PENDAHULUAN
1
klasik yang telah lama ada.Sejarawan Onghokham menyebutkan bahwa korupsi
ada ketika orang mulai melakukan pemisahan antara keuangan pribadi dan
keuangan umum.Menurut Onghokham pemisahan keuangan tersebut tidak ada
dalam konsep kekuasaan tradisional.
Dengan kata lain korupsi mulai dikenal saat sistem politik modern dikenal.
Selain itu, budaya local juga menjadi akar dari tumbuhnya korupsi.Budaya yang
dianut dan diyakini masyarakat kita telah sedikit banyak menimbulkan dan
membudayakan terjadinya korupsi.Dalam budaya Patron-Klien, diyakini bahwa
Patron memiliki kebesaran hak dan kekuasaan, sedangkan klien terbatas pada
kekecilan hak dan kebesaran kewajiban terhadap patron. Klien selalu berupaya
meniru apa yang dilakukan patron, serta membenarkan setiap tindakan patronnya.
Hal tersebut didasari karena adanya pandangan bahwa semua yang berasal
dari patron dianggap memiliki nilai budaya luhur. Patron tidak dapat menolak
tindakan tersebut, termasuk tindakan yang tidak terpuji, anti-manusiawi,
merugikan orang lain yang kemudian disebut dengan korupsi. Umunya klien
sering memberikan barang-barag tertentu kepada patronnya, dengan harapan
mereka akan diberikan pekerjaan ataupun upah lebih tinggi. Klien juga
memberikan penghormatan yang berlebihan kepada patronnya.
Korupsi kecil tersebut lambat laun meluas kepada kelompok-kelompok
masyarakat yang lain. Proses penyebaran korupsi tersebut disebut
dengancontinous imitation (peniruan korupsi berkelanjutan). Proses ini bisa
terjadi tanpa disadari oleh masyarakat. Dalam keluarga misalnya, seringkali orang
tua tanpa sengaja telah mengajarkan perilaku korupsi kepada anaknya.Meskipun
sebenarnya orang tua tidak bermaksud demikian, namun kita tidak boleh lupa
bahwa anak adalah peniru terbaik, mereka meniru apapun yang dilakukan oleh
orang-orang dewasa disekitarnya.
2
4. Bagaimana sejarah pemberantasan korupsi di indonesia?
5. Apa lembaga pemberantasan korupsi di indonesia?
6. Bagaimana kebijakan dan perundangan pemberantasan korupsi di indonesia?
7. Bagaimana strategi pencegahan tindak korupsi di indonesia?
8. Bagaimana hubungan komisi pemberantasan korupsi (KPK) dengan
pemerintah?
9. Bagaimana mekanisme kerja KPK?
10. Apa saja faktor yang memengaruhi kinerja KPK?
3
BAB II
TINJAUAN TEORI
4
tidak hanya menyangkut korupsi moneter yang konvensional, akan tetapi
menyangkut pula korupsi politik dan administratif. Seorang administrator yang
memanfaatkan kedudukannya untuk menguras pembayaran tidak resmi dari para
investor (domestik maupun asing), memakai sumber pemerintah, kedudukan,
martabat, status, atau kewenangannnya yang resmi, untuk keuntungan pribadi
dapat pula dikategorikan melakukan tindak korupsi.
Definisi ini hampir sama artinya dengan definisi yang dilontarkan oleh
pemerintah Indonesia baru-baru ini. Dalam siaran pers yang dikeluarkan oleh
Menko Wasbang tentang menghapus KKN dari perekonomian nasional, tanggal
15 Juni 1999, pengertian KKN didefinisikan sebagai praktek kolusi dan
nepotisme antara pejabat dengan swasta yang mengandung unsur korupsi atau
perlakuan istimewa. Sementara itu batasan operasional KKN didefinisikan
sebagai pemberian fasilitas atau perlakuan istimewa oleh pejabat
pemerintah/BUMN/BUMD kepada suatu unit ekonomi/badan hukum yang
dimiliki pejabat terkait, kerabat atau konconya. Bentuk fasilitas istimewa tersebut
meliputi:
1. Pelaksanaan pelelangan yang tidak wajar dan tidak taat azas dalam
pengadaan barang dan jasa pemerintah atau dalam rangka kerjasama
pemerintah / BUMN / BUMD dengan swasta.
2. Fasilitas kredit, pajak, bea masuk dan cukai yang menyimpang dari
ketentuan yang berlaku atau membuat aturan/keputusan untuk itu secara
eksklusif.
3. Penetapan harga penjualan atau ruislag.
5
1. Ketiadaan atau kelemahan kepemimpinan dalam posisi-posisi kunci yang
mampu memberi ilham dan mempengaruhi tingkah laku yang menjinakkan
korupsi.
2. Kelemahan pengajaran-pengajaran agama dan etika.
3. Kolonialisme, suatu pemerintahan asing tidaklah menggugah kesetiaan dan
kepatuhan yang diperlukan untuk membendung korupsi.
4. Kurangnya pendidikan.
5. Adanya banyak kemiskinan.
6. Tidak adanya tindakan hukum yang tegas.
7. Kelangkaan lingkungan yang subur untuk perilaku anti korupsi.
8. Struktur pemerintahan.
9. Perubahan radikal, suatu sistem nilai yang mengalami perubahan radikal,
korupsi muncul sebagai penyakit transisional.
10. Keadaan masyarakat yang semakin majemuk.
6
pelayanan publik atau pembatalan kewajiban membayar denda ke kas negara,
pemerasan (extortion) dimana prakarsa untuk meminta balas jasa datang dari
birokrat atau petugas pelayan publik lainnya.
Model Korupsi Lapis Kedua
Jarring-jaring korupsi (cabal) antar birokrat, politisi, aparat penegakan
hukum, dan perusahaan yang mendapatkan kedudukan istimewa. Menurut
Aditjandra, pada korupsi dalam bentuk ini biasanya terdapat ikatan-ikatan yang
nepotis antara beberapa anggota jaring-jaring korupsi, dan lingkupnya bisa
mencapai level nasional.
Model Korupsi Lapis Ketiga
Korupsi dalam model ini berlangsung dalam lingkup internasional dimana
kedudukan aparat penegak hukum dalam model korupsi lapis kedua digantikan
oleh lembaga-lembaga internasional yang mempunyai otoritas di bidang usaha
maskapai-maskapai mancanegara yang produknya terlebih oleh pimpinan rezim
yang menjadi anggota jarring-jaring korupsi internasional korupsi tersebut.
7
BAB III
PEMBAHASAN
8
kecil di waktu itu.Banyak kendala yang dialami lembaga pemberantasan korupsi
di samping lemahnya komitmen politik Indonesia.
PARAN mengalami kegagalan karena berlindung dibawah kekuasaan
Presiden, sementara Operasi Budhi dibubarkan oleh Presiden Soekarno karena
mengganggu kewibawaan presiden.Sedangkan di era Soeharto lembaga
pemberantasan korupsi berrnama OPSTIB.Namun OPSTIB mengalami kegagalan
yang disebabkan oleh banyaknya campur tangan militer.Banyak kalangan militer
yang menduduki kursi “empuk” dalam pemerintahan.
Pada UU Nomor 28 Tahun 1999, yang dikeluarkan oleh BJ Habiebie,
tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari KKN berikut
pembentukan berbagai komisi atau badan baru seperti KPKPN, KPPU atau
lembaga Ombudsman. Sedangkan di masa pemerintahan Gus Dur, lembaga
pemberantasan korupsi dibentuk dengan nama Tim Gabungan Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi (TGPTPK). Badan ini dibentuk dengan Keppres di masa
Jaksa Agung Marzuki Darusman dan dipimpin Hakim Agung Andi Andojo.
Sayangnya di tengah semangat menggebu-gebu untuk memberantas korupsi dari
anggota tim, melalui suatu judicial review Mahkamah Agung, TGPTPK akhirnya
dibubarkan.
Kemudian di era Megawati, lahir sebuah lembaga pemberantasan korupsi
yang bernama Komisi Pemberantas Tindak Pidana Korupsi (KPTPK) atau lebih
sering disebut Komisi Pemberantas Korupsi (KPK).
9
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dilengkapi dengan berbagai tugas
dan wewenang yang sangat luas dan kuat.Pada tahun 2002 Pemerintah dan DPR
memberi tugas dan wewenang KPK luas sekali. Pada pasal 43 UU No. 31 tahun
1999 menyebutkan bahwa tugas dan wewenang KPK adalah melakukan
koordinasi dan supervise, termasuk melakukan penyelidikan dan penyidikan, dan
penuntutan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku Hal
tersebut dapat menggambarkan bahwa selama ini pemberantasan korupsi memang
dirasakan kurang efektif dan memiliki dampak yang cukup signifikan. Oleh
karena itu kehadiran KPK amat dibutuhkan.
Tugas KPK secara rinci dicantumkan dalam pasal 6 No. 30/2002, yaitu:
1. Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak
pidana korupsi.
2. Supervise terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak
pidana korupsi.
3. Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana
korupsi
4. Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi.
5. Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pmerintah.
Sedangkan wewenang yang diberikan kepada KPK adalah:
1. Dalam melaksanakan tugas suvervisi, KPK berwenang melakukan
pengawasan, penelitian atau penelaahan terhadap instansi yang melaksanakan
tugas dan wewenangnya yang berkaitan dengan pemberantasan tindak pidana
korupsi, dan instansi yang dalam melaksanakan pelayanan public.
2. Dalam melaksanakan wewenang tersebut maka KPK juga berwenng
mengambil alih penyidikan atau penuntutan terhadap pelaku tindak pidana
korupsi yang sedang dilakukan oleh kepolisian atau kejaksaan.
3. Dalam hal KPK mengambil alih penyidikan dan penuntunan, kepolisisn atau
kejaksaan wajib menyerahkan tersangka dan seluruh berkas perkara beserta
alat bukti dan dokumen lain yang diperlukan dalam waktu paling lama 14 hari
kerja, terhitung sejak tanggal diterimanya permintaan Komisi Pemberantasan
Korupsi.
10
4. Penyerahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan membuat
dan menandatangani berita acara penyerahjan sehingga segala tugas dan
kewenangan dan kepolisian atau kejaksaan pada saat penyerahan tersebut
beralih kepada Komisi Pemberantasan Korupsi.
11
g. UU No 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara yang
bersihBebas dari KKN
h. UU No 7 Tahun 2006 Tentang Pengesahan Konvensi Perserikatan
Bangsa-Bangsa Anti Korupsi, 2003
i. UU No 1 Tahun 2006 Tentang Bantuan Timbal Balik Masalah pidana
3. Peraturan Pemerintah:
a. PP 71/2000 ttg peran serta masyarakat dalam pemberantasan korupsi
b. Peraturan Pemerintah No.110 tahun 2000 tentang kedudukan
Keuangan DPRD
c. Penjelasan Peraturan Pemerintah No.110 tahun 2000 tentang
kedudukan Keuangan DPRD
d. PP No 24 Tahun 2004 tentang Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan
Anggota DPRD
e. PP No 25 Tahun 2004 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib DPRD
f. PP No 19 Tahun 2000 tentang Tim Gabungan Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi
4. Instruksi Presiden (Inpres):
a. Inpres No. 5 Tahun 2004 tentang percepatan pemberantasan korupsi
b. Inpres No. 4 Tahun 1971, Tentang Pengawasn Tertib Administrasi di
Lembaga Pemerintah
c. Inpres No. 9 Tahun 1977, Tentan Operasi Tertib
d. Instruksi Presiden No. 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah
e. Inpres No 1 Tahun 1971, tentang koordinasi pemberantasan uang palsu
5. Keputusan Presiden (Keppres):
a. Keputusan Presiden No. 11 Tahun 2005 Tentang Timtastipikor
b. Keppres No. 12 Tahun 1970 tentang "Komisi 4"
c. Keppres No 80 Tahun 2003, tentang pedoman pengadaan barang jasa
di instansi pemerintah
d. Keppres No 16 Tahun 2004, tentang perubahan keppres 80/2003 tentang
pedoman pengadaan barang jasa di instansi pemerintah
12
6. Surat Edaran:
a. Surat edaran Jaksa Agung tentang percepatan penanganan kasus
korupsi tahun 2004
b. Surat edaran Dirtipikor Mabes Polri, tentang pengutamaan
penanganana kasus korupsi
c. Surat Keputusan Jaksa Agung tentang Pembentukan Tim Gabungan
Pemberantasan Tindak Pidana korupsi Tahun 2000
d. Keputusan Bersama KPK-Kejaksaan Agung dalam Kerjasama
Pemberantasan korupsi
7. Perda : KabupatenSolok No 5 Tahun 2004 Tentang Transparansi
Penyelenggaraan Pemerintahan
Dengan begitu banyaknya peraturan perundangan yang telah dan sedang
diterapkan, maka seyogyanya pemberantasan korupsi di Indonesia harus mulai
menemukan arah yang tepat. Indonesia, akan membuka celah dalam penerapan
hukum. Sehingga perlu rumusan dan indikator baku untuk menentukan definisi
dari eksekutif, legislatif, dan yudikatif.
Dalam hal ratifikasi UNCAC, sebagai bentuk komitmen Indonesia dalam
memerangi korupsi di hadapan masyarakat internasional, Indonesia masih perlu
melakukan harmonisasi perundangan yang masih terdapat kesenjangan dan
perbedaan substantif.Dalam analisa terbatas yang dilakukan oleh Masyarakat
Transparansi Indonesia, terdapat beberapa substansi istilah yang memerlukan
klarifikasi dalam perundangan Indonesia, untuk menyesuaikan dengan klausul
yang berlaku dalam UNCAC.
13
dibandingkan dengan pencegahan (ex ante).Strategi Indonesia dapat dilihat pada
tabel berikut.
Strategi Pemberantasan Korupsi di Indonesia
Eksekutif + Legislatif
Kebijakan + Aturan Hukum
KPK Kepolisian Kejaksaan Pengadilan
a. Trigger Mechanism 1. Penyelidikan 1. Penyidikan 1. Putusan
b. Supervisi 2. Penyidikan 2. Penuntutan 2. Pengawasane
c. Koordinasi 3. Eksekutor ksekusi
d. Pencegahan
e. Penyidika
f. Penuntutan
Masyarakat + NGO's + Swasta
1. Pencegahan
2. Pelapor
3. Pengawasan Eksternal
Sumber: Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI), 2007
Pendekatan Sistem yang ditempuh Pemerintah Indonesia mencakup:
pencegahan; penegakan hukum; dan kerjasama. Pendekatan Regulasi dalam
memberantas korupsi meliputi: pengesahan Undang-Undang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi (Tipikor); Undang-Undang Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK);penyusunan Rancangan Undang-Undang Pengadilan Tipikor; dan
ratifikasi United Nations Convention Against Corruption (UNCAC). Sedangkan
Pendekatan Institusional terdiri dari: pembentukan institusi independen;
pembentukan institusi yang bersifat koordinatif; dan pembentukan pengadilan
khusus.
Upaya-upaya lain yang ditempuh Pemerintah Indonesia dalam mencegah
korupsi mencakup reformasi birokrasi yang menekankan keterbukaan,
kesempatan yang sama dan transparansi dalam rekrutmen pegawai negeri,
kontrak, retensi dan proses promosi termasuk remunerasi dan diklat. Selanjutnya
pemerintah juga memprioritaskan reformasi sektor pengadaan barang dan jasa
yang rentan dengan praktik-praktik korupsi.Kemudian menetepkan peraturan
perundang-undangan mengenai anti pencucian uang.Perjanjian ekstradisi juga
menjadi hal yang erat kaitannya dengan penanganan kasus-kasus
korupsi.Disinyalir bahwa sejumlah tersangka koruptor di Indonesia (khususnya
14
kasus BLBI) melarikan hasil kejahatannya ke luar negeri.Sehingga pemerintah
memandang penting untuk melakukan perjanjian ekstradisi dengan beberapa
negara. Hingga saat ini tercatat sejumlah perjanjian ekstradisi telah ditandatangani
oleh Pemerintah Indonesia dengan beberapa negara lain seperti Malaysia (tahun
1975), Filipina (tahun 1976), Thailand (tahun 1978), dan terakhir Singapura
(tahun 2007).
15
banyak permasalahan yang dialami oleh Bank CIC, mulai dari modal CIC yang
amblas hingga minus 83,06 % hingga CIC kekekurangan modal hingga Rp 2,67
Triliun. Oleh karena itu Bank Indonesia menyarankan merger untuk mengatasi
masalah-masalah tersebut sehingga pada tahun 2004 Bank Pikko dan Bank
Danpac melebur ke Bank CIC. Setelah menjadi sebuah kesatuan yang menjadi PT
Bank Century Tbk, Bank Century memiliki 25 kantor cabang, 31 kantor cabang
pembantu, 7 kantor kas, dan 9 ATM.
Sebenarnya banyak pihak yang kesulitan mengetahui latar belakang dari
kasus Bank Century tersebut. Kesulitan dalam mengetahui asal mula kasus ini
disebabkan koordinasi tim penelusuran dana Century yang buruk. Tim tersebut
bernama Mutual Legal Assistance (MLA) Bank Century yang terdiri dari
Depkum HAM, Departemen Keuangan, Kepolisian, Kejaksan, Bank Indonesia,
dan Departemen Luar Negeri. Tim MLA belum bisa berkoordinasi dengan baik
terkait dengan kasus Bank Century.Masing-masing pihak masih
menyembunyikan rahasia. Namun, secara kronologis, kasus ini memang dimulai
pada tahun 1989 oleh Robert Tantular yang mendirikan Bank CIC hingga Bank
tersebut menjadi Bank Century pada tahun 2004. Permasalahan pada Bank
Century terus muncul.Dimulai tahun 2008, Bank Century mengalami kesulitan
liquiditas karena beberapa nasabah besar Bank Century menarik dananya. Salah
satunya ialah Boedi Sampoerna yang akan menarik dananya dari Bank Century
sebesar Rp 2 Trilyun, sedangkan dana yang ada di Bank tidak mencapai angka
tersebut. Kemudian keadaan ini dioerparah pada tanggal 17 November Delta
Sekuritas yang dimiliki Robert Tantular mulai tak sanggup untuk membayar
kewajiban atas produk discretionary fund yang dijual Bank Century.
Pada 20 November 2008, BI melalui Rapat Dewan Gubernur menetapkan
Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik. Keputusan itu kemudian
disampaikan kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani selaku Ketua Komite
Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK). Dengan berbagai pertimbangan dan hasil
rapat dari KSSK yang dihadiri oleh Sri Mulyani beserta Gubernur BI, menyatakan
bahwa Bank Century merupakan bank gagal dan menerima aliran dana
penanganan Bank Century melalui Lembaga Penjamib Simpanan (LPS).
16
Penyuntikan dana awal dari LPS ke Bank Century adalah sebesar Rp 632
miliar untuk menambah modal sehingga dapat menaikkan CAR menjadi 8%.
Enam hari setelah dana tersebut dicairkan, kemudian LPS menyuntikan dana
kembali sebesar Rp 2,776 triliun pada Bank Century untuk menambah CAR
menjadi 10%. Karena meman permasalahan Bank Century tak kunjung selesai,
Bank Century mulai meghadapi tuntutan ribuan investor Antaboga atas
penggelapan dana investasi senilai Rp 1,38 triliun yang mengalir ke Robert
Tantular. Kemudian, LPS meyuntikan dana kembali seesar Rp 2,2 Triliun untuk
memenuhi tingkat kesehatan bank, dan pada akhir Desember 2008, Bank Century
mencatat kerugian sebesar Rp 7,8 Triliun. Bank Century ini memang tampak
mendapat perlakuan istimewa dari Bank Indonesia dan masih tetap diberikan
kucuran dana sebesar Rp 1,55 triliun pada tanggal 3 Februari 2009. Padahal Bank
Century terbukti lumpuh.
Pada Bulan Juni 2009 Bank Century mencairkan dana yang telah
diselewengkan Robert sebesar Rp 180 miliar pada Budi Sampoerna. Namun,
dibantah oleh Budi yang merasa tidak menerima sedikit pun uang dari Bank
Century. Atas pernyataan itu LPS mengucurkan dana lagi kepada Bank Century
sebesar Rp 630 miliar untuk menutupi CAR. Dengan dana yang terus disuntikan
kepada Bank Century masih belum bisa menangani masalah yang ada pada bank
ini. Sedangkan total dana yang dikucurkan kepada Bank Century sebesar Rp
6,762 triliun. Sebuah angka yang tidak sedikit, dan sampai sekarang belum ada
yang bisa membuktikan mengalirnya dana tersebut.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih terus menangani masalah
kasus korupsi Bank Century yang tak kunjung berakhir ini.Kewenangannya
sebagai badan penyidik, KPK berhak untuk menyidik siapapun untuk diperiksa.
Dalam kasus Bank Century ini, KPK menyidik pejabat besar, yakni Sri Mulyani
yang masih menjabat Menteri Keuangan Republik Indonesia dan Boediono
mantan Gubernur Bank Indonesia yang menurut pejabat KSSK nyatakan bahwa
merekalah yang menekan dana suntikan untuk Bank Century.
17
3.8 Faktor yang Memengaruhi Kinerja KPK
Kehadiran Lembaga pemberntasan korupsi di Indonesia sangatlah
dibutuhkan untuk mengusut kasus-kasus korupsi yang sudah menjadi darah
daging bangsa ini. Dengan kasus-kasus korupsi yang telah berhasil diungkap,
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mendapat kepercayaan yang tinggi
dari masyarakat untuk menangani masalah tindak pidana korupsi. Sebagai
lembaga independen, lembaga yang jauh dari intervensi pihak manapun, KPK
harus bertahan dari tekanan-tekanan manapun.Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi pemberantasan korupsi di Indonesia, salah satunya ialah kelebihan
KPK yang dimiliki.
Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi atau yang dikenal dengan KPK melegitimasi organ yang
satu ini sebagai “super body“ full polisinil dan full prosecuting. Undang-undang
ini memberi kewenangan kepada KPK untuk melakukan tugas-tugas kepolisian
pada umumnya.Penyelidikan, penyidikan bahkan penuntutan.Penangkapan,
penahanan, menyita, telah melekat sebagai tugas utama untuk organ yang satu ini.
Tugas-tugas intelejen pun dimilikinya, bagaikan tugas operasi intelejen di medan
“pertempuran“ layaknya pasukan green beret di negeri Paman Sam.
Di dalam pasal 12 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 huruf (a) yang
berbunyi dalam melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan
sebagaimana dalam pasal 6 huruf (c ) komisi pemberantasan korupsi berwenang
melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan. Pasal ini merupakan kunci
segala-galanya bagi KPK untuk melakukan tugas “intelejen“.
Payung hukum dalam pasal ini sudah cukup bagi KPK untuk melakukan
pendeteksian orang secara cepat.Sehingga KPK dapat mengetahui dan melacak
serta merekam pembicaraan seseorang yang dikategorikan sebagai bukti
permulaan. KPK dengan alat bantu teknologi dibenarkan oleh pasal ini untuk
melakukan pelacakan atas deal- deal yang berbau korupsi di negeri ini.
18
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Korupsi berasal dari bahasa latin, Corruptio-Corrumpere yang artinya
busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik atau menyogok. Korupsi merupakan
fenomena sosial yang hingga kini masih belum dapat diberantas oleh manusia
secara maksimal. Pengertian korupsi berdasarkan ketentuan Undang-Undang no
31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi (pasal 2 ayat 1), adalah “Setiap
orang yang secara melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain, atau
suatu korporasi, yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian
negara”. Dalam hal tentang pengertian yang merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara, maka secara implicit, maupun eskplisit, terkandung
pengertian tentang keuangan atau kekayaan milik ‘pemerintah’, atau ‘swasta’,
maupun ‘masyarakat’, baik secara keseluruhan maupun sebagian, sebagai unsur
pokok atau elemen yang tidak terpisahkan dari pengertian negara (state).
Indonesia merupakan Negara kesatuan Republik yang dipimpin oleh
seorang pemimpin yang menduduki jabatan Presiden secara berkala. Presiden
sebagai pemimpin utama di negara Indoensia mempunyai kewenangan dalam
merumuskan, membuat, dan melaksanakan kebijakan atau undang-undang.Negara
Indonesia yang terdiri dari pulau-pulau memiliki penduduk 241 juta orang yang
sebagian besar bermatapencaharian di bidang agraris dan kelautan
Lembaga Pemberantasan Korupsi di Indonesia
Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPTPK) atau yang lebih
dikenal dengan sebutan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK_ merupakan
komisi yang dibentuk di Indonesia pada tahun 2003, atau pada masa
pemerintahan Megawati.Komisi ini dibentuk untuk mengatasi, menanggulangi
dan memberantas korupsi di Indonesia.Komisi ini didirikan berdasarkan
padaUndang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 mengenai
Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Strategi Pencegahan Tindak Korupsi
19
Sedangkan Indonesia menempuh strategi pemberantasan korupsi melalui 3
(tiga) pendekatan yaitu: sistem; regulasi; dan institusional.Pendekatan tersebut
didasarkan pada keterkaitan antara elemen-elemen (pelaku) dalam pemberantasan
korupsi yang ada di Indonesia.Meskipun demikian, pemberantasan korupsi di
Indonesia lebih mengedepankan pada aspek penindakan (ex post facto)
dibandingkan dengan pencegahan (ex ante).Strategi Indonesia dapat dilihat pada
tabel berikut.
Pendekatan Sistem yang ditempuh Pemerintah Indonesia mencakup:
pencegahan; penegakan hukum; dan kerjasama. Pendekatan Regulasi dalam
memberantas korupsi meliputi: pengesahan Undang-Undang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi (Tipikor); Undang-Undang Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK);penyusunan Rancangan Undang-Undang Pengadilan Tipikor; dan
ratifikasi United Nations Convention Against Corruption (UNCAC). Sedangkan
Pendekatan Institusional terdiri dari: pembentukan institusi independen;
pembentukan institusi yang bersifat koordinatif; dan pembentukan pengadilan
khusus.
4.2 Saran
Demikian makalah ini di buat untuk membantu dalam proses belajar
mengajar, jika ada kesalahan maka kami sebagai pembuat makalah ini bersedia
menerima kritik dan saran dari pembaca. Semoga makalah ini dapat di gunakan
sebagai mestinya, dan mendatangkan manfaat kepada pembaca amin.
20