Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

PANCASILA DALAM KONTEKS SEJARAH BANGSA


INDONESIA
Dosen Pengampu : Nita Farhaturrahmah, S.H, M.H.

Mata Kuliah : Pancasila

Disusun oleh

Muhammad Bilal 1111210210

Odi Salsabilla Kirana Fitri Sudrajat 1111210220

Syifa Ramadhani Fauziah 1111210225

Athiyah Nur Farah 1111210227

Holliq Chandra Fadila 1111210233

Aisyah Humaira 1111210238

Program Studi Ilmu Hukum


Fakultas Hukum
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
2021
DAFTAR ISI
HALAMAN

DAFTAR ISI .................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang ......................................................................................... 1

1.2.Rumusan Masalah .................................................................................... 2

1.3.Tujuan Penulisan ...................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

2.1.Sejarah Pancasila Masa Kerajaan............................................................. 3

2.2.Pancasila Era Zaman Penjajahan ............................................................. 5

2.2.1. Perjuangan Melawan Kolonialisme ................................................ 5

2.2.2. Munculnya Kebangkitan Nasional .................................................. 8

2.2.3. Berakhirnya Kolonialisme dan Perjuangan Melawan Jepang ......... 9

2.3. Pancasila Era Kemerdekaan .................................................................... 11

2.3.1. Periode Pengusulan Pancasila ......................................................... 11

2.3.2. Periode Perumusan Pancasila .......................................................... 13

2.3.3. Proklamasi dan Pengesahan Pancasila sebagai Dasar Negara ........ 14

2.4. Pancasila Pasca Kemerdekaan ............................................................... 17

2.5. Pentingnya Memahami Pancasila dalam Konteks Sejarah .................... 18

BAB III PENUTUP

3.1. Kesimpulan ............................................................................................. 19

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 20

ii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Berbagai hal di dunia ini pasti tidak terlepas dari sejarah yang akan terus
abadi sepanjang masa, salah satu diantaranya adalah perumusan dasar negara kita
tercinta yakni Pancasila. Secara historis, bangsa Indonesia telah melewati berbagai
peristiwa yang telah membentuk karakteristik bangsa. Keotentikan sejarah suatu
bangsa diperlukan dalam menjaga keberlangsungan bangsa kita, khususnya
sejarah pembentukan dasar negara.

Pancasila merupakan dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia.


Pancasila berasal dari bahasa Sansekerta yaitu Panca yang berarti lima dan sila
berarti dasar atau asas. Istilah Pancasila telah dikenal semenjak zaman dahulu
tepatnya pada masa kerajaan Majapahit. Dalam kitab Negarakertagama karangan
Mpu Prapanca dan kitab Sutasoma karangan Mpu Tantular tertulis arti dari istilah
Pancasila yaitu berbatu sendi yang lima atau pelaksanaan kesusilaan yang lima.

Nilai-nilai Pancasila telah melekat pada masyarakat Indonesia seperti nilai


adat-istiadat, kebudayaan serta religius. Nilai-nilai tersebut telah ada sejak zaman
sebelum berdirinya negara dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari sebagai
pandangan hidup. Awal mula kebangkitan nasional 1908 merupakan cikal bakal
lahirnya nasionalisme dan puncaknya adalah proklamasi kemerdekaan Indonesia
17 Agustus 1945.

Sebelum Pancasila disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945, banyak tokoh


yang mengusulkan dasar negara Indonesia diantaranya Soepomo, Mr Muh Yamin,
dan Soekarno dengan pandangan mereka masing-masing. Setelah proses
perumusan yang cukup panjang, maka ditetapkanlah Pancasila sebagai dasar
negara dengan segala pertimbangan dari ketiga pandangan tersebut. Dalam
perjalanannya, Pancasila mengalami pasang surut terutama dalam kedudukannya
sebagai dasar negara seperti upaya penggantian dan penyimpangan nilai yang
terkandung dalam Pancasila.

1
Dinamika Pancasila dalam sejarah bangsa Indonesia memperlihatkan
adanya pasang surut dalam pemahaman dan pelaksanaan nilai-nilai Pancasila1.
Banyak yang mengganggap Pancasila sebagai elit politik yang hanya digunakan
para penguasa. Oleh karena itu, diperlukan pemahaman dari sejarah perjuangan
bangsa Indonesia dalam upaya mewujudkan Negara Kesatuan Republik Indonesia
yang erat kaitannya dengan perumusan Pancasila sebagai dasar Negara dan
memahami nilai-nilai Pancasila secara utuh terutama Pancasila sebagai jati diri
bangsa.

Maka, berdasarkan latar belakang diatas, penulis tertarik untuk


mengadakan sebuah kajian dalam makalah dengan judul “Pancasila dalam
Konteks Sejarah Bangsa Indonesia”.

1.2. Rumusan Masalah

Adapun identifikasi masalah dari makalah ini yaitu:


1. Bagaimanakah sejarah perumusan Pancasila?
2. Apa pentingnya memahami Pancasila dalam konteks sejarah?

1.3. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah:


1. Mengetahui bagaimana sejarah perumusan Pancasila
2. Memahami Pancasila dalam konteks sejarah

1
Paristiyanti Nurwardani, Hestu Yoga Saksama, dkk, Pendidikan Pancasila, (Jakarta: Direktorat
Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan, 2016), Hal 66

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Pancasila Masa Kerajaan

Berdirinya Indonesia tidak terlepas dari adanya kerajaan-kerajaan seperti


Kutai, Sriwijaya, Majapahit, dan kerajaan lainnya. Kerajaan-kerajaan tersebut
mempunyai andil terhadap nilai-nilai Pancasila yang menjadi dasar negara kita.1

Sekitar tahun 400 Masehi, Raja Kerajaan Kutai yakni Raja Mulawarman
membagikan sedekah kepada kaum brahmana yang tertulis dalam yupa. Para
Brahmana membangun yupa tersebut sebagai tanda terima kasih kepada raja
mereka yang dermawan. Kerajaan Kutai sebagai pembuka zaman sejarah
Indonesia untuk pertama kalinya ini telah menampilkan nilai-nilai seperti nilai
ketuhanan dimana rakyat kerajaan telah mengamalkan ajaran Hindu. Selain itu
Wilayah kekuasaan Kerajaan Kutai yang luas dan kehidupan rakyatnya yang
sejahtera dan makmur menampilkan nilai kerakyatan dan juga persatuan.

Pada abad ke-7 Masehi, berdirilah kerajaan Sriwijaya di Sumatera. Dalam


sistem negaranya, kerajaan ini tidak dapat terlepas dari nilai Ketuhanan yakni
ajaran Budha yangg sangat kuat. Kerajaan Sriwijaya juga dikenal terbuka terhadap
budaya asing dibuktikan dengan dikenalnya kerajaan ini sebagai pusat pendidikan
agama Buddha dimana banyak pelajar yang datang dari luar kerajaan untuk
mempelajari agama Buddha. Kerajaan ini juga dikenal sebagai kerajaan Maritim
karena kekuatan lautnya yang luar biasa. Penampilan nilai-nilai Pancasila juga
sudah tampak di masa kerajaan ini.

Berpindah dari pulau Sumatera, lahir juga kerajaan-kerajaan di pulau Jawa


tepatnya di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Kerajaan yang paling termasyur
adalah kerajaan Majapahit yang berdiri pada abad X tahun 1293 Masehi yang
mencapai zaman keemasannya pada pemerintahan raja Hayam Wuruk dengan
Mahapatih Gajah Mada dan Pemimpin Armada Laksamana Nala.
1
Achmad Muji, Gatot Subiyakyo dkk, Pendidikan Pancasila, (Jakarta: Universitas Gunadarma,
2007), Hal 51

3
Wilayah kekuasaan Majapahit yang membentang dari semenanjung
Melayu sampai Irian Barat tidak terlepas dari Sumpah Palapa yang diucapkan
oleh Mahapatih Gajah Mada pada tahun 1331 yang berisi cita-cita mempersatukan
seluruh nusantara yakni: “Saya baru akan berhenti berpuasa makan pelapa,
jikalau seluruh nusantara bertakluk di bawah kekuasaan negara, jikalau Gurun,
Seram, Tanjung, Haru, Pahang, Dempo, Bali, Sunda, Palembang, dan Tumasik
telah dikalahkan”.

Dalam kehidupan beragama Kerajaan Majapahit, dua agama besar yakni


agama Hindu dan Budha hidup berdampingan dengan damai yang menampilkan
indahnya nilai ketuhanan. Dalam kitab Negarakertagama karangan Mpu Prapanca
terdapat istilah Pancasila yang berarti berbatu sendi yang lima atau pelaksanaan
kesusilaan yang lima. Ajaran kesusilaan yang lima terdiri dari tidak boleh
melakukan kekerasan, mencuri, berjiwa dengki, berbohong, mabuk minuman
keras2. Mpu tantular mengarang kitab Sutasoma dimana dalam kitab tersebut
terdapat kutipan frasa pada pupuh 139 bait 5 yang berbunyi “Bhineka Tunggal
Ika Tan Hana Dharma Mangrua”, artinya walaupun berbeda, namun satu jua
adanya sebab tidak ada agama yang memiliki tuhan yang berbeda.

Sistem pemerintahan kerajaan Majapahit yang bersifat kerakyatan


tampak dengan adanya penasehat-penasehat raja sebagai nilai-nilai musyawarah
mufakat yang dilakukan oleh sistem pemerintahan kerajaan Majapahit. Memasuki
abad XIII dimana mulai masuk pengaruh Islam yang menampilkan nilai
ketuhanan dan persatuan tampak pada bagaimana saat itu kerajaan-kerajaan
bercorak Islam tetap menghormati masyarakat Hindu dan Buddha yang
merupakan peninggalan kerajaan Majapahit dan mengakulturasikan kebudayaan.

Nilai esensial yang terkandung dalam Pancasila yakni Ketuhanan,


Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan serta Keadilan dalam kenyataannya telah
melekat sebagai asas-asas yang menjiwai bangsa Indonesia sejak zaman kerajaan
dahulu sebelum dirumuskan secara kongkret dalam pendirian negara.

2
Syamsir, Ali Imran dkk, Pendidikan Pancasila Untuk Perguruan Tinggi, (Palembang: BKS PTN-
Barat, 2017), Hal 59

4
2.2. Pancasila Era Zaman Penjajahan

2.2.1. Perjuangan Melawan Kolonialisme

Runtuhnya Kerajaan Majapahit pada permulaan abad XVI dan


berkembangnya agama islam dengan pesatnya bersamaan dengan kedatangan
orang-orang Eropa di Nusantara diantaranya bangsa Portugis, Spanyol, dan
Belanda yang ingin mencari pusat tanaman rempah-rempah. Latar belakang
bangsa Eropa masuk ke wilayah nusantara salah satunya adalah jatuhnya
Konstantinopel di kawasan Laut Tengah ke kekuasaan Turki Usmani pada tahun
1453 yang mengakibatkan merosotnya ekonomi dan perdagangan bangsa Eropa.

