Anda di halaman 1dari 12

1.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah


Surabaya sebagai kota pahlawan yang memiliki simbol ikan sura dan
buaya mempunyai perjalanan sejarah yang cukup panjang. Dimulai dengan
kedatangan bangsa Belanda di Banten yang pada mulanya hanya tertarik untuk
berdagang, kemudian motifasi bangsa Belanda berubah menjadi serakah dan ingin
menguasai perdagangan di Indonesia khususnya di Banten. Setelah berhasil
berkuasa di Banten, bangsa Belanda mulai memperluas kekuasaannya di berbagai
wilayah di Indonesia dan salah satunya adalah kota Surabaya, hal ini menandai
dimulainya kekuasaan Kolonial di Surabaya.
Masuknya pengaruh Kolonial di Indonesia memberi dampak positif dan
negatif bagi perkembangan masyarakat Surabaya, salah satu dampak positifnya
adalah kota Surabaya semakin berkembang dengan pesat di segala bidang,
demikian juga di bidang arsitektur dan interior. Perkembangan arsitektur gaya
kolonial di Surabaya menurut Helen Jessup dalam bukunya “The Dutch Colonial
Villa” (1984) dibagi menjadi 3 periode, yaitu:
1. Tahun 1870-1900
Selama periode ini arsitektur kolonial Belanda yang populer di Surabaya
adalah The Empire Style atau dikenal juga dengan nama Dutch Colonial.Dutch
Colonial adalah suatu gaya arsitektur neo-klasik yang melanda Eropa
(terutama Perancis) yang diterjemahkan secara bebas. Hasilnya yaitu gaya
Hindia Belanda yang bercitra kolonial, dan sudah disesuaikan dengan iklim
dan material yang tersedia pada waktu itu.
2. Sesudah tahun 1900
Abad 20 adalah masa kejayaan bagi arsitektur kolonial Belanda di Indonesia.
Hampir semua arsitek di Hindia Belanda didatangkan dari Belanda dan
mempunyai latar belakang akademis di negeri Belanda. Pada akhir abad 19

1
Universitas Kristen Petra
2

sampai awal abad 20, muncul aliran The Amsterdam School. Pada waktu itu
ide-ide arsitektur modern Eropa ditransfer ke Indonesia, namun tetap
disesuaikan dengan iklim dan lingkungan Indonesia. Elemen-elemen
tradisional setempat juga diterapkan pada bentuk arsitekturnya. Hal ini
menyebabkan gaya arsitektur Kolonial Belanda di Indonesia mempunyai ciri
khusus yang tidak sama dengan arsitektur yang ada di Belanda.
3. Setelah tahun 1920
Perkembangan arsitektur kolonial pada masa ini dapat dibagi menjadi 2
bagian, yang pertama adalah pengembangan suatu bentuk arsitektur yang
berciri khas Indisch, dimana tradisi arsitektural Indonesia banyak digunakan
sebagai bagian dari elemen arsitektur dan interiornya. Yang kedua adalah
arsitektur modern, yang sepenuhnya berkiblat ke Eropa dengan penyesuaian
terhadap teknologi dan iklim setempat. Sehingga muncul gaya modern yang
berkiblat ke Eropa.
(Handinoto, 1996: 131-163)
Pada akhir abad 20, banyak sekali arsitek yang memiliki latar belakang
pendidikan akademis di Belanda didatangkan ke Surabaya. Salah satu arsitek
terkenal yang didatangkan dari Belanda adalah Hulswit dan Cuypers. Kedua
arsitek ini memiliki sikap profesionalisme yang ditunjukkan melalui karyanya.
Karya kedua arsitek ini bukan hanya perancangan lay out dan bentuk bangunan
saja, tetapi juga meliputi detail-detail elemen yang kecil, bahkan interior dan
perabotnya. (Handinoto,1996: 163). Selain itu, pada akhir abad 20 muncul trend
gaya perpaduan antara gaya kolonial dengan gaya lokal, dan untuk memberi kesan
lokal Hulswit juga melatih tukang kayu setempat dan memberi pengetahuan teknis
kemudian memberinya kebebasan untuk berekspresi dengan idenya sendiri.
Pemahat kayunya kebanyakan didatangkan dari Jepara, karena Hulswit tertarik
pada motif-motif hiasan pada candi-candi di Jawa.
Karena ketertarikan Hulswit pada motif-motif hiasan pada candi-candi di
Jawa maka karyanya banyak dipengaruhi oleh gaya lokal Jawa, khususnya
arsitektur candi Jawa kuno. Seniman Jawa kuno memiliki banyak ragam hias yang
mereka gunakan sebagai elemen dekoratif, khususnya pada candi. Elemen
dekoratif pada candi biasanya mengungkapkan pesan mengenai sifat kedewaan

Universitas Kristen Petra


3

bangunan dan dibuat secara sistematis dan teratur karena memiliki arti tertentu.
(Arismunandar, et al., 2002: 60). Namun bentuk elemen dekoratif pada candi di
Pulau Jawa memiliki karakteristik yang berbeda-beda tergantung letak candi
tersebut. Candi di Jawa Timur mempunyai karakteristik yang berbeda dengan
candi yang terletak di Jawa Tengah dan Jawa Barat. (Prijotomo, 1992: 47)
Salah satu karya Hulswit dan Cuypers yang terbesar adalah Handels
Vereeniging Amsterdam (HVA) yang merupakan gedung kantor perkebunan milik
Belanda yang sekarang digunakan untuk perkantoran milik pemerintah Indonesia
dan berubah nama menjadi PT. Perkebunan Nusantara Persero XI. Keadaan fisik
bangunan yang dibangun pada tahun 1920-25 ini masih dalam kondisi yang
sangat baik dan terawat. Gedung yang sekarang telah berdiri kurang lebih 80
tahun ini pernah menjadi markas tentara Jepang, Komando Tobu-Jawa Boetai,
juga pernah digunakan sebagai Markas Comando Militer Jawa Timur (CMDT)
dan tempat perundingan kedua antara Mallaby dengan Dr. Moestopo. Oleh karena
nilai sejarahnya itu, pada tanggal 26 September 1996, Walikota Surabaya
mengeluarkan SK (Surat Keputusan) Nomor: 188.45/ 251/ 402.1.04/ 1996 yang
menetapkan HVA sebagai salah satu dari 60 bangunan bersejarah yang dilindungi
dan menjadi cagar budaya.(Widodo, 2002: 295)
Bangunan ini memperlihatkan suatu fenomena perpaduan gaya kolonial
Belanda dan gaya lokal yang menjadi trend gaya desain pada saat HVA dibangun,
selain itu HVA adalah sebuah bangunan yang telah ditetapkan sebagai cagar
budaya yang tentunya memiliki nilai sejarah dan seni yang lebih tinggi
dibandingkan dengan bangunan lainnya. Hal ini menarik untuk diteliti, selain itu
kondisi fisik gedung HVA yang masih baik dan belum pernah mengalami renovasi
juga menjadi salah satu bahan pertimbangan, karena dengan adanya kondisi fisik
yang baik dan belum pernah mengalami perubahan yang cukup berarti maka
penelitian yang dilakukan akan lebih akurat sesuai dengan kondisi awal pada saat
bangunan dibangun.

Universitas Kristen Petra


4

1.2. Pengertian Judul Karya Tulis


Karya tulis ini berjudul “Studi Gaya Desain Kolonial Belanda dan Lokal
Pada Interior Lobby PT. Perkebunan Nusantara Persero XI Surabaya”. Agar judul
ini mudah dipahami, berikut ini dipaparkan mengenai pengertian masing-masing
kata pembentuknya :
- Studi berarti kajian, telaah; penelitian; penyelidikan ilmiah. (Kamus Besar
Bahasa Indonesia, Anton, et al., 1990: 860)
- Gaya Desain berarti kesatuan dari prinsip yang menjiwai karya desain dari
sebuah jaman; hasil dari pikiran utama yang mempunyai karakter specialnya
sendiri (The Theory Of Architecture, Johnson, et al., 1993: 406)
- Gaya Desain Kolonial adalah gaya desain yang muncul karena kerinduan para
penjajah terhadap kampung halamannya sehingga membuat mereka
membangun rumah dengan gaya yang sesuai dengan gaya desain di negara
asal mereka, yang berada di benua Eropa. (A History of Interior, Pile, 2000:
154)
- Belanda adalah negara kerajaan (negeri) di Eropa Barat yang berbatasan
dengan Belgia dan Jerman Barat (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Anton, et
al.,1990: 94)
- Lokal berarti setempat (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Anton, et al., 1990:
530)
- Pada berarti kata perangkai yang searti dengan di (Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Anton, et al., 1990: 633)
- Interior berarti bagian dalam dari gedung. (Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Anton, et al., 1990: 336)
- Lobby kantor adalah tempat dimana sebuah perusahaan menyapa pengunjung,
juga merupakan bagian paling depan dari sebuah kantor yang sering dilihat
orang. (Tommorow Ofice, Raymond Santa, et al,. 1994: 68)
- PT. Perkebunan Nusantara Persero XI Surabaya adalah sebuah gedung kantor
perkebunan milik pemerintah Indonesia yang dibangun pada tahun 1920-1925,
dahulu pernah digunakan sebagai kantor perkebunan milik Belanda yang
bernama Handels Vereeniging Amsterdam dan teletak di kota Surabaya

Universitas Kristen Petra


5

(Perkembangan Kota dan Arsitektur Kolonial Belanda di Surabaya (1870-


1940), Handinoto, 1996: 209)

Dari pengertian-pengertian judul tersebut diatas, maka dapat disimpulkan


judul “Studi Gaya Desain Kolonial Belanda dan Lokal pada Interior Lobby PT.
Perkebunan Nusantara Persero XI Surabaya” mengandung pengertian sebuah
penyelidikan ilmiah mengenai kesatuan prinsip yang menjiwai karya desain dari
jaman Kolonial Belanda dan gaya setempat pada bagian dalam, khususnya bagian
paling depan dari gedung kantor perkebunan milik pemerintah Indonesia yang
sekaligus bangunan kuno peninggalan pemerintah Belanda pada saat menjajah
Indonesia.

1.3. Perumusan Masalah


“Bagaimana penerapan gaya Kolonial Belanda dan gaya lokal pada
interior PT.Perkebunan Nusantara Persero XI?”

1.4. Ruang Lingkup Masalah


Ruang lingkup yang akan dikaji dalam tugas akhir ini adalah ruang publik,
karena pada area publik perpaduan gaya desainnya lebih terlihat dengan jelas.
Gaya desain yang dimaksud disini adalah gaya desain Kolonial Belanda, ditinjau
dari aspek bentuk, material, warna dan dimensi. Sedangkan area publik yang
dimaksud adalah ruang lobby (pada lantai 1) dan hall yang juga berfungsi sebagai
lobby pada lantai 2
Hal-hal yang akan dikaji lebih lanjut pada penelitian ini meliputi:
1. Lay Out
2. Elemen pembentuk ruang yaitu elemen-elemen yang bersifat arsitektur dari
struktur dan pembentuk ruang yang memberi bentuk pada bangunan,
memisahkan dari luar dan membentuk pola tatanan ruang interior (Ching,
1996 : 160), yang akan membahas tentang :
a) Lantai

Universitas Kristen Petra


6

b) Dinding
c) Plafon
d) Kolom
3. Elemen transisi yaitu elemen-elemen dari desain arsitektur dan interior yang
menghubungkan baik secara visual dan fisik, satu ruang ke ruang lain,
maupun bagian dalam dengan bagian luar (Ching, 1996 : 204), antara lain
membahas tentang :
a) Pintu
b) Jendela
4. Perabot adalah salah satu kategori elemen desain yang pasti selalu ada di
hampir semua desain interior. Perabot menjadi perantara antara arsitektur
dengan manusianya (Ching, 1996: 240)

1.5. Tujuan Penelitian


Penelitian tugas akhir ini mempunyai tujuan untuk mempelajari lebih
dalam mengenai gaya desain, khususnya gaya Kolonial Belanda dan gaya lokal
dan bagaimana penerapannya pada interior PT. Perkebunan Nusantara Persero XI
Surabaya dikaji berdasarkan keilmuan Desain Interior yang ada.

1.6. Manfaat Penelitian


Secara praktis, tugas akhir ini diharapkan dapat bermanfaat untuk
memperluas wawasan para desainer dan calon desainer interior mengenai adanya
fenomena perpaduan gaya desain yang muncul di Surabaya pada masa lalu. Selain
itu para desainer juga dapat belajar bagaimana merancang interior bangunan
dengan memadukan gaya tetapi juga tidak melupakan elemen lokal dari daerah
tersebut baik dari kondisi alam maupun dari segi budaya lokalnya.
Secara teoritis, penelitian ini juga diharapkan menambah inventarisasi
penelitian interior bangunan kuno mengingat kurangnya pengetahuan masyarakat
dan para calon desainer interior mengenai gaya desain dan perpaduan gaya desain
yang berpengaruh pada penataan interior sebuah bangunan khususnya pada masa

Universitas Kristen Petra


7

lalu. Selain itu dengan adanya penelitian ini, diharapkan juga akan mendorong
adanya tindakan pelestarian bangunan kuno yang menjadi saksi historis
perkembangan kota Surabaya baik dilakukan oleh pemerintah ataupun
masyarakat.

1.7. Landasan Teoritis dan Konseptual


1.7.1 Perkembangan Arsitektur Kolonial di Surabaya
Dalam bukunya “Perkembangan Kota dan Arsitektur Kolonial Belanda di
Surabaya (1870-1940)” Handinoto berpendapat bahwa arsitektur selalu
berkembang sejajar dengan perkembangan kota, meskipun demikian periodisasi
perkembangannya tidak selalu sama.
Periodisasi perkembangan arsitektur kolonial di Surabaya menurut Helen
Jessup (1984) adalah:
1. Tahun 1870-1900
Selama periode ini arsitektur kolonial Belanda yang populer di Surabaya
adalah The Empire Style atau dikenal juga dengan nama Dutch Colonial.Dutch
Colonial adalah suatu gaya arsitektur neo-klasik yang melanda eropa
(terutama Perancis) yang diterjemahkan secara bebas. Hasilnya yaitu gaya
Hindia Belanda yang bercitra kolonial, dan sudah disesuaikan dengan iklim
dan material yang tersedia pada waktu itu.
2. Sesudah tahun 1900
Abad 20 adalah masa kejayaan bagi arsitektur kolonial Belanda di Indonesia.
Hampir semua arsitek di Hindia Belanda didatangkan dari Belanda dan
mempunyai latar belakang akademis di negeri Belanda. Pada akhir abad 19
sampai awal abad 20, muncul aliran The Amsterdam School. Pada waktu itu
ide-ide arsitektur modern Eropa ditransfer ke Indonesia, namun tetap
disesuaikan dengan iklim dan lingkungan Indonesia. Elemen-elemen
tradisional setempat juga diterapkan pada bentuk arsitekturnya. Hal ini
menyebabkan gaya arsitektur kolonial di Indonesia mempunyai ciri khusus
yang tidak sama dengan arsitektur yang ada di Belanda.

Universitas Kristen Petra


8

3. Setelah tahun 1920


Perkembangan arsitektur kolonial pada masa ini dapat dibagi menjadi 2
bagian, yang pertama adalah pengembangan suatu bentuk arsitektur yang
berciri khas Indisch, dimana tradisi arsitektural Indonesia banyak digunakan
sebagai bagian dari elemen arsitektur dan interiornya. Yang kedua adalah
arsitektur modern, yang sepenuhnya berkiblat ke Eropa dengan penyesuaian
terhadap teknologi dan iklim setempat. Sehingga muncul gaya modern yang
berkiblat ke Eropa.
(Handinoto, 1996: 131-163)

1.7.2 Pengaruh Bentuk Arsitektur Belanda dan Penyesuaiannya Terhadap Iklim


Tropis.
Bentuk arsitektur kolonial Belanda sesudah tahun 1900-an merupakan
hasil kompromi antara arsitektur modern yang berkembang di Belanda dengan
iklim tropis basah di Indonesia. Beberapa bangunan dengan arsitektur kolonial di
Surabaya banyak mengambil elemen-elemen tradisional setempat yang kemudian
diterapkan ke dalam bentuk arsitekturnya. Hasil dari perpaduan itu adalah
arsitektur gaya kolonial yang mempunyai ciri khas sentuhan lokal dan tentu saja
menghasilkan gaya kolonial yang berbeda dengan yang ada di Belanda.
Pengaruh yang dibawa dari Belanda ke Indonesia setelah tahun 1900-an
adalah sistem organisasi pembangunan yang makin disempurnakan. Sikap
profesional mulai ditunjukkan oleh biro arsitek Hulswit, Fermont & Ed. Cuypers
dengan perancangan yang tuntas pada keseluruhan bangunan. Dimulai dari lay out
dan bentuk bangunan sampai detail elemen bangunan yang kecil, bahkan interior
dan dan perabot. Bahkan untuk memberi kesan setempat (lokal) Hulswit melatih
tukang kayu dari Jepara dan memberi pengetahuan teknis, kemudian memberinya
kebebasan berekspresi dengan idenya sendiri pada detai-detail bangunan. Hulswit
tertarik pada motif hiasan pada candi-candi di Jawa dan kemudian mencobanya
untuk diterapkan di dalam gedung. (Handinoto, 1996: 163-164)

Universitas Kristen Petra


9

1.8. Hipotesa
Dari landasan teoritis dan konseptual diatas maka dapat disimpulkan suatu
hipotesa sebagai berikut:
- PT. Perkebunan Nusantara Persero XI Surabaya dibangun pada tahun 1920-
1925, dimana gaya desainnya banyak didominasi oleh gaya Kolonial Belanda
yang dipengaruhi oleh gaya lokal. Berdasarkan tahun pembangunannya,
arsitektur dan interior gedung PT. Perkebunan Nusantara Persero mendapat
pengaruh gaya kolonial Belanda dan gaya lokal.
- Abad 20 adalah masa kejayaan bagi arsitektur kolonial Belanda di Indonesia.
Hampir semua arsitek di Hindia Belanda didatangkan dari Belanda dan
mempunyai latar belakang akademis di negeri Belanda. Oleh karena itu gaya
kolonial yang memberi pengaruh pada interior HVA adalah gaya kolonial
Belanda (Dutch Kolonial) karena HVA dibangun pada awal abad 20 (1920-
1925).
- Untuk memberi kesan setempat (lokal) Hulswit sebagai arsitek HVA, tertarik
pada motif hiasan pada candi-candi di Jawa dan kemudian mencobanya untuk
diterapkan di dalam gedung. Sehingga gaya lokal yang mempengaruhi interior
HVA adalah gaya arsitektur Jawa Tengah, terutama arsitektur candi.

1.9. Metode Penelitian


1.9.1 Sifat Penelitian
Sifat penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan studi
kasus. Dalam hal ini peneliti ingin mengetahui latar belakang perpaduan gaya
desain yang berpengaruh terhadap interior gedung PT. Perkebunan Nusantara
Persero XI Surabaya. Tujuan metode pendekatan deskriptif studi kasus adalah
untuk memberikan gambaran secara mendetail tentang latar belakang, sifat-sifat
serta karakter khusus dari kasus atau individu yang kemudian hari akan dijadikan
suatu hal yang bersifat khusus.(Nazir, 1988:66).

Universitas Kristen Petra


10

1.9.2 Sampel
Dari penelitian ini sample yang diambil adalah ruang publik, yaitu ruang
lobby (lantai 1) dan hall yang juga berfungsi sebagai lobby dan ruang tunggu
(lantai 2) yang dianggap dapat mewakili fisik bangunan PT. Perkebunan
Nusantara Persero XI Surabaya karena pada area ini perpaduan gaya desain lebih
terlihat dengan jelas.

1.9.3 Teknik Sampling


Teknik pengambilan sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Purposive Sample atau Sampel Bertujuan. Teknik sampling ini dilakukan dengan
cara mengambil subyek penelitian bukan berdasarkan atas strata, random ataupun
yang lainnya tetapi didasarkan atas adanya tujuan tertentu. Menurut Arikunto,
syarat yang harus dipenuhi dalam menggunakan teknik ini adalah :
1. Penentuan karakteristik populasi dilakukan dengan cermat didalam studi
pendahuluan.
2. Pengambilan sampel harus didasarkan pada ciri-ciri, sifat atau karakteristik
tertentu yang merupakan ciri pokok populasi.
3. Obyek yang diambil sebagai sampel harus benar benar merupakan obyek yang
paling banyak mengandung ciri-ciri yang terdapat pada populasi.
(Arikunto, 1983: 98)
Dalam penerapannya, obyek yang akan diambil sebagai sampel harus
obyek yang memenuhi beberapa persyaratan sebagai berikut:
1. Sampel tersebut adalah ruangan yang mewakili bentuk fisik dan karakter
bangunan secara keseluruhan.
2. Sampel tersebut adalah area publik atau umum yang mudah diakses oleh
masyarakat luas.

1.9.4 Metode Pengumpulan Data


Pengumpulan data adalah prosedur yang sistematik dan standar untuk
memperoleh data yang diperlukan dan selalu ada hubungannya antara teknik

Universitas Kristen Petra


11

pengumpulan data dengan masalah penelitian yang akan dipecahkan (Nazir, 1988:
211)
Langkah-langkah pengumpulan data adalah sebagai berikut:
1. Studi literatur.
Teori kepustakaan dibutuhkan sebagai pegangan pokok secara umum dan
sejumlah data dapat juga digunakan sebagai pertimbangan suatu kesimpulan.
Pengumpulan data literatur juga bermanfaat bagi penelitian sebagai tolak ukur
dan bahan perbandingan terhadap fakta yang terdapat pada obyek penelitian
(Surakhmad, 1980:140)
2. Wawancara.
Wawancara adalah proses pengumpulan keterangan untuk tujuan penelitian
dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan
responden dengan alat yang dinamakan interview guide (Nazir, 1988: 234).
3. Observasi langsung ke obyek penelitian.
Pengamatan dilakukan di PT. Perkebunan Nusantara Persero Surabaya yang
merupakan obyek penelitian,. Pengamatan ini dilakukan di semua area publik
yang dapat mewakili bentuk fisik dari kantor perkebunan tersebut. Untuk
mendapatkan data yang lebih akurat, digunakan kamera untuk
mendokumentasikannya.

1.9.5 Metode Analisis Data


Analisis data merupakan bagian yang paling penting dalam metode ilmiah,
karena dengan analisis data tersebut dapat memberi arti dan makna yang berguna
dalam memecahkan masalah penelitian.(Nazir, 1988:405).
Pada penelitian ini menggunakan analisis data kualitatif. Pada tahap awal
dilakukan pengumpulan data, baik data lapangan maupun data literatur yang
bersifat kualitatif, yang kemudian dilakukan langkah persiapan dengan melakukan
pengecekan terhadap kelengkapan data yang telah diperoleh, memilih dan
mengkategorikan data kedalam kelompok-kelompok tertentu sehingga didapatkan
data-data yang mempunyai relevansi terhadap penelitian ini. Tujuan dari

Universitas Kristen Petra


12

persiapan ini adalah memilah data-data yang penting agar lebih mudah dalam
proses pengolahan selanjutnya atau tahap analisis.
Memasuki tahap analisis data, data lapangan dan data literatur yang sudah
dikategorikan tersebut dibandingkan dan dicari korelasinya sehingga dapat
diperoleh pengaruh dan penerapannya pada obyek penelitian yang bersifat
kualitatif. Obyek penelitian yang akan di analisis adalah lay out, elemen
pembentuk ruang, elemen transisi, dan perabot. Keempat elemen interior tersebut
diatas akan dianalisis apakah terdapat pengaruh gaya Kolonial Belanda dilihat dari
aspek bentuk, material, warna, dan dimensinya. Dari hasil analisis tersebut
didapatkan suatu kesimpulan yang dapat menjawab pertanyaan pada perumusan
masalah.

Universitas Kristen Petra

Anda mungkin juga menyukai