RISET DESAIN 3
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas penyertaan-Nya,
penulis dapat menyelesaikan karya tulis ini tepat pada waktunya. Penyusunan karya tulis ini
dimaksudkan sebagai tugas mata kuliah Riset Desain 3 semester ganjil tahun ajaran 2020-2021. Dalam
menyelesaikan karya tulis ini, penulis menghadapi berbagai macam kesulitan, antara lain keterbatasan
waktu dan pengetahuan. Namun, penulis mendapat banyak bantuan dari berbagai pihak sehingga
pada akhirnya dapat menyelesaikan karya tulis ini. Untuk itu, atas bantuan yang telah diberikan,
penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:
1. Bapak Ir. Agustinus Sutanto, M.Arch., Ph.D. selaku dosen koordinator yang telah memberi
kesempatan kepada penulis untuk menyusun karya tulis ini;
2. Ibu Adelia Andani selaku dosen pemberi kuliah yang telah menyampaikan materi yang sangat
bermanfaat dalam penyusunan karya tulis ini;
3. Bapak Alfonsus Grandy, S.Ars., M.Ars. selaku dosen pembimbing yang telah membimbing
penulis dengan sabar dalam penulisan karya tulis ini;
4. Teman-teman yang telah senantiasa memberikan semangat dan dukungan dalam proses
penulisan karya tulis ini;
Penulis sebagai mahasiswa menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam karya
tulis ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik maupun saran yang membangun dari pembaca.
Penulis berharap karya tulis ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan dan bagi para
pembaca karya tulis ini.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR 2.1 Cahaya Sorot yang Ditunjukkan Kepada Orang di Panggung ..................................... 4
GAMBAR 2.2 Skala Mempengaruhi Luasan Suatu Tempat ............................................................ 7
GAMBAR 2.3 Kerangka Pemikiran Buku Analysing Architecture Bab Modifying Elements of
Architecture .............................................................................................................................. 8
GAMBAR 3.1 Hubungan Antara Titik, Garis, Bidang, dan Volume .................................................. 9
GAMBAR 3.2 Kerangka pemikiran Buku Bentuk, Ruang, dan Tatanan Bab Elemen-Elemen Utama 13
iii
DAFTAR TABEL
TABEL 4.1 Perbedaan Teori Modifying Elements of Architecture dan Teori Elemen-Elemen Utama 19
TABEL 4.2 Relasi Teori Modifying Elements of Architecture dan Teori Elemen-Elemen Utama ...... 16
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Arsitektur adalah ilmu merencanakan dan merancang sebuah bangunan, struktur, maupun
ruang, yang dihasilkan dari ide dan imajinasi perancang. Dewasa ini, terdapat banyak perbedaan
pandangan mengenai pengertian dari arsitektur. Menurut Amos Rapoport, arsitektur bukan
hanya sekedar fisik belaka, melainkan juga harus dapat menampung kebiasaan serta aktivitas
manusia. Sedangkan menurut Vitruvius, arsitektur adalah tiruan dari alam yang harus memenuhi
fungsi kenyamanan atau utilitas, unsur kekokohan atau firmitas, dan keindahan atau venustas.
Arsitektur tidak hanya bisa dinikmati dan dilihat estetikanya, tetapi harus juga memiliki fungsi
dan tujuan yang jelas untuk penggunanya.
Di era modern ini, banyak karya arsitektur yang unsur fungsi, kekokohan, dan estetikanya
tidak seimbang. Terdapat karya arsitektur yang lebih mementingkan unsur estetikanya daripada
fungsi dan kekokohannya. Hal ini mengakibatkan bangunan-bangunan tidak berfungsi optimal
dan menjadi terlantar. Sedangkan ada beberapa karya arsitektur yang hanya mementingkan
fungsi dan kekokohannya saja sehingga karya tersebut menjadi hambar, polos, dan kurang
menarik. Maka dari itu, seorang perancang harus benar-benar memperhatikan ketiga unsur
tersebut untuk menciptakan suatu karya arsitektur yang baik.
Untuk mencapai dan memenuhi unsur fungsi, kekokohan, dan estetika, dibutuhkan
elemen-elemen dasar dalam menciptakan karya arsitektur. Elemen-elemen dasar ini merupakan
alat dari perancang dalam mengekspresikan dirinya untuk menciptakan karya yang dapat
berfungsi optimal. Titik, garis, bidang, dan volume merupakan contoh elemen yang dapat
digunakan dalam perancangan dan dimanipulasi oleh perancang. Dengan bantuan elemen-
elemen ini, arsitektur tidak hanya menjadi sesuatu yang dapat dinikmati secara visual, melainkan
dapat menciptakan solusi untuk berbagai macam permasalahan. Maka dari itu, penulis membuat
karya tulis yang membahas elemen dasar arsitektur dengan judul “Komparatif Teori Elemen-
Elemen Dasar Arsitektur”.
1
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam karya tulis ini adalah bagaimana perbandingan antara
teori elemen dasar dalam buku Analysing Architecture bab Modifying Elements of Architecture
karya Simon Unwin dengan buku Bentuk, Ruang, dan Tatanan bab Elemen-Elemen Utama karya
Francis D.K. Ching.
1.3 Tujuan
Tujuan dari karya tulis ini adalah untuk memaparkan pemahaman dari masing-masing teori
elemen-elemen dasar arsitektur.
1.4 Saaran
Sasaran dari penulisan karya tulis ini adalah sebagai berikut:
1.5 Manfaat
Dalam tulisan ini, penulis hanya akan membahas mengenai teori elemen dasar dalam bab
Modifying Elements of Architecture karya Simon Unwin buku Analysing Architecture serta teori
elemen dasar dalam bab Elemen-Elemen Utama buku Bentuk, Ruang, dan Tatanan karya Francis
D.K. Ching.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Simon Unwin adalah seorang arsitek yang berkonsentrasi pada penulisan tentang
arsitektur dan mengajar analisis serta desain arsitektur di perguruan tinggi. Ia belajar di Chelsea
School of Art di Inggris dan melanjutkan kuliahnya di Welsh School of Architecture, Cardiff.
Konsentrasinya sebagai penulis terbukti dengan beberapa buku yang dihasilkannya, seperti
Analysing Architecture (1997), An Architecture Notebook: Wall (2000), Exercises in Architecture:
Learning to Think as an Architect (2012), dan buku lainnya yang membahas mengenai arsitektur.
Hingga sekarang, Unwin masih aktif dalam menulis buku serta mengeksplorasi tentang cara kerja
arsitektur. Dalam buku-bukunya, Unwin menawarkan ide kepada mereka yang sedang
menghadapi masalah dalam perancangan arsitektur.
Salah satu bukunya yaitu Analysing Architecture (1997), memaparkan elemen- elemen
dasar dan tema konseptual yang digunakan dalam perancangan arsitektur. Buku ini dilengkapi
dengan gambar tangannya sendiri. Dalam bukunya, Unwin memaparkan ide bahwa elemen dasar
dapat digunakan untuk mengidentifikasi tempat dan memiliki fungsi serta karakter tertentu bagi
karya arsitektur. Sehingga, dengan adanya elemen-elemen dasar ini, arsitektur menjadi sebuah
karya yang dapat dinikmati dan dapat berfungsi dengan baik.
Unsur elemen dasar arsitektur bersifat abstrak sehingga tidak dapat diilustrasikan.
Kemudian, ide abstrak ini diberikan bentuk fisik serta faktor-faktor lain ketika dibangun, sehingga
dapat dikenali oleh manusia. Dalam merealisasikan ide abstrak menjadi bentuk fisik, perancang
membutuhkan elemen-elemen dasar arsitektur. Setiap perancang memiliki kontrol terhadap
elemen-elemen tersebut, sehingga bentuk yang tercipta memiliki keunikannya tersendiri.
Terdapat elemen dasar yang dapat dikontrol oleh perancang, yaitu cahaya, warna, temperatur,
ventilasi, suara, bau, tekstur, skala, dan waktu. Fungsi dari elemen-elemen ini adalah untuk
mengidentifikasikan suatu tempat dengan cara membedakan tempat satu dengan yang lainnya,
memberi suasana atau karakter dari tempat, maupun membentuk pengalaman pengunjung.
3
Selain itu, kita juga dipermudah untuk mengenali suatu tempat dengan merasakannya melalui
indera kita.
1. Cahaya
Cahaya menjadi kondisi dan elemen arsitektur karena memiliki dua fungsi utama,
yaitu menyatakan kondisi, fungsi, dan aktivitas yang terjadi serta memberikan suasana
atau karakter suatu tempat. Cahaya yang menjelaskan suatu tempat dan aktivitas dapat
dilihat di teater di mana terjadi kontras cahaya antara panggung dan penonton. Cahaya
sorot ditujukan kepada orang di panggung sehingga membantu penonton agar lebih fokus
pada pertunjukan, sedangkan daerah penonton lebih gelap daripada di panggung karena
pusat perhatiannya terdapat di panggung. Cahaya juga dapat menciptakan suasana
tertentu tanpa mengubah bentuk fisik tempat itu, melainkan melalui karakter halus atau
kasar yang dihasilkan dari pancaran cahaya tersebut. Contohnya tempat berdoa yang
menggunakan efek cahaya tertentu untuk membentuk suasana yang damai. Selain cahaya
buatan, terdapat cahaya alami berupa cahaya matahari yang tidak dapat dikendalikan oleh
manusia. Secara keseluruhan, cahaya dapat memanipulasi desain yang berpengaruh pada
persepsi orang dan memberikan karakter terhadap suatu tempat.
2. Warna
Warna tidak dapat dipisahkan dengan cahaya. Kombinasi warna dan cahaya dapat
memberikan karakter pada suatu tempat. Contohnya warna hijau identik dengan warna
tumbuhan dan pepohonan, maka apabila suatu ruangan dicat hijau akan memberikan
kesan ruang hijau walaupun tidak terdapat tumbuhan di dalam ruangan tersebut. Selain
itu, warna juga dapat dimanfaatkan sebagai penanda, misalnya red carpet yang diletakkan
pada jalan masuk suatu acara. Red carpet itu menandakan jalur yang harus dilalui ketika
hendak memasuki acara tersebut.
4
3. Temperatur
4. Ventilasi
Ventilasi menjadi salah satu faktor pembentuk temperatur dan kelembaban suatu
tempat. Dengan adanya ventilasi, tempat tersebut dapat bersifat hangat, sejuk, dingin,
berangin, lembab, kering, dan sebagainya. Contohnya di istana-istana kuno di Pulau Crete,
Mediterania yang beriklim panas dan kering, tempat tinggal raja memiliki teras terbuka dan
halaman kecil yang teduh. Adanya teras dan halaman membantu pergerakan udara,
sehingga ruangan interior istana lebih dingin. Oleh karena itu, ventilasi dibuat berdasarkan
kondisi alam sehingga dapat berguna untuk kebutuhan tempat dan untuk
mengidentifikasikan tempat tersebut.
5. Suara
Suara dapat mengidentifikasi suatu tempat, maupun dihasilkan dari tempat itu
sendiri. Sebagai contoh, suara yang hening identik dengan tempat seperti perpustakaan
karena kegiatan orang didalamnya hanya membaca atau berpikir. Selain itu, suara juga
dapat dihasilkan dari tempat itu sendiri dengan cara memanipulasi material atau skala dari
bangunan. Sebagai contoh, dinding Katedral yang keras membuat suara menjadi keras dan
menggema sedangkan ruangan yang kecil dan berkarpet dapat meredam suara. Suara
sendiri dapat dihasilkan dari alam maupun dibuat oleh manusia. Suara alami dihasilkan dari
5
angin yang mengenai dedaunan, suara ombak, maupun suara air mancur, sedangkan suara
buatan dapat dimanipulasi manusia seperti musik dan suara mesin.
6. Bau
7. Tekstur
Tekstur adalah sebuah karakter yang dapat dilihat dan dirasakan dengan indera
peraba. Tekstur dapat memberikan suasana kepada suatu tempat. Contohnya pemasangan
karpet di ruang keluarga dapat membuat suasana ruangan menjadi hangat dan nyaman.
Dengan adanya tekstur, kita dapat memberi tanda atau batasan pada suatu tempat,
misalnya batas jalur yang teksturnya menonjol dan kasar atau guide block sebagai tanda
untuk penyandang tunanetra. Tekstur sangat dipengaruhi oleh kualitas materialnya.
Tekstur yang baik menunjukkan kualitas material yang baik dan berperan sangat besar
ketika kita berhubungan dengan arsitektur, misalnya ketika menyentuh suatu bangunan.
Kualitas material ini juga menentukan bagaimana material tersebut harus digunakan dan
diperlakukan. Contohnya kasur menggunakan tekstur halus agar pengguna dapat tidur
dengan nyaman.
8. Skala
Skala adalah ukuran yang bersifat relatif. Meskipun bersifat relatif, tetapi skala harus
sesuai dengan ukuran aslinya. Skala pada peta atau sebuah gambar menunjukkan ukuran
benda tersebut dibandingkan dengan ukuran dalam kenyataan. Karena skala menyangkut
ukuran, maka akan mempengaruhi luasan suatu tempat yang berdampak pada
pengalaman yang dirasakan oleh penggunanya. Pada tempat yang besar tentu akan
berbeda pengalamannya dengan tempat yang kecil meskipun kedua fungsi tempat
tersebut sama.
6
Gambar 2.2 Skala Mempengaruhi Luasan Suatu Tempat
Sumber: Buku Analysing Architecture
9. Waktu
Arsitektur tidak ada yang abadi meskipun bersifat tahan lama. Arsitektur pasti
mengalami perubahan seiring dengan berjalannya waktu (waktu mempengaruhi
bangunan). Semua elemen arsitektur membutuhkan proses sehingga hasilnya tidak instan
atau langsung berdampak, tetapi dalam kurun waktu yang berbeda-beda. Selain itu, waktu
tidak dapat dilihat oleh manusia tetapi dapat dirasakan. Karena dapat dirasakan,
perubahan akibat waktu ada yang berdampak positif tetapi ada juga yang berdampak
negatif. Untuk mengantisipasi efek negatif dari waktu, kita dapat mempertimbangkan
ketika memilih material atau desain yang awet. Waktu juga menentukan alur yang terjadi
dalam suatu tempat, misalnya saat memasuki Gereja, maka yang pertama dilalui adalah
pintu masuk kemudian jalan tengah dan terakhir yaitu altar.
Untuk lebih mudah memahami mengenai elemen dasar arsitektur dalam buku Analysing
Architecture bab Modifying Elements of Architecture, akan dilampirkan kerangka pemikiran
berikut.
7
2.3 Kerangka Pemikiran Buku Analysing Architecture Bab Modifying Elements of
Architecture
Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran Buku Analysing Architecture Bab Modifying Elements of
Architecture
Sumber: Olahan Pribadi
8
BAB III
PEMBAHASAN
3.2 Ringkasan Buku Bentuk, Ruang, dan Tatanan Bab Elemen-Elemen Utama
Arsitektur bermula dari elemen utama yang terdiri dari elemen konseptual berupa titik,
garis, bidang, dan volume. Elemen ini merupakan elemen visual yang dapat dilihat oleh mata
pikiran (mind’s eye), di mana kita tetap bisa merasakan kehadiran elemen tersebut (dengan
membayangkannya), walaupun elemen tersebut tidak benar-benar atau sepenuhnya
terpampang nyata. Karena elemen-elemen tersebut saling berkaitan, maka menghasilkan
karakteristik unsur, bentuk, ukuran, warna, dan tekstur yang berpengaruh dalam kehidupan
manusia sehari-hari.
9
1. Titik
Titik bersifat statis, memusat, dan tidak terarah karena tidak memiliki panjang, lebar,
dan kedalaman sehingga sifatnya statis, memusat, dan tidak berarah. Namun titik dapat
mengindikasikan sebuah posisi dalam ruang dengan cara memproyeksikannya secara
vertikal ataupun horizontal. Sebagai elemen utama, titik menjadi penanda ujung dan
pangkal sebuah garis, perpotongan dua buah garis, pertemuan garis di sudut sebuah
bidang atau volume, dan pusat sebuah bidang. Titik juga dapat menandakan suatu posisi
dalam ruang. Bila dua titik dihubungkan, maka akan menghasilkan sebuah garis. Dari dua
titik yang menghasilkan garis itu juga dapat menunjukkan sebuah sumbu yang tegak lurus
terhadap garis bila ditempatkan secara simetris. Garis dan sumbu tegak lurus ini menjadi
dominan dari titik dan dapat dikembangkan menjadi banyak.
2. Garis
Garis adalah hasil perpanjangan dari titik sehingga memiliki panjang tetapi tidak
memiliki lebar dan kedalaman. Garis mampu mengekspresikan arah, pergerakan, dan
pertumbuhan secara visual. Selain itu, garis berguna untuk menggabungkan,
menghubungkan, menopang, mengelilingi, dan memotong elemen-elemen visual lainnya,
serta menegaskan permukaan bidang. Meskipun secara teori hanya memiliki satu dimensi,
sebuah garis pasti memiliki tingkat-tingkat ketebalan untuk membuatnya dapat terlihat.
Orientasi dari garis sendiri mempengaruhi konstruksi visual.
10
3. Bidang
Bidang terbentuk dari garis-garis dan memiliki panjang serta lebar, tetapi tidak
memiliki kedalaman. Bidang bertugas mendefinisikan batas-batas dari volume tiga
dimensional, massa serta ruang. Karakteristik sebuah bidang dapat dilihat melalui warna,
tekstur, pola, bentuk, ukuran dari bidang tersebut, maupun hubungan spasial antara
bidang satu dengan bidang lainnya. Oleh karena itu, setiap ruang yang tersusun dari bidang
akan memiliki bentuk yang berbeda-beda. Terdapat tiga jenis bidang yaitu bidang atas
kepala, bidang dinding, dan bidang dasar.
a. Bidang atas
b. Bidang dinding
c. Bidang dasar
Bidang dasar menjadi pondasi fisik dan dasar visual dari bangunan. Bidang
dasar sering disebut juga dengan lantai yang berfungsi untuk menahan gaya gravitasi
saat ada manusia dan benda diatasnya serta menopang segala jenis konstruksinya.
11
Tekstur, kepadatan material, bentuk, warna, dan pola pada bidang lantai dapat
menentukan batas spasial atau menyatukan ruangan. Suatu bangunan dapat
menyatu dengan bidang dasarnya, duduk di atasnya, atau terangkat. Bidang dasar
sendiri dapat dimanipulasi menjadi podium sesuai kebutuhan, misalnya ditinggikan
untuk menghormati tempat tempat penting atau suci, serta dapat digunakan untuk
mendefinisikan ruang luang.
4. Volume
Volume terbentuk bila sebuah bidang diperpanjang ke arah selain arah naturalnya
yang menghasilkan panjang, lebar, dan kedalaman. Volume sendiri terbentuk dari titik,
garis, dan bidang yang keterkaitan bidang-bidangnya menggambarkan batasan volume.
Karena memiliki kedalaman, volume termasuk elemen tiga dimensi yang dapat berupa
bentuk padat (solid) maupun lubang (void). Volume dapat diidentifikasikan melalui bentuk-
bentuk, seperti kubus, limas, bola, dan lainnya. Dalam arsitektur, volume dapat dilihat
sebagai bagian dari ruang (dinding, lantai, dan langit-langit atau bidang atap) atau sebagai
kuantitas ruang oleh massa.
Pada bangunan, volume dapat dilihat dari bentuk bangunan sebagai objek dan
bentuk bangunan sebagai penampung. Bentuk bangunan sebagai objek di dalam tapak
dapat dianggap sebagai volume yang menghuni di dalam ruang. Contohnya adalah Kuil
Doric di mana bentuk kuil yang terdiri dari kolom-kolom sebagai objek dianggap menjadi
volume bangunan itu sendiri. Sedangkan bentuk bangunan sebagai penampung dapat
dilihat sebagai sekumpulan massa yang mendefinisikan volume ruang. Contohnya adalah
Palazzo Thiene di mana bentuk bangunannya yang mengelilingi cortile seolah-olah sebagai
penampung dianggap menjadi massa yang membentuk volume.
Untuk lebih mudah memahami mengenai elemen dasar arsitektur dalam buku Bentuk,
Ruang, dan Tatanan bab Elemen-Elemen Utama, akan dilampirkan kerangka teori berikut.
12
3.3 Kerangka Pemikiran Buku Bentuk, Ruang, dan Tatanan Bab Elemen-Elemen Utama
Gambar 3.2 Kerangka Pemikiran Buku Bentuk, Ruang, dan Tatanan Bab Elemen-Elemen Utama
Sumber: Olahan Pribadi
13
BAB IV
KOMPARASI TEORI
Pada bab Modifying Elements of Architecture, Simon Unwin fokus pada elemen-elemen
konseptual atau elemen dasar dari arsitektur yang lebih mengacu kepada sebuah ‘kondisi’,
ketimbang objek. Indera manusia turut dilibatkan untuk merasakan elemen atau kondisi tersebut,
sehingga dapat dikatakan bahwa arsitektur merupakan karya yang multisensoris. Elemen dasar
yang dimaksud Unwin tidak harus berbentuk sebuah objek atau material, melainkan elemen yang
juga tidak dapat dilihat. Sebagai contoh, elemen waktu tidak dapat dilihat namun dapat dirasakan
manusia serta mempengaruhi elemen-elemen lainnya. Hal ini menjadi pembeda, di mana dalam
bukunya, Ching tidak menjelaskan sama sekali mengenai konsep waktu.
Dalam teori elemen-elemen utama, Ching fokus kepada elemen pembentuk ruang yang
tampak atau dapat dilihat (elemen visual), seperti titik, garis, bidang, dan volume sehingga kurang
fokus kepada indera manusia yang lainnya. Elemen dasar menurut Ching membentuk dan
mendefinisikan ruang fisik itu sendiri. Sedangkan bagi Unwin, elemen dasar dapat
mengidentifikasi tempat, memberikan karakter pada tempat, serta membentuk pengalaman
pengguna tempat tersebut. Menurut Unwin, cahaya, tekstur, warna, dan elemen lain dalam
bukunya adalah elemen dasar pembentuk arsitektur. Walaupun demikian, elemen-elemen ini
hanya menjadi sebuah ‘kondisi’ atau karakter pelengkap dari elemen dasar seperti volume yang
dipaparkan terlebih dahulu oleh Ching.
Dalam buku Bentuk, Ruang, dan Tatanan, elemen-elemen utama (titik, garis, bidang, dan
volume) saling berkaitan dan membentuk satu sama lain. Titik membentuk garis, garis
membentuk bidang, dan bidang membentuk volume. Maka dapat disimpulkan, bahwa volume
tidak akan ada tanpa kehadiran titik. Sedangkan dalam buku Analysing Architecture, masing-
masing elemen bisa berhubungan satu-sama lain, tetapi bisa juga tidak berhubungan. Sebagai
contoh, cahaya erat sekali hubungannya dengan warna dan saling mempengaruhi satu sama lain,
tetapi cahaya dapat tidak berhubungan dengan bau. Begitu pula dengan temperatur yang dapat
berhubungan maupun tidak dapat berhubungan dengan cahaya. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa elemen elemen dapat atau tidak dapat berdiri sendiri tanpa elemen lainnya. Untuk lebih
memahami paragraf ini, berikut dapat dilihat pada tabel di bawah ini (tabel 4.1).
14
Tabel 4.1 Perbedaan Teori Modifying Elements of Architecture dan Teori Elemen-Elemen Utama
1. Variabel dalam Cahaya, warna, suara, bau, ventilasi, Titik, garis, bidang, volume
elemen dasar temperatur, tekstur, skala, dan
waktu
Dalam bukunya, Unwin dan Ching membahas tentang elemen-elemen dasar arsitektur
yang saling melengkapi. Teori elemen dasar Ching menyatakan bahwa suatu ruang terbentuk dari
keempat elemen dasar, yaitu titik, garis, bidang, dan volume. Sedangkan teori Unwin melengkapi
teori Ching, bahwa suatu ruang tidak sekedar membutuhkan keempat elemen tersebut,
melainkan harus ada elemen lain yang ditambahkan ke dalamnya yaitu cahaya, warna, tekstur,
bau, temperatur, ventilasi, skala, suara, dan waktu.
Di sini, teori elemen dasar Unwin bertindak sebagai karakter yang yang diberikan atau
ditambahkan pada ruangan yang dijelaskan pada teori elemen dasar Ching. Suatu ruang tidak
akan lengkap bila dibiarkan kosong begitu saja. Meskipun memiliki bentuk fisik yang baik, suatu
ruang harus memiliki fungsi yang baik pula, sehingga di dalamnya sangat membutuhkan
15
kehadiran elemen cahaya, warna, temperatur, suara, dan lainnya. Dengan adanya fungsi
tersebut, penggunaan ruang menjadi lebih optimal
Elemen-elemen yang disebutkan Unwin turut melengkapi teori Ching dimana Ching
menyebutkan proses terbentuknya ruang, namun tidak menjelaskan elemen-elemen yang
mengidentifikasi ruang. Teori Ching juga melengkapi teori Unwin dimana Unwin tidak
menjelaskan tentang proses terbentuknya ruang. Maka dari itu, teori elemen dasar yang
disebutkan Unwin tidak dapat hadir begitu saja tanpa adanya teori Ching. Setiap elemen cahaya,
warna, bau, suara, tekstur, skala, temperatur, dan ventilasi membutuhkan ruang fisik yang nyata
agar kita dapat merasakan kehadirannya. Sebagai contoh, untuk dapat merasakan adanya
perbedaan temperatur, kita membutuhkan batasan seperti bidang dinding, sehingga terlihat
perbedaan temperatur di dalam dan di luar ruangan. Kehadiran benda benda yang tercipta dari
titik, garis, bidang, dan volume juga tidak dapat kita lihat dan rasakan tanpa adanya berkas cahaya
yang dipantulkan ke mata kita. Untuk lebih memahami paragraf ini, berikut dapat dilihat pada
tabel di bawah ini (tabel 4.2).
Tabel 4.2 Relasi Teori Modifying Elements of Architecture dan Teori Elemen-Elemen Utama
16
BAB V
ANALISIS DATA
Teori Simon Unwin yang menjelaskan bahwa arsitektur dapat dinikmati oleh seluruh
(kelima) indera manusia didukung oleh teori yang dipaparkan oleh Juhani Pallasmaa. Dalam
bukunya yang berjudul Architecture of Seven Senses, Pallasmaa mengungkapkan bahwa dalam
karya arsitektur dibutuhkan pengalaman multi sensoris. Dengan terlibatnya banyak indera
manusia, memungkinkan terjadinya interaksi antara arsitektur dan penggunanya. Indera yang
digunakan tidak hanya satu melainkan ketujuh indera yaitu visual oleh mata, suara oleh
telinga, aroma oleh hidung, tekstur oleh kulit, rasa oleh lidah, dan pergerakan yang dirasakan
oleh otot serta rangka.
Pallasmaa juga mengungkapkan bahwa material buatan, seperti kaca dan enamel yang
dihasilkan pabrik tidak bermakna dan tidak bisa memberikan kesan kepada pengamat,
sehingga arsitektur menjadi hampa dan kosong. Berbeda dengan material seperti kayu atau
batu yang berasal dari alam dan memiliki umur tertentu, sehingga material itu sendiri sudah
kaya akan kisahnya tersendiri. Pendapat Pallasmaa ini melengkapi gagasan pada buku Simon
Unwin yang menjelaskan bahwa tekstur mempengaruhi kualitas suatu material. Pada zaman
sekarang, mudah sekali untuk meniru tekstur dari kayu batu atau kayu alami. Material seperti
parket dan vinyl sangat sering ditemukan. Namun, material buatan ini tentu tidak dapat
menggantikan kesan tersendiri yang dihasilkan dari material alami seperti kayu jati, ulin, dan
lainnya.
17
5.1.2 Teori Fungsi oleh Christian Norberg-Schulz
Kehadiran elemen dasar cahaya, warna, tekstur, temperatur, suara, dan bau (teori
elemen dasar menurut Simon Unwin) serta titik, garis, bidang, dan volume (teori elemen dasar
menurut D.K. Ching) hadir bukan hanya untuk dekorasi semata, tetapi harus menyatakan
fungsi yang jelas. Sebagai contoh, adanya bidang dinding bertugas untuk membatasi ruang
luar (eksterior) dan dalam (interior). Tidak hanya itu, bidang dinding memiliki fungsi physical
control yaitu mengendalikan udara di dalam ruangan, baik dengan cara pengaplikasian
material/ tekstur tertentu pada dinding tersebut, memanipulasikan skala yang digunakan,
maupun penggunaan elemen lain seperti ventilasi yang dalam hal ini mengembalikan kembali
batas antara eksterior dan interior.
18
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan materi di atas, teori elemen dasar dalam buku Analysing
Architecture karya Simon Unwin dan teori elemen dasar dalam buku Bentuk, Ruang, dan Tatanan
karya Francis D.K. Ching, saling berhubungan dan melengkapi. Elemen dasar dalam buku Unwin
tidak dapat hadir tanpa elemen dasar yang dijelaskan dalam buku Ching, begitu pula sebaliknya.
Kedua teori ini juga memiliki perbedaan, di mana dalam bukunya, Unwin lebih fokus membahas
elemen arsitektur yang merupakan sebuah “karakter” multisensoris dan dapat mengidentifikasi
suatu tempat. Sedangkan Ching lebih fokus memaparkan elemen dasar pembentuk ruang yang
dapat dilihat secara visual.
6.2 Saran
19
DAFTAR PUSTAKA
Pallasmaa, J. (2012). The Eyes of the Skin: Architecture an the Senses 3rd Edition. New York: John
Willey & Sons Inc.
SImon Unwin . (n.d.). Professor Simon Unwin BArch PhD Registered Architect. Retrieved from Simon
Unwin: http://simonunwin.com/
Surasetia, I. (2017). Fungsi Ruang, Bentuk, dan Ekspresi dalam Arsitektur, 1-13.
20