Bangsa asing yang masuk ke Indonesia yang pada awalnya berdagang


adalah orang-orang Portugis. Pada akhir abad ke XVI bangsa Belanda akhirnya
tiba di Indonesia setelah menempuh banyak kesulitan tepatnya pada tahun 1596 di
Banten yang dipimpin oleh Cornelis de Houtman. Banyaknya bangsa Belanda
yang datang membuat kekhawatiran tersendiri akan terjadinya persaingan diantara
sesama bangsa Belanda. Untuk menghindarkan persaingan tersebut, maka mereka
mendirikan suatu perkumpulan dagang yang bernama VOC.

Selang waktu berlalu, Belanda semakin berambisi untuk menguasai


Nusantara untuk keuntungan ekonomi dan kejayaan politik mereka, terutama pada
wilayah-wilayah yang merupakan penghasil rempah-rempah. Praktek-praktek
VOC mulai menunjukkan bahwa Belanda ingin memonopoli perdagangan
dengan paksaan-paksaan sehingga rakyat mulai mengadakan perlawanan.

a. Perlawanan Kesultanan Ternate

Kebijakan monopoli perdagangan bangsa Portugis membuat Sultan Hairun


memimpin perlawanan rakyat Ternate terhadap mereka. Sayangnya, Sultan
Hairun berhasil ditangkap dan dihukum mati oleh bangsa Portugis pada tahun
1570. Meski demikian, perlawanan Kesultanan Ternate tidak berhenti di situ.
Perjuangan Sultan Hairun kemudian dilanjutkan oleh Sultan Baabulah. Di bawah
kepemimpinan Sultan Baabulan inilah Kesultanan Ternate berhasil mengusir

5
bangsa Portugis dari Maluku pada tahun 1575. Bangsa Portugis yang terusir dari
Maluku ini kemudian menyingkir ke Pulai Timor dan berkuasa di Timor Timur
hingga menjelang akhir abad ke-20.

b. Perlawanan Kesultanan Aceh

Perlawanan Kesultanan Aceh terhadap bangsa Portugis dimulai pada tahun


1514–1540 di bawah kepemimpinan Sultan Ali Mughayat Syah. Pada masa itu
Kesultanan Aceh berhasil mengusir bangsa Portugis dari wilayah Aceh.
Perlawanan Kesultanan Aceh terhadap bangsa Portugis kemudian dilanjutkan oleh
Sultan Alaudin Riayat Syah Al-Qahar pada tahun 1538–1571 dengan bantuan
Turki. Sultan Alaudin Riayat Syah, yang menjadi penggantinya, juga menyerang
bangsa Portugis di Malaka pada tahun 1573 dan 1575. Sultan Iskandar Muda pun
pernah menyerang bangsa Portugis di Malaka pada tahun 1615 dan 1629.
Sekalipun Sultan Iskandar Muda tidak berhasil mengusir bangsa Portugis, dari
Malaka, perlawanan rakyat Aceh terus berlanjut sampai Malaka jatuh ke tangan
VOC pada tahun 1641.

c. Perlawanan Kesultanan Mataram

Awalnya, hubungan Kesultanan Mataram dengan VOC berjalan dengan baik,


sampai-sampai Kesultanan Mataram mengizinkan VOC mendirikan benteng
sebagai kantor perwakilan dagang di wilayah Jepara. Namun, lama-kelamaan
Sultan Agung menyadari kalau keberadaan VOC membahayakan
pemerintahannya. Sultan Agung pun mulai menyerang VOC pada tahun 1628,
tapi serangan pertama ini gagal dan mengakibatkan sekitar 1.000 prajurit Mataram
gugur. Serangan kedua yang dilakukan pada bulan Agustus–Oktober 1629 pun
mengalami kegagalan karena Kesultanan Mataram kalah persenjataan,
kekurangan persediaan makanan (karena lumbung-lumbung persediaan makanan
yang ada di Tegal, Cirebon, dan Karawang dimusnahkan VOC), jarak yang terlalu
jauh, dan wabah penyakit yang menyerang pasukan Mataram.

d. Perlawanan Kesultanan Banten

6
Perlawanan Kesultanan Banten dimulai karena persaingan dagang dengan
VOC dan gangguan VOC terhadap politik Kerajaan Banten. Sultan Ageng
Tirtayasa pada akhirnya melawan VOC dengan bekerja sama dengan pedagang-
pedagang asing lainnya, seperti pedagang Inggris. Sultan Ageng kemudian
menyerang kapal-kapal VOC yang ada di perairan Banten serta wilayah-wilayah
yang berbatasan dengan Batavia, seperti peperangan di daerah Angke dan
Tangerang pada tahun 1658–1659.

e. Perlawanan Rakyat Maluku

Perlawanan rakyat Maluku dilakukan karena mereka tidak mau orang Belanda
kembali ke wilayah mereka. Saat Thomas Stamford Raffles berkuasa di Hindia
Belanda, beberapa aturan VOC seperti praktik monopoli dagang dan kerja rodi
tidak diterapkan. Namun, saat Belanda kembali berkuasa pada tahun 1817, aturan-
aturan yang menindas seperti praktik monopoli perdagangan cengkih dan kerja
rodi kembali diterapkan. J.R van den Berg, Residen Saparua yang baru pada saat
itu, juga dianggap tidak peka pada keluhan rakyat. Belanda juga memaksa para
pemuda Maluku untuk menjadi tentara yang ditugaskan ke Jawa.

f. Perlawanan Rakyat Sumatera Utara

Perlawanan rakyat Tapanuli di bawah kepemimpinan Raja Sisingamangaraja


XII terjadi karena Belanda ingin menjajah Tapanuli dengan membentuk Pax
Neerlandica (ambisi Belanda menguasai seluruh Nusantara). Keinginan Belanda
inilah yang menyebabkan terjadinya Perang Tapanuli pada tahun 1870–1907.

Pada masa kolonialisme, bangsa Indonesia dirugikan dalam bidang ekonomi


dan politik, namun nilai-nilai Ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, demokrasi, dan
keadilan tetap terpelihara dan dipertahankan dalam kehidupan bangsa Indonesia.
Mereka tetap teguh untuk melawan penjajahan bangsa barat dengan semangat
persatuan dan juang mereka yang tinggi. Penderitaan bangsa Indonesia semakin
menjadi-jadi namun akhirnya mulai membangkitkan semangat serta memperkuat
tekad untuk mewujudkan dan merebut kemerdekaan dan kedaulatan sebagai

7
sebuah negara, namun karena belum terorganisir secara nasional hal tersebut
masih sulit untuk diwujudkan.

2.2.2. Munculnya Kebangkitan Nasional

Menjelang akhir abad ke-19, Belanda menguasai hampir seluruh


Indonesia. Perlawanan dari abad ke-17 sampai abad ke-19 belum mampu
mengusir penjajah Belanda karena belum adanya persatuan dan kesatuan dan sifat
perlawanan yang masih kedaerahan.

Dalih politik balas budi nyatanya tidak membuat penderitaan Indonesia


berkurang melainkan bertambah. Contohnya pada bidang edukasi yang
digelorakan untuk memajukan pendidikan rakyat tetapi kenyataannya tetap ada
pembagian kelas antara bangsa Belanda dengan pribumi dalam mengenyam
pendidikan, namun disinilah lahir kaum intelektual yang sadar bahwa bangsa
Indonesia bisa terbebas dari penjajahan apabila dilakukan secara teroganisir dan
bersifat satu dan akhirnya mereka yang mempelopori kebangkitan nasional
Indonesia.

Pada abad ke-20, bangsa-bangsa Asia bangun dari belenggu penjajahan


bangsa asing, karena menyadari kekuatannya sendiri. Munculnya Pergerakan
nasional dilatarbelakangi juga dengan adanya pergolakan kebangkitan dari Dunia
Timur, yakni munculnya penolakan bangsa-bangsa Asia terhadap penjajahan
bangsa Barat diantaranya perlawanan bangsa Filiphina terhadap Spanyol di bawah
pimpinan Jose Rizal (1898), perlawanan terhadap Inggris di India oleh Mahatma
Gandhi dan Nehru dengan memimpin Partai Kongres (1885), perlawanan Cina
terhadap Inggris yang dipimpin oleh Sun Yat Sen (1911), dan utamanya adalah
kemenangan Jepang terhadap Rusia (1905) yang memecahkan mitos bahwa orang
kulit bewarna tidak bisa mengalahkan orang kulit putih.

Pergerakan nasional di Indonesia dipelopori oleh dr. Soetomo dan dr.


Wahidin Soediro Hoesodo dengan nama mendirikan organisasi Boedi Oetomo
pada tanggal 2 Mei 1908. Pada masa ini banyak berdiri gerakan-gerakan nasional

8
untuk mewujudkan suatu bangsa yang memiliki kehormatan akan kemerdekaan
dan kekuataannya sendiri.

Setelah Boedi Oetomo, banyak organisasi pergerakan nasional lain yang


muncul seperti Serikat Islam yang didirikan oleh H.O.S Chokroaminoto dan H.
Agus Salim pada tahun 1911, Indische Partij oleh tiga serangkai3 pada tahun
1913, Perhimpunan Indonesia oleh Moh. Hatta pada tahun 1914, dan Partai
Nasional Indonesia (PNI) pada tahun 1927 yang didirikan oleh Soekarno.

Tujuan untuk mencapai kemerdekaan mengilhami kesadaran kaum muda


untuk menggalang persatuan nasional. Tujuan tersebut diekspresikan dengan kata-
kata yang dipelopori oleh kaum muda dari seluruh nusantara yang kemudian
diwujudkan dalam sebuah Ikrar Sumpah Pemuda pada kongres pemuda II tahun
1928.

Isi Sumpah Pemuda yakni berisi pernyataan bahwa Putra Putri Indonesia
Bertanah air satu tanah air Indonesia, Berbangsa satu bangsa Indonesia, dan
berbahasa satu bahasa Indonesia. Kemudian bersamaan dengan itu
dikumandangkanlah Lagu Indonesia Raya ciptaan W.R Supratman yang
merupakan Lagu Kebangsaan negara kita hingga sekarang.

Setelah Sumpah Pemuda, perjuangan untuk mencapai kemerdekaan


dilakukan oleh organisasi-organisasi yang berbasis politik dimana semakin
sistematis dan teroganisir. Sejalan dengan itu, harapan Indonesia untuk bisa segera
terbebas dari belenggu penjajahan sekali lagi harus pupus ketika kedatangan
Jepang yang mulai meluaskan pengaruhnya ke bangsa-bangsa Asia dengan
semboyan sebagai “Saudara Tua, Cahaya Asia “.4

2.2.3. Berakhirnya Kolonialisme dan Perjuangan Melawan Jepang

3
Tiga serangkai adalah julukan untuk tiga tokoh pendiri Indische Partji yakni Dowwes Dekker,
Suwardi Suryaningrat, dan Cipto Mangunkusumo,
4
Syamsir, Ali Imran dkk, Pendidikan Pancasila Untuk Perguruan Tinggi, (Palembang: BKS PTN-
Barat, 2017), Hal 61

9
Pada tanggal 7 Desember 1941 meletuslah Perang Pasifik dengan
dibomnya Pangkalan Pearl Harbour oleh Jepang. Jepang dengan serangan kilatnya
berhasil menduduki daerah-daerah jajahan sekutu termasuk Indonesia. Serangan
Jerman terhadap Belanda saat berlangsungnya perang dunia II ditambah dengan
kedatangan Jepang di Indonesia membuat Belanda terpaksa menyerah terhadap
Jepang pada 8 maret 1942 melalui perundingan Kalijati dan berpindahlah kuasa
penjajah dari pemerintah kolonial Belanda kepada pemerintah militer Jepang.

Jepang memanfaatkan situasi psikologis rakyat Indonesia yang ingin


merdeka dari Belanda dengan janji-janji dan propaganda seperti rakyat Indonesia
boleh mengibarkan bendera Merah Putih dan menyanyikan lagu Indonesia Raya.
Sehingga rakyat percaya bahwa kedatangan Jepang tidak untuk menjajah, tetapi
untuk memberi kemerdekaan sehingga kedatangan Jepang disambut gembira oleh
rakyat saat itu.

Namun dalam kenyataannya, setelah Jepang berhasil mengusir Belanda


dan mengonsolidasikan pemerintahnnya, Janji Jepang untuk memberikan
kemerdekaan kepada Indonesia secara perlahan diingkari dengan mengeluarkan
berbagai Undang-Undang yang melarang rakyat Indonesia untuk berserikat dan
berkumpul (UU No. 2, 8 Maret 1942), larangan membicarakan pergerakan,
propaganda (UU No. 3, 20 Maret 1942, dan larangan pengibaran bendera Merah
Putih (UU No. 4, Maret 1942)5. Dengan demikian mulailah penjajahan Jepang
yang tidak kalah kejamnya dari Kolonial Belanda dan terlihatlah watak asli
Jepang.

Perampasan harta dan kekayaan serta kerja paksa rakyat untuk Jepang
dalam perang Pasifik menjadi derita dalam kehidupan rakyat Indonesia. Selain
itu, pemaksaan ritual menyembah matahari terbit tidak dapat diterima oleh rakyat
Indonesia yang mayoritas sudah memeluk Islam pada saat itu menimbulkan
kekecewaan besar sehingga muncullah perlawanan-perlawanan dari rakyat
Indonesia, diantaranya perlawanan PETA di Blitar, perlawanan K.H. Zaenal

5
Syamsir, Ali Imran dkk, Pendidikan Pancasila Untuk Perguruan Tinggi, (Palembang: BKS PTN-
Barat, 2017), Hal 62

10
Mustafa di Singaparna yang menolak seikerei6, perlawanan rakyat Indramayu,
perlawanan rakyat Aceh, dan perlawanan rakyat lainnya yang menolak keras
kesewenangan Jepang.

Disamping perlawanan rakyat, para tokoh penggerak kemerdekaan


memikirkan taktik lain dalam menghadapi Jepang yaitu dengan adanya gerakan
kooperatif dan gerakan bawah tanah dimana taktik ini cukup efektif dalam
menekan pengaruh Jepang.

Memasuki tahun 1944, Posisi Jepang dalam perang Pasifik yang semula
dimenangkan Jepang mulai berbalik ke pihak Sekutu dimana wilayah-wilayah
yang diduduki oleh Jepang berhasil direbut kembali oleh sekutu sehingga
pertahanan Jepang mulai goyah dalam mempertahankan wilayah kekuasaannya.

Terdesaknya Jepang dalam perang ditambah dengan turunnya moralitas


tentara membuat Jepang semakin kalang kabut dan agar mendapatkan bantuan
dari rakyat Indonesia, maka Jepang pada tanggal 7 September 1944 melalui
Perdana Menteri Koiso memberikan janji bahwa Indonesia akan mendapat
kemerdekaan.

2.3. Pancasila Era Kemerdekaan

2.3.1. Periode Pengusulan Pancasila

Sebelum berlangsungnya periode pengusulan Pancasila, cikal bakal


munculnya Pancasila sebagai ideologi bangsa telah diawali dengan lahirnya rasa
nasionalisme melalui kebangkitan nasional yang menjadi pembuka pintu gerbang
kemerdekaan bangsa Indonesia.

Sesuai janji yang diberikan, Jepang segera membentuk Badan Penyelidik


Usaha-Usaha Persiapaan Kemerdekaan Indonesia atau dalam bahasa Jepang
Dokuritsu Junbi Chosakai. BPUPKI adalah badan yang ditugaskan untuk
menyelidiki usaha-usaha persiapan kemerdekaan Indonesia yang diketuai oleh Dr.

6
Seikerei adalah penghormatan kepada kaisar Jepang dengan membungkukkan badan ke arah
matahari terbit

11
K.R.T. Radjiman Wedyodiningrat didampingi oleh dua orang Wakil Ketua yaitu
Raden Panji Suroso dan Ichibangase (orang Jepang).

Pengusulan dasar negara dilaksanakan dalam sidang BPUPKI pertama yang


dilaksanakan pada 29 Mei sampai dengan 1 Juni 1945 dengan jumlah anggota 60
orang. Tokoh-tokoh yang ikut mengusulkan pancasila yaitu Mr. Muh Yamin, Ir.
Soekarno, dan Mr. Soepomo. Ketiga tokoh tersebut menyampaikan usulan tentang
dasar negara menurut pandangannya masing-masing.

a. Mr. Moh Yamin

Dalam pidatonya pada sidang BPUKI 29 Mei 1945, Muh. Yamin


mengusulkan calon rumusan dasar negara sebagai berikut :

1. Peri kebangsaan
2. Peri kemanusian
3. Peri Ketuhanan
4. Peri kerakyatan (permusyawaratan, perwakilan, kebijaksanaan)
5. Kesejahteraan rakyat (keadilan sosial).

Selain usulan tersebut, pada akhir pidatonya Muh. Yamin menyerahkan


naskah sebagai lampiran yaitu suatu rancangan usulan sementara berisi rumusan
Undang Undang Dasar RI

b. Prof. Dr. Supomo

Dalam pidatonya pada sidang BPUPKI 31 Mei 1945, Prof. Dr. Supomo
mengemukakan teori-teori negara sebagai berikut:

1. Teori negara perseorangan (individualis)


2. Paham negara kelas (class theory)
3. Paham negara integralistik.

12
Selanjutnya dalam kaitannya dengan dasar filsafat negara Indonesia
Soepomo mengusulkan hal-hal mengenai: kesatuan, kekeluargaan, keseimbangan
lahir dan batin, musyawarah, keadilan rakyat.

c. Ir. Soekarno

Dalam pidatonya pada sidang BPUPKI 1 Juni 1945, Ir. Soekarno


menyampaikan dasar negara yang terdiri atas lima prinsip yang rumusannya
yaitu:

1. Nasionalisme atau Kebangsaan Indonesia,


2. Internasionalisme atau Peri Kemanusiaan,
3. Mufakat atau Demokrasi,
4. Kesejahteraan Sosial,
5. Ketuhanan yang berkebudayaan.

Meskipun terdapat perbedaan pendapat di antara para Tokoh tersebut, hal


itu tidak menyurutkan semangat persatuan dan kesatuan demi mewujudkan
Indonesia merdeka. Sikap toleransi yang berkembang di kalangan para pendiri
negara ini patut kita jadikan contoh dan implmentasikan.

Berdasarkan catatan sejarah, kelima butir gagasan itu oleh Soekarno


diberi nama Pancasila dengan petunjuk seorang teman ahli bahasa7 dimana sila
artinya azas atau dasar, dan diatas kelima dasar itulah kita mendirikan negara
Indonesia yang kekal dan abadi.

Setelah pidato Soekarno, sidang menerima usulan nama Pancasila sebagai


dasar filsafat negara dan kemudian dibentuk panitia kecil yang bertugas
menampung usul-usul seputar bakal dasar negara..

2.3.2. Periode Perumusan Pancasila

7
Sarbini, Reja Fahlevi, Pendidikan Pancasila Pendekatan Berbasis Nilai-Nilai (Sleman: Aswaja
Pressindo, 2018), Hal 72

13
Sietelah sidang pertama selesai, di tanggal 1 Juni 1945 BPUPKI
membentuk Panitia Kecil yang disebut Panitia 9 yang diketuai oleh Ir.Soekarno.
Tugas dari panitia 9 ini adalah mengumpulkan dan memeriksa usul-usul yang
masuk dan menentukan kebulatan pendapatnya.

Panitia 9 ini berhasil menyusun rancangan preambule atau rancangan


Pembukaan Undang-Undang Dasar yang kemudian dikenal dengan nama Piagam
Jakarta pada tanggal 22 Juni 1945. Di dalam Piagam Jakarta terdapat rumusan
dasar negara pada alinea keempat Piagam Jakarta sebagai berikut:

1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi


pemeluk-pemeluknya.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab.
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Piagam Jakarta merupakan naskah awal dari Pembukaan Undang-Undang


Dasar sebelum adanya perubahan pada sila pertama. Tidak lama setelah Piagam
Jakarta, BPUPKI kembali melaksanakan sidang kedua pada tanggal 10 hingga 16
Juli 1945 dimana Panitia perancangan Undang-Undang Dasar dalam sidang
menyampaikan susunan Undang-Undang Dasar yakni:

1. Pernyataan Indonesia Merdeka


2. Pembukaan Undang-Undang Dasar
3. Undang-Undang Dasar (batang tubuh)

Akhirnya sidang BPUPKI menerima hasil kerja panitia itu dan Setelah
menyelesaikan tugasnya, BPUPKI dibubarkan dan sebagai gantinya dibentuklah
Panitia Pesiapan Kemedekaan Indonesia pada tanggal 9 Agustus 1945.

2.3.3. Proklamasi dan Pengesahan Pancasila Sebagai Dasar Negara


Indonesia

14
Kemenangan Sekutu atas Perang Dunia II membawa angin segar bagi
Indonesia yang sedang mempersiapkan kemerdekaan. Pemboman Kota Hiroshima
dan Nagasaki pada tanggal 6 dan 9 Agustus membuat Jepang harus mengakui
kekalahannya. Pada 14 Agustus 1945, Jepang menyerah kepada sekutu tanpa
syarat.

Menyerahnya Jepang kepada sekutu membuat terjadinya kekosongan


kekuasaan di Indonesia atau vacum of power dikarenakan saat itu Inggris sebagai
pihak yang ditunjuk menjadi pemelihara keamanan Asia Tenggara belum tiba di
Indonesia.

Berita menyerahnya Jepang pertama kali didengar oleh Sutan Syahrir


melalui siaran radio BBC yang dilarang di zaman pendudukan Jepang. Sutan
Syahrir kemudian menghubungi Chairil Anwar untuk meneruskan berita baik ini
kepada para tokoh pejuang bangsa.

Berita ini kemudian diketahui oleh sebagian pemimpin Indonesia termasuk


para pemuda yang mendesak agar Soekarno-Hatta segera memproklamasikan
Kemerdekaan Indonesia tanpa campur tangan Jepang, sementara Soekarno-Hatta
ingin berbicara lebih dulu dengan pihak Jepang lalu merapatkanya dalam PPKI.

Golongan pemuda tetap memaksakan kehendaknya dengan membawa


Soekarno dan Hatta pada tanggal 16 Agustus 1945 ke Rengasdenglok untuk
menghindarkan dua tokoh tersebut dari pengaruh Jepang. Setelah perundingan
yang cukup ketat, akhirnya Mr. Ahmad Subarjo dari golongan tua menjamin
bahwa proklamasi akan dilaksanakan keesokan harinya dan akhirnya Soekarno
dan Hatta dapat kembali ke Jakarta.

Setelah tiba di Jakarta Soekarno dan Hatta langsung dibawa ke rumah


Laksamana Maeda, seorang perwira tinggi angkatan laut Jepang untuk
merumuskan teks proklamasi kemerdekaan Indonesia.

Perumusan Teks Proklamasi hingga penandatanganan baru selesai sekitar


pukul 04:00 WIB tanggal 17 Agustus 1945. Pada saat itu juga telah diputuskan

15
bahwa proklamasi akan dibacakan di halaman rumah Ir. Soekarno di jalan
Pegangsaan Timur 56 Jakarta pada pukul 10:00 WIB. Proklamasi dilaksanakan
pada tanggal 17 Agustus 1945, pada hari Jum’at, 17 Ramadhan, dan naskah
proklamasi yang ditandatangani oleh Soekarno dan M.Hatta, atas nama rakyat
Indoneia bertanggal 17 Agustus 1945 yang dibacakan oleh Soekarno didampingi
oleh Moh.Hatta.

Teks proklamasi mengandung makna yang sangat dalam karena


merupakan pernyataan bangsa Indonesia yang sebelumnya terjajah menjadi
bangsa yang merdeka Sehari setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, yakni
18 Agustus 1945, dilaksanakanlah sidang PPKI pertama yang menghasilkan:

1. Mengesahkan Undang-Undang Dasar Negara yakni UUD 1945 yang


terdiri atas Pembukaan dan Batang Tubuh. Naskah Pembukaan
berasal dari Piagam Jakarta dengan sejumlah perubahan. Batang
Tubuh juga berasal dari rancangan BPUPKI dengan sejumlah
perubahan pula;
2. Memilih Presiden dan Wakil Presiden;
3. Membentuk Komite Nasional Indonesia Pusat.

Perubahan sila pertama dalam Rumusan Pancasila yang terdapat dalam


pembukaan UUD 1945 dikarenakan 7 kata di belakang kata “Ketuhanan”, yaitu
“dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”
dianggap tidak mencerminkan persatuan dalam hal ini perbedaaan agama.
Tuntutan ini ditanggapi secara arif oleh para pendiri negara sehingga terjadi
disepakati bahwa 7 kata tersebut diganti dengan istilah “Yang Maha Esa”.
Rumusan Pancasila dalam Pembukaan UUD 1945 adalah sebagai berikut:

1. Ketuhanan Yang Maha Esa.


2. Kemanusiaan yang adil dan beradab.
3. Persatuan Indonesia.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

16
2.4. Pancasila Pasca Kemerdekaan

Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 dan pengesahan


Pancasila sebagai dasar negara merupakan langkah awal kehidupan Indonesia
sebagai sebuah bangsa.

Penerapan Pancasila sebagai dasar negara di masa awal kemerdekaan banyak


mengalami permasalahan karena adanya pihak-pihak yang belum menerima
bahwa dasar negara adalah Pancasila, beberapa pemberontakan yang terjadi
diantaranya:

1. Pemberontakan PKI Madiun;


2. Pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia;
3. Pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS);
4. Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) atau Perjuangan
Rakyat Semesta (Permesta).

Berlanjut setelah masa awal kemerdekaan, penerapan Pancasila pada masa


orde lama juga menemui hal yang sama. Parahnya dalam masa ini terjadi G 30
S/PKI yang bertujuan untuk mengganti ideologi Pancasila dengan komunis
dimana peristiwa ini merupakan sejarah kelam bangsa karena timbulnya 7 korban
pahlawan revolusi.

Beralih dari orde lama, Indonesia memasuki masa orde baru yang dimulai saat
Mayjen Soeharto resmi ditetapkan menjadi presiden. Dalam masa
pemerintahannya, presiden Soeharto berusaha untuk memulihkan kembali
beberapa kekacauan yang sebelumnya pernah terjadi di Indonesia. Upaya
pemulihan kembali ini dituangkan dalam program Repelita atau Rencana
Pembangunan Lima Tahun, diadakannya PEMILU, pendidikan pelaksanaan
pedoman penghayatan dan pengamalan Pancasila, serta pemerataan
pembangunan.

Upaya pemulihan yang dilakukan oleh presiden Soeharto ini mengacu pada
nilai yang terkandung dalam Pancasila. Contohnya pemerataan pembangunan ini

17
bisa dikaitkan dengan sila kelima Pancasila, yakni Keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia. Namun, dalam pemerintahan orde baru juga ditemui beberapa
masalah seperti KKN atau Korupsi, Kolusi dan Nepotisme dan adanya dwifungsi
ABRI.

Banyaknya penyelewengan nilai Pancasila dalam masa orde baru ditambah


dengan krisis moneter mengakibatkan meletusnya reformasi 1998. Masa
reformasi dimulai saat presiden Soeharto mundur dari jabatannya dan digantikan
oleh B.J. Habibie. Dalam masa reformasi, upaya untuk memperbaiki kekacauan
dan menerapkan kembali nilai-nilai Pancasila terus digaungkan hingga pada masa
pemerintahan sekarang melalui pemberian pendidikan Pancasila dari tingkat
sekolah dasar hingga perguruan tinggi dan program revolusi mental melalui
penguatan pendidikan karakter.8

2.5. Pentingnya Memahami Pancasila dalam Konteks Sejarah

Sejarah membuktikan bahwa eksistensi Pancasila yang bersumber dari nilai


luhur bangsa tidak pernah bisa tergantikan. Pancasila telah menjadi saksi
berjalannya kehidupan bangsa Indonesia. Penerapan Pancasila dari masa ke masa
selalu mengalami permasalahan yang mengancam keberadaan Pancasila sebagai
ideologi negara. Namun, upaya sekeras apapun untuk mengganti Pancasila
sebagai ideologi bangsa, tetapi tetap terbukti bahwa Pancasila merupakan pilihan
terbaik bagi bangsa Indonesia.

8
Sarbini, Reja Fahlevi, Pendidikan Pancasila Pendekatan Berbasis Nilai-Nilai (Sleman: Aswaja
Pressindo, 2018), Hal 97

18
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Kesimpulan dari makalah ini yaitu:

1. Proses perumusan Pancasila tidak terlepas dari nilai-nilai zaman kerajaan


yang telah melekat pada kehidupan masyarakat Indonesia diantaranya
nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan.
Kebangkitan nasional dan keinginan untuk merdeka merupakan cikal
bakal dari lahirnya Pancasila. Perumusan Pancasila pada awalnya
dilakukan dalam sidang BPUPKI pertama pada 29 Mei sampai dengan 1
Juni 1945 Yang diawali dari 3 usulan dari Ir.Soekarno, Mr. Moh. Yamin
dan Dr.Soepomo. Kemudian, pada tanggal 22 Juni panitia sembilan
mengadakan rapat dan hasil dari rapat tersebut adalah Piagam Jakarta.
Setelah lahirnya Piagam Jakarta, maka pada 18 Agustus 1945 Pancasila
resmi disahkan menjadi dasar negara 1 hari setelah proklamasi
kemerdekaan 17 Agustus 1945 dalam sidang PPKI.

2. Perumusan Pancasila sebagai dasar negara telah melalui proses yang


panjang dan rumit yang abadi dalam sejarah. Segala pro dan kontra yang
terjadi dalam penerapan Pancasila dapat diselesaikan. Meski banyak
permasalahan yang timbul, sejarah telah membuktikan bahwa Pancasila
tetap bertahan di tengah upaya-upaya penggantian ideologi yang
menggambarkan karakter bangsa indonesia yang tangguh.

19
DAFTAR PUSTAKA

Nurwardani, Paristiyanti, dkk. 2016. Pendidikan Pancasila. Jakarta:


Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan.

Sulaiman, Asep. 2015. Pendidikan Kewarganegaraan. Bandung: CV


Arfino Raya.

Syamsir, dkk. 2017. Pendidikan Pancasila Untuk Perguruan Tinggi.


Palembang: BKS-PTN Barat.

Sarbini, Reja Fahlevi. 2018. Pendidikan Pancasila Pendekatan Berbasis


Nilai-Nilai. Sleman: Aswaja Pressindo.

Labarina, Dwi Puspa. 2016. Pancasila Dalam Kontek Sejarah Perjuangan


Bangsa Indonesia. Makalah.

Yasinta, Dela dkk. 2010.


https://www.academia.edu/11110940/PENGGALIAN_NILAI_NILAI_PANCASILA_PA
DA_MASA_Kerajaan. Makalah

Parandaru, Ingga. 2021.


https://kompaspedia.kompas.id/baca/infografik/kronologi/sejarah-pancasila-sebagai-
dasar-negara. (Diakses 30 Agustus 2021 jam 20:23).

Badan Pembinaan Ideologi Pancasila. Penerapan Pancasila dari Masa ke Masa.


https://bpip.go.id/bpip/berita/991/638/penerapan-pancasila-dari-masa-ke-masa.html.
(Diakses 4 September 2021 pukul 21:48).

20

Anda mungkin juga menyukai