Anda di halaman 1dari 44

BAB VIII

PENDIDIKAN ANTI KORUPSI DALAM


MATAKULIAH KEWARGANEGARAAN
KORUPSI
Korupsi berasal dari bahasa Latin corruptio
atau corruptus yang kemudian dikatakan
bahwa corruptio berasal dari bahasa Latin
yang lebih tua, yaitu corrumpere. Secara
harfiah, korupsi adalah kebusukan, keburukan,
kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak
bermoral, dan penyimpangan dari kesucian.
korupsi adalah sesuatu yang busuk, jahat, dan merusak.
Dengan demikian, korupsi dapat diartikan sebagai
perbuatan menyangkut sesuatu yang bersifat amoral,
sifat dan keadaan yang busuk, menyangkut jabatan
instansi atau aparatur pemerintah, penyelewengan
kekuasaan dalam jabatan karena pemberian,
menyangkut faktor ekonomi dan politik, serta
penempatan keluarga atau golongan ke dalam
kedinasan di bawah kekuasaan jabatan.
korupsi menurut hukum positif (UU No 31 Tahun 1999
jo UU No.20 tahun 2001 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi) adalah perbuatan setiap orang
baik pemerintahan maupun swasta yang melanggar
hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri
atau orang lain atau korporasi yang dapat merugikan
keuangan negara.
KKN
Pada dasarnya praktik korupsi dapat
dibagi menjadi beberapa jenis
Korupsi adalah tindak pidana
sebagaimana dimaksud dalam
ketentuan peraturan
perundang-undangan yang mengatur
tentang tindak pidana korupsi.
Kolusi adalah permufakatan atau kerja
sama secara melawan hukum antar
Penyelenggara Negara atau antara
Penyelenggara Negara dan pihak lain
yang merugikan orang lain, masyarakat,
dan atau negara.
Nepotisme adalah setiap perbuatan
Penyelenggara Negara secara melawan
hukum yang menguntungkan
kepentingan keluarganya dan atau
kroninya di atas kepentingan
masyarakat, bangsa, dan negara.
1. Penyuapan (Bribery)
Penyuapan adalah pembayaran dalam bentuk uang atau
sejenisnya yang diberikan atau diambil dalam hubungan
korupsi. Dengan demikian, dalam konteks penyuapan,
korupsi adalah tindakan membayar atau menerima suap.

Penyuapan biasanya dilakukan dengan tujuan untuk


memuluskan atau memperlancar urusan terutama ketika
harus melewati proses birokrasi formal.
2. Penggelapan/Pencurian
(Embezzlement)

Penggelapan atau pencurian merupakan tindakan


kejahatan menggelapkan atau mencuri uang rakyat
yang dilakukan oleh pegawai pemerintah, pegawai
sektor swasta, atau aparat birokrasi.
3. Penipuan (Fraud)
Penipuan atau fraud dapat didefinisikan sebagai kejahatan
ekonomi berwujud kebohongan, penipuan, dan perilaku
tidak jujur. Jenis korupsi ini merupakan kejahatan ekonomi
yang terorganisir dan biasanya melibatkan pejabat.

Dengan begitu, kegiatan penipuan relatif lebih berbahaya


dan berskala lebih luas dibandingkan penyuapan dan
penggelapan.
4. Pemerasan (Extortion)

Korupsi dalam bentuk pemerasan merupakan jenis


korupsi yang melibatkan aparat dengan melakukan
pemaksaan untuk mendapatkan keuntungan sebagai
imbal jasa pelayanan yang diberikan. Pada umumnya,
pemerasan dilakukan from above, yaitu dilakukan oleh
aparat pemberi layanan terhadap warga.
5. Favoritisme (Favortism)

Favoritisme dikenal juga dengan pilih kasih merupakan


tindak penyalahgunaan kekuasaan yang melibatkan
tindak privatisasi sumber daya.
6. Gratifikasi

Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau


penyelenggara negara dianggap pemberian suap,
apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang
berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.
Tiga strategi yang bisa
dilakukan untuk
memberantas korupsi
1. Represif

Strategi represif dilakukan dengan cara KPK menyeret


koruptor ke pengadilan, membacakan tuntutan, serta
menghadirkan para saksi beserta alat bukti yang
menguatkan.
2. Perbaikan Sistem

Dalam strategi perbaikan sistem, KPK memberikan


rekomendasi kepada kementerian atau lembaga terkait
untuk melakukan langkah-langkah perbaikan. Selain itu,
strategi ini juga dilakukan melalui penataan layanan publik
melalui koordinasi dan supervisi pencegahan, serta
mendorong transparansi penyelenggara negara.
Untuk mendorong transparansi penyelenggara negara, KPK
menerima LHKPN dan gratifikasi.
3. Edukasi dan Kampanye

Edukasi dan kampanye dilakukan sebagai bagian dari


pencegahan dan memiliki peran strategis dalam
pemberantasan korupsi. Melalui edukasi dan kampanye,
KPK meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai
dampak korupsi, mengajak masyarakat untuk terlibat dalam
gerakan pemberantasan korupsi, serta membangun perilaku
dan budaya antikorupsi.
Upaya pemberantasan korupsi meliputi beberapa
prinsip, antara lain:

a. memahami hal-hal yang menjadi penyebab korupsi,


b. upaya pencegahan, investigasi, serta edukasi
dilakukan secara bersamaan,
c. tindakan diarahkan terhadap suatu kegiatan dari hulu
sampai hilir (mulai dari perencanaan, pelaksanaan,
pengawasan dan aspek kuratifnya) dan meliputi
berbagaui elemen.
Upaya Preventif Mengatasi Korupsi
Melalui Pendidikan Kewarganegaraan

Korupsi merupakan kejahatan yang begitu kejam,


karena telah merampas hak masyarakat, terutama dalam
upaya mewujudkan kesejahteraan umum.
Termaktub jelas dalam Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi, bahwa korupsi merupakan tindak pidana
khusus yang sangat merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara dan menghambat pembangunan
nasional.
KORUPSI Dikategorikan sebagai kejahatan khusus,
bukan tanpa sebab, karena korupsi hanya bisa
dilakukan oleh oknum individu yang berkuasa,
berpengaruh dan cerdas tapi tidak berakhlak. Sehingga
kriterianya sangat berbeda dengan tindak pidana umum.
Korupsi termasuk pada kejahatan kerah putih (white
collar crime), serta sebagai kejahatan luar biasa (extra
ordinary crime). Sehingga bangsa ini perlu
merumuskan strategi terstruktur, sistematis, efektif dan
menyeluruh sebagai upaya preventif dalam
memberantas tindak pidana korupsi.
Komisi Pemberantasan Korupsi menjelaskan terdapat 9
(Sembilan) nilai antikorupsi yang menjadi landasan
moralitas dalam menjauhi perilaku koruptif.
Nilai tersebut perlu disosialisasikan bahkan
diinternalisasikan kepada masyarakat Indonesia,
khususnya generasi muda. Ada pun ke-9 (Sembilan)
nilai tersebut adalah:
1) inti, meliputi jujur, disiplin, dan tanggung jawab,
2) sikap, meliputi adil, berani, dan peduli, serta
3) etos kerja, meliputi kerja keras, sederhana, dan
mandiri.
Korupsi terjadi akibat rendahnya kompetensi
kewarganegaraan seseorang, serta terdapatnya peluang
untuk melakukan kejahatan korupsi.

Perilaku koruptif apabila sudah dianggap sebagai


fenomena yang biasa, tentu mengindikasikan bangsa ini
telah hilang moralitasnya.
Syamsuddin dalam karyanya yang berjudul “Tindak
Pidana Khusus” (2011) menjelaskan pada umumnya
kejahatan korupsi dilakukan karena:
1) lemahnya kapasitas keagamaan, etika dan moral
pelaku,
2) sanksi tidak tegas dan keras terhadap pelaku korupsi,
3) sistem pemerintahan yang tidak transparan,
4) kebutuhan ekonomi,
5) menejemen pengawasan pemerintah yang tidak
efektif dan efisien,
6) pergeseran moralitas akibat dampak negatif dari
globalisasi
Idealnya segala faktor yang menyebabkan terjadinya
kejahatan korupsi dapat dibentengi melalui nilai-nilai
antikorupsi.
Semangat keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Esa merupakan bentuk nilai antikorupsi, selain menjadi
benteng pertahanan kokoh individu agar tidak
melakukan kejahatan korupsi, prinsip tersebut juga
menjadi landasan moralitas bagi individu untuk
membantu negara dalam mewujudkan kesejahteraan
sosial di Indonesia secara menyeluruh.
PERAN MAHASISWA DALAM
MEMERANGI KORUPSI

Sebagai kontrol sosial, mahasiswa dapat melakukan


peran preventif terhadap korupsi dengan membantu
masyarakat dalam mewujudkan ketentuan dan
peraturan yang adil dan berpihak pada rakyat
banyak, sekaligus mengkritisi peraturan yang tidak
adil dan tidak berpihak pada masyarakat.
Kontrol terhadap kebijakan pemerintah tersebut perlu
dilakukan karena banyak sekali peraturan yang
dikeluarkan oleh pemerintah yang hanya berpihak pada
golongan tertentu saja dan tidak berpihak pada
kepentingan masyarakat banyak. Kontrol tersebut bisa
berupa tekanan berupa demonstrasi ataupun dialog
dengan pemerintah maupun pihak legislatif.
Sebagai generasi penerus bangsa, mahasiswa
diharapkan memiliki kemampuan interpersonal yang
lebih tinggi sehingga memiliki moral, rasa peduli dan
rasa bertanggung jawab untuk turut memajukan Negara
Indonesia dengan memberantas korupsi. Mahasiswa
yang menyelesaikan pendidikannya cenderung
memiliki tenggang rasa yang lebih baik terhadap
Negara dan masyarakat sekitarnya dan cenderung benci
terhadap tindakan
Mahasiswa fakultas tertentu (khususnya hukum dan
ekonomi) memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi
dan menganalisa suatu tindakan korupsi lebih baik
daripada masyarakat pada umumnya. Mahasiswa
memiliki pengetahuan mengenai standar standar
identifikasi dan analisis korupsi dari segi finansial
maupun hukum. Dengan kemampuan ini mahasiswa
diharapkan dapat memperbaiki kualitas penegakkan
hukum di Indonesia
Kemudian mashasiswa juga dapat berperan untuk
melakukan pencegahan dengan terjun langsung ke
masyarakat. Mahasiswa dapat mensosialisasikan segala
hal yang merupakan pencegahan terjadinya korupsi dan
menghilangkan budaya perilaku koruptif di dalam
masyarakat.
Mahasiswa juga dapat melakukan peran edukatif
dengan memberikan bimbingan dan penyuluhan kepada
masyarakat baik pada saat melakukan kuliah kerja
lapangan atau kesempatan yang lain mengenai masalah
korupsi dan mendorong masyarakat berani melaporkan
adanya korupsi yang ditemuinya pada pihak yang
berwenang
mahasiswa juga dapat melakukan strategi investigatif
dengan melakukan pendampingan kepada masyarakat
dalam upaya penegakan hukum terhadap pelaku
korupsi serta melakukan tekanan kepada aparat
penegak hukum untuk bertindak tegas terhadap pelaku
tindak pidana korupsi. Tekanan tersebut bisa berupa
demonstrasi ataupun pembentukan opini publik.
Dengan kekuatan yang dimilikinya berupa semangat
dalam menyuarakan dan memperjuangkan nilai-nilai
kebenaran serta keberanian dalam menentang segala
bentuk ketidak adilan, mahasiswa menempati posisi
yang penting dalam upaya pemberantasan korupsi di
Indonesia.
Kekuatan tersebut bagaikan pisau yang bermata dua, di
satu sisi, mahasiswa mampu mendorong dan
menggerakkan masyarakat untuk bertindak atas
ketidakadilan sistem termasuk didalamnya tindakan
penyelewengan jabatan dan korupsi.
Sedangkan di sisi yang lain, mahasiswa merupakan
faktor penekan bagi penegakan hukum bagi pelaku
korupsi serta pengawal bagi terciptanya kebijakan
publik yang berpihak kepada kepentingan masyarakat
banyak.
Seorang mahasiswa yang telah mengidentifikasi adanya
tindakan korupsi oleh suatu entitas, cenderung berhasil
melaporkan tindakan korupsi tersebut kepada
pemerintah karena mahasiswa dianggap memiliki suara
yang lebih didengarkan oleh pemerintah dan mampu
menekan pemerintah. Selain itu mahasiswa cenderung
lebih berani untuk melaporkan tindakan korupsi
tersebut karena mereka memiliki pengetahuan akan
prosedur dan langkah hukum untuk melaporkan suatu
tindakan korupsi
SELESAI

Anda mungkin juga menyukai