Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Seringkali kita mendengarkan kata “korupsi” di negara Indonesia ini.
Secara harfiah kata korupsi berasal dari bahasa latin corruptio atau corruptus.
Selanjutnya disebutkan bahwa corruptio itu berasal pula dari kata asal
corrumpere, suatu kata latin yang lebih tua. Dari bahasa latin itulah turun
kebanyak bahasa eropa seperti Inggris : Corruption, Corrupt; Perancis: Corruption
dan Belanda: Corruptie. Dapat kita beranikan diri bahwa dari bahasa Belanda
inilah kata itu turun ke bahasa Indonesia: ”korupsi”.
Kemudian arti kata korupsi telah diterima dalam perbendaharaan kata
bahasa Indonesia itu, disimpulkan oleh Poerwadarminta dalam Kamus Umum
Bahasa Indonesia: “Korupsi ialah perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang,
penerimaan uang sogok dan sebagainya”. Dan yang terpenting, kemajuan suatu
negara sangat ditentukan oleh kemampuan dankeberhasilannya dalam
melaksanakan pembangunan. Pembangunan sebagaisuatu proses perubahan yang
direncanakan mencakup semua aspek kehidupanmasyarakat.
Efektifitas dan keberhasilan pembangunan terutama ditentukanoleh dua
faktor, yaitu sumberdaya manusia, yakni (orang-orang yang terlibatsejak dari
perencanaan samapai pada pelaksanaan) dan pembiayaan. Di antara dua faktor
tersebut yang paling dominan adalah faktor manusianya.Indonesia merupakan
salah satu negara terkaya di Asia dilihat darikeanekaragaman kekayaan sumber
daya alamnya. Tetapi ironisnya, negara tercinta ini dibandingkan dengan negara
lain di kawasan Asia bukanlahmerupakan sebuah negara yang kaya malahan
termasuk negara yang miskin. Mengapa demikian? Salah satu penyebabnya adalah
rendahnya kualitassumber daya manusianya. Kualitas tersebut bukan hanya dari
segi pengetahuan atau intelektualnya tetapi juga menyangkut kualitas moral
dankepribadiannya. Rapuhnya moral dan rendahnya tingkat kejujuran dari
aparatpenyelenggara negara menyebabkan terjadinya korupsi.
Korupsi di Indonesia merupakan ancaman utama terhadap cita-cita menuju
masyarakat adil makmur. Untuk tercapainya tahap lepas landas ekonomi
diperlukan pertumbuhan ekonomi lebih cepat dari pertambahan penduduk3. Di
dalam pasal 1 Peraturan Penguasa Perang Pusat AD tersebut perbuatan korupsi
dibedakan menjadi dua, yakni (1) perbuatan korupsi pidana dan (2) perbuatan

1
korupsi lainnya. Menurut pasal 2, perbuatan korupsi pidana ada tiga macam yakni
sebagai berikut.
1. Perbuatan seseorang yang dengan atau karena melakukan suatu kejahatan atau
pelanggaran memperkaya diri diri sendiri atau orang lain atau suatu badan
yang secara langsung atau tidak langsung merugikan keuangan suatu badan
yang menerima bantuan dari keuangan negara atau badan hukum lain yang
mempergunakan modal dan kelonggaran-kelonggaran dari masyarakat
2. Perbuatan seseorang yang dengan atau karena melakukan suatu kejahatan
atau pelanggaran memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu badan
yang dilakukan dengan menyalahgunakan jabatan atau kedudukan.
3. Kejahatan-kejahatan tercantum dalam pasal 41 sampai 50 Peraturan
Pemerintah Pusat ini dan dalam pasal 209, 210, 418, 419, dan 420 KUHP.
Dari hal-hal diatas dapat disimpulkan bahwa hukum mengenai tindakan
korupsi mempunyai berbagai tindakan pencegahan dan hukuman bagi koruptor.
Namun yang terjadi di Indonesia, hukum-hukum tersebut seakan-akan tidak
berfungsi bahkan seperti tidak ada. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan masih
banyaknya kasus-kasus korupsi yang ada di media massa saat ini, tidak hanya itu
saja kita dapat menemui tindakan korupsi dilingkungan sekitar kita, baik di
kecamatan, kelurahan, bahkan tingkat RW sekalipun. Memang masih ada orang-
orang yang jujur dilingkungan sekitar kita namun hal tersebut seakan-akan hanya
ditemukan ditengah lautan yang luas, apalagi orang-orang yang mempunyai
jabatan. Tindakan korupsi di Indonesia tidak dapat hanya menyalahkan lemahnya
hukum saja, namun budaya bangsa ini yang mempunyai pengaruh lebih besar
dalam pencegahan ataupun terlaksananya tindakan korupsi tersebut.
Korupsi sendiri merupakan sebuah penyakit yang dimiliki oleh kebanyakan
pejabat-pejabat di Indonesia pada saat ini. Tindakan korupsi sudah bukan lagi
mengenai masalah hukum, namun lebih cenderung terhadap masalah karakter atau
moral seseorang. Dan untuk menghadapi masalah karakter ataupun moral individu
tidak dapat hanya dengan menggunakan sebuah alat “hukum” namun lebih
cenderung terhadap sebuah terapi psikologis ataupun dengan menggunakan sikap
pencegahaan.
Oleh sebab itu perlunya tindakan pencegahan sejak dini dan mulai
menghilangkan budaya bangsa yang dianggap buruk atau merugikan tersebut.
Salah satu caranya adalah dengan cara mendidik atau membentuk karakter
generasi penerus bangsa sejak usia dini, memang membutuhkan waktu yang relatif
lama. Namun dengan merubah budaya, tindakan korupsi sendiri juga akan ikut
berkurang seiring dengan berjalannya waktu. Dan model pendidikan karakter yang

2
tepat digunakan adalah menggunakan model aksi sosial Fred Newmann, dimana
model ini mendepankan tantangan pendidikan untuk tindakan moral.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dari korupsi?
2. Apa yang melatarbelakangi terjadinya korupsi?
3. Apakah macam-macam korupsi?
4. Apakah dampak korupsi?
5. Bagaimana menangani korupsi melalui pendidikan karakter?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui pengertian korupsi;


2. Untuk mengetahui latar belakang terjadinya korupsi;
3. Untuk mengetahui macam-macam korupsi;
4. Untuk mengetahui dampak dari korupsi;
5. Untuk mengetahui cara penanganan korupsi melalui pendidikan karakter.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Korupsi
Secara harfiah kata korupsi berasal dari bahasa latin corruptio atau
corruptus. Selanjutnya disebutkan bahwa corruptio itu berasal pula dari kata asal
corrumpere, suatu kata latin yang lebih tua. Dari bahasa latin itulah turun
kebanyak bahasa eropa seperti Inggris : Corruption, Corrupt; Perancis: Corruption
dan Belanda: Corruptie. Dapat kita beranikan diri bahwa dari bahasa Belanda
inilah kata itu turun ke bahasa Indonesia: ”korupsi”6. Kemudian arti kata korupsi
telah diterima dalam perbendaharaan kata bahasa Indonesia itu, disimpulkan oleh
Poerwadarminta dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia: “Korupsi ialah perbuatan
yang buruk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok dan sebagainya”.
Pada dasarnya korupsi dapat digolongkan atau dikelompokkan sebagai berikut:
1. Kerugian keuangan negara
2. Suap menyuap
3. Penggelapan dalam jabatan
4. Pemerasan
5. Perbuatan curang
6. Benturan kepentingan dalam pengadaan
7. Gratifikasi
Terdapat sebuah pendapat yang berfokus terhadap kenyataan bahwa
korupsi menimbulkan efisiensi dan pemborosan ekonomi, karena dampaknya pada
alokasi dana, pada produksi, pada konsumsi. Keuntungan yang diperoleh melalui
korupsi kemungkinan besar tidak digunakan pada sektor investasi karena uang
haram biasanya digunakan untuk bermewah-mewahan atau disimpan dalam
rekening pribadi diluar negeri itu adalah dana investasi yang bocor dari ekonomi
dalam negeri.
Selain itu, korupsi menimbulkan inefisiensi dalam alokasi, karena
memungkinkan kontraktor yang paling ridak efisiensi tetapi pandai menyuap
memperoleh kontrak dari pemerintah. Selain itu, karena uang suap dimasukkan
kedalam harga barang yang dihasilkan, permintaan akan barang cenderung
menurun, struktur produksi menjadi bias, dan konsumsi turun ketingkat dibawah
efisien. Jadi korupsi menurunkan kesejahteraan penduduk.8 Namun ada pula orang
yang berpendapat bahwa korupsi bermanfaat: misalnya, orang dapat tanpa
kekerasan memperoleh inforamasi yang diperlukannya mengenai pemerintahan
dan administrasi pemerintahan. Bila saluran-saluran politik tertutup atau korupsi

4
berguna sebagai alat untuk meredakan ketegangan yang melumpuhkan antara
birokrasi dan politisi, karena dapat membawa kedua belah pihak ini kedalam
jaringan kepentingan pribadi masing-masing. Dan adapula yang mengatakan
korupsi itu tidak selalu berakibat negatif, kadang-kadang berakibat positif,
manakala korupsi itu berfungsi sebagai uang pelicin bagaikan fungsi minyak
pelumas pada mesin. Pendapat pertama ini banyak dianut oleh peneliti barat.
Namun pada dasarnya dari berbagai macam pendapat diatas sebagaian besar
korupsi memiliki dampak yang buruk bagi ekonomi, sosial, serta moral
lingkungannya ataupun pemerintahan.
Orang yang melalukan tindakan korupsi biasa disebut dengan koruptor,
sedangkan kebanyakan koruptor selalu indentik dengan “mafia”. Istilah mafia
dapat diartikan sebagai “kekuatan terselubung”. Kekuatan terselubung sendiri
dimaksudkan relasi antar aktor “ilegal” yang bersifat sistematis, konspiratif dan
kolektif hingga mendorong terjadinya pelanggaran HAM. Mafia dalam tindakan
korupsi terdapat beberapa jenis / tempat, yaitu: Mafia Peradilan, Mafia di
Kepolisian, Mafia di Kejaksaan. Pernyataan-pernyataan normatif mengenai
korupsi harus berdasarkan titik pandang, standar “baik”, dan model cara kerja
korupsi dalam situasi tertentu.
Korupsi mencakup perilaku pejabat-pejabat sektor publik, baik politisi
maupun pegawai negeri, yang memperkaya diri mereka secara tidak pantas dan
melanggar hukum, atau orang-orang yang dekat dengan mereka, dengan menyalah
gunakan kekuasaan yang dipercayakan pada mereka. Dan jika korupsi tidak dapat
dikendalikan, korupsi dapat mengancam lembaga-lembaga demokrasi dan
ekonomi pasar. Dalam lingkungan yang korup, sumber daya akan disalurkan ke
bidang-bidang tidak produktif – kepolisian, tentara, dan lembaga-lembaga kontrol
sosial, dan kelompok penindas lainnya karena kelompok elite akan selalu berusaha
melindungi diri mereka, kedudukan, dan harta kekayaan mereka.

B. Latar Belakang Terjadinya Korupsi


Kata sebagaian orang tindakan korupsi di Indonesia atau bahkan didunia
kebanyakan disebabkan oleh oleh kemiskinan. Tanpa kemiskinan tidak akan ada
tindakan korupsi atau kriminal lainnya. Tetapi kalaupun merupakan penyabab
korupsi, kemiskinan bukan satu-satunya penyebab. Jika kemiskinan yang
menyebabkan korupsi maka sulit menjelaskan mengapa negara-negara kaya dan
makmur penuh dengan skandal yang sedikit sekali melibatkan orang yang dapat
digolongkan kedalam kelompok “miskin” atau “kekurangan”. Pendapat ini
menyamakan kemiskinan dengan ketidak jujuran – konsep ini ditentang keras oleh

5
sejumlah pengamat, yang melihat bahwa mengaitkan kemiskinan dengan
ketidakjujuran tidak lain dari upaya menyudutkan kelompok miskin. Juga tidak
dapat dikatakan bahwa orang-orang yang memanipulasi sistem perbankan,
memberikan uang pinjaman uang yang tidak dikembalikan dan melakukan
perdagangan orang dalam dengan deposito nasabah yang lugu, adalah orang-orang
melarat. Korupsi itu pisau bermata dua, korupsi dapat muncul dari harta dan
kemakmuran.
Korupsi dapat terjadi karena beberapa faktor yang mempengaruhi pelaku
korupsi itu sendiri atau yang biasa kita sebut koruptor. Adapun sebab-sebabnya,
antara lain:
1. Klasik
a) Ketiadaan dan kelemahan pemimpin.
Ketidakmampuan pemimpin untuk menjalankan tugas dan tanggung
jawabnya, merupakan peluangbawahan melakukan korupsi. Pemimpin yang
bodoh tidak mungkinmampu melakukan kontrol manajemen
lembaganya.kelemahanpemimpin ini juga termasuk ke-leadership-an,
artinya, seorang pemimpin yang tidak memiliki karisma, akan mudah
dipermainkananak buahnya. Leadership dibutuhkan untuk menumbuhkan
rasa takut, ewuh pakewuh di kalangan staf untuk melakukan penyimpangan.
b) Kelemahan pengajaran dan etika.
Hal ini terkait dengan sistempendidikan dan substansi pengajaran yang
diberikan. Pola pengajaranetika dan moral lebih ditekankan pada
pemahaman teoritis, tanpadisertai dengan bentuk-bentuk
pengimplementasiannya.
c) Kolonialisme dan penjajahan.
Penjajah telah menjadikan bangsa inimenjadi bangsa yang tergantung, lebih
memilih pasrah daripadaberusaha dan senantiasa menempatkan diri sebagai
bawahan. Sementara, dalam pengembangan usaha, mereka lebih cenderung
berlindung di balik kekuasaan (penjajah) dengan melakukan kolusidan
nepotisme. Sifat dan kepribadian inilah yang menyebabkanmunculnya
kecenderungan sebagian orang melakukan korupsi.
d) Rendahnya pendidikan.
Masalah ini sering pula sebagai penyebab timbulnya korupsi. Minimnya
ketrampilan, skill, dan kemampuanmembuka peluang usaha adalah wujud
rendahnya pendidikan. Denganberbagai keterbatasan itulah mereka berupaya
mencari peluang denganmenggunakan kedudukannya untuk memperoleh
keuntungan yangbesar. Yang dimaksud rendahnya pendidikan di sini adalah

6
komitmen terhadap pendidikan yang dimiliki. Karena pada kenyataannya,
para koruptor rata-rata memiliki tingkat pendidikan yang memadai,
kemampuan, dan skill.
e) Kemiskinan.
Keinginan yang berlebihan tanpa disertai instropeksi diriatas kemampuan
dan modal yang dimiliki mengantarkan seseorangcenderung melakukan apa
saja yang dapat mengangkat derajatnya.Atas keinginannya yang berlebihan
ini, orang akan menggunakankesempatan untuk mengeruk keuntungan yang
sebesar-besarnya.
f) Tidak adanya hukuman yang keras.
Seperti hukuman mati, seumur hidup atau di buang ke Pulau Nusa
kambangan. Hukuman seperti itulah yang diperlukan untuk menuntaskan
tindak korupsi.
g) Kelangkaan lingkungan yang subur untuk perilaku korupsi.
2. Modern
a) Rendahnya Sumber Daya Manusia.
Penyebab korupsi yang tergolong modern itu sebagai akibat rendahnya
sumber daya manusia. Kelemahan SDM ada empat komponen, sebagai
berikut:
1) Bagian kepala, yakni menyangkut kemampuan seseorang menguasai
permasalahan yang berkaitan dengan sains dan knowledge.
2) Bagian hati, menyangkut komitmen moral masing-masing komponen
bangsa, baik dirinya maupun untuk kepentingan bangsa dan negara,
kepentingan dunia usaha, dan kepentinganseluruh umat manusia. Komitmen
mengandung tanggung jawab untuk melakukan sesuatu hanya yang terbaik
dan menguntungkansemua pihak.
3) Aspek skill atau keterampilan, yakni kemampuan seseorang dalam
menjalankan tugas dan tanggung jawabnya.
4) Fisik atau kesehatan. Ini menyangkut kemanpuan seseorang mengemban
tanggung jawab yang diberikan. Betapapun memiliki kemampuan dan
komitmen tinggi, tetapi bila tidak ditunjang dengan kesehatan yang prima,
tidak mungkin standardalam mencapai tujuan.
b) Struktur Ekonomi Pada masa lalu.
Struktur ekonomi yang terkait dengan kebijakan ekonomi dan
pengembangannya dilakukan secara bertahap. Sekarang tidak ada konsep itu
lagi. Dihapus tanpa ada penggantinya, sehingga semuanya tidak karuan,

7
tidak dijamin. Jadi, kita terlalu memporak-porandakan produk lama yang
bagus

C. Macam-macam Korupsi
Sebagai langkah awal dalam pencegahan masalah korupsi, ada baiknya
kita mengetahui dan memahami mengenai hal-hal, baik macam/ motif maupun
pengelompokan tentang korupsi. Tindakan pencegahan ini diharapkan nantinya
dapat menjaga dan menghindarkan kita agar “lebih sedikit” untuk melanggar
hukum yang dapat merugikan diri kita sendiri, terutama orang lain. Jika dilihat
berdasarkan motif perbuatannya, korupsi itu terdiri dari empat macam, yaitu:
1. Corruption by Greed, motif ini terkait dengan keserakahan dan kerakusan para
pelaku korupsi.
2. Corruption by Opportunities, motif ini terkait dengan sistem yang memberi
lubang terjadinya korupsi.
3. Corruption by Need, motif ini Berhubungan dengan sikap mental yg tdk
pernah cukup, penuh sikap konsumerisme dan selalu sarat kebutuhan yg tidak
pernah usai.
4. Corruption by Exposures, motif ini berkaitan dengan hukuman para pelaku
korupsi yg rendah.
Macam-macam korupsi juga bisa dibedakan menjadi:
1. Korupsi transaktif
Korupsi jenis ini ditandai adanya kesepakatan timbal balik antara pihak yang
memberi dan menerima demi keuntungan bersama, dan kedua pihak sama-
sama aktif menjalankan perbuatan tersebut.
Contohnya :
a. Penunjukan langsung proyek yang seharusnya melalui tender
b. Penjualan aset pemerintah dengan harga murah
2. Korupsi Investif
Korupsi investif adalah korupsi yang melibatkan suatu penawaran barang atau
jasa tanpa adanya pertalian langsung dengan keuangan tertentubagi pemberi,
selain keuntungan yang diharapkan akan diperoleh di masa datang.
Contohnya:
Pejabat meminta balas budi pengusaha yang mendapatkan proyek . Kebiasaaan
ini membuat pengusaha selalu menyisihkan sebagian dana proyek dengan
mengurangi kualitas proyek untuk biaya “entertainment (hiburan)” ini

8
3. Korupsi Ekstroktif
Korupsi kategori ini menyatakan bentuk-bentuk koersi (paksaan) tertentu di
mana pihak pemberi dipaksa untuk guna mencegah kerugian yang mengancam
dirinya, kepentingan, kelompok , atau hal-hal berharga miliknya :
Contohnya :
Seorang pemimpin proyek secara langsung maupun tidak mendapat tekanan
untuk menyetor sejumlah uang kepada pejabat di atasnya. Jika tidak, ia bisa
kehilangan kesempatan untuk menjadi pimpinan pada proyek-proyek
berikutnya.
4. Korupsi Nepotistik
Korupsi nepotistik berupa pemberian perlakuan khusus kepada teman atau
mereka yang mempunyai kedekatan hubungan dalam rangkamenduduki
jabatan republik.
Contohnya :
Anak atau keluarga pejabat mendapat jatah proyek paling banyak , juga
memiliki peran besar dalam mengatur siapa yang layak melaksanakan proyek-
proyek pemerintah.
5. Korupsi Autogenetik
Korupsi autogenetik adalah korupsi yang di lakukan individu karena memiliki
kesempatan untuk mendapat keuntungan dari pengetahuan dan pemahamnya
atas sesuatu yang hanya diketahui seorang diri.
Contohnya :
Seorang penjabat penting melakukan klaim biaya perjalanan dinas tahunan
dengan jumlah hari melebihi jumlah hari dalam setahun.

D. Dampak Korupsi
Seperti yang telah diketahui korupsi telah menghasilkan pilihan-pilihan
yang keliru. Korupsi mendorong seseorang untuk bersaing dalam segi penyuapan,
bukan persaingan mutu dan harga barang dan jasa. Korupsi menghambat
perkembangan pasar yang sehat.
Diatas semua ini, korupsi mengacaukan pembangunan ekonomi dan
sosial, yang merusak di negara ini, negara Indonesia. Korupsi dapat diartikan
sebagai kelompok masyarakat paling miskin di dunia, kelompok yang paling tidak
mampu menanggung beban biaya apapun, tidak saja harus membayar biaya yang
ditimbulkan korupsi yang dilakukan para pejabat, tetapi juga biaya yang
ditimbulkan tindak korupsi oleh perusahaan-perusahaan dari negara-negara maju.
Dan yang lebih penting lagi, biaya yang paling besar yang bukanah dalam bentuk

9
besarnya uang suap atau uang korupsi tersebut tetapi dalam bentuk kekacauan
ekonomi yang timbul, dan dalam hilangnya rasa hormat kepada lembaga-lembaga
administrasi dan tata kelola pemerintahan. Dampak Masif Korupsi yaitu:
1. Lesunya Perekonomian
a. Investasi dan pertumbuhan ekonomi lemah
b. Penurunan produktivitas
c. Kualitas barang dan jasa untuk publik rendah
d. Utang negara meningkat
e. Pendapatan dari pajak menurun
2. Meningkatnya Kemiskinan
a. Harga jasa dan pelayanan publik mahal
b. Pengentasan kemiskinan tidak berjalan
c. Akses masyarakat miskin semakin terbatas
Banyak proyek pemerintah ataupun bantuan asing untuk rakyat miskin
tidak efektif, karena disunat oleh oknum pejabat pemerintah yang tidak
bertanggung jawab. Dalam banyak kasus korupsi, masyarakat miskin sering
menjadi korban karena ketidak berdayaan mereka yang disebabkan oleh
diantaranya: (1) tingkat pendidikan yang rendah dan kurangnya pemahaman
tentang korupsi & penanggulangannya, (2) tidak adanya akses terhadap
pelayanan hukum yang appropriate bagi mereka, (3) perhatian yang rendah dari
aparat penegak hukum terhadap mereka-mereka yang berasal dari ekonomi
tidak mampu.
3. Tingginya Kriminalitas
a. Sindikat kejahatan atau penjahat leluasa melanggar hukum
b. Proteksi terhadap kelompok kejahatan
c. Desakan pemenuhan kebutuhan hidup yang semakin sempit
d. Solidaritas sosial semakin langka
Di banyak negara, polisi dan pengadilan merupakan salah satu institusi
yang paling korup. Tidak jarang oknum yang bekerja pada kedua institusi
tersebut berkolaborasi dengan kelompok-kelompok kriminal tertentu, seperti
bisnis prostitusi, bisnis judi dan bisnis obat terlarang. Kolaborasi, yang nyata-
nyata merupakan tindakan korupsi ini, membuat pemberantasan aktifitas
kriminal tersebut menjadi sulit
4. Demoralisasi
a. Runtuhnya otoritas pemerintah
b. Matinya etika sosial-politik
c. Tidak efektifnya peraturan dan perundang-undangan

10
d. Menghalalkan segala cara
Korupsi yang merajalela yang berlarut-larut membuat masyarakat
pesimis akan keberhasilan upaya pemberantasan korupsi, padahal optimisme
masyarakat merupakan modal utama sukses perang melawan korupsi.
Pesimisme ini membuat masyarakat melakukan pembiaran terhadap aktifitas
korupsi, walaupun mereka jelas-jelas menjadi korban. Contoh paling kasat mata
adalah uang sogok kepada polisi lalu lintas untuk menghindari surat tilang, hal
yang jelas-jelas melanggar hukum ini seolah-olah merupakan hal yang wajar-
wajar saja. Dalam dataran yang lebih besar misalnya sogok-menyogok untuk
mempengaruhi penyusunan kebijakan pemerintah, money politic dll.
5. Kehancuran Birokrasi
a. Birokrasi tidak efisien (boros)
b. Fungsi pelayanan tidak berjalan
c. Komersialisasi birokrasi
d. Birokrasi menjadi loket tiket
e. Menguatnya birokratisasi
Pada mulanya birokrasi mempunyai konotasi positif yaitu efisien,
rapi dan teratur, tetapi saat ini birokrasi mempunyai konotasi sangat negatif
yaitu tidak efisien, korup dan lamban. Perubahan makna ini terjadi akibat
kinerja lembaga pemerintah yang tidak menggembirakan. Bureaucracy is driven
by rule not by goal, sehingga sangat sulit ditemukan sosok-sosok kreatif yang
bisa bertahan dijajaran birokrasi kita. Kondisi ini diperburuk dengan korupsi
yang terjadi, sehingga sesuatu yang sudah tidak efisien dan lamban ini menjadi
semakin buruk lagi. Akibatnya posisi sebagai pegawai negeri tidak menarik lagi
bagi sosok-sosok muda yang cerdas dan kreatif, mayoritas mereka lebih tertarik
berkarir di perusahaan swasta
6. Terganggunya Sistem Politik & Pemerintah
a. Munculnya kepemimpinan koruptor
b. Sistem politik mandul
c. Fungsi pemerintahan tidak berjalan
d. Hilangkah ekspektasi dan kepercayaan rakyat terhadap lembaga pemerintah
7. Buyarnya Masa Depan Demokrasi
a. Hilangnya kepercayaan publik terhadap demokrasi
b. Hancurnya kedaulatan rakyat
8. Runtuhnya Penegakan Hukum

11
E. Cara Mengatasi Korupsi Melalui Pendidikan Karakter
Korupsi adalah sebuah karakter manusia yang sangat meresahkan
kehidupan masyarakat. Karena korupsilah hak–hak masyarakat terbelenggu dan
terinjak. Definisi korupsi beragam. Dalam arti luas, korupsi berarti menggunakan
jabatan untuk keuntungan pribadi. Jabatan adalah kedudukan kepercayaan
seseorang yang diberi wewenang atau kekuasaan untuk bertindak atas nama
lembaga. Lembaga swasta, lembaga pemerintah, atau lembaga nirlaba. Korupsi
berarti memungut uang bagi layanan yang sudah seharusnya diberikan, atau
menggunakan wewenang untuk mencapai tujuan yang tidak sah. Korupsi terdiri
dari berbagai jenis: suap, pemerasan, uang pelicin, menjajakan pengaruh,
nepotisme, pemalsuan, penggelapan, dan sebagainya.
Korupsi dijumpai di berbagai negara di dunia. Tetapi dampak korupsi di
negara-negara miskin lebih merusak karena korupsi cenderung menyebabkan hak
milik tidak dihormati, terjadi kekebalan hukum, menimbulkan kerugian ekonomi
karena mengacaukan insentif; kerugian politik, karena meremehkan lembaga –
lembaga pemerintahan; kerugian sosial, karena kekayaan dan kekuasaan jatuh
kepada orang yang tidak berhak. Kita terhenyak ketika mendengar berita bahwa
kerusakan dahsyat yang timbul setelah gempa bumi di Turki adalah akibat korupsi
yang merajalela di dalam sektor industri konstruksi dan dalam kalangan pejabat
pemerintahan Turki.
Terkuaknya perilaku-perilaku korupsi yang dilakukan oleh para pejabat
Indonesia dari berbagai departemen, tidak terkecuali Departemen Agama,
membantah bahwa korupsi merupakan sebab dari kemiskinan, rendahnya
pendidikan seseorang dan ketiadaan prinsip-prinsip kaidah agama yang
membimbing kehidupannya sehari–hari. Pejabat bukanlah orang yang
berpendidikan rendah bukanlah merupakan suatu tudingan yang tidak mendasar,
hal ini merupakan kenyataan yang ada di Indonesia, misalnya dapat
dipresentasikan dari sederet gelar yang menghiasi di depan dan di belakang nama
mereka. Haji., Drs., Prof., SH., S.Sos., dan lain sebagainya. Pejabat bukanlah
seorang yang ateis atau tidak beragama, pejabat yang dipilih oleh rakyat salah satu
syaratnya adalah harus bersumpah untuk taat kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai
dengan roh pancasila. Yang semakin membuat kita terperangah adalah pejabat
yang bergelar haji dan gelar keagamaan lainnya dari jajaran Departemen Agama
ternyata juga tidak lepas dari perilaku korupsi. Korupsi bukan merupakan sebab
dari kemiskinan, pendidikan rendah atau seberapa jauh mereka memahami kaidah-
kaidah beragama, namun korupsi berakarkan kepada kesadaran manusia secara
menyeluruh. Kesadaran manusia dibentuk oleh lingkungan sosial, status sosial,

12
dan pengalaman dalam perjalanan hidup seseorang. Ketiga faktor itu adalah
arsitektur dari kesadaran manusia. Ketiga faktor itu yang menyejarah dalam
perkembangan masyarakat yang bersangkut. Dinamika faktor -faktor tersebut
ditentukan oleh bangunan sosial yang terbangun dalam kehidupan masyarakat
secara kontinu. Apabila bangunan sosial itu mengarahkan manusia terhadap
pendewaan materi, maka kepribadian seseorang akan selalu berorientasi pada
perolehan materi dan penimbunan materi. Sedangkan apabila bangunan sosial
yang terbangun dalam kehidupan masyarakat mengarahkan kepada penyampingan
materi dan memprioritaskan cinta, maka kepribadian orang akan selalu dikaitkan
dengan system-sistem dan nilai-nilai kemanusiaan.
Pendewaan terhadap materi telah menggiring seseorang untuk
melakukan tindakan apa saja demi kepentingan materi. Korupsi merupakan bentuk
nyata dari pendewaan terhadap materi. Apabila materi telah diadopsi sebagai dewa
oleh manusia, maka tidak ayal lagi manusia akan terperangkap dalam gaya hidup
hedonistik. Apabila orang sudah terperangkap dalam pendewaan materi dengan
kitab sucinya yang berupa prinsip – prinsip hedonisme, maka orang akan
bertendensi memiliki penyakit yang selalu haus akan materi, penyakit ini adalah
penyakit rakus. Orang yang rakus adalah orang yang tidak pernah merasa cukup
dengan apa yang telah dimilikinya.
Mencegah korupsi dapat membantu meningkatkan pendapatan
pemerintah, memperbaiki layanan masyarakat, dan mengembalikan kepercayaan
masyarakat terhadap pemerintah. Upaya penanggulangan korupsi dapat dilakukan
dengan dua tahap, yaitu pengobatan dan pencegahan :
1. Pengobatan, menghukum secara tegas para pelaku korupsi.
Khususnya pada koruptor kelas “kakap”. Koruptor besar harus diumumkan
namanya, dihukum secara tegas sesuai tindak pidana yang dilakukan, dan
dicopot dari jabatannya. Hal ini menunjukkan bahwa pelaku tindak korupsi
akan diadili secara tegas, bukan sekedar hiasan bibir belaka. Ketika korupsi
merajalela, yang pertama harus dibasmi adalah persepsi salah bahwa kebal
hukum itu ada. Siapapun pelaku tindak korupsi akan mendapatkan perlakuan
yang sama.
2. Pencegahan, setelah dilakukan pengobatan maka tahap selanjutnya adalah
pencegahan yang meliputi :
a. Seleksi para pejabat dan staf pemerintahan sehingga mencapai tingkat
efisiensi. Artinya, mengurangi pegawai pemerintah yang tidak memiliki
standard. Sehingga mengurangi kemungkinan untuk memperoleh gaji buta.

13
b. Peningkatan kehidupan beragama, yaitu dengan memperbaiki akhlak dan
selalu mengingat bahwa yang dilakukan di dunia akan dimintai pertanggung
jawabannya di akhirat.
c. Adakan perubahan sistem yang baik, misalnya pembayaran pajak yang
dialihkan kepada bank sehingga memperkecil aksi suap-menyuap,
menyederhanakan peraturan dan prosedur surat-menyurat, perijinan dan
membayar pajak.
d. Pendidikan karakter di sekolah maupun di luar sekolah.
Seseorang dikatakan berkarakter jika telah berhasil menyerap nilai dan
keyakinan yang dikehendaki masyarakat serta digunakan sebagai kekuatan
moral dalam hidupnya. Pendidikan sering disamakan dengan pendidikan budi
pekerti. Sementara itu, pengertian pendidikan budi pekerti menurut draft
kurikulum berbasis kompetensi21 dapat ditinjau secara konsepsional dan
operasional.

1) Hakekat Pendidikan Karakter


Secara etimologis, kata karakter (Inggris: character) berasal dari
bahasa Yunani (Greek), yaitu charassein yang berarti “to engrave”. Kata “to
engrave” bisa diterjemahkan mengukir, melukis, memahatkan, atau
menggoreskan. Dalam Kamus Bahasa Indonesia kata “karakter” diartikan
dengan tabiat, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan
seseorang dengan yang lain, dan watak. Karakter juga bisa berarti huruf, angka,
ruang, simbul khusus yang dapat dimunculkan pada layar dengan papan ketik.
Orang berkarakter berarti orang yang berkepribadian, berperilaku, bersifat,
bertabiat, atau berwatak. Dengan makna seperti ini berarti karakter identik
dengan kepribadian atau akhlak. Kepribadian merupakan ciri atau karakteristik
atau sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang
diterima dari lingkungan, misalnya keluarga pada masa kecil, dan juga bawaan
sejak lahir.
Secara terminologis, makna karakter dikemukakan oleh Thomas
Lickona. Menurut Lickona, karakter mulia (good character) meliputi
pengetahuan tentang kebaikan, lalu menimbulkan komitmen (niat) terhadap
kebaikan, dan akhirnya benar-benar melakukan kebaikan. Dengan kata lain,
karakter mengacu kepada serangkaian pengetahuan (cognitives), sikap
(attitides), dan motivasi (motivations), serta perilaku (behaviors) dan
keterampilan (skills).

14
Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa karakter identik dengan
akhlak, sehingga karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang
universal yang meliputi seluruh aktivitas manusia, baik dalam rangka
berhubungan dengan Tuhannya, dengan dirinya, dengan sesama manusia,
maupun dengan lingkungannya, yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan,
perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata karma,
budaya, dan adat istiadat. Dari konsep karakter ini muncul konsep pendidikan
karakter (character education).
Terminologi pendidikan karakter mulai dikenalkan sejak tahun 1900-
an. Thomas Lickona dianggap sebagai pengusungnya, terutama ketika ia
menulis buku yang berjudul The Return of Character Education dan kemudian
disusul bukunya, Educating for Character: How Our School Can Teach
Respect and Responsibility. Melalui buku-buku itu, ia menyadarkan dunia Barat
akan pentingnya pendidikan karakter. Pendidikan karakter menurut Lickona
mengandung tiga unsur pokok, yaitu mengetahui kebaikan (knowing the good),
mencintai kebaikan (desiring the good), dan melakukan kebaikan (doing the
good). Pendidikan karakter tidak sekedar mengajarkan mana yang benar dan
mana yang salah kepada anak, tetapi lebih dari itu pendidikan karakter
menanamkan kebiasaan (habituation) tentang yang baik sehingga peserta didik
paham, mampu merasakan, dan mau melakukan yang baik. Pendidikan karakter
ini membawa misi yang sama dengan pendidikan akhlak atau pendidikan moral.
Untuk melengkapi pengertian tentang karakter ini akan dikemukakan
juga pengertian akhlak, moral, dan etika. Kata akhlak berasal dari bahasa Arab
“al-akhlaq” yang merupakan bentuk jamak dari kata “al-khuluq” yang berarti
budi pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabiat. Sedangkan secara terminologis,
akhlak berarti keadaan gerak jiwa yang mendorong ke arah melakukan
perbuatan dengan tidak menghajatkan pikiran. Inilah pendapat yang
dikemukakan oleh Ibnu Maskawaih. Sedang al-Ghazali mendefinisikan akhlak
sebagai suatu sifat yang tetap pada jiwa yang daripadanya timbul perbuatan-
perbuatan dengan mudah, dengan tidak membutuhkan kepada pikiran.
Dalam khazanah perbendaharaan bahasa Indonesia kata yang setara
maknanya dengan akhlak adalah moral dan etika. Kata-kata ini sering
disejajarkan dengan budi pekerti, tata susila, tata krama, atau sopan santun.
Pada dasarnya secara konseptual kata etika dan moral mempunyai pengertian
serupa, yakni sama-sama membicarakan perbuatan dan perilaku manusia
ditinjau dari sudut pandang nilai baik dan buruk. Akan tetapi dalam aplikasinya
etika lebih bersifat teoritis filosofis sebagai acuan untuk mengkaji sistem nilai,

15
sedang moral bersifat praktis sebagai tolok ukur untuk menilai perbuatan yang
dilakukan oleh seseorang. Etika lebih memandang perilaku secara universal,
sedang moral memandangnya secara lokal. Untuk mengaplikasikan akhlak,
etika, atau moral dalam diri seseorang dimunculkan bidang ilmu yang disebut
Pendidikan Akhlak, Pendidikan Etika, atau Pendidikan Moral.
Berikut merupakan pengertian pendidikan karakter menurut beberapa
ahli antara lain:
a) Pengertian karakter menurut Pusat Bahasa Dekdiknas adalah “bawaan, hati,
jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat,
temperamen, watak”. Adapun berkarakter, adalah berkepribadian,
berperilaku, bersifat, dan berwatak.

16
b) Menurut Ditjen Mandikdasmen-Kementrian Pendidikan Nasional, karakter
adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu
untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat,
bangsa dan negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang
bisa membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan tiap akibat
dari keputusan yang ia buat.
c) W.B. Saunders, menjelaskan bahwa karakter adalah sifat nyata dan berbeda
yang ditunjukkan oleh individu, sejumlah atribut yang dapat diamati pada
individu.
d) Gulo W, menjabarkan bahwa karakter adalah kepribadian ditinjau dari titik
tolak etis atau moral, misalnya kejujuran seseorang, biasanya mempunyai
kaitan dengan sifat-sifat yang relatif tetap.
e) Kamisa, mengungkapkan bahwa karakter adalah sifat-sifat kejiwaan, akhlak
atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain, tabiat, watak.
Berkarakter artinya mempunyai watak, mempunyai kepribadian.

17
f) Alwisol menjelaskan pengertian karakter sebagai penggambaran tingkah
laku dengan menonjolkan nilai (benar-salah, baik-buruk) baik secara
eksplisit maupun implisit. Karakter berbeda dengan kepribadian kerena
pengertian kepribadian dibebaskan dari nilai. Meskipun demikian, baik
kepribadian (personality) maupun karakter berwujud tingkah laku yang
ditujukan kelingkungan sosial, keduanya relatif permanen serta menuntun,
mengerahkan dan mengorganisasikan aktifitas individu.
Dari pengertian pendidikan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
pendidikan karakter merupakan upaya penanaman kecerdasan dalam berfikir,
penghayatan dalam bentuk sikap, dan pengamalan dalam bentuk perilaku yang
sesuai dengan nilai-nilai luhur yang menjadi jati dirinya, diwujudkan dalam
interaksi dengan Tuhannya, diri sendiri, masyarakat dan lingkungannya.
Dengan demikian, terbentuklah pribadi seutuhnya yang tercermin pada
perilaku berupa ucapan, perbuatan, sikap, pikiran, perasaan, kerja dan hasil
karya berdasarkan nilai – nilai agama serta norma dan moral luhur bangsa.

2) Tujuan pendidikan Karakter


Pentingnya pendidikan karakter untuk segera dikembangkan dan
diinternalisasikan, baik dalam dunia pendidikan formal maupun dalam
pendidikan non formal tentu beralasan, karena memiliki tujuan yang cukup
mulia bagi bekal kehidupan peserta didik agar senantiasa siap dalam merespon
segala dinamika kehidupan dengan penuh tanggung jawab.
Memang tidak dapat dipungkiri bahwa sudah sangat mendesak
pendidikan karakter diterapkan di dalam lembaga pendidikan negara Indonesia.
Alasan-alasan kemerosotan moral, seharusnya membuat bangsa ini perlu
mempertimbangkan kembali bagaimana lembaga pendidikan mampu
menyumbangkan perannya bagi perbaikan kultur.
Dalam Pasal 3 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional nomor 20
tahun 2003 disebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak 24 mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Pendidikan karakter bukan hanya tanggung jawab guru, tapi juga
semua stakeholder pendidikan harus terlibat dalam rangka mengembangkan
pendidikan karakter ini, bahkan pemangku kebijakan harus menjadi teladan

18
terdepan. Sebagai seorang guru harus bekerja secara profesional, memberikan
pelayanan yang optimal kepada peserta didiknya, dan bekerja dengan penuh
kesabaran dalam membawa peserta didiknya menuju cita-cita pendidikan.
Doni mengemukakan, dengan menempatkan pendidikan karakter
dalam rangka dinamika proses pembentukan individu, para insan pendidik
seperti guru, orang tua, staff sekolah, masyarakat dan lainnya, diharapkan
semakin menyadari pentingnya pendidikan karakter sebagai sarana pembentuk
pedoman perilaku, pengayaan nilai individu dengan cara memberikan ruang
bagi figur keteladanan bagi anak didk dan menciptakan lingkungan yang
kondusif bagi proses pertumbuhan berupa kenyamanan dan keamanan yang
membantu suasana pengembangan diri satu sama lain dalam keseluruhan
dimensinya. Secara operasional tujuan pendidikan karakter dalam setting
sekolah sebagai berikut:
a) Menguatkan dan mengembangkan nilai-nilai kehidupan yang dianggap
penting dan perlu sehingga menjadi kepribadian kepemilikan peserta didik
yang khas sebagaimana nilai-nilai yang dikembangkan. Tujuannya adalah
memfasilitasi penguatan dan pengembangan nilai-nilai tertentu sehingga
terwujud dalam perilaku anak, baik pada saat masih sekolah maupun setelah
lulus.
b) Mengoreksi perilaku peserta didik yang tidak bersesuaian dengan nilai-nilai
yang dikembangkan oleh sekolah. Tujuan ini memiliki makna bahwa tujuan
pendidikan karakter memiliki sasaran untuk meluruskan berbagai perilaku
negatif anak menjadi positif.
c) Membangun koneksi yang harmoni dengan keluarga dan masyarakat dalam
memerankan tanggung jawab karakter bersama. Tujuan ini bermakna bahwa
karakter di sekolah harus dihubungkan dengan proses pendidikan di
keluarga.
Tujuan pendidikan karakter adalah membentuk bangsa yang tangguh,
kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong, berjiwa
patriotik, berkembang dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan teknologi yang
semuanya dijiwai oleh iman dan takwa kepada tuhan yang maha esa
berdasarkan pancasila. Tujuan pembentukan karakter menghendaki adanya
perubahan tingkah laku, sikap dan kepribadian pada subjek didik.
Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa tujuan diadakannya
pendidikan karakter, baik di sekolah, madrasah maupun rumah adalah dalam
rangka menciptakan manusia Indonesia yang seutuhnya, yaitu manusia yang

19
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia serta
memiliki tanggung jawab yang tinggi dalam menjalankan kehidupan ini.

3) Nilai-nilai dalam Pendidikan Karakter


Berbicara tentang karakter sesungguhnya karakter merupakan pilar
penting dalam kehidupan bangsa dan negara. Ia ibarat kemudi dalam
kehidupan. Namun dalam kenyatannya, perhatian terhadap karakter yang begitu
pentingnya tidak di perhatikan dengan baik bahkan boleh dibilang terabaikan.
Seperti dikemukakan sebelumnya bahwa inti pendidikan karakter
bukanlah sekadar mengajarkan pengetahuan kepada peserta didik tentangmana
yang baik dan mana yang buruk. Namun lebih dari itu, pendidikan karakter
merupakan proses menanamkan nilai-nilai positif kepada peserta didik melalui
berbagai cara yang tepat.
Pendidikan karakter yang menjadi isu utama dunia pendidikan saat ini
sebenarnya bukan sesuatu yang baru. Latar belakang menghangatnya isu
pendidikan karakter adalah harapan yang pemenuhan sumber daya manusia
yang berkualitas yang lahir dari pendidikan. Dengan demikian, penanaman
pendidikan karakter sudah tidak dapat ditawar untuk diabaikan, terutama pada
pembelajaran di sekolah, di samping lingkungan keluarga dan masyarakat.
Secara umum, nilai-nilai karakter atau budi pekerti ini menggambarkan sikap
dan perilaku dalam hubungan dengan Tuhan, diri sendiri, masyarakat dan alam
sekitar. Mengutip dari pendapatnya Lickona, “pendidikan karakter secara
psikologis harus mencakup dimensi penalaran berlandasan moral (moral
reasoning), perasaan berlandasan moral (moral behaviour).
Dalam rangka memperkuat pelaksanaan pendidikan karakter, ada 18
nilai-nilai dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa yang
dibuat oleh Diknas. Mulai tahun ajaran 2011, seluruh tingkat pendidikan di
Indonesia harus menyisipkan pendidikan berkarakter tersebut dalam proses
pendidikannya. Nilai-nilai dalam pendidikan karakter menurut Diknas adalah:
No. Nilai Deskripsi
1 Religius Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran
agama yang dianutnya, toleran terhadap
pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan
pemeluk agama lain.
2 Jujur Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan
dirinyasebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam

20
perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
3 Toleransi Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan
agama,suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang
lain yang
berbeda dari dirinya.
4 Disiplin Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuhpada
berbagai ketentuan dan peraturan
5 Kerja Keras Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguhdalam
mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta
menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.
6 Kreatif Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan
caraatau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.
7 Mandiri Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada
orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
8 Demokratis Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama
hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.
9 Rasa Ingin Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk
Tahu mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang
dipelajarinya, dilihat, dan didengar.
10 Semangat Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang
Kebangsaan menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas
kepentingan diri dan kelompoknya.
11 Cinta Tanah Cara berfikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan
Air kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi
terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya,
ekonomi, dan politik bangsa.
12 Menghargai Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk
Prestasi menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan
mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.
13 Bersahabat / Tindakan yang memperlihatkan rasa senang
Komunikati berbicara,bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain.
f
14 Cinta Damai Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang
lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya.
15 Gemar Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai
Membaca bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.

21
16 Peduli Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah
Lingkungan kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan
mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki
kerusakan alam yang sudah terjadi.
17 Peduli Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan
Sosial pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.
18 Tanggung Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas
Jawab dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan,
terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam,
sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.

22
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Korupsi merajalela karena ada sebab yaitu fenomena kerakusan manusia,
sistem yang kurang efisien, hukum yang sering diremehkan, dan karakter bangsa
yang tidak bagus. Pendidikan karakter merupakan salah satu solusi menanggulangi
korupsi sejak dini. Lingkungan harus meningkatkan mutu pendidikan agar
membentuk karakter siswa yang baik serta menciptakan lingkungan yang
berakhlak mulia.

B. Saran
 Pemahaman merupakan modal utama dan hal terpenting dalam proses belajar
anak
 Tanpa adanya proses pengulangan, pembiasaan dan keberlanjutan, maka
proses belajar menjadi tidak optimal
 Kita harus sadar bahwa menjadi pintar saja tidaklah cukup, mental dan
karakter harus dibentuk untuk menguatkan cita-cita
 Selalu melakukan proses pembinaan serta belajar mengajar dengan
pendekatan psikologi, kreativitas dan intelektualitas.

23
DAFTAR PUSTAKA

Balitbang-Puskur. 2001. Kurikulum Berbasis Kompetensi Mata Pelajaran Budi


Pekerti untuk Sekolah Menengah Atas. Jakarta: Depdiknas
Megawangi, Ratna. 2009. Pendidikan Karakter: Solusi yang Tepat untuk Membangun
Bangsa. Indonesia Heritage Foundation: Jakarta.
Zuriah, Nurul. 2007. Pendidikan Moral dan Budi Pekerti Dalam Prespektif
Perubahan: Menggagas Platform Pendidikan Budi Pekerti Secara
Kontekstual dan Futuristik. Jakarta: Bumi Aksara.

24

Anda mungkin juga menyukai