Dalam bukunya yang berjudul Evolutionary Tree, Charles Jencks menuliskan setidaknya ada
6 aliran arsitektur postmodern, yaitu : Historicism, Straight Revivalism, Neo Vernacular,
Contextualism (Urbanist & Ad Hoc), Metaphor and Metaphysics, dan Postmodern Space.
Berikut penjelasan 3 dari 6 aliran tersebut :
a. Aliran Historicism
Contoh bangunan :
Mengambil nilai sejarah dari bentuk piramida di Mesir. Piramida Mesir menggunakan bahan
material batu yang berat masif dan tertutup. Sementara bangunan ini memiliki penyelesaian
yang berbeda yaitu menggunakan kaca dan rangka baja.
Pacific Tower/ Kisho Kurokawa
Mengambil nilai sejarah Jepang yang terinspirasi dari Chu Mon yaitu gerbang simbolik dari
pintu masuk ruang minum teh di negara Jepang. Dalam bangunan ini yang ditonjolkan adalah
bentuk yang bermakna, daripada hanya memikirkan efisiensi fungsi dari bentuk tersebut.
Contoh bangunan :
c. Aliran Contextualism
Mengacu/menyesuaikan pada kondisi lingkungan di sekitarnya, mengikuti gaya
bangunan sekitar dan menghindari kekacauan design dalam komplek tersebut.
Contoh bangunan :
Menurut Charles Jencks, Iconic building adalah bangunan yang memiliki daya tahan,
mencerminkan dominasi kekuatan, bahkan dapat mengalahkan sebuah monumen. Bangunan
yang ikonik mempengaruhi bagaimana rasa/suasana sebuah kota. Design yang ikonik
biasanya unik dan memiliki nilai simbolik atau sejarahnya sendiri. Sedangkan Ironic building
dalam perkembangan postmodern memiliki ciri adanya self critical sehingga memungkinkan
bangunan tersebut untuk berubah seiring perkembangan waktu. Contoh yang nyata yaitu pada
Piazza d’Italia karya Charles Moore. Dalam karyanya, Moore mengutip elemen-elemen
kebangkitan Italia dan Antiquity Romawi dengan sedikit twist. Ironi muncul ketika pilar-pilar
dalam karyanya ditutupi dengan baja.
Aliran Postmodern yang paling saya sukai yaitu Metaphor architecture. Dalam Metafora
konkrit, mungkin pengamat/pengguna karya dapat langsung mengetahui dengan jelas bentuk
dari bangunan. Misalnya, Lotus Temple karya Fariborz Sahba yang bentuknya seperti bunga
teratai. Pengamat dapat langsung tahu bahwa bangunan itu mirip teratai. Tetapi berbeda
dengan Metafora abstrak yang berasal dari ide, gagasan, ataupun bentuk, serta Metafora
kompleks yang merupakan gabungan beberapa bentuk.
Gaya metafora ini dapat membuat pengamat/pengguna berimajinasi sendiri terlebih dahulu,
memiliki persepsi sendiri tentang bagaimana mereka melihat bangunan tersebut, sehingga
setiap orang pasti memiliki sudut pandang atau tanggapan yang berbeda-beda dan unik dari
yang lainnya.