Anda di halaman 1dari 13

State Ideology

Hubungan Pancasila dan Korupsi

Disusun oleh:

Jericho Atmaja B (C1I015014)

Imanuel Aji Wicaksono (C1I015029)

Ryan Ardiana (C1I015043)

Arsita Rahma Juned (C1I015044)

Akuntansi Internasional 2015

Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Jenderal Soedirman

Kementrian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa


karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat
menyelesaikan makalah tentang Hubungan Pancasila dengan Korupsi.
Dan juga kami berterima kasih pada Ibu Sumiyem selaku Dosen mata
kuliah State Ideology (Pancasila) Unsoed yang telah memberikan tugas
ini kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka
menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai dampak yang
ditimbulkan dari korupsi untuk negara dan hubungan korupsi dengan
sila-sila Pancasila. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam
makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh
sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan
makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat
tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna
bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami
mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan
dan kami memohon kritik dan saran yang membangun dari Anda demi
perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.

Purwokerto, 31 Maret 2016

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam konteks pemahaman terhadap upaya mempertahankan nilai


Pancasila, perbuatan korupsi merupakan bentuk pengkhianatan dan pelanggaran
terhadap semua sila Pancasila. Berbagai fakta dan kenyataan yang diungkapkan
oleh media seolah-olah merepresentasikan jati diri bangsa yang dapat dilihat dari
budaya korupsi yang telah menjadi hal yang biasa bagi semua kalangan, mulai
dari bawah hingga kaum elite dan banyak kasus korupsi yang sampai sekarang
tidak diketahui ujung pangkalnya dan yang lebih memprihatinkan lagi adalah
terjadinya perampasan dan pengurasan keuangan negara yang dilakukan secara
kolektif oleh kalangan anggota legislatif dengan dalil studi banding, uang
pesangon dan lain sebagainya di luar batas kewajaran. Jika kita tidak berhasil
memberantas korupsi, atau paling tidak mengurangi sampai pada titik nadi yang
paling rendah maka jangan harap negara ini akan mampu mengejar
ketertinggalannya dibandingkan negara lain untuk menjadi sebuah negara yang
maju. Disamping itu semua korupsi juga membawa dampak negatif yang cukup
luas dan dapat membawa negara ke jurang kehancuran. Sekarang korupsi bukan
lagi sebagai masalah baru dalam persoalan hukum dan ekonomi, bahkan
perkembangan masalah korupsi di Indonesia saat ini sudah demikian parahnya
dan menjadi masalah yang sangat luar biasa karena sudah meningkat dan
menyebar ke seluruh lapisan masyarakat.

Oleh karena itu, kita harus memulai dari diri sendiri sadar akan bahaya
korupsi dan sadar untuk tidak melakukannya. Karena akibatnya sangat fatal dan
kita tidak mungkin memberantasnya sampai tuntas, tetapi kita dapat mengurangi
permasalahan tersebut. Kita bisa membuat organisasi pemberantasan korupsi dan
membuat campaign anti korupsi, dengan begitu setidaknya kita membantu untuk
menyadarkan masyarakat untuk tidak melakukan korupsi. Dengan demikian,
semakin berkuranglah permasalahan korupsi di Indonesia. Inti dari semua
permasalahan korupsi adalah kesadaran terhadap diri sendiri, oleh karena itu kita
harus menyadarkan diri kita sendiri dan lingkungan sekitar kita agar korupsi dapat
terberantas.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan korupsi?
2. Bagaimana fenomena korupsi di Indonesia?
3. Apa upaya yang dapat ditempuh dalam pemberantasan korupsi di
Indonesia?
4. Bagaimana hubungan korupsi dengan sila-sila Pancasila?

BAB II
PEMBAHASAN

Korupsi sangat erat kaitannya dengan kedudukan dan kewenangan pejabat


publik, yang senantiasa diamati oleh berbagai kalangan. Pengaruh atau akibat dari
korupsi pun tidak sama untuk setiap jenjang administrasi pemerintahan maupun untuk
setiap negara. Akan tetapi, jika ditinjau dari sudut esensinya sama yaitu
penyalahgunaan kepercayaan dari orang banyak.

