Anda di halaman 1dari 17

KORUPSI DAN SEJARAH ANTI KORUPSI YANG ADA DI

INDONESIA

Ida Widaningsih1, Silmi Azzahra Effendi2 , Nazwa Salsabila3


1
Program studi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Siliwangi
2
Program studi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Siliwangi
3
Program studi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Siliwangi

Abstrak

Upaya untuk memerangi korupsi tidak boleh hanya bergantung pada tindakan penega
kan hukum semata. Membangun budaya anti korupsi di masyarakat juga menjadi hal y
ang sangat penting dalam upaya pencegahan korupsi. Sebagai anggota masyarakat, m
ahasiswa diharapkan menjadi agen perubahan dan pemimpin dalam pemberantasan k
orupsi. Siswa perlu diberikan pemahaman yang memadai tentang korupsi dan cara me
lawannya agar dapat berpartisipasi aktif dalam isu ini. Tujuan pendidikan antikorupsi
adalah membantu siswa memahami masalah korupsi yang ada dan tindakan yang dap
at diambil untuk menghentikannya. Artikel ini mengkaji pendidikan antikorupsi dan ca
ra mempraktikkannya di kampus-kampus. Proses pembinaan mahasiswa dapat dilakuk
an melalui berbagai teknik, antara lain sosialisasi, kampanye, seminar, atau ceramah.
Tujuan utama pendidikan antikorupsi bagi siswa adalah untuk menanamkan cita-cita
antikorupsi dan memberikan pemahaman yang memadai tentang korupsi dan upaya u
ntuk memberantasnya.
Abstract
Efforts to combat corruption should not rely solely on law enforcement actions. Buildi
ng an anti-corruption culture within society is also crucial in preventing corruption. A
s members of society, students are expected to be agents of change and leaders in the fi
ght against corruption. Students need to be given a sufficient grasp of corruption and h
ow to fight it in order to actively participate in this issue. The goal of anti-corruption e
ducation is to help students comprehend the existing corruption problem and the actio
ns that may be taken to stop it. This article examines anti-corruption education and ho
w to put it into practice on college campuses. The process of student training can be ca
rried out through a variety of techniques, including outreach, campaigns, seminars, or
lectures. The major goals of anti-corruption education for students are to impart anti-c
orruption ideals and to offer enough understanding about corruption and attempts to r
emove it.

Pendahuluan
Korupsi pada dasarnya merupakan suatu fenomena sosial yang merusak
struktur pemerintahan dan menjadi penghambat utama terhadap jalannya
pemerintahan dan pembangunan secara umum. Namun, dalam praktiknya,
korupsi sangat sulit untuk diberantas karena sulitnya mengumpulkan bukti yang
konkret dan sulit untuk mendeteksinya melalui landasan hukum yang pasti.
Meskipun begitu, akses korupsi tetap merupakan ancaman yang harus
diwaspadai oleh pemerintah dan masyarakat. Sebagai salah satu dari enam
negara paling korup di dunia dari 133 negara, peringkat Indonesia buruk dalam
Indeks Persepsi Korupsi (CPI). Karena adanya upaya pihak ketiga untuk
mempengaruhi jalannya gerakan reformasi, tujuan gerakan ini untuk
memberantas korupsi diyakini telah gagal di era pasca-reformasi, dan dampak
korupsi semakin meluas di Indonesia. Masyarakat kehilangan kepercayaan
terhadap pemerintahnya sendiri akibat reputasi buruk Indonesia sebagai negara
yang sangat korup, yang juga merugikan legitimasi dan akuntabilitas
pemerintah di mata warga negaranya dan dunia internasional.. Korupsi terus
meningkat di berbagai sektor, baik sektor publik maupun swasta, dan ini
diperhatikan oleh semua pihak, termasuk pemerintah dan masyarakat asing.
Untuk mengatasi korupsi, penting untuk meningkatkan gerakan anti-korupsi
yang didukung oleh dukungan politik pemerintah, persiapan hukum yang tepat,
dan partisipasi masyarakat. Pemantapan peraturan hukum yang efektif untuk
mencegah korupsi dan memberikan sanksi yang tegas kepada pelaku korupsi
menjadi langkah awal yang penting. Selain itu, harus ada upaya untuk
mengawasi independensi sistem peradilan, sehingga koruptor tidak bisa lepas
dari hukuman. Kontrol publik atas penegakan hukum juga harus dilakukan
secara berkelanjutan. Akhirnya, gerakan anti-korupsi harus melibatkan
masyarakat dan pers aktif dalam prosesnya, serta harus memfokuskan pada
pendidikan anti-korupsi sejak dini untuk menciptakan generasi yang lebih sadar
akan bahaya korupsi dan memiliki karakter yang integritas. Korupsi memiliki
berbagai definisi, tetapi umumnya mengacu pada penyelewengan atau
penyalahgunaan keuangan negara untuk keuntungan pribadi atau orang lain. Itu
melibatkan perbuatan yang curang, suap-menyuap, dan tidak bermoral. Upaya
untuk memerangi korupsi harus memahami dasar-dasar perilaku manusia dan
tekanan sosial yang dapat menyebabkan korupsi. Selain itu, perlu memiliki
definisi hukum yang kuat untuk mengenali dan menghukum tindak pidana
korupsi[1].

Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dimana materi yang
dikumpulkan bersifat verbal dan dianalisis tanpa metode statistik. Tujuan
metode kualitatif adalah menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis
atau lisan tentang sumber informasi dan perilaku yang diamati. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk memperoleh fakta dan informasi terkait pendapat
masyarakat Indonesia khususnya mahasiswa kita untuk mengetahui secara
langsung pendidikan antikorupsi di Indonesia serta sejarah dan
perkembangannya.

Hasil dan Pembahasan


1. Definisi Korupsi
a. Pengertian korupsi

Pemahaman tentang korupsi bisa direvisi dari sudut pandang yang


berbeda. Di atas Pada prinsipnya korupsi bisa saja terjadi sepanjang hidup,
tidak hanya pemerintah yang melahirkan arti asumsi yang berbeda. Menurut
Nurdjana, korupsi merupakan pengertian yang berasal dari Yunani, dimana
“korupsi” berarti tindakan. Istilah “korupsi” berasal dari kata kerja latin
korupsi corrumpere yang berarti busuk, rusak, tidak stabil,
memutarbalikkan, menyuap, mencuri, dan mencuri. Apa yang salah, jahat,
tidak jujur, korup, tidak bermoral, kekerasan, bertentangan dengan nilai-
nilai agama yang material, spiritual, dan sah, serta tidak diinginkan. Kamus
Oxford mendefinisikan korupsi sebagai tindakan tidak jujur atau kriminal,
terutama yang dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai otoritas.
Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan korupsi sebagai
penyalahgunaan atau penggunaan dana masyarakat (yang dilakukan oleh
badan usaha, kelompok, yayasan, dan lain-lain) untuk kepentingan diri
sendiri atau orang lain. Menurut hukum Indonesia Pengertian korupsi
adalah perbuatan sengaja ilegal memperkaya diri sendiri/orang lain, baik
perorangan maupun perusahaan,yang dapat merugikan perekonomian
nasional/perekonomian negara. Berdasarkan UU Nomor 31 Tahun 1999
sehubungan dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Terdapat 30
tindak pidana korupsi Jenis yang direkomendasikan adalah 7. Kerugian
keuangan negara, pemerasan, kekacauan, konflik kepentingan, dan suap
juga terjadi dalam pembelian produk dan jasa. Korupsi, jika dilihat secara
luas, adalah ketika seorang pejabat menggunakan jabatannya untuk
keuntungan pribadi. Pada kenyataannya, prasangka dapat mempengaruhi
semua struktur pemerintahan dan manajerial. Mulai dari penggunaan dan
dukungan yang paling kecil dalam memberikan dan menerima bantuan
hingga korupsi yang besar dan terang-terangan, dan sebagainya, korupsi
memainkan berbagai peran.
b. Penyebab Korupsi

