Anda di halaman 1dari 16

PANCASILA DALAM KAJIAN SEJARAH

MASA PRA-KEMERDEKAAN
Disusun untuk memenuhi tugas Pancasila
Pembimbing :
Dr. Nofi Sri Utami, S.Pd., S.H., M.H.

Disusun oleh :

1. Dhea Arista Ayu Widyanti (195070501111035)


2. Lussy Tri Octaviani (195070501111027)
3. Inggil Cahyo Nugroho (195070501111009)
4. Galih Rahmawati (195070500111037)
5. Nabilla Hasna Khoirunnisa (195070500111033)

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2019
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI……………………………………………………………… i
KATA PENGANTAR…………………………………………………….. ii
BAB 1. PENDAHULUAN……………………………………………….. 1
1.1 Latar Belakang………………………………………………….... 1
1.2 Rumusan Masalah……………………………………………….... 1
1.3 Tujuan…………………………………………………………….. 1
BAB 2. PEMBAHASAN…………………………………………………. 2
2.1 Pengertian Pancasila……………………………………………… 2
2.2 Kaitan Pancasila dengan Zaman Kerajaan………………………... 2
2.3 Alasan Pancasila Dijadikan Dasar Negara………………………... 4
2.4 Proses Perumusan dan Pengesahan Pancasila…………………….. 5
2.5 Permasalahan dalam proses Perumusan Pancasila………………... 10
BAB 3. PENUTUP………………………………………………………… 12
3.1 Kesimpulan…...…………………………………………………… 12
3.2 Saran………………………………………………………………. 12
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………. 13
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat-Nya yang diberikan
kepada kami, kami mampu menyelesaikan makalah berjudul “Pancasila dalam Kajian Sejarah
Masa Pra-Kemerdekaan”. Makalah ini disusun guna memenuhi tugas dari dosen pengajar mata
kuliah Pancasila.

Kami sebagai penulis dari makalah ini mengucapkan terima kasih yang sebanyak-
banyaknya kepada dosen pengajar mata kuliah Pancasila dan pihak-pihak yang membantu kami
dalam pencarian dan pemberian ide tentang penyusunan makalah ini. Dan kami berharap agar
makalah ini dapat bermanfaat dalam proses pembelajaran di dalam kelas dan proses
pembelajaran di tahun pembelajaran berikutnya.

Dan karena tiada gading yang tak retak, begitu pula dengan makalah ini. Maka kami
mengharapkan kritik dan saran yang diberikan kepada kami demi perbaikan makalah di waktu
yang akan datang.

Malang, 2 September 2019

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Pancasila bagi negara Indonesia merupakan sesuatu hal yang sangat penting dan krusial.
Sejarah telah mengungkapkan bahwa Pancasila adalah jiwa seluruh rakyat Indoensia, yang
memberi kekuatan hidup kepada bangsa Indonesia serta membimbingnya dalam mengejar
kehidupan lahir batin yang makin baik, di dalam masyarakat Indonesia yang adil dan
makmur. Pancasila yang telah diterima dan ditetapkan sebagai dasar negara seperti
tercantum dalam pembukaan UUD 1945 merupakan kepribadian dan pandangan hidup
bangsa, yang telah diuji kebenaran, kemampuan dan kesaktiannya, sehingga tidak ada satu
kekuatan manapun juga yang mampu memisahkan Pancasila dari kehidupan bangsa
Indonesia.
Pancasila dalam kajian sejarah mengalami perjalanan yang panjang. Sebelum kemudian
Pancasila disahkan menjadi seperti yang diketahui pada saat ini, Pancasila mengalami
periodisasi mulai dari masa pra-kemerdekaan hingga masa sekarang. Pancasila dan bangsa
Indonesia adalah kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Oleh karena itu, seyogyanya semua
rakyat Indonesia harus dapat memahami proses yang dilalui oleh para pendahulu dalam
proses penyusunan pancasila, agar mereka mampu mengamalkan dan mengaplikasikan
nilai-nilai luhur pancasila di dalam kehidupan sehari-hari.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Apakah yang disebut dengan Pancasila?
2. Bagaimana kaitan Pancasila dengan zaman kerajaan?
3. Mengapa Pancasila menjadi dasar negara Indonesia?
4. Bagaimana proses perumusan dan pengesahan Pancasila?
5. Apa saja masalah yang ditemui saat proses perumusan Pancasila?

