ABSTRAK
Korupsi merupakan kejahatan luar biasa dan fenomenal di Indonesia. Modus
korupsi sangat bervariasi, seperti mark-up, penipuan, penyuapan, pemerasan,
gratifikasi dan lain-lain. Oleh karena itu, untuk menghilangkan korupsi itu perlu
langkah serius. Pemberantasan korupsi membutuhkan komitmen kuat semua
pihak: pemerintah, penegak hukum dan masyarakat sipil. Tanpa itu, upaya
pemberantasan korupsi akan berjalan di tempat.
PENDAHULUAN
Korupsi merupakan suatu bentuk kejahatan sosioekonomi dan kejahatan
jabatan yang sangat merusak sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara,
bagaikan virus ganas yang mematikan. Virus ini sangat mudah menyerang
birokrasi pemerintah terutama di negara-negara berkembang. Menurut survey
PERC (Politcal and Economic Risk Consultancy), sebuah Biro Konsultasi Risiko
Politik dan Ekonomi yang bermarkas di Hongkong, menunjukkan bahwa dari 13
negara-negara Asia yang disurvey, Indonesai menduduki peringkat ke-3
sebagai negara yang terkorup di Asia setelah Filipina dan Thailand. Adapun
negara di kawasan Asia yang dinilai paling berhasil memberantas korupsi
adalah Singapura, disusul Hongkong, Jepang, Makau, Korea Selatan, Malaysia,
Taiwan, India, Vietnam dan Tiongkok. Indonesia dari dahulu hingga kini
bejuang memberantas korupsi, baik secara prefentif, edukatif, maupun
represif. Bahkan tidak sedikit perangkat hukum yang telah dibuat untuk
menjerat para koruptor. Tetapi mengapa Indonesia masih selalu menjadi
“juara bertahan” dalam soal korupsi? Penulis berpendapat bahwa korupsi
jangan lagi digolongkan sebagai kejahatan biasa tetapi harus digolongkan
sebagai kejahatan luar biasa. Begitupun dalam upaya pemberantasannya tidak
lagi dilakukan secara biasa, tetapi harus dengan cara-cara yang luar biasa.
pengertian korupsi
Korupsi berasal dari bahasa Latin, corruptio atau corruptus. Corruptio sendiri
berasal dari kata corrumpere, suatu kata Latin yang lebih tua. Dari bahasa Latin
itulah turun ke bayak bahasa Eropa seperti Inggris yaitu corruption, corrupt;
Perancis yaitu corruption; dan Belanda yaitu cnorruptie. Dari bahasa Belanda
inilah kata itu turun ke bahasa Indonesia yaitu korupsi. (Andi Hamzah, 2005:4).
Dalam Kamus Hukum (2002), kata korupsi berarti buruk; rusak; suka menerima
uang sogok; menyelewengkan uang/barang milik perusahaan atau negara;
menerima uang dengan menggunakan jabatannya untuk kepentingan pribadi.
Korupsi juga mencakup nepotisme atau sifat suka memberi jabatan kepada
kerabat dan famili saja, serta penggelapan uang negara. Dalam kedua hal ini
terdapat “perangsang dengan pertimbangan tidak wajar.” Jadi korupsi,
sekalipun khusus terkait dengan penyuapan dan penyogokan, adalah istilah
umum yang mencakup penyalahgunaan wewenang sebagai hasil pertimbangan
demi mengejar keuntungan pribadi, keluarga dan kelompok.
Kesimpulan
Korupsi telah menjadi endemy yang sudah mengurat-mengakar dalam
“budaya” masyarakat Indonesia. (Mohon maaf kepada para Budayawan yang
kurang sependapat dengan penisbatan istilah “budaya” di sini). Oleh karena itu
usaha pemberantasan korupsi memerlukan komitmen yang kuat, ikhlas dan
tulus dari pemerintah, aparat penegak hukum, dan masyarakat. Tanpa
komitmen itu, usaha pemberantasan korupsi akan “jalan di tempat”. Kegagalan
gerakan anti korupsi di berbagai negara terletak bukan pada kurang
lengkapnya ketentuan legal atau badan-badan anti korupsi, tetapi lebih sering
karena tidak adanya keseriusan, komitmen dan keikhlasan dari
kepememimpinan politik. Hal itulah yang kemudian menimbulkan sikap
“skeptis” masyarakat. Masyarakat di lapis bawah akan meniru apa yang
dilakukan oleh para birokrat di level yang lebih tinggi.
2. Rekomendasi
Sekurang-kurangnya, terdapat lima macam kebijakan yang dapat diambil oleh
pemerintah, penegak hukum dan masyarakat untuk memberantas korupsi
secara efektif:a. Mengubah kebijakan publik atau kebijakan administratif
penyelenggaraan negara yang mendorong orang untuk berbuat korup. Seperti
dengan menyederhanakan prosedur administrasi pelayanan publik; memotong
rantai pungli; menata kembali sistem administrasi akuntabilitas keuangan yang
selama ini hanya dilihat dari adanya “hitam di atas putih”. Padahal yang ada
“hitam di atas putih”-nya belum tentu semua benar.
b. Menata kembali struktur penggajian dan insentif yang berlaku pada
lembaga-lembaga pemerintah dengan menaikkan gaji pegawai.
c. Mereformasi lembaga-lembaga hukum untuk menciptakan penegakan
hukum (law enforcement) dan memperkuat rule of law. Harus ada kerjasama
yang sinergis antara lembaga penegak hukum, seperti Polri, Lembaga
Peradilan, dan KPK.
d. Memberdayakan fungsi kontrol dan pengawasan, dengan cara: pertama,
memperkuat kelembagaan dan mekanisme kontrol resmi untuk memonitor
para pegawai, pejabat dan politisi. Kedua, meningkatkan tekanan publik agar
lembaga dan mekanisme kontrol bisa berfungsi baik. Ini memerlukan reformasi
struktur politik kenegaraan dan partai politik serta lingkungan sosial yang
memungkinkan publik untuk dapat melakukan kontrol. Fungsi ini dapat
dijalankan melalui kebebasan pers dan transparansi pemerintah dan birokrasi
dalam proses pengambilan keputusan.
e. Meningkatkan moralitas antikorupsi melalui public education baik secara
formal melalui diklat-diklat antikorupsi kepada aparaur pemerintah, maupun
secara non-formal oleh tokoh-tokoh agama dan tokoh masyarakat serta
melalui publikasi dan promosi antikorupsi.
Daftar pustaka
Aditjondro, George Junus, Korupsi kepresidenan; Reproduksi oligarki berkaki tiga,istana,
tangsi, dan partai penguasa. Yogyakarta: Elkis, 2006.
Alatas, S.H., Korupsi: sifat, sebab dan fungsi; Penerjemah, Nirwono, Jakarta: LP3ES, 1987.
Bayley, David H., “Akibat-akibat korupsi pada bangsa-bangsa sedang berkembang”, dalam
Bunga rampai korupsi; Penyunting, Muchtar Lubis dan James C. Scott., Jakarta: LP3ES,
1995.Baderani, H., Percepatan pemberantasan korupsi: Bahan ajar diklat Prajabatan
Golongan III Ex. Honorer. Banjarbaru: Badan Pendidikan dan pelatihan Daerah Provinsi
Kalimantan Selatan, 2007.Fahman, Mundzar, Kiai dan korupsi: Adil rakyat, Kiai dan Pejabat
dalam korupsi. Surabaya: Jawa Pos Press, 2004.Gunawan, Ilham., Postur korupsi di
Indonesia: Tinjauan yuridis, sosiologis, budaya dan politis. Bandung: Angkasa, 1993.
Hamzah, Jur. Andi., Pemberantasan korupsi melalui Hukum Pidana Nasional dan
Internasional. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006.Hehaahua, Abdullah., “Pemberantasan
Korupsi Harus Simultan”, “Kata Pengentar”, dalam Rafi, Abu Fida’ Abdur., Terapi penyakit
korupsi dengan tazkiyatun nafs (penyucian jiwa). Jakarta: Republika, 2004.Indonesia.
Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan
Pemberantasan Korupsi.
Indonesia. Undang-Undang RI Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi.
-------, Undang-Undang RI Nomor 201 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
-------, Undang-Undang RI Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan
Korupsi.
PENANGGULAN KERUGIAN NEGARA AKIBAT
KERUSAKAN LINGKUNGAN (TAMBANG)
OLEH KORPORASI
PENDAHULUAN
Hukum pertambangan tidak pernah terlepas dari bagian lingkungan hidup
merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang wajib dilestarikan dan
dikembangkan kemampuannya agar tetap dapat menjadi sumber penunjang
hidup bagi manusia dan makhluk hidup lainnya demi kelangsungan dan
peningkatan kualitas hidup itu sendiri.Dewasa ini, kejahatan lingkungan sering
terjadi di sekeliling lingkungan kita, namun semua itu tanpa kita sadari.
Misalnya saja pada pertambangan, pertambangan merupakanusaha untuk
menggali berbagai potensi-potensi yang terkandung dalam perut bumi.Negara
menguasai secara penuh semua kekayaan yang terkandung di dalam bumi dan
di pergunakan sebaik-baiknya untuk kemakmuran rakyat. Akan tetapi
kenyataannya rakyat melakukan kegiatan penambangan dengan tidak
memperhatikan aspek-aspek yang penting di dalamnya, seperti tidak
memperhatikan akibat yang ditimbulkan atau pengaruh denganadanya
pertambangan tersebut (pertambangan liar), namun tidak menutup
kemungkinan pertambangan juga dilakukan oleh perusahaan tambang yang
telah memiliki ijin resmi.Istilah hukum pertambangan merupakan terjemahan
dan bahasa Inggris, yaitu mining law. Hukum pertambangan adalah : "hukum
yang mengatur tentang penggalian atau pertambangan bijih-bijih dan mineral-
mineral dalam tanah".Definisi ini hanya difokuskan pada aktivitas penggalian
atau pertambangan bijih-bijih. Penggalian atau pertambangan merupakan
usaha untuk menggali berbagai potensi-potensi yang terkandung dalam perut
bumi. Didalam defmisi ini juga tidak terlihat bagaimana hubungan antara
pemerintah dengan subyek hukum. Padahal untuk menggali bahan tambang
itu diperlukan perusahaan atau badan hukum yang mengelolanya.
PENGERTIAN
Pengertian Pertambangan menurut Undang-undang No. 4 Tahun 2009 tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara, Pasal 1 Ayat (1) Pertambangan adalah
sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan
dan pengusahaan mineral atau
batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan,
konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan
penjualan, serta kegiatan pascatambang, Ayat (6) Usaha Pertambangan adalah
kegiatan dalam rangka pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi
tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi,
penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan,
serta pascatambang, dan Ayat (19) Penambangan adalah bagian kegiatan
usaha pertambangan untuk memproduksi mineral dan/atau batubara dan
mineral ikutannya.
KESIMPULAN
Penanggulangan dalam hal kerugian negara dapat di lakukan dengan adanya
beberapa prinsip tentang peraturan tambang dan menindaklanjutkan
mengenai pelaku dalam perusakan lingkungan tersebut.
Dalam hal ini dapat dijangkau dengan semakin tegasnya hukum dalam
penindaklanjutan masalah ini sehingga nanti nya tidak ada lagi kerugian negara
dalam hal ini.
Untuk itu perlu sekali panataan terhadap lingkungan dan penjagaan terhadap
segala sesuatu yang berhubungan dengan lingkungan agar tidak terjadi
kerugian.