PENGANTAR
peninggalanpeninggalan
menjadi ciri khas Bangsa Belanda pada saat menguasai Wilayah daerah Gorontalo
Salah satu warisan maha penting di Kota Gorontalo adalah kota tua, baik
ciri kota tua serta masih memberikan nuansa arsitektur Kolonial Belanda yang
bahwa warisan sejarah yang ada di samping Bank BRI cabang Gorontalo (rumah
bersalin pada masa Kolonial Belanda)1 pun menjadi tumbal untuk dijadikan
yang mempersoalkan konversi dan pembabatan salah satu situs sejarah tersebut
Dalam hal tata ruang kota (city planning), seharusnya perlu perencanaan
dan visi pembangunan yang berorientasi masa depan dengan tanpa mengabaikan
masa lalu sehingga kota tua tidak hilang dengan cepat karena tangan manusia.
Sebuah langkah yang bijak apabila di Kota Gorontalo terjadi pembagian antara
kota baru (pembagunan dan perluasan kota) dan kota tua yang tidak perlu dirubah
lagi tetapi hanya ditata agar tetap indah dan menarik untuk dikunjungi.
Kota tua di Gorontalo memiliki ciri tersendiri dan tidak akan pernah sama
mewujudkannya kembali apabilah kota ini punah karena digantikan oleh gaya dan
bangunanbangunan
lampau tentu memiliki banyak benda cagar budaya baik pada masa pra Kolonial
belum semuanya ditetapkan sebagai cagar budaya, hanya beberapa saja yang
masuk dalam kategori BCB (Benda Cagar Budaya) misalnya Benteng Otanaha
yang terletak di kelurahan Dembe kota Gorontalo. Penetapan sebuah situs menjadi
benda cagar budaya memang bukanlah perkara mudah karena memerlukan kriteria
tertentu, terutama aspek nilai historis sehingga sebuah situs dapat ditetapkan
sebagai benda cagar budaya dan di lindungi oleh Negara. Proses inilah yang
yang ada di kota Gorontalo sekitar kelurahan Tenda, Ipilo, Kampung Bugis,
Di beberapa titik yang ada di kelurahan tersebut hingga kini masih ada
bangunan khas arsitek Kolonial (Indis) baik yang dimiliki oleh pihak pemerintah
dan dijadikan sebagai lokasi perkantoran maupun milik pribadi yang dijadikan
sebagai rumah tinggal, akan tetapi ada juga bangunan yang tidak terawat bahkan
seperti ini perlu mendapatkan perhatian serius dari berbagai pihak terutama
bagunanbangunan
3. Rumusan Masalah
Belanda?
Kolonial Belanda?
lokal Gorontalo?
4. Tujuan Penulisan
Belanda.
Gorontalo.
Gorontalo
5. Manfaat Penulisan
sehingga tidak hanya sekedar menjadi bahan diskusi namun dapat teraplikasi
kompleks kota tua khususnya yang menjadi ciri khas Kota tua di
Gorontalo.
BAB II
PENDAHULUAN
masyarakat. Walaupun telah ada dan berbentuk sejak tahun 1728, namun
sebagai Daerah otonom, Kota ini secara resmi terbentuk pada tanggal 20 mei
No. 29 tahun 1959 tersebut, dan dengan keputusan kepala Daerah Sulawesi utara
No. 102 tanggal 4 Maret 1960 ditetapkan 39 kampung yang masih wilayah
Sultan Botutihe yang memerintah kerajaan Gorontalo sejak 09 Juli 1737 sampai
kerajaan Gorontalo maka lokasi ini dijadikan sebagai pusat pemerintahan dan
undangundang
No. 29 tahun 1959 dan selanjutnya enam tahun kemudian melalui undangundang
Kotapraja dengan istilah yang digunakan dalam UU. No. 18 tahun 1965 tentang
pemerintah Daerah yang diganti dengan UU. No. 5 tahun 1974 tentang
pokokpokok
Kota Gorontalo menempati satu dataran yang sangat luas, membentang dari
barat yang berbatasan dengan kabupaten Gorontalo hingga timur yang berpapasan
bagian selatan langsung berhadapan dengan teluk Tomini serta di bagian utara
wilayah pesisir hampir semua berupa perbukitan yang tersusun dari bebatuan,
sehingga setiap orang yang baru pertama kali masuk ke pelabuhan Gorontalo akan
Hingga saat ini wilayah Kota Gorontalo masih rawan banjir, hal ini terjadi oleh
karena aliran air yang berasal dari utara, Barat dan timur hanya melalui satu pintu
keluar yakni muara sungai Bone dan sungai Bolango yang berada di bagian
selatan.
sumbersumber
menyetor upeti kepada VOC; rakyat bersedia membantu VOC dalam mengusir
pendudukan Spanyol di Sangir Talaud; rakyat juga tunduk atas agama Kristen
Protestan yang ditawarkan oleh VOC; rakyat harus mengikuti dan menganut
agama yang ditawarkan oleh VOC; dan raja-raja Gorontalo harus melarang
VOC, sehingga VOC berhasil mengikat Gowa dan Ternate dengan memperluas
pengawasan VOC.
Pada peralihan abad ke-18 sampai abad ke-19 terjadi perubahan sistem
politik dari VOC ke pemerintahan Hindia Belanda. Perubahan itu telah membawa
Gorontalo. hal ini merupakan akibat dari intervensi dibidang politik dan
pemerintahan. Intervensi ini pun tidak hanya mengenal hal tersebut, akan tetapi
campur tangan politik VOC, maka raja Eyato memindahkan pusat kerajaan di
usahausaha
kepentingan VOC.
3. Keadaan Penduduk
Penduduk merupakan salah satu unsur pokok, selain dari pemerintah dan
wilayah yang membentuk sebuah Negara maupun Daerah. Tanpa penduduk maka
sebuah Negara atau Daerah baik provinsi, kabupaten serta kecamatan tidak akan
laporan seorang ahli lingkungan Eropa bernama C.J.C. Reindwardt yang merujuk
informasi dari warga Belanda yang tinggal di Gorontalo tahun 1805, penduduk
Meski tiidak ada laporan yang rinci tentang hal ini tapi tercatat dalam
laporanlaporan
jiwa, kemudian bertambah menjadi 1.217 jiwa, lalu kembali bertambah 1.823 jiwa
tahun 1865. Untuk etnis China, tercatat 16 jiwa pada tahun 1864, dan 54 orang
tahun 1865. Adapun orang Asing (Eropa) tahun 1877 berjumlah 167 jiwa, 349
tahun 1890, dan terus meningkat 1.780 tahun 1900. Memasuki awal abad ke-20,
orang Asing (Eropa) tetap membesar, dengan jumlah 2.084 orang tahun 1920 dan
Amin. 2012. Gorontalo Dalam Dinamika Sejarah Masa Kolonial . Yogyakarta: Ombak. Hlm 132
23
kampung Ipilo, Biawao, Liato, Talumolo, Limba, dan heledulaa, namun kepadatan
jiwa. Penduduk dalam distrik Kota Gorontalo berjumlah 10.200 jiwa; distrik
telaga Ibu Kota Bolila jumlah penduduk 12.100 jiwa; distrik Kabila Ibu Kota
Padeboela jumlah penduduk 9.400 jiwa; distrik tapa Ibu Kota Taloeloboeta
jumlah penduduk 3.500 jiwa; dan distrik Paguat Ibu Kota Bomboela jumlah
penduduk 1.600 Jiwa.18 Jika di amati gamabaran ini maka penduduk Kota
kedatangan mereka adalah karena distrik Kota merupakan pusat pemerintahan dan
perdagangan. Suku bangsa Eropa dan yang umumnya pegawai Asisten Residentie
jiwa, dan anak-anak 32 jiwa. Demikian pula suku bangsa Cina sejumlah 246 jiwa
terdiri dari laki-laki 123 jiwa, dan anak-anak 123 jiwa, sedangkan perempuan
tidak dapat dicatat karena ketertutupan komunitas mereka dalam bergaul. Hal ini
juga berlaku dalam kehidupan suku bangsa Arab yang tercatat 32 jiwa dengan
perincian laki-laki 18 jiwa dan anak-anak 14 jiwa. Suku bangsa Cina dan Arab
sebagai pedagang terdapat pula pelaut dan nelayan. Jumlah mereka tercatat sekitar
jiwa. Bagi suku bangsa Minahasa umumnya bertugas pada bagian pemerintahan
Assisten Residentie dengan jumlah keseluruhan 266 jiwa dengan perincian lakilaki
sejumlah 678 jiwa dengan penduduk tertinggi berasal dari suku bangsa Minahasa
dan Cina.
keluarganya. Golongan ini berada pada tingkat teratas dalam piramida masyarakat
serta merupakan tokoh yang menjadi panutan utama baik dalam kalangannya
marsaoleh bertugas mengepalai pemerintahan setiap distrik dan di bantu oleh para
Walaapulu, olongia, Taudaa, dan Kepala Dapulu. Demikian pula para Bate di
bantu oleh para Wuhu yang bertugas menetapkan adat istiadat, sedangkan Kadli,
mempunyai pengikut.20
Keempat adalah golongan lapisan bawah disebut Wato atau budak.21 Walaupun
golongan budak menempati strata sosail yang sangat rendah , namun tenaganya di
pembangunan Kota, dan pekerjaan berat lainnya yang memerlukan tenaga besar.
Bahkan mereka di tugaskan dalam berbagai kerja rodi seperti pengangukutan para
golongan Wato secara langsung masuk dalam Golonga Tawu Dotaa. Walaupun
sedikit kaku, apalagi dalam perkawinan. Pada dasarnya perkawinan antar lapisan
agak sulit terjadi, utamanya pihak perempuan yang berasal dari golonan Bangusa
atau Wali-wali dengan laki-laki dari golongan Tawu Dotaa. Begitu pula proses
banyak dianut oleh masyarakat kota Gorontalo.22 adapun yang menjadi daya tarik
yang lebih manusiawi dan demokratis serta rasional. Raja menempati posisi yang
sederajat terhadap rakyatnya. Hal ini berbeda dengan masa sebelumnya yang
memandang raja sebagai keturunan dewa yang bersemayam di dunia atas dan
dunia bawah. Kehadiran Islam telah memperbaiki kondisi sosial pada masa itu.
semasa pemerintahan Raja Eyato misalnya, pada 1673 sampai 1679 terjadi
perubahan cukup besar dalam bidang hukum adat yang berlaku di Kerajaan
Hulahulaa
to Qur-ani, yang berarti bahwa adat bersendi syara’ dan syara bersendi Al-
prinsip adat bersendi syara’ , syara’ bersendi adat di rubah menjadi tiga
prinsip
adat , adat bersendi syara’, syara’ bersendi Al-Qur’an, akan tetapi dasar-dasar
falsafah adat dan sumber hukum adat (Butaqolimo) tidak dirubah tetapi dalam
Islam yang dipimpin oleh imam. Dalam upacara kematianpun Islam juga
laksanakan oleh Bitssu. Setelah Islam masuk hal tersebut di lakukan oleh Imam
jalur pelayaran di kawasan timur. Karena jalur Ternate merupakan jalan atau
Dalam perdagangan masa itu yang paling menarik dan utama adalah tersedianya
komoditas emas. Komoditas inilah yang menjadi salah satu faktor menarik
perhartian VOC sehingga pada tahun 1705 mendirikan kantor dagang (factory)
Isu lain yang penting dibahas adalah soal ekonomi emas di Gorontalo.
pada abad ke-19 terjadi laju pertumbuhan signifikan pada pembukaan perusahaan
khususnya tahun 1897, memberi arti bahwa potensi Gorontalo sebagai salah satu
Daerah penghasil emas besar cukup terbukti pada masa itu. kebanyakan
penduduk sebagai tenaga kasar. Namun pekerjaan eksplorasi tambang emas yang
perluasan Kota Gorontalo yang makin dinamis dengan dampak lanjutannya adalah
yang tersedia dengan upah yang layak. Inilah pendorong utama perpindahan
membutuhkan sejumlah tenaga kerja tambahan. Hal yang paling nyata kemudian
adalah meningkatnya struktur dan jumlah penduduk yang lebih heterogen dari sisi
bahwa sejak awal kegiatan pelayaran dan perdagangan antar pulau tampaknya
transito pusat perdagangan dan tersedianya tanah yang subur telah menghasilkan
komoditas perdagangan dan pasar yang dapat menarik para pendatang dan
pedagang ke Daerah ini. Beberapa pendatang dan pedagang mulai menetap dan
Cina, dan Arab. Mereka memiliki potensi besar dalam mengembangkan usaha
6. Penididkan
Indonesia seutuhnya dan seluruh masyarakat Indonesia dengan adil dan makmur
berdasarkan Pancasila. Seiring dengan hal itu, Gorontalo juga tidak lepas dari
orangorang
dengan menyatukan diri lewat berabgai organisasi Sosial, Agama, dan Politik
Indonesia (KBI) dan lain-lain merupakan wujud dari rasa nasionalisme rakyat
Gorontalo.
Hal tersebut tidak hanya karena mereka telah mengetahui lewat bangku sekolah
rahasi kekuatan dan keunggulan Eropa, tetapi juga karena meraka mendapat
Indo-Eropa.
mereka yang telah memperoleh pendidikan untuk memulai suatu babakan baru
masyarakat yang telah mengenal dunia pendidikan tidak kaget atas hadirnya
dengan cepat merespon kehadiran berabagai lembaga itu. hal tersebut di tandai
Suatu hal yang sangat menyedihkan ialah bahwa kita tidak mewarisi data
apapun mengenai bentuk dan struktur Kota Gorontalo pada zaman prakolonial.
Peninggalan kota Gorontalo pada zaman prakolonial sudah tidak berbekas sama
sekali. Memang tidak mungkin untuk membayangkan bentuk kota Gorontalo pada
Untuk saat ini, di Gorontalo pada umumnya kota tua sangat identik dengan
kota yang dibangun dan tumbuh pada masa kolonial Belanda. Hal ini terjadi oleh
banyak mengenal bangunan permanen sehingga saat ini sulit ditemukan adanya
kompleks kota tua yang dibangun oleh kerajaan-kerajaan yang pernah tumbuh di
nusantara tersebut. Hal lain yang menyebabkan sehingga kota yang dibangun oleh
raja-raja seakan lenyap tanpa bekas adalah penyerangan dan penghacuran yang
Jayakarta oleh Jan Pieterszoon Coen pada tanggal 30 mei 1619 yang kemudian
dan Basri Amin. 2008. Tentang Gorontalo Dinamika Sejarah Masa Kolonial
Belanda. Kedua beradasarkan pengamatan Memori Gorontalo. Yang dibahas oleh
Secara historis sangat jelas tercatat bahwa sentrum awal pertumbuhan kota
Gorontalo dimulai dari bagian selatan yakni kelurahan Tenda, Ipilo, Kampung
Bugis saat ini. Hal ini terjadi karena sejak berkuasanya Belanda maka pemusatan
dukung oleh posisi geografis dimana terdapat dua aliran sungai besar yakni sungai
Bone dan sungai Bolango sebagai alternatif jalur transportasi saat itu.2
Menurut sejarah, Jazirah Gorontalo terbentuk kurang lebih 400 tahun lalu
dan merupakan salah satu kota tua di Sulawesi selain Kota Makassar, Pare-pare
dan Manado. Gorontalo pada saat itu menjadi salah satu pusat penyebaran agama
Islam di Indonesia Timur yaitu dari Ternate, Gorontalo, Bone. Seiring dengan
yang strategis menghadap Teluk Tomini (bagian selatan) dan Laut Sulawesi
(bagian utara).
Menurut Penelitian, pada tahun 1024 H, kota Kerajaan ini dipindahkan dari
besar pada wilayah sekitar, bahkan menjadi pusat pemerintahan yang disebut
Gorontalo dan wilayah sekitarnya seperti Buol Toli-toli dan, Donggala dan
Bolaang Mongondow.
penduduk asli yang hidup mengelompok dalam unti-unit kecil bernama linula
mempunyai wilayah yang cukup luas dngan jumlah penduduk relatif kecil
sehingga faktor inilah bahwa para imigran dan pedagang dari Ternate, Makassar
dan Bugis, kemudian Cina, Arab, Eropa terutama Belanda dan Minahasa
terjadi selanjutnya adalah terbukanya hubungan antar suku bangsa dan makin
beragamnya jenis pekerjaan yang ada di Gorontalo. Dari sinilah dinamika sosial
suku bangsa dilapangaan ekonomi dan interaksi antar komunitas lintas budaya,
misalnya dalam pertuakaran berbagaai pengalaman dan menghormati atas tradisi
masing-masing.
satu unsur pembentuk kota. Dalam sebuah kota kolonial Belanda, tentu
bangunanbangunan
keunggulan yang tak hanya berarti pada waktu silam tapi juga di masa kini dan
mendatang, adalah arsitektur yang ditinggalkan pada masa Kolonial Belanda. Ini
yang seringkali terlihat kumuh dan menggoda banyak pihak untuk kemudian
justru mencari jalan pintas, menghancurkan, itu menjadi persoalan hingga kini.
Pengertian kota sperti yang dijelaskan diatas sesuai yang ditulis oleh Peter
J.M. Nas4 yang membahas tentang kota yang dibedakan dalam empat macam,
yaitu (1) kota awal Indonesia; (2) Kota Indis; (3) Kota Kolonial; (4) Kota Modern.
Kota awal Indonesia disebut memiliki struktur yang jelas mencerminkan tatanan
kosmologis dengan pola-pola sosial budaya yang dibedakan dalam dua tipe, yaitu
Semarang.
Selain ciri dari kota kolonial di atas maka dalam perkembangannya kota tua
disetiap pusat peradaban memiliki karakter dan pola pengaturan yang berbeda satu
sama lain. kota tua mempunyai parameter yang berbeda-beda pada setiap
Pada zaman Helenistik, kota memiliki ciri paling tidak sebuah tempat
pemandian umum.
adanya kuil.
adanya altar pemujaan dewa tanah, tembok dan kuil para leluhur
penguasa.
melupakan yang lama. Padahal seharusnya, kita belajar untuk memelihara tradisi.
Yang dimaksud dengan tradisi adalah tidak memulai segala sesuatu dari nol,
bagian perjalanan sebuah bangsa. Dari situ juga, masyarakat bisa mempelajari apa
Kolonial dan arsitektur Indis kemudian ada juga pemahaman sedikit tentang
Belanda.
Kolonial Belanda di Kota Gorontalo yaitu gaya arsitektur Indis yang merupakan
Ciri khas bangunan yang ada di Kota Gorontalo pada masa Kolonial Belanda.
Sepintas terlihat pada pengaruh budaya Barat pada pilar-pilar besar, mengingatkan
kita pada gaya bangunan Parthenon dari zaman Yunani dan Romawi.
Lampulampu
tampak megah terutama pada malam hari. Pintu terletak tepat di tengah diapit
dengan jendela-jendela besar pada sisi kiri dan kanan. Antara jendela dan pintu
Secara historis sangat jelas tercatat bahwa sentrum awal pertumbuhan kota
Gorontalo dimulai dari bagian selatan yakni kelurahan Tenda, Ipilo, Kampung
Bugis saat ini. Hal ini terjadi karena sejak berkuasanya Belanda maka pemusatan
kantor pemerintahan dan aktivitas perdagangan berada di wilayah ini, karena di
dukung oleh posisi geografis dimana terdapat dua aliran sungai besar yakni sungai
Bone dan sungai Bolango sebagai alternatif jalur transportasi saat itu.6
Dalam hal pembangunan kota gorontalo pada masa Kolonial Belanda yang
dipelopori langsung oleh Sultan Botutihe. Seperti dalam kasus sejarah kota
yang dirancang abad 18 itu memang terkesan elitis dan sentralistik, dan dibangun
kota rancangan Botutihe tersebut, antara lain karena dengan desain itu Gorontalo
bisa lebih kuat menghadapi ekspansi. Oleh dokumen ini dikatakan pula bahwa
(seperti yang sudah terbiasa kita sebut sekarang) dengan sebutan “Belle”, dan
bukan “Kota” (cukup mirip dengan sebutan “Balai” (Melayu), atau “Balla”
(Bugis/Makassar)
selain itu, diluar lokasi Kota, umumnya rumah-rumah tidak permanen, sebagian
besar seperti gubuk bertiang kayu (sebagai tempat persinggahan atau untuk para
penjaga ladang), sehingga orang-orang yang mau kewilayah ini menyatakan “saya
mau ke Belle” (maksudnya lokasi Kota sekarang ini). Kalau tidak salah masih kita
temukan beberapa rumah yang masig bertuliskan “Belle” saat ini di Kota
Gorontalo, Mislanya rumah Pak H.A. Nusi. Juga beberapa rumah tua
menggunakan kata “Villa”, misalnya sebuah rumah kecil (Villa Bone) disamping
tempat makan milu siram/Binte Biluhuta dan tinutuan (Ci‟ Kia) dikampung Bugis
(kawasan Ipilo).
atas, ikut mendorong penyebaran kebudayaan Indis lewat gaya hidup yang serba
mewah. Arsitektur Indis sebagai manifestasi dari nilai-nilai budaya yang berlaku
pada zaman itu ditampilkan lewat kualitas bahan, dimensi ruang yang besar,
gemerlapnya cahaya, pemilihan perabot, dan seni ukir kualitas tinggi sebagai
penghias gedung.
bentuk luar semata, tetapi juga harus bisa melihat jiwa atau nilai-nilai yang
dan tentunya juga kegiatan yang terjadi di dalam bangunan yang bergaya Indis
dibutuhkan oleh penguasa karena dianggap bisa dijadikan sebagai simbol status,
peraturan76
peraturan dan menjadi keharusan yang harus ditaati oleh para ambtenar, penentu
swasta. Bentuk tersebut ditiru oleh mereka yang berkecukupan terutama para
pedagang dari etnis tertentu dengan harapan agar memperoleh kesan pada status
Arsitektur Indis tidak hanya berlaku pada rumah tinggal semata tetapi juga
mencakup bangunan lain seperti stasiun kereta api, kantor pos, gedung-gedung
budaya.
menganggap arsitektur Indis sebagai monumen dan simbol budaya priayi yang
Arsitektur Indis mencapai puncaknya pada akhir abad ke- 19. Seiring
dengan perkembangan kota yang modern, lambat laun gaya Indis ditinggalkan dan
artdeco
kompleks perkantoran colonial Belanda yang terletak ditengah Kota sebagai pusat
Bank, Copra Ponds, Telepon, Pos dan Telegrap, keuangan dan kesehatan. Dalam
kawasan tersebut pejabat dan pegawai rendahan maupun anggota Militer Kolonial
ditepi jalan besar Kota dan terpisah dari pemukiman pribumi. Pemukiman ini
Dari literature diatas dan observasi yang dilakukan oleh penulis terlihat
bahwa identitas kota tua yaitu arsitektur Kolonial Belanda yang bergaya indis di
BAB IV
Sebelum lebih jauh menguraikan makna kota tua maka perlu diketahui
terlebih dahulu definisi dari kota itu sendiri. Karena pandangan umum sering
memaknai kota hanya sebagai tempat pemukiman bagi cukup banyak orang serta
disebutkan di atas karena kota memiliki dimensi yang sangat luas 1“kota adalah
satuan wilayah yang meruakan satuan jasa distribusi, berperan memberikan jasa
pemasaran terhadap wilayah pengaruh dan luasnya ditentukan oleh kepedatan jasa
atau wilayah nasional sebagai simpul jasa menurut pengamatan tertentu”. Secara
tahun 2007 yang menyebutkan bahwa: “kawasan perkotaan adalah wilayah yang
adalah sebuah kawasan yang mempunyai kegiatan utama selain dari pertanian, ini
berarti meliuti perdagangan, jasa, wisata dan lain sebagainya, serta dijadikan
Suatu hal yang sangat menyedihkan ialah bahwa kita tidak mewarisi data
apapun mengenai bentuk dan struktur Kota Gorontalo pada zaman prakolonial.
Peninggalan kota Gorontalo pada zaman prakolonial sudah tidak berbekas sama
sekali. Memang tidak mungkin untuk membayangkan bentuk kota Gorontalo pada
Untuk saat ini, di Gorontalo pada umumnya kota tua sangat identik dengan
kota yang dibangun dan tumbuh pada masa kolonial Belanda. Hal ini terjadi oleh
banyak mengenal bangunan permanen sehingga saat ini sulit ditemukan adanya
kompleks kota tua yang dibangun oleh kerajaan-kerajaan yang pernah tumbuh di
nusantara tersebut. Hal lain yang menyebabkan sehingga kota yang dibangun oleh
raja-raja seakan lenyap tanpa bekas adalah penyerangan dan penghacuran yang
Jayakarta oleh Jan Pieterszoon Coen pada tanggal 30 mei 1619 yang kemudian
dan Basri Amin. 2008. Tentang Gorontalo Dinamika Sejarah Masa Kolonial
Secara historis sangat jelas tercatat bahwa sentrum awal pertumbuhan kota
Gorontalo dimulai dari bagian selatan yakni kelurahan Tenda, Ipilo, Kampung
Bugis saat ini. Hal ini terjadi karena sejak berkuasanya Belanda maka pemusatan
dukung oleh posisi geografis dimana terdapat dua aliran sungai besar yakni sungai
Bone dan sungai Bolango sebagai alternatif jalur transportasi saat itu.2
Menurut sejarah, Jazirah Gorontalo terbentuk kurang lebih 400 tahun lalu
dan merupakan salah satu kota tua di Sulawesi selain Kota Makassar, Pare-pare
dan Manado. Gorontalo pada saat itu menjadi salah satu pusat penyebaran agama
Islam di Indonesia Timur yaitu dari Ternate, Gorontalo, Bone. Seiring dengan
yang strategis menghadap Teluk Tomini (bagian selatan) dan Laut Sulawesi
(bagian utara).
Menurut Penelitian, pada tahun 1024 H, kota Kerajaan ini dipindahkan dari
terletak antara dua kelurahan yaitu Kelurahan Biawao dan Kelurahan Limba B.
Gorontalo dan wilayah sekitarnya seperti Buol Toli-toli dan, Donggala dan
Bolaang Mongondow.
penduduk asli yang hidup mengelompok dalam unti-unit kecil bernama linula
mempunyai wilayah yang cukup luas dngan jumlah penduduk relatif kecil
sehingga faktor inilah bahwa para imigran dan pedagang dari Ternate, Makassar
dan Bugis, kemudian Cina, Arab, Eropa terutama Belanda dan Minahasa
terjadi selanjutnya adalah terbukanya hubungan antar suku bangsa dan makin
beragamnya jenis pekerjaan yang ada di Gorontalo. Dari sinilah dinamika sosial
suku bangsa dilapangaan ekonomi dan interaksi antar komunitas lintas budaya,
masing-masing.
satu unsur pembentuk kota. Dalam sebuah kota kolonial Belanda, tentu
bangunanbangunan
keunggulan yang tak hanya berarti pada waktu silam tapi juga di masa kini dan
mendatang, adalah arsitektur yang ditinggalkan pada masa Kolonial Belanda. Ini
yang seringkali terlihat kumuh dan menggoda banyak pihak untuk kemudian
justru mencari jalan pintas, menghancurkan, itu menjadi persoalan hingga kini.
Pengertian kota sperti yang dijelaskan diatas sesuai yang ditulis oleh Peter
J.M. Nas4 yang membahas tentang kota yang dibedakan dalam empat macam,
yaitu (1) kota awal Indonesia; (2) Kota Indis; (3) Kota Kolonial; (4) Kota Modern.
Kota awal Indonesia disebut memiliki struktur yang jelas mencerminkan tatanan
kosmologis dengan pola-pola sosial budaya yang dibedakan dalam dua tipe, yaitu
Semarang.
Selain ciri dari kota kolonial di atas maka dalam perkembangannya kota tua
disetiap pusat peradaban memiliki karakter dan pola pengaturan yang berbeda satu
sama lain. kota tua mempunyai parameter yang berbeda-beda pada setiap
Pada zaman Helenistik, kota memiliki ciri paling tidak sebuah tempat
pemandian umum.
adanya kuil.
adanya altar pemujaan dewa tanah, tembok dan kuil para leluhur
penguasa.
melupakan yang lama. Padahal seharusnya, kita belajar untuk memelihara tradisi.
Yang dimaksud dengan tradisi adalah tidak memulai segala sesuatu dari nol,
bagian perjalanan sebuah bangsa. Dari situ juga, masyarakat bisa mempelajari apa
Kolonial dan arsitektur Indis kemudian ada juga pemahaman sedikit tentang
Belanda.
Kolonial Belanda di Kota Gorontalo yaitu gaya arsitektur Indis yang merupakan
Ciri khas bangunan yang ada di Kota Gorontalo pada masa Kolonial Belanda.
Sepintas terlihat pada pengaruh budaya Barat pada pilar-pilar besar, mengingatkan
kita pada gaya bangunan Parthenon dari zaman Yunani dan Romawi.
Lampulampu
tampak megah terutama pada malam hari. Pintu terletak tepat di tengah diapit
dengan jendela-jendela besar pada sisi kiri dan kanan. Antara jendela dan pintu
Secara historis sangat jelas tercatat bahwa sentrum awal pertumbuhan kota
Gorontalo dimulai dari bagian selatan yakni kelurahan Tenda, Ipilo, Kampung
Bugis saat ini. Hal ini terjadi karena sejak berkuasanya Belanda maka pemusatan
dukung oleh posisi geografis dimana terdapat dua aliran sungai besar yakni sungai
Bone dan sungai Bolango sebagai alternatif jalur transportasi saat itu.6
Dalam hal pembangunan kota gorontalo pada masa Kolonial Belanda yang
dipelopori langsung oleh Sultan Botutihe. Seperti dalam kasus sejarah kota
yang dirancang abad 18 itu memang terkesan elitis dan sentralistik, dan dibangun
kota rancangan Botutihe tersebut, antara lain karena dengan desain itu Gorontalo
bisa lebih kuat menghadapi ekspansi. Oleh dokumen ini dikatakan pula bahwa
(seperti yang sudah terbiasa kita sebut sekarang) dengan sebutan “Belle”, dan
bukan “Kota” (cukup mirip dengan sebutan “Balai” (Melayu), atau “Balla”
(Bugis/Makassar)
atas, ikut mendorong penyebaran kebudayaan Indis lewat gaya hidup yang serba
mewah. Arsitektur Indis sebagai manifestasi dari nilai-nilai budaya yang berlaku
pada zaman itu ditampilkan lewat kualitas bahan, dimensi ruang yang besar,
gemerlapnya cahaya, pemilihan perabot, dan seni ukir kualitas tinggi sebagai
penghias gedung.
bentuk luar semata, tetapi juga harus bisa melihat jiwa atau nilai-nilai yang
terkandung di dalamnya. Rob Niewenhuijs dalam tulisannya Oost Indische
dan tentunya juga kegiatan yang terjadi di dalam bangunan yang bergaya Indis
Di sini terlihat jelas bahwa ternyata semua peristiwa yang dialami pada
tiap kehidupan manusia bisa memberi dampak yang besar terhadap pandangan
dinamika sosial budaya manusia dan sekaligus menjadi bagian dari padanya.
dibutuhkan oleh penguasa karena dianggap bisa dijadikan sebagai simbol status,
peraturan76
peraturan dan menjadi keharusan yang harus ditaati oleh para ambtenar, penentu
swasta. Bentuk tersebut ditiru oleh mereka yang berkecukupan terutama para
pedagang dari etnis tertentu dengan harapan agar memperoleh kesan pada status
sosial yang sama dengan para penguasa dan priayi.
Arsitektur Indis tidak hanya berlaku pada rumah tinggal semata tetapi juga
mencakup bangunan lain seperti stasiun kereta api, kantor pos, gedung-gedung
budaya.
menganggap arsitektur Indis sebagai monumen dan simbol budaya priayi yang
Arsitektur Indis mencapai puncaknya pada akhir abad ke- 19. Seiring
dengan perkembangan kota yang modern, lambat laun gaya Indis ditinggalkan dan
artdeco
kompleks perkantoran colonial Belanda yang terletak ditengah Kota sebagai pusat
kawasan tersebut pejabat dan pegawai rendahan maupun anggota Militer Kolonial
ditepi jalan besar Kota dan terpisah dari pemukiman pribumi. Pemukiman ini
Dari literature diatas dan observasi yang dilakukan oleh penulis terlihat
bahwa identitas kota tua yaitu arsitektur Kolonial Belanda yang bergaya indis di
BAB IV
PENUTUP
1. Kesimpulan
Diantara warisan budaya tersebut salah satu yang menarik adalah bangunan yang
sebagai kota Tua Gorontalo dan bangunan tersebut merupakan cagar budaya dari
periode kolonial.
Diantaranya yaitu:
1. Rumah Hi. Ona Anwar (Rumah Tentara Belanda)
5. Gereja Imanuel
74