tersebut.
2. Korupsi Ekstroaktif adalah korupsi yang menyertakan bentuk-bentuk koersi
(tekanan) tertentu di mana pihak pemberi dipaksa untuk menyuap guna
mencegah kerugian yang mengancam diri, kepentingan, orang-orangnya, atau
hal-hal yang dihargai.
3. Korupsi Investif adalah korupsi yang melibatkan suatu penawaran barang atau
jasa tanpa adanya pertalian langsung dengan keuntungan bagi pemberi.
Keuntungan diharapkan akan diperoleh di masa yang akan datang
4. Korupsi Nepotistik adalah korupsi berupa pemberian perlakuan khusus kepada
teman atau yang mempunyai kedekatan hubungan dalam rangka menduduki
jabatan publik -> perlakuan pengutamaan dalam segala bentuk yang
bertentangan dengan norma atau peraturan yang berlaku
5. Korupsi Autogenik adalah korupsi yang dilakukan individu karena mempunyai
kesempatan untuk mendapat keuntungan dari pengetahuan dan pemahamannya
atas sesuatu yang hanya diketahui sendiri
6. Korupsi Suportif adalah korupsi yang mengacu pada penciptaan suasana yang
kondusif untuk melindungi atau mempertahankan keberadaan tindak korupsi
yang lain
7. Korupsi Defensif adalah korupsi yang terpaksa dilakukan dalam rangka
mempertahankan diri dari pemerasan.
Sedangkan bentuk atau perwujudan utama korupsi menurut Amundsen
menyebutkan bahwa terdapat 6 karakteristik dasar korupsi, yaitu:
1. Suap (Bribery) adalah pembayaran dalam bentuk uang atau barang yang
diberikan atau diambil dalam hubungan korupsi. Suap merupakan jumlah yang
tetap, persentase dari sebuah kontrak, atau bantuan dalam bentuk uang apapun.
Biasanya dibayarkan kepada pejabat negara yang dapat membuat perjanjian
atas nama negara dan mendistribusikan keuntungan kepada perusahaan atau
perorangan.
2. Penggelapan (Embezzlement) adalah pencurian sumberdaya oleh pejabat yang
diajukan untuk mengelola sumber daya tersebut. Penggelapan merupakan salah
satu bentuk korupsi ketika pejabat pemerintah yang menyalahgunakan
sumberdaya publik atas nama masyarakat.
3. Penipuan (Fraud) adalah kejahatan ekonomi yang melibatkan jenis tipu daya,
penipuan atau kebohongan. Penipuan melibatkan distorsi maupun manipulasi
informasi oleh pejabat publik. Penipuan terjadi ketika pejabat pemerintah
mendapatkan tanggung jawab untuk melaksanakan perintah dan memanipulasi
aliran informasi untuk keuntungan pribadi.
4. Pemerasan (Extortion) adalah sumberdaya yang diambil dengan menggunakan
paksaan, kekerasan atau ancaman. Pemerasan adalah transaksi korupsi
dimana uang diambil oleh mereka yang memiliki kekuatan untuk melakukannya.
5. Favoritisme adalah kecenderungan diri dari pejabat negara atau politisi yang
memiliki akses sumberdaya negara dan kekuasaan untuk memutuskan
pendistribusian sumberdaya tersebut. Favoritisme juga memberikan perlakuan
istimewa kepada kelompok tertentu.
6. Nepotisme adalah bentuk khusus dari favoritisme. Mengalokasikan kontrak
berdasarkan kekerabatan atau persahabatan.
Terlepas dari tingkatan sosial dan pembangunan ekonomi yang ada di setiap
negara, korupsi dapat terjadi di mana saja. Korupsi umumnya terjadi di sektor publik
dan sektor swasta, dan khususnya terjadi pada pejabat publik yang memiliki
tanggungjawab langsung atas ketetapan pelayanan publik dan regulasi khusus. Dari
segi politik, korupsi mempersulit demokrasi dan tata kelola pemerintahan yang baik,
di mana korupsi dapat menghancurkan proses formal yang sudah dibentuk. Korupsi
pada pemilu dan badan legislatif mengurangi akuntabilitas dan perwakilan dalam
pembuatan kebijakan, korupsi pada sistem pengadilan menghentikan ketertiban
hukum dan korupsi pada pemerintahan publik yang menyebabkan ketidakadilan
dalam pelayanan pada masyarakat. Korupsi juga menurunkan legitimasi
pemerintahan dan nilai-nilai demokrasi. (Nawatmi, 2014)
Perilaku korupsi dapat digambarkan sebagai tindakan tunggal yang secara
rasional bisa dikategorikan sebagai korupsi. Euben (1989) menggambarkan korupsi
sebagai tindakan tunggal dengan asumsi setiap orang merupakan individu egois
yang hanya peduli pada kepentingannya sendiri. Asumsi tersebut sejalan dengan
karyanya Leviathan bahwa manusia satu berbahaya bagi manusia lainnya, namun
setiap manusia dapat mengamankan keberadaan dan memenuhi kepentingan
dirinya melalui kesepakatan bersama sehingga menjadi legitimasi dari hasil
kesepakatan bersama (standar) demi kepentingan seluruh individu/publik.
Pada dasarnya sebab manusia terdorong untuk melakukan korupsi antara
lain:
Faktor Individu
1. Sikap tamak
2. Moral yang lemah menghadapi godaan
3. Gaya hidup konsumtif
Faktor Lingkungan
1. Aspek sikap masyarakat terhadap korupsi
2. Aspek ekonomi
3. Aspek politis
4. Aspek organisasi
Kurangnya Kesempatan
pengawasan yang di berikan
penguasa
Kesempatan
BAB IV
KESIMPULAN
Mega Korupsi e-KTP termasuk dalam Kejahatan Luar Biasa yang berdampak
sangat merugikan bagi negara. Korupsi e-KTP pun merupakan salah satu kasus
korupsi yang sangat terencana dan terorganisir, mulai dari penggelembungan
anggaran yang sudah direncanakan sejak awal proyek hingga dalam proses
pengadaannya yang melibatkan banyak pihak dari perusahaan – perusahaan
pengadaan e-KTP hingga para pimpinan – pimpinan lembaga dan negara. Dampak
ekonomi yang ditimbulkan juga sangat besar, sebanyak 2,3 Triliun anggaran atau
hampir setengah dari anggaran yang digunakan untuk proyek e-KTP digunakan
untuk korupsi, hal ini menimbulkan kerugian bagi masyarakat luas mulai dari
distribusi e-KTP yang menjadi tersendat hingga kesulitan masyarakat memenuhi
syarat administrasi di berbagai bidang, karena seperti yang kita ketahui bahwa e-
KTP merupaka salah satu syarat dasar dalam memperoleh layanan dalam
masyarakat. Oleh karena itu perlu adanya solusi dan strategi terbaik untuk
menanggulangi masalah korupsi seperti ini, mulai dari melakukan edukasi,
pencegahan, hingga penindakan kepada para pelaku korupsi.
DAFTAR PUSTAKA