Anda di halaman 1dari 188

KAJIAN PENERAPAN EKODRAINASE PADA PERUMAHAN

STUDI KASUS CITRALAND BAGYA CITY

TESIS

OLEH

INDAH NOVITA SARI


147020002/AR

FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2016

Universitas Sumatera Utara


KAJIAN PENERAPAN EKODRAINASE PADA PERUMAHAN
STUDI KASUS CITRALAND BAGYA CITY

TESIS

OLEH

INDAH NOVITA SARI


147020002/AR

FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2016

Universitas Sumatera Utara


KAJIAN PENERAPAN EKODRAINASE PADA PERUMAHAN
STUDI KASUS CITRALAND BAGYA CITY

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Teknik


Dalam Program Studi Arsitektur
Pada Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara

Oleh

INDAH NOVITA SARI


147020002/AR

FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2016

Universitas Sumatera Utara


PERNYATAAN

KAJIAN PENERAPAN EKODRAINASE PADA PERUMAHAN


STUDI KASUS CITRALAND BAGYA CITY

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam
naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, 5 Agustus 2016

(Indah Novita Sari)

Universitas Sumatera Utara


Judul Tesis : Kajian Penerapan Ekodrainase Pada Perumahan
Studi Kasus Citraland Bagya City

Nama Mahasiswa : Indah Novita Sari

Nomor Pokok : 147020002

Program Studi : Teknik Arsitektur

Bidang Kekhususan : Manajemen Pembangunan Kota

Menyetujui
Komisi Pembimbing,

(Dr.Ir.Dwira Nirfalini Aulia, MSc) (Wahyuni Zahrah, ST.MS)


Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Dekan,

(Dr. Ir. Dwira Nirfalini Aulia, M.Sc) (Ir. Seri Maulina, Msi. PhD)

Tanggal Lulus: 5 Agustus 2016

Universitas Sumatera Utara


Telah Diuji Pada
Tanggal: 5 Agustus 2016
__________________________________________________________________

Panitia Penguji Tesis

Ketua Komisi Penguji : Dr. Ir. Dwira Nirfalini Aulia, M.Sc


Anggota Komisi Penguji : 1. Wahyuni Zahrah, ST, MS
2. Ir. N. Vinky Rahman, MT
3. Ir. Novrial, M.Eng
4. Ir. Basaria Talarosha, MT

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK

Permasalahan pengelolaan air dan lingkungan sering terjadi di kawasan


perumahan dan sekitarnya seperti banjir, sistem drainase yang tidak baik dan polusi
air. Pembangunan perumahan mengakibatkan semakin berkurangnya lahan kosong
yang bisa digunakan untuk meresapkan air ke Dalam tanah. Hal ini menyebabkan
penurunan kemampuan tanah untuk meresapkan air sebagai akibat adanya perubahan
tata guna lahan. Air merupakan sumber kehidupan, dengan kata lain air merupakan
zat yang paling esensial dibutuhkan oleh mahluk hidup. Pengelolaan air yang tidak
baik juga akan mengakibatkan penurunan kualitas hidup dan gangguan kesehatan.
Saat ini banyak perumahan yang menawarkan prinsip perancangan yang ekologis,
salah satunya perumahan CitraLand Bagya City. Sejauh mana perancangan dan
pengelolaan ekodrainase pada perumahan ini dapat bermanfaat bagi lingkungan
sekitarnya dan menciptakan kualitas lingkungan yang nyaman dan harmonis.
Penelitian ini berfokus pada kajian pengelolaan ekodrainase pada perumahan
CitraLand Bagya City dengan metode penelitian deskriptif kualitatif, memusatkan
penelitian kepada pemecahan masalah-masalah aktual sebagaimana adanya pada saat
penelitian dilaksanakan. Tujuan penelitian ini adalah menemukan dampak
lingkungan dari pengelolaan air kotor akibat pembangunan perumahan CitraLand
Bagya City, mengkaji konsep ekodrainase perumahan CitraLand Bagya City Dalam
mengatasi permasalahan lingkungan yang ada sehingga menjadi nilai tambah bagi
wilayah di sekitarnya, serta bagaimana penerapan ekodrainase sesuai teori
ekodrainase pada kawasan perumahan ini.

Kata kunci: ekodrainase, ekologis, danau konservasi, parit konservasi, sumur


resapan, riverside polder, modifikasi lansekap

Universitas Sumatera Utara


ABSTRACT

Problems of water and environment managements, such as flood, poor


drainage system, and water pollution are frequently found in a housing area and its
surrounding. Housing construction has caused fewer vacant lands that are useful for
water absorption into the ground. Consequently, it decreases the ability of land to
absorb water due to the changes of land use management. Water is the source of life.
In other words, it is the most essential substance needed by living creatures. Poor
water management will lead to a decline in life quality and health problems. Today,
many housings offer an ecological design principle; one of them is the CitraLand
Bagya City Residence. To what extent can the drainage design and management in
this residence benefit the surrounding environment and create a harmonious and
comfortable environment.
This research is focused on the analysis of eco-drainage management in
CitraLand Bagya City Residence using qualitative descriptive method; focusing on
solving the problems actually happening at the time this research was conducted. The
objectives of the research are to find out the environmental impacts of dirty water
management resulted from the construction of CitraLand Bagya City Residence, to
analyze the eco-drainage concept of this residence in order to overcome the
environmental problems so that it becomes an added value for the surrounding areas,
and to analyze whether the theory of eco-drainage has been implemented the in this
residence.

Keywords: Eco-Drainage, Ecological, Conserved Ponds, Conserved ditch, Absorbing


Well, Riverside Polder, Landscape Modification

ii

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis

ini sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelas Magister Teknik bidang

keahlian Manajemen Pembangunan Kota, Universitas Sumatera Utara. Tesis ini

berisi kajian tentang kajian penerapan ekodrainase pada perumahan dengan studi

kasus pada perumahan CitraLand Bagya City.

Proses penelitian dan penyusunan tesis ini tidak terlepas dari dukungan,

bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Bersama ini penulis ingin mengucapkan

terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Dr. Ir. Dwira Nirfalini Aulia, M.Sc

dan Ibu Wahyuni Zahrah, ST, MS selaku dosen pembimbing yang telah memberikan

arahan, bimbingan dan membuka wawasan penulis selama proses penelitian dan

penyusunan tesis.

Kepada para dosen penguji, Bapak. Ir. N Vinky Rahman, MT, Bapak. Ir.

Novrial, M.Eng, Ibu Ir. Basaria Talarosha, M, penulis mengucapkan terima kasih atas

saran dan kritik Dalam rangka memperDalam materi dan kajian literatur tesis ini.

Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ir. Dwira N. Aulia,

M.Sc, PhD, selaku Ketua Jurusan Magister Teknik Arsitektur Universitas Sumatera

Utara, Ibu Beny O.Y. Marpaung, ST, MT, Phd, selaku Sekretaris Jurusan Teknik

Arsitektur dan dosen mata kuliah Metodologi, para dosen pengajar Magister Teknik

Arsitektur USU yang telah memberikan pengajaran selama proses perkuliahan dan

staf pegawai yang telah membantu dalam hal administrasi yang diperlukan.

iii

Universitas Sumatera Utara


Ucapan terima kasih yang tulus pada Bapak dan Ibu saya tercinta, Ayah dan

Ibu mertua, Saudara-saudara saya terkasih Mbak Ila, Mas Eko, Mbak Retno, Mbak

Diaz, Bang Khatib, Mbak Iin, Mbak Niken, dan seluruh keponakan atas dukungan

dan semangatnya.

Kepada suamiku tercinta, Irfan, ST dan anak tercinta Naufal Fadhillah, terima

kasih atas semangat, dukungan dan motivasinya.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak DR. Ir.Ciputra,

Bp.Harun Hadjadi, Ibu Nanik, Bp.Iskandar, Bp.Wibowo, Bp.Adyaksa, Bp.Seno,

seluruh teman dan rekan kerja saya, serta semua pihak yang telah membantu dan

mendukung saya Dalam proses penelitian dan penulisan tesis ini.

Penulis menyadari bahwa tesis ini jauh dari kesempurnaan dan memiliki

banyak kekurangan. Namun begitu, penulis berharap tesis ini dapat bermanfaat bagi

pembaca Dalam rangka menambah wawasan ataupun wacana pengembangan ilmu

bagi pihak-pihak yang berkaitan. Adapun kritik dan saran sangat diharapkan untuk

perbaikan penulis di masa yang akan datang.

Medan, Agustus 2016

Penulis,

Indah Novita Sari

iv

Universitas Sumatera Utara


RIWAYAT HIDUP

Indah Novita Sari, anak bungsu dari Soepardi dan Nani Sabariyah, lahir di

Medan pada tanggal 18 November 1978.

Pendidikan penulis diselesaikan di SD Ananda Medan pada tahun 1990, SMP

Negeri 17 Medan pada tahun 1993 dan SMU Negeri 11 Medan pada tahun 1996.

Selanjutnya pendidikan di Program Sarjana Teknik Arsitektur Universitas Sumatera

Utara diselesaikan selama periode tahun 1996 hingga 2000.

Setelah kelulusan dari Program Sarjana Teknik Arsitektur Universitas

Sumatera Utara, penulis berkesempatan bekerja di konsultan disain arsitektur Citra

Estetika dari tahun 2000 hingga 2002. Selanjutnya bergabung di Ciputra Group

menangani proyek CitraGarden dan CitraLand Bagya City Medan dari tahun 2002

hingga sekarang.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

ABSTRAK ....................................................................................................... i

ABSTRACT ....................................................................................................... ii

KATA PENGANTAR ......................................................................................... iii

RIWAYAT HIDUP ............................................................................................ v

DAFTAR ISI ....................................................................................................... vi

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... x

DAFTAR TABEL ............................................................................................... xiv

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang Penelitian ............................................................... 1

1.1.1 Mengapa perlu kajian pengelolaan air …………………… .. 2


1.1.2 Mengapa perlu kajian pengelolaan air kotor-drainase …… .. 9

1.2 Perumusan Masalah……………………………. ........................... 12

1.3 Tujuan Penelitian ……………………………. .............................. 13

1.4 Manfaat Penelitian……………………………. ............................. 14

1.4.1 Manfaat teoritis……………………………. ......................... 14


1.4.2 Manfaat praktis……………………………. ......................... 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA……………………………............................. 19

2.1 Pengertian Drainase-Pengelolaan Air Kotor-Ekologis-


Ekodrainase…. ……....................................................................... 19

2.1.1 Drainase ……………………………. ................................... 19


2.1.2 Pengelolaan air kotor ……………………………. ............... 23
2.1.3 Ekologis……………………………. .................................... 26
2.1.4 Ekodrainase ……………………………. .............................. 27

2.2 Teori Ekologi Pengelolaan Air Kotor-Ekodrainase…………… .. 33

vi

Universitas Sumatera Utara


2.3 Penelitian Pengelolaan Air Kotor-Ekodrainase yang Sudah
Dilakukan… .................................................................................. 37

2.4 Kerangka Berpikir……………………………. ............................ 55

BAB III METODOLOGI PENELITIAN……………………………. ............ 56

3.1 Jenis Penelitian……………………………. ................................. 56

3.2 Variabel Penelitian……………………………. ........................... 58

3.2.1 Lingkungan……………………………. .............................. 59


3.2.2 Manusia dan hubungannya dengan alam ………………… . 59
3.2.3 Sistem pengelolaan air kotor–ekodrainase………………. .. 60

3.3 Populasi Sampel……………………………. ............................... 61

3.4 Metode Pengumpulan Data……………………………. .............. 62

3.4.1 Langkah-langkah penelitian ……………………………. ... 66


3.4.2 Metode identifikasi permasalahan pengelolaan air kotor di
perumahan Citraland Bagya City…………………………. 67
3.4.3 Metode identifikasi dampak pengelolaan air kotor dari
pembangunan perumahan Citraland Bagya City…………. 68
3.4.4 Metode identifikasi konsep pengelolaan air kotor Citraland
Bagya City Dalam mengatasi masalahan lingkungan .......... 69
3.4.5 Metode identifikasi penerapan pengelolaan air kotor pada
kawasan perumahan Citraland Bagya City……………. . 70
3.4.6 Metode analisa penerapan pengelolaan air kotor ekologis
pada kawasan perumahan Citraland Bagya City………… .. 71
3.4.7 Metode penemuan dampak pengelolaan air kotor akibat
pembangunan perumahan Citraland Bagya City ………… 71
3.4.8 Metode penemuan konsep pengelolaan air kotor Citraland
Bagya City dalam mengatasi masalah lingkungan……… .. 72
3.4.9 Metode penemuan penerapan pengelolaan air kotor ekologis
yang pada kawasan perumahan Citraland Bagya City…… 73

3.5 Metode Analisa Data…………………………. .............................. 73

3.5.1 Metode analisa data pengelolaan air kotor pada


perumahan Citraland Bagya City…………………………. 76
3.5.2 Metode analisa dampak pengelolaan air kotor dari
pembangunan perumahan Citraland Bagya City………… . 77
3.5.3 Metode analisa konsep pengelolaan air kotor di Citraland
Bagya City Dalam mengatasi masalahan lingkungan…… .. 78

vii

Universitas Sumatera Utara


3.5.4 Metode analisa penerapan pengelolaan air kotor ekologis
pada kawasan perumahan Citraland Bagya City…………. 78

3.6 Kerangka Penelitian…………………........................................... 80

BAB IV KAWASAN PENELITIAN…………………. .................................... 81

4.1 Kawasan Penelitian Secara Makro…………………. ................... 81

4.2 Kawasan Penelitian Secara Mikro …………………. ................... 82

BAB V ANALISIS…………………. ................................................................. 85

5.1 Identifikasi Permasalahan Pengelolaan Air Kotor di


Perumahan CitraLand Bagya City ................................................ 85

5.2 Identifikasi Dampak Lingkungan dari Pembangunan Perumahan


CitraLand Bagya City .................................................................... 89

5.3 Identifikasi Konsep Perumahan Citraland Bagya City Dalam


Mengatasi Permasalahan Lingkungan Khususnya Banjir
dan Pembuangan Air Kotor ........................................................... 92

5.4 Identifikasi Penerapan Pengelolaan Air Kotor yang Ekologis


Pada Kawasan Perumahan Citraland Bagya City……………… .. .94

5.5 Analisa Penerapan Pengelolaan Air Kotor yang Ekologis


Pada Kawasan Perumahan Citraland Bagya City……………… .. 102

5.5.1 Analisa ruang terbuka CitraLand Bagya City …………… 103


5.5.2 Metode danau konservasi CitraLand Bagya City………… 117
5.5.3 Metode parit konservasi CitraLand Bagya City ………… . 122
5.5.4 Metode sumur resapan CitraLand Bagya City …………… 126
5.5.5 Metode river side polder CitraLand Bagya City …………. 128
5.5.6 Metode modifikasi lansekap CitraLand Bagya City ………129

BAB VI PENEMUAN…………………. ............................................................ 134

6.1 Penemuan Dampak Lingkungan Akibat Pembangunan


Perumahan Citraland Bagya City …………………. .................... 134

6.2 Penemuan Konsep Pengelolaan Air Kotor Perumahan Citraland


Bagya City Dalam Mengatasi Permasalahan Lingkungan………136

6.3 Penemuan Penerapan Pengelolaan Air Kotor yang Ekologis Pada


Kawasan Perumahan Citraland Bagya City…………………. ..... 137

viii

Universitas Sumatera Utara


BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN…………………. .............................. 150

7.1 Kesimpulan …………………. ..................................................... 150

7.2 Saran …………………................................................................. 156

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………… .. 158

ix

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Hal

1.1 Proses Perjalanan Air Dalam Siklus Hidrologi Viessman dan


Lewis 2003 .. ........................................................................................... 4

1.2 Potongan Tampungan Dalam Siklus Hidrologi. .................................... 5

1.3 Siklus Hidrologi Tertutup ....................................................................... 6

1.4 Siklus Hidrologi Terbuka Aliran Permukaan dan Aliran Air Tanah
Dalam Sistem Hidrologi ......................................................................... 7

1.5 Penerapan Bioseptictank yang Ramah Lingkungan di Setiap Rumah .... 17

1.6 Sumur Resapan Air Hujan Biopori disediakan di Setiap Rumah ........... 17

1.7 Konsep Sistem Drainase Berwawasan Lingkungan ............................... 18

2.1 Pengertian dan Definisi Pengelolaan ...................................................... 25

2.2 Kerangka Teoritis dan Variabel Penelitian ............................................. 36

2.3 Grand Kanal Memiliki Panjang Lebih dari 2.000 KM Menghubungkan


Lima DAS (Daerah Arus Sungai) Utama di Beijing, Cina ..................... 42

2.4 disain Sumur Resapan yang diterapkan sebagai Ekodrainase


di Rungkut, Surabaya .............................................................................. 44

2.5 Peta Wilayah Studi Malang .................................................................... 46

2.6 Lokasi Genangan yang Terjadi di Pertemuan Jalan Simpang Gajayana 48

2.7 Konstruksi Sumur Resapan Tipe II (Batu-Bata) .................................... 48

2.8 Potongan Tegak Melintang Penempatan Sumur Resapan ...................... 49

2.9 Tinggi Dataran Belanda yang Mayoritas Rendah ................................... 51

2.10 Wadi, Tanah Rerumputan untuk Resapan dan Infiltrasi Air Hujan ....... 53

2.11 Jalan Paving yang Mampu Menyerap Air .............................................. 53

Universitas Sumatera Utara


2.12 Polder Sistem sebagai Bagian dari Ekodrainase di Belanda................... 54

2.13 Kerangka Berpikir ................................................................................... 55

3.1 Lokasi Sample Penelitian ........................................................................ 61

3.2 Segitiga Keseimbangan Sosial, Ekonomi dan Ekosistem Untuk


Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu dan Berkelanjutan ................... 79

3.3 Kerangka Penelitian ................................................................................ 80

4.1 Lokasi Penelitian..................................................................................... 82

4.2 Peta Lokasi Citraland Bagya City .......................................................... 83

4.3 Masterplan Citraland Bagya City............................................................ 84

5.1 Peta Perumahan Citraland Bagya City Sebelum Beralih Fungsi


sebagai Perumahan.................................................................................. 85

5.2 Peta Lokasi Banjir di Perumahan Citraland Bagya City Sekitarnya ....... 87

5.3 Peta Kondisi Parit Sebelum dikembangkan Citraland Bagya City ........ 88

5.4 Analisa Frekuensi Curah Hujan di Lokasi Sampali, Kecamatan Percut


Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang .......................................................... 89

5.5 Foto Rumah Penduduk di Atas Saluran Permanen ................................. 90

5.6 Konsep Ekodrainase Perumahan Citraland Bagya City.......................... 93

5.7 Suasana Danau Buatan Dengan Sekelompok Burung Bangau ............... 94

5.8 Identifikasi Penerapan Danau Konservasi pada Citraland Bagya City... 96

5.9 Identifikasi Konsep Saluran Terbuka Menuju Sungai Percut


di Kawasan Citraland Bagya City ........................................................... 97

5.10 Identifikasi Penerapan Saluran Terbuka Menuju Sungai Percut


di Kawasan Citraland Bagya City ........................................................... 97

5.11 Identifikasi Penerapan Saluran Terbuka Menuju Jalan Pehubungan di


Kawasan Citraland Bagya City ............................................................... 98

5.12 Identifikasi Penerapan Saluran Tertutup di Dalam Kawasan


Citraland Bagya City............................................................................... 99

xi

Universitas Sumatera Utara


5.13 Identifikasi Penerapan Sumur Resapan di Dalam Kawasan
Citraland Bagya City............................................................................... 100

5.14 Identifikasi Penerapan Metode River Side Polder di Sungai Percut


1 KM Dari Perumahan Citraland Bagya City ....................................... 101

5.15 Identifikasi Penerapan Metode Modifikasi Lansekap di Perumahan


Citraland Bagya City............................................................................... 102

5.16 Solusi Roof Garden sebagai Bangunan Hijau, Menambah Ruang


Terbuka Hijau Pada Kawasan Citraland Bagya City .............................. 105

5.17 Ruang Terbuka Halaman Rumah di Perumahan Citraland Bagya City ..... 107

5.18 Danau yang Sudah dibangun di Perumahan Citraland Bagya City ........ 109

5.19 Jalan Rigid Beton Finishing Aspal di Perumahan Citraland Bagya City 110

5.20 Jalan Rigid Beton dengan Finishing Pattern Concrete di Perumahan


Citraland Bagya City............................................................................... 111

5.21 Potongan Jalan dengan Penampang Street Inlet dan Saluran


di Perumahan Citraland Bagya City ....................................................... 112

5.22 Foto Paving di Jalan Pedestrian Citraland Bagya City .......................... 113

5.23 Analisa Ruang Terbuka Masterplan Perumahan Citraland Bagya City.. 115

5.24 Komposisi Ruang Terbuka di Perumahan Citraland Bagya City. ......... 116

5.25 Kajian Kebutuhan Danau di Perumahan Citraland Bagya City .............. 118

5.26 Danau sebagai Bagian dari Ekodrainase di Perumahan


Citraland Bagya City............................................................................... 119

5.27 Danau di Perumahan Citraland Bagya City ............................................ 119

5.28 Konsep Danau di Perumahan Citraland Bagya City ............................... 119

5.29 Danau sebagai Bagian dari Ekodrainase di Perumahan


Citraland Bagya City. ................................................................................... 120

5.30 Danau Memanfaatkan Daerah-Daerah Dengan Topografi Rendah ........ 121

5.31 Metode Parit Konservasi di Perumahan Citraland Bagya City............... 123

xii

Universitas Sumatera Utara


5.32 Rencana Aliran Air Parit Konservasi Citraland Bagya City .................. 123

5.33 Rencana Drainase Makro di Perumahan Citraland Bagya City .............. 124

5.34 Rencana Drainase Unit Rumah dan Ruko di Perumahan


Citraland Bagya City............................................................................... 125

5.35 Detail Sumur Resapan sebagai Bagian dari Ekodrainase di


Perumahan Citraland Bagya City............................................................ 127

5.36 Foto Posisi Sumur Resapan di Halaman Depan dan Belakang Rumah
Citraland Bagya City............................................................................... 127

5.37 Detail Bioseptictank di Perumahan Citraland Bagya City..................... 128

5.38 Metode River Side Polder di Sungai Percut 1 Kilometer dari


Perumahan Citraland Bagya City............................................................ 129

5.39 Metode Modifikasi Lansekap dari Perumahan Citraland Bagya City .... 130

5.40 Metode Modifikasi Lansekap dari Perumahan Citraland Bagya City .... 131

6.1 Foto Banjir di Kawasan Perumahan Citraland Bagya City pada Tahap
Pembangunan Infrastruktur ..................................................................... 135

6.2 Foto Banjir di Kawasan Perumahan Citraland Bagya City pada Tahap
Pembangunan Infrastruktur ..................................................................... 136

6.3 Metode Danau Konservasi di Kawasan Perumahan


Citraland Bagya City............................................................................... 138

6.4 Penerapan Saluran Tertutup dan Terbuka sebagai Parit Konservasi di


Kawasan Citraland Bagya City .............................................................. 139

6.5 Penerapan Sumur Resapan di Dalam Kawasan Citraland Bagya City ... 141

6.6 Penerapan River Side Polder di Dalam Kawasan


Citraland Bagya City............................................................................... 142

6.7 Metode Modifikasi Lansekap di Dalam Kawasan


Citraland Bagya City............................................................................... 145

7.1 Siklus Ekodrainase dan Run Off di Citraland Bagya City ...................... 154

7.2 Peta Siklus Ekodrainase di Citraland Bagya City ................................... 155

xiii

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR TABEL

Nomor Judul Hal

1.1 Jumlah Air di Dunia ................................................................................ 8

2.1 Analisis Kuantitatif yang Berhubung dengan Hujan dan Banjir Dengan
Sistem Saluran Air Terbuka di Kota Baru : Membandingkan
Kota Almere di Belanda dan Tianjin China ............................................ 37

3.1 Tabel Teori dan Variabel Penelitian ....................................................... 68

3.2 Tabel Metodologi Penelitian ................................................................... 75

5.1 Tabel Curah Hujan BMG lokasi Sampali, Kecamatan Percut Sei Tuan
Kabupaten Deli Serdang. ....................................................................... 87

5.2 Analisa Elemen Ruang terbuka di CitraLand Bagya City. .................... 104

5.3 Tabel Standarisasi Nilai Koefisien Run Off ............................................ 133

6.1 Tabel Kajian Ekodrainase CitraLand Bagya City ................................... 146

6.2 Tabel Analisa Nilai Koefisien Daerah Aliran Run Off (C)
CitraLand Bagya City ............................................................................. 149

7.1 Tabel Kajian Kesimpulan CitraLand Bagya City ................................... 153

xiv

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK

Permasalahan pengelolaan air dan lingkungan sering terjadi di kawasan


perumahan dan sekitarnya seperti banjir, sistem drainase yang tidak baik dan polusi
air. Pembangunan perumahan mengakibatkan semakin berkurangnya lahan kosong
yang bisa digunakan untuk meresapkan air ke Dalam tanah. Hal ini menyebabkan
penurunan kemampuan tanah untuk meresapkan air sebagai akibat adanya perubahan
tata guna lahan. Air merupakan sumber kehidupan, dengan kata lain air merupakan
zat yang paling esensial dibutuhkan oleh mahluk hidup. Pengelolaan air yang tidak
baik juga akan mengakibatkan penurunan kualitas hidup dan gangguan kesehatan.
Saat ini banyak perumahan yang menawarkan prinsip perancangan yang ekologis,
salah satunya perumahan CitraLand Bagya City. Sejauh mana perancangan dan
pengelolaan ekodrainase pada perumahan ini dapat bermanfaat bagi lingkungan
sekitarnya dan menciptakan kualitas lingkungan yang nyaman dan harmonis.
Penelitian ini berfokus pada kajian pengelolaan ekodrainase pada perumahan
CitraLand Bagya City dengan metode penelitian deskriptif kualitatif, memusatkan
penelitian kepada pemecahan masalah-masalah aktual sebagaimana adanya pada saat
penelitian dilaksanakan. Tujuan penelitian ini adalah menemukan dampak
lingkungan dari pengelolaan air kotor akibat pembangunan perumahan CitraLand
Bagya City, mengkaji konsep ekodrainase perumahan CitraLand Bagya City Dalam
mengatasi permasalahan lingkungan yang ada sehingga menjadi nilai tambah bagi
wilayah di sekitarnya, serta bagaimana penerapan ekodrainase sesuai teori
ekodrainase pada kawasan perumahan ini.

Kata kunci: ekodrainase, ekologis, danau konservasi, parit konservasi, sumur


resapan, riverside polder, modifikasi lansekap

Universitas Sumatera Utara


ABSTRACT

Problems of water and environment managements, such as flood, poor


drainage system, and water pollution are frequently found in a housing area and its
surrounding. Housing construction has caused fewer vacant lands that are useful for
water absorption into the ground. Consequently, it decreases the ability of land to
absorb water due to the changes of land use management. Water is the source of life.
In other words, it is the most essential substance needed by living creatures. Poor
water management will lead to a decline in life quality and health problems. Today,
many housings offer an ecological design principle; one of them is the CitraLand
Bagya City Residence. To what extent can the drainage design and management in
this residence benefit the surrounding environment and create a harmonious and
comfortable environment.
This research is focused on the analysis of eco-drainage management in
CitraLand Bagya City Residence using qualitative descriptive method; focusing on
solving the problems actually happening at the time this research was conducted. The
objectives of the research are to find out the environmental impacts of dirty water
management resulted from the construction of CitraLand Bagya City Residence, to
analyze the eco-drainage concept of this residence in order to overcome the
environmental problems so that it becomes an added value for the surrounding areas,
and to analyze whether the theory of eco-drainage has been implemented the in this
residence.

