Anda di halaman 1dari 54

PERSPEKTIF GLOBAL

A. Pengertian

Dalam era globalisasi seperti sekarang ini, kebutuhan akan pendidikan yang
dapat meningkatkan pandangan tentang masalah-masalah yang mendunia (perspektif
global) menjadi semakin mengemuka. Apakah “Perspektif Global” atau “Global
Perspective” itu? Kamus Besar Bahasa Indonesia (ed.2) mengartikan perspektif
sebagai berikut: (1) cara melukiskan suatu benda pada permukaan yang mendatar
sebagaimana yang terlihat oleh mata dengan tiga dimensi (panjang, lebar, dan
tingginya); (2) sudut pandang atau pandangan. Sedangkan Global diartikan sebagai
berikut: (1) secara umum dan keseluruhan; taksiran secara bulat; secara garis besar; (2)
bersangkut paut, komplek, mengenai banyak hal, meliputi wilayah luas, atau seluruh
dunia. Pengertian ‘perspektif’ dalam perspektif global sebagai mata kuliah ini
cenderung lebih mendekati perspektif sebagai sudut pandang atau pandangan
sedangkan pengertian ‘global’ lebih mendekati global yang bersangkut paut dengan
hal-hal yang menyeluruh atau mendunia.
Robert Hanvey (1982, h.5) menyatakan ‘… a global perspective is not a
quantum, something you either have or don’t have’ (perspektif global bukanlah suatu
quantum ialah sesuatu yang anda miliki atau belum miliki). Perspektif global
merupakan ‘a blend of many things and any given individual may be rich in certain
elements and relatively lacking in others.’ (suatu paduan dari banyak hal dan individu
yang memiliki kekayaan dalam hal tertentu tetapi kekurangan dalam hal lain). Di
Amerika Serikat, National Council for Accreditation of Teacher Education
mendefinisikan perspektif global sebagai ‘the view point that accepts the
interdependency of nations and people and the interlinkage of political, economic,
ecological, and social issues of transnational and global nature’(Merryfield, 1997).
Untuk tujuan pendidikan, perspektif global bertujuan untuk mensosialisasikan
sekelompok orang sehingga unsur-unsur dalam perspektif global itu dapat dipahami
oleh kelompok orang tersebut. Dalam pengertian ini, perspektif global merupakan suatu
variabel yang dimiliki oleh penduduk tertentu dengan ciri-ciri tertentu menurut
kapasitas, kecenderungan, dan sikap anggota kelompok tersebut. Walaupun variabel

1
perspektif global itu telah sampai pada suatu kelompok tersebut, namun tidak berarti
setiap anggota akan memiliki perspektif global yang sama.
Agar perspektif global dapat sampai dan dimiliki oleh setiap anggota kelompok
tertentu umumnya oleh setiap warga negara, maka peran lembaga pendidikan
menempati posisi yang sangat strategis. Dalam hal ini, peran guru di sekolah perlu
mempersiapkan diri untuk memiliki pengetahuan dan keterampilan untuk mengajar: (1)
mengapresiasi perbedaan dan persamaan budaya termasuk cara-cara mengajar
keragaman dan kesadaran akan perspektif, (2) dunia sebagai suatu system dan konsep
saling ketergantungan dan saling terkait; dan (3) bagaimana keberadaan siswa yang ada
pada suatu tempat mempengaruhi dan dipengaruhi oleh hubungan orang dan organisasi
global di seluruh dunia (Merryfield, 1990).
Hanvey (1982) memperkenalkan hasil pikirannya dengan mengemukakan lima
dimensi perspektif global sebagai berikut:
1) Kesadaran perspektif (Perspective consciousness)
2) Kesadaran akan kondisi planet bumi (“State of the Planet” Awareness)
3) Kesadaran antar budaya (Cross-Culture Awareness)
4) Pengetahuan dinamika global (Knowledge of Global Dynamics)
5) Kesadaran pilihan manusia (Awareness of Human Choices)

1. Kesadaran Perspektif
Dimensi ini menunjukkan perlunya pengakuan atau kesadaran bahwa sebagian
individu memiliki pandangan global yang berbeda, bahwa pandangan global itu telah
ada dan dibentuk oleh pengaruh-pengaruh diluar jangkauan kesadaran, dan bahwa
beberapa individu memiliki pandangan global yang berbeda dengan orang lain. Di
antara kita, ada yang memiliki pandangan yang melampaui perspektif orang biasa.
Namun ada pula diantara kita yang memiliki pandangan di bawah rata-rata orang biasa.
Pengakuan akan keberadaan kondisi keragaman perspektif ini disebut kesadaran akan
perspektif. Dalam hal ini, perlu dibedakan antara pendapat (opinion) dan perspektif.
Pendapat adalah lapisan permulaan munculnya kesadaran akan perspektif. Sedangkan
perspektif merupakan lapisan yang dalam dan tersembunyi yang lebih penting dalam
mengenal perilaku. Misalnya, dalam peradaban Indonesia khususnya pada masa
perjuangan kemerdakaan, bangsa Indonesia menganggap ‘Kami cinta perdamaian tetapi
2
lebih cinta kemerdekaan’. Hingga sekarang, slogan ini bukan sekedar pendapat
melainkan sudah menjadi kesadaran perspektif. Contoh lain, gerakan emansipasi
(feminist) telah menimbulkan kesadaran dari kaum wanita dan laki-laki hormat
terhadap kedudukan kaum wanita. Implikasinya, muncul sikap dan perilaku yang lebih
mendalam dengan cara mengangkat harkat dan martabat wanita sesuai kodratnya. Ini
adalah akibat dari perspektif kaum wanita dan laki-laki terhadap emansipasi.

2. Kesadaran akan kondisi planet bumi


Dimensi ini menunjukkan perlunya kesadaran akan kondisi bumi dan
pembangunan termasuk kondisi dan kecenderungan yang timbul, seperti pertumbuhan
penduduk, migrasi, kondisi ekonomi, sumber alam dan lingkungan fisik, pembangunan
politik, ilmu pengetahuan dan teknologi, hokum, kesehatan, konflik antar bangsa dan
konflik di dalam negeri sendiri. Walaupun sebagian besar penduduk dunia tidak
mempunyai pengalaman langsung meninjau apa yang terjadi di belahan bumi lain,
namun dalam kondisi sekarang ini telah ada media komunikasi yang dapat
menyampaikan pesan berita atau informasi dari suatu tempat di bumi ke belahan bumi
lainnya. Misalnya, kemajuan dalam teknologi informasi seperti: televisi, komputer,
internet, dan lain-lain telah mempercepat laju kesadaran kondisi planet bumi beserta
isinya.

3. Kesadaran antar budaya


Dimensi ini menunjukkan adanya kesadaran atas keragaman pemikiran (ideas)
dan pelaksanaanya dapat ditemui dalam masyarakat manusia di muka bumi ini,
bagaimana pemikiran dan pelaksanaannya di tiap negara, dan bagaimana pemikiran dan
cara pelaksanaan pemikiran yang dilakukan masyarakat itu ditinjau dari sudut yang
menguntungkan. Kesadaran antar budaya merupakan dimensi yang cukup sulit untuk
diwujudkan karena pada dasarnya ada kapasitas manusia untuk menciptakan budaya
yang unik. Konsekuensinya, tidaklah mudah bagi sekelompok masyarakat untuk
menerima budaya yang diciptakan oleh kelompok masyarakat lain yang unik itu.
Sebagai contoh, hingga saat ini masih sulit bagi masyarakat kulit putih ‘white people’
untuk menerima sepenuhnya – termasuk budaya – masyarakat kulit berwarna ‘black

3
hair’, demikian pula sebaliknya. Kedua kelompok masyarakat ini memang mamiliki
budaya yang berbeda.
Adanya perbedaan budaya inilah maka kesadaran antar budaya menjadi alasan
utama akan pentingnya perspektif global. Apabila ada saling menerima sifat manusiawi
antar kelompok masyarakat, keunikan cara/pelaksanaan berbudaya tidak akan merasa
asing lagi sehingga pada gilirannya akan menimbulkan rasa saling percaya. Selanjutnya
keasingan antar budaya akan menjadi semakin saling mengenal. Ini merupakan upaya
yang sangat sulit namun mungkin ada sejumlah metode yang akan meningkatkan
kemungkinan keberhasilan.

4. Pengetahuan dinamika global


Dimensi ini menunjukkan suatu pemahaman sederhana tentang cirri dan
mekanisme kunci tentang system planet bumi dengan penekanan pada sejumlah teori
dan konsep yang dapat meningkatkan kesadaran yang seksama tentang perubahan
global. Ada tiga kategori pembelajaran tentang saran-saran perubahan dinamika global:
1) Prinsip-prinsip perubahan dasar dalam system social:
 Pencabangan unsure-unsur baru dalam system social
 Akibat-akibat yang tidak dapat diperkirakan
 Beberapa fungsi unsure-unsur yang terbuka dan tertutup
 Umpan balik, yang positif maupun negatif
2) Pertumbuhan sebagai bentuk perubahan
 Pertumbuhan yang diharapkan dalam bentuk pembangunan ekonomi
 Pertumbuhan yang tidak diharapkan dalam bentuk pertumbuhan penduduk,
penipisan sumber alam dan sebagainya
3)Perencanaan global
 Kepentingan nasional dan perencanaan global
 Upaya-upaya untuk membuat model system dunia seperti pembentukan
kebijakan nasional

5. Kesadaran pilihan manusia

4
Dimensi ini menunjukkan sejumlah kesadaran terhadap masalah-masalah
pilihan yang dihadapi individu, bangsa, dan manusia sebagai kesadaran perlunya
pengetahuan system global di masa depan. Bagaimana pilihan sikap kita dalam rangka
menjaga keseimbangan lingkungan? Sudahkah anda ikut serta menjaga kelestarian
lingkungan baik berupa flora mapun fauna? Telahkah berfikir sejenak bahaya yang
akan terjadi apabila ada satu spesies dalam suatu ekosistem musnah? Sebagai contoh,
banyaknya babi hutan sehingga marusak tanaman para petani merupakan bukti adanya
ketidakseimbangan ekosistem di dalam hutan tersebut. Berkembangbiaknya babi yang
hebat karena harimau pemangsa babi sudah tidak mencukupi atau mungkin sudah tidak
ada lagi, habis diburu dan dibunuh oleh manusia.
Saat ini, masyarakat dunia berada pada masa transisi yang ditandai oleh
perubahan dari pre-global kepada kesadaran global (Hanvey, 1982). Adanya kesadaran
global ditandai oleh pengetahuan baru tentang interaksi dalam system dan perencanaan
dalam tindakan. Setidaknya, setiap manusia yang akan melakukan tindakan maka perlu
memikirkan pilihan-pilihan berdasarkan perspektif global untuk masa depan.

Unsur-unsur Perspektif Global


Merryfield, Elaine Jarchow, dan Sarah Pickert (1997) mengemukakan unsure-
unsur perspektif global sebagai berikut:
1) Kepercayaan dan Nilai Manusia
 kepercayaan dan nilai manusia yang bersifat universal dan berbeda-beda
 kesadaran perspektif
 pengakuan dampak nilai, budaya, dan pandangan dunia suatu bangsa dalam
mempelajari interaksi dengan masyarakat lain yang berbeda dari masyarakatnya
sendiri
 memahami bagaimana nilai-nilai dan kepercayaan itu mendasari norma-norma
social/budaya dan konflik antar manusia
 peran kepercayaan dan nilai manusia dalam estetika, bahasa, sastra dan tradisi
lisan, dalam penggunaan sumber-sumber alam dan lingkungan, dalam
teknologi, dalam pemerintahan, dalam konstruksi sejarah
2) Sistem Global

5
 system ekonomi
 system politik
 system ekologi
 system teknologi (meliputi informasi, komunikasi, trasportasi, pertanian)
 pengetahuan tentang dinamika global
 prosedur dan mekanisme system global
 transaksi dalam dan antar masyarakat, bangsa, wilayah
 saling keterkaitan dalam system global yang beraneka ragam
 adanya kesadaran terhadap planet bumi
3) Isi-isu dan Masalah Global
 kependudukan dan isu-isu keluarga berencana
 hak menentukan nasib sendiri
 isu-isu pembangunan
 isu-isu hak asasi manusia (meliputi hak-hak wanita, penduduk asli, anak-anak)
 emigrasi, imigrasi, dan pengungsi
 kebiasaan global
 isu-isu sumber daya alam/lingkungan
 isu-isu yang berhubungan dengan distribusi kesejahteraan, teknologi dan
informasi, sumber daya, pemasaran
 isu-isu yang berkaitan dengan prejudis dan diskriminasi (berdasarkan etnik, ras,
kelompok, seks, agama, bahasa, politik, dsb)
4) Sejarah Global
 cepatnya saling ketergantungan
 hal-hal yang melatarbelakangi isu-isu masa kini
 budaya asli dan perkembangannya
 kontak budaya dan peminjaman budaya
 evolusi system global
 konflik dan resolusi konflik
 perubahan dalam system global
6
5) Pemahaman/Interaksi Lintas Budaya
 memahami budaya suatu bangsa dan warisannya
 memahami ragam identitas dan loyalitas
 memahami kompleksitas keragaman budaya dan universalnya budaya
 peran budaya suatu bangsa dalam system dunia
 keterampilan dan pengalaman dalam melihat budaya suatu bangsa dari
perspektif bangsa lain
 pengalaman belajar budaya bangsa lain dan dunia dari nilai-nilai dan pandangan
dunia budaya lain
 memperluas pengalaman dengan orang yang betul-betul berbeda dari budaya
dirinya
 kecakapan berkomunikasi antar budaya
 kecakapan bekerja dengan orang yang berbeda budaya
6) Kesadaran Pilihan Manusia
 melalui individu, organisasi, masyarakat local, bangsa, wilayah, aliansi ekonomi
dan politik
 tindakan masa lalu dan kini serta alternatif di masa depan
 pengakuan kompleksitas perilaku manusia
7) Pengembangan Keterampilan Evaluasi dan Analisis
 kecakapan mengumpulkan, menganalisis, dan mengevaluasi informasi dari
perspektif dan pandangan yang berbeda
 keterampilan berfikir kritis (seperti kecakapan mendeteksi penyimpangan,
mengidentifikasi yang mendasari asumsi-asumsi, dsb)
 pengakuan peran nilai dan pandangan dunia dalam penelitian
 interaksi antar budaya, partisipasi dan kolaborasi
 kesempatan untuk membuat dan melaksanakan keputusan
 pengalaman mengarahkan pada masalah-masalah kehidupan nyata
 perhatian untuk belajar dari pengalaman
7
B. PENDIDIKAN GLOBAL DAN GLOBALISASI

1 Pendahuluan

Pendidikan global merupakan upaya untuk menanamkan suatu pandangan


(perspective) tentang dunia kepada para siswa dengan menekankan pada saling
keterkaitan antar budaya, umat manusia dan kondisi planet bumi. Pada umumnya,
tujuan pendidikan setiap mata pelajaran untuk kondisi saat ini menekankan pada
kemampuan siswa dalam berfikir kritis (critical thinking skills), namun ada hal yang
unik dalam pendidikan global, yakni focus substansinya yang berasal dari hal-hal
mendunia yang semakin bercirikan pluralisme, independensi dan perubahan. Tujuan
pendidikan global adalah untuk mengembangkan pengetahuan (knowledge),
keterampilan (skills), dan sikap (attitudes) yang diperlukan untuk hidup secara efektif
dalam dunia yang sumber daya alamnya semakin menipis dan ditandai oleh keragaman
etnis, pluralisme budaya dan semakin saling ketergantungan. Perlunya meningkatkan
orientasi para siswa dalam wawasan internasional semakin disadari. Namun demikian,
khusus di Indonesia, upaya untuk meningkatkan dan memperluas pemahaman global
pada lembaga pendidikan dasar dan menengah masih perlu diberdayakan.

Kemajuan teknologi, perdagangan antar negara, pertukaran budaya, pariwisata,


kepedulian terhadap lingkungan, persaingan pasar, kelangkaan dalam sumber alam dan
semakin ketatnya perlombaan senjata antar negara adi kuasa merupakan gambaran dari
kondisi masyarakat internasional yang semakin kompleks. Adanya saling
ketergantungan antar bangsa dan negara menimbulkan bentuk-bentuk kerjasama di

8
segala bidang yang sekaligus pula menimbulkan berbagai persaingan dan konflik.
Misalnya, kerjasama di bidang ekonomi telah menciptakan model blok-blok ekonomi
negara-negara seperti di eropa berdiri Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE), di Asia
Fasifik berdiri APEC. Akibat dari perkembangan dalam teknologi yang diiringi pula
oleh munculnya permasalahan sedikit demi sedikit, disadari ataupun tidak telah
menimbulkan adanya kontak atau singgungan budaya antar bangsa.

Peristiwa atau proses kejadian di atas dinamakan proses globalisasi yang


berpengaruh pula terhadap proses pendidikan. The American Association of Colleges
for Teacher Education (AACTE, 1994) mengemukakan bahwa ‘globalization is said to
necessitate changes in teaching, such as more attention to diverse and universal human
values, global system, global issues, involvement of different kinds of world actors, and
global history’. Dari pernyataan ini menunjukkan bahwa era globalisasi mengharuskan
adanya perubahan dalam mengajar, antara lain dengan lebih memperhatikan keragaman
dan nilai-nilai manusia universal, system dan isu-isu global serta keterkaitan dengan
masyarakat dunia dan sejarah global. Bagaimana karakteristik atau ciri-ciri proses
globalisasi? National Council for the Social Studies (NCSS, 1982) mengemukakan
beberapa gejala atau fenomena proses globalisasi sebagai berikut:

1) adanya revolusi dalam system komunikasi dan transportasi global

2) penggabungan perekonomian local, regional dan nasional menjadi


perekonomian global

3) meningkatnya intensitas interaksi antar masyarakat yang menciptakan budaya


global sebagai panduan dari budaya local, regional dan nasional yang
beragam

4) munculnya system internasional yang mengikis batas-batas tradisi politik


internasional dan politik nasional

5) meningkatnya dampak aktivitas manusia terhadap ekosistem di bumi

9
6) meningkatnya kesadaran global yang menumbuhkan kesadaran akan
kedudukan manusia di bumi sebagai anggota makhluk manusia, sebagai
penduduk bumi dan sebagai anggota dalam system global

Kehidupan manusia dalam era globalisasi telah terbawa pada suatu arus yang
mengharuskan kita mengubah cara pandang terhadap diri kita sendiri maupun cara
pandang terhadap orang lain. Pandangan suatu bangsa atau negara yang berpaling dari
pandangan global hanya akan membuat negara atau bangsa itu terisolir. Dalam era
globalisasi tak ada satu bangsa atau negarapun di dunia ini yang dapat bersembunyi
atau mengisolasi diri dari pengaruh globalisasi.

Dengan demikian, adanya saling keterikatan atau ketergantungan hidup di bumi


ini telah menimbulkan peningkatan pentingnya penguasaan ilmu pengetahuan dan
keterampilan professional dari warga dunia yang menjadi syarat dalam memahami
dimensi global baik dari fenomena politik, ekonomi, maupun budaya. Dengan kata lain,
globalisasi telah menuntut setiap warga negara dunia untuk meningkatkan kualitas
sumber daya manusia (SDM) karena dalam era globalisasi seperti ini hanya manusia
yang berkualitaslah yang akan dapat bertahan atau tetap eksis.

2 Materi Pendidikan Global

Willard M. Kniep (1986) mengemukakan bahwa isi pendidikan global


dirumuskan dari realitas sejarah dan kondisi saat ini yang menggambarkan dan
menunjukkan dunia sebagai masyarakat global. Dari hasil analisisnya ini, Kniep (1986,
h.437) memperkenalkan empat unsure kajian yang dianggap esensil dan mendasar bagi
pendidikan global: (1) kajian tentang nilai manusia (the study of human values); (2)
kajian tentang system global (the study of global system); (3) kajian tentang masalah-
masalah dan isu-isu global (the study of global problems and issues); (4) kajian tentang
sejarah hubungan dan saling ketergantungan antar orang, budaya dan bangsa (the study
of the history of contacts and interdependence among people, cultures, and nations).
10
2.1 Kajian tentang nilai manusia

Nilai-nilai yang dianut banyak orang mencerminkan sikap dan keyakinan dan
dibentuk oleh pengalamannya. Nilai-nilai yang kita miliki menentukan bagaimana kita
memandang dunia dan bagaimana nilai-nilai itu mempengaruhi keputusan dan perilaku
kita sebagaimana yang kita lakukan dalam aktivitas hidup. Di samping nilai-nilai yang
kita anut itu bersifat pribadi dan terkadang aneh (idiosyncratic) seperti perasaan dan
pilihan, hal-hal yang paling penting adalah kebersamaan dalam kelompok etnis,
nasional dan agama.

Nilai-nilai bersama yang kita miliki terkadang melampaui identitas kita yang
mungkin dianggap universal dan menentukan kita sebagai manusia. Dalam pendidikan
global, khususnya, kita tertarik dengan nilai-nilai manusia universal yang melampaui
identitas kelompok dan perbedaan nilai-nilai yang menentukan keanggotaan kelompok
dan memberikan kontribusi terhadap pandangan dunia dan perspektif kita yang unik.

1) Nilai-nilai Universal

Untuk pertama kalinya, pada abad ke-20, masyarakat dunia telah


merancang standar universal hubungan antar sesama manusia menurut
keragaman dalam keyakinan beragama, dalam filsafat dan ideology. Upaya ini
dilakukan dibawah bantuan dan dukungan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB).
Hasilnya telah hampir diterima oleh bangsa-bangsa di dunia sebagai manusia
yang beradab. Secara histories, hak asasi manusia (human rights) merupakan
jaminan hokum yang berasal dari seorang warga bangsa tertentu. Namun,
selama setengah abad terakhir ini perubahan yang terjadi adalah diterimanya
hak-hak sebagai manusia. Pada tahun 1948, PBB berhasil menetapkan
Universal Declaration of Human Rights yang menegaskan bahwa seluruh umat
manusia berhak atas hidupnya (life), kebebasan (liberty), pemilikan (property),
kesamaan (equality), keadilan (justice), kebebasan beragama (freedom of
11
religion), kebebasan berbicara (free speech), majelis perdamaian dan
perlindungan. Deklarasi ini melarang adanya perbudakan, penyiksaan, dan
penghukuman sewenang-wenang atau penahanan. Di samping itu, untuk warga
sipil dan politik, piagam ini memberikan hak-hak social dan ekonomi: hak bagi
siapa saja atas standar kehidupan yang layak, seperti makan, minum yang
cukup, dan perumahan dan jaminan yang sakit dan lanjut usia.

Nilai-nilai universal ini berasal dari beragam tradisi budaya, nasional


dan nilai-nilai agama. Namun betapa pun ada perbedaan tradisi, semua bangsa
telah mendukung nilai-nilai yang sama tanpa mempedulikan waktu ataupun
letak geografis. Dalam dunia saat ini, bahasa nilai ini dapat ditemui dalam
dokumen dasar di sejumlah bangsa dunia. Tentunya, nilai-nilai ini merupakan
kekuatan yang dapat melindungi umat manusia di dunia. Namun dalam
pelaksanaan di tiap negara akan beragam karena akan mengalami penyesuaian
dengan kondisi di negara masing-masing. Perjuangan untuk mencapai standar
kehidupan dan hubungan antar manusia merupakan proses evolusi. Usaha ini
masih dirasakan baru sehingga tingkat pertisipasinya pun masih terbatas. Tugas
meratifikasi standar global yang memenuhi kriteria kemanusiaan merupakan
pekerjaan rumah yang sulit dicapai dalam waktu dekat.

2) Perbedaan Nilai Manusia

Dalam pendidikan global, seharusnya kita memberikan kesempatan


kepada para siswa untuk mengenal dan memahami keragaman masyarakat
dunia. Perbedaan-perbedaan budaya merupakan manifestasi dari adanya
keragaman nilai dan perspektif diantara umat manusia. Perbedaan ini tercermin
dalam perasaan, pilihan, sikap, gaya hidup dan pandangan dunia tiap
masyarakat. Perbedaan ini pun merupakan hasil dari adaptasi evolusi
masyarakat dengan lingkungannya yang cukup unik dalam rangka memenuhi
sejumlah kebutuhan bersama. Pendidikan global membantu para siswa melihat
kebersamaan di dalam keragaman. Seluruh masyarakat mengembangkan

12
budayanya masing-masing, seperti perumahan, makanan, pakaian, peralatan,
hak milik dan sebagainya yang cocok dengan kebutuhan dan lingkungannya.
Masyarakat telah mengembangkan bantuk-bentuk ekspresi estetika yang unik,
pekerjaan dan permainan, bahasa dan system komunikasi lainnya. Mereka telah
mengembangkan organisasi social dan cara-cara kontrol social, system
pendidikan formal dan informal dan transmisi nilai-nilai social, tradisi dan ritual
utnuk mengungkapkan pandangan dunia dan keyakinan-keyakinan serta
mekanisme dan organisasi untuk menyelenggarakan beragam fungsi-fungsi
ekonomi.

Dengan demikian, tugas kita adalah membantu para siswa dalam


memandang kualitas kemanusiaan yang berbeda dari dirinya. Para siswa perlu
menyadari bahwa di luar dirinya ada sejumlah nilai yang berbeda dari nilai yang
dimilikinya, yang berakar dari tradisi dan yang memiliki keabsahan sesuai
dengan pengalaman dan sejarah. Dengan cara mendekatkan para siswa pada
nilai-nilai demikian memungkinkan mereka memiliki criteria saling pengertian
antar sesama.

2.2 Kajian tentang system global

Kita melakukan hubungan dengan setiap bangsa di seluruh dunia sampai pada
tahap yang tidak pernah diperkirakan sebelumnya. Adanya saling hubungan dan
ketergantungan antar bangsa inilah adalah akibat dari keikutsertaan bangsa kita dalam
system yang sedang berjalan di dunia saat ini yang sering dinamakan system global.
Besarnya ruang lingkup saling ketergantungan sebagaimana yang kita sadari telah
semakin meningkat sejak berakhirnya Perang Dunia II. Perubahan ini dapat ditelusuri
dari adanya kemajuan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) yang nampaknya
telah menciutkan dunia dan juga perubahan interaksi antar negara yang telah berhasil
membentuk organisasi internasional PBB dan menghentikan tradisi imperalisme dan
kolonialisme.

13
Karena kita berada di tengah system interaksi global, maka kita merasakan pula
saling ketergantungan global. Semua system ini tentunya memiliki karakteristik,
komponen, peluang interaksi, serta aturan main dan pengaruhnya. Salah satu komponen
yang menjadi perhatian kita saat ini adalah komponen pendidikan global. Dalam hal
ini, untuk membantu para siswa memahami secara mendalam hakekat saling
ketergantungan itu, maka materi pembelajarannya harus dikaitkan dengan kajian
system global di bidang ekonomi, politik, ekologi dan teknologi sejalan dengan tempat
di lingkungan mana mereka hidup. Dengan cara demikian, maka diharapkan para siswa
dapat berpartisipasi secara efektif dan bertanggung jawab dalam lingkungan global.

1) Sistem ekonomi

Secara individu ataupun kelompok, perilaku yang kita lakukan sehari-


hari cukup menjadi contoh tentang adanya saling ketergantungan. Nampaknya
mudah saja menelusuri fakta bukan hanya karena kita tergantung kepada orang
atau negara lain dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari melainkan pula
bagaimana orang atau negara lain di belahan bumi ini tergantung kepada kita.

Ekonomi global merupakan system yang sangat kompleks yang


menimbulkan saling ketergantungan lebih jauh dari sekedar hubungan sebab
akibat antara konsumen dan produsen pada wilayah yang berbeda. Kajian ini
sudah seyogyanya membantu para siswa mengungkap sejumlah kompleksitas
dengan memfokuskan pada para pelaku ekonomi, misalnya motivasinya dan
bagaimana mereka membuat keputusan. Kajian selanjutnya berkaitan dengan
hubungan antar pelaku ekonomi untuk melihat posisi mereka dalam jaringan
interaksi.

Sistem ekonomi, khususnya ekonomi kapitalistik atau pasar adalah


system yang motif ekonominya mengutamakan keuntungan semata. Keputusan-
keputusan tentang apa yang diproduksi dan untuk siapa diproduksi ditentukan
oleh pasar dan kekuatan politik. Perusahaan swasta dalam negeri, multi nasional
maupun milik negara mengekspor produk harus selalu membandingkan
keuntungan, artinya barang yang mereka produksi harus lebih murah dari

14
barang yang dibuat oleh pesaing ekonomi dari luar negeri. Kekuatan ekonomi
tersebut akan selalu mengatur pelaku-pelaku ekonomi ini untuk mengimpor
barang-barang yang bukan hanya lebih murah melainkan kualitasnya pun lebih
baik.

Faktor-faktor politik dapat mempengaruhi produksi apabila negara


berpartisipasi dan mendukung lembaga keuangan negara, seperti Bank Dunia
(World Bank) dan Dana Moneter International (IMF = International Monetary
Fund). Faktor-faktor politik pun mempengaruhi tingkat keterikatan ekonomi
negara dalam perdagangan dan keuangan dunia dengan cara mendorong
perdagangan yang bebas dan ekonomi yang terbuka atau dengan menentukan
tariff dan proteksi lainnya yang cenderung membatasi keikutsertaan dalam
ekonomi internasional.

Adanya interaksi dalam system ditunjukkan oleh banyaknya aktivitas.


Kegiatan kelompok orang mengatur barang yang berasal dari berbagai negara,
mulai dari coklat sampai berbagai jenis mobil merupakan pemandangan yang
biasa. Demikian pula investasi luar negeri oleh perusahaan-perusahaan
multinasional, pinjaman luar negeri dan jual beli mata uang asing. Karena
begitu kompleksnya jaringan perikatan maka tindakan-tindakan para pelaku
ekonomi biasanya mempunyai konsekuensi bagi pelaku-pelaku lainnya dalam
system tersebut. Konsekuensi ini ada yang dapat diprediksi (unpredictable)
tetapi ada pula yang tidak dapat diperkirakan (unpredictable), tidak diharapkan
(unexpected), tak diinginkan (unintended), bahkan tidak diketahui (unknown)
sama sekali. Krisis moneter yang melanda negara-negara Asia khususnya Asi
Timur dan Tenggara dan yang paling parah adalah Indonesia merupakan bukti
konsekuensi ketergantungan negara terhadap ekonomi internasional yang tidak
dapat diperkirakan. Masalah saat ini yang menjadi pertanyaan, bagaimana
negara mengatur pembayaran utang-utang negara terhadap badan keuangan
internasional dan berapa banyak alokasi keuangan untuk memenuhi kebutuhan
pokok (sembako) untuk rakyat. Dan berapa besar kemampuan atau
ketidakmampuan para petani untuk berproduksi mempunyai pengaruh pula
terhadap pencapaian pemulihan konsekuensi yang sedang dialami oleh
15
Indonesia. Pengaruh ini semakin meluas bukan hanya pada ketersediaan
makanan pada suatu wilayah melainkan pula pada harga-harga yang dipikul
oleh para petani. Harga yang berlaku terhadap konsumen dimanapun merupakan
hasil perkembangan langsung dari mata rantai pengaruh ini.

Pendidikan global akan membantu para siswa memandang dirinya


sendiri sebagai pelaku ekonomi dalam ekonomi global ini. Karena mereka ikut
serta dalam system ekonomi ini sebagai konsumen, produsen, dan warga negara
maka banyak kesempatan bagi para siswa untuk menelusuri ikatan-ikatan
dirinya dengan pelaku ekonomi lainnya. Dengan memberikan kesempatan ini
memungkinkan siswa mengetahui bagaimana mereka dipengaruhi oleh pelaku
ekonomi lain dalam system dan bagaimana keputusan-keputusan dan gaya
hidup mereka itu mempengaruhi orang lain di dunia ini.

2) Sistem politik global

Peristiwa dunia saat ini menunjukkan adanya saling ketergantungan


dalam aktivitas politik. Pemilihan umum samapai peristiwa Sidang Umum MPR
di Indonesia dan kemungkinan-kemungkinanperubahan struktur kekuasaan
mendapat perhatian yang intensif dari seluruh dunia karena implikasi-
implikasinya akan mempengaruhi segi keamanan Asia dan keseimbangan
kekuatan (balance of power) antara negara-negara adikuasa. Kebijakan fiscal
Amerika Serikat yang biasanya dianggap sebagai masalah dalam negeri,
mempengaruhi banyak ekonomi negara-negara lain dan akhirnya
mempengaruhi kemampuan pemerintah negara tersebut dalam melanjutkan
kekuasaannya.

Proritas dan kebijakan yang diambil oleh penguasa polit biro komunis
utnuk rencana lima tahun mendatang dalam industrialisasi, pertanian atau motif
ekonomi kapitalis mempengaruhi kehidupan petani, pekerja, pemegang saham,
dan para turis Amerika. Perluasan atau penolakan terhadap konsep hak asasi
manusia oleh suatu negara akan pula memberikan dampak terhadap gelombang
16
arus pengungsi negara-negara tetangga dan bahkan mengakibatkan perdebatan
di dalam Kongres Amerika Serikat tentang kebijakan imigrasi. Demikian pula,
ketika Indonesia membatalkan pembelian sekitar 10 buah pesawat tempur F-16
dari Amerika Serikat sebagai akibatnya kritik/pernyataan prasyarat dari anggota
Kongres AS yang mengkaitkannya dengan masalah politik Indonesia. Masih
banyak contoh lainnya yang pada dasarnya menunjukkan bahwa peristiwa-
peristiwa itu memberikan bukti adanya keterikatan dari pelaku politik
internasional dalam system politik global.

Siatem yang banyak didominasi oleh negara-negara berdaulat ini


merupakan jalan untuk menggunakan pengaruh (influence) dan kekuasaan
(power), dan bahkan mungkin lebih dari system politik dalam negeri
dipengaruhi oleh kepentingan-kepentingan ekonomi yang berkaitan dengan
distribusi sumber-sumber alam. Walaupun, bukanlah merupakan system
pemerintah yang memegang kekuasaan atas seluruh negara di dunia. Sistem ini
hanya mempunyai badan hokum yang terbatas dan mekanisme paksaan serta
pelaksanaan yang tidak resmi. Bahkan PBB sndiri haruslah mendasarkan
kekuasaan kolektif anggotanya untuk menentukan agresi dan membawa bangsa
dalam system internasional pada kerjasama yang lebih erat dan kepercayaan
bersama untuk memecahkan masalah bersama seperti kemiskinan, penyakit
menular dan kebodohan.

Karena kurangnya mekanisme untuk memaksa dan melaksanakan


kebijakan internasional maka system politik internasional dilaksanakan melalui
persetujuan (bargaining) dan perundingan (negotiation) menurut kepentingan
nasional sendiri, pemaksaan secara militer dan kekuatan ekonomi negara-negara
dann aliansi serta kekuatan pendapat dan kedudukan dunia. Di dalam kerangka
ini, sebagian kecil kelompok negara yang mempunyai kekuasaan kuat mejadi
dominan baik diperoleh dari kekuatan militer, ekonomi, teknologi maupun
ideology.

Namun walaupun negara-negara tersebut merupakan pelaku yang sangat


jelas dominan dalam arena politik global, bukan berarti mereka dapat bertindak
17
sewenang-wenang terlepas dari peran dan partisipasi mereka dalam mengakhiri
Perang Dunia II. Oleh karena itu untuk menjaga keseimbangan kekuasaan
secara alami pada era ini telah muncul lebih dari 20 organisasi internasional
yang semi otonomi. Organisasi-organisasi regional yang anggota negaranya
berkepentingan dengan masalah ekonomi dan keamanan.

Sekarang ada lebih dari 4.200 organisasi internasional bukan pemerintah


(NGO = Non Governmental Organization) yang bekarja untuk mempengaruhi
kebijakan nasional dan internasional yang berkaitan dengan isu-isu global. Oleh
karena itu, organisasi ini sangat berperan dalam politik dunia yang sejajar
dengan peran kelompok-kelompok penekan (pressure groups) dalam politik
dalam negeri suatu negara. Keputusan-keputusan yang dibuat oleh NGO ini
sangat penting bagi masyarakat dunia pada saat mereka berjuang memecahkan
masalah-masalah yang sedang dihadapi. Saat ini pemerintah negara bagian atau
propinsi pun semakin aktif dalam perdagangan internasional, pertukaran
budaya, dan bahkan dalam isu-isu kebijakan luar negeri seperti politik apartheid
dan pembekuan senjata nuklir.

Tingkatan perilaku dalam system global saat ini pun semakin luas yang
meliputi kelompok bisnis, media dan kelompok kepentingan lain. Peran
perusahaan transnasional dalam persoalan-persoalan internasional sedang
meningkat. Di Amerika, misalnya, media elektronik telah menjadi bukan hanya
sebagai obsever dan reporter tentang peristiwa-peristiwa internasional
melainkan pula sebagai pelaku dalam membentuk peristiwa-peristiwa tersebut.
Selain itu, di Amerika Serikat dan di negara-negara demokrasi lainnya, orang
memainkan peran penting dalam system global sebagai pelaksanaan hak-hak
partisipasi mereka. Namun pelaksanaan ini terkadang terlalu jauh sehingga
sangat sulit pula membedakan pelaksanaan hak-hak sebagai anggota masyarakat
dunia atau negara dengan batasan campur tangan (intervention) terhadap
persoalan kedaulatan negara tertentu. Misalnya, peran Amerika Serikat sebagai
pemegang pimpinan demokrasi di dunia yang dominan, pengaruh tindakannya
terhadap bangsa lain terkadang melampaui batas kedaulatan/kemerdekaan
negara lain.
18
3) Sistem Ekologi

Planet tempat kita tinggal ini merupakan bidang batuan yang mengorbit
mengelilingi matahari dan melayang dalam energi sinar menurut system tata
surya. Di bawah kulit bumi adalah lapisan panas berwarna putih dan mencair.
Di atas permukaan terhampar daratan dan samudera luas. Di antara permukaan
yang dinamis dan ruang kosong di atas, terdapat lapisan yang tipis dan rapuh
yang terdiri atas manusia, tumbuhan-tumbuhan, hewan, dan mikroorganisme
yang saling ketergantungan satu sama lain dan semuanya tergantung pada tanah,
lautan, dan unsure-unsur lain untuk menjaga kelangsungan hidupnya.

Di dalam system ekologi bumi yang kompleks, biosphere, lapisan


kehidupan yang tipis yang mengelilingi bumi sangatlah mudah dipengaruhi dan
terancam oleh aktivitas makhluk manusia. Biosphere bumi merupakan suatu
system kehidupan terus menerus berdaur ulang menurut dasar kehidupan
biokimia dan oleh karena itu memungkinkan struktur kehidupan dan adanya
lingkaran makanan. Adanya kehidupan di bumi ditemukan pada ketinggian
10.000 meter pada permukaan pegunungan dan pada kedalaman 10.000 meter
pada kedalaman samudera.

Namun wilayah untuk reproduksi adalah berada pada lapisan yang


paling tipis kira-kira 100 meter untuk pepohonan yang palig tinggi dan hanya
beberapa meter pada kedalaman air. Tipisnya lapisan biosphere di bumi adalah
sama dengan lapisan embun pagi pada permukaan apple. Penutup permukaan
bumi yang hijau merupakan syarat bagi kelangsungan hidup bumi. Di dalam
bidang kehidupan ini, setiap organisme saling berkaitan dengan organisme
lainnya karena semua makhluk hidup bersaing untuk memperoleh energi dari
matahari, air dan bumi.

Dari semua spesies yang membangun kehidupan ini, umat manusia


adalah aktor yang paling kritis dalam system ekologi karena kemampuannya
untuk mengelola dan mengeksploitasi, memelihara atau merusak. Pendidikan
19
global akan mengajak para siswa menyadari bahwa ada hubungan simbiotis dan
saling ketergantungan dengan makhluk hidup maupun dengan makhluk non
hidup dan bahwa kita sebagai makhluk manusia berperan banyak dalam ekologi
ini. Pendidikan global akan membantu para siswa merasa dirinya bagian dari
kehidupan di bumi, menyayanginya, menjadikannya tempat yang istimewa bagi
dirinya, dan melakukan tindakan secara individu setelah berfikir demi system
ekologi yang menyeluruh.

4) Sistem Teknologi

Ada sedikitnya pertanyaan bahwa kita hidup dalam abad teknologi.


Sementara teknologi selalu memainkan peran penting dalam kehidupan umat
manusia dan system di bumi, teknologi abad ini – berdasarkan mesin jet dan
roket, transistor dan nuklir – mengubah kehidupan di planet bumi secara cepat
yang tak dapat dibayangkan untuk masa mendatang. Teknologi modern bukan
hanya mengubah cara hidup individu, bekerja dan berhubungan dengan individu
lain maupun dengan lingkungan: pengaruhnya secara dramatis mengubah
geopolitik, fungsi ekonomi dunia, dan system ekologi global.

Banyak saling keterkaitan antar bangsa yang menjadi ciri dunia modern
disebabkan oleh kemajuan teknologi yang sangat cepat khususnya dalam
transportasi dan komunikasi sebagai cara utama kontak manusia. Kemajuan ini
telah mengakibatkan dunia kita semakin menciut dalam arti waktu dan jarak dan
memperluas dunia kita dalam arti jumlah orang, tempat, peristiwa dan sedikit
informasi yang berada di sekitar kita.

Kemampuan transportasi orang dan barang yang tak diperkirakan


sebelumnya di seluruh dunia secara fundamental telah mengubah ekonomi
dunia. Kemampuan memindahkan persenjataan jarak jauh melalui roket telah
mengubah konsepsi dasar peperangan dan sangat mempengaruhi keseimbangan
20
kekuatan dan hakekat diplomasi dalam system politik global. Kapasitas
memberikan ulasan peristiwa sesegera di seluruh dunia melalui komunikasi
satelit bukan hanya telah menjadikan seluruh dunia dapat diakses oleh orang
melainkan pula telah mengubah peran media. Lebih jauh lagi, kemampuan
jaringan radio dan televisi global yang membanjiri suatu budaya dengan
pemikiran-pemikiran, nilai-nilai dan produk bangsa lain berpotensi untuk
menciptakan jenis pekerjaan baru.

Jelaslah, pendidikan global akan memberikan kesempatan kepada para


siswa untuk mengeksploitasi kemungkinan-kemungkinan ini. Akhirnya, kajian
system teknologi akan memungkinkan para siswa memahami kecepatan
transformasi dunia terhadap masyarakat global, melakukan eksplorasi cabang-
cabang transformasi tersebut pada masyarakat dan budaya dunia, dan
mengembangkan pengetahuan dan keterampilan agar tetap hidup dan
menaklukan dunia yang semakin kompleks.

2.3 Kajian tentang masalah-masalah dan isu-isu global

Setiap hari, sebagian dari hidup kita dibombardir oleh masalah-masalah dan isu-
isu internasional. Apabila para remaja memahami tentang dunianya, maka pendidikan
harus dikaitkan dengan penelitian tentang sebab-sebab, akibat-akibat dan kemungkinan
penyelesaian tentang isu-isu global saat ini. Seperti dalam kajian system, para siswa
harus mengetahui bagaimana mereka mempengaruhi dan dipengaruhi oleh masalah-
masalah dan isu-isu ini. Sehingga, mereka berhak mengetahui bagaimana mereka dapat
menjadi bagian dari isu-isu dan masalah-masalah global dan bagaimana mereka dapat
memberikan kontribusi dalam proses penyelesaian itu.

Apakah ciri isu-isu dan masalah-masalah global itu? Pertama, ruang lingkupnya
bersifat transnasional. Asal-usul dan akibat dari masalah melintasi lebih dari satu
negara. Kedua, isu-isu dan masalah-masalah hanya dapat diselesaikan melalui tindakan
multilateral: penyelesaian dan perbaikan tidak dapat dicapai hanya oleh tindakan satu
negara.
21
Realitas ini mengantarkan pada karakteristik isu global. Ketiga, yakni bahwa
tingkat konflik itu ada di dalam ciri pertama maupun ciri kedua. Konflik ini berasal dari
ketidaksepakatan tentang hakekat dan sebab masalah, dalam membedakan nilai dan
tujuan tentang hasil dan cara, dan dalam kesulitan menemukan tindakan yang tepat
yang diperlukan untuk menjamin hasil yang diharapkan. Keempat, masalah dan isu-isu
ini mempunyai sifat terus menerus (persistence). Masalah dan isu ini telah berkembang
sebagai masalah dan isu yang berkelanjutan. Kelima, isu dan masalah ini terkait dengan
hal lain. Pada umumnya, penyelesaian pada satu masalah akan mempunyai pengaruh
pada beberapa factor lainnya.

Kniep (1986, h.442-444) mengemukakan empat kategori pemikiran isi


pendidikan global yang dapat menjadi masukan untuk kurikulum:

1) Isu-isu perdamaian dan keamanan

Dunia sekarang tempat kita tinggal merupakan obsesi bagi keamanan


nasional. Setiap tahun, negara-negara di dunia menghabiskan sekitar $750
billion atau sekitar 6% GNP dunia untuk membangun persenjataan. Jumlah ini
mendekati %150 per-orang yang ada di bumi. Sejak Perang Dunia II, walaupun
bukan satu negara saja yang berperang telah diumumkan sedikitnya 160 konflik
bersenjata telah terjadi sehingga sekitar 16 juta jiwa meninggal dunia.
Lembaran semua peristiwa hitam ini adalah ancaman perang nuklir yang
kemungkinannya lebih banyak memakan korban jiwa.

Pada dasarnya, bangsa-bangsa mengetahui keamanan karena kehadiran


atau ketiadaan ancaman terhadap nilai-nilai atau sumber-sumber dasar yang
menjadi landasan kehidupan. Perhatian terhadap keamanan dapat beragam, dari
mulai perlindungan atas hak asasi manusia dan otonomi nasional sampai pada
mempertahankan kebebasan ekonomi. Menciptakan keamanan dan
mempertahankan perdamaian telah menjadi pemikiran bangsa-bangsa sepanjang
sejarah karena system internasional tidak mempunyai pusat otoritas untuk

22
melaksanakan hokum dan menyelesaikan konflik dengan suatu system
kedaulatan bangsa-bangsa.

Sejumlah pertanyaan dasar harus memfokuskan pada inkuiri tentang


perdamaian internasional dan isu-isu keamanan: Apakah keamanan itu? Apakah
ada alternatif konflik bersenjata dan ancaman perusakan umat manusia yang
menjamin keamanan? Apakah pengaruh kebijakan keamanan negara dan
bagaimana kebijakan-kebijakan ini terkait dengan masalah ini, seperti isu-isu
pembangunan dan lingkungan? Bagaimana warga negara secara individual
mempengaruhi kebijakan keamanan bangsanya?

2) Isu-isu pembangunan

Studi tentang isu-isu pembangunan akan mengajak para siswa dalam


memperjuangkan rakyat dan bangsa untuk memperoleh kebutuhan dasar,
mencapai pertumbuhan ekonomi nasional, dan memperluas kebebasan politik,
ekonomi dan social mereka. Studi ini terutama akan memfokuskan pada
sejumlah isu-isu dan masalah-masalah sekitar pelebaran kesenjangan antara
orang kaya dan orang miskin di dunia dan ketidakadilan serta penderitaan akibat
dari kesenjangan ini. Kita dapat menangkap sejumlah dimensi kesenjangan
antara si kaya dan si miskin ini dengan membandingkan urutan penduduk paling
kaya di dunia dan urutan penduduk paling miskin di dunia.

Kesenjangan antara si kaya dan si miskin (seperti yang mengalami


kelaparan, penyakit dan ketidakadilan) hampir tidak dapat dielakkan. Kenyataan
ini merupakan ancaman terhadap keamanan global dan lingkungan. Selain itu,
inipun merupakan penyebab utama tingginya utang negara-negara Dunia Ketiga
yang nampaknya semakin menjadi beban. Pinjaman yang diberikan oleh Badan
Keuangan Internasional apabila tidak dikelola dengan benar malah akan
menjadikan kemunduran, bukan memberikan kemajuan bagi negara tersebut.

23
Studi tentang isu-isu pembangunan mulai dengan pertanyaan dasar:
Apakah pembangunan yang berhasil dan pembangunan yang belum berhasil
itu? Dengan mengkaji isu-isu pembangunan para siswa akan berusaha
mengatasi sejumlah masalah yang dihadapi oleh masyarakat dunia: ledakan
penduduk, kelaparan, penggundulan hutan, penurunan kualitas lingkungan,
hubungan Utara – Selatan dan Barat – Timur, transfer teknologi yang tepat,
krisis ekonomi dan moneter, krisis utang negara Dunia Ketiga dan banyak lagi
krisis-krisis lain yang setiap hari memenuhi halaman muka surat kabar. Kunci
utama bagi siswa adalah menemukan begaimana para siswa mengkaitkan
masalah-masalah pembangunan dan akibat-akibat kesalahan pembangunan dan
lebih penting lagi bagaimana para siswa dapat terlibat dalam pencarian solusi
masalah-masalah ini.

3) Isu-isu lingkungan

Isu-isu lingkungan terutama berkaitan dengan akibat-akibat eksploitasi


sumber daya manusia dan pengelolaan kekayaan bumi: tanah, lautan dan
unsure-unsur lainnya. Masalah yang berkaitan dengan akibat-akibat aktivitas
manusia terhadap lingkungan bukanlah persoalan baru, tetapi karena penduduk
bumi berkembang sangat cepat dan meningkatnya konsumerisme maka akibat-
akibat tersebut diperluas menjadi masalah-masalah krisis. Hujan asam, polusi
sungai dan laut, pembentukan karbondioksida dalam atmosfir, polusi udara
industri yang kita hirup, pemusnahan jenis tanaman dan hewan, penipisan hutan
dan sebagainya.

Masalah-masalah dan isu-isu yang menghendaki pemecahan ini sangat


penting untuk disadari oleh umat manusia marena ini milik kita bersama
demikian pula ribuan jenis tanaman dan hewan. Semuanya dapat melampaui
batas-batas nasional dan menghendaki kepedulian bersama. Pendidikan global
akan memberi kesempatan kepada para siswa untuk melihat perannya dalam
isu-isu dan masalah-masalah global demikian pula peran orang dan system

24
lainnya. Fokus utama kajian akan mempertimbangkan dan menganalisis solusi
serta perlunya kerjasama secara multilateral untuk menemukan solusi tersebut.

4) Isu-isu hak asasi manusia

Beberapa dekade setelah Perang Dunia II muncul perhatian yang besar


terhadap hal asasi manusia di seluruh dunia. Kepedulian ini sebagai akibat dari
banyaknya kekejaman yang dilakukan oleh manusia terhadap manusia lainnya
selama peperangan. Demikian pula kejahatan kaum kolonial/imperialis Barat
terhadap penduduk jajahan yang berada di luar batas-batas perikemanusiaan.
Deklarasi PBB tentang Hak Asasi Manusia merupakan reaksi langsung terhadap
peristiwa tersebut.

Alasan kedua adanya perhatian yang besar terhadap hak asasi manusia
berasal dari adanya saling keterkaitan dunia modern yang belum pernah
sebelumnya. Kepedulian ini bukan hanya karena orang mempunyai kesadaran
yang lebih besar terhadap isu-isu hak asasi manusia melalui jaringan
komunikasi global tetapi orang tersebut pun mempunyai rasa tanggung jawab
sebagai anggota masyarakat dunia dan secara pribadi menolak terhadap
pengabdian atas hak asasi manusia.

Selain Deklarasi dan usaha-usaha badan internasional lain, kita masih


tinggal di dunia tempat sejumlah orang kehilangan haknya sebagai manusia.
Pembunuhan massal, politik apartheid, penindasan politik dan penahanan,
penyiksaan terhadap penduduk pribumi, penyersoran, penyiksaan agama dan
lain-lain telah banyak menghiasi halaman surat kabar tiap hari. Pendidikan
global mungkin tidak lengkap apabila tidak berusaha mengatasi kenyataan
paradoks: pada dasarnya, masyarakat global seyogyanya peduli terhadap
konsep-konsep hak asasi manusia universal ditengah adanya penyalahgunaan
terhadap hak asasi manusia.

25
Berdasarkan sejarah perjalanan bangsa Indonesia, sebenarnya kita telah
lama mengenal nilai-nilai hak asasi manusia yang semua terkristalisasi dalam
pandangan hidup Pancasila dan lebih operasional ada dalam UUD 1945.
Walaupun Pancasila maupun UUD 1945 tidak secara eksplisit menyebutkan
istilah hak asasi manusia namun semangat dan isi tentang hak asasi manusia itu
telah termasuk di dalamnya. Permasalahan yang sering muncul dan dibahas atau
diperdebatkan adalah tentang peraturan pelaksanaan serta aplikasinya dalam
kehidupan sehari-hari. Hal inilah yang saat ini dalam GBHN 1988 mendapat
perhatian cukup serius sehingga hak asasi dimasukkan sebagai bagian dari isi
Ketetapan MPR 1988 tentang GBHN.

2.4 Kajian sejarah hubungan antara bangsa dan saling ketergantungan

Perspektif sejarah yang meliputi evolusi nilai-nilai kemanusiaan yang berbeda


dan yang universal, pembangunan sejarah system global kontemporer, dan kondisi dan
sebab-sebab dari isu-isu dan masalah-masalah global saat ini merupakan fondasi bagi
pendidikan global. Sayangnya, sejarah yang dipelajari oleh kebanyakan siswa kita
hanya sedikit mengembangkan perspektif dunia yang saling ketergantungan saat ini.
Sejarah dunia yang diajarkan adalah sejarah peradaban Barat atau pengaruh Barat
terhadap dunia lainnya. Seringkali, sejarah dunia merupakan sejarah yang memisahkan
wilayah-wilayah regional dan hubungannya antara negara tersebut. Biasanya semua
sejarah memfokuskan pada perkembangan negara-negara yang lebih kuat dalam dunia
kontemporer.

Pada umumnya, pendekatan-pendekatan tradisional untuk mengkaji sejarah


dunia masih sedikit mengungkap pengertian saling ketergantungan antar bangsa karena
pendekatan ini tidak menekankan pada akar sejarah dari saling ketergantungan tersebut.
Dengan demikian, apabila para siswa kita betul-betul memahami saling ketergantungan
dalam dunia kontemporer maka mereka harus mendasarkan pengetahuan tentang
kontak dan pertukaran antar peradaban yang telah berlangsung sedikitnya sejak 2000
tahun yang lalu. Bukti adanya kontak dan pertukaran tersebut pernah dikemukakan oleh

26
sejarahwan yang bernama William Mc Neill yang mengacu pada ‘the ecumene’ sebagai
bukti kontak antar bangsa dari Spayol sampai Afrika Utara hingga Laut Cina selama
Kekaisaran Romawi dan Han. Kontak ini dilakukan melalui jalur laut maupun darat
menlintasi wilayah Timur Tengah. Perpindahan tanaman dan hewan terjadi antara lain
dengan adanya katun, gula dan ayam yang dikembangkan di India menyebar hingga ke
Cina dan Erasia. Rahasia teknologi berpindah secara perlahan. Baja India diekspor oleh
Kekaisaran Romawi namun teknologi pembuatannya tidak mengalami peralihan. Sutra
Cina diekspor ke India, Timur Tengah dan Romawi dari abad ke-2 M namun rahasia
pertanian tidak terjadi hingga abad ke-6 M.

Sejarahwan lain percaya bahwa kontak ini didasarkan pada kesamaan budaya
yang konkrit antara Asia dan Amerika dan bahwa terdapat pengaruh-pengaruh dari Asia
tentang perkembangan masyarakat di Amerika. Untuk mendukung teori-teori tersebut,
para sejarahwan mengemukakan bahwa ribuan tahun sebelum Columbus menginjakkan
kakinya di Benua Amerika, kapal-kapal yang melintasi Sri Langka dan Jawa dengan
penumpang sekitar 200 orang. Kapal-kapal yang melintasi Samudera India tersebut
berbobot 75 ton bahkan Cina mempunyai kapal yang berbobot 800 ton sebelum abad
ke-7 M.

Kontak, pertukaran dan saling ketergantungan telah berlangsung sepanjang


sejarah Misionaris global yang berasal dari Eropa abad 15 dan 16 M semakin cepat
meningkat melalui kontak migrasi, perdagangan dan perang 400 tahun yang lalu yang
sekarang telah ditransfer dalam dunia masa kini melalui travel udara global dan
komunikasi satelit.

Kerangka piker yang telah dikemukakan disini dimaksudkan untuk mendorong


pemikiran dan dialog agar para siswa memiliki dasar untuk mengembangkan perspektif
global. Apabila ada pihak lain yang tidak setuju dengan unsure-unsur tertentu yang
telah terpilih untuk menyusun kerangka pikir ini, diharapkan mereka akan termotivasi
untuk mengembangkan gambaran alternatif tentang dasar substantif pendidikan global.
Apabila kita sungguh-sungguh dalam mengintegrasikan perspektif global ke dalam
pengajaran di persekolahan maka kita harus mengembangkan gambaran substantif
tentang pengembangan dan implementasinya.
27
Fungsi yang sangat bermanfaat dari kerangka yang dikembangkan ini adalah
untuk mengukur kelayakan program yang ada dan sebagai pedoman untuk
mengembangkan program atau kurikulum baru pendidikan global. Oleh karena itu,
semua unsure yang ada dalam setiap dimensi merupakan bagian penting dari disiplin
ilmu-ilmu social seperti sejarah, geografi, politik dan lain-lain. Untuk kepentingan
pengajaran di persekolahan, semua bagian ini dapat diintegrasikan dalam mata
pelajaran IPS sehingga tuntutan untuk proses belajar mengajar akan betul-betul bersifat
global. Demikian pula para guru IPS tentu saja dituntut untuk mempersiapkan diri
dalam kemampuan wawasan global sehingga tuntutan kurikulum maupun kondisi di
masa depan akan tercapai sesuai harapan.

C. METODE PENGAJARAN GLOBAL

1. Pendahuluan.

Pendidikan global merupakan suatu studi untuk membantu para siswa belajar
menjadi warga negara dunia. Bumi kita semakin menyusut karena adanya saling
ketergantungan dalam bidang travel, komunikasi dan ekonomi yang semakin cepat.
Rosencrance (1986) menyatakan bahwa interaksi antar negara sedang mengalami
perubahan. Dunia telah beralih dari kumpulan bangsa-bangsa pada territorial. Pada
masa lalu, hubungan internasional berdasarkan pada kebijakan proteksi teitorial. Pada
masa depan, keberhasilan atau kegagalan negara-negara akhirnya akan tergantung pada
kemampuan negara-negara itu mengembangkan hubungan perdagangan yang saling
tergantung satu negara dengan lainnya. Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE) telah
mewujudkan situasi saling ketergantungan ini, demikian pula ASEAN.
28
Saat ini, banyak negara yang menggantungkan masalah perdagangan,
pembangunan ekonomi, keamanan, dan kesehatan kepada negara lain. Apa yang
dilakukan oleh warga di suatu negara sering berpengaruh terhadap warga di negara lain.
Masalah sampah nuklir, pelanggaran HAM, kelaparan, kemiskinan, penyakit,
kelangkaan sumber daya alam, penipisan lapisan ozon, pengaruh rumah kaca,
terorisme, perang, perlombaan senjata merupakan topik-topik utama yang
mempengaruhi umat manusia di tiap belahan dunia.

Hamilton (1986) melukiskan saling ketergantungan dalam penyakit. Banyak


umat manusia di negara-negara yang terbelakang hidup dan kondisi yang tidak sehat.
Tingkat kesehatan yang rendah, demikian pula daya tahan terhadap penyakit.
Kondisinya sangat mudah terserang penyakit, seperti influenza dan AIDS. Hamilton
menyatakan bahwa sebagian besar epidemik itu berasal dari negara lain yang tingkat
kesehatannya rendah. Orang-orang di negara-negara maju terkait erat dengan negara-
negara berkembang termasuk masalah penyakit.

Bumi diibaratkan dengan pesawat ruang angkasa yang mengelilingi alam raya.
Seperti pesawat, bumi memiliki sumber daya alam yang terbatas yang harus dilindungi
apabila penduduk dunia ini ingin survive. Untuk membantu melindungi penumpang
pesawat ruang angkasa maka setiap penumpang harus bertanggung jawab akan
keselamatannya. Untuk melindungi sumber-sumber daya alam, maka setiap orang di
bumi ini harus melindungi sumber daya alam. Seperti penumpang pesawat ruang
angkasa, maka kita penduduk bumi harus menyelamatkan bumi ini.

Pendidikan global berusaha menyadarkan para peserta didik agar mempunyai


perspektif terhadap masyarakat lain dan budayanya. Menurut Colman (1989) program
pendidikan global yang seyogyanya mendapat perhatian di sekolah meliputi:

1. Nilai-nilai yang unik dalam suatu masyarakat tetapi sudah dianggap


membudaya.

2. Perbedaan system politik, ekonomi, teknologi, dan ekologi di dunia.

29
3. Masalah-masalah internasional, seperti perdamaian, keamanan internasional,
dan hak-hak asasi manusia; dan

4. Beberapa bagian sejarah dunia yang menunjukkan bahwa kontak budaya


antar bangsa telah terjadi selama berabad-abad.

Pada tahun 1992, Forum Pendidikan Global Amerika telah membuat


rekomendasi tentang karakteristik program pendidikan global yang baik sebagai
berikut:

1. Bahan-bahan pengajaran bersifat akurat dan tidak mengandung hal-hal yang


stereotif/klise.

2. Kebiasaan manusia dalam menerima keragaman.

3. Saling hubungan antar manusia.

4. Tanggung jawab manusia pada masa depan tetap tidak melakukan


propaganda menurut pandangannya sendiri.

5. Tantangan global disajikan sebagai arena yang menarik bagi siswa.

Tidak setiap orang mengakui bahwa pendidikan global sebagai mata pelajaran
yang bermanfaat. Banyak orang bertanya apakah karakteristik yang direkomendasikan
itu cocok dengan siswa sekolah dasar. Mereka masih ragu apakah komitmen ini dapat
dikembangkan atau tidak. Isu yang muncul, “Apakah mungkin mengajar anak-anak
mengapresiasi keragaman dan pluralisme budaya yang mempertahankan komitmen dan
loyalitas terhadap cita-cita demokrasi?”.

2. Pengorganisasian Pengalaman Belajar Pendidikan Global

30
Belajar melalui pendidikan global dapat diintegrasikan dalam pendidikan IPS
dengan berbagai cara. Ada lima cara penekanan yang dapat dilakukan guru dalam
mengorganisasikan pola pengajaran, ialah dengan memberi tekanan pada:

• Monokultural (monocultural)

• Pengalaman (experience)

• Kontribusi (contributions)

• Antar budaya (intercultural)

• Perorangan (personal)

1) Melalui Monokultural

Pendidikan global ini merupakan pengkajian yang mendalam tentang suatu


budaya. Tujuannya adalah membantu siswa agar lebih peduli terhadap
masyarakat lain. Materi yang dibahas disesuaikan dengan tingkat perkembangan
siswa sekolah dasar atau berdasarkan tingkat kelas. Isu-isu yang dapat diangkat
oleh guru dapat dipilih. Sebagai contoh:

- Sejarah singkat tentang masyarakat dari masa anak-anak berasal

- Nilai-nilai dan kebiasaan masyarakat dari masa anak-anak berasal

- Bagaimana anggota masyarakat Pasundan mempertahankan identitas


budayanya

- Pengaruh budaya yang dibawa oleh anak luar Pasundan

- Pengaruh budaya Pasundan terhadap kehidupan anak pendatang

31
Pelajaran yang dirancang berdasarkan pada monokultural dapat dengan
mudah disisipkan dalam kurikulum IPS di sekolah dasar. Beberapa materi di
atas dapat dimodifikasi oleh guru, misalnya dengan mengajukan pertanyaan-
pertanyaan yang sesuai dengan tingkatan kelas anak-anak.
Contoh pertanyaan:

Kelas 3:

Apakah Ibu dan Bapakmu suka bekerja ke luar kota, ke propinsi Jawa Barat,
ke luar Jawa, atau ke luar negeri? Samakah pekerjaan yang dilakukan oleh Ibu
dan Bapak itu?

Kelas 4:

Samakah letak wilayah yang kita huni ini dengan wilayah asal kamu
(misalnya, luar Jawa)? Apa saja persamaan dan perbedaannya? Apa pendapatmu
tentang orang-orang yang berada di luar Jawa (Sumatera, Madura, Kalimantan,
Sulawesi, dll)?

Kelas 6:

Samakah propinsi Jawa Barat dengan propinsi lain di Indonesia? Apa saja
perbedaan dan persamaannya?

2) Melalui Pengalaman

Apabila pendekatan monokultural memberikan gambaran yang


komprahensif tentang suatu budaya atau etnis tertentu, maka pendekatan
pengalaman (experience) cenderung untuk tidak memperhatikan anggota satu
kelompok masyarakat melainkan bagaimana peristiwa yang pernah dialami itu
mempengaruhi sikap dan perilakunya. Kuatnya peristiwa mempengaruhi
perspektif anak dibahas sebagai ciri yang manusiawi.

32
Ada dua cara mengorganisir bahan pelajaran, ialah melalui cerita
pengalaman dan studi kasus.

1) Cerita pengalaman

Cerita pengalaman lebih baik apabila disajikan di kelas 5 atau kelas 6.


Anak-anak dapat mempersiapkan cerita pengalaman sebagai tugas
(pekerjaan rumah), misalnya menceritakan pengalamannya pada saat berada
di luar Jawa atau luar negeri atau dengan cara mewawancarai orang lain
yang berasal dari luar Jawa atau luar negeri.

Contoh pertanyaan untuk wawancara:

• Apakah senang ketika Anda meninggalkan kampung halaman (luar Jawa


atau luar negeri)?

• Bagaimana perasaan Anda ketika akan meninggalkan kampung halaman?

• Apakah negeri Pasundan atau Indonesia seindah yang kau bayangkan?

• Apakah saja yang berbeda?

• Apakah yang paling mengejutkan ketika Anda sampai di tanah Sunda atau
Indonesia?

3). Studi kasus

Pendekatan ini melibatkan para siswa dalam studi tentang satu atau lebih
aspek budaya tetapi yang mengandung hal-hal yang unik. Misalnya, anak diajak
membahas hidup bertetangga dan bertamu. Bagaimana sopan santun dan adat
kebiasaan kita bertamu ke rumah orang lain. Apa yang harus diucapkan? Di
wilayah Pasundan mengucapkan: Punten!, Assalamu’alaikum! Di Jawa Tengah:
………..; Di Sumatera Barat: ………..; Di Australia: …………..; Di Amerika:
…………….dll.
33
Contoh pertanyaan:

- Apakah persamaan dan perbedaan?

- Mengapa ada persamaan dan perbedaan?

4) Melalui kontribusi

Pendekatan ini menekankan pada apa saja kontribusi bangsa lain


terhadap budaya kita. Menurut para sejarahwan bahwa Negara kita banyak
mendapat kontribusi atau pengaruh dari bangsa lain disamping kita juga telah
memiliki aneka ragam budaya.

- Adakah kontribusi dari orang-orang Belanda, Perancis, Inggris,


Amerika, Jepang?

- Bagaimana caranya bangsa-bangsa lain membantu membangun negara


kita?

- Bagaimana caranya kita memberikan kontribusi terhadap bangsa lain?

- Apakah bangsa lain masih tetap mempengaruhi kita saat ini?

- Apakah kita masih berpengaruh terhadap bangsa lain?

- Dapatkah Anda kemukakan contohnya?

Melalui pendekatan ini para siswa diajak untuk menyadari hal-hal apa
saja negara kita telah mendapat pengaruh dari bangsa lain dan hal-hal apa saja
kita telah memberikan pengaruh terhadap bangsa lain. Pendidikan global
berusaha membantu para siswa mengapresiasi kontribusi-kontribusi yang terjadi
baik pada masa lampau, kini maupun pada masa mendatang.

34
5) Melalui antarkultural

Pendekatan ini melibatkan para siswa dalam belajar dengan cara membantu
mereka membandingkan dan mengkontraskan bagaimana budaya yang beraneka
ragam itu dapat menjawab isu-isu yang muncul. Pelajaran disusun untuk
membantu para siswa dalam mengapresiasi orang lain dalam menghadapi
tantangan sehari-hari dan mengembangkan cara-cara menanggapinya. Teknik
pengajaran yang dilakukan oleh guru dapat melalui tabel.

Contoh:

Makanan Rumah Pakaian Rekreasi

Jawa Barat

Madura

Maluku

Australia

Jepang

Philipina

Pertanyaan yang dapat diajukan:

• Apakah persamaan dan perbedaan antar daerah dan negara?

• Dengan adanya perbedaan ini, apakah berarti satu bangsa lebih baik dari
bangsa lain?

• Para siswa perlu dibantu dalam memahami jawaban-jawaban tentang


perbedaan dalam tantangan kehidupan di tiap daerah atau negara. Namun,
perbedaan itu tidak berarti satu daerah lebih rendah dari daerah lain.

35
• Bagaimana Anda menjelaskan perbedaan-perbedaan ini?

6) Melalui perorangan

Banyak anak yang sering kontak dengan anak lain yang berasal dari
daerah atau negara lain. Mungkin karena anak itu mempunyai saudara atau
masih satu keluarga sehingga sering berhubungan atau surat-menyurat. Dengan
demikian, anak-anak itu hidup dalam lingkungan masyarakat global (dunia).
Namun, ada pula anak yang tidak pernah mengetahui bagaimana kehidupan
orang yang berbeda di belahan dunia lain. Ia tidak mengetahui bahwa di daerah
atau negara lain pun banyak anak-anak seusianya yang berbeda dalam cara
hidupnya.

Untuk membantu anak-anak mengenal budaya orang lain, guru dapat


mempergunakan media, misalnya globe, peta, foto dan barang-barang hasil
karya orang lain (pakaian, makanan, kendaraan, binatang, dsb). Contoh:
Dimana kendaraan diproduksi?

Kelas : 4 – 6

Tujuan :

Para siswa (1) menunjukkan lokasi pada peta negara yang memproduksi
sidekick; (2) memberikan alasan mengapa negara-negara menghasilkan barang-
barang yang tidak sama; (3) mengemukakan pengaruh import bagi ekonomi
negara.

Prosedur :

Kegiatan ini dapat juga dilakukan bersama keluarga mengunjungi


sebuah took mobil atau show room. Tunjukkanlah macam-macam merk dan
jenis mobil itu kepada siswa. Tentu saja banyak macam kendaraan baik jenis
maupun merknya. Ada merk Suzuki, Honda, mitsubishi, isuzu, Toyota, BMW,
36
Mercedes Benz, Peugeot, VW, Ford, dan lain lain. Jenisnya, ada sedan, van,
truk, minibus, bus, dll. Di took mobil ini, siswa diminta menyebutkan atau
menuliskan negara apa saja yang memproduksi kendaraan tersebut. Mereka
akan menemukan bahwa jenis dan merk kendaraan ini diproduksi oleh negara-
negara lain.

Suruhlah anak-anak menuliskan apa yang dilihatnya. Siswa diminta


untuk menuliskan kategori dari setiap kendaraan yang diamatinya termasuk
negara yang memproduksinya.

Pada saat di kelas, mintalah siswa menuliskan pada papan tulis atau
pada transparasi. Kemudian, sediakan peta yang besar atau globe dan mintalah
siswa itu untuk menunjukkan letak negara yang telah mereka tulis itu.
Selanjutnya, diskusikanlah apa yang telah dilakukan oleh siswa itu bersama
siswa lain dan dibimbing oleh guru.

Hasil diskusi berupa kesimpulan. Misalnya:

• Berbagai jenis dan merk kendaraan itu diproduksi oleh negara-negara


di luar Indonesia

• Banyak kendaraan yang ada di Indonesia berasal dari Jepang dan eropa

• Perusahaan-perusahaan kendaraan di negara-negara lain tahu betul


selera atau kesukaan orang Indonesia

D. KAJIAN BUDAYA LOKAL PADA KURIKULUM IPS DALAM


PERSPEKTIF GLOBAL

37
Kajian budaya lokal merupakan langkah penting dalam implementasi kurikulum
IPS guna menyiapkan para peserta didik di sekolah agar mereka memiliki pengetahuan
dan ketrampilan yang diperlukan dalam menghadapi era globalisasi. Kurikulum IPS
yang dimaksud dalam makalah ini bukan sebagai sebuah dokumen untuk disampaikan
kepada peserta didik (curriculum as a document) - seperti halnya yang dianut oleh
pamikir positivistik-modernistik – melainkan kurikulum sebagai sebuah praksis
(curriculum as a praxis) atau proses interaksi dan dialog antara pendidik dan peserta
didik dengan dokumen kurikulum yang ada - sebagaimana dianut oleh para pemikir
pedagogi kritis (critical pedagogy) dalam peradigma postmodernism. Melalui
pengertian kurikulum yang terakhir tersebut, unsur-unsur budaya lokal seperti kearifan
lokal (local wisdom) yang diwariskan sejarah kepada para guru dan siswa di
lingkungan setempat serta sebagai pengetahuan yang diperoleh dari beragam sumber
dapat dimasukkan dan dikaji lebih lanjut tanpa mengubah standard isi kurikulum yang
sudah ada. Dalam kurikulum IPS sebagai sebuah praksis ini, unsur-unsur budaya lokal
bisa diseleksi dan dikaji lebih lanjut untuk menumbuhkan perspektif global. Makalah
ini akan menguraikan kajian tentang pengaruh nilai-nilai budaya terhadap
perkembangan masyarakat di era global yang bisa dikembangkan dalam kurikulum IPS
sebagai sebuah praksis. Budaya lokal yang dimaksud adalah unsur-unsur seperti nilai,
sikap dan perilaku, keyakinan, orientasi, dan anggapan umum yang menyebar di
kalangan masyarakat pada sebuah negara. Partisipasi masyarakat di era global ditandai
dengan kemampuan mereka beradaptasi dengan tuntutan global karena unsur-unsur
budaya lokal yang mereka miliki seperti etos kerja serta entrepreneurship mendukung
kemampuan beradaptasi tersebut. Uraiannya akan menggunakan kategori yang
dikemukakan oleh Immanuel Wallerstein2 yaitu pembagian negara-negara dalam
kawasan berdasarkan tingkat kemakmuran, yaitu negara-negara inti, semi-periphery
dan periphery. Kategori tersebut didasarkan atas kemampuan ekonomi yang
dipengaruhi oleh nilai-nilai budaya lokal, baik nilai-nilai instrinsik maupun
instrumental. Masing-masing nagara yang digolongkan ke dalam kategori di atas
memiliki derajat yang berbeda dalam menggali budaya lokal mereka untuk digunakan
guna menghadapi globalisasi dan hal tersebut merupakan materi yang menantang dalam
kurikulum IPS.

38
1. Pendahuluan

Budaya lokal yang dapat dikaji dan dikembangkan dalam kurikulum IPS
sebagai sebuah praksis dalam makalah ini adalah segala sesuatu yang menyangkut
unsur-unsur seperti nilai, sikap dan perilaku, keyakinan, orientasi, dan anggapan umum
yang menyebar di kalangan masyarakat. Sikap hidup masyarakat yang nampak dalam
simbol, tindakan sehari-hari, institusi serta relasi sosial juga termasuk sebagai bagian
dari unsur budaya lokal. Semuanya memiliki pengaruh terhadap perkembangan
manusia (human progress) pada bangsa-bangsa di dunia. Secara khusus, makalah ini
ingin melihat pengaruh nilai-nilai budaya lokal yang dimiliki oleh beberapa negara
terhadap perkembangan ekonomi global yang terjadi di beberapa kawasan dunia yang
bisa menjadi kajian dalam kurikulum IPS dalam perspektif global.
Menurut Talcott Parsons (1959)3 nilai (value) dalam budaya lokal dapat
didefinisikan sebagai sebuah unsur dalam sistem simbolik konvensional yang berperan
sebagai kriteria untuk melakukan pilihan di antara berbagai alternatif yang tersedia
dalam situasi yang mapan. Bangsa-bangsa yang memiliki budaya lokal berupa sistem
nilai yang mendukung (favourable) dalam menghadapi berbagai tantangan akan terus
berkembang. Terdapat dua kategori nilai, yaitu nilai instrinsik dan nilai instrumental.
Nilai instrinsik adalah nilai yang tidak selalu memperhatian untung dan rugi (cost and
benefits). Patriotisme, sebagai nilai, menuntut adanya pengorbanan yang bahkan tidak
menguntungkan bagi seorang individu. Sejarah mencatat bahwa berjuta-juta orang mati
demi mempertahankan negaranya.
Sebaliknya, nilai bisa menjadi sebuah instrumen ketika masyarakat
mendukungnya sebab nilai tersebut menguntungkan bagi mereka. Pada dasarnya, nilai-
nilai ekonomi bersifat instrumental sebab nilai tersebut selalu menggunakan ukuran
untung rugi. Namun, sebuah negara akan berhenti berkembang ketika keuntungan
(benefit) serta produktifitas diraih dan tidak ada usaha lain untuk mencapai tujuan baru.
Dengan demikian, nilai-nilai instrinsik sangat perlu dalam ekonomi. Sebagai contoh,
dalam mengelola sumber daya alam serta pengembangkan industri untuk
memperhatikan profit (nilai instrumental) harus memperhatikan kelestarian lingkungan
dengan cara menghindari polusi dan lain-lain sehingga terjadi pembangunan yang
berkesinambungan. Profit saja tidak cukup apabila merugikan kepentingan pihak
39
lainnya. Jadi, nilai-nilai budaya tidak hanya berpengaruh terhadap perkebangan
ekonomi, bahkan perkembangan ekonomi itu sendiri merupakan bagian dari proses
budaya.
Bahwa budaya lokal berpengaruh terhadap perkembangan ekonomi sudah
dikemukakan oleh banyak ahli dalam berbagai disiplin. Akan tetapi, bahwa nilai-nilai
budaya berpengaruh terhadap perkembangan ekonomi global mengemuka setelah
beberapa ahli bergabung dalam sebuah seminar internasional yang diselenggarakan di
Harvard Academy for International and Area Studies, Amerika Serikat, pada musim
panas tahun 1998.5 Dalam seminar itu beberapa ahli dalam berbagai bidang
mengemukakan pandangannya dan sampai pada kesimpulan bahwa budaya
berpengaruh terhadap perkembangan manusia, termasuk dalam kegiatan ekonominya di
berbagai kawasan dunia. Pengaruh tersebut bisa bersifat positif atau negatif. Pengaruh
positif ditandai dengan adanya progress, kemajuan atau perkembangan dalam berbagai
kehidupan masyarakat yang antara lain ditandai dengan meningkatnya kemakmuran,
kesejahteraan, atau pendapatan. Adapun pengaruh negatif dapat dilihat dari adanya
stagnasi atau bahkan regres atau mundur. Kemuduran tersebut terjadi karena nilai-nilai
budaya lokal atau nasional yang dianut oleh bangsa tersebut sangat menghambat
kemajuan, misalnya budaya inward looking, lebih melihat ke dalam daripada ke luar,
mementingkan primordialisme, menonjolkan sentimen etnis dan lain-lain. Karena nilai-
nilai tersebut maka masyarakat bangsa berada dalam posisi mandek, tidak berubah dan
akhirnya ketinggalan dibandingkan dengan negara dan bangsa lainnya.

2. Unsur Budaya Lokal di Kawasan Inti sebagai tantangan dalam Kurikulum IPS.

Pengkategorian negara-negara di dunia berdasarkan pengaruh unsur-unsur


budaya lokal terhadap perkembangan ekonomi global oleh Immanuel Wallerstein
(2000) merupakan materi yang menarik dalam praksis kurikulum IPS. Bila hal itu
merupakan bahan kajian maka kurikulum IPS akan semakin kaya (richness) dan
memiliki hubungan erat (relation) dengan aspek-aspek yang holistik dengan materi lain
seperti halnya dikemukakan oleh Doll (1993, 1995).6 Terbentuknya ketiga kelompok
negara sebagai negara-negara inti, semi-periphery dan periphery merupakan sebuah
pelajaran menarik bahwa unsur-unsur budaya lokal telah berpengaruh terhadap
40
perkembangan negara di dunia dalam merespons globalisasi. Pada kawasan maju
(advanced core) terdiri dari negara-negara yang kuat secara ekonomi karena pasar
dunia dan kaum kapitalis berpsuat di sana. Semi-periphery mulai meninggalkan posisi
berkembang ke arah yang lebih maju. Sedangkan di kawasan periphery berlokasi
negara-negara yang lemah sumber daya manusia, penguasaan teknologi, pasar, kapital
an akses teradap sumber ekonomi global. Kawasan tersebut menjadi daerah eksploitasi
negara kuat, kapitalis dan pasar bebas. Menurut Wallerstain, terbentuknya pembagian
negara ke dalam tiga kawasan disebabkan oleh perbedaan kemampuan serta
penggunaan nilai-nilai budaya lokal pada negara-negara tersebut bagi kepentingan
pembangunan ekonomi. Negara yang kaya adalah negara yang mampu memanfaatkan
nilai-nilai budayanya untuk meningkatkan kesejahteraan.
Sebaliknya, negara miskin adalah negara yang memiliki hambatan budaya
atau tidak mampu memanfatkan nilai-nilai budaya bagi kemajuan ekonomi bangsanya.
Negara-negara inti terdiri dari Eropa Barat, Amerika Utara dan Jepang. Negara semi-
periphery terdiri dari negara-negara industri baru seperti Korea, Taiwan, Singapura,
China dan lain-lain di Asia serta Meksiko, Brazil dan Argentina di Amerika Latin, serta
Afrika Selatan di Afrika. Adapun negara periphery terdiri dari negara-negara sisa diluar
kedua kawasan di atas.
Perlu disadari oleh para pengembang kurikulum IPS bahwa pada negara-negara
inti dan semi-periphery unsur-unsur budaya lokal berpengaruh positif terhadap
perkembangan ekonomi bangsanya bahkan terhadap perkembagnan ekonomi global. Di
Eropa dan Amerika Utara, unsur peradaban Barat sebagai bagian dari kebudayaan
mereka berpengaruh terhadap kemajuan bangsa-bangsa tersebut. Kini, negara-negara
Eropa Barat dan Amerika Utara telah mendominasi ekonomi dunia. Menurut
Huntington (1996),7 unsur-unsur kebudayaan Barat yang berpengaruh terhadap
kemajuan mereka terdiri peradaban moderen yang mereka gali dan kembangkan sejak
abad ke-15 yaitu berupa kajian kembali terhadap karya-karya klasik Yunani,
renaissance, reformasi gereja serta lahirnya agama Protestan yang diaplikasikan dalam
kehidupan ekonomi. Unsur-unsur peradaban tersebut - yang semula merupakan unsur
budaya lokal negara-negara Barat - terdiri dari:
1. Warisan peradaban klasik yang menjunjung tinggi rasionalisme dalam berpikir dan
bertindak.
41
2. Katolisisme dan Protestanisme. Kedua agama tersebut sebenarnya bersumber pada
ajaran yang sama. Akan tetapi sepanjang perkembangannya mengalami perubahan
terutama sejak jaman renaissance yang memisahkan dengan tegas antara Katholik
dan Protestan. Walaupun kedua aliran agama tersebut berada pada pihak yang
bertentangan terutama sejak Reformasi, keduanya mewarnai peradaban Barat.
Perdaban tersebut mempengaruhi peradaban lainnya terutama sejak bangsa-bangsa
Eropa melakukan ekspansi ke seluruh dunia dengan mengatasnamakan Gospel,
Glory dan Gold.
3. Bahasa Eropa yang berkembang di banyak negara. Bahasa-bahasa tersebut juga
sangat rasional dan tidak membeda-bedakan hirarki dalam tatabahasanya. Hal ini
memudahkan para penuturnya untuk menyampaikan gagasan dan pikiran sehingga
memudahkan berkomunikasi teramsuk mengkomunikasikan kesempatan ekonomi.
4. Pemisahan antara negara dengan gereja. Selama ratusan tahun, gereja Eropa tidak
terpisahkan dari negara. Akan tetapi setelah mengalami reformasi, gereja terpisah
dari negara terutama di kalangan Protestan. Pemisahan ini menandai lahirnya
peradaban Barat yang moderen, dan dibedakan dengan peradaban lain seperti China
yang mengakui kaisar sebagai Tuhan, dan Orthodox yang menjadikan Tuhan sebagai
partner raja. Dalam hal ini peradaban Barat hampir sama dengan Hindu yang
memisahkan antara agama dan politik.
5. Peran hukum. Hukum Barat bersumber pada hukum Romawi. Tradisi hukum yang
tegas merupakan landasan bagi lahirnya konstitusionalisme, perlindungan HAM,
termasuk hak milik dari kesewenang-wenangan penyelenggara kekuasaan. Berbeda
dengan peradaban lainnya, peradaban Barat telah menjadikan hukum sebagai
pembentukan pola pikir dan perilaku masyarakat. Dengan ditegakkannya hokum
maka hambatan-hambatan untuk menuju kemajuan dapat dihilangkan. Kepastian
hukum dalam bidang ekonomi telah memberi jalan bagi pelaku ekonomi untuk
mengembangkan kegiatannya.
6. Pruralisme sosial. Sejak lama kelompok-kelompok masyarakat Eropa telah memiliki
otonomi dalam mengaktualisasikan hak, kepentingan, serta identitas budayanya
tanpa diintervensi oleh kekuatan lain. Dalam sejarahnya, golongan aritokrat, petani
dan pedagang telah memainkan peran pentingnya dan diakui eksistensinya.
Pluralisme yang otonom dan egaliter ini merupakan modal bagi terbentuknya
42
masyarakat sipil (civil society) di Eropa dan berbeda dengan peradaban lainnya yang
memiliki sentralisasi birokrasi pada sekelompok kecil penguasa.
7. Warisan-warisan representatif. Menurut Huntington, pluralisme sosial berkembang di
wilayah-wilayah perkebunan, di kalangan parlemen dan insitusi-institusi lainnya
yang mempresentasikan kepentingan-kepentingan aristokrasi, pendeta, kaum tani,
pedagang dan lain-lain. Semua bentuk representasi tersebut menjadi ciri sistem
moderen yang tidak dimiliki oleh peradaban lainnya. Hal inilah yang membawa
bangsa-bangsa Eropa Barat menuju kemajuan, termasuk dalam bidang ekonomi.
8. Individualisme. Individualisme yang diakui dalam peradaban Eropa ditandai dengan
pengakuan hak-hak serta kebebasan perorangan. Konsep persamaan hak yang
bersumber pada ajaran filsafat Eropa abad ke-18 dan diaktulisasikan secara
pragmatis dalam Revolusi Perancis menjadikan individualisme sebagai ciri
peradaban moderen.
Dengan nilai-nlai budaya tersebut, kawasan Eropa Barat telah menjadi kawasan
yang dihuni oleh negara dan bangsa yang maju. Mereka telah menguasai ekonomi
global, informasi ekonomi dan teknologi serta menjadi pusat perputaran uang dunia.
Dengan kebudayaan yagn mereka miliki, dapat dikatakan bahwa Eropa sejak lama telah
menguasai dunia di bidang ekonomi pasar, keuangan dan teknologi.
Selain negara-negara Eropa, Jepang di Asia termasuk ke dalam wilayah inti
menurut pendapatnya Wallerstein. Negara yang kini merupakan salah satu kekuatan
ekonomi dunia dan berpengaruh terhadap perkembangan ekonomi di beberapa kawasan
dunia tersebut telah banyak belajar dari peradaban Eropa Barat terutama sejak mereka
menjalankan Restorasi Meiji pada tahun 1867-1868. Dalam restorasi tersebut, bangsa
Jepang mampu memadukan kebudayaan tradisional yang dimilikinya dengan
kebudayaan baru yang mereka pelajari dari Barat. Segera setelah menghidupkan
kembali tradisi Tokogawa, Jepang mengundang ahli-ahli Barat sambil mengirimkan
para pelajarnya untuk belajar mengenai kemajuan bangsa-banga tersebut.8 Kemajuan
industri Barat yang ditandai dengan berkembangnya kapitalisme, individualisme dan
semangat kompetisi dapat dipadukan Semangat Bushido. Semangat tersebut meliputi
etika kerja keras, hemat, menjunjung tinggi warisan nenek moyang serta tradisi
kerajaan, semangat menghadapi masa depan dan kekeluargaan. Selain itu, Jepang juga
memiliki agama Shinto yang disebut oleh Robert N Bellah sebagai Tokugawa Religion.
43
Dalam agama tersebut, semangat kerja keras sangat ditekankan. Akibatnya, melalui
perpaduan antara dua peradaban tersebut bangsa Jepang menjadi bangsa yang maju di
bidang ekonomi. Kini Jepang menjadi salah satu negara paling maju yang telah
menguasai tiga mesin globalisasi yang dikemukakan oleh Micklethwait dan Wooldridge
(2000) yaitu pasar modal, teknologi dan majamemen keuangan internasional.9 Dengan
nasionalisme yang tinggi, bangsa Jepang lebih memilih produk industrinya
dibandingkan dengan produk import. Kebudayaan lokal dan nasional mereka
bersumber pada warisan kerajaan lama telah membekali rakyatnya untuk
mengutamakan hal-hal yang berbau Jepang termasuk simbol-simbol budaya lokal yang
mereka ciptakan sendiri melalui penguasaan teknologi informasi.
Faktor lain yang mempengaruhi kemajuan bangsa Jepang adalah semangat
belajar. Ternyata walaupun mereka telah memiliki keunggulan dari guru mereka
sendiri, yaitu negara-engara Barat, mereka tidak meninggalkan tradisi belajar dari
manapun. Dengan kata lain, setiap individu bangsa Jepang telah mampu
mengembangkan manajemen bagi dirinya sendiri. Seperti dikemukakan oleh Haten and
Rosenthal (2001)10 pengetahuan merupakan modal untuk menghadapi masa depan
serta memenangkan persaingan di era global. Bangsa Jepang bisa menjadi leader atau
pemimpin bagi dirinya sendiri dengan cara memenej diri untuk meningkatkan kualitas
dirinya. Dalam management, cara itu dapat dilakukan dengan sharing knowledge,
stretching with knowledge, dan seeking new knowledge sehingga kemajuanpun dapat
diperoleh baik kemajuan untuk korporasi maupun kemajuan individual seperti
dikemukakan oleh Hatten dan Rosenthal di atas. Jadi, budaya belajar bangsa Jepang
telah membawa mereka dalam posisi seperti sekarang di era global ini.
Lahirnya budaya belajar juga tidak bisa dilepaskan dari sistem persekolahan.
Sekolah di Jepang sangat menjunjung tinggi etika walaupun agama tidak menjadi
pelajaran resmi di sekolah. Selain itu, pelajaran sejarah yang menekankan pada upaya
menanamkan rasa cinta para tanah air, bangsa serta kaisar, diaplikasikan pada semangat
patriotisme dalam pekerjaan. Sebagai contoh salah satu buku teks yang diterbitkan pada
tahun 1930-an berisi ungkapan berikut: “cara yang paling mudah mempraktekkan
patriotisme adalah dengan mendisiplinkan diri sendiri dalam kehidupan sehari-hari,
menjunjung tinggi nama baik keluarga dan memegang tangungjawab dalam

44
pekerjaan”.11 Pengaruh budaya tersebut berlangsung sampai sekarang ketika bangsa
Jepang telah unggul atas bangsa-bangsa lainnya, termasuk atss bangsa Eropa.
Pengaruh unsur-unsur budaya tidak hanya nampak pada bangsa Timur seperti
Jepang melainkan juga Barat seperti Amerika Serikat. Negara yang kini menjadi yang
paling kuat di bidang ekonomi dan perdagangan tersebut juga tidak lepas dari unsur
pengaruh budaya. Salah satu unsur budaya yang berpengaruh itu nampak pada analisis
Max Weber dalam tesisnya mengenai Protestant Ethic and the Spirit of Capitalisme.12
Weber menganggap bahwa munculnya kapitalisme di Amerika Serikat pada awal abad
ke-20 dipengaruhi oleh orang-orang Protestant dari Eropa Barat yang bermigrasi ke
benua Amerika sejak abad ke-17 sampai abad ke-19. Sebagian besar dari imigran
tersebut adalah penganut Protestan yang lahir setelah terjadinya
Reformasi Gereja di Eropa. Salah satu kelompok Protestan itu adalah penganut
Calvin. Menurut Weber, penganut Calvin termasuk kelompok Protestan yang saleh
beragama, suka bekerja keras, hemat, jujur, suka menabung, tidak minum-minuman
keras serta disiplin. Ternyata sikap hidup tersebut sesuai dengan tuntutan agama
mereka. Para penganut Calvin percaya bahwa mereka akan menjadi orang terpilih oleh
Tuhan apabila mereka mampu menumpuk kekayaan (capital) yang banyak di dunia.
Apabila mereka mampu melakukannya maka mereka yakin bahwa mereka telah dipilih
oleh Tuhan. Jadi, doktrin agama tersebut telah menjadi cara hidup sekular yang
direfleksikan dalam kehidupan sehari-hari seperti nampak pada sikap kerja keras, jujur,
serius, dan hemat dalam menggunakan waktu serta uang. Menurut Weber, dalam jangka
satu atau dua generasi, cara hidup seperti ini telah melahirkan kapitalisme. Mereka
yang memiliki sikap tersebut telah mampu menumpuk kapital dan menunjukkan
keunggulannya terhadap kelompok masyarakat lainnya yang tidak memiliki sikap
seperti itu. Kini, tesis Weber tersebut sering digunakan oleh para ahli untuk
menjelaskan mengapa negara-negara yang menganut Protestant di Eropa Barat serta
Amerika Serikat, Kanada dan Australia menjadi negara kapitalis dan menguasai
ekonomi dunia. Ternyata sumbernya adalah ada pada ajaran agama yang mereka anut
serta aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, kapitalisme tidak
hanya dibentuk karena faktor revolusi industri pada abad ke-18-19 di Eropa melainkan
juga karena faktor agama atau pengejawantahan ajaran agama dalam kehidupan budaya
sehari-hari. Ajaran Calvin telah mampu diterjemahkan oleh para pengikutnya sebagai
45
bagian dari budaya mereka, yaitu budaya bekerja keras, hemat, disiplin, jujur, suka
investasi dan lain-lain sebagai sikap yang diperlukan untuk meningkatkan kemakmuran
atau kekayaan penganutnya.

3. Unsur Budaya Lokal pada Kawasan Semi-periphery sebagai Tantangan dalam


Kurikulum IPS.

Perlu disadari oleh pengembang kurikulum IPS bahwa unsur-unsur budaya


lokal juga mempengaruhi kemajuan bangsa-bangsa di Asia Timur. Kondisi ini
merupakan materi yang menarik untuk mengembangkan perspektif global peserta didik
dalam kurikulum IPS. Selain Jepang seperti disebutkan di atas, China, Taiwan, Korea
dan Singapura merupakan negara-negara Asia yang dikategorikan oleh pengamat
ekonomi sebagai macan Asia. Kemajuan negara-negara tersebut juga tidak dapat
dilepaskan dari pengaruh budaya setempat selain karena faktor-faktor esternal seperti
kemajuan teknologi dan ekonomi global. Secara kultural, negara-negara yang terletak
di kawasan Asia Timur tersebut memiliki ikatan budaya yang kuat dan berasal dari
sumber yang sama. Korea, misalnya, mendapat pengaruh budaya dari daratan China.
Seperti halnya Jepang, Korea juga memiliki tradisi budaya yang hampir sama dengan
daratan China. Demikian juga dengan Taiwan dan negara-negara di Asia Tenggara,
terutama Indochina (Viennam, Laos dan Kamboja) serta Singapura memiliki ikatan
budaya yang kuat dengan daratan China.
Dalam menganalisis kemajuan atau kemunduran ekonomi Asia, para ahli
ekonomi menyebut unsur-unsur budaya Asia tersebut sebagai Asian Values atau nilai-
nilai Asia. Lucian W. Pye, (2000)13, misalnya, menyebut Asian values itu berasal dari
nilai-nilai budaya setempat terutama nilai Confusianisme dan Taoisme di China,
Tokugawa di Jepang atau nilai-nilai lokal pada bangsa-bangsa lainnya. Menurut Pye,
Asian values itu tidak sepenuhnya berpengaruh terhadap perkembangan ekonomi
bangsa-bangsa tersebut, sebab di antara nilai-nilai itu terdapat hal-hal yang sifatnya
menghambat. Misalnya, budaya konfusianisme ternyata tidak menghormati semangat
kerja seperti halnya etika Protestan menurut analisis Max Weber. Sebagian masyarakat
China di daratan China tidak memiliki semangat untuk mengembangkan kegiatan
ekonomi dibandingkan dengan masyarakat China perantauan yang tersebar di Taiwan
46
serta negara-negara Asia Tenggara. Akibatnya, kemajuan masyarakat China perantauan
jauh lebih cepat dibandingkan dengan masyarakat China daratan, walaupun pada
perkembangan terakhir ini China daratan menunjukkan kinerja ekonomi yang luar
biasa. Ternyata permasalahannya adalah bahwa masyarakat China perantauan mampu
meterjemahkan nilai-nilai Confusianisme dalam praktek bisnis mereka dengan cara
menjadi pedagang. Walaupun Confusianisme menempatkan pedagang dalam posisi
yang rendah, seperti halnya kebudayaan Jawa di Indonesia, masyarakat China
perantauan memilih profesi pedagang sebagai jalan hidup. Menurut Pye, nilai-nilai
Confusianisme yang diaplikasikan oleh masyarakat China tampak dalam beberapa hal
berikut:
1. Keyakinan pada nasib baik (good luck). Keyakinan tersebut telah mendorong mereka
mengembangkan cara pikir yang outward looking atau berorientasi keluar. Orientasi
tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan kesempatan baik yang dapat diraih untuk
meningkatkan kualitas hidup. Walaupun kerja keras tidak dihargai dalam budaya
confusianisme, masyarakat China berusaha mencari kesemaptan yang baik untuk
meningkatkan good luck.
2. Kebudayaan confusianisme sangat menghormati pentingnya peningkatan diri serta
motivasi untuk maju. Oleh akrena itu, kebudayaan ini menghargai need for
achievement, sebagai konsep yang dikemukakan David McClelland, sebagai hal
yang sangat penting dan merupakan bagian dari nilai budaya China sejak lama.
Dalam kehidupan sehari-hari orang tua China sangat memperhatikan pendidkan
anaknya dengan cara mendorong mereka untuk sukses dalam berbagai lapangan
hidup dan mendidik mereka untuk meraih cita-cita tinggi.
3. Kebudayaan China juga sangat menjunjung tinggi dependency atau ketergantungan
dan menempatkan keluarga sebagai satuan penting untuk meingkatkan need for
achievement. Dalam keluarga, posisi anak laki-laki dianggap lebih penting
dibandingkan dengan anak perempuan. Achievement diberikan di dalam keluarga
dengan ikatan yang kuat dan oleh karena itu sering kali keluarga China tidak
mempercayai orang yang berasal bukan dari lingkungan keluarga. Dalam kerangka
bisnis dan ekonomi, para pedagang China cenderung melakukan kerjasama dengan
sesama mereka terutama yang berada dalam ikatan kekeluargaan. Hal ini berbeda
dengan keluarga Jepang, dimana achievement diukur dari keberhasilannya bersaing
47
dengan anggota keluarga lain dan jika dalam persingan itu mereka memenangkannya
maka mereka akan menjadi kepala keluarga yang baru.
4. Kebudayaan China juga sangat menjunjung tinggi guanxi atau hubungan yang
sifatnya personal yang didasarkan atas persamaan identitas. Walaupun di antara yang
berhubungan itu bukan berasal dari keluarga yang sama, mereka dapat saja menjalin
interlink yang erat karena persamaan asal-usul kota tempat tinggal atau ikatan
budaya lainnya. Budaya ini kemudian dipraktekkan dalam ekonomi dan
perdagangan melalui jaringan perdangan yang jauh lebih luas dari lokasi tempat
tinggal ke kawasan di luar darataan China. Maka jadilah kawasan Asia Timur dan
Tenggara kawasan dalam jaringan perdangan yang dikuasai oleh para pedagang dan
pengusaha yang memiliki kebudayaan Confusianisme.
Kebudayaan tersebut diaplikasikan oleh para pendukung kebudayaan China di
Asia Timur dan Tenggara untuk mengembangkan jaringan bisnis. Interlinked ekonomi
menurut pendapatnya Kennichi Ohmae (1990)14 telah dipraktekkan oleh masyarakat
pendukung kebudayaan Confusianisme dengan cara membangun jaringan bisnis dalam
berbagai sektorseperti perbankan, jasa, manufaktur dan lain-lain. Dunia tanpa batas
serta terbentuknya regionalisasi ekonomi sebenarnya telah dipraktekkan oleh bangsa-
bangsa di Asia Timur dan Asia Pasifik karena faktor budaya yang mereka miliki.
Kini di era global, masyarakat yang memiliki sumber daya manusia yang
unggul sudah mampu mengembangkan jaringan bisnis global dengan mengubah serta
megnembangkan kebudayaan yang mereka miliki menjadi lebih relevan dengan
tuntutan global. Masyarakat China pendukung confusianisme tentu saja tidak hanya
bekerja sama di antara sesama mereka melainkan juga sudah membuka diri untuk
membangun interlink dengan system atau kekuatan ekonomi lainnya. Kooperasi atau
kerjasama dibuka lebih luas. Demikian juga dalam organisasi yang semula hanya
menempatkan unsur-unsur internal juga dibuka menjadi sebuah organisasi yang tanpa
batas. Boundaryless Organization seperti dikemukakan oleh Ashkenas dkk (2002)15
merupakan sebuah tuntutan baru di era global. Batas-batas negara yang dulu menjadi
penghalang bagi pelaku bisnis untuk melakukan transaksi serta membangun jaringan
dapat dibongkar dengan membangun jaringan organisasai yang luas yang menghimpun
berbagai pihak yang berkempentingan, baik yang berada dalam satu negara atau satu
system melainkan dengan negara lainnya dengan system yang berbeda.
48
Untuk membangun jaringan organisasi tanpa batas itu diperlukan penguasaan
teknologi informasi. Kini teknologi informasi menjadi alat utama untuk
menghubungkan serta mengorganisir sektor-sektor atau unsur-unsur bisnis menjadi satu
kesatuan yang terintegrasi. Namun demikian, untuk menggunakan teknologi informasi
menjadi alat yang efektif memenangkan persaingan di era global serta membangun
kerjasama dengan berbagai pihak diperlukan manejemen informasi yang baru. Wildon
(1997)16 dalam bukunya The Information Edge, mengembangkan beberapa strategi
dalam management untuk mengelola informasi teknologi. Pada dasarnya, model
manajemen informasi di era global, terutama untuk memenangkan persaingan global,
harus memperhatikan berbagai aspek seperti 1) pemahaman mengenai manajemen
informasi, pemahaman mengenai bidang usaha, pemahaman mengenai keunggulan
kompetitif dan nilai tambah, cost and benefits, spesifikasi usaha, dan lain-lain. Kini di
era global dengan nilai-nilai budaya yang dianutnya negara-negara seperti Korea,
Taiwan, Hongkong (kini bagian dari RRC) serta Singapura telah masuk ke dalam
negara semiperihery menurut kategori Wallerstein. Negara tersebut memang belum
masuk menjadi negara maju seperti Jepang. Tetapi mereka tidak lagi dapat digolongkan
ke dalam negara berkembang sebab mereka sudah jauh lebih berkembang dibandingkan
dengan negara-negara lainnya di Asia dan dunia. Korea Selatan, misalnya, telah
menempati ranking kesebelas kekuatan ekonomi dunia, walaupun belum bisa
mensejajarkan diri dengan Jepang. Demikian juga dengan Taiwan, China dan Singapura
merupakan pemain ekonomi yang kuat di kawasan Asia-pasifik. Faktor-faktor budaya
seperti dijelaskan di atas merupakan salah satu sumbangan positif bagi terbentuknya
nilai-nilai bisnis yang diaplikasikan oleh para pelaku bisnis di Asia Timur dan
Tenggara.

4. Nilai-nilai Budaya Lokal dan di Kawasan Periphery sebagai Tantangan Dalam


Kurikulum IPS.

Para pengembang kurikulum IPS dihadapkan pada tantangan tentang


pentingnya memasukkan unsur-unsur budaya lokal yang berpengaruh positif atau
negatif terhadap kemajuan masyarakat di era global. Pada negara-negara yang
digolongkan ke dalam kelompok periphery, nilai-nilai budaya sering kali menjadi
49
penghambat bagi kemajuan, walaupun unsur budaya tersebut bisa merupakan materi
menarik dalam kurikulum IPS. Bangsa-bangsa di Afrika, Asia Selatan dan Baratdaya,
serta Amerika Latin, memiliki nilai-nilai budaya yang tebentuk dalam perkembangan
sejarah mereka. Mereka sebenarnya memiliki nilai-nilai budaya yang tinggi. Akan
tetapi, nilai-nilai tersebut lebih banyak diaplikasikan ke dalam serta lebih banyak
digunakan untuk mengenang kejayaan masa lalu. Akibatnya, mereka tidak bisa
menyelesaikan masalah-masalah masa kini yang mereka hadapi termasuk dalam
merencanakan masa depannya. Dalam analisisnya mengenai keadaan ekonomi negara-
negara di Asia, khususnya negara-negara Asia Selatan, Gunnar Myrdal (1968), dalam
bukunya Asian Drama: An Inquiry into the Poverty of Nation, seperti dikutip oleh
Lawrence Harrison, (2000)17, menyatakan bahwa faktor budaya, terutama yang
dipengaruhi oleh nilai-nilai agama, merupakan faktor penghambat bagi terjadinya
modernisasi di negara-negara Asia Selatan. Hambatan tersebut tidak hanya dalam
kegiatan yang bersifat entrepreneurship melainkan juga dalam bidang politik serta
perilaku social. Sebagai contoh, sistem kasta di India cenderung mempertahankan
kondisi yang sudah buruk menjadi semakin buruk, tidak produktif, dan bahkan
cenderung melahirkan korupsi dan nepotisme.
Di negara-negara Islam, nilai-nilai budaya juga menjadi penghambat. Adanya
perlakukan yang berbeda terhadap perempuan telah memperkuat inequality dalam
kehidupan masyarakat. Di negara-engara Arab yang kaya, misalnya, wanita
ditempatkan dalam strata bawah, tidak berpendidikan, dan cenderung bekerja di rumah.
Di negara-negara Asia Tenggara, yang sebagian beragama Islam, factor budaya juga
telah menjadi penghambat kemajuan. Di Indonesia, misalnya, sebagian kelompok etnis
tertentu memiliki etnosentrisme yang tinggi, lebih melihat ke dalam, dan cenderung
bertempat tinggal dalam wilayah kelahirannya atau tidak memiliki tradisi untuk
bermigrasi atau melihat peluang di tempat lain. Akibatnya, hambatan-hambatan budaya
yang dihadapi oleh berbagai kelompok etnis di Asia Tenggara ini telah memberi jalan,
peluang atau kesempatan pada kelompok etnis China perantauan untuk memanfaatkan
potensi ekonomi yang ada. Mudah dipahami, apabila kegiatan ekonomi di kawasan ini
dikuasai oleh kelompok etnis China yang secara historis sudah lama bertempat tinggal
di kawasan ini dan secara kultural memiliki nilai-nilai budaya yang dapat diaplikasikan
dalam kegiatan ekonomi.
50
Di Afrika, sebagian besar bangsa-bangsa di kawasan ini masih sangat miskin,
ekonomi tidak berkembang, konflik antarsuku serta antarnegara sering terjadi.
Akibatnya, kawasan ini sejak lama menjadi wilayah eksploitasi negara-negara Eropa.
Terlepas dari faktor imperialisme Eropa atas kawasan ini, bangsa-bangsa Afrika sudah
lama dikungkung oleh nilai budaya mereka sendiri. Menurut Daniel Etoungga
Manguelle (2000)18, nilai-nilai budaya Afrika yang menghambat kemajuan di
antaranya: Tradisi otoriter serta pemerintahan yang sangat sentralistis. Lebih
memusatkan pada masa lampau, masa kini dan bukan pada masa depan. Penolakan
terhadap “tirani waktu”. Memiliki prinsip “bekerja untuk hidup dan bukan hidup untuk
bekerja”. Adanya penekanan terhadap inisiatif perorangan, sukses individu serta upaya
saving (menabung). Masih banyak kepercayaan terhadap hal-hal yagn bersifat tahayul.
Hambatan nilai budaya terhadap perkembangan ekonomi tidak hanya
ditemukan di negara-negara berkembang melainkan juga di negara-negara Eropa.
Sebagai contoh, masyarakat Sicilia di Italia Selatan, yang kini menjadi kawasan yang
paling terbelakang di Italia, juga memiliki hambatan budaya. Nilai budaya masyarakat
Sicilia menentang semangat kooperasi, tetapi sebaliknya juga mereka tidak suka
dengan semangat bersaing yang dimana mereka diangggap sebagai tindakan agresif.
Bahkan kawasan ini telah melahirkan organisasi mafia, sebuah organisasi yang
memusatkan pada kegiatan kejahatan internasional.

5. Penutup.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai budaya berpengaruh


terhadap kemajuan masyarakat di era global. Kondisi tersebut merupakan materi yang
18 Daniel Etoungga Manguelle (2000). „Does Africa Need a Cultural Adjastment
Program‟, dalam Lawrence Harrison, 2000, Cultures Matters, op.cit. pp. 65-75.
menarik yang bisa dikembangkan oleh para pengembang kurikulum IPS guna
membekali para siswa perspektif global. Perlu disadari oleh para pengembang
kurikulum IPS bahwa bangsa-bangsa yang memiliki kemampuan mengali nilai-nilai
positif budaya lokalnya pada akhirnya mampu memenangkan persaingan di era global.
Negara-negara Eropa Barat, Jepang, Amerika Utara, beberapa negara Asia Timur, telah
menunjukkan bahwa mereka mampu berperan aktif di era yang penuh persaingan serta
51
kerjasama dalam berbagai system itu. Bangsa-bangsa lainnya di luar yang disebutkan di
atas masih dihadapkan pada berbagai persoalan budaya mereka yang tidak kondusif
bagi pembangunan ekonomi. Harrison (2000)19 dalam bukunya mengenai Pan-
American Dream (1999) menganalisis budaya progresif dan budaya yang statis. Budaya
progresif cenderung membawa kemajuan, sementara budaya statis menjadi penghambat
bagi kemajuan ekonomi. Terdapat sepuluh nilai, sikap dan mind-sents yang
membedakan antara budaya progresif dan budaya statis. Kesepuluh budaya yang bisa
dikaji dalam kurikulum IPS, sebagai berikut:
1. Berorientasi pada waktu: budaya progresif menekankan pentingnya waktu; budaya
statis lebih melihat masa kini dan masa lalu. Orientasi masa depan merupakan
bagian dari budaya progresif.
2. Bekerja adalah sangat penting untuk membangun hidup menjadi lebih baik pada
budaya progresif, tetapi hal itu menjadi beban pada budaya yang statis. Pada budaya
progresif, bekerja merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari, serta kecapakan dan
kreatifitas dan perolehan sangat dihargai tidak hanya secara finansial melainkan juga
kepuasan dan citra diri.
3. Hemat merupakan sokoguru dalam investasi serta rasa aman dalam keuangan pada
budaya progresif, tetapi hal itu merupakan ancaman bagi masyarakat yang
mempertahankan status quo berbudaya statis.
4. Pendidikan merupakan kunci utama menuju sukses pada kebudayaan progresif,
tetapi hal itu dianggap tidak penting bagi masyarakat pendukung budaya statis,
kecuali hanya bagi kelompok elit.
5. Jasa baik serta prestasi (merit) sangat penting untuk meningkatkan citra diri pada
budaya progresif, sedangkan bagi pendukung budaya statis koneksi dan
kekeluargaan merupakan hal yang sangat penting.
6. Masyarakat: Dalam budaya progresif identifikasi diri serta keterpercayaan (trust)
jauh lebih luas daripada hanya di lingkungan keluarga, sedangkan di budaya statis
hal itu hanya terbatas dalam lingkungan keluarga dekat. Dalam budaya terakhir ini
identifikasi diri sering menjurus pada tindakan korupsi dan nepotisme.
7. Kode etik dalam masyarakat pendukung budaya progresif jauh lebih mendetil dann
dihargai dibandingkan dengan budaya statis. Negara-negara yang demokratis

52
cenderung memiliki tingkat korupsi yang rendah menurut Index Persepsi
Transparancy International.
8. Rasa keadilan dan permainan yang fair (fair play) merupakan ekspektasi
interpersonal yang bersifat universal pada budaya progresif. Dalam budya statis,
keadilan, peningkatan prestasi diri, sering kali menjadi jalan bagi terjadinya korupsi.
9. Otoritas cenderung penyebar secara horizontal pada budaya progresif, sebaliknya hal
itu sering memusat secara sentralis pada budaya statis.
10. Sekularisme: Pengaruh institusi agama dalam kehidupan sipil sangat kecil pada
masyaraklat budaya progresif, hal sebaliknya terjadi pada budaya statis.

DAFTAR PUSTAKA

Ashkenas, et al, 2002, The Boundaryless Organization, Breaking the Chains of


Organizational Structure, Jossey-Bass, San Francisco. Doll, 1993, A Post-
Modern Perspective on Curriculum, tersedia dalam http://www.great-
ideas.org/30-5html, tanggal 27 Februari 2005. Doll, 1995, „Curriculum
Possibilities, A “Post” Future‟, in Conrad and
David, 2000, „Culture Makes Almost All the Difference‟, dalam Harrison and
Huntington, 2000, Culture Matter, Lawrence Harrison, (2000)1, „Promoting
Progressive Cultural Change‟, dalam Lawrence Harrison, (2000) Culture
Matters,
Hanvey, Robert G(1982)An Attainable Global Perspective. Theory into Practce,
Summer, Volume XXI (3)
Hatten and Rosenthal, 2000, Reaching for the Knowledge Edge, American
Management Association, New York. Huntington, Samuel P, 1996, The
Clash of Civilizations, and the Remaking of World Order, Prentice Hall, New
York. Landes,
Haworth, 1995, Revisioning Curriculum in Higher Education, Simon & Hustler
Custom Publishing, Massacusset Grondona, Mariano 2000, „A Cultural
Typology of Economic Development‟, dalam Harrison and Huntington,
2000, Culture Matters, How Values Shaves Human Progress, Basic Books,
53
New York. Harrison and Huntington, 2000, Culture Matters, How Values
Shaves Human Progress, Basic Books, New York.
Kniep, Willard M. (1986) Defining A Global Education By Its Content. Social
Education. NCSS
Manguelle, Daniel Etoungga (2000). „Does Africa Need a Cultural Ajustment
Program‟, dalam Lawrence Harrison, 2000, Cultures Matters,
Merryfield, Merry M. Jarhow Elaine, and Pickert Sarah (1997) Preparing teachers To
Teach Global Perspective: A Handbook for Teacher Educator. Callifornia; A.
Sage Publicationa Company
Micklethwait and Wooldridge (2000), A Future Perfect, The Challenge and Hidden
Promise of Globalization, Crown Bussiness, New York.
Savage, Tom V and Amstrong, David G (1996) Effective Teaching In Elementary
Social Studies. New Jersey. Englewood Cliffs.
Wilson, 1997, The Information Technology, Successful Management Using Information
Technology, Pitman Publishing, Melbourne.
Woolover and Scott (1988) Active Learning in Social Studies. Boston: Scott, Foresman
and Company

54

Anda mungkin juga menyukai