1.3 TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengertian dari Pancasila
2. Untuk mengetahui kaitan Pancasila dengan zaman kerajaan
3. Untuk mengetahui alasan Pancasila menjadi dasar negara Indonesia
4. Untuk mengetahui proses perumusan dan pengesahan Pancasila
5. Untuk mengetahui masalah yang ditemui saat proses perumusan Pancasila
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN PANCASILA
Pancasila, yang berarti lima dasar atau lima asas, adalah nama dasar negara Indonesia.
Istilah Pacasila telah dikenal sejak zaman Majapahit pada abad XIV, yaitu didalam buku
Negarakertagama (1365) karangan Empu Prapanca dan buku Sutasoma karangan Empu
Tantular. Di dalam buku Negarakertagama, Empu Tantular memuat seloka yang berbunyi
“Bhinneka Tunggal ika tan Hana Dharma Mangrua”, artinya walaupun berbeda namun satu
jua adanya, sebab ada tidak agama yang memiliki Tuhan yang berbeda. Sedangkan di dalam
buku Sutasoma, Pancasila jika diterjemahkan dari bahasa Sansekerta mempunyai arti
“berbatu sendi yang lima” dan jika diterjemahkan dari Pancasila Krama mempunyai arti
“pelaksanaan kesusilaan yang lima”. Kelima kesusilaan tersebut ialah tidak boleh
melakukan kekerasan, tidak boleh mencuri, tidak boleh berjiwa dengki, tidak boleh
berbohong, dan tidak boleh mabuk atau meminum minuman keras.
Selain kedua buku di atas, Pancasila juga ada kaitannya dengan Sumpah Palapa yang
diucapkan Mahapatih Gadjah Mada dalam sidang ratu dan para menteri di pasebahan
keprabuan Majapahit pada tahun 1331, yang berisi cita-cita mempersatukan seluruh
nusantara raya sebagai berikut, “Saya baru akan berhenti berpuasa makan palapa, jikalau
seluruh nusantara bertakhluk di bawah kekuasaan negara, jikalau gurun, seram,
tanjungpura, Haru, pahang, Dempo, Bali, Sunda, palembang, tumasik telah dikalahkan”.
(Yamin, 1960:60)
Pancasila adalah landasan dari segala keputusan bangsa dan menjadi ideologi tetap
bangsa serta mencerminkan kepribadian bangsa. Pancasila merupakan ideologi bagi bangsa
Indonesia. Bagi bangsa Indonesia, hakikat yang sesungguhnya dari Pancasila adalah
sebagai pandangan hidup dan dasar negara.

2.2 KAITAN ANTARA PANCASILA DENGAN ZAMAN KERAJAAN


Berdasarkan peninggalan kerajaan dapat dipastikan bahwa agama dan kebudayaan
Hindu sangat berpengaruh di sini. Kemudian, ternyata atas penyelidikan Sarjana diduga
bahwa penerimaan pengaruh Hindu di Indonesia disesuaikan dengan kepribadian sendiri,
akan dibuktikan pula dalam masa-masa selanjutnya, ketika menerima kebudayaan-
kebudayaan lainnya yang masuk ke Indonesia, seperti Islam dan Barat. Pada abad VII,
muncul suatu negara yang nantinya akan memegang peranan penting dalam percaturan
politik di Asia Tenggara pada waktu itu. Negara ini adalah Kerajaan Sriwijaya dibawah
kekuasaan Wangsa Syailendra, yang terletak di Kota Palembang. Kerajaan ini adalah
kerajaan maritim yang menitikberatkan keagungan armadanya di lautan. Lalu lintas di
Indonesia sebelah barat dikuasai oleh Kerajaan Sriwijaya, seperti Selat Sunda (686) dan
Selat Malaka (775). Kerajaan ini merupakan kekuatan besar yang disegani dalam
percampuran politik di Asia Tenggara. Kerajaan Sriwijaya mengadakan hubungan dengan
Cina di Asia Timur, demikian pula dengan India (Nalanda) di Asia Selatan. Kemakmuran
mendorong Kerajaan Sriwjaya untuk mengembangkan diri dalam kebudayaan dengan
mendirikan Universitas Agama Budha. Universitas ini berkembang dengan sangat baik,
bahkan terkenal di luar negeri .
Setelah Kerajaan Sriwijaya mengalami keruntuhan peranannya sebagai negara besar di
Indonesia di gantikan oleh Kerajaan Majapahit pada empat abad selanjutnya, Kerajaan
Majapahit terletak di Mojokerto. Sebelum Majapahit muncul dalam panggung sejarah
Indonesia, maka muncullah terlebih dahulu banyak kerajaan-kerajaan kecil di Jawa Tengah
dan Jawa Timur silih berganti. Di Jawa Tengah, kita kenal kerajaan seperti Kerajaan
Kalingga (abad VII), Sanjaya (abad VIII), Syailendra (abad VIII dan IX). Puncak
kebudayaan di Jawa Tengah terjadi saat menjulangnya Candi Borobudur (candi agama
Budha pada abad IX) dan Candi Prambanan (candi agama Hindu pada abad X). Bangunan
yang mengagumkan itu, hanya dapat diwujudkan atas semangat dan kerja gotong royong
masyarakat yang berlandaskan jiwa keagamaan. Di Jawa Timur berkembang kerajaan-
kerajaan, seperti Kerajaan Isana (abad IX), Darmawangsa (abad X), Airlangga (abad XI),
Kediri (abad XII), Singasari (abad XIII).
Pada waktu itu agama Hindu dan Budha hidup berdampingan dengan damai. Empu
Prapanca menulis : Negarakertagama (1365). Empu Tantular mengarang : Sutasoma. Di
dalam buku Sutasoma inilah terdapat kalimat yang kemudian menjadi terkenal : “Bhinneka
Tunggal Ika”. Sebenarnya kalimat lengkapnya berbunyi “Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana
Dharma Mangrua” kalimat ini memiliki arti “Walaupun berbeda, satu jua adanya, sebab
tidak ada agama yang mempunyai tujuan yang berbeda”. Ini menggambarkan realitas
kepercayaan dan keyakinan agama yang hidup pada waktu itu, yaitu Hindu dan Budha.
Adapun salah satu daerah kekuasaan bawahannya seperti Pasai justru telah memeluk
agama islam. Toleransi dalam bidang agama telah dijunjung tinggi sejak masa bahari yang
silam.
2.3 ALASAN PANCASILA DIJADIKAN DASAR NEGARA
Indonesia sebagai suatu negara tentunya membutuhkan sebuah landasan dalam
berkehidupan berbangsa dan bernegara sebagai dasar dalam menyelenggarakan kehidupan
bernegara. Oleh karena itu, disusunlah dasar negara sebagai dasar dalam mengatur
penyelenggaraan negara. Dalam suatu negara, dasar negara memiliki peran penting karena
negara yang tidak memiliki dasar negara maka negara tersebut tidak memiliki sebuah
pedoman dalam menjalankan kehidupan bernegara sehingga berakibat ketidakjelasan arah
dan tujuan yang dimiliki oleh negara tersebut dan akan menimbulkan kekacauan dengan
mudah. Oleh karena itu, sangat dibutuhkan dasar negara agar dapat menjadi sebuah
pedoman hidup dalam menjalankan negara yang meliputi seperti apa cita-cita negara, untuk
apa negara ini dan norma-norma dalam bernegara.
Di Indonesia, dasar negara indonesia adalah Pancasila yang memiliki lima elemen dasar
yang menjadi karakter dan kepribadian utama bangsa Indonesia dan juga merupakan
ideologi nasional. Lahirnya dasar negara tidak serta merta muncul begitu saja, mesti
kemudian berasal dari hasil pemikiran yang sangat mendalam dengan begitu banyak
pengalaman-pengalaman yang sesuai dengan kondisi kebangsaan, kemasyarakatan,
kebudayaan dan keagamaan dengan memiliki kesadaran yang menyeluruh atau universal,
sehingga hal inilah yang menjadi dasar untuk merumuskan dasar negara, dan jika
diperhatikan seperti apa makna pancasila, ternyata para pendiri bangsa Indonesia
merumuskan Pancasila sebagai dasar negara dengan berasal dari cara pandang dan metode
yang menyeluruh dengan mencakup seluruh unsur dalam rakyat dengan tanpa membeda-
bedakan yang satu dengan yang lainnya untuk mencapai cita-cita kebangsaan dengan
menjadikan dasar negara agar tercipta masyarakat yang adil dan makmur.
Pancasila merupakan identitas bangsa Indonesia. Setiap negara di dunia itu tentu
memiliki identitas yang sesuai dengan latar belakang budaya masing-masing negara.
Budaya dapat membentuk identitas suatu bangsa melalui poses inkulturasi dan akulturasi.
Pancasila sebagai identitas bangsa Indonesia merupakan konsekuensi dari proses inkultuasi
dan akulturasi tersebut.
Pancasila adalah kristalisasi perbedaan-perbedaan yang ada di Indonesia. Dalam lima
sila yang terdapat pada pancasila, terkandung makna yang sangat mulia dan makna tersebut
mampu mencakup serta mengayomi seluruh rakyat Indonesia. Poin-poin tentang ketuhanan,
kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, serta keadilan pada Pancasila mampu menyatukan
perbedaan, baik ras, suku, agama, daerah, dan lainnya. Di dalam Pancasila terdapat nilai
moral yang berasal dari dalam kehidupan masyarakat Indonesia itu sendiri.
Pancasila sebagai kepribadian bangsa Indonesia. Artinya nilai-nilai yang tercakup
dalam pancasila dapat diwujudkan dalam sikap mental serta perbuatan rakyat Indonesia
sehari-hari. Sikap mental, tingkah laku, dan perbuatan bangsa Indonesia mempunyai ciri
khas, yakni dapat dibedakan dengan bangsa lain di mana perilaku bangsa Indonesia
merupakan bentuk peran dan implementasi dari nilai-nilai Pancasila itu sendiri.

2.4 PROSES PERUMUSAN DAN PENGESAHAN PANCASILA


Praktek kekuasaan fasis jepang dapat dikatakan lebih parah daripada sekutu. Terjadi
sejumlah penindasan dan kerja paksa (romusha) yang memakan banyak korban di
Indonesia. Akan tetapi hal ini tidak berjalan lama. Keadaan Jepang semakin terdesak pada
perang Asia Pasifik. Mereka mulai bersiasat untuk menarik simpati masyarkat Indonesia.
Mereka menjajikan kemerdekaan kepada Indoensia dan mulai bersikap murah hati. Hal
tersebut nampak dari perubahan sikap pemerintah jepang.
1. Pada tanggal 22 Juli 1942 melalui UU no. 23, Jepang memperbolehkan untuk
berserikat dan berkumpul. Namun perkumpulan politik tetap dilarang
2. Pada bulan November 1942 Jepang membentuk Panitia Pemeriksa Adat dan Tata
Negara yang diketuai oleh Hayasaki. Anggotanya antara lain 9 orang jepang dan
beberapa tokoh Indonesia. Tujuannya adalah memeriksa dan menyelidiki adat dan
tata negara di jaman lampau untuk disumbangkan pada pemerintahan Jepang.
3. Pada tanggal 7 September 1944 dalam sidang istimewa Teikoku Gikoi di Toyo,
Perdana menteri Jepang Koiso mengumumkan bahwa Indonesia diperkenankan
merdeka di kemudian hari.
4. Pada tanggal 29 April 1945 bertepatan dengan hari ulang tahun Tenno Heika,
pemerintah jepang mengeluarkan pernyataan bahwa Indonesia akan diberi
kemerdekaan tanpa syarat dan untuk merealisasikannya Jepang membentuk Badan
Penyelidik Usaha-Usaha Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atau Dokuritzu
Zyumbi Coosakai dengan diketuai ole Dr. K.R.T. Radjiman Wediodiningrat melalui
maklumat Gunseikan No.23
Anggota Badan Penyelidik Usaha-Usaha Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dilantik
pada tanggal 28 Mei 1945 dan sidang pertamanya berlangsung empat hari, dimulai dari
tanggal 29 Mei hingga 1 Juni.
Pada tanggal 29 Mei 1945 Mr. Muh. Yamin mengajukan usul yang dirancang tertulis
dan berjudul “Azas dan Dasar Negara Kebangsaan Republik Indonesia”. Rumusan dasar
negara yang beliau ajukan antara lain:
I. Peri kebangsaan
Masyarakat Indonesia sekarang telah memiliki pola pikir yang berbeda karena
kemajuan peradaban yang terjadi pada aspek-aspek kehidupan di dunia termasuk di
Indonesia. Pada zaman dahulu menggunakan pola kedatuan dan saat ini pola itu
sudah tidak sesuai dengan keadaan masyarakat Indonesia. Negara Indonesia harus
dibentuk atas dasar kebangsaan dan Ketuhanan. Kebangsaan disini diartikan bahwa
M. Yamin berkeyakinan jika kebangsaan itu dibentuk atas dasar ketuhanan, bangsa
itu akan berperadaban luhur. Pinjaman,salinan, tiruan, dan turut-turutan dari
peradaban, iuran hanyalah boleh sebagai cermin saja. Dalam hal ini kita boleh
melihat peradaban negara lain tetapi bukan berarti semuanya kita gunakan
melainkan hanya sebagai cerminan atau pembanding agar masyarakat Indonesia
memiliki jati diri.
II. Peri kemanusiaan
Pergerakan Indonesia tidak hanya mewujudkan negara Indonesia yang merdeka dari
penjajah tetapi juga menyusun masyarakat baru dalam suatu negara merdeka.
Tujuan kemerdekaan Indonesia sama artinya dengan dasar kemanusiaan yang
berupa dasar kedaulatan rakyat. Dasar kemerdekaan yang kita kehendaki adalah
kedaulatan ke dalam dan kedaulatan ke luar, dan dalam rangka hubungan kerja sama
dengan negara lain.
III. Peri kerakyatan
a. Permusyawaratan
Awal mulanya Muh. Yamin membacakan surah As-Syura’ ayat 38 yang artinya
segala urusan mereka musyawarahkan. Berkaca dari hal tersebut Muh. Yamin
berpikir bahwa dengan permusyawaratan manusia memperhalus perjuanagan
dan berjalan diatas jalan ketuhanan dengan membuka pikiran dalam
permsyawaratan sesama manusia. Lalu, dengan permusyawaratan negara juga
tidak hanya bergantung pada seseorang saja. Permusyawaratan juga
mengecilkan kemungkinan kekhilafan da membawa negara menuju ke
kesesatan.
b. Perwakilan
Dalam pencapaian mufakat setiap daerah harus memiliki wakilnya, sehingga
saran dapat tersampaikan melalui wakil tersebut untuk kesepakatan bersama
dalam memajukan Indonesia.
c. Kebijaksanaan
Muh. Yamin mengidentikkan kebijakasaan dengan rasionalisme. Pembentukan
masyarakat dan susunan negara mweujudkan suatu pembaharuan yang memakai
dasar yang tangkas. Sudah semstinya bilamana pembaharuan it tifak lepas dari
ketuhanan dan harus sejajar dengan adat Indonesia.
Muh. Yamin juga mengemukakan prinsip prinsip yang tidak dapat dipakai di
Indonesia, yakni :
1. Negara Indonesia menolak segala tata negara yang melanggar dasar
permusyawaratn, perwakilan, dan pikiran
2. Negara Indonesia menolak segala paham Feodalisme,federalisme, mornarki,
Liberalisme, dan demokrasi barat
3. Negara Indonesia menolak segala dasar penjajahan dan kolonialisme sebagai
dasar pembentukan negara
IV. Kesejahteraan rakyat
Kesejahteraan rakyat yang menjadi dasar dan tujuan negara indonesia adalah
keadilan masyarakat dan keadilan sosial.

Pada tanggal 31 Mei 1945 bertempat di gedung Chuoo Sangiin di Jakarta, Prof. Dr. R.
Soepomo menguraikan tentang teori negara, bentuk negara, dan bentuk pemerintahan serta
hubungan antara negara dan agama. Beliau juga memaparkan beberapa faktor dari negara
seperti syarat mutlak atau faktor kontuitif dari suatu negara. Penjelasan Soepomo perihal
syarat mutlak dari suatu negara dipandang dari sudut hukum dan dari sudut formil.
1. Daerah
Daerah Indonesia harus meliputi batas Hindia-Belanda, tetapi jika daerah lain
seperti Malaka, Kalimantan Utara, dan lain sebagainya ingin bergabung ke dalam
Indonesia maka hal ini diperbolehkan.
2. Rakyat
Rakyat sebagai warga negara pada dasarnya adalah orang-orang yang memiliki
kebangsaan Indonesia. Orang-orang yang merupakan keturunan bangsa asing yang
sudah turun temurun tinggal di Indonesia dan memilki keinginan untuk bersatu
dengan bangsa indonesia yang asli , hal ini dapat diterima sebagai warga negara
dengan diberi kebangsaan Indonesia. Selanjutnya masalah ini akan diatur dalam
Undang-Undang agar tidak terjadi kasus bipatride.
3. Pemerintah yang berdaulat menurut hukum internasional
Disini dibahas tentang bentuk negara Indonesia kedepannya. Apakah menjadi
bentuk negara persatuan, negara serikat, persekutuan negara, republik, atau
monarki.
Pada sidang tersebut, Soepomo juga mengusulkan rumusan dasar negara. Isi dari
rumusan soepomo adalah Persatuan, Kekeluargaan, Keseimbangan lahir dan batin,
Musyawarah, dan Keadilan Rakyat.
Sedangkan pada tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno juga mengemukakan usulannya
mengenai rumusan dasar negara. rusulan dasar negara yang dikemukakan oleh Ir. Soekarno
antara lain:
1. Kebangsaan Indonesia
Kebangsaan Indonesia adalah seluruh manusia Indonesia yang ditakdirkan oleh
Allah swt, mendiami seluruh kepulauan Indonesia sebagai satu kesatuan Geopolitik,
mempunyai persamaan nasib dan persatuan watak serta mempunyai cita-cita untuk
bersatu sebagai satu bangsa. Dengan demikian dapat diambil suatu kesimpulan
bahwa faham kebangsaan Indonesia adalah adanya persatuan antara orang dengan
tanah air keseluruhannya.
2. Internasionalisme (Peri Kemanusiaan)
Prinsip nasionalisme tidak dapat berdiri sendiri tanpa Internasionalisme, sebab hal
ini akan berakibat terjerumus pada faham Chauvinisme. Demikian pula sebaliknya,
faham Internasionalisme yang dimaksudkan bukan berarti “Kosmopolitisme” yang
tidak mengakui faham Nasionalisme. Internasionalisme tidak dapat hidup subur
kalau tidak berakar di dalam buminya Nasionalisme. Nasionalisme tidak dapat
hidup subur kalau tidak hidup dalam taman sarinya Internasionalisme. Jadi kedua
prinsip ini bersama-sama harus ada pada Bangsa Indonesia.
3. Mufakat (Demokrasi)
Negara Indonesia bukan untuk satu orang, bukan untuk satu golongan. Tetapi
Negara Indonesia didirikan “semua buat semua”, “satu buat semua”, dan “semua
buat satu”. Ir. Soekarno yakin bahwa syarat yang mutlak untuk kuatnya Negara
Indonesia adalah permusyawaratan, perwakilan. Perjuangan yang dinamis, sehat,
fair play, harus dipupuk atas dasar musyawarah mufakat dan perwakilan rakyat atau
prinsip perwakilan.
4. Kesejahteraan Rakyat
Hal ini dimaksudkan sebagai suatu prinsip tidak akan ada kemiskinan di dalam
Indonesia Merdeka. Dasar ini sangat berhubungan erat dengan dasar
permusyawaratan perwakilan atau prinsip Demokrasi.
5. Ketuhanan yang Maha Esa
Prinsip Indonesia Merdeka dengan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa. Bukan
hanya bangsa Indonesia yang bertuhan, tetapi masing-masing (tiap-tiap orang
Indonesia) hendaknya bertuhan. Bertuhan di sini yang dimaksudkan adalah menurut
agama yang dianutnya masing-masing. Hendaknya Negara Indonesia adalah Negara
yang tiap orangnya dapat menyembah Tuhannya dengan cara yang leluasa. Dan
dalam prinsip Ketuhanan yang Maha Esa ini dapat pula berarti bahwa tiap rakyat
Indonesia mampu bertoleransi dan menghormati antar sesame umat beragama.
Setelah berakhirnya masa sidang BPUPKI yang pertama, nampak belum menghasilkan
suatu kesepakatan mengenai rumusan dasar negara yang akan digunakan pada saat
Indonesia merdeka. Kesepakatan yang telah dicapai hanya istilah nama dasar negara, yaitu
Pancasila. Karena belum terbentuk suatu rumusan dasar negara, maka dientuklah panitia
kecil yang berjumlah delapan orang yang bertugas untuk membahas dan menggodok usul-
usul yang dikemukakan oleh para tokoh-tokoh pendiri bagsa. Panitia kecil tersebut, terdiri
dari Ir. Soekarno, Mr. A.A. Maramis , Ki Agus Hadikusumo, Kh. Wahid Hasyim, Soetarji
Kartohadikusumo, Abikoesno TjokroSujoyo, Mr. Ahmad Soebardjo, dan Mr. Muhammad
Yamin. Panitia kecil tersebut kemudian melakukan rapat gabungan dengan sejumlah
anggota tyuuo sangi-in pada tanggal 22 Juni 1945 pukul 10.00 di laangan Banteng. Hasil
yang di dapat antara lain: supaya selekas-lekasnya Indonesia merdeka, supaya hukum dasar
yang dirancangkan diberi mukaddimah, menerima anjuran Soekarno agar BPUPKI terus
bekerja hingga terwujudnya hukum dasar, dan membentuk panitia sembilan untuk
menyelidiki usul-usul yang telah diajukan, dengan anggotanya yaitu Ir. Soekarno, Drs.
Moh. Hatta, Mr. A. A. Maramis, KH. Wachid Hasyim, Abdoel Kahar Muzakir, Haji Agus
Salim, Abikoesno Tjokrosujoyo, Mr. Achmad Soebardjo, dan Mr. Muh. Yamin.
Panitia sembilan tersebut menagadakan rapat di rumah Ir. Soekarno di Jl. Pegangsaan
Timur No. 65 jakarta pada tanggal 22 Juni 1945 pukul 20.00. Rapat berjalan dengan alot,
karena terjadi perbedaan dan perdebatan mengenai konsep antara golongan nasionalis
sekuler dan golongan nasionalis religius (islam). Selama melalui proses rapat yang sangat
alot, maka akhirnya Panitia Sembilan berhasil menyepakati rumusan dasar negara yang
tercantum di dalam Mukhadimah Hukum Dasar yang ditanda tangani oleh 9 angggota
Panitia Sembilan itu, kemudian dikenal dengan nama “Piagam Jakarta” (Jakarta
Charter). Setelah itu sebagai ketua “Panitia Sembilan“, Ir. Soekarno melaporkan hasil
kerja panitia sembilan yang dipimpinnya kepada anggota BPUPKI berupa dokumen
rancangan asas dan tujuan “Indonesia Merdeka” yang disebut dengan Piagam Jakarta
(Jakarta Charter) tersebut. Menurut dokumen tersebut, dasar negara Republik Indonesia
adalah sebagai berikut: Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemeluk-pemeluknya, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia,
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Alur yang dilalui dalam proses perumusan hingga pengesahan pancasila antara lain:
Terdesaknya jepang dalam perang asia-pasifik melawan sekutu  pembentukan BPUPKI
 sidang I BPUPKI  Pemeriksaan usulan-usulan yang masuk  Perubahan sila pertama
 Pengesahan pancasila.

2.2 PERMASALAHAN DALAM PROSES PERUMUSAN PANCASILA


Proses perumusan dasar negara indonesia berangsung pada bagian akhir jaman
pendudukan jepang. Pada saat itu, Jepang sedang merangkul bangsa-bangsa Asia yang
negerinya sedang mereka duduki, kemudian menjanjikan kemerdekaan, termasuk kepada
Indonesia. Namun saat itu Jepan agak terlambat memberikan kemerdekaan kepada
Indonesia karena Indonesia ternyata tidak jadi merupakan front menghadapi australia.
Tetapi dalam rangka tahap akhir strateginya, tatkala kekalahan sudah ada di ambang pintu,
Jepang akhirnya merasa perlu untuk memberikan kemerdekaan kepada bangsa Indonesia
untuk memperoleh dukungan nya dalam usaha perangnya.
Namun, penggunaan bom atom oleh Amerika membuat Jepang menyerah tanpa syarat.
Pada saat itu, bagsa Indonesia telah menggenggam nasibnya di tangannya sendiri dan
memproklamasikan kemerdekaannya lepas sama sekali dari setiap campur tangan pihak
Jepang. Kemudian dibentuklah Dokuritsu Junbi Cosakai atau Badan Penyelidik Persiapan
Kemerdekaan. Dari hasil rapat Dokuritsu Junbi Cosakai, dapat diambil kesimpulan bahwa
Bung Karno bukanlah orang pertama dan bukan orang satu-satunya yang mengetengahkan
suatu konsepsi mengenai dasar negara Indonesia merdeka.
Keistimewaan pidato beliau pada tanggal 1 Juni yang diperingati hari pancasila itu
adalah, bahwa kecuali berisi usul mengenai nama dasara negra itu, yakni Pancasila, Trisila,
atau Ekasia. Setelah rapat-rapat Badan Panitia selesai, terbentuklah panitia kecil dibawah
pimpinan Bung Karno dengan anggota-anggota lainnya seperti Bung Hatta, Sutardjo
Kartohardikusumo, Wachid Hasyim, Ki Bagus Hadikusumo, Oto Iskandardinata, Muh.
Yamin, dan A. A. Maramis, yang seluruhnya berjumlah 8 orang.
Adapun Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang disahkan itu adalah konsep yang
dirumuskan oleh Panitia Sembilan yang kemudian dioper oleh Panitia Kecil yang kita
kenal Piagam Jakarta. Mengingat sidang pertama PPKI dilakukan, sebelum rapat dimulai,
Ir. Sukarno dan Drs. Mohammad Hatta meminta kepada Ki Bagus Hadikusumo, KH
Wahid Hasyim, Mr Kasman Singodimedjo dan Mr. Teuku Mohammad Hasan untuk
membahas lagi tentang rancangan UUD. Hal itu dikarenakan adanya kelompok yang nggak
mau menerima kalimat pertama sila pertama naskah Piagam Jakarta. Untuk bisa menjaga
persatuan bangsa Indonesia, maka dilakukanlah perubahan terhadap isi sila itu. Konsep itu
diterima dengan suatu perubahan penting, yakni sila pertama yang semula berbunyi:
“Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari’at islam bagi pemeluk-pemeluknya’
digani dengan: “Ketuhanan Yang Maha Esa.” Demikianlah permasalahan-permasalahan
yang terjadi dari masalah pendudukan Jepang sampai digantinya sila ke-1 atas dasar
toleransi keagamaan.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Pancasila berarti lima dasar atau lima asas
yang menjadi dasar negara Indonesia. Nilai-nilai yang terdapat pada Pancasila telah
diterapkan sejak zaman kerajaan, jauh sebelum Indonesia merdeka dan disahkannya
Pancasila sebagai dasar negara. Pancasila bagi bangsa Indonesia di antaranya merupakan
dasar negara, pedoman hidup berbangsa dan bernegara, serta sumber dari segala sumber
hukum, karena pancasila mampu menjadi kristalisasi dan mengayomi semua perbedaan-
perbedaan yang ada di Indonesia. Bangsa Indonesia melalui perjalanan yang panjang dalam
proses perumusan pancasila hingga bisa menjadi seperti sekarang ini. Dalam proses
perumusan pancasila tersebut juga ditemui masalah-masalah, namun masalah tersebut
dapat dipecahkan karena bangsa Indonesia menjunjung tinggi kesatuan dan persatuan
bangsa.

3.2 SARAN
Berdasarkan uraian di atas, kiranya kita dapat menyadari bahwa Pancasila merupakan
sebuah hal yang penting dan krusial bagi bangsa Indonesia karena Pancasila salah satunya
adalah identitas dan kepribadian bangsa. Oleh karena itu, seharusnya kita sebagai rakyat
Indonesia harus dapat menjunjung tinggi dan mengamalkan nilai-nilai luhur Pancasila
dalam kehidupan sehari-hari dengan setulus hati dan penuh rasa tanggung jawab.
DAFTAR PUSTAKA
Janah, A. M. 2017. Proses Perumusan Pancasila sebagai Dasar Negara Republik Indonesia.
Semarang: Universitas Negeri Semarang.
Hartono, Drs. 1992. PANCASILA (Ditinjau dari Segi Historis). Jakarta: PT Rineka Cipta.
Dewantara, A. 2018. Diktat CPNS Terlengkap 2018-2019. Yogyakarta: Forum Edukasi.
Huda, M. C. 2018. Meneguhkan Pancasila sebagai Idelogi Bernegara: Implementasi Nilai-
Nilai Keseimbangan dalam Upaya Pembangunan Hukum di Indonesia. 1(1) : 7-8.
Kaelan. 1985. Sekitar Proses Perumusan Pancasila Dasar Negara dan Undang Undang Dasar
1945. Yogyakarta: Lyberty Yogyakarta.
Fauzi, A. 2003. Pancasila (Tinjauan dari Konteks Sejarah, Filsafat, Ideologi Nasional dan
Ketatanegaraan Republik Indonesia). Malang: Brawijaya University Press.
Nugroho. Pringgodigdo. Darji. 1982. Proses Perumusan Pancasila. Jakarta: PN Balai Pustaka.
Koesdiyo. 2007. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Anda mungkin juga menyukai