Anda di halaman 1dari 11

Kajian lingkungan hidup strategis dan tata ruang

Di Ajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas kelompok Mata Kuliah Hukum
Lingkungan
Yang Di Bimbing Oleh :
Tiara Ayu Lestari, S.,H,M.H.

Anggota Kelompok:

Friska Natasya (2102010090)


Muhamad Farhan Namara (2102010064)
Rose Amadya (2102010061)
Ahmad Hadidtia Haekal Faidz (2102010077)
Nailis Afidah utami (2102010102)
Aqilla Anta (2102010104)
Dendy Saputra (2102010092)
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM SYEKH YUSUF TANGERANG
2023
Pengertian Kajian Lingkungan Hidup Dan Strategis
Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) merupakan kajian yang dilakukan sejak
perumusan Kebijakan, Rencana dan Program (KRP) yang dalam kajiannya dilakukan telaah
terhadap perkiraan dampak lingkungan dari Kebijakan, Rencana dan Program (KRP). Sadler dan
Verheem (1996) mendefinisikan KLHS sebagai proses sistematis untuk mengevaluasi
konsekuensi lingkungan hidup dari suatu usulan kebijakan, rencana, atau program sebagai upaya
untuk menjamin bahwa konsekuensi dimaksud telah dipertimbangkan dan dimasukan sedini
mungkin dalam proses pengambilan keputusan parallel dengan pertimbangan sosial dan ekonomi
keberlanjutan lingkungan hidup.
Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) sebagai instrumen utama dapat dilihat pada
pengaturannya dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup pada ketentuan Pasal 14 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yaitu Instrumen pencegahan
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup terdiri atas:
a. KLHS;
b. Tata Ruang;
c. Baku Mutu Lingkungan Hidup;
d. Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup;
e. Amdal;
f. UKL-UPL;
g. Perizinan;
h. Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup;
i. Peraturan Perundang-Undangan Berbasis Lingkungan Hidup;
j. Anggaran Berbasis Lingkungan Hidup;
k. Analisis Risiko Lingkungan Hidup;
l. Audit Lingkungan Hidup; dan m. Instrumen Lain Sesuai Dengan Kebutuhan Dan/Atau
Perkembangan Ilmu Pengetahuan.
Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) di Indonesia dalam UndangUndang Nomor 32
Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup tidak terlepas dari
kebutuhan negara Indonesia untuk menanggulangi dan mencegah bencana lingkungan hidup.
Pembangunan yang mengintegrasikan lingkungan hidup, sosial, ekonomi ke dalam strategi dan
proses pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup, kesejahteraan dan mutu hidup
generasi sekarang dan generasi mendatang khususnya kawasan pesisir yang luput dari perhatian
Pemerintah Daerah.
Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 yang menyatakan bahwa
Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib membuat Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)
dengan tujuan untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar
dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau Kebijakan, Rencana dan Program
(KRP).
Pengertian KLHS yang bermacam-macam dan tergantung pada sudut pandang yang berbeda
juga dapat di konsep atau prinsip-prinsip dasar KLHS itu sendiri. Berbagai prinsip-prinsip KLHS
tidak ada yang secara universal di terima oleh semua pihak, prinsip-prinsip KLHS yang
diletakkan oleh sadler dan verheem serta sadler dan brook, sesuai untuk situasi indosenesia.
Prinsip-prinsip ini antara lain:
 Sesuai kebutuhan
 Berorientasi pada tujuan
 Di dorong motif keberlanjutan
 Lingkup yang komperhensif
 Relevan dengan kebijakan
 Terpadu
 Transparan
 Partisipatif
 Akuntabel
 Efektif- biaya
Selain prinsip-prinsip dasar tersebut, khusus untuk Indonesia, juga terfomulasi nilai-nilai
yang di pandang penting untuk dianut dalam aplikasi KLHS di indonesia seperti: keterkaitan,
keseimbangan, dan keadilan. prinsip-prinsip ini sebagiannya di anggap relevan dengan kebijakan
lingkungan di Indonesia telah di adopsi oleh undang-undang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup.

Fungsi Kajian Lingkungan Hidup Strategis


Secara umum, KLHS berfungsi untuk menelaah efek dan/atau dampak lingkungan, sekaligus
mendorong pemenuhan tujuan- tujuan keberlanjutan pembangunan dan pengelolaan sumberdaya
dari suatu kebijakan, rencana atau program pembangunan. Kaidah terpenting KLHS dalam
perencanaan tata ruang adalah pelaksanaan yang bersifat partisipatif, dan sedapat mungkin
didasarkan pada keinginan sendiri untuk memperbaiki mutu KRP tata ruang (selfassessment)
agar keseluruhan proses bersifat lebih efisien dan efektif.
Asas-asas hasil penjabaran prinsip keberlanjutan yang mendasari KLHS bagi penataan ruang
adalah :
 Keterkaitan (interdependency)
 Keseimbangan (equilibrium)
 Keadilan (justice)
Keterkaitan (interdependency) menekankan pertimbangan keterkaitan antara satu komponen
dengan komponen lain, antara satu unsur dengan unsur lain, atau antara satu variabel biofisik
dengan variabel biologi, atau keterkaitan antara lokal dan global, keterkaitan antar sektor, antar
daerah, dan seterusnya.
Keseimbangan (equilibrium) menekankan aplikasi keseimbangan antar aspek, kepentingan,
maupun interaksi antara makhluk hidup dan ruang hidupnya, seperti diantaranya adalah
keseimbangan laju pembangunan dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup,
keseimbangan pemanfaatan dengan perlindungan dan pemulihan cadangan sumber daya alam,
keseimbangan antara pemanfaatan ruang dengan pengelolaan dampaknya, dan lain sebagainya.
Keadilan (justice) untuk menekankan agar dapat dihasilkan kebijakan, rencana dan program yang
tidak mengakibatkan pembatasan akses dan kontrol terhadap sumber-sumber alam, modal dan
infrastruktur, atau pengetahuan dan informasi kepada sekelompok orang tertentu.
Tata Laksana KLHS dalam Perencanaan Tata Ruang
Pada prinsipnya, proses KLHS harus dilakukan terintegrasi dengan proses perencanaan tata
ruang. Beragamnya kondisi yang mempengaruhi proses perencanaan tata ruang menyebabkan
integrasi tersebut bisa dilaksanakan dalam 2 (dua) cara, yaitu:
a. Penyusunan dokumen KLHS untuk menjadi masukan bagi RTRW atau KRP tata ruang
b. Melebur proses KLHS dengan proses penyusunan RTRW atau KRP tata ruang

Penting Nya Kajian Lingkungan Hidup Strategis


Dalam konteks pengarusutamaan Pembangunan berkelanjutan sebagaimana
dimanatkan dalam system perencanaan Pembangunan nasional (UU No. 25 Tahun
2004), KLHS menjadi kerangka integrative untuk:
 Meningkatkan manfaat Pembangunan
 Menjamin keberlanjutan rencana dan implementasi pembangunan
 Membantu menangani permasalahan lintas batas dan lintas sector, baik di
tingkat kabupaten, provinsi, maupun antar negara( jika di perlukan) dan
kemudian menjadi acuan dasar bagi proses penentuan kebijakan, perumusan
strategi, dan rancangan program.
 Mengurangi kemungkinan kekeliruan dalam dalam membuat
perkiraan/prediksi pada awal proses perencanaan kebijakan, rencana, atau
program pembangunan
 Memungkinkan antisipasi dini secara lebih efektif terhadap dampak efektif
terhadap dampak negatif lingkungan di tingkat proyek pembangunan, karena
pertimbangan lingkungan telah dikaji sejak awal terhadap formulasi
kebijakan, rencana, atau program pembangunan.
Pengertian Tata Ruang
Ruang merupakan wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan dan ruang udara sebagai
satu kesatuan wilayah tempat manusia dan makhluk hidup lainnya hidup dan melakukan kegiatan
serta memelihara kelangsungan hidupnya tersebut. Dalam ruang terdapat tiga komponen-
komponen lingkungan yang dapat berupa biotik dan abiotik serta kultural. Ketiga komponen
tersebut selalu saling interaksi, integrasi dan interdependensi dalam suatu ruang. Karenanya
untuk tidak menurunkan fungsi ketiga komponen tersebut, maka diperlukan pengelolaannya.
Dalam definisi secara umum, tata ruang adalah bentuk dari susunan pusat-pusat permukiman dan
sistem jaringan sarana prasarana pendukung aktivitas sosial-ekonomi masyarakat (struktur
ruang), yang peruntukannya terbagi-bagi dalam fungsi lindung dan budidaya (pola ruang). Tata
ruang memiliki kaitan erat dengan kegiatan penataan ruang di setiap negara.
Selanjutnya pengertian ruang menurut para ahli, yakni sebagai berikut: Ruang dapat diartikan
sebagai wadah kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya serta sumber daya alam. Ruang,
baik sebagai wadah maupun sebagai sumber daya alam, adalah terbatas. Sebagai wadah dia
terbatas pada besaran wilayahnya, sedangkan sebagai sumber daya terbatas pada daya
dukungnya. Oleh karena itu, pemanfaatan ruang perlu ditata agar tidak terjadi pemborosan dan
penurunan kualitas ruang (Ahmadi, 1995: 1).
Pemahaman tentang tata ruang dalam arti luas mencakup keterkaitan dan keserasian tata guna
lahan, tata guna air, tata guna udara serta alokasi sumber daya melalui koordinasi dan upaya
penyelesaian konflik antar kepentingan yang berbeda. Asas penataan ruang menurut undang-
undang penataan ruang adalah sebagai berikut, pertama, Pemanfaatan ruang bagi semua
kepentingan secara terpadu, berdaya guna dan berhasil guna, serasi dan seimbang dan
berkelanjutan; dan kedua, Keterbukaan, persamaan, keadilan dan perlindungan hukum Asas
tersebut di atas memberi isyarat 3 (tiga) aspek pokok yang harus diperhatikan dalam penataan
ruang.
pokok yang harus diperhatikan dalam penataan ruang yaitu:
a. Aspek lingkungan hidup fisik umumnya dan sumber daya alam khususnya yang
dimanfaatkan;
b. Aspek masyarakat termasuk aspirasi sebagai pemanfaat;
c. Aspek pengelola lingkungan fisik oleh pemerintah yang dibantu masyarakat, yang
mengatur pengelolaannya dengan memperhatikan dan mempertimbangkan kondisi dan
potensi lingkungan fisik serta kebutuhan masyarakat agar pemanfaatan ruang tersebut
dapat dilaksanakan secara berkelanjutan.
Sebagai suatu manajemen untuk mengatasi konflik, maka tujuan penataan ruang meliputi:
pertama, mewujudkan optimalisasi pemanfaatan ruang, baik sebagai sumber daya alam maupun
sebagai wadah kegiatan; kedua, meminimalisir konflik dari berbagai kepentingan; ketiga,
mewujudkan perlindungan fungsi ruang dan mencegah dampak negatif terhadap lingkungan;
keempat, melindungi kepentingan nasional dalam rangka pertahanan dan keamanan.

Jenis Perencanaan Tata Ruang


Perencanaan tata ruang terbagi menjadi tiga, yaitu: Perencanaan tata ruang wilayah nasional
Perencanaan tata ruang wilayah nasional sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata ruang wilayah nasional arahan kebijakan
dan strategi pemanfaatan ruang wilayah negara yang dijadikan acuan untuk perencanaan jangka
panjang. Jangka waktu perencanaan tata ruang wilayah nasional adalah 20 tahun. Selama lima
tahun sekali akan dilakukan peninjauan.
Rencana tata ruang wilayah nasional memuat:
1. Penyusunan rencana pembangunan jangka panjang nasional.
2. Penyusunan rencana pembangunan jangka menengah nasional
3. Pemanfaatan ruang dan pengendalian ruang di wilayah nasional.
4. Perwujudan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan antarwilayah
provinsi, serta keserasian antarsektor.
5. Penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi.
6. Penataan ruang kawasan strategis nasional
7. Penataan ruang wilayah provinsi dan kabupaten dan kota.
8. Kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah nasional.
9. Kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah nasional meliputi kebijakan
pengembangan struktur ruang dan pola ruang.
Struktur ruang wilayah nasional meliputi:
Akses pelayanan perkotaan dan pusat pertumbuhan ekonomi wilayah Kualitas dan jangkauan
pelayanan jaringan prasarana transportasi, telekomunikasi, energi, dan sumber daya air. Pola
ruang wilayah nasional memiliki tiga bagian, yaitu kawasan lindung, kawasan budi daya, dan
kawasan strategis nasional. Dengan tujuan sebagai berikut:
1. Tujuan penataan ruang wiayah nasional mewujudkan beberapa hal, di antaranya:
2. Ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan.
3. Keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan
4. Keterpaduan pemanfaatan ruang darat, laut, dan udara, termasuk ruang di dalam bumi.
5. Keterpaduan perencanaan tata ruang wilayah nasional, provinsi, dan kabupaten atau kota.
6. Pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan bagi peningkatan kesejahteraan
masyarakat.
Perencanaan tata ruang wilayah provinsi:
Rencana tata ruang yang bersifat umum dari wilayah provinsi. Dalam penyusunan harus
mengacu pada rencana tata ruang wilayah nasional. Pedoman tersebut dalam bidang penataan
ruang dan rencana pembangunan jangka panjang daerah.
Rencana tata ruang wilayah provinsi memuat:
1. Tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah provinsi
2. Rencana struktur ruang wilayah provinsi meliputi sistem perkotaan yang berkaitan
dengan kawasan pedesaan.
3. Penetapan kawasan strategis provinsi Arahan pemanfaatan ruang wilayah yang berisi
indikasi program utama jangka menengah lima tahunan.
4. Arahan tata ruang wilayah provinsi yang berisi arahan peraturan zonasi sistem provinsi,
arahan perizinan, dan lainnya.
Tujuan penataan ruang wilayah provinsi merupakan arahan perwujudan ruang wilayah
provinsi yang diinginkan pada masa yang akan datang. Beberapa fungsi dari penataan ruang
wilayah provinsi adalah:
1. Sebagai dasar untuk memformulasi kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah
provinsi.
2. Memberikan arah bagi penyusunan indikasi program utama dalam rencana tata ruang
wilayah.
3. Sebagai dasar dalam penetapan arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah
provinsi.
Rencana tata ruang wilayah kabupaten atau kota
Sesuai Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang Pasal 11 Ayat 2,
pemerintah daerah kabupaten berwenang dalam melaksanakan penataan ruang wilayah
kabupaten. Penataan tersebut meliputi perencanaan tata ruang wilayah kabupaten, pemanfaatan
ruang wilayah kabupaten, dan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kebupaten.
Fungsi rencana tata ruang wilayah kabupaten atau kota di antaranya:
 Acuan dalam pemanfaatan ruang atau pengembangan wilayah kabupaten atau kota.
 Acuan untuk mewujudkan keseimbangan pembangunan dalam wilayah kabupaten atau
kota.
 Acuan dala penyusunan rencana pembangunan jangka panjang daerah dan rencana
pembangunan jangka menengah daerah.
 Acuan lokasi investasi dalam rilayah kabupaten atau kota yang dilakukan pemerintah,
masyarakat, dan swasta.
 Pedoman untuk penyusunan rencana rinci tata ruang di wilayah kabupaten atau kota.
 Acuan dalam administrasi pertahanan.
Manfaat rencana tata ruang wilayah terdapat beberapa, yaitu:
 Mewujudkan keterpaduan pembangunan dalam wilayah kabupaten atau kota.
 Mewujudkan keserasian pembangunan wilayah kabupaten kota dengan wilayah
sekitarnya
 Menjamin terwujudnya tata ruang wilayah kabupaten atau kota yang berkualitas.
maka tujuan penataan ruang meliputi sebagai berikut:
1. Mewujudkan optimalisasi pemanfaatan ruang, baik sebagai sumber daya alam
maupun sebagai wadah kegiatan;
2. Meminimalisir konflik dari berbagai kepentingan;
3. Mewujudkan perlindungan fungsi ruang dan mencegah dampak negatif terhadap
lingkungan;
4. Melindungi kepentingan nasional dalam rangka pertahanan dan keamanan.
Sementara tujuan penataan ruang wilayah Kota adalah mewujudkan ruang wilayah kota yang
maju dan lestari melalui penataan ruang secara serasi, seimbang, terpadu dan berkelanjutan
dalam rangka mendorong wilayah kota sebagai kawasan pengembangan agrobisnis dan
pariwisata untuk meningkatkan daya saing daerah dengan tetap memperhatikan daya dukung
lingkungan hidup dan kelestarian sumberdaya alam. Kebijakan dan strategi penataan ruang
wilayah kota dilakukan dalam pengembangan struktur ruang dan pola ruang wilayah agar tujuan
penataan ruang wilayah kota tercapai.

Pemanfaatan Tata Ruang


Pembangunan dalam arti luas, merupakan upaya sadar untuk mengubah suatu keadaan secara
berencana, dengan maksud untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pada umumnya.
Dalam pembangunan terkandung perubahan yang meliputi perubahan struktur ekonomi,
perubahan fisik wilayah, perubahan pola konsumsi, perubahan sumber alam dan lingkungan
hidup, perubahan teknologi, dan perubahan sistem nilai. Secara umum perencanaan tata ruang
adalah suatu proses penyusunan rencana tata ruang untuk meningkatkan kualitas lingkungan
hidup dan manusianya serta kualitas pemanfaatan ruang yang secara struktural menggambarkan
keterikatan fungsi lokasi yang terpadu bagi berbagai kegiatan.
Pemanfaatan ruang adalah rangkaian program kegiatan pelaksanaan pembangunan yang
memanfaatkan ruang menurut jangka waktu yang ditetapkan di dalam rencana tata ruang.
Menurut UU No 24 Tahun 1992 sebagaimana telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 26
tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Pasal 15, pemanfaatan ruang dilakukan melalui pelaksanaan
program pemanfaatan ruang beserta pembiayaannya, yang didasarkan atas rencana tata ruang.
Selain itu pengendalian pemanfaatan ruang diselenggarakan melalui kegiatan pengawasan dan
penertiban terhadap pemanfaatan ruang. Pengawasan adalah usaha untuk menjaga kesesuaian
pemanfaatan ruang dengan fungsi ruang yang ditetapkan dalam rencana tata ruang. Sementara
penertiban adalah usaha untuk mengambil tindakan agar pemanfaatan ruang yang direncanakan
dapat terwujud.
Penyusunan rencana tata ruang kawasan tertentu dan koordinasi penyusunan rencana tata ruang
kawasan yang meliputi lebih dari satu wilayah Propinsi Daerah Tingkat I diselenggarakan oleh
Menteri yang bertugas mengkoordinasi penataan ruang. Rencana tata ruang kawasan tertentu
mencakup rencana rinci tata ruang, yang meliputi rencana terperinci tata ruang dan rencana
teknik ruang termasuk tata letak dan tata bangunan di kawasan tertentu yang secara Nasional
mempunyai nilai strategis yang penataan ruangnya diprioritaskan.
Selanjutnya strategi dan arahan kebijaksanaan pemanfaatan ruang wilayah negara termasuk
kawasan tertentu dirumuskan dengan mempertimbangkan kemampuan ilmu pengetahuan dan
teknologi, serta data dan informasi dari berbagai pihak untuk terciptanya upaya pemanfaatan
ruang secara berhasil guna dan berdaya guna, terpeliharanya kelestarian kemampuan lingkungan
hidup, dan terwujudnya keseimbangan kepentingan kesejahteraan dan keamanan.
maka setiap wilayah harus selalu memperhatikan aspek sumber daya alam dan lingkungan
hidup, seperti ditetapkan pada Pasal 3 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 yakni bahwa
penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang
aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dengan
terwujudnya:
a. Keharmonisan antara lingkungan alami dan buatan;
b. Keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan
memperhatikan sumber daya manusia; dan
c. Perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadal lingkungan akibat
pemanfaatan ruang
Sementara Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang No 26 tahun 2007 mempertegas bahwa penataan
ruang diselenggarakan dengan memperhatikan potensi khusus sumber daya alam, sumber daya
manusia, dan sumber daya buatan serta kondisi ekonomi, sosial, budaya, politik, hukum,
pertahanan keamanan, lingkungan hidup serta ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai suatu
kesatuan. Pemanfaatan ruang yang tidak berasaskan atas asas-asas penataan ruang dapat
menimbulkan berbagai konflik kepentingan. Kepentingan tersebut berkaitan dengan tugas dan
wewenang suatu Departemen atau 19 Instansi Pemerintah. Melihat kenyataan demikian, maka
penataan ruang merupakan suatu manajemen untuk mengatasi konflik.

Bentuk-Bentuk Pengenaan Sanksi Dalam Penataan Ruang di Indonesia


1. Sanksi Administratif, bahwa bentuk pengenaan sanksi administratif yang terdapat dalam
Pasal 61 UU Penataan Ruang dan Pasal 182 sampai 186 PP No.15/2010 merupakan
pelanggaran terhadap kewajiban dalam menyelenggarakan penataan ruang.
a. Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana rencana tata ruang, meliputi:
- Memanfaatkan ruang dengan izin pemanfaatan ruang di lokasi yang tidak sesuai
dengan peruntukannya.
b. Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruang yang diberikan
oleh pejabat berwenang, meliputi :
- Tidak menindaklanjuti izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan.
c. Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan persyaratan izin yang diberikan oleh
pejabat yang berwenang, meliputi :
- Melanggar batas sepadan yang telah ditentukan.
Sanksi administratif dapat dikenakan dikenakan kepada pihak–pihak melanggar aturan
penyelenggaraan penataan ruang dalam bentuk :
- Peringatan tertulis.
- Penghentian sementara kegiatan.
- Penghentian sementara pelayanan umum.
- Penutupan lokasi.
- Pencabutan izin.
- Pembatalan izin.
- Pembongkaran bangunan.
- Pemulihan fungsi ruang.
- Denda administratif.
2. Sanksi perdata, bahwa bentuk pengenaan sanksi perdata yang terdapat dalam Pasal 75
UU Penataan Ruang merupakan pelanggaran terhadap terhadap kewajiban dalam
menyelenggarakan penataan ruang yaitu :
- Ganti kerugian atau pemenuhan kewajiban (prestasi). Ganti kerugian yang
dimaksud adalah bagi pelanggaran terhadap setiap orang yang melanggar
kewajiban dalam penyelenggaraan penataan ruang.
3. Sanksi Pidana, bahwa bentuk pengenaan sanksi pidana yang terdapat dalam Pasal 69 –
Pasal 74 UU Penataan Ruang merupakan pelanggaran terhadap terhadap kewajiban
dalam menyelenggarakan penataan ruang.
a. Sanksi pidana penjara dan denda diberikan kepada :
- Dalam menetapkan rencana tata ruang, namun kepada setiap orang itu tidak
ditaati, apalagi menimbulkan perubahan terhadap fungsi ruang, serta
menimbulkan matinya orang.
- Dalam izin pemanfaatan ruang, namun kepada setiap orang tidak dimanfaatkan
dengan sesuai, apalagi yang menibulkan kerugian atau kerusakan harta benda, dan
menimbulkan matinya orang.
- Melanggar peraturan perundang-undangan dengan tidak diberikannya akses
terhadap kawasan umum
b. Sanksi pidana penjara, denda, dan pidana tambahan diberhentikan secara tidak hormat
diberikan kepada :
- Pejabat pemerintah yang berwenang melanggar ketentuan dalam menertibkan izin
yang tidak sesuai rencana tata ruang
c. Sanksi pidana penjara, denda, pidana tambahan dengan dicabut izin usaha dan dicabut
status badan hukum diberikan kepada :
- Korporasi yang melakukan pelanggaran terhadap penyelenggaraan penataan
ruang.
Dari bentuk-bentuk pengenaan sanksi yang telah disebutkan di atas, bahwa objeknya
bukanlah pelaku pelanggaran, tapi ditujukan kepada kegiatan yang dilanggar. Disini dapat
dilihat bahwa sanksi yang dikenakan ditujukan untuk mengembalikan keadaan yang salah
menjadi kembali seperti keadaan yang semula dengan menitikberatkan pada
kegiatannyaKorporasi yang melakukan pelanggaran terhadap penyelenggaraan penataan
ruang.

Tata ruang dan penegakan hukum merupakan dua hal yang saling terkait dalam konteks
pengaturan dan pengawasan penggunaan lahan serta pembangunan di suatu wilayah. Berikut
adalah contoh kasus yang melibatkan tata ruang dan penegakan hukum:
Kasus: Pembangunan ilegal di kawasan konservasi alam
Deskripsi: Sebuah perusahaan berencana membangun pabrik di dalam kawasan konservasi alam
yang dilindungi. Pembangunan tersebut melanggar peraturan tata ruang yang telah ditetapkan
oleh pemerintah setempat.
Penegakan hukum:
1. Identifikasi pelanggaran: Pihak berwenang, seperti dinas tata ruang dan penegak hukum, akan
melakukan investigasi untuk mengidentifikasi pelanggaran yang terjadi. Mereka akan
memverifikasi apakah pembangunan tersebut melanggar peraturan tata ruang yang berlaku.

2. Surat peringatan: Jika pembangunan tersebut terbukti melanggar peraturan tata ruang, pihak
berwenang akan mengeluarkan surat peringatan kepada perusahaan yang melakukan
pembangunan ilegal. Surat peringatan ini berisi pemberitahuan bahwa mereka melanggar hukum
dan harus menghentikan kegiatan pembangunan.

3. Penghentian pembangunan: Jika perusahaan tersebut tidak mematuhi surat peringatan dan
terus melanjutkan pembangunan, pihak berwenang dapat mengambil tindakan lebih lanjut.
Mereka dapat menghentikan pembangunan secara paksa dengan melakukan operasi penertiban
yang melibatkan aparat kepolisian atau satuan tugas penegakan hukum.

4. Sanksi dan denda: Selain penghentian pembangunan, perusahaan yang melanggar peraturan
tata ruang juga dapat dikenai sanksi dan denda. Besar sanksi dan denda yang dikenakan dapat
bervariasi tergantung pada peraturan yang berlaku dan tingkat pelanggaran yang dilakukan.

5. Restorasi dan rehabilitasi: Setelah pembangunan dihentikan, pihak berwenang dapat


memerintahkan perusahaan untuk mengembalikan lahan ke kondisi semula atau melakukan
rehabilitasi terhadap lahan yang rusak akibat pembangunan ilegal.

6. Pemeriksaan dan pengawasan berkelanjutan: Setelah kasus ini diselesaikan, pihak berwenang
dapat melakukan pemeriksaan dan pengawasan berkelanjutan terhadap kawasan konservasi alam
dan melakukan tindakan penegakan hukum lebih lanjut jika terjadi pelanggaran serupa di masa
depan.

Dalam kasus ini, penegakan hukum bertujuan untuk melindungi kawasan konservasi alam dan
menegakkan peraturan tata ruang yang telah ditetapkan untuk menjaga keseimbangan ekologi
dan keberlanjutan lingkungan.

Anda mungkin juga menyukai