Anda di halaman 1dari 51

KLHS RPJMN 2020-2024

Bandung, 22 April 2019

Direktur Lingkungan Hidup


Kementerian Perencanaan pembangunan Nasional/
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
1.
Pendahuluan

2
KLHS
KLHS adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan bahwa
prinsip Pembangunan Berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu
wilayah dan/atau Kebijakan, Rencana, dan/atau Program – PP No.46 tahun 2016

UU 32 Tahun 2009 PP No 46 tahun 2016


tentang Rencana tentang Tata Cara
Perlindungan dan Penyelenggaraan Kajian
Pengelolaan Lingkungan Hidup
Lingkungan Hidup Strategis

KRP yang menjadi obyek wajib KLHS, baik dalam penyusunan atau evaluasi
(PP 46 Tahun 2016):
1. RPJP Nasional/Daerah;
2. RPJM Nasional/Daerah;
3. Dst…
Prinsip Dasar KLHS

1 2 3
Menerapkan Menempatkan Menekankan pada
Kebijakan berbasis Carrying capacity trade-off analisis
Science (Evidence (termasuk emisi GRK) kebijakan untuk
based Policies) – sebagai bagian menyeimbangkan tujuan
mengaplikasikan penting dalam pembangunan ekonomi
pendekatan menyusun dan dan sosial dengan
terintegrasi berbasis merencanakan target tujuan pengelolaan Action Effect
sistem. pembangunan. lingkungan.

4 5
Menerapkan prinsip HITS Pelibatan aktif para perencana
(Holistic, Integrated, pembangunan dengan Feedback

Thematic, Spatial). stakeholders lingkungan.


Prinsip Penyusunan KLHS RPJMN 2020-2024

Bersifat wajib (PP No.46 tahun 2016) agar:

1 2 3 4

Pembangunan Dinamika Daya Menghapus Pemangku


harus terus dukung SDA dan “silo” dalam kepentingan
daya tampung punya hak suara RPJMN Hijau &
berkelanjutan perencanaan
lingkungan (Carrying yang sama dalam Rendah Karbon
Capacity) menjadi perencanaan 2020-2024
pertimbangan dalam
Kebijakan
Kaitan KLHS RPJMN 2020-2024 & SDGs

PRK & Green Growth

Kebijakan
Lainnya

RPJMN-SDG PRK
KLHS

Social Benefit Less Carbon Polution


KLHS adalah “kendaraan” atau tool untuk mengaplikasikan
analisis Kebijakan, Rencana dan Program untuk menghasilkan
Pembangunan Rendah Karbon (PRK) dalam RPJMN 2020-
2024 dan SDG Roadmap 2030.
Muatan KLHS dalam Draft RPJMN 2020-2024
1. Arahan RPJPN 2005-2025
Daftar isi 2. Tema dan Prioritas
3. Kerangka Ekonomi Makro
Ringkasan Eksekutif
Bab 1. Tema, sub-tema dan amanat RPJPN untuk
4. Development Constraint
RPJMN 2020-2024 5. Kaidah Pembangunan
6. Fokus Pembangunan & Pengarusutamaan
Bab 2. Memperkuat ketahanan ekonomi untuk
pertumbuhan yang berkualitas
1. Capaian Pembangunan 2015-2019
KLHS Bab 3. Mengembangkan wilayah untuk mengurangi 2. Lingkungan Strategis (Eksternal, Domestik, isu
kesenjangan & menjamin pemerataan
dan tantangan)
3. Sasaran, Target dan Indikator (outcome)
Bab 4. Meningkatkan SDM berkualitas dan berdaya
saing 4. Arah Kebijakan dan Strategi

Bab 5. Membangun karakter bangsa


Kaidah Pelaksanaan:
Bab 6. Memperkuat infrastruktur untuk mendukung 1. Kerangka Regulasi
pengembangan ekonomi & pelayanan dasar 2. Kerangka Kelembagaan
3. Kerangka Pendanaan
KLHS Bab 7. Membangun Lingkungan Hidup, 4. Monitoring dan Evaluasi
meningkatkan ketahanan bencana, dan 5. Pengarusutamaan (Gender, Tata Kelola,
perubahan iklim Kerentanan Pembangunan Berkelanjutan,
Modal Sosial Budaya, dan Transformasi Digital
Bab 8. Memperkuat stabilitas Polhuhankam dan
transformasi pelayanan publik
Profil Indonesia 2025
Bab 9. Kaidah Pelaksanaan • Ekonomi
• Sosial dan Budaya
Bab 10. Menuju Indonesia 2025
• Lingkungan hidup
Lampiran • Tata kelola
2.
Metodologi

8
Metodologi berbasis Sistem
Capita
l
Government
GD Revenue
P

1 Labor • Memahami perilaku dinamis sebuah fenomena


Resources Private dan mengidentifikasi variabel-variabel dari
Scarcity Investment perubahan tersebut;
Model Berbasis
Non-Spasial TFP • Menguji sensitivitas model melalui intervensi
(System Dynamics) Emission terhadap variabel-variabel tersebut (Leverage
Policy), untuk digunakan dalam proses
penyusunan kebijakan.
Renewabl
Investment
e Energy

2
• Menjadi tools evaluasi kebijakan spasial;
Model Berbasis • Membantu memprediksi atau merekayasa
Spasial dampak spasial di masa mendatang akibat
(Spatial Dynamics) intervensi tertentu, seperti perkiraan
perubahan lahan penggunaan lahan dimasa
datang.

9
Pendekatan System Dynamics

Perumusan Pengembangan Formulasi


Prinsip
Masalah/ Model, Simulasi, Kebijakan &
Utama Konseptualisasi dan Kebijakan Evaluasi

<Effect of Other <Agriculture Land to Share Agriculture


Share Other Land to Mining Land>
Land Availability> Land to Other Land
Forest Land to Other Forest Land
INIT Other Land
Land due to Mining Rate
Agriculture Land to
Other Land Rate

<Forest Land to Other


Land due to Mining> Other Land
Other Land to
<Other Land to
Forest Land Rate
Agriculture Land>

Table Share Forest


Land to Other Land Other Land to
Agriculture Land Rate
Forest Land to Other Land to Urban
Share Forest Land to
Other Land Rate Industrial Land Rate
Other Land

Structure Behavior Event <Effect of Forest


Land Availability>
Forest Land to
<Time> <Other Land to Urban
and Industrial Land>

Agriculture Land Rate


Agriculture
Forest Land Land
Agriculture Land to
<Forest Land to Forest Land Rate
Agriculture Land>
INIT Agriculture
INIT Forest Land Land
<Forest Land to Urban <Urban and Industrial Share Agriculture Land

Sosial, Ekonomi & Lingkungan and Industrial Land> Land to Mining Land> to Forest Land

Table Share Agriculture


<Time>

Forest Land to Urban Urban Industrial Land


Land to Forest Land
Industrial Land Rate to Other Land Rate
Urban Industrial Land to Agriculture Land to
Fallow and Water (Land) Urban Industrial Land
Rate Rate
Urban and
Industrial
Land
Urban Industrial Land Urban Industrial Land to
to Forest Land Rate Agriculture Land Rate
Pendekatan Spasial yang terkait dengan
hasil pemodelan System Dynamics

Land Use (Non Spatial) System Dynamics

4 7
5 6 Historical Behavior Of Land Use (CA)
Distribution
2 of Land Use
3 (Spatial) Suitability Accessibility
ANN

Zoning Validation

Analysis of Analysis Carrying Capacity of Analysis of Analysis of


Forest Availability Water Self Sufficiency (Rice) Carbon Stock
Skematik Pemodelan KLHS Berbasis System

Spatial Dynamics MAPS


Analysis Green Growth &
Low Carbon
Development Plan

INTERFACE

Green
Carrying Economy
System Capacity
Green Job
Dynamics Model
(Non-Spatial)
Database Centre
(Sectors: Agriculture, Policy/Planning/
Tabular (Statistics) Forest, Mining, etc.)
dan Spatial Programming in RPJMN
2020-2024
Kebijakan POVERTY
Distribusi upah
desa-kota
• Upah
• Distribusi pendapatan
Kebijakan • Garis kemiskinan Kebijakan
Peningkatan
Produktivitas • Kemiskinan
Kebutuhan & ketersediaan dana
pengentasan kemiskinan
(Bantuan Sosial)

POPULATION
Dampak inflasi

Kebutuhan energi
Ketersediaan energi
ENERGY Kerangka
Terintegrasi
• Penduduk kota • Permintaan energi
• Penduduk desa • Eksploitasi sumber energi
• Penduduk berdasarkan umur Ketersediaan • Ketersediaan energi

Kebutuhan energi
Kebutuhan air domestik

(tenaga kerja) • Impor energi

Tenaga kerja
energi
• Pendidikan • Share EBT
KLHS RPJMN
Ketersediaan
air domestik

Emisi energi
Ketersediaan lahan
tenaga kerja

2020-2024
Kebutuhan

Kebutuhan lahan

Kebijakan
WATER ECONOMY LAND USE
• Air Permukaan Kebutuhan air • Permintaan 7 sektor (C,G,I,X dan M) Kebutuhan • Lahan hutan
• Air Tanah ekonomi • Nilai tambah 7 sektor lahan • Lahan pertanian
• Curah Hujan • Keterkaitan input-output • Lahan permukiman & industri
• Kualitas Air Ketersediaan air • Inflasi/harga Ketersediaan • Lahan lainnya
ekonomi lahan

Ketersediaan air
untuk lahan

Kebutuhan air untuk


Kebijakan Economics stock-flows
lahan

Emisi lahan
Kebutuhan Ketersediaan SD Dampak perubahan lahan
terhadap biodiversity
Kebijakan Social
biodiversity terhadap populasi

SD perikanan perikanan Emisi industri/ekonomi


Dampak perubahan

Kebijakan stock-flows
FISHERY
• SD perikanan tangkap Natural resources
• SD perikanan budidaya
• Produktivitas perikanan budidaya
GHG EMISSION stock and flows
Dampak perubahan iklim
terhadap
SD perikanan Absortive capacity
Kebijakan stock-flows

Kebijakan BIODIVERSITY Dampak perubahan iklim terhadap biodiversity


CLIMATE
13
Model Pelaksanaan KLHS

1. 2.
PARALEL MODEL DECISION - CENTERED MODEL
Decision SEA Decision
Process Process Process

one SEA – framework of


size key activities taylor-
fits all made

RPJMN-KLHS
RPJMD KLHS
Proses Penyusunan KLHS RPJMN 2020-2024
Trade Off

Inter-related Human Activities Carrying Capacity

Dampak/
Tekanan

Energi Industri Daya Tampung Air

+
Kelautan

IKLH
KEBIJAKAN
Pertanian Kehutanan Emisi
PEMBANGUNAN
Daya Dukung
Kehati
(Ketersediaan)

Permukiman Perikanan Tutupan


dll Lahan

Trade Off Target Intensitas Emisi


Ekonomi Kemiskinan
Sektor Emisi GRK
Timeline

2017 2018 2019 2020


Juni, Agust-Okt Jan-Jun Workshop KLHS Konsultasi KLHS Workshop Konsultasi KLHS
3 kali pelatihan model Penyempurnaan exercise dan publik 1 Rancangan KLHS exercise Publik 2 Rancangan
KLHS RPJMN Model DDDTLH simulasi kebijakan KLHS RPJMN Teknokratik dan simulasi KLHS RPJMN Akhir RPJMN
teknokratik RPJMN 2020- kebijakan 2020-2024
Agust 2024 lanjutan
Jan-Mei Penyampaian KLHS RPJMN 2020-2024
Pengembangan Rancangan final
Model DDDTLH Permen PPN &
Kick-off workshop Jan Feb Apr Mei Jun Okt Jan
exercise RPJMN 2020-2024
Rancangan Rancangan Rancangan
Okt-Des Teknokratik RPJMN Akhir RPJMN
RPJMN 2020-2024 2020-2024
Sinkronisasi
2020-2024
Rpermen KLHS
RPJMN

Sept-Okt
Workshop lanjutan
per cluster KLHS
exercise
3.
Tujuan &
Ruang Lingkup

17
Tujuan & Ruang Lingkup KLHS-RPJMN
Memastikan bahwa kebijakan-kebijakan pembangunan dalam RPJMN telah
Tujuan memperhatikan aspek ketersediaan sumber daya alam serta kemampuan
daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup

Aspek Parameter
Ekonomi Pertumbuhan ekonomi

• Ketersedian Air (water stressed)


• Perikanan (MSY)
Daya dukung
• Lahan (hutan, gambut, mangrove)
• Ketersediaan Energi

• Tingkat Emisi dan intensitas emisi


• Kualitas Air
Daya tampung
• Keanekaragaman Hayati (spesies
target)
4.
Kondisi Daya Dukung
& Daya Tampung
(Baseline)

19
Kondisi Tutupan Lahan (1)

Total Forest Cover (%)


60,00

55,00

50,00

45,00

40,00

35,00
2000 2005 2010 2015 2020 2025 2030 2035 2040 2045

baseline

• Hasil proyeksi memprediksi luas hutan menurun sampai dengan 44% ditahun 2045. Sebagian
besar hutan beralih fungsi menjadi lahan pertanian;
• Luas lahan pertanian cenderung mengalami peningkatan, terutama pada periode 2000-2030,
dan setelah periode tersebut cenderung stabil;
• Luas area untuk urban dan lain-lain mengalami sedikit peningkatan dan cenderung stabil;
• Tutupan hutan pada tahun 2045 diperkirakan tersisa 84,4 juta ha, atau turun sekitar 18,81 %
dibanding tahun 2000.
Kondisi Tutupan Lahan (2) - Deforestasi
Total Forest Cover (%) Primary Forest (Hectare)
60,00 60000000

50,00 50000000

40000000
40,00
30000000
30,00
20000000
20,00
10000000

10,00 0
2000 2005 2010 2015 2020 2025 2030 2035 2040 2045
0,00
baseline
2000 2005 2010 2015 2020 2025 2030 2035 2040 2045

baseline

Secondary Forest (Hectare) Planted Forest (Hectare)


49000000 50000000
48000000
47000000 40000000
46000000
45000000 30000000
44000000
43000000 20000000
42000000
41000000 10000000
40000000
39000000 0
2000 2005 2010 2015 2020 2025 2030 2035 2040 2045 2000 2005 2010 2015 2020 2025 2030 2035 2040 2045

baseline baseline
Kondisi Tutupan Lahan (3) – Lahan Sawit
Palm Plantation (Hectare)
20000000

18000000

16000000

14000000

12000000

10000000

8000000

6000000

4000000

2000000

0
2000 2005 2010 2015 2020 2025 2030 2035 2040 2045

baseline

Luas tutupan lahan sawit pada tahun 2045 diperkirakan mencapai 18,2 juta ha,
atau naik sekitar 2,6 kali lipat dibanding tahun 2000.
Ketersediaan Air (1)
Supply-Demand Air Permukaan BOD (mg/liter)
4.000 16,00
3.500 14,00
3.000 12,00
2.500 10,00
MILIAR M3/TAHUN

2.000 8,00
1.500 6,00
1.000 4,00
500 2,00
- -

2030

2048
2000
2002
2004
2006
2008
2010
2012
2014
2016
2018
2020
2022
2024
2026
2028

2032
2034
2036
2038
2040
2042
2044
2046

2050
2000 2005 2010 2015 2020 2025 2030 2035 2040 2045

BOD Standar BOD


Baseline Demand Baseline Surface Water

COD (mg/liter)
• Pada skala nasional, ketersediaan air domestik
60,00
masih mampu memenuhi permintaan yang
50,00
ada sampai 2045;
• Kualitas air secara nasional terindikasi 40,00

30,00
mengalami penurunan, dimana tingkat
20,00
pencemaran BOD sudah mulai melalui baku
mutu 7,6 mg/l di tahun 2020. Sementara untuk 10,00

pencemaran COD, masih dibawah standar -


2000 2005 2010 2015 2020 2025 2030 2035 2040 2045
baku mutu (50mg/l).
COD Standar COD
Ketersediaan Air (2) – Water Stress Index
KETERSEDIAAN AIR
(m3/capita/year)

• Pada skala pulau, pada


wilayah tertentu di tahun
2000, tingkat ketersediaan air
mulai menunjukkan tingkat
kelangkaan, khususnya
Jawa;
• Sampai dengan tahun 2045,
tingkat ketersedian air
diwilayah Jawa, Sumatera
bagian selatan, Bali, Nusa
Tenggara Barat, Sulawesi
bagian selatan, sudah pada
tingkat langka/kritis.
Ketersediaan Energi
Suplai-Demand Energi berdasarkan Sumber Primer Proporsi EBT pada Pembangkitan Listrik
60.000 35%
30%
50.000
25%
40.000
000 TJ/ahun

20%
30.000
15%
20.000
10%
10.000 5%
- 0%
2012

2030
2000
2002
2004
2006
2008
2010

2014
2016
2018
2020
2022
2024
2026
2028

2032
2034
2036
2038
2040
2042
2044
2046
2048
2050
Permintaan Baseline Suplai Baseline
Baseline Target

• Suplai energi domestik hanya mampu memenuhi 75% permintaan energi


nasional pada tahun 2030 dan menurun hingga 28% di tahun 2045.
• Proporsi EBT terhadap pembangkitan listrik menurun dari 15% di tahun
2000, menjadi 12% di tahun 2018, 9% di tahun 2030, dan 4% di tahun 2045.
Kondisi Perikanan
Tangkapan Lestari Produksi Perikanan
10 70

8 60

6 50
Juta ton/tahun

juta ton/tahun
40
4
30
2
20
-
10

2032
2000
2002
2004
2006
2008
2010
2012
2014
2016
2018
2020
2022
2024
2026
2028
2030

2034
2036
2038
2040
2042
2044
2046
2048
2050
-

2004

2008
2000
2002

2006

2010
2012
2014
2016
2018
2020
2022
2024
2026
2028
2030
2032
2034
2036
2038
2040
2042
2044
2046
2048
2050
Tangkapan Lestari Baseline Tangkapan Lestari data

Prod Tangkap Baseline Prod BD Baseline

• Produksi perikanan tangkap di tahun 2017 tumbuh 1,5 kali


dibandingkan tahun 2000. Setelah 2017, produksi perikanan
tangkap tumbuh hanya 0,5% per tahun hingga tahun 2050;
• Produksi perikanan budidaya tumbuh rata-rata 4% dari
tahun 2017 hingga 2050.
Biodiversity – Spesies Target Tecancam Punah
−48% −1% −8% −2%

Gajah Kalimantan

Orangutan
−38%
Sumatera Anoa
Babirusa
Orangutan Borneo
−44% (3 subspesies)

Gajah Sumatera

• Berkurangnya jumlah
−39% luasan hutan
berdampak pada
Harimau Sumatera penurunan luas habitat
ideal dari spesies
target terancam punah;
• Penurunan luas habitat
Badak Jawa terbesar cenderung
Owa Jawa
−12% terjadi di Pulau
−12% Sumatera.
Kondisi Mangrove

Mangrove
3500000

3000000

2500000

2000000

1500000

1000000

500000

0
2000 2005 2010 2015 2020 2025 2030 2035 2040 2045

baseline

Luas mangrove menurun sebesar 31,25%, dari sekitar 3,2 juta ha


di tahun 2000 menjadi sekitar 2,2 juta ha di tahun 2045.
Emisi
Total Emissions Emission Intensity
7000000 1.000
900
6000000
800
gIGA GR co2/YEAR

5000000 700

Ton/Bilion Rp
4000000 600
500
3000000
400
2000000 300
1000000 200
100
0
-
2000
2002
2004
2006
2008
2010
2012
2014
2016
2018
2020
2022
2024
2026
2028
2030
2032
2034
2036
2038
2040
2042
2044
2046
2048
2050
2000 2005 2010 2015 2020 2025 2030 2035 2040 2045 2050

Baseline Baseline

• Secara baseline, emisi pada tahun 2030 diperkirakan meningkat 1,9 kali
dibandingkan dengan emisi tahun 2010.
• Berdasarkan tren historis, intensitas emisi cenderung menurun,
diperkirakan upaya-upaya penurunan emisi oleh pelaku ekonomi sudah
dilakukan dan masih perlu dioptimalkan.
Pertumbuhan Ekonomi
Laju Pertumbuhan Ekonomi GDP Per Capita
7,00%
25000
6,00%
5,00% 20000
4,00%
15000
3,00%
2,00% 10000
1,00%
5000
0,00%
2015 2020 2025 2030 2035 2040 2045 2050
0

2020

2036
2000
2002
2004
2006
2008
2010
2012
2014
2016
2018

2022
2024
2026
2028
2030
2032
2034

2038
2040
2042
2044
2046
2048
2050
Baseline Macroeconomic directorate (fair) Baseline

• Pada skenario pertumbuhan tanpa mempertimbangkan daya dukung dan daya tampung,
laju pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan meningkat secara bertahap sampai dengan
dikisaran 5,7% di tahun 2045.
• Sementara menurut skenario baseline, ketika aspek daya dukung dan daya tampung
dipertimbangkan, diproyeksikan laju pertumbuhan ekonomi lebih rendah jika dibandingkan
dengan skenario awal.
• Pada skenario baseline, pertumbuhan diprediksi meningkat pada kisaran 5,1% - 5,3% per
tahun dari tahun 2017 hingga tahun 2030, 5,5% di tahun 2040 dan melambat sebesar 5,1%
di tahun 2045.
5.
Kebijakan
RPJMN

31
Skenario Kebijakan PRK berbasis SDG

EKONOMI ENERGI PERTANIAN


• Investasi teknologi hijau • Efisiensi Energi • Meningkatkan
• Pengurangan subsidi di • Pengembangan pembangkit EBT produktivitas LAHAN
bidang energi • Peningkatan penggunaan biofuel • Penerapan manajemen • Restorasi Gambut
pertanian berkelanjutan • Reforestasi
• Menahan laju konversi hutan
primer ke sekunder
• Menahan laju konversi hutan
sekunder ke hutan tanaman
• Menahan deforestasi dari
hutan menjadi non-hutan
• Mencegah kebakaran gambut
PERKEBUNAN PERIKANAN SAMPAH • Implementasi Reduced Impact
Meningkatkan • Peningkatan kapasitas SDM • Penanganan sampah Logging (RIL)
produktivitas lahan sawit • Efisiensi bahan bakar perahu rumah tangga • Moratorium gambut, hutan
melalui Sertifikasi lahan • Teknologi floating storage • Manajemen limbah industri primer & penerapan RTRW
ISPO dan RSPO • Peningkatan produktivitas • Efisiensi & pengelolaan
aquaculture & rumput laut industri
Tutupan Lahan
• Skenario baseline, hutan cenderung
menurun beralih fungsi menjadi
lahan pertanian.
• Skenario Fair, moratorium hutan
mengakibatkan pertumbuhan lahan
pertanian terhenti.
• Skenario Conservation, luas hutan
meningkat. Baseline Scenario

Fair Scenario Ambitious Scenario


Tutupan Lahan

Baseline Scenario

Fair Scenario Ambitious Scenario


Deforestasi Hutan
Total Forest Cover (%)
60,00 Mengikuti scenario baseline
tutupan hutan pada tahun 2045
50,00
diperkirakan tersisa 84,4 juta ha,
40,00
atau turun sekitar 18,81 %
dibanding tahun 2000.
30,00

20,00
Ketaatan terhadap RTRW dan
moratorium hutan primer
10,00 (scenario Fair) dapat menahan
laju penurunan deforestasi
0,00
2000 2005 2010 2015 2020 2025 2030 2035 2040 2045 menjadi 8,82%, dan dengan
baseline fair conservation
skenario conservation
penurunan hutan dapat ditahan
pada angka 4,56 % .
Deforestasi Hutan

Baseline Scenario

Fair Scenario Ambitious Scenario


Deforestasi Hutan
Total Forest Cover (%) Primary Forest (Hectare)
60,00 60000000

50,00 50000000

40000000
40,00
30000000
30,00
20000000
20,00
10000000

10,00 0
2000 2005 2010 2015 2020 2025 2030 2035 2040 2045
0,00
baseline fair conservation
2000 2005 2010 2015 2020 2025 2030 2035 2040 2045

baseline fair conservation

Secondary Forest (Hectare) Planted Forest (Hectare)


60000000 50000000

50000000 40000000
40000000
30000000
30000000
20000000
20000000

10000000 10000000

0 0
2000 2005 2010 2015 2020 2025 2030 2035 2040 2045 2000 2005 2010 2015 2020 2025 2030 2035 2040 2045

baseline fair conservation baseline fair conservation


Tutupan Lahan Sawit
Palm Plantation (Hectare) • Mengikuti trend historis, luas
20000000 tutupan lahan sawit pada tahun
18000000 2045 diperkirakan mencapai 18,2
16000000
juta ha, atau naik sekitar 2,6 kali
14000000
lipat dibanding tahun 2000.
12000000

10000000

8000000
• Ketaatan terhadap RTRW dan
6000000
moratorium hutan primer (scenario
4000000 Fair) dapat menahan
2000000 penambahan luas lahan sawit
0
2000 2005 2010 2015 2020 2025 2030 2035 2040 2045
sebesar 9,9%, dan dengan
baseline fair conservation
skenario conservation
penambahan luas lahan sawit
dapat ditahan sebesar 34,3 % .
Simulasi Proyeksi Perkebunan Sawit

Baseline Scenario
Baseline Scenario

Fair Scenario
Fair Scenario Ambitious
Ambitious Scenario
Scenario
Kualitas Air
BOD
16
14
• Pada kondisi baseline, kualitas air secara
12 nasional cenderung memburuk dengan nilai
10 BOD dan COD yang selalu meningkat
MG/L

8
setiap tahun.
6
4 • Nilai BOD pada tingkat nasional bahkan
2 akan melampaui batas standar BOD di
0 tahun 2030 (Standar BOD kelas III PP 82

2046
2048
2050
2000
2002
2004
2006
2008
2010
2012
2014
2016
2018
2020
2022
2024
2026
2028
2030
2032
2034
2036
2038
2040
2042
2044
tahun 2011)
Ambisius Fair Baseline Standar (Kelas III)
• Nilai COD pada tingkat nasional masih
belum melampaui batas standar COD Kelas
COD III PP 82 tahun 2011, namun menunjukkan
60 nilai yang terus meningkat setiap tahun.
50
• Melalui implementasi manajemen pertanian
40
berkelanjutan, nilai BOD mampu ditekan
MG/L

30
20
dan baru melewati standar BOD di tahun
10
2038.
0 • Nilai COD juga mampu ditekan walaupun
2000
2002
2004
2006
2008
2010
2012
2014
2016
2018
2020
2022
2024
2026
2028
2030
2032
2034
2036
2038
2040
2042
2044
2046
2048
2050
masih menunjukkan nilai yang meningkat.
Ambisius Fair Baseline Standar (Kelas III)
Ketersediaan Air
KETERSEDIAAN AIR (m3/capita/year)

Legend
LEGEND:
0
no stress
stress
scarcity
absolute scarcity
255

Supply-Demand Air Permukaan


4.000

3.500

3.000

2.500
• Secara umum, pada situasi baseline suplai air domestik
MILIAR M3/TAHUN

2.000
pada tingkat nasional masih mampu memenuhi permintaan
1.500
air keseluruhan. Tingkat ketersediaan suplai (rasio
1.000
suplai/demand) berada pada level 342% hingga 223%
terhadap kebutuhan air dalam kurun waktu 2000-2050.
500

-
• Namun secara spatial, ketersediaan air pada level regional
(pulau) mulai menunjukkan tingkat kelangkaan pada wilayah
2004

2018

2032

2046
2000
2002

2006
2008
2010
2012
2014
2016

2020
2022
2024
2026
2028
2030

2034
2036
2038
2040
2042
2044

2048
2050

tertentu. khususnya di Pulau Jawa


Ambisius Fair Baseline Demand Baseline Surface Water
Ketersediaan Energi
Suplai Domestik-Permintaan Energi
60.000 • Secara baseline, suplai energi domestik
50.000 hanya mampu memenuhi 75% permintaan
000 TJ/tahun

40.000
energi nasional pada tahun 2030 dan
30.000
menurun hingga 28% di tahun 2045.
20.000

10.000
• Proporsi EBT terhadap pembangkitan listrik
-
menurun dari 15% di tahun 2000, menjadi
12% di tahun 2018, 9% di tahun 2030, dan
2000
2002
2004
2006
2008
2010
2012
2014
2016
2018
2020
2022
2024
2026
2028
2030
2032
2034
2036
2038
2040
2042
2044
2046
2048
2050
Permintaan Baseline Demand Fair Supply Fair
4% di tahun 2045.
Demand Ambitious Supply Ambitious • Melalui implementasi kebijakan, suplai energi
domestik dapat memenuhi permintaan energi
Proporsi EBT Pembangkitan Listrik nasional 77% di tahun 2030 dan 60% di tahun
35% 2045.
30%
• Melalui implementasi pengembangan
25%
pembangkit EBT sesuai dengan RUEN
20%
mampu meningkatkan proporsi EBT sebesar
15%
10%
205-30% di tahun 2030 dan 21%-32% di
5%
tahun 2045.
0%
2000
2002
2004
2006
2008
2010
2012
2014
2016
2018
2020
2022
2024
2026
2028
2030
2032
2034
2036
2038
2040
2042
2044
2046
2048
2050

Ambisius Fair Baseline Target


Habitat Spesies Target
• Pada umumnya pemberlakuan skenario fair dan
conservation berhasil mengurangi laju degradasi
habitat satwa terancam punah
• Skenario fair berhasil menurunkan degradasi
habitat orang utan bornero secara signifikan,
sedangkan untuk satwa lainnya tidak memberikan
dampak yang signifikan
• Skenario konservasi secara umum memberikan
dampak yang signifikan untuk menahan degradasi
habitat semua spesies target Baseline Scenario

Fair Scenario Conservation Scenario


Kondisi Habitat Ideal Spesies Target Terancam Punah
BAU : −1% BAU : −8%
BAU : −48% BAU : −38% FAIR : 0% FAIR : −5% BAU : −2%
FAIR : − 44% FAIR : − 25% CONS : 0% CONS : −3% FAIR : 0%
CONS : − 13% CONS : − 13% Gajah Kalimantan CONS : 0%

Orangutan
Sumatera Anoa
Babirusa
Orangutan Borneo
(3 subspesies)
BAU : −44%
FAIR : − 42%
CONS : − 14%

Gajah Sumatera

BAU : −39%
FAIR : − 33%
CONS : −11%

Harimau Sumatera

Badak Jawa
Owa Jawa
BAU : −12% BAU : −12%
FAIR : − 8% FAIR : −3%
CONS : −5% CONS : −3%
Maximum Sustainable Yield Perikanan Tangkap
Tangkapan Lestari
20
• Secara baseline, produksi perikanan
15
tangkap di tahun 2017 tumbuh 1,5 kali
dibandingkan di tahun 2000, namun tumbuh
Juta ton/tahun

10

5
0,5% per tahun hingga tahun 2050.
- • Produksi perikanan budidaya tumbuh rata-
2002

2012

2022

2032

2042
2000

2004
2006
2008
2010

2014
2016
2018
2020

2024
2026
2028
2030

2034
2036
2038
2040

2044
2046
2048
2050
rata 4% dari tahun 2017 hingga 2050.
Tangkapan Lestari Ambisius Tangkapan Lestari Fair
• Penerapan kebijakan pada manajemen
Tangkapan Lestari Baseline Tangkapan Lestari data
SDM dan manajemen area tangkap akan
mampu meningkatkan produksi perikanan
Produksi Perikanan
80
tangkap lebih tinggi 65% di tahun 2030 dan
70 72,8% di tahun 2045 dari baseline.
60
juta ton/tahun

50
40
• Penerapan teknologi dan peningkatan
30 produktivitas Aquaculture, produksi
20
10 perikanan budidaya juga meningkat
-
sebesar 13,5% di tahun 2030 dan 12% di
2024

2034

2044
2000
2002
2004
2006
2008
2010
2012
2014
2016
2018
2020
2022

2026
2028
2030
2032

2036
2038
2040
2042

2046
2048
2050 tahun 2045 dibandingkan baseline.
Prod Tangkap Ambisius Prod Tangkap Fair Prod Tangkap Baseline
Prod BD Baseline Prod BD Fair Prod BD Ambisius
Simulasi Mangrove
Mangrove
3500000

3000000

2500000

2000000

1500000

1000000

500000

0
2000 2005 2010 2015 2020 2025 2030 2035 2040 2045

baseline fair ambitious Baseline Scenario

Fair Scenario Ambitious Scenario


Emisi
Total Emissions
• Secara baseline, emisi pada tahun 2030 diperkirakan
7000000

6000000
1,9 kali dibandingkan dengan emisi tahun 2010.
PDB diperkirakan menjadi 3 kali lipat dibanding
gIGA GR co2/YEAR

5000000

4000000
periode yang sama. Artinya, emisi yang dihasilkan
3000000
masih lebih rendah dibanding pertumbuhan ekonomi
2000000 yang dicapai (intensitas emisi semakin menurun).
1000000 • emisi energi berkontribusi 45% dari emisi total
0 2018 Indonesia dan semakin meningkat menjadi 59%
2000
2002
2004
2006
2008
2010
2012
2014
2016

2020
2022
2024
2026
2028
2030
2032
2034
2036
2038
2040
2042
2044
2046
2048
2050
pada 2030. Sementara emisi berbasis lahan (tanpa
Ambitious Fair Baseline kebakaran gambut) menurun dari 39% ke besaran
29% dari total emisi Indonesia
Emissions Reduction • Kombinasi kebijakan mitigasi emisi, menghasilkan
10,0% penurunan emisi lebih kurang 29%-42% pada tahun
0,0% 2030. Penurunan ini sebagian besar merupakan
PENURUNAN EMISI GRK
-10,0%

-20,0%
kontribusi dari sektor lahan dan energi

-30,0%
CAPAIAN
-40,0%
PENURUNAN 2017 2020 2024 2030 2045
-50,0%
EMISI GRK
2030
2000
2002
2004
2006
2008
2010
2012
2014
2016
2018
2020
2022
2024
2026
2028

2032
2034
2036
2038
2040
2042
2044
2046
2048
2050

DIBAWAH 4,8% 10,6% 24% 29,8% 34,5%


Ambitious Fair BASELINE
(FAIR)
Intensitas Emisi
Emission Intensity
1.000
900 • Intensitas emisi yang semakin menurun, berarti
800
700 untuk menghasilkan suatu produk di sektor ekonomi
Ton/Bilion Rp

600
500
yang sama pada periode berikutnya, dihasilkan
400 emisi yang relatif lebih kecil.
300
200 • Dengan demikian, berdasarkan tren historis juga
100
-
telah dilakukan upaya-upaya penurunan emisi oleh
2000 2005 2010 2015 2020 2025 2030 2035 2040 2045 2050 pelaku ekonomi (baik berupa efisiensi sumber daya,
Ambitious Fair Baseline energi, minimasi konversi lahan, perubahan pola
konsumsi, dsb) yang berdampak terhadap besaran
Emission Intensity Reduction emisi yang dihasilkan.
0,00% • Kombinasi kebijakan mitigasi emisi, menghasilkan
2000 2005 2010 2015 2020 2025 2030 2035 2040 2045 2050
-10,00% penurunan intensitas emisi lebih kurang 33%-46%
-20,00%
pada tahun 2030 dan sekira 44%-51% pada 2045
-30,00%
CAPAIAN
-40,00% PENURUNAN 2017 2020 2024 2030 2045
INTENSITAS
-50,00%
EMISI GRK
DIBAWAH 4,8% 11% 25,5% 33,32% 44,04%
-60,00%
BASELINE (FAIR)
Ambitious Fair
Dampak terhadap Ekonomi
Laju Pertumbuhan Ekonomi
7,00%
6,00%
• Pada baseline, pertumbuhan ekonomi meningkat
5,00%
pada kisaran 5,1% - 5,3% per tahun dari tahun 2017
4,00%
hingga tahun 2030, 5,5% di tahun 2040 dan
3,00%
melambat sebesar 5,1% di tahun 2045.
2,00% • Implementasi kebijakan untuk skenario fair,
1,00% pertumbuhan ekonomi mencapai kisaran 5,1% -
0,00% 5,8% dari tahun 2017 hingga 2030, 6,2% di tahun
2015 2020 2025 2030 2035 2040 2045 2050 2040, dan melambat menjadi 5,7% di tahun 2045.
Ambitious + LCDi Fair + LCDi
• Implementasi kebijakan untuk skenario ambisius,
Baseline Macroeconomic directorate (fair)
pertumbuhan ekonomi mencapai kisaran 5,1% -
5,9% dari tahun 2017 hingga 2030, 6,4% di tahun
2040, dan melambat menjadi 5,9% di tahun 2045.
GDP Per Capita • Pada skenario baseline, PDB per kapita Indonesia
35000 sekitar 4900 USD/kapita/tahun, di tahun 2030
30000 meningkat menjadi 8600 USD/kapita/tahun, dan
25000 sebesar 18.700 USD/kapita/tahun di tahun 2045
20000 (naik 3,8 kali dibandingkan 2017)
15000 • Implementasi kebijakan PRK untuk skenario fair dan
10000 ambisius meningkatkan PDB per kapita 7% lebih
5000 tinggi di tahun 2030 dan 23% di tahun 2045
0 dibandingkan baseline
2000
2002
2004
2006
2008
2010
2012
2014
2016
2018
2020
2022
2024
2026
2028
2030
2032
2034
2036
2038
2040
2042
2044
2046
2048
2050

Ambitious Fair Baseline


KESIMPULAN
1. Pembangunan belum berkelanjutan bila mengikuti pola
pembangunan masa lalu;

2. Perlu dilakukan “Lompatan” kebijakan pembangunan menuju


Ekonomi Hijau;

3. Kebijakan pembangunan rendah karbon yang sekaligus


mempertimbangkan DDDT terbukti dapat sejalan dengan harapan
pertumbuhan ekonomi dan target penurunan emisi GRK.
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai