Anda di halaman 1dari 165

i

OPTIMASI TEKNIS OPERASIONAL PERSAMPAHAN KOTA


STUDI KASUS GAMPONG JAWA KOTA LANGSA

TESIS

OLEH

DHARMAWANSYAH
117020021/AR

FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2014
i

Universitas Sumatera Utara


2

OPTIMASI TEKNIS OPERASIONAL PERSAMPAHAN KOTA


STUDI KASUS GAMPONG JAWA KOTA LANGSA

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Teknik


Dalam Program Studi Teknik Arsitektur
Pada Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara

Oleh

DHARMAWANSYAH
117020021/AR

FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2014

Universitas Sumatera Utara


2

PERNYATAAN

OPTIMASI TEKNIS OPERASIONAL PERSAMPAHAN KOTA


STUDI KASUS GAMPONG JAWA KOTA LANGSA

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam
naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, 8 Mei 2014

DHARMAWANSYAH

Universitas Sumatera Utara


2

Judul Tesis : OPTIMASI TEKNIS OPERASIONAL


PERSAMPAHAN KOTA STUDI KASUS
GAMPONG JAWA KOTA LANGSA
Nama Mahasiswa : DHARMAWANSYAH
Nomor Pokok : 117020021
Program Studi : TEKNIK ARSITEKTUR
Bidang Kekhususan : MANAJEMEN PEMBANGUNAN KOTA

Menyetujui
Komisi Pembimbing,

(A/Prof. Abdul Majid Ismail, B.Sc, B.Arch, Ph.D) (Ir. Basaria Talarosha, MT)
Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Dekan,

(Dr.Ir. Dwira Nirfalini Aulia, M.Sc) (Prof. Dr. Ir. Bustami Syam, MSME)

Tanggal Lulus: 08 Mei 2014

Universitas Sumatera Utara


2

Telah diuji pada


Tanggal: 08 Mei 2014

Panitia Penguji Tesis

Ketua Komisi Penguji : A/Prof. Abdul Majid Ismail, B.Sc, B.Arch, Ph.D

Anggota Komisi Penguji : 1. Ir. Samsul Bahri, MT

2. Ir. Dwi Lindarto, MT

3. Ir. Novrial, MT

4. Ir. Rudolf Sitorus, MLA

Universitas Sumatera Utara


56

ABSTRAK

Persampahan merupakan isu penting dalam masalah perkotaan yang harus


mendapat perhatian serius oleh Pemerintah Kota. Jumlah timbulan sampah Kota
Langsa dalam kurun waktu lima tahun, mulai dari tahun 2008 sampai dengan tahun
2012 mengalami peningkatan sebesar 10% pertahun. Timbulan sampah pada tahun
2012 lebih dari 324 m³ perhari, sementara daya angkut sampah hanya mencapai
22% dari total keseluruhan sampah tersebut. Dengan kondisi tersebut maka
bagaimana menyelesaikan timbulan sampah dengan melakukan optimasi teknis
operasional sistem pengelolaan persampahan yang tepat untuk Kota Langsa. Tujuan
dari penelitian ini adalah menganalisis teknis operasional pengelolaan persampahan
sebagai upaya peningkatan pelayanan persampahan dan untuk merekomendasikan
sistem pengelolaan sampah yang tepat di Kota Langsa.
Jenis penelitian diskriptif kualitatif dengan melakukan observasi dan
pengamatan di kawasan penelitian dengan menggunakan metode pemetaan terhadap
pola keruangan dan perilaku masyarakat dalam membuang sampah. Berdasarkan
hasil penelitian untuk meningkatkan teknis operasional pengelolaan sampah kota,
terdapat kekurangan tempat pewadahan berdasarkan rasio perbandingan antara
jumlah kepala keluarga dengan kemampuan pelayanan dari pewadahan tersebut.
Jumlah tempat pewadahan dengan kapasitas 1000 liter atau 1 m³ pada daerah
permukiman idealnya adalah 32 tempat pembuangan sampah, sedangkan kondisi
aktualnya hanya terdapat 11 tempat pembuangan sampah yang melayani 2.568 kepala
keluarga, sedangkan kebutuhan ideal becak motor sampah pada daerah Gampong
Jawa adalah sebanyak 4 unit becak motor pengangkut sampah sedangkan saat ini
Gampong Jawa hanya memiliki 1 unit becak motor pengangkut sampah. Penggunaan
becak motor sebagai pengumpul sampah sangat dibutuhkan sebab dapat menjangkau
jalan lingkungan/dusun yang tidak dapat dijangkau oleh truk sampah.

Kata Kunci : sampah, teknis operasional,TPS

56

Universitas Sumatera Utara


ABSTRACT

Waste is an important issue in urban problem that must be paid a serious


attention by the city government.The amount of waste piles in the city of Langsa
within five years starting from 2008 to 2012 has increased by 10% per year. The
waste piles in 2012 was more than 324 m3 per day while the waste carrying capacity
was only up to 22 percent of the total amount of the garbage. With this condition, the
problem is how to solve the problem of waste files by conducting technical and
operational optimization of proper waste management system for the city of Langsa.
Te purpose of this study was to analyze the operational technical waste management
as the attempt to improve the garbage service and to recommend a proper waste
management system in the city of Langsa.
This descriptive qualitative study was conducted through doing the
observation in the research area by using mapping method on the spatial pattern and
community behavior in throwing away bargage. Based on the result of study to
improve the technical operational urban waste management, it was found that there
was a lack of garbage collection places based on the ratio of comparison between the
numbers of heads of families and the available garbage collection places. The ideal
number of garbage collection places with the capacity of 1,000 liters or 1m3 in the
residential areas are 32 while in the actual condition they are only 11 garbage
collection places available for 2568 head of families, while the ideal need for
garbage-collecting motor-tricycles (becak) in the area of Gampong Jawa is 4 (four)
units while only 1 (one) unit is currently available. The utilization of motor tricycle
(becak) is very necessary because it can reach and get into the village/hamlet roads
that are not accessible by garbage truck.

Keywords: Garbage, Operational Technical, Garbage Collection Place

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahuwata’ala yang

Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, yang senantiasa memberikan berkat, anugerah

dan hidayah-Nya hingga penulis dapat menyelesaikan Tesis dengan judul “Optimasi

Teknis Operasional Persampahan Kota Studi Kasus Gampong Jawa Langsa”.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Prof. Dr. dr. Syahril

Pasaribu, DTM&H, M.Sc(CTM), Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara

dan juga kepada Prof. Dr. Ir. Bustami Syam, MSME Selaku Dekan Fakultas Teknik.

Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Ibu Dr. Ir. Dwira Nirfalini

Aulia, M.Sc selaku Ketua Program Studi Magister Teknik Arsitektur dan Ibu Beny

O.Y Marpaung, ST, MT, PhD sebagai Sekretaris Program Studi Magister Teknik

Arsitektur, serta seluruh dosen pada program studi Magister Teknik Arsitektur atas

dedikasi dan ilmu yang diajarkan selama penulis mengikuti perkuliahan.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada komisi pembimbing yaitu A/Prof.

Abdul Majid Ismail, B.Sc, B.Arch, PhD selaku pembimbing I. dan Ibu Ir. Basaria

Talarosha, MT selaku pembimbing II atas kesabarannya dalam membimbing

sehingga selesainya tesis ini. juga kepada Komisi penguji Ir. Samsul Bahri, MT;

Ir. Dwi Lindarto, MT; Ir. Novrial, MT; dan Ir. Rudolf Sitorus, MLA yang telah

memberikan masukan yang konstruktif sehinga tesis ini dapat diselesaikan.

Universitas Sumatera Utara


Dan yang paling utama Penulis menghaturkan rasa hormat dan terima kasih

yang kepada Ayahanda Alm. Drs. Karbidar Yusfikar dan Ibunda Hj. Walidar

Masyitah, BA yang senantiasa berdo’a dan memberikan semangat untuk keberhasilan

penulis yang tidak mampu penulis membalasnya, juga kepada Istri tercinta Haryani,

SE yang telah banyak memberikan dorongan, semangat dan kasih sayangnya kepada

penulis, Ananda tersayang Muhammad Hanif Athiyat dan Habiburrahman Athiyat

yang memberikan motivasi dan senyum serta adik-adik Lidyawati, S.Com, Chairun

Nisa, S.Sos dan drg. Fachrizal yang senantiasa memberikan do’a dan dukungan moril

bagi penulis, terima kasih

Akhir kata semoga tesis ini dapat bermanfaat terhadap solusi permasalahan

sampah kota, atas masukan dan kritikan penulis mengucapkan terimakasih.

Medan, Mei 2014

Penulis

Universitas Sumatera Utara


Daftar Riwayat Hidup

Nama : Dharmawansyah

Tempat Tanggal lahir : Langsa/24 Oktober 1983

Alamat : Jalan T. Fakinah No.9 Gampong Jawa

Kecamatan Langsa Kota, Kota Langsa

email : dharmawan_spectacular@yahoo.com

Pekerjaan : PNS

Instansi : Bagian Adm Pembangunan SETDA Kota Langsa

Nama Ayah : (ALM) Drs. Karbidar Yusfikar

Nama Ibu : Hj. Walidar Masyitah, BA

Nama Istri : Haryani, SE

anak : 1. Muhammad Hanif Athiyat

2. Habiburrahman Athiyat

Riwayat Pendidikan : SD Negeri 1 Langsa Tahun 1995

SMP Negeri 1 Langsa Tahun 1998

SMU Negeri 1 Langsa Tahun 2001

Teknik Pertambangan ITM 2006

Medan, 09 April 2014

( Dharmawansyah)

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

Hal

ABSTRAK ........................................................................................................... i

ABSTRACK .......................................................................................................... ii

KATA PENGANTAR ......................................................................................... iii

RIWAYAT HIDUP ............................................................................................. v

DAFTAR ISI ........................................................................................................ vi

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... x

DAFTAR TABEL ............................................................................................... xiii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................... 1

1.1 Latar Belakang Penelitian ............................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................... 3

1.3 Landasan Teori .......................................................................... 4

1.4 Tujuan Penelitian ..................................................................... 4

1.5 Manfaat Penelitian. .................................................................. 5

1.6 Batasan Masalah…. .................................................................. 5

1.7 Kerangka Berfikir…. ................................................................ 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 8

2.1 Sampah...................................................................................... 8

2.1.1 Pengertian sampah ........................................................... 8


2.1.2 Sumber dan jenis sampah ................................................ 8
2.1.3 Timbulan dan komposisi sampah kota ............................ 14
2.1.4 Metode perhitungan sampah perkotaan… ....................... 15

Universitas Sumatera Utara


2.2 Pengelolaaan Sampah… ........................................................... 15

2.2.1 Teori pengelolaan sampah................................................ 15


2.2.2 Teori pengelolaan sampah di Indonesia……………....... 17

2.3 Aspek Pengelolaan Sampah di Indonesia…………………….. 19

2.3.1 Aspek teknis operasional….…………………………...... 20

2.3.1.1 Penampungan sampah/pewadahan……………… 21


2.3.1.2 Pengumpulan sampah………………………....... 24
2.3.1.3 Pemindahan sampah………………………......... 25
2.3.1.4 Pengangkutan sampah………………………….. 26
2.3.1.5 Pembuangan akhir sampah……………….…….. 35

2.3.2 Aspek kelembagaan..…………………………………… 38

2.3.3 Aspek pembiayaan…………………….........…………... 39

2.3.4 Aspek peraturan/hukum……………………………….. 40

2.3.4.1 Pengelolaan sampah dalam UU No 18 Tahun 2008 41


2.3.4.2 Peraturan menteri…………………………………. 43
2.3.4.2 SNI (Satuan Nasional Indonesia) 19-2454-2001…. 43

2.3.5 Aspek peran masyarakat………………………….....….… 44

2.3.5.1 Masyarakat dalam pengelolaan persampahan….…. 45

2.4 Kedudukan Sistem Pengelolaan Persampahan dalam Tata


Ruang Kota……………………………………………..……… 46

2.4.1 Konsep pengelolaan sampah 3R…………………………. 48


2.4.2 Stakeholders pengelola sampah kota…………..………… 50

2.5 Pengelolaan Sampah Perkotaan Negara Lain……..…………… 51

2.5.1 Pengelolaan sampah di Taiwan………………………….. 51


2.5.2 Pengelolaan sampah di Kota Curitiba Brazil…………….. 52

Universitas Sumatera Utara


BAB III METODE PENELITIAN ........................................................... …. 56

3.1 Jenis Penelitian ....................................................................... … 56

3.2 Teknik Pengumpulan Data ..................................................... … 57

3.3 Kawasan Penelitian ................................................................ … 60

3.4 Analisis Penelitian…. ............................................................. … 60

BAB IV TINJAUAN UMUM LOKASI PENELITIAN .......................... … 64

4.1 Gambaran Umum Kota Langsa............................................. … 64

4.2 Kondisi Ekonomi .................................................................. … 67

4.2.1 Potensi unggulan daerah .............................................. … 67

4.3 Kawasan Penelitian............................................................... … 68

4.4 Karakter Penduduk Gampong Jawa Kecamatan Langsa Kota.. 71

4.5 Kondisi Umum Persampahan Kota Langsa… ...................... … 72

4.6 Sarana dan Prasarana Persampahan Kota Langsa… ............ … 72

4.7 Sistem Pengelolaan Sampah Kota Langsa…........................ … 73

4.7.1 Aspek kelembagaan.. ................................................... … 73


4.7.2 Aspek pembiayaan .. .................................................... … 76
4.7.3 Aspek hukum.. ............................................................. … 77
4.7.4 Aspek teknis operasional.. ........................................... … 78

4.8 Produksi Sampah Kota Langsa.. ........................................... … 78

4.8.1 Pelayanan sampah di Kota Langsa............................. … 79


4.8.2 Timbulan sampah Kecamatan Langsa Kota............... … 81

4.9 Metoda Pembuangan Akhir (Disposal) ................................ … 85

4.10 Program Pengelolaan Sampah Padat Kota Langsa.. ............ … 88

Universitas Sumatera Utara


BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN................................................... …. 91

5.1 Sarana dan Prasarana Sampah pada Gampong Jawa Kecamatan


Langsa Kota ............................................................................... 91

5.2 Analisa Guna Lahan Gampong Jawa .................................... .... 100

5.3 Analisa Teknis Operasional Pengelolaan Sampah Gampong Jawa 106

5.3.1 Pewadahan… .............................................................. … 121


5.3.2 Metoda pengangkutan sampah.. .................................. … 123
5.3.3 Pengolahan sampah………………………………………. 128

5.4 Pembahasan.. ......................................................................... ….. 131

BAB VI PENUTUP ................................................................................... …. 146

6.1 Kesimpulan……………………………………………………….. 146

6.2 Saran....................................................... ................................ …. 147

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... …. 148

Universitas Sumatera Utara


56

ABSTRAK

Persampahan merupakan isu penting dalam masalah perkotaan yang harus


mendapat perhatian serius oleh Pemerintah Kota. Jumlah timbulan sampah Kota
Langsa dalam kurun waktu lima tahun, mulai dari tahun 2008 sampai dengan tahun
2012 mengalami peningkatan sebesar 10% pertahun. Timbulan sampah pada tahun
2012 lebih dari 324 m³ perhari, sementara daya angkut sampah hanya mencapai
22% dari total keseluruhan sampah tersebut. Dengan kondisi tersebut maka
bagaimana menyelesaikan timbulan sampah dengan melakukan optimasi teknis
operasional sistem pengelolaan persampahan yang tepat untuk Kota Langsa. Tujuan
dari penelitian ini adalah menganalisis teknis operasional pengelolaan persampahan
sebagai upaya peningkatan pelayanan persampahan dan untuk merekomendasikan
sistem pengelolaan sampah yang tepat di Kota Langsa.
Jenis penelitian diskriptif kualitatif dengan melakukan observasi dan
pengamatan di kawasan penelitian dengan menggunakan metode pemetaan terhadap
pola keruangan dan perilaku masyarakat dalam membuang sampah. Berdasarkan
hasil penelitian untuk meningkatkan teknis operasional pengelolaan sampah kota,
terdapat kekurangan tempat pewadahan berdasarkan rasio perbandingan antara
jumlah kepala keluarga dengan kemampuan pelayanan dari pewadahan tersebut.
Jumlah tempat pewadahan dengan kapasitas 1000 liter atau 1 m³ pada daerah
permukiman idealnya adalah 32 tempat pembuangan sampah, sedangkan kondisi
aktualnya hanya terdapat 11 tempat pembuangan sampah yang melayani 2.568 kepala
keluarga, sedangkan kebutuhan ideal becak motor sampah pada daerah Gampong
Jawa adalah sebanyak 4 unit becak motor pengangkut sampah sedangkan saat ini
Gampong Jawa hanya memiliki 1 unit becak motor pengangkut sampah. Penggunaan
becak motor sebagai pengumpul sampah sangat dibutuhkan sebab dapat menjangkau
jalan lingkungan/dusun yang tidak dapat dijangkau oleh truk sampah.

Kata Kunci : sampah, teknis operasional,TPS

56

Universitas Sumatera Utara


ABSTRACT

Waste is an important issue in urban problem that must be paid a serious


attention by the city government.The amount of waste piles in the city of Langsa
within five years starting from 2008 to 2012 has increased by 10% per year. The
waste piles in 2012 was more than 324 m3 per day while the waste carrying capacity
was only up to 22 percent of the total amount of the garbage. With this condition, the
problem is how to solve the problem of waste files by conducting technical and
operational optimization of proper waste management system for the city of Langsa.
Te purpose of this study was to analyze the operational technical waste management
as the attempt to improve the garbage service and to recommend a proper waste
management system in the city of Langsa.
This descriptive qualitative study was conducted through doing the
observation in the research area by using mapping method on the spatial pattern and
community behavior in throwing away bargage. Based on the result of study to
improve the technical operational urban waste management, it was found that there
was a lack of garbage collection places based on the ratio of comparison between the
numbers of heads of families and the available garbage collection places. The ideal
number of garbage collection places with the capacity of 1,000 liters or 1m3 in the
residential areas are 32 while in the actual condition they are only 11 garbage
collection places available for 2568 head of families, while the ideal need for
garbage-collecting motor-tricycles (becak) in the area of Gampong Jawa is 4 (four)
units while only 1 (one) unit is currently available. The utilization of motor tricycle
(becak) is very necessary because it can reach and get into the village/hamlet roads
that are not accessible by garbage truck.

Keywords: Garbage, Operational Technical, Garbage Collection Place

Universitas Sumatera Utara


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Persampahan merupakan isu penting dalam masalah perkotaan yang harus

mendapat perhatian serius oleh Pemerintah Kota. Seiring dengan pertumbuhan

penduduk, peningkatan konsumsi masyarakat, dan aktivitas masyarakat perkotaan,

menimbulkan bertambahnya volume serta karakteristik sampah.

Menurut Arianto Wibowo T Djajawinata (2002), persampahan menjadi

agenda permasalahan utama yang dihadapi oleh hampir seluruh perkotaan di

Indonesia. Pesatnya pertambahan penduduk yang disertai derasnya arus urbanisasi

telah meningkatkan jumlah sampah di perkotaan dari hari keharinya, sementara itu

Badan Lingkungan Hidup, Kebersihan dan Pertamanan Kota Langsa memiliki

keterbatasan kemampuan dalam menangani permasalahan tersebut.

Jumlah timbulan sampah Kota Langsa dalam kurun waktu lima tahun mulai

dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2012 mengalami peningkatan sebesar 10%

pertahun. Timbulan sampah pada tahun 2012 lebih dari 324 m³ per hari, sementara

daya angkut sampah hanya mencapai 22 persen dari total keseluruhan sampah

tersebut. Kondisi ini dikhawatirkan akan menyebabkan terjadinya penurunan kualitas

Universitas Sumatera Utara


lingkungan, terlihat dari adanya tumpukan-tumpukan sampah yang tidak terangkut di

pinggir-pinggir jalan ditengah kota.

Secara teknis pengelolaan sampah (Solid Waste Management) merupakan

solusi untuk menyelesaikan permasalahan sampah perkotaan. Pengelolaan sampah

yang dimulai dari sumber sampah, pengumpulan, pengangkutan sampai pada masalah

pembuangan (Disposal), harus ditanggani dengan serius dengan melibatkan berbagai

disiplin ilmu.

Penyelenggara pengelolaan sampah dalam hal ini dilaksanakan oleh sebuah

Badan Lingkungan Hidup Kebersihan dan Pertamanan Kota Langsa yang memiliki

wewenang dalam menetapkan kebijakan dan strategi pengelolaan sampah,

menyelenggarakan pengelolaan sampah sesuai dengan standar dan prosedur yang

telah ditetapkan pemerintah, melakukan pembinaan dan pengawasan kinerja

pengelolan sampah, menetapkan lokasi tempat penampungan sementara (TPS),

tempat pengolahan sampah dan tempat pemrosesan akhir sampah sebagaimana yang

diamanatkan dalam Undang-undang No 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.

Pengelolaan sampah di Indonesia menurut Enri Damanhuri (1993;394),

terbagi menjadi 5 (lima) komponen sub sistem yang saling mendukung yaitu teknis

operasional, pembiayaan, kelembagaan, dan organisasi, peraturan hukum dan peran

serta masyarakat. Kelima komponen tersebut saling terkait dan harus berjalan secara

terpadu. Kegiatan teknis operasional berkaitan dengan penanggulangan timbulan

Universitas Sumatera Utara


sampah (pewadahan) proses pengangkutan hingga proses pembuangan akhir

yang keseluruhan proses tersebut sangat dipengaruhi oleh kemampuan Badan

Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Langsa sebagai pelaksana dalam mengelola

kebersihan lingkungan di Kota Langsa. Pada teknis operasional ditemukan beberapa

kendala yang menyebabkan belum optimalnya pengelolaan sampah di Kota Langsa,

seperti kesiapan sarana dan prasarana sampah mulai dari pewadahan yang

kapasitasnya masih belum mencukupi kebutuhan masyarakat sehinggga menyulitkan

warga untuk membuang sampah pada lokasi pembuangan sampah. Rute dan waktu

pengangkutan sampah yang tidak teratur menyebabkan tumpukan sampah yang

terlambat diangkut menimbulkan permasalahan lingkungan yang mengganggu

kenyamanan dan keindahan pada beberapa ruas jalan ditengah kota.

Berdasarkan beberapa permasalahan di atas perlu dilakukan penelitian tentang

optimasi teknis operasional pengelolaan sampah kota dengan studi kasus di

Gampong Jawa yang diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan teknis

operasioanal sistem pengelolaan sampah di Kota Langsa.

1.2 Rumusan Masalah

Bertitik tolak dari latar belakang sebagaimana yang telah diuraikan di atas,

maka permasalahan dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana menyelesaikan permasalahan timbulan sampah di Kota Langsa.

Universitas Sumatera Utara


2. Bagaimana optimasi teknis operasional sistem pengelolaan persampahan

yang tepat untuk Kota Langsa.

1.3 Landasan Teori

Pengelolaan sampah (Solid Waste Management) merupakan permasalahan

yang kompleks yang memerlukan penanganan dengan teknologi dan melibatkan

banyak disiplin ilmu. Teknologi yang digunakan meliputi pengurangan sampah dari

sumbernya, pewadahan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, dan pembuangan

akhir, dimana keseluruhan proses ini harus sesuai dengan hukum yang berlaku, sosial

masyarakat, dan panduan lingkungan hidup yang melindungi kesehatan masyarakat,

memenuhi nilai estetika, dan secara ekonomi (Tchobanoglous,1993).

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan optimasi teknis operasional

sistem pelayanan pengelolaan persampahan di Gampong Jawa Kota Langsa. Untuk

mencapai tujuan tersebut maka sasaran dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menganalisis teknis operasional pengelolaan persampahan sebagai upaya

peningkatan pelayanan persampahan.

2. Merekomendasikan optimasi teknis operasional sistem pengelolaan

sampah di Kota Langsa.

Universitas Sumatera Utara


1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi Pemerintah

Kota Langsa, penulis dan peneliti selanjutnya. Kontribusi yang diharapkan adalah:

1. Peningkatan kualitas pelayanan pengelolaan persampahan kota oleh

Pemerintah Kota Langsa.

2. Memberikan rekomendasi dalam menyusun konsep kebijakan dan strategi

yang berkaitan dengan pengelolaan sistem persampahan di Kota Langsa,

khususnya di kawasan penelitian.

1.6 Batasan Masalah

Dalam penelitian pengelolaan sampah sangat dipengaruhi oleh lima subsistem

antara lain: Teknis Operasional, Kelembagaan, Pembiayaan, Aspek hukum dan

legalitas serta aspek peran serta masyarakat, mengingat sangat luasnya pembahasan

tersebut maka penulis membatasi permasalahan sampah pada Gampong Jawa hanya

dalam aspek teknis operasional sedangkan aspek lainnya tidak dibahas secara

mendalam.

Universitas Sumatera Utara


1.7 Kerangka Berfikir

Perkembangan fisik wilayah kota dan pertumbuhan penduduknya merupakan

indikator dari perkembangan perekonomian sebuah kota. Dengan bertambahnya

penduduk disuatu wilayah, maka salah satu dampak yang ditimbulkannya adalah

meningkatnya jumlah volume sampah terutama sampah domestik yang bersumber

dari permukiman.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode pengamatan langsung untuk

mengetahui fenomena dan permasalahan yang terjadi. Hasil pengamatan akan

dianalisis dengan menggunakan teori-teori yang ada, kemudian ditarik kesimpulan

tentang pengelolaan persampahan kota yang selanjutnya digunakan sebagai dasar

dalam memberikan rekomendasi tentang pengelolaan sampah yang kontekstual di

Kota Langsa.

Penjelasan kerangka pikir seperti tersebut di atas secara ringkas dapat dilihat

pada Gambar 1.1.

Universitas Sumatera Utara


Isu

Meningkatnya volume sampah kota

Fenomena
Pengelolaan sampah yang buruk

Permasalahan

1. Bagaimana menyelesaikan permasalahan timbulan sampah di Kota


Langsa dari aspek teknis operasional
2. Bagaimana sistem pengelolaan sampah yang tepat di Kota Langsa

1. Kajian Teori
1) Teori pengelolaan sampah
2) Buku putih PPSP
3) Peraturan Pemerintah dalam
pengelolan persampahan
2. Tinjauan Lapangan

Metode Penelitian

1. Melakukan observasi langsung terhadap teknis operasional sampah mulai dari


pewadahan, pengangkutan sampah sampai pembuangan
2. Dokumentasi
3. Memetakan hasil klasifikasi tersebut dengan mensingkronkan dengan pola keruangan
kepadatan penduduk, TPS yang tersedia dan jalur lintasan truk

Analisis

Pendekatan analisis kualitatif dengan metode deskriptif

Hasil Penelitian
Kesimpulan dan rekomendasi

Gambar 1.1 Kerangka Pemikiran Penelitian

Universitas Sumatera Utara


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sampah

2.1.1 Pengertian sampah

Undang-undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah,

menyebutkan sampah adalah sisa kegiatan sehari hari manusia atau proses alam yang

berbentuk padat atau semi padat berupa zat organik atau anorganik bersifat dapat

terurai atau tidak dapat terurai yang dianggap sudah tidak berguna lagi dan dibuang

kelingkungan.

Sampah ada yang mudah membusuk dan ada pula yang tidak mudah

membusuk. Sampah yang mudah membusuk terdiri dari zat-zat organik seperti

sayuran, sisa daging, daun dan lain sebagainya, sedangkan yang tidak mudah

membusuk berupa plastik, kertas, karet, logam, abu sisa pembakaran dan lain

sebagainya.

2.1.2 Sumber dan jenis sampah

Secara praktis sumber sampah dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu:

a. Sampah dari permukiman atau sampah rumah tangga.

b. Sampah dari non-permukiman yang sejenis sampah rumah tangga, seperti

dari pasar, daerah komersial.

Universitas Sumatera Utara


Sampah dari kedua jenis sumber ini dikenal sebagai sampah domestik. Sedang

sampah non-domestik adalah sampah atau limbah yang bukan sejenis sampah rumah

tangga, misalnya limbah dari proses industri. Bila sampah domestik ini berasal dari

lingkungan perkotaan dalam bahasa inggris disebut municipal solid waste (MSW).

Menurut Gilbert (1996), sumber-sumber timbulan sampah adalah sebagai

berikut:

a. Sampah dari pemukiman penduduk

Pada suatu pemukiman biasanya sampah dihasilkan oleh suatu keluarga

yang tinggal disuatu bangunan atau asrama. Jenis sampah yang dihasilkan

biasanya cendrung organik, seperti sisa makanan atau sampah yang

bersifat basah, kering, abu plastik dan lainnya.

b. Sampah dari tempat-tempat umum dan perdagangan tempat-tempat

umum adalah tempat yang dimungkinkan banyaknya orang berkumpul

dan melakukan kegiatan. Tempat-tempat tersebut mempunyai potensi

yang cukup besar dalam memproduksi sampah termasuk tempat

perdagangan seperti pertokoan dan pasar. Jenis sampah yang dihasilkan

umumnya berupa sisa-sisa makanan, sampah kering, abu, plastik, kertas,

dan kaleng- kaleng serta sampah lainnya.

c. Sampah dari sarana pelayanan masyarakat milik pemerintah yang

dimaksud di sini misalnya tempat hiburan umum, pantai, masjid, rumah

Universitas Sumatera Utara


sakit, bioskop, perkantoran, dan sarana pemerintah lainnya yang

menghasilkan sampah kering dan sampah basah.

d. Sampah dari industri dalam pengertian ini termasuk pabrik-pabrik sumber

alam perusahaan kayu dan lain-lain, kegiatan industri, baik yang termasuk

distribusi ataupun proses suatu bahan mentah. Sampah yang dihasilkan

dari tempat ini biasanya sampah basah, sampah kering abu, sisa-sisa

makanan, dan sisa bahan bangunan.

Sedangkan jenis sampah yang dihasilkan berdasarkan dari sumber sampah

Tchobanoglos (1993) mengklasifikasikannya seperti pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Jenis Sampah Berdasarakan Fasilitas, Aktivitas


dan Lokasi Sumber Sampah

Jenis Fasilitas, Aktivitas dan


Sumber Sampah Jenis Sampah
Lokasi dari Sumber Sampah
Sampah dari makan,
Tempat tinggal keluarga tunggal
Tempat Tinggal sampah kering, sampah
dan keluarga banyak dan
basah, sampah
apartemen kecil, sedang dan
debu/lembut, dan sampah
besar, dll
khusus.

Komersial Toko, restoran, pasar, kantor, Sampah dari makan,


hotel, motel, bengkel, fasilitas sampah kering,sampah
kesehatan, kantor, lembaga, dll debu/lembut, dan sampah
khusus, sampah konstruksi

Kota Gabungan tempat tinggal dan Gabungan dari sampah


komersial yang berasal dari tempat
tinggal dan komersial

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2.1 (Lanjutan)
Jenis Fasilitas, Aktivitas dan
Sumber Sampah Jenis Sampah
Lokasi dari Sumber Sampah

Industri konstruksi, pabrik, pergudangan Sampah dari makanan,


sampah kering, sampah
debu/lembut, sampah hasil
bongkaran, sampah
berbahaya, sampah khusus.

Tempat Terbuka Jalan, taman, tempat bermain, Sampah khusus dan sampah
tempat rekreasi terbuka, jalan kering
besar, tanah kosong, dll
Pelabuhan, bandar udara,
Lokasi Tempat Sampah hasil proses
terminal, tempat pengendalian
Pengendalian pengendalian, residu limbah
industri, dll

Sampah busuk dari


Pertanian tanaman, sampah pertanian,
sampah kering dan sampah
berbahaya.

Sumber: Tchobanoglos 1993

Secara umum pengelompokkan sampah sering dilakukan sesuai dengan jenis,

jumlah, dan sifat sampah yaitu:

1. Sampah anorganik

Sampah anorganik berasal dari sumber daya alam tak terbarui seperti

mineral dan minyak bumi, atau dari proses industri. Beberapa dari bahan

ini tidak terdapat di alam seperti plastik dan aluminium. Sebagai zat

anorganik secara keseluruhan tidak dapat diuraikan oleh alam. Sedangkan

sebagian lainnya hanya dapat diuraikan melalui proses yang cukup lama.

Universitas Sumatera Utara


Sampah jenis ini pada tingkat rumah tangga misalnya berupa botol kaca,

botol plastik, tas plastik dan kaleng. Kertas koran dan karton merupakan

pengecualian. Beradasarkan asalnya, kertas koran dan karton termasuk

sampah organik. Tetapi karena kertas, koran dan karton dapat didaur ulang

seperti sampah anorganik lainnya, maka dimasukkan kedalam kelompok

sampah anorganik.

2. Sampah organik

Sampah organik terdiri dari bahan-bahan penyusun tumbuhan dan hewan

yang berasal dari alam atau dihasilkan dari kegiatan pertanian, perikanan,

rumah tangga dan lain sebagainya. Sampah ini dengan mudah diuraikan

dalam proses alami. Sampah rumah tangga sebagian besar merupakan

bahan organik misalnya sampah dari dapur

3. Sampah 3B (bahan berbahaya dan beracun)

Sampah yang terdiri atas bahan atau zat yang karena sifat-sifat kimianya

dapat membahayakan manusia maupun lingkungan seperti: bahan-bahan

beracun, mudah meledak, korosif, mudah terbakar, dan bahan radioaktif.

Dalam kaitannya dengan tema penelitian yang akan dibahas, pengertian

sampah yang dimaksud adalah sampah domestik yaitu sampah yang

dihasilkan oleh perumahan atau rumah tangga dan tidak termasuk dalam

jenis sampah 3B.

Universitas Sumatera Utara


Bila dilihat dari status permukiman, sampah biasanya dapat dibedakan

menjadi:

a. Sampah kota (municipal solid waste), yaitu sampah yang terkumpul di

perkotaan.

b. Sampah perdesaan (rural waste), yaitu sampah yang dihasilkan di

perdesaan.

2.1.3 Timbulan dan komposisi sampah kota

Acuan mengenai timbulan sampah kota di Indonesia adalah SNI S-04-1993-

03 yang ditetapkan oleh Badan Standardisasi Nasional (SNI). Dalam SNI, ditetapkan

bahwa timbulan sampah di kota sedang adalah 0,7-0,8 kg/orang hari, sedangkan di

kota kecil sebesar 0,5-0,6 kg/orang hari. Besaran timbulan sampah ini berada pada

kisaran timbulan sampah antara negara berpenghasilan rendah (0,5 kg/orang hari) dan

menengah (0,9 kg/orang hari) dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Meskipun jumlah sampah plastik hanya meliputi 12% saja dari sampah kota,

akibat berat jenisnya yang rendah, volumenya membutuhkan ruang sebesar 25-35%

lebih banyak dari volume total sampah. Akibatnya, apabila komponen sampah plastik

terus meningkat jumlahnya, kebutuhan akan lahan TPA akan lebih meningkat pula.

Hasil analisis komposisi deposit sampah pada sembilan lokasi sampling di TPA

Keputih, yang telah dihentikan operasinya pada tahun 2001, menunjukkan kandungan

Universitas Sumatera Utara


plastik yang cukup tinggi, yaitu antara 14,3-33,5%, dengan rata-rata 23,5%

(Trihadiningrum dkk, 2005).

(a) (b) (c)

(a) negara industri; (b) negara bepenghasilan menengah; (c) negara berpenghasilan
rendah
(d) Indonesia

Sampah basah
Kertas
Plastik
Logam
Kayu, karet, kain, kulit

Kaca Laju timbulan


Lain-lain 0,8 kg/orang.hari

Gambar 2.1 Perbandingan Timbulan Dan Komposisi Sampah


Sumber: Nair, 1993; SNI S-04-1993-03; dan Trihadiningrum, 2006

2.1.4 Metoda perhitungan sampah perkotaan

Menurut SNI 19-3964-1995 [21], bila pengamatan lapangan belum tersedia,

maka untuk menghitung besaran sistem, dapat digunakan angka timbulan sampah

sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara


a. Satuan timbulan sampah kota besar = 2-2,5 L/orang/hari, atau = 0,4-0,5

kg/orang/hari.

b. Satuan timbulan sampah kota sedang/kecil = 1,5-2 L/orang/hari, atau =

0,3-0,4 kg/orang/hari.

Karena timbulan sampah dari sebuah kota sebagian besar berasal dari rumah

tangga, maka untuk perhitungan secara cepat satuan timbulan sampah tersebut dapat

dianggap sudah meliputi sampah yang ditimbulkan oleh setiap orang dalam berbagai

kegiatan dan berbagai lokasi, baik saat di rumah, jalan, pasar, hotel, taman, kantor.

Namun tambah besar sebuah kota, maka tambah mengecil porsi sampah dari

permukiman, dan tambah membesar porsi sampah non-permukiman, sehingga asumsi

tersebut di atas perlu penyesuaian.

2.2 Pengelolaan Sampah

2.2.1 Teori pengelolaan sampah

Pengelolaan sampah (solid waste management) dalam solid waste

management (Tchobanoglous, 1993) menyatakan pengelolaan sampah merupakan

permasalahan yang kompleks yang memerlukan penanganan dengan teknologi dan

banyak disiplin ilmu, teknologi yang digunakan meliputi pengurangan sampah dari

sumbernya, pewadahan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan dan pembuangan

akhir, dimana keselurahan proses ini harus sesuai dengan hukum yang berlaku, sosial

masyarakat, dan panduan lingkungan hidup yang melindungi kesehatan masyarakat,

Universitas Sumatera Utara


memenuhi nilai estetika dan secara ekonomi. Untuk merespon perilaku masyarakat

terhadap sampah dan pengelolaan sampah secara terpadu maka disiplin ilmu yang

diperlukan antara lain meliputi: administrasi, keuangan, hukum, arsitektur,

perencanaan kota, ilmu lingkungan, dan teknik rekayasa.

Pengelolaan sampah terpadu (integrated waste management) dapat

didefinisikan sebagai pemilihan dan aplikasi teknik, teknologi dan manajemen yang

tepat untuk mencapai tujuan dari pengelolaan sampah. EPA (Enviromental Protection

Agency) telah mengidentifikasi empat dasar manajemen strategis sebagaimana yang

tercantum pada Gambar 2.2.

a. interactive b. hierarchichal

Gambar 2.2 Empat Aspek Dasar Pengelolaan Sampah


Sumber: US. Enviromental protection Agency, 1995 in Solid waste Management
Tchobanoglous 2003

Universitas Sumatera Utara


2.2.2 Teori pengelolaan sampah di Indonesia

Secara garis besar teori pengelolan sampah di Indonesia telah tercantum

dalam SNI (Standar Nasional Indonesia) merupakan sebuah standar yang ditetapkan

oleh Badan Standar Indonesia yang berlaku secara nasional, dalam pengelolaan

sampah SNI mengeluarkan standarnya pertambahan jumlah penduduk pada suatu

wilayah secara otomatis akan memperkecil daya dukung sarana prasarana di suatu

wilayah. Dengan analogi yang sama pertambahan penduduk juga akan terkait

langsung terhadap jumlah timbulan di wilayah permukiman atau perkotaan.

Kuantitas dan pemerataan penempatan sarana persampahan sangat

berpengaruh terhadap efektifitas pengelolaan sampah.

Pola pengelolaan sampah dibanyak daerah di Indonesia masih terbagi atas 2

(dua) kelompok pengelolaan yaitu antara pengelolaan yang dilaksanakan oleh

masyarakat dari timbulan, pewadahan, pengangkutan, dan pembuangan akhir atau

pemusnahan atau sampai ke TPS dan pengelolaan yang dilaksanakan oleh pemerintah

yang melayani pengangkutan sampah dari TPS ke TPA.

Pengelolaan secara terpadu terhadap persampahan oleh pemerintah atau pihak

swasta yang ditunjuk oleh pemerintah secara umum belum banyak dilaksanakan,

kecuali dibeberapa kota besar di Indonesia. Keterbatasan anggaran dalam pemenuhan

sarana persampahan adalah alasan pokok pemerintah dan minat swasta yang masih

rendah dalam menangani bisnis bidang persampahan.

Universitas Sumatera Utara


Dari tinjauan seperti disebutkan sebelumnya bahwa pola pengelolaan sampah

yang laksanakan saat ini belum tercapai pola pengelolaan terpadu dari masyarakat

sebagai penghasil sampah dan pemerintah sebagai penyedia dan pengelola sarana

persampahan. Dari sisi masyarakat masih terbentuk persepsi bahwa sampah adalah

bahan yang sudah tidak terpakai dan telah menjadi kewajiban pihak pemerintah untuk

mengelolanya dan membersihkannya.

Pola pendekatan baru dalam pengelolaan sampah saat ini telah dikonsepkan

dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 21/PRT/M/2006 tentang Kebijakan

dan Strategi Nasional Pengembangan Sistem Pengelolaan Persampahan (KSNP-SPP).

Kebijakan nasional tersebut merupakan reaksi atas pengelolaan sampah di waktu

sebelumnya yang dilaksanakan secara konvensional dan terkesan adanya sekat

pemisah antara masyarakat sebagai produsen sampah dan peran pemerintah sebagai

pengelola persampahan.

Dalam kebijakan dan strategi nasional pengembangan sistem pengelolaan

persampahan yang terkait dengan manajemen pengelolaan sampah antara lain,

kebijakan pengurangan sampah semaksimal mungkin dimulai dari sumbernya dengan

pola meningkatkan pemahaman kepada masyarakat tentang upaya 3R (reduce, reuse,

recycle) dan mengembangkan sistem insentif dan disinsentif. Dalam hal partisipasi

masyarakat kebijakan yang dituangkan adalah meningkatkan pemahaman sejak dini,

menyebarluaskan pemahaman tentang sampah kepada masyaakat tentang pengelolaan

sampah.

Universitas Sumatera Utara


Sampah yang merupakan sisa dari aktifitas kehidupan ternyata saat ini mulai

menimbulkan permasalahan baru bagi manusia itu sendiri, bisa kita bayangkan

bagaimana sampah plastik yang tidak terurai kemudian pencemaran terhadap

lingkungan, konflik sosial, dan korban jiwa telah menjadi fenomena tersendiri bagi

masalah persampahan, oleh karena itu kebijakan pemerintah yang tertuang dalam UU

No 18 Tahun 2008 tentang pengelolaan sampah telah menyikapi paradigma

pengelolaan sampah yang saat ini masih pada paradigma pembuangan sampah

dengan menggunakan TPA dengan metode Open dumping yang rentan terhadap

pencemaran lingkungan dan turunan dari permasalahan sampah menjadi pengelolaan

sampah dengan menggunakan TPA dengan Metode Sanitary Land Fill sehingga

sampah bukan menjadi musuh tetapi dapat dimanfaatkan sebagai energi alternatif, hal

ini memang memerlukan dukungan pemerintah daerah sebagai leading project dalam

membina pengelolaan sampah, disamping tetap mensosialisasikan pengurangan

sampang dengan sistem Zero waste dan 3R (Reuse, Reduce, Recycle).

2.3 Aspek Pengelolaan Sampah di Indonesia

Sistem Pengolahan sampah adalah proses pengelolaan sampah yang meliputi

5 (lima) aspek/komponen yang saling mendukung dimana antara satu dengan lainnya

saling berinteraksi untuk mencapai tujuan (SNI 19-2454-2002).

Kelima aspek tersebut meliputi:

1. Aspek teknis operasional.

2. Aspek kelembagaan.

Universitas Sumatera Utara


3. Aspek hukum dan peraturan.

4. Aspek pembiayaan.

5. Aspek peran serta masyarakat.

Kelima aspek tersebut diatas ditunjukkan dengan Gambar 2.3 yang

menjelaskan bahwa dalam sistem pengelolaan sampah antara aspek teknis

operasional, kelembagaan, hukum, pembiayaan dan peran serta masyarakat saling

terkait dan tidak dapat berdiri sendiri.

Kelembagaan

Teknik Operasional Hukum dan Peraturan

Obyek
Sampah

Peran Serta Masyarakat


Pembiayaan

Gambar 2.3 Skema Manajemen Pengelolaan Sampah


Sumber: SNI 19-2454-2002

2.3.1 Aspek teknis operasional

Teknik operasional pengelolaan sampah perkotaan menurut SK SNI T-13-

1990 yang terdiri dari 6 komponen yaitu perwadahan, pengumpulan, pemindahan,

pengangkutan, pengolahan, dan pembuangan akhir. Beberapa permasalahan pada

teknis operasional antara lain tidak terpantaunya kesediaan wadah, masih kurangnya

sarana pengumpul, dan masih kurangnya pengelolaan teknis operasional sehingga

Universitas Sumatera Utara


diperlukan perencanaan peningkatan jangkauan pelayanan, penambahan armada

angkutan dan pergantian secara periodik sesuai dengan umur ekonomis kendaraan

pengangkut sampah (Wisnu W, 2007). Pola timbulan sampah sampai dengan

pembuangan akhir sampah dijelaskan pada Gambar 2.4.

TIMBULAN SAMPAH

PEWADAHAN/PEMILAHA

PENGUMPULAN

PEMINDAHAN DAN
PENGANGKUTAN PENGOLAHAN

PEMBUANGAN AKHIR
SAMPAH

Gambar 2.4 Teknik Operasional Pengelolaan Sampah


Sumber: Departemen Pekerjaan Umum, SNI T-13-1990-F

2.3.1.1 Penampungan sampah/pewadahan

Proses awal dalam penampungan sampah terkait langsung dengan sumber

sampah adalah penampungan. Penampungan sampah adalah suatu cara penampungan

sebelum dikumpulkan, dipindahkan, diangkut dan dibuang ke TPA. Tujuannya adalah

menghindari agar sampah tidak berserakan sehingga tidak mengganggu lingkungan

(SNI 19-2454-2002). Bahan wadah yang dipersyaratkan sesuai Standart Nasional

Universitas Sumatera Utara


Indonesia adalah tidak mudah rusak, ekonomis, mudah diperoleh dan dibuat oleh

masyarakat dan mudah dikosongkan seperti yang dijelaskan pada (Tabel 2.2).

Tabel 2.2 Jenis Pewadahan

Jenis Kapasitas
No Pelayanan Umur Kegiatan
wadah (Liter)

1 Kantong 10-40 1kk 2-3 hari Individual


2 Bin 40 1 kk 2-3 tahun
Maksimal
pengambilan 3 hari
sekali
3 Bin 120 2-3 kk 2-3 tahun rumah/toko
4 Bin 240 4-6 kk 2-3 tahun
5 Kontainer 1000 80 kk 2-3 tahun komunal
6 Kontainer 500 2-3 tahun komunal
7 Bin 30-40 Taman 2-3 tahun Taman

Sumber: SK SNI-T-13-1990-F

Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam kegiatan pewadahan atau

penampungan sampah (Tchobanoglous, 1993) adalah:

1. Jenis sarana pewadahan yang digunakan.

2. Lokasi penempatan sarana pewadahan.

3. Kesehatan dan keindahan lingkungan.

4. Metode pengumpulan yang digunakan.

Menurut SK SNI T-13-1990-F, persyaratan bahan untuk pewadahan sampah

adalah sebagai berikut:

1. Tidak mudah rusak dan kedap air kecuali kantong plastik atau kertas.

Universitas Sumatera Utara


2. Mudah untuk diperbaiki.

3. Ekonomis, mudah diperoleh/dibuat oleh masyarakat.

4. Mudah dan cepat dikosongkan.

Sedangkan penentuan ukuran volume ditentukan berdasarkan:

1. Jumlah penghuni tiap rumah.

2. Tingkat hidup masyarakat.

3. Frekuensi pengambilan/pengumpulan sampah.

4. Cara pengambilan sampah.

5. Sistem pelayanan (individual atau komunal).

Wadah sampah hendaknya mendorong terjadinya upaya daur-ulang, yaitu

disesuaikan dengan jenis sampah yang telah terpilah. Di negara maju adalah hal yang

umum dijumpai wadah sampah yang terdiri dari dari beragam jenis sesuai jenis

sampahnya. Namun di Indonesia, yang sampai saat ini masih belum berhasil

menerapkan konsep pemilahan, maka paling tidak hendaknya wadah tersebut

menampung secara terpisah, misalnya:

a. Sampah organik, seperti daun sisa, sayuran, kulit buah lunak, sisa makanan,
dengan wadah warna gelap seperti hijau.

b. Sampah anorganik seperti gelas, plastik, logam, dan lain-lainnya, dengan


wadah warna terang seperti kuning.

c. Sampah bahan berbahaya beracun dari rumah tangga dengan warna merah,
dan dianjurkan diberi lambang (label) khusus.

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.5 Pewadahan Sampah Dengan Pemilahan
Sumber: BLHKP Kota langsa 2013

2.3.1.2 Pengumpulan sampah

Pengumpulan sampah yaitu cara atau proses pengambilan sampah mulai dari

tempat penampungan/pewadahan sampai ketempat pembuangan sementara. Pola

pengumpulan sampah pada dasarnya dikelompokkan dalam 2 (dua) yaitu:

a. Pola Individual

Proses pengumpulan sampah dimana sumber sampah diangkut oleh

pengumpul secara langsung dari sumber sampahnya, pada pola ini

pengumpulan dan pengangkutan dilakukan secara bersamaan, setelah

dikumpulkan dan diangkut menuju tempat pembuangan akhir sampah atau

pemrosesan sampah, pada Gambar 2.6 pola pengumpulan individual tidak

langsung pengumpulan sampah menggunakan sejenis gerobak sampah atau

becak motor sampah yang menjangkau langsung pada sumber sampah.

Universitas Sumatera Utara


Pengumpulan Pengangkat
Sumber TPA

Gambar 2.6 Pola Pengumpulan Sampah Individual Tidak Langsung


Sumber: SNI 19-2454-2002

b. Pola Komunal

Sampah dari berbagai macam sumber dikumpulkan pada TPS

penampungan sampah komunal yang telah disediakan kemudian diangkut

dengan truk sampah yang menangani titik pengumpulan kemudian

diangkut ke tempat pembuangan (Gambar 2.7).

Tempat
Sumber Wadah Pengangkat Pembuangan

Gambar 2.7 Pola Pengumpulan Sampah Komunal


Sumber : SNI 1-2454-2002

2.3.1.3 Pemindahan sampah

Proses pemindahan sampah adalah memindahkan sampah hasil

pengumpulan ke dalam alat pengangkutan untuk dibawa ke tempat pembuangan

akhir. Tempat yang digunakan untuk pemindahan sampah adalah depo pemindahan

sampah yang dilengkapi dengan kontainer pengangkut (SNI 19-2454- 2002).

Pemindahan sampah merupakan tahapan untuk memindahkan sampah hasil

pengumpulan ke dalam alat pengangkut untuk dibawa ke tempat pemrosesan atau ke

Universitas Sumatera Utara


pemrosesan akhir. Lokasi pemindahan sampah hendaknya memudahkan bagi sarana

pengumpul dan pengangkut sampah untuk masuk dan keluar dari lokasi pemindahan,

dan tidak jauh dari sumber sampah. Pemrosesan sampah atau pemilahan sampah

dapat dilakukan di lokasi ini, sehingga sarana ini dapat berfungsi sebagai lokasi

pemrosesan tingkat kawasan. Pemindahan sampah dilakukan oleh petugas

kebersihan, yang dapat dilakukan secara manual atau mekanik atau kombinasi

misalnya pengisian kontainer ke atas truk dilakukan secara mekanis (load haul).

2.3.1.4 Pengangkutan sampah

Pengangkutan adalah kegiatan pengangkutan sampah yang telah

dikumpulkan di tempat penampungan sementara atau dari tempat sumber sampah ke

tempat pembuangan akhir. Berhasil tidaknya penanganan sampah juga tergantung

pada sistem pengangkutan yang diterapkan. Pengangkutan sampah yang ideal adalah

dengan truk kontainer tertentu yang dilengkapi alat pengepres (SNI 19-2454-2002).

Pengangkutan sampah adalah sub-sistem yang bersasaran membawa sampah dari

lokasi pemindahan atau dari sumber sampah secara langsung menuju tempat

pemrosesan akhir, atau TPA. Pengangkutan sampah merupakan salah satu komponen

penting dan membutuhkan perhitungan yang cukup teliti, dengan sasaran

mengoptimalkan waktu angkut yang diperlukan dalam sistem tersebut, khususnya

bila:

Universitas Sumatera Utara


1. Terdapat sarana pemindahan sampah dalam skala cukup besar yang harus

menangani sampah.

2. Lokasi titik tujuan sampah relatif jauh.

3. Sarana pemindahan merupakan titik pertemuan masuknya sampah dari

berbagai area.

4. Ritasi perlu diperhitungkan secara teliti.

5. Masalah lalu-lintas jalur menuju titik sasaran tujuan sampah.

Persyaratan alat pengangkut sampah antara lain adalah:

1. Alat pengangkut sampah harus dilengkapi dengan penutup sampah,

minimal dengan jaring.

2. Tinggi bak maksimum 1,6 m.

3. Sebaiknya ada alat ungkit.

4. Kapasitas disesuaikan dengan kondisi/kelas jalan yang akan dilalui.

5. Bak truk/dasar kontainer sebaiknya dilengkapi pengaman air sampah.

Alat angkut mekanis yang digunakan pada kawasan perkotaan memiliki

kelebihan dan kekurangan berikut jenis peralatan pengangkutan sampah perkotaan

yang sering digunakan, dapat dilihat pada Tabel 2.3.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2.3 Jenis Peralatan Pengangkutan Sampah Perkotaan

Jenis Konstruksi/ Kelebihan Kelemahan Catatan


Peralatan bahan
1 2 3 4 5

Truk biasa - Bak konstruk - Harga relatif murah. - Kurang sehat. - Banyak dipa
terbuka si kayu. - Perawatan relatif - Memerlukan waktu kai di Indo
- Bak konstruk lebih mudah dan pengoperasian le- nesia.
si plat besi murah. bih lama. - Diperlukan
- Estetika kurang. tenaga le-
bih banyak.

Dump truk - Bak plat baja. - Tidak diperlukan- - Perawatan lebih Perlu modifika
/ tipper - Dump truk de banyak tenaga kerja sulit. si bak.
truk ngan ketinggi pada saat pembong - Kurang sehat
an bak peng - karan. - Kurang estetis.
angkutnya - Pengoperasian lebih - Relatif lebih mudah
efisien dan efektif. berkarat.
- Sulit untuk pemua
tan
Arm roll Truk untuk - Praktis dan cepat da- - Hidrolis sering rus- Cocok pada
truk meng angkut lam pengoperasian ak. lokasi-lokasi
membawa - Tidak diperlukan te- - Harga relatif mahal. dengan jum-
kontainer-kontai naga kerja yang ba- - Biaya perawatan lah sam pah
ner hidrolis nyak. lebih mahal. yang relatif
- Lebih bersih dan se - - Diperlukan lokasi banyak.
hat. (areal) untuk penem
- Estetika baik. patan dan pengang
- Penempatan lebih katan.
fleksibel.

Compac - Truk dilengkapi - Volume sampah te- - Harga relatif mahal. Cocok untuk
tor truk dengan alat rang kut lebih ba - - Biaya investasi dan pengumpulan
pemadat sampah nyak pemeliharaan lebih dan angkutan
- Lebih bersih dan mahal. secara komu
hygienis - Waktu pengumpulan nal.
- Estetika baik. Lama, bila untuk
- Praktis dalam pengo sistem door to door.
perasian.
- Tidak diperlukan ba
nyak tenaga kerja

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2.3 (Lanjutan)

Jenis Konstruksi/ Kelebihan Kelemahan Catatan


Peralatan bahan
1 2 3 4 5
Multi Truk untuk - Praktis dan cepat da - Hidrolis sering rusak. - Cocok pada
loader meng angkat / lam pengoperasian. - Diperlukan lokasi lokasilokasi
memba wa - Tidak diperlukan ba- (areal) untuk penem dengan pro-
kontainer- nyak tenaga kerja. patan dan pengang duksi sam pah
kontainer katan. yang relatif
secara hidrolis banyak.
- Pernah digu
nakan di
Makasar.

Truk Truk dilengka - Tidak memerlukan ba - Hidrolis sering rusak. Telah diguna
crane pi dengan alat nyak tenaga untuk - Sulit digunakan di da kan di DKI
pengangkat menaikan sampah ke erah yang jalannya Jakarta.
sampah. truk. sempit dan tidak tera
- Cocok untuk meng tur.
angkut sampah yang
besar (bulky waste).

Mobil pe - Truk yang di - Pengoperasian lebih - Harga lebih mahal. Baik untuk
nyapu lengkapi deng cepat. - Perawatan lebih ma - jalan–jalan
jalan an alat penghi - Sesuai untuk jalan – hal utama yang
(street sap sam pah. jalan protokol yang - Belum memungkin rata, tidak
sweeper memerlukan pekerja kan untuk kondisi berbatu dan
an cepat. jalan di Indonesia dengan batas
- Estetis dan higienis. umumnya jalan yang baik.
- Tidak memerlukan
tenaga kerja yang
banyak.

Sumber: Enry Damanhuri, 2003

Pengangkutan sampah menurut UU no 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan

Sampah, merupakan bagian dari penanganan sampah. Pengangkutan didefinisikan

sebagai bentuk membawa sampah dari sumber dan/atau dari tempat penampungan

sampah sementara atau dari TPS 3R menuju ke tempat pengolahan sampah terpadu

Universitas Sumatera Utara


atau tempat pemrosesan akhir. Beberapa acuan normatif juga mencantumkan tentang

pengaturan pengangkutan sampah, antara lain:

1. Pedoman Standar Pelayanan Minimal, Pedoman Penentuan Standar

Pelayanan Minimal Bidang Penataan Ruang, Perumahan dan Permukiman

dan Pekerjaan Umum (Keputusan Menteri Permukiman Dan Prasarana

Wilayah No. 534/KPTS/M/2001). Pedoman ini mencakup pelayanan

minimal untuk pengelolaan sampah secara umum dalam wilayah

pemukiman perkotaan dimana 80% dari total jumlah penduduk terlayani

terkait dengan pengelolaan sampah. Khusus untuk pengangkutan

dicantumkan bahwa jenis alat angkut mempengaruhi pelayanan, sebagai

berikut:

a. Truk sampah dengan kapasitas 6 m³ dapat melayani pengangkutan

untuk 700 KK-1000 KK sedangkan dengan kapasitas 8m3 untuk 1500

KK–2000 KK (jumlah ritasi 2-3/hari).

b. Arm roll truck dengan kontainer 8 m³ juga dapat melayani 2000 KK-

3000 KK (jumlah ritasi 3-5/hari).

c. Compactor truck 8m3 mampu melayani 2500 KK.

2. SNI 19-2454-2002, Tata cara teknik operasional pengelolaan sampah

perkotaan. SNI ini mengatur tentang pola pengangkutan dan operasional

pengangkutan.

Universitas Sumatera Utara


3. SNI 03-3243-2008, Pengelolaan sampah pemukiman. SNI mengatur

tentang kebutuhan sarana untuk pengangkutan sampah yang dipengaruhi

oleh tipe rumah dan tingkat pelayanan serta jenis alat angkut.

Bila mengacu pada metode pengangkutan sampah yang digunakan pada

beberapa negara maju, maka metode pengangkutan sampah dapat dilakukan dengan

dua metode yaitu:

1. Metode Hauled Container System (HCS).

2. Metode Stationery Cuntainer System (SCS).

Metode Hauled Container System adalah sistem pegumpulan sampah yang

wadah pengumpulnya bisa berpindah-pindah dan ikut dibawa ke tempat pembuangan

akhir. HCS merupakan sistem wadah angkut untuk daerah komersil.

Untuk menghitung waktu ritasi dari sumber ke TPS atau TPA:

T HCS = ( P HCS +S+h) .................................... (2.1)

Keterangan:

T HCS = waktu per ritasi (jam/rit)

P HCS = waktu pengambilan (jam/rit)

S = waktu di tempat (TPS atau TPA) untuk bongkar muat (jam/rit)

h = waktu pengangkutan dari sumber → TPS atau TPA

P dan S relative konstan

Universitas Sumatera Utara


h tergantung kecepatan dan jarak dapat di hitung dengan:

h=a+bx .....................................(2.2)

dimana: a = jam /ritasi

b = Jam /jarak

x = jarak pulang pergi (km)

sehingga:

THCS = PHCS + S + a + bx .................................(2.3)

PHCS = pc + uc + dbc .................................(2.4)

Keterangan:

PHCS = waktu pengambilan/rit

pc = waktu untuk mengangkut kontainer isi (jam/rit)

uc = waktu untuk mengosongkan kontainer

dbc = waktu untuk menempuh jarak dari kontainer ke kontainer lain (jam/rit)

Catatan: pada pelayanan dengan gerobak lain → PHCS = waktu mengambil sampai

mengembalikan bin kosong di TPS.

Jumlah ritasi kendaraan perhari ntuk sistem HCS dapat dihitung dengan:

Nd =
[H (1 − w) − (t1 + t 2 ) ] . ..........................(2.5)
THCS

Universitas Sumatera Utara


Keterangan:

Nd = jumlah ritasi/hari (rit/hari)

H = waktu kerja (jam/hari)

w = off route faktor (waktu hambatan → sebagai friksi)

t1 = waktu dari pool kendaraan (garasi) ke kontainer 1 pada hari kerja

(jam)

t2 = waktu dari kontainer terakhir ke garasi (jam)

THCS = waktu pengambilan/ritasi (jam/rit)

Jumlah ritasi dapat dibandingkan dengan perhitungan atas jumlah sampah

terkumpul/hari.

Vd
Nd = . ...............................(2.6)
c. f

Keterangan:

Vd = jumlah sampah terkumpul (volume/hari)

c = ukuran rata-rata kontainer (volume/hari)

f = faktor penggunaan kontainer

Metode Stationery Container System (SCS) adalah sistem pengumpulan

sampah yang wadah pengumpulannya tidak dibawa berpindah-pindah (tetap). Wadah

pengumpulan ini dapat berupa wadah yang dapat diangkat atau yang tidak dapat

Universitas Sumatera Utara


diangkat. SCS merupakan sistem wadah tinggal ditujukan untuk melayani daerah

pemukiman.

Untuk stationary container system dengan mechanical loaded collection

vehicles, maka:

T SCS = (P SCS + s + a + bx) ...............................(2.7)

P SCS = C T (Uc) + (np-1)(dbc) ................................(2.8)

Keterangan:

CT = jumlah kontainer yang dikosongkan/rit (kontainer/rit).

Uc = waktu pengosongan kontainer (jam/rit).

Np = jumlah lokasi kontainer yang diambil per rit (lokasi/rit).

Dbc = waktu terbuang untuk bergerak dari satu lokasi ke lokasi kontainer

lain (jam/lokasi).

Jumlah kontainer yang dikosongkan per ritasi pengumpulan:

V .R
CT = . ........................................(2.9)
c. f

Keterangan:

CT = jumlah kontainer yang dikosongkan/rit (kontainer/rit).

V = volume mobil pengumpul (m3/rit).

R = rasio kompaksi.

Universitas Sumatera Utara


C = volume kontainer (m3/kontainer).

f = faktor penggunaan kontainer

Vd
Nd = . ........................................(2.10)
c. f

Dimana:

Vd = jumlah sampah yang dikumpulkan/hari (m³/hari)

W = waktu yang diperlukan perhari

2.3.1.5 Pembuangan akhir sampah

Tempat pembuangan sampah akhir (TPA) adalah sarana fisik untuk

berlangsungnya kegiatan pembuangan akhir sampah. Tempat menyingkirkan sampah

kota sehingga aman (SK SNI T-11-1991-03). Pembuangan akhir merupakan tempat

yang disediakan untuk membuang sampah dari semua hasil pengangkutan sampah

untuk diolah lebih lanjut. Prinsip pembuangan akhir adalah memusnahkan sampah

domestik di suatu lokasi pembuangan akhir. Jadi tempat pembuangan akhir

merupakan tempat pengolahan sampah. Menurut SNI 19-2454-2002 tentang teknik

operasional pengelolaan sampah perkotaan, secara umum teknologi pengolahan

sampah dibedakan menjadi 3 (tiga) metode yaitu: Open Dumping, Sanitary Landfill,

Controlled Landfill.

Universitas Sumatera Utara


a. Metode Open Dumping

Metode open dumping ini merupakan sistem pengolahan sampah dengan

hanya membuang/menimbun sampah disuatu tempat tanpa ada

perlakuan khusus atau sistem pengolahan yang benar, sehingga sistem

open dumping menimbulkan gangguan pencemaran lingkungan. Pada

Gambar 2.8 menunjukan pola operasional open dumping di TPA

Keumuning Kota Langsa, pembuangan sampah langsung pada sekitar

kawasan TPA tidak pada tempat pengolahan sampah yang telah

disediakan oleh Pemerintah Kota Langsa.

Gambar 2.8 Sistem Operasional Open Dumping TPA Keumuning Langsa


Sumber: BLHKP Kota Langsa 2010

Universitas Sumatera Utara


b. Sanitary Landfill

Metode pembuangan akhir sampah yang dilakukan dengan cara sampah

ditimbun dan dipadatkan, kemudian ditutup dengan tanah sebagai

lapisan penutup. Pekerjaan pelapisan tanah penutup dilakukan setiap

hari pada akhir jam operasi. Gambar 2.9 menunjukan metode sanitary

landfill yang sudah ada pada TPA Keumuning Kota Langsa yang belum

dimanfatkan dengan optimal akibat kekurangan sarana dan prasarana

pendukung pada TPA.

Gambar 2.9 Sanitary Landfill TPA Keumuning Langsa


Sumber: Dokumentasi penulis 2010

c. Controlled Landfill

Metode controlled landfill adalah sistem open dumping yang diperbaiki yang

merupakan sistem pengalihan open dumping dan sanitary landfill yaitu

dengan penutupan sampah dengan lapisan tanah dilakukan setelah TPA penuh

yang di padatkan atau setelah mencapai periode tertentu.

Universitas Sumatera Utara


2.3.2 Aspek kelembagaan

Aspek organisasi dan manajemen merupakan suatu kegiatan yang multi

disiplin yang bertumpu pada prinsip teknik dan manajemen yang menyangkut aspek-

aspek ekonomi, sosial, budaya, dan kondisi fisik wilayah kota dan memperhatikan

pihak yang dilayani yaitu masyarakat kota. Perancangan dan pemilihan bentuk

organisasi disesuaikan dengan:

a. Peraturan pemerintah yang membinanya.

b. Pola sistem operasional yang diterapkan.

c. Kapasitas kerja sistem.

d. Lingkup pekerjaan dan tugas yang harus ditangani.

Bentuk kelembagaan pengelolan sampah kota sangat tergantung dengan

jumlah penduduk dan kemampuan kota tersebut dalam mengelola sampahnya, seperti

dijelaskan pada Tabel 2.4.

Tabel 2.4 Bentuk Kelembagaan Pengelolaan Sampah

Jumlah Penduduk
No Kategori Kota Bentuk Kelembagaan
(jiwa)
1. Kota Raya (metropolitan) > 1.000.000 Perusahaan daerah atau
Kota Besar 500.000 - 1.000.000 dinas tersendiri
2. Kota Sedang I 250.000 - 500.000 Dinas sendiri

3. Kota Sedang II 100.000 - 250.000 Dinas/suku dinas


UPTD/PU
Seksi/PU

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2.4 (Lanjutan)
No Kategori Kota Jumlah Penduduk Bentuk Kelembagaan
(jiwa)
4. Kota Kecil 20.000 - 100.000 UPTD/PU
Seksi/PU

Sumber: SNI T-13-1990

Kebijakan yang diterapkan di Indonesia dalam mengelola sampah kota secara

formal adalah seperti yang diarahkan oleh Departemen Pekerjaan Umum sebagai

departemen teknis yang membina pengelola persampahan perkotaan di Indonesia.

Bentuk institusi pengelolaan persampahan kota yang dianut di Indonesia:

a. Seksi kebersihan di bawah satu dinas, misalnya Dinas Pekerjaan Umum

(PU) terutama apabila masalah kebersihan kota masih bisa ditanggulangi

oleh suatu seksi di bawah dinas tersebut.

b. Di Kota Langsa sesuai sebagai pelaksana pengelolaan sampah dilakukan

oleh Badan Lingkungan Hidup Kebersihan dan Pertamanan.

2.3.3 Aspek pembiayaan

Manajemen persampahan adalah merupakan suatu public utility yang

seharusnya dibiayai dari publik, tetapi untuk sementara waktu sebagian besar

pembiayaan masih dari pemerintah. Karena pendapatan tidak bisa menutupi biaya

pengelolaan sampah. Sesuai dengan perkembangan pelayanan kota, disarankan untuk

mengembangkan prinsip pembiayaan yang berbasis masyarakat (Jones, 1983 dalam

Mansur 2002:II-4). Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI–T-12-1991 1991-

Universitas Sumatera Utara


03) maka biaya pengelolaan persampahan diusahakan diperoleh dari masyarakat

(80%) dan Pemerintah Daerah (20%) yang digunakan untuk pelayanan umum antara

lain: penyapuan jalan, pembersihan saluran dan tempat-tempat umum. Sedangkan

dana pengelolaan persampahan suatu kota besarnya disyaratkan minimal +/- 10% dari

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Besarnya retribusi sampah

didasarkan pada biaya operasional pengelolaan sampah, di Indonesia besar retribusi

yang dapat ditarik dari masyarakat setiap rumah tangga besarnya +/-0,5% dan

maksimum 1% dari penghasilan per rumah tangga per bulan.

Perbandingan biaya pengelolaan dari biaya total pengelolaan sampah adalah

biaya pengumpulan 20%-40%, biaya pengangkutan 40%-60%, biaya pembuangan

20%-40%. Ada beberapa mekanisme yang bisa diberlakukan dalam upaya

peningkatan pendapatan dan mencapai cost recovery, yaitu:

a. Penetapan perundang-undangan, metode perpajakan yang relatif mudah

dalam pengurusan secara adminitrasi maupun penyelenggaraannya.

b. Penetapan prosedur administrasi yang efektif, dengan menetapkan aturan

pajak dan taksiran pajak yang tidak rumit, didasarkan pada ukuran–

ukuran yang obyektif.

2.3.4 Aspek peraturan/hukum

Aspek peraturan didasarkan atas kenyataan bahwa negara Indonesia adalah

negara hukum, dimana sendi-sendi kehidupan bertumpu pada hukum yang berlaku.

Universitas Sumatera Utara


Manajemen persampahan kota di Indonesia membutuhkan kekuatan dan dasar

hukum, seperti dalam pembentukan organisasi, pemungutan retribusi, ketertiban

masyarakat, dan sebagainya. Peraturan yang diperlukan dalam penyelenggaraan

sistem pengelolaan sampah di perkotaan antara lain adalah yang mengatur tentang:

a. Ketertiban umum yang terkait dengan penanganan sampah.

b. Rencana induk pengelolaan sampah kota.

c. Bentuk lembaga dan organisasi pengelola.

d. Tata-cara penyelenggaraan pengelolaan.

e. Besaran tarif jasa pelayanan atau retribusi.

f. Kerjasama dengan berbagai pihak terkait, diantaranya kerjasama antar

daerah, atau kerjasama dengan pihak swasta.

Prinsip aspek peraturan pengelolaan persampahan di daerah berupa peraturan-

peraturan daerah yang merupakan dasar hukum pengelolaan persampahan yaitu:

peraturan daerah mengenai lembaga pengelola persampahan, peraturan daerah

tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah yang berhubungan dengan penentuan

lokasi TPA, dan peraturan daerah tentang retribusi sampah.

2.3.4.1 Pengelolaan sampah dalam Undang-undang No 18 Tahun 2008

Menurut UU-18/2008 tentang Pengelolaan Sampah, terdapat 2 kelompok

utama pengelolaan sampah, yaitu:

Universitas Sumatera Utara


1. Pengurangan sampah (waste minimization), yang terdiri dari pembatasan

terjadinya sampah (R1), guna-ulang (R2) dan daur-ulang (R3)

2. Penanganan sampah (waste handling), yang terdiri dari:

a. Pemilahan: dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah sesuai

dengan jenis, jumlah, dan/atau sifat sampah.

b. Pengumpulan: dalam bentuk pengambilan dan pemindahan sampah dari

sumber sampah ke tempat penampungan sementara atau tempat

pengolahan sampah terpadu.

c. Pengangkutan: dalam bentuk membawa sampah dari sumber dan/atau dari

tempat penampungan sampah sementara atau dari tempat pengolahan

sampah terpadu menuju ke tempat pemrosesan akhir.

d. Pengolahan: dalam bentuk mengubah karakteristik, komposisi, dan

jumlah sampah.

UU-18/2008 ini menekankan bahwa prioritas utama yang harus dilakukan

oleh semua pihak adalah bagaimana agar mengurangi sampah semaksimal mungkin.

Bagian sampah atau residu dari kegiatan pengurangan sampah yang masih tersisa

selanjutnya dilakukan pengolahan (treatment) maupun pengurugan (landfilling).

Pengurangan sampah melalui 3R menurut UU-18/2008 meliputi:

Universitas Sumatera Utara


a. Pembatasan (reduce): mengupayakan agar limbah yang dihasilkan

sesedikit mungkin.

b. Guna-ulang (reuse): bila limbah akhirnya terbentuk, maka upayakan

memanfaatkan limbah tersebut secara langsung.

c. Daur-ulang (recycle): residu atau limbah yang tersisa atau tidak dapat

dimanfaatkan secara langsung, kemudian diproses atau diolah untuk dapat

dimanfaatkan, baik sebagai bahan baku maupun sebagai sumber energi.

2.3.4.2 Peraturan menteri

Peraturan menteri pekerjaan umum Nomor: 21/prt/m/2006 Tentang

Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Sistem Pengelolaan Persampahan

(KSNP-SPP) Tahun 2006, digunakan sebagai pedoman untuk pengaturan,

penyelenggaraan, dan pengembangan sistem pengelolaan persampahan yang ramah

lingkungan, baik ditingkat pusat, maupun daerah sesuai dengan kondisi daerah

setempat.

2.3.4.3 SNI (Satuan Standard Indonesia) 19-2454-2002

Salah satu kebijakan pemerintah dalam pengelolaan sampah adalah dengan

diterbitkannya SNI 19-2454-2002 tentang tata cara teknik operasional pengelolaan

sampah kota yang mana bertujuan sebagai dasar dalam pengelolaan teknik

operasional sampah perkotaan.

Universitas Sumatera Utara


2.3.5 Aspek peran masyarakat

Peran masyarakat sangat penting karena fungsi awalnya adalah produksi

timbulan sampah oleh masyarakat, sehingga apabila produktivitas sampah tinggi

(banyak) akan menuntut proses pengelolaan yang tinggi (mahal) juga.

Menurut Louise et.al dalam Irman (2004:51), peran serta masyarakat adalah

melibatkan masyarakat dalam tindak-tindak administrator yang mempunyai pengaruh

langsung terhadap mereka. Peran serta masyarakat sangat erat kaitannya dengan

kekuatan atau hak masyarakat, terutama dalam pengambilan keputusan dalam tahap

identifikasi masalah, mencari pemecahan masalah sampai dengan pelaksanaan

berbagai kegiatan pembangunan. Peran serta masyarakat dalam pengelolaan sampah

dapat diartikan sebagai keikutsertaan, keterlibatan masyarakat dalam kegiatan

pengelolaan sampah baik langsung maupun tidak langsung.

Dari uraian di atas, pengertian peran serta masyarakat dalam bidang

persampahan adalah keterlibatan masyarakat atau kelompok masyarakat baik pasif

maupun aktif untuk mewujudkan kebersihan baik bagi diri sendiri maupun

lingkungan. Permasalahan sampah perkotaan sudah menjadi masalah/beban seluruh

pengelola kota, sehingga penanganan sampah di kota-kota tidak saja manjadi

tanggung jawab pemerintah daerah yang bersangkutan, tetapi juga merupakan

manjadi tanggung jawab masyarakat.

Universitas Sumatera Utara


Peran minimal yang dapat dilakukan oleh masyarakat adalah mereduksi

jumlah sampah dengan penerapan prinsip 4 R (Reduce, Reuse, Recycle, Replace),

menyiapkan wadah sampah sesuai dengan jenis sampah (organik, non organic).

2.3.5.1 Masyarakat dalam pengelolaan persampahan

Di Indonesia keanekaragaman masyarakat tidak saja ditemukan dalam

dimensi ragam budaya, atau kelas-kelas sosial yang berbeda, tetapi juga dalam pola

pemikiran, kepercayaan dan tingkah laku dari kelompok-kelompok dan individu

(Hull, 2006:208).

Dalam pengelolaan persampahan, masyarakat mempunyai posisi yang unik,

sebagai individu masyarakat bersifat private artinya apapun yang dilakukan terhadap

sampah tersebut sepenuhnya terserah pada kehendaknya. Namun ketika sampah

tersebut telah dibuang kearea non private (lingkungan) maka sifatnya berubah

menjadi bersifat publik, sehingga sampah berubah menjadi urusan publik, yang dapat

diartikan sebagai urusan Pemerintah (Teguh,2007).

Masyarakat sebagai sumber sekaligus penerima hasil pengelolaan

persampahan mempunyai peranan yang sangat penting terhadap keberhasilan

pengelolaan sampah. Dimana sebagai sumber mereka berarti dapat menentukan

sampah seperti apa yang mereka hasilkan. Sebagai penerima manfaat berarti dapat

menentukan seperti apa hasil pengelolaan sampah yang mereka inginkan.

Universitas Sumatera Utara


Dalam sistem pengelolaan persampahan, masyarakat yang dimaksud adalah

masyarakat dalam artian sesungguhnya, dan dunia usaha (swasta) yang berada dalam

lingkungan masyarakat, atau dengan kata lain adalah individu maupun kelompok

yang berada diluar posisi pemerintah.

2.4 Kedudukan Sistem Pengelolaan Persampahan dalam Tata Ruang Kota

Kota yang selalu berkembang dari tahun ke tahun dan dengan segala aktivitas

penduduknya memerlukan pelayanan dari pemerintah kota sebagai pengelola

pembangunan kota. Seiring dengan kondisi tata ruang dari waktu ke waktu akan

mengakibatkan tuntutan pemenuhan kebutuhan penduduk akan sarana dan prasarana

semakin meningkat termasuk dalam hal persampahan. Apabila berbicara tentang tata

ruang kota, sebenarnya ialah berbicara tentang alokasi materi di dalam ruang,

sehingga akan menyangkut besaran apa dan dimana. Setiap besaran di dalam ruang

tersebut apa dan dimana selalu bergerak dari penduduk (jumlah penduduk) dan

standar tingkat kesejahteraannya. Pemerintah daerah pada umumnya memiliki garis

kebijakan dasar dalam hal pengelolaan ruang kota yang tertuang di dalam Rencana

Tata Ruang Kota setempat dengan berbagai tingkatan wilayah dan kandungan materi

yang menyertainya. Tata Ruang Kota adalah sebuah sistem besar di dalam kota,

dimana didalamnya terdiri dari beberapa subsistem penyusunnya, yaitu: sub sistem

perumahan, pendidikan, kesehatan, keagamaan, pelayanan umum (perkantoran),

perdagangan, perindustrian, listrik, air bersih, telepon, persampahan, jaringan

Universitas Sumatera Utara


transportasi kota, drainase kota, pariwisata, kelembagaan, dan pembiayaan. Idealnya

tiap subsistem diatas memiliki arahan kebijakan tersendiri (kebijakan sektoral) yang

saling terpadu dan terintegrasi dalam hal alokasi besarannya didalam ruang sesuai

dengan kebutuhan penduduk kota. Wujud keterpaduan tersebut idealnya akan

tertuang di dalam Rencana Tata Ruang Kota (RTRK).

Hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan pengelolaan sampah selain

pengumpulan, pengangkutan, dan pembuangan, termasuk didalamnya adalah

penyediaan peralatan yang digunakan, tehnik pelaksanaan pengelolaan dan

administrasi. Hal ini bertujuan untuk keberhasilan pelaksanaan pengelolaan sampah.

Dalam pengelolaan sampah terpadu sebagai salah satu upaya pengelolaan

sampah perkotaan adalah konsep rencana pengelolaan sampah perlu dibuat dengan

tujuan mengembangkan suatu sistem pengelolaaan sampah yang modern, dapat

diandalkan dan efisien dengan teknologi yang ramah lingkungan. Dalam sistem

tersebut harus dapat melayani seluruh penduduk, meningkatkan standar kesehatan

masyarakat dan memberikan peluang bagi masyarakat dan pihak swasta untuk

berpartisipasi aktif.

Defenisi manajemen untuk pengelolaan sampah di negara-negara maju

diungkapkan oleh Tchobanoglous, yang merupakan gabungan dari kegiatan

pengontrolan jumlah sampah yang dihasilkan, pengumpulan, pemindahan,

pengangkutan, pengolahan, dan penimbunan sampah di TPA yang memenuhi prinsip

Universitas Sumatera Utara


kesehatan, ekonomi, teknik, konservasi, dan mempertimbangan lingkungan yang juga

responsif terhadap kondisi masyarakat yang ada.

2.4.1 Konsep pengelolaan sampah 3R

Pengolahan sampah adalah suatu upaya untuk mengurangi volume sampah

atau merubah bentuk sampah menjadi sesuatu yang bermanfaat dengan berbagai

macam cara. Teknik pengolahan sampah yang pada awalnya menggunakan

pendekatan kumpul-angkut-buang, kini telah mulai mengarah pada pengolahan

sampah berupa reduce-reuse-recycle (3R). Reduce berarti mengurangi volume dan

berat sampah, reuse berarti memanfaatkan kembali dan recycle berarti daur ulang

sampah. Teknik pengolahan sampah dengan pola 3R, secara umum adalah sebagai

berikut:

1. Reduce (pengurangan volume)

Ada beberapa cara untuk melakukan pengurangan volume sampah, antara

lain:

a. Incenerator (pembakaran)

Merupakan proses pengolahan sampah dengan proses oksidasi, sehingga

menjadi kurang kadar bahayanya, stabil secara kimiawi serta

memperkecil volume maupu berat sampah yang akan dibuang ke lokasi

TPA.

Universitas Sumatera Utara


b. Balling (pemadatan)

Merupakan sistem pengolahan sampah yang dilakukan dengan pemadatan

terhadap sampah dengan alat pemadat yang bertujuan untuk mengurangi

volume dan efisiensi transportasi sampah.

c. Composting (pengomposan)

Merupakan salah satu sistem pengolahan sampah dengan

mendekomposisikan sampah organik menjadi material kompos, seperti

humus dengan memanfaatkan aktivitas bakteri.

d. Pulverization (penghalusan)

Merupakan suatu cara yang bertujuan untuk mengurangi volume,

memudahkan pekerjaan penimbunan, menekan vektor penyakit serta

memudahkan terjadinya pembusukan dan stabilisasi.

2. Reuse

Reuse adalah pemanfaatan kembali atau mengguanakan kembali bahan-

bahan dari hasil pembuangan sampah menjadi bahan yang dapat di

pergunakan kembali. misalnya sampah konstruksi bangunan.

3. Recycle

Recycle adalah kegiatan pemisahan benda-benda anorganik (misalnya:

botol-botol bekas, kaleng, kardus, dan lainnya) dari tumpukan sampah

untuk diproses kembali menjadi bahan baku atau barang yang lebih

berguna.

Universitas Sumatera Utara


2.4.2 Stakeholders pengelola sampah kota

Dalam pengelolaan persampahan skala kota yang rumit, terdapat beragam

stakeholders yang terlibat baik langsung maupun tidak langsung. Setiap stakeholders

berperan sesuai dengan posisinya masing-masing. Dalam skala kota, peran

Pemerintah Kota dalam mengelola sampah sangatlah penting, dan pengelolaan

sampah merupakan salah satu tugas utamanya sebagai bentuk pelayanan yang

merupakan bagian dari infrastruktur kota tersebut. Stakeholders utama yang biasa

terdapat dalam pengelolaan sampah di Indonesia antara lain:

a. Pengelola kota yang biasanya bertindak sebagai pengelola sampah;

b. Institusi swasta (non-pemerintah) yang berkarya dalam pengelolaan sampah;

c. Institusi swasta yang terkait secara langsung dengan persoalan sampah, seperti

produsen yang menggunakan pengemas bagi produknya;

d. Masyarakat atau institusi penghasil sampah yang menggantungkan

penanganan sampahnya pada sistem yang berlaku di sebuah kota;

e. Institusi non-pemerintah yang bergerak dalam pengelolaan sampah, termasuk

aktivitas daur-ulang, seperti swasta, LSM, pengelola real estate, yang

aktivitasnya perlu berkoordinasi dengan pengelola sampah kota;

f. Masyarakat yang bertindak secara individu dalam penanganan sampah, baik

secara langsung maupun tidak langsung, misalnya kelompok pemulung yang

memanfaatkan sampah sebagai sumber penghasil;

g. Institusi yang tertarik dan peduli terhadap persoalan persampahan.

Universitas Sumatera Utara


2.5 Pengelolaan Sampah Perkotaan Negara Lain

2.5.1 Pengelolaan sampah di Taiwan

Taiwan adalah salah satu negara yang berhasil dalam melibatkatkan peran

masyarakat dalam mengurangi sampah, kesadaran masyarakat ini karena

pemerintahnya menerapkan metode municipal waste (sampah rumah tangga) yaitu

kebijakan pemerintah Taiwan yang tidak menggunakan tempat sampah komunal

sehingga menyebabkan masyarakat secara aktif membuang sampah rumah tangga

dengan menunggu truk sampah yang telah terjadwal baik pada pagi dan malam hari

seperti yang terlihat pada Gambar 2.10.

Gambar 2.10 Aktivitas Warga Taiwan Membuang Sampah


Sumber: http//taiwan culture portal.com

Pemandangan warga Taiwan berduyun-duyun menunggu truk sampah yang

dibuat menarik karena diiringi dengan musik sebagai penanda jadwal pembuangan

sampah, selain itu kepedulian terhadap lingkungan yang tinggi juga dapat kita lihat

Universitas Sumatera Utara


dari kebijakan penggunan plastik belanjaan yang tidak gratis, sehingga masyarakat

berbelanja membawa kantong plastik sendiri.

Kebanyakan tempat sampah di Taiwan sudah diklasifikasikan menurut

sampahnya: organik, kertas, kaleng, botol, e-waste (sampah elektronik), baterai, dan

general waste. Jika tidak komplit pun, tempat sampah yang paling standar biasanya

ada dua: recyclable dan non-recyclable.

Dalam pemprosesan akhir sampah Taiwan memiliki pembakaran

(incineration) adalah metode utama pengolahan municipal waste, terutama yang

padat, sedangkan metode landfill di gunakan tidak sebagai prioritas, Taiwan

memiliki lebih dari 20 incinerator di seluruh penjuru pulau, dan semuanya adalah

tipe waste-to-energy, panas yang dihasilkan dikonversi menjadi listrik dan dijual

kembali, incinerator tersebut terbuka untuk umum dan anak-anak sehingga mereka

bisa belajar tentang pengolahan sampah.

2.5.2 Pengelolaan sampah di Kota Curitiba Brazil

Curitiba adalah ibukota Provinsi Parana Brazil. Kota ini terletak di Brazil

bagian tenggara, jaraknya sekitar 1.081 km dari ibu kota Brazil. Luas Kota Curitiba

430 kilometer persegi. Sensus tahun 2010 menunjukkan penduduk Kota Curitiba

berjumlah 2.469.489 jiwa (http://wikipedia.org/wiki/Curitiba).

Sebagaimana kota-kota besar lain diseluruh dunia, Kota Curitiba juga

mengalami berbagai permasalahan urban, antara lain pertambahan populasi dan

Universitas Sumatera Utara


sampah. Jumlah penduduk Kota Curitiba yang besar menghasilkan volume sampah

yang besar pula. Namun demikian Kota Curitiba tidak terpuruk dalam permasalahan

sampah. Pada tahun 1989 Kota Curitiba memulai inovasi pengelolaan sampah yang

ekonomis dan berwawasan lingkungan yang diberi tajuk “Garbage that is not

Garbage” (Sampah yang Bukan Sampah). Inovasi pengelolaan sampah tersebut dapat

mendaur ulang 70% sampah Kota Curitiba dan 90% penduduknya berpartisipasi

dalam program daur ulang sampah. Upaya tersebut diapresiasi oleh United Nations

Environment Programme (UNEP) yang pada tahun 1990 memberikan penghargaan

tertinggi bidang lingkungan hidup pada Kota Curitiba (Keuhn 2007, Fazzano &

Weiss 2004). Adapun inovasi tersebut antara lain adalah:

1. Pembelian sampah dari masyarakat (the garbage purchase)

Pada tahun 1989, Kota Curitiba membutuhkan pabrik daur ulang sampah.

Sayangnya pendirian pabrik tersebut membutuhkan dana 70 juta US

dollar sementara itu pemerintah Kota Curitiba tidak memiliki dana

sebesar itu. Sebagai solusinya, pemerintah melakukan kampanye

pemilahan sampah berdasarkan kategori organik dan non organik.

Pelaksanaan kampanye program tersebut dibantu oleh Institute for Social

Integration. Program ini selain bertujuan untuk memelihara kebersihan

kota juga dapat mengurangi pengangguran karena melibatkan 16.000

pengumpul sampah independent yang dibayar setiap akhir pekan atau

akhir bulan setelah mengumpulkan sampah dari 25 area tertentu yang

Universitas Sumatera Utara


sulit diakses truk pengangkut sampah. Setiap bulan ada 555 ton sampah

yang dibeli melalui program ini. Pengumpul sampah independent

berfungsi untuk membantu 2.000 petugas kebersihan resmi yang

dipekerjakan oleh pemerintah Kota Curitiba. Di Curitiba pengumpul

sampah independent mendapat posisi terhormat karena bekerja keras

menjaga kebersihan kota dan mereka merupakan komponen ekonomi

yang penting (Rabinovitch & Leitman, 1996; Keuhn, 2007).

2. Penukaran sampah (the green exchange)

Program yang dimulai pada tahun 1991 ini ditujukan bagi masyarakat

berpendapatan rendah. Kegiatannya adalah mengumpulkan, memilah dan

menukar sampah rumah tangga dengan barang kebutuhan sehari-hari

seperti tiket bis, buku tulis bagi anak sekolah, dan bahan makanan.

Disediakan 97 lokasi penukaran sampah yang berpindah setiap dua

minggu sekali. Dalam perkembangannya pemerintah Kota Curitiba

mengeluarkan kebijakan menukar sampah dengan buah dan sayuran segar,

terlihat pada Gambar 2.11.

Gambar 2.11 Aktivitas Warga Curitiba Menukar Sampah


Sumber http: green kompasiana.com/29 september 2012

Universitas Sumatera Utara


Pemerintah Kota Curitiba membeli buah dan sayuran segar dari petani

lokal. Melalui program ini setiap hari ada sekitar 9 ton sampah yang

berhasil dikumpulkan masyarakat Kota Curitiba (Martins 2007 dalam

Keuhn, 2007; Fazzano & Weiss, 2004).

Universitas Sumatera Utara


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan terhadap variabel

mandiri, yaitu tanpa membuat perbandingan atau menghubungkan dengan variabel

yang lain (Sugiono, 2002). Sedangkan menurut Irawan (2003), penelitian deskriptif

adalah penelitian yang bertujuan mendeskripsikan atau menjelaskan sesuatu hal

seperti adanya. Dalam penelitian yang bersifat deskriptif, data yang dikumpulkan

adalah berupa catatan kata-kata, gambar, tulisan ataupun perilaku yang semuanya

dapat dilihat dan dirasakan secara langsung ketika melakukan penelitian. Namun

demikian, secara kualitatif penelitian ini tidak mengukur atau membandingkan antara

variabel yang satu dengan yang lainnya.

Pada umumnya penelitian deskriptif merupakan penelitian yang non hipotesis

sehingga dalam rangka penelitiannya bahkan tidak perlu merumuskan hipotesisnya

(Arikunto, 1996). Metode penelitian deskriptif adalah metode yang dipergunakan

untuk mendapatkan gambaran keseluruhan objek penelitian secara akurat.

Universitas Sumatera Utara


Pelaksanaan penelitian deskriptif tidak terbatas hanya sampai pada

pengumpulan dan penyusunan data, tetapi meliputi analisis dan interpretasi tentang

arti data tersebut, selain itu semua yang dikumpulkan berkemungkinan menjadi kunci

terhadap apa yang diteliti (Moleong, 2000).

3.2 Teknik Pengumpulan Data

Kebutuhan data dalam pelaksanaan penelitian ini lebih banyak menggunakan

data-data primer, yaitu data yang diperoleh dengan melakukan pengamatan langsung

wawancara yang bersifat terbuka dan dokumentasi. Teknik pengumpulan data yang

dilakukan dalam pengelolaan persampahan kota adalah sebagai berikut:

1. Teknik pengumpulan data primer. Responden adalah orang yang diminta

untuk memberikan keterangan tentang suatu fakta atau pendapat. Dalam

proses observasi, peneliti melakukan wawancara yang bersifat mendalam

untuk memperoleh makna yang utuh dari sebuah informasi dan

mengambil dokumentasi terhadap kondisi yang terkait dengan informasi

yang diberikan oleh informan atau narasumber. Kriteria informasi dalam

penelitian kualitatif adalah informasi yang dapat mengungkap dari sebuah

fenomena, bukan sekedar informasi yang terlihat dan terucap, tetapi

informasi yang mengandung makna dibalik yang terlihat dan terucap.

Universitas Sumatera Utara


Dalam hal ini informan atau narasumber dalam penelitian pengelolaan

sistem persampahan Gampong Jawa Kota Langsa terdiri dari:

a. Aparatur pemerintah desa dalam hal ini kepala desa (Geuchik)

Gampong Jawa sebagai informan penting yang mengetahui kondisi

dan permasalahan di Gampong Jawa Langsa.

b. Masyarakat pada dusun-dusun di Gampong Jawa dalam aktifitas

mewawancarai peneliti berusaha memahami persoalan masyarakat dan

berusaha mendapatkan fenomena seberapa besar problem sampah bagi

masyarakat dan mencari tahu apa keinginan masyarakat dalam

pengelolaan sampah yang diharapkan dari pemerintah Kota Langsa.

c. Pemerintah Kota Langsa sebagai pemegang kebijakan dalam

pengelolaan persampahan dimana yang bertanggung jawab sebagai

pelaksana pengelolaan sampah adalah Badan lingkungan hidup

kebersihan dan pertamanan Kota Langsa.

2. Teknik pengumpulan data sekunder dengan pengumpulan data

berhubungan dengan pengelolaan persampahan Kota Langsa yang

tertuang pada Rencana Strategis Pembangunan Kota Langsa, Rencana

Tata Ruang Wilayah Kota Langsa, Dokumen Kebijakan Pembangunan

Sanitasi Permukiman Kota Langsa dari instansi terkait dengan kegiatan

Badan Lingkungan Hidup Kebersihan dan Pertamanan termasuk Kantor

Statistik dan BAPPEDA Kota Langsa.

Universitas Sumatera Utara


3. Pengamatan secara Intensif (Observasi)

Dalam melaksanakan pengamatan dan pencatatan secara sistematis

terhadap gejala atau fenomena masyarakat dalam pengelolaan sampah,

penulis berada di lokasi penelitian yaitu pada tempat–tempat pengamatan

dilakukan dalam rangka melihat kondisi empiris pengelolaan persampahan

di Gampong Jawa Langsa dengan melakukan observasi pada wilayah

permukiman yang dilalui oleh rute truk sampah, permukiman padat

penduduk yang sulit dijangkau truk sampah dikarenakan badan jalan yang

sempit, pola pembuangan sampah pada permukiman disekitar daerah aliran

sungai proses pembuangan sampah di TPA dan pengelolaan sampah

pembuangan akhir pada TPA di Gampong Pondok Kemuning Kota

Langsa. Mengamati secara teliti dan seksama keadaan yang sesungguhnya

di lapangan serta mengamati segala permasalahan yang timbul di

masyarakat untuk dijadikan bahan penelitian dilengkapi dengan

pengambilan foto, gambar dan peta lokasi penelitian.

4. Kategorisasi

Merupakan langkah penyusunan dan pengelompokan bagian-bagian yang

memperlihatkan kaitan dengan indikator yang dipergunakan. Seperti

daerah mana yang berpotensi melakukan aktifitas pembakaran sampah,

daerah yang mendapat pelayanan sampah, daerah permukiman yang

membuang ke sungai dan sebagainya, prosesnya dimulai dengan

Universitas Sumatera Utara


pemilihan indikator, kemudian merangkainya dengan pilihan kategori

yang dilakukan masyarakat berdasarkan kategorisasi kawasan

berdasarkan fungsi lahan pada kawasan penelitian.

3.3 Kawasan Penelitian

Penelitian dilakukan di Gampong Jawa Kecamatan Langsa Kota. Gampong

Jawa terdiri dari 9 (sembilan) dusun, dusun Jawa Muka I, Jawa Muka II, Jawa

Belakang I, Jawa Belakang II dan Jawa Tengah yang merupakan pusat pertokoan

dengan berbagai item dagangan mulai dari mini market, toko besi, restoran, warung,

bank, butik dan lain-lain, dusun Jawa Baru, Amaliah, Asrama Gajah II dan PJKA

merupakan wilayah pusat pemerintahan dimana di dusun ini terdapat kantor Walikota

Langsa, rumah sakit, bank, pusat jajanan, taman terbuka hijau, taman bermain anak,

komplek perumahan, dan lain sebagainya. Di dusun ini merupakan juga merupakan

kawasan yang paling padat di Gampong Jawa, di dusun ini juga terdapat sungai yang

melintas disepanjang dusun Amaliah Gampong Jawa Kota Langsa.

3.4 Analisis Penelitian

Analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif kualitatif. Analisa model

ini digunakan untuk mengungkapkan dan menjelaskan keleluasaan, ketajaman, dan

kedalaman kajian penelitian.

Universitas Sumatera Utara


Perolehan data atau informasi hasil observasi lapangan, baik berupa catatan

wawancara, catatan pengamatan dan sumber informasi lain yang relevan akan

dianalisis dengan tahapan sebagai berikut:

1. Mengumpulkan fakta sistem teknis operasional pengelolaan sampah di

kawasan penelitian. Langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai

berikut:

a. Membuat peta lokasi penelitian, pembuatan peta ini dengan

menggunakan program ArcGIS 9.3 dengan melakukan trasing pada

peta rupa bumi yang diperoleh dari Badan Pertanahan Kota Langsa,

dengan menggunakan program ArcGIS ini dapat dihitung berapa luas

wilayah Gampong Jawa.

b. Melakukan observasi dan inventarisir lokasi tempat pembuangan

sampah sementara, hasil dari kegiatan ini berupa peta sarana

persampahan di kawasan penelitian.

c. Melakukan observasi terhadap timbulan sampah dan penumpukan

sampah pada pinggir jalan di kawasan penelitian, hasil dari kegiatan

ini berupa peta timbulan sampah di kawasan penelitian.

d. Melakukan observasi terhadap jalur truk sampah dan becak motor

sampah dikawasan penelitian.

e. Menghitung dengan bantuan alat counter (alat penghitung) jumlah

rumah tangga dalam membuang atau memperlakukan sampah

Universitas Sumatera Utara


berdasarkan karakteristik pelayanan yang didapatkan dan kondisi

sistem teknis operasional yang meliputinya, dari berbagai macam

perilaku tersebut penulis membagi dalam 5 kategori (Tabel.3.1).

Tabel 3.1 Kategori perlakuan masyarakat kawasan penelitian


No Perlakuan Terhadap Sampah

1 Dikumpulkan dirumah, diangkut petugas dari PEMKO/ Kelurahan


2 Di buang di halaman rumah, ke dalam lubang lalu ditimbun dibuang di
halaman rumah dikumpulkan lalu dibakar
3 Dikumpulkan dirumah, dibuang ke TPS resmi
4 Dikumpulkan dirumah di buang ke tempat sampah ilegal Contoh
persimpangan Jalan, lahan kosong
5 Dibuang ke parit atau sungai

Sumber: Data primer 2013

Dari kelima kategori ini kemudian penulis melakukan aktivitas

menghitung dengan menggunakan alat counter (alat bantu

menghitung) rumah atau kepala keluarga yang melakukan aktifitas

sesuai dengan kategori tersebut. Selain itu juga kemudian peneliti

melakukan ploting ke peta kawasan dari hasil perhitungan tersebut.

2. Penyajian atau display data dan analisis

Dalam hal ini penyajian data yang dilakukan dalam bentuk uraian singkat

berupa bagan hubungan antar kategori yaitu bentuk-bentuk perilaku

pengelolaan sampah yang muncul dari sebab faktor pembentuk perilaku,

Universitas Sumatera Utara


melalui penyajian data atau display data akan terorganisir, tersusun dalam

pola hubungan sehingga akan mudah dipahami dan dianalisis.

Menganalisis pola keruangan di Gampung Jawa dengan menggunakan GIS

(Geografical Information System) sehingga diperoleh gambaran dan pola

keruangan aktifitas pengelolaan sampah. Setelah memahami objek

penelitian dengan menyeluruh peneliti berusaha melakukan elaborasi

antara permasalahan dengan fakta yang ditemukan kemudian dikaitkan

dengan teori pengelolaan sampah dan teori-teori yang sesuai dengan

permasalahan perkotaan.

3. Kesimpulan analisis

Setelah melakukan elaborasi data dan hasil observasi dilapangan dan

mengkaitkan permasalahan di kawasan penelitian dengan teori maka

diambil sebuah hasil analisis berupa kesimpulan.

4. Penulisan Laporan

Penulisan laporan dalam penelitian ini akan diuraikan dari pendeskripsian

hasil observasi selanjutnya dilakukan analisis dengan pola display sintesis

pengelolaan sampah permukiman pada Gampong Jawa Langsa untuk

menganalisis faktor kausalitas yang selanjutnya ditarik kesimpulan dalam

pengelolaan sampah permukiman oleh individu atau masyarakat di

Gampong Jawa Kota Langsa.

Universitas Sumatera Utara


BAB IV

TINJAUAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Kota Langsa

Kota Langsa terbentuk melalui Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2001 yang

sebelumnya berstatus kota administratif menjadi Pemerintah Kota. Kota Langsa

terletak di sebelah Timur Provinsi Aceh, yang berposisikan sebelah Utara Pulau

Sumatera, yaitu pada 04°24’35,68”-04°33’47,03” Lintang Utara dan 97°53’14,59”-

98°04’42,16” Bujur Timur, dan memiliki luas wilayah 262,41 Km².

Kota Langsa terletak pada daratan aluviasi pantai dengan elevasi berkisar 8 m

dari permukaan laut, dibagian Barat Daya dan Selatan dibatasi oleh pegunungan

lipatan bergelombang sedang, dengan elevasi berkisar 75 m, sedangkan pada bagian

Timur merupakan endapan rawa-rawa dengan penyebaran cukup luas. Kota Langsa

juga mempunyai daratan rendah dan bergelombang, sungai-sungai dengan iklim

basah, curah hujan rata-rata berkisar 1.850-4.013 mm pertahun dengan suhu udara

antara 28ºC-30ºC. Wilayah Kota Langsa berada pada ketinggian 0-25 m dari

permukaan laut. (BPS, BAPPEDA Kota Langsa, 2012).

Wilayah Kota Langsa terbagi menjadi 5 (lima) kecamatan dan 66

desa/kelurahan dengan cakupannya masing-masing sebagai berikut (Gambar 4.1).

Universitas Sumatera Utara


1. Kecamatan Langsa Barat meliputi 13 (tiga belas) desa dengan luas

wilayah keseluruhan mencapai sebesar 59,95 Km².

2. Kecamatan Langsa Barö meliputi 12 (dua belas) desa dengan luas

wilayah keseluruhan mencapai sebesar 77,5 Km².

3. Kecamatan Langsa Kota meliputi 10 (sepuluh) desa dengan luas wilayah

keseluruhan mencapai sebesar 7,53 Km².

4. Kecamatan Langsa Lama meliputi 15 (lima belas) desa dengan luas

wilayah keseluruhan mencapai sebesar 42,39 Km².

5. Kecamatan Langsa Timur meliputi 16 (enam belas) desa dengan luas

wilayah keseluruhan mencapai sebesar 75,04 Km².

Gambar 4.1 Peta Orientasi Kawasan Penelitian


Sumber: BAPPEDA Kota Langsa, Data Primer diolah, 2013

Universitas Sumatera Utara


Luas daratan Kota Langsa adalah seluas 26.241 Ha dan sekitar 62% dari total

luas Kota Langsa pada tahun 2002 adalah kawasan terbangun. Komposisi utama guna

lahan di Langsa adalah perumahan sebesar 62,5% dan ruang terbuka hijau sebesar

14,1%. Sedangkan sisanya persawahan 11,9%, gedung perkantoran 2,8%, hutan

1,9% dan lain sebagainya 6,8% DED Kota Langsa, 2006.

Luas wilayah Kota Langsa (Tabel 4.1) dengan jumlah bangunan rumah dalam

wilayah Kota Langsa pada tahun 2011 sebanyak 30.067 unit, luas wilayah yang ber

HPL/HGB didalam wilayah Kota Langsa adalah seluas 7.256 Ha, sementara itu luas

kawasan kumuh adalah sebesar 7.835 Ha.

Tabel 4.1 Luas Wilayah Kota Langsa

Luas Wilayah
No Kecamatan
km² Ha
1. Langsa Timur 75,04 7.504
2. Langsa Lama 42,39 4.239
3. Langsa Barat 59,95 5.995
4. Langsa Baro 77,5 7750
5. Langsa Kota \,53 753
Jumlah 262,41 26.241

Sumber: Langsa Dalam Angka, 2012

Kepadatan penduduk di Kota Langsa tahun 2011 mencapai 581 orang/km²,

kecamatan yang terpadat adalah Kecamatan Langsa Kota yang rata-rata dihuni oleh

4.873 orang/km². Dengan komposisi jumlah penduduk laki-laki 51% dan perempuan

49% (Gambar 4.2).

Universitas Sumatera Utara


Perempuan
94,468
49%

Laki-laki
97,355
51%
Laki-laki Perempuan

Gambar 4.2 Komposisi Penduduk berdasarkan Jenis kelamin Tahun 2012


Sumber: Kota Langsa Dalam angka 2012

4.2 Kondisi Ekonomi

4.2.1 Potensi unggulan daerah

Ekonomi daerah Kota Langsa jika dilihat secara makro dari sudut pandang

peranan PDRB menurut lapangan usaha, potensi unggulan Kota Langsa berada pada

kelompok sektor tersier yaitu sektor perdagangan, hotel, dan restoran, sektor

pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan serta

sektor jasa-jasa lainnya, setidaknya produksi keempat kelompok sektor tersier

tersebut memberikan kontribusi sebesar 60% dari total aktifitas produksi PDRB Kota

Langsa. Jika dilihat lebih mendalam, kelompok sektor tersier yang memberikan

kontribusi tertinggi adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran yaitu sebesar

25,85%, kemudian masing-masing diikuti oleh sektor jasa-jasa lainnya yaitu sebesar

15.90%, sektor pengangkutan dan komunikasi yaitu sebesar 9.95% serta sektor

keuangan, persewaan dan jasa perusahaan yaitu sebesar 9,30% (Tabel 4.2).

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.2 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota
Langsa Tahun 2011

ATAS DASAR
HARGA HARGA
NO
SEKTOR BERLAKU KONSTAN KET
(JUTAAN (JUTAAN
RUPIAH) RUPIAH)

1. Pertanian 229.328,14 116.210,66


2. Pertambangan dan Penggalian 2.868,47 1.587,40
3. Industri Pengolahan 300.795,17 186.020,51
4. Listrik, Gas dan Air Bersih 8.656,04 4.866,04
5. Kontruksi 237.570,26 83.369,89
6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 516.537,05 291.413,26
7. Pengangkutan dan Komunikasi 198.819,79 68.746,20
8. Keuangan, Real Estat dan Jasa 185.830,28 35.258,91
9. Perusahaan 317.809,08 141.850,45
Jasa-jasa

TOTAL PDRB 1.998.214,85 929.323,82


Sumber: Kota Langsa Dalam angka 2012

Dari PDRB Kota Langsa terlihat bahwa perdagangan dan jasa merupakan

aktifitas utama pada perekonomian masyarakat Kota Langsa, hal ini berhubungan

dengan timbulan sampah yang dihasilkan.

4.3 Kawasan Penelitian

Kawasan penelitian pengelolaan sampah Kota Langsa berada pada Gampong

Jawa Kecamatan Langsa Kota, dengan luas 132,42 hektar dengan batas wilayah

Gampong Jawa:

1. Sebelah Timur dengan Gampong Pekan Langsa.

Universitas Sumatera Utara


2. Sebelah Barat dengan Gampong Paya Bujok Tunong.

3. Sebelah Utara dengan Gampong Tualang Tengoh.

4. Sebelah Selatan dengan Gampong Seulalah.

Jarak Kota Langsa dengan Kota Medan ±165 km, bersinggungan dengan Selat

Malaka dengan akses pelabuhan Kuala Langsa menuju Penang Malaysia dengan

menggunakan kapal penumpang ukuran sedang. Tampak pada Gambar 4.3 batas

Gampong Jawa Kota Langsa yang tepat berada pada pusat Kota Langsa.

Gambar 4.3 Peta Lokasi Penelitian Gampong Jawa Langsa


Sumber: Goegle Earth dan data primer, diolah

Universitas Sumatera Utara


Gampong Jawa secara adminisrasi terbagi dalam 9 dusun/lingkungan

(Gambar 4.4) dengan jumlah penduduk (Tabel 4.3).

Tabel 4.3 Jumlah Dusun/Lingkungan Gampong Jawa Langsa

N0 Dusun /Lingkungan Jumlah RT Jiwa


1. Jawa Muka I 244 817
2. Jawa Muka II 263 1003
3. Jawa Belakang I 551 1961
4. Jawa Belakang II 318 1018
5. Jawa Tengah 411 1602
6. Jawa Baru 285 1055
7. Amaliah 215 967
8. Asrama Gajah II 128 538
9. PJKA 153 658
Jumlah` 2568 9619
Sumber: Kantor Geuchik Gampong Jawa 2010

Gambar 4.4 Batas Administratif Gampong Jawa Langsa


Sumber: Data Penulis

Universitas Sumatera Utara


4.4 Karakter Penduduk Gampong Jawa Kecamatan Langsa Kota

Pada tahun 2013 penduduk Gampong Jawa tercatat 11.435 jiwa dengan 2.568

rumah tangga (kepala keluarga) dengan rata-rata penduduk 4 orang per kepala

keluarga, dengan kepadatan penduduk 60 jiwa/hektar. Penduduk Gampong Jawa

memiliki keberagaman mata pencaharian antara lain (Tabel 4.4).

Tabel 4.4 Klasifikasi Mata Pencaharian penduduk

No Mata Pencahariaan Jiwa


1 Pedagang 1292
2 Buruh 912
3 Pengrajin 38
4 PNS 760
5 TNI/POLRI 380
6 Pertukangan 1137
7 Pensiunan 532
8 Petani 76
9 Nelayan 114
10 Dan Lain-lain 1748
Sumber: Kantor Geuchik Gampong Jawa Langsa, 2013

Gampong Jawa menjadi pusat pemerintahan dan perdagangan jasa di Kota

Langsa, saat sekarang ini Gampong Jawa muka atau koridor Jalan Ahmad Yani telah

berkembang pesat menjadi pusat perdagangan dan jasa, di Gampong Jawa juga

terdapat Kantor Walikota Langsa, dan alun-alun (Lapangan Merdeka).

Dalam Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kota Langsa Gampong Jawa

merupakan pusat dari bagian wilayah kota (BWK) A dengan peruntukan sebagai

pusat perdagangan jasa (central bussines districk).

Universitas Sumatera Utara


4.5 Kondisi Umum Persampahan Kota Langsa

Sampah yang dihasilkan di Kota Langsa berasal dari sampah domestik yang

terdiri atas sampah organik dan non organik. Sampah yang berasal dari domestik

ditampung ditempat penampungan sementara yang berupa bak-bak sampah yang

selanjutnya diangkut oleh truk sampah sedangkan pada wilayah yang tidak terlayani

dengan dump truk digunakan becak bermotor sampah.

Kota Langsa dengan perkembangan kehidupan sosial maupun ekonominya

memicu keragaman jenis dan komposisi sampah yang tinggi. Sampah–sampah

tersebut bersumber dari permukiman, pertanian, perkebunan, perdagangan,

perkantoran, dan lain-lain.

4.6 Sarana dan Prasarana Persampahan Kota Langsa

Dalam melayani pengelolaan sampah di Kota Langsa Badan Lingkungan

Hidup, Kebersihan dan Pertamanan Kota Langsa sarana prasarana persampahan yang

dimiliki dapat dijelaskan pada Tabel 4.5.

Tabel 4.5 Sarana dan Prasarana Persampahan Kota Langsa 2012

Kondisi.
No Jenis Peralatan Jumlah
Baik Rusak
1 Tong sampah 7 7 -
2 Transfer depo - - -
3 Container - -
4 TPS 42 30 12
5 Gerobak sampah - - -

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.5 (Lanjutan)
Kondisi.
No Jenis Peralatan Jumlah
Baik Rusak
6 Becak motor sampah 7 7 -
7 Dump truck 17 7 10
8 Compactor truck 1 1 -
9 Arm roll truck 1 - 1
10 Beko 1 - 1

Sumber: Badan Lingkungan Hidup pertamanan Kota Langsa, 2012

4.7 Sistem Pengelolaan Sampah Kota Langsa

4.7.1 Aspek kelembagaan

Instansi/lembaga yang bertanggung jawab dalam menangani masalah sampah

Kota Langsa adalah Badan Lingkungan Hidup, Kebersihan dan Pertamanan Kota

Langsa berdasarkan Qanun Kota Langsa No 4 Tahun 2008 tentang pembentukan

organisasi dan tata kerja Badan Lingkungan hidup, Kebersihan dan Pertamanan Kota

Langsa, dimana pengelolaan sampah merupakan tugas dari bidang kebersihan dan

sanitasi yang dibantu oleh sub bidang kebersihan dan sanitasi dan sub bidang

pengelolaan sampah, dengan jumlah PNS pada bidang kebersihan 5 (lima) orang

terdiri dari satu orang kepala bidang, dua orang sub bidang dan tiga orang pelaksana

sedangkan karyawan dengan status kontrak kerja meliputi pekerjaaan pembersihan

drainase, pembersihan pusat pasar, transportasi terdiri dari supir truk sampah dan kru,

penyapu jalan yang beroperasi pada pagi hari, petugas pengolahan limbah tinja,

petugas di TPA dan perbengkelan (Tabel 4.6).

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.6 Jumlah Personil Bidang Kebersihan dan Sanitasi Kota Langsa

No Uraian Personil
1 PNS 5
2 Karyawan
- Drainase 30
- Pusat pasar 76
- Transportasi 86
- Sapu jalan 63
- IPLT dan Tinja 12
- TPA dan Jalan 10
- Terminal terpadu 23
- Perbengkelan 1

Sumber: BLHKP Kota Langsa 2012

Struktur pada Badan Lingkungan Hidup Kebersihan dan Pertamanan Kota

Langsa di kepalai oleh kepala badan dengan Esalon II setara dengan kepala dinas, di

Kota Langsa dengan jumlah penduduk ±150.000 jiwa terkategori kota sedang II

dengan kelembagaan pengelolaan sampah masih melekat pada Instansi lain belum

berdiri sendiri. BLHKP Kota Langsa terdiri dari empat bidang dengan (Gambar 4.5).

1. Bidang lingkungan hidup.

2. Bidang kebersihan dan sanitasi.

3. Bidang pertamanan penghijauan dan pemakaman.

4. Bidang penerangan lampu jalan umum.

Universitas Sumatera Utara


75

Sumber : Qanun No 4 Tahun 2008 Kota Langsa

Gambar 4.5 Struktur Badan Lingkungan Hidup Kebersihan dan Pertamanan Kota Langsa
Sumber: Qanun Kota Langsa No 4 Tahun 2008

75

Universitas Sumatera Utara


76

4.7.2 Aspek pembiayaan

Salah satu bentuk pelayanan masyarakat dalam pengelolaan sampah maka saat

ini pembiayaan pengelolaan sampah di Kota Langsa masih bersumber dari APBK

Kota Langsa dan retribusi dari pengelolaan sampah, seiring dengan semakin

meningkatnya dalam pengelolaan sampah maka kegiatan untuk mengurangi sampah

dari sumber sampah harus segera diwujudkan. Tabel 4.7 menjelasakan pembiayaan

bidang persampahan Kota Langsa yang terdiri dari pendapatan berasal dari retribusi

persampahan, retribusi sedot tinja, dan retribusi penerimaan sewa alat berat dalam

setahun yang ditargetkan oleh BLHKP Kota Langsa dan sumber pembiayan dari

APBK Kota Langsa.

Tabel 4.7 Anggaran Pengelolaan Sampah Kota Langsa T.A 2012

No Program dan Kegiatan Jumlah


1. Pendapatan pada sektor kebersihan dan
persampahan
- Retribusi persampahan Rp 150.000.000
- Retribusi penyedotan tinja Rp 54.750.000
- Retribusi sewa alat berat Rp 15.000.000
2. Program pengembangan kinerja pengelolaan
sampah Rp 539.166.500
(APBK Kota Langsa)

Sumber: Bidang Kebersihan BLHKP Kota Langsa 2012

Sedangkan besarnya tarif retribusi berdasarkan Qanun No 15 Tahun 2010

tentang pengelolaan kebersihan dan retribusi pelayanan kebersihan/persampahan


76

Universitas Sumatera Utara


77

dalam Kota Langsa berdasarkan pelayanan dengan klasifikasi dijelaskan pada Tabel

4.8.

Tabel 4.8 Tarif Retribusi Kota Langsa

No Jenis objek Besaran retribusi /bulan


1. Pelayanan Sampah Rumah Tangga
1. Rumah permanen Rp 3.000
2. Rumah semi permanen Rp 2.000
3. Non permanen Rp 1.500
2. Pelayanan Sampah Bidang Usaha
1. Hotel Rp10.000
2. Rumah makan/Restoran Rp 7.500
3. Losmen Rp 7.500
4. Pergudangan Rp15.000
5. Pertokoan/ruko Rp 5.000
6. Penginapan Rp 7.500
7. Apotik Rp 7.500
8. Usaha Perorangan Rp 500

Sumber: Qanun Kota Langsa No 15 Tahun 2010

4.7.3 Aspek hukum

Dalam penyelenggaraan pengelolaan sampah di Kota Langsa, Pemerintah

Kota Langsa mengacu kepada:

1. Undang-undang Republik Indonesia No 18 Tahun 2008 Tentang

Pengelolaan Sampah.

2. Qanun No. 10 Tahun 2003 tentang Pengelolaan Kebersihan dan Retribusi

Pelayanan Kebersihan/Persampahan.

3. Qanun No. 4 Tahun 2008 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja

Badan Lingkungan Hidup, Kebersihan dan Pertamanan Kota Langsa.

Universitas Sumatera Utara


78

4. Qanun No. 15 Tahun 2010 tentang Pengelolaan Kebersihan, Keindahan dan

Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan dalam Kota Langsa.

4.7.4 Aspek teknis operasional

Tingkat pelayanan pengelolaan persampahan di Kota Langsa masih terbatas,

yaitu hanya pada daerah pusat kota, permukiman padat, pertokoan, perkantoran,

jalan-jalan umum serta area pasar. Timbunan yang semakin menumpuk dan hanya

sebagian kecil saja yang dapat diangkut ke TPA, belum tersedianya lokasi TPS

didekat lokasi permukiman penduduk sehingga umumnya masyarakat membuang

sampah dengan cara membakar, menimbun, atau membuang ke saluran sehingga

terjadi genangan dan banjir.

4.8 Produksi sampah Kota Langsa

Produksi sampah di Kota Langsa bertujuan untuk mengetahui besarnya

produksi sampah yang dihasilkan, baik dari kegiatan permukiman. Disamping itu,

juga untuk mengetahui penyebaran produksi sampah yang ada di Kota Langsa.

Analisis jangkauan pelayanan sampah, bertujuan untuk mengetahui atau mengkaji

desa/kelurahan yang membutuhkan pelayanan sampah berdasarkan pada produksi

sampah yang dihasilkan serta kepadatan penduduk.

4.8.1 Pelayanan sampah di Kota Langsa

Universitas Sumatera Utara


79

Besarnya produksi sampah di Kota Langsa dapat dihitung berdasarkan jumlah

penduduk dikalikan dengan besarnya timbulan sampah rata-rata per orang setiap hari.

Adapun timbulan sampah rata-rata per orang per hari menurut SNI S-04-1993-03 tentang

timbulan sampah untuk kota kecil dan kota sedang di Indonesia adalah sebesar 2,5–2,75

liter/orang/hari.

Berdasarkan asumsi dari SNI tersebut maka dilakukan konversi dari liter ke

m³ dimana 1 liter sama dengan 1 dm³ atau sama dengan 0,001 m³, sehingga 2,5 liter

sama dengan 0,0025m³. Tabel 4.9 menjelaskan pertumbuhan jumlah produksi sampah

Kota Langsa.

Tabel 4.9 Kondisi Persampahan Kota Langsa Tahun 2008-2012

Tahun
No Uraian Satuan
2008 2009 2010 2011 2012
I Administrasi
1 Jumlah penduduk Jiwa 140.267 145.351 148.945 152.355 154.722
2 % penduduk 41 47 53 58 60
%
terlayani
3 Jumlah penduduk 57.355 68.693 78.941 88.366 92.833
Jiwa
yang terlayani
II Produksi
Sampah
1 Timbulan sampah 0,0025 0,0025 0,0025 0,0025 0,0025
m3/org/hari
domestik
2 Volume sampah m3/hari 143 172 197 221 232
domestik

3 Timbulan sampah m3/org/hari 0,0008 0,0008 0,0008 0,0008 0,0008


non domestik
4 Volume Sampah m3/hari 57 69 79 88 93
non domestik
Volume Total m3/hari 201 240 276 309 325
sampah
Sumber: BLHKP Kota Langsa 2013

Universitas Sumatera Utara


80

Pada Tabel 4.10 adalah kondisi sampah terangkut yang dihitung oleh BLHKP

Kota Langsa dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2012, terlihat peningkatan jumlah

penduduk Kota Langsa dan rata-rata sampah terangkut.

Tabel 4.10 Kondisi Eksisting Volume Sampah Terangkut Kota Langsa 2012

Rata-rata Volume
Tahun Jumlah Penduduk Timbulan sampah
(jiwa) terangkut (hari/m3)
2008 140.267 44
2009 145.351 67
2010 148.945 67
2011 152.355 73
2012 154.722 73

Sumber: Data Primer Diolah, 2013

Kondisi eksisting volume sampah terangkut merupakan rata–rata volume

timbulan sampah yang terangkut setiap hari oleh Badan Lingkungan Hidup

Kebersihan dan Pertamanan Kota Langsa, data ini merupakan rekapan hasil dari

laporan sampah yang terangkut dan dibuang ke TPA yang terekam oleh BLHKP.

Dari Tabel 4.9 produksi sampah Kota Langsa dari tahun 2008 sebesar 201 m³

per hari menjadi 325 m³ per hari pada tahun 2012 dengan pertumbuhan peningkatan

produksi sampah 10% pertahun. Dengan jumlah pertumbuhan penduduk Kota

Langsa sebesar 1,9% pertahunnya. Bila kita bandingkan dengan volume sampah

Universitas Sumatera Utara


81

terangkut Kota Langsa hanya mencapai 22% dari total produksi sampah Kota Langsa

dengan pertambahan volume sampah terangkut yang tidak terlalu significan.

Dari fenomena pengelolaan sampah di atas terlihat bahwa pengelolan

sampah Kota Langsa memiliki permasalahan serius yaitu masih jauhnya antara

jumlah sampah yang timbul dengan kemampuan dalam pengelolaan sampahnya dan

mungkin saja terjadi jumlah timbulan sampah meningkat secara signifikan tanpa

dibarengi dengan meningkatnya kemampuan pengelolaan sampahnya, sehingga disini

sangat diperlukan manajemen pengelolaan sampah (waste management) kota.

4.8.2 Timbulan sampah Kecamatan Langsa Kota

Kota Langsa dengan perkembangan sosial dan ekonomi telah memicu

keberagaman jenis dan komposisi sampah yang tinggi. Beberapa sumber utama

penghasil sampah di Kota Langsa antara lain berasal dari:

a. Sampah permukiman, sampah ini berasal dari permukiman penduduk

baik, dari perkampungan maupun komplek perumahan. Sampah ini

dihasilkan dari aktivitas dapur, sampah pohon di halaman maupun

kegiatan rumah tangga lain (Gambar 4.6).

Universitas Sumatera Utara


82

Gambar 4.6 Timbulan Sampah Permukiman Gampong Jawa Tengah


Sumber: Observasi Juni 2013

b. Sampah pasar, merupakan sampah dari kegiatan pasar, baik sisa bahan

pembungkus maupun sisa bahan-bahan yang diperjual belikan yang tidak

dapat dimanfaatkan lagi. Kebanyakan merupakan sisa sayur-mayur dan

buah-buahan (Gambar 4.7).

c.

Gambar 4.7 Timbulan Sampah Pajak Pisang Kota Langsa


Sumber: Observasi Peneliti, September 2013

c. Sampah pasar modern

Sampah pasar modern ini berasal dari pertokoan, warung kopi atau daerah

perdagangan dan daerah pertokoan lain. Sampah dari kawasan ini biasanya

Universitas Sumatera Utara


83

berupa sampah kertas plastik pembungkus, kertas dan sebagainya. Gambar

4.8 merupakan salah satu TPS dengan pemisah antara sampah basah dan

kering yang disediakan oleh pemerintah dan tempat sampah dari bambu

yang disediakan oleh masyarakat di kawasan pertokoaan.

Gambar 4.8 Timbulan Sampah Pasar Modern


Sumber: Observasi Peneliti 2013

d. Sampah hotel dan penginapan

Sampah ini berasal dari semua kegiatan hotel atau penginapan. Sampah yang

dihasilkan biasanya berupa sampah kertas, makanan, sampah dapur dan lain-

lain. Pada Gambar 4.9 TPS yang digunakan oleh salah satu hotel yang berada

di Jalan Ahmad Yani Kota Langsa, timbulan sampah pada hotel dan

penginapan ini juga bercampur dengan timbulan sampah yang berasal dari

pemukiman.

Universitas Sumatera Utara


84

Gambar 4.9 Timbulan Sampah Hotel dan Penginapan


Sumber: Observasi Peneliti, 2013

e. Sampah jalan

Timbulan sampah jalanan merupakan sampah yang berasal dari pejalan kaki,

pengendara kendaraan, sampah pada ruang terbuka umum seperti dedaunan,

sampah dari taman, dan lapangan dengan aktifitas masyarakat yang ramai

pada sore dan malam hari. Gambar 4.10 adalah taman bambu runcing

merupakan salah satu taman di Kota Langsa yang selalu ramai dikunjungi

warga, berada di sebelah lapangan merdeka Kota Langsa.

Gambar 4.10 Timbulan Sampah Jalan


Sumber: Observasi Peneliti, 2013

Universitas Sumatera Utara


85

4.9 Metode Pembuangan Akhir (Disposal)

Berdasarkan UU no 18 Tahun 2008 tentang pengelolaan sampah sudah sangat

tegas menyatakan bahwa saat ini metode pembuangan sampah dengan metode open

dumping sudah tidak diperkenankan lagi dipakai dalam pengelolaan sampah akhir.

Berdasarkan hal tersebut seyogyanya Kota Langsa harus melakukan kebijakan untuk

merubah metode pembuangan yang digunakan dari metode open dumping dengan

membuang sampah pada area yang ditentukan menjadi sanitary landfill metode

pengelolaan sampah pada tempat pembuangan sampah akhir.

Saat ini Kota Langsa telah memiliki TPA (Tempat Pembuangan Akhir) sampah

yang terletak di Gampong Pondok Keumuning Kecamatan Langsa Baro dengan luas

areal TPA 7,5 Ha, lahan TPA tersebut berada didalam kawasan hutan bekas lahan

perkebunan sawit dan karet.

Pengelolaan sampah Pada TPA secara berkala dikurangi dengan cara

pembakaran dan belum dilakukan pengolahan lebih lanjut, hal ini dikarenakan belum

tersedianya peralatan yang mendukung seperti alat muat mekanis dan desain dari

tempat pembuangan sampah pada kolam sanitary land fill (Gambar 4.11) yang terlalu

curam yang mengakibatkan supir truk sampah tidak mau membuang sampah pada

kolam yang disediakan (Gambar 4.12), hal ini disebabkan umur pemakaian truk yang

telah melebihi 5 tahun pemakaian dan kurangnya pengawasan dari pihak BLHKP

yang menjaga dan mengawasi supir truk pada area TPA sehingga terjadi pembuangan

pada tempat yang tidak seharusnya (Gambar 4.13).

Universitas Sumatera Utara


86

Gambar 4.11 Kolam sanitary land fill TPA Kota Langsa


Sumber: Observasi Peneliti 2013

Gambar 4.12 Pembuangan Sampah di Luar TPA Kota Langsa


Sumber: Observasi Peneliti 2013

Gambar 4.13 Pembuangan Sampah yang Curam Menuju Kolam


Sumber: Observasi Peneliti 2013

Universitas Sumatera Utara


87

TPA Kota Langsa dibangun oleh Badan Rehabilitasi dan Rekontruksi NAD

dan Nias saat ini belum dimanfaatkan sepenuhnya, dikarenakan kondisi TPA yang

telah rusak kembali sebelum proses serah terima antara BRR dan Pemerintah Kota

Langsa, sehingga kondisi ini menyebabkan areal TPA tersebut tidak dimanfaatkan

dengan optimal sulitnya akses menuju TPA mengakibatkan truk sampah tidak dapat

bekerja pada musim hujan karena medan jalan yang berlumpur dan tidak bisa dilalui

oleh truk sampah, sehingga sampah dibuang di luar area TPA.

Namun sejak tahun 2009 kegiatan fungsionalisasi TPA telah mendapat

perhatian dari pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan Pemerintah Kota Langsa

sendiri, pada tahun 2013 ini telah memperbarui jalur menuju TPA dengan

pembebasan lahan menuju TPA sehingga dapat dilakukan peningkatan jalan dari

perkerasan jalan sampai direncanakan pengaspalan pada tahun berikutnya, sehingga

kedepannya akses menuju TPA tidak terhambat walaupun kondisi medan hujan, hal

ini tentunya akan berpengaruh pada efisiensi dalam pengangkutan dan pengelolaan

sampah juga akan dapat meningkatkan pelayanan persampahan kota.

Dengan belum dilakukan pengolahan pada TPA maka akan menyebabkan

timbulnya permasalahan baru pada masa yang akan datang. Pemerintah Kota Langsa

harus segera mengambil kebijakan dan melakukan upaya yang serius dalam

pengelolaan sampah mulai dari sumber sampah sampai pada pengelolaan sampah

akhir. Perlunya perubahan paradigma bahwa sampah sebagai sesuatu yang tidak

bermanfaat menjadi produk yang memiliki banyak peluang seperti pada pengolahan

Universitas Sumatera Utara


88

yang dilakukan pada kota–kota maju yang telah melakukan pengolahan sampah,

sehingga TPA bukan hanya menjadi tempat pembuangan sampah tapi menjadi tempat

pengolahan sampah yang dapat menghasilkan nilai jual ekonomis yang tentunya akan

menjadi nilai pendapatan bagi Pemerintah Kota Langsa dan peningkatan kualitas

hidup warganya.

4.10 Program Pengelolaan Sampah Padat Kota Langsa

Rencana peningkatan pengelolaan sampah limbah padat Kota Langsa

meliputi:

a. Strategi teknis program persampahan

Terpenuhinya kebutuhan sarana dasar persampahan dengan melakukan

penambahan jumlah armada, ketersediaan bak/tempat sampah dan

pengolahan TPA dengan menjadikan sampah sebagai sumber energi.

b. Strategi kelembagaan

Pada strategi kelembagaan pemerintah berusaha mendorong terbentuknya

lembaga pengelolaan sampah berbasis gampong (desa), mendorong

terbentuknya lembaga nonprovit maupun provit dalam mengelola sampah,

seperti program bank sampah dan lain sebagainya.

c. Strategi pendanaan

Terbatasnya sumber anggaran pendanaan sampah dan masih belum

menariknya sektor persampahan dalam meningkatkan pendapatan

Universitas Sumatera Utara


89

menyebabkan sektor persampahan membutuhkan alternatif sumber

pendanaan dalam pengelolaan sampah.

d. Strategi peran serta masyarakat

Menciptakan masyarakat yang sadar dan ramah lingkungan, pemberian

edukasi dalam pemilahan sampah dan disiplin dalam membuang sampah,

serta meningkatkan peran serta masyarakat dalam penyediaan saran dan

prasarana persampahan. Mengurangi penimbulan sampah yang dilakukan

oleh masyarakat dengan terus mensosialisasikan konsep 3R (Reuse,

Reduce, Recycle) dan memberi pemahaman dalam adanya nilai ekonomis

dalam pengelolaan sampah. Salah satu contohnya adalah kegiatan bank

sampah yang saat ini dibina oleh Badan Lingkungan Hidup Kebersihan dan

Pertamanan Kota Langsa kepada beberapa sekolah yang menjadi pilot

projek bagi pengenalan konsep tersebut kepada anak pada usia dini,

aktifitas pengumpulan sampah seperti plastik, kertas, bungkus tempat

makanan, dan minuman. Dengan demikian konsep 3R dapat diaplikasikan

langsung dan dirasakan oleh masyarakat sehingga menjadi pemicu pada

beberapa tempat lainnya di Kota Langsa. Pada Gambar 4.14 berikut

merupakan salah satu bangunan fisik dari bank sampah yang diserahkan

oleh Badan Lingkungan Hidup Kebersihan dan Pertamanan Kota Langsa

kepada kelompok masyarakat di salah satu desa di Kota Langsa, dari hasil

pengamatan penulis masih sangat kurang sekali masyarakat yang

memanfaatkan bank sampah tersebut sehingga diperlukan sosialisasi dan

Universitas Sumatera Utara


90

pemahaman kepada masyarakat untuk memanfaatkan bank sampah tersebut

untuk mendapat nilai ekonomis dari aktifitas membuang sampah.

Kesadaran masyarakat dan ketersediaan sarana dan prasarana persampahan

yang disediakan oleh Pemerintah Kota Langsa menjadi hal yang sangat

penting dalam mensukseskan program bank sampah tersebut.

Gambar 4.14 Pengelolaan Bank Sampah


Sumber: Observasi Peneliti 2013

Universitas Sumatera Utara


91

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Sarana dan Prasarana Sampah Pada Gampong Jawa Kecamatan Langsa
Kota

Keberadaan pusat Pemerintahan Kantor Walikota Langsa, Pendopo (Rumah

Dinas) Walikota Langsa serta keberadaan Alun-alun (Lapangan Merdeka) dan

Kawasan Perdagangan dan Jasa serta pusat jajanan Kota Langsa, menjadikan wilayah

Gampong Jawa menjadi wilayah yang strategis, keberadaan infrastruktur dan sarana

publik tersebut menjadikan Gampong Jawa mendapat perhatian lebih dibandingkan

dengan kawasan lain. Dari hasil observasi lapangan terhadap sarana Tempat

Pembuangan Sampah (TPS) terdapat 14 TPS yang berada di wilayah Gampong Jawa.

Berikut hasil identifikasi terhadap TPS di Gampong Jawa (Tabel 5.1).

Tabel 5.1 Tabel Kondisi Sarana Persampahan Gampong Jawa

No Nama TPS Gambar TPS Deskripsi Keterangan

1 TPS Dusun - Sampah berserakan Dekat dengan permukiman


Gampong dan bau
Jawa
Belakang - Lokasi persimpangan Dihancurkan warga
jalan

Universitas Sumatera Utara


92

Tabel 5.1 (Lanjutan)

No Nama TPS Gambar TPS Deskripsi Keterangan


- Sampah berserakan Dekat permukiman
2 TPS Dusun dan bau asrama polisi
Jawa Muka II
- Lokasi persimpangan Dihancurkan warga

3 TPS Dusun - Sampah dibuang diluar Sampah sering me -


Jawa Muka II TPS numpuk
(samping
workshop - Pintu TPS hilang
POLRES)

4 TPS Dusun Warga dusun membuang di Dihancurkan karena


Jawa Muka I TPS lain/menumpuk di berada pada lahan
(depan badan jalan pada jalur truk milik swalayan
Swalayan
Saqinah)

5 Jawa - Sampah dibuang diluar Dekat permukiman


Belakang I TPS dan pertigaan jalan
(depan
perumahan - TPS mulai rusak
famili 100)

6 Jawa Mobil sampah jarang TPS dihancurkan


belakang I masuk karena berada dekat
(depan dengan sekolah TK
sekolah TK)

7 Dusun TPS berada jauh dari Kondisi TPS baik, plat


Amaliah (TPS permukiman padat besi TPS hilang,
Lap. jarang masyarakat
Belakang) membuang di TPS ini

8 Dusun TPS ini berada pada Berdekatan dengan


Amaliah kawasan perkantoran jarak TPS SMP 1
(sebelah kondisi TPS masih
Bank BRI) dapat digunakan,

Universitas Sumatera Utara


93

Tabel 5.1 (Lanjutan)

No Nama TPS Gambar TPS Deskripsi Keterangan


9 Dusun - TPS ini jauh dari per – Jarak dengan TPS
Amaliah Mukiman lain dekat
(SMP 1)
- Kondisi TPS masih da -
pat digunakan, tidak ada
penutup dan bentuk ti –
dak sempurna lagi

10 Dusun TPS ini jauh dari Jarak dengan TPS


Amaliah permukiman Lain dekat
(Pegadaian)

11 Dusun TPS ini digunakan oleh


Amaliah sekolah dan perumahan
(Asrama Asrama Batu
Batu)

12 Dusun PJKA Tumpukan sampah,lokasi


(depan Kantor TPS dekat dengan kawasan
Geuchik) perdagangan dan permu
kiman

13 Dusun TPS ini berada di kawasan


Amaliah perkantoran
(LAPAS)

14 Dusun Kawasan perkantoran dan


amaliah perumahan pejabat
(Kantor
Walikota)

Sumber: Observasi 2014

Universitas Sumatera Utara


94

Dari identifikasi TPS yang ada di Gampong Jawa yang didapat bahwa

penyebaran TPS tidak merata, terdapat lokasi TPS yang berdekatan dalam satu dusun

/lingkungan seperti pada dusun/lingkungan Amaliah memiliki 7 TPS yang

terkonsentrasi di wilayahnya, dan lokasi yang saling berdekatan di kawasan pusat

pemerintahan dan perkantoran.

Tempat pembuangan sampah sementara berada di dusun Amaliah terletak

bukan pada kawasan permukiman melainkan berada pada tempat kawasan

perkantoran dan sekolah, hal ini menyebabkan TPS yang berada pada kawasan kantor

walikota dan perkantoran ini tidak dipenuhi oleh sampah yang berasal dari

permukiman, sehingga tempat sampah tersebut masih bertahan sampai sekarang

karena secara rutin truk sampah beroperasi di kawasan tersebut.

Berbeda halnya dengan TPS pada kawasan lingkungan Gampong Jawa I di

depan Sekolah TK yang mengalami pembongkaran TPS oleh pihak sekolah

dikarenakan TPS yang Over Load sehingga mengganggu lingkungan, TPS tersebut

berada pada kawasan permukiman sehingga sampah yang belum dipisahkan antara

organik dan non organik sampah dapur menyebabkan bau yang tidak sedap dan lokasi

TPS tersebut bukan menjadi jalur rutin truk sampah sehingga truk mengangkat

sampah 2 hari sekali lamanya di lokasi pengumpul ini ditambah faktor cuaca seperti

hujan bahkan bisa menyebabkan sampah over load, kondisi ini yang menyebabkan

pihak sekolah meminta kepada kelurahan (geuchik) Gampong Jawa untuk

menghancurkan TPS mengganggu kenyamanan dan keindahan lingkungan disekitar

Universitas Sumatera Utara


95

sekolah tersebut, berikut Gambar 5.1 dan Gambar 5.2 sebaran lokasi TPS di

Gampong Jawa.

1 4

12

8 9 10
6
5 14 11

7 13

Gambar 5.1 Existing Lokasi TPS di Gampong Jawa


Sumber: Data Peneliti 2014

Universitas Sumatera Utara


96

Gambar 5.2 Peta Sebaran TPS Kawasan Penelitian


Sumber: Obsevasi Penulis, 2013
96

Universitas Sumatera Utara


97

Tempat pembuangan sampah dengan pemisahan organik dan non organik

dengan kapasitas lebih kecil dari TPS pada permukiman banyak terdapat disepanjang

kawasan perdagangan pada wilayah Gampong Jawa dapat dilihat pada Gambar 5.3.

Gambar 5.3 Peta Sebaran Bin Organik dan Anorganik


Sumber: Obsevasi Penulis, 2013

Berdasarkan standar besaran jumlah sampah yang ditimbulkan oleh rumah

tangga (domestik) untuk kota sedang sebesar 0,0025m³/hari/jiwa, maka dengan

jumlah penduduk pada tahun 2010 sebesar 9.619 jiwa dengan 2.568 kepala keluarga,

97

Universitas Sumatera Utara


98

luas 134,42 hektar dengan kepadatan 65 jiwa/hektar. Dengan angka tersebut maka

perkiraan timbulan sampah Gampong Jawa dapat dijelaskan pada (Tabel 5.2).

Tabel 5.2 Timbulan Sampah Gampong Jawa

Jumlah Penduduk Timbulan Sampah


(Jiwa) (m3)/hari

9.619 24

Sumber: Data Primer Diolah, 2013

Timbulan sampah Gampong Jawa Kecamatan Langsa Kota sebanyak 24 m³

per hari dengan masa jenis sampah kota 0,25 ton/m³ maka jumlah sampah perhari

pada daerah Gampong Jawa sebesar 6 ton sampah. Belum lagi ditambah dengan

sampah dari sekitar daerah Gampong Jawa yang juga membuang sampahnya ke

daerah Gampong Jawa dengan alasan karena TPS yang tersedia di Gampong Jawa

dan rutin mobil sampah untuk mengambil sampah tersebut bila dibandingkan dengan

daerah sekitarnya, seperti Gampong Paya Bujok, Seulalah dan Geudubang Jawa.

Gambar 5.4 menjelaskan bahwa terdapat banyak timbulan sampah liar di

kawasan Gampong Jawa, berdasarkan hal tersebut maka pengelolaan sampah

Gampung Jawa ditinjau dari teknis operasional pada permasalahan timbulan sampah

liar tersebut diperlukan perencanaaan terhadap berapa jumlah TPS untuk memenuhi

kebutuhan masyarakat dalam membuang sampah yang benar pada tempat yang

Universitas Sumatera Utara


99

seharusnya dengan mudah dan terjangkau sehingga dapat mengurangi timbulan

sampah liar di kawasan Gampong Jawa.

Gambar 5.4 Peta Sebaran Titik Tumpukan Sampah Liar di Lokasi Penelitian
Sumber: Data Primer Diolah, 2013

Dari hasil analisis tersebut maka akan diperoleh berapa kebutuhan TPS yang

diperlukan Gampong Jawa. TPS (Bin) merupakan terkategori dalam jenis pewadahan,

maka menurut SK SNI-T-13-1990-F tentang jenis pewadahan TPS dengan kapasitas

500 liter atau bila dikonversi menjadi 0,5 m³ dapat menjangkau pelayanan terhadap

40 kepala keluarga sedangkan kapasitas 1000 liter atau 1m³ melayani 80 KK rumah

tangga.

Universitas Sumatera Utara


100

Berdasarkan hal tersebut maka jumlah TPS yang diperlukan oleh Gampong

Jawa adalah :

Jumlah TPS = Jumlah Kepala Keluarga . .....................(5.1)


Kemampuan Pelayanan TPS

Jumlah TPS = 2568 .


80

= 32 TPS (Tempat Pembuangan Sampah)

Dari perhitungan kebutuhan jumlah TPS tersebut ternyata kondisi TPS yang

ada baru mencapai 60% dari jumlah TPS menurut rasio perbandingan jumlah kepala

keluarga dengan kemampuan layanan sebuah TPS, sehingga dari perbandingan

tersebut didapat dalam kekurangan yang signifikan dalam kebutuhan TPS di

Gampong Jawa.

5.2 Analisa Guna Lahan Gampong Jawa

Gampong Jawa dalam RTRW (Rencana Tata Ruang dan Wilayah) Kota

Langsa sampai dengan 2016 berada pada BWK (bagian wilayah kota) pusat kota

dengan fungsi kawasan sebagai kawasan permukiman, perdagangan dan jasa dan

pusat pemerintahan Kota Langsa. Tabel 5.3 adalah fungsi guna lahan Gampong Jawa.

Universitas Sumatera Utara


101

Tabel 5.3 Jenis Penggunaan Lahan Gampong Jawa

Jenis Penggunaan Lahan Luas (Ha) Rasio


Permukiman 75.4 57
Pendidikan 7.4 6
Kesehatan 4.9 4
Peribadatan 0.6 0
Sosial budaya 0.1 0
Pemerintahan 5.4 4
Perdagangan dan jasa 14.1 11
Pemakaman 2.3 2
Lapangan 2.6 2
Sawah 1.5 1
Kebun campuran 18.2 14
Jumlah 132.42 100

Sumber: Data Primer Diolah, 2014

Berdasarkan fungsi guna lahan di atas kawasan permukiman di Gampong

Jawa merupakan fungsi penggunaan lahan yang terbesar di Gampong Jawa dengan

luas 75,4 hektar atau 57% dari total keseluruhan Gampong Jawa, melihat dari potensi

luasnya kawasan permukiman Gampong Jawa tersebut tentunya akan berbanding

lurus dengan jumlah timbulan sampah yang dihasilkan. Pada Tabel 5.4 dijelaskan

luas lingkungan/dusun dengan persentase luas masing-masing dusun/lingkungan

terhadap jumlah penduduk dalam KK sehingga dapat dilihat rasio kepadatan

penduduk dari masing-masing dusun/lingkungan.

Universitas Sumatera Utara


102

Tabel 5.4 Luas Lingkungan/Dusun di Gampong Jawa

Penduduk
Dusun/Lingkungan Luas (Ha) Rasio (%)
(KK)
Jawa Baru 9.5 7.18 285
Amaliah 18.3 13.84 215
Asrama Gajah 1.7 1.29 128
Jawa Belakang II 18.3 13.81 318
PJKA 9.7 7.32 153
Jawa Muka I 13.0 9.85 244
Jawa Muka II 21.0 15.84 263
Jawa Tengah 15.3 11.53 411
Jawa Belakang I 25.6 19.34 551
Jumlah 132.42 100.00 2568

Sumber: Data Primer Diolah, 2014

Berdasarkan penjelasan tersebut dusun/lingkungan di Gampong Jawa yang

terluas berada di dusun/lingkungan Jawa Belakang I dengan luas area sebesar 25,6

hektar dengan jumlah penduduk yang menempati dusun tersebut sebanyak 551 kepala

keluarga (KK). Sedangkan area yang paling sedikit berada di dusun/lingkungan

Asrama Gajah dengan luas 1,7 hektar dengan dihuni oleh 128 kepala keluarga.

Pada Gambar 5.5 dijelaskan tentang guna lahan kawasan pada Gampong Jawa

Kota Langsa dengan kawasan permukiman terlihat dengan blok yang berwarna

kuning sebesar 57% atau 75,4 Ha dari total keseluruhan luas Gampong Jawa

sedangkan perdagangan dan jasa sebesar 11% atau 14,1 Ha, berikut batas

administratif (Gambar 5.6).

Universitas Sumatera Utara


103

Gambar 5.5 Peta Guna Lahan Kawasan Penelitiaan


Sumber: Obsevasi data primer, diolah

Gambar 5.6 Peta Batas Administrasi Kawasan Penelitian


Sumber: Obsevasi data primer, diolah
103

Universitas Sumatera Utara


104

Pada penelitiaan ini pemetaan kawasan yang digunakan untuk memperjelas

gambaran tentang lokasi penelitian pada kawasan Gampong Jawa ini menggunakan

gambar yang berasal dari citra satelit dengan google earth, citra itu sendiri

merupakan masukan data atau hasil observasi pengindraan jarak jauh yang berasal

dari hasil pemotretan/perekaman alat sensor yang dipasang pada wahana satelit ruang

angkasa, citra dapat diartikan gambaran yang tampak dari suatu objek yang diamati,

dari citra satelit ini merupakan pedoman bagi peneliti dalam membuat batas

admnistrasi Gampong Jawa berdasarkan informasi yang diperoleh dari kantor

Geuchik (kantor desa) Gampong Jawa, dari citra satelit ini juga diperoleh luasan dari

penggunaan lahan pada daerah Gampong Jawa (Gambar 5.7).

Gambar 5.7 Citra Satelit Kawasan Penelitian


Sumber: Google earth dan data primer, diolah
104

Universitas Sumatera Utara


105

Dari hasil citra satelit tersebut diperoleh klasifikasi daerah berdasarkan

pemanfaatan ruangnya pada kawasan di Gampong Jawa sehingga dari data tersebut

maka dilakukan identifikasi terhadap timbulan sampah yang dihasilkan berada pada

kawasan yang berwarna kuning yaitu merupakan daerah permukiman warga (Gambar

5.8).

Gambar 5.8 Timbulan Sampah Gampong Jawa


Sumber: Observasi Peneliti

Universitas Sumatera Utara


106

5.3 Analisa Teknis Operasional Pengelolaan Sampah Gampong Jawa

Dari hasil pengamatan di wilayah studi ditemukan beberapa kecenderungan

masyarakat Gampong Jawa dalam membuang sampahnya, pengkategorian ini

berdasarkan kepada perhitungan terhadap berapa masyarakat yang mendapat

pelayanan dan melihat langsung timbulan sampah ilegal yang terdapat di wilayah

studi sehingga dapat dipetakan berdasarkan analisis keruangan pada objek penelitian

kawasan Gampong Jawa. Tabel 5.5 menjelaskan perlakuan masyarakat terhadap

sampah yang peneliti temukan.

Tabel 5.5 Perlakuan Masyarakat Terhadap Sampah

No Perlakuan Terhadap Sampah Persentase

1 Dikumpulkan dirumah, diangkut petugas dari


PEMKO/ kelurahan 31,46
2 Di buang di halaman rumah, ke dalam lubang
lalu ditimbun dibuang di halaman rumah
dikumpulkan lalu dibakar 13,15
3 Dikumpulkan dirumah, dibuang ke TPS resmi 7,47
4 Dikumpulkan dirumah di buang ke tempat
sampah ilegal contoh persimpangan jalan, lahan
kosong 41,36
5 Dibuang ke parit, sungai 6,56
Total 100

Sumber: Data Primer Diolah, 2014

Universitas Sumatera Utara


107

Dari Gambar 5.9 dapat dilihat area perlakuan masyarakat terhadap sampah

dari lima katagori di atas.

Gambar 5.9 Peta Perilaku Masyarakat Membuang Sampah


Sumber: Obsevasi data primer, diolah

Dari hasil pengamatan penulis terhadap perlakuan masyarakat Gampong Jawa

terhadap sampah terdiri dari lima cara pembuangan sampah yang paling sering

dilakukan yang berhasil penulis klasifikasikan.

1. Pada point perlakuan masyarakat mengumpulkan sampah dirumah

kemudian diangkut oleh petugas dengan sarana truk sampah diperoleh

sebanyak 808 KK atau 31,46% dari total keseluruhan warga Gampong

Jawa, area yang terkatagori pada point pertama ini merupakan permukiman

Universitas Sumatera Utara


108

yang berada pada lintasan jalur truk sampah, perumahan yang terdiri mulai

dari kategori rumah mewah, dan sedang secara sosial masyarakat.

Minimnya persentase ini disebabkan jangkauan pelayanan sampah yang

belum menjangkau daerah selain lintasan truk. Belum optimalnya becak

motor sampah yang mengumpulkan sampah warga di daerah yang tidak

terjangkau truk sampah menyebabkan masih sedikitnya masyarakat yang

mendapat akses pelayanan sampah, seperti jalan masuk perumahan yang

sempit dan keterbatasan armada truk sampah dan becak motor sampah.

2. Aktivitas timbun dan bakar sampah dilakukan warga sebanyak 338 KK

atau 13,5% aktivitas penimbunan sampah jarang dilakukan disebabkan oleh

keterbatasan lahan yang dimiliki warga, hanya warga yang memiliki

halaman depan atau belakang, kapling tanah yang luas atau dekat dengan

lahan kosong berupa tempat terbuka yang dapat melakukan aktivitas

membakar, masyarakat hanya temporal saja melakukan pembakaran

sampah, untuk sampah rutin masih membuang di TPS resmi atau

membuang sampah ke tempat sampah ilegal. beberapa titik pengamatan

untuk lokasi pembakaran terlihat pada Gambar 5.10.

Universitas Sumatera Utara


109

Gambar 5.10 Peta Sebaran Lokasi Aktivitas Pembakaran Sampah


Sumber: Observasi dan Data Primer Diolah, 2014

3. Dikumpulkan di rumah dibuang ke TPS (Tempat Pembuangan Sampah

Sementara) yang disediakan oleh Pemerintah Kota Langsa sebanyak 7,47%,

atau 192 rumah tangga. Aktivitas pada point ini dilakukan oleh masyarakat

yang memiliki jarak relatif dekat dengan lokasi TPS dan disekitar

permukiman warga tersebut tidak memungkinkan untuk membakar sampah

atau menimbun karena keterbatasan lahan.

4. Sampah dikumpulkan dibuang pada tempat sampah illegal seperti

persimpangan jalan, lahan kosong, di depan jalan masuk perumahan padat

Universitas Sumatera Utara


110

penduduk, pada jalan yang dilalui truk sampah, disebabkan karena tidak ada

TPS disekitar permukiman tersebut dan adanya persepsi masyarakat bahwa

sampah tersebut akan diangkut oleh petugas sampah nantinya karena tempat

sampah ilegal ini berada juga pada jalur yang dilalui truk sampah sehingga

menyebabkan aktivitas ini yang paling banyak dilakukan oleh masyarakat,

yaitu 41,36% rumah tangga melakukan aktivitas tersebut.

5. Aktivitas pembuangan sampah disungai dan parit, aktivitas ini dilakukan

pada daerah yang bersinggungan langsung dengan sungai pada penelitian

ini ada dua lingkungan yang memiliki pola pembuangan ke sungai,

masyarakat yang berada pada dua dusun yang dekat dengan sungai ini

mayoritas pemilik rumah masyarakat berpengahasilan rendah, hanya

beberapa rumah yang dekat dengan tanggul yang permanen dan terkatagori

sedang. Rumah tanggga yang melakukan pembuangan di sungai ini

sebanyak 6,56% atau 169 rumah tangga yang memang tidak mendapat

fasilitas tempat pembuangan sampah dan pelayanan sampah.

Dari hasil pengkategorian berdasarkan perilaku masyarakat dalam

memperoleh pelayanan sampah dan memperlakukan sampah berdasarkan

keruangannya maka diperoleh hasil berupa klasifikasi berdasarkan perilaku

mayarakat dalam membuang sampah pada kawasan Gampong Jawa pada Gambar

5.11 berdasarkan kategori penilaian di atas dapat kita lihat kawasan dengan warna

merah merupakan perilaku masyarakat dalam membuang sampah yang mendapat

Universitas Sumatera Utara


111

pelayanan pengangkutan dari truk sampah sehingga zona kawasan yang berwarna

merah ini meliputi daerah yang dilalui oleh truk sampah, pada kawasan yang

berwarna biru merupakan aktifitas masyarakat membuang sampah secara ilegal yaitu

berada pada kawasan yang tidak terjangkau oleh truk sampah dan tidak memperoleh

akses dari TPS (Gambar 5.11).

Gambar 5.11 Zoning Kawasan Berdasarkan Perilaku Masyarakat


Sumber: Data Primer Diolah, 2014

Dari tipe jenis perumahan pada lingkungan Gampong Jawa Tengah

terkategori mulai dari sedang sampai mewah, dari penyediaan tempat sampah hanya

ada beberapa rumah saja yang menyediakan tempat sampah secara permanen di

Universitas Sumatera Utara


112

depan rumahnya selebihnya hanya mengunakan tempat berupa keranjang rotan atau

diletakan di pinggir jalan dalam tumpukan plastik (Gambar 5.12).

5
21
4
2
3

2
1

3 4
Gambar 5.12 Penumpulan Sampah Secara Individu
Sumber: Data Primer Diolah, 2014

Universitas Sumatera Utara


113

Adanya tempat pembuangan sampah liar di depan perumahan sempit dan

padat disebabkan tidak terjangkaunya pelayanan sampah sampai ke jalan yang

sempit sehingga warga pada daerah sempit tersebut membuang sampah di jalan yang

dilalui oleh truk sampah. Sebahagian lagi masih menggunakan metode membakar

sampah pada halaman rumahnya yang relatif masih memiliki lahan (Gambar 5.13).

Gambar 5.13 Mendapat Pelayanan Sampah di Gampong Jawa Tengah


Sumber: Data Primer Diolah, 2014

Salah satu wilayah kajian yang bersinggungan dengan Daerah Aliran Sungai

(DAS) Krueng Langsa adalah lingkungan Gampong Jawa Baru dan lingkungan dusun

Amaliah, pada kedua dusun tersebut penduduk membangun rumah panggung di

sepanjang tanggul sungai, dari pengamatan peneliti masyarakat masih belum

memiliki tempat pembuangan sampah komunal dan belum terlayani oleh pelayanan

Universitas Sumatera Utara


114

sampah, masyarakat masih membuang sampah ke kolong rumah panggung dan

menumpuk pada tempat lapangan terbuka, membuang kesungai belum lagi ditambah

dengan sampah yang dibawa arus sungai ketika musim penghujan. Sedangkan

masyarakat yang dekat dengan jalan sekunder membuang sampahnya pada pinggir

jalan yang dilalui oleh truk sampah (Gambar 5.14).

2
1 3

Gambar 5.14 Perlakuan Masyarakat di Pinggir Sungai


Sumber: Data Primer Diolah, 2014

Universitas Sumatera Utara


115

Kondisi perumahan masyarakat sangat padat dengan akses jalan masuk

hanya bisa dilalui oleh kendaraan roda tiga dan roda dua, hanya beberapa ruas yang

dapat dilalui mobil. Adapun kondisi perumahan penduduk di pinggir sungai

dijelaskan pada Gambar 5.15.

Gambar 5.15 Tipe Rumah Tepi sungai


Sumber: Dokumentasi Peneliti 2013

Dari hasil observasi tersebut didapat bahwa cara pembuangan sampah

terbagi dalam daerah yang mendapat pelayanan sampah dan yang tidak mendapat

pelayanan sampah.

Dimana ada kecenderungan masyarakat yang tidak mendapat pelayanan

angkutan truk sampah cenderung untuk menumpuk sampah pada TPS disekitar

lingkungannya atau bila tidak ada tersedia TPS maka akan membuang sampahnya

pada daerah yang dilalui oleh truk sampah. Pada Gambar 5.16 menunjukan

pembuangan sampah ilegal pada jalur yang dilalui truk sampah.

Universitas Sumatera Utara


116

Gambar 5.16 Tempat Sampah Ilegal di Jalur Truk Sampah


Sumber: Observasi Peneliti 2013

Penentuan letak TPS juga menjadi salah satu kendala pengelolaan sampah dari

15 TPS yang ada di Gampong Jawa, hanya tersisa 12 TPS setelah peneliti melakukan

wawancara dengan Geuchik (setingkat Lurah):

“Masyarakat mengajukan untuk membongkar TPS tersebut dikarenakan, keberadaan

TPS tersebut sudah sangat mengganggu dari baunya dan sampah yang berserakan

keluar dari TPS yang disebabkan oleh aktifitas pemulung pada malam hari,

sampahnya selalu ada dan juga akibat telatnya truk sampah datang”.

Sampah yang selalu ada dikarenakan belum disiplinnya masyarakat dalam

membuang sampah tepat pada waktu pembuangannya, dari pengamatan peneliti

mendapatkan sudah ada himbauan agar membuang sampah pada jam-jam tertentu

namun masih hanya sebatas himbauan dan belum ada tindakan dalam

pelaksanaannya.

Universitas Sumatera Utara


117

Banyaknya penyebaran TPS bila dibandingkan dengan daerah lain di sekitar

Gampong Jawa menyebabkan adanya timbulan sampah domestik yang berasal dari

pemukiman tetangga.

“ TPS di Gampong Jawa merupakan yang terbanyak di Kota Langsa juga dengan

jumlah penduduk yang padat baik disekitar Gampong Jawa hal ini menyebabkan

timbulan sampah tidak berasal dari permukinan di Gampong Jawa saja tapi juga

dari permukiman yang melintasi Gampong Jawa sambil membuang sampah

ditambah sampah dari kawasan perdagangan dan jasa seperti sampah dari café dan

restoran yang juga di buang pada daerah permukiman”.

Dalam kasus peletakan TPS yang tidak terencana menyebabkan penghancuran

TPS oleh warga, peneliti melakukan pengamatan kondisi sebelum TPS dihancurkan

dan kondisi setelah TPS dihancurkan, proses pengamatan pada TPS ini peneliti

lakukan pada saat TPS tersebut masih dipergunakan warga sampai pada saat

penghancuran TPS tersebut oleh warga, peneliti merasa tertarik dengan mengamati

TPS tersebut dikarenakan sangat mewakili dari permasalahan pada penempatan TPS

dan berada pada kawasan permukiman sehingga akses masyarakat untuk membuang

sampah pada TPS ini sangat mudah juga lokasi TPS yang berada pada jalur yang

dilayani oleh truk sampah (Gambar 5.17).

Universitas Sumatera Utara


118

sebelum

setelah

Gambar 5.17 Kondisi TPS di Gampong Jawa Tengah Sebelum dan Setelah
Dihancurkan
Sumber: Observasi Peneliti 2013

Dari Gambar 5.17 dapat kita lihat kondisi TPS pada bahu jalan, sampah yang

berserakan sampai ke badan jalan dan lokasi TPS ini berada pada persimpangan jalan,

sehingga menyebabkan kemacetan pada jam-jam sibuk seperti pagi dan sore hari.

Berdasarkan kondisi tersebut masyarakat yang berada pada sekitar TPS berinisiatif

untuk melakukan pembongkaran TPS dan tidak lagi membuang sampah pada lokasi

Universitas Sumatera Utara


119

tersebut, perlakuan tersebut akhirnya berhasil menciptakan daerah yang dulunya TPS

berubah wajah menjadi tempat yang bersih dari sampah dan pengguna jalanpun tidak

mengalami kemacetan lagi ketika melalui ruas jalan tersebut.

Yang menjadi pertanyaan apakah permasalahan tempat sampah tersebut

selesai dan kemana warga membuang sampahnya. Dari hasil observasi terahadap

warga sekitar ternyata warga menyiapkan wadah sendiri berupa keranjang dari bambu

yang diletakan di bahu jalan yang dilalui oleh truk dan menyimpan kembali wadah

tersebut setelah diangkut oleh truk sampah, penggunaan bambu selain murah dan

efisien juga memudahkan petugas truk sampah dalam mengangkut sampah. Sebagian

masyarakat membuang langsung ke TPS lain yang tidak dekat dengan rumahnya.

Sebagaimana peneliti mewawancarai salah seorang warga

“ kami membuang sampah tidak lagi disini” (Pak Buyong).

“Kami rela membayar iuran sampah asal sampahnya diangkut setiap hari “( Doir).

Biaya dalam pengangkutan sampah (Collecting cost) memakan biaya sampai

50-70% dari total biaya pengelolaan sampah hal ini juga berhubungan dengan metode

pembuangan apa yang digunakan (Tcobanoglus, 2002). Mahalnya biaya pengelolaan

sampah tentu bisa dikurangi dengan melakukan pengurangan sampah dari sumbernya,

yaitu pada kawasan permukiman.

Pemerintah Kota Langsa melalui Badan Lingkungan Hidup, Kebersihan dan

Pertamanan Kota Langsa memberi satu unit becak motor sampah kepada seluruh desa

yang ada di Kota Langsa untuk saat ini baru hanya beberapa desa saja yang memiliki

Universitas Sumatera Utara


120

becak motor sampah tersebut, Gampong Jawa merupakan salah satu desa yang

menerima bantuan becak motor sampah tersebut. Becak sampah ini memiliki

kapasitas antara 1,5-2 m³ dengan daya jangkau menembus permukiman penduduk

yang padat yang tidak dapat dilalui oleh truk sampah.

Dalam melakukan tugasnya ternyata ada kendala yang dihadapi oleh pihak

gampong dalam menjalankan operasional becak motor sampah tersebut, sehingga

belum dapat berjalan pengoperasian becak motor sampah tersebut, masalah yang

timbul adalah masalah biaya operasional yang harus ditanggung oleh pemerintah

gampong (desa).

Kondisi ini peneliti dapati setelah melakukan wawancara dengan Geuchik

(Lurah) Gampong Jawa sebagai berikut:

“Biaya operasional becak motor sampah tidak ada dari desa, dikarenakan

biaya retribusi sampah (maksudnya biaya retribusi sesuai dengan Qanun No.15

Tahun 2010 tentang Retribusi) hanya dipungut Rp.3000/bulan per rumah tangga,

dimana retribusi tersebut di setorkan langsung kapada instansi yang berwenang, lalu

dari mana kami harus membiayai operasional becak motor sampah”.

Instansi dalam hal ini Badan Lingkungan Hidup Kebersihan dan Pertamanan

Kota Langsa tidak menganggarkan biaya perawatan dan operasional becak tersebut

diserahkan kepada kebijakan masing-masing gampong (desa).

Sedangkan menurut petugas Badan Lingkungan Hidup Kebersihan dan

Pertamanan dalam hal ini saya melakukan wawancara kepala bidang kebersihan dan

Universitas Sumatera Utara


121

sanitasi Hermin Nuzul, ST, MT yang bertanggung jawab dalam pengelolaan sampah

membenarkan kondisi tersebut.

“ Fasilitas tersebut diserahkan kepada Gampong untuk dikelola sendiri“.

“Pemilihan lokasi TPS dilakukan melihat kebutuhan masyarakat kami melihat bahwa

disana memang sering digunakan warga untuk membuang sampah, sehingga kami

buatkan TPS, mengenai sampah yang berserakan itu disebabkan plat besi sebagai

penutup TPS hilang, kami sangat menyayangkan hilangnya plat besi tersebut”(Pihak

BLHKP).

5.3.1 Pewadahan

Proses atau aktivitas pewadahan sampah dalam hal ini adalah usaha yang

dilakukan oleh individu dalam mengumpulkan sampah yang dihasilkannya sebelum

dibuang atau dimusnahkan. Pewadahan yang tertutup merupakan pewadahan yang

paling aman, dari hasil penelitian ini masih sedikitnya persentase penggunaan

pewadahan sampah yang aman pada keseluruhan Kota Langsa. Pewadahan bertujuan

untuk menghindari berserakannya sampah dengan menyimpan sementara sampah

dari gangguan hewan dan aktifitas yang menyebabkan sampah berserakan dan

memudahkan dalam proses pemuatan sampah ke dalam truk sampah.

Pewadahan yang baik juga melakukan pemilahan dalam penumpukan sampah

seperti sampah dapur dengan sampah organik dan sampah berupa plastik dan

kemasan dalam sampah non organik. Pemisahan sampah organik dan non organik

yang masih belum optimal dilakukan, hasil pengamatan peneliti hanya sedikit rumah

Universitas Sumatera Utara


122

yang memiliki tempat sampah dengan model pemilahan tersebut hanya perumahan

mess perusahaan saja dilingkungan Gampong Jawa yang menyediakan sendiri tempat

sampah terpisah tersebut (Gambar 5.18), sedangkan pada kawasan perdagangan dan

jasa pemerintah Kota Langsa telah menyediakan tempat sampah dengan pemisah

antara organik dan non organik.

Gambar 5.18 Tempat Sampah dengan Pemilahan


Sumber: Observasi Peneliti 2013

Pewadahan yang banyak digunakan masyarakat adalah dengan menggunakan

kantong plastik hal ini dilakukan karena sampah yang dikumpulkan dapat dibuang

dengan mudah dengan menggunakan kantong plastik tanpa melakukan pemisahan

antara sampah organik dan non organik, hanya sedikit warga yang menyiapkan

tempat sampah di luar rumahnya kebanyakan warga yang menyiapkan tempat sampah

berupa tempat sampah rotan hanya pada daerah yang dilalui oleh truk sampah,

dengan menggunakan mengumpulkan dengan plastik pemindahan sampah dapat

dilakukan warga sekalian keluar rumah melalui tempat sampah yang terdekat baik itu

TPS resmi maupun tumpukan sampah yang sudah menjadi tempat sampah ilegal.

Universitas Sumatera Utara


123

Sebagian warga menggunakan tempat sampah dari bambu sebagai wadah tempat

sampah agar sampah tidak berserakan (Gambar 5.19).

Gambar 5.19 Tempat sampah rotan


Sumber: Observasi Peneliti, 2013

Masih tingginya persentase masyarakat yang belum melakukan pemilahan

sampah berakibat kepada pemilihan alat angkut, alat angkut yang bisa digunakan

adalah alat angkut berupa dump truck, sedangkan penggunaan compactor truck belum

efektif digunakan dikarenakan masih tingginya persentase masyarakat yang tidak

melakukan pemisahan sampah, saat ini Kota Langsa baru memiliki satu buah

compactor truck.

5.3.2 Metode pengangkutan sampah

Metode pengangkutan sampah dari sumbernya pada lokasi penelitian

Gampong Jawa terdiri dari:

1. Pengangkutan dengan menggunakan becak motor sampah dengan

kapasitas 1,5 m³-2 m³ digunakan untuk mengangkut sampah pada jalan

Universitas Sumatera Utara


124

lingkungan yang tidak dapat terjangkau dengan truk sampah. Moda

persampahan yang menghubungkan antara warga penghasil sampah

dengan TPS, sehingga tumpukan sampah yang tidak pada TPS atau

timbulan sampah dalam bahu jalan pada jalan yang dilalui oleh truk

sampah tidak muncul lagi karena jarak antara TPS dengan warga sebagai

penghasil sampah sudah dapat dihubungkan dengan becak motor sampah

ini, setelah sampah dikumpulkan melalui warga dan diangkut oleh becak

motor sampah ke TPS terdekat kemudian pada jam yang telah ditentukan

sampah diangkut dengan truk sampah ke TPA (Gambar 5.20). Akan tetapi

mekanisme ini belum berjalan dengan optimal pada Gampong Jawa

sehingga siklus pembuangan sampah tersebut langsung pada TPS terdekat

atau bila tidak terdapat TPS maka di tumpuk pada daerah yang menjadi

tempat pembuangan sampah illegal, dimana timbulan sampah ini akan

menjadi permasalahan bila terus berlanjut dan juga akan berpengaruh

terhadap efisiensi pengangkutan dan pembuangan sampah ke TPA.

Permukiman sampah Becak Motor Sampah

TPA Truk sampah TPS

Gambar 5.20 Alur Pembuangan Sampah pada Gampong Jawa


Sumber: Data Primer Diolah, 2014

Universitas Sumatera Utara


125

Permasalahan teknis operasional menggunakan becak motor sampah adalah

tidak terpenuhinya pelayanan sampah saat ini dengan menggunakan satu becak motor

sampah dengan 2-3 ritasi perhari hal ini berdasarkan pedoman standar pelayanan

minimal bidang penataan ruang, perumahan, permukiman dan pekerjaan umum

(KEPMEN Permukiman dan Prasarana Wilayah No 534/KPTS/M/2001), dimana

khusus untuk alat pengangkutan mempengaruhi pelayanan seperti:

1. Truk sampah dengan kapasitas 6m³ dapat melayani pengangkutan untuk

700-1000 rumah tangga dengan jumlah ritasi 2-3 ritasi/hari.

Berdasarkan asumsi tersebut kapasitas becak motor sampah adalah 1,5-2

m³ dapat melayani 200 sampai dengan 300 rumah tangga, dengan jumlah

rumah tangga di Gampong Jawa sebanyak 2568 rumah tangga maka

jumlah becak motor sampah yang diperlukan:

a. Kemampuan angkut becak motor sampah/hari = 2m³ x 3 ritasi = 6m³/

hari.

b. Maka jumlah becak motor sampah yang di perlukan adalah:

Becak Sampah = Sampah Yang Dihasilkan ........................(5.2)


Kemampuan Angkut

= 22 m³
6 m³

Becak Sampah = 3,66 atau 4 unit.

Universitas Sumatera Utara


126

Maka kebutuhan becak motor sampah yang diperlukan sebanyak 4 buah

dengan 3 ritasi yaitu pagi, siang dan malam.

Untuk menjangkau daerah yang tidak dilalui oleh truk sampah maka jumlah

ideal untuk becak motor sampah yang diperlukan untuk melayani 2568 rumah

tangga di Gampong Jawa Langsa dengan penambahan 3 becak motor sampah

(Gambar 5.21).

Gambar 5.21 Becak Motor Sampah


Sumber: Observasi Peneliti 2013

2. Pengangkutan dengan menggunakan truk sampah dengan kapasitas 5-6

m³, truk sampah memiliki jalur pengangkutan sampah tersendiri pada

daerah Gampong Jawa terdapat dua unit truk sampah yang terbagi jalurnya

kepada permukiman dan kawasan perdagangan dan jasa, pengangkutan

sampah memiliki jadwal pengangkutan pagi hari antara pukul 7 sampai

dengan 9 pagi. Truk sampah mengutip sampah pada setiap TPS dan juga

sampah yang tidak memiliki wadah pada bahu jalan yang ditumpuk oleh

warga baik menggunakan tong sampah pribadi ataupun tempat sampah

Universitas Sumatera Utara


127

ilegal yang terbentuk linear timbulannya mengikuti jalur truk sampah

tersebut (Gambar 5.22) aktifitas pengangkutan sampah di TPS.

Gambar 5.22 Pengangkutan Dengan Truk Sampah


Sumber: Observasi Peneliti 2013

Jalur pengangkutan truk sampah yang melintas didaerah Gampong Jawa

beroperasi pagi hari dengan tiga truk sampah, satu truk sampah melintasi Jalan

Ahmad Yani melintasi kawasan perdagangan dan jasa dan satu truk melintasi jalur

Gampong Jawa Belakang menuju Paya Bujok Tunong, dan satu truk melintasi jalur

lapangan merdeka menuju lingkungan Jawa Tengah menuju kembali ke Jalan Ahmad

Yani, truk ini tidak hanya diperuntukkan untuk daerah Gampong Jawa saja tapi juga

melintasi beberapa ruas jalan yang tidak masuk didaerah penelitian penulis.

Universitas Sumatera Utara


128

= jalur truk sampah 1

= jalur truk sampah 2

= jalur truk sampah 3

Gambar 5.23 Jalur Pengangkutan Dengan Truk Sampah


Sumber: Observasi Peneliti 2013

5.3.3 Pengolahan sampah

Pengolahan sampah belum mendapat perhatian serius dari Pemerintah Kota

Langsa, kegiatan pengolahan yang terjadi masih dilakukan secara spontan saja oleh

beberapa aktifitas antara lain:

1. Aktifitas pengumpulan barang bekas seperti koran, botol, dan bahan yang

terbuat dari plastik yang dilakukan dari rumah kerumah dengan aktifitas

membeli barang bekas tersebut, dilakukan oleh individu keuntungan yang

didapat oleh penjual dapat berupa uang dari barang yang tidak terpakai

Universitas Sumatera Utara


129

dan sekaligus membersihkan rumah dari barang yang tidak dipakai lagi,

sedangkan pembeli mendapat keuntungan dari barang bekas yang dibeli

untuk dijual ke penampung.

2. Aktifitas pemulung di TPS, adanya aktifitas pemisahan sampah yang

dilakukan oleh pemulung pada malam hari di TPS, ini juga menyebabkan

berserakannya sampah di TPS akibat aktifitas pemulung tersebut.

3. Aktifitas yang dilakukan oleh kru petugas sampah, petugas sampah

melakukan kegiatan sortir terhadap sampah yang dapat langsung dijual

seperti, plastik bekas minuman gelas.

4. Aktifitas pemulung di Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPA),

aktifitas pemulung ini dilakukan pada truk sampah yang baru masuk di

TPA dan langsung memilih sampah yang memiliki nilai jual.

Dari aktifitas pemulung (pengumpulan) sampah di wilayah TPA oleh

pemulung yang melakukan aktifitas recycle secara konvensional dengan memilah

sampah yang bernilai seperti plastik, tempat minuman bekas yang memiliki nilai

ekonomis untuk dijual kembali, penjualan sampah hasil dari pemulung sampah yang

kemudian dijual lagi untuk diproses menjadi barang yang lebih bernilai ekonomis,

terbentuknya simbiosis ini disebabkan adanya nilai jual dari sampah tersebut

sehingga ke proses selanjutnya, walaupun dengan proses tersebut belum mampu

mereduksi sampah secara signifikan di TPA, sehingga harus dilakukan pengolahan

lagi terhadap sampah yang belum memiliki nilai ekonomis.

Universitas Sumatera Utara


130

Pada tahap akhir dari teknis operasional adalah dilakukannya pengolahan

sampah, saat ini dengan telah dikeluarkanya peraturan perundang-undangan tentang

pengelolaan sampah yang mengharuskan pada Tempat Pembuangan Akhir Sampah

(TPA) untuk melakukan pengelolaan terhadap sampah, artinya sampah yang selama

ini dibuang dengan metode open dumping yang rentan terhadap permasalahan

lingkungan diubah menjadi sanitaryland fill atau controlland fill. Adapun beberapa

permasalahan dalam pengolahan sampah antara lain:

1. Biaya yang mahal, untuk menciptakan sebuah sistem pengolahan sampah

yang merubah sampah menjadi produk yang bermanfaat sangat diperlukan

dukungan dana yang besar. Belum dilakukannya pengolahan sampah

dengan sanitaryland fill di Kota Langsa disebabkan kekurangan alat muat

mekanis seperti excavator dan dozer untuk meratakan sampah.

2. Kesiapan pemerintah kota, kebanyakan pemerintah daerah memberikan

pengelolaan sampah kepada pihak swasta sebagai pengelola. Saat ini kota

seperti Solo memerlukan dana 8 milyar rupiah untuk mengelola

sampahnya sendiri sedangkan Jakarta sebagai pusat ibu kota

menghabiskan hampir 800 milyar rupiah, sehingga Pemerintah Provinsi

Jakarta akan menghentikan kerjasama dengan swasta dan akan mengelola

sendiri sampahnya.

Universitas Sumatera Utara


131

5.4 Pembahasan

Dari hasil observasi di lapangan terhadap pengelolaan persampahan kota di wilayah penelitian ini memperoleh hasil

yang dijelaskan pada Tabel 5.6.

Tabel 5.6 Tabulasi Silang Hasil Survei Teknis Operasional Kawasan Penelitiaan

No Pengelolaan Kriteria Existing


Sampah Teknis
Operasional

1 Pewadahan Pola Penampungan Pola Penampungan


- Indivual, setiap rumah/toko dan bangunan - Penggunaan pola individual belum berjalan pada daerah
lainnya memiliki wadah sendiri, pola ini permukiman, hanya beberapa warga saja yang
dapat digunakan pada daerah menyediakan pewadahan secara individu berupa tempat
permukiman kelas menengah dan tinggi, sampah dari bambu, bak sampah permanen dari pasangan
pertokoan, perkantoran dan bangunan bata dan tong dari drum bekas yang disediakan swadaya
besar oleh warga sedangkan kawasan perkantoran dan pertokoan
sudah memiliki tempat sampah sendiri yang memenuhi
kriteria tempat pewadahan
Tujuan :
- Menghindari - Komunal, tersedia satu wadah yang - Belum ada tempat sampah komunal pada kawasan kumuh
terjadinya dapat dimanfaatkan oleh beberapa dan permukiman padat sehingga warga masih membuang
sampah rumah/bangunan cocok untuk daerah ke sungai atau tempat sampah ilegal
berserakan, permukiman kumuh dengan tingkat
menjaga ekonomi rendah, seperti:
Lingkungan, a. Kedap Air;
kebersihan, b. Mudah dibersihkan;
kesehatan dan c. Harga terjangkau;
estetika d. Ringan dan mudah diangkat;

131

Universitas Sumatera Utara


132

Tabel 5.6 (Lanjutan)

No Pengelolaan Kriteria Existing


Sampah Teknis
Operasional

e. Bentuk dan warna estestis;


f. Memiliki tutup supaya higienis; dan
g. Mudah diperoleh

Sarana Pewadahan Tempat sampah yang digunakan:


- Memudahkan - Alat pewadahan tidak tertanam (mudah - Rotan memenuhi unsur ringan dan murah tapi belum kedap
proses pengum - diangkat) air
pulan sampah dan - Disesuaikan dengan kemampuan - Potongan drum bekas kedap air kelemahan sulit diangkat
tidak membahaya pengadaannya berupa tong sampah (rotan, Tong plastik ringan, kedap, kelemahan jarang digunakan
kan petugas logam, plastik, fiberglas, permanen bata) warga
pengumpul - Kantong Plastik - Kantong plastik dominan digunakan warga
- Ukuran wadah dapat menampung minimal 2 - Pewadahan yang ada di kawasan jalan arteri primer sudah
hari memiliki pewadahan dengan pemisahan sampah organik
(individual 10-40 liter , komunal 500-1000 dan non organik
liter) - Pewadahan pada kawasan pertokoan dn perkantoran yang
Wadah mampu mengisolasi sampah dari disediakan PEMKO Langsa berbahan logam dan tertanam
permukiman (memiliki tutup) dikarenakan faktor keamanan dari pencurian
- TPS terbuat dari bata pasangan permanen dengan penutup
terbuat dari plat besi belum memiliki penutup atas
TPS telah terhubung dengan jalur truk-truk sampah yang
diangkut setiap hari

Volume Pola Individual


Permukiman dan toko kecil (10-40 liter) - Pada kawasan permukiman berdasarkan SK SNI -T-13-
Kantor, toko besar, hotel, rumah makan (100- 1990-F dengan kapasitas 1000 liter dapat melayani 80 KK
500) Liter jumlah kepala keluarga di Gampong Jawa 2568 KK

Universitas Sumatera Utara


133

Tabel 5.6 (Lanjutan)

No Pengelolaan Kriteria Existing


Sampah Teknis
Operasional
Pengadaan Pola Komunal
- Pinggir jalan dan taman (30-40) liter - Disediakan oleh warga berupa tempat sampah bahan
- Permukiman 100-1000 liter rotan, plastik, warga masih memilih menggunakan
- Sumber: SK SNI -T-13-1990-F kantongan plastik tanpa ada wadah yang menampung.
- Pola individual
- Pribadi, instansi, pengelola
Penempatan Pola Komunal
- Instansi, Pengelola - Disediakan oleh BLHKP Kota Langsa
Pola Individual : Toko,kantor,permukiman - Penempatan cenderung mengikuti pola rute truk sampah
- high incame dan sedang pada kawasan yang dilalui oleh truk sampah
- Dihalaman muka tidak diluar pagar menempatkan wadah diluar rumah (luar pagar)
Dihalaman belakang untuk hotel dan - TPS juga berada pada lokasi yang salah yaitu berada
restoran dengan kepentingan kesehatan, diatas trotoar
estetika dan mudah diambil - Pola individual langsung diterapkan pada warga yang
Pola Komunal : Pedagang kaki lima, rusun, dilintasi oleh truk sampah
permukiman low income
Tidak mengambil lahan trotoar, tidak
dipinggir jalan protokol, sedekat mungkin
dengan sumber sampah, tidak mengganggu
pemakai jalan

Pengumpulan : Pola Individual langsung


Cara atau proses - Kondisi topografi dengan elevasi 15-40 % - Topografi pada kawasan penelitian relatif datar ≤ 5%
2 pengambilan maka alat pengumpul dengan menggunakan Keterbatasan alat angkut dalam menjangkau sumber
sampah mulai dari kendaraan mesin sampah individal yang tidak dilalui
tempat pewadahan - Kondisi jalan cukup lebar ketika beroprasi - Alat pengumpul pada daerah yang tidak dilalui dump truk
sampai ke lokasi tidak menggangu pengendara lain dengan menggunakan becak motor sampah
tempat - Kondis dan jumlah alat memadai - Kebutuhan becak motor Gampong Jawa berdasarkan
pembuangan - Jumlah timbulan sampah > 0,3 m3/hari perhitungan dari timbulan sampah sebanyak 4 unit
sementara

Universitas Sumatera Utara


134

Tabel 5.6 (Lanjutan)

No Pengelolaan Kriteria Existing


Sampah Teknis
Operasional
Pola Individual Tidak Langsung
- Masyarakat yang pasif - Masyarakat yang tidak terlayani membuang sampah pada
- Lahan untuk pemindahan tersedia badan jalan yang di lalui truk sampah
- Kondisi topografi 5% dapat menggunakan Belum ada disediakan lahan untuk pemindahan sementara
non mesin cth: becak sampah saat ini masih menggunakan TPS yang berada di
- Alat pengumpul dapat menjangkau langsung jalur lintasan truk sampah
- Kondisi lebar gang dapat dilalui pengumpul - Belum ada organisasi pengelola di Gampong yang
- Ada organisasi pengelola menangani sampah
Pola Komunal Langsung - Alat angkut dump Truk 3 unit, becak motor sampah 1 unit
- Bila alat angkut terbatas - Beberapa lokasi perumahan yang tidak dapat dijangkau
- Bila kemampuan pengendalian personil dan oleh dump truk, seperti permukiman pinggiran sungai dan
peralatan rendah permukiman yang memiliki akses masuk jalan yang hanya
- Alat pengumpul sulit menjangkau sumber dapat dilalui oleh becak motor sampah
sampah individual - Peran serta masyarakat pada lokasi yang berada
- Peran serta masyrakat tinggi dipermukiman pinggir sungai masih minim sedangkan
- Wadah komunal diletakan pada daerah yang peran serta masyarakat pada permukiman menengah dan
dapat dijangkau truk sampah padat sudah lumayan baik, hal ini dikarenakan kondisi
- Untuk pemukiman tidak teratur permukiman yang mengharuskan warga untuk membuang
sampah pada TPS ataupun pada daerah yang dilalui truk
sampah

Pola Komunal Tidak Langsung


- Peran serta masyarakat tinggi - Pola komunal tidak langsung sangat cocok digunakan pada
- Wadah komunal ditempatkan pada daerah tipe permukiman pinggiran sungai dan padat karena
yang dapat dijangkau alat pengumpul sampah dibuang oleh warga ke TPS kemudian diangkut
- Kondisi lebar gang dapat dilalui pengumpul dengan becak motor sampah menuju tempat pengumpul
- Ada organisasi pengelola Alat angkut berupa dump truk truk dengan kapasitas 5-6m³
- Pemindahan dan pengangkutan menggunakan 3 dump truk
melayani 2568 penduduk

Universitas Sumatera Utara


135

Tabel 5.6 (Lanjutan)

No Pengelolaan Kriteria Existing


Sampah Teknis
Operasional
Sarana Pengumpul
- Jenis sarana pengumpul disesuaikan dengan - Umur teknis peralatan antara 3 – 5 tahun
kondisi tempat, jadwal pengumpulan dan Jalan yang dilalui antara lain jalan artreri primer, jalan
peraturan yang berlaku - kelektor primer sedangkan jalan kolektor sekunder dan
- Becak motor sampah 1 m³ jalan lokal tidak dapat dilalui dump truk
- 2 petugas pagi dan sore - Karakteristik sampah permukiman sampah basah, sampah
- Melayani 1000 penduduk radius ≥ 1000 m kering berupa dedaunan, plastik, kertas
- Truk sampah 6 m³ 2 petugas - Jarak tempuh dump truk 15 Km menuju TPA
- Wadah berupa container≥ 120 liter dapat - Daya dukung pemeliharan terkendala dana dan efisiensi
melayani 10000 penduduk kerja alat angkut
- Umur teknis peralatan 5 s.d 7 Tahun - Kapasitas truk 6 m³
- Jalan yang dilalui
- Karakteristik sampah
- Tingkat persyaratan sanitasi yang
dibutuhkan
- Daya dukung pemeliharaan
Jarak tempuh

3 Pemindahan dan
Pengangkutan : - Alat pengangkut sampah harus memiliki - Alat pengangkut sudah menggunakan terpal penutup pada
Kegiatan - penutup saat perjalanan menuju ke TPA
operasional yang - Tinggi bak maksimum 1,6 m - Alat angkut berupa dump truck, sedangkan compactor truk
dimulai dari titik - Ada alat ungkit belum optimal digunakan
pengumpulan - Kapasitas truk disesuaikan dengan
terakhir dari suatu kondisi/kelas jalan
siklus menuju - Bak truk dilengkapi dengan pengaman air
tempat sampah
pembuangan akhir

Universitas Sumatera Utara


136

Tabel 5.6 (Lanjutan)

No Pengelolaan Kriteria Existing


Sampah Teknis
Operasional

4 Penyedia TPS
Sumber :
Peraturan Menteri - Luas TPS sampai dengan 200 m2 - Penempatan TPS yang tidak sesuai estetika dan lalu lintas
Pekerjaan Umum - Jenis penampungan sementara bukan Tidak memiliki buffer zone
No:03/PRT/M/20 permanen - Belum memiliki TPS dengan konsep 3R dimana TPS
13 - Sampah tidak boleh berada di TPS lebih dari - sudah memiliki pemilahan sampah dan pengolahan
24 Jam sampah
- Penempatan tidak menganggu estetika dan
lalu lintas
- Penempatan TPS sedekat mungkin dengan
pemukiman radius 1 km
- Memiliki buffer zone berupa tanaman
- Lokasi mudah diakses
- Memiliki jadwal pengangkutan
- Kabupaten wajib menyediakan TPS 3R

Sumber: Data Primer Diolah, 2014

Universitas Sumatera Utara


137

Dari Tabel 5.6 terdapat permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan

sampah di Gampong Jawa antara lain:

1. Jumlah tempat sampah yang saat ini ada belum dapat memenuhi rasio

antara jumlah penduduk dengan jumlah TPS dari analisa tersebut didapat

bahwa Gampong Jawa dengan 2568 kepala keluarga memerlukan 32 TPS,

sedangkan TPS yang tersedia saat ini hanya 11 TPS yang masih dapat di

gunakan, sehingga solusi yang ditawarkan adalah memperbanyak jumlah

TPS akan tetapi jika melihat dari fungsi guna lahan Gampong Jawa maka

sangat tidak memungkinkan untuk meletakan penambahan TPS sebanyak

itu yang nanti akan menimbulkan permasalahan baru, sehingga alternatif

penyelesaian masalah tersebut peneliti merekomendasikan peletakan

beberapa lokasi TPS yang baru dihubungkan dengan sistem pengelolaan

dari gampong yaitu pengaktifan kembali becak motor sampah yang saat ini

masih belum beroperasi dikarenakan permasalahan operasional.

Penulis merekomendasikan penambahan 18 buah TPS yang penentuan

lokasinya berdasarkan kecenderungan masyarakat dalam memperlakukan

sampah berdasarkan kepada pemetaan terhadap perilaku masyarakat

membuang sampah dengan dipengaruhi oleh:

a. Kondisi geografis lingkungannya seperti masyarakat yang cenderung

berada di dekat sungai terpola dan terbiasa membuang sampah pada

sungai.

137

Universitas Sumatera Utara


138

b. Akses dalam memperoleh pelayanan sampah, semakin mudah

masyarakat dalam mendapatkan pelayanan maka masyarakat tidak akan

membuang sampah ke tempat ilegal.

c. Kepadatan pada permukiman yang padat dengan perumahan

masyarakat tidak akan melakukan pembakaran sampah dikarenakan

kondisi lahan yang tidak memungkinkan.

d. Jarak antar TPS dengan radius 1 Km antar lokasi TPS, sehingga pada

pertimbangan tersebut peletakan TPS yang terhubung dengan becak

motor sampah pada lokasi yang dijangkau oleh jalur truk sampah

mejadi solusi permasalahan tersebut, berikut rician kondisi distribusi

TPS dengan luas dusun, disini dapat dilihat terjadi ketidakmerataan

distribusi TPS, seperti dijelaskan pada Tabel 5.7 antara jumlah TPS

dengan luas area kawasan. Jumlah TPS existing yang dapat digunakan

sebanyak 11 TPS dimana terjadi ketidakmerataan distribusi peletakan

TPS pada daerah Gampong Jawa, oleh karena itu peneliti mengajukan

penambahan 18 TPS di Gampong Jawa dengan total keseluruhan TPS

sebanyak 29 TPS, hal ini mendekati jumlah TPS yang diperlukan

berdasarkan rasio jumlah timbulan sampah yang dihasilkan oleh warga

Gampong Jawa yaitu sebanyak 32 TPS dengan kapasitas 1000 liter atau

1 m³.

Universitas Sumatera Utara


139

Tabel 5.7 Distribusi TPS dengan Luas Wilayah Lingkungan/Dusun

Penduduk TPS Luas


Dusun Jiwa Peruntukan Guna Lahan
(KK) (Bin) (Ha)
Jawa Baru 285 1055 0 9.50 RSU, permukiman
Amaliah 215 967 7 18.33 Pemerintahan, taman, termukiman
Asrama Gajah 128 538 0 1.71 Permukiman
Jawa Belakang II 318 1018 2 18.28 Perkantoran, permukiman, perdagangan
PJKA 153 658 2 9.69 Perdagangan jasa dan permukiman
Jawa Muka I 244 817 0 13.05 Perdagangan jasa dan permukiman
Jawa Muka II 263 1003 2 20.97 permukiman, perdagangan, perkantoran
Jawa Tengah 411 1602 1 15.27 permukiman, sarana olah raga
Jawa Belakang I 551 1961 0 25.61 Permukiman
Jumlah 2568 9619 14 132.42

Sumber: Data Primer Diolah, 2014

Timbulan sampah pada lingkungan Amaliah dan Gampong Jawa Baru berasal

dari sampah yang hanyut dari sungai dan tersangkut dibawah rumah

panggung ketika air surut. Hal ini juga disebabkan kebiasan masyarakat yang

masih membuang sampah pada kolong rumah panggung pada pinggiran

sungai dan menumpuknya untuk kemudian dibakar, disebabkan tidak adanya

TPS dan tidak terjangkau dengan truk sampah, oleh karena itu pada kedua

daerah ini penulis merekomendasikan peletakan TPS yang terhubung dengan

becak motor sampah.

Universitas Sumatera Utara


140

Dalam pewadahan yang ditemukan masih sangat sedikit masyarakat

yang memiliki tempat sampah diluar rumah, tempat sampah diluar rumah

adalah tempat sampah yang digunakan diluar rumah sebagai tempat

pengumpulan, pemisahan sampah sebelum diangkut, tidak standarnya

pewadahan yang digunakan dengan beragamnya jenis pewadahan sehingga

menyulitkan proses dalam pengumpulan dan juga peletakan tempat sampah

sementara (TPS) yang ternyata bermasalah yang menyebabkan terjadi gradasi

lingkungan dan menjadikan wajah kota yang buruk, sehingga kemudian

terjadi penghancuran TPS tersebut oleh warga. Sehingga dalam permasalahan

tersebut diperlukan penambahan TPS di lokasi penelitian sebagaimana

tercantum pada Tabel 5.8.

Tabel 5.8 Rekomendasi Penambahan Jumlah TPS di Lokasi Penelitiaan

No Dusun TPS Existing Penambahan TPS Keterangan

1 Jawa Muka I - 2 -
2 Jawa Muka II 2 3 1 telah hancur
3 Jawa Belakang I - 4 -
4 Jawa Belakang II 2 4 1 telah hancur
5 Jawa Tengah 1 2 1 telah hancur
6 Jawa Baru - 1 -
7 Amaliah 7 1 -
8 Asrama Gajah II - - -
9 PJKA 2 1 -

Sumber: Data Primer Diolah, 2014

140

Universitas Sumatera Utara


141

Penambahan jumlah TPS sangat diperlukan seperti pada lingkungan Jawa

Muka I yang tidak memiliki TPS maka direkomendasikan untuk menambah

menjadi dua TPS, sedangkan lingkungan Jawa Belakang II mendapat

penambahan 4 TPS sehingga total TPS menjadi 5 TPS, adapun lokasi

penambahan TPS pada masing lingkungan/dusun dapat dilihat pada Gambar

5.24.

Gambar 5.24 Peta Penyebaran Rekomendasi TPS di Kawasan Penelitiaan


Sumber: Obsevasi data primer, diolah

Universitas Sumatera Utara


142

Melihat fenomena tersebut sangat diperlukan kesadaran masyarakat untuk

memilah sampah sebelum dibuang dan peran pemerintah dalam

menyediakan tempat sampah bagi setiap rumah tangga karena jika dilihat

dari fakta yang terjadi pola tempat sampah komunal masih belum tepat

dilakukan karena kurangnya kesadaran masyarakat untuk menjaga

kebersihan tempat sampah secara bersama-sama, karena lokasi tempat

sampah yang berada diruang publik sehingga siapa saja bisa membuang

sampah ditempat tersebut, kebiasaan untuk memiliki dan menjaga

lingkungan hanya menjadi tanggung jawab warga yang berada di dekat

lokasi TPS yang tentu saja menjadi masalah dan penolakan bagi warga

disekitar TPS tersebut.

2. Banyaknya titik pengumpul ilegal yang menyebabkan tidak terprediksinya

waktu angkut truk.

Dari pengamatan peneliti ditemukan bahwa timbulan sampah ilegal selain

bermasalah terhadap keindahan dan kenyamanan kota juga berpengaruh

terhadap teknis operasional truk sampah, dengan semakin banyak timbulan

sampah baru, menyebabkan waktu pengumpulan menjadi lama sehingga

mempengaruhi juga dalam jadwal pada setiap TPS yang dilewati.

Tempat sampah ilegal ini disebabkan karena ketiadaan TPS di sekitar

permukiman dan tidak ada pengumpul sampah yang mengumpul sampah

pada jalur yang tidak dilewati sampah, sehingga masyarakat cenderung

142

Universitas Sumatera Utara


143

membuang sampah pada tempat terdekat yang dapat dijangkau oleh warga

dan truk sampah. Pola pengangkutan yang digunakan sekarang adalah

metode Stationary container system (SCS) yaitu sistem pengumpulan

sampah yang wadah pengumpulannya tidak dibawa berpindah-pindah

(tetap), metode ini sangat tepat digunakan pada daerah permukiman.

Luas pelayanan pengangkutan sampah hanya tertumpu pada jangkauan truk

sampah yang melintasi pada beberapa ruas jalan primer dan sekunder di

Kota Langsa, sampah yang diangkut di lokasi penelitiaan Gampong Jawa

saat ini masih belum menjangkau di wilayah permukiman di seluruh

Gampong Jawa. Oleh karena itu pola pengangkutan tersebut juga harus

segera diintegrasikan dengan layanan becak motor sampah sehingga luas

jangkauan pelayanan dapat menjangkau daerah yang tidak dilewati oleh truk

sampah seperti pada gang sempit dan juga permukiman yang tidak dilalui

oleh truk sampah.

3. Pembiayaan Operasional Becak Sampah

Dari hasil analisis terhadap jumlah becak sampah yang diperlukan dalam

melayani kawasan Gampung Jawa maka didapat kebutuhan becak motor

sampah adalah 4 unit, sedangkan yang ada baru 1 unit yang saat ini masih

belum beroperasional. Pola pembiayaan operasional becak motor sampah

dapat dibuat sebuah resam Gampong (Peraturan Desa) dalam memenuhi

biaya operasional, pola menjadikan sampah sebagai pendapatan dapat

Universitas Sumatera Utara


144

digunakan dalam mengelola sampah menjadi provit sehingga dapat dijadikan

pemasukan bagi gampong.

Penggunaan becak motor sampah dapat menjangkau pada kawasan yang

tidak dilalui oleh truk sampah, jalur becak motor sampah mengumpulkan

sampah pada jalan lingkungan dan membuangnya pada transfer depo atau

TPS yang dilalui oleh truk sampah, berikut gambar usulan jalur truk sampah

dan jalur becak motor sampah seperti terlihat pada Gambar 5.25.

Gambar 5.25 Peta Sistem Pengangkutan Sampah Kawasan Penelitian


Sumber: Obsevasi data primer, diolah

Universitas Sumatera Utara


145

4. Salah satu permasalahan dalam pengelolaan persampahan adalah

keterbatasan lahan untuk meletakan TPS dan transefer depo yang berfungsi

sebagai tempat pemindahan sampah dari TPS ke pengangkutan, transfer

depo diperlukan dalam meminimalisir tumpukan sampah pada TPS yang

berasal dari TPS yang diangkut dengan menggunakan becak motor sampah.

Jika dilihat dari fungsi transfer depo tersebut maka keberadaan transfer

depo sangat cocok digunakan di Gampong Jawa, namun yang menjadi

kendala saat ini adalah mahalnya harga tanah, sehingga solusi dari

permasalahan ini adalah mengusulkan kepada pemerintah Kota Langsa

untuk mengadakan lahan dan sarana fisik pembangunan transfer depo.

5. Jalur truk sampah saat ini terbagi dalam tiga jalur dimana ketiga jalur ini

hanya melintasi jalan arteri primer dan kolektor primer dan kolektor

sekunder sedangkan jalan lingkungan tidak dilintasi oleh truk sampah

tersebut. Dari permasalahan ini maka fungsi becak motor sampah yang

dapat menjangkau setiap dusun dengan estimasi kebutuhan becak motor

sampah di Gampong Jawa adalah 4 unit maka pembagian kerja becak

motor sampah dapat melayani 2 lingkungan per becak motor sampah,

sekaligus menjadi tempat pemilahan sampah dan pengolahan sampah

skala kecil.

Universitas Sumatera Utara


146

BAB VI

PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis terhadap teknis operasional Pengelolaan

Persampahan Kota di Gampong Jawa Kota Langsa, dapat disimpulkan: (1) Terdapat

kekurangan tempat pewadahan berdasarkan rasio perbandingan antara jumlah kepala

keluarga dengan kemampuan pelayanan dari pewadahan tersebut. Jumlah tempat

pewadahan dengan kapasitas 1000 liter atau 1 m³ pada daerah permukiman, idealnya

adalah 32 (tiga puluh dua) tempat pembuangan sampah, sedangkan kondisi aktualnya

hanya terdapat 11 (sebelas) tempat pembuangan sampah untuk melayani 2.568 kepala

keluarga; (2) Kebutuhan ideal becak motor pengangkut sampah pada daerah

Gampong Jawa adalah 4 (empat) unit, sedangkan saat ini Gampong Jawa hanya

memiliki 1 (satu) unit becak motor pengangkut sampah yang belum beroperasional.

Penggunaan becak motor sebagai pengumpul sampah sangat dibutuhkan, sebab dapat

menjangkau jalan lingkungan/dusun yang tidak dapat dijangkau oleh truk sampah.

Universitas Sumatera Utara


147

6.2 Saran

Berdasarkan uraian kesimpulan di atas peneliti memberikan saran kepada

Pemerintah Kota Langsa sebagai penanggung jawab dalam pengelolaan sampah Kota

Langsa dalam merencanakan kebijakan pengelolaan persampahan antara lain: (1)

Penambahan sarana becak motor pengangkut sampah yang dapat menjangkau

kawasan permukiman yang tidak dilalui oleh truk sampah menjadi 4 (empat) unit

dengan operasional kerja setiap unit melayani dua dusun/lingkungan; (2) Upaya

pembinaan pengelolaan sampah yang simultan dan kontinyu kepada masyarakat; (3)

Sosialisasi kepada masyarakat tentang pentingnya pengurangan sampah yang

dihasilkan dan sosialisasi terhadap pemisahan sampah organik dan non organik.

Universitas Sumatera Utara


148

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi, 1998, “Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek“, Edisi


Revisi IV Cetakan Kesebelas, Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Badan Pusat Statistik dan BAPPEDA Kota Langsa 2011, Langsa Dalam Angka.

BAPPEDA Kota Langsa, 2011, Buku Putih PPSP Kota Langsa.

Damanhuri, Enri, 2003, “Permasalahan dan Alternatif Teknologi Pengelolaan Sampah


Kota di Indonesia”, Prosiding Seminar Teknologi untuk Negeri, Vol. I. Hal. 394-
400.

Hartono Edi, (2006) Peningkatan Pelayanan Pengelolaan Sampah Kota Brebes melalui
Peningkatan Kemampuan Pekerjaan, Magister Teknik Pengembangan Wilayah
dan Kota Universitas Diponogoro, Semarang.

Kristiyanto, Teguh (2007) Pengelolaan Persampahan Berkelanjutan Berdasarkan Peran


Serta Masyarakat Kota Kebumen, Magister Teknik Pengembangan Wilayah dan
Kota Universitas Diponogoro, Semarang.

BAPPEDA Kota Langsa, Laporan Penilaian Resiko Kesehatan Lingkungan Kota


Langsa, 2010.

Miles Matthew B and Huberman Michael A. 1984. Qualitative Data Analysis, Source
Book of New Method. Sage Publication: Beverly Hills

Moleong, Laxy, J. 1993. Metode Penelitian Kualitatif, Telaah Positivistik,


Rasionalistik, Phenomonologi, Realisme Metafisik. Yogyakarta: Rekha Sarasin.

Nasrullah, 2001, Pengelolaan Limbah Padat, Diktat Kuliah Persampahan, Program Studi
Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Universitas Diponogoro , Semarang.

Nazir, M., 2009, Metode Penelitian, Ghalia Indonesia, Jakarta.

Standart Nasional Indonesia Nomor SNI-03-3242-1994 tentang Tata Cara


Pengelolaan Sampah di Permukiman, Badan Standar Nasional (BSN).

Universitas Sumatera Utara


149

Standar Nasional Indonesia (SNI) 3242:2008. Pengelolaan Sampah di Permukiman,


Jakarata: Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum.

Standart Nasional Indonesia Nomor SNI-19-2454-2002 tentang Tata Cara Teknik


Operasional Pengelolaan Sampah Perkotaan, Badan Standar Nasional (BSN).

Standart Nasional Indonesia Nomor SNI-03-3241-1994 tentang Tata Cara Pemilihan


Lokasi Tempat Pembuangan Akhir Sampah, Badan Standar Nasional.

Strategi Sanitasi Kota Langsa,2010, Pokja Sanitasi Kota Langsa.

Tata Cara Pemilihan Lokasi Tempat Pembuangan Akhir Sampah: SKSNI-03-3241-1994,


Yayasan LPMB Bandung, Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta.

Tchobanoglous, Theisen, and Vigil,1993, Integrated Solid Waste: Enggineering


Principle and Management Issues, McGraw-Hill,Inc

Theisen H, Solid Waste,1997, Engineering Principles and Management Issues, Mc


Graw Hill – Kogakhusa, Tokyo.

Trihadiningrum, Y, 2006 “Reduction potensial of domestic solid waste in Surabaya


city, Indonesia” Proceding international seminar on sustainable sanitation,
Bandung 2006.

Undang – Undang No 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah.

Wibowo A dan Djajawinata D.T, 2004. Penanganan Sampah Perkotaan Terpadu.

Wibowo eko hermawan, Tesis 2010, Perilaku Masyarakat dalam Mengelola Sampah
Permukiman di Kampung Kamboja Pontianak.

Wisnu wardhana irawan, 2007, Rencana Pengembangan Teknik Operasional


Pengelolaan Sampah Kota Juwana, Teknik Lingkungan UNDIP, Jurnal
Presipitasi Vol 3 September 2007.

http:// taiwan culture portal.com diakses 12 agustus 2013; 13.05

http://wikipedia.org/wiki/Curitiba diakses 5 November 2013; 12:05

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai