Anda di halaman 1dari 46

LAPORAN PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Pembangunan kota memerlukan dua instrumen penting,


yaitu development plan dan development regulation. Kedua
instrumen pembangunan tersebut umumnya merupakan
dokumen yang terpisah. Penyusunan RDTRdisusun berdasarkan
rencana rinci tata ruang, seperti yang tercantum dalam Undang-
undang Nomor 26 Tahun 2007 pada pasal 36 ayat 2 yang
bunyinya: Penyusunan RDTRdisusun berdasarkan rencana rinci
tata ruang untuk setiap zona pemanfaatan ruang.
Penyusunan RDTR(Zoning Regulation) merupakan salah
satu perangkat pengendalian pemanfaatan ruang yang berisi
ketentuan-ketentuan teknis dan administratif pemanfaatan ruang
dan pengembangan tapak. Penyusunan RDTRini telah banyak
digunakan di negara berkembang.
Penyusunan RDTRmenjadi rujukan kegiatan perijinan,
pengawasan dan penertiban dalam pengendalian pemanfaatan
ruang, yang merujuk pada Rencana Detail Tata Ruang yang
umumnya telah menetapkan fungsi, intensitas, ketentuan tata
massa bangunan, sarana dan prasarana, serta indikasi program
pembangunan. Penyusunan RDTRjuga menjadi landasan untuk
manajemen lahan dan pengembangan tapak.
Kecamatan Punung merupakan salah satu dari 12 kecamatan
di Kabupaten Pacitan yang merupakan daerah pendukung dari

PENYUSUNAN RDTR BWP PUNUNG KABUPATEN PACITAN I-1


LAPORAN PENDAHULUAN

Kota Pacitan yang berfungsi sebagai pusat kegiatan lokal dan


sentra kegiatan kelautan. Kecamatan Punung juga merupakan
pintu gerbang barat untuk kegiatan pariwisata selatan Pacitan.
Dengan semakin pesatnya pertumbuhan penduduk,
pertumbuhan ekonomi dan pariwisata di Kecamatan Punung
maka semakin mendesak untuk penyediaan berbagai sarana dan
prasarana pendukung termasuk juga kebutuhan perumahan.
Kota Punung diharapkan mampu menjadi pusat pelayanan di
wilayah barat Kabupaten Pacitan meliputi Kecamatan Pringkuku,
Kecamatan Punung dan Kecamatan Donorojo dengan
menitikberatkan pada kegiatan perdagangan, pariwisata dan
industri. Berbagai hal tersebut akan memberikan pengaruh dan
perubahan terhadap pemanfaatan ruang di Kota Punung.
Perubahan pemanfaatan ruang Kota Punung juga akan
dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti pembangunan
infrastruktur skala regional dan nasional seperti pembangunan
Jalur Lintas Selatan. Pembangunan jalan tersebut akan
berdampak pada perkembangan pemanfaatan ruang yang ada
serta masuknya berbagai investasi.
Penyusunan RDTR BWP Punung diharapkan dapat
meningkatkan kualitas ibukota Kecamatan Punung dengan
kedalaman peta skala besar, tetapi juga sebagai langkah untuk
mewujudkan keterpaduan wilayah antar kecamatan yang
memadukan dan menyelaraskan struktur dan pola ruang dengan
kecamatan yang ada di sekitarnya. Dokumen ini juga diharapkan
dapat membantu Pemerintah Kabupaten Pacitan untuk
merencana dan menata wilayah kota dengan menyusun
peraturan zonasinya. Penyusunan RDTRdifungsikan juga sebagai
pengendalian pemanfatan ruang dan sekaligus menjadi dasar
penyusunan RTBL bagi zona-zona yang pada RDTR ditentukan
sebagai zona yang penanganannya diprioritaskan. Penyusunan

PENYUSUNAN RDTR BWP PUNUNG KABUPATEN PACITAN I-2


LAPORAN PENDAHULUAN

RDTRtersebut nantinya berfungsi sebagai pedoman


pengendalian pemanfaatan ruang yang disusun untuk setiap
zona pemanfaatan ruang yang termuat dalam rencana rinci tata
ruang yang menjadi dasar penyusunan Penyusunan
RDTRtersebut [Pasal 36 Ayat (1) dan Ayat (2) Undang-undang
Nomor 26 Tahun 2007.

1.2 MAKSUD, TUJUAN DAN SASARAN

1.2.1 Maksud
Maksud dari penyusunan RDTR BWP Punung adalah
sebagai berikut:
1. Menyiapkan perwujudan ruang dalam rangka melaksanakan
program-program pembangunan;
2. Menjaga konsistensi pembangunan dan keserasian
perkembangan pariwisata berwawasan lingkungan; dan
3. Menjaga konsistensi perwujudan ruang melalui pengendalian
program-program pembangunan.
1.2.2 Tujuan
Adapun tujuan dari penyusunan RDTR BWP Punung adalah
sebagai berikut :
1. Menciptakan keseimbangan dan keserasian fungsi dan
intensitas penggunaan ruang bagian-bagian wilayah kota.
2. Menciptakan kelestarian lingkungan pemukiman dan kegiatan
kota yang merupakan usaha menciptakan hubungan yang
serasi antar manusia dan lingkungannya, yang tercermin dari
pola intensitas penggunaan ruang bagian wilayah kota.
3. Meningkatkan daya guna dan hasil pelayanan yang
merupakan upaya pemanfaatan secara optimal yang
tercermin dalam penetapan sistem kota dengan pengawasan
pelaksanaan pembangunan fisik untuk masing-masing bagian
wilayah kota secara terukur baik kualitas maupun kuantitas.

PENYUSUNAN RDTR BWP PUNUNG KABUPATEN PACITAN I-3


LAPORAN PENDAHULUAN

4. Mengarahkan pembangunan kota yang lebih tegas dalam


rangka upaya pengendalian pengawasan pelaksanaan
pembangunan fisik untuk masing-masing bagian wilayah kota
secara terukur baik kualitas maupun kuantitas.
5. Membantu penetapan prioritas pengembangan kota dan
membantu penyusunan Penyusunan RDTR(zoning regulation)
untuk dijadikan pedoman bagi tertib bangunan dan tertib
pengaturan ruang secara rinci.
1.2.3 Sasaran
Sasaran yang hendak dicapai dengan terselenggaranya
penyusunan RDTR BWP Punung adalah sebagai berikut :
1. Menciptakan keseimbangan dan keserasian fungsi dan
instensitas penggunaan lahan pada setiap blok
peruntukan;
2. Terkendalinya pembangunan kawasan strategis dan fungsi
kota, baik yang dilakukan pemerintah maupun
masyarakat/swasta.
3. Mendorong investasi masyarakat di dalam kawasan
4. Mengarahkan pembangunan kawasan yang lebih tertata
dalam rangka upaya pengendalian pembangunan fisik
kawasan;
5. Mendelineasi prioritas pembangunan kawasan dan
pembentukan zona regulasi sebagai pedoman bagi tertib
bangunan dan tertib pengaturan ruang secara terinci.

1.3 RUANG LINGKUP

1.3.1 Lingkup Wilayah


Lokasi penyusunan RDTR BWP Punung adalah Kecamatan Punung yang
terdiri dari 13 desa meliputi:
1). Desa Punung,
2). Desa Tinatar,

PENYUSUNAN RDTR BWP PUNUNG KABUPATEN PACITAN I-4


LAPORAN PENDAHULUAN

3). Desa Kendal,


4). Desa Sooka,
5). Desa Piton,
6). Desa Bomo,
7). Desa Wareng,
8). Desa Mantren,
9). Desa Mendolo Lor,
10). Desa Mendolo Kidul,
11). Desa Ploso,
12). Desa Kebonsari dan
13). Desa Gondosari.
Secara geografis Kawasan BWP Punung dapat dilihat
pada Peta 1.1.

1.3.2 Ruang Lingkup Materi


Ruang lingkup pembahasan dalam Penyusunan RDTR BWP
Punung adalah sebagai berikut:
1. Tata cara penyusunan RDTR dan Peraturan Zonasi;
Menjelaskan proses penyusunan Peraturan Zonasi, mulai
dari pembagian blok-blok peruntukan hingga perumusan
aturan-aturan teknis pembangunan.
2. Ketentuan teknis dan standar dalam RDTR dan
Peraturan Zonasi
Menjelaskan mengenai penggunaan rujukan standar atau
ketentuan teknis pembangunan dari standar-standar yang
telah ada, serta pertimbangan-pertimbangan yang
digunakan dalam menyusun aturan teknis pembangunan
dalam Peraturan Zonasi.
3. Tata cara pelaksanaan RDTR dan Peraturan Zonasi;
Menjelaskan proses pelaksanaan dan perubahan
pemanfaatan ruang dalam pembangunan, yang telah

PENYUSUNAN RDTR BWP PUNUNG KABUPATEN PACITAN I-5


LAPORAN PENDAHULUAN

mencakup pihak-pihak terkait yang memiliki wewenang


dalam menjalankan sistem tersebut.
4. Tata caraPerubahan Zonasi
Menjelaskan terlebih dahulu trend kecenderungan
perkembangan pada tiap-tiap Kecamatan. Dengan
mengetahui trend perkembangan maka dapat dibuat
arahan Penyusunan RDTR dan peraturan zonasi yang
disesuaikan dengna standard perencanaan dan peraturan
zonasi. Peraturan zonasi dapat berubah apabila trend
kecenderungan perkembangan dalam satu Blok kawasan
saling mendukung dan memiliki arahan fungsi kegiatan
sejajar dan melengkapi secara komprehensif.

PENYUSUNAN RDTR BWP PUNUNG KABUPATEN PACITAN I-6


PENYUSUNAN PERATURAN ZONASI

PERKOTAAN BULULAWANG
LAPORAN PENDAHULUAN KEBUPATEN MALANG

II-

PENYUSUNAN RDTR BWP PUNUNG KABUPATEN PACITAN I-7

I-6
LAPORAN PENDAHULUAN

Peta 1.1. Peta Lingkup Wilayah Perencanaan

2.3
EVALUASI/REVISI RDTRK
PERKOTAAN BULULAWANG TAHUN 2013

PENYUSUNAN RDTR BWP PUNUNG KABUPATEN PACITAN I-8


LAPORAN PENDAHULUAN

5. Tata cara dan teknik penyusunan Rancangan Peraturan


Daerah tentang Peraturan Zonasi
Menjelaskan proses dan teknik penyusunan materi
Rancangan Peraturan Daerah tentang Peraturan Zonasi
6. Tata cara perubahan Peraturan Zonasi;
Menjelaskan mengenai proses pengambilan keputusan
untuk meninjau kembali Penyusunan RDTRyang telah
diperdakan, serta mekanisme/tahapan penyusunan
perubahannya.

1.3.3 Out Put


Ruang lingkup materi dari penyusunan RDTR BWP Punung
adalah sebagai berikut :
I. Pendahuluan
a. Latar Belakang
b. Tujuan Penyusunan Laporan RDTR
c. Dasar Hukum
d. Ruang Lingkup Perencanaan
e. Sistematika Pembahasan
II. Ketentuan Umum
a. Istilah dan Definisi
b. Kedudukan RDTR dan Peraturan Zonasi
c. Fungsi dan Manfaat RDTR dan PZ
d. Kriteria dan Lingkup Wilayah Perencanaan RDTR dan
Peraturan Zonasi
e. Masa Berlaku RDTR
III. Tujuan Penataan BWP
IV. Rencana Pola Ruang
V. Rencana Jaringan Prasarana
VI. Penetapan Sub BWP yang Diprioritaskan
Penanganannya
VII. Ketentuan Pemanfaatan Ruang
VIII. Peraturan Zonasi

PENYUSUNAN RDTR BWP PUNUNG KABUPATEN PACITAN I-9


LAPORAN PENDAHULUAN

a. Materi wajib yang terdiri atas :


Ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan;
Ketentuan intensitas pemanfaatan ruang;
Ketentuan tata bangunan;
Ketentuan prasarana dan sarana minimal; dan
Ketentuan pelaksanaan.
b. Materi pilihan yang terdiri atas :
Ketentuan tambahan;
Ketentuan khusus;
Standar teknis; dan
Ketentuan pengaturan zonasi.

1.4 LANDASAN HUKUM

Referensi hukum penyusunan RDTR BWP Punung antara


lain :
1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang
Pembentukan Daerah-daerah Kabupaten dalam Lingkungan
Propinsi Jawa Timur (Lembaran Negara Tahun 1950 Nomor
19, Tambahan Lembaran Negara Nomor 9);
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan
Dasar Pokok Pokok Agraria (Lembaran Negara Tahun 1960
Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2043);
3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian
(Lembaran Negara Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3274);
4. Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan
(Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3888) sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang

PENYUSUNAN RDTR BWP PUNUNG KABUPATEN PACITAN I-10


LAPORAN PENDAHULUAN

Nomor 1 Tahun 2004 tentang perubahan atas Undang-


Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menjadi
Undang-Undang (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 86,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4412);
5. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan
Gedung (Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 134,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4247);
6. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya
Air (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4377);
7. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Tahun
2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4389);
8. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara
Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Nomor
4421);
9. Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang
Perikanan (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 154,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 5073);
10. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437) sebagaimana
telah diubah dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 2005
(Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 108, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4548);
11. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan
(Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4444);

PENYUSUNAN RDTR BWP PUNUNG KABUPATEN PACITAN I-11


LAPORAN PENDAHULUAN

12. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan


Ruang (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4725);
13. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara
Tahun 2007 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Nomor
4739);
14. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan
Sampah (Lembaran Negara Tahun 2008 Nomor 69, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4851);
15. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan
Mineral dan Batu Bara (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor
4, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4959);
16. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang
Kepariwisataan (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 11,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4966);
17. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 96,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 5025);
18. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang
Ketenagalistrikan (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 133,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 5052);
19. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2009 tentang Meteorologi,
Klimatologi, dan Geofisika (Lembaran Negara Tahun 2009
Nomor 139, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5058);
20. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun
2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5059);
21. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan
Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (Lembaran Negara

PENYUSUNAN RDTR BWP PUNUNG KABUPATEN PACITAN I-12


LAPORAN PENDAHULUAN

Tahun 2009 Nomor 149, Tambahan Lembaran Negara Nomor


5068);
22. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya
(Lembaran Negara Tahun 2010 Nomor 130, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 5168);
23. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan
dan Kawasan Permukiman (Lembaran Negara Tahun 2011
Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5188);
24. Undang-undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan
Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum
(Lembaran Negara Tahun 2012 Nomor 22, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 5280);
25. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai
(Lembaran Negara Tahun 1991 Nomor 44, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3445);
26. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang
Prasarana dan Lalu Lintas Jalan (Lembaran Negara Tahun
1993 Nomor 63, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3530);
27. Peraturan Pemerintah Nomor 69 tahun 1996 tentang
Pelaksanaan Hak dan Kewajiban, serta Bentuk dan Tata cara
Peranserta Masyarakat dalam Penataan Ruang (Lembaran
Negara Tahun 1996 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3660);
28. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1998 tentang
Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar (Lembaran
Negara Tahun 1998 Nomor 52, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3747);
29. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1998 tentang
Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam
(Lembaran Negara Tahun 1998 Nomor 132, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3776);

PENYUSUNAN RDTR BWP PUNUNG KABUPATEN PACITAN I-13


LAPORAN PENDAHULUAN

30. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis


Mengenai Dampak Lingkungan (Lembaran Negara Tahun
1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3838);
31. Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2001 tentang
Kebandarudaraan;
32. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air
(Lembaran Negara Tahun Nomor 153, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 4161);
33. Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2002 tentang Hutan
Kota (Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 119, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4242);
34. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang
Penatagunaan Tanah. (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 45, Tambahan Lembaran Negara Nomor
4385);
35. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang
Perlindungan Hutan (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor
147, Tambahan Lembaran Negara 4453) sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2009
tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 45
Tahun 2004 Tentang Perlindungan Hutan (Lembaran Negara
Tahun 2009 Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Nomor
5056);
36. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang
Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan
Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Nomor 165, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4593);
37. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006 tentang Irigasi
(Lembaran Negara Tahun 2006 Nomor 46, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4624);

PENYUSUNAN RDTR BWP PUNUNG KABUPATEN PACITAN I-14


LAPORAN PENDAHULUAN

38. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 86,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4655);
39. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah,
Pemerintah Daerah, Pemerintah Propinsi, dan Pemerintah
Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 87,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4737);
40. Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2007 tentang
Kegiatan Usaha Panas Bumi (Lembaran Negara Tahun 2007
Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4777);
41. Perturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan,
Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi
Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah (Lembaran
Negara Tahun 2008 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4817);
42. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara
Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Nomor
4833);
43. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2008 tentang Air
Tanah (Lembaran Negara Tahun 2008 Nomor 83, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4859);
44. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2009 tentang
Pedoman Pengelolaan Kawasan Perkotaan (Lembaran Negara
Tahun 2009 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor
5004);
45. Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang
Kepelabuhanan (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 151,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 5070);

PENYUSUNAN RDTR BWP PUNUNG KABUPATEN PACITAN I-15


LAPORAN PENDAHULUAN

46. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2010 tentang Wilayah


Pertambangan (Lembaran Negara Tahun 2010 Nomor 28,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 5110);
47. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang
Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan
Batubara (Lembaran Negara Tahun 2010 Nomor 29,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 5111);
48. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2013 Tentang Ketelitian
Peta Rencana Tata Ruang (Lembaran Negara Tahun 2013
Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5393);
49. Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang
Pengelolaan Kawasan Lindung;
50. Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun Tahun 2009-
2014;
51. Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang
Penyelenggaran Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk
Kepentingan Umum;
52. Keputusan Presiden Nomor 4 Tahun 2009 tentang Badan
Koordinasi Penataan Ruang Nasional;
53. Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor
01.P/47/MPE/1992 tentang Ruang Bebas Saluran Udara
Tegangan Tinggi (SUTT) dan Saluran Udara Tegangan Ekstra
Tinggi (SUTET);
54. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 8 Tahun
2006 tentang Jenis Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib
dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
Hidup (AMDAL);
55. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2007
tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan;

PENYUSUNAN RDTR BWP PUNUNG KABUPATEN PACITAN I-16


LAPORAN PENDAHULUAN

56. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor


02/PER/M.KOMINFO/3/2008 tentang Pedoman Pembangunan
dan Penggunaan Menara Bersama Telekomunikasi;
57. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 05 Tahun
2008 tentang Tata Kerja Komisi Penilai Analisis mengenai
Dampak Lingkungan (AMDAL);
58. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 11
Tahun 2008 tentang Tata Cara Penetapan Wilayah Kerja
Pertambangan Panas Bumi;
59. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2008
tentang Tata Cara Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah
tentang Rencana Tata Ruang Daerah;
60. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2008
tentang Pengembangan Kawasan Strategis Cepat Tumbuh di
Daerah;
61. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 11/PRT/M/2009
tentang Pedoman Persetujuan Substansi dalam Penetapan
Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Provinsi dan Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten/Kota, beserta Rencana Rincinya;
62. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 16/PRT/M/2009
tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten;
63. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 9 Tahun 2011
tentang Pedoman Umum Kajian Lingkungan Hidup Strategis;
64. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 20/PRT/M/2011
tentang Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang
dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota;
65. Peraturan Menteri Energi Sumber Daya Mineral Nomor 17
Tahun 2012 tentang Penetapan Kawasan Bentang Alam Karst;

PENYUSUNAN RDTR BWP PUNUNG KABUPATEN PACITAN I-17


LAPORAN PENDAHULUAN

66. Keputusan Menteri Energi Sumber Daya Mineral Nomor


1457.K/20/MEM/2000 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan
Lingkungan di Bidang Pertambangan dan Energi;
67. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 147 Tahun 2004
tentang Pedoman Koordinasi Penataan Ruang Daerah;
68. Surat Edaran Direktur Jenderal Penataan Ruang Kementerian
Pekerjaan Umum No. 06/SE/Dr/2011 tentang Petunjuk Teknis
Lokasi Menara Telekomunikasi;
69. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 4 Tahun 2003
tentang Pengelolaan Hutan di Jawa Timur;
70. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 2 Tahun 2006
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur
2005-2020;
71. Peraturan Daerah Propinsi Jawa Timur Nomor 2 Tahun 2008
tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian
Pencemaran Air di Propinsi Jawa Timur;
72. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 1 Tahun 2009
tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Tahun 2005-
2025;
73. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 5 Tahun 2012
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur
2011-2031;
74. Peraturan Gubernur Propinsi Jawa Timur Nomor 61 Tahun
2006 tentang Pemanfaatan Ruang Pada Kawasan
Pengendalian Ketat Skala Regional Provinsi Jawa Timur;
75. Peraturan Gubernur Propinsi Jawa Timur Nomor 34 Tahun
2013 tentang Mekanisme Pemberian Persetujuan Substansi
Rancangan Perda Kabupaten/Kota tentang RDTR BWP
Kabupaten Kota; dan

PENYUSUNAN RDTR BWP PUNUNG KABUPATEN PACITAN I-18


LAPORAN PENDAHULUAN

Peraturan Daerah Kabupaten Pacitan Nomor 3 Tahun 2010


tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pacitan
2009-2028.

1.5 PENDEKATAN PERENCANAAN

1.5.1 Dasar Perencanaan


A.Pengertian Tata Ruang berdasarkan UU No. 26 Tahun
2007:
1. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut,
dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai
satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain
hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan
hidupnya.
2. Tata Ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.
3. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman
dari sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi
sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat
yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional.
4. Pola ruang adalah distribusi peruntukkan ruang dalam
suatu wilayah yang meliputi peruntukkan ruang untuk
fungsi lindung dan peruntukkan ruang untuk fungsi budi
daya.
5. Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan
tata ruang, pemanfataan ruang, dan pengendalian
pemanfaatan ruang.
6. Penyelenggaraan penataan ruang adalah kegiatan yang
meliputi pengaturan, pembinaan, pelaksanaan, dan
pengawasan penataan ruang.
B.Beberapa pengertian yang berkaitan dengan zonasi,
antara lain:
1. Zona adalah kawasan atau area yang memiliki fungsi dan
karakteristik lingkungan yang spesifik.
2. Zoning adalah pembagian kawasan ke dalam beberapa
zona sesuai dengan fungsi dan karakteristik semula atau
diarahkan bagi pengembangan fungsi-fungsi lain.

PENYUSUNAN RDTR BWP PUNUNG KABUPATEN PACITAN I-19


LAPORAN PENDAHULUAN

3. Zoning regulation dapat didefinisikan sebagai ketentuan


yang mengatur tentang klasifikasi, notasi dan kodifikasi
zona-zona dasar, peraturan penggunaan, peraturan
pembangunan dan berbagai prosedur pelaksanaan
pembangunan.
4. Dasar bagi penyusunan Penyusunan RDTRadalah Rencana
Rinci Tata Ruang.

1.5.2 Materi Peraturan Zonasi


Materi penyusunan Penyusunan RDTRBWP Punung terdiri
dari:
1. Penyusunan RDTR(ZoningText)
2. Peta Zonasi (Zoning Map)
Penyusunan Penyusunan RDTRBWP Punung meliputi
tahapan sebagai berikut:
1. Penyusunan klasifikasi zonasi
2. Penyusunan daftar kegiatan
3. Penetapan/delineasi blok peruntukan
4. Penyusunan aturan teknis zonasi
a. Kegiatan dan penggunaan lahan
b. Intensitas pemanfaatan ruang
c. Tata massa bangunan
d. Prasarana
e. Lain-lain/tambahan
f. Aturan khusus
5. Identifikasi kecenderungan perkembangan kawasan
berdasarkan RDTRK dalam blok peruntukan kawasan.
6. Penyusunan standar teknis
7. Pemilihan teknik pengaturan zonasi
8. Penyusunan peta zonasi
9. Penyusunan aturan pelaksanaan
10. Penyusunan perhitungan dampak
11. Peran serta masyarakat
12. Penyusunan aturan administrasi zonasi

PENYUSUNAN RDTR BWP PUNUNG KABUPATEN PACITAN I-20


LAPORAN PENDAHULUAN

1.5.3 Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang


Pedoman pengendalian pemanfaatan ruang terdiri atas
beberapa hal antara lain sebagai berikut:
Mekanisme advis planning perijinan sampai dengan
pemberian ijin alokasi bagi kegiatan usaha di setiap
kecamatan.
Mekanisme pemberian insentif dan disinsentif bagi
kawasan yang didorong pengembangannya, kawasan yang
dibatasi pengembangannya, serta terhadap upaya-upaya
perwujudan ruang yang menjaga konsistensi pembangunan
dan keserasian perkembangan bagian kawasan, dan
rencana kawasan perdesaan, Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten.
Mekanisme pemberian kompensasi berupa mekanisme
penggantian yang diberikan kepada masyarakat pemegang
hak atas tanah, pengelolaan sumber daya alam seperti
hutan, tambang, bahan galian, kawasan lindung yang
mengalami kerugian akibat perubahan nilai ruang dan
pelaksanaan pembangunan sesuai dengan rencana tata
ruang.
Mekanisme pelaporan mencakup mekanisme pemberian
informasi secara obyektif mengenai pemanfaatan ruang,
dilakukan oleh masyarakat dan instansi yang
berwewenang.
Mekanisme pemantauan yang mencakup pengalaman,
pemeriksaan, dengan cermat perubahan kualitas tata
ruang dan lingkungan yang tidak sesuai, dilakukan oleh
instansi yang berwenang.
Mekanisme evaluasi dilakukan untuk menilai kemajuan
kegiatan pemanfaatan ruang dalam mencapai tujuan

PENYUSUNAN RDTR BWP PUNUNG KABUPATEN PACITAN I-21


LAPORAN PENDAHULUAN

rencana tata ruang, dilakukan oleh masyarakat dan


instansi yang berwenang.
Mekanisme pengenaan sanksi mencakup sanksi
administrasi, pidana, dan perdata.

Penyelenggaraan
Penyelenggaraan
Penataan Ruang
Penataan Ruang

Pengaturan Pembinaan Pelaksanaan Pengawasan


Pengaturan Pembinaan Pelaksanaan Pengawasan

Perencanaan Pemanfaatan Pengendalian


Perencanaan Pemanfaatan Pengendalian

Peraturan Zonasi
Peraturan Zonasi
Program PR
Program PR
Perijinan
Perijinan
Pembiayaan
Pembiayaan
Insentif & Disinsentif
Insentif & Disinsentif

Pengenaan Sanksi
Pengenaan Sanksi

Gambar 1. 1 Lingkup Pengendalian Penyusunan RDTR


Berdasarkan UU No. 26 Tahun 2007 Pasal 14

1.6 Metodelogi

Penyusunan RDTR dan Peraturan Zonasi merupakan


ketentuan yang mengatur pemanfaatan ruang dan unsur-unsur

PENYUSUNAN RDTR BWP PUNUNG KABUPATEN PACITAN I-22


LAPORAN PENDAHULUAN

pengendalian yang disusun untuk setiap zona peruntukan sesuai


dengan rencana rinci tata ruang. Penyusunan RDTRberisi
ketentuan yang harus, yang boleh, atau yang tidak boleh
dilaksanakan pada zona pemanfaatan ruang yang dapat terdiri
atas ketentuan tentang amplop ruang (koefisien dasar hijau,
koefisien dasar bangunan, koefisien lantai bangunan, dan garis
sempadan bangunan), penyediaan sarana dan prasarana, serta
ketentuan lain yang dibutuhkan untuk mewujudkan ruang yang
aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan. Ketentuan lain
yang dibutuhkan, antara lain, adalah ketentuan pemanfaatan
ruang yang terkait dengan pembangunan pemancar alat
komunikasi, dan pembangunan jaringan listrik tegangan tinggi.
Dalam penataan ruang, Penyusunan RDTR dan Peraturan zonasi
mempunyai kedudukan sebagai berikut:

Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional


Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
(RTRWN)
(RTRWN)

Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi (RTRWP)


Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi (RTRWP)

Rencana Tata Ruang Wilayah Kota/Kabupaten


Rencana Tata Ruang Wilayah Kota/Kabupaten
(RTRWK)
(RTRWK)

Rencana Tata Ruang Pulau/Kepulauan


Rencana Tata Ruang Pulau/Kepulauan
Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis
Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis
Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK)
Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK)

PERATURAN ZONASI
PERATURAN ZONASI

Gambar 1. 2

PENYUSUNAN RDTR BWP PUNUNG KABUPATEN PACITAN I-23


LAPORAN PENDAHULUAN

Kedudukan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Dalam


Panataaan Ruang

Adapun tahap-tahap penyusunan Penyusunan RDTR BWP


Punung tersebut adalah:
1. Penyusunan Klasifikasi Zonasi
Tujuan klasifikasi zonasi adalah untuk: (i) menetapkan
zonasi yang akan dikembangkan pada suatu wilayah/kawasan
serta (ii) menyusun hirarki zonasi berdasarkan tingkat
gangguannya berikut penetapan dan pembakuan kode/notasi
zonasinya berdasarkan teori, kajian dan ketentuan yang berlaku.
Adapun pemilihan hirarki zonasi sebagai dasar pengaturan
didasarkan pada hirarki sebagai berikut:
1. Peruntukan Zona Hirarki 1
Peruntukan dasar, terdiri atas peruntukan ruang untuk
budidaya dan lindung.
2. Peruntukan Zona Hirarki 2
Menunjukkan penggunaan secara umum, seperti yang
tercantum pada RTRW Nasional (PP No. 26 Tahun 2008
tentang RTRW Nasional).
3. Peruntukan Zona Hirarki 3
Menunjukkan penggunaan secara umum, seperti yang
tercantum pada RTRW Propinsi (Perda Propinsi Jatim No. 2
Tahun 2006) dan RTRW Kabupaten (Perda Kabupaten No 3
Tahun 2010) atau yang dikembangkan berdasarkan
rencana tersebut.
4. Peruntukan Zona Hirarki 4
Menunjukkan penggunaan secara umum, seperti yang
tercantum pada RDTR BWP Punung tahun 2012 atau yang
dikembangkan berdasarkan rencana tersebut.
5. Peruntukan Zona Hirarki 5

PENYUSUNAN RDTR BWP PUNUNG KABUPATEN PACITAN I-24


LAPORAN PENDAHULUAN

Menunjukkan penggunaan yang lebih detail/rinci untuk


setiap peruntukan hirarki 4, mencakup blok peruntukan
dan tata cara/aturan pemanfaatannya.
2. Penyusunan Daftar Kegiatan
Daftar kegiatan adalah suatu daftar yang berisi rincian
kegiatan yang ada, mungkin ada, atau prospektif dikembangkan
pada suatu zona yang ditetapkan. Yang disusun berdasarkan:
a. Kajian literatur, peraturan perundangan, dan
perbandingan dari berbagai contoh maupun review
dokumen rencana yang telah ada seperti RTRW Kabupaten
Pacitan tahun 2010, RDTR BWP Punung Tahun 2012 dan
kebijakan lain yang berkaitan
b. Skala/tingkat pelayanan kegiatan berdasarkan standar
pelayanan yang berlaku (misalnya standar Departemen
PU);
c. Jenis kegiatan dan jenis pemanfaatan lahan yang sudah
berkembang (pengamatan empiris)
d. Jenis kegiatan yang spesifik yang belum terdaftar
e. Jenis kegiatan yang prospektif berkembang
3. Penetapan/Delineasi Blok Peruntukan
Blok peruntukan adalah sebidang lahan yang dibatasi
sekurang-kurangnya oleh batasan fisik yang nyata (seperti
jaringan jalan, sungai, selokan, saluran irigasi, saluran udara
tegangan (ekstra) tinggi, pantai, dan lain-lain), maupun yang
belum nyata (rencana jaringan jalan dan rencana jaringan
prasarana lain yang sejenis sesuai dengan rencana kota).
Nomor blok peruntukan adalah nomor yang diberikan pada
setiap blok peruntukan.
Batasan fisik yang nyata dapat berupa:
- jaringan jalan,
- sungai, saluran irigasi, selokan,

PENYUSUNAN RDTR BWP PUNUNG KABUPATEN PACITAN I-25


LAPORAN PENDAHULUAN

- saluran udara tegangan (ekstra) tinggi,


- garis pantai, dan lain-lain.
Batas blok peruntukan yang belum nyata dapat berupa:
- rencana jaringan jalan,
- rencana jaringan prasarana lain yang sejenis sesuai
dengan rencana kota dan rencana sektoral lainnya.
Dalam menetapkan blok-blok peruntukan sebagai unit
lingkungan dengan konfigurasi tertentu didasarkan atas kriteria
pengaturan blok berikut:
a. Menggambarkan ukuran, fungsi serta karakter kegiatan
manusia dan atau kegiatan alam
b. Setiap blok memiliki kesamaan fungsi dan karakteristik
yang akan dibentuk
c. Memiliki homogenitas pemanfaatan ruang dan kesamaan
karakteristik serta kemungkinan pengembangannya
d. Kebutuhan pemilahan dan strategi pengembangannya
e. Secara fisik mengikuti morfologi blok, pola/pattern dan
ukuran blok, kemudahan implementasi dan prioritas
strategi
f. Pertimbangan keseimbangan dengan daya dukung
lingkungan, dan perwujudan sistem ekologi
g. Terciptanya peningkatan kualitas lingkungan yang aman,
nyaman, sehat, menarik dan berwawasan ekologis (ruang
terbuka hijau dan tata hijau)
h. Suatu blok peruntukan padat dipecah menjadi 2 atau lebih
sub blok.

Pertimbangan penetapan
GSJ

batas blok/subblok GSJ


GSB
- Kesamaan (homogenitas)
pemanfaatan ruang/lahan.
BLOK
PERUNTUKAN

PENYUSUNAN RDTR BWP PUNUNG KABUPATEN


GSB
GSJ
PACITAN I-26
GSJ
LAPORAN PENDAHULUAN

- Batasan fisik seperti jalan, gang, sungai, brandgang atau


batas persil.
- Orientasi Bangunan.
- Lapis bangunan.
Pembangunan dan pemanfaatan ruang yang terarah
memerlukan peraturan, panduan atau ketentuan yang jelas,
mudah dipahami, logis (dapat dipertanggungjawabkan) dan
menjadi rujukan bagi pemerintah, masyarakat dan dunia usaha.
Shirvani (1985: 150-152) mengelompokkan panduan dalam dua
bentuk, yaitu:
a. Panduan preskriptif (prescriptive guidelines)
Peraturan preskriptif adalah peraturan yang memberikan
ketentuan-ketentuan yang dibuat sangat ketat, rinci dan
terukur sehingga mudah dan jelas untuk diterapkan serta
kecil kemungkinan terjadinya pelanggaran dalam
pelaksanaannya.
Contoh: luas minimum (m2), tinggi maksimum (m atau
lantai),
b. Panduan kinerja (performance guidelines),
Peraturan kinerja adalah peraturan yang menyediakan
berbagai ukuran serta kriteria kinerja dalam memberikan
panduannya. Ketentuan dalam peraturan kinerja tersebut
tidak ketat, tetapi didasarkan pada kriteria/batasan
tertentu sehingga perencana lebih bebas berkreasi dan
berinovasi. Karena itu, hasil rancangannya akan lebih
beragam (Shirvani, 1985 : 151-152).
Contoh: kegiatan baru tidak boleh menurunkan rasio
volume lalu-lintas dan kapasitas jalan (V/C ratio) di
bawah D, kegiatan pada malam hari tidak boleh
menimbulkan kebisingan di atas 60 dB.
4. Penyusunan Peraturan Teknis Zonasi

PENYUSUNAN RDTR BWP PUNUNG KABUPATEN PACITAN I-27


LAPORAN PENDAHULUAN

Peraturan teknis zonasi adalah aturan pada suatu


zonasi/blok peruntukan yang berisi ketentuan pemanfaatan
ruang baik berupa aturan wajib, aturan anjuran atau aturan
khusus.
Aturan wajib bersifat mengikat/wajib diikuti/ditaati (disusun
berdasarkan ketentuan peruntukan sesuai dengan fungsi dan
peran ruang yang telah ditetapkan) meliputi: (a) peruntukan
ruang; (b) intensitas pemanfaatan ruang; (c) kepadatan
penduduk; (d) pemecahan blok dan sub blok; (e) kebutuhan
sarana dan prasarana kawasan.
Aturan anjuran disusun untuk melengkapi aturan wajib
yang telah disepakati bersama pemegang hak atas tanah dan
pihak regulasi, sehingga dapat ditaati atau diikuti, meliputi: (a)
kualitas lingkungan; (b) arahan bentuk, dimensi, gubahan dan
perletakan dari suatu bangunan atau komposisi bangunan; (c)
sirkulasi kendaraan; (d) sirkulasi pejalan kaki; (e) pedestrian dan
pedagang kaki lima; (f) ruang terbuka hijau dengan fasilitas dan
tidak berfasilitas; (g) utilitas bangunan dan lingkungan; (h) wajah
arsitektur.
Kegiatan dan penggunaan lahan
Aturan kegiatan dan penggunaan lahan adalah aturan yang
berisi kegiatan yang diperbolehkan, diperbolehkan
bersyarat, diperbolehkan terbatas atau dilarang pada suatu
zona peruntukan ruang yang dinyatakan dengan klasifikasi
sebagai berikut:
I = Pemanfaatan diijinkan
Karena sifatnya sesuai dengan peruntukan ruang
yang direncanakan, hal ini berarti tidak akan ada
peninjauan atau pembahasan atau tindakan lain
dari pemerintah kabupaten terhadap pemanfaatan
lahan/ruang tersebut (notasi: I-0 untuk

PENYUSUNAN RDTR BWP PUNUNG KABUPATEN PACITAN I-28


LAPORAN PENDAHULUAN

pemanfaatan yang sesuai dengan rencana


peruntukannya dan I-1 untuk pemanfaatkan yang
tidak sesuai dengan rencana peruntukannya).
T = Pemanfaatan diijinkan secara
terbatas
Pembatasan dilakukan melalui penentuan standar
pembangunan minimum, pembatasan
pengoperasian atau peraturan tambahan lainnya
yang berlaku di wilayah kabupaten yang
bersangkutan.
B = Pemanfaatan memerlukan ijin
penggunaan bersyarat
Bersyarat sehubungan dengan usaha
menanggulangi dampak penggunaan lahan dan
pembangunan terhadap lingkungan sekitarnya
(menginternalisasi dampak); dapat berupa AMDAL,
UKL, dan UPL, persyaratan lahan parkir, dan lain-
lain.
X = Pemanfaatan yang tidak diijinkan
Karena sifatnya tidak sesuai dengan peruntukan
lahan yang direncanakan dan dapat menimbulkan
dampak yang cukup besar bagi lingkungan di
sekitarnya.

Intensitas pemanfaatan ruang


Intensitas pemanfaatan ruang adalah besaran
pembangunan yang diperbolehkan berdasarkan batasan
KDB, KLB, KDH atau kepadatan penduduk.
Aturan intensitas pemanfaatan ruang minimum terdiri dari:

PENYUSUNAN RDTR BWP PUNUNG KABUPATEN PACITAN I-29


LAPORAN PENDAHULUAN

- Koefisien Dasar Bangunan (KDB) maksimum


- Koefisien Lantai Bangunan (KLB) maksimum
- Koefisien dasar Hijau (KDH) minimum
Aturan yang dapat ditambahkan dalam intensitas
pemanfaatan ruang antara lain:
- Koefisien Tapak Basemen (KTB) maksimum
- Koefisien Wilayah Terbangun (KWT) maksimum
- Kepadatan bangunan atau unit maksimum
- Kepadatan penduduk minimum
Tata massa bangunan
Tata massa bangunan adalah bentuk, besaran, peletakan,
dan tampilan bangunan pada suatu persil/tapak yang
dikuasai, mencakup pengaturan antara lain:
- Garis sempadan bangunan (GSB) minimum;
- Jarak bebas antarbangunan minimum;
- Tinggi bangunan maksimum atau minimum;
- Amplop bangunan;
- Tampilan bangunan (opsional);
- Dan aturan lain yang dianggap perlu.
GSB minimum ditetapkan dengan mempertimbangkan
keselamatan, risiko kebakaran, kesehatan, kenyamanan
dan estetika.
Prasarana Minimum
Prasarana minimum adalah kelengkapan dasar fisik
lingkungan yang memungkinkan sebuah lingkungan dapat
berfungsi sebagaimana mestinya. Cakupan prasarana yang
diatur dalam Penyusunan RDTR minimum adalah
prasarana:
- Dimensi jaringan jalan dan kelengkapannya
(streetscape)
- Bongkar muat

PENYUSUNAN RDTR BWP PUNUNG KABUPATEN PACITAN I-30


LAPORAN PENDAHULUAN

- Parkir
- Kelengkapan prasarana lainnya yang dianggap perlu.
Lain-lain/tambahan
Aturan lain dapat ditambahkan pada setiap zonasi. Untuk
beberapa kegiatan yang diperbolehkan, misalnya:
- Kegiatan usaha yang diperbolehkan di zona hunian
(usaha rumahan, warung, salon, dokter praktek, dan
lain-lain);
- Larangan penjualan produk, tapi penjualan jasa
diperbolehkan;
- Batasan luas atau persentase (%) maksimum dari luas
lantai (misalnya: kegiatan tambahan, seperti salon,
warung, fotokopi diperbolehkan dengan batas tidak
melebihi 25% dari KDB);
- Aturan perubahan pemanfaatan ruang yang
diperbolehkan.
Aturan khusus
Penambahan aturan khusus untuk pemanfaatan lahan pada
sebuah zonasi/blok peruntukan disesuaikan dengan kondisi
khusus dari pemanfaatan lahan tersebut atau lahan di
sekitarnya yang terkait. Contoh aturan kawasan khusus
meliputi:
- Aturan untuk Kawasan Keselamatan Operasi
Penerbangan (KKOP)
- Aturan untuk kawasan cagar budaya
- Aturan untuk kawasan rawan bencana
5. Penyusunan Standar Teknis
Standar adalah suatu spesifikasi teknis atau sesuatu yang
dibakukan, disusun berdasarkan konsensus semua pihak terkait,
dengan memperhatikan syarat-syarat kesehatan, keamanan,
keselamatan, lingkungan, perkembangan IPTEK, pengalaman,

PENYUSUNAN RDTR BWP PUNUNG KABUPATEN PACITAN I-31


LAPORAN PENDAHULUAN

perkembangan masa kini dan mendatang untuk memperoleh


manfaat yang sebesar-besarnya.
Pemilihan dan penetapan standar dapat merujuk pada:
- Standar Nasional Indonesia (SNI)
- Ketentuan-ketentuan sektoral lainnya
- Ketentuan lain yang bersifat lokal
Secara umum standar dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:
Standar preskriptif, standar yang memberikan
panduan yang sangat ketat, rinci, terukur, serta
seringkali dilengkapi rancangan desain. Dan
Memberikan kemudahan dalam
pelaksanaan/penggunaannya, tetapi membatasi
perancang/arsitek dalam menuangkan kreasinya
(Brough, 1985) yang terdiri dari:
- Standar kuantitatif: kuantitatif menetapkan secara
pasti ukuran maksimum atau minimum yang
diperlukan, biasanya mengacu pada kebutuhan
minimum. Contoh standar kuantitatif: KDB
maksimum 60%, KLB maksimum 3,00; tinggi
bangunan maksimum 3 lantai, atau 16 m
- Standar desain: Standar desain merupakan
kelanjutan atau kelengkapan dari standar kuantitatif.
Contoh standard desain parkir dan tikungan jalan
Standar kinerja, adalah standar yang dirancang untuk
menghasilkan solusi rancangan yang tidak mengatur
langkah penyelesaian secara spesifik.
- Standar subyektif: standar yang menggunakan
ukuran subyektif/deskriptif sebagai ukuran
kinerjanya. Contoh standar subyektif; penambahan

PENYUSUNAN RDTR BWP PUNUNG KABUPATEN PACITAN I-32


LAPORAN PENDAHULUAN

bangunan tidak boleh mengurangi keindahan,


kenyamanan, kemudahan, dan keselamatan.
- Standar kualitatif: standar yang menetapkan
ukuran kinerja dari suatu kegiatan dengan
menggunakan ukuran maksimum atau minimum.
Contoh: batas minimum tingkat pelayanan tidak
boleh kurang dari D.
Standar yang diterapkan dalam Penyusunan RDTR dan
peraturan zonasi dapat merupakan campuran dari jenis standar
di atas. Pilihan jenis standar disesuaikan dengan kebutuhan
pengaturan.
A. Pengertian Konsep Peraturan Zonasi
Konsep Penyusunan RDTR dan peraturan zonasi akan
memberikan suatu instrumen pengendalian pada kawasan-
kawasan strategis propinsi sebelum Penyusunan RDTR dan
peraturan zonasi pada masing-masing kawasan tersusun.
Dan juga dapat digunakan sebagai pedoman secara umum
dalam penyusunan Penyusunan RDTR dan peraturan zonasi
bagi kawasan strategis yang direncanakan. Berdasarkan
gambar di atas maka dapat diketahui bahwa konsep
Penyusunan RDTR akan menjadi bahan verifikasi atau
panduan adalam penyusunan aturan peraturan zonasi
pada kawasan yang lebih rinci.
B. Metoda Penyusunan Konsep Peraturan Zonasi
Berikut ini adalah penjelasan mengenai bagan alir kegiatan
penyusunan peraturan zonasi:
Aspek-aspek pengendalian yang terkait disesuaikan
dengan hasil verifikasi antara UU No. 26 Tahun 2007,
RTRW Nasional, RTRW Kabupaten Pacitandan peraturan
terkait lainnya.

PENYUSUNAN RDTR BWP PUNUNG KABUPATEN PACITAN I-33


LAPORAN PENDAHULUAN

Pada masing-masing aspek diambil 1 (satu) studi


kasus
Pada masing-masing studi kasus harus diketahui land
use (penggunaan lahan) eksisting untuk dibuat land
redjusment (terkait dengan pola dan struktur
penggunaan lahan yang direncanakan).
Dari penentuan land redjusment, maka dapat
disusun klasifikasi zona beserta daftar kegiatan yang
diperkirakan ada pada zona tersebut. Adapun
klasifikasinya berada pada hierarki 5 (menurut
lampiran 2, Panduan Zoning Departemen PU, 2006).
Hierarki 5 merupakan lingkup yang paling rinci/mikro,
penggunaan hierarki 5 bertujuan agar instrumen
pengendalian dapat diaplikasikan secara riil/faktual di
lapangan.
Output yang diharapkan adalah tersusunnya zoning
text (atau yang lebih dikenal dengan matriks zoning)
dan zoning map (peta blok-blok zoning). Selain itu juga
disusun ketentuan-ketentuan teknis terkait dengan
pemanfaatan ruang dan penanggulangan dampak.
Adapun bagan alir tersebut dapat digambarkan seperti
Gambar 1.4.
Berdasarkan peraturan-peraturan yang ada, mulai dari UU
No. 26 Tahun 2007 hingga PERGUB 61 JATIM, maka disusunlah
Zoning Regulation BWP Punung. Beberapa aspek yang perlu
diidentifikasi, yaitu, pertahanan dan keamanan , sosial budaya,
jaringan transportasi wilayah, pertumbuhan ekonomi,
penggunaan SDA/ teknologi tinggi, jaringan prasarana wilayah,
serta fungsi dan daya dukung lingkungan hidup yang ada di
dalam BWP Punung.

PENYUSUNAN RDTR BWP PUNUNG KABUPATEN PACITAN I-34


LAPORAN PENDAHULUAN

Dari hasil identifikasi aspek-aspek yang ada, maka akan


diketahui potensi wilayah perencanaan dan disesuaikan dengan
penggunaan lahan yang ada saat ini. Berdasarkan rencana dari
dokumen tata ruang yang ada dan kondisi eksisting, maka
dilakukan penyesuaian penggunaan lahan untuk ke depannya,
sehingga diperoleh klasifikasi zonasi menurut daftar kegiatan
yang dibuat, serta dilakukan penyusunan zoning map. Dari hal
tersebut, maka disusunlah zoning text.
UU
UU PR
PR NO.
NO. 26/2007
Zoning text tersebut nantinya
RTRW
RTRW KAB.
26/2007
KAB. Malang
Malang ASPEK
ASPEK YANG
akan dibuat ke dalam
YANG DIIDENTIFIKASI
DIIDENTIFIKASI
2010
2010
matriks zoning regulation yang berisi pengaturan kegiatan pada
PERGUB
PERGUB 61
61 JATIM
JATIM

suatu zona, pengaturan kegiatan antar jenis zona, pengaturan


HANKAM
HANKAM PERTUMBUHAN
PERTUMBUHAN
intensitas pemanfaatan ruang, pengaturan prasarana,
EKONOMI
EKONOMI dan
PENGGUNAAN
PENGGUNAAN
pengaturan ketentuan teknis
SOSIAL lainnya.
SOSIAL BUDAYA
BUDAYA SDA/TEKNOLOGI
SDA/TEKNOLOGI TINGGI
TINGGI

Zoning text dan zoning maps merupakan


JARINGAN
satu kesatuan
JARINGAN
JARINGAN JARINGAN
TRANSPORTASI
TRANSPORTASI PRASARANA
PRASARANA
yang saling melengkapi. Zoning maps berupa peta dari zoning
WILAYAH
WILAYAH WILAYAH
WILAYAH

regulation menurut daftar kegiatannya,


FUNGSI
FUNGSI DAN sedangkan
DAN DAYA
DAYA DUKUNG
DUKUNG zoning text
LINGKUNGAN
LINGKUNGAN HIDUP
HIDUP
merupakan penjelasan dari zoning maps yang ada.

POTENSI
POTENSI LOKASI
LOKASI
PENENTUAN
CONTOH KASUS

LAND
LAND USE
USE EKSISTING
EKSISTING MASING-
PERMEN PU No. MASING ASPEK
20/PRT/M/2011
(Pedoman LAND READJUSTMENT
Penyusunan RDTR & LANDPerkotaan
(Ev/ Rev RDTRK READJUSTMENT
Bululawang 2012)
(Ev/ Rev RDTRK Perkotaan Bululawang 2012)
Peraturan Zonasi Kota/
Kab.)

KLASIFIKASI
KLASIFIKASI ZONASI
ZONASI
KEGIATAN HIERARKI 5
(LINGKUP RINCI) DAFTAR
DAFTAR KEGIATAN
KEGIATAN

PENYUSUNAN
PENYUSUNAN ZONING
ZONING PENYUSUNAN
PENYUSUNAN ZONING
ZONING MAPS
MAPS
TEXT
TEXT

NSPM MATRIKS
MATRIKS KETENTUAN
KETENTUAN PENYUSUNAN
PENYUSUNAN ATURAN
ATURAN
NSPM
ZONASI
ZONASI PENGENDALIAN
PENGENDALIAN
DAMPAK
DAMPAK

PENGATURAN
PENGATURAN PENGATURAN
PENGATURAN PENGATURAN
PENGATURAN PENGATURAN
PENGATURAN PENGATURAN
PENGATURAN
PENYUSUNAN
KEGIATAN
KEGIATAN RDTR BWP
KEGIATAN
KEGIATAN PUNUNG
ANTAR
ANTAR KABUPATEN
INTENSITAS
INTENSITAS PACITAN
PRASARANA
PRASARANA I-35
KETENTUAN
KETENTUAN
PADA
PADA SUATU
SUATU JENIS PEMANFAATAN TEKNIS
JENIS ZONA
ZONA PEMANFAATAN TEKNIS
ZONA
ZONA (KETENTUAN:
(KETENTUAN: RUANG
RUANG LAINNYA
LAINNYA
I,B,T)
I,B,T)
LAPORAN PENDAHULUAN

Gambar 1. 4
Kerangka Berpikir Penyusunan Konsep Penyusunan RDTR BWP
Punung

Berdasarkan bagan alir di atas, maka disusunlah konsep


zoning pada ke tujuh aspek yang diidentifikasi dengan
mengambil satu studi kasus untuk masing-masing aspek. Untuk
lebih detail dapat dlihat pada lampiran yang terdiri dari;
1. Tabel Konsep Penyusunan RDTR
2. Zoning Map
3. Matriks Konsep Peraturan Zonasi
Untuk mempermudah dalam menginterpretasi ketiga
lampiran di atas, berikut ini adalah penjelasan singkat mengenai
3 lampiran di atas;

TGL EKSISTING
Kolom 1 TGL EKSISTING

KEGIATAN YG DAPAT
KLASIFIKASI ZONA KEGIATAN YG DAPAT
DIKEMBANGKAN
Kolom 2 KLASIFIKASI ZONA Kolom 3
DIKEMBANGKAN

PENGATURAN SARANA
PENGATURAN SARANA
PRASARANA Kolom 4
PRASARANA
PENYUSUNAN RDTR BWP PUNUNG KABUPATEN PACITAN I-36

PENGATURAN TEKNIS
PENGATURAN TEKNIS Kolom 5
LAINNYA
LAINNYA
LAPORAN PENDAHULUAN

Gambar 1. 5 Tabel Konsep Peraturan Zonasi

Kolom 1: berisi tentang kondisi penggunaan lahan


secara eksisting berdasarkan hasil survey primer di
lapangan.
Kolom 2: menentukan klasifikasi zona yang ada pada
wilayah perencanaan berdasarkan pada
simbol/notasi/legenda peta sebagai identifikasi objek
zonasi pemanfaatan ruang.
Kolom 3: berdasarkan perkembangan penggunaan
lahan eksisting, maka dapat diperkirakan kegiatan apa
saja yang dapat dikembangkan pada blok tersebut
menurut klasifikasi zonanya.
Kolom 4: pengaturan sarana dan prasarana pada
masing-masing klasifikasi zona.
Kolom 5: ketentuan teknis yang terkait dengan
pemanfaatan ruang disesuaikan dengan tipe kawasan.
Tahap pertama sebagai acuan dalam penyusunan
Penyusunan RDTRdiawali review hasil evaluasi/ revisi RDTRK
BWP Punung Tahun 2012 dan penggunaan lahan eksisting yang
dijadikan dasar dalam peraturan zonasi. Dalam hal ini dapat
diketahui trend kecenderungan perkembangan dalam suatu
kawasan sehingga dapat direncanakan perubahan zonasi yang
akan disesuaikan dengan kawasan perblok peruntukan kawasan.
Untk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut ini.

PENYUSUNAN RDTR BWP PUNUNG KABUPATEN PACITAN I-37


LAPORAN PENDAHULUAN

KERANGKA KERJA
PENYUSUNAN PERATURAN
ZONASI
POLA
POLA RUANG:
RUANG:
RDTRK Kawasan
Kawasan Lindung
Lindung
Kawasan
Kawasan Budaya
Budaya
KESESUAIAN
KESESUAIAN
FUNGSI
FUNGSI LAHAN
LAHAN
LAND
LAND USE
USE KECENDERUNGAN
KECENDERUNGAN
EKSISTIN
EKSISTIN PERKEMBANGAN
PERKEMBANGAN PERUBAHAN
PERUBAHAN ZONA
ZONA DENGAN
DENGAN SYARAT:
SYARAT:
G
G
Pengaturan
Pengaturan Teknis
Teknis
Ketentuan
Ketentuan Pengaturan
Pengaturan sarana
sarana && prasarana
prasarana
Peraturan
Peraturan Pengaturan
Pengaturan Intensitas
Intensitas Pemanfaatan
Pemanfaatan
Zonasi
Zonasi Ruang
Ruang

Gambar 1. 6
Alur kajian Penyusunan Penyusunan RDTR dan
Peraturan Zonasi

6. Pemilihan Teknik Pengaturan Zonasi


Teknik pengaturan zonasi adalah berbagai varian dari
zoning konvensional yang dikembangkan untuk memberikan
keluwesan penerapan aturan zonasi. Teknik pengaturan zonasi
dapat dipilih dari berbagai alternatif dengan mempertimbangkan
tujuan pengaturan yang ingin dicapai. Setiap teknik mempunyai
karakteristik, tujuan, konsekuensi dan dampak yang berbeda.
Oleh karena itu, pemilihannya harus dipertimbangkan dengan
hati-hati. Alternatif teknik pengaturan zonasi yang dapat
diterapkan antara lain:
- Bonus/insentive zoning

PENYUSUNAN RDTR BWP PUNUNG KABUPATEN PACITAN I-38


LAPORAN PENDAHULUAN

- Performance zoning
- Fiscal zoning
- Special zoning
- Exclusionary zoning
- Contract zoning
- Negotiated development
- Dan teknik lainnya yang dianggap sesuai, meliputi:
Overlay Zone
Floating Zone
Flood Plain Zone
Conditional Uses
Growth Control
Berdasarkan bagan di atas diketahui bahwa untuk
menyusun Zoning Regulation perlu adanya tinjauan eksternal
makro dari Kabupaten Pacitan, Kondisi eksternal terdiri atas
akses dari dalam wilayah BWP Punung menuju ke luar dan
sebaliknya, serta fungsi kawasan. Kondisi internal terdiri atas
kelayakan lahan dan distribusi ruang yang digunakan. Dari
distribusi ruang tersebut diketahui apa yang sudah ada
(eksisting) dan yang sesuai rencana. Dari kedua hal tersebut
dibuatlah trend perkembangan penggunaan lahan, kemudian
membuat klasifikasi perubahan zona. Setelah itu menyusun
daftar kegiatan pada wilayah perencanaan.

REVIEW
REVIEW
KEBIJAKAN
KEBIJAKAN TATA
TATA RUANG
RUANG

HASIL
HASIL RENCANA
RENCANA
KONDISI
KONDISI TERBARU
TERBARU
Isu
Isu baru
baru kawasan
kawasan
Kebijakan
Kebijakan baru
baru
Peraturan
Peraturan baru
baru

TREND
TREND PERKEMBANGAN
PERKEMBANGAN PENGGUNAAN
PENGGUNAAN
LAHAN
LAHAN

PENYUSUNAN RDTR BWP PUNUNG KABUPATEN PACITAN I-39


LAPORAN PENDAHULUAN

KLASIFIKASI
KLASIFIKASI
ZONA
ZONA

DAFTAR
DAFTAR KEGIATAN
KEGIATAN PERKOTAAN
PERKOTAAN BULULAWANG
BULULAWANG

STANDAR
STANDAR TEKNIS
TEKNIS

KETENTUAN
KETENTUAN TEKNIS
TEKNIS PERATURAN
PERATURAN ZONASI
ZONASI

Gambar 1. 7

Tahapan Penyusunan Zoning Regulation BWP Punung

Sebagai contoh hasil analisis zoning regulation beserta


daftar kegiatannya, berikut ini akan ditampilkan contoh matriks
zoning regulation untuk kawasan industri.
Tabel 1. 1 Contoh Matriks Zoning Regulation Kawasan
Industri

Zona Rencana Pemanfaatan Ruang


Kegiat
Indus Peruma Fasu Pelabu
an RTH
tri han m han
Industr I- - - - B Selama
i 0 syarat
jumlah
RTH
minimum
dalam
kawasan
industri
tetap
terpenuhi.

PENYUSUNAN RDTR BWP PUNUNG KABUPATEN PACITAN I-40


LAPORAN PENDAHULUAN

Berdasarkan tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa


apabila pembangunan industri pada zona industri maka diberi
kode I-0 yang artinya diperbolehkan dan memang zona tersebut
sesuai dengan peruntukannya. Untuk kode (-) pada zona
perumahan, fasum, dan pelabuhan artinya bahwa industri tidak
boleh dibangun pada zona-zona tersebut. Untuk kode B atau
bersyarat pada RTH artinya bahwa industri masih dapat dibangun
pada RTH dengan syarat bahwa jumlah RTH minimum untuk
kawasan industri tetap terpenuhi.

Apabila peruntukan suatu zona


adalah untuk industri dan pada
perkembangannya dibangun
industri, maka diperbolehkan

Gambar 1. 8 Contoh Peruntukan yang Diperbolehkan

Apabila peruntukan suatu zona adalah


untuk perumahan developer dan pada
perkembangannya dibangun industri,
maka tidak diperbolehkan

PENYUSUNAN RDTR BWP PUNUNG KABUPATEN PACITAN I-41


LAPORAN PENDAHULUAN

Gambar 1. 9 Contoh Peruntukan yang Tidak


Diperbolehkan

Apabila peruntukan suatu zona


adalah untuk perindustrian dan
pada perkembangannya dibangun
pergudangan, maka diperbolehkan
tapi bersyarat

Gambar 1. 2 Contoh Peruntukan yang Diperbolehkan Tapi


Bersyarat

Apabila peruntukan suatu zona


adalah untuk industri dan pada
perkembangannya muncul PKL,
maka diperbolehkan tapi terbatas

PENYUSUNAN RDTR BWP PUNUNG KABUPATEN PACITAN I-42


LAPORAN PENDAHULUAN

Gambar 1. 10 Contoh Peruntukan yang Diperbolehkan


Tapi Terbatas

7. Penyusunan Peta Zonasi


Peta zonasi adalah peta yang berisi kode zonasi di atas
blok dan subblok yang telah didelineasikan sebelumnya. Subblok
peruntukan adalah pembagian peruntukan dalam satu blok
peruntukan berdasarkan perbedaan fungsi yang akan dikenakan.
Pertimbangan penetapan kode zonasi di atas peta batas
blok/sub blok dapat didasarkan atas:
a. Kesamaan karakter blok peruntukan, berdasarkan
pilihan:
Mempertahankan dominasi penggunaan lahan
yang ada (eksisting)
Menetapkan fungsi baru sesuai dengan arahan
fungsi pada RTRW
Menetapkan karakter khusus kawasan yang
diinginkan
Menetapkan tipologi lingkungan/kawasan yang
diinginkan
Menetapkan jenis pemanfaatan ruang/lahan
tertentu
Menetapkan batas ukuran tapak/persil
maksimum/minimum
Menetapkan batas intensitas bangunan
maksimum/minimum

PENYUSUNAN RDTR BWP PUNUNG KABUPATEN PACITAN I-43


LAPORAN PENDAHULUAN

Mengembangkan jenis kegiatan tertentu


Menetapkan batas kepadatan penduduk
bangunan yang diinginkan
Menetapkan penggunaan dan batas intensitas
sesuai dengan daya dukung prasarana yang tersedia.
b. Kesesuaian dengan ketentuan khusus yang sudah
ada (KKOP, pelabuhan, terminal, dan lain-lain)
c. Karakteristik lingkungan (batasan fisik) dan
administrasi
Bila suatu blok peruntukan akan ditetapkan menjadi
beberapa kode zonasi, maka dapat dipecah menjadi sub blok.
Pembagian subblok peruntukan dapat dilakukan berdasarkan
pertimbangan:
- Kesamaan (homogenitas) karakteristik pemanfaatan
ruang/lahan.
- Batasan fisik seperti jalan, gang, sungai, atau batas persil.
- Orientasi bangunan.
- Lapis bangunan.
Peta zonasi dibuat berdasarkan peta wilayah perencanaan
yang telah berbasis GIS dengan skala 1 : 1000. Peta zonasi
dibuat dalam format file digital menggunakan program aplikasi
Autocad dan Arc-View.
8. Penyusunan Aturan Pelaksanaan
Materi aturan pelaksanaan terdiri dari:
- Aturan mengenai variansi yang berkaitan dengan
keluwesan/kelonggaran aturan
- Aturan insentif dan disinsentif
- Aturan mengenai perubahan pemanfaatan ruang
- Jenis variansi yang diperkenankan dalam pemanfaatan
ruang antara lain:
- Minor variance dan non-conforming dimension

PENYUSUNAN RDTR BWP PUNUNG KABUPATEN PACITAN I-44


LAPORAN PENDAHULUAN

- Non-conforming use
- Interim development
- Interim/temporary use
Alternatif bentuk insentif yang dapat diberikan antara lain:
- Kemudahan izin;
- Penghargaan;
- Keringanan pajak;
- Kompensasi;
- Imbalan;
- Pola Pengelolaan;
- Subsidi prasarana;
- Bonus/insentif;
- TDR (Transfer of Development Right, Pengalihan Hak
Membangun);
- Ketentuan teknis lainnya.

1.7 SISTEMATIKA

Adapun sistematika pelaporan dalam laporan pendahuluan


Penyusunan RDTR BWP Punung adalah sebagai berikut:
BAB I Pendahuluan
Berisi tentang latar belakang penyusunan Penyusunan
RDTR BWP Punung, azas, tujuan, sasaran, dan fungsi
peraturan zonasi, ruang lingkup wilayah dan materi,
dasar hukum penyusunan Peraturan Zonasi, pendekatan
perencanaan, metodologi pendekatan, serta sistematika
pelaporan pendahuluan.
BAB II Tinjauan Kebijakan
Berisi tentang Review Kebijakan sektoral terkait dengan
Penyusunan RDTR Kawasan BWP Punung.
BAB III Gambaran Umum

PENYUSUNAN RDTR BWP PUNUNG KABUPATEN PACITAN I-45


LAPORAN PENDAHULUAN

Berisi tentang kondisi fisik dasar, kondisi fisik binaan,


kondisi kependudukan, fasilitas, utilitas, serta sistem
transportasi di BWP Punung.
BAB IV Ruang Lingkup Pekerjaan
Berisi tentang tahap pekerjaan yang akan dilakukan
dalam penyusunan Penyusunan RDTR BWP Punung.
BAB V Mobilisasi Tenaga Kerja
Berisi tentang kewajiban konsultan, serta susunan tenaga
ahli.
BAB VI Jadwal Kegiatan
Berisi tentang jadwal kegiatan, dan sistem pelaporan.

PENYUSUNAN RDTR BWP PUNUNG KABUPATEN PACITAN I-46

Anda mungkin juga menyukai