DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK 2
FAKULTAS SEKONOMI
OKTOBER 2022
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perbuatan korupsi merupakan tindakan menyimpang yang tidak sesuai dengan nilai dasar
yang seharusnya tertanam pada diri seorang pegawai negeri sipil (PNS). Dikatakan demikian
karena hal ini tidak hanya membawa dampak ataupun kerugian terhadap masyarakat luas saja
namun juga akan berdampak kepada diri pribadi dan kerabat dekat pelaku korupsi. Dalam
undang-undang Nomor 31 Tahun 1999, korupsi diklasifikasikan ke dalam merugikan
keuangan negara, suap menyuap, penggelapan dalam jabatan, pemerasan, perbuatan curang,
benturan dalam pengadaan juga gratifikasi.
1.Korupsi Transaktif adalah korupsi yang menunjukkan adanya kesepakatan timbal balik
antara pemberi dan penerima, demi keuntungan bersama. Kedua pihak sama-sama aktif
menjalankan perbuatan tersebut.
2. Korupsi Ekstroaktif adalah korupsi yang menyertakan bentuk-bentuk koersi (tekanan)
tertentu di mana pihak pemberi dipaksa untuk menyuap guna mencegah kerugian yang
mengancam diri, kepentingan, orang-orangnya, atau hal-hal yang dihargai.
3. Korupsi Investif adalah korupsi yang melibatkan suatu penawaran barang atau jasa tapa
adanya pertalian langsung dengan keuntungan bagi pemberi. Keuntungan diharapkan akan
diperoleh di masa yang akan datang
4. Korupsi Nepotistik adalah korupsi berupa pemberian perlakuan khusus kepada teman atau
yang mempunyai kedekatan hubungan dalam rangka menduduki jabatan publik perlakuan
pengutamaan dalam segala bentuk yang bertentangan dengan norma atau peraturan yang
berlaku
5.Korupsi Autogenik adalah korupsi yang dilakukan individu karena mempunyai kesempatan
untuk mendapat keuntungan dari pengetahuan dan pemahamannya atas sesuatu yang hanya
diketahui sendiri
6.Korupsi Suportif adalah korupsi yang mengacu pada penciptaan suasana yang kondusif
untuk melindungi atau mempertahankan keberadaan tindak korupsi yang lain .
7.Korupsi Defensif adalah korupsi yang terpaksa dilakukan dalam rangka mempertahankan
diri dari pemerasan.
Sedangkan bentuk atau perwujudan utama korupsi menurut Amundsen menyebutkan bahwa
terdapat 6 karakteristik dasar korupsi, yaitu:
1.Sup (Bribery) adalah pembayaran dalam bentuk wang atau barang yang diberikan atau
diambil dalam hubungan korupsi. Suap merupakan jumlah yang tetap, persentase dari sebuah
kontrak, atau bantuan dalam bentuk uang apapun. Biasanya dibayarkan kepada pejabat
negara yang dapat membuat perjanjian atas nama negara dan mendistribusikan keuntungan
kepada perusahaan atau perorangan.
5. Favoritisme adalah kecenderungan diri dari pejabat negara atau politisi yang memiliki
akses sumberdaya negara dan kekuasaan untuk memutuskan pendistribusian sumberdaya
tersebut. Favoritisme juga memberikan perlakuan istimewa kepada kelompok tertentu
Terlepas dari tingkatan sosial dan pembangunan ekonomi yang ada di setiap negara,
korupsi dapat terjadi di mana saja. Korupsi umumnya terjadi di sektor publik dan sektor
swasta, dan khususnya terjadi pada pejabat publik yang memiliki tanggungjawab langsung
atas ketetapan pelayanan publik dan regulasi khusus. Dari segi politik, korupsi mempersulit
demokrasi dan tata kelola pemerintahan yang baik,di mana korupsi dapat menghancurkan
proses formal yang sudah dibentuk. Korupsi pada pemilu dan badan legislatif mengurangi
akuntabilitas dan perwakilan dalam pembuatan kebijakan, korupsi pada sistem pengadilan
menghentikan ketertiban hukum dan korupsi pada pemerintahan publik yang menyebabkan
ketidakadilan dalam pelayanan pada masyarakat. Korupsi juga menurunkan legitimasi
pemerintahan dan nilai-nilai demokrasi. (Nawatmi, 2014) Perilaku korupsi dapat
digambarkan sebagai tindakan tunggal yang secara rasional bisa dikategorikan sebagai
korupsi. Euben (1989) menggambarkan korupsi sebagai tindakan tunggal dengan asumsi
setiap orang merupakan individu egois yang hanya peduli pada kepentingannya sendiri.
Asumsi tersebut sejalan dengan karyanya Leviathan bahwa manusia satu berbahaya bagi
manusia lainnya, namun setiap manusia dapat mengamankan keberadaan dan memenuhi
kepentingan dirinya melalui kesepakatan bersama sehingga menjadi legitimasi dari hasil
kesepakatan bersama (standar) demi kepentingan seluruh individu/publik. Pada dasarnya
sebab manusia terdorong untuk melakukan korupsi antara lain:
Faktor Individu
1.Sikap tamak
Faktor Lingkungan
2.Aspek ekonomi
3. Aspek politis
4. Aspek organisasi
E-KTP atau KTP Elektronik adalah dokumen kependudukan yang memuat sistem
keamanan/pengendalian baik dari sisi administrasi ataupun teknologi
(NIK) sesuai Perpres No.26 Tahun 2009. NIK adalah identitas penduduk dalam melakukan
verifikasi dan validasi data jati diri seseorang guna mendukung
Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2011 (Kemendagri 2011). NIK bersifat unik atau
khas, tunggal dan melekat pada seseorang yang terdaftar sebagai penduduk Indonesia. NIK
terdari rangkaian angka yang mengandung makna tertentu.
Dalam e-KTP terdapat data biometrik, yaitu verifikasi dan validasi sistem melalui
pengenalan karakteristik fisik. Ada banyak jenis pengamanan dengan cara ini, antara lain
sidik jari (fingerprint), retina mata, DNA, bentuk wajah, dan bentuk gigi. Pada e-KTP, yang
digunakan adalah sidik jari. Penggunaan sidik jari e-KTP lebih canggih dari yang selama in
telah diterapkan untuk SIM (Surat Izin Mengemudi). Fungsi dan tujuan e-KTP, antara lain:
1.Bersifat nasional, sehingga tidak perlu lagi membuat KTP lokal untuk pengurusan izin,
pembukaan rekening Bank, dan sebagainya.
Perekaman e-KTP diambil di kecamatan. Data yang diambil adalah data tekstual sesuai isian
di formulir F1.07 dan non tekstual (biometrik), antara lain: sidik jari, mata, wajah, tanda
tangan.
2. Data tekstual akan disinkronisasi dengan data SIAK. Beberapa item yang disinkronisasi
antara lain: NIK, nama, alamat, nama ayah, nama ibu, pekerjaan,
3.tanggal lair, status kawin. Data hasil sinkronisasi akan disimpan secara berkala dan dibuat
cadangan data untuk internal Disdukcapil.
B. Analisis Kasus
Pada tahun 2006 Kementerian Dalam Neger telah membuat rencana untuk membuat e-
KTP, dengan anggaran yang disediakan sebesar 6 triliun. Pengadaan e-KTP mulai dilakukan
pada tahun 2011 dengan target 6,7 juta penduduk. Lalu, pada tahun 2012 dengan target 200
juta penduduk Indonesia. Pada pelaksanaannya.proyek e-KTP dilakukan ole konsorsium
yang terdiri dari beberapa perusahaan atau pihak terkait. Untuk memutuskan konsorsium
mana yang berhak melakukan proyek, maka pemerintah kemudian melaksanakan lelang
tender pada 21 Februari hingga 15 Mei 2011. Pemenang lelang dalam pengadaan e-KTP
adalah konsorsium PNRI yang terdiri dari beberapa perusahaan, yakni Perm PNRI, PT LEN
Industri, PT Quadra Solution, PT Sucofindo dan PT Sandipala Artha Putra. konsorsium
PNRI kemudian melakukan penandatanganan kontrak bersama untuk pengadaan e-KTP
tahun anggaran 2011-2012 dengan nilai pekerjaan sebesar Rp 5.841.896.144.993.
Kontrak tersebut disepakati pada 1 Juli 2011 Kecurigaan bahwa adanya praktek korupsi
pada proyek -KTP dirasakan oleh Government Watch (GOWA), yang berbuntut pada laporan
kepada KPK. Mereka berspekulasi bahwa telah terjadi upaya pemenangan terhadap satu
konsorsium perusahaan dalam proses lelang tender berdasarkan investigasi yang telah
dilakukan sejak Mart hingga Agustus 2011. Dari hasil investigasi tersebut mereka
mendapatkan petunjuk berupa dugaan terjadinya kolusi pada proses lelang oleh Direktorat
Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil dan menemukan fakta bahwa telah terjadi 11
penyimpangan, pelanggaran dan kejanggalan kasatmata dalam pengadaan lelang.
1.22 April 2014, Sugiharto diduga melakukan penyalahgunaan wewenang dan melakukan
suap pada proyek e-KTP di PR untuk tahun anggaran 2011-2013, melanggar Pasal 2 Ayat 1
subsider Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55
Ayat 1 ke-1 juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP.la juga diperkaya dengan wang senilai 450.000
dollar AS dan Rp 460 juta.
3. 23 Mart 2017, Andi Narogong ditetapkan sebagai tersangka karena a berperan dalam
meloloskan anggaran Rp 5,9 triliun untuk pembuatan KTP elektronik dan agar rencananya
lancar, ia juga membagikan uang kepada para petinggi dan anggota komisi Il DPR serta
Badan Anggaran. Andi juga berperan dalam mengatur tender dengan membentuk tim
Fatmawati, sesuai dengan lokasi rukonya sera terlibat dalam merekayasa proses lelang, mulai
dari menentukan spesifikasi teknis hingga melakukan penggelembungan dana dalam
pengadaan TP elektronik
4. 19 Juli 2017, KPK telah menetapkan anggota PR periode 2009-2014 sekaligus politisi
Partai Golkar, Markus Nari sebagai salah satu tersangka berdasarkan Pasal 3 atau 2 ayat 1
UU Nomor 31 1999 Tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor
20 tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Alasan penetapan Markus sebagai tersangka
adalah karena ia berperan dalam penambahan anggaran e-KTP di DPR dan diduga meminta
uang sebanyak Rp 5 miliar kepada Irma dalam pembahasan perpanjangan anggaran -KTP
sebesar Rp 1,4 triliun. Di samping itu a juga diduga telah menerima uang sebesar Rp 4
miliar, berupaya menghalangi penyidikan yang dilakukan oleh KPK dalam menguak kasus e-
KTP dan diduga memengaruhi anggota PR Miryam S Haryani untuk memberikan keterangan
yang tidak sesuai dengan kenyataan.
5.27 September 2017, KPK menetapkan Anang Sugiana Sudiharjo, direktur utama PT
Quadra Solutions sebagai tersangka keenam pada kasus megakorupsi e-KTP. Penetapan
tersebut dilakukan berdasarkan dua bukti yang ditemukan oleh penyidik KPK beserta fakta-
fakta yang dibeberkan oleh Irman, Sugiharto dan Andi Narogong dalam persidangan. Anang
terbukti terlibat dalam penyerahan sejumlah uang kepada Setya Novato dan anggota PR
lainnya dari Andi Narogong. Hal itu membuatnya melanggar Pasal 2 ayat (1) subsider Pasal
3 Undang-Undang tentang pemberantasan Tipikor Nomor 20 tahun 2001 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Junto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP
6.17 Juli 2017, Setya Novato ditetapkan sebagai tersangka karena diduga melakukan
penyalahgunaan wewenang dan tindakan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau
korporasi dengan ikut mengambil andil dalam pengaturan anggaran proyek e-KTP sebesar
Rp 5,9 triliun sehingga merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun. Namun sempat dibatalkan
oleh Hakim Cepi pada sidang praperadilan lanjutan yang diselenggarakan pada 29 September
2017, Menurut Hakim Cepi, penetapan Novanto sebagai tersangka tidak sah karena
diputuskan di awal penyidikan, bukan di akhir. Selain itu ia juga tidak bisa menerima alat.
Kasus korupsi e-KTP di Indonesia sudah merugikan negara sebesar 2.314 Triliun dimana
korupsi tersebut sudah menggerus hampir separuh dari anggaran yang telah dianggarkan
untuk proyek tersebut. Terdapat beberapa oknum yang terlibat dalam kasus e-KTP ini di
antaranya, 62 orang anggota DPR periode 2009-2014, sejumlah pejabat Kemendagri dan
pengusaha swasta serta ketua DPR-RI Setya Novato. Semenjak terungkapnya kasus ini, KPK
terus melakukan berbagai penyelidikan dan investigasi untuk dapat mengungkap dalang dari
kasus korupsi proyek e-KTP ini.
Selama proses penyelidikan kasus ini, para pihak berwenang harus mampu menjalankan
tugasnya dengan sangat baik untuk menciptakan keadilan atas tersangka Setya Novato.
Banyak rintangan yang mereka hadapi, dimulai dari ditetapkannya Setya Novato sebagai
tersangka, sidang praperadilan, kemudian pembatalan status tersangka Novato oleh hakim,
dilanjutkan dengan kecelakaan yang dialami Novato bahkan hingga ditetapkannya kembali a
sebagai tersangka. Belum lagi adanya informasi mengenai kematian Johannes Marliem di
Amerika Serikat yang saat itu dianggap sebagai saksi kunci dari korupsi e-KTP, bahkan
untuk kepentingan pengembangan kasus atas tewasnya saksi kunci, KPK sampai harus
bekerja sama dengan FBI. Dalam setiap kasus korupsi biasanya terdapat dua faktor yang
melatarbelakangi terjadinya penyimpangan yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor
internal berasal dari diri seseorang itu sendiri. Dalam kasus ini faktor internal yang
melatarbelakangi di antaranya sifat serakah, moral yang rendah dan gaya hidup (lifestyle)
sedangkan faktor eksternal yang melatarbelakangi di antaranya kepentingan politik, ekonomi,
kelemahan hukum, dan lemahnya pengawasan. Untuk lebih memperdalam penyebab
terjadinya korupsi e-KTP, kami sepakat untuk menggunakan metode fishbone untuk
menganalisa kasus korupsi e-KTP
Pada Diagram Fishbone di atas, dapat dilihat bahwa terdapat 3 penyebab utama kasus
korupsi e-KTP yaitu:
2.Keserakahan para pemimpin dan perusahaan - perusahaan yang mengikuti tender / masuk
dalam konsorsium merupakan salah satu penyebab terjadinya korupsi e-KTP. Hal ini sesuai
dengan teori GONE - Jack Bologne: Teori GONE: Greed + Opportunity + Need + Expose
Faktor-faktor penyebab korupsi adalah keserakahan (greed), kesempatan (Opportunity),
kebutuhan (Needs), dan pengungkapan (Expose). Keserakahan berpotensi dimiliki setiap
orang dan berkaitan dengan individu pelaku korupsi. Organisasi, instansi, atau masyarakat
luas dalam keadaan tertentu membuka faktor kesempatan melakukan kecurangan.
3. Kurangnya pengawasan yang terjadi baik dalam sistem manajemen maupun individu
merupakan salah satu penyebab dari korupsi. Baik dari internal pemerintah yaitu inspektorat
PR maupun lemahnya lembaga – lembaga pengawas pemerintah.
1.Distribusi e-KTP yang tidak merata dan terhambat dikarenakan stok blanko/chip yang
kurang.
4. E-KTP merupakan salah satu syarat yang selalu dibutuhkan dalam kelengkapan
administrasi baik it administrasi untuk mengurus keuangan di bank, administrasi dalam
mendapatkan pelayanan medis, maupun administrasi dalam keikutsertaan pada pemilihan
umum, serta banyak dalam kepentingan lainnya di masyarakat. Maka dengan adanya korupsi
dalam pengadan e-KTP akan berdampak pada kesulitan masyarakat dalam melengkapi
syarat-syarat administrasi.
Korupsi e-KTP merupakan kasus megakorupsi yang sangat terorganisir dan terencana,
maka perlu adanya strategi dan solusi terbaik yang dapat memberantas korupsi, sehingga
tidak ada lagi kasus korupsi kedepannya, berikut adalah strategi dan solusi yang bisa kami
tawarkan:
1.Memberikan pendidikan anti korupsi pada setiap lembaga secara berkala, sehingga akan
muncul nilai - nilai anti korupsi pada setiap individu sejak awal. Salah satunya memberikan
edukasi tentang dampak dan juga hukuman berat yang akan didapatkan jika melakukan
praktik korupsi. Tidak lupa juga setiap lembaga memberi pengingat di setiap sudut ruangan,
khususnya pada tempat -tempat pelayanan umum berupa tulisan menarik maupun poster
terkait bahaya korupsi dan ajakan melawan korupsi.
2. Perbaikan sistem yang terdapat dalam lembaga. Pada kasus ini perlu diperbaiki dalam hal
Keterbukaan Pengadaan Proyek dan Perbaikan Pembahasan Anggaran yang lebih teliti.
3. Pengawasan dalam pelaksanaan proyek harus lebih ditingkatkan, dengan cara bekerjasama
dengan berbagai lembaga seperti Komisi Pemberamtasan Korupsi (KPK), Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) dan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
4. Penegakan hukum yang lebih ditegaskan, dengan memberikan hukuman seberat - beratnya
untuk para pelaku tindak pidana korupsi
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Mega Korupsi e-KTP termasuk dalam Kejahatan Luar Biasa yang berdampak sangat
merugikan bagi negara. Korupsi e-KTP pun merupakan salah satu kasus korupsi yang sangat
terencana dan terorganisir, mulai dari penggelembungan anggaran yang sudah direncanakan
sejak awal proyek hingga dalam proses pengadaannya yang melibatkan banyak pihak dari
perusahaan – perusahaan pengadaan e-TP hingga para pimpinan - pimpinan lembaga dan
negara. Dampak ekonomi yang ditimbulkan juga sangat besar, sebanyak 2,3 Triliun anggaran
atau hampir setengah dari anggaran yang digunakan untuk proyek e-KTP digunakan untuk
korupsi, hal ini menimbulkan kerugian bagi masyarakat luas mulai dari distribusi e-KTP
yang menjadi tersendat hingga kesulitan masyarakat memenuhi syarat administrasi di
berbagai bidang, karena seperti yang kita ketahui bahwa e-KTP merupaka salah satu syarat
dasar dalam memperoleh layanan dalam masyarakat. Oleh karena itu perlu adanya solusi dan
strategi terbaik untuk menanggulangi masalah korupsi seperti ini, mulai dari melakukan
edukasi, pencegahan, hingga penindakan kepada para pelaku korupsi.
B. Saran
Dapat kita ketahui Korupsi terjadi di mana saja Dapat di cegah dengan melakukan
Pembangunan generasi muda yang paham tentang pentingnya mencegah tindak korupsi.
Membuat pusat layanan pengaduan tindak korupsi. Memberikan hukuman yang dapat
menimbulkan efek jera agar tindak korupsi tidak terulangi kembali pada masa yang akan
datang.
DAFTAR PUSTAKA
[Kemendagri] Kementerian Dalam Negeri. 2011. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9
Tahun 2011. Tentang Pedoman Penerbitan Kartu Tanda Penduduk Berbasis Nomor Induk
Kependudukan Secara Nasional
Nawatmi S. 2014. Korupsi dan Pertumbuhan Ekonomi Negara-Negara Asia Pasifik. Jurnal
Bisnis dan Ekonomi (JBE), Maret 2014, Hal 73-82, Vol 21. Waluyo S. 2016.