Korupsi di negeri ini bisa dianggap sebagai “warisan terlarang” yang ter
us berlanjut meski sudah dilarang undang-undang di setiap era pergantian p
emerintahan. Hampir seluruh aspek kehidupan telah terjangkit korupsiSed
erhananya, elemen internal dan eksternal dapat digunakan untuk memisahk
an sumber korupsi. Karakteristik moral seperti kurangnya kepercayaan, kej
ujuran, atau rasa malu merupakan penyebab internal. Selain itu, faktor peril
aku dan sikap seperti gaya hidup konsumen dan faktor sosial seperti pengar
uh keluarga dapat mendorong seseorang untuk bertindak korup. Sedangkan
faktor eksternal meliputi permasalahan sosial dan hukum, seperti kurangny
a dukungan masyarakat atau lingkungan terhadap perilaku antikorupsi, per
masalahan ekonomi seperti pendapatan yang tidak mencukupi, permasalaha
n politik seperti ketidakstabilan politik dan keinginan untuk mempertahank
an kekuasaan, permasalahan manajemen dan organisasi seperti kurangnya a
kuntabilitas dan transparansi, serta permasalahan politik seperti ketidakstab
ilan politik dan keinginan untuk mempertahankan kekuasaan.perilaku masy
arakat yang materialistis dan konsumeris, serta sistem politik yang masih m
engedepankan materi dapat mendorong praktik uang dan korupsi. Oleh kar
ena itu, hampir dapat dipastikan bahwa banyak pejabat yang terpaksa mela
kukan korupsi setelah menjabat.penyebab korupsi adalah godaan materi, fa
ktor perilaku individu, organisasi, dan lingkungan sosial sebagai penyebab
terjadinya korupsi. Kerakusan, kelemahan moral dalam menghadapi godaa
n, gaya hidup konsumeris, dan kurangnya keinginan untuk bekerja keras m
erupakan beberapa hal yang memotivasi individu untuk melakukan korupsi.
Akibat kepemimpinan dan keteladanan elite bangsa, rendahnya gaji pegaw
ai negeri, penegakan hukum yang tidak efektif, rendahnya integritas, dan ti
dak adanya sistem pengawasan, banyak terjadi kasus korupsi di negeri ini.
Secara umum, alasan politik, hukum, dan ekonomi semuanya dapat berkont
ribusi terhadap korupsi. Salah satu penyebab korupsi misalnya adalah politi
k uang. Hal ini ditunjukkan dengan kebiasaan menyelenggarakan pemiliha
n umum dan menyelesaikan perselisihan parlemen melalui taktik dan strate
gi lobi yang tidak etis.. Lemahnya penegakan hukum dan rendahnya komit
men dalam menegakkan peraturan perundang-undangan juga menjadi fakto
r penyebab terjadinya korupsi. Selain itu, kelemahan sistem hukum membe
rikan peluang terjadinya tindak pidana korupsi. Rahman Saleh menegaska
n, ada empat faktor dominan penyebab maraknya korupsi di Indonesia, yait
u faktor penegakan hukum, mentalitas aparatur, rendahnya kesadaran masy
arakat, dan rendahnya komitmen politik. Perekonomian juga mempunyai p
eranan yang besar, terutama karena rendahnya gaji dan pendapatan PNS m
enyebabkan pegawai terpaksa mencari penghasilan tambahan, seringkali de
ngan meminta uang tambahan. Korupsi pada tingkat pemerintahan juga da
pat terjadi dalam bentuk penerimaan, pemerasan suap, pemberian perlindun
gan, dan pencurian barang publik untuk kepentingan pribadi, yang kesemua
nya termasuk dalam korupsi yang disebabkan oleh konstelasi politik. Dala
m konteks ekonomi, korupsi seringkali dilakukan oleh orang-orang kaya da
n berpendidikan tinggi. Minimnya gaji dan pendapatan PNS menjadi fakto
r yang paling menonjol dan menjadi pemicu marak dan maraknya korupsi d
i Indonesia. Akibat situasi ini, banyak karyawan yang terpaksa mencari pe
nghasilan tambahan, dan banyak pula yang memperolehnya dengan memin
ta uang tambahan[2].

c. Dampak Korupsi
Hingga saat ini, penelitian ekstensif telah dilakukan mengenai dampak
korupsi terhadap perekonomian dan variabel terkait. Hasil penelitian ini
jelas menunjukkan berbagai dampak negatif korupsi. Salah satunya adalah
korupsi melemahkan investasi dan pertumbuhan ekonomi. Selain itu,
penelitian yang lebih menyeluruh menunjukkan bahwa korupsi
mengakibatkan hilangnya produksi yang dapat diukur melalui indikator
nyata seperti kondisi jalan. Korupsi mempunyai dampak domino yang luas
terhadap kemampuan hidup suatu bangsa dan negara, tidak hanya pada satu
bidang kehidupan saja. Merajalelanya korupsi dapat memperburuk keadaan
ekonomi, meningkatkan harga barang-barang berkualitas rendah,
mempersulit masyarakat umum untuk mendapatkan layanan kesehatan dan
pendidikan, menimbulkan risiko keamanan, merusak lingkungan, dan
memberikan reputasi negatif kepada pemerintah di luar negeri.
Kepercayaan pemilik modal asing terdongkrak dengan hal ini. Hal ini
berpotensi mengakibatkan bencana ekonomi yang berkepanjangan dan
membuat negara ini semakin terjerumus ke dalam kemiskinan.
Secara teori, korupsi di negara seperti Indonesia, jika tidak segera
ditangani, dapat berdampak buruk terhadap produktivitas industri,
pertumbuhan, dan pembangunan ekonomi dan sosial secara keseluruhan.
Korupsi mempunyai banyak dampak terhadap perekonomian, misalnya.
1. kenaikan harga barang dan jasa yang menurunkan mutu dan taraf hidup
masyarakat;
2. adanya distorsi perdagangan akibat pengutamaan barang dan jasa yang
dapat memberikan suap dalam jumlah besar;
3. akumulasi utang negara jangka panjang karena kecenderungan
pemerintah yang korup menggunakan pinjaman luar negeri untuk
membiayai proyek modal; Dan
4. sumber daya dialokasikan secara tidak tepat dan bidang-bidang prioritas
pembangunan diabaikan karena pejabat yang korup memprioritaskan
bidang-bidang lain untuk kepentingan pribadi.
d. Nilai dan Prinsip Anti Korupsi.

Penyebab terjadinya korupsi dapat dibedakan menjadi unsur internal


dan unsur eksternal berdasarkan berbagai komponen yang telah dibahas
pada bab sebelumnya. Jika faktor eksternal disebabkan oleh lingkungan
atau suatu sistem, maka faktor internal disebabkan oleh orang itu sendiri.
Kedua penyebab korupsi tersebut pada hakikatnya harus dihilangkan atau
paling tidak dikurangi agar korupsi dapat dihilangkan. Sejauh mana cita-
cita antikorupsi yang tertanam dalam diri setiap orang sangat menentukan
unsur internalnya. Kejujuran, kemandirian, disiplin, tanggung jawab,
ketekunan, penghematan, keberanian, dan keadilan adalah beberapa contoh
dari kebajikan ini. Untuk memerangi kekuatan luar dan menghentikan
korupsi, setiap orang harus mematuhi cita-cita antikorupsi ini. Dengan
demikian, keterkaitan antara cita-cita dan prinsip antikorupsi merupakan
satu kesatuan yang utuh. Misalnya kejujuran merupakan kualitas yang
penting dalam kehidupan seorang siswa, tanpa kualitas tersebut maka sulit
untuk memperoleh rasa percaya diri dalam kehidupan
bermasyarakat.Sementara kemandirian mengharuskan mahasiswa untuk
menyelesaikan tanggung jawabnya dengan usahanya sendiri. Kedisiplinan
adalah ketaatan terhadap peraturan, dan tanggung jawab adalah kewajiban
menanggung segala sesuatunya. Mahasiswa juga harus menunjukkan rasa
tanggung jawab, kesederhanaan, keberanian, dan bersikap adil dalam
perilaku dan keputusan mereka.

e. Upaya Pemberantasan Korupsi

Pemberantasan korupsi adalah suatu upaya penting dalam memerangi


perbuatan koruptif. Terdapat berbagai pandangan mengenai cara terbaik
untuk melaksanakan upaya ini. Beberapa berpendapat bahwa hukuman
yang berat bagi pelaku korupsi adalah langkah yang paling efektif. Dalam
hal ini, hukum pidana, khususnya, dianggap sebagai solusi yang tepat
dalam memerangi korupsi. Di Indonesia, telah ada berbagai peraturan
hukum yang dirancang untuk memberantas korupsi. Selain itu, lembaga
dan aparat hukum seperti kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan juga ada
untuk melaksanakan peraturan-peraturan tersebut. Bahkan, terdapat
lembaga independen bernama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang
khusus didirikan untuk tujuan tersebut. Namun, terlepas dari semua upaya
hukum ini, korupsi tetap merupakan masalah yang persisten dan bahkan
berkembang dengan cepat di Indonesia. Sayangnya, dalam beberapa kasus,
lembaga dan aparat yang ditugaskan untuk memerangi korupsi malah
terlibat dalam praktik korupsi itu sendiri, yang membuat situasinya
semakin kompleks. Di sisi lain, ada pandangan yang menyatakan bahwa
pendidikan, termasuk Pendidikan Agama, memiliki peran yang sangat
penting dalam pencegahan korupsi. Namun, cukup mengejutkan bahwa
beberapa negara dengan tingkat korupsi yang tinggi justru memiliki
masyarakat yang secara agamis taat. Hal ini menunjukkan bahwa
pemberantasan korupsi adalah tugas kompleks yang membutuhkan
pendekatan holistik. Selain upaya hukum, pendidikan, termasuk pendidikan
moral dan agama, serta membangun kesadaran sosial dan budaya tentang
pentingnya integritas dan kejujuran juga menjadi kunci dalam upaya
pencegahan korupsi.
2. Seajarah Anti korupsi di Indonesia
a. Sejarah Korupsi di Era Orde Lama

Meski Indonesia baru merdeka pada masa rezim lama, namun


permasalahan korupsi sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat.
Beberapa kasus korupsi tercatat dalam sejarah pada periode tersebut. Pada
11 April 1960, surat kabar Pantjawarta memberitakan kasus korupsi yang
melibatkan 14 pejabat. Pada tahun 1961, terungkap kasus korupsi terkait
pendirian Masjid Istiqlal. Pada tanggal 25 Januari 1964, terdapat laporan
kasus korupsi di RSUD Semarang. Pada 24 Maret 1964, juga terdaftar
kasus korupsi pada perusahaan semen. Pada tahun 1962, muncul kasus
korupsi sehubungan dengan pembangunan Pers. Kasus-kasus korupsi
tersebut hanyalah sebagian kecil dari kasus-kasus yang diungkap dan
diberitakan media pada masa Orde Lama. Jenderal A.H. Nasution
menegaskan, sebagian besar hasil penyidikan kasus korupsi saat itu
diserahkan kepada jaksa. Alasannya, anggapan bahwa kasus korupsi yang
muncul menunjukkan praktik korupsi yang mengakar pada sistem
administrasi dan perusahaan negara. Pada masa orde lama, banyak terjadi
kasus korupsi karena atasan tidak mengawasi bawahannya. Kondisi
Indonesia yang baru merdeka juga menyebabkan sistem pemerintahan tidak
stabil sehingga memungkinkan maraknya praktik korupsi. Pemerintahan
orde lama mencoba memberantas korupsi dengan membentuk lembaga
antikorupsi pertama yang diberi nama Panitya Retooling Aparatur Negara
(PARAN). Jenderal A.H. Dipimpin oleh Nasution, PARAN bertugas
melakukan perubahan struktur dan tata kerja instansi pemerintah di semua
tingkatan. Salah satu tugas utama PARAN adalah mengumpulkan
informasi tentang kekayaan dan harta benda pejabat publik. Namun
kegiatan PARAN lebih fokus pada pencegahan dan pemberantasan korupsi.
Akhirnya pada tanggal 27 April 1964, pemerintahan Orde Lama
membentuk Komando Tertinggi Pengolahan Kembali Alat-Alat Revolusi
(KOTRAR). KOTRAR adalah badan pengawas permanen yang dipimpin
langsung oleh Presiden Soekarno, yang bertujuan untuk menjamin
efektivitas dan efisiensi alat-alat revolusioner. Tujuan Revolusi Indonesia.
Meskipun lembaga antikorupsi didirikan pada masa Orde Lama, namun
mereka menghadapi kendala dan tidak mampu menjalankan tugasnya
secara efektif. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk
terbatasnya sumber daya dan dukungan yang diterima.

b. Sejarah Korupsi di Era Orde Baru

Meski era Orde Lama telah berganti ke era Orde Baru, namun
kasus korupsi masih sering terjadi di masyarakat. Beberapa peristiwa
korupsi yang terjadi pada masa Orde Baru antara lain Peristiwa Semarang
15 November 1957, Peristiwa PN Waskita Karya Palembang 12 Januari
1968, Peristiwa Lembaga Minyak dan Gas Bumi (LEMIGAS) 22
September 1977, Peristiwa Perum Sentral Giro 26 Oktober 1981, peristiwa
Departemen Pertanian tanggal 19 November 1981, peristiwa Kantor Pajak
Magelang tanggal 10 Juli 1967, dan peristiwa luar biasa BNI Unit II di
Jakarta tanggal 27 Maret 1968. Peristiwa korupsi pada masa Orde Baru
biasanya disebabkan oleh pemilik . bisnis atau lembaga pemerintah
menyalahgunakan kekuasaan mereka untuk keuntungan pribadi. Korupsi
juga didorong oleh monopoli kekuasaan yang dilakukan petahana. Di era
Orde Baru, para koruptor tidak hanya mengejar kekayaan, tapi juga
kekuasaan dan status. Pemerintahan orde baru berusaha memberantas
korupsi dengan membentuk badan antikorupsi. Salah satu badan yang
pertama kali dibentuk pada tanggal 2 Desember 1967 berdasarkan
Keputusan Presiden Nomor 228 Tahun 1967 adalah Kelompok
Pemberantasan Korupsi (TPK). Tugas TPK adalah membantu pemerintah
dalam pemberantasan korupsi melalui tindakan represif dan preventif. Tiga
tahun setelah terbentuknya TPK, pada tanggal 31 Januari 1970, Presiden
Soeharto membentuk Komisi IV dengan Keputusan Presiden Nomor 12.
Tujuannya untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi upaya
pemberantasan korupsi. Meski Komisi IV merupakan penyempurnaan dari
TPK, namun TPK tersebut masih dalam tahap pengerjaan karena Komisi
IV belum mencapai tingkat efektifitas dan efisiensi yang diinginkan. Meski
TPK dan Komisi IV berhasil menyelamatkan keuangan miliaran rupee,
namun efektivitasnya menurun karena sulitnya mendapatkan bukti kasus
korupsi. Semakin maraknya penyimpangan, termasuk pungutan liar di
berbagai daerah, mendorong pemerintah menggelar operasi terorganisir
(Opstib) di bawah komando Laksamana Sudomo TNI. Tujuan dari operasi
ini adalah untuk menjaga otoritas pejabat publik dan menghilangkan
penipuan dan pembayaran ilegal di semua tingkatan. Meskipun
pemerintahan Orde Baru telah melakukan berbagai upaya pemberantasan
korupsi, namun implementasinya masih belum maksimal. Hal ini
disebabkan sistem administrasi dan administrasi publik harus disesuaikan
dengan kepentingan penguasa. Terakhir, pemberantasan korupsi juga
digunakan sebagai alat politik untuk mendapatkan dukungan dan simpati
rakyat.

c. Sejarah Korupsi Era Reformasi

Pada Era Reformasi, setelah berakhirnya Orde Baru di Indonesia, p


residen B.J. Habibie, pemerintah sedang mengambil langkah untuk mengat
asi masalah korupsi. Salah satu kegiatannya adalah pengesahan undang-un
dang antikorupsi dan pembentukan badan khusus antikorupsi. Salah satu le
mbaga tersebut adalah Komisi Pengawasan Air Badan Tata Usaha Negara
(KPKPN) yang dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 127 tan
ggal 13 Oktober 1999. Tugas KPKPN adalah menyelidiki harta kekayaan p
ejabat administrasi publik. untuk menghindari korupsi dan kolusi. dan nepo
tisme (KKN). Namun KPKPN kurang mendapat dukungan masyarakat kar
ena dianggap kurang efektif dalam menangani korupsi yang sudah menyeb
ar ke berbagai lapisan masyarakat. Terakhir, KPKPN digabung dengan Ko
misi Pemberantasan Korupsi pada tanggal 29 Juni 2004. Setelah B.J. Habib
ie menggantikan Abdurrahman Wahid, pemerintah kembali membentuk le
mbaga khusus antikorupsi yang dikenal dengan nama Satuan Tugas Gabun
gan Tindak Pidana Korupsi (TGPTPK). Pembentukan TGPTPK dilaksana
kan sebagai langkah mengatasi masalah korupsi di Indonesia. Tugas TGP
TPK adalah mengkoordinasikan penyidikan perkara korupsi dan tindak pid
ana korupsi serta mengkoordinasikan proses perkara tersebut. Namun lemb
aga antikorupsi ini kesulitan mendeteksi kasus korupsi melalui penyitaan d
an penggeledahan karena masalah perizinan. Pada tahun 2003, Komisi Pe
mberantasan Korupsi (KPK) dibentuk oleh Presiden Megawati Soekarnopu
tri. Komisi II DPR membentuk tim untuk menelusuri rumah dan keluarga c
alon pimpinan KPK guna mengidentifikasi presiden pertama KPK. Amin S
oemarijad, Chairul Imam, Ery Riyana Hardjapamekas, Iskandar Sonhaji, M
omo Kelana, Marsilam Simanjuntak, Muhamad Yamin, dan Syahrudin ter
masuk di antara sepuluh calon Ketua KPK. Dibandingkan lembaga atau le
mbaga sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai sebagai
lembaga pemberantasan korupsi yang paling efektif karena berhasil mengu
ngkap sejumlah kasus korupsi. Meskipun korupsi masih merajalela baik di
masyarakat maupun di pemerintahan, upaya pemberantasan korupsi sejak
masa Orde Lama hingga Reformasi berhasil. Seiring dengan perkembanga
n Indonesia, pemberantasan korupsi mengalami kemajuan pada setiap per
iodenya. Meski Komisi Pemberantasan Korupsi menghadapi tantangan, se
mangatnya dalam memberantas korupsi tidak boleh berkurang. Pemberanta
san korupsi bukan hanya tugas lembaga antirasuah saja, namun juga meme
rlukan dukungan dan kerja sama warga penentang korupsi. Sejak masa Ord
e Lama hingga Reformasi, lembaga antikorupsi awalnya meraih kesuksesa
n, namun kemudian mengalami kekalahan dan bahkan tidak ada lagi karen
a berkurangnya dukungan dan kepercayaan masyarakat terhadap organisasi
antikorupsi yang dibentuk pemerintah. Dibandingkan sebelumnya, terdapat
kemajuan nyata dalam pemberantasan korupsi pada era reformasi. Komisi
Pemberantasan Korupsi, badan utama pemberantasan korupsi, telah secara
efektif menangani beberapa kasus korupsi dan mempertimbangkan para pel
anggarnya, termasuk pejabat pemerintah terkemuka. Hal ini menunjukkan
dedikasi KPK dalam memberantas korupsi di Indonesia, apapun keduduka
n dan kedudukan pelaku korupsi. Masyarakat sepenuh hati mendukung upa
ya KPK karena seriusnya menyikapi kasus korupsi.[3].
KESIMPULAN

Permasalahan korupsi di Indonesia telah mencapai tingkat yang menimb


ulkan skeptisisme di kalangan masyarakat umum, termasuk pelajar. Oleh karen
a itu, pembuatan kursus antikorupsi baru akan menarik, tidak membosankan, da
n efisien. Memilih strategi pengajaran yang inovatif adalah rahasia keberhasilan
dalam meningkatkan kecerdasan, kemampuan berpikir kritis, dan standar etika s
iswa, sedangkan bahan ajar memang memainkan pengaruh yang signifikan dala
m meningkatkan karakteristik kognitif. Selain itu, guru harus menjadi komunik
ator, mentor, dan motivator yang efektif bagi tanggung jawabnya. Untuk memb
angun iklim kampus yang mendukung keberhasilan pengajaran antikorupsi, kep
emimpinan perguruan tinggi juga penting. Kasus korupsi yang terjadi pada mas
a rezim lama bisa jadi disebabkan karena lemahnya kontrol negara. Selain itu, k
urangnya transparansi dalam mengungkap kasus korupsi yang melibatkan pejab
at publik membuat pemberantasan korupsi sulit dilakukan. Inisiatif antikorupsi
antara lain pembuatan undang-undang antikorupsi dan organisasi antikorupsi se
perti PARAN yang melaksanakan Operasi Budi sebelum digantikan oleh KOT
RAR. Namun pada akhirnya, organisasi antikorupsi ini gagal. Pada masa Orde
Baru, inisiatif antikorupsi juga mencakup pembentukan peraturan perundang-un
dangan dan organisasi antikorupsi antara lain TPK, Komisi IV, dan Opstib. Kar
ena adanya monopoli pemerintah pada masa Orde Baru, korupsi merupakan hal
yang lumrah.. Selain itu, program pembangunan yang dilaksanakan saat itu me
mberikan peluang bagi pelaku korupsi untuk mengeksploitasi status dan jabata
nnya demi keuntungan pribadi. Meskipun upaya pemerintah untuk memberanta
s korupsi pada awalnya berjalan baik, namun seiring berjalannya waktu, upaya t
ersebut menjadi bumerang. Pemberantasan korupsi mengalami banyak perkemb
angan pada era reformasi. Berbeda dengan era Orde Lama dan Orde Baru, bany
ak kemajuan yang dicapai dalam pemberantasan korupsi pada masa reformasi,
khususnya melalui Komisi Pemberantasan Korupsi. Meskipun pemerintahan ref
ormasi menggunakan pendekatan yang sama untuk membuat undang-undang an
tikorupsi dan badan antikorupsi, hasil yang dicapai jauh lebih positif. KPK berh
asil menyelidiki dan menemukan peristiwa korupsi yang melibatkan pejabat tin
ggi pemerintah. Banyak dukungan yang diberikan masyarakat terhadap keserius
an KPK menangani kasus korupsi dan bekerja sama dengan KPK dalam pember
antasan korupsi. Efektivitas pemberantasan korupsi pada masa reformasi agama
mungkin disebabkan oleh keputusan organisasi antikorupsi untuk tidak menga
mbil tindakan terhadap individu yang melakukan korupsi.. Selain itu, hukuman
yang lebih berat bagi koruptor memberikan efek riak, memberikan peringatan k
epada pelaku korupsi yang belum tertangkap, dan mengajarkan masyarakat unt
uk tidak terlibat dalam kegiatan korupsi.
Daftar Pustaka
[1] I. Suryani, “Penanaman Nilai anti Korupsi di Perguruan Tinggi,” Visi Ko
mun., vol. XII, no. 02, p. 292, 2013, [Online]. Available: http://download.
garuda.kemdikbud.go.id/article.php?article=2509973&val=23922&title=
PENANAMAN NILAI ANTI KORUPSI DI PERGURUAN TINGGI SE
BAGAI UPAYA PREVENTIF PENCEGAHAN KORUPSI
[2] D. Putri, “Korupsi Dan Prilaku Koruptif,” J. Pendidikan, Agama dan Sai
ns, vol. V, pp. 49–54, 2021.
[3] syuraida Hikmatus, “Perkembangan Pemberantasan Korupsi Di Indonesi
a Era Orde Lama Hingga Hera Reformasi,” e-Jurnal Pendidik. Sej., vol.
Volume 3, no. 2, pp. 234–236, 2015, [Online]. Available: https://jurnalm
ahasiswa.unesa.ac.id/index.php/avatara/article/view/12011/11203

Anda mungkin juga menyukai