INDONESIA
Abstrak
Upaya untuk memerangi korupsi tidak boleh hanya bergantung pada tindakan penega
kan hukum semata. Membangun budaya anti korupsi di masyarakat juga menjadi hal y
ang sangat penting dalam upaya pencegahan korupsi. Sebagai anggota masyarakat, m
ahasiswa diharapkan menjadi agen perubahan dan pemimpin dalam pemberantasan k
orupsi. Siswa perlu diberikan pemahaman yang memadai tentang korupsi dan cara me
lawannya agar dapat berpartisipasi aktif dalam isu ini. Tujuan pendidikan antikorupsi
adalah membantu siswa memahami masalah korupsi yang ada dan tindakan yang dap
at diambil untuk menghentikannya. Artikel ini mengkaji pendidikan antikorupsi dan ca
ra mempraktikkannya di kampus-kampus. Proses pembinaan mahasiswa dapat dilakuk
an melalui berbagai teknik, antara lain sosialisasi, kampanye, seminar, atau ceramah.
Tujuan utama pendidikan antikorupsi bagi siswa adalah untuk menanamkan cita-cita
antikorupsi dan memberikan pemahaman yang memadai tentang korupsi dan upaya u
ntuk memberantasnya.
Abstract
Efforts to combat corruption should not rely solely on law enforcement actions. Buildi
ng an anti-corruption culture within society is also crucial in preventing corruption. A
s members of society, students are expected to be agents of change and leaders in the fi
ght against corruption. Students need to be given a sufficient grasp of corruption and h
ow to fight it in order to actively participate in this issue. The goal of anti-corruption e
ducation is to help students comprehend the existing corruption problem and the actio
ns that may be taken to stop it. This article examines anti-corruption education and ho
w to put it into practice on college campuses. The process of student training can be ca
rried out through a variety of techniques, including outreach, campaigns, seminars, or
lectures. The major goals of anti-corruption education for students are to impart anti-c
orruption ideals and to offer enough understanding about corruption and attempts to r
emove it.
Pendahuluan
Korupsi pada dasarnya merupakan suatu fenomena sosial yang merusak
struktur pemerintahan dan menjadi penghambat utama terhadap jalannya
pemerintahan dan pembangunan secara umum. Namun, dalam praktiknya,
korupsi sangat sulit untuk diberantas karena sulitnya mengumpulkan bukti yang
konkret dan sulit untuk mendeteksinya melalui landasan hukum yang pasti.
Meskipun begitu, akses korupsi tetap merupakan ancaman yang harus
diwaspadai oleh pemerintah dan masyarakat. Sebagai salah satu dari enam
negara paling korup di dunia dari 133 negara, peringkat Indonesia buruk dalam
Indeks Persepsi Korupsi (CPI). Karena adanya upaya pihak ketiga untuk
mempengaruhi jalannya gerakan reformasi, tujuan gerakan ini untuk
memberantas korupsi diyakini telah gagal di era pasca-reformasi, dan dampak
korupsi semakin meluas di Indonesia. Masyarakat kehilangan kepercayaan
terhadap pemerintahnya sendiri akibat reputasi buruk Indonesia sebagai negara
yang sangat korup, yang juga merugikan legitimasi dan akuntabilitas
pemerintah di mata warga negaranya dan dunia internasional.. Korupsi terus
meningkat di berbagai sektor, baik sektor publik maupun swasta, dan ini
diperhatikan oleh semua pihak, termasuk pemerintah dan masyarakat asing.
Untuk mengatasi korupsi, penting untuk meningkatkan gerakan anti-korupsi
yang didukung oleh dukungan politik pemerintah, persiapan hukum yang tepat,
dan partisipasi masyarakat. Pemantapan peraturan hukum yang efektif untuk
mencegah korupsi dan memberikan sanksi yang tegas kepada pelaku korupsi
menjadi langkah awal yang penting. Selain itu, harus ada upaya untuk
mengawasi independensi sistem peradilan, sehingga koruptor tidak bisa lepas
dari hukuman. Kontrol publik atas penegakan hukum juga harus dilakukan
secara berkelanjutan. Akhirnya, gerakan anti-korupsi harus melibatkan
masyarakat dan pers aktif dalam prosesnya, serta harus memfokuskan pada
pendidikan anti-korupsi sejak dini untuk menciptakan generasi yang lebih sadar
akan bahaya korupsi dan memiliki karakter yang integritas. Korupsi memiliki
berbagai definisi, tetapi umumnya mengacu pada penyelewengan atau
penyalahgunaan keuangan negara untuk keuntungan pribadi atau orang lain. Itu
melibatkan perbuatan yang curang, suap-menyuap, dan tidak bermoral. Upaya
untuk memerangi korupsi harus memahami dasar-dasar perilaku manusia dan
tekanan sosial yang dapat menyebabkan korupsi. Selain itu, perlu memiliki
definisi hukum yang kuat untuk mengenali dan menghukum tindak pidana
korupsi[1].
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dimana materi yang
dikumpulkan bersifat verbal dan dianalisis tanpa metode statistik. Tujuan
metode kualitatif adalah menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis
atau lisan tentang sumber informasi dan perilaku yang diamati. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk memperoleh fakta dan informasi terkait pendapat
masyarakat Indonesia khususnya mahasiswa kita untuk mengetahui secara
langsung pendidikan antikorupsi di Indonesia serta sejarah dan
perkembangannya.
Korupsi di negeri ini bisa dianggap sebagai “warisan terlarang” yang ter
us berlanjut meski sudah dilarang undang-undang di setiap era pergantian p
emerintahan. Hampir seluruh aspek kehidupan telah terjangkit korupsiSed
erhananya, elemen internal dan eksternal dapat digunakan untuk memisahk
an sumber korupsi. Karakteristik moral seperti kurangnya kepercayaan, kej
ujuran, atau rasa malu merupakan penyebab internal. Selain itu, faktor peril
aku dan sikap seperti gaya hidup konsumen dan faktor sosial seperti pengar
uh keluarga dapat mendorong seseorang untuk bertindak korup. Sedangkan
faktor eksternal meliputi permasalahan sosial dan hukum, seperti kurangny
a dukungan masyarakat atau lingkungan terhadap perilaku antikorupsi, per
masalahan ekonomi seperti pendapatan yang tidak mencukupi, permasalaha
n politik seperti ketidakstabilan politik dan keinginan untuk mempertahank
an kekuasaan, permasalahan manajemen dan organisasi seperti kurangnya a
kuntabilitas dan transparansi, serta permasalahan politik seperti ketidakstab
ilan politik dan keinginan untuk mempertahankan kekuasaan.perilaku masy
arakat yang materialistis dan konsumeris, serta sistem politik yang masih m
engedepankan materi dapat mendorong praktik uang dan korupsi. Oleh kar
ena itu, hampir dapat dipastikan bahwa banyak pejabat yang terpaksa mela
kukan korupsi setelah menjabat.penyebab korupsi adalah godaan materi, fa
ktor perilaku individu, organisasi, dan lingkungan sosial sebagai penyebab
terjadinya korupsi. Kerakusan, kelemahan moral dalam menghadapi godaa
n, gaya hidup konsumeris, dan kurangnya keinginan untuk bekerja keras m
erupakan beberapa hal yang memotivasi individu untuk melakukan korupsi.
Akibat kepemimpinan dan keteladanan elite bangsa, rendahnya gaji pegaw
ai negeri, penegakan hukum yang tidak efektif, rendahnya integritas, dan ti
dak adanya sistem pengawasan, banyak terjadi kasus korupsi di negeri ini.
Secara umum, alasan politik, hukum, dan ekonomi semuanya dapat berkont
ribusi terhadap korupsi. Salah satu penyebab korupsi misalnya adalah politi
k uang. Hal ini ditunjukkan dengan kebiasaan menyelenggarakan pemiliha
n umum dan menyelesaikan perselisihan parlemen melalui taktik dan strate
gi lobi yang tidak etis.. Lemahnya penegakan hukum dan rendahnya komit
men dalam menegakkan peraturan perundang-undangan juga menjadi fakto
r penyebab terjadinya korupsi. Selain itu, kelemahan sistem hukum membe
rikan peluang terjadinya tindak pidana korupsi. Rahman Saleh menegaska
n, ada empat faktor dominan penyebab maraknya korupsi di Indonesia, yait
u faktor penegakan hukum, mentalitas aparatur, rendahnya kesadaran masy
arakat, dan rendahnya komitmen politik. Perekonomian juga mempunyai p
eranan yang besar, terutama karena rendahnya gaji dan pendapatan PNS m
enyebabkan pegawai terpaksa mencari penghasilan tambahan, seringkali de
ngan meminta uang tambahan. Korupsi pada tingkat pemerintahan juga da
pat terjadi dalam bentuk penerimaan, pemerasan suap, pemberian perlindun
gan, dan pencurian barang publik untuk kepentingan pribadi, yang kesemua
nya termasuk dalam korupsi yang disebabkan oleh konstelasi politik. Dala
m konteks ekonomi, korupsi seringkali dilakukan oleh orang-orang kaya da
n berpendidikan tinggi. Minimnya gaji dan pendapatan PNS menjadi fakto
r yang paling menonjol dan menjadi pemicu marak dan maraknya korupsi d
i Indonesia. Akibat situasi ini, banyak karyawan yang terpaksa mencari pe
nghasilan tambahan, dan banyak pula yang memperolehnya dengan memin
ta uang tambahan[2].
c. Dampak Korupsi
Hingga saat ini, penelitian ekstensif telah dilakukan mengenai dampak
korupsi terhadap perekonomian dan variabel terkait. Hasil penelitian ini
jelas menunjukkan berbagai dampak negatif korupsi. Salah satunya adalah
korupsi melemahkan investasi dan pertumbuhan ekonomi. Selain itu,
penelitian yang lebih menyeluruh menunjukkan bahwa korupsi
mengakibatkan hilangnya produksi yang dapat diukur melalui indikator
nyata seperti kondisi jalan. Korupsi mempunyai dampak domino yang luas
terhadap kemampuan hidup suatu bangsa dan negara, tidak hanya pada satu
bidang kehidupan saja. Merajalelanya korupsi dapat memperburuk keadaan
ekonomi, meningkatkan harga barang-barang berkualitas rendah,
mempersulit masyarakat umum untuk mendapatkan layanan kesehatan dan
pendidikan, menimbulkan risiko keamanan, merusak lingkungan, dan
memberikan reputasi negatif kepada pemerintah di luar negeri.
Kepercayaan pemilik modal asing terdongkrak dengan hal ini. Hal ini
berpotensi mengakibatkan bencana ekonomi yang berkepanjangan dan
membuat negara ini semakin terjerumus ke dalam kemiskinan.
Secara teori, korupsi di negara seperti Indonesia, jika tidak segera
ditangani, dapat berdampak buruk terhadap produktivitas industri,
pertumbuhan, dan pembangunan ekonomi dan sosial secara keseluruhan.
Korupsi mempunyai banyak dampak terhadap perekonomian, misalnya.
1. kenaikan harga barang dan jasa yang menurunkan mutu dan taraf hidup
masyarakat;
2. adanya distorsi perdagangan akibat pengutamaan barang dan jasa yang
dapat memberikan suap dalam jumlah besar;
3. akumulasi utang negara jangka panjang karena kecenderungan
pemerintah yang korup menggunakan pinjaman luar negeri untuk
membiayai proyek modal; Dan
4. sumber daya dialokasikan secara tidak tepat dan bidang-bidang prioritas
pembangunan diabaikan karena pejabat yang korup memprioritaskan
bidang-bidang lain untuk kepentingan pribadi.
d. Nilai dan Prinsip Anti Korupsi.
Meski era Orde Lama telah berganti ke era Orde Baru, namun
kasus korupsi masih sering terjadi di masyarakat. Beberapa peristiwa
korupsi yang terjadi pada masa Orde Baru antara lain Peristiwa Semarang
15 November 1957, Peristiwa PN Waskita Karya Palembang 12 Januari
1968, Peristiwa Lembaga Minyak dan Gas Bumi (LEMIGAS) 22
September 1977, Peristiwa Perum Sentral Giro 26 Oktober 1981, peristiwa
Departemen Pertanian tanggal 19 November 1981, peristiwa Kantor Pajak
Magelang tanggal 10 Juli 1967, dan peristiwa luar biasa BNI Unit II di
Jakarta tanggal 27 Maret 1968. Peristiwa korupsi pada masa Orde Baru
biasanya disebabkan oleh pemilik . bisnis atau lembaga pemerintah
menyalahgunakan kekuasaan mereka untuk keuntungan pribadi. Korupsi
juga didorong oleh monopoli kekuasaan yang dilakukan petahana. Di era
Orde Baru, para koruptor tidak hanya mengejar kekayaan, tapi juga
kekuasaan dan status. Pemerintahan orde baru berusaha memberantas
korupsi dengan membentuk badan antikorupsi. Salah satu badan yang
pertama kali dibentuk pada tanggal 2 Desember 1967 berdasarkan
Keputusan Presiden Nomor 228 Tahun 1967 adalah Kelompok
Pemberantasan Korupsi (TPK). Tugas TPK adalah membantu pemerintah
dalam pemberantasan korupsi melalui tindakan represif dan preventif. Tiga
tahun setelah terbentuknya TPK, pada tanggal 31 Januari 1970, Presiden
Soeharto membentuk Komisi IV dengan Keputusan Presiden Nomor 12.
Tujuannya untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi upaya
pemberantasan korupsi. Meski Komisi IV merupakan penyempurnaan dari
TPK, namun TPK tersebut masih dalam tahap pengerjaan karena Komisi
IV belum mencapai tingkat efektifitas dan efisiensi yang diinginkan. Meski
TPK dan Komisi IV berhasil menyelamatkan keuangan miliaran rupee,
namun efektivitasnya menurun karena sulitnya mendapatkan bukti kasus
korupsi. Semakin maraknya penyimpangan, termasuk pungutan liar di
berbagai daerah, mendorong pemerintah menggelar operasi terorganisir
(Opstib) di bawah komando Laksamana Sudomo TNI. Tujuan dari operasi
ini adalah untuk menjaga otoritas pejabat publik dan menghilangkan
penipuan dan pembayaran ilegal di semua tingkatan. Meskipun
pemerintahan Orde Baru telah melakukan berbagai upaya pemberantasan
korupsi, namun implementasinya masih belum maksimal. Hal ini
disebabkan sistem administrasi dan administrasi publik harus disesuaikan
dengan kepentingan penguasa. Terakhir, pemberantasan korupsi juga
digunakan sebagai alat politik untuk mendapatkan dukungan dan simpati
rakyat.