Keywords: Eco-Drainage, Ecological, Conserved Ponds, Conserved ditch, Absorbing


Well, Riverside Polder, Landscape Modification

ii

Universitas Sumatera Utara


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Perancangan ekologis ialah suatu proses desain dimana perancangnya

meminimalisir dan mengantisipasi secara komprehensif segala dampak merugikan

dari produk suatu proses desain terhadap ekosistem dan sumber daya bumi serta

pemberian prioritas terhadap penyisihan yang terus berjalan dan menimalisir dampak-

dampak merugikan tersebut (Yeang, 1995). Perancangan ekologis dapat lebih berhasil

bila dikembangkan di perumahan skala besar (puluhan atau ratusan hektar) karena

akan ada perhitungan biaya dan menggunakan pendekatan holistik karena

kompleksitas masalahnya (Surarjo, 2010). Saat ini semakin banyak perumahan yang

mengembangkan huniannya berbasis ekologis untuk meminimalisasi kerusakan

terhadap lingkungan. Pengelolaan air kotor yang ekologis atau ekodrainase adalah

salah satu diantaranya. Eko-drainase diartikan suatu usaha membuang/mengalirkan

air kelebihan melalui saluran ke sungai dengan waktu seoptimal mungkin sehingga

tidak menyebabkan terjadinya masalah kesehatan dan banjir (Stephens Kim A, 2002).

Kepedulian terhadap kualitas hidup manusia, kelestarian alam dan lingkungan

merupakan latar belakang munculnya ekologi disain, sustainable disain dan arsitektur

hijau, yang mana isu ini sudah lama berkembang yang diawali dari Konferensi

Tingkat Tinggi (KTT) bumi di Rio de Jeinaro pada bulan juni 1992 menyepakati

Universitas Sumatera Utara


2

wawasan ekologi dalam kegiatan pembangunan dengan tujuan manusia dapat hidup

tanpa menjadi asing terhadap lingkungan binaannya. Masalah-masalah lingkungan

yang terjadi karena perilaku manusia selama ini telah mengubah keteraturan alam.

Alam tidak lagi sepenuhnya dapat berkompromi dengan kebutuhan manusia dalam

melangsungkan kehidupannya. Pengkajian yang dilaksanakan 10 tahun kemudian

pada tahun 1982 di Nairobi, Kenya, justru menunjukkan bahwa kerusakan

lingkungan hidup semakin meningkat. Konferensi Tingkat Tinggi Bumi (KTT) ini

menghasilkan Agenda 21 Global atau Agenda Rio 21 yang merupakan program kerja

besar untuk abad 20 sampai abad 21 yang mewujudkan hubungan kemitraan global

yang bertujuan terciptanya keserasian antara dua kebutuhan penting, yaitu lingkungan

yang bermutu tinggi dan perkembangan serta pertumbuhan ekonomi yang sehat bagi

seluruh penduduk dunia (Kodoatie Robert J, 2010).

1.1.1 Mengapa perlu kajian pengelolaan air

Air merupakan sumber daya alam yang paling berharga, karena tanpa air tidak

mungkin terdapat kehidupan. Air tidak hanya dibutuhkan untuk kehidupan manusia,

hewan, dan tanaman, tetapi juga merupakan media pengangkutan, sumber energi, dan

berbagai keperluan lainnya. Pada suatu saat dalam bentuk hujan lebat dan banjir, air

juga dapat menjadi benda perusak, menimbulkan kerugian harta dan jiwa, serta

menghanyutkan tanah subur.

Distribusi air baik yang diatur oleh alam atau hasil rekayasa manusia, dapat

terdistribusi dengan tidak merata seperti jumlah air yang terdistribusi terlalu banyak

Universitas Sumatera Utara


3

atau sedikit. Ketersediaan air yang berlebih atau terlalu banyak membutuhkan

penanganan tersendiri dalam suatu sistem perencanaan komprehensif yang disebut

sistem drainase.

Air merupakan bagian penting dari sumber daya alam yang mempunyai

karakteristik yang unik dibandingkan dengan sumber daya alam yang lainnya. Air

bersifat sumber daya yang terbarukan dan dinamis. Artinya sumber utama air yang

berupa hujan akan selalu datang sesuai dengan waktu atau musimnya sepanjang

tahun. Namun pada kondisi tertentu air bisa bersifat tak terbarukan, misalnya pada

kondisi geologi tertentu dimana proses perjalanan air tanah membutuhkan waktu

ribuan tahun , sehingga bilamana pengambilan air tanah secara berlebihan, air akan

habis. Pasokan air di bumi terus-menerus diganti melalui siklus alami yang disebut

siklus hidrologi.Air terus menguap dari permukaan planet, kondensasi di atmosfer,

dan jatuh kembali ke permukaan sebagai presipitasi. Air adalah senyawa kimia yang

paling akrab dari semua senyawa kimia yang dikenal manusia. Bahkan, tubuh

manusia terutama terdiri dari air. Air adalah senyawa kimia tunggal yang molekul

terdiri dari dua atom hidrogen yang terikat pada satu atom oksigen. Rumus kimia dari

senyawa ini adalah H2O. Menimbang bahwa atom hidrogen beratnya hanya sekitar

satu-enam belas sebanyak atom oksigen, sebagian besar berat dalam air adalah karena

oksigen: 88,8% dari berat adalah oksigen dan 11,2% adalah hidrogen.

Perjalanan air mengikuti suatu siklus keseimbangan yang dikembalikan

dengan istilah siklus hidrologi. Proses perjalanan air dalam siklus hidrologi secara

umum dapat dilihat pada Gambar 1.1 dan Gambar 1.2.

Universitas Sumatera Utara


4

Gambar 1.1 Proses Perjalanan Air dalam Siklus Hidrologi


Sumber: Kodoatie, Robert J; Sjarief, Roestam, 2010
Dari gambar diatas menunjukan keseimbangan aliran air baik yang berupa

uap/gas atau air yaitu mulai dari evaporasi dari laut, butiran air di udara, hujan di laut

dan di darat, aliran permukaan dan aliran air tanah A+B+C+D=E+F+G (Kodoatie

Robert J, 2010).

Universitas Sumatera Utara


5

Gambar 1.2 Potongan Tampungan dalam Siklus Hidrologi.


Sumber: Kodoatie, Robert J; Sjarief, Roestam, 2010

Siklus hidrologi seperti ditunjukan dalam Gambar 1.1 dan 1.2 merupakan

konsep dasar tentang keseimbangan air secara global di bumi. Siklus hidrologi juga

menunjukan semua hal yang berhubungan dengan air. Bila dilihat keseimbangan air

secara menyeluruh maka air tanah dan aliran permukaaan: Sungai, danau, penguapan.

Merupakan bagian-bagian dari beberapa aspek yang menjadi siklus hidrologi menjadi

seimbang sehingga disebut dengan siklus hidrologi yang tertutup. Secara diagram

siklus hidrologi ditunjukan dalam Gambar 1.3.

Universitas Sumatera Utara


6

Gambar 1.3 Siklus Hidrologi Tertutup


Sumber: Kodoatie, Robert J; Sjarief, Roestam, 2010

Pada lokasi tertentu, aliran air permukaan dapat merupakan satu atau lebih

sub-sistem dan tidak lagi tertutup, karena sistem tertutup itu dipotong pada suatu

bagian tertentu dari seluruh sistem aliran permukaan.Transportasi aliran diluar bagian

aliran air permukaan merupakan masukan dan keluaran dari subsistem aliran air

permukaan tersebut. Demikian juga dengan aliran air tanah. Gambar 1.4 menunjukan

gabungan sub-sistem aliran air tanah, aliran permukaan dan hidrologi yang

merupakan sub-sistem terbuka (Kodoatie Robert J, 2010).

Universitas Sumatera Utara


7

Gambar 1.4 Siklus Hidrologi Terbuka Aliran permukaan dan Aliran Air Tanah
Dalam Sistem Hidrologi Pada Suatu Lokasi Tertentu
Sumber: Kodoatie, Robert J; Sjarief, Roestam, 2010

Secara garis besar total volume air yang ada di dunia adalah 1.3853984.610

km3, Perinciannya dapat dilihat pada Tabel 1.1:

Universitas Sumatera Utara


8

Tabel 1.1 Tabel Jumlah Air di Dunia


Area Volume % thd. Total air % thd. Total air
No. Tempat
(106km2) (103km3) yang ada tawar
1 Laut 361.3 1.338,000,00 96.5379
2 Air Tanah
a. Tawar 134,8 10.530,00 0,7597 30.061
b. Asin 134,8 12.870,00 0,9286
3 Air di tanah dangkal (soil Moisture) 82.0 16.50 0.0012 0.047
4 Es di Kutub 16.0 24,023.50 1.7333 68.581
5 Es lainnya dan Salju 0.3 340.60 0.0066 0.972
6 Danau
a. Tawar 1.2 91.00 0.0066 0.260
b. Asin 0.8 85.40 0.0062
7 Rawa /Payau 2.7 11.47 0.0008 0.033
8 Sungai 148.8 2.12 0.0002 0.006
9 Air Biologi 510.0 1.12 0.0001 0.003
10 Air di udara 510.0 12.90 0.0009 0.037
Total Air Yang Ada 510.0 1.385,984,61 100
Total Air Tawar 148.8 35,029.21 2.5274 100

Sumber : Sumber: Kodoatie, Robert J; Sjarief, Roestam, 2010

Berdasarkan agenda KTT bumi di Rio de Jeinaro 1992, ada pesan sederhana

untuk visi ke aksi millennium, yaitu pengembangan dan pengelolaan air harus

didasari oleh pendekatan partisipatif, melibatkan pemakai, perencana dan penentu

kebijakan dalam semua tingkatan yaitu mengelola air dengan manusia dan dekat

dengan manusia. Air memiliki nilai ekonomi dalam setiap pemakaian kompetitifnya

dan harus dipahami sebagai benda ekonomi yaitu merupakan kebutuhan dasar,

distribusi air memiliki nilai ekonomis yang tinggi dan mengarahkan pada penentuan

harga penuh untuk mendorong pemakaian rasional dan harga pemulihan (Kodoatie

Robert J, 2010).

Universitas Sumatera Utara


9

1.1.2 Mengapa perlu kajian pengelolaan air kotor - drainase

Mengapa pengelolaan air kotor drainase menjadi alasan dalam pemilihan

kajian pada penelitian ini adalah dikarenakan adanya permasalahan pengelolaan air

kotor dan lingkungan yang sering terjadi di kawasan perumahan dan sekitarnya

seperti banjir, sistem drainase yang tidak memadai dan polusi air. Tidak tersedianya

saluran drainase kota yang baik sehingga mengakibatkan banjir dan berkembangnya

penyakit yang berasal dari perairan. Kerugian ekonomi akibat banjir dan masalah

kesehatan menjadikan kegagalan dalam pengelolaan drainase. Drainase menjadi

permasalahan yang membutuhkan penyelesaian yang tidak dapat ditunda-tunda lagi.

Akumulasi antara dampak kesalahan dalam pengelolaan hujan dan kesadaran

lingkungan tersebut memberikan inspirasi untuk mengembangkan model pengelolaan

drainase dengan pendekatan ekodrainase. Pendekatan ini dapat disebut juga dengan

pendekatan integralistik dengan implementasi berupa usaha untuk melakukan

pengelolaan drainase secara komprehensif dan terpadu serta memasukan faktor

ekologi/lingkungan dalam setiap usaha pengelolaan drainase.

Ekodrainase diartikan suatu usaha mengalirkan air kelebihan melalui saluran

ke sungai dengan waktu seoptimal mungkin sehingga tidak menyebabkan terjadinya

masalah kesehatan dan banjir di sungai terkait. Dari pengertian ini dapat diuraikankan

ada 2 (dua) pendekatan yang digunakan dalam konsep ekodrainase yakni pendekatan

eko-hidraulik, yakni pengelolaan drainase yang dilakukan dengan memperhatikan

fungsi hidraulik dan fungsi ekologi, serta pendekatan kualitas air, yakni upaya

meminimalkan dan atau meniadakan pencemaran air yang dapat menyebabkan

Universitas Sumatera Utara


10

masalah kesehatan bagi manusia, flora dan fauna. Konsep ekodrainase merupakan

salah satu unsur dari konsep pengelolaan air hujan secara integratif. Pengelolaan

secara integratif ini bukan hanya diartikan secara administratif dari hulu ke hilir,

namun juga harus diartikan secara substantif menyeluruh menyangkut seluruh aspek

yang berhubungan dengan drainase, yang meliputi semua aspek; aspek teknis

operasional pengelolaan drainase, kelembagaan/institusi, keuangan/pembiayaan,

peran masyarakat dan atau swasta dan hukum peraturan. Kesalahan konsep drainase

konvensional yang paling pokok adalah filosofi membuang air genangan secepat-

cepatnya ke sungai. Dengan demikian, sungai-sungai akan menerima beban yang

melampaui kapasitasnya, sehingga meluap atau terjadi banjir. Demikian juga

mengalirkan air secepatnya berarti pengatusan kawasan atau menurunkan kesempatan

bagi air untuk meresap ke dalam tanah. Dengan demikian, cadangan air tanah akan

berkurang, kekeringan di musim kemarau akan terjadi. Dalam konteks inilah

pemahaman bahwa banjir dan kekeringan merupakan dua fenomena yang saling

memperparah secara susul-menyusul dapat dengan mudah dimengerti. Sangat ironis

bahwa semakin baik drainase konvensional di suatu kawasan aliran sungai, maka

kejadian banjir di musim hujan dan kekeringan di musim kemarau akan semakin

intensif silih berganti. Dampak selanjutnya adalah kerusakan ekosistem, perubahan

iklim mikro dan makro disertai tanah longsor di berbagai tempat yang disebabkan

oleh fluktuasi kandungan air tanah musim kering dan musim basah yang sangat

tinggi. Jika kesalahan konsep dan implementasi drainase yang selama ini kita lakukan

Universitas Sumatera Utara


11

ini tidak diadakan revisi, usaha apa pun yang kita lakukan untuk menanggulangi

banjir, kekeringan lahan, dan longsor akan sia-sia (Maryono, 2014).

Pembangunan mengakibatkan berkurangnya lahan kosong yang bisa

digunakan untuk meresapkan air kedalam tanah. Hal ini menyebabkan sering terjadi

banjir pada musim hujan dan kekeringan pada musim kemarau. Di sisi lain terjadi

penurunan kemampuan tanah untuk meresapkan air sebagai akibat adanya perubahan

tata guna lahan. Air merupakan sumber kehidupan, dengan kata lain air merupakan

zat yang paling esensial dibutuhkan oleh mahluk hidup. Pengelolaan air yang tidak

baik juga akan mengakibatkan penurunan kualitas hidup dan gangguan kesehatan

bagi penghuninya. Mengelola air sama kompleksnya dengan persoalan kehidupan.

Sistem pembuangan air limbah rumah tangga dan air hujan, jika tidak

direncanakan dengan baik akan menimbulkan masalah lain seperti polusi air, banjir

dan sumber penyakit bagi lingkungan perumahan. Dari uraian terhadap dampak

lingkungan yang ada akibat pengelolaan air perumahan yang tidak ekologis, maka

perlu diterapkan solusi penerapan pengelolaan air kotor atau drainase yang ekologis

dalam perencanaan perumahan karena sebagai kawasan hunian, perumahan memiliki

hubungan keterkaitan dengan lingkungan sekitarnya dan dapat berkembang seiring

dengan dinamika para penghuninya karena perumahan merupakan tempat beraktivitas

manusia. Perancangan pengelolaan air kotor yang ekologis pada perumahan

khususnya, sangat bermanfaat untuk kehidupan, karena akan membuat ruang yang

nyaman dengan lingkungan yang baik dan harmonis serta meningkatkan kualitas

hidup (Maryono, 2014).

Universitas Sumatera Utara


12

1.2 Perumusan Masalah

Sebagai daerah pemekaran kota, Kabupaten Deli Serdang merupakan daerah

pengembangan kota Medan dimana fungsi perumahan mulai banyak dibangun dan

dikembangkan di wilayah ini, salah satunya Perumahan CitraLand Bagya City. Sehingga

dari setiap tahapan kegiatan mulai dari tahap prakonstruksi, konstruksi, sampai tahap

operasional mempengaruhi lingkungan sekitarnya, khususnya masalah pengelolaan air

kotor. Seiring dengan pesatnya pembangunan yang terjadi di Kabupaten Deli Serdang,

mengakibatkan semakin berkurangnya lahan kosong yang bisa digunakan untuk

meresapkan air kedalam tanah. Hal ini menyebabkan penurunan kemampuan tanah

untuk meresapkan air sebagai akibat adanya perubahan tata guna lahan. Salah satu

pembangunan itu adalah pembangunan Perumahan CitraLand Bagya City. Daerah ini

dahulunya berupa kawasan perkebunan yang kemudian dibangun menjadi kawasan

perumahan. Dengan beralih fungsinya kawasan tersebut, sehingga mengakibatkan

berkurangnya lahan kosong untuk meresapkan air kedalam tanah. Hal ini menyebabkan

ketika musim hujan tiba, air hujan hanya sedikit yang meresap ke dalam tanah dan

sebagian besar dialirkan melalui saluran drainase dan menyebabkan banjir kiriman ke

wilayah Tembung bagian Utara. Dengan latar belakang tersebut, perlu dilakukan

pengkajian tentang sistem drainase dan perencanaa ekodrainase di perumahan CitraLand

Bagya City, maka perlu dikaji:

“Apakah dampak lingkungan yang berhubungan dengan pengelolaan air kotor

akibat pembangunan perumahan Citraland Bagya City ?”

Universitas Sumatera Utara


13

Pembangunan perumahan mengakibatkan permasalahan baru seperti banjir,

ketersediaan air, sistem drainase, polusi, dan masalah lingkungan. Sebelum perumahan

ini ada, pengelolaan air kotor eksisting yang ada sangat tidak memadai. Pada awalnya

tidak terdapat saluran kota, air kotor dari limbah rumah tangga yang ada dan limpahan

air hujan langsung masuk ke areal lahan terbuka yang mengakibatkan banjir. Upaya apa

yang dilakukan perumahan Citraland Bagya City dalam mengatasi permasalahan

pengelolaan drainase, baik di dalam perumahan maupun terhadap kawasan sekitarnya

adalah dengan memperbaiki sistem drainase konvensional yang ada dengan sistem

drainase berwawasan lingkungan. CitraLand Bagya City melakukan pendekatan

ekologis pada kawasan pengembangannya untuk mengatasi masalah pengelolaan

drainase yang ada, untuk itu perlu ditemukan:

”Bagaimana penerapan pengelolaan air kotor yang ekologis / ekodrainase

pada kawasan perumahan ini ? ”

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini mengarah pada sistem pengelolaan air kotor yang ekologis/

ekodrainase dengan konservasi air tanah pada lahan terbangun di perumahan CitraLand

Bagya City dan mengurangi limpasan permukaan yang akan membebani saluran

drainase di hilir daerah yang bersangkutan. Lingkup penelitian dititikberatkan pada segi

analisa fasilitas dan metode ekodrainase pada kawasan ini, seperti danau konservasi,

parit konservasi, sumur resapan, river side polder dan metode modifikasi lansekap

dengan mempertimbangkan aspek topografi dan tata guna lahan.

Universitas Sumatera Utara


14

Secara garis besar tujuan penelitian ini antara lain:

1. Menemukan dampak lingkungan dari pengelolaan air kotor - drainase

akibat pembangunan perumahan CitraLand Bagya City bagi wilayah di

sekitarnya.

2. Mengkaji konsep ekodrainase perumahan CitraLand Bagya City dalam

mengatasi permasalahan lingkungan sehingga menjadi nilai tambah bagi

wilayah di sekitarnya.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat teoritis

Secara teoritis manfaat kajian pengelolaan air kotor - drainase yang ekologis

pada perumahan CitraLand Bagya City adalah:

1. Menemukan penerapan pengelolaan air kotor - drainase yang ekologis

pada kawasan perumahan CitraLand Bagya City dengan variable-variable

yang diambil dari teori ekodrainase, tidak menutup kemungkinan untuk

ditemukannya variabel pengelolaan air kotor yang ekologis yang lebih

sesuai untuk diterapkan di iklim tropis indonesia sebagai solusi bagi

permasalahan lingkungan perumahan yang ada.

2. Memberikan kontribusi pengetahuan tentang sistem pengelolaan air kotor

yang ekologis dengan kajian penerapan dari teori ekodrainase yang ada.

Universitas Sumatera Utara


15

1.4.2 Manfaat praktis

Manfaat praktis yang dapat diambil dari kajian pengelolaan air kotor

ekologis/ekodrainase pada perumahan CitraLand Bagya City, adalah sebagai berikut:

A. Secara makro:

1. Penelitian ini diharapkan bermanfaat baik bagi kawasan Deli Serdang dan

kota Medan dalam menerapkan ekodrainase pada suatu kawasan sebagai

solusi dari permasalahan air yang ada.

2. Pemerintahan daerah dalam membangun daerahnya dan didalam

mengeluarkan izin yang harus dilengkapi dengan kajian lingkungan.

3. Memberikan kontribusi terhadap lingkungan dan mengajak masyarakat

untuk dapat memahami dan menerapkan pengelolaan air kotor yang

ekologis atau ekodrainase dalam lingkungannya, isu ekologis dapat

dijadikan strategi penjualan yang menarik untuk kawasan perumahan.

B. Secara mikro:

1. Memberikan pengetahuan bagi masyarakat sekitar, penghuni dan

pengusaha developer lain tentang pentingnya pengelolaan air kotor yang

ekologis untuk kualitas lingkungan yang lebih baik, meminimalisasi

kerusakan terhadap lingkungan.

2. Sebagai contoh bagi pengusaha developer perumahan lain dan masyarakat

umum bahwa betapa pentingnya studi lingkungan sebelum mendirikan

Universitas Sumatera Utara


16

bangunan. Sehingga ekologi menjadi solusi bagi masalah lingkungan yang

ada.

3. Memberikan kontribusi pengetahuan mengenai pengelolaan air kotor yang

ekologis/ekodrainase meliputi penyediaan tampungan air tanah sampai

pembuangan air kotor tanpa menimbulkan pengaruh yang negatif terhadap

lingkungan.

4. Memberikan kontribusi tentang penerapan ekodrainase yang ramah

lingkungan, seperti danau konservasi, parit konservasi, resapan biopori dan

modifikasi lansekap sehingga mempengaruhi kenyamanan.

5. Memberikan kontribusi pengetahuan tentang penerapan septictank pada

setiap rumah dengan menggunakan bioseptictank yang ramah lingkungan

(Gambar 1.5).

6. Memberikan kontribusi pengetahuan tentang sumur resapan biopori yang

wajib ada disetiap rumah untuk mempercepat penyerapan air hujan

kedalam tanah (Gambar 1.6).

7. Memberikan kontribusi pengetahuan tentang penerapan sistem pengelolaan

air kotor berwawasan lingkungan yang didisain dengan danau-danau

buatan yang merupakan waterponds catchment bagi kawasan sekitarnya

untuk mencegah banjir dan sebagai buffer cuaca panas di siang hari yang

dapat mengurangi suhu temperatur lingkungan sekitar di siang hari serta

tempat rekreasi bagi masyarakat (Gambar 1.7).

Universitas Sumatera Utara


17

8. Temuan-temuan mengenai pengelolaan air kotor yang ada di perumahan

CitraLand Bagya City ini nantinya, baik yang positip maupun yang negatip

diharapkan mampu menjadi pembelajaran bagi kawasannya, pemerintah

daerah, masyarakat, pengusaha perumahan-perumahan lain pada umumnya

dan penghuni perumahan CitraLand Bagya City pada khususnya.

Gambar 1.5 Penerapan Bioseptictank yang Ramah Lingkungan di Setiap Rumah

Gambar 1.6 Sumur Resapan Air Hujan Biopori Disediakan di Setiap Rumah

Universitas Sumatera Utara


18

Gambar 1.7 Konsep Sistem Drainase Berwawasan Lingkungan


Sumber: Kodoatie, Robert J; Sjarief, Roestam, 2010

Universitas Sumatera Utara


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Drainase - Pengelolaan Air Kotor - Ekologis - Ekodrainase

2.1.1 Drainase

Drainase berasal dari kata drain, mengeringkan adalah prasarana yang

berfungsi mengalirkan air permukaan akibat hujan ke badan penerima air dan atau ke

bangunan resapan buatan. Drainase merupakan salah satu fasilitas dasar yang

dirancang sebagai sistem guna memenuhi kebutuhan masyarakat dan merupakan

komponen penting dalam perencanaan kota khususnya perencanaan infrastruktur.

Drainase berarti mengalirkan, menguras, membuang, atau mengalihkan air. Secara

umum, drainase didefinisikan sebagai serangkaian bangunan air yang berfungsi untuk

mengurangi dan/atau membuang kelebihan air dari suatu kawasan atau lahan,

sehingga lahan dapat difungsikan secara optimal (Suripin, 2004)

Drainase juga diartikan sebagai usaha untuk mengontrol kualitas air tanah

dalam kaitannya dengan salinitas. Drainase yaitu suatu cara pembuangan kelebihan

air yang tidak diinginkan pada suatu daerah, serta cara-cara penangggulangan akibat

yang ditimbulkan oleh kelebihan air tersebut (Suhardjono, 2000).

Dari sudut pandang yang lain, drainase adalah salah satu unsur dari prasarana

umum yang dibutuhkan masyarakat kota dalam rangka menuju kehidupan kota yang

aman, nyaman, bersih, dan sehat. Prasarana drainase disini berfungsi untuk

19

Universitas Sumatera Utara


20

mengalirkan air permukaan ke badan air, sumber air permukaan dan bawah

permukaan tanah dan atau bangunan resapan. Selain itu juga berfungsi sebagai

pengendali kebutuhan air permukaan dengan tindakan untuk memperbaiki daerah

genangan air dan banjir.

Sistem penyediaan jaringan drainase terdiri dari empat macam, yaitu:

1. Sistem drainase utama, yaitu sistem drainase perkotaan yang melayani

kepentingan sebagian besar warga masyarakat kota.

2. Sistem drainase lokal, yaitu sistem drainase perkotaan yang melayani

kepentingan sebagian kecil warga masyarakat kota.

3. Sistem drainase terpisah, yaitu sistem drainase yang mempunyai jaringan

saluran pembuangan terpisah untuk air permukaan atau air limpasan.

4. Sistem gabungan, yaitu sistem drainase yang mempunyai jaringan saluran

pembuangan yang sama, baik untuk air genangan atau air limpasan yang telah

diolah.

Sasaran penyediaan sistem drainase dan pengendalian banjir adalah: Penataan

sistem jaringan drainase primer, sekunder, dan tertier melalui normalisasi maupun

rehabilitasi saluran guna menciptakan lingkungan yang aman dan baik terhadap

genangan, luapan sungai, banjir kiriman, maupun hujan lokal.

Dari masing-masing jaringan dapat didefinisikan sebagai berikut:

a. Jaringan primer: saluran yang memanfaatkan sungai dan anak sungai.

b. Jaringan sekunder:saluran yang menghubungkan saluran tertier dengan

saluran primer

Universitas Sumatera Utara


21

c. Jaringan tertier: saluran untuk mengalirkan limbah rumah tangga ke

saluran sekunder.

1. Memenuhi kebutuhan dasar drainase bagi kawasan hunian dan kawasan kota.

2. Menunjang kebutuhan pembangunan dalam menunjang terciptanya skenario

pengembangan kota untuk kawasan andalan dan menunjang sektor unggulan

yang berpedoman pada Rencana Umum Tata Ruang Kota. Dalam

pelaksanaannya drainase harus dapat diatasi dengan biaya ekonomis.

Pelaksanaannya tidak menimbulkan dampak sosial yang berat. Dapat

dilaksanakan dengan teknologi sederhana. Memanfaatkan semaksimal

mungkin saluran yang ada. Jaringan drainase harus mudah pengoperasian dan

pemeliharaannya. Mengalirkan air hujan ke badan sungai yang terdekat.

Jenis-jenis drainase menurut sejarah terbentuknya terdiri dari:

a. Drainase alamiah, yaitu sistem drainase yang terbentuk secara alami dan tidak

ada unsur campur tangan manusia.

b. Drainase buatan , yaitu sistem drainase yang dibentuk berdasarkan analisis

ilmu drainase, untuk menentukan debit akibat hujan, dan dimensi saluran.

Menurut letak saluran, drainase dapat dibagi atas:

a. Drainase permukaan tanah, yaitu saluran drainase yang berada di atas

permukaan tanah yang berfungsi mengalirkan air limpasan permukaan.

Analisa alirannya merupakan analisa aliran terbuka.

b. Drainase bawah tanah, yaitu saluran drainase yang bertujuan mengalirkan air

limpasan permukaan melalui media di bawah permukaan tanah (pipa-pipa),

Universitas Sumatera Utara


22

dikarenakan alasan-alasan tertentu. Alasan tersebut antara lain tuntutan

artistik, tuntutan fungsi permukaan tanah yang tidak membolehkan adanya

saluran di permukaan tanah seperti lapangan sepak bola, lapangan terbang,

taman, dan lain-lain.

Menurut konstruksinya, saluran drainase terdiri dari:

a. Saluran terbuka, yaitu sistem saluran yang biasanya direncanakan hanya untuk

menampung dan mengalirkan air hujan (sistem terpisah), namun kebanyakan

sistem saluran ini berfungsi sebagai saluran campuran. Pada pinggiran kota,

saluran terbuka ini biasanya tidak diberi lining (lapisan pelindung). Akan tetapi

saluran terbuka di dalam kota harus diberi lining dengan beton, pasangan batu

(masonry) ataupun dengan pasangan bata.

b. Saluran tertutup, yaitu saluran untuk air kotor yang mengganggu kesehatan

lingkungan. Sistem ini cukup bagus digunakan di daerah perkotaan terutama

dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi seperti kota metropolitan dan

kota-kota besar lainnya.

Menurut fungsinya, saluran drainase terbagi atas:

a. Single purpose, yaitu saluran yang berfungsi mengalirkan satu jenis air

buangan saja.

b. Multy purpose, yaitu saluran yang berfungsi mengalirkan beberapa jenis

buangan, baik secara bercampur maupun bergantian.

Universitas Sumatera Utara


23

2.1.2 Pengelolaan air kotor

Pengertian dan definisi untuk kata pengelolaan dapat dilihat dari berbagai sumber.

Pengelolaan adalah sinonim dari manajemen (Endarmoko, 2006) dan dalam bahasa

inggris adalah management. Kata ini berasal dari bahasa prancis kuno management

yang berarti seni memimpin, mengarahkan, melaksanakan dan mengatur. Dari Bahasa

Latin manuagere berarti memimpin oleh/dengan tangan menggolongkan/memberi ciri

proses-proses kepemimpinan dan pengarahan semua atau bagian suatu organisasi

melalui pengembangan dan manipulasi sumber daya (manusia, keuangan, material,

intelektual atau ketidaknyataan) (Kodoatie, et al, 2010).

Pengelolaan dapat didefinisikan sebagai seni menyelesaikan pekerjaan melalui

orang lain. Pengelolaan/manajemen sebagai sebuah proses perencanaan,

pengorganisasian, pengkoordinasian dan pengontrolan sumber daya untuk mencapai

sasaran secara efektif dan efisien. Efektif berarti bahwa tujuan dapat dicapai sesuai

dengan perencanaan. Efisien berarti bahwa tugas yang ada dilaksanakan secara benar,

terorganisasi dan sesuai dengan jadwal (Kodoatie, et al, 2010).

Pengelolaan atau manajemen adalah proses merencanakan, mengorganisir,

mengarahkan dan mengendalikan kegiatan untuk mencapai tujuan organisasi dengan

menggunakan sumber daya organisasi (Kodoatie, et al, 2010).

Dari beberapa kamus management didefinisikan sebagai suatu aktifitas, seni,

cara, gaya, pengorganisasian, kepemimpinan, pengendalian dalam mengelola,

mengendalikan kegiatan (New Webster Dictionary, 1997); (Echols dan Shadily,

1988); (Webster’s New World Dictionary, 1983); (Collins Cobuild, 1988). Oleh

Universitas Sumatera Utara


24

karena itu manajemen dapat dilihat dari berbagai aspek antara lain: dapat berupa ilmu

pengetahuan, profesi/keahlian, sistem, pengaturan, proses, metode, seni, sekelompok

orang atau beberapa grup dengan tujuan tertentu (Kodoatie, et al, 2010).

Pengelolaan sumber daya air didefinisikan sebagai aplikasi dari cara struktural

dan non-struktural untuk mengendalikan sistem sumber daya air alam dan buatan

manusia untuk kepentingan/manfaat manusia dan tujuan-tujuan lingkungan. Tindakan

Struktural untuk pengelolaan air adalah fasilitas-fasilitas terbangun yang digunakan

untuk mengendalikan aliran air baik dari sisi kuantitas maupun kualitas. Tindakan

Non-struktural untuk pengelolaan air adalah program-program atau aktifitas-aktifitas

yang tidak membutuhkan fasilitas-fasilitas terbangun (Kodoatie, et al, 2010).

Menurut UU No.7 tahun 2004: Pengelolaan sumber daya air adalah upaya

merencanakan, melaksanakan, memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan

konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air dan pengendalian daya

rusak air. Sumber daya air dikelola berdasarkan asas kelestarian, keseimbangan ,

kemanfaatan umum, keterpaduan dan keserasian, keadilan, kemandirian, serta

transparansi dan akuntabilitas. Sumber daya air dikelola secara menyeluruh, terpadu

dan berwawasan lingkungan hidup dengan tujuan mewujudkan kemanfaatan sumber

daya air yang berkelanjutan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat (Kodoatie, et al,

2010).

Universitas Sumatera Utara


25

Dari definisi-definisi pengelolaan diatas, pengertian pengelolaan dapat

dirangkum sebagai Gambar 2.1:

Gambar 2.1 Pengertian dan Definisi Pengelolaan


Sumber: Kodoatie, et al, 2010

Universitas Sumatera Utara


26

2.1.3 Ekologis

Pengertian Ekologis dapat disinonimkan dengan sustainable/berkelanjutan,

green/hijau. Istilah ekologi pertama kali diperkenalkan oleh Ernst Haeckel pada tahun

1869 sebagai ilmu interaksi antar segala jenis mahluk hidup dan lingkungannya.

Ekologis berasal dari bahasa yunani Oikos adalah rumah tangga atau cara bertempat

tinggal dan Logos bersifat ilmu atau ilmiah. Ekologi berarti ilmu tentang

rumah/tempat tinggal mahluk hidup. Ekologi dapat didefinisikan sebagai ilmu yang

mempelajari hubungan timbal balik antara mahluk hidup dan lingkungannya (Heinz

Frick, 1998).

Berdasarkan studi literatur yang dilakukan, berikut ini teori-teori Ekologi

secara umum, yaitu:

1. Environmental Energy Study Institute Task Force mendefinisikan

Pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development) sebagai sebuah

proses yang memenuhi kebutuhan saat ini tanpa membahayakan

kemampuan kita untuk memenuhi kebutuhan yang akan datang (Roestam

Sjarief, 2010).

2. Disain berkelanjutan secara singkat adalah ketika karakteristik disain

tanggap terhadap lingkungan, site & wilayahnya. Ikuti matahari, amati

angin, perhatikan arus air mengalir, gunakan material yang sederhana,

sentuhlah bumi dengan ringan. Sustainable Design, Architect (Glenn

Murcutt, 1996).

Universitas Sumatera Utara


27

3. Disain ekologis atau eko-arsitektur: Pembangunan rumah atau tempat

tinggal sebagai kebutuhan kehidupan manusia dalam hubungan timbal

balik dengan lingkungan alam dan tapaknya (Krusche, 1982).

4. Arsitektur Hijau adalah gerakan untuk kelestarian alam dan lingkungan

dengan mengutamakan efisiensi energi (ramah lingkungan). Green

Architecture Design for Sustainable Future. Thames and Hudson, London.

(Vale Robert, Brenda, 1991).

2.1.4 Ekodrainase

Didalam sistem pelaksanaannya, drainase dapat bagi dua sistem yaitu:

1.Drainase berwawasan lingkungan (ekodrainase)

2.Drainase konvensional

Ekodrainase adalah konsep drainase ramah lingkungan, drainase ramah

lingkungan didefinisikan sebagai upaya mengelola air kelebihan dengan cara sebesar-

besarnya diresapkan ke dalam tanah secara alamiah atau mengalirkan ke sungai

dengan tanpa melampaui kapasitas sungai sebelumnya. Dalam drainase ramah

lingkungan, justru air kelebihan pada musim hujan harus dikelola sedemikian

sehingga tidak mengalir secepatnya ke sungai. Namun diusahakan meresap ke dalam

tanah, guna meningkatkan kandungan air tanah untuk cadangan pada musim

kemarau. Konsep ini sifatnya mutlak di daerah beriklim tropis dengan perbedaan

musim hujan dan kemarau yang ekstrem seperti di Indonesia.

Universitas Sumatera Utara


28

Prinsip dasar sistem drainase berwawasan lingkungan adalah mengendalikan

kelebihan air permukaan sehingga dapat mengalirkan secara terkendali dan lebih

banyak mempunyai kesempatan untuk meresap ke dalam tanah. Hal ini dimaksudkan

agar konservasi air tanah masih dapat berlangsung dengan baik dan dimensi struktur

bangunan, prasarana drainase dapat lebih efesien. Sistem drainase berwawasan

lingkungan ini merupakan usaha untuk mencegah kekurangan air tanah di masa yang

akan datang. Kota-kota besar di dunia, saat ini telah menggunakan konsep

ekodrainase atau drainase ramah lingkungan, yakni dengan menyerapkan air

sebanyak-banyaknya ke tanah. Konsep membuang air ke laut sudah ditinggalkan oleh

kota besar di dunia. Krisis air bersih membuat kota tersebut membuat parkir air saat

musim hujan yang nantinya berguna saat musim panas datang.

Drainase konvensional yaitu sistem drainase yang berusaha membuang

kelebihan air secepatnya ke badan drainase pada sisi lain. Pada musim hujan sistem

drainase konvensioanl justru akan memberikan dampak negatif pada daerah di

sebelah hilir kawasan tersebut. Beban saluran drainase ke hilir pun kian besar karena

kawasan tersebut berusaha memindahkan air ke daerah hilir untuk membuat

daerahnya bebas banjir. Jika semua kawasan menggunakan konsep ini, dapat

dibayangkan berapa debit air yang harus diterima daerah hilir. Itulah sebabnya sering

terjadi banjir.

Drainase ramah lingkungan didefinisikan sebagai upaya mengelola air

kelebihan dengan cara sebesar-besarnya diresapkan ke dalam tanah secara alamiah

atau mengalirkan ke sungai dengan tanpa melampaui kapasitas sungai sebelumnya.

Universitas Sumatera Utara


29

Dalam drainase ramah lingkungan, justru air kelebihan pada musim hujan

harus dikelola sedemikian sehingga tidak mengalir secepatnya ke sungai. Namun

diusahakan meresap ke dalam tanah, guna meningkatkan kandungan air tanah untuk

cadangan pada musim kemarau. Air hujan yang jatuh di suatu daerah perlu

diresapkan, ditampung sementara dan dialirkan. Caranya yaitu dengan pembuatan

fasilitas resapan, tampungan dan saluran drainase. Sistem saluran drainase di atas

selanjutnya dialirkan ke sistem yang lebih besar yaitu ke badan air penerima. Salah

satu metode drainase ramah lingkungan yang dapat dipakai di Indonesia adalah

metode danau konservasi. Metode danau konservasi dilakukan dengan membuat

kolam-kolam air, baik di perkotaan, permukiman, pertanian, atau perkebunan.

Danau konservasi ini dibuat untuk menampung air hujan terlebih dahulu,

diresapkan dan sisanya dapat dialirkan ke sungai secara perlahan-lahan. Danau

konservasi dapat dibuat dengan memanfaatkan daerah-daerah dengan topografi

rendah, daerah-daerah bekas galian pasir atau galian material lainnya, atau secara

ekstra dibuat dengan menggali suatu areal atau bagian tertentu. Danau juga sangat

menguntungkan jika dikaitkan dengan kebutuhan rekreasi masyarakat. Misalnya pada

pembangunan real estate, pemerintah dapat mewajibkan pengelola real estate untuk

membangun danau konservasi air hujan di lokasi perumahan, sekaligus ditata sebagai

areal rekreasi bagi masyarakat perumahan Di samping itu, danau buatan ini dapat

dikembangkan menjadi bak-bak permanen air hujan, khususnya di daerah-daerah

dengan intensitas hujan yang rendah. Kota-kota dan kawasan luar kota di Indonesia

perlu segera membangun danau tunggu air hujan ini. Sangat disayangkan, bahwa

Universitas Sumatera Utara


30

perkembangan yang ada di Indonesia sekarang ini justru masyarakat dan pemerintah

berlomba mempersempit atau bahkan menutup danau alamiah yang ada (rawa, situ,

danau kecil, telaga, dan lain-lain).

Danau konservasi dalam ekodrainase salah satu cara penanganan air limpasan

dalam konsep ekodrainase adalah cara retensi (penampungan). Cara retensi dibagi

menjadi dua macam, yaitu “off site retention”, misalnya pembuatan kolam atau

waduk dan “on site retention”, misalnya retensi pada atap bangunan, taman tempat

parkir, lapangan terbuka, halaman rumah. Untuk skala lebih besar, penerapan metode

retensi diwujudkan dalam bentuk danau konservasi. Danau konservasi atau danau

penampungan dapat memperbesar retensi aliran permukaan. Caranya dengan

memberikan waktu yang cukup untuk air agar dapat meresap ke dalam tanah. Danau

penampungan juga berfungsi menahan aliran air agar tidak langsung mengalir ke

saluran drainase. Besar danau konservasi minimal sebesar debit curah hujan yang

kehilangan tempat resapannya, terutama akibat berubahnya fungsi suatu kawasan.

Jadi, bila mengubah fungsi suatu kawasan, misalnya kawasan hijau diubah menjadi

kompleks perumahan, pemerintah harus menetapkan kebijakan, misalnya mewajibkan

pengembang membuat suatu danau tampungan. Di sisi lain, pembuatan danau

konservasi ini sebenarnya juga akan menguntungkan jika dikaitkan dengan kebutuhan

rekreasi masyarakat. Danau penampungan dapat diserasikan dengan taman atau ruang

terbuka hijau sehingga bisa menjadi tempat tujuan rekreasi masyarakat sekitar Danau

Regulation Pond adalah danau yang berfungsi menyimpan air saat banjir untuk

sementara waktu dan mengalirkan lagi ke sungai setelah hujan mulai surut. Suatu

Universitas Sumatera Utara


31

danau penampung atau danau konservasi dapat menahan air kelebihan pada masa-

masa aliran air tinggi untuk digunakan selama masa-masa kekeringan. Danau

semacam ini memungkinkan pengoperasian sarana pengolahan air atau

pemompaannya dengan laju yang kira-kira seragam, kemudian memberikan air dari

danau bila kebutuhannya melampaui laju tersebut.

Berapapun ukuran suatu danau konservasi atau apapun tujuan akhir dari

pemanfaatan airnya, fungsi utama dari suatu danau adalah untuk menstabilkan aliran

air, baik dengan cara pengaturan persediaan air yang berubah-ubah pada suatu sungai

alamiah, maupun dengan cara memenuhi kebutuhan yang berubah-ubah dari pada

konsumen. Berhubung fungsi utama dari suatu danau adalah untuk menyediakan

simpanan (tampungan), maka ciri fisiknya yang paling penting adalah kapasitas

simpanan. Aspek yang paling penting dalam perencanaan danau penyimpanan adalah

suatu analisis tentang hubungan antara produksi dan kapasitas. Produksi pada danau

penampung adalah jumlah air yang dapat ditampung oleh danau dalam suatu interval

waktu tertentu. Interval waktu tersebut dapat berbeda-beda. Produksi aman atau

produksi pasti danau pengatur adalah jumlah air maksimum yang dapat disimpan

selama suatu periode tertentu yang kritis. Dalam praktek, masa kritis tersebut sering

diambil sebagai periode aliran. Merencanakan suatu danau bukanlah suatu hal yang

mudah karena melibatkan berbagai macam bidang ilmu pengetahuan lain yang saling

mendukung demi kesempurnaan hasil perencanaan yang dicapai. Bidang ilmu

pengetahuan itu antara lain geologi, hidrologi, hidrolika, mekanika tanah, bahkan

ilmu pengetahuan lain diluar bidang keteknikan seperti halnya lingkungan, ekonomi,

Universitas Sumatera Utara


32

stastistik pertanian dan lain sebagainya. Danau adalah suatu bangunan yang berfungsi

untuk menampung kelebihan air pada saat debit tinggi dan melepaskannya pada saat

dibutuhkan.

Faktor yang menentukan didalam pemilihan tipe danau adalah:

1. Keadaan klimatologi setempat

2. Keadaan hidrologi setempat

3. Keadaan geologi setempat

4. Tersedianya bahan bangunan

5. Keadaan lingkungan setempat

Danau merupakan salah satu bagian dari proyek secara keseluruhan maka

letaknya juga dipengaruhi oleh bangunan-bangunan lain seperti bangunan pelimpah,

bangunan penyadap, bangunan pengeluaran, bangunan untuk pembelokan sungai dan

lain-lain. Untuk menentukan lokasi danau, harus memperhatikan beberapa faktor,

yaitu:

1. Dekat dengan daerah layanan.

2. Dekat dengan jalan.

3. Pada sungai yang curam dan alur yang sempit.

Dasar danau resapan harus permeable yang bisa berhubungan langsung

dengan sistem aquifer air tanah dangkal maupun dalam. Jadi dasar harus digali

sedemikian, sehingga ketemu lapisan berpasir, pasir atau berkerikil. Permeabilitas

lapisan pasir / kerikil mempunyai nilai tinggi (10 pangkat-5 sampai 10 pangkat -4

Universitas Sumatera Utara


33

m/det), sehingga dapat mempercepat proses infiltrasi atau perkolasi air permukaan ke

dalam lapisan tanah. Permeabilitas tanah permukaan (top soil) sebagai media infiltrasi

alami umumnya setara dengan tanah lempung yang nilai koefisien permeabilitasnya

10 pangkat-6 sampai 10 pangkat -8 m/det. Dengan demikian, danau resapan

mempunyai kapasitas resapan 10 – 100 kali lebih cepat dari top soil. Danau resapan

dapat dibuat dengan ukuran kecil 1-5 ha, untuk kawasan permukiman umum dan real

estate pengembang, dengan kondisi geologis berpasir. Sumber air bisa air hujan dari

sekitar danau resapan (hinter land) maupun dari sungai/kali dengan saluran pembawa.

Danau resapan berfungsi ganda yaitu mengurangi banjir dan menjaga/konservasi air

tanah (Maryono, 2005).

2.2 Teori Ekologi Untuk Pengelolaan Air Kotor-Ekodrainase

Berdasarkan studi literatur yang dilakukan, berikut ini teori-teori ekologi yang

berkaitan dengan pengelolaan air kotor, yaitu:

1. Ekodrainase diartikan suatu usaha membuang/mengalirkan air kelebihan ke

sungai dengan waktu seoptimal mungkin sehingga tidak menyebabkan

terjadinya masalah kesehatan dan banjir di sungai terkait konsep ekodrainase

dapat dilakukan dengan beberapa metode. Misalnya metode kolam

konservasi, parit konservasi, sumur resapan, river side polder,

pengembangan perlindungan air tanah, dan metode modifikasi lansekap

(Maryono, 2005).

2. Beberapa hal tentang pengelolaan sumber daya air yang ekologis, meliputi :

Universitas Sumatera Utara


34

a. Sistem sumber daya air adalah sebuah kombinasi dari fasilitas-fasilitas

pengendalian air dan elemen-elemen lingkungan yang bekerja bersama

untuk mencapai tujuan pengelolaan sumber daya air.

b. Sistem sumber daya air alami adalah sekelompok elemen hidrologi dalam

lingkungan alam yang terdiri dari atmosfir, daerah aliran sungai atau daerah

tangkapan air, sungai-sungai, lahan basah, daerah banjir, akuifer dan sistem

aliran air tanah, danau, estuary, laut dan lautan.

c. Sistem sumber daya air buatan manusia adalah sekelompok fasilitas yang

dibangun dan dipakai sebagai pengendali aliran air baik secara kuantitas

maupun kualitas.

d. Sistem tata pengairan merupakan susunan tata letak sumber air, termasuk

bangunan pemanfaatan sesuai ketentuan teknik pembinaan di suatu wilayah

(Roestam Sjarief, 2010).

3. Pedoman prinsipil dalam penerapan pengelolaan drainase secara terpadu

terdiri dari 5 (lima) poin pedoman yang prinsipil (Kim A. Stephens, 2002),

sebagai berikut:

1. Prinsip pedoman pemahaman bahwa hujan adalah sumber daya air,

hujan tidak dapat dilihat hanya sebagai suatu sistem drainase dan atau

isu-isu pengendalian banjir tapi dapat dipandang sebagai suatu sumber

daya air.

2. Habitat hidup ikan dan spesies perairan lainnya harus diperhatikan.

Universitas Sumatera Utara


35

3. Air Tanah Resapan/groundwater recharge (terutama di musim kemarau

dan bagi cadangan air).

4. Sumber air bersih (terutama untuk PDAM dan keperluan irigasi

pertanian).

5. Estetika dan wisata air (Kim A. Stephens, 2002).

4. Pembangunan yang Green atau Sustainable adalah bangunan yang

menggunakan sumber seperti energi, air, material & tanah yang lebih

efisien, pencahayaan alam dan kualitas udara dan air yang lebih baik.

Pembangunan hijau berkontribusi untuk meningkatkan kesehatan,

kenyamanan dan produktifitas (Greg Kats, Capital E, 1996)

5. Kota Holistik yaitu tata kota untuk masa depan dengan penerapan prinsip

ekologis yang holistik terhadap penggunaan energi, pencemaran,

penggunaan air dan sampah (Hatlapa Cristoph, 1993)

6. Pengelolaan Sumber daya air terpadu merupakan penanganan integral yang

mengarahkan kita dari pengelolaan air sub-sektor ke sektor silang. Secara

lebih spesifik pengelolaan sumber daya air terpadu didefinisikan sebagai

suatu proses yang mempromosikan koordinasi pengembangan dan

pengelolaan air, tanah dan sumber daya terkait dalam rangka tujuan untuk

mengoptimalkan resultan ekonomi dan kesejahteraan sosial dalam sikap

yang tepat tanpa mengganggu kestabilan dari ekosistem-ekosistem penting

(Kodoatie Robert J, 2010).

Universitas Sumatera Utara


36

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teori ekodrainase yang

dikemukakan Agus Maryono (2014) yang menyatakan bahwa konsep ekodrainase

dapat dilakukan dengan beberapa metode, seperti metode kolam konservasi, parit

konservasi, sumur resapan, riverside polder, pengembangan perlindungan air tanah,

dan metode modifikasi lansekap.

Gambar 2.2 menjelaskan kerangka teoritis dan variable untuk kajian

ekodrainase pada perumahan Citraland Bagya City:

Gambar 2.2 Kerangka Teoritis dan Variabel Penelitian

Universitas Sumatera Utara


37

2.3 Penelitian Pengelolaan Air Kotor–Ekodrainase Yang Sudah Dilakukan

Berdasarkan studi literatur yang dilakukan, terdapat beberapa penelitian sejenis

kajian pengelolaan air kotor yang ekologis atau ekodrainase terhadap kawasan kota

dan perumahan yang telah dilakukan, antara lain:

1. Analisis kuantitatif yang berhubung dengan hujan dan banjir dengan sistem

saluran air terbuka di kota baru: membandingkan kota Almere di Belanda

dan kota Tianjin di China. Analisa perbandingan penerapan ekodrainase

pada kota Almere dan Tianjin dapat dilihat pada Table 2.1:

Tabel 2.1 Analisis Kuantitatif Yang Berhubung Dengan Hujan Dan Banjir
Dengan Sistem Saluran Air Terbuka Di Kota Baru: Membandingkan kota
Almere di Belanda dan Kota Tianjin di China

NO ITEM ALMERE TIANJIN


1 Permukaan Air Kendala dalam drainase polder, bagian yang Pembangunan kota skala besar,
letaknya lebih rendah dari Belanda lebih rentan direncanakan menjadi eco city
terhadap risiko banjir .

Dikembangkan di tanah reklamasi dari laut, Memanfaatkan satu danau (Qingjing


Almere telah menghadapi risiko banjir dari awal Lake), empat sungai buatan (Huifeng
pembangunan. Stream, Ganlu Stream, Hupo Stream dan
Dongfeng Streaming) dan satu kanal tua

Universitas Sumatera Utara


38

Tabel 2.1 (Lanjutan)

NO ITEM ALMERE TIANJIN


1 Permukaan Air Almere terdiri dari danau, kanal, sungai dan parit Tianjin Eco-City memiliki saluran air
yang jauh lebih luas tetapi jaringan jalur
air yang panjang

sistem air permukaan telah memberikan Hal ini sebagian terkait dengan fakta
kontribusi terhadap penciptaan ruang perkotaan bahwa Tianjin adalah kota yang
dan identitas landscape kekurangan sumber daya air
Mencari cara pengelolaan air terpadu dan
spasial.
Model pembangunan sejalan dengan kebijakan
nasional "hidup dengan air".

2 Distribusi spasial
sistem permukaan air

3 Distribusi spasial dari


berbagai jenis tanah
permukaan

4 Statistik di permukaan
tanah

Universitas Sumatera Utara


39

2. Evaluasi jejak air dan pemanfaatan air berkelanjutan di Beijing.

Water footprint (WF) adalah suatu konsep yang digunakan untuk melacak

jumlah air yang dipergunakan oleh seseorang, suatu komunitas dan bisnis

tertentu ataupun yang digunakan untuk menghasilkan suatu produk.

Penelitian ini mengambil megacity kota Beijing di Cina Utara sebagai studi

kasus untuk mengevaluasi keberlanjutan pemanfaatan air dengan

menghitung jejak air pada tahun 2007 dan 2010, berdasarkan konsumsi air

nyata dan virtual. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jejak air dari

penduduk Beijing menurun, sedangkan tingkat ketergantungan air impor

meningkat. Meskipun tekanan dari kelangkaan air di Beijing sedikit

diringankan, yang mana situasi saat ini kekurangan air tetap merupakan

tantangan besar, jejak air per kapita hampir 10 kali lebih tinggi dari sumber

daya air yang tersedia. Oleh karena itu, pemanfaatan air di Beijing tetap

tidak berkelanjutan. Peningkatan pemanfaatan efisiensi sumber daya air,

yang meliputi penghematan air, diusulkan sebagai ukuran kunci dalam

mitigasi kekurangan air.

Beijing akan mengalami kekurangan sumber daya air dalam jangka

panjang. Menurut survey kuantitas sumber daya air tahunan di Beijing,

sumber daya air yang tersedia untuk penduduk kurang dari 300 m3, yang

jauh di bawah tingkat rata-rata nasional (1/8) dan tingkat internasional

(1/30), dan tetap lebih rendah dari standar minimum internasional 1000 m3

per kapita. Berdasarkan jumlah sumber daya air tahunan (21.2 × 108 m3)

Universitas Sumatera Utara


40

antara tahun 1999 dan 2010 dan penduduk Beijing (19.610.000) dilaporkan

oleh keenam sensus nasional, sumber daya air per kapita tetap pada 108 m3

pada tahun 2010. Jumlah penduduk di Beijing adalah 16.330.000 pada

tahun 2007 dan 19.610.000 pada tahun 2010, sedangkan jejak kaki air per

kapita berada 2.355,91 m3 pada tahun 2007 dan 1.900,82 m3 pada tahun

2010. Mengingat bahwa footprint air per kapita adalah sekitar 10 kali lebih

banyak dari sumber daya air yang tersedia untuk satu penduduk, Beijing

mengkonsumsi air lebih virtual lebih banyak untuk memenuhi permintaan

yang sangat tinggi untuk konsumsi air. Dibandingkan dengan jejak air pada

tahun 2007, jelas bahwa 2010 jejak kaki dari warga, lingkungan, dan

pertanian meningkat, sedangkan yang dari industri menurun.

Pada tahun 2010, proporsi karena jejak kaki air perumahan dan lingkungan

yang 2,89% dan 1,07%, masing-masing, dan terutama berasal dari

konsumsi sumber daya air yang nyata. Jejak kaki air yang disebabkan oleh

industri menjelaskan 46,88% dari total jejak air dari Beijing. Proporsi

untuk jejak air eksternal dan jejak air internal yang berada 14,94% dan

31,94%, masing-masing. Jejak air pertanian mewakili persentase terbesar

dari total tapak (49,17%), jejak air eksternal (25,31%), dan jejak air

internal yang (23,87%). Pada tahun 2010, permintaan makanan untuk biji-

bijian dan sayuran sangat mengandalkan impor air. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa Beijing konsumsi air lokal terutama melalui

mengkonsumsi air virtual.

Universitas Sumatera Utara


41

Curah hujan dan aliran hidrologi merupakan sumber utama dari sumber

daya air di Beijing, yang mendukung pembangunan berkelanjutan ekonomi

sosial dan restorasi ekosistem di ibukota. Regional karakteristik iklim

mengakibatkan distribusi curah hujan tidak merata di Beijing dan sebagian

besar presipitasi (85%) terjadi dari juni sampai september. Sebuah periode

basah umumnya berlangsung dua atau tiga tahun dengan maksimal enam

tahun, sedangkan periode kering terpanjang tercatat adalah 20 tahun.

Frekuensi periode musim kering yang tinggi berarti bahwa sumber daya air

yang tersedia untuk Beijing terbatas. Misalnya, curah hujan tahunan antara

tahun 1999 dan 2010 mengalami penurunan sebesar 19% dibandingkan

dengan curah hujan tahunan sebelumnya. Sementara itu, jumlah air

permukaan lokal dan sumber daya air tanah turun 59% dan 33%, masing-

masing. Ini berarti bahwa sumber daya air total menurun sebesar 43%.

Berkaitan dengan suplemen inflow hidrologi, Beijing bergantung pada

pasokan air dari dua waduk terbesar yaitu Waduk Miyun dan Guanting dan

waduk dari provinsi lain. Karena dampak negative dari perubahan iklim

dan peningkatan konsumsi air di daerah hulu, daerah yang sama mengalami

penurunan sebesar 77%. Disana ada juga terjadi pengurangan pasokan air

waduk sebesar 79%. Beijing tidak memiliki sumber daya air yang tersedia

yang disebutkan di atas, yang berarti bahwa tidak ada tambahan air untuk

perlindungan lingkungan, terutama dengan peningkatan populasi. Pada

tahun 2010, populasi Beijing telah mencapai 18 juta, yang merupakan

Universitas Sumatera Utara


42

strategi ditetapkan oleh pemerintah maksimum untuk tahun 2020. Untuk

itu Pentingnya konservasi air melalui danau atau waduk buatan sebagai

cadangan air (Gambar 2.3).

Gambar 2.3 Grand Kanal Memiliki Panjang Lebih dari 2.000 Km, yang
Menghubungkan Lima DAS (daerah arus sungai) Utama di Beijing, Cina.
Sumber: Ma, Dongchun, 2015

3. Perencanaan penerapan sistem drainase berwawasan lingkungan (eko-

drainase) menggunakan sumur resapan di kawasan Rungkut.

Kota Surabaya merupakan salah satu kota yang sering dilanda banjir pada saat

musim hujan. Berbagai upaya telah dilakukan dalam kurun waktu beberapa

tahun terakhir ini, namun sampai saat ini banjir masih terlihat di berbagai

tempat. Khusus pada wilayah Surabaya Timur, kawasan Rungkut merupakan

daerah dengan kegiatan industri selalu menarik penduduk untuk bermigrasi

sehingga mengakibatkan semakin pesatnya perkembangan penduduk.

Universitas Sumatera Utara


43

Kecamatan Rungkut memiliki luas 21,08 km 2 dengan jumlah kepadatan

penduduk 5.279 jiwa/km2. Pertambahan jumah penduduk yang semakin pesat

dan pertambahan pembangunan permukiman/perumahan.

Pertambahan penduduk yang semakin pesat dan pertambahan pembangunan

permukiman/perumahan serta fasilitas penunjang lainnya tidak diimbangi

dengan perkembangan sistem drainase. Salah satu dampaknya adalah

meningkatnya aliran permukaan langsung dan menurunnya kuantitas air yang

meresap ke dalam tanah, sehingga terjadi genangan/banjir pada musim hujan

dan menjadi ancaman kekeringan air di musim kemarau. Diperlukan adanya

suatu perencanaan penerapan sistem drainase berwawasan lingkungan

(ekodrainase) agar nantinya kelebihan air terutama air hujan dapat ditampung

dan dikendalikan supaya meresap ke dalam tanah sehingga mengurangi

peluapan air ke permukaan yang menyebabkan terjadinya genangan.

Dengan adanya perencanaan penerapan konsep (ekodrainase) diharapkan

dapat mengurangi genangan/banjir yang terjadi di Kawasan Rungkut dan

dapat mendukung adanya usaha Konservasi Sumber Daya Air. Metode yang

digunakan dalam perencanaan ini menggunakan perhitungan analisis

hidrologi, analisis hidrolika, dan penentuan banyakna sumur resapan

menggunakan metode perhitungan sumur resapan. Dimensi sumur

direncanakan secara tipikal dengan kedalaman air di sumur 1 m, dengan luas 4

m², kapasitas resapan 1 buah sumur sebesar 0,0032 m3/detik - 0,044 m³/detik,

sehingga dibutuhkan sebanyak 282 buah sumur resapan yang direncanakan

Universitas Sumatera Utara


44

ditempatkan di wilayah tangkapan air dari saluran drainase yang terjadi

genangan. Dana yang dibutuhkan dalam pembuatan 1 sumur resapan adalah

sebesar Rp.6.700.000 (Gambar 2.4).

Gambar 2.4 Disain Sumur Resapan yang Diterapkan Sebagai Ekodrainase di


Rungkut, Surabaya.
Sumber: Muliawati, Dea Nathisa, 2015

Universitas Sumatera Utara


45

4. Strategi penerapan sumur resapan sebagai teknologi ekodrainase di kota

malang (studi kasus: sub das metro) .

Penerapan sistem drainase konvensional yang selama ini diterapkan, yaitu

sistem pematusan kawasan dari genangan air dengan secepatnya membuang

ke sungai telah dinilai kurang tepat. Hal ini dikarenakan sungai akan

menerima beban yang melampaui kapasitasnya dan akan menurunkan

kesempatan bagi air untuk meresap ke dalam tanah. Perencanaan drainase

seharusnya memperhatikan fungsinya sebagai prasarana yang berlandaskan

konsep pembangunan berwawasan lingkungan. Oleh karena itu, diperlukan

adanya penanganan baru berupa konsep ekodrainase yang berkaitan dengan

usaha konservasi smber daya air, dengan prinsip mengendalikan air hujan

supaya lebih banyak yang meresap ke dalam tanah. Sub DAS Metro dipilih

sebagai wilayah studi dikarenakan memiliki jumlah permasalahan terkait

sistem drainase, yaitu seebsar 45% lebih besar dibandingkan dengan Sub

DAS-Sub DAS lain di kota Malang (Gambar 2.5). Adanya penelitian strategi

penerapan sumur resapan sebagai teknologi ekodrainase di kota Malang (Studi

Kasus: Sub Das Metro) bertujuan untuk mengembangkan konsep ekodrainase

dengan mengevaluasi sistem drainase Sub Das Metro melalui perbandingan

dengan dan tanpa (with and without) konsep ekodrainase dengan

mensimulasikan teknologi sumur resapan. Metode yang digunakan dalam

analisis drainase ini adalah metode rasional termodifikasi, sedangkan untuk

analisis sumur resapan menggunakan formula Sunjoto. Hasil dari analisis

Universitas Sumatera Utara


46

tersebut berupa perbandingan keefektifan antara kedua sistem drainase di Sub

DAS Metro. Berdasarkan hasil pemodelan, diketahui bahwa sumur resapan

telah mampu meresapkan air yang ditandai dengan debit pengaliran yang

masuk ke dalam saluran menjadi berkurang. Hal ini menandakan bahwa

sumur resapan dinilai efektif untuk diterapkan. Hasil dari penelitian ini adalah

arahan pengembangan dan perencanaan drainase yang ramah lingkungan

dengan dasar pembangunan berwawasan lingkungan untuk diterapkan di kota

Malang, khususnyan Sub DAS Metro.

Gambar 2.5 Peta Wilayah Studi Malang


Sumber: Wahyuningtyas, Ayu, 2011

Universitas Sumatera Utara


47

Penelitian mengenai strategi penerapan sumur resapan sebagai teknologi

ekodrainase ini termasuk dalam jenis penelitian evaluatif simulatif, yang

dimaksudkan untuk menilai keefektifan, dampak, atau hasil akhir program

dengan didasarkan pada teknik-teknik dari metode eksperimental yang lebih

memungkinkan diperolehnya kesimpulan yang valid.

Penelitian ini dilakukan di wilayah Sub DAS Metro dengan alasan bahwa

dikarenakan wilayah DAS Metro membutuhkan penanganan atau perbaikan

yangg lebih besar dibanding wilayah Sub DAS lain di Kota Malang. Hal ini

diketahui dari sebanyak 45% saluran belum memenuhi kapasitasnya dan

membutuhkan banyak penanganan. Adapun metode pengumpulan data yang

dilakukan ada dua tahapan, yaitu dengan pengumpulan data primer melalui

pengamatan langsung dan pengumpulan data sekunder melalui studi pustaka

pendukung. Beberapa variabel dalam penelitian ini adalah tata guna lahan,

intensitas hujan, jumlah penduduk, debit rumah tangga, kapasitas saluran,

topografi, dan jenis tanah. Sedangkan untuk metode analisis dalam penelitian

ini, secara garis besar dibagi menjadi tiga, yaitu analisis deskriptif kondisi

fisik (meliputi kondisi fisik wilayah studi, kelerengan, hidrologi, tata guna

lahan, dan jenis tanah), analisis deskriptif-evaluatif sistem drainase dan

ekodrainase (analisis evaluatif sistem drainase menggunakan metode rasional

termodifikasi dan analisis sumur resapan dengan menggunakan formula

Sunjoto, dan analisis development rencana penerapan konsep ekodrainase

(Gambar 2.6 – 2.7).

Universitas Sumatera Utara


48

Gambar 2.6 Lokasi Genangan yang Terjadi di Pertemuan Jalan Simpang Gajayana,
Jalan JoyoSuko, Jalan Mertojoyo, dan Jalan Sunan Kalijogo.
Sumber: Wahyuningtyas, Ayu, 2011

Gambar 2.7 Konstruksi Sumur Respan Tipe II


Sumber: Wahyuningtyas, Ayu, 2011

Universitas Sumatera Utara


49

Gambar 2.8 Potongan Tegak Melintang (arah Utara-Selatan) Penempatan Sumur


Resapan di Jalan Raya Tidar
Sumber: Wahyuningtyas, Ayu, 2011

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka dapat diambil beberapa

kesimpulan sebagai berikut:

1) Ditemukan bahwa terdapat beberapa wilayah di Sub DAS Metro yang ketika

datang musim hujan mengalami genangan dan bajir yang penyebab utamanya

dalah kapasitas saluran yang tidak memenuhi. Sementara itu, beberapa potensi

yang mendukung ekodrainase adalah jumlah luas lahan hijau di Sub DAS

Metro adalah sebesar 37,39% dan juga telah dimulainya upaya untuk

memperbanyak lahan.

2) Diketahui bahwa sebanyak 55,69% saluran drainase tidak memenuhi

kapasitasnya. Selanjutnya, dilakukan pemodelan ekodrainase dengan

menggunakan teknologi sumur resapan dengan desain dimensi diameter 0,8

meter dan kedalaman sebesar 3 (tiga) meter. Setelah dilakukan perhitungan,

didapatkan bahwa seluruh saluran termasuk saluran drainase bermasalah

Universitas Sumatera Utara


50

tentang memenuhi kapasitas saluran. Hal ini dikarenakan 903 sumur resapan

yang dimodelkan dapat meresapkan air limpasan sebesar 0,62979 m3/detik,

sehingga total debit yang diresapkan adalah sebesar 53,926 m3/detik,

sedangkan debit air yang melimpas adalah sebesar 56,874 m3/detik, sehingga

sisa debit yang melimpas di dalam saluran drainase adalah 2,947 m3/detik.

3) Berdasarkan analisis pemodelan drainase dapat disimpulkan bahwa sumur

resapan efektif untuk digunakan karena sebagai pengendali banjir dan

genangan, sumur resapan mampu meresapkan air hujan yang melimpas dan

berguna pula untuk konservasi air tanah serta menekan laju erosi.

Sebagai akhir penutup penelitian ini, rekomendasi yang dapat diberikan adalah:

1) Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai perencanaan ekodrainase

dengan pendekatan kualitas air.

2) Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pemodelan drainase ramah

lingkungan untuk teknologi ekodrainase lainnya selain sumur resapan.

3) Perlu adanya penelitian yang lebih komprehensif dan integrated dengan

mempertimbangkan berbagai aspek yang menjadi penyebab terjadinya banjir

sehingga terdapat integrasi dalam perencanaan tata ruang.

4) Perlunya peningkatan kajian, komunikasi, dan penyebarluasan untuk

memasyarakatkan drainase ramah lingkungan dengan pemodelan sumur

resapan agar lebih cepat diterapkan dan efisien dalam pelaksanaannya.

5) Perlunya peran pemerintah untuk percepatan pencapaian hasi dalam bentuk

kesempatan pengujian, peraturan yang mengikat, maupun penerapannya.

Universitas Sumatera Utara


51

5. Penerapan ekodrainase di Belanda

Asal mula Belanda mempunyai sistem pengelolaan air yang sangat canggih ini

berangkat dari kenyataan bahwa Belanda memiliki tinggi tanah yang berada di

bawah permukaan air laut (Gambar 2.9). Desakan kebutuhan permukiman

akibat peningkatan penduduk di sekitar tahun 1000-an menjadikan wilayah

permukiman harus semakin diperlebar dan tibalah di titik kawasan yang rawan

terkena rob. Pada tahun 1250 pembangunan untuk mengatasi rob tersebut

dimulai sebagai cikal bakal kejeniusan Belanda dalam mengelola sistem

drainase.

Gambar 2.9 Tinggi Dataran Belanda Yang Mayoritas Rendah


Sumber: Núñez, Montserrat et al, 2014

Universitas Sumatera Utara


52

Ternyata Belanda tidak hanya memanfaatkan kecanggihan bendungan dan

kincir angin saja dalam mengelola air. Belanda mempunyai sistem ekodrainase yang

sangat ramah lingkungan. Eco artinya ekologi yaitu hal berkaitan dengan alam,

sedangkan drainase adalah “mengalirkan”. Selain mampu berkontribusi mengurangi

peluang banjir, sistem ini mampu menjaga kualitas air. Ekodrainase berasal dari

pemikiran eco-hidrology yang pertama kali dikenalkan tahun 1982 oleh peneliti

Belanda, Van Wirdum. Pada dasarnya ia ingin menemukan keterkaitan antara unsur

air dengan unsur vegetasi. Bertahun-tahun kemudian pemikiran ini berkembang

menjadi sebuah sistem kelola air ramah lingkungan.

Contoh implementasi ekodrainase ini dapat dilihat di Kota Utrecht. Air hujan

yang turun dipilah menjadi 2 yaitu air yang dianggap kotor dan air yang dianggap

bersih. Air yang dianggap bersih itu contohnya air hujan yang mengalir dari atap

rumah, sedangkan air kotor itu air yang jatuh dari permukaan jalan apalagi jalan yang

penuh kendaraan bermotor. Air yang tergolong bersih tadi dialirkan ke suatu tanah

rerumputan yang bernama “wadi”. Di sana air disaring rerumputan sehingga dapat

langsung terserap ke dalam tanah. Pemerintah Utrecht sadar bahwa tidak semua air

harus langsung dialirkan ke kanal dan sungai kemudian ke laut. Volume air buangan

mengalir harus dikurangi agar tidak terlalu membebani sistem bendungan di tepi laut

(Gambar 2.10).

Universitas Sumatera Utara


53

Gambar 2.10 Wadi Tanah Rerumputan Untuk Resapan dan Infiltrasi Air Hujan
Sumber: Núñez, Montserrat et al, 2014

Selain memanfaatkan Wadi, Pemerintah Kota Utrecht di Leidsche Rijn

merupakan sebuah area perumahan di tepi barat kota Utrecht. Kota ini memanfaatkan

median jalan dari bahan paving (Gambar 2.11). Sistem ini yang sudah sering

diimplementasikan di Indonesia. Tujuannya agar air-air yang turun tadi bisa langsung

terserap ke dalam tanah. Jadi Pemerintah Belanda tidak hanya berorientasi saja

kepada “bagaimana cara mengalirkan air buangan”, tetapi juga “bagaimana

membangun daerah resapan air yang berkelanjutan”.

Gambar 2.11 Jalan Paving Yang Mampu Menyerap Air


Sumber: Núñez, Montserrat et al, 2014

Universitas Sumatera Utara


54

Kecanggihan sistem tata kelola air Belanda ini berdampak positif. Dalam kurun

waktu puluhan tahun, Belanda terakhir mengalami banjir besar tahun 1953. Memang

pada tahun 2012 lalu negara-negara di Eropa terkena bencana badai luar biasa yang

mengakibatkan banjir, termasuk Belanda. Itu pun karena ada ancaman tanggul yang

ada kemungkinan akan jebol (Gambar 2.12).

Gambar 2.12 Polder Sistem Sebagai Bagian Dari Ekodrainase Di Belanda


Sumber: Núñez, Montserrat et al, 2014

Universitas Sumatera Utara


55

2.4 Kerangka Berpikir

Adapun kerangka berpikir sesuai teori ekologi yang ada dalam kajian

ekodrainase pada perumahan CitraLand Bagya City adalah sebagai berikut:

Gambar 2.13 Kerangka Berpikir

Universitas Sumatera Utara


BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian kajian ekodrainase pada perumahan Citraland Bagya City

adalah termasuk dalam jenis penelitian deskriptif kualitatif, yang dimaksudkan untuk

menilai keefektifan, dampak, atau hasil akhir dengan didasarkan pada teknik-teknik

dari metode eksperimental yang dari teori ekodrainase yang ada.

Teori ekodrainase yang dipakai mengacu pada teori ekodrainase Agus

Maryono (Agus Maryono, 2014) dengan menganalisa dan mengkaji teori

ekodrainase dengan standar drainase Green Building Council Indonesia dan SNI 03–

3424–1994 tentang Tata Cara Perencanaan Drainase Permukaan Jalan, SNI 03–2453–

2002 tentang Tata Cara Perencanaan Teknik Sumur Resapan Air Hujan untuk Lahan

Pekarangan. SNI 03–7065–2005 tentang Tata Cara Perencanaan Sistem Plambing.

Standar dan indikator tersebut dibandingkan dengan aplikasi aktual sesuai kondisi di

lapangan pada kawasan penelitian.

Sedangkan untuk metode analisis dalam penelitian ini menggunakan analisis

deskriptif kualitatif mengenai kondisi fisik, meliputi kondisi fisik wilayah studi,

masterplan, hidrologi, tata guna lahan, dan jenis tanah. Analisis deskriptif evaluatif

untuk sistem drainase dan ekodrainase analisis evaluatif sistem drainase

menggunakan standar drainase Green Building Council Indonesia dan Standar

Nasional Indonesia (SNI).

56

Universitas Sumatera Utara


57

Dalam penyusunan penulisan ilmiah ini, penulis menggunakan penelitian

deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang berusaha mendeskripsikan

kejadian yang terjadi pada saat sekarang. Penelitian deskriptif memusatkan perhatian

kepada pemecahan masalah-masalah aktual sebagaimana adanya pada saat penelitian

dilaksanakan. Menggambarkan secara sistematis fakta dan karakteristik objek atau

subjek yang diteliti secara tepat. Pengumpulan dan pengolahan data, yang kemudian

dianalisa dan disimpulkan (Moh.Nazir, 2011).

Penelitian deskriptif kualitatif merupakan penelitian yang termasuk dalam

jenis penelitian kualitatif. Tujuan dari penelitian ini adalah mengungkap fakta, keadaan,

fenomena, variabel dan keadaan yang terjadi saat penelitian berjalan dan menyuguhkan

apa adanya. Penelitian deskriptif kualitatif menafsirkan dan menuturkan data yang

bersangkutan dengan situasi yang sedang terjadi, hubungan antar variabel, perbedaan

antar fakta, pengaruh terhadap suatu kondisi, dan lain-lain. Masalah yang diteliti dan

diselidiki oleh penelitian deskriptif kualitatif mengacu pada studi kuantitatif, studi

komparatif, serta dapat juga menjadi sebuah studi korelasional bersama unsur lainnya.

Kegiatan penelitian ini meliputi pengumpulan data, menganalisis data, meginterprestasi

data, dan diakhiri dengan sebuah kesimpulan yang mengacu pada penganalisisan data

tersebut (Nusa Putra, 2013).

Universitas Sumatera Utara


58

3.2 Variabel Penelitian

Berdasarkan indikator yang ditemukan dalam pengkajian teori dengan

menggunakan teori (Agus Maryono, 2014), yang menyatakan bahwa ekodrainase

diartikan suatu usaha mengalirkan air kelebihan ke sungai dengan waktu seoptimal

mungkin sehingga tidak menyebabkan terjadinya masalah kesehatan dan banjir ke

sungai, ditemukanlah variabel-variabel berikut ini:

1. Tapak dan wilayahnya

2. Mengalirkan air dengan optimal

3. Metode Pengelolaan Air

4. Kolam Konservasi

5. Parit Konservasi

6. Sumur Resapan

7. Modifikasi Lansekap

Secara umum akan dibahas penentuan lokasi site perumahan tersebut dengan

memperhatikan fungsi dan hubungannya dengan alam, seperti matahari, arah angin,

aliran air dibawah tanah, aliran air permukaan. Secara khusus akan membahas

mengenai sistem pengelolaan air kotor/drainase yang ekologis pada perumahan

tersebut.

Pengelolaan sistem air kotor yang ekologis (ekodrainase), berkelanjutan, dan

ramah lingkungan. Aspek pengelolaan sumber daya air terdiri dari aspek utama dan

pendukung. Aspek utama yaitu konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber

daya air, dan sistem manajemen pengelolaan air kotor yang ekologis. Sedangkan

Universitas Sumatera Utara


59

pendukung terdiri dari sistem informasi serta pemberdayaan dan peran masyarakat.

Aspek pengelolaan air kotor ini disusun sesuai dengan kondisi wilayah masing-

masing.

Adapun metode penelitian mengenai cara mengidentifikasi/menganalisa dari

variabel-variabel diatas adalah sebagai berikut:

3.2.1 Lingkungan

Cara mengidentifikasi variabel lingkungan mencakup Site/tapak dan

wilayahnya, manajemen pengelolaan air kotor, sistem drainase adalah dengan: survey

topografi, menggambar ulang lokasi obyek penelitian, pengamatan, observasi dan

pencarian data hidrologi, tanah, iklim, vegetasi, mencari sumber data dari developer,

google map, Badan Meteorologi Klimatilogi dan Geofisika (BMG), Badan Pusat

Statistik (BPS) dan Badan Pengelola Dampak Lingkungan Hidup Daerah (Bapedalda)

Pemerintah kabupaten Deli Serdang.

3.2.2 Manusia dan hubungannya dengan alam

Cara mengidentifikasi manusia dan hubungannya dengan alam adalah

dengan: Survey persepsi masyarakat tentang kawasan perumahan dengan cara

wawancara kepada penduduk setempat dan penghuni perumahan dan

mengidentifikasi isu-isu yang berkaitan dengan alam lingkungan sekitarnya.

Universitas Sumatera Utara


60

Cara mengidentifikasi hubungannya dengan alam juga dengan survey

lingkungan, observasi prasarana dan sarana kawasan perumahan seperti, saluran

drainase, utilitas dan kualitas lingkungan. Foto-foto kawasan dan dokumentasi.

3.2.3 Sistem pengelolaan air kotor - ekodrainase

Cara mengidentifikasi sistem pengelolaan air kotor yang ekologis adalah

dengan survey lingkungan, survey dan observasi prasarana dan sarana kawasan

perumahan seperti: sistem drainase, pembuangan limbah rumah tangga dan air kotor,

saluran kota.

Melalui survey dan pengamatan lapangan langsung, di perumahan CitraLand

Bagya City, ditemukan konsep pengelolaan air kotor yang berwawasan ekologis,

seperti: sistem utilitas air kotor. Untuk menghemat pembuangan air di closet,

perumahan CitraLand Bagya City menggunakan closet dengan dual flush, sehingga

penyiraman air sesuai kebutuhan dan hemat air. Septictank pada setiap rumah

menggunakan bioseptictank yang ramah lingkungan. Pada setiap kavlingan rumah

juga disediakan dua titik sumur resapan air hujan untuk mempercepat penyerapan air

hujan kedalam tanah.

Sistem ekodrainase perumahan CitraLand Bagya City didisain dengan

membuat danau-danau buatan yang merupakan tampungan air, tampungan air bagi

kawasan sekitarnya untuk mencegah banjir dan sebagai penahan cuaca panas di siang

hari yang dapat mengurangi suhu temperatur lingkungan sekitar di siang hari.

Universitas Sumatera Utara


61

3.3 Populasi Sampel

Menganalisa populasi data obyek lokasi, melakukan survey dengan metode

sampling probability dalam wawancara. Teknik sampling probability dengan

penarikan sampel yang mendasarkan diri bahwa setiap anggota populasi memiliki

kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel. Sampling dilakukan secara

acak. Akurasinya lebih tinggi, tingkat errornya bisa diperhitungkan. Dengan dua

pengelompokan populasi dan sampel, yaitu:

1. Penduduk Sekitar

Penduduk yang tinggal berbatasan langsung dengan obyek

Penduduk yang selalu melintasi kawasan obyek walaupun tempat

tinggalnya tidak berdekatan langsung dengan obyek penelitian.

2. Penduduk yang merupakan penghuni/calon penghuni perumahan

Cluster yang mewakili rumah tipe kecil-sedang

Cluster yang mewakili rumah tipe besar.

Gambar 3.1 Lokasi Sample Penelitian

Universitas Sumatera Utara


62

Di dalam penelitian ini, peneliti sebagai instrumen penelitian melakukan :

1. Wawancara kepada penduduk setempat dan penghuni dalam rangka

mengidentifikasi hubungan antara manusia/penduduk sekitarnya dengan

lingkungan dan sistem pengelolaan air kotor kawasan perumahan

CitraLand Bagya City.

2. Observasi lapangan, pengamatan secara langsung, rekam gambar dalam

rangka mengidentifikasi permasalahan, dampak lingkungan, konsep dan

penerapan pengelolaan air kotor yang ekologis pada perumahan

Citraland Bagya City.

3. Dokumentasi, menyelidiki dokumen Amdal, izin peruntukan Citraland

Bagya City dalam rangka menemukan permasalahan, dampak

lingkungan, konsep dan penerapan pengelolaan air kotor yang ekologis

pada perumahan Citraland Bagya City.

3.4 Metode Pengumpulan Data

Untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan, peneliti memulai penelitian

dengan mengumpulkan data. Adapun data-data yang akan dikumpulkan sehubungan

dengan tujuan penelitian yaitu:

Menemukan dampak lingkungan dari pengelolaan air kotor akibat

pembangunan perumahan CitraLand Bagya City bagi wilayah di sekitarnya; mengkaji

konsep perumahan CitraLand Bagya City dalam mengatasi permasalahan lingkungan

Universitas Sumatera Utara


63

khususnya masalah banjir, ketersediaan air bersih yang higienis dan pembuangan air

kotor, polusi air, sehingga menjadi nilai tambah bagi wilayah di sekitarnya.

Dalam rangka menemukan penerapan pengelolaan air kotor yang ekologis

(ekodrainase) pada kawasan Perumahan CitraLand Bagya City, adalah dengan

mengumpulkan data-data. Data yang diperlukan dalam rangka menemukan dampak

lingkungan dari pengelolaan air kotor akibat Pembangunan Perumahan CitraLand

Bagya City bagi wilayah di sekitarnya adalah:

1. Data lingkungan yang meliputi site atau tapak dan wilayahnya, matahari,

arah mata angin, arus air mengalir diperoleh dengan melakukan observasi,

survey topograpi dan menggambar ulang kawasan penelitian CitraLand

Bagya City.

2. Data hubungan manusia dengan alam di perumahan CitraLand Bagya City

diperoleh melalui wawancara yang dilakukan kepada penghuni dan

penduduk sekitar perumahan CitraLand Bagya City dan pengamatan

langsung terhadap obyek yang diteliti.

3. Data dokumen kajian analisa dampak lingkungan (Amdal) perumahan

CitraLand Bagya City, data ini diperoleh dari Badan Pengelola Dampak

Lingkungan Hidup Daerah (Bapedalda) pemerintah kabupaten Deli

Serdang.

Data yang diperlukan dalam rangka mengkaji konsep perumahan CitraLand

Bagya City dalam mengatasi permasalahan lingkungan khususnya masalah banjir,

Universitas Sumatera Utara


64

ketersediaan air tanah cadangan dan pembuangan air kotor dengan sistem ekodrainase

sehingga menjadi nilai tambah bagi wilayah di sekitarnya adalah:

1. Data konsep pengelolaan air kotor dan konsep disain CitraLand Bagya

City yang diperoleh dari developer perumahan CitraLand Bagya City dan

situs website perumahan CitraLand Bagya City di

www.citralandbagyacity.com

2. Data perencanaan konsep drainase dan utility CitraLand Bagya City yang

memperhatikan keseimbangan hubungan antar manusia dengan

lingkungannya, yang diperoleh dari developer perumahan CitraLand

Bagya City.

3. Data dokumen RKL dan RPL (Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup

dan Rencana pemantauan Lingkungan Hidup) perumahan CitraLand Bagya

City, data ini diperoleh dari Badan Pengelola Dampak Lingkungan Hidup

Daerah (Bapedalda) pemerintah kabupaten Deli Serdang.

4. Data Standarisasi ekodrainase Green Building Council Indonesia dan

Standar Nasional Indonesia (SNI).

Data yang diperlukan dalam rangka menemukan penerapan pengelolaan air

kotor yang ekologis pada kawasan perumahan CitraLand Bagya City adalah:

1. Data Konsep disain/rencana pengelolaan air kotor yang ekologis di

perumahan CitraLand Bagya City, yang diperoleh dari developer

perumahan CitraLand Bagya City.

Universitas Sumatera Utara


65

2. Data Penerapan Pengelolaan Air kotor yang ekologis di perumahan

CitraLand Bagya City diperoleh dari pengamatan langsung dan survey ke

perumahan CitraLand Bagya City.

3. Data Pengelolaan Air kotor yang ekologis Perumahan CitraLand Bagya

City yang memanfaatkan sungai dan sumur dalam sebagai sumber air

bersih yang dikelola melalui Water Treatment Plan diperoleh dari

pengamatan langsung dan survey ke perumahan CitraLand Bagya City.

4. Data konsep hunian yang hijau dan danau-danau buatan sebagai buffer dan

sebagai waterponds catchment di perumahan CitraLand Bagya City

diperoleh dari pengamatan langsung dan survey ke perumahan CitraLand

Bagya City.

5. Membandingkan antara penerapan pengelolaan air kotor pada kawasan

perumahan CitraLand Bagya City dengan teori ekodrainase dan

standarisasi ekodrainase Green Building Council Indonesia dan Standar

Nasional Indonesia (SNI).

3.4.1 Langkah langkah penelitian

Langkah-langkah yang akan dilakukan peneliti untuk melakukan penelitian

adalah sebagai berikut:

1. Pengumpulan data lingkungan yang meliputi site atau tapak dan

wilayahnya, matahari, arah mata angin, arus air mengalir, saluran air,

pembuangan air kotor di perumahan CitraLand Bagya City.

Universitas Sumatera Utara


66

2. Identifikasi permasalahan pengelolaan air kotor di perumahan CitraLand

Bagya City.

3. Identifikasi dampak lingkungan dari pembangunan di perumahan

CitraLand Bagya City.

4. Identifikasi konsep perumahan CitraLand Bagya City dalam mengatasi

permasalahan lingkungan khususnya banjir dan pembuangan air kotor.

5. Identifikasi penerapan pengelolaan air kotor yang ekologis pada kawasan

perumahan CitraLand Bagya City.

6. Analisa penerapan pengelolaan air kotor yang ekologis pada kawasan

perumahan CitraLand Bagya City.

7. Penemuan dampak lingkungan akibat pembangunan perumahan

CitraLand Bagya City.

8. Penemuan konsep pengelolaan air kotor perumahan CitraLand Bagya

City dalam mengatasi permasalahan lingkungan.

9. Penemuan penerapan pengelolaan air kotor yang ekologis pada kawasan

perumahan CitraLand Bagya City.

10. Membuat laporan penelitian tentang pengelolaan air kotor yang ekologis

pada perumahan CitraLand Bagya City.

Universitas Sumatera Utara


67

3.4.2 Metode identifikasi permasalahan pengelolaan air kotor di perumahan


Citraland Bagya City

Dalam mengidentifikasi permasalahan sistem pengelolaan air kotor di

perumahan CitraLand Bagya City, peneliti menggunakan metode kualitatif. Adapun

data dampak lingkungan dari pembangunan perumahan, data konsep perumahan dan

data penerapan sistem pengelolaan air yang ekologis pada kawasan Perumahan

CitraLand Bagya City digunakan sebagai alat oleh peneliti untuk menemukan

permasalahan pembangunan di perumahan CitraLand Bagya City.

Peneliti menggunakan teori Agus Maryono (2014) sebagai panduan untuk

menginterpretasikan data sistem pengelolaan air kotor yang ekologis dari

pembangunan perumahan, data konsep perumahan dan data penerapan ekologi pada

kawasan perumahan CitraLand Bagya City.

Hasil observasi pada perumahan CitraLand Bagya City diperoleh dengan

menggunakan data dampak lingkungan dari pembangunan perumahan, data konsep

perumahan dan data penerapan sistem pengelolaan air yang ekologis pada kawasan

Perumahan CitraLand Bagya City diinterpretasikan oleh peneliti dengan

menggunakan teori Agus Maryono (2014). Peneliti mendeskripsikan interpretasi

tersebut dengan memfokuskan kepada gambaran permasalahan pengelolaan air dari

pembangunan perumahan CitraLand Bagya City (Tabel 3.1).

Universitas Sumatera Utara


68

Tabel 3.1 Tabel Teori dan Variabel Penelitian

3.4.3 Metode identifikasi dampak pengelolaan air kotor dari pembangunan


perumahan Citraland Bagya City

Dalam rangka mengidentifikasi dampak pengelolaan air kotor dari

pembangunan perumahan CitraLand Bagya City, peneliti melakukan penelitian

dengan menggunakan metode deskriptif, dengan menggambarkan secara sistematis

fakta dampak lingkungan yang terjadi akibat dari pembangunan perumahan

CitraLand Bagya City.

Hasil pengamatan dan survey pada perumahan CitraLand Bagya City

diperoleh untuk mengidentifikasi pengelolaan air kotor dari pembangunan

Universitas Sumatera Utara


69

perumahan CitraLand Bagya City diinterpretasikan oleh peneliti dengan

menggunakan teori Agus Maryono (2014). Peneliti mendeskripsikan interpretasi

tersebut dengan memfokuskan kepada gambaran dampak pengelolaan air dari

pembangunan perumahan CitraLand Bagya City.

Data-data yang diperoleh dari hasil survey dan kajian dokumen amdal atau ka-

andal dijadikan panduan dan data pendukung didalam mengidentifikasi dampak

pengelolaan air dari pembangunan perumahan CitraLand Bagya City.

3.4.4 Metode identifikasi konsep pengelolaan air kotor di Citraland Bagya City
dalam mengatasi permasalahan lingkungan

Dalam rangka mengidentifikasi konsep pengelolaan air kotor perumahan

CitraLand Bagya City dalam mengatasi permasalahan lingkungan, peneliti melakukan

penelitian dengan menggunakan metode deskriptif yaitu dengan menggambarkan

konsep perumahan CitraLand Bagya City berdasarkan data yang diperoleh dari

survey dan data dari developer tentang konsep-konsep pengelolaan air kotor yang

diterapkan untuk mengatasi permasalahan lingkungan.

Didalam mengidentifikasi konsep pengelolaan air kotor perumahan Citraland

Bagya City, peneliti melakukan observasi dan kajian dokumen. Data-data yang

diperoleh dari observasi dan kajian dokumen ini dijadikan dasar didalam

mengidentifikasi konsep pengelolaan air kotor yang diterapkan di dalam perumahan

CitraLand Bagya City, yang mana konsep ini diterapkan untuk mengatasi

Universitas Sumatera Utara


70

permasalahan pengelolaan air kotor baik selama proses pembangunan maupun masa

setelah selesai pembangunan.

3.4.5 Metode identifikasi penerapan pengelolaan air kotor yang ekologis pada
kawasan perumahan Citraland Bagya City

Dalam mengidentifikasi penerapan pengelolaan air kotor yang ekologis pada

kawasan Perumahan CitraLand Bagya City peneliti melakukan metode penelitian

kualitatif dan deskriptif. Teori Agus Maryono (2014) tentang ekodrainase,

pengelolaan sumber daya air kotor yang ekologis dijadikan panduan didalam

mengintrepetasikan penerapan pengelolaan air kotor yang Ekologis pada kawasan

CitraLand Bagya City.

Didalam mengidentifikasi penerapan pengelolaan air kotor yang ekologis

pada kawasan perumahan CitraLand Bagya City peneliti mengkaitkan hasil survey

dan pengamatan langsung dengan teori Agus Maryono (2014), dari hasil identifikasi

ini, peneliti menjabarkan penerapan pengelolaan air kotor yang ekologis pada

kawasan perumahan CitraLand Bagya City yang berkaitan dengan teori Agus

Maryono (2014).

Universitas Sumatera Utara


71

3.4.6 Metode analisa penerapan pengelolaan air kotor yang ekologis pada kawasan
perumahan Citraland Bagya City

Dalam menganalisa penerapan pengelolaan air kotor yang ekologis pada

kawasan perumahan CitraLand Bagya City, peneliti menggunakan metode deskriptif.

Landasan teori Agus Maryono (2014), dijadikan dasar analisa dan fokus pada

penerapan pengelolaan air kotor yang ekologis yang berkaitan dengan teori.

Peneliti akan menganalisa data lingkungan yang meliputi site atau tapak dan

wilayahnya, sistem drainase, utilitas, pembuangan air kotor dan arus air mengalir.

Data hubungan manusia dengan alam, Namun analisa akan lebih di fokuskan kepada

konservasi energi sumber air tanah dan pengelolaan air kotor yang ekologis yang

holistik di perumahan CitraLand Bagya City yang merupakan landasan utama dari

teori Agus Maryono (2014).

3.4.7 Metode penemuan dampak pengelolaan air kotor akibat pembangunan


perumahan Citraland Bagya City

Dalam rangka menemukan dampak pengelolaan air kotor akibat dari

pembangunan perumahan CitraLand Bagya City, peneliti melakukan penelitian

dengan menggunakan metode deskriptif, dengan menggambarkan secara sistematis

fakta dampak lingkungan yang terjadi akibat dari pembangunan perumahan

CitraLand Bagya City dari masa persiapan pembangunan, masa pembangunan dan

masa pengelolaan bangunan.

Universitas Sumatera Utara


72

Peneliti akan mendeskripsikan penemuan dampak pengelolaan air kotor akibat

pembangunan perumahan CitraLand Bagya City tersebut dengan memfokuskan

kepada gambaran dampak pengelolaan air kotor/drainase sebelum dan sesudah

adanya perumahan CitraLand Bagya City.

3.4.8 Metode penemuan konsep pengelolaan air kotor di Citraland Bagya City
dalam mengatasi permasalahan lingkungan

Dalam rangka menemukan konsep pengelolaan air kotor yang ekologis di

perumahan CitraLand Bagya City dalam mengatasi permasalahan air, peneliti

melakukan penelitian dengan menggunakan metode deskriptif, dengan

menggambarkan secara sistematis fakta permasalahan pengelolaan air kotor yang

terjadi akibat dari pembangunan perumahan CitraLand Bagya City dari masa

persiapan pembangunan, masa pembangunan dan masa pengelolaan bangunan dan

mengkaitkannya dengan konsep pengelolaan air kotor perumahan yang mana konsep

ini didisain sebagai solusi untuk mengatasi permasalahan pengelolaan air kotor.

Didalam menemukan konsep pengelolaan air kotor di perumahan CitraLand

Bagya City dalam mengatasi permasalahan pengelolaan air kotor peneliti tetap

konsisten mengkaitkan hasil temuan konsep perumahan CitraLand Bagya City

dengan teori Agus Maryono (2014).

Universitas Sumatera Utara


73

3.4.9 Metode penemuan penerapan pengelolaan air kotor yang ekologis pada
kawasan perumahan Citraland Bagya City

Didalam penemuan penerapan pengelolaan air kotor yang ekologis pada

kawasan perumahan CitraLand Bagya City, peneliti menggunakan metode kualitatif

dan deskriptif. Menggambarkan secara rinci hasil temuan penerapan pengelolaan air

kotor yang ekologis pada kawasan perumahan CitraLand Bagya City dan kaitannya

dengan teori pengelolaan air kotor yang ekologis Agus Maryono (2014). Peneliti

menjadikan teori Agus Maryono (2014) sebagai acuan temuan penerapan pengelolaan

air kotor yang ekologis pada kawasan perumahan CitraLand Bagya. Peneliti

mendeskripsikan penemuan penerapan pengelolaan air kotor yang Ekologis pada

Kawasan Perumahan CitraLand Bagya City dengan berfokus pada acuan teori

pengelolaan air kotor ekologis (ekodrainase) yang di kemukakan oleh Agus Maryono

(2014).

3.5 Metode Analisa Data

Dari rumusan masalah yang ada, dalam metode analisa peneliti menggunakan

metode kualitatif melalui survey, wawancara yang berfokus pada analisis pengaruh

kawasan perumahan terhadap wilayah di sekitarnya yang ditinjau dari realitas sosial,

kawasan dan lingkungan sekitarnya. Metode analisa deskriptif yang mana penelitian

ini dilakukan melalui pemaparan dan analisa terhadap masalah-masalah aktual,

menggambarkan secara sistematis fakta dan karakteristik objek perumahan CitraLand

Bagya City yang diteliti dimana pada akhirnya ditemukan penyelesaian dan apa

dampaknya terhadap lingkungan sekitar CitraLand Bagya City. Dari pengamatan

Universitas Sumatera Utara


74

yang dilakukan ada beberapa masalah aktual yang terjadi di sekitar obyek penelitian,

yaitu banjir, kesulitan masalah pembuangan air kotor.

Adapun data dampak lingkungan dari pembangunan perumahan, data

konsepperumahan dan data penerapan pengelolaan air kotor yang ekologis pada

kawasan Perumahan CitraLand Bagya City digunakan sebagai alat oleh peneliti untuk

menganalisa permasalahan pembangunan di perumahan CitraLand Bagya City.

Peneliti menggunakan teori Agus Maryono (2014) sebagai panduan untuk

menganalisa data dampak pengelolaan air kotor dari pembangunan perumahan, data

konsep perumahan dan data penerapan pengelolaan air kotor yang ekologis pada

kawasan perumahan CitraLand Bagya City.

Didalam melakukan penelitian sebelum melakukan analisa, peneliti

melakukan pengumpulan data dengan teknik pengumpulan data sebagai berikut:

1. Mengumpulkan data kawasan obyek penelitian dengan melakukan survey

langsung ke obyek penelitian dan meminta izin ke Pengembang.

2. Mencari data dari Badan Meteorologi Klimatilogi dan Geofisika (BMG),

Badan Pusat Statistik (BPS), Google Map, Dinas Perhubungan, Dinas

Pekerjaan Umum (PU), Badan Pengelola Dampak Lingkungan Hidup

Daerah (Bapedalda), dan Cipta karya pemerintahan daerah Deli Serdang.

3. Menggambar ulang kawasan obyek penelitian

4. Melakukan pendekatan dengan warga setempat dan penghuni perumahan

dan karyawan perumahan untuk mendapat izin dan melakukan observasi

Universitas Sumatera Utara


75

melalui quisoner dan wawancara, untuk memukan masalah-masalah

pengelolaan air yang dihadapi oleh penduduk

5. Observasi langsung untuk mengetahui solusi yang dilakukan developer

terhadap masalah-masalah Pengelolaan Air kotor yang ada.

6. Observasi langsung untuk menemukan dampak-dampak Pengelolaan Air

Kotor yang mempengaruhi kawasan perumahan terhadap lingkungan

sekitar.

Metodologi penelitian kajian penerapan ekodrainase pada perumahan studi

kasus Citraland Bagya City dapat dilihat pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2 Tabel Metodologi Penelitian

Universitas Sumatera Utara


76

3.5.1 Metode analisa data pengelolaan air kotor pada perumahan


Citraland Bagya City

Dalam menganalisa permasalahan pengelolaan air kotor pada pembangunan

perumahan CitraLand Bagya City, peneliti menggunakan analisa metode kualitatif.

Adapun data dampak lingkungan dari pembangunan perumahan, data

konsepperumahan dan data penerapan pengelolaan air kotor yang ekologis pada

kawasan Perumahan CitraLand Bagya City digunakan sebagai alat oleh peneliti untuk

menganalisa permasalahan pengelolaan air kotor di Perumahan CitraLand Bagya

City.

Peneliti menggunakan teori Agus Maryono (2014) sebagai panduan untuk

menganalisa dan menginterpretasikan data dampak pengelolaan air kotor dari

pembangunan perumahan, data konsep perumahan dan data penerapan pengelolaan

air kotor yang ekologis pada kawasan perumahan CitraLand Bagya City.

Hasil observasi pada perumahan CitraLand Bagya City yang diperoleh

kemudian dianalisa dengan menggunakan data dampak pengelolaan air kotor dari

pembangunan perumahan, data konsep perumahan dan data penerapan pengelolaan

air kotor yang ekologis pada kawasan Perumahan CitraLand Bagya City. Analisa

dilakukan dengan menggunakan teori Grigg. Peneliti mendeskripsikan interpretasi

tersebut dengan memfokuskan kepada gambaran permasalahan pengelolaan air kotor

pada perumahan CitraLand Bagya City.

Universitas Sumatera Utara


77

3.5.2 Metode analisa dampak pengelolaan air kotor dari pembangunan perumahan
Citraland Bagya City

Dalam rangka menganalisa dampak pengelolaan air kotor dari pembangunan

perumahan CitraLand Bagya City , peneliti melakukan analisa penelitian dengan

menggunakan metode deskriptif, dengan menggambarkan secara sistematis fakta

dampak pengelolaan air kotor yang terjadi akibat dari pembangunan perumahan

CitraLand Bagya City.

Hasil pengamatan dan survey pada perumahan CitraLand Bagya City

diperoleh untuk menganalisa dampak lingkungan dari pembangunan perumahan

CitraLand Bagya City diinterpretasikan oleh peneliti dengan menggunakan teori

Agus Maryono (2014). Dalam menganalisa , peneliti mendeskripsikan interpretasi

tersebut dengan memfokuskan kepada gambaran dampak pengelolaan air kotor dari

pembangunan perumahan CitraLand Bagya City.

Data-data yang diperoleh dari hasil survey, kajian dokumen amdal, standar

ekodrainase Green Building Council Indonesia dan Standar Nasional Indonesia (SNI)

dijadikan panduan dan data pendukung didalam menganalisa dampak pengelolaan air

kotor dari pembangunan perumahan CitraLand Bagya City.

Universitas Sumatera Utara


78

3.5.3 Metode analisa konsep pengelolaan air kotor di perumahan Citraland Bagya
City dalam mengatasi permasalahan lingkungan

Dalam rangka menganalisa konsep pengelolaan air kotor pada perumahan

CitraLand Bagya City dalam mengatasi permasalahan lingkungan, peneliti melakukan

analisa penelitian dengan menggunakan metode deskriptif yaitu dengan

menggambarkan konsep perumahan CitraLand Bagya City berdasarkan data yang

diperoleh dari survey dan data dari developer tentang konsep-konsep disain yang

diterapkan untuk mengatasi permasalahan pengelolaan air kotor.

Didalam menganalisa konsep perumahan Citraland Bagya City, peneliti

melakukan observasi dan kajian dokumen. Data-data yang diperoleh dari observasi

dan kajian dokumen ini dijadikan dasar didalam menganalisa konsep hunian yang

diterapkan di dalam perumahan CitraLand Bagya City, yang mana konsep ini

diterapkan untuk mengatasi permasalahan pengelolaan air kotor baik selama proses

pembangunan maupun masa setelah selesai pembangunan.

3.5.4 Metode analisa penerapan pengelolaan air kotor yang ekologis pada kawasan
perumahan Citraland Bagya City

Dalam menganalisa penerapan pengelolaan air kotor yang ekologis pada

kawasan perumahan CitraLand Bagya City peneliti melakukan metode penelitian

kualitatif dan deskriptif. Teori Agus Maryono (2014) tentang ekologi pengelolaan air

kotor dijadikan panduan didalam menganalisa penerapan pengelolaan air kotor yang

ekologis pada kawasan CitraLand Bagya City.

Universitas Sumatera Utara


79

Didalam menganalisa penerapan pengelolaan air kotor yang ekologis pada

kawasan perumahan CitraLand Bagya City peneliti mengkaitkan hasil survey,

pengamatan langsung dan kajian yang berhubungan dengan Pengelolaan Air, utilitas

dikaitkan dengan teori ekologi yang ada.Dari hasil identifikasi ini, peneliti

menganalisa dan menjabarkan penerapan Pengelolaan Airyang ekologispada kawasan

perumahan CitraLand Bagya City yang berkaitan dengan teori Agus Maryono (2014)

untuk keseimbangan sosial, ekonomi dan ekosistem dalam pengelolaan sumber daya

air terpadu dan berkelanjutan.

Gambar 3.2 Segitiga Keseimbangan Sosial, Ekonomi dan Ekosistem untuk


Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu dan Berkelanjutan
Sumber: Agus Maryono, 2014

Universitas Sumatera Utara


80

3.6 Kerangka Penelitian

Kerangka penelitian kajian ekodrainase pada perumahan CitraLand Bagya

City Gambar 3.3.

Gambar 3.3 Kerangka Penelitian

Universitas Sumatera Utara


BAB IV

KAWASAN PENELITIAN

4.1 Kawasan Penelitian Secara Makro

CitraLand Bagya City adalah kompleks perumahan yang terletak di Kabupaten

Deli Serdang, Sumatera Utara, Indonesia. Alasan pemilihan CitraLand Bagya City

sebagai obyek penelitian, adalah karena:

1. Perumahan ini satu-satunya perumahan di Deli Serdang berskala kota (211

Ha) dengan permasalahan lingkungan yang cukup kompleks.

2. Perumahan ini memiliki konsep ekodrainase dalam pengelolaan air kotor.

3. Sebagai perumahan yang terletak di perbatasan kotamadya Medan dan

kabupaten Deli Serdang, jika ditinjau dari lokasinya terhadap kota Medan,

perumahan ini masih relatif dekat dengan pusat kota, yaitu 6 KM dari

lapangan Merdeka. Sehingga masalah-masalah yang mungkin terjadi masih

berpengaruh terhadap kota Medan. (Gambar 4.1)

4. Perumahan ini memiliki kajian UKL (Upaya Pengelolaan Lingkungan), UPL

(Upaya Pemantauan Lingkungan) dan Ka Andal (Kajian Analisis Dampak

Lingkungan), dimana dalam sosialisasinya melibatkan masyarakat sekitar

dan mempertimbangkan aspek dan masalah lingkungan yang ada.

81

Universitas Sumatera Utara


82

Gambar 4.1. Lokasi Penelitian


Sumber: Google Map

4.2 Kawasan Penelitian Secara Mikro

CitraLand Bagya City adalah Perumahan dengan pengembang swasta dengan

luas 211,5 hektar (Gambar 4.3). Terletak di jalan Pasar V Timur dan Jl Batu

Sihombing, kelurahan Medan Estate, kecamatan Percut Sei Tuan.Kabupaten Deli

Serdang (Gambar 4.2).

Perumahan CitraLand Bagya City Berbatasan dengan:

1. Sebelah Utara berbatasan dengan rumah penduduk dan jalan Pasar IV.

2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kotamadya Medan dan jalan Letda

Sudjono.

Universitas Sumatera Utara


83

3. Sebelah Timur berbatasan dengan kompleks pergudangan dan sungai

Percut.

4. Sebelah Barat berbatasan dengan jalan tol Bandar Selamat dan Universitas

Medan (Unimed) dan IAIN.

Gambar 4.2 Peta Lokasi CitraLand Bagya City

Universitas Sumatera Utara


84

Gambar 4.3 Masterplan CitraLand Bagya City


Sumber: Developer CitraLand Bagya City

Universitas Sumatera Utara


BAB V
ANALISIS

5.1 Identifikasi Permasalahan Pengelolaan Air Kotor di Perumahan

Berdasarkan survey observasi lapangan di CitraLand Bagya City,

diidentifikasi bahwa pada awalnya perumahan CitraLand Bagya City berfungsi

sebagai perkebunan, yaitu perkebunan coklat, perkebunan jagung dan perkebunan jati

sebelum beralih fungsi menjadi fungsi perumahan (Gambar 5.1).

Gambar 5.1 Peta Perumahan Citraland Bagya City Sebelum Beralih Fungsi Sebagai
Perumahan.
Sumber: Google earth 2012

Ketika lahan ini berfungsi sebagai perkebunan dengan kontur tanah yang lebih

rendah dari wilayah di sekitarnya tentunya terdapat banyak lahan terbuka dan menjadi

85

Universitas Sumatera Utara


86

areal tampungan dan serapan air hujan. Berdasarkan observasi yang dilakukan

sebelum adanya pengembang di wilayah ini tidak terdapat saluran drainase permanen

yang dibangun oleh pemerintah maupun swadaya masyarakat. Dengan kontur lahan

yang lebih rendah dari jalan dan permukiman yang ada disekitarnya, menjadikan

lahan ini tempat pembuangan air alami. Terdapat parit angina atau saluran alami yang

berujung ke Sungai yang ada di dekat lokasi yaitu sungai Percut. Namun setelah

diselidiki melalui survey topography, ternyata saluran ini bukan merupakan saluran

drainase melainkan saluran irigasi yang justru membawa air sungai ke lokasi

penelitian. Hal ini terjadi mengingat fungsi lokasi penelitian yang awalnya adalah

perkebunan yang membutuhkan irigasi untuk tanaman.

Seiring perkembangan zaman, walaupun areal ini pada awalnya mampu

menyerap air hujan limpasan dari sekitarnya, dengan pesatnya permukiman diwilayah

ini, lambat laun lahan ini tidak mampu lagi menampung limpasan air hujan yang

mengalir ke lahan ini. Ditambah tidak terdapat saluran drainase yang baik dan

mencukupi, sehingga lokasi penelitian dan sekitarnya sering dilanda Banjir. Terbukti

ketika hujan besar pada november tahun 2007, terjadi banjir di beberapa wilayah

Percut Sei Tuan (Gambar 5.2). Banjir ini di buktikan juga dengan data curah hujan

BMG pada November, 2007 dengan curah hujan 450 mm (Tabel 5.1 dan Gambar

5.4).

Universitas Sumatera Utara


87

Tabel 5.1 Tabel Curah Hujan BMG lokasi Sampali, Kecamatan Percut Sei
Tuan Kabupaten Deli Serdang.
Lokasi Pengamatan/Stasiun : Sampali Kec.Percut Sei Tuan Kab. Deli Serdang
Koordinat : (3,201630 LU; 98,540298 BT)
Curah Hujan (mm)
Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Aug Sep Okt Nov Dec
2002 30 66 40 56 99 68 80 85 343 241 201 125
2003 124 32 12 291 220 204 199 145 350 279 226 191
2004 67 192 218 51 53 185 140 138 505 228 129 178
2005 73 30 35 103 150 147 277 142 246 300 148 345
2206 120 160 113 321 247 236 144 208 352 314 167 311
2007 212 15 12 174 339 179 329 175 308 428 450 184
2008 53 15 121 153 125 62 219 257 254 435 233 194
2009 203 10 176 184 268 51 208 192 346 272 213 65
2013 131 66 27 47 68 197 129 187 148 146 245 219
2016 218 99 232 234 143

Gambar 5.2 Peta Lokasi Banjir di Perumahan CitraLand Bagya City dan
Sekitarnya
Permasalahan tidak tersedianya saluran drainase permanen yang mencukupi

pada wilayah ini dan wilayah sekitarnya menyebabkan banjir. Dengan mengandalkan

saluran yang ada berupa parit terbuka yang terbentuk secara alami dan daya tampung

Universitas Sumatera Utara


88

air yang tidak mencukupi untuk menampung limpasan air hujan (Gambar 5.3). Lokasi

ini bertahan dengan masalah lingkungan yang terjadi seperti banjir, polusi air dan

masalah pembuangan air hujan dan air kotor yang tidak memadai.

Gambar 5.3 Peta Kondisi Parit Sebelum Dikembangkan Citraland Bagya City

Peta diatas menunjukan kondisi parit sebelum dikembangkan oleh

pengembang CitraLand Bagya City menunjukan kondisi saluran yang ada (Gambar

5.3). Untuk kawasan sepanjang pinggiran tol Bandar Selamat tidak terdapat saluran,

air hujan dari jalan tol langsung mengalir ke lokasi penelitian. Sementara saluran

lainnya baik di sepanjang jalan pasar lima, jalan perhubungan tidak memadai karena

hanya berupa saluran alami terbuka yang dangkal dan tidak terawat. Sehingga

mengakibatkan banjir karena tidak mampu menampung limpasan air hujan.

Universitas Sumatera Utara


89

Gambar 5.4 Analisa Frekuensi Curah Hujan di lokasi Sampali, Kecamatan Percut Sei
Tuan Kabupaten Deli Serdang.
Sumber: Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMG)

5.2 Identifikasi Dampak Lingkungan Dari Pembangunan Perumahan

Berdasarkan hasil pengamatan dan survey yang dilakukan terhadap objek

penelitian perumahan CitraLand Bagya City diperoleh bahwa pada awal

pembangunan pengelolaan air kotor dari pembangunan perumahan CitraLand Bagya

Universitas Sumatera Utara


90

City tidak berjalan sesuai rencana. Peristiwa banjir-banjir kecil ketika hujan besar

turun masih sering terjadi. Hal ini dikarenakan pembangunan saluran permanen yang

dilakukan oleh pihak pengembang tidak sepenuhnya didukung oleh masyarakat

sekitar. Hal ini dapat dilihat dengan ditutupnya saluran yang telah dibuat dengan

bangunan rumah oleh penduduk sekitar (Gambar 5.5).

Gambar 5.5 Foto Rumah Penduduk di Atas Saluran Permanen

Dampak lingkungan yang dapat diidentifikasi dari awal pembangunan

perumahan CitraLand Bagya City pada tahap pekerjaan infrastruktur dan penimbunan

lahan adalah banjir yang masih sering terjadi selama tiga bulan pertama, dikarenakan

saluran yang ada tidak berjalan sesuai rencana.

Pada tahap pekerjaan infrastruktur khususnya tahap penimbunan lahan,

dimana tanah timbun yang ada ketika hujan masuk kesaluran dan menghambat

jalannya air. Polusi udara seperti debu juga sering terjadi pada tahap awal

pembangunan ini. Sehingga pada tahapan ini lokasi penelitian sering mendapat

komplain dan demonstrasi dari warga sekitar.

Universitas Sumatera Utara


91

Pada tahap awal, untuk mengatasi masalah banjir ini pihak pengembang

CitraLand Bagya City menerapkan sistem drainase konvensional mengandalkan

saluran yang dialirkan ke sungai dan ke saluran kota yang lebih besar di sekitarnya.

Identifikasi dampak lingkungan dari pembangunan perumahan jika dikaitkan

dengan teori Agus Maryono (2014), bahwa konsep drainase konvensional, seluruh

air hujan yang jatuh ke ke suatu wilayah harus secepat-cepatnya dibuang ke sungai

memunculkan berbagai masalah, baik di daerah hulu, tengah, maupun hilir. Seluruh

air hujan diupayakan sesegera mungkin mengalir langsung ke sungai terdekat, sama

sekali tidak berpikir apa yang akan terjadi di bagian hilir, jika semua air hujan

dialirkan secepat-cepatnya ke sungai tanpa diupayakan agar air mempunyai waktu

cukup untuk meresap ke dalam tanah. Di musim hujan, penggunaan konsep drainase

konvensional yang berusaha membuang kelebihan air secepatnya ke badan drainase

pada sisi lain justru akan memberikan dampak negatif pada daerah di sebelah hilir

kawasan tersebut. Beban saluran drainase ke hilir pun kian besar karena kawasan

tersebut berusaha memindahkan air ke daerah hilir untuk membuat daerahnya bebas

banjir. Jika semua kawasan menggunakan konsep ini, dapat dibayangkan berapa debit

air yang harus diterima daerah hilir. Itulah sebabnya sering terjadi banjir.

Drainase ramah lingkungan didefinisikan sebagai upaya mengelola air

kelebihan dengan cara sebesar-besarnya diresapkan ke dalam tanah secara alamiah

atau mengalirkan ke sungai dengan tanpa melampaui kapasitas sungai sebelumnya.

Dampak dari pemakaian konsep drainase konvensional adalah kekeringan ketika

Universitas Sumatera Utara


92

musim kemarau, banjir, longsor, dan pelumpuran ketika musim hujan. Dampak ini

terjadi di lokasi penelitian Percut Sei Tuan dan sekitarnya.

Kesalahan konsep drainase konvensional yang paling pokok adalah filosofi

membuang air genangan secepat-cepatnya ke sungai. Dengan demikian, sungai-

sungai akan menerima beban yang melampaui kapasitasnya, sehingga meluap atau

terjadi banjir. Dengan demikian, cadangan air tanah akan berkurang, kekeringan di

musim kemarau akan terjadi. Dalam konteks inilah pemahaman bahwa banjir dan

kekeringan merupakan dua fenomena yang saling mempengaruhi.

Sangat ironis bahwa semakin baik drainase konvensional di suatu kawasan

aliran sungai, maka kejadian banjir di musim hujan dan kekeringan di musim

kemarau akan semakin intensif silih berganti. Dampak selanjutnya adalah kerusakan

ekosistem, perubahan iklim yang disebabkan oleh fluktuasi kandungan air tanah

musim kering dan musim basah yang sangat tinggi.

5.3 Identifikasi Konsep Perumahan Citraland Bagya City Dalam Mengatasi


Permasalahan Lingkungan Khususnya Banjir dan Pembuangan Air
Kotor

Menyadari dampak pengelolaan drainase konvensional yang dapat merusak

ekosistem, pihak pengembang CitraLand Bagya City mengubah konsep sistem

drainase konvensional dengan konsep drainase yang ramah lingkungan. Konsep ini

diidentifikasi melalui survey, observasi dan pengumpulan data dari developer tentang

konsep-konsep pengelolaan air kotor yang diterapkan pada perumahan ini. Konsep

Perumahan Citraland Bagya City dalam mengatasi permasalahan lingkungan

Universitas Sumatera Utara


93

khususnya banjir dan pembuangan air kotor adalah dengan menerapkan metode

ekodrainase seperti metode kolam/danau konservasi, parit konservasi, sumur resapan,

river side polder dan metode modifikasi lansekap (Gambar 5.6).

Gambar 5.6 Konsep Ekodrainase Perumahan CitraLand Bagya City

Metode drainase yang ramah lingkungan ini sekaligus dapat menjadi

tambahan nilai jual bagi perumahan ini. Kolam/danau konservasi yang dilakukan oleh

pihak pengembang dikemas menjadi kawasan hunian bernuansa resort dengan

pemandangan danau yang indah, lengkap dengan fasilitas jogging track, fitness

outdoor dan gazebo tempat bersantai dan rekreasi keluarga. Ikan juga dipelihara di

Universitas Sumatera Utara


94

danau buatan ini, setiap hari beberapa kelompok burung bangau datang ke danau ini

untuk mencari ikan yang mampu menambah daya tarik kawasan tepi danau buatan ini

(Gambar 5.7).

Gambar 5.7 Suasana Danau Buatan Dengan Sekelompok Burung Bangau

5.4 Identifikasi Penerapan Pengelolaan Air Kotor Yang Ekologis Pada


Kawasan Perumahan Citraland Bagya City

Berdasarkan survey, pengamatan dan observasi yang dilakukan, peneliti

mengidentifikasi lima metode penerapan pengelolaan air kotor yang ekologis pada

kawasan Perumahan Citraland Bagya City, yaitu metode kolam/danau konservasi,

parit konservasi, Sumur resapan, river side polder dan metode modifikasi lansekap

yang sejalan dengan teori ekodrainase Agus Maryono (2014). Pengelolaan sumber

daya air kotor yang ekologis dijadikan panduan didalam mengintrepetasikan

penerapan pengelolaan air kotor yang ekologis pada kawasan CitraLand Bagya City.

Melalui metode kolam/danau konservasi, parit konservasi, sumur resapan,

river side polder dan metode modifikasi lansekap, pakar ekodrainase Agus Maryono

Universitas Sumatera Utara


95

menawarkan konsep drainase ramah lingkungan. Drainase ramah lingkungan

didefinisikan sebagai upaya mengelola air kelebihan dengan cara sebesar-besarnya

diresapkan ke dalam tanah secara alamiah atau mengalirkan ke sungai dengan tanpa

melampaui kapasitas sungai sebelumnya.

Dalam drainase ramah lingkungan, justru air kelebihan pada musim hujan

harus dikelola sedemikian sehingga tidak mengalir secepatnya ke sungai. Namun

diusahakan meresap ke dalam tanah, guna meningkatkan kandungan air tanah untuk

cadangan pada musim kemarau. Konsep ini sifatnya mutlak di daerah beriklim tropis

dengan perbedaan musim hujan dan kemarau yang ekstrem seperti di Indonesia.

Prinsip dasar sistem drainase kolam konservasi ini adalah mengendalikan

kelebihan air permukaan sehingga dapat mengalirkan secara terkendali dan lebih

banyak mempunyai kesempatan untuk meresap ke dalam tanah. Air hujan yang jatuh

di suatu daerah perlu diresapkan, ditampung sementara dan dialirkan. Caranya yaitu

dengan pembuatan fasilitas resapan, tampungan dan saluran drainase. Hal ini

dimaksudkan agar konservasi air tanah masih dapat berlangsung dengan baik dan

dimensi struktur bangunan prasarana drainase dapat lebih efesien. Sistem drainase

berwawasan lingkungan ini merupakan usaha untuk mencegah kekurangan air tanah

di masa yang akan datang (Gambar 5.8).

Universitas Sumatera Utara


96

Gambar 5.8 Identifikasi Penerapan Danau Konservasi pada CitraLand Bagya City

Terdapat dua jenis parit konservasi yang diterapkan pada lokasi penelitian,

yaitu parit konservasi terbuka dan tertutup. Parit terbuka, yaitu sistem saluran yang

biasanya direncanakan hanya untuk menampung dan mengalirkan air hujan, sistem

saluran ini berfungsi sebagai saluran campuran. Berdasarkan hasil pengamatan

dilokasi penelitian, saluran terbuka ini merupakan saluran luar proyek yang terdapat

dipinggiran jalan samping dan belakang lokasi penelitian. Saluran terbuka ini

dibangun di sepanjang sisi jalan batu sihombing sampai menuju sungai Percut,

saluran terbuka ini diberi lining atau lapisan pelindung dengan pasangan bata dengan

ukuran lebar saluran 1 meter dan kedalaman 1.3 meter (Gambar 5.9 - 5.11).

Universitas Sumatera Utara


97

Gambar 5.9 Identifikasi Konsep Saluran Terbuka Menuju Sungai Percut di Kawasan
CitraLand Bagya City

Gambar 5.10 Identifikasi Penerapan Saluran Terbuka Menuju Sungai Percut di


Kawasan CitraLand Bagya City

Universitas Sumatera Utara


98

Gambar 5.11 Identifikasi Penerapan Saluran Terbuka Menuju Jalan Perhubungan di


Kawasan CitraLand Bagya City

Berdasarkan hasil investigasi terhadap lokasi penelitian, saluran drainase

tertutup digunakan didalam lingkungan perumahan dengan ukuran saluran

berdiameter 60 cm sampai 100 cm. Selain alasan estetika dan kestabilan terhadap

gangguan dari luar seperti lalu lintas merupakan alasan lain yang menuntut saluran

drainase ini dibuat dari saluran dengan lapisan. Saluran diberi tutup dengan lubang -

lubang kontrol di tempat-tempat tertentu. Saluran yang diberi tutup ini bertujuan

supaya saluran memberikan pandangan yang lebih baik atau ruang gerak bagi

kepentingan lain di atasnya (Gambar 5.12).

Universitas Sumatera Utara


99

Gambar 5.12 Identifikasi Penerapan Saluran Tertutup di Dalam Kawasan


CitraLand Bagya City

Berdasarkan observasi lapangan, rekomendasi yang diusulkan untuk

menangani genangan akibat kapasitas tampung saluran drainase yang tidak

mencukupi adalah dengan penerapan Metode Sumur Resapan. Konsep awal sumur

resapan yaitu sebagai pengganti tanah resapan air hujan yang mengalami perkerasan

yang menyebabkan air hujan yang jatuh tidak dapat langsung meresap ke dalam

tanah. Untuk mereduksi genangan penerapan sumur resapan di rencanakan di sekitar

saluran drainase di wilayah yang masih termasuk dalam daerah tangkapan air saluran

tersebut. Sumur resapan yang diaplikasikan didalam CitraLand Bagya City adalah

Universitas Sumatera Utara


100

berupa Pipa PVC diameter 4 inchi dengan kedalaman 5 m sepanjang ukurang pipa.

Pada sekeliling pipa dilubangi setiap jarak 100 mm, pada bagian atas pipa di tutup

dengan ijuk setebal 200 mm (Gambar 5.13). Sumur resapan ini ditanam disetiap

rumah di halaman depan dan di halaman belakang rumah.

Gambar 5.13 Identifikasi Penerapan Sumur Resapan di Dalam Kawasan


CitraLand Bagya City

Berdasarkan hasil pengamatan terhadap lokasi penelitian, CitraLand Bagya

City juga melakukan polder pinggir sungai di sungai Percut. Metode river side polder

ini dipasang di salah satu pinggiran sungai Percut yang berjarang sekitar satu

kilometer dari lokasi perumahan. Pada saat muka air naik (banjir), sebagian air akan

mengalir ke polder dan akan keluar jika banjir reda, sehingga banjir di bagian hilir

dapat dikurangi dan konservasi air terjaga (Gambar 5.14).

Universitas Sumatera Utara


101

Gambar 5.14 Identifikasi Penerapan Metode River Side Polder Di Sungai Percut 1
Kilometer Dari Perumahan Citraland Bagya City

Berdasarkan observasi lapangan, modifikasi lansekap sebagai bagian dari

ekodrainase juga dilakukan di Perumahan Citraland Bagya City. Modifikasi lansekap

juga dapat dilakukan dengan menginterupsi air larian pada jarak-jarak tertentu,

sehingga air hujan memiliki tenggang waktu untuk meresap ke dalam tanah.

Pemilihan pohon yang akarnya mampu menyerap air dengan banyak dan

mampu menyimpan air tanah, seperti Trembesi, Bambu, Keben, Tababuya (Gambar

5.15)

Universitas Sumatera Utara


102

Gambar 5.15 Identifikasi Penerapan Metode Modifikasi Lansekap di Perumahan


Citraland Bagya City

5.5 Analisa Penerapan Pengelolaan Air Kotor Yang Ekologis Pada


Kawasan Perumahan Citraland Bagya City

Landasan teori Dr.Ing.Ir.Agus Maryono, dijadikan dasar analisa dan fokus

pada penerapan pengelolaan air kotor yang ekologis pada kawasan perumahan

Citraland Bagya City. Dikaitkan dengan teori ekodrainase Agus Maryono (2014),

yang mengatakan bahwa ekodrainase merupakan suatu usaha mengalirkan air

kelebihan ke sungai dengan waktu seoptimal mungkin sehingga tidak menyebabkan

terjadinya masalah kesehatan dan banjir ke sungai.

Universitas Sumatera Utara


103

Terkait konsep tersebut, ekodrainase dapat dilakukan dengan beberapa

metode, yaitu metode:

1. Danau konservasi

2. Parit konservasi

3. Sumur resapan

4. River side polder

5. Metode modifikasi lansekap.

Peneliti akan menganalisa masterplan perumahan CitraLand Bagya City

berdasarkan elemen ekodrainase diatas. Analisa penerapan pengelolaan air kotor

yang ekologis pada Perumahan CitraLand Bagya City.

5.5.1 Analisa ruang terbuka CitraLand Bagya City

Analisa ruang terbuka CitraLand Bagya City merupakan analisa masterplan

dari aspek ekodrainase. Berdasarkan hasil pengamatan dan analisa ruang terbuka

terhadap masterplan perumahan CitraLand Bagya City meliputi elemen atap

bangunan, halaman rumah, danau, jalan, paving, taman/areal hijau, (Gambar 5.16 dan

5.17). Terdapat 6 elemen ruang terbuka yang analisanya dapat dilihat pada Tabel 5.2,

yaitu:

Universitas Sumatera Utara


104

Table 5.2 Analisa Elemen Ruang terbuka di CitraLand Bagya City

Item Luas (Ha) %


Atap 71.47 33.78%
Genteng 46.75 22.10%
Dak 24.72 11.68%
Halaman 26.81 12.67%
Danau 11.09 5.24%
Jalan 37.16 17.56%
Paving 19.70 9.31%
Taman 45.34 21.43%
211.57 100.00%

A. Atap

Atap merupakan bagian elemen solid dari analisa masterplan CitraLand Bagya

City, dengan luas 71.47 Ha atau 33.78 % dari luas total CitraLand Bagya City.

Elemen atap ini terbagi dua , atap genteng dengan kemiringan 35-50 derajat dan

atap dak beton. Atap genteng digunakan di rumah dengan persentase 22.1%

(46.75 Ha) dan atap dak untuk bangunan ruko dengan persentase 11.68% (24.72

Ha). Elemen atap ini merupakan elemen tertutup yang menghalangi serapan air

langsung ke tanah. Namun dapat digantikan dengan roof garden atau pembuatan

taman diatas atap. Untuk atap dengan konstruksi atap dak beton dapat diusulkan

menjadi roof garden. Dalam hal ini dari 33.78 % elemen atap yang tidak

menyerap air, 11.68% nya dapat direncanakan sebagai roof garden. Solusi roof

garden ini dapat menambah ruang terbuka hijau pada kawasan CitraLand Bagya

City (Gambar 5.16)

Universitas Sumatera Utara


105

Gambar 5.16 Solusi Roof Garden sebagai Bangunan Hijau, menambah Ruang
Terbuka Hijau Pada Kawasan CitraLand Bagya City

Universitas Sumatera Utara


106

B. Halaman Rumah

Halaman rumah terbagi dua elemen, yaitu elemen solid berupa perkerasan

carport dan elemen void berupa taman. Halaman yang berupa taman pada bagian

depan dan bagian belakang rumah memiliki luas 26.81 ha atau 12.67% dari luas

total kawasan. Peraturan city manajemen perumahan CitraLand Bagya City tidak

memperbolehkan penghuni rumah untuk menutup halaman depan dan halaman

samping rumah sudut dengan perkerasan. Namun pemilik rumah sering

menambah luasan rumah dengan menambah bangunan dan fungsi perkerasan

pada halaman belakang. Sehingga halaman belakang rumah tidak dapat dikontrol

sepenuhnya oleh pihak developer. Pengelola perumahan dapat menyarankan

pemilik rumah untuk tidak menutup seluruh bagian halaman belakang dengan

atap, untuk penghawaan dan pencahayaan. Pada bagian atap yang merupakan

tambahan disarankan berupa dak beton dan difungsikan menjadi roof garden

(Gambar 5.17).

Perlu disarankan roof garden pada bagian atap pada perumahan ini untuk

memperlambat run off kawasan. Tanaman pada roof garden memiliki

kemampuan untuk mengurangi penyerapan panas secara keseluruhan gedung

yang kemudian mengurangi konsumsi energi. Roof garden mampu mengurangi

suhu antara 3,6 o - 11,3 o Celsius (6,5 dan 20,3 ° F).

Universitas Sumatera Utara


107

Gambar 5.17 Ruang Terbuka pada Halaman Rumah di Perumahan CitraLand Bagya
City

Universitas Sumatera Utara


108

C. Danau

Danau merupakan elemen ruang terbuka yang menjadi bagian dari ekodrainase di

kawasan CitraLand Bagya City. Danau yang direncanakan di perumahan ini

seluas 11 ha atau 5% dari luas total CitraLand Bagya City. Danau yang sudah

terbangun saat ini seluas 2 Hektar dengan kedalamanan 1.5-2.5 meter. Salah satu

cara penanganan air limpasan dalam konsep eko-drainase adalah cara retensi

(penampungan). Cara retensi dibagi menjadi dua macam, yaitu “off site

retention”, misalnya pembuatan danau dan “on site retention”, misalnya retensi

pada atap bangunan, taman, tempat parkir, lapangan terbuka, halaman rumah.

Untuk skala lebih besar, penerapan metode retensi diwujudkan dalam bentuk

waduk tunggu. Danau penampungan dapat memperbesar retensi aliran

permukaan. Caranya dengan memberikan waktu yang cukup untuk air agar dapat

meresap ke dalam tanah. Danau juga berfungsi menahan aliran air agar tidak

langsung mengalir ke saluran drainase. Besar danau minimal sebesar debit curah

hujan yang kehilangan tempat resapannya, terutama akibat berubahnya fungsi

suatu kawasan.

Di sisi lain, pembuatan danau konservasi ini sebenarnya juga akan

menguntungkan jika dikaitkan dengan kebutuhan rekreasi. Rumah dan kavling

yang dijual dengan view danau harganya lebih tinggi dan lebih menarik minat

konsumen. Danau dapat diserasikan dengan taman atau ruang terbuka hijau

sehingga bisa menjadi tempat rekreasi, berolahraga dan aktifitas sosial bagi

Universitas Sumatera Utara


109

penghuni. Danau Tunggu (Regulation Pond) juga berfungsi menyimpan air saat

banjir untuk sementara waktu dan mengalirkan lagi ke sungai setelah hujan mulai

surut. Suatu danau penampung atau danau konservasi dapat menahan air

kelebihan pada masa-masa aliran air tinggi untuk digunakan selama masa-masa

kekeringan (Gambar 5.18).

Gambar 5.18 Danau yang Sudah Dibangun Di Perumahan CitraLand Bagya City

D. Jalan

Jalan pada perumahan CitraLand Bagya City terdiri dari dua material, yaitu dari

rigid beton dengan lapisan finishing aspal (Gambar 5.19) dan rigid beton dengan

lapisan finishing pattern concrete (Gambar 5.20). Kedua material jalan ini adalah

bagian solid yang tidak dapat menyerap air. Luas jalan di kawasan ini 37.16 ha

atau 17.56% dari luas total kawasan. Dengan lebar jalan dari 7 sampai 24 meter

Universitas Sumatera Utara


110

dan kemiringan 2%. Air hujan yang mengalir kepermukaan jalan dialirkan ke

saluran melalui street inlet yang ada dipinggiran jalan (Gambar 5.21)

Gambar 5.19 Jalan Rigid Beton dengan Finishing Aspal di Perumahan CitraLand
Bagya City

Universitas Sumatera Utara


111

Gambar 5.20 Jalan Rigid Beton dengan Finishing Pattern concrete di Perumahan
CitraLand Bagya City

Universitas Sumatera Utara


112

Gambar 5.21 Potongan Jalan Dengan Penampang Street Inlet Dan Saluran Di
Perumahan CitraLand Bagya City

E. Paving

Paving merupakan bagian dari elemen jalan pedestrian di perumahan CitraLand

Bagya City. Luas paving yang ada di perumahan ini 19.7 ha atau 9.31% dari luas

total kawasan. Paving dengan tebal 8 cm ini menutupi bagian pejalan kaki di

berm jalan. Air hujan yang melalui paving dapat langsung diserap ke tanah

(Gambar 5.22)

Universitas Sumatera Utara


113

Gambar 5.22 Foto Paving di Jalan Pedestrian CitraLand Bagya City

F. Taman

Taman merupakan elemen void yang merupakan bagian dari ekodrainase di

perumahan CitraLand Bagya City. Taman diperumahan ini terdiri dari taman

Universitas Sumatera Utara


114

berm di tepi jalan, taman cluster dan taman disepanjang tepian danau. Luas

taman di kawasan ini 45.34 ha atau 21.43 % dari luas total kawasan. Taman yang

di perumahan ini didisain dengan lansekap yang baik dengan pemilihan tanaman

yang serasi. Untuk mendukung ekodrainase dilakukan modifikasi lansekap

melalui rekayasa kontur tanah dan cekungan penahan air yang merupakan bagian

dari konservasi lahan melalui vegetasi.

Peranan vegetasi adalah mengurangi kekuatan disperasi air hujan, mengurangi

jumlah serta kecepatan aliran permukaan dan memperbesar infiltrasi air ke dalam

tanah sehingga air lebih cepat diserap. Berdasarkan observasi terdapat empat

jenis tanaman penutup yang digunakan yaitu: (a) jenis merambat (rendah) seperti

rumput gajah mini, pacing mini, (b) jenis perdu/semak (sedang) seperti

alamanda kuning, pandan hijau, (c) jenis pohon (tinggi) seperti trembesi, palem

chinensis, (d) jenis kacang-kacangan seperti kucai hijau dan telo-telo. Konservasi

lansekap seperti ini dilakukan dengan cara mengelompokkan tanaman yang

memiliki kebutuhan air yang sama dalam satu landscape. Kombinasi tanaman

dengan tajuk berbeda sangat mendukung, metode ini disebut pola tajuk

bertingkat (Gambar 5.23).

Universitas Sumatera Utara


115

Gambar 5.23 Analisa Ruang Terbuka Masterplan Perumahan CitraLand Bagya City

Universitas Sumatera Utara


116

Gambar 5.24 Komposisi Ruang Terbuka Di Perumahan


CitraLand Bagya City

Berdasarkan hitungan analisa ruang terbuka diatas dapat dikatakan efisiensi

perumahan CitraLand Bagya City hanya 46 %. Dapat dikatakan Koefisien Dasar

Bangunan hanya 46 %, sedangkan 54 % CitraLand Bagya City diperuntukkan sebagai

ruang terbuka taman, penghijauan, jalan dan danau. Berdasarkan peraturan tata ruang

Pemerintah Kabupaten Deli Serdang dinas Cipta Karya, KDB untuk perumahan 60

%. Namun pada perumahan CitraLand Bagya City KDB dilaksanakan 46 %. Hal ini

membuktikan bahwa perumahan ini dari awal mengkonsepkan hunian yang ekologis

dengan menempatkan persentase ruang terbuka lebih besar dari lahan yang dibangun

(gambar 5.20). Komposisi ruang terbuka di perumahan CitraLand Bagya City cukup

besar dengan taman 21%, paving 9%, jalan 18 %, taman rumah 13% dan danau 5 %

(Gambar 5.24). Ruang terbuka ini dimanfaatkan sebagai bagian dari ekodrainase

dengan konservasi tanah dan resapan air hujan (Gambar 5.23).

Universitas Sumatera Utara


117

5.5.2 Metode danau konservasi CitraLand Bagya City

Selama ini paradigma lama dalam pengelolaan drainase adalah mengalirkan

secepat mungkin air ke saluran drainase terdekat atau badan air. Namun dengan

adanya permasalahan baru khususnya terkait perubahan iklim dan mitigasi bencana,

muncul paradigma baru yaitu menahan dan meresapkan air sebanyak mungkin ke

tanah melalui sumur resapan, kolam retensi, ataupun yang lainnya. Salah satu konsep

yang sesuai dengan paradigma baru tersebut adalah konsep ekodrainase, yaitu suatu

konsep pengelolaan saluran drainase secara terpadu dan berwawasan lingkungan.

Konsep inilah yang dilakukan perumahan CitraLand Bagya City saat ini demi

mewujudkan drainase yang berwawasan lingkungan. Secara garis besar konsep ini

menjadikan prasarana drainase di kawasan perumahan yang berfungsi sebagai

pengelola/pengendali air permukaan (limpasan air hujan) sehingga tidak

menimbulkan masalah genangan, banjir, dan kekeringan bagi masyarakat serta

bermanfaat bagi kelestarian lingkungan hidup. Dalam konsep ekodrainase, air hujan

tidak secepatnya dialirkan menuju sungai namun diresapkan atau ditampung terlebih

dahulu. Hal ini dapat dilakukan dengan membangun sumur resapan dan kolam

retensi. Selain itu, konsep ekodrainase juga dapat dilaksanakan secara terintegrasi

dengan penanganan sampah dan air limbah yang bertujuan memulihkan dan

meningkatkan kualitas air saluran drainase perkotaan dari pencemaran yang

disebabkan oleh sampah atau air limbah yang masuk ke dalam saluran drainase.

Universitas Sumatera Utara


118

Dalam analisa kajian kebutuhan danau sebagai ekodrainase di perumahan

CitraLand Bagya City telah dibangun danau seluas 2 hektar di kuadran pertama dan

selanjutnya akan dibangun danau seluas 4 hektar di kuadran kedua, 3 hektar di

kuadran ketiga dan 2 hektar di kuadran keempat, total kebutuhan danau seluruhnya 11

hektar untuk luas 211.5 hektar (Gambar 5.24-5.28)

Gambar 5.25 Kajian Kebutuhan Danau di Perumahan CitraLand Bagya City

Universitas Sumatera Utara


119

Gambar 5.26 Danau Sebagai Bagian dari Ekodrainase di Perumahan


CitraLand Bagya City

Gambar 5.27 Danau di Perumahan CitraLand Bagya City

Gambar 5.28 Konsep Danau di Perumahan CitraLand Bagya City

Universitas Sumatera Utara


120

Gambar 5.29 Danau Sebagai Bagian Dari Ekodrainase di Perumahan


CitraLand Bagya City

Danau konservasi ini dibuat dengan memanfaatkan daerah-daerah dengan

topografi rendah, secara ekstra dibuat dengan menggali suatu areal atau bagian

tertentu. Selain itu danau ini dapat difungsikan sebagai point view, tempat bersantai

atau berwisata bagi penduduk sekitar (Gambar 5.29).

Universitas Sumatera Utara


121

Gambar 5.30 Danau Memanfaatkan Daerah dengan Topografi Rendah atau Tanah
Daya Dukung Rendah

Universitas Sumatera Utara


122

5.5.3 Metode parit konservasi CitraLand Bagya City

Pada saluran parit drainase secara umum dikenal ada dua jenis konstruksi
saluran, yaitu:

1. Saluran Tertutup
2. Saluran Terbuka dengan lapisan, seperti pasangan batu atau beton
Saluran tanah memiliki kapasitas maksimum yang dibatasi oleh kemampuan

jenis tanah setempat terhadap bahaya erosi akibat aliran terlalu cepat. Hal tersebut

menjadi salah satu alasan mengapa diperlukan saluran dengan lapisan, meskipun

harga saluran dengan lapisan lebih mahal.

Untuk drainase di Perumahan CitraLand Bagya City dipakai saluran dengan

lapisan. Pemilihan pemakaian saluran tertutup ini untuk alasan estetika dan kestabilan

terhadap gangguan dari luar seperti lalu lintas merupakan alasan lain yang menuntut

saluran drainase di perumahan ini dibuat dari saluran dengan lapisan. Saluran ini

dapat berupa saluran semi terbuka atau saluran yang diberi tutup dengan lubang –

lubang kontrol di tempat-tempat tertentu dengan dimensi mulai dari diameter 60 cm

sampai 100 cm. Saluran yang diberi tutup yang dapat dibuka, bertujuan supaya

saluran memberikan pandangan yang lebih baik atau ruang gerak bagi kepentingan

lain di atasnya. Pada beberapa bagian dipasang grill besi yang berfungsi sebagai

kontrol street inlet (Gambar 5.30)

Universitas Sumatera Utara


123

Gambar 5.31 Metode Parit konservasi di Perumahan CitraLand Bagya City

Gambar 5.32 Rencana Aliran Air Parit Konservasi di Perumahan


CitraLand Bagya City

Berdasarkan hasil penelitian, terdapat saluran berupa parit konservasi berupa

parit terbuka yang dikerjakan oleh CitraLand Bagya City yang merupakan saluran

luar sebagai penyambung antara saluran didalam proyek menuju saluran kota atau

sungai Percut (Gambar 5.31).

Terdapat dua jalur saluran, Saluran pertama yaitu saluran kota kearah utara

disebut saluran V0-V2 sepanjang 950 meter , yaitu saluran dari CitraLand Bagya City

Universitas Sumatera Utara


124

ke saluran kota jalan perhubungan. Saluran kedua yaitu saluran kota kearah timur

menuju sungai Percut disebut saluran (A-S) sepanjang 1500 meter dengan tujuan

akhir menuju sungai Percut. (Gambar 5.32-5.33)

Gambar 5.33 Rencana Drainase Makro di Perumahan CitraLand Bagya City

Universitas Sumatera Utara


125

Gambar 5.34 Rencana Drainase Unit Rumah dan Ruko di Perumahan


CitraLand Bagya City

Universitas Sumatera Utara


126

5.5.4 Metode sumur resapan CitraLand Bagya City

Metode sumur resapan merupakan metode ekodrainase praktis dengan cara

membuat sumur-sumur untuk mengalirkan air hujan yang jatuh pada atap perumahan

atau kawasan tertentu. Berdasarkan pengamatan di perumahan CitraLand Bagya City

terdapat dua sumur resapan disetiap rumah dihalaman depan dan halaman belakang.

Sumur resapan sederhana yang terbuat dari Pipa PVC diameter 4 inchi dengan

kedalaman 5 m sepanjang ukurang pipa. Pada sekeliling pipa dilubang setiap jarak

100 mm, pada bagian atas pipa di tutup dengan ijuk setebal 200 mm (Gambar 5.32-

5.33). Selain sumur resapan, septictank yang digunakan juga bioseptictank sehingga

buangan rumah tangga tidak mencemari air tanah. Perlu dicatat bahwa sumur resapan

ini hanya dikhususkan untuk air hujan, sehingga masyarakat harus mendapatkan

pemahaman mendetail untuk tidak memasukkan air limbah rumah tangganya ke

sumur resapan tersebut. (Gambar 5.34-5.37).

Motode sumur resapan selain mampu mengatasi masalah banjir, juga dapat

berfungsi sebagai konservasi air hujan. Metode ini tidak mengeluarkan biaya mahal,

ekonomis dan praktis untuk digunakan sebagai konservasi air hujan.

Universitas Sumatera Utara


127

Gambar 5.35 Detail Sumur Resapan Sebagai Bagian dari Ekodrainase


di Perumahan CitraLand Bagya City

Gambar 5.36 Foto Posisi Sumur Resapan di Halaman Depan dan Belakang Rumah
CitraLand Bagya City

Universitas Sumatera Utara


128

Gambar 5.37 Detail Bioseptictank di Perumahan CitraLand Bagya City

5.5.5 Metode river side polder CitraLand Bagya City

Metode river side polder adalah metode menahan aliran air dengan

mengelola/menahan air kelebihan (hujan) di sepanjang bantaran sungai. Pembuatan

polder pinggir sungai Percut ini dilakukan dengan memperlebar bantaran sungai di

berbagai tempat secara selektif di sepanjang sungai. Untuk CitraLand Bagya City,

metode river side polder ini dipasang di salah satu pinggiran sungai Percut yang

berjarang sekitar 1 kilometer dari lokasi perumahan. Pada saat muka air naik (banjir),

sebagian air akan mengalir ke polder dan akan keluar jika banjir reda, sehingga banjir

di bagian hilir dapat dikurangi dan konservasi air terjaga (Gambar 5.38).

Universitas Sumatera Utara


129

Gambar 5.38 Metode River Side Polder di Sungai Percut 1 Kilometer dari
Perumahan Citraland Bagya City

5.5.6 Metode modifikasi lansekap CitraLand Bagya City

Metode modifikasi lansekap ini dilakukan dengan merekayasa lansekap yang

ada, baik secara makro maupun mikro, sehingga makin banyak air hujan yang

tertampung dan bisa diresapkan di areal tersebut . Dengan penataan lansekap yang

baik secara makro dapat memberi image suasana kota yang teduh dan hijau (Gambar

5.38-5.39). Metode ini dapat dilakukan secara sederhana, dengan menggunakan

konstruksi mulde atau menggunakan cekungan-cekungan horizontal yang didesain

artistik, sehingga masih dapat dipakai untuk keperluan tertentu di musim kering

(Gambar 5.39). Modifikasi lansekap juga dapat dilakukan dengan menginterupsi air

larian pada jarak-jarak tertentu, sehingga air hujan memiliki tenggang waktu untuk

Universitas Sumatera Utara


130

meresap ke dalam tanah. Rekayasa kontur tanah dengan membuat terasering. Dengan

adanya terasering, air larian diinterupsi agar punya kesempatan untuk meresap,

setidaknya kecepatan aliran dikurangi agar tidak menimbulkan erosi. Pemilihan

pohon yang akarnya mampu menyerap air dengan banyak dan mampu menyimpan air

tanah, seperti Trembesi, Bambu, Keben, Tababuya.

Gambar 5.39 Metode Modifikasi Lansekap dari Perumahan CitraLand Bagya City

Universitas Sumatera Utara


131

Gambar 5.40 Metode Modifikasi Lansekap dari Perumahan CitraLand Bagya City

Analisa keberhasilan ekodrainase juga dapat dilihat dari analisa nilai koefisien

run off kawasan. Koefisien pengaliran adalah perbandingan antara jumlah air hujan

yang mengalir atau melimpas diatas permukaan tanah dengan jumlah air hujan yang

jatuh dari atmosfir. Nilai koefisien pengaliran berkisar antara 0 sampai dengan 1 dan

Universitas Sumatera Utara


132

bergantung dari jenis tanah, jenis vegetasi, karakteristik tata guna lahan dan

konstruksi yang ada dipermukaan tanah seperti jalan aspal, atap bangunan dan lain-

lain yang menyebabkan air hujan tidak dapat sampai secara langsung ke permukaan

tanah sehingga tidak dapat berinfiltrasi maka akan menghasilkan limpasan permukaan

hampir 100% . Rumus untuk menentukan koefisien pengaliran adalah sebagai

berikut:

C=Q/R

Keterangan:

C = Koefisien Pengaliran

Q = Jumlah Limpasan

R = Jumlah Curah Hujan

Besaran nilai koefisien ini dipengaruhi oleh tata guna lahan, kemiringan

lahan, jenis dan kondisi tanah.Standar nilai koefisien run off ini akan dibandingkan

terhadap run off kawasan penelitian akibat perubahan peruntukan lahan (Wesli,

2008).

Universitas Sumatera Utara


133

Adapun nilai koefisien run off untuk beberapa kondisi area dapat dilihat pada
Tabel 5.3.

Tabel 5.3 Tabel Standarisasi Nilai Koefisien Run Off

Tipe Area Koefisien run off

Dataran yang ditanami / perkebunan 0.45-0.60

Atap yang tidak tembus air 0.75-0.90

Perkerasan aspal, beton 0.80-0.90

Tanah padat sulit diresapi 0.40-0.55

Tanah agak mudah diresapi (danau) 0.05-0.35

Taman / lapangan terbuka 0.05-0.25


Kebun 0.2

Perumahan tidak begitu rapat (20 rumah / ha) 0.25-0.40

Perumahan kerapatan sedang (21-60 rumah / ha)

Perumahan rapat (61-160 rumah / ha) 0.40-0.70


Daerah rekreasi 0.70-0.80
Daerah industri 0.20-0.30
Daerah perniagaan 0.80-0.90
0.90-0.95

Sumber: Wesli, 2008

Universitas Sumatera Utara


BAB VI

PENEMUAN

6.1 Penemuan Dampak Lingkungan Akibat Pembangunan Perumahan


Citraland Bagya City

Berdasarkan hasil penelitian, peneliti menemukan dampak lingkungan akibat

pembangunan perumahan Citraland Bagya City yang terjadi pada tahap awal

pembangunan seperti ditunjukan pada Gambar 6.1, yaitu pada tahap pembangunan

infrastruktur dan penimbunan lahan, yaitu:

1. Banjir yang masih sering terjadi ketika hujan turun disertai dengan kotoran

endapan lumpur yang terbawa oleh tanah timbun dari lokasi penelitian.

2. Pada saat musim kemarau air tanah berkurang ditandai dengan

menyurutnya air danau buatan ketika musim kemarau dari kedalaman 2

meter menjadi 1.2 meter.

3. Polusi air akibat dari mengendapnya lumpur didalam saluran sehingga air

tidak berjalan sesuai rencana ke aliran sungai.

4. Reaksi masyarakat sekitar yang tidak medukung sepenuhnya usaha

normalisasi saluran yang dilakukan pihak pengembang dengan menutup

saluran yang telah dibuat, sehingga memperburuk keadaan.

134

Universitas Sumatera Utara


135

Gambar 6.1 Foto Banjir di Kawasan Perumahan Citraland Bagya City pada Tahap
Pembangunan Infrastruktur

Universitas Sumatera Utara


136

6.2 Penemuan Konsep Pengelolaan Air Kotor Perumahan Citraland


Bagya City Dalam Mengatasi Permasalahan Lingkungan

Berdasarkan hasil penelitian, peneliti menemukan konsep pengelolaan air

kotor di perumahan Citraland Bagya City dalam mengatasi permasalahan lingkungan

yang ada, yaitu konsep ekodrainase, yang merupakan bentuk pembelajaran dari

pelaksanaan drainase konvensional yang sebelumnya dilakukan namun tidak berjalan

dengan baik, sehingga pengembang mengubah konsep drainase konvensional menjadi

konsep ekodrainase yang berwawasan lingkungan. Berdasarkan penelitian, konsep

ekodrainase ini terbukti mengurangi permasalahan lingkungan yang ada seperti banjir

dimusim hujan dan kekeringan dimusim kemarau (Gambar 6.2).

Gambar 6.2 Foto Banjir di Kawasan Perumahan Citraland Bagya City pada Tahap
Pembangunan Infrastruktur

Universitas Sumatera Utara


137

6.3 Penemuan Penerapan Pengelolaan Air Kotor Yang Ekologis Pada


Kawasan Perumahan Citraland Bagya City

Berdasarkan hasil penelitian, peneliti menemukan penerapan pengelolaan air

kotor yang ekologis pada kawasan perumahan Citraland Bagya City, yaitu penerapan

lima metode ekodrainase, yaitu:

A. Danau konservasi di perumahan CitraLand Bagya City.

Berdasarkan hasil investigasi di lokasi penelitian terhadap danau konservasi

di perumahan CitraLand Bagya City, ditemukan:

1. Danau konservasi yang terbangun saat ini seluas 2 Hektar untuk areal

pengembangan seluas 63 hektar. Kedalamanan danau 1.5-2.5 meter.

Didalam masterplan nantinya akan terdapat 11 hektar danau konservasi

untuk luas areal pengembangan 211 hektar.

2. Danau konservasi ini dibuat untuk menampung air hujan terlebih dahulu,

diresapkan dan sisanya dapat dialirkan ke sungai secara perlahan-lahan.

3. Danau konservasi berfungsi menahan aliran air agar tidak langsung

mengalir ke saluran drainase kota.

4. Danau konservasi dapat dibuat dengan memanfaatkan daerah-daerah

dengan topografi rendah, daerah-daerah bekas galian pasir atau galian

material lainnya, atau secara ekstra dibuat dengan menggali suatu areal

atau bagian tertentu.

Universitas Sumatera Utara


138

5. Danau konservasi juga sangat menguntungkan jika dikaitkan dengan

kebutuhan rekreasi masyarakat. Berfungsi sebagai areal rekreasi bagi

masyarakat sekitar.

6. Di samping itu, danau konservasi dapat dikembangkan menjadi bak-bak

permanen air hujan, sebagai cadangan air tanah ketika musim kemarau.

7. Run Off danau saat ini 0.0026-0.018 angka ini dibawah nilai standard

koefisien danau yaitu 0.05-0.35.

8. Danau konservasi diterapkan seperti pada studi kasus penerapan

ekodrainase pada kota Almere di Belanda dan Tianjin di China.

Gambar 6.3 Metode Danau Konservasi di Kawasan Perumahan


Citraland Bagya City

Universitas Sumatera Utara


139

B. Parit konservasi

Berdasarkan hasil investigasi terhadap lokasi penelitian, terdapat dua jenis

saluran parit konservasi yang diterapkan di lokasi ini yaitu saluran terbuka dan

saluran tertutup (Gambar 6.4).

1. Saluran terbuka digunakan dibagian luar perumahan yang berhubungan

langsung dengan saluran drainase kota dan ke sungai Percut dengan dimensi

lebar 1 meter dan kedalaman 1.3 meter.

2. Saluran drainase tertutup digunakan didalam lingkungan perumahan dengan

ukuran saluran diameter 60 cm sampai 100 cm. Selain alasan estetika dan

kestabilan terhadap gangguan dari luar seperti lalu lintas merupakan alasan

lain yang menuntut saluran drainase ini dibuat dari saluran dengan lapisan.

Saluran diberi tutup dengan lubang-lubang kontrol di tempat-tempat tertentu.

Gambar 6.4 Penerapan Saluran Tertutup dan Terbuka Sebagai Parit Konservasi di
Kawasan CitraLand Bagya City

Universitas Sumatera Utara


140

C. Sumur resapan

Salah satu upaya untuk meningkatkan kemampuan tanah meresapkan air hujan

yaitu melalui pembuatan sumur resapan. Sumur resapan air khususnya di

kawasan pemukiman baik di perkotaan maupun di pedesaan, selain dapat

menekan terjadinya banjir, sumur resapan ini juga dapat berfungsi untuk

menyediakan cadangan air tanah pada musim kemarau. Dengan sumur resapan

ini, air hujan akan ditampung dan diresapkan ke dalam tanah sehingga dapat

memperbaiki permukaan air tanah serta mengurangi aliran permukaan.

Sementara itu, dengan pembuatan sumur resapan ini akan mampu menekan

banjir dan menyediakan air tanah pada musim kemarau sehingga sumur-sumur

dan mata air yang ada dapat tetap berair pada saat kemarau.

Berdasarkan hasil investigasi terhadap lokasi penelitian, setiap rumah di

CitraLand Bagya City dipasang sumur resapan satu buah dihalaman depan dan

satu buah di halaman belakang. Sumur resapanini sangat sederhana dibuat dari

Pipa PVC diameter 4 inchi dengan kedalaman 5 m sepanjang ukurang pipa.

Pada sekeliling pipa dilubangi setiap jarak 100 mm, pada bagian atas pipa di

tutup dengan ijuk setebal 200 mm (Gambar 6.5).

Sumur resapan ini diterapkan seperti pada studi kasus penerapan ekodrainase

di Rungkut, Surabaya dan Malang yang mampu mengurangi masalah banjir di

kota tersebut.

Universitas Sumatera Utara


141

Gambar 6.5 Penerapan Sumur Resapan di Dalam Kawasan CitraLand Bagya City

Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 03-2453-2002, dapat

diketahui bahwa persyaratan umum yang harus dipenuhi sebuah sumur resapan untuk

lahan pekarangan rumah adalah sebagai berikut.

1. Sumur resapan harus berada pada lahan yang datar, tidak pada tanah

berlereng, curam atau labil.

2. Sumur resapan harus dijauhkan dari tempat penimbunan sampah, jauh dari

septictank (minimum 5 m diukur dari tepi), dan berjarak minimum 1 m dari

fondasi bangunan.

3. Penggalian sumur resapan bisa sampai tanah berpasir atau maksimal 2 m di

bawah permukaan air tanah. Kedalaman muka air tanah minimum 1,5 m

pada musim hujan.

4. Struktur tanah harus mempunyai permeabilitas tanah (kemampuan tanah

menyerap air) lebih besar atau sama dengan 2,0 cm/jam (artinya, genangan

Universitas Sumatera Utara


142

air setinggi 2 cm akan teresap habis dalam 1 jam), dengan tiga klasifikasi,

yaitu sebagai berikut:

a. Permeabilitas sedang, yaitu 2,0-3,6 cm/jam.


b. Permeabilitas tanah agak cepat (pasir halus), yaitu 3,6-36 cm/jam.
c. Permeabilitas tanah cepat (pasir kasar), yaitu lebih besar dari 36
cm/jam.

D. River Side Polder

Metode river side polder juga ditemukan di salah satu pinggiran sungai Percut

yang berjarang sekitar 1 kilometer dari lokasi perumahan. Pada saat muka air

naik (banjir), sebagian air akan mengalir ke polder dan akan keluar jika banjir

reda, sehingga banjir di bagian hilir dapat dikurangi dan konservasi air terjaga

(Gambar 6.6). Berkaitan dengan studi kasus penerapan ekodrainase di

Belanda.

Gambar 6.6 Penerapan River Side Polder di Kawasan CitraLand Bagya City

Universitas Sumatera Utara


143

E. Modifikasi lansekap.

Berdasarkan hasil investigasi di kawasan perumahan CitraLand Bagya City

juga menerapkan modifikasi lansekap (Gambar 6.7). Rekayasa lansekap dilakukan

baik secara makro maupun mikro dengan cara:

1. Penataan lansekap baik secara makro maupun mikro sehingga memberi

image suasana kota yang teduh dan hijau.

2. Metode konstruksi mulde atau menggunakan cekungan-cekungan

horizontal yang didesain artistik, sehingga masih dapat dipakai untuk

keperluan tertentu di musim kering dan rekayasa kontur tanah.

3. Modifikasi lansekap juga dapat dilakukan dengan menginterupsi air larian

pada jarak-jarak tertentu, sehingga air hujan memiliki tenggang waktu

untuk meresap ke dalam tanah.

4. Berdasarkan tolak ukur Green Building Council Indonesia, wajib

mempertahankan minimal 20% pohon besar yang telah dewasa, yang ada

dalam kawasan. Berdasarkan analisa dan observasi lokasi penelitian

terdapat 35% tanaman pohon besar yang dipertahankan, yaitu pohon jati

jabon yang dulunya merupakan pohon eksisting di kawasan ini.

5. Pemilihan pohon yang akarnya mampu menyerap air dengan banyak dan

mampu menyimpan air tanah, seperti Trembesi, Bambu, Keben,

Tababuya.

Universitas Sumatera Utara


144

6. Ditemukan empat jenis tanaman penutup yang digunakan yaitu: (a) jenis

merambat (rendah) seperti rumput gajah mini, pacing mini, (b) jenis

perdu/semak (sedang) seperti alamanda kuning, pandan hijau, (c) jenis

pohon (tinggi) seperti trembesi, palem chinensis, (d) jenis kacang-

kacangan seperti kucai hijau dan telo-telo.

7. Konservasi lansekap seperti ini dilakukan dengan cara mengelompokkan

tanaman yang memiliki kebutuhan air yang sama dalam satu landscape.

Kombinasi tanaman dengan tajuk berbeda sangat mendukung, metode ini

disebut pola tajuk bertingkat

8. Berdasarkan tolak ukur Green Building Council Indonesia, wajib

menyediakan ruang terbuka hijau untuk publik minimal 25% dari luas

lahan. Berdasarkan analisa dan observasi lokasi penelitian terdapat 27%

ruang terbuka hijau dengan fungsi taman dan danau.

9. Modifikasi lansekap diterapkan seperti pada studi kasus penerapan

ekodrainase di Belanda.

10. Run Off ruang terbuka taman saat ini 0.01-0.05 angka ini dibawah nilai

standard koefisien taman yaitu 0.05-0.25.

Universitas Sumatera Utara


145

Gambar 6.7 Metode Modifikasi Lansekap di Dalam Kawasan CitraLand Bagya City

Universitas Sumatera Utara


146

Analisa penelitian terhadap elemen-elemen ekodrainase dapat dilihat pada


Tabel 6.1.

Tabel 6.1 Tabel Kajian Ekodrainase CitraLand Bagya City

Indikator Standarisasi Aplikasi


Realisasi pada lokasi
Sesuai teori Green Building Council Indonesia -
penelitian
Metode Ekodrainase
Agus Maryono (2005) SNI 03–3424–1994 CitraLand Bagya City
SNI 03–2453–2002
SNI 03–7065–2005
Kolam Konservasi  Danau resapan dapat dibuat  1.5-2 Hektar untuk kawasan yang  Luas 11 ha dengan
dengan ukuran kecil 1-5 ha, awalnya daerah resapan kedalaman 1.5-2.5 m
untuk kawasan permukiman
umum dan real estate
pengembang, dengan kondisi
geologis berpasir.
 Danau resapan mempunyai  Run Off standard koefisien danau  Run Off kolam 0.0026 -
kapasitas resapan 10 – 100 yaitu 0.05 – 0.35 0.018 > Lebih Baik
kali lebih cepat dari top soil.

 Dasar danau resapan harus √ Lapisan tanah danau berpasir


permeable. Lapisan tanah
berpasir atau berkerikil.
 Danau resapan berfungsi
ganda yaitu mengurangi banjir √ Danau berfungsi mengurangi
dan menjaga / konservasi air banjir dan konservasi air tanah
tanah.

Parit Konservasi  Ekodrainase ramah  Mengurangi volume limpasan air √ Melambatkan aliran air
lingkungan mengelola air hujan kawasan ke drainase kota kelebihan dengan sistem saluran
kelebihan pada musim hujan parit konservasi ke danau
sehingga tidak mengalir sebelum ke sungai atau drainase
secepatnya ke sungai. kota

 Ekodrainase meresapkan air √ Saluran parit konservasi


hujan ke dalam tanah, guna bagian bawah terbuat dari tanah
meningkatkan kandungan air (tanpa beton), agar air meresap
tanah untuk cadangan pada ke tanah sebelum mengalir ke
musim kemarau. sungai

Universitas Sumatera Utara


147

Tabel 6.1 (Lanjutan)

Indikator Standarisasi Aplikasi


Realisasi pada lokasi
Sesuai teori Green Building Council Indonesia -
penelitian
Metode Ekodrainase
Agus Maryono (2005) SNI 03–3424–1994 CitraLand Bagya City
SNI 03–2453–2002
SNI 03–7065–2005
Sumur Resapan  Sumur resapan berjarak  Sumur resapan harus berada pada √ Sumur resapan berjarak 3 m
minimum 1 m dari pondasi lahan yang datar, tidak pada tanah dari pondasi dan pada lahan
bangunan. berlereng, curam atau labil. datar
 Sumur resapan harus dijauhkan dari √ Jauh dari septictank.
 Sumur resapan jauh dari tempat penimbunan sampah, jauh dari Septictank yang ada adalah bio
tempat penimbunan sampah, septic tank (minimum 5 m diukur dari septictank
minimum 5 m dari septic tank. tepi), dan berjarak minimum 1 m dari
pondasi bangunan.
 Kedalaman sumur resapan  Penggalian sumur resapan bisa √ Kedalaman sumur minimal 5
sampai menemukan muka air sampai tanah berpasir atau maksimal 2 m dan sampai permukaan air
tanah m di bawah permukaan air tanah. tanah
Kedalaman muka air (water table)
tanah minimum 1,5 m pada musim
hujan.
 Permeabilitas tanah  Struktur tanah harus mempunyai  Permeabilitas tanah di
(kemampuan tanah menyerap permeabilitas tanah (kemampuan perumahan CitraLand Bagya
air) lebih besar atau sama tanah menyerap air) lebih besar atau City : rata-rata 2.4 cm / jam
dengan 2,0 cm/jam sama dengan 2,0 cm/jam , dengan tiga (Artinya : genangan air setinggi
klasifikasi, yaitu sebagai berikut. 2.4 cm teresap habis dalam 1
jam) Permeabilitas Sedang

o Permeabilitas sedang, yaitu 2,0-3,6  Lokasi proyek termasuk


cm/jam. Permeabilitas Sedang
o Permeabilitas tanah agak cepat (pasir
halus), yaitu 3,6-36 cm/jam.
o Permeabilitas tanah cepat (pasir
kasar), yaitu lebih besar dari 36
cm/jam.
Sistem riverside polder dapat berupa : √ Riverside polder manual
Riverside Polder  Mampu mengatasi banjir  Manual (sorong) dan mampu mengatasi banjir
 Otomatis

Universitas Sumatera Utara


148

Tabel 6.1 (Lanjutan)

Indikator Standarisasi Aplikasi


Realisasi pada lokasi
Sesuai teori Green Building Council Indonesia -
penelitian
Metode Ekodrainase
Agus Maryono (2005) SNI 03–3424–1994 CitraLand Bagya City
SNI 03–2453–2002
SNI 03–7065–2005
Modifikasi Lansekap  Secara makro maupun  Pertahankan minimal 20% pohon 35% tanaman pohon besar yang
mikro, sehingga makin banyak besar yang telah dewasa, yang ada dipertahankan, yaitu pohon jati
air hujan yang tertampung dan dalam kawasan. jabon yang dulunya merupakan
dapat diresapkan di areal pohon eksisting di kawasan ini.
tersebut. (Lebih Baik)

 Peningkatan nilai ekologi pada lahan Konsultan lansekap Canada -


kawasan atas rekomendasi ahli Townland
lansekap atau ahli biologi yang
kompeten.
 Penggunaan tanaman lokal provinsi
berupa pepohonan dan / atau semak di √ Pemanfaatan tanaman lokal
dalam
 Penanaman minimal 10 anakan √ Penggantian atas tanaman
pohon muda, untuk setiap pohon di yang ditumbang.Diusahakan
dalam kawasan yang tumbang dan tanaman lama dipindah, bukan
ditumbangkan ditebang.
 Menyediakan ruang terbuka hijau
 27% ruang terbuka hijau
untuk publik minimal 25% dari luas
dengan fungsi taman dan danau
lahan.
(Lebih Baik)

 Standard koefisien taman yaitu 0.05-  Run Off ruang terbuka taman
0.25 saat ini 0.01-0.05 -> Lebih
Baik
Modifikasi Lansekap  Pohon yang di tanam di
 Pemilihan pohon yang
lokasi penelitian Trembesi,
akarnya mampu menyerap air
Bambu, Keben, Tabebuya.
dengan banyak dan mampu
akarnya mampu menyerap air
menyimpan air tanah.
dan menahan tanah.
 Konstruksi mulde atau
menggunakan cekungan-
cekungan horizontal yang
didesain artistik, sehingga √
masih dapat dipakai untuk
keperluan tertentu di musim
kering.

Sumber: SNI 03–3424–1994, SNI 03–2453–2002, SNI 03–7065–2005.

Universitas Sumatera Utara


149

Berdasarkan hitungan analisa run off kawasan penelitian, ditemukan bahwa run

off kawasan CitraLand Bagya City setelah dikembangkan menjadi fungsi perumahan

nilainya mendekati run off kawasan dengan fungsi perkebunan yaitu 0.45-0.62 .

Analisa nilai koefisien daerah aliran run off dapat dilihat pada Tabel 6.2.

Tabel 6.2 Tabel Analisa Nilai Koefisien Daerah Aliran Run Off (C)
CitraLand Bagya City

RUN OFF CITRALAND BAGYA %


LUAS STANDARD KOEFISIEN
ITEM CITY {C} TERHADAP
SEGMEN(Ha) RUN OFF
LUAS
MIN MAKS

ATAP 71.47 0.25 0.30 0.75-0.90 34%

HALAMAN 26.81 0.01 0.032 0.05-0.25 13%

DANAU 11.09 0.0026 0.0183 0.05-0.35 5%

JALAN ASPAL 37.16 0.14 0.16 0.80-0.90 18%

PAVING 19.70 0.04 0.05 0.40-0.55 9%

TAMAN 45.34 0.01 0.05 0.05-0.25 21%


LUAS TOTAL KAWASAN 211.57 0.45 0.62

NILAI KOEFISIEN DAERAH ALIRAN


PERUMAHAN CITRALAND SETELAH 0.45 0.62 0.40-0.70
DIKEMBANGKAN FUNGSI PERUMAHAN

NILAI KOEFISIEN DAERAH ALIRAN


PERUMAHAN CITRALAND SEBELUM 0.45 0.6 0.45-0.60
DIKEMBANGKAN (TANAH PERKEBUNAN)

Rumus Nilai Koefisien Daerah Aliran (C) = Luas Segmen X Standar Koefisien
Run Off
Luas Total Kawasan

Sumber: Wesli, 2008.

Universitas Sumatera Utara


BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

Sesuai dengan perumusan masalah dan tujuan dari penelitian yaitu untuk

menemukan dampak lingkungan dari pengelolaan air kotor drainase akibat

pembangunan perumahan CitraLand Bagya City dan mengkaji konsep ekodrainase

perumahan CitraLand Bagya City dalam mengatasi permasalahan lingkungan sehingga

menjadi nilai tambah bagi wilayah di sekitarnya. Peneliti mengkaji penerapan

ekodrainase yang ada diperumahan ini berdasarkan teori ekodrainase Agus Maryono

(2014), yang mengatakan bahwa ekodrainase merupakan suatu usaha mengalirkan air

kelebihan ke sungai dengan waktu seoptimal mungkin sehingga tidak menyebabkan

terjadinya masalah kesehatan dan banjir. Penelitian berkonsentrasi pada analisa fasilitas

dan metode ekodrainase pada kawasan ini, seperti danau konservasi, parit konservasi,

sumur resapan, river side polder dan metode modifikasi lansekap dengan

membandingkan indikator teori ekodrainase dan standarisasi ekodrainase dengan

realisasi penerapan ekodrainase di lokasi kasus penelitian.

Berdasarkan hasil penelitian terhadap kajian ekodrainase di Perumahan

CitraLand Bagya City, dengan mengkaji penerapan ekodrainase yang ada

diperumahan ini dihubungkan teori ekodrainase Agus Maryono (2014), dapat

disimpulkan bahwa:

150

Universitas Sumatera Utara


151

1. Masalah lingkungan yang ditemukan akibat dari pembangunan perumahan

CitraLand Bagya City antara lain banjir jika hujan, saluran yang ada tidak

cukup untuk menampung limpasan air hujan yang masuk ke saluran kota, dan

jika musim kemarau sumber air tanah berkurang.

2. Sistem saluran konvensional yang ada dengan prinsip menyalurkan semua air

hujan secepat-cepatnya ke sungai tanpa diupayakan agar air mempunyai

waktu cukup untuk meresap ke dalam tanah tidak mengurangi masalah banjir

di kawasan ini. Untuk itu CitraLand Bagya City menerapkan konsep

ekodrainase pada kawasannya.

3. Berdasarkan penelitian, metode ekodrainase yang paling berhasil diterapkan

pada perumahan ini adalah metode danau konservasi. Danau buatan seluas 11

Ha ini menyumbang run off kawasan sebesar 0.0026 - 0.0183. Danau terbukti

mampu menyelesaikan masalah banjir yang ada. Metode danau konservasi

yang diterapkan di kawasan ini adalah mengelola air kelebihan dengan cara

sebesar-besarnya diresapkan ke dalam tanah secara alamiah atau mengalirkan

ke sungai dengan tanpa melampaui kapasitas sungai.

4. Ruang terbuka di CitraLand Bagya City dimanfaatkan sebagai bagian dari

konsep ekodrainase dengan konservasi tanah dan resapan air hujan.

5. Perubahan peruntukan lahan dari perkebunan menjadi kawasan perumahan

mempengaruhi run off kawasan. Sebagai areal resapan, usaha yang dilakukan

perumahan CitraLand Bagya City dalam menetralkan run off kawasan adalah

Universitas Sumatera Utara


152

dengan menerapkan ekodrainase melalui metode danau konservasi, parit

konservasi, sumur resapan, river side polder, dan metode modifikasi lansekap.

6. Berdasarkan hitungan analisa run off kawasan penelitian, disimpulkan bahwa

run off kawasan CitraLand Bagya City setelah dikembangkan menjadi fungsi

perumahan nilainya mendekati run off kawasan dengan fungsi perkebunan

yaitu 0.45-0.62.

7. Berdasarkan penelitian, perencanaan perumahan CitraLand Bagya City

menempatkan persentase ruang terbuka lebih besar dari lahan yang dibangun

atau dijual dengan efisiensi saleable area 46 %, sedangkan 54 % dari luas

total perumahan diperuntukkan sebagai ruang terbuka berupa taman,

penghijauan, jalan dan danau buatan. KDB yang diizinkan kawasan 60-70%,

realisasi di kawasan penelitian 46 %.

8. Kajian tentang CitraLand Bagya City dapat disimpulkan melalui Tabel 7.1.

Universitas Sumatera Utara


153

Tabel 7.1 Tabel Kajian Kesimpulan CitraLand Bagya City

CitraLand Bagya City CitraLand Bagya City


< 2013 2013-2016 (waktu penelitian 2016)

Peruntukan Lahan: Perkebunan Peruntukan Lahan : Perumahan

Air aliran permukaan atau run off : 0.45-


Air aliran permukaan atau run off : 0.40-0.70
0.60
Setelah di Analisa Run Off Perumahan lokasi penelitian saat ini
adalah:

0.45-0.62
Areal Solid :

Atap : 0.75-0.90

Perkerasan aspal/ beton : 0.80-0.90

Areal Void :

Taman / lapangan terbuka : 0.05-0.25

Kebun : 0.20

Elevasi : 71 ft atau 21.3 m dari permukaan Elevasi : 76 ft atau 22.8 m dari permukaan laut (timbunan rata-rata
laut 1.5 m)
Saluran : Tidak permanen dan tidak Saluran : Permanen, memadai dan direncanakan
Sistem saluran Ekodrainase berupa Kolam konservasi, Parit
Sistem saluran drainase Konvensional konservasi, Sumur resapan, River side polder, Modifikasi
lansekap.
KDB yang diijinkan 50-60 % KDB yang diijinkan 60-70 % , Realisasi : 46% (Lebih Baik)

KLB 50-180 % KLB 60-210 %, Realisasi : 95 % (Lebih Baik)

KDH 40-50 % KDH 30-40%, Realisasi : 54% (Lebih Baik)

Frekuensi Banjir : (3 tahun sekali) kejadian 2013 diawal pekerjaan


Frekuensi Banjir : Setiap tahun
Infra/tanah timbun.

Universitas Sumatera Utara


154

9. Siklus ekodrainase dan run off di CitraLand Bagya City dapat disimpulkan

melalui Gambar 7.1 dan Gambar 7.2.

Gambar 7.1 Siklus Ekodrainase dan Run off di CitraLand Bagya City

Universitas Sumatera Utara


155

Gambar 7.2 Peta Siklus Ekodrainase di CitraLand Bagya City

Universitas Sumatera Utara


156

7.2 Saran

Sebagai akhir penutup penelitian ini, rekomendasi yang dapat diberikan

adalah:

1. Karena keterbatasan waktu penelitian yang dilakukan saat ini , dimana

hunian perumahan CitraLand Bagya City masih berusia 2 tahun, dan

pengembangan masih 25% dilakukan. Perlu dilakukan penelitian lanjutan

untuk menganalisa keberhasilan konsep ekodrainase di perumahan ini

untuk lima atau sepuluh tahun mendatang seiring dengan bertambahnya

penghuni di perumahan ini.

2. Areal terbuka hijau pada atap bangunan perlu ditambahkan di perumahan

ini. Mengingat persentasi bagian atap adalah 34 %, paling besar dari

bagian yang lain. Perlu disarankan roof garden pada bagian atap pada

perumahan ini untuk memperlambat run off kawasan. Tanaman pada roof

garden memiliki kemampuan untuk mengurangi penyerapan panas secara

keseluruhan gedung yang kemudian mengurangi konsumsi energi. Roof

garden mampu mengurangi suhu antara 3,6 o - 11,3 o Celsius (6,5 dan 20,3

° F).

3. Dengan menerapkan roof garden pada kawasan dapat mengurangi run off

kawasan sebesar 0.5-0.6. Roof garden sebagai alternatif ruang terbuka

hijau di kawasan permukiman dapat membantu mengendalikan

limpasan air hujan sehingga dapat mencegah banjir dan mengurangi

kebutuhan dimensi saluran drainase.

Universitas Sumatera Utara


157

4. Perlu dilakukan guideline standarisasi untuk pengembangan unit rumah

oleh pihak pengembang. Guideline ini merupakan arahan dan pengaturan

penggantian areal hijau di dalam kavling rumah khususnya halaman

belakang rumah yang sering direnovasi dengan menambah luas

bangunan. Penutupan areal hijau dikonpensasi dengan roof garden di atap

rumah/ruko.

5. Perlu dibentuk komunitas pecinta lingkungan di kawasan penelitian dan

sekitarnya untuk mendukung gerakan perbaikan lingkungan, dimulai dari

hal-hal kecil seperti menerapkan roof garden pada rumah/ruko.

6. Perlunya peningkatan kajian, komunikasi, dan penyebarluasan untuk

memasyarakatkan drainase ramah lingkungan dengan pemodelan kolam

konservasi, parit konservasi, sumur resapan, river side polder, metode

modifikasi lansekap agar lebih cepat diterapkan dan efisien dalam

pelaksanaannya.

7. Perlunya peran pemerintah untuk penerapan ekodrainase dalam bentuk

kesempatan pengujian, peraturan yang mengikat, maupun penerapan yang

terintegrasi dalam perencanaan tata ruang kota.

8. Partisipasi dan kerjasama pemerintah daerah dan masyarakat sangat

dibutuhkan dalam mengatasi masalah lingkungan seperti banjir dan

drainase.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

Glenn, Murcutt. (1996) Sustainable Design. USA. Architect.


Greg Kats, Capital E. (1996) Green Building Cost and Financial Benefits. USA
Hatlapa, Cristoph. (1993) Leitfaden fur Baubiologie-Bauokologie.Zurich.
Heinz, Frick. (1998) Dasar-Dasar Eko-Arsitektur. Edisi ke-1. Yogyakarta: Yayasan
Kanisius.
Kodoatie, Robert J; Sjarief, Roestam. (2010) Tata Ruang Air. Yogyakarta: Penerbit
Andi
Krusche, Per. et al. (1982) Oekologisches Bauen. Wiesbaden. Berlin
Ma, Dongchun. (2015) The Evaluation of Water Footprints and Sustainable Water
Utilization in Beijing, State Key Laboratory of Urban and Regional Ecology,
Research Center for Eco-Environmental Sciences, Chinese Academy of
Sciences, Beijing, China.
Maryono, Agus. (2014) Menangani Banjir, Kekeringan dan Lingkungan.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Muliawati, Dea Nathisa. (2015) Perencanaan Penerapan Sistem Drainase
Berwawasan Lingkungan (Eko-Drainase) Menggunakan Sumur Resapan di
Kawasan Rungkut, Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan
Perencanaan. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS).
Nazir, Moh. (2011) Metode Penelitian. Bogor : Penerbit Ghalia Indonesia.
Núñez, Montserrat et al. (2014) Water Management in Integrated Service Systems:
Accounting for Water Flows in Urban Areas. Water Resources Management.
Netherlands.
Putra, Nusa. (2013) Metode Penelitian Kualitatif Manajemen. Jakarta : Penerbit Raja
Grafindo Persada.
SNI 03–2453–2002. Tata Cara Perencanaan Teknik Sumur Resapan Air Hujan untuk
Lahan Pekarangan. Jakarta: Badan Standar Nasional.
SNI 03–3424–1994. Tata Cara Perencanaan Drainase Permukaan Jalan. Jakarta:
Badan Standar Nasional.

158

Universitas Sumatera Utara


159

SNI 03–7065–2005. Tata Cara Perencanaan Sistem Plambing. Jakarta: Badan


Standar Nasional.
Stephens, Kim A. (2002) Stormwater Planning: A Guidebook for British Columbia,
Ministry of Water, Land and Air Protection, Canada, May 2002. P 3-3.
Surarjo, G. (2010) Studi Mengenai Penerapan Konsep Eco-City. Jakarta: Penerbit
Esha
Suripin. (2004) Sistem Drainase Perkotaan Yang Berkelanjutan. Yogyakarta:
Penerbit Andi.
Vale, R. & Brenda. (1991) Towards a Green Architecture. London: RIBA
Publications Ltd.
Vale, Robert; Brenda. (1991) Green Architecture Design for Sustainable Future.
London: Thames and Hudson.
Wahyuningtyas, Ayu. (2011) Strategi Penerapan Sumur Resapan Sebagai Teknologi
Ekodrrainase Di Kota Malang (Studi Kasus: Sub Das Metro). Malang:
Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Universitas
Brawijaya.
Wesli. (2008) Drainase Perkotaan. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Yeang, K. (1995) Designing With Nature. New York: McGraw Hill, inc.

Universitas Sumatera Utara


LAMPIRAN

Daftar Responden Penelitian


Kajian Penerapan Ekodrainase Pada Perumahan
Studi Kasus
Citraland Bagya City

No Nama Alamat No Telp Pekerjaan


1 Ady Jl. Pasar V no. 1 08129440689 Karyawan Swasta
2 Anastasya CitraLand Bagya City Blok H3B/10 08163158961 Pengusaha
3 Andy Jl. Pasar V no. 62 081263134533 Karyawan Swasta
4 Angga Jl.Pasar IV no.5 085359556101 Karyawan Swasta
5 Aris Jl. Pasar V no. 15 081277758582 Karyawan Swasta
6 Benyamin Hiu Jaya CitraLand Bagya City Blok R3/56 085275528681 Karyawan Swasta
7 Dian Jl. Cendana No.2 081319147427 Ibu Rumah Tangga
8 Ery Jl. Pasar VI no. 5 082163147878 Karyawan Swasta
9 Firman Jl. Batu Sihombing no. 12 081361585763 Karyawan Swasta
10 Hari Jl. Batu Sihombing no. 10 08163101979 Karyawan Swasta
11 Ikas Jl. Pasar V no. 12 082272059550 Karyawan Swasta
12 Lia Jl.Pasar IV no.6 061 738 5105 Karyawan Swasta
13 Mei Jl. Pasar IV no.27 081263293315 Karyawan Swasta
14 Riky Jl. Batu Sihombing no. 12 081267287540 Karyawan Swasta
15 Rini Jl. Batu sihombing no.56 0812655994 Karyawan Swasta
16 Rita Jl. Batu Sihombing no.21 085261653457 Pegawai Negeri
17 Rusli CitraLand Bagya City Blok H2D no. 57 0811642313 Pengusaha
18 Rusmin CitraLand Bagya City Blok H2E no. 25 0811617675 Karyawan Swasta
19 Samsudin Jl. Batu Sihombing no. 50 085386663780 Pegawai Negeri
20 Samsuri Jl. Pasar IV no.15 082168224188 Karyawan Swasta
21 Sany CitraLand Bagya City Blok H3A/09 081375666655 Pengusaha
22 Sri Jl. Pasar IV no.17 085361929925 Ibu Rumah Tangga
23 Tio Jl. Pasar V no. 21 0811633787 Karyawan Swasta
24 Widia Jl. Batu Sihombing no. 15 085645145859 Ibu Rumah Tangga
25 Wina H Jl. Batu Sihombing no. 30 061 7385610 Karyawan Swasta

Universitas Sumatera Utara


Hasil Wawancara

Wawancara Dengan :

Nama : Andy P: Peneliti

Tempat Tinggal : Jl. Pasar V R: Responden

Waktu Wawancara : 6, Januari 2016

Isi Deskripsi Hasil Wawancara

1. P : Apakah sebelum ada perumahan CitraLand Bagya City, pernah

terjadi banjir?

R : Pernah.

2. P : Intensitas banjirnya bagaimana, apakah banjir terjadi ketika hujan

besar saja atau setiap kali hujan ?

R : Setiap hujan biasanya banjir, tapi kalau hujan besar banjirnya lebih

tinggi.

3. P : Banjir terbesar tahun berapa ?

R : 2007

4. P : Apakah setelah ada perumahan CitraLand Bagya City masih

sering terjadi banjir?

R : Jarang, banjir hanya di jalan.

Universitas Sumatera Utara


Hasil Wawancara

Wawancara Dengan :

Nama : Ery P: Peneliti

Tempat Tinggal : Jl. Pasar VI R: Responden

Waktu Wawancara : 6, Januari 2016

Isi Deskripsi Hasil Wawancara

1. P : Apakah sebelum ada perumahan CitraLand Bagya City, pernah

terjadi banjir?

R : Sering.

2. P : Intensitas banjirnya bagaimana, apakah banjir terjadi ketika hujan

besar saja atau setiap kali hujan ?

R : Setiap hujan pasti kami kebanjiran.

3. P : Banjir terbesar tahun berapa ?

R : 2007 -2008

4. P : Apakah setelah ada perumahan CitraLand Bagya City masih

sering terjadi banjir?

R : Masih banjir, tapi tidak tinggi.

Universitas Sumatera Utara


Rencana Drainase Makro di Perumahan CitraLand Bagya City

Universitas Sumatera Utara


Rencana Drainase Unit Ruko di Perumahan CitraLand Bagya City

Universitas Sumatera Utara


Rencana Drainase Unit Rumah di Perumahan CitraLand Bagya City

Universitas Sumatera Utara


Posisi Danau dan Topografi di Perumahan CitraLand Bagya City

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai