Anda di halaman 1dari 95

MODUL RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR)

TINGKAT MENENGAH

FINALISASI
RENCANA DETAIL TATA RUANG

PUSAT PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA


KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/
BADAN PERTANAHAN NASIONAL
2021
Hak Cipta © Pada Kementerian Agraria dan Tata Ruang/
i
Hak Cipta © Pada Kementerian Agraria dan Tata Ruang /
Badan Pertanahan Nasional
Edisi Tahun 2021

Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia


Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional

Jl. Akses Tol Cimanggis, Ds. Cikeas Udik, Kab. Bogor, Jawa Barat
Telp. (021) 8674586

FINALISASI RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR)


Modul Pelatihan Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)
Tingkat Menengah

Tim Pengarah Substansi:


1. Dr. Ir. Abdul Kamarzuki, MPM
2. Ir. Dwi Hariyawan S., M.A.
3. Aria Indra Purnama, ST., MUM.
4. Ir. Sufrijadi, M.A.
5. Reny Windyawati,S.T., M.Sc.
6. Deni Santo, ST., M.Sc.

Tim Penulis Modul:


1. Zikky Ardiansyah, ST., MT
2. Dian Rahmawati, ST., MT
3. Tarlani, ST., MT
4. Azhura Dellamitha, S.PWK
5. Evalina Vialita, S.PWK

Editor:

JAKARTA - KEMENTERIAN ATR/BPN-2021


RENCANA DETAIL TATA RUANG TINGKAT MENENGAH

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas


tersusunnya modul yang menjadi pegangan bagi peserta Diklat
Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Tingkat Menengah. Modul ini
dapat terselesaikan atas kerjasama Kementerian ATR/BPN dan
Asosiasi Sekolah Perencanaan Indonesia (ASPI). Tim Penyusun yang
sudah melalui serial workshop dan dukungan dari berbagai pihak di
lingkungan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan
Nasional maupun ASPI.
Untuk itu dalam kesempatan ini kami menyampaikan terima
kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:
1. Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan
Nasional;
2. Direktur Jenderal Tata Ruang Kementerian ATR/BPN;
3. Ketua Asosiasi Sekolah Perencanaan Indonesia (ASPI);
4. Tim Penyusun Modul;
5. Semua pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya
penyusunan modul ini.
Diharapkan modul ini dapat memberikan manfaat bagi peserta
Pelatihan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Tingkat Menengah.

Jakarta, 2021

Kepala Pusat Pengembangan SDM


Kementerian ATR/BPN

i
RENCANA DETAIL TATA RUANG TINGKAT MENENGAH

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................. I

DAFTAR ISI ............................................................................................... II

DAFTAR GAMBAR ................................................................................. IV

DAFTAR TABEL ..................................................................................... IV

PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL ...................................................... V

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1

A. LATAR BELAKANG ............................................................................ 1


B. TUJUAN DAN MANFAAT .................................................................... 2
C. HASIL PEMBELAJARAN .................................................................... 2
D. INDIKATOR HASIL BELAJAR ............................................................. 3
E. MATERI POKOK ................................................................................. 3

BAB II PROSES FINALISASI RDTR ......................................................... 5

A. FUNGSI DAN PERAN HUKUM DALAM PRODUK TATA RUANG ....... 5


B. PROSEDUR RDTR MENJADI PRODUK HUKUM ............................. 15
C. RELEVANSI OMNIBUS LAW (UU CIPTA KERJA) TERHADAP
PENATAAN RUANG ......................................................................... 22
D. RANGKUMAN ................................................................................... 26

BAB III PENYUSUNAN NASKAH AKADEMIK .................................. 30

A. STRUKTUR NASKAH AKADEMIK .................................................... 32


B. RANGKUMAN ................................................................................... 42

BAB IV PENYUSUNAN RANCANGAN PERATURAN KEPALA DAERAH


RDTR ....................................................................................................... 43

A. RANPERKADA SEBAGAI PROSES LEGAL DRAFTING DALAM


PENYUSUNAN RDTR....................................................................... 43
B. STRUKTUR RANPERKADA RDTR ................................................... 56
ii
RENCANA DETAIL TATA RUANG TINGKAT MENENGAH

C. MEKANISME PEMBAHASAN RANPERKADA .................................. 63


D. RANGKUMAN ................................................................................... 69

BAB V PENJELASAN SINGKAT: TAHAP PENETAPAN RANPERKADA


RDTR ....................................................................................................... 74

A. PENETAPAN RANPERKADA RDTR ................................................. 74


B. INFORMASI KHUSUS (UJI TITIK) ..................................................... 75

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN .................................................... VIII

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. VIII

LAMPIRAN .............................................................................................. XI

iii
RENCANA DETAIL TATA RUANG TINGKAT MENENGAH

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Keterkaitan Hukum Penataan Ruang Dengan Peraturan


Sektoral...................................................................................................... 8
Gambar 2 Pengendalian sebagai perangkat hukum dalam pelaksanaan
penataan ruang .......................................................................................... 9
Gambar 3 Struktur dari Naskah Akademik RDTR .................................... 42
Gambar 4 Kejelasan rumusan muatan pasal pada PZ ............................. 46
Gambar 5 Contoh Konstruksi Bahasa Teknis ke Bahasa Hukum (1) ........ 48
Gambar 6 Contoh Konstruksi Bahasa Teknis ke Bahasa Hukum (2) ........ 49
Gambar 7 Kerangka Rancangan Peraturan Kepala Daerah RDTR .......... 56
Gambar 8 Diagram Konversi Muatan RDTR ke Ranperkada ................... 61
Gambar 9 Struktur Ranperkada RDTR..................................................... 62
Gambar 10 Mekanisme Pembahasan Ranperkada kepada DPRD .......... 68
Gambar 11 Mekanisme pembahasan dan penetapan ranperkada ........... 69
Gambar 12 Sistem GISTARU .................................................................. 76
Gambar 13 Skema Proses Digitalisasi muatan RDTR/Uji Titik ................. 77
Gambar 14 Contoh Lembar Pemeriksaan (Quality Assurance) ................ 78

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Materi Muatan RDTR .................................................................. 47


Tabel 2 Kerangka Peraturan Rancangan Peraturan Kepala Daerah RDTR
................................................................................................................. 50
Tabel 3 Tabel Persandingan Materi Wajib dan Materi Tambahan pada
Ranperkada RDTR................................................................................... 63

iv
RENCANA DETAIL TATA RUANG TINGKAT MENENGAH

PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL

Dalam Modul ini Terdapat laman dan pedoman yang perlu diacu
dalam proses finalisasi RDTR, khususnya terkait Penyusunan
Naskah Akademik dan Rancangan Peraturan Kepala Daerah
tentang RDTR. Namun Modul ini tidak membahas secara khusus
mengenai tahapan Penetapan RDTR sebagai proses lanjutan dari
tahapan Penyusunan Naskah Akademik dan Ranperkada RDTR.
Untuk lebih detail mengenai tahapan tersebut dapat mengacu pada:
• Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
sebagai payung hukum tertinggi,
a. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2019
tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
b. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2020
tentang Cipta Kerja
c. Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2014 Tentang Peraturan
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
d. Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 11 Tahun 2021 tentang Tata Cara
Penyusunan, Peninjauan Kembali, Revisi, dan Penerbitan
Persetujuan Substansi RTRW Provinsi, Kabupaten, Kota, dan
RDTR
e. Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 47
Tahun 2012 Tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Daerah
Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Dan
Kabupaten/Kota

v
RENCANA DETAIL TATA RUANG TINGKAT MENENGAH

f. Peraturan Menteri Dalam Negeri RI Nomor 120 Tahun 2018


tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri RI
Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum
Daerah tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah
g. Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 13
Tahun 2016 Tentang Evaluasi Rancangan Perda Rencana Tata
Ruang Daerah
h. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2015
tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah.

vi
RENCANA DETAIL TATA RUANG TINGKAT MENENGAH

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Penyusunan modul finalisasi Rencana Detail Tata Ruang
(RDTR) dilakukan sebagai langkah untuk melanjutkan materi
teknis menjadi sebuah produk perencanaan yang berkekuatan
hukum. Dalam Modul 5 Finalisasi Rencana Detail Tata Ruang
(RDTR) terdiri atas Penyusunan Naskah Akademik Rencana
Detail Tata Ruang (RDTR) dan Penyusunan Rancangan
Peraturan Kepala Daerah (Ranperkada) Rencana Detail Tata
Ruang (RDTR)
Terdapat 2 tahapan dalam Finalisasi Rencana Detail Tata
Ruang (RDTR) yaitu Tahap Penyusunan Rancangan Peraturan
Kepala Daerah (Ranperkada), dan Tahap Penetapan
Rancangan Peraturan Kepala Daerah (Ranperkada), namun di
dalam modul ini akan lebih difokuskan pada pembahasan tahap
Penyusunan Rancangan Peraturan Kepala Daerah
(Ranperkada) yang meliputi penyusunan naskah akademik, dan
penyusunan rancangan peraturan kepala daerah (Ranperkada)
serta pengetahuan terkait mekanisme pembahasan
Ranperkada, semua materi pembahasan disesuaikan dengan
kompetensi yang telah ditetapkan pada Modul RDTR Tingkat
Menengah, yaitu mampu untuk menyusun Rencana Detail Tata
Ruang (RDTR). Meskipun demikian dalam modul ini akan
diberikan informasi penjelasan singkat tentang tahap penetapan
Ranperkada RDTR yang meliputi mekanisme Penetapan dan

1
RENCANA DETAIL TATA RUANG TINGKAT MENENGAH

evaluasi Ranperkada RDTR, serta beberapa referensi lainnya.


hal ini bertujuan agar peserta diklat dapat mempelajari secara
mandiri.

B. TUJUAN DAN MANFAAT


1. TUJUAN MODUL
Tujuan dari modul ini adalah peserta diharapkan mampu
menjelaskan proses finalisasi RDTR yaitu dalam penyusunan
Naskah Akademik RDTR dan Rancangan Peraturan Kepala
Daerah (Ranperkada) RDTR
2. MANFAAT MODUL
Manfaat modul ini yaitu Peserta Diklat Rencana Detail Tata
Ruang (RDTR) Tingkat Menengah diharapkan dapat
memahami pentingnya produk penataan ruang, dalam konteks
ini yaitu RDTR untuk berkekuatan hukum dan memproses
Produk/Materi Teknis Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)
menjadi sebuah Naskah Akademik dan Rancangan Peraturan
Kepala Daerah (Ranperkada).

C. HASIL PEMBELAJARAN
Adapun Hasil Pembelajaran dari Modul ini antara lain :
1. Tersampaikannya proses finalisasi Rencana Detail Tata Ruang
(RDTR)
2. Tersampaikannya struktur Naskah Akademik Rencana Detail
Tata Ruang (RDTR)
3. Tersusunnya Rancangan Peraturan Kepala Daerah
(Ranperkada) RDTR

2
RENCANA DETAIL TATA RUANG TINGKAT MENENGAH

D. INDIKATOR HASIL BELAJAR


Indikator Hasil Belajar/ Sub Kompetensi yang diharapkan dari
Modul ini adalah:
1. Peserta Diklat Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Tingkat
Menengah mampu menjelaskan proses finalisasi RDTR
2. Peserta Diklat Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Tingkat
Menengah mampu menganalisis Naskah Akademik RDTR
sesuai dengan prosedur/pedoman
3. Peserta Diklat Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Tingkat
Menengah mampu menyusun Rancangan Peraturan Kepala
Daerah (Ranperkada) RDTR.

E. MATERI POKOK
Materi pokok dan submateri pokok dalam modul meliputi:
1. Materi Pokok-1 Proses Finalisasi RDTR:
a. Fungsi dan Peran Hukum dalam Produk Tata Ruang
(Dalam konteks : RDTR)
b. Prosedur dalam memproses RDTR menjadi produk hukum
sesuai Permen ATR/KBPN 11/2021 dan Instrumen OSS
c. Hal lainnya yg terkait: KLHS yang dilakukan terintegrasi
dengan RDTR, UU Cipta Kerja sebagai landasan
kemudahan berinvestasi
2. Materi Pokok-2 Penyusunan Naskah Akademik
a. Struktur Naskah Akademik Rencana Detail Tata Ruang
(RDTR)
3. Materi Pokok-3 Penyusunan Rancangan Peraturan Kepala
Daerah
a. Penyusunan Ranperkada RDTR Sebagai Proses Legal
Drafting Dalam Penyusunan RDTR

3
RENCANA DETAIL TATA RUANG TINGKAT MENENGAH

b. Struktur Rancangan Peraturan Daerah Rencana Detail


Tata Ruang (RDTR)
c. Mekanisme Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah
Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

4
RENCANA DETAIL TATA RUANG TINGKAT MENENGAH

BAB II
PROSES FINALISASI RDTR

Indikator Keberhasilan:
Setelah menyelesaikan Bab II Finalisasi RDTR, diharapkan peserta
diklat:
1. Mampu menjelaskan Fungsi dan Peran Hukum dalam Produk
Rencana Tata Ruang (Dalam konteks modul ini: RDTR).
2. Mampu menjelaskan prosedur dalam memproses RDTR
menjadi produk hukum sesuai Permen ATR/KBPN 11/2021 dan
Instrumen OSS.
3. Mampu menjelaskan hal-hal yang terkait dalam finalisasi RDTR
yaitu UU Cipta Kerja sebagai landasan kemudahan berinvestasi.

A. FUNGSI DAN PERAN HUKUM DALAM PRODUK TATA


RUANG
Hukum merupakan kumpulan azas dan kaidah yang
mengatur kehidupan manusia disertai oleh lembaga-lembaga
dan proses yang mewujudkan azas dan norma itu dalam
kenyataan (Kusumaat
maja, 2002). Kaidah hukum memiliki sifat mengatur dan
memaksa. Dalam konteks pentaan ruang, melihat dalam
penyelenggaraannya dilakukan secara bertahap mulai
pengaturan, pembinaan, pelaksanaan dan pengawasan.
Pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat dengan lahan
yang dapat dimanfaatkan semakin terbatas maka perlu
dilakukan pengaturan melalui perencanaan tata ruang, baik
secara horizontal maupun vertikal. Semua dokumen

5
RENCANA DETAIL TATA RUANG TINGKAT MENENGAH

perencanaan tata ruang mengandung unsur pengaturan baik


dalam struktur ruang, pola ruang maupun peraturan zonasi.
Disinilah kaidah hukum diperlukan agar bisa memiliki kekuatan
(police power) mengatur dan memaksa dalam kepentingan
penataan ruang.
Tata ruang dianggap memiliki peranan penting sesuai dengan
tujuan penataan ruang yang tercantum dalam Undang-undang
Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Dalam Pasal 3
UU Penataan Ruang, tujuan penaataan ruang untuk
mewujudkan ruang wilayah Nasional yang aman, nyaman,
produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara
dan Ketahanan Nasional dengan:
a. Terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan
lingkungan buatan;
b. Terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya
alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan
sumber daya manusia; dan
c. Terwujudnya pelindungan fungsi ruang dan pencegahan
dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan
ruang.

Mengapa produk tata ruang penting menjadi pedoman?


Sesuai amanah Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 1 ayat 3
bahwa Negara Indonesia merupakan negara hukum. Oleh
karena itu, asas legalitas mewajibkan hukum menjadi landasan
dari segenap tindakan negara, dan hukum itu sendiri harus baik
dan adil serta melindungi warga untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakatnya.

6
RENCANA DETAIL TATA RUANG TINGKAT MENENGAH

Fungsi hukum memiliki posisi yang penting dalam rencana


tata ruang karena produk tata ruang merupakan landasan
perizinan dan pintu awal kemudahan berinvestasi. Peraturan
tata ruang yang berlandaskan hukum diakui keberadaannya dan
mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan
oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau
dibentuk berdasarkan kewenangan. Terdapat beberapa tipe
ideologi hukum penataan ruang di dunia (McAuslan dalam
Oetomo, 2019), yaitu private interest ideology yang dipahami
juga sebagai common law perspective, public interest ideology,
dan public participation ideology. Konsensus pilihan terhadap
salah satu ideologi hukum penataan ruang tersebut akan
berimplikasi pada jawaban atas “apa, kenapa, bagaimana,
kapan, dan oleh siapa” yang menjadi aspek penting dalam
penataan ruang. Implikasi ideologi hukum yang dipilih terhadap
Asas Pembentukan Undang-undang di Indonesia adalah adanya
kejelasan tujuan, kelembagaan yang tepat, kesesuaian antara
jenis dan materi muatan, dapat dilaksanakan, kedayagunaan
dan kehasilgunaan, kejelasan rumusan, serta keterbukaan.
Kaitan pengaturan hukum berbagai aspek (sektoral) dalam
penataan ruang terbagi menjadi tiga hal utama, yaitu
Lingkungan, Hak Warga Negara, dan Proses Perencanaan.
Dijelaskan secara skematis pada Gambar 1 dimana Undang-
Undang Penataan ruang sebagai payung hukum sebagai
Undang-undang utama (core) dalam penyelenggaraan penataan
ruang, maka Undang-undang Penataan Ruang ini diharapkan
dapat mewujudkan rencana tata ruang yang dapat
mengoptimalisasikan dan memadukan berbagai kegiatan sektor

7
RENCANA DETAIL TATA RUANG TINGKAT MENENGAH

pembangunan, baik dalam pemanfaatan sumber daya alam


maupun sumber daya buatan.

Gambar 1 Keterkaitan Hukum Penataan Ruang Dengan Peraturan


Sektoral
sumber : Oetomo, 2012

Pelaksanaan penataan ruang terdiri dari perencanaan tata


ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan
ruang. Ketika tahapan perencanaan tata ruang telah selesai
dibuat, maka selanjutnya adalah bagaimana dalam
memanfaatkan ruang tersebut. Dalam pemanfaatan ruang
memiliki dilakukan pelaksanaan Kesesuaian Kegiatan
Pemanfaatan Ruang (KKPR) dan pelaksanaan sinkronisasi
program pemanfaatan ruang dengan unsur-unsur yang dimiliki
yaitu program, pembiayaan dan juga kelembagaan yang jelas
untuk pembangunan lahan (land development) dan
perencanaan pembangunan lahan (development plan). Untuk
mewujudkan itu, diperlukan perangkat pengendalian berupa

8
RENCANA DETAIL TATA RUANG TINGKAT MENENGAH

empat instrumen pengendalian yaitu ketentuan KKPR,


pemberian insentif dan disinsentif, dan pengenaan sanksi.

Gambar 2 Pengendalian sebagai perangkat hukum dalam pelaksanaan


penataan ruang
Sumber : Undang-undang Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020

Kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang adalah kesesuain


antara rencana kegiatan pemanfaatan ruang dengan rencana
tata ruang. Pada pelaksanaanya KKPR terdiri atas KKPR untuk
kegiatan berusaha, KKPR untuk kegiatan non berusaha, dan
KKPR untuk kegiatan yang bersifat strategis nasional.
Dengan adanya KKPR, maka KKPR memiliki 2 (dua) funngsi
sebagai acuan pemanfaatan ruang agar sesuai dengan (KDB,
KLB, tinggi bangunan, dan lainnya) dan acuan administrasi
pertanahan (sebagai dasar hak – hak atas tanah, misal HGB,
HGU, SHM, dst)
Insentif dan disinsentif merupakan perangkat yang diperlukan
agar pemerintah dapat mengendalikan dampak negatif dan

9
RENCANA DETAIL TATA RUANG TINGKAT MENENGAH

mengurangi konflik dalam pemanfaatan ruang. Berdasarkan


Undang-undang Penataan Ruang, perangkat insentif merupakan
pengaturan yang bertujuan memberikan rangsangan terhadap
kegiatan yang seiring dengan tujuan rencana tata ruang
terutama yang didorong pengembangannya. Sedangkan
perangkat disinsentif merupakan pengaturan yang bertujuan
membatasi pertumbuhan atau mengurangi kegiatan yang tidak
sejalan dengan rencana tata ruang untuk dibatasi
pengembangannya. Bentukan dari insentif dan disinsentif dapat
berupa fiskal ataupun non-fiskal.
Instrumen yang terakhir dalam pengendalian pemanfaatan
ruang adalah pengenaan sanksi. Sanksi merupakan tindakan
penertiban yang berupa sanksi administratif, pidana, dan
perdata yang dilakukan terhadap pemanfaatan ruang yang tidak
sesuai dengan rencana tata ruang. Dalam Undang-undang
Penataan Ruang, terdapat 3 jenis sanksi yang diatur untuk
menertibkan perwujudan penataan ruang. Gambar 3
menunjukkan bahwa sanksi administratif, pidana dan perdata
dapat dijatuhkan dengan kriteria tersebut.

Gambar 3 Kriteria Sanksi Administratif, Pidana dan Perdata


Sumber : Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja

10
RENCANA DETAIL TATA RUANG TINGKAT MENENGAH

Produk tata ruang melalui berbagai analisis ekonomi, fisik,


dan sosial memberikan panduan dalam mencapai
pembangunan berkelanjutan melalui kegiatan-kegiatan yang ada
diatas lahan. Pertimbangan inilah yang memberikan kepastian
bahwa perencanaan tata ruang yang baik akan memberikan
jaminan produktivitas yang baik sedemikian rupa sehingga
setiap peruntukan lahan akan optimal untuk kegiatan yang ada
di atasnya. Disinilah, pihak pemberi izin (Pemerintah) memiliki
jaminan kepada para investor untuk bisa mendorong
investasinya sesuai dengan penataan ruang. Dengan sistem
Online Single Submission (OSS), diharapkan akan lebih
mempermudah para investor untuk memilih lokasi
pembangunan lokasi usahanya dari pilihan zona lahan di setiap
lokasi/daerah yang mau diinvestasikan.
Dari fungsi yang dijelaskan diatas, maka peran aspek hukum
dalam penataan ruang memiliki nilai kepentingan yang tinggi.
Prawiranegara (2014) menyebutkan bahwa terdapat 9 peran
hukum ini terhadap penataan ruang yaitu sebagai berikut :
1. Sebagai Dasar Hukum Disusunnya Rencana
Mandat penyusunan RDTR dapat dilihat pada UU 26 tahun
2007 tentang penataan ruang membuktikan bahwa
pembuatan dokumen perencanaan perlu memiliki landasan
secara hukum.
2. Sebagai Dasar Hukum Produk Rencana dan Implementasi
Rencana
Perda Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) menjadi acuan
bagi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dalam
menyusun dan melaksanakan rencana sektoral. Perda

11
RENCANA DETAIL TATA RUANG TINGKAT MENENGAH

Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) menjadi dasar hukum


bagi perizinan pemanfaatan ruang, perizinan sektoral yang
memanfaatkan ruang (misal: pertambangan), pemberian
insentif dan disinsentif, pengenaan sanksi bagi pelanggaran
tata ruang, penganggaran pembangunan, serta pengadaan
tanah bagi kepentingan umum.
3. Sebagai Peraturan Perencanaan atau Prosedur
Perencanaan
Produk hukum peraturan perundang-undangan juga mengatur
tentang peraturan perencanaan, dimana tercakup didalamnya
asas-asas perencanaan, klasifikasi produk rencana, proses
dan prosedur, legalitas, dan kelembagaan dan pembagian
kewenangan, mekanisme koordinasi dan konsultasi, dan lain-
lain. Hal ini terlihat pada pedoman yang berisi semua norma,
standar dan manual bidang penataan ruang.
4. Dasar Hukum Penegakan Hukum bagi Pelanggar
Rencana
Penegakan hukum (law enforcement) secara konsisten
terhadap penyimpangan pemanfaatan rencana tata ruang,
sangat penting untuk meningkatkan kinerja penyelenggaraan
penataan ruang nasional dan daerah, sekaligus untuk
meletakkan landasan bagi pembangunan pada masa
mendatang. Pemanfaatan ruang untuk berbagai kegiatan
budidaya harus sesuai dengan rencana tata ruang.
Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata
ruang dapat dikenai sanksi administratif dan diancam
hukuman pidana penjara dan denda menurut ketentuan UU

12
RENCANA DETAIL TATA RUANG TINGKAT MENENGAH

No. 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang dan UU No. 11


Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
5. Dasar Hukum Demokratisasi dan peran peran masyarakat
dalam perencanaan
Peran serta masyarakat dapat didefinisikan sebagai proses
keterlibatan masyarakat yang memungkinkan mereka dapat
mempengaruhi proses pengambilan keputusan penataan
ruang yang meliputi keseluruhan proses sebagaimana
disebutkan dalam Undang-undang nomor 26/2007 pasal 1
yaitu: pengaturan penataan ruang (ayat 9), pembinaan
penataan ruang (ayat 10), pelaksanaan penataan ruang (ayat
11), dan pengawasan penataan ruang (ayat 12).
6. Dasar Hukum Penyediaan Ruang Publik dalam
Perencanaan
Karakteristik ruang publik sebagai tempat interaksi warga
masyarakat sangat penting dalam menjaga dan
meningkatkan kualitas kawasan perkotaan. Ruang publik di
Indonesia memiliki arti yang sangat penting dan strategis
secara hukum yaitu dengan ditetapkannya Undang-undang
No. 26 tahun 2007 tentang penataan ruang. Dalam Pasal 28
ditegaskan perlunya penyediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH)
dan Ruang Terbuka Non Hijau (RTNH) di dalam suatu kota.
Dalam Konteks ini, UU penataan ruang mengamanatkan
setiap dokumen rencana tata ruang khususnya RDTR
diwajibkan mengalokasikan sedikitnya 30% dari ruang,
dimana 20% diperuntukan sebagai RTH Publik dan 10% bagi
RTH Privat.

13
RENCANA DETAIL TATA RUANG TINGKAT MENENGAH

7. Dasar Hukum Penyelesaian Konflik/Sengketa


Konflik/Sengketa dalam penataan ruang sangat mungkin bisa
terjadi baik itu konflik dalam penataan ruang (SDA, SD
Buatan dll), konflik mengenai penataan ruang (metode
pendekatan, sistem, desain dan politik), konflik terhadap
penataan ruang (SDM, Sosial dan hubungan antar bangsa)
serta konflik melalui tata ruang (pemerintah vs organisasi
professional dan lain-lain). Semua konflik tersebut haruslah
diatur di dalam hukum tata ruang sehingga langkah
penyelesaiannya dapat terakomodir di dalam konteks hukum.
8. Dasar Hukum Perwujudan Keterpaduan Perencanaan
Pembangunan
UU penataan ruang menetapkan hierarki rencana tata ruang
sedemikian rupa guna menjamin keterpaduan, sehingga
rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota tidak boleh saling
bertentangan dengan rencana tata ruang daerah tetangganya
serta dengan rencana tata ruang wilayah provinsi, dan yang
terakhir tidak boleh bertentangan dengan rencana tata ruang
wilayah nasional. Hal ini berimplikasi pada penyusunan
dokumen RDTR haruslah selaras dengan RTRW
kabupaten/Kota masing-masing.
9. Dasar Hukum Pembagian Kewenangan Dalam
Perencanaan
Dokumen perencanaan yang berjenjang dari nasional sampai
daerah tentunya akan menciptakan potensi tumpang tindih
dalam kewenangannya. Oleh karena itu, UU penataan ruang
menegaskan peran dari setiap level pemerintahan.

14
RENCANA DETAIL TATA RUANG TINGKAT MENENGAH

B. PROSEDUR RDTR MENJADI PRODUK HUKUM


Sesuai Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala
Badan Pertanahan Nasional Nomor 11 tahun 2021 tentang Tata
Cara Penyusunan, Peninjauan Kembali, Revisi, dan Penerbitan
Persetujuan Substansi Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi,
Kabupaten, Kota, dan Rencana Detail Tata Ruang untuk
mewujudkan kepastian hukum penerbitan perizinan
pemanfaatan ruang berdasarkan Rencana Detail Tata Ruang
Kabupaten/Kota, diperlukan pengaturan percepatan penyusunan
dan penetapan Rencana Detail Tata Ruang Kabupaten/Kota
sesuai kebutuhan. Disebutkan pada beberapa bagian, yaitu di
Pasal 9 ayat 2 dan Pasal 10 ayat 5 bahwa finalisasi RDTR
berupa penyusunan dan pembahasan Rancangan Peraturan
Kepala Daerah merupakan bagian dari Prosedur Penyusunan
RDTR yang meliputi:
a) Penyusunan naskah akademik/ kajian kebijakan
Ranperkada;
b) Penyusunan rancangan peraturan kepalada daerah
tentang RDTR kabupaten/kota; dan
c) Pembahasan rancangan peraturan daerah tentang
RDTR kabupaten/kota.
Dijelaskan pula dalam Lampiran III Permen ATR/KBPN
11/2021 bahwa penyusunan dan pembahasan Ranperkada
tentang RDTR, terdiri atas:
a) Penyusunan naskah akademik/ kajian kebijakan
Ranperkada tentang RDTR;
b) Penyusunan Ranperda tentang RDTR yang merupakan
proses penuangan materi teknis RDTR ke dalam pasal-

15
RENCANA DETAIL TATA RUANG TINGKAT MENENGAH

pasal dengan mengikuti kaidah penyusunan peraturan


perundang-undangan; dan
c) Pembahasan Ranperda tentang RDTR yang melibatkan
pemangku kepentingan di tingkat kabupaten/kota.
Adapun hasil pelaksanaan penyusunan dan pembahasan
Ranperda tentang RDTR, terdiri atas:
a. Naskah akademik/ kajian kebijakan Ranperkada tentang
RDTR;
b. Naskah Ranperkada tentang RDTR ; dan
c. Berita acara pembahasan RDTR dengan para pemangku
kepentingan, antara lain :
1) Berita acara konsultasi publik; dan
2) Berita acara pembahasan dengan kabupaten/kota yang
berbatasan.
Kegiatan penyusunan dan pembahasan Ranperda tentang
RDTR melibatkan masyarakat dalam bentuk pengajuan usulan,
keberatan, dan sanggahan terhadap naskah Ranperkada RDTR
dilakukan melalui:
a. Media massa (televisi, radio, surat kabar, majalah);
b. Website resmi lembaga pemerintah yang berkewenangan
menyusun RDTR;
c. Surat terbuka di media massa;
d. Kelompok kerja (working group/public advisory group);
dan/atau
e. Diskusi/temu warga (public hearings/meetings), konsultasi
publik minimal 1 (satu) kali, workshops, FGD, seminar,
konferensi, dan panel.

16
RENCANA DETAIL TATA RUANG TINGKAT MENENGAH

Konsultasi publik dalam penyusunan dan pembahasan


Ranperkada tentang RDTR ini dilakukan minimal 1 (satu) kali
dituangkan dalam berita acara dengan melibatkan DPRD,
perguruan tinggi, pemerintah provinsi, swasta, asosiasi
perencana, dan masyarakat. Secara keseluruhan, penyusunan
RDTR dilaksanakan paling lama 12 (dua belas) bulan. Tata cara
penyusunan RDTR ditunjukkan pada Gambar 5

Gambar 4 Tata cara penyusunan RDTR


sumber : Permen ATR/KBPN 11/2021

Naskah Ranperkada tentang RDTR terdiri atas:


1. Ranperkada, merupakan rumusan pasal per pasal dari buku
rencana; dan
2. Lampiran yang terdiri atas peta rencana struktur ruang,
rencana pola ruang, tabel indikasi program pemanfaatan
ruang prioritas, serta table ketentuan kegiatan dan
penggunaan lahan (table ITBX). Khusus untuk lampiran peta

17
RENCANA DETAIL TATA RUANG TINGKAT MENENGAH

rencana struktur ruang dan rencana pola ruang disajikan


dalam format A1.

1. KLHS Sebagai Proses Terintegrasi Dengan RDTR


Dalam mendukung upaya percepatan penyusunan rencana
tata ruang yang dilakukan pemerintah daerah dan
pembinaannya oleh Kementrian ATR/BPN secara terkoordinasi
lintas lembaga maka perlu penyederhanaan proses validasi
KLHS, yaitu dalam rekomendasi peta dasar dan peta tematik
dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Pelaksanaan penyusunan rencana tata ruang dilakukan
dengan tetap memperhatikan aspek daya dukung dan daya
tampung lingkungan hidup sebagai suatu kajian lingkungan
hidup strategis serta kesesuaian ketelitian peta rencana tata
ruang.
b. Pemenuhan kajian lingkungan strategis dilakukan melalui
analisis daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup
dalam proses penyusunan rencana tata ruang.
c. Pemenuhan kesesuaian ketelitian peta rencana tata ruang
dilakukan melalui penyusunan peta rencana tata ruang
berdasarkan peta Rupabumi Indonesia yang ditetapkan oleh
kementerian/ lembaga yang membidangi informasi
geospasial.
d. Dalam hal peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) tidak tersedia,
maka penyusunan rencana tata ruang mempergunakan peta
format digital dengan ketelitian detail informasi sesuai
dengan skala perencanaan rencana tata ruang; dan/atau
peta tematik pertanahan

18
RENCANA DETAIL TATA RUANG TINGKAT MENENGAH

Gambar 5 Proses Integrasi Penyusunan RDTR dan KLHS


Sumber : Permen ATR/KBPN No. 11 Tahun 2021 dan Permen KLHK No. 69
Tahun 2017

2. Prosedur Finalisasi RDTR


Proses finalisasi RDTR sesuai Peraturan Menteri Agraria dan
Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 11 tahun
2021 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang
Dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota tentang Tata Cara
Penyusunan, Peninjauan Kembali, Revisi, dan Penerbitan
Persetujuan Substansi RTRW Provinsi, Kabupaten, Kota, dan
RDTR maksimum adalah 8 (delapan) bulan meliputi tahapan
Persiapan; Pengumpulan, Pengolahan, dan Analisis Data;
Penyusunan Ranperkada; kemudian dilanjutkan proses
penetapan Perkada RDTR dengan waktu maksimum 4 (empat)
bulan meliputi proses pelibatan peran masyarakat, pembahasan

19
RENCANA DETAIL TATA RUANG TINGKAT MENENGAH

Ranperkada, Persetujuan Substansi, dan Penetapan Ranperkada


RDTR.
Kegiatan yang dimuat dalam penyusunan tabel ITBX pada
peraturan zonasi perlu disesuaikan dan mengacu pada KBLI
(Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia) tahun 2020 yang
berstandar pada Peraturan Kepala BPS 2/2020. KBLI 2020
merupakan salah satu syarat penyesuaian perizinan berusaha
yang harus dipenuhi terutama agar sesuai dengan sistem
perizinan terbaru (OSS). KBLI 2020 dapat di akses pada link
berikut:

https://oss.go.id/informasi/kbli-berbasis-risiko

Dalam penyusunan RDTR perlu adanya proses kodefikasi


atau standarisasi Peta Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)
Kabupaten/Kota. Hal ini merupakan tuntutan dari kebutuhan
pembangunan nasional khususnya dalam pembuatan peta
rencana tata ruang. Ketersediaan dan fungsi basis data yang
seragam sangat bermanfaat untuk membantu terwujudnya
proses pelaksanaan penyusunan rencana tata ruang yang baik.
Secara jangka panjang akan bermanfaat dalam melakukan
pengendalian dan evaluasi peninjauan kembali rencana tata
ruang. Untuk mencapai kondisi ideal tersebut pemerintah telah
meluncurkan kebijakan nasional tentang penyelenggaraan
informasi geospasial melalui Kebijakan Satu Peta (One Map
Policy).
Kebijakan Satu Peta yang berlandaskan pada Peraturan
Presiden Nomor 23 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas
Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2016 Tentang Percepatan

20
RENCANA DETAIL TATA RUANG TINGKAT MENENGAH

Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta Skala 1:50.000 demi


mendorong pembangunan Informasi Geospasial (IG) Nasional
dalam pelaksanaan pembangunan nasional. Agar pelaksanaan
Kebijakan Satu Peta IGT Tata Ruang dapat tercapai maka
dibutuhkan tahapan kompilasi Peta Rencana Tata Ruang,
pemuktahiran Peta Rencana Tata Ruang dan integrasi Peta
Rencana Tata Ruang dengan IGD, serta sinkronisasi Peta
Rencana Tata Ruang antar IGT. Dalam rangka mendukung
kebutuhan integrasi dan sinkronisasi Peta Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) dan Peta Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)
di seluruh Indonesia serta untuk mewujudkan kemudahan
informasi rencana tata ruang dan penyeragaman basis data
peta RDTR, maka diperlukan acuan penyelenggaraan basis
data peta RTRW dan peta RDTR dalam bentuk Standar
Penyusunan Basis Data dalam Pembuatan Peta RDTR
Kabupaten/Kota.
Tidak seragamnya basis data peta menjadi kendala dalam
proses integrasi peta rencana tata ruang Ketersediaan dan
keseragaman penyajian serta basis data peta RDTR sangat
bermanfaat untuk membantu mewujudkan proses penyusunan
rencana tata ruang yang baik serta mendukung program
pemerintah terkait percepatan pemenuhan data perizinan sistem
Online Single Submission (OSS) Perlunya dukungan
ketersediaan, keakuratan , dan kelengkapan basis data peta
dalam rangka menyediakan kemudahan aksesibilitas peta
RDTR kepada masyarakat.
Lingkup Pengaturan Standar Basis Data Peta RDTR meliputi
pengaturan :

21
RENCANA DETAIL TATA RUANG TINGKAT MENENGAH

1. Format Penamaan File Peta;


2. Format Penyajian Tabel Atribut; dan
3. Struktur Folderisasi .

C. RELEVANSI OMNIBUS LAW (UU CIPTA KERJA)


TERHADAP PENATAAN RUANG
Munculnya rencana diterbitkannya Omnibus Law cipta
lapangan kerja memberikan dampak tersendiri terhadap urusan
penataan ruang. Secara umum dijelaskan mengenai
permasalahan sulitnya pengadaan lahan untuk investasi
(ketidakharmonisan UU penataan ruang, UUPA dan UU
kehutanan serta UU lainnya sehingga investasi tidak dapat
masuk. Direncanakan mengubah ketentuan UU Penataan ruang
bahwa RTRW sebelum jangka waktu 5 tahun untuk kegiatan
investasi dengan kriteria dan persyaratan yang ketat. Selain itu,
penetapan RDTR digital juga dalam waktu paling lama 1 tahun.
Selain itu, pengaturan UU Pokok Agraria (diubah ke UU
Pertanahan) mengenai kemudahan dan percepatan pengadaan
tanah dan proses perpanjangan dan pembaharuan Hak Atas
Tanah (HGU, HGB dan hak pakai).
Beberapa perubahan-perubahan serta implikasinya pada
penerapan Undang-Undang Penataan ruang yaitu sebagai
berikut
a. Penyederhanaan hierarki Rencana Tata ruang dengan
menghapus RTR Kawasan strategis provinsi dan
kabupaten/kota, RTR Kawasan megapolitan, RTR
Kawasan Pedesaan dan RTR Kawasan Agropolitan. Hal
ini berimplikasi pada fokus pemerintah hanya

22
RENCANA DETAIL TATA RUANG TINGKAT MENENGAH

menyelesaikan RTRW dan RDTR saja. Sisi positifnya,


RDTR yang dikerjakan haruslah memiliki kualitas yang
baik.
b. Cakupan wilayah RDTR tidak terlalu besar sehingga bisa
ditetapkan melalui peraturan kepala daerah dengan tetap
mempertimbangkan aspirasi publik dan audiensi DPRD.
Muatan yang telah disetujui oleh menteri ATR harus
segera ditetapkan dalam kurun waktu 1 (satu) bulan. Jika
tidak selesai dalam sebulan maka peraturan kepala
daerah ditetapkan dalam bentuk peraturan menteri yang
membidangi tata ruang. hal ini berimplikasi pada waktu
penetapan RDTR yang lebih cepat sehingga penyediaan
dasar kesesuaian lokasi usaha berdasar rencana tata
ruang makin cepat dan tidak mahal. Legitimasi publik
dalam konteks ini dapat diantisipasi dengan tetap
melakukan konsultasi publik sesuai asas-asas umum
Pemerintah Yang Baik (AAUPB).
c. Mencabut ketentuan rencana rinci tata ruang pada pasal
24 UU PR sehingga tidak ada lagi rencana rinci yang
disusun provinsi.
d. Perubahan terhadap Pasal 20 ayat (4) dan ayat (5), Pasal
23 ayat (4) dan ayat (5), Pasal 26 ayat (5) dan ayat (6),
yang mengatur mengenai jangka waktu peninjauan
kembali atas rencana tata ruang yaitu 1 (satu) kali dalam 5
(lima) tahun, dapat ditafsirkan bahwa peninjauan kembali
rencana tata ruang dilakukan satu kali dalam lima tahun,
baik di tahun kedua, ketiga, keempat, dan kelima. Namun

23
RENCANA DETAIL TATA RUANG TINGKAT MENENGAH

demikian, perlu penegasan kriteria peninjauan kembali


dalam UU maupun peraturan pelaksanaannya.
e. Diantara Pasal 33 dan Pasal 34 ditambahkan pasal baru,
yakni Pasal 33A. Dalam rangka mengakomodasi kegiatan
pemanfaatan ruang akibat adanya dinamika
pembangunan dan kebijakan nasional baru yang dapat
memberikan manfaat bagi kepentingan umum, perlu
dibuka kemungkinan dapat dilaksanakannya kegiatan
pemanfaatan ruang yang belum terakomodasi dalam
rencana tata ruang dengan kriteria dan persyaratan
tertentu. Hal ini berdampak pada mengakomodasi
perubahan kebijakan nasional yang sangat diperlukan dan
bersifat mendesak, serta strategis dalam suatu rencana
tata ruang
f. ketentuan yang memuat pengaturan terkait Izin
Pemanfaatan Ruang diganti dengan istilah/frasa
“kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang”. Pemanfaatan
ruang dapat diwujudkan dengan konfirmasi kesesuaian
dengan rencana tata ruang.
1. Rencana Rinci RDTR telah mengakomodasi aspek
daya dukung dan daya tampung secara mendetail
2. RTRW atau RDTR telah berwujud data digital sehingga
semua orang bisa mengakses secara online.
3. Perlu adanya kepastian lembaga yang
bertanggungjawab melakukan konfirmasi yang
terintegrasi dengan sistem OSS.

24
RENCANA DETAIL TATA RUANG TINGKAT MENENGAH

g. Perubahan dengan memberikan kejelasan pengertian


prinsip berjenjang dan komplementer, sehingga dasar
perizinan menjadi jelas. Selama ini, prinsip berjenjang dan
komplementer, masih dirasakan belum jelas dalam
implementasinya. Hal ini agar menjaga keserasian dan
keterpaduan penataan ruang dari tingkat nasional sampai
daerah. Perlu sebuah bridging kriteria kedalaman
substansi atau muatan masing-masing.
h. Perubahan berkaitan dengan pengaturan ketentuan batas
minimal kawasan hutan dimana ditetapkan Setiap RTRW
sebanyak 30% dari luas DAS (Pasal 17 ayat 5 UUPR)
menjadi tidak selalu 30% melainkan proporsional
berdasarkan kondisi biogeofisik, iklim, penduduk, keadaan
sosial ekonomi masyarakat setempat.
i. Ditambahkan aturan penjelas berupa bantuan teknis
pemerintah pusat dalam penyusunan RTRW dan RDTR
daerah. Hal ini diharapkan munculnya dokumen rencana
tata ruang yang semakin berkualitas dan juga cepat
sampai proses penetapannya.
j. Perlu dilakukan pendefinisian terhadap Rencana Detail
Tata Ruang, yang selanjutnya disingkat RDTR adalah
rencana secara terperinci tentang tata ruang wilayah
kabupaten/kota yang dilengkapi dengan peraturan zonasi
kabupaten/kota

25
RENCANA DETAIL TATA RUANG TINGKAT MENENGAH

D. RANGKUMAN
1. Fungsi dan Peran Hukum bagi Produk Tata Ruang
Fungsi hukum bagi produk tata ruang adalah sebagai bentuk
formal/ legal untuk mengatur dan memaksa (police power)
pemanfaatan ruang sesuai dengan tujuan dari penataan ruang
yaitu mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman
da berkelanjutan. Menimbang sesuai amanah UUD 45 bahwa
Indonesia adalah negara hukum sehingga kekuasaan tertinggi
berada pada produk hukum.
Terdapat 9 peran aspek hukum dalam perencanaan tata
ruang yaitu :
1. Dasar hukum disusunnya rencana
2. Dasar hukum produk rencana dan implementasi rencana
3. Peraturan perencanaan atau prosedur perencanaan
4. Dasar penegakkan hukum bagi pelanggar rencana
5. Dasar hukum demokratisasi dan peran masyarakat dalam
perencanaan
6. Dasar hukum penyediaan ruang publik dalam
perencanaan
7. Dasar hukum penyelesaian konflik/sengketa
8. Dasar hukum perwujudan keterpaduan perencanaan
pembangunan
9. Dasar hukum pembagian kewenangan dalam
perencanaan.

26
RENCANA DETAIL TATA RUANG TINGKAT MENENGAH

2. Prosedur Finalisasi RDTR sesuai Permen ATR/KBPN


No.11 Tahun 2021
Sesuai Permen ATR/KBPN 11/2021 finalisasi RDTR berupa
penyusunan dan pembahasan Rancangan Peraturan Kepala
Daerah merupakan bagian dari Prosedur Penyusunan RDTR
yang meliputi:
a) Penyusunan naskah akademik/ kajian kebijakan;
b) Penyusunan rancangan peraturan kepala daerah tentang
RDTR kabupaten/kota; dan
c) Pembahasan rancangan peraturan kepala daerah tentang
RDTR kabupaten/kota.
Adapun hasil pelaksanaan penyusunan dan pembahasan
Ranperda tentang RDTR, terdiri atas:
a) Naskah akademik/ kajian kebijakan Ranperkada tentang
RDTR ;
b) Naskah Ranperkada tentang RDTR; dan
c) berita acara.
Dilakukan pula Konsultasi Publik minimal 1 (satu) kali dalam
tahapan pembahasan Ranperkada melalui media yang telah
ditetapkan sebagai bagian dari sosialisasi dan penyempurnaan
Ranperkada RDTR .
a. KLHS sebagai Proses Terintegrasi Dengan RDTR
Dalam mendukung upaya percepatan penyusunan rencana
tata ruang yang dilakukan pemerintah daerah dan
pembinaannya oleh Kementrian ATR/BPN secara terkordinasi
lintas lembaga maka perlu penyederhanaan proses validasi
KLHS, yaitu dalam rekomendasi peta dasar dan peta tematik
dengan beberapa ketentuan yaitu

27
RENCANA DETAIL TATA RUANG TINGKAT MENENGAH

• Pelaksanaan penyusunan rencana tata ruang dilakukan


dengan tetap memperhatikan aspek daya dukung dan daya
tampung lingkungan hidup
• Pemenuhan kajian lingkungan strategis dilakukan melalui
analisis daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup
• Pemenuhan kesesuaian ketelitian peta rencana tata ruang
• Dalam hal peta Rupabumi Indonesia tidak tersedia, maka
penyusunan rencana tata ruang mempergunakan peta format
digital dengan ketelitian detail informasi sesuai dengan skala
perencanaan rencana tata ruang; dan/atau peta tematik
pertanahan dimana proses penyusunan KLHS RDTR
terintegrasi dengan Proses penyusunan RDTR
b. Prosedur Finalisasi
Proses finalisasi RDTR sesuai Peraturan Menteri Agraria dan
Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 11 tahun
2021 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang
Dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota tentang Tata Cara
Penyusunan, Peninjauan Kembali, Revisi, dan Penerbitan
Persetujuan Substansi RTRW Provinsi, Kabupaten, Kota, dan
RDTR maksimum adalah 8 (delapan) bulan meliputi tahapan
Persiapan; Pengumpulan, Pengolahan, dan Analisis Data;
Penyusunan Ranperkada; kemudian dilanjutkan proses
penetapan Perkada RDTR dengan waktu maksimum 4 (empat)
bulan meliputi proses pelibatan peran masyarakat, pembahasan
Ranperkada, Persetujuan Substansi, dan Penetapan Ranperkada
RDTR.

28
RENCANA DETAIL TATA RUANG TINGKAT MENENGAH

3. Relevansi Omnibus Law (RUU Cipta Kerja) Terhadap


Penataan Ruang

Kemunculan Ombinuslaw berkaitan dengan RUU Cipta


Lapangan kerja memberikan implikasi pada penataan ruang.
dilatarbelakangi oleh sulitnya pengadaan lahan untuk investasi
dan juga ketidakharmonisan antara UU Penataan Ruang, UU
Pokok Agraria, UU kehutanan dan UU lainnya. Rencana
perubahan dalam Omnibuslaw ini memberikan peluang
sekaligus tantangan bagi penyelenggaraan tata ruang.
Peluangnya, RDTR menjadi salah satu yang sangat
dipertimbangkan oleh pemerintahan pusat karena berkaitan
dengan investasi. Tantangannya adalah bagaimana menjamin
bahwa RDTR yang dibuat oleh setiap daerah memiliki kualitas
yang baik sehingga dapat merespon isu investasi yang nantinya
memberikan multiplayer effect terhadap tingkat kesejahteraan
masyarakat Indonesia.

29
RENCANA DETAIL TATA RUANG TINGKAT MENENGAH

BAB III
PENYUSUNAN NASKAH AKADEMIK

Indikator Keberhasilan:
Setelah membaca Bab III Penyusunan Naskah Akademik, peserta
diklat diharapkan dapat:
1. Mampu menjelaskan struktur Naskah Akademik
2. Mampu menganalisis Naskah Akademik untuk RDTR sesuai
dengan prosedur/pedoman

Menurut Undang-Undang No. 13 Tahun 2022 tentang


Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, naskah
akademik adalah naskah hasil penelitian atau pengkajian hukum
dan hasil penelitian lainnya terhadap suatu masalah tertentu yang
dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah mengenai pengaturan
masalah tersebut dalam suatu Rancangan Undang-Undang,
Rancangan Peraturan Daerah Provinsi, atau Rancangan Peraturan
Daerah Kabupaten/Kota sebagai solusi terhadap permasalahan dan
kebutuhan hukum masyarakat. Oleh sebab itu, dalam hal
penyusunan peraturan perundang-undangan termasuk Ranperkada,
Naskah Akademik merupakan prasyarat untuk menyusun rancangan
peraturan perundang-undangan.

Keberadaan Naskah Akademik pada proses pembentukan


peraturan perundang undangan khususnya Ranperkada dirasakan
sangat penting, karena ketika terjadi perdebatan dalam pembahasan

30
RENCANA DETAIL TATA RUANG TINGKAT MENENGAH

Ranperkada di lembaga legislatif, naskah akademik akan menjadi


dasar argumentasi ilmiah yang kuat. Untuk itu penyusunan Naskah
Akademik harus didukung dengan bahan penunjang berupa data
dan informasi akurat, yang diperoleh dari hasil pengkajian dan
penelitian (baik penelitian hukum maupun non hukum), disertai
dengan analisis dan evaluasi peraturan perundang-undangan yang
berlaku dan peraturan terkait.

Adapun dasar hukum dalam proses penyusunan Naskah


Akademik RDTR yaitu antara lain :
• Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
sebagai payung hukum tertinggi,
• Undang-Undang No. 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua
atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan,
• Peraturan Presiden No. 76 Tahun 2021 tentang Perubahan atas
Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2014 tentang Peraturan
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
• Peraturan Menteri Perdagangan No. 25 Tahun 2019 tentang
Perubahan Keenam Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor
10/M-Dag/Per/4/2014 tentang Pengendalian dan Pengawasan
Terhadap Pengadaan, Peredaran, dan Penjualan Minum
Beralkohol
• Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 11 Tahun 2021 tentang Tata Cara
Penyusunan, Peninjauan Kembali, Revisi, dan Penerbitan

31
RENCANA DETAIL TATA RUANG TINGKAT MENENGAH

Persetujuan Substansi RTRW Provinsi, Kabupaten, Kota, dan


RDTR

A. STRUKTUR NASKAH AKADEMIK


Struktur Naskah Akademik RDTR:
1. Bab I Pendahuluan
Pendahuluan memuat latar belakang, sasaran yang akan
diwujudkan, identifikasi masalah, tujuan dan kegunaan, serta
metode penelitian.
A. Latar Belakang
Latar belakang memuat pemikiran dan alasan-alasan
perlunya penyusunan Naskah Akademik sebagai acuan
pembentukan Rancangan Peraturan Kepala Daerah
RDTR. Latar belakang menjelaskan mengapa
pembentukan Rancangan Peraturan Kepala Daerah
memerlukan suatu kajian yang mendalam dan
komprehensif mengenai teori atau pemikiran ilmiah.
Pemikiran ilmiah tersebut mengarah kepada penyusunan
argumentasi filosofis, sosiologis serta yuridis guna
mendukung perlu atau tidak perlunya penyusunan
Rancangan Peraturan Kepala Daerah.
B. Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah memuat rumusan mengenai masalah
apa yang akan ditemukan dan diuraikan dalam Naskah
Akademik tersebut. Pada dasarnya identifikasi masalah
dalam suatu Naskah Akademik mencakup 4 (empat)
pokok masalah, yaitu sebagai berikut:

32
RENCANA DETAIL TATA RUANG TINGKAT MENENGAH

1) Permasalahan apa yang dihadapi dalam kehidupan


berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat serta
bagaimana permasalahan tersebut dapat diatasi.
2) Mengapa perlu Rancangan Peraturan Kepala Daerah
sebagai dasar pemecahan masalah tersebut, yang
berarti membenarkan pelibatan negara dalam
penyelesaian masalah tersebut.
3) Apa yang menjadi pertimbangan atau landasan
filosofis, sosiologis, yuridis pembentukan Rancangan
Peraturan Kepala Daerah.
4) Apa sasaran yang akan diwujudkan, ruang lingkup
pengaturan, jangkauan, dan arah pengaturan.
C. Tujuan dan Kegunaan Kegiatan Penyusunan Naskah
Akademik
Sesuai dengan ruang lingkup identifikasi masalah yang
dikemukakan di atas, tujuan penyusunan Naskah
Akademik dirumuskan sebagai berikut:
1) Merumuskan permasalahan yang dihadapi dalam
kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat
serta cara-cara mengatasi permasalahan tersebut.
2) Merumuskan permasalahan hukum yang dihadapi
sebagai alasan pembentukan Rancangan Peraturan
Kepala Daerah sebagai dasar hukum penyelesaian
atau solusi permasalahan dalam kehidupan berbangsa,
bernegara, dan bermasyarakat.
3) Merumuskan pertimbangan atau landasan filosofis,
sosiologis, yuridis pembentukan Rancangan Peraturan
Kepala Daerah.

33
RENCANA DETAIL TATA RUANG TINGKAT MENENGAH

4) Merumuskan sasaran yang akan diwujudkan, ruang


lingkup pengaturan, jangkauan, dan arah pengaturan
dalam Rancangan Peraturan Kepala Daerah.
Sementara itu, kegunaan penyusunan Naskah
Akademik adalah sebagai acuan atau referensi
penyusunan dan pembahasan Rancangan Undang-
Undang atau Rancangan Peraturan Kepala Daerah.
D. Metode
Penyusunan Naskah Akademik pada dasarnya
merupakan suatu kegiatan penelitian sehingga digunakan
metode penyusunan Naskah Akademik yang berbasiskan
metode penelitian hukum atau penelitian lain. Penelitian
hukum dapat dilakukan melalui metode yuridis normatif
dan metode yuridis empiris. Metode yuridis empiris dikenal
juga dengan penelitian sosiolegal. Metode yuridis normatif
dilakukan melalui studi pustaka yang menelaah (terutama)
data sekunder yang berupa Peraturan Perundang-
undangan, putusan pengadilan, perjanjian, kontrak, atau
dokumen hukum lainnya, serta hasil penelitian, hasil
pengkajian, dan referensi lainnya. Metode yuridis normatif
dapat dilengkapi dengan wawancara, diskusi (focus group
discussion), dan rapat dengar pendapat. Metode yuridis
empiris atau sosiolegal adalah penelitian yang diawali
dengan penelitian normatif atau penelaahan terhadap
Peraturan Perundang-undangan (normatif) yang
dilanjutkan dengan observasi yang mendalam serta
penyebarluasan kuesioner untuk mendapatkan data faktor

34
RENCANA DETAIL TATA RUANG TINGKAT MENENGAH

nonhukum yang terkait dan yang berpengaruh terhadap


Peraturan Perundang-undangan yang diteliti.

2. Bab II Kajian Teoretis dan Praktik Empiris


Pada bab ini memberikan gambaran mengenai dasar-dasar
teori yang menjadi landasan dalam penyusunan materi
naskah akademik, kajian terhadap asas dan prinsip yang
terkait dengan penyusunan norma, kajian terhadap praktik
empiris dari materi naskah akademik, serta kajian terhadap
implikasi peraturan daerah. Bab ini dapat diuraikan dalam
beberapa sub bab berikut:
A. Kajian teoritis terkait sistem penataan ruang, Rencana
Tata Ruang, dan Rencana Detail Tata Ruang
B. Kajian terhadap asas/prinsip yang terkait dengan
penyusunan norma. Analisis terhadap penentuan asas-
asas yang terkait dan digunakan sebagai landasan dalam
penyusunan Naskah Akademik yang menjadi pendukung
Rancangan Peraturan Kepala Daerah tentang Rencana
Detail Tata Ruang
C. Kajian terhadap praktik penyelenggaraan, kondisi yang
ada, serta permasalahan yang dihadapi masyarakat.
D. Kajian terhadap implikasi penerapan sistem baru yang
akan diatur dalam Undang-Undang atau Peraturan Kepala
Daerah terhadap aspek kehidupan masyarakat dan
dampaknya terhadap aspek beban keuangan Negara.

35
RENCANA DETAIL TATA RUANG TINGKAT MENENGAH

3. Bab III Evaluasi dan Analisis Peraturan Perundang-


undangan Terkait
Bab ini memuat hasil kajian terhadap Peraturan Perundang-
undangan terkait yang memuat kondisi hukum yang ada,
keterkaitan Undang-Undang dan Peraturan Kepala Daerah
baru dengan Peraturan Perundang-undangan lain,
harmonisasi secara vertikal dan horizontal, serta status dari
Peraturan Perundang-undangan yang ada. Kajian terhadap
Peraturan Perundang-undangan ini dimaksudkan untuk
mengetahui kondisi hukum atau peraturan perundang-
undangan yang mengatur mengenai substansi atau materi
yang akan diatur.
Dalam kajian ini akan diketahui posisi dari Peraturan Kepala
Daerah yang baru. Analisis ini dapat menggambarkan tingkat
sinkronisasi, harmonisasi Peraturan Perundang-undangan
yang ada serta posisi dari Peraturan Kepala Daerah untuk
menghindari terjadinya tumpang tindih pengaturan. Hasil dari
penjelasan atau uraian ini menjadi bahan bagi penyusunan
landasan filosofis dan yuridis dari pembentukan Peraturan
Kepala Daerah RDTR yang akan dibentuk.

4. Bab IV Landasan Filosofis, Sosiologis, dan Yuridis


A. Landasan Filosofis
Landasan filosofis merupakan pertimbangan atau alasan
yang menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk
mempertimbangkan pandangan hidup, kesadaran, dan
cita hukum yang meliputi suasana kebatinan serta falsafah
bangsa Indonesia yang bersumber dari Pancasila dan

36
RENCANA DETAIL TATA RUANG TINGKAT MENENGAH

Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik


Indonesia Tahun 1945.
B. Landasan Sosiologis.
Landasan sosiologis merupakan pertimbangan atau
alasan yang menggambarkan bahwa peraturan yang
dibentuk untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam
berbagai aspek. Landasan sosiologis sesungguhnya
menyangkut fakta empiris mengenai perkembangan
masalah dan kebutuhan masyarakat dan negara.
C. Landasan Yuridis.
Landasan yuridis merupakan pertimbangan atau alasan
yang menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk
untuk mengatasi permasalahan hukum atau mengisi
kekosongan hukum dengan mempertimbangkan aturan
yang telah ada, yang akan diubah, atau yang akan dicabut
guna menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan
masyarakat. Landasan yuridis menyangkut persoalan
hukum yang berkaitan dengan substansi atau materi yang
diatur sehingga perlu dibentuk Peraturan Perundang-
Undangan yang baru. Beberapa persoalan hukum itu,
antara lain, peraturan yang sudah ketinggalan, peraturan
yang tidak harmonis atau tumpang tindih, jenis peraturan
yang lebih rendah dari Undang-Undang sehingga daya
berlakunya lemah, peraturannya sudah ada tetapi tidak
memadai, atau peraturannya memang sama sekali belum
ada.

37
RENCANA DETAIL TATA RUANG TINGKAT MENENGAH

5. Bab V Jangkauan, Arah Pengaturan, dan Ruang Lingkup


Materi Muatan Peraturan Kepala Daerah RDTR
Kabupaten/Kota
Dalam Bab ini, sebelum menguraikan ruang lingkup materi
muatan, dirumuskan sasaran yang akan diwujudkan, arah
dan jangkauan pengaturan. Materi didasarkan pada ulasan
yang telah dikemukakan dalam bab sebelumnya. Selanjutnya
mengenai ruang lingkup materi pada dasarnya mencakup:
a. ketentuan umum
Ketentuan umum dalam rumusan akademik pada
dasarnya merupakan suatu bentuk yang berisikan
Batasan pengertian atau istilah dan definisi, Singkatan
atau akronim yang dituangkan dalam batasan pengertian
atau definisi, Hal-hal lain yang bersifat umum yang berlaku
bagi pasal berikutnya, antara lain ketentuan yang
mencerminkan asas, maksud dan tujuan tanpa
dirumuskan tersendiri dalam suatu pasal atau bab.
b. materi yang akan diatur
materi yang akan di atur mencakup materi Muatan RDTR
menyesuaikan dengan Peraturan Menteri Agraria dan
Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor
11 Tahun 2021 tentang Tata Cara Penyusunan,
Peninjauan Kembali, Revisi, dan Penerbitan Persetujuan
Substansi RTRW Provinsi, Kabupaten, Kota, dan RDTR.
Muatan RDTR meliputi:
• Tujuan penataan WP
Tujuan penataan WP merupakan nilai dan/atau kualitas
terukur yang akan dicapai sesuai dengan arahan

38
RENCANA DETAIL TATA RUANG TINGKAT MENENGAH

pencapaian sebagaimana ditetapkan dalam RTRW


kabupaten/kota dan merupakan alasan disusunnya
RDTR yang apabila diperlukan dapat dilengkapi
konsep pencapaian.
• Rencana struktur ruang
- rencana pengembangan pusat pelayanan
- rencana jaringan transportasi
- rencana jaringan prasarana
• Rencana pola ruang
- zona lindung
- zona budi daya.
• Ketentuan pemanfaatan ruang.
Ketentuan pemanfaatan ruang merupakan upaya
mewujudkan RDTR dalam bentuk program
pengembangan BWP dalam jangka waktu
perencanaan 5 (lima) tahunan sampai akhir tahun
masa perencanaan
• Peraturan Zonasi
1) aturan dasar
- ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan;
- ketentuan intensitas pemanfaatan ruang;
- ketentuan tata bangunan;
- ketentuan prasarana dan sarana minimal;
- ketentuan khusus;
- ketentuan pelaksanaan
2) Teknik pengaturan zonasi
Teknik pengaturan zonasi merupakan ketentuan lain
dari aturan dasar yang disediakan atau

39
RENCANA DETAIL TATA RUANG TINGKAT MENENGAH

dikembangkan untuk memberikan fleksibilitas dalam


penerapan aturan dasar dan ditujukan untuk
mengatasi berbagai permasalahan dengan
mempertimbangkan karakteristik blok/zona.

c. ketentuan peralihan.
Ketentuan Peralihan untuk memberikan penegasan posisi
hukum dari produk hukum daerah Kabupaten/Kota
tersebut tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan
dengan Peraturan Kepala Daerah ini atau memberikan
waktu yang cukup bagi Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota untuk menyempurnakan produk hukum
daerahnya itu agar sesuai dengan Peraturan Kepala
Daerah ini

6. BAB VI PENUTUP
Bab penutup terdiri atas subbab simpulan dan saran.
A. Simpulan
Simpulan memuat rangkuman pokok pikiran yang
berkaitan dengan praktik penyelenggaraan, pokok
elaborasi teori, dan asas yang telah diuraikan dalam bab
sebelumnya.
B. Saran
Saran memuat antara lain:
1) Perlunya pemilahan substansi Naskah Akademik
dalam suatu Peraturan Perundang-undangan atau
Peraturan Perundang-undangan di bawahnya.

40
RENCANA DETAIL TATA RUANG TINGKAT MENENGAH

2) Rekomendasi tentang skala prioritas penyusunan


Rancangan Peraturan Kepala Daerah dalam Program
Program Legislasi Daerah.
3) Kegiatan-Kegiatan lain yang diperlukan untuk
mendukung penyempurnaan penyusunan Naskah
Akademik lebih lanjut

41
RENCANA DETAIL TATA RUANG TINGKAT MENENGAH

Berikut adalah Struktur dari Naskah Akademik RDTR :

KEPALA

Gambar 3 Struktur dari Naskah Akademik RDTR


Sumber : UU Nomor 13 Tahun 2022 & Permen ATR/KBPN No. 11 Tahun 2021

B. RANGKUMAN
Naskah Akademik memberikan gambaran mengenai substansi
materi dan ruang lingkup peraturan kepala daerah yang akan dibuat.
Dalam hal ini dijelaskan mengenai konsepsi, pendekatan dan asas-
asas dari materi hukum yang perlu diatur serta pemikiran-pemikiran
normanya. Dalam hal ini struktur Naskah Akademik di bagi menjadi
6 Bab, yang meliputi pendahuluan; kajian teoritis dan praktik empiris;
evaluasi dan analisis peraturan perundang-undangan terkait;
landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis; jangkauan, arah
pengaturan, dan ruang lingkup muatan peraturan kepala daerah
RDTR; dan penutup.

42
RENCANA DETAIL TATA RUANG TINGKAT MENENGAH

BAB IV
PENYUSUNAN
RANCANGAN PERATURAN
KEPALA DAERAH RDTR

Indikator Keberhasilan:
Setelah membaca Bab IV Penyusunan Rancangan Peraturan
Kepala Daerah RDTR, peserta diklat diharapkan
1. Mampu menjelaskan struktur Ranperkada RDTR
2. Mampu mengevaluasi dan menyusun Ranperkada sesuai kriteria
yang baik dalam penyusunan ranperkada (konsistensi muatan,
Bahasa lugas)
3. Mampu menjelaskan