Anda di halaman 1dari 7

Nama : Maha Oktega Syapriani

NIM : A1C219043
Anda dipersilakan untuk:
1. Mencari nilai-nilai dasar yang menjadi acuan dan identitas nasional negara-
negara selain negara Republik Indonesia,
Negara Amerika
Konstitusi Amerika Serikat adalah hukum tertinggi di Amerika Serikat. Konstitusi ini selesai
dibuat pada 17 September 1787 dan diadopsi melalui Konvensi
Konstitusional diPhiladelphia, Pennsylvania, dan kemudian akan diratifikasi melalui konvensi
khusus di tiap negara bagian. Dokumen ini membentuk gabungan federasi dari negara-negara
berdaulat, dan pemerintah federal untuk menjalankan federasi tersebut. Konstitusi ini
menggantikanArticles of Confederation yang lebih kurang jelas dalam pendefinisian federasi
ini. Konstitusi ini mulai berlaku pada tahun 1789 dan menjadi model konstitusi untuk
banyak negara lain. Konstitusi Amerika Serikat ini merupakan konstitusi nasional tertua yang
masih dipergunakan sampai sekarang.
Negara Inggris
Konstitusi dari Britania Raya adalah himpunan hukum dan prinsip-prinsip Inggris diatur. Tidak
seperti negara lain, Inggris tidak memiliki satu dokumen konstitusional atau tidak tertulis.
Oleh karena itu sering dikatakan bahwa Negara itu memiliki de factokonstitusi.Namun,
banyak dari konstitusi Inggris diwujudkan dalam bentuk tertulis, dalam undang-undang,
keputusan pengadilan dan perjanjian. Konstitusi memiliki sumber tidak tertulis lainnya,
termasuk parlemen konvensi konstitusional dan hak-hak istimewa kerajaan.
Negara Australia
Sistem pemerintahan Australia dibangun di atas tradisi demokrasi liberal. Berdasarkan nilai-
nilai toleransi beragama, kebebasan berbicara dan berserikat, dan supremasi hukum,
lembaga-lembaga Australia dan praktik-praktik pemerintahannya mencerminkan model
Inggris dan Amerika Utara. Pada saat yang sama, mereka khas Australia
2. Mencari model-model pewarisan nilai-nilai dasar di negara bersangkutan,
Pewarisan nilai nilai dasar Indonesia
Pewarisan nilai-nilai Pancasila
Pewarisan nilai-nilai Pancasila yang dimaksud adalah dari generasi tua ke generasi
penerus, dalam arti semakin mematangkan nilai-nilai Pancasila sebagai pandangan
hidup dan dasar Negara Indonesia dalam jiwa generasi muda. Sebagai kewajiban dan
tugas pokok generasi tua agar generasi muda mampu mengatasi arus dunia modern
yang serba kompleks dan penuh tantangan.
Perkembangan teknologi yang sungguh cepat dari tahun ke tahun dengan segala
macam implikasi dan efek sampingnya merupakan tantangan yang utama bagi generasi
muda karena kenyataan membuktikan bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi
memberikan dampak yang luar biasa dalam perkembangan kehidupan masyarakat baik
positif maupun negated. Perubahan terjadi dalam segala bidang kehidupan. Contohnya
ketika revolusi industri yang mengakibatkan munculnya kolonialisme dan imperialisme.
Dengan perkembangan dan kemajuan tersebut mempengaruhi sikap dan peradaban
manusia mulai dari tempat tinggal, cara berpakaian, cara berkomunikasi, sopan santun,
adat istiadat, bahkan cara pengolahan makanan, itu semua termasuk dalam pembagian
kebutuhan fisik. Sedangkan agama sebagai bagian dari kebutuhan rohani masih tetap
lestari, bahkan dapat memanfaatkan kemajuan-kemajuan tersebutuntuk
mempermudah hal-hal yang berkaitan dengan agama. Untuk syiar agama dapat
menggunakan media komunikasi, informasi, dan transportasi yang sudah begitu
canggih, misalnya naik haji tidak lagi dilakukan berbulan-bulan atau bertahun-tahun,
adanya mikrofon untuk berkhotbah, penerangan agama melalui televise, dan banyak
lagi contoh yang lain.
Namun dibalik itu semua tentunya ada dampak negative atu adanya godaan-godaan
terhadap para pemeluk agama, juga akan mempengaruhi nilai-nilai sosial dan budaya
dalam masyarakat. Bahkan masuknya kebudayaan luar semakin deras mengalir. Untuk
menjadi filter semua yang bersifat negatif tersebut, tentunya pandangan hidup (filsafat
hidup) Pancasila yang juga sebagai dasar Negara dapat dijadikan senjata yang paling
ampuh untuk mempertahankan dan memelihara nilai-nilai luhur budaya dan
kepribadian bangsa yang tidak sesuai dengan Pancasila ditolak, yang cocok dan
menguntungkan diambil.
Membangun masyarakat modern adalah kebutuhan dan tuntutan zaman, namun
kepribadian yang berasaskan nilai-nilai Pancasila harus tetap dipertahankan, karena
hanya dengan mewariskan nilai-nilai luhur Pancasila bangsa ini menjadi besar dan
kokoh. Sekuat apapun goncangan sosial, ekonomi, dan budaya yang diakibatkan
pengaruh kemajuan iptek baik di bidang komunikasi, informasi, dan transportasi,
apabila bangsa ini setia kepada Pancasila, maka papun yang dihadapi akan tetap dapat
diatasi dengan baik dan benar.

3. Membandingkan nilai-nilai dasar yang dianut oleh negara-negara tersebut


dengan nilai-nilai dasar yang dimiliki oleh bangsa Indonesia,
Perbandingan Pancasila Dengan Ideologi Lain
Secara etimologis, Ideologi berasal dari kata “idea” yang berarti gagasan, konsep,
pengertian dasar, cita-cita, pemikiran, dan kata “logos” yang berarti ilmu. Kata “idea”
berasal dari bahasa Yunani, yaitu “edos” yang berarti bentuk. Pengertian ideologi secara
umum dapat dikatakan sebagai kumpulan gagasan-gagasan, ide-ide, keyakinan-keyakinan,
kepercayaan-kepercayaan yang menyeluruh dan sistematis yang menyangkut dan
mengatur tingkah laku sekelompok manusia tertentu dalam berbagai bidang kehidupan.

Liberalisme
liberalisme adalah suatu paham yang mengutamakan kemerdekaan individu yang
merupakan pokok utama paham. Liberalisme melahirkan konsep pentingnya kebebasan
hidup dalam berpikir, bertindak, dan berkarya.
Negara harus tetap menjamin kebebasan individu, dan untuk itu manusia secara bersama-
sama mengatur negara.
ciri-ciri ideologi liberal sebagai berikut :
1. Demokrasi merupakan bentuk pemerintahan yang lebih baik.
2. Anggota masyarakat memiliki kebebasan intelektual penuh, termasuk kebebasan
berbicara, kebebasan beragama dan kebebasan pers
3. Pemerintah hanya mengatur kehidupan masyarakat secara terbatas. Keputusan yang
dibuat hanya sedikit untuk rakyat sehingga rakyat dapat belajar membuat keputusan
untuk diri sendiri.
4. Kekuasaan dari seseorang terhadap orang lain merupakan hal yang buruk. Oleh karena
itu, pemerintahan dijalankan sedemikian rupa sehingga penyalahgunaan kekuasaan
dapat dicegah. Pendek kata, kekuasaan dicurigai sebagai hal yang cenderung
disalahgunakan, dan karena itu, sejauh mungkin dibatasi.

Komunis
Komunisme pada awal kelahiran adalah sebuah koreksi terhadap paham kapitalisme di
awal abad ke-19, dalam suasana yang menganggap bahwa kaum buruh dan pekerja tani
hanyalah bagian dari produksi dan yang lebih mementingkan kesejahteraan ekonomi.
ciri ciri ideologi komunis
1. Penganut-penganut komunis mempercayai bahawa sistem kapitalis (pasaran bebas)
adalah buruk. Mengikut mereka, golongan pekerja dalam sistem kapitalis amat
menderita.
2. Komunis mempercayai bahawa golongan pekerja harus bersatu dalam kesatuan-
kesatuan sekerja dan lain-lain pertubuhan.
3. Komunis percaya bahawa masyarakat baru komunis akan menjadi masyarakat yang
tidak berkelas. Tidak akan terdapat lagi golongan penindas dan golongan yang ditindas.
Semua orang memiliki kekayaan yang sama (tidak akan wujud golongan kaya/elit).
4. Komunis percaya bahawa dalam sebuah negara komunis, semua harta adalah hak milik
negara. Orang perseorangan tidak boleh memiliki tanah atau perniagaan. Pemilikan
harta persendirian adalah merupakan ciri-ciri kapitalis yang perlu dielakkan. Semua
harta mesti dimiliki dan diuruskan oleh kerajaan. Harta-harta kapitalis akan dirampas.
5. Komunis anti agama dan tidak mempercayai kewujudan Tuhan. Mereka menganggap
bahawa agama adalah candu masyarakat.

Sosialisme
Sosialisme adalah pandangan hidup dan ajaran kamasyarakatan tertentu, yang berhasrat
menguasai sarana-sarana produksi serta pembagian hasil-hasil produksi secara merata.
Sosialisme sebagai ideologi politik adalah suatu keyakinan dan kepercayaan yang dianggap
benar oleh para pengikutnya mengenai tatanan politik yang mencita-citakan terwujudnya
kesejahteraan masyarakat secara merata melalui jalan evolusi, persuasi, konstitusional –
parlementer, dan tanpa kekerasan.
4. Mengkritisi nilai-nilai dasar dari negara-negara selain Indonesia tersebut dan
nilai-nilai dasar bangsa Indonesia sendiri.

Indonesia adalah negara BerkeTuhanan, bebas memeluk agama dan kepercayaan, dan
Secara tidak langsung Pancasila merupakan perwujudan dari bangsa indonesia itu sendiri
karena apa yang terkandung dalam Pancasila merupakan kepribadian dan pandangan hidup
bangsa indonesia. Nilai-nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan,
dan nilai keadilan sebenarnya telah diamalkan bangsa Indonesia jauh sebelum pembahasan
dan pengesahan Pancasila sebagai dasar negara. Nilai tersebut diatas juga dapat untuk
memaknai adat istiadat, kebudayaan serta nilai religius dalam kehidupan sehari-hari bangsa
indonesia. Sehingga bangsa Indonesia tidak dapat dipisahkan dari Pancasila

5. Anda dipersilakan untuk menelusuri isi pidato tokoh-tokoh seperti: Muhammad Yamin,
Ki Bagus Hadikusumo, dan Soepomo tersebut dalam sidang BPUPKI pertama. Disusun
dalam bentuk laporan secara tertulis

BPUPKI dilantik oleh Letjen Kumakichi Harada, panglima tentara ke-16 Jepang di Jakarta, pada
28 Mei 1945. Sehari setelah dilantik, 29 Mei 1945, dimulailah sidang yang pertama dengan
materi pokok pembicaraan calon dasar negara. Diketahui bahwa sidang tersebut
menampilkan beberapa pembicara, yaitu Mr. Muh Yamin, Ir. Soekarno, Ki Bagus Hadikusumo
Mr. Soepomo.
Tanggal 1 Juni ditetapkan sebagai hari lahir Pancasila. Pada tahun 1945 di tanggal itu adalah
hari ketika Sukarno berpidato tentang Pancasila dalam sidang Badan Penyelidik Upaya
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). "Salah seorang dari pada anggota Panitia
Penyelidik Usaha-usaha Kemerdekaan Indonesia itu, yang menjawab pertanyaan itu adalah
Bung Karno, yang mengucapkan pidatonya pada tanggal 1 Juni 1945, yang berjudul Pancasila,
lima sila, yang lamanya kira-kira satu jam.
Dekat pada akhir bulan Mei 1945 dr. Radjiman, Ketua Panitia Penyelidik Usaha-usaha
Kemerdekaan Indonesia, membuka sidang panitia itu dengan mengemukakan pertanyaan
kepada rapat: "Negara Indonesia Merdeka yang akan kita bangun itu, apa dasarnya?"
Kebanyakan anggota tidak mau menjawab pertanyaan itu, karena takut pertanyaan itu akan
menimbulkan persoalan filosofi yang akan berpanjang-panjang. Mereka langsung
membicarakan tentang Undang-Undang Dasar," kata Hatta masih dalam tulisan yang sama.
Setidaknya ada tiga tokoh yang berpidato untuk mencoba menjawab pertanyaan sidang
tersebut. Mereka adalah Muhammad Yamin, Soepomo, dan Sukarno.

Muhammad Yamin adalah yang mendapat kesempatan pertama untuk menyampaikan


gagasannya pada 29 Mei 1945. Ada lima poin yang dikemukakan oleh Yamin saat itu yakni
1.Perikebangsaan
2. Perikemanusiaan,
3. periketuhanan,
4. perikerakyatan,
5. kesejahteraan rakyat.

Yamin menyampaikan gagasannya cukup panjang dan sempat diinterupsi oleh Wakil Ketua
Sidang RP Soeroso. Menurut Soeroso, apa yang disampaikan Yamin telah melebar dari
pertanyaan sidang tentang dasar Indonesia merdeka. "Tuan pembicara saya rasa salah
paham. Sebagai diterangkan oleh Tuan Ketua, Tuan Radjiman, tadi yang dibicarakan ialah
dasar-dasarnya Indonesia Merdeka. Kalau saya dengarkan yang selanjutnya tadi ini juga
tentang bentuknya Indonesia Merdeka," kata Soeroso seperti dikutip dalam buku 'Kumpulan
Pidato BPUPKI' yang diterbitkan oleh Media Pressindo tahun 2006. Yamin memang tak secara
gamblang menyebutkan bahwa gagasannya adalah dasar Indonesia merdeka. Dia
menjabarkan secara panjang-lebar apa yang dia maksud di lima poin itu.

Dua hari kemudian, sidang tentang dasar Indonesia merdeka dilanjutkan kembali. Adalah
Soepomo yang mendapat kesempatan berpidato pada 31 Mei 1945.
1. Persatuan
2. Kekeluargaan
3. Keseimbangan lahir dan batin
4. Musyawarah
5. Keadilan rakyat
"Soal yang kita bicarakan ialah bagaimanakah akan dasar-dasarnya negara Indonesia
Merdeka. Tadi oleh beberapa pembicara telah dikemukakan beberapa faktor dari beberapa
negara, syarat-syarat mutlak dari suatu negara," kata Soepomo membuka pidatonya. Syarat
mutlak yang dimaksud Soepomo adalah daerah/teritorial, rakyat, dan pemerintahan
berdaulat menurut hukum internasional. Namun menurut Soepomo, hal itu bukan
merupakan dasar Indonesia Merdeka.
"Syarat-syarat mutlak ini tidak mengenai dasar kemerdekaan dari negara dalam arti sosiologi
dan arti politik," kata dia. Dia lalu menyebut pembelaan tanah air jadi syarat mutlak sebuah
negara merdeka. Soepomo lalu menyampaikan gagasannya bahwa Indonesia harus berdasar
pada negara yang integralistik. "Maka teranglah Tuan-tuan yang terhormat, bahwa jika kita
hendak mendirikan negara Indonesia yang sesuai dengan keistimewaan sifat corak
masyarakat Indonesia, maka negara kita harus berdasar atas aliran pikiran (staatsidee) negara
yang integralistik, negara yang bersatu dengan seluruh rakyatnya, yang mengatasi seluruh
golongan-golongannya dalam lapangan apa pun," tutur Soepomo. Tak ada yang
menginterupsi pidato Soepomo saat itu. Tetapi dalam risalah sidang juga tak tertulis adanya
tepuk tangan riuh dari para anggota sidang.
Tibalah kemudian giliran Sukarno berpidato pada 1 Juni 1945. Di awal pidatonya dia langsung
menegaskan bahwa penjabaran sebelumnya belum menjawab pertanyaan soal dasar
Indonesia merdeka. "Maaf, beribu maaf! Banyak anggota telah berpidato, dan dalam pidato
mereka itu diutarakan hal-hal yang sebenarnya bukan permintaan Paduka Tuan Ketua yang
Mulia, yaitu bukan dasarnya Indonesia Merdeka. Menurut anggapan saya, yang diminta oleh
Paduka Tuan Ketua yang Mulia ialah dalam bahasa Belanda 'philosofische grondslag' daripada
Indonesia merdeka," kata Sukarno. Bung Karno kemudian menjabarkan dasar Indonesia
merdeka menurut pemikirannya. Ada lima poin dasar Indonesia merdeka menurutnya, yakni
kebangsaan Indonesia,
1. perikemanusiaan atau internasionalisme,
2. dasar mufakat atau demokrasi,
3. kesejahteraan sosial,
4. prinsip ketuhanan.
"Namanya bukan Panca Dharma, tetapi saya namakan ini dengan petunjuk seorang teman
kita ahli bahasa, namanya Pancasila," kata Sukarno.
Dalam sidang-sidang ini, pihak nasionalis sekuler memunculkan dua konsepsi yang
substansinya hampir serupa, yang masing-masing memandang bahwa negara harus netral
terhadap agama, yakni lima asas versi Yamin dan lima sila versi Sukarno. Sementara itu,
kalangan Islam terus mempromosikan konsep Islam sebagai dasar negara. Dalam konteks ini
penting untuk sekilas melihat konsepsi yang diajukan oleh Ketua Muhammadiyah, Ki Bagus
Hadikusumo dalam Sidang BPUPKI pada 31 Mei 1945.
Dalam sidang tersebut, Ki Bagus mengajukan konsep tentang "membangun negara di atas
dasar ajaran Islam". Menurutnya, pertama, Islam itu cakap dan cukup serta pantas dan patut
untuk menjadi sendi pemerintahan kebangsaan di negara Indonesia ini. Dan kedua, umat
Islam adalah umat yang mempunyai cita-cita luhur dan mulia sejak dahulu hingga masa yang
akan datang, yaitu di mana ada kemungkinan dan kesempatan pastilah umat Islam akan
membangun negara atau menyusun masyarakat yang berdasarkan atas hukum Allah dan
agama Islam (Syaifullah: 1997, 101-102).
Selain itu, Ki Bagus juga mengungkapkan realitas sejarah di mana gerakan-gerakan
perlawanan terhadap kolonial Belanda di berbagai wilayah Indonesia hampir selalu dipimpin
tokoh-tokoh Islam, seperti Diponegoro, Teuku Umar, Imam Bonjol, Sultan Hasanudin, dan lain
lain yang mendasarkan perjuangannya atas ajaran Islam. Selain aspek sosiologis-historis itu,
Ki Bagus juga mengajukan argumennya berdasarkan pemahamannya atas ajaran Islam, yang
ia yakini tidak hanya mengatur masalah ritual, tetapi mengatur seluruh aspek kehidupan
manusia sebagai satu kesatuan yang utuh. Akibat perlawanan, Ki Bagus Hadikusumo dipanggil
oleh Gunseikan (Gubernur Militer Jepang) di Yogyakarta. Ketika ditanya mengenai
pemboikotan oleh Muhammadiyah itu, maka dengan tegas Ki Bagus menjawab bahwa seikirei
dilarang menurut ajaran Islam, karena umat Islam hanya memberikan penyembahan kepada
Tuhan.
untuk menjembatani perbedaan itu, dibentuklah sebuah panitia kecil yang terdiri dari
sembilan tokoh, yang terdiri dari: Sukarno, Hatta, Subardjo, Yamin, Abikusno, Kahar Muzakkir,
Agus Salim, Wahid Hasyim, dan Maramis. Dalam sebuah rapat yang alot pada 22 Juni 1945,
Panitia 9 dapat mencapai suatu kesepakatan yang dimaksudkan sebagai Pembukaan UUD,
atau setidak-tidaknya sebagai suatu kertas kerja untuk membahas masalah itu lebih lanjut.
Beberapa minggu kemudian Yamin menyebut dokumen politik tersebut sebagai Piagam
Jakarta (Anshari: 1983).
1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya
2. Menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab
Persatuan Indonesia
4. Dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan
5. Serta dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Piagam Jakarta berisi pengesahan Pancasila sebagai dasar negara dengan penambahan pada
sila pertama sehingga menjadi: "Percaya kepada Tuhan dengan kewajiban menjalankan
syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya." Kesepakatan tersebut sempat ditolak kalangan
nasionalis sekuler, namun akhirnya dapat diterima setelah Sukarno menyerukan agar kedua
belah pihak bersedia berkorban demi persatuan bangsa. Namun sehari setelah Proklamasi
Kemerdekaan, kesepakatan ini digugurkan atas usul Hatta berdasarkan laporan dari seorang
perwira Angkatan Laut Jepang yang menyatakan bahwa orang-orang Kristiani di wilayah timur
Indonesia tidak akan bergabung dengan RI jika unsur-unsur formalistik Islam dalam Piagam
Jakarta tidak dihapus. Usulan Hatta ini disepakati oleh beberapa tokoh Islam, sehingga tujuh
kata dalam Piagam Jakarta dihapus dan Sila Pertama berbunyi "Ketuhanan Yang Maha Esa."
Tokoh-tokoh Islam yang dimintai persetujuan itu adalah Ki Bagus Hadikusumo, Wahid Hasyim,
Kasman Singodimejo, dan Teuku Mohammad Hassan. berdasarkan sebuah penelitian
(Anshari: 1983, 48), Wahid Hasyim pada saat itu sebenarnya tidak hadir, meskipun Hatta
menyatakan bahwa Wahid Hasyim turut hadir. Mengenai Mohammad Hassan, dapat
dipahami jika ia menerima penghapusan "tujuh kata" tersebut mengingat ia sama sekali tidak
bisa dimasukkan dalam kelompok nasionalis Islam, dan apalagi ia sama sekali tidak terlibat
dalam BPUPKI maupun Panitia 9.
Jadi penyelesaian secara Indonesia dari masalah ideologis bukanlah suatu konstitusi yang
mempergunakan idiom-idiom khas Islam, tetapi penerimaan nilai-nilai spiritual milik
bersama (Bolland: 1985, 40-41). Namun demikian, konsep ini dapat dianggap sebagai suatu
konsep yang pada dasarnya bersifat Islami, tetapi telah dilepaskan dari ajaran agama agar
bisa diterima oleh kalangan non-Muslim (Nieuwenhuijze: 1958, 208). Dan salah satu tokoh
yang berperan penting dalam kompromi politik-ideologis itu adalah Ki Bagus Hadikusumo.

Anda mungkin juga menyukai