TUGAS AKHIR
Oleh
Ir. Netti Herlina, M.T. Ir. Ronald Leonardo Siregar, S.T., M.T.
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
TUGAS AKHIR
Oleh
Demikian pernyataan ini dibuat, apabila dikemudian hari terbukti karya ini bukan karya saya atau
merupakan hasil jiplakan maka saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku.
Mengetahui, Menyetujui,
Koordinator Tugas Akhir Ketua Program Studi Teknik Lingkungan
Rahmi Utami ST., MT. Zaid Perdana Nasution, ST., MT., Ph.D.
NIP. 199209202020012001 NIP. 197805172005011004
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-
Nya, saya dapat menyelesaikan Tugas Akhir dengan judul “Pemanfaatan Abu Bakar Limbah
Ampas Tebu Dari Pabrik Gula Kwala Madu Dalam Pembuatan Batako”. Tugas akhir ini
merupakan salah satu persyaratan yang wajib dilaksanakan oleh mahasiswa untuk dinyatakan s ebagai
Sarjana Teknik (ST) di Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera
Utara.
Penyelesaian tugas akhir ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak yang telah memberikan
masukan serta dukungan kepada saya. Untuk itu, saya mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Ibu Ir. Netti Herlina, M.T., selaku selaku Dosen Pembimbing I saya yang telah menyediakan
waktu, tenaga dan pikiran untuk mengarahkan dan membantu saya dalam penyusunan tugas
akhir ini.
2. Bapak Ir. Ronald Leonardo Siregar, S.T., M.T., selaku Dosen Pembimbing II saya yang telah
menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk mengarahkan dan membantu saya dalam
penyusunan tugas akhir ini.
3. Bapak Zaid Perdana Nasution, S.T., M.T., Ph. D., sebagai Ketua Program Studi Teknik
Lingkungan yang telah membantu segala proses pembelajaran selama perkuliahan.
4. Bapak Dr. Amir Husin, S.T., M.T., sebagai Sekretaris Program Studi Teknik Lingkungan USU
yang telah membantu segala proses pembelajaran selama perkuliahan.
5. Bapak Ivan Indrawan, S.T., M.T., selaku Dosen Penguji I saya yang telah memberi banyak
masukan dan saran yang sangat membantu dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
6. Ibu Novrida Harpah Hasibuan, S.Si., M.T., selaku Dosen Penguji II saya yang telah memberi
banyak masukan dan saran yang sangat membantu dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
7. Ibu Rahmi Utami, S.T., M.T., sebagai Koordinator Tugas Akhir atas segala bimbingan dan
bantuan yang telah diberikan.
8. Staf Tata Usaha di Teknik Lingkungan USU yang telah membantu segala proses tugas akhir.
Saya menyadari bahwa masih banyak kekurangan dari penulisan tugas akhir ini, baik dari segi
materi maupun cara penyajiannya. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat saya
harapkan untuk menjadi lebih baik di masa yang akan datang.
i
HALAMAN PERSEMBAHAN
2. Mamak saya tercinta Destina Br. Tarigan, S.E., Bapak saya tersayang Ir. Irwan Pinem, adik-adik
saya terkasih Brian Permana Agung Pinem dan Jevonsia Pinem, terima kasih selalu berdoa untuk
saya dan mendukung saya dalam hal materi maupun tenaga.
3. Diri sendiri Okta Irdeagina Br. Pinem, ini baru awal untuk lebih berjuang lagi ke jenjang kehidupan
selanjutnya.
4. Ibu Ir. Netti Herlina, M.T., Bapak Ronald Leonardo Siregar, S.T., M.T., Bapak Ivan Indrawan S.T.,
M.T., dan Ibu Novrida Harpah Hasibuan, S.Si., M.T., terima kasih atas segala bantuan dan
bimbingan untuk menyelesaikan skripsi ini.
5. Ibu Rahmi Utami, S.T., M.T. dan Bapak Zaid Perdana Nasution, S.T., M.T., Ph. D., terima kasih
selalu memberikan semangat untuk terus berjuang menyelesaikan skripsi ini.
6. Seluruh dosen Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara yang telah
mengajar selama saya berkuliah.
7. Keluarga besar Tarigan Tua, terima kasih atas doa dan dukungan kepada saya.
8. Christopher, S.Sn., Cici Khairani, S.T., Dea Anggraini Sitorus, S.T., Destevi Yohana, S.K.M.,
Filonia Philadelviani, dan Evana Pasaribu, S.T., yang selalu menjadi wadah saya untuk berkeluh
kesah dan terima kasih atas doa, bantuan, serta motivasi.
9. Pabrik Gula Kwala Madu, Rumah Briket Rena, CV. Sempakata Paving Block, dan Laboratorium
Beton Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara, terimakasih atas bantuan dalam
penelitian saya.
Semoga segala perbuatan baik kembali dalam kehidupan kita dan semoga skripsi ini bermanfaat untuk
berbagai pihak.
ii
ABSTRAK
Limbah ampas tebu merupakan salah satu material sisa dari proses produksi pabrik gula. Pada proses
pembakaran ampas tebu menghasilkan abu yang memiliki kandungan silika tinggi. Kandungan silika
ditemukan dalam material semen dan pasir maka abu ampas tebu dapat digunakan substitusi material
pasir untuk membuat batako. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pemanfaatan abu bakar limbah
ampas tebu dalam pembuatan batako. Variasi abu ampas tebu yang digunakan untuk mensubstitusi
pasir adalah 0%, 5%, 10%, dan 15% dengan total benda uji 30 buah. Pengujian dilaksanakan pada
umur batako 7 hari, 14 hari, dan 28 hari. Hasil analisis data menunjukkan bahwa pemanfaatan abu
ampas tebu sebagai substitusi pasir dalam pembuatan batako berpotensi kecil sebagai alternatif untuk
mengurangi limbah di pabrik gula. Variasi abu ampas tebu dan umur batako berpengaruh signifikan
terhadap nilai kuat tekan rata-rata dan daya serap air (absorpsi) batako. Komposisi abu ampas tebu
dalam batako yang optimum (termasuk dalam SNI 03-0349-1989) adalah batako dengan 5% abu
ampas tebu sebagai substitusi pasir pada umur 28 hari.
Kata Kunci: Ampas tebu, abu ampas tebu, batako, kuat tekan, absorpsi.
iii
ABSTRACT
Bagasse waste is one of the waste material from the sugar factory production process. In the process of
burning bagasse, it produces ash that has a high silica content. The silica content is found in cement
and sand materials, so bagasse ash can be used to substitute sand material to make bricks. This study
aims to examine the use of bagasse ash in brick making. The variations of bagasse ash used to
substitute sand are 0%, 5%, 10%, and 15% with a total of 30 test pieces. The test was carried out at the
age of 7 days, 14 days, and 28 days. The results of data analysis show that the use of bagasse ash as a
substitute for sand in brick making has the small potential as an alternative to reduce waste in sugar
factories. The variation of bagasse ash and the age of the brick have a significant effect on the average
compressive strength value and water absorption (absorption) of the brick. The optimum composition
of bagasse ash in bricks (included in SNI 03-0349-1989) is bricks with 5% bagasse ash as a substitute
for sand at the age of 28 days.
iv
DAFTAR ISI
DAFTAR PUSTAKA
vi
DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Limbah Padat Pabrik Gula (a) Ampas Tebu (b) Blotong Tebu .............................II-1
Gambar 3.1 Kerangka Penelitian .............................................................................................III-1
Gambar 4.1 Pengujian Kuat Tekan Batako .............................................................................IV-1
Gambar 4.2 Grafik Nilai Kuat Tekan Batako ..........................................................................IV-5
Gambar 4.3 Penimbangan Batako (a) Massa Kering (b) Massa Basah ....................................IV-6
Gambar 4.4 Grafik Nilai Absorpsi Batako ..............................................................................IV-9
viii
DAFTAR PERSAMAAN
ix
DAFTAR SINGKATAN
x
DAFTAR LAMPIRAN
xi
BAB I
PENDAHULUAN
Berdasarkan data Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI) ampas tebu yang dihasilkan
sebanyak 32% dari berat tebu giling. Ikatan Ahli Gula Indonesia (IKAGI) menyatakan pada tahun
2009, ada 62 pabrik gula yang beroperasi di Indonesia dan menggiling sampai 30 juta ton tebu,
sehingga ampas tebu yang dihasilkan dapat mencapai 9,6 juta ton. Limbah ampas tebu ini sudah
banyak digunakan sebagai media tanam alternatif pengganti tanah, pupuk kompos, dan makanan
ternak. Selain itu limbah ampas tebu ini digunakan pula sebagai bahan bakar boiler dalam proses
produksi gula. Meskipun telah banyak digunakan, namun sisa dari ampas tebu di pabrik gula masih
sangat tinggi (Firmansyah, D., 2012).
Pabrik Gula Kwala Madu hanya menggunakan limbah ampas tebu sebagai bahan bakar boiler secara
kontinu. Limbah ampas tebu di lingkungan dapat mengakibatkan berbagai dampak negatif pada
lingkungan, yaitu menyebabkan bau tidak sedap dan timbulan yang besar dapat menimbulkan
gangguan kinerja pabrik. Limbah ampas tebu juga berdampak pada kesehatan manusia, seperti
menyebabkan gatal-gatal, flu dan batuk.
Limbah ampas tebu yang dibakar menghasilkan abu yang memiliki kandungan senyawa kimia kapur
(CaO), Silika (SiO2), Alumina (Al2O3). Abu ampas tebu yang dibiarkan terbengkalai dapat
menimbulkan penyakit fibrosis paru (silikosis), penurunan fungsi paru-paru, peradangan paru-paru,
dan kanker paru-paru bagi pekerja di pabrik gula tersebut ataupun masyarakat yang bermukim di
sekitar pabrik. Kandungan dalam abu ampas tebu sama seperti kandungan bahan pada semen Portland
dan pasir kuarsa yang merupakan bahan dalam pembuatan batako, sehingga kemungkinan besar dapat
dimanfaatkan sebagai bahan tambahan pengganti semen ataupun pasir (Pandaleke, R. 2014).
Dalam penelitian “Pemakaian Abu Ampas Tebu Dengan Variasi Suhu Sebagai Substitusi Parsial
Semen Dalam Campuran Beton” oleh Rofikotul Karimah dan Yusuf Wahyudi (2015) yang bertujuan
untuk menganalisis keterkaitan suhu pembakaran FABA ampas tebu dengan nilai kuat tekan beton dan
juga nilai absorbsinya. Adapun variasi dari suhu pembakaran ulang yakni dari suhu 400 0C, 5000C,
6000C, 7000C, dan 8000C dengan nilai silika yang didapat berturut-turut sebesar 49,60%, 52,59%,
53,92%, 54,46%, dan 54,96%. Hasil penelitian yang diperoleh adalah kekuatan tekan yang paling baik
pada umur 28 hari adalah FABA ampas tebu yang dibakar pada suhu 4000C dengan persentase FABA
5% sebesar 24,616 Mpa. Semakin tinggi suhu pembakaran, kuat tekan yang dihasilkan semakin
menurun kekuatan tekannya. Nilai penyerapan air maksimum terdapat pada campuran abu ampas tebu
yang dibakar pada suhu 8000C yakni sebesar 1,061%. Hubungan antara kuat tekan dan penyerapan air
pada campuran beton abu ampas tebu berbanding terbalik. Hal tersebut dikarenakan pembentukan
senyawa antara Ca(OH)2 dengan SiO2 belum sempurna, fase portlandidnya masih ada. Akhirnya abu
yang dikehendaki tidak bertindak sebagai substitusi untuk memperbaiki sifat semen melainkan sebagai
filler seperti pasir. Adapun saran dari penelitian ini adalah sampel penelitiannya selanjutnya dalam
bentuk ampas tebu agar tercapai pengendalian suhu yang baik. Serta pada saat melakukan pengadukan
dengan menggunakan molen, sebaiknya lama waktu pemutaran pada setiap campuran beton sama
(Karimah, R., 2015).
Saat ini para ahli teknologi beton menghadapi tantangan dalam hal pembuatan unsur-unsur bangunan
jenis beton dengan memanfaatkan limbah industri yang ada. Limbah industri ini akan dimanfaatkan
sebagai bahan tambah atau substitusi parsial untuk membuat beton, termasuk abu bakar limbah ampas
tebu dari industri pabrik gula. Hal ini pula dapat menjadi solusi dalam pengurangan limbah di tengah-
tengah masyarakat. Campuran abu ampas tebu dan campuran beton dapat digunakan sebagai bahan
bangunan pembentuk konstruksi, seperti jalan lingkungan (paving block), material untuk dinding
(batako atau hollow brick), dan sebagainya (Latif, F., 2020).
Batako merupakan salah satu unsur bangunan yang memiliki bentuk seperti bata terbuat dari semen
portland, air, dan pasir. Batako atau bata beton biasanya dipergunakan untuk pasangan dinding. Bata
beton dibedakan menjadi bata beton pejal dan bata beton berlubang (SNI 03-0349-1989, 1989).
Dalam penelitian “Kajian Eksperimental Sifat Karekteristik Mortar Yang Menggunakan Abu Ampas
Tebu Sebagai Substitusi Parsial Semen” oleh Ronny Pandaleke (2014), mempunyai tujuan penelitian
yaitu untuk menemukan komposisi campuran mortar abu ampas tebu mana yang menghasilkan kuat
tekan paling maksimum pada umur 28 hari dan untuk menggambarkan hubungan kuat tekan mortar
dengan syarat yang ditetapkan oleh SNI untuk pekerjaan yang menggunakan mortar. Komposisi
campuran atau perbandingan semen dan pasir sebesar 1 : 4 berdasarkan berat material. Pengujian kuat
tekan di lakukan pada silinder beton ukuran 50x50x50 mm dengan variasi campuran persentasi berat
semen diganti dengan abu ampas tebu 0%, 5%, 10%,15% 20% dan 25%. Sedangkan untuk mengetahui
proses cepatnya mengeras dari beton campuran abu ampas tebu maka umur beton yang ditinjau adalah
7, 21, 28 hari sesuai dengan syarat–syarat dari PBI, SNI dan ASTM . Hasil penelitian menunjukkan
I-2
bahwa benda uji yang tidak menggunakan abu ampas tebu (abu ampas tebu 0%) dari persentase 5
sampai dengan 20 % abu ampas tebu melebihi nilai kuat tekannya. Pada umur 7 hari kuat tekan yang
didapat untuk 5%, 10%, 15%, 20% abu ampas tebu melebihi nilai kuat tekan pada campuran 0% abu
ampas tebu. Begitu pula dengan umur 21 dan umur 28 hari semuanya melewati nilai kuat tekan yang
dihasilkan oleh abu ampas tebu 0 % . Untuk campuran dengan menggunakan abu ampas tebu
sebanyak 25 % lebih kecil nilainya dibandingkan dengan abu ampas tebu dengan kandungan 0 %.
Adapun saran untuk penelitian selanjutnya adalah perlu diadakan penelitian lebih lanjut tentang
penggunaan abu ampas tebu dengan menggunakan benda uji sesuai dengan yang dibutuhkan dan perlu
disediakan suatu tempat pemanasan abu ampas tebu sampai suhu 8000C, agar abu tersebut langsung
digunakan untuk campuran mortar (Pandeleke R., 2014).
Dalam penelitian “Durability Study of Bagasse Ash and Silicafume Based Hollow Concrete Block For
Lean Mix” oleh Radhika Kowsik dan S. Jayanthi (2015), dilakukan pembuatan batako berlubang
dengan abu ampas tebu sebagai pengganti sebagian dari semen dan silica fume sebagai campuran.
Pengujian untuk kekuatan dan sifat daya tahannya dilakakukan pada umur 30, 60 dan 90 hari.
Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap. Pada Tahap I, batako berlubang dibuat menggunakan mesin
hollow-block untuk campuran beton dengan proporsi 1: 6,5: 6,5. Campuran tersebut disiapkan
mengganti semen dengan FABA sebesar 0%, 10%, 20% dan 30% serta penambahan 10% silica fume
pada semua proporsi. Rasio air / semen adalah dipertahankan 1 selama penelitian. Setiap proporsi
disediakan 8 batako berlubang sebagai bahan uji. Kuat tekan diujikan pada umur 28 hari. Spesimen
diawetkan di tangki air sampai dengan usia pengujian. Pada Tahap II, batako pejal berukuran 100 ×
I-3
100 × 100 mm dicetak untuk campuran beton yang sama proporsi 1: 6,5: 6,5. Kubus-kubus tersebut
digetarkan menggunakan tabel vibration untuk mempertahankan kemerosotan nol seperti pada blok
berlubang komersial manufaktur. Perbandingan campuran dan air / semen dipertahankan sama seperti
pada batako berlubang. Untuk setiap proporsi disediakan 7 kubus dicetak untuk dilakukan uji kuat
tekan pada hari ke-7 dan 28. Berdasarkan hasil penelitian eksperimental berikut observasi ditarik
kesimpulan yaitu: Kuat tekan kedua batako barlubang dan batako pejal berbentuk kubus maksimum
pada 10% penggantian abu ampas tebu bersama dengan 10% SF sebagai campuran dibandingkan
dengan batako biasa. Kuat tekan tersebut akan mengalami penurunan dengan peningkatan penggantian
abu.; Penambahan silica fume meningkatkan daya tahan terhadap asam, basa, serangan sulfat, serta
keawetannya batako abu ampas tebu.; Kuat tekan sisa pada akhir umur 90 hari optimal pada
penggantian abu 10% bersama dengan 10% SF sebagai bahan campuran dibandingkan dengan kuat
sisa beton normal. Dengan demikian pemanfaatan abu ampas tebu mengurangi penggunaan semen
mengurangi kemungkinan emisi rumah kaca. Perlu penelitian lebih lanjut terkait parameter ketahanan
yang relevan dengan campuran dan metode pengujian lainnya. Selanjutnya penelitian lebih lanjut
mengenai ketahanan batako di lokasi untuk memahami kondisi nyata dan mengaitkan hasil dengan
nilai laboratorium (Kowsik, R., 2015).