Secara harfiah, korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politikus / politisi
maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri
atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan
kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka. Dalam arti yang luas, korupsi
politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi. Menurut
pasal 1 butir 3 Undang-Undang No.28 tahun 1999 tentang penyelenggaraan negara
yang bersih dan bebas dari korupsi kolusi dan nepotisme menyatakan bahwa korupsi
adalah tindak pidana sebagaimana yang di maksud dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan yang mengatur tentang tindak pidana korupsi. Definisi tentang
korupsi dapat di tafsirkan melalui ketentuan yang termuat dalam pasal 2 peraturan
yang lama yang menyatakan bahwa setiap orang yang melawan hukum, melakukan
perbuatan yang memperkaya diri sendiri maka akan di pidna sesuai hukum yang
berlaku.

Untuk pertama kalinya korupsi menjadi istilah yuridis dalam peraturan


penguasa militer PRT/PM/06/1957 tentang pemberantasan korupsi. Di dalam
peraturan ini diartikan sebagai perbuatan-perbuatan yang merugikan keuangan dan
perekonomian Negara.Yang termasuk kategori tindakan korupsi yaitu:

1. Setiap perbuatan yang dilakukan oleh siapapun juga untuk kepentingan diri
sendiri, untuk kepentingan orang lain / untuk kepentingan badan yang
langsung merugikan keuangan dan perekonomian negara.
2. Setiap perbuatan yang dilakukan oleh seorang pejabat yang menerima gaji
atau upah dari keuangan negara dengan mempergunakan kewenangan yang
diberikan kepadanya oleh jabatan, langsung atau tidak langsung memberikan
keuntungan baginya.

Sebagaian analisis mengatakan bahwa korupsi terjadi bila seorang pegawai


negeri menyalahgunakan wewenang yang ada padanya untuk memperoleh
penghasilan tambahan bagi dirinya sendiri dan bagi masyarakat.

Ada enam jenis korupsi yaitu sebagai berikut:

1. Korupsi transaktif disebabkan oleh adanya kesepakatan timbal balik antara


pihak pemberi dan penerima demi keuntungan kedua belah pihak dan secara
aktif mereka mengusahakan keuntungan tersebut. Hal ini biasanya
melibatkan dunia usaha dan pemerintah atau masyarakat dengan pejabat-
pejabat pemerintah.
2. Pemerasan adalah korupsi dimana pihak pemberi dipaksa menyerahkan
uang suap untuk mencegah kerugian yang menganca dirinya,
kepentingannya, atau suatu yang berharga dari dirinya.
3. Korupsi definisif adalah perilaku korban korupsi dengan pemerasan, jadi
korupsinya dalam mempertahankan diri.
4. Korupsi investif adalah pemberian barang atau jasa tapa memperoleh
keuntungan tertentu, selain keuntungan yang masih angan-angan atau yang
dibayangkan akan di peroleh di masa yang akan datang.
5. Nepotisme atau korupsi perkerabatan meliputi menunjukkan secara tidak
sah terhadap saudara-saudara atau teman untuk menduduki jabatan tertentu
dalam pemerintahan. Imbalan yang bertentangan dengan norma dan
peraturan mungkin dapat berupa uang, fasilitas khusus dan sebagainya.
6. Korupsi otogenik adalah bentuk korupsi yang tidak melibatkan orang lain
dan pelakunya hanya satu orang saja.

Sikap mental dan budaya seseorang memberikan alasan untuk melakukan korupsi
karena adanya kesempatan dan adanya niat untuk melakukan tindak pidana korupsi
itu. Sementara niat untuk melakukan korupsi lebih banyak dipengaruhi oleh sikap
mental atau moral dari para pejabat atau pegawai. Banyak di antara pejabat atau
pegawai mempunyai sikap yang keliru tentang sah tidak suatu penghasilan atau halal
haramnya suatu sumber pendapatan. Mereka sering berpendapat, bahwa yang tidak
sah atau haram hanyalah meliputi makanan dan minuman yang diharamkan agama.
Karena sikap keliru inilah, banyak orang merasa tenang atau tidak merasa berdosa
ketika melakukan korupsi.

Di sisi lain, bagi anggota masyarakat ada semacam nilai bahwa memberikan
sesuatu kepada pejabat bukanlah perbuatan yang dilarang, baik pemberian itu
diberikan sebelum atau sesudah urusannya dengan pejabat itu selesai. Sikap mental
ini harus diubah. Perlu diingatkan, bahwa baik menurut hukum agama atau hukum
nasional, orang yang menyuap atau disuap kedua-duanya juga salah. Antara urusan
pribadi dan kedinasan bercampur yang merupakan salah satu kelemahan orang
Indonesia, terutama pejabatnya, yaitu kurang bisa membedakan urusan pribadi dan
dinas. Antara keduanya sering tercampur, tidak ada batas yang jelas. Keseringan
antara urusan pribadi dengan bangga diselesaikan dengan fasilitas dinas atau negara,
tetapi agak jarang urusan dinas diselesaikan dengan biaya pribadi. Korupsi di
Indonesia banyak terjadi di kalangan partai politik dan parlemen, dan di sektor
penegakan hukum, baik kepolisian, kejaksaan dan pengadilan. Oleh karena itu,
pembersihan di sektor penegakan hukum haruslah menjadi prioritas utama. Di sini,
harapan masyarakat banyak diberikan kepada KPK yang dianggap lebih memiliki
integritas dibandingkan dengan penegak hukum lainnya.
Dengan memperhatikan faktor-faktor yang menjadi penyebab korupsi dan hambatan-
hambatan yang dihadapi dalam pemberantasannya, dapatlah dikemukakan beberapa
upaya yang dapat dilakukan untuk menangkalnya, yakni :

1. Upaya Pencegahan (Prefentive)


Upaya preventif harus dibuat dan dilaksanakan dengan diarahkan pada hal-hal
yang menjadi penyebab timbulnya praktik korupsi. Setiap penyebab korupsi
yang teridentifikasi harus dibuat upaya preventifnya, sehingga dapat
meminimalkan penyebab korupsi. Di samping itu, perlu dibuat upaya yang
dapat meminimalkan peluang untuk melakukan korupsi. Yang termasuk dalam
upaya pemberantasan secara preventive yaitu:
a. Menanamkan semangat nasional yang positif dengan mengutamakan
pengabdian pada bangsa dan negara melalui pendidikan formal,
informal, dan agama.
b. Para pejabat dihimbau untuk mematuhi pola hidup sederhana dan
memiliki tanggung jawab yang tinggi.
c. Melakukan penerimaan pegawai berdasarkan prinsip keterampilan
teknis
d. Para pegawai selalu diusahakan kesejahteraan yang memadai dan
adanya jaminan masa tua.
e. Melakukan pembinaan mental dan moral manusia melalui khotbah-
khotbah,ceramah atau penyuluhan di bidang keagamaan.
f. Sistem keuangan di kelola oleh para pejabat yang memiliki tanggung
jawab yang tinggi dan sistem kontrol yang efisien.
2. Upaya Penindakan (Kuratif)
Upaya penindakan yaitu upaya yang dilakukan kepada mereka yang terbukti
melanggar dengan diberikan peringatan,dilakukan pemecatan tidak terhormat
dan di hukum pidana.Upaya ini harus dibuat dan dilaksanakan terutama
dengan diarahkan agar apabila suatu perbuatan korupsi terlanjur terjadi, maka
perbuatan tersebut akan dapat diketahui dalam waktu yang sesingkat-
singkatnya dan seakurat-akuratnya, sehingga dapat ditindaklanjuti dengan
tepat. Dengan dasar pemikiran ini banyak sistem yang harus dibenahi,
sehingga sistem- sistem tersebut akan dapat berfungsi sebagai aturan yang
cukup tepat memberikan sinyal apabila terjadi suatu perbuatan korupsi. Hal
ini sangat membutuhkan adanya berbagai disiplin ilmu baik itu ilmu hukum,
ekonomi maupun ilmu politik dan sosial.

Hubungan setiap sila-sila Pancasila dengan Korupsi yaitu:

1. Ketuhanan yang Maha Esa


Dalam setiap ajaran agama, Tuhan tidak pernah mengajarkan perilaku korupsi,
karena korupsi merampas sesuatu yang bukan haknya, sehingga tidak ada kata
toleransi mengenai korupsi dalam pengamalan sila pertama.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
Tindakan korupsi bukan merupakan perilaku baik dan beradab. Jika seseorang
melakukan tidak korupsi, dirinya sama saja mengambil hak orang lain/hak
negara dan itu merupakan perilaku yang tidak adil bagi orang lain maupun
masyarakat negara Indonesia jika yang melakukan korupsi adalah pejabat
tinggi.

3. Persatuan Indonesia
Akibat dari tindakan korupsi yang dilakukan oleh kalangan tertentu dapat
mengakibatkan ketidakpuasan masyarakat dan ketidakpercayaan masyarakat
sehingga lama kelamaan akan terjadi perpecahan dan konflik yang akan
membuat gaduh negara Indonesia. Dampak terburuk dari tindakan korupsi
adalah perpecahan Indonesia.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan dan perwakilan
Tindakan korupsi bukanlah tindakan yang berdasarkan hikmat kebijaksanaan
dan tidak mewakili suara rakyat. Seharusnya pemimpin itu bijaksana dan
menjunjung tinggi musyawarah, dan tidak melakukan korupsi karena itu
adalah sikap yang tidak bijaksana dan merugikan negara.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Tentu tindakan ini tidak memiliki keadilan sosial, karena semua yang tak
beradab tentu tak baik bagi kehidupan sosial. Korupsi mencegah keadilan
sosial, karena dana yang di korupsi bisa jadi merupakan dana yang
dialokasikan untuk pembangunan dan kegiatan sosial.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Korupsi sebagai fenomena sosial, ekonomis, dan politis ternyata memiliki


penampakan yang beraneka macam. Korupsi bisa dilakukan oleh aparat
adinistratif yang paling bawah hingga aparat paling tinggi. Elit penguasa puncak
pun tidak pernah jauh dari kemungkinan melakukan tindakan korup. Setiap
komponen masyarakat hendaknya senantiasa waspada terhadap adanya
kemungkinan korupsi di lingkungannya karena fenomena korupsi tidak pernah
berhenti. Korupsi meningkat dalam besaran uang yang diselewengkan, membesar
dalam jumlah orang yang terlibat, dan berkembang dalam kecanggihan cara-cara
yang dipergunakan.
Pancasila merupakan sumber nilai anti korupsi. Korupsi itu terjadi ketika ada
niat dan kesempatan. Kunci terwujudnya Indonesia sebagai Negara hukum adalah
menjadikan nilai-nilai pancasila dan norma-norma agama. Serta peraturan
perundang-undangan sebagai acuan dasar untuk seluruh masyarakat Indonesia.
Suatu pemerintah dengan pelayanan publik yang baik merupakan pemerintahan
yang bersih (termasuk dari korupsi) dan berwibawa. Korupsi adalah perubuatan
pelanggaran hukum, sebuah tindak pidana. Memang tidak ada hubungannya
dengan pancasila tetapi termasuk menghianati Negara. Sedangkan (dan)
penghianatan Negara lewat korupsi sudah pasti penghianat terhadap azas atau
dasar dari Negara

3.2 Saran

a. Perlu adanya pengkajian lebih mendalam tentang upaya


pemberantasan korupsi di Indonesia agar mendapatkan informasi yang
lebih akurat
b. Sikap untuk menghindari korupsi seharusnya ditanamkan sejak dini
dan pencegahan korupsi dapat dimulai dari hal yang kecil.
DAFTAR PUSTAKA

Marliana, Eka. 2010. Hubungan Pancasila dan Korupsi.


http://amikom.ac.id/research/index.php/DMI/article/viewFile/5689/3670, diakses
pada 30 Maret 2016
Nestiti, Endah. 2011. Korupsi sebagai Pelanggaran dari Nilai-Nilai Pancasila.
http://amikom.ac.id/research/index.php/DMI/article/download/5716/3675, diakses
pada 30 Maret 2016
Putri, Adella. 2013. Mereduksi Korupsi dengan Pancasila.
http://madib.blog.unair.ac.id/files/2012/12/mereduksi-korupsi-dengan-pancasila-
adella-putri.pdf, diakses pada 30 Maret 2016
Adjisoedarmo, Soedito dkk. 2015. Jati Diri Unsoed. Purwokerto: Tim UPT.
Percetakan dan Penerbitan Unsoed
Kaelan. 2014. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Paradigma

Anda mungkin juga menyukai