Anda di halaman 1dari 24

https://id.wikipedia.

org/wiki/Korupsi

Korupsi atau rasuah (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna
busuk,rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok) adalah tindakan pejabat publik,
baik politisi maupunpegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan itu yang
secara tidak wajar dan tidaklegal menyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan
kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak [1].

Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar memenuhi unsur-
unsur sebagai berikut:

perbuatan melawan hukum,

penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana,

memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi, dan

merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Jenis tindak pidana korupsi di antaranya, namun bukan semuanya, adalah

memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan),

penggelapan dalam jabatan,

pemerasan dalam jabatan,

ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara), dan

menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara).

Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi
untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintah|pemerintahan rentan korupsi dalam
praktiknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk
penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai
dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung korupsi
adalah kleptokrasi, yang arti harafiahnya pemerintahan oleh para pencuri, di mana pura-
pura bertindak jujur pun tidak ada sama sekali.
Korupsi yang muncul di bidang politik dan birokrasi bisa berbentuk sepele atau berat,
terorganisasi atau tidak. Walau korupsi sering memudahkan kegiatan kriminal seperti
penjualan narkotika, pencucian uang, dan prostitusi, korupsi itu sendiri tidak terbatas dalam
hal-hal ini saja. Untuk mempelajari masalah ini dan membuat solusinya, sangat penting
untuk membedakan antara korupsi dan kejahatan.

Banyak cara menerapkan pendidikan antikorupsi kepada anak-anak generasi


penerus bangsa. Selain di sekolah, pendidikan antikorupsi juga mampu
direalisasikan dalam lingkungan keluarga. Apa pasalnya? Kebiasaan untuk
berbuat jujur dan tidak mengambil hak orang lain harus ditanamkan sejak dini
agar tidak menjadi kebiasaan yang diteruskan hingga dewasa.

ERANAN KELUARGA DALAM PEMBERANTASAN


DAN PENANGGULANGAN KORUPSI

PERANAN KELUARGA DALAM PEMBERANTASAN DAN


PENANGGULANGAN KORUPSI[1]

Sherly Adam

A. Pendahuluan

Korupsi merupakan kejahatan yang mendapat perhatian masyarakat luas. Sejak era reformasi,
korupsi menjadi kejahatan yang secara terus menerus mendapatkan perhatian untuk
mendapatkan penanganan secara serius. Keseriusan untuk memberantas korupsi karena korupsi
merupakan kejahatan yang mengurangi hak-hak warga negara dan menimbulkan kesengsaraan
dikalangan masyarakat. Berbagai studi menunjukkan bahwa korupsi telah merusak sendi-sendi
kehidupan masyarakat serta mengamputasi hak-hak masyarakat untuk mendapatkan
kesejahteraan.

Korupsi di Indonesia terus menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Tindak pidana korupsi
sudah meluas dalam masyarakat, baik dari jumlah kasus yang terjadi dan jumlah kerugian
negara maupun dari segi kualitas tindakk pidana yang dilakukan semakin sistematis serta
lingkupnya yang memasuki seluruh aspek kehidupan masyarakat.(Evi Hartanti : 2002)

Tindak pidana korupsi juga merupakan ancaman terhadap prinsip-prinsip demokrasi, yang
menjunjung tinggi transparansi, akuntabilitas, dan integritas, serta keamanan dan stabilitas
bangsa Indonesia. Korupsi merupakan tindak pidana yang bersifat sistematik dan merugikan
pembangunan berkelanjutan sehingga memerlukan langkah-langkah pencegahan dan
pemberantasan yang bersifat menyeluruh, sistematis, dan berkesinambungan baik pada tingkat
nasional maupun tingkat internasional. Dalam melaksanakan pencegahan dan pemberantasan
tindak pidana korupsi yang efisien dan efektif diperlukan dukungan manajemen tata
pemerintahan yang baik dan kerja sama internasional, termasuk pengembalian aset-aset yang
berasal dari tindak pidana korupsi.

Tindak pidana korupsi sangat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dan
menghambat pembangunan nasional, sehingga harus diberantas dalam rangka mewujudkan
masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. Akibat
tindak pidana korupsi yang terjadi selama ini selain merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara, juga menghambat pertumbuhan dan kelangsungan pembangunan
nasional yang menuntut efisiensi tinggi.

Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan manusia Indonesia seutuhnya dan masyarakat


Indonesia seluruhnya yang adil, makmur, sejahtera, dan tertib berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945; untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil, makmur, dan
sejahtera tersebut, perlu secara terus menerus ditingkatkan usaha-usaha pencegahan dan
pemberantasan tindak pidana pada umumnya serta tindak pidana korupsi pada khususnya.

Korupsi akan menyuburkan jenis kejahatan lain di masyarakat. Melalui korupsi, masyarakat
biasa, pejabat negara, birokrat bahkan aparat penegak hukum sekalipun dapat membengkokkan
hukum. Di Indonesia, korupsi sudah harus dilihat sebagai kejahatan yang luar biasa, bersifat
sistemik, serta sudah menjadi epidemik yang berdampak luas.(Juniver Girsang : 2012)

Apabila Korupsi adalah sebuah kejahatan luar biasa yang dpat disebut sebagai extraordinary
crimes maka upaya pemberantasannya seharusnya bersifat luar biasa. Salah satu upaya yang
dapat dilakukan adalah mendorong agar hukum mampu berperan dalam upaya menciptakan
kontrol guna memperoleh informasi dan transparansi terhadap perilaku birokrasi yaitu mencoba
mengubah birokrasi yang tertutup menjadi terbuka dan transparan. (Mien Rukmini : 2006)

Diperlukan upaya yang komperehensif untuk menanggulangi korupsi yaitu melalui upaya
pengembangan sistem hukum, karena pada dasarnya korupsi merupakan kejahatan sistematik
yang berkaitan erat dengan kekuasaan sebagimana dijelaskan Indriyanto Seno Adji,( Indriyanto
Seno Adji : 2001) Bentuk kejahatan struktural inilah yang memasukkan format korupsi sebagai
bagian dari kejahatan terorganisir. Korupsi yang melanda hampir seluruh dunia ini merupakan
kejahatan struktural yang meliputi sistem, organisasi, dan struktur yang baik sehingga korupsi
menjadi sangat kuat dalam konteks perilaku politik dan sosial.

Korupsi yaitu perbuatan yang merugikan kepentingan publik atau masyarakat luas untuk
keuntungan pribadi atau golongan. Korupsi dapat terjadi karena berbagai faktor misalnya
pendapatan yang rendah, adanya kesempatan, dan ada juga faktor dari luar yaitu bujukan
oranglain, atau kurangnya control diri. Korupsi sangat merugikan rakyat maupun negara.
Sebagian besar para koruptor adalah para pejabat pemerintah yang diberi kepercayaan dan
wewenang tetapi banyak yang menyelewengkan. Dampak korupsi yaitu dapat mengubah segala
tatanan kehidupan masyarakat, seperti ekonomi, sosial dan budaya masyarakat. Upaya
pemberantasan dan penanggulangan korupsi harus dimulai dari diri sendiri melalui lingkup
keluarga sampai pada masyarakat agar taat terhadap aturan yang dibuat pemerintah.

Salah satu cara melibatkan masyarakat, mulai dari keluarga, LSM. penyelenggara negara,
penegak hukum pencinta anti korupsi adalah dengan mengetahui secara dini bagaimana teknik
korupsi (modus operandi) korupsi itu dilakukan. Sehingga menurut pendapat Surachmin dan
Suhandi Cahaya, pencegahan dan pemberantasan korupsi bisa semakin efektif karena orang
kebanyakan akan mengetahui gejala-gejala atau indikasi sesuatu perbuatan dalam pengelolaan
keuangan negara atau keuangan publik maupun keuangan privat akan menuju kepada perbuatan
korupsi. (Surachmin dan Suhandi Cahaya : 2010).

Keluarga merupakan lembaga pendidikan yang pertama dan utama dalam masyarakat, karena
dalam keluargalah manusia dilahirkan, berkembang menjadi dewasa. Bentuk dan isi serta cara-
cara pendidikan di dalam keluarga akan selalu mempengaruhi tumbuh dan berkembangnya
watak, budi pekerti dan kepribadian tiap-tiap manusia. Pendidikan yang diterima dalam keluarga
inilah yang akan digunakan oleh anak sebagai dasar untuk mengikuti pendidikan selanjutnya di
sekolah.(Ihsan, Fuad : 2003), Pendidikan anti korupsi sudah layaknya ditanamkan dalam diri
setiap anggota keluarga.

Korupsi yaitu perbuatan yang merugikan kepentingan publik atau masyarakat luas untuk
keuntungan pribadi atau golongan. Korupsi dapat terjadi karena berbagai faktor misalnya
pendapatan yang rendah, adanya kesempatan, dan ada juga faktor dari luar yaitu bujukan
oranglain, atau kurangnya control diri. Korupsi sangat merugikan rakyat maupun negara.
Sebagian besar para koruptor adalah para pejabat pemerintah yang diberi kepercayaan dan
wewenang tetapi banyak yang menyelewengkan. Dampak korupsi yaitu dapat mengubah segala
tatanan kehidupan masyarakat, seperti ekonomi, sosial dan budaya masyarakat. Upaya
pemberantasan dan penanggulangan korupsi harus dimulai dari diri sendiri melalui lingkup
keluarga sampai pada masyarakat agar taat terhadap aturan yang dibuat pemerintah. Sehingga
dalam penulisan ini yang dikaji adalah Peran Keluarga dalam Pemberantasan dan
Penanggulangan Korupsi.

B. Pembahasan

Upaya pemberantasan korupsi sudah dilakukan oleh pemerintah Indonesia dengan membentuk
berbagai macam unit khusus dan mengatur berbagai kebijakan dalam rangka mempersempit
kesempatan bagi siapapun untuk melakukan korupsi. Namun setelah lebih satu dekade upaya
pemberantasan korupsi, indeks persepsi korupsi yang menggambarkan tingkat korupsi di
Indonesia menunjukkan angka yang sangat fantastis. Indonesia masih menempati urutan
pertama negara terkorup di kawasan asia tenggara. Ancaman hukuman mati bagi koruptor
bahkan saat ini didengungkan namun bila melihat data statistik yang ada, tingkat korupsi di
Indonesia masih tinggi bahkan semakin terang-terangan dari mulai pelayanan masyarakat di
tingkat kelurahan hingga tingkat pusat.

Korupsi diibaratkan sebagai mata rantai yang saling berhubungan satu sama lain dan hal itu juga
yang menyebabkan korupsi seakan-akan tidak memiliki ujung pangkal. Untuk memudahkan
pemahaman kita agar dapat mengetahui penyebab-penyebab terjadinya korupsi, maka perlu
dibuat rumusan yang agar dapat memudahkan kita dalam memahami dan mengerti faktor
penyebab korupsi.

1. Niat dan Kesempatan


Niat akan dilakukan apabila terdapat suatu suasana yang kondusif, sehingga terbuka
kesempatan untuk melakukan perbuatan korupsi. Sebaliknya, suasana yang kondusif dapat
menimbulkan niat untuk melakukan pebuatan melanggar hukum termasuk perbuatan korupsi.

Niat adalah faktor internal yang ada di dalam hati atau diri seseorang. Faktor tersebut
disebabkan karena lemahnya mental seseorang yaitu terdapat ketidakjujuran, tamak dan
sombong dalam hati orang tersebut, dan terkait dengan lemahnya tingkat keimanan dan
ketakwaan seseorang terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Selain faktor internal dari diri seseorang, terdapat juga faktor yang ada diluar diri seseorang
yang bisa menyebabkan orang tersebut melakukan perbuatan korupsi, yaitu :

a. Lemahnya peraturan perundang-undangan sehingga banyak celah-celah yang


dimanfaatkan para koruptor, sehingga tidak khawatir dijerat oleh hukum dan dikarenakan
ringannya hukuman yang dijatuhkan kepada para koruptor;

b. Lemahnya pengawasan yang dilakukan oleh pihak yang berwajib melakukan


pengawasan baik pengawasan yang dilakukan di dalam instansi maupun pengawasan
yang dilakukan di luar instansi, dan juga lemahnya pengawasan publik; dan

c. Dimonopolinya kekuasaan oleh para koruptor yang kebanyakan adalah orang-


orang yang memimpin atau yang bekerja disebuah instansi pelayanan publik.

Faktor yang menyebabkan celah-celah atau hal-hal yang menyebabkan seseorang


melakukan perbuatan korupsi, yaitu faktor internal dari seseorang (iman dan moral) dan
faktor eksternal yaitu dari lingkungan sekitar, aspek politik, aspek ekonomi dan juga sosial
budaya, dan juga aspek hukum. Faktor yang paling utama adalah terdapatnya celah
untuk melakukan perbuatan tersebut.

2. Kekuasaan Monopili dan Kewenangan, serta Pertanggungjawaban yang Lemah


Kekuasaan cenderung dapat mendorong seseorang untuk melakukan perbuatan korupsi.
Kekuasaan yang absolut akan menimbulkan menjamurnya perbuatan korupsi. Absolutisme
tidak akan lahir jika tingkat kesadaran sosial masyarakat tinggi dan secara kritis melakukan
berbagai upaya kontrol kekuasaan.

Korupsi akan terjadi jika resiko yang ditanggung itu rendah. Peluang terjadinya perbuatan
korupsi akan terbuka lebar jika instrumen hukumnya lemah dan hukum yang ada tidak
memiliki sanksi yang tegas terhadap para pelanggarnya. Rendahnya sanksi hukum yang
diberikan akan memberikan kesempatan untuk setiap orang melakukan perbuatan korupsi.

3. Pendekatan Jaringan

Jaringan korupsi melibatkan para elit politik yang terdiri dari pimpinan eksekutif, elit partai
politk, petinggi lembaga pradilan dan kalangan bisnis.

Sulitnya pemberantasan korupsi, dikarenakan aparat penegak hukum sering berada di situasi
yang dilematis, oleh karena itu jaringan korupsi sulit untuk diterobos dari dalam, karena KKN
antara pengusaham, politikus dan penegak hukum sangat kuat, dan juga korupsi sulit
diberantas dari luar karena para aparat penegak hukum dapat menyediakan penjahat kelas
teri untuk dikorbankan.

4. Pilar-Pilar Integrasi Nasional atau Bangsa

Integritas Nasional atau bangsa adalah proses penyatuan kembali kelompok budaya dan
sosial kedalam suatu wilayah nasional. Dalam sistem integrasi, aparat dan lembaga harus
menjauhkan diri dari sistem pengawasan atas bawah dan sistem ini harus diubah menjadi
pengawasan horizontal, yaitu sistem penyebaran kekuasaan dimana tidak adanya kekuasaan
yang dimonopoli oleh orang-orang yang berkepentingan.

Beberapa kajian mengenai tindak korupsi menyebutkan sejumlah sebab atau motivasi orang
melakukan korupsi. Satu diantaranya adalah tuntutan keluarga. Alasan tersebut menempati
urutan pertama disusul alasan tuntutan masyarakat dan alasan sistem. Pada posisi sebagai
alasan pertama bagi seseorang melakukan korupsi, keluarga menjadi entitas yang sangat
penting dalam tindak korupsi. Ketika keluarga menjadi alasan seseorang melakukan korupsi
pada saat itu pula seharusnya keluarga memiliki peranan sangat penting dalam upaya
pemberantasan korupsi.

Bagaimana agar peran penting keluarga ini dapat optimal. Ada beberapa hal yang menjadi
prasyarat keluarga memainkan peran dalam pemberantasan korupsi. Saat ini yang menjadi
hambatan terbesar dari optimalisasi peran keluarga adalah minimnya pengetahuan tentang
korupsi. Diakui atau tidak, masyarakat umumnya mengetahui seseorang terlibat dalam kasus
korupsi adalah ketika orang tersebut diberitakan oleh media tersangkau masalah itu. Selama
belum ada yang memberitakan hampir semua orang tidak tahu, pun tahu hanya menduga dan
tidak berani melaporkan ke yang berwenang karena tidak bisa memberikan bukti yang kuat di
mata hukum. Termasuk anggota keluarganya.

Minimnya pengetahuan masyarakat juga menjadi satu sebab tersendiri suburnya korupsi di
negeri ini. Masyarakat ternyata lebih menghormati orang yang kaya dibanding orang berprestasi.
Mereka bahkan lebih tidak peduli dari mana orang kaya itu mendapatkan kekayaannya. Selama
orang kaya itu baik kepada masyarakat, mau menyumbang lebih untuk membangun jalan,
membangun mesjid, gereja dan acara-acara seremonial dilingkungannya dengan korupsi
sekalipun akan menempati kedudukan terhormat. Hal inilah yang membuat sistem sanksi sosial
tidak dapat berjalan semestinya. Sehingga yang korupsipun tenang-tenang saja.

Untuk mengoptimalkan peran masyarakat terutama keluarga dalam pemberantasan korupsi,


sangat perlu sekali edukasi mengenai korupsi kepada masyarakat. Ini adalah pekerjaan rumah
yang seharusnya dikerjakan oleh KPK, di KPK ada komisi bidang pencegahan.
Seharusnya bidang inilah yang secara intensif mendidik masyarakat mengenai korupsi,
bahaya dari korupsi, mengajarkan bagaimana mengenali dan mengidentifikasi koruptor-
koruptor dilingkungannya masing-masing dan mengajarkan bagaimana seharusnya
masyarakat bersikap kepada koruptor tersebut. Karena koruptor saat ini banyak yang
berlindung dibalik kebaikannya kepada masyarakat disekitarnya padahal pasti hanya
sebagian kecil dari yang ia korupsi yang dibagikan ke masyarakat.
Banyak orang yang mengatakan kalau korupsi ini adalah penyakit yang sudah akut, mendarah
dan mendaging dalam masyarakat kita bahkan disebut sebagai budaya. Namun yakin ketika
masyarakat paham mengenai korupsi, bahaya yang diakibatkannya mereka pasti akan
membenci perbuatan korup itu. Maka dari itu memberikan pemahaman yang benar tentang
korupsi kepada masyarakat terutama yang awam adalah hal yangmutlak untuk memberantas
korupsi. Karena korupsi adalah budaya maka untuk memeranginya mustahil tanpa melibatkan
masyarakat secara langsung.
Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqoddas menegaskan,
peran keluarga sangat penting dalam pemberantasan korupsi. Tidak hanya istri atau suami, anak
dan orang tua juga memegang peranan penting. "Kalau salah satu keluarga melakukan korupsi,
siapa yang akan menanggung malu. Semua akan terkena imbasnya, anak, suami, istri, orang tua
juga kena". Menurut Busyro, yang paling menonjol adalah peran istri, karena bisa saja suami
yang semula anti korupsi, terjerumus karena bujukannya. Sebagai istri menurut Busyro, harus
bisa ikut menghalangi, mengingatkan, atau bahkan mencegah jika suaminya akan melakukan
tindakan korupsi. (Busyro Moqoddas: 2013)

Keluarga merupakan lembaga pendidikan yang pertama dan utama dalam masyarakat, karena
dalam keluargalah manusia dilahirkan, berkembang menjadi dewasa. Bentuk dan isi serta cara-
cara pendidikan di dalam keluarga akan selalu mempengaruhi tumbuh dan berkembangnya
watak, budi pekerti dan kepribadian tiap-tiap manusia. Pendidikan yang diterima dalam keluarga
inilah yang akan digunakan oleh anak sebagai dasar untuk mengikuti pendidikan selanjutnya di
sekolah.(Ihsan, Fuad : 2003),

Untuk itu didalam keluarga (suami, istri, anak dan orang tua) perlu ditanamkan nilai-nilai anti
korupsi yang meliputi kejujuran, kepedulian, kemandirian, kedisiplinan, pertanggungjawaban,
kerja keras, kesederhanaan, keberanian dan keadilan. Berikut dibawah ini penjelasan dari tiap-
tiap nilai-nilai anti korupsi yang dapat ditanamkan dalam diri setiap anggota keluarga, meliputi :

1. Kejujuran dapat didefinisikan sebagai lurus hati, tidak berbohong, dan tidak curang. Jujur
adalah salah satu sifat yang sangat penting bagi kehidupan keluarga, tanpa sifat jujur dalam
keluarga diantara suami, istri, anak dan orang tua, tidak akan dipercaya dalam kehidupan
sosialnya. Nilai kejujuran dalam keluarga yang diwarnai dengan rasa kebersamaan dan rasa
memiliki satu sama lain sangatlah diperlukan. Nilai kejujuran ibaratnya seperti mata uang
yang berlaku dimana-mana termasuk dalam kehidupan keluarga. Jika anggota keluarga
terbukti melakukan tindakan yang tidak jujur, baik pada lingkup rumah tangga maupun sosial,
maka selamanya orang lain akan selalu merasa ragu untuk mempercayai anggota keluarga
tersebut. Sebagai akibatnya anggota keluarga akan selalu mengalami kesulitan dalam
menjalin hubungan dengan orang lain. Hal ini juga akan menyebabkan ketidaknyamanan bagi
orang lain karena selalu merasa curiga terhadap orang tersebut yang terlihat berbuat curang
atau tidak jujur.

2. Nilai kepedulian sangat penting bagi anggota keluarga dan di masyarakat. Apabila anak
sebagai salah satu anggota keluarga merupakan calon pemimpin masa depan memiliki rasa
kepedulian terhadap lingkungannya, baik di dalam keluarga maupun diluar lingkungan
keluarga. Rasa kepedulian seorang anak harus ditumbuhkan sejak anak itu tumbuh dan
berkembang dalam keluarga, anak diajarkan untuk peduli kepada ayah, ibu maupun saudara-
saudaranya, peduli terhadap lingkungan disekitarnya. Bentuk kepeduliannya dengan cara
tidak berbuat kecurangan bagi orang lain, misalnya pada saat berada di sekolah tidak
mencontek waktu ujian, seorang anak dalam membuat laporan keuangan kelas dengan jujur.

3. Nilai kemandirian dapat diartikan sebagai proses mendewasakan diri yaitu dengan tidak
bergantung pada orang lain untuk mengerjakan tugas dan tanggung jawabnya. Hal ini penting
untuk masa depannya dimana masing-masing anggota keluarga tersebut harus mengatur
kehidupannya dan orang-orang yang berada dibawah tanggung jawabnya sebab tidak
mungkin orang tidak dapat mandiri (mengatur dirinya sendiri) akan mampu mengatur hidup
orang lain. Dengan karakter kemandirian tersebut setiap anggota keluarga dituntut untuk
mengerjakan semua tanggung jawab dengan usahanya sendiri dan bukan orang lain yang
mengerjakan tanggung jawab itu.

4. Kedisiplinan. Dalam mengatur kehidupan keluarga dan masyarakat perlu hidup disiplin.
Hidup disiplin tidak berarti harus hidup seperti pola militer, namun hidup disiplin dalam
keluarga dimana setiap anggota keluarga dapat mengatur dan mengelola waktu yang ada
digunakan dengan sebaik-baiknya. Misalnya orang tua akan lebih percaya dengan anaknya
yang hidup disiplin untuk belajar.

5. Tanggung jawab. Apabila dalam keluarga setiap anggota memiliki rasa tanggung jawab
dalam melaksanakan tugas masing-masing, misalkan seorang anak diberikan tanggung jawab
oleh orang tua dalam mengerjakan pekerjaan rumah rumah, maka anak tersebut
melaksanakan tugas itu dengan baik dan penuh rasa tanggung jawab.

6. Sederhana. Gaya hidup yang tidak mewah, menjaga hati dan jiwa dari sifat pamer, iri hati,
ingin dipuji, sombong dan lain sebagainya dengan cara tidak melakukan perbuatan yang bisa
menimbulkan kata-kata sombong, pamer, iri seperti sering mengonta-ganti mobil.

7. Keberanian. Untuk mengembangkan sikap keberanian demi mempertahankan pendirian


dan keyakinan anggota keluarga dibutuhkan kerja keras, melakukan sesuatu menghargai
proses bukan hasil semata, tidak melakukan jalan pintas dalam mempeoleh sesuatu, belajar
dengan sungguh-sungguh dalam mempeoleh apa yang ingin dicapai.

8. Keadilan. Berdasarkan arti katanya, adil adalah sama berat, tidak berat sebelah, tidak
memihak. Nilai keberanian dapat dikembangkan oleh mahasiswa dalam kehidupan di kampus
dan di luar kampus. Antara lain dapat diwujudkan dalam bentuk berani mengatakan dan
membela kebenaran, berani mengakui kesalahan, berani bertanggung jawab, dan lain
sebagainya.

Disamping itu, bentuk dari peran keluarga dalam pemberantasan tindak pidana korupsi sebagai
individu-individu harus dimulai dari diri pribadi dengan cara meningkatkan iman dan takwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, agar tidak terjerumus dan berniat untuk tidak melakukan
tindakan-tindakan yang menyimpang dari norma-norma yang ada terutama norma agama,
karena semua kejadian atau perbuatan berawal dari niat di dalam diri pribadi (masyarakat).
Apabila benteng keimanan dan ketakwaan sudah sangat kokoh, serta niat yang telah bulat untuk
tidak malakukan hal-hal yang berbau korupsi, maka semua bentuk kejelekan atau keburukan
yang ada dan kesempatan untuk melakukan hal-hal yang terkait dengan perbuatan korupsi akan
sulit masuk ke dalam diri kita yang dikarenakan telah tertanam keimanan dan ketakwaan, serta
niat yang baik karena Tuhan Yang Maha Esa dan takut kepada-Nya.

Dalam kaitannya dengan Norma Agama, kontrol internal dalam diri pribadi sangat diperlukan agar
seseorang tidak melakukan hal-hal yang buruk dalam kehidupan bermasyarakat. Kontorl internal
yaitu kontrol dari dalam diri sendiri. Banyak hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kontrol
internal seperti beribadah menurut agama masing-masing, menambah pemahaman terhadap
korupsi, mengetahui dampak dari perbuatan korupsi, resiko yang harus dihadapi jika melakukan
korupsi dan bahaya korupsi bagi diri kita, keluarga kita dan masyarakat luas.

Prasyarat keberhasilan dalam pencegahan dan penanggulangan korupsi adalah adanya


komitmen dari seluruh masyarakat, mulai dari keluarga, LSM. penyelenggara negara, penegak
hukum untuk tidak melakukan tindakan tidak terpuji telah diwujudkan dalam berbagai bentuk
ketetapan dan peraturan perundang-undangan.Tetapi pemberantasan korupsi tidak cukup
dilakukan hanya dengan komitmen semata karena pencegahan dan penanggulangan korupsi
bukan suatu pekerjaan yang mudah. Komitmen tersebut harus diaktualisasikan dalam bentuk
strategi yang komprehensif untuk meminimalkan aspek penyebab dan dampak dari korupsi
tersebut. Strategi itu mencakup aspek preventif, detektif, dan represif, yang dilaksanakan secara
intensif dan terus menerus serta konsisten tanpa pandang bulu. Strategi Preventive, diarahkan
untuk mencegah terjadinya korupsi dengan cara menghilangkan atau memindahkan faktor-faktor
penyebab atau peluang terjadinya korupsi. Strategi Detektif, diarahkan untuk mengidentifikasi
terjadinya perbuatan korupsi, Strategi Represif, dimana penanggulangan secara represif pada
dasarnya merupakan tindak lanjut atas penyimpangan yang ditemukan dari langkah-langkah
detektif.

C. Penutup

Korupsi merupakan perbuatan yang bertentangan dengan kaidah-kaidah umum yang berlaku di
masyarakat. Korupsi di Indonesia telah dianggap sebagai kejahatan luar biasa. Korupsi memiliki
dampak yang masif dalam segala bidang, baik dalam penyelenggaraan negara maupn ekonomi
masyarakat maka sangat diperlukan peranan dari segala pihak utnuk memeranginya. Keluarga
sebagai komponen masyarakat yang akan meneruskan kelangsungan penyelenggaraan negara
dan masyarakat dimasa yang akan datang harus dipersiapkan sejak dini untuk memiliki sikap anti
korupsi mulai dari lingkungan pendidikannya. Untuk itu didalam keluarga (suami, istri, anak dan
orang tua) perlu ditanamkan nilai-nilai anti korupsi yang meliputi kejujuran, kepedulian,
kemandirian, kedisiplinan, pertanggungjawaban, kerja keras, kesederhanaan, keberanian dan
keadilan. Disamping itu, bentuk dari peran keluarga dalam pemberantasan tindak pidana korupsi
sebagai individu-individu harus dimulai dari diri pribadi dengan cara meningkatkan iman dan
takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, agar tidak terjerumus dan berniat untuk tidak melakukan
tindakan-tindakan yang menyimpang dari norma-norma yang ada terutama norma agama,
karena semua kejadian atau perbuatan berawal dari niat di dalam diri pribadi (masyarakat).
Memang melihat fenomena korupsi yang ada saat ini sepertinya sangat sulit untuk memberantas
korupsi yang menggurita dinegeri ini, namun ini adalah tanggung jawab seluruh rakyat Indonesia
untuk memberantasnya karena pemberantasan korupsi bukan hanya tanggung jawab KPK
(Komisi Pemberantasan Korupsi) .

DAFTAR BACAAN
Evi Hartanti, Tindak Pidana Korupsi, Sinar Grafika, Jakarta, 2012.
Indriyanto Seno Adji, Korupsi dan Hukum Pidana, Cetakan 1, Jakarta, 2001.
Ihsan, Fuad, Dasar-Dasar Kependidikan, Rineka Cipta, Jakarta, 2003.
Juniver Girsang, Abuse Of Power Penyalahgunaan Kekuasaan Aparat Penegak Hukum
Dalam Penanganan Tindak Pidana Korupsi, JG Publishing, Jakarta, 2012.
Mien Rukmini, Aspek Hukum Pidana dan Kriminologi (Sebuah Bunga Rampai), Alumni,
Bandung, 2006.
Surachmin dan Suhandi Cahaya, Strategi dan Teknik Korupsi, Untuk mengetahui dan
Mencegah,Sinar Grafika, Jakarta, 2010.
Busyro Moqoddas: Korupsi Bikin Malu Istri Dan Anak, Reporter : Arie Sunaryo
merdeka.com, Diakses pada Tanggal 12 Maret 2013.
Buku Pendidikan Anti Korupsi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi tahun 2011.
http://www.republika.co.id/berita/jurnalisme-
warga/wacana/15/06/07/npk1mh-peran-keluarga-dalam-
pemberantasan-korupsi

Keluarga adalah ruang terkecil dalam memimpin. Keberhasilan


memimpin keluarga, menentukan keberhasilan memimpin
masyarakat. Dan sebaliknya, kegagalan memimpin keluarga dapat
menjadi sebab kegagalan didalam memimpin masyarakat.

Dalam pencarian mesin google pada (29/5) pukul 09:14 WIB, kata
kunci keluarga berada pada urutan terbanyak kedua setelah kata
kunci negara. Sementara, kata kunci masyarakat dan bangsa
berada pada urutan ke tiga dan keempat. Dari data itu,
menunjukkan bahwa keluarga dan negara sering di tuliskan di dunia
maya.

Dari grafik diatas, dapat dimaknai bahwa keluarga dan negara


dianggap sebagai suatu yang penting dan menarik untuk dituliskan.
Bisa jadi karena banyaknya persoalan yang timbul dalam keluarga
ataupun negara, ataupun yang lainnya. Sementara untuk urutan
keluarga yang menduduki angka tertinggi setelah negara, dapat
dimaknai bahwa persoalan keluarga tidak kalah pentingnya dengan
persoalan negara.
Berbagai penyakit masyarakat, seperti penyalahgunaan narkoba,
seks bebas, tawuran, pelacuran, sampai dengan persoalan korupsi,
bisa jadi disebabkan karena tidak berfungsi/rusaknya institusi
keluarga. Keluarga tidak berfungsi dengan baik, sehingga persoalan
meluas pada masyarakat, bangsa dan negara.

Dalam pencarian mesin google pada (29/5) pukul 11:19, diperoleh


informasi yang menarik. Dari kelima kata kunci: korupsi, pelacuran,
tawuran, seks bebas, dan narkoba, kata kunci korupsi berada pada
urutan terbanyak. Dalam waktu 0,24 detik, ditemukan sekitar
8.510.000 hasil tulisan dengan kata kunci korupsi. Kemudian disusul
dengan kata kunci narkoba, tawuran, seks bebas, dan pelacuran.

Banyaknya tulisan dengan kata kunci korupsi yang ditemukan,


menunjukkan bahwa persoalan korupsi, merupakan persoalan yang
penting dan banyak terjadi. Wajar saja, jika rilis Transparansi
Internasional di akhir tahun 2014, menempatkan Indonesia pada
peringkat Indeks Persepsi Korupsi yang masih tinggi. Indonesia
berada pada peringkat ke-107 dengan skor 34 dari 175 negara yang
diukur.

Dengan kenyaataan seperti itu, butuh kerja ekstra keras dan sinergi
berbagai pihak untuk menekan angka korupsi. Tidak cukup dengan
upaya pencegahan dan penindakan yang dilakukan oleh Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK). Terlalu menggurita dan sistematis
korupsi, untuk ditangani sendiri oleh KPK.

Belum lagi, KPK terus menerus dilemahkan, sehingga KPK tidak


sekuat tahun-tahun sebelumnya. Maka tantangan pemberantasan
korupsi akan semakin berat kedepannya.
Tingginya angka korupsi bisa jadi disebabkan oleh beberapa
keadaan. Pertama, sedikitnya kasus korupsi yang bisa ditangani oleh
lembaga pemberantasan korupsi, sehingga upaya yang dilakukan
selama ini, ibarat menggarami air lautan. Artinya, terlalu banyak
kasus korupsi yang harus ditangani.

Kedua, korupsi terjadi secara struktural akibat kebijakan


pemerintah. Ibarat pepatah, mati satu tumbuh seribu. Satu koruptor
di tangkap, namun ribuan koruptor lahir/sengaja dilahirkan akibat
sistem/kebijakan yang korup.

Ketiga, kurang disiapkannya generasi antikorupsi. Secara alamiah


jumlah koruptor yang sama, pada saat ini akan berkurang
kedepannya. Para koruptor pasti mengalami penuaan dan akhirnya
mati. Sehingga upaya yang strategis untuk mengurangi korupsi
adalah dengan memutus generasi korup, dan menyiapkan generasi
antikorupsi yang lebih sistematis.

Berdasarkan data BPS, jumlah penduduk Indonesia pada tahun


2015, diperkirakan mencapai 255-an juta jiwa. Dengan sebaran usia
yang cukup menarik. Dalam beberapa tahun kedepan diperkirakan
angka produktif akan mengalami peningkatan yang cukup signifikan.

Bila dikelola dengan baik, akan menjadi aset SDM yang bermanfaat.
Namun jika salah kelola, justru SDM yang besar itu, akan semakin
merusak negeri ini. Begitupun dengan peluang melahirkan generasi
yang antikorupsi.

Keluarga memiliki peran yang sangat strategis didalam melahirkan


generasi yang antikorupsi. Ada tiga peran yang dapat dilakukan
keluarga, yaitu: Pertama, keluarga adalah sekolah antikorupsi yang
paling baik untuk anak. Kedua, keluarga sebagai institusi kontrol
perilaku koruptif. Ketiga, kumpulan keluarga yang antikorupsi akan
membentuk tatanan masyarakat yang antikorupsi. Dan seterusnya,
membentuk bangsa dan negara yang antikorupsi.

Pertama, bila mengandalkan pendidikan antikorupsi yang diajarkan


sekolah, maka terlalu sedikit waktu yang ada. Belum lagi seambrek
matapelajaran lainnya yang harus diselesaikan. Keluarga
memainkan peran yang sangat strategis dalam pendidikan
antikorupsi ini. Pendidikan dapat dimulai sejak dini.

Sejak calon bayi berada dalam kandungan. Atau bahkan, pada saat
memilih calon pasangan hidup. Pastikan calon yang dipilih bukan
seorang koruptor. Harta yang halal akan berdampak pada tubuh dan
amal. Bahkan, menjadi sebab terkabulnya doa seorang hamba.

Harta halal yang dibawa pulang, bisa menjadi sarana pendidikan


antikorupsi dalam keluarga. Keteladanan kedua orang tua,
merupakan sarana efektif dalam mendidik anak. Berat rasanya,
mengharapkan lahirnya generasi antikorupsi, jika orang tuanya
masih melakukan korupsi.

Apa yang dilakukan anak, sebenarnya adalah cerminan dari apa


yang ada dilingkungannya. Dan itu adalah orang tuanya.
Membiasakan diri dengan yang halal, adalah keteladanan
antikorupsi bagi anak.

Kedua, keluarga sebagai institusi kontrol perilaku koruptif


anggotanya. Keluarga dalam arti sempit setidaknya terdiri dari
suami dan istri, ayah dan ibu, atau ditambah dengan anak-anak.
Mustahil, seorang suami/istri tidak mengetahui korupsi yang
dilakukan oleh pasangannnya. Apakah tidak pernah curiga dengan
harta up normal yang dibawa pulang kerumah? Bukankah suami/istri
sudah bisa memperkirakan besaran penghasilan yang seharusnya
diperoleh pasangannya?

Seorang suami/istri/anak yang berniat melakukan korupsi harusnya


berfikir beribu-ribu kali. Bayangkan saja, adanya hukuman yang
berat, saat berada di dunia ataupun setelah kematian. Pasangan
hidup akan malu di tengah-tengah masyarakat, dan anak-anak
mendapat stempel sebagai anak koruptor. Sementara hukuman
setelah kematian, lebih berat dan tidak berujung. Karena janji Allah
adalah pasti.

Ketiga, keberhasilan mendidik anak dalam keluarga, akan


berdampak kepada keberhasilan membina masyarakat. Kumpulan
keluarga yang antikorupsi, akan membentuk masyarakat yang
antikorupsi. Dan dengan demikian, generasi antikorupsi benar-benar
akan terwujud di negara tercinta ini.

Institusi keluarga, jelas memiliki fungsi sangat strategis dalam


pemberantasan korupsi. Potensi yang baik ini menjadi kurang
berarti, bila tidak didukung political will pemerintah. Untuk
menguatkan Ketahanan Keluarga, dan Pemberantasan korupsi.
Regulasi tentang Ketahanan Keluarga dibutuhkan, sebagai ikhtiar
melindungi dan membentuk generasi yang unggul, dan antikorupsi.

Pendidikan dan Budaya Antikorupsi di Rumah


Hingga Sekolah
Tanggal diterbitkan07-01-2016
Oleh: Arief Saefudin
Juara II Lomba Karya Tulis Kategori Umum, Festival Antikorupsi 2015)

Indonesia akhir tahun 2015 jumlah penduduknya sudah melebihi 250 juta jiwa, dengan
jumlah penduduk sebanyak itu, Indonesia termasuk kedalam negara dengan populasi
terbesar di dunia. Meskipun dengan jumlah penduduk 250 juta jiwa, tingkat kebersihan
dari korupsinya terbilang masih rendah. Menurut laporan terbaru dari Transparency
International (TI) yang menyebut bahwa rangking Indonesia masih menempati posisi bawah
untuk negara terbersih dari korupsi. Tahun 2014, Indonesia berada diperingkat 107 dari 177
bersama Argentina. Menempati peringkat ke-107, artinya Indonesia memiliki skor 34
dengan skala 0-100. Bahkan tahun 1999, Indonesia pernah menempati 5 besar negara
paling korup didunia. Sedangkan 3 besar negara dengan predikat paling bersih korupsi
adalah Denmark (92), Selandia Baru (91), dan Finlandia (89).

Fakta tersebut menunjukan bahwa tantangan bangsa Indonesia untuk membrangus korupsi
masih terus berlajut. Saat ini, sadar atau tidak sadar, korupsi sudah merasuk kesegala
sendi-sendi kehidupan bangsa kita. Perilaku dan tabiat ini sangat susah luar biasa
ditanggulangi, perlu upaya luar biasa juga untuk membrangusnya dari bumi Indonesia.
Salah satu langkah awal Indonesia untuk menanggulangi korupsi dengan membentuk
Komisi Pembrantasan Korupsi (KPK) tahun 2002. Lembaga ini sudah memberikan harapan
besar pada rakyat Indonesia untuk membrantas korupsi. Dari eksekutif, legislatif hingga
yudikatif pernah merasakan baju khas KPK itu, meskipun begitu, KPK tidak bisa bekerja
sendiri, karena lembaga ini hanya terfokus pada korupsi puncak Gunung Es. Untuk korupsi
yang recehan belum tersentuh.

Kita pasti sepakat bahwa para foundingfather kita untuk mengumandangkan proklamasi
tidaklah mudah. Pengorbanan harta benda, jiwa dan raga sudah tidak terhitung jumlahnya.
Kini sudah 70 tahun Indonesia menghirup udara kebebasan, pertanyaan dibenak kita adalah
mau sampai kapan kita akan menunggu negara Indonesia hancur karena korupsi? Dimana
letak kesalahan kita sampai Indonesia menempati negara terkorup nomor 107 dari 177
negara didunia? Pembrantasan korupsi yang dilakukan harus mengena semua, tidak hanya
kelas kakap, tapi juga korupsi kelas teri. Memang pekerjaan yang maha berat, tapi bukan
tidak mungkin, bila upaya preventifnya kita temukan, maka bibit-bibit korupsi akan
tertanggulangi. Apa usaha preventifnya? Usaha preventif itu justru ada disekitar kita, yaitu
terletak dirumah dan sekolah kita.

Mengasuh Antikorupsi di Rumah


Keluarga adalah tempat pertama seorang anak mengenyam pendidikan dan pondasi awal
dalam pembentukan karakter anak. Ibarat sebuah rumah, bangunan yang pertama kali
dibuat adalah pondasi rumah, pondasi yang kuat akan membuat rumah tidak mudah roboh
meski diterjang angin kencang. Dirumah juga merupakan penanaman ideologi seseorang
terbentuk pertama kalinya. Oleh karena itu, keluarga menjadi alat yang sangat efektif dan
sangat fundamental dalam menumbuhkan budaya antikorupsi di Indonesia.

Bila melihat peran keluarga dalam membentuk karakter seseorang, maka semua anggota
keluarga mempunyai andil yang sama. Peran ayah dan ibu sebagai otoritas tertinggi dalam
rumah tangga menjadi sangat sentral, terutama peran ibu, karena sebagian waktu anak
dihabiskan dirumah. Dari keluarga, penanaman nilai-nilai karakter termasuk didalamnya
nilai kejujuran dan antikorupsi diteladani anak dari perilaku orang tuannya. Seperti cerita
yang dituturkan oleh Ketua KPK non aktif, Abraham Samad, yang mencuri kapur tulis
berjumlah 5 batang, tapi ketika ibunya tahu, kapur yang hanya berjumlah 5 batang itu
harus dikembalikan karena untuk membelinya memakai uang negara. Bagi generasi muda
sekarang mungkin hal itu sepele, tapi hal-hal sepele itulah yang membentuk karakter
orang-orang besar didunia.

Kisah pendidikan antikorupsi yang dilakukan dirumah juga diceritakan oleh Mutia Hatta,
anak sulung Bung Hatta. Beliau mengisahkan kalau mobil RI-2 hanya dipakai oleh ayahnya,
termasuk ibunya pun tidak diperbolehkan menaiki mobil RI-2, kecuali untuk acara
kenegaraan. Selain itu sikap jujur dan menepati janji juga harus menjadi pondasi dalam
pendidikan antikorupsi di rumah. Seperti kelanjutan kisah dari Mutia Hatta tadi, bahwa Bung
Hatta mengajarkan kejujuran dan selalu menepati janjinya, karena Bung Hatta tidak pernah
menjanjikan sesuatu kalau memang hal itu tidak dapat direalisasikan.

Pola asuh antikorupsi ini lebih lengkap bila diimbangi dengan sikap hidup sederhana
meskipun serba ada. Kesederhanaan ini yang menjadi benteng bila diserang dengan
serangan-serangan uang, karena bila orang bersikap sederhana tentu akan berimbas pada
rasa syukur dan cukup terhadap rezki yang sudah diberikan Tuhan yang Maha Esa. Tentu
kita tidak meragukan besarnya gaji-gaji birokrat tingkat pusat, dari ratusan juta hingga
milyaran tapi kenapa mereka masih saja mau menerima uang hasil korupsi? Jawabanya
karena mereka tidak mempunyai rasa syukur dan rasa cukup terhadap gaji dan penghasilan
yang sudah mereka dapatkan sebagai abdi negara.

Hal ini bertolak belakang dengan pendidikan yang dilakukan oleh orang-orang besar
didunia, misalkan kisah dari Soichiro Honda, pendiri dari Honda Motor Jepang, yang tidak
mau memberikan warisan pada anak-anaknya, kecuali memberikan bekal kepada anak-
anaknya untuk sanggup berusaha sendiri. Padahal Soichira mempunyai 43 perusahaan di 28
negara, dan yang lebih mencengankan lagi adalah, Soichiro lebih memilih untuk tinggal
dirumah yang sederhana. Hal ini bisa dimaklumi, karena masa kecil Soichiro penuh dengan
kerja keras dan kesederhanaan, ayahnya saja hanya seorang pandai bersi yang mengelola
bengkel reperasi sepeda.

Sayangnya, di Indonesia masih banyak keluarga yang tidak menerapkan pola asuh
antikorupsi dan kesederhanaan dalam rumahnya. Hal ini terlihat sangat jelas dari budaya
korupsi berbagai versi, budaya korupsi versi lain ini justru diajarkan orang tua yang
mungkin tanpa mereka sadari, mereka mendahului dengan seringnya mengajari berbohong
terhadap anak-anaknya, misalkan, ketika ada tamu yang datang kerumah, si anak disuruh
untuk mengatakan bahwa ayahnya tidak dirumah padahal jelas-jelas ayahnya ada dan
bersama anaknya dirumah. Contoh yang lain, misalkan anak sedang menangis, maka orang
tuannya akan berbohong untuk menghentikan tangisannya, mereka berbohong ada orang
gila atau ada hantu. Perilaku dan kebohongan-kebohongan kecil ini yang justru
mengajarkan kepada anak bahwa bohong itu hal yang biasa dan diperbolehkan.

Setelah melihat contoh-contoh kejadian nyata diatas, kunci keberhasilan dari penanaman
antikorupsi di rumah adalah dengan sifat ketauladanan, kesederhanaan dan kejujuran dari
orang tuanya. Sifat-sifat ini sangat penting diimplementasikan dirumah, karena tidak semua
orang tua mampu melakukannya. Kebanyakan orang tua bila memberikan nasihat yang
baik untuk anaknya mungkin semua orang tua bisa melakukan itu, tapi memberikan contoh
yang nyata dari perilaku orang tua memang sangat berat tapi hal ini merupakan keharusan
dan jurus yang ampuh untuk mendidik anak sejak dini mengenal kejujuran dan keteladanan
sehingga secara tidak langsung mengajarkan anak prilaku antikorupsi.

Sekolah Antikorupsi di Sekolah


Sekolah merupakan rumah kedua bagi anak-anak, karena dalam kurun waktu 6-10 jam
sehari mereka berada dilingkungan sekolah. Selain rumah, sekolah bisa menjadi tempat
berseminya budaya antikorupsi, hal ini bisa dilakukan dengan pendidikan karakter melalui
pembentukan soft sklills para peserta didik. Robert K Cooper, mengatakan bahwa apa yang
mereka tinggalkan dibelakang dan acapkali mereka lupakan adalah aspek hati atau
kecerdasan emosi (EQ) dan aspek ilahi kecerdasan spiritual (SQ). Keseimbangan antara
aspek IQ, EQ bahkan SQ ini yang menyebabkan Finlandia menjadi negara percontohan
dalam dunia pendidikan didunia.

Sistem pendidikan yang dilaksanakan di Finlandia tidak mengenal anak pintar dan anak
bodoh. Mereka tidak pernah dipaksa untuk menguasai materi tertentu, tapi mengarahkan
potensi dan bakat yang ada pada seorang anak tanpa ada pemaksaan apapun. Disana juga
tidak pernah ada perangkingan, selain itu, setiap kelas harus terisi maksimal 16 peserta
didik, sehingga pembelajaran lebih intensif dan maksimal. Dan yang terpenting di Finlandia
adalah pendidikan disemua jenjang gratis, benar-benar gratis tanpa dipungut biaya apapun.
Lalu bagaimana dengan dunia pendidikan kita?

Bila melihat fakta dunia pendidikan kita sekarang, rasanya masih jauh api dari panggangnya
untuk menjadikan EQ dan SQ menjadi prioritas utama dalam pembentukan karakter peserta
didik. Dari sistem pendidikan saja, Indonesia menempati salah satu peringkat terendah di
dunia. Berdasarkan tabel liga global yang diterbitkan oleh firma pendidikan Pearson, sistem
pendidikan Indonesia berada disalah satu posisi bawah bersama Meksiko dan Brasil. Tempat
pertama dan kedua ditempati Finlandia dan Denmark. Itulah kenapa, negara Finlandia dan
Denmark termasuk tiga besar negara terbersih dari korupsi didunia.

Data diatas membuktikan bahwa dunia pendidikan kita masih tertinggal dan dalam keadaan
yang stagnan. Bahkan Mendikbud, Anies Baswedan mengatakan Peserta didik hidup di
abad ke-21, guru-gurunya hidup dan memperoleh pendidikan dari abad ke-20, tapi
ternyata, cara mengajar dan setting sekolah masih menggunakan pola abad ke-19. Artinya,
masih banyak guru-guru yang mengajar dengan cara konvensional dan hanya berorientasi
pada nilai-nilai angka dan meninggalkan makna. Termasuk didalamnya budaya kolonial
yang masih ditemui, yaitu budaya korupsi.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa dilingkungan sekolah pun korupsi masih tetap dengan
mudah ditemui, dari penerimaan peserta didik baru sampai lulus, dari guru hingga peserta
didik. Contoh kecil korupsi yang dilakukan oleh guru yaitu korupsi waktu yang dilakukan
ketika bel sudah masuk, tapi guru masuk kekelas 10-20 menit setelah bel. Belum lagi
korupsi nilai, demi untuk memudahkan peserta didiknya lolos SNMPTN pihak sekolah rela
merevisi nila-nilai rapotnya. Sedangkan korupsi yang dilakukan oleh peserta didik misalkan
dengan korupsi mencontek. Mereka rela melakukan segala sesuatu asalkan nilainya bagus,
tanpa melihat proses memperoleh nilai itu didapat dari mencontek ataukah kejujuran. Dunia
pendidikan kita (masih) tidak menghargai proses, sehingga para pelakunya pun lebih
mementingkan sifat pragmatisme, kemudian yang baik dan yang kurang baik akan
tercampur, dan pastinya yang baik lama-lama akan terseret kedalam kondisi yang kurang
baik.

Sebetulnya pemerintah sudah berusaha untuk memasukan doktrin antikorusi disekolah


sejak tahun 2004 lewat Instruksi Presiden No 5/2004 tentang Percepatan Pemberantasan
Korupsi, pada bagian Diktum ke-11 (Instruksi Khusus) poin ke 7 pemerintah sudah
menginstruksikan kepada Menteri Pendidikan untuk mengadakan pendidikan yang
berasaskan semangat dan sikap antikorupsi. Dari Kurikulum 2006 hingga 2013 yang
sekarang diimplementasikan sebetulnya sudah mengarahkan peserta didik untuk mengarah
kedalam pendidikan antikorupsi, tapi sebagus apapun kurikulum kalau guru yang menjadi
ujung tombak pendidikan tidak mau merubah mindset nya maka kurikulum yang sekarang
akan percuma. Kita harus sedikit belajar dari negara-negara yang berhasil menurunkan
angka korupsi dengan cara pendidikan.

Selain Finlandia, contoh negara yang telah melaksanakan pendidikan antikorupsi di sekolah
dan telah menunjukan hasil yang signifikan adalah Hongkong. Hongkong melaksanakannya
semenjak tahun 1974 dan menunjukan hasil yang luar biasa. Jika tahun 1974 Hongkong
adalah negara yang sangat korup dan korupsi dideskripsikan dengan kalimat from the
womb to tomb, maka saat ini Hongkong adalah salah satu kota besar di Asia dan menjadi
kota terbersih ke-15 di dunia. Keberhasilan ini tidak terlepas dari efek simultan dan upaya
pemberantasan korupsi dari segala segi kehidupan, termasuk pendidikan antikorupsi yang
dilaksanakan di sekolah-sekolah secara formal dengan didukung oleh kualitas guru yang
memadai. Indonesia sendiri pada tahun 1999 menempati posisi 5 besar negara terkorup,
sedangkan tahun 2014 indonesia menempati posisi 107 dari 177 negara, artinya bangsa
kita bisa berubah kearah yang lebih baik. Terlebih bagi seorang pendidik, tugas kita untuk
melanjutkan perubahan itu, dengan cara membumikan budaya antikorupsi disekolah-
sekolah.

Menyemai Generasi Antikorupsi


Bulan November kemarin rakyat Indonesia dengan bangga merayakan hari pahlawan, kita
bisa merefleksikan diri tentang perjuangan para patriot bangsa untuk mengusir para
penjajah. Mereka rela berkorban nyawa demi menegakan panji-panji kemerdekaan ditanah
Indoenesia. Sudah tidak terhitung berapa jumlah korban jiwa yang jatuh dari pihak
Indonesia. Maka tidak heran, sebagian pahlawan nasional merupakan mereka yang berani
mengangkat senjata untuk menentang penjajah, dan rata-rata pahlawan nasional Indonesia
berasal dari kalangan militer. Sekarang tentu bukan zamannya lagi mengangkat senjata,
lalu versi pahlawan seperti apa yang dibutuhkan untuk Indonesia saat ini?

Pahlawan versi modern adalah mereka yang berani untuk mengatakan TIDAK pada korupsi,
itu yang sangat dibutuhkan oleh Indonesia saat ini. Budaya antikorupsi di Indonesia
memang masih rendah, kita harus mengakui itu. Peningkatan peringkat posisi Indonesia
dari tahun 1999 hingga 2014 tidak menjadi jaminan. Secara umum, masyarakat kita belum
sepenuhnya melakukan pola asuh antikorupsi di rumah dan sekolah, tercermin dari perilaku
para orang tua dirumah dan guru disekolah. Perbaikan terhadap situasi ini harus kontinyu
dan sinergis antara semua stakeholder, seperti pemerintah, lembaga-lembaga yang terkait
serta masyarakat sekitar. Orang tua selaku peletak pondasi karakter anak harus
menanamkan pola asuh antikorupsi dan pihak sekolah yang merupakan rumah kedua harus
mengimplementasikan kurikulum-kurikulum yang sudah memberikan ruang untuk
mengajarkan antikorupsi dengan benar dan tepat sasaran.
Mengacu pada tujuan dan target pendidikan antikorupsi diatas, maka pembelajaran
antikorupsi hendaklah didesain secara moderat dan tidak indoktrinatif. Pembelajaran yang
dialami peserta didik merupakan pembelajaran yang memberi makna bahwa mereka
merupakan pihak atau warga negara yang turut serta memikirkan masa depan bangsa dan
negara ini kedepan, terutama dalam upaya memberantas korupsi sampai keakarnya dari
bumi Indonesia. Hanya dengan menempatkan peserta didik pada posisi inilah pendidikan
antikorupsi akan mempunyai makna penting bagi mereka, jika tidak mereka akan
cenderung beranggapan bahwa pendidikan antikorupsi hanyalah urusan politik semata,
sebab mereka bukanlah orang-orang yang melakukan korupsi dan belum tentu juga akan
berbuat korup dimasa depannya.

Dunia pendidikan kita dilapangan kadang hanya mengejar angka-angka tanpa melihat nilai-
nilai karakternya. Kita sepakat, bahwa orang Indonesia tidak kalah pintar dengan bangsa
lainnya, tapi yang membedakan bangsa lain punya karakter yang kuat sehingga negara
mereka maju. Tapi pendidikan karakter kita justru menjadi nomor dua, yang terpenting nilai
angka-angka bagus diatas kertas tanpa melihat prosesnya. Selain itu, hal yang paling
berpengaruh terhadap keberhasilan pendidikan antikorupsi dirumah dan sekolah adalah
sikap ketauladanan, bahkan sikap ketauladanan orang tua terhadap anaknya diabadikan
dalam Al-Quran Surat Lukman surat ke-31.

Sebagai orang tua dirumah, tentunya kita harus terbiasa dengan sikap ketauladanan. Anak-
anak tidak akan membutuhkan nasihat yang terlalu banyak, mereka akan menilai sendiri
apakah nasihat orang tuannya itu. Justru anak-anak akan lebih kena dengan ketauladanan
dibandingkan dengan nasihat tanpa tindakan. Kita biasakan untuk menanyakan kepada
anak nak, tidak apa-apa mendapat nilai 6, asalakan didapat dari kejujuran kita tinggalkan
kebiasaan kita yang selalu menuntut kepada anak harus mendapatkan nilai bagus, tanpa
melihat proses usaha mereka mendapatkannya. Kita harus belajar dari orang-orang besar
dalam mendidik anak-anak mereka, atau belajar dari negara-negara besar dalam
membenahi sistem pendidikan dan pemerintahannya, tapi harus tetap di bumikan ke
Indonesia. Seperti ucapan Tan Malaka, Belajarlah dari Barat, tetapi jangan peniru Barat.
Melinkan jadilah murid dari Timur yang cerdas.

Akhirnya, setelah bangsa Indonesia jatuh bangun dan bertranformasi sejak Orde Lama,
Orde Baru hingga reformasi, sekarang keputusan ada dipundak kita untuk membersihkan
bangsa Indonesia dari korupsi yang merajalela, dimulai dari diri kita, keluarga sampai
sekolah demi menegakan pondasi yang kokoh dalam membangun dan memperjuangkan
tegaknya Indonesia bersih dari korupsi. Kita harus tetap optimis untuk menuju pada
perubahan ditengah kondisi yang bobrok, kita harus belajar tidak hanya memberikan
nasihat terhadap anak tapi juga memberikan ketauladanan dan perilaku yang nyata.
Dan yang terakhir, kita harus terus mendukung KPK dalam perjuangannya menghadapi
tikus-tikus berdasi, sehingga kita menjadi masyarakat yang dengan setulus jiwa raga
memvisualisasikan nilai-nilai antikorupsi dirumah dan sekolah. Mari kita menjadi pahlawan
versi modern (terlebih saya mengingatkan pada diri saya sendiri) dan terus mengobarkan
semangat antikorupsi dari diri kita, dari rumah hingga sekolah dan sekarang juga. Dan kita
juga harus mendukung KPK dari serangan-serangan yang sehalus sutra untuk melemahkan
KPK!

Daftar Pustaka

Agustian, Ary Ginanjar. 2007. Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi


dan Spiritual ESQ. Jakarta: Arga Publising.
Saefudin, Arif dan Suyoko, Dwi. 2015. Pemuda dan Tawaran Solusi
Problematika Bangsa. Wonosobo: Gema Media.
Harahap, Krisna. 2009.Pemberantasan Korupsi Masa reformasi (Suatu
Tinjauan Historis). Historia: Journal of Historical Studies X. Hlm 130 -140.
http://www.indonesia-investments.com/id/budaya/demografi/item67, diakses
tanggal 2 Desember 2015.
http://www.dream.co.id/news/indonesia-masuk-daftar-negara-terkorup-di-
dunia-141208l.html, diakses tanggal 2 Desember 2015.
http://nasional.tempo.co/read/news/2013/04/23/078475291/samad-
pendidikan-antikorupsi-dimulai-di-keluarga, daikses tanggal 5 Desember
2015.
http://www.pesona.co.id/relasi/keluarga/cara.sederhana.mengajarkan.anti.kor
upsi/003/001/90, diakses tanggal 5 Desember 2015.
http://edukasi.kompas.com/read/2012/11/27/15112050/Sistem.Pendidikan.Ind
onesia.Terendah.di.Dunia, diakses 5 Desember 2015.
Montessori, Maria. 2012. Pendidikan Antikorupsi Sebagai Pendidikan Karakter
di Sekolah. Jurnal Ilmiah Politik Kenegaraan. Vol 11, No 1. Hlm 293-301.

Anda mungkin juga menyukai