Dalam peneltian “Pemanfaatan Blotong Tebu Dan Abu Sekam Padi Sebagai Bahan Subtitusi Dalam
Pembuatan Batako Dengan Penambahan Sikacim Concrete Additive” oleh M. Firdaus Anzala Kahfi
Lubis (2018) bertujuan untuk mengetahui pengaruh blotong tebu dan abu sekam padi sebagai bahan
subtitusi semen dan pasir serta penambahan sikacim concrete additive pada pembuatan batako serta
menguji kualitas batako yang dihasilkan dengan parameter berat jenis agregat halus, kuat tekan,
absorbsi dan waktu ikat. Adapun variasi blotong tebu adalah 7,5%, 10% dan 20% dari massa semen
dan abu sekam padi 0% dan 60% serta sikacim concrete additive sebanyak 7,5 ml/kg semen. Adapun
hasil dari penelitian ini adalah berat jenis agregat halus (pasir) meliputi berat jenis curah agregat halus
yaitu sebesar 2,5gr, berat jenis jenuh kering permukaan (SSD) sebesar 2,54 gr, berat jenis semu
agregat halus sebesar 2,63 gr dan penyerapan air sebesar 2,03%.; Berat jenis agregat halus (abu sekam
padi) meliputi berat jenis curah agregat halus yaitu sebesar 1,3 gr, berat jenis jenuh kering permukaan
(SSD) sebesar 1,45 gr, berat jenis semu agregat halus sebesar 1,54 gr dan penyerapan air sebesar
12,33%.; Kuat tekan tertinggi didapat pada perlakuan A1 dengan nilai rata-rata sebesar 11,23 MPa dan
kuat tekan terendah pada perlakuan A3B2 dengan nilai rata-rata sebesar 5,87 MPa.; Absorbsi tertinggi
didapat pada perlakuan B2 yaitu 4,92% dan absorbsi terendah pada perlakuan B1 yaitu 3,84%.; Waktu
ikat awal dalam pembuatan batako dengan penggunaan blotong tebu 7,5%, 15% dan 20% dari berat
semen berturut-turut yaitu 76,18 menit, 90,34 menit dan 94,18 menit serta rata-rata waktu nilai ikat
akhir yaitu 120 menit.; Komposisi terbaik dari penggunaan blotong tebu sebagai subtitusi semen dan
penambahan abu sekam padi sebagai subtitusi pasir yaitu pada perlakuan A1B1 dengan nilai kuat
I-4
tekan sebesar 7,2 MPa dan nilai absorbsi sebesar 3,87%, sesuai BSN 03-0349-1989. Adapun saran
untuk penelitian selanjutnya dengan menggunakan taraf blotong tebu dan abu sekam padi serta jumlah
larutan sikacim concrete additive yang berbeda serta penelitian lebih lanjut untuk kuat tekan dan
absorbsi berdasarkan waktu yang lebih singkat dan lebih lama dari 28 hari untuk melihat pengaruh
sikacim concrete additive (Lubis, M. 2018).
Dalam penelitian “Pengaruh Penambahan Abu Ampas Tebu Terhadap Karakteristik Batako” oleh
Indah Sawitri (2019) bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan abu ampas tebu terhadap
karakteristik batako dan mengetahui komposisi pencampuran abu ampas tebu, semen, dan pasir yang
paling optimal dalam pembuatan batako serta mengetahui aplikasi dari batako yang dihasilkan. Variasi
persentase abu ampas tebu adalah 0%, 5%, 10%, 15%, 20% dan digunakan FAS (Faktor Air Semen)
sebesar 0,5 pada semua variasi. Penambahan abu ampas tebu sebagai pengganti semen berpengaruh
nyata terhadap karakteristik batako. Dengan penambahan abu ampas tebu pada variasi campuran 5 –
20% menyebabkan nilai densitas batako menurun, kuat tekan menurun, dan daya serap air meningkat.
Komposisi pencampuran abu ampas tebu, semen, dan pasir yang paling optimal yaitu pada variasi
campuran 5% untuk pengujian daya serap air dan pengujian kuat tekan karena memenuhi standar SNI
03-0348-1989. Sedangkan pada variasi campuran lainnya tidak optimal. Aplikasi dari batako yang
dihasilkan dengan variasi campuran 5% abu ampas tebu dapat digunakan sebagai dinding rumah.
Karena kuat tekan yang dihasilkan memenuhi SNI 03-0349-1989 (Sawitri, I. 2019).
Berdasarkan saran penelitian dari Rofikotul Karimah dan Yusuf Wahyudi (2015), perlunya dilakukan
pembakaran mulai dari ampas tebu untuk menghasilkan abu ampas tebu, maka Penelitian saya akan
menggunakan ampas tebu yang dibakar sendiri dengan suhu 500 0C. Dari beberapa uraian di atas,
seperti M. Firdaus Anzala Kahfi Lubis (2018), Radhika Kowsik dan S. Jayanthi (2015), dan Indah
Sawitri (2019), abu ampas tebu digunakan sebagai bahan subtitusi dari semen dan membutuhkan
bahan tambahan yang berfungsi sebagai penambah daya rekat akibat dikuranginya pemakaian
daripada semen. Selain material semen, kandungan abu ampas tebu sama dengan kandungan yang
terdapat dalam pasir silika untuk membuat batako. Maka, saya akan melakukan penelitian
pemanfaatan abu ampas tebu sebagai bahan substitusi pasir untuk pembuatan batako pejal. Pada
penelitian M. Firdaus Anzala Kahfi Lubis (2018) yang mengharapkan penelitian selanjutnya
menggunakan waktu yang lebih singkat dan lebih lama dari 28 hari, maka saya akan melakukan
penelitian ini selama 7 hari, 14 hari, dan 28 hari.
I-5
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana potensi pemanfaatan abu bakar limbah ampas tebu dalam penelitian ini.
2. Bagaimana perbandingan nilai kuat tekan pada masing-masing variasi batako pada umur 7
hari, 14 hari dan 28 hari.
3. Bagaimana nilai daya serap air (absorpsi) pada masing-masing variasi batako.
I-6
1.5 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Bagi Pabrik Gula Kwala Madu
Hasil penelitian ini diharapkan sebagai alternatif pengolahan abu ampas tebu yang
dihasilkan.
2. Bagi Teknik Lingkungan USU
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan referensi untuk penelitian
yang lebih lanjut dan dapat menambah wacana dalam kajian pengolahan atau pemanfaatan
limbah industri gula khususnya abu ampas tebu.
3. Bagi Peneliti Lain
Sebagai bahan acuan ataupun bahan pembanding untuk penelitian lebih lanjut.
4. Bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini dapat sebagai saran bahan bangunan yang ramah lingkungan bagi
masyarakat.
I-7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tebu
Tebu yang memiliki nama latin Saccharum officinarum Linn temasuk ke dalam famili Graminae atau
rumput-rumputan. Tanaman tebu merupakan spesies paling penting di dalam genus Saccharum karena
tebu mengandung sukrosa paling tinggi dan kandungan seratnya paling rendah. Tanaman tebu
memiliki jenis batang tidak bercabang dan bertumbuh tegak hingga mencapai 3-5 meter atau bahkan
lebih. Pada batang tebu terdapat lapisan lilin yang berwarna putih ataupun keabu-abuan. Lapisan lilin
ini biasanya ditemukan pada saat umur batang tebu masih tergolong muda. Ruas-ruas yang terdapat
pada batang tebu dibatasi oleh buku-buku. Buku-buku ini berfungsi sebagai tempat duduknya daun
tebu. Pada ketiak daun tebu dapat ditemukan sebuah kuncup, kuncup ini disebut dengan “mata tunas”.
Tebu memiliki kemampuan untuk menyerap silika dari dalam tanah melalui akar dan
mendistribusikannya ke bagian batang dan daun serta mengumpulkannya dalam jaringan sel. Proses
fotosintesis tanaman tebu membutuhkan silika untuk menjadi sumber nutrisi esensial (Wijayanti,
2008).
(a) (b)
Gambar 2.1 Limbah Padat Pabrik Gula (a) Ampas Tebu (b) Blotong Tebu
Sumber : Kementrian Perindustrian Republik Indonesia, 2013
Selama ini pemanfaatan ampas tebu yang dihasilkan dari proses pembuatan gula pasir masih terbatas
seperti untuk menjadi makanan ternak, membuat pupuk, membuat pulp, dan untuk bahan bakar boiler
di pabrik gula sendiri. Hasil perubahan fisika dan kimiawi dari pembakaran ampas tebu menjadi abu
disebut dengan FABA ampas tebu. Silika yang terkandung dalam serat-serat ampas tebu tetap ada dan
terkonsentrasi di dalam FABA ampas tebu (Mirna, 2017).
Adapun kandungan (komposisi) dari FABA ampas tebu adalah sebagai berikut :
Tabel 2.1 Komposisi FABA Ampas Tebu
Komposisi Persentase
SiO2 71
Al2O3 1,9
Fe2O3 7,8
CaO 3,4
MgO 0,3
KzO 8,2
P2O5 3,0
MnO 0,2
Sumber : Nugroho, 2014
Silika yang terkandung dalam abu ampas tebu bisa digunakan sebagai bahan perekat dalam proses
pembuatan batako. Hal yang mendasari pemanfaatan abu ampas tebu yaitu mengurangi
ketergantungan kebutuhan silika sintesis yang mempunyai harga mahal, sulit untuk didapatkan, dan
tidak ramah lingkungan. Harga silika sintesis berkesinambungan dengan biaya pembuatan batako yang
tidak ekonomis lagi. Selain itu penggunaan abu ampas tebu ini dapat pula mengoptimalkan
pemanfaatan limbah ampas tebu yang jika dibiarkan saja bisa menyebabkan pencemaran lingkungan
dan juga gangguan kesehatan manusia meliputi fibrosis paru (silikosis), penurunan fungsi paru-paru,
peradangan paru-paru, dan kanker paru-paru (Sawitri, I., 2019).
2.4 Batako
Menurut SNI 03-0349-1989, batako atau bata beton merupakan salah satu unsur bangunan berbentuk
bata yang terbuat dari bahan utama semen portland, air, dan pasir yang dipergunakan untuk
pemasangan dinding. Definisi lain batako berdasarkan PUBI 1982 adalah bata yang dibuat dengan
cara mencetak campuran tras, kapur dan air dengan atau tanpa bahan tambahan lainnya dan
memeliharanya dalam suasana lembap. Batako merupakan salah satu unsur bangunan berbentuk bata
II-2
yang terbuat dari campuran bahan perekat hidrolis dan sejenisnya, air dan agregat halus serta kasar,
dengan atau tanpa bahan tambah lainnya yang tidak merugikan sifat dari suatu batako.
(Nugroho, 2014)
b. Batako Berlubang
Batako berlubang merupakan bata beton yang memiliki luas penampang lubang lebih dari 25% luas
penampang batanya. Batako berlubang memiliki volume lubang lebih dari 25% volume bata
seluruhnya. Batako berlubang memiliki sifat penghantar panas yang lebih baik dari batako padat
dengan menggunakan bahan dan ketebalan yang sama.
II-3
b. Tingkat Mutu II
Batako tingkat II dipergunakan untuk dinding struktural terlindungi (boleh ada beban).
c. Tingkat Mutu III
Batako tingkat III dipergunakan untuk dinding non struktural tak terlindungi boleh terkena hujan dan
panas.
d. Tingkat Mutu IV
Batako tingkat IV digunakan untuk dinding non struktural terlindungi dari cuaca.
Adapun kekurangan batako sebagai bahan penyusun dinding pada bangunan adalah sebagai berikut:
a. Jika dibuat tidak sesuai persyaratan pembuatan batako maka hasilnya memiliki kekuatan yang lebih
rendah dibanding batubata.
b. Kemampuan meredam panas yang rendah.
c. Tampilan kurang artistik bila diekspos.
II-4
merupakan semen hidrolik yang berasal dari hasil penggilingan klinker yang mengandung kalsium
silikat hidrolik beserta dengan satu atau lebih bentuk kalsium sulfat sebagai bahan tambahan. Semen
hidrolik mempunyai kemampuan untuk mengikat dan mengeras di dalam air. Semen portland yang
digunakan di Indonesia harus memenuhi syarat SNI (Standar Nasional Indonesia) 0013-81 atau
Standar Uji Bahan Bangunan Indonesia 1986, dan harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam
standar tersebut (Sawitri, I., 2019).
II-5
Lanjutan Tabel 2.2..
Jenis Sifat Penggunaan Utama
Semen tahan sulfat Ditentukan untuk mempunyai Ca3SiO5 Dipakai untuk pekerjaan beton dalam
(Tipe V) di bawah 50% dan Ca3Al2O6 di bawah tanah yang mengandung banyak sulfat
5%. Diusahakan agar kadar Ca3Al2O6 dan yang berhubungan dengan air
minimum untuk memperbesar tanah dan pelapisan dari saluran air
ketahanan terhadap sulfat. dalam terowongan.
Sumber : Teknologi Beton Mulyono, T., 2004
2. Kepadatan (density)
Berat jenis semen yang disyaratkan oleh ASTM (American Standard Testing and material) adalah
3,15 kg/m3. Pada kenyataannya, berat jenis semen yang diproduksi berkisar antara 3,05 kg/m 3 sampai
3,25 kg/m3. Variasi ini akan berpengaruh pada proporsi campuran semen dalam campuran. Pengujian
berat jenis dapat dilakukan menggunakan Le Chatelier Flask menurut standar ASTM C-188.
3. Waktu pengikatan
Waktu ikat adalah waktu yang diperlukan semen untuk mengeras, terhitung dari mulai bereaksi
dengan air dan menjadi pasta semen hingga pasta semen cukup kaku untuk menahan tekanan. Adapun
yang mempengaruhi waktu pengikatan adalah : kehalusan semen, faktor air semen dan temperatur.
Faktor air semen (FAS) adalah perbandingan antara berat air dan berat semen. Faktor air semen (FAS)
dalam penelitian ini ditetapkan sebesar 0,5 yang berada dalam rentang nilai secara teoritis, yaitu: nilai
FAS antara 0,25 – 0,65 untuk campuran beton secara umum. Penelitian ini FAS sebesar 0,5 dengan
sesuai agar adukan semen dan air (pasta beton) tidak terlalu encer atau terlalu kental (lengket).
4. Berat jenis
Berat jenis semen berkisar antara 3,15 mg/m3. Berat jenis digunakan dalam hitungan perbandingan
campuran saja. Adapun komponen– komponen bahan baku Portland cement yang baik menurut
Tjokrodimuljo, yaitu :
1. Batu kapur (CaO) = 60 – 67%
2. Pasir Silika (SiO2) = 17 – 25%
3. Alumina (Al2O3) = 0,3 – 0,8%
II-6
4. Magnesia (MgO) = 0,3 – 0,8%
5. Sulfur (SO3) = 0,3 – 0,8% (Wisnuwijanarko, 2008).
Walaupun demikian pada dasarnya ada 4 unsur paling penting yang menyusun semen portland, yaitu :
a. Trikalsium Silikat (3CaO.SiO2) yang disingkat menjadi C3S.
b. Dikalsium Silikat (2CaO.SiO2) yang disingkat menjadi C2S.
c. Trikalsium Aluminat (3CaO.Al2O3) yang disingkat menjadi C3A.
d. Tetrakalsium Aluminoferrit (4CaO.Al2O3.Fe2O3), disingkat menjadi C4AF.
Senyawa tersebut menjadi kristal-kristal yang paling mengikat/mengunci ketika menjadi klinker.
Komposisi C3S dan C2S adalah 70%-80% dari berat semen dan merupakan bagian yang paling
dominan memberikan sifat semen. Semen dan air saling bereaksi, persenyawaan ini dinamakan proses
hidrasi, dan hasilnya dinamakan hidrasi semen.
5. Kekuatan Tekan
Kekuatan tekan semen diuji dengan cara membuat mortar yang kemudian ditekan sampai hancur.
Contoh semen yang akan diuji dicampur dengan pasir silika dengan perbandingan tertentu, kemudian
dibentuk menjadi kubus-kubus berukuran 5x5x5 cm3. Setelah berumur 3, 7, 14, dan 28 hari dan
mengalami perawatan dengan perendaman, benda uji tersebut diuji kekuatan tekannya. (Mulyono,
2004)
2.5.2 Pasir
Agregat halus (pasir) terdiri dari butiran sebesar 0,14-5 mm, merupakan hasil disintegrasi batuan alam
(natural sand) atau dapat juga dengan memecahnya (artifical sand), tergantung dari kondisi
pembentukan tempat yang terjadinya. Pasir alam dapat dibedakan menjadi beberapa jenis yaitu pasir
galian, pasir sungai, pasir laut, pasir done yaitu bukit-bukit pasir yang dibawa ke tepi pantai.
Pasir merupakan bahan pengisi yang digunakan dengan semen untuk membuat adukan. Selain itu juga
pasir berpengaruh terhadap sifat tahan susut, keretakan dan kekerasan pada batako atau produk bahan
bangunan campuran semen lainnya. Pasir yang digunakan untuk pembuatan batako harus bermutu
baik yaitu pasir yang bebas dari lumpur, tanah liat, zat organik, garam florida dan garam sulfat. Selain
itu juga pasir harus bersifat keras, kekal dan mempunyai susunan butir (gradasi) yang baik (Karisma,
2020).
II-7
atas oksida besi, oksida kalsium,oksida alkali, oksida magnesium, lempung, dan zatorganik hasil
pelapukan sisa-sisa hewan serta tumbuhan.
c. Pasir Sungai
Pasir sungai adalah pasir yang bersumber dari penggalian atau penambangan di sungai. Sungai-sungai
yang terjal memiliki aliran yang deras sehingga deposit dari partikel batu-batuannya akan bervariasi
cukup besar pada suatu jarak tertentu, biasanya butir halusnya tidak banyak dan batuan-batuannya
cukup bersih. Pada sungai-sungai yang landai, variasi perbedaan ukuran partikel tidak berubah dari
tempat yang satu ke tempat yang lain, kebanyakan partikel-partikelnya lebih bulat dan kotor yang
tercampur dengan kandungan mineral lainnya.
Menurut Persyaratan Bangunan Indonesia, agregat halus sebagai campuran untuk pembuatan beton
bertulang harus memenuhi syarat–syarat sebagai berikut:
1. Pasir harus terdiri dari butir-butir kasar, tajam dan keras.
2. Pasir harus mempunyai kekerasan yang sama.
3. Agregat halus tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5 %, apabila lebih dari 5% maka agregat
tersebut harus dicuci dulu sebelum digunakan. Adapun yang dimaksud lumpur adalah bagian butir
yang melewati ayakan 0,063 mm.
4. Pasir harus tidak boleh mengandung bahan-bahan organik terlalu banyak.
5. Pasir harus tidak mudah terpengaruh oleh perubahan cuaca.
(Nugraha dan Antoni, 2004).
2. 5.3 Air
Air merupakan bahan dasar pembuatan batako yang penting namun harganya paling murah. Dalam
pembuatan batako air diperlukan untuk bereaksi dengan semen portland dan menjadi bahan pelumas
antara butir-butir agregat, agar dapat mudah dikerjakan (diaduk, dituang, dan dipadatkan). Air sebagai
bahan bangunan sebaiknya memenuhi persyaratan sebagai berikut (Standar SK SNI S-04-1989-F,
spesifikasi bahan bangunan bagian A):
1. Air harus bersih.
II-8
2. Tidak mengandung lumpur, minyak, dan benda melayang yang dapat dilihat secara visual. Benda-
benda tersuspensi ini tidak boleh lebih dari 2 gram/liter.
3. Tidak mengandung garam-garam yang dapat larut dan dapat merusak batako (asam, zat organik dan
sebagainya) lebih dari 15 gram/liter.
4. Tidak mengandung klorida (Cl) lebih dari 0,5 gram/liter.
5. Tidak mengandung senyawa sulfat (sebagai SO3) lebih dari 1 gram/liter.
Air harus terbebas dari zat-zat yang membahayakan beton, di mana pengaruh zat tersebut antara lain:
1. Pengaruh adanya garam-garam mangan, timah, seng, tembaga, dan timah hitam dengan jumlah
cukup besar pada air adukan akan menyebabkan pengurangan kekuatan beton.
2. Pengaruh adanya seng klorida dapat memperlambat ikatan awal beton sehingga beton belum
memiliki kekuatan yang cukup dalam umur 2 – 3 hari.
3. Pengaruh adanya sodium karbonat dan pontasoium dapat menyebabkan ikatan awal sangat cepat
dan dalam konsentrasi yang besar akan mengurangi kekuatan beton.
4. Pengaruh air laut yang umumnya mengandung 3,5% larutan garam, sekitar 78 persennya adalah
sodium klorida dan 15 persennya adalah magnesium sulfat akan dapat mengurangi kekuatan beton
sampai 20% dan dapat memperbesar resiko terhadap korosi tulangannya.
5. Pengaruh adanya ganggang yang mungkin terdapat dalam air atau pada permukaan butir-butir
agregat, bila tercampur dalam adukan akan mengurangi rekatan antara permukaan butir agregat dan
pasta.
6. Pengaruh adanya kandungan gula yang mungkin juga terdapat dalam air. Bila kandungan itu kurang
dari 0,05% dari berat air tampaknya tidak berpengaruh terhadap kekuatan beton. Namun dalam jumlah
yang lebih banyak dapat memperlambat ikatan awal dan kekuatan beton dapat berkurang (Syaifuddin,
2018).
II-9
bertujuan untuk mengetahui banyaknya air yang mampu diserap oleh benda uji dalam waktu 3 hari.
Besar penyerapan air dihitung sebagai berikut:
(mb-mk)
P = x 100 %..................................................................................................................(2.1)
mb
Dengan:
P = Persentase air yang terserap batako (%)
mb = Massa batako setelah direndam dalam air (g)
mk = Massa batako kering (g)
Nilai penyerapan air rata-rata dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
ƩP
P= .................................................................................................................................................(2.2)
n
Keterangan :
P = Persentase rata-rata air yang terserap batako (%)
P = Persentase air yang terserap batako (%)
n = Jumlah benda uji
Besar kecilnya penyerapan air oleh batako sangat dipengaruhi oleh pori-pori atau rongga yang terdapat
pada batako. Semakin banyak pori-pori yang terkandung dalam batako maka akan semakin besar pula
penyerapan air sehingga ketahanannya akan berkurang. Rongga (pori-pori) yang terdapat pada batako
terjadi karena kurang tepatnya kualitas dan komposisi material penyusunnya. Pengaruh rasio yang
terlalu besar dapat menyebabkan rongga karena terdapat air yang tidak bereaksi dan kemudian
menguap dan meninggalkan rongga.
II-10
Kuat tekan (Compressive Strength) suatu bahan merupakan perbandingan besarnya beban maksimum
yang dapat ditahan dengan luas penampang bahan yang mengalami gaya tersebut. Untuk menghitung
besarnya kuat tekan dipergunakan persamaan matematis berikut :
P
Fc = ..................................................................................................................................................(2.3)
A
Keterangan :
Fc = Kuat tekan (kg/cm2)
P = Beban maksimum (kg)
A = Luas penampang bahan (cm2)
Jika beban maksimum dalam satuan kN maka rumus kuat tekan batako adalah :
P x 101,97
Fc = ..............................................................................................................................(2.4)
A
Keterangan :
1 KN = 101,97 kg
Fc = Kuat tekan (kg/cm2)
P = Beban maksimum (kN)
A = Luas penampang bahan (cm2)
Nilai kuat tekan rata-rata dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Ʃ Fc
Fc = ......................................................................................................................................(2.5)
n
Keterangan :
Fc = Kuat tekan rata-rata (kg/cm2)
Fc = Kuat tekan (kg/cm2)
n = Jumlah benda uji
Untuk nilai kuat tekan dikonversi dalam satuan MPa dapat dihitung dengan rumus :
Fc
Fc = ...................................................................................................................................(2.6)
10,197
Keterangan :
1 MPa = 10,197 kg/cm2
Fc = Kuat tekan (MPa)
Fc = Kuat tekan rata-rata (kg/cm2)
II-11
2.7 Kualitas Batako
Berdasarkan SNI 03-0349-1989, bata beton (batako) harus memenuhi syarat-syarat fisis. Syarat-syarat
fisis tersebut dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2.3 Kualitas Batako
Syarat-syarat Tingkat mutu batako pejal Tingkat mutu batako lubang
No. Satuan
fisis I II III IV I II III IV
Kuat tekan bruto
1. kg/cm2 100 70 40 25 70 50 35 20
rata-rata min
Kuat tekan bruto
2. masing-masing kg/cm2 90 65 35 21 65 45 30 17
benda uji
Penyerapan air
3. % 25 35 - - 25 35 - -
rata-rata maksimal
Sumber : SNI 03-0349-1989
Berdasarkan SNI 03-0349-1989, batako pejal tingkat mutu I harus mempunyai kuat tekan bruto rata-
rata minimal 100 kg/cm2; dengan kuat tekan bruto masing-masing benda uji sebesar 90 kg/cm2; serta
penyerapan air rata-rata maksimal 25%. Batako pejal tingkat mutu II harus mempunyai kuat tekan
bruto rata-rata minimal 70 kg/cm2; dengan kuat tekan bruto masing-masing benda uji sebesar 65
kg/cm2; serta penyerapan air rata-rata maksimal 35%. Batako pejal tingkat mutu III harus mempunyai
kuat tekan bruto rata-rata minimal 40 kg/cm2; dengan kuat tekan bruto masing-masing benda uji
sebesar 35 kg/cm2; serta penyerapan air rata-rata maksimal tidak terbatas. Dan untuk batako pejal
tingkat mutu IV harus mempunyai kuat tekan bruto rata-rata minimal 25 kg/cm2; dengan kuat tekan
bruto masing-masing benda uji sebesar 21 kg/cm2; serta penyerapan air rata-rata maksimal tidak
terbatas.
II-12
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Umum
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah kajian eksperimental. Penelitian ini menggunakan
semen, air, dan suhu sebagai variabel tetap, serta pasir, abu bakar ampas tebu, dan waktu pengujian
sebagai variabel bebas. Adapun diagram alir pembuatan batako pejal dengan bahan ampas tebu
sebagai substitusi pasir adalah sebagai berikut :
Mulai
Persiapan Bahan
Pencetakan Batako
Pengujian Batako
Data Pengujian
Analisa
Selesai
3.3 Bahan
Adapun bahan-bahan yang digunakan untuk membuat batako adalah:
1. Air;
2. Semen Portland;
3. Pasir; dan
4. Abu Bakar Ampas Tebu.
3.4 Alat
Adapun alat yang digunakan dalam proses pembuatan batako adalah:
1. Ayakan 200 mesh
Ayakan 200 mesh digunakan untuk menyaring pasir dan abu ampas tebu.
2. Cetakan batako
Cetakan batako sebagai alat pencetak dengan ukuran 10 cm x 20 cm x 40 cm.
3. Timbangan
Timbangan digunakan untuk menimbang massa bahan pembuat batako.
4. Gelas ukur 500 ml
Gelas ukur 500 ml untuk mengukur volume air.
5. Alat pengaduk (molen)
Alat pengaduk (molen) untuk mengaduk bahan agar tercampur merata.
6. Stopwatch
Stopwatch digunakan sebagai alat pengukur waktu dalam penelitian.
7. Tungku pembakaran
Tungku pembakaran digunakan sebagai alat pembakaran ampas tebu.
8. Wadah ember
Wadah ini digunakan untuk merendam batako pada pengujian daya serap air.
9. Compress machine
Compress machine digunakan sebagai alat uji kuat tekan.
III-2
3.5 Rancangan Pencampuran Bahan Dasar Pembuatan Batako
Adapun rancangan pencampuran bahan dasar pembuatan batako adalah sebagai berikut:
Keterangan :
Batako yang dibuat dengan perbandingan dasar semen dan pasir berturut-turut adalah 1 : 4.
Berdasarkan penelitian Sawitri, I (2019) dan Harahap, F. (2020) batako ini memenuhi tingkat mutu IV
dalam SNI 03-0349-1989. Berikut ini adalah analisa jumlah bahan :
Volume 1 Batako = 10 cm x 20 cm x 40 cm
= 8000 cm3
= 0,008 m3
Kebutuhan Semen
1 liter (dm3) = 1,5 kg (penimbangan di lapangan)
1 m3 = 1000 dm3
1 m3 = 1000 x 1,5 = 1500 kg
Kebutuhan Pasir
1 liter (dm3) = 1,4 kg (penimbangan di lapangan)
1 m3 = 1000 dm3
1 m3 = 1000 x 1,4 = 1400 kg
III-3
Maka kebutuhan pasir untuk 1 batako normal
4
= x 0,008 m3 x 1400 kg/m3 = 8,96 kg
5
= 2,4 kg
4
b. Kebutuhan pasir = x 0,008 m3 x 1400 kg/m3
5
= 8,96 kg
Total kebutuhan (3 sampel) :
Semen = 7,2 kg ; Pasir = 26,88 kg
= 2,4 kg
3,8
b. Kebutuhan pasir = x 0,008 m3 x 1400 kg/m3
5
= 8,51 kg
0,2
c. Kebutuhan abu ampas tebu = x 0,008 m3 x 1400 kg/m3
5
= 0,45 kg
Total kebutuhan (9 sampel) :
Semen = 21,6 kg ; Pasir = 76,59 kg ; Abu ampas tebu = 4,05 kg
= 2,4 kg
3,6
b. Kebutuhan pasir = x 0,008 m3 x 1400 kg/m3
5
= 8,06 kg
0,4
c. Kebutuhan abu ampas tebu = x 0,008 m3 x 1400 kg/m3
5
= 0,89 kg
Total kebutuhan (9 sampel) :
Semen = 21,6 kg ; Pasir = 72,54 kg ; Abu ampas tebu = 8,01 kg
III-4
Abu Ampas Tebu 15% (H, I, J)
1
a. Kebutuhan semen = x 0,008 m3 x 1500 kg/m3
5
= 2,4 kg
3,4
b. Kebutuhan pasir = x 0,008 m3 x 1400 kg/m3
5
= 7,62 kg
0,6
c. Kebutuhan abu ampas tebu = x 0,008 m3 x 1400 kg/m3
5
= 1,34 kg
Total kebutuhan (9 sampel) :
Semen = 21,6 kg ; Pasir = 68,58 kg ; Abu ampas tebu = 12,06 kg
III-5
7. Menekan cetakan sampai batako menjadi padat dan merata menggunakan press hidraulik sebesar
2
100kg/cm .
8. Melepaskan batako dari cetakan.
o
9. Meletakkan batako yang telah mengeras tersebut di tempat yang teduh dengan suhu ± 29 .
10. Melakukan pengamatan dan pengujian kuat tekan dan penyerapan air batako sesuai dengan SNI
03-0349-1989 “Bata Beton untuk Pasangan Dinding”.
III-6
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam penelitian ini, jumlah ampas tebu yang diambil dari Pabrik Gula Kwala Madu adalah 200kg.
Ampas tebu tersebut dibakar menggunakan tungku pembakaran pada suhu 500°C maka abu ampas
tebu yang dihasilkan adalah 36kg. Jumlah abu ampas tebu yang dimanfaatkan dalam penelitian
pembuatan batako ini adalah 24,12kg berasal dari pembakaran 134kg ampas tebu. Dalam Lampiran 6
berdasarkan konversi perhitungan limbah, volume abu ampas tebu yang dimanfaatkan adalah sebesar
0,225m3. Potensi pemanfaatan abu ampas tebu dalam penelitian ini tergolong masih kecil dilihat dari
masih banyaknya limbah yang tersedia di pabrik gula.
Ditinjau dari studi kelayakan secara teknis, penelitian ini membutuhkan proses yang lebih rumit
dibandingkan pembuatan batako pada umumnya dikarenakan adanya proses pembakaran limbah
ampas tebu tersendiri untuk menghasilkan abu bakar yang dimanfaatkan dalam pembuatan batako.
Demikian dengan segi ekonomis, batako dengan substitusi abu ampas tebu dalam peneltian ini lebih
mahal dibandingkan batako normal, hal ini disebabkan adanya tambahan biaya transportasi dan biaya
proses pembakaran. Ditinjau dari segi lingkungan, penelitian ini dapat menghasilkan limbah baru dari
produksi batako berupa pecahan batako yang tidak dapat dipasarkan kepada konsumen.
Keterangan :
Fc = Kuat tekan rata-rata (kg/cm2)
Fc = Kuat tekan (kg/cm2)
P = Beban maksimum (KN)
A = Luas penampang bahan (cm2)
n = Jumlah benda uji
1 KN = 101,97 kg
1 MPa = 10,197 kg/cm2
IV-2
Tabel 4.1 Tabel Data Pengujian Kuat Tekan Batako
Kuat Tekan Kuat
Panjang Tebal Kuat Tekan
No. Sampel Lebar (cm) Berat (kg) Umur (hr) Beban Maks. (KN) Rata-Rata Tekan
(cm) (cm) (kg/cm2) 2
(kg/cm ) (MPa)
1 A1 (0%) 40 20 10 10,61 28 200 50,985
2 A2 (0%) 40 20 10 10,3 28 180 45,887 52,685 5,167
3 A3 (0%) 40 20 10 10,74 28 240 61,182
4 B1 (5%) 40 20 10 9,97 7 180 45,887
5 B2 (5%) 40 20 10 9,69 7 150 38,239 39,938 3,917
6 B3 (5%) 40 20 10 9,88 7 140 35,690
7 C1 (5%) 40 20 10 9,73 14 140 35,690
8 C2 (5%) 40 20 10 9,25 14 240 61,182 40,788 4,000
9 C3 (5%) 40 20 10 9,42 14 100 25,493
10 D1 (5%) 40 20 10 10,38 28 170 43,337
11 D2 (5%) 40 20 10 9,65 28 200 50,985 43,337 4,250
12 D3 (5%) 40 20 10 10,77 28 140 35,690
13 E1 (10%) 40 20 10 8,64 7 50 12,746
14 E2 (10%) 40 20 10 8,55 7 50 12,746 12,746 1,250
15 E3 (10%) 40 20 10 8,56 7 50 12,746
16 F1 (10%) 40 20 10 8,17 14 40 10,197
17 F2 (10%) 40 20 10 8,66 14 80 20,394 14,446 1,417
18 F3 (10%) 40 20 10 8,35 14 50 12,746
IV-3
Lanjutan Tabel 4.1..
Kuat Tekan
Panjang Lebar Tebal Umur Kuat Tekan Kuat Tekan
No. Sampel Berat (kg) Beban Maks. (KN) 2
Rata-Rata
(cm) (cm) (cm) (hr) (kg/cm ) (MPa)
(kg/cm2)
19 G1 (10%) 40 20 10 8,21 28 60 15,296
20 G2 (10%) 40 20 10 8,44 28 70 17,845 16,570 1,625
21 G3 (10%) 40 20 10 8,11 28 40 10,197
22 H1 (15%) 40 20 10 7,42 7 30 7,648
23 H2 (15%) 40 20 10 7,72 7 20 5,099 6,798 0,667
24 H2 (15%) 40 20 10 7,19 7 30 7,648
25 I1 (15%) 40 20 10 7,36 14 30 7,648
26 I2 (15%) 40 20 10 7,68 14 30 7,648 7,648 0,750
27 I3 (15%) 40 20 10 7,35 14 30 7,648
28 J1 (15%) 40 20 10 7,97 28 30 7,648
29 J2 (15%) 40 20 10 7 28 40 10,197 8,498 0,833
30 J3 (15%) 40 20 10 7,59 28 30 7,648
Sumber : Hasil Penelitian, 2022
IV-4
Pada tabel 4.1 dapat dilihat bahwa nilai kuat tekan rata-rata dari batako normal dalam penelitian
ini adalah 52,685kg/cm2. Berdasarkan SNI 03-0349-1989, batako normal dalam penelitian ini
termasuk ke dalam batako tingkat mutu III. Batako yang menggunakan abu ampas tebu 5% di
hari ke-7, ke-14, dan ke-28 memiliki nilai kuat tekan rata-rata berturut-turut adalah sebagai
berikut 39,938kg/cm2; 40,788kg/cm2; dan 43,337kg/cm2. Nilai kuat tekan batako dengan
menggunakan abu ampas tebu 5% lebih rendah daripada batako normal.
Batako yang menggunakan abu ampas tebu 10% dan 15% nilai kuat tekannnya juga lebih
rendah daripada batako normal dalam penelitian ini. Adapun nilai kuat tekan rata-rata dari
batako yang menggunakan abu ampas tebu 10% di hari ke-7, ke-14, dan ke-28 adalah
12,746kg/cm2; 14,446kg/cm2; dan 16,570kg/cm2. Nilai kuat tekan rata-rata dari batako yang
menggunakan abu ampas tebu 15% di hari ke-7, ke-14, dan ke-28 adalah sebagai berikut
6,798kg/cm2; 7,648kg/cm2; dan 8,498kg/cm2. Untuk lebih jelas, dapat dilihat grafik di bawah
ini.
AAT(10%)
7 14 28
Umur Batako (hari)
Dari grafik di atas dapat dilihat nilai kuat tekan rata-rata dari setiap variasi batako yang
menggunakan abu ampas tebu sebagai substitusi pasir lebih rendah dibandingkan dengan batako
normal dalam penelitian ini. Dalam SNI 03-0349-1989 tentang bata beton (batako), kuat tekan
rata-rata minimal adalah 25kg/cm2, maka batako variasi substitusi abu ampas tebu yang
memiliki nilai kuat tekan rata-rata yang memenuhi SNI adalah batako dengan variasi substitusi
5% AAT. Dengan batako variasi terbaik adalah batako variasi 5% AAT umur 28 hari dengan
IV-5
nilai kuat tekan rata-rata sebesar 43,337 kg/cm2 yang termasuk dalam kategori batako tingkat
mutu III. Berdasarkan lampiran 7 perhitungan signifikansi korelasi data, maka nilai korelasi
antara benda uji dengan nilai kuat tekan sebesar 0,906. Hal ini menunjukan bahwa abu ampas
tebu sebagai substitusi pasir berpengaruh signifikan dengan kuat tekan batako batako sebesar
90,6%.
Dibandingkan dengan penelitian Sawitri, I. (2019), kuat tekan batako dengan variasi optimal 5%
abu ampas tebu adalah sebesar 21,08 kg/cm2. Hal ini disebabkan dalam penelitiannya, abu
ampas tebu dimanfaatkan sebagai bahan pengganti (substitusi) semen. Silika yang terkandung
dalam abu ampas tebu memiliki kestabilan mekanik yang dapat menjadi bahan pengikat
(binder) pada bata beton (batako) namun tidak dapat menjadi bahan pengikat yang baik seperti
semen.
(a) (b)
Gambar 4.3 Penimbangan Batako (a) Massa Kering (b) Massa Basah
Sumber : Penelitian, 2022
Pengujian daya serap air (absorpsi) batako dilakukan berdasarkan SNI 03-0349-1989 tentang
bata beton (batako). Berikut merupakan contoh perhitungan nilai absorpsi pada sampel A :
(mb-mk) (11388 - 10388)g 1000g
PA1 = x 100 % = x 100% = x 100% = 0,08781 x 100%
mb 11388g 11388g
= 8,781 %
(mb-mk) (11217 - 10611)g 606g
PA2 = x 100 % = x 100% = x 100% = 0,05403 x 100%
mb 11217g 11217g
= 5,403 %
(mb-mk) (11255 - 10550)g 705g
PA3 = x 100 % = x 100% = x 100% = 0,06264 x 100%
mb 11255g 11255g
= 6,264 %
IV-6
ƩP (8,781 + 5,403 + 6,264) % 20,448 %
P = = = = 6,816 %
n 3 3
Keterangan:
P = Persentase rata-rata air yang terserap batako (%)
P = Persentase air yang terserap batako (%)
mb = Massa batako setelah direndam dalam air (g)
mk = Massa batako kering (g)
n = Jumlah benda uji
IV-7
Lanjutan Tabel 4.3..
Umur Massa Basah Massa Kering Absorbsi Rata-Rata
No. Sampel
(hr) (g) (g) (%) Absorpsi (%)
25 I1 (15%) 14 8732 8245 5,577
26 I2 (15%) 14 8170 7683 5,961 5,769
27 I3 (15%) 14 8690 8301 4,476
28 J1 (15%) 28 8945 7910 11,571
29 J2 (15%) 28 8293 7513 9,406 8,585
30 J3 (15%) 28 8789 8369 4,779
Sumber : Hasil Penelitian, 2022
Pada tabel 4.3 dapat dilihat bahwa nilai absorpsi rata-rata dari batako normal dalam penelitian
ini adalah 6,816%. Berdasarkan SNI 03-0349-1989, batako normal dalam penelitian ini
termasuk ke dalam batako tingkat mutu I. Batako yang menggunakan abu ampas tebu 5% di
hari ke-7, ke-14, dan ke-28 memiliki nilai absorpsi rata-rata berturut-turut adalah sebagai
berikut 5,317%; 3,346%; dan 3,361%. Nilai absorbsi batako dengan menggunakan abu ampas
tebu 5% lebih rendah daripada batako normal.
Batako yang menggunakan abu ampas tebu 10% yang nilai absorbsinya lebih tinggi daripada
batako normal di hari ke-14 dan ke-28. Adapun nilai absorbsi rata-rata dari batako yang
menggunakan abu ampas tebu 10% di hari ke-7, ke-14, dan ke-28 adalah 6,509%; 8,507%; dan
7,870%. Sedangkan batako yang menggunakan 15% abu ampas tebu lebih tinggi nilai
absorpsinya dibandingkan batako normal di hari ke-7 dan ke-28. Nilai absorbsi rata-rata dari
batako yang menggunakan abu ampas tebu 15% di hari ke-7, ke-14, dan ke-28 adalah sebagai
berikut 8,645%; 5,769%; dan 8,585%. Untuk lebih jelas, dapat dilihat grafik di bawah ini.
IV-8
Grafik Absorpsi Batako
40,000
35,000 35
AAT(5%)
30,000 AAT(10%)
Absorpsi (%)
Dari grafik di atas dapat dilihat adanya peningkatan dan penurunan nilai absorpsi dari setiap
variasi batako yang menggunakan abu ampas tebu sebagai substitusi pasir terhadap batako
normal dalam penelitian ini. Dalam SNI 03-0349-1989 tentang bata beton (batako), penyerapan
air rata-rata maksimal adalah 25%, maka nilai absorpsi setiap batako dalam penelitian ini telah
sesuai dengan SNI yaitu dengan kategori batako tingkat mutu I. Dengan batako variasi
substitusi abu ampas tebu terbaik adalah batako variasi 5% AAT umur 14 hari dengan nilai
absorpsi sebesar 3,346 % yang merupakan nilai absorpsi paling rendah dalam penelitian ini.
Berdasarkan lampiran 7 perhitungan signifikansi korelasi data, maka nilai korelasi antara benda
uji dengan nilai daya absorpsi sebesar 0,555. Hal ini menunjukan bahwa abu ampas tebu
sebagai substitusi pasir berpengaruh signifikan dengan nilai absorpsi batako sebesar 55,5%.
Dibandingkan dengan penelitian Sawitri, I. (2019), persentase absorpsi batako dengan variasi
optimal 5% abu ampas tebu sebagai substitusi semen adalah sebesar 34% termasuk dalam
kategori batako tingkat mutu II. Sedangkan dalam penelitian ini terjadi peningkatan dan
penurunan persentase absorpsi saat dilakukannya penambahan abu ampas tebu sebagai bahan
substitusi pasir dalam pembuatan bata beton (batako) masih dalam kategori batako tingkat mutu
I. Silika berperan stabil dalam penyerapan uap air yang mencegah kerusakan pada bata beton
(batako) akibat kelembapan udara.
IV-9
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dalam penelitian ini adalah :
1. Penelitian ini memiliki potensi pemanfaatan kecil dilihat dari banyaknya limbah yang ada. Volume
abu bakar ampas tebu yang dimanfaatkan dalam penelitian ini adalah sebesar 0,225 m3.
2. Variasi batako dengan nilai kuat tekan terbaik adalah batako dengan substitusi 5% abu ampas tebu
umur 28 hari, batako ini termasuk dalam SNI 03-0349-2989 batako tingkat mutu III. Variasi batako
meliputi substitusi abu ampas tebu dan umur batako berpengaruh signifikan terhadap kualitas mutu
kuat tekan batako.
3. Variasi batako dengan nilai absorpsi terbaik adalah batako dengan substitusi 5% abu ampas tebu
umur 14 hari, batako ini termasuk dalam SNI 03-0349-2989 batako tingkat mutu I. Variasi batako
meliputi substitusi abu ampas tebu dan umur batako signifikan pengaruhnya terhadap kualitas mutu
absorpsi batako.
5.2 Saran
Adapun saran dari penelitian ini adalah :
1. Melalui uji gradasi bahan, pasir dan abu bakar limbah ampas tebu tergolong dalam pasir sedang,
maka untuk penelitian selanjutnya dapat digunakan saringan ukuran 30 mesh s/d 50 mesh.
2. Perlu adanya penelitian dilanjutkan pemanfaatan limbah produksi batako.
3. Perlu adanya penelitian lain dengan menggunakan abu ampas tebu langsung dari pabrik gula, hal
ini juga dapat meniadakan efek gas rumah kaca yang ditimbulkan dari pembakaran ampas tebu
sendiri.
4. Perlu penelitian dilanjutkan dengan variasi perbandingan komposisi bahan yang berbeda.
DAFTAR PUSTAKA
[ASTM] American Society for Testing and Material. 1994. Standard Specification for Concrete
Aggregates. United States.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1989. Bata Beton untuk Pasangan Dinding. SNI 03-0349-1989.
Badan Standardisasi Nasional, Jakarta.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1989. Spesifikasi Bahan Bangunan Bagian A. SK SNI S-04-
1989-F. Badan Standardisasi Nasional, Jakarta.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2000. Tata Cara Pembuatan Rencana Campuran Beton Normal.
SNI 03-2834-2000. Badan Standardisasi Nasional, Jakarta.
Faradiba. 2020. Penggunaan Aplikasi SPSS untuk Analisa Statistika. Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan. Universitas Kristen Indonesia, Jakarta.
Firmansyah, D. 2012. Pemanfaatan Sisa Pembakaran Ampas Tebu Sebagai Bahan Pengisi Dalam
Proses Pembuatan Paving Dengan Semen Jenis PCC. Universitas Negeri Semarang,
Semarang.
Harahap, F.B. 2020. Pengujian Batako yang Menggunakan Glass Powder dan Fly Ash. Departemen
Teknik Sipil. Fakultas Teknik. Universitas Sumatera Utara, Medan.
Ismayana, N., I. Indrasti, Suprihatin, A. Mahhdu, dan A. Fredy. 2012. Faktor Rasio C/N Awal dan
Laju Aerasi pada Proses Decomposting Bagasse dan Blotong. Departemen Teknologi Industri
Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Karimah, R. 2015. Pemakaian Abu Ampas Tebu Dengan Variasi Suhu Sebagai Substitusi Parsial
Semen Dalam Campuran Beton. Universitas Muhammadiyah Malang. Vol (13). No (2).
Karisma, A. 2020. Pengaruh Pemanfaatan Serat Ampas Tebu Sebagai Bahan Tambahan Dalam
Campuran Bata Beton (Batako) terhadap Sifat Mekanik. Fakultas Teknik. Universitas
Muhammadiyah Mataram, Mataram.
Kowsik, R. 2015. Durability Study of Bagasse Ash and Silicafume Based Hollow Concrete Block For
Lean Mix. University Chennai Tamil Nadu, India. Intenational Journal of Applied
Environmental Science. ISSN 0973-6077. Vol (10). No (1): 395-407.
Latif, F., 2020. Analisis Fisik Pengaruh Limbah Abu Ampas Tebu Sebagai Substitusi Parsial Pada
Beton Normal. Universitas Muhammadiyah Makassar. Jurnal Teknik Hidro. Vol (13). No (2).
Lubis, M. 2010. Pemanfaatan Ampas Tebu dalam Pembuatan Batako Ringan yang Direncanakan
sebagai Konstruksi Dinding Kedap Suara. [Tesis]. Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam.Universitas Sumatera Utara, Medan.
Lubis,M. 2018. Pemanfaatan Blotong Tebu Dan Abu Sekam Padi Sebagai Bahan Subtitusi Dalam
Pembuatan Batako Dengan Penambahan Sikacim Concrete Additive. Universitas Sumatera
Utara, Medan.
Mirna, dkk. 2017. Analisis Sifat-sifat Fisik Keramik Berbahan Tambahan Abu Ampas Tebu dan Abu
Sekam Padi. ISSN 1412-2375. Vol (16). No (2).
Nugroho, Ari Setyo. 2014. Tinjauan Kualitas Batako dengan Pemakaian Bahan Tambah Limbah
Gypsum. Naskah Publikasi Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Pandaleke, R. 2014. Kajian Experimental Sifat Karekteristik Mortar Yang Menggunakan Abu Ampas
Tebu Sebagai Substitusi Parsial Semen. Universitas Sam Ratulangi
Sawitri, I. 2019. Pengaruh Penambahan Abu Ampas Tebu Terhadap Karakteristik Batako. Universitas
Islam Negeri Sumatera Utara, Medan.
Sulaiman, F. 2019. Pemanfataan Abu Ampas Tebu dan Polimer Alam Lateks sebagai Bahan Subtitusi
Pembuatan Beton Polimer Ramah Lingkungan. Universitas Sultan Agenng Tirtayasa, Cilegon.
Jurnal Teknik Mesin Untirta: Vol (5). No (2).
Syaifuddin. 2018. Pembuatan dan Pengujian Kuat Tekan Batako dengan Penambahan Limbah Tulang
Ikan. Skripsi. Makassar: Universitas Islam Negeri Alauddin.
Wijayanti, W. A. 2008. Pengelolaan Tanaman Tebu (Saccharum Officinarum L.) di, Pabrik Gula
Tjoekir Ptpn X, Jombang, Jawa Timur. [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Yani, M., dkk. 2012. Penilaian Daur Hidup (Life Cycle Assessment) Gula Pada Pabrik Gula Tebu.
Institut Pertanian Bogor, Bogor. ISSN: 2252 – 3324. Vol (1). No (1): 60-67.
LAMPIRAN 1
FOTO ALAT DAN BAHAN
Foto Alat
Compress Machine
Foto Bahan
Pembuatan Batako
Penyiapan Bahan
Pencampuran Bahan Menggunakan Alat Pengaduk (Molen)
Pencetakan Batako
Perendaman Batako
(a) (b)
Penimbangan Batako (a) Massa Kering (b) Massa Basah
Gradasi No. 1
No. Saringan BA BB
No. 4 100,00 90,00
No.10 95,00 55,00
No. 16 70,00 30,00
No. 30 34,00 15,00
No. 50 20,00 5,00
No. 60 15,00 3,00
No. 120 10,00 0,00
No. 200 0,00 0,00
Gradasi No. 1 (Pasir Kasar)
120,00
100,00
Persentase Komulatif (%)
80,00
60,00
Gradasi
0,00
0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00
Ukuran Saringan (mm)
Gradasi No. 2
No. Saringan BA BB
No. 4 100,00 90,00
No.10 100,00 70,00
No. 16 90,00 55,00
No. 30 59,00 35,00
No. 50 30,00 8,00
No. 60 30,00 6,00
No. 120 10,00 0,00
No. 200 8,00 0,00
100,00
Persentase Komulatif (%)
80,00
60,00
Gradasi
0,00
0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00
Ukuran Saringan (mm)
Gradasi No. 3
No. Saringan BA BB
No. 4 100,00 90,00
No.10 100,00 80,00
No. 16 100,00 75,00
No. 30 79,00 60,00
No. 50 40,00 12,00
No. 60 30,00 10,00
No. 120 10,00 0,00
No. 200 8,00 0,00
100,00
Persentase Komulatif (%)
80,00
60,00
Gradasi
0,00
0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00
Ukuran Saringan (mm)
Gradasi No. 4
No. Saringan BA BB
No. 4 100,00 95,00
No.10 100,00 90,00
No. 16 100,00 90,00
No. 30 100,00 80,00
No. 50 50,00 15,00
No. 60 38,00 15,00
No. 120 15,00 0,00
No. 200 12,00 0,00
Gradasi No. 4 (Pasir Halus)
120,00
100,00
Persentase Komulatif (%)
80,00
60,00
Gradasi
0,00
0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00
Ukuran Saringan (mm)
Shieve Analysis
No. Saringan BA BB
No. 4 100,00 95,00
No.10 100,00 75,00
No. 16 85,00 50,00
No. 30 60,00 25,00
No. 50 30,00 5,00
No. 60 20,00 5,00
No. 120 10,00 0,00
No. 200 8,00 0,00
Shieve Analysis
120,00
100,00
Persentase Komulatif (%)
80,00
60,00
Gradasi
0,00
0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00
Ukuran Saringan (mm)
LAMPIRAN 6
PERHITUNGAN VOLUME LIMBAH
ABU AMPAS TEBU
Konversi Perhitungan Limbah
Berat Abu Ampas Tebu
a) Cara Menyiram = 619,00 gram ....(1)
b) Cara Merojok = 684,80 gram ....(2)
= 0,225 m3
LAMPIRAN 7
PERHITUNGAN SIGNIFIKANSI KORELASI DATA
Rumus Korelasi
𝒏 Ʃ 𝑿𝒀− Ʃ𝑿 Ʃ𝒀
rxy =
(𝒏 Ʃ𝑿𝟐 − Ʃ𝑿)𝟐 (𝒏Ʃ𝒀𝟐 − (Ʃ𝒀)𝟐
Uji
Xi Sampel Yrata-rata Xi2 Xi.Yi Y' (Yi - Y') (Yi -Y' )2 (Yi-Yrata) (Yi-Yrata)2 SD R
(Yi)
a= 53
b= -5,29
Y= 3323 + 18,90 . Xi
Korelasi Abu Ampas Tebu dan Absorpsi Batako
Absorpsi
Xi Sampel Yrata-rata Xi2 Xi.Yi Y' (Yi - Y') (Yi -Y' )2 (Yi-Yrata) (Yi-Yrata)2 SD R
(Yi)
a= 4
b= 0,37
Y= 3323 + 18,90 . Xi
BIOGRAFI PENULIS
Asal Sekolah:
1. SD Swasta Katolik Assisi Medan, 2005-2011
2. SMP Negeri 30 Medan, 2011-2014
3. SMA Negeri 15 Medan, 2014-2017
Pengalaman Organisasi/Kerja:
1. Komisi Doa dan Keuangan UKM Kebaktian Mahasiswa Kristen (KMK) Unit Pelayanan –
Fakultas Teknik Periode 2019/2020
2. Divisi Komunikasi dan Informasi Himpunan Mahasiswa Teknik Lingkungan (HMTL) Periode
2019/2020
3. Asisten Tugas Besar Persampahan TA. 2020/2021
4. Divisi Pendidikan dan Keprofesian Himpunan Mahasiswa Teknik Lingkungan Periode
2020/2021
5. Asisten Tugas Besar Ilmu Ukur Tanah dan Perpetaan TA. 2021/2022
Artikel yang sudah dipublikasikan dalam Jurnal/Pertemuan Ilmiah: