MASA PRA-KEMERDEKAAN
Disusun untuk memenuhi tugas Pancasila
Pembimbing :
Dr. Nofi Sri Utami, S.Pd., S.H., M.H.
Disusun oleh :
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat-Nya yang diberikan
kepada kami, kami mampu menyelesaikan makalah berjudul “Pancasila dalam Kajian Sejarah
Masa Pra-Kemerdekaan”. Makalah ini disusun guna memenuhi tugas dari dosen pengajar mata
kuliah Pancasila.
Kami sebagai penulis dari makalah ini mengucapkan terima kasih yang sebanyak-
banyaknya kepada dosen pengajar mata kuliah Pancasila dan pihak-pihak yang membantu kami
dalam pencarian dan pemberian ide tentang penyusunan makalah ini. Dan kami berharap agar
makalah ini dapat bermanfaat dalam proses pembelajaran di dalam kelas dan proses
pembelajaran di tahun pembelajaran berikutnya.
Dan karena tiada gading yang tak retak, begitu pula dengan makalah ini. Maka kami
mengharapkan kritik dan saran yang diberikan kepada kami demi perbaikan makalah di waktu
yang akan datang.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Pancasila bagi negara Indonesia merupakan sesuatu hal yang sangat penting dan krusial.
Sejarah telah mengungkapkan bahwa Pancasila adalah jiwa seluruh rakyat Indoensia, yang
memberi kekuatan hidup kepada bangsa Indonesia serta membimbingnya dalam mengejar
kehidupan lahir batin yang makin baik, di dalam masyarakat Indonesia yang adil dan
makmur. Pancasila yang telah diterima dan ditetapkan sebagai dasar negara seperti
tercantum dalam pembukaan UUD 1945 merupakan kepribadian dan pandangan hidup
bangsa, yang telah diuji kebenaran, kemampuan dan kesaktiannya, sehingga tidak ada satu
kekuatan manapun juga yang mampu memisahkan Pancasila dari kehidupan bangsa
Indonesia.
Pancasila dalam kajian sejarah mengalami perjalanan yang panjang. Sebelum kemudian
Pancasila disahkan menjadi seperti yang diketahui pada saat ini, Pancasila mengalami
periodisasi mulai dari masa pra-kemerdekaan hingga masa sekarang. Pancasila dan bangsa
Indonesia adalah kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Oleh karena itu, seyogyanya semua
rakyat Indonesia harus dapat memahami proses yang dilalui oleh para pendahulu dalam
proses penyusunan pancasila, agar mereka mampu mengamalkan dan mengaplikasikan
nilai-nilai luhur pancasila di dalam kehidupan sehari-hari.
1.3 TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengertian dari Pancasila
2. Untuk mengetahui kaitan Pancasila dengan zaman kerajaan
3. Untuk mengetahui alasan Pancasila menjadi dasar negara Indonesia
4. Untuk mengetahui proses perumusan dan pengesahan Pancasila
5. Untuk mengetahui masalah yang ditemui saat proses perumusan Pancasila
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN PANCASILA
Pancasila, yang berarti lima dasar atau lima asas, adalah nama dasar negara Indonesia.
Istilah Pacasila telah dikenal sejak zaman Majapahit pada abad XIV, yaitu didalam buku
Negarakertagama (1365) karangan Empu Prapanca dan buku Sutasoma karangan Empu
Tantular. Di dalam buku Negarakertagama, Empu Tantular memuat seloka yang berbunyi
“Bhinneka Tunggal ika tan Hana Dharma Mangrua”, artinya walaupun berbeda namun satu
jua adanya, sebab ada tidak agama yang memiliki Tuhan yang berbeda. Sedangkan di dalam
buku Sutasoma, Pancasila jika diterjemahkan dari bahasa Sansekerta mempunyai arti
“berbatu sendi yang lima” dan jika diterjemahkan dari Pancasila Krama mempunyai arti
“pelaksanaan kesusilaan yang lima”. Kelima kesusilaan tersebut ialah tidak boleh
melakukan kekerasan, tidak boleh mencuri, tidak boleh berjiwa dengki, tidak boleh
berbohong, dan tidak boleh mabuk atau meminum minuman keras.
Selain kedua buku di atas, Pancasila juga ada kaitannya dengan Sumpah Palapa yang
diucapkan Mahapatih Gadjah Mada dalam sidang ratu dan para menteri di pasebahan
keprabuan Majapahit pada tahun 1331, yang berisi cita-cita mempersatukan seluruh
nusantara raya sebagai berikut, “Saya baru akan berhenti berpuasa makan palapa, jikalau
seluruh nusantara bertakhluk di bawah kekuasaan negara, jikalau gurun, seram,
tanjungpura, Haru, pahang, Dempo, Bali, Sunda, palembang, tumasik telah dikalahkan”.
(Yamin, 1960:60)
Pancasila adalah landasan dari segala keputusan bangsa dan menjadi ideologi tetap
bangsa serta mencerminkan kepribadian bangsa. Pancasila merupakan ideologi bagi bangsa
Indonesia. Bagi bangsa Indonesia, hakikat yang sesungguhnya dari Pancasila adalah
sebagai pandangan hidup dan dasar negara.
Pada tanggal 31 Mei 1945 bertempat di gedung Chuoo Sangiin di Jakarta, Prof. Dr. R.
Soepomo menguraikan tentang teori negara, bentuk negara, dan bentuk pemerintahan serta
hubungan antara negara dan agama. Beliau juga memaparkan beberapa faktor dari negara
seperti syarat mutlak atau faktor kontuitif dari suatu negara. Penjelasan Soepomo perihal
syarat mutlak dari suatu negara dipandang dari sudut hukum dan dari sudut formil.
1. Daerah
Daerah Indonesia harus meliputi batas Hindia-Belanda, tetapi jika daerah lain
seperti Malaka, Kalimantan Utara, dan lain sebagainya ingin bergabung ke dalam
Indonesia maka hal ini diperbolehkan.
2. Rakyat
Rakyat sebagai warga negara pada dasarnya adalah orang-orang yang memiliki
kebangsaan Indonesia. Orang-orang yang merupakan keturunan bangsa asing yang
sudah turun temurun tinggal di Indonesia dan memilki keinginan untuk bersatu
dengan bangsa indonesia yang asli , hal ini dapat diterima sebagai warga negara
dengan diberi kebangsaan Indonesia. Selanjutnya masalah ini akan diatur dalam
Undang-Undang agar tidak terjadi kasus bipatride.
3. Pemerintah yang berdaulat menurut hukum internasional
Disini dibahas tentang bentuk negara Indonesia kedepannya. Apakah menjadi
bentuk negara persatuan, negara serikat, persekutuan negara, republik, atau
monarki.
Pada sidang tersebut, Soepomo juga mengusulkan rumusan dasar negara. Isi dari
rumusan soepomo adalah Persatuan, Kekeluargaan, Keseimbangan lahir dan batin,
Musyawarah, dan Keadilan Rakyat.
Sedangkan pada tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno juga mengemukakan usulannya
mengenai rumusan dasar negara. rusulan dasar negara yang dikemukakan oleh Ir. Soekarno
antara lain:
1. Kebangsaan Indonesia
Kebangsaan Indonesia adalah seluruh manusia Indonesia yang ditakdirkan oleh
Allah swt, mendiami seluruh kepulauan Indonesia sebagai satu kesatuan Geopolitik,
mempunyai persamaan nasib dan persatuan watak serta mempunyai cita-cita untuk
bersatu sebagai satu bangsa. Dengan demikian dapat diambil suatu kesimpulan
bahwa faham kebangsaan Indonesia adalah adanya persatuan antara orang dengan
tanah air keseluruhannya.
2. Internasionalisme (Peri Kemanusiaan)
Prinsip nasionalisme tidak dapat berdiri sendiri tanpa Internasionalisme, sebab hal
ini akan berakibat terjerumus pada faham Chauvinisme. Demikian pula sebaliknya,
faham Internasionalisme yang dimaksudkan bukan berarti “Kosmopolitisme” yang
tidak mengakui faham Nasionalisme. Internasionalisme tidak dapat hidup subur
kalau tidak berakar di dalam buminya Nasionalisme. Nasionalisme tidak dapat
hidup subur kalau tidak hidup dalam taman sarinya Internasionalisme. Jadi kedua
prinsip ini bersama-sama harus ada pada Bangsa Indonesia.
3. Mufakat (Demokrasi)
Negara Indonesia bukan untuk satu orang, bukan untuk satu golongan. Tetapi
Negara Indonesia didirikan “semua buat semua”, “satu buat semua”, dan “semua
buat satu”. Ir. Soekarno yakin bahwa syarat yang mutlak untuk kuatnya Negara
Indonesia adalah permusyawaratan, perwakilan. Perjuangan yang dinamis, sehat,
fair play, harus dipupuk atas dasar musyawarah mufakat dan perwakilan rakyat atau
prinsip perwakilan.
4. Kesejahteraan Rakyat
Hal ini dimaksudkan sebagai suatu prinsip tidak akan ada kemiskinan di dalam
Indonesia Merdeka. Dasar ini sangat berhubungan erat dengan dasar
permusyawaratan perwakilan atau prinsip Demokrasi.
5. Ketuhanan yang Maha Esa
Prinsip Indonesia Merdeka dengan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa. Bukan
hanya bangsa Indonesia yang bertuhan, tetapi masing-masing (tiap-tiap orang
Indonesia) hendaknya bertuhan. Bertuhan di sini yang dimaksudkan adalah menurut
agama yang dianutnya masing-masing. Hendaknya Negara Indonesia adalah Negara
yang tiap orangnya dapat menyembah Tuhannya dengan cara yang leluasa. Dan
dalam prinsip Ketuhanan yang Maha Esa ini dapat pula berarti bahwa tiap rakyat
Indonesia mampu bertoleransi dan menghormati antar sesame umat beragama.
Setelah berakhirnya masa sidang BPUPKI yang pertama, nampak belum menghasilkan
suatu kesepakatan mengenai rumusan dasar negara yang akan digunakan pada saat
Indonesia merdeka. Kesepakatan yang telah dicapai hanya istilah nama dasar negara, yaitu
Pancasila. Karena belum terbentuk suatu rumusan dasar negara, maka dientuklah panitia
kecil yang berjumlah delapan orang yang bertugas untuk membahas dan menggodok usul-
usul yang dikemukakan oleh para tokoh-tokoh pendiri bagsa. Panitia kecil tersebut, terdiri
dari Ir. Soekarno, Mr. A.A. Maramis , Ki Agus Hadikusumo, Kh. Wahid Hasyim, Soetarji
Kartohadikusumo, Abikoesno TjokroSujoyo, Mr. Ahmad Soebardjo, dan Mr. Muhammad
Yamin. Panitia kecil tersebut kemudian melakukan rapat gabungan dengan sejumlah
anggota tyuuo sangi-in pada tanggal 22 Juni 1945 pukul 10.00 di laangan Banteng. Hasil
yang di dapat antara lain: supaya selekas-lekasnya Indonesia merdeka, supaya hukum dasar
yang dirancangkan diberi mukaddimah, menerima anjuran Soekarno agar BPUPKI terus
bekerja hingga terwujudnya hukum dasar, dan membentuk panitia sembilan untuk
menyelidiki usul-usul yang telah diajukan, dengan anggotanya yaitu Ir. Soekarno, Drs.
Moh. Hatta, Mr. A. A. Maramis, KH. Wachid Hasyim, Abdoel Kahar Muzakir, Haji Agus
Salim, Abikoesno Tjokrosujoyo, Mr. Achmad Soebardjo, dan Mr. Muh. Yamin.
Panitia sembilan tersebut menagadakan rapat di rumah Ir. Soekarno di Jl. Pegangsaan
Timur No. 65 jakarta pada tanggal 22 Juni 1945 pukul 20.00. Rapat berjalan dengan alot,
karena terjadi perbedaan dan perdebatan mengenai konsep antara golongan nasionalis
sekuler dan golongan nasionalis religius (islam). Selama melalui proses rapat yang sangat
alot, maka akhirnya Panitia Sembilan berhasil menyepakati rumusan dasar negara yang
tercantum di dalam Mukhadimah Hukum Dasar yang ditanda tangani oleh 9 angggota
Panitia Sembilan itu, kemudian dikenal dengan nama “Piagam Jakarta” (Jakarta
Charter). Setelah itu sebagai ketua “Panitia Sembilan“, Ir. Soekarno melaporkan hasil
kerja panitia sembilan yang dipimpinnya kepada anggota BPUPKI berupa dokumen
rancangan asas dan tujuan “Indonesia Merdeka” yang disebut dengan Piagam Jakarta
(Jakarta Charter) tersebut. Menurut dokumen tersebut, dasar negara Republik Indonesia
adalah sebagai berikut: Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemeluk-pemeluknya, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia,
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Alur yang dilalui dalam proses perumusan hingga pengesahan pancasila antara lain:
Terdesaknya jepang dalam perang asia-pasifik melawan sekutu pembentukan BPUPKI
sidang I BPUPKI Pemeriksaan usulan-usulan yang masuk Perubahan sila pertama
Pengesahan pancasila.
3.2 SARAN
Berdasarkan uraian di atas, kiranya kita dapat menyadari bahwa Pancasila merupakan
sebuah hal yang penting dan krusial bagi bangsa Indonesia karena Pancasila salah satunya
adalah identitas dan kepribadian bangsa. Oleh karena itu, seharusnya kita sebagai rakyat
Indonesia harus dapat menjunjung tinggi dan mengamalkan nilai-nilai luhur Pancasila
dalam kehidupan sehari-hari dengan setulus hati dan penuh rasa tanggung jawab.
DAFTAR PUSTAKA
Janah, A. M. 2017. Proses Perumusan Pancasila sebagai Dasar Negara Republik Indonesia.
Semarang: Universitas Negeri Semarang.
Hartono, Drs. 1992. PANCASILA (Ditinjau dari Segi Historis). Jakarta: PT Rineka Cipta.
Dewantara, A. 2018. Diktat CPNS Terlengkap 2018-2019. Yogyakarta: Forum Edukasi.
Huda, M. C. 2018. Meneguhkan Pancasila sebagai Idelogi Bernegara: Implementasi Nilai-
Nilai Keseimbangan dalam Upaya Pembangunan Hukum di Indonesia. 1(1) : 7-8.
Kaelan. 1985. Sekitar Proses Perumusan Pancasila Dasar Negara dan Undang Undang Dasar
1945. Yogyakarta: Lyberty Yogyakarta.
Fauzi, A. 2003. Pancasila (Tinjauan dari Konteks Sejarah, Filsafat, Ideologi Nasional dan
Ketatanegaraan Republik Indonesia). Malang: Brawijaya University Press.
Nugroho. Pringgodigdo. Darji. 1982. Proses Perumusan Pancasila. Jakarta: PN Balai Pustaka.
Koesdiyo. 2007. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Graha Ilmu.