Oleh:
FAKULTAS FILSAFAT
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2014
BAB I
PENDAHULUAN
1
disebabkan adanya pengembangan gagasan-gagasan politik dan hukum yang
berpijak pada rasionalitas sebagai dasar di zaman tersebut. Namun, kedua
zaman tersebut juga memiliki perbedaan besar yang saling melengkapi.
Yunani identik dengan hal yang teoritis dan Romawi identik dengan hal
praktis. Hal ini sesuai dengan motto orang Romawi, yaitu acta on verba
(perbuatan bukan perkataan).
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep negara menurut pemikiran Polybius dan Cicero ?
C. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan
yang telah diajukan dalam rumusan masalah, yaitu :
1. Mengetahui Konsep negara menurut pemikiran Polybius dan Cicero.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Bentuk republik ini memiliki konsekuensi bahwa dalam keadaan darurat
kekuasaan negara dipusatkan pada satu orang yang dinamakan diktator. Dalam
perkembangannya, bangsa Romawi mampu mencapai puncak perkembangan
sistem ketatanegaraannya menjadi suatu imperium (kerajaan dunia). Namun di
dalam mencapai perkembangannya, ada akibat yang harus ditanggung karena
semakin berkembang dan meluasnya negara Romawi. Pada akhirnya
pemerintahan tidak dapat dilakukan secara terpusat lagi dan untuk mengatasi
dampak tersebut akhirnya bangsa Romawi menemukan sistem tanpa
penekanan azas-azas kesusilaan (mengenai kepentingan negara).
4
hubungan sebab akibat. Bentuk-bentuk negara itu berubah-ubah
sedemikian rupa, sehingga perubahannya merupakan suatu lingkaran,
suatu siklus, maka dengan itu teorinya disebut cyclus theory.
5
Kemudian rakyat melakukan perlawanan dengan mendirikan
pemerintahan demokrasi, yaitu dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat
yang merupakan hasil pemberontakan dari situasi yang telah ada. Akan
tetapi lama-kelamaan negara akan jatuh dikarenakan terjadinya kekacauan,
korupsi, yang mengakibatkan adanya sikap untuk mementingkam dirinya
sendiri (okhlokrasi). Polybius meramalkan adanya kemunculan seorang
pemberani yang kuat yang muncul karena kekacauan yang telah ada, guna
mengembalikan kehidupan negara yang tertib dan damai. Pemerintah
kembali dikendalikan oleh seseorang yang berkuasaan penuh, yaitu raja
(monarki).
6
orang-orang besar sehingga timbullah pemberontakan dari penduduk yang
diusir dari tanahnya dan membuat golongan proletar.
Akibat kejadian tersebut, terjadilah pertarungan antara pemimpin-
pemimpin golongan proletar dengan partai senat untuk merebut kekuasaan
negara. Karana pertarungan antara saudara itu Cicero mengemukakan
pemikiran tentang pemahamannya mengenai sifat-sifat yang sebenarnya
ada dalam negara dan undang-undang, karena menurutnya negara dan
undang-undang tersebut telah dilanggar oleh orang-orang yang telah
merusak hubungan dan keseimbangan yang telah berkembang dari dulu.
Dalam bukunnya De Republika yang membahas tentang negara,
meyiratkan bahwa pemikiran Cicero sejalan dengan kaum Stoa, (Schmid,
1988:46) Cicero mengganggap negara perlu adanya dan harus didasarkan
pada budi (ratio) manusia. Ratio atau budi yang dimaksud oleh Cicero
adalah ratio yang murni, yaitu yang berdasarkan hukum alam kodrat.
Tidak seperti kaum Epicurus, yang menganggap negara itu sebagai buatan
untuk kegunaan bagi anggota-angotanya.
Bentuk pemerintahan yang baik menurut Cicero adalah suatu bentuk
yang merupakan gabungan dari ketiga bentuk pemerintahan. Tiga bentuk
pemerintahan tersebut adalah monarki, aristrokasi, dan republik. Tetap
meskipun tiap-tiap orang itu dapat mengambil bagian dalam pemerintahan,
kiranya Demokrasi adalah merupakan lawan daripada bentuk gabungan
ketiga bentuk pemerintahan tersebut.
Dalam bukunya, Ceciro menjelaskan bahwa ia menyukai
pemerintahan dengan lembaga-lembaga kenegaraan yang lama dan
menyukai hal-hal yang tidak tertulis yang berkembang dalam masyarakat.
Hukum alam mengajarkan bahwa dasar-dasar tentang hukum dan keadilan
adalah abadi dan berakar dalam alam. Cicero mengatakan bahwa hukum
yang baik adalah hukum yang didasarkan atas rasio/akal murni.
Dalam bukunya yang berjudul De Legibus, Cicero membicarkan
hubungan antara hukum alam dengan hukum positif. Hukum positif harus
didasarkan pada asas-asas hukum alam. Jika tak demikian halnya dan
hukum positif bertentangan dengan hukum alam, maka ia tidak
mempunyai kekuatan undang-undang. Cicero sendiri telah membuat
7
sebuah kitab undang-undang yang didasarkan pada hukum alam ( Von
Schmid, 1988:47).
Mengenai pendapatnya bahwa hukum yang baik adalah hukum yang
berdasarkan pada ratio yang murni, dan oleh karena itu hukum positif
berdasarkan atas dalil-dalil atau azaz-azaz hukum kodrat, jika tidak maka
hukum positif tidak mempunyai kekuatan yang memikat. Menurut Cicero
hukum adalah satu-satunya ikatan dalam negara, sedangkan keadilan
hanya dapat dicari untuk keperluan keadilan itu sendiri tanpa dicampuri
pamrih tertentu. Akan tetapi hukum alam dengan kesusilaan atau moral
yang berdasarkan alam kodrat tidak dapat diisahkan satu dengan yang
lainnya (Soehino, 1986:42).
8
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Daftar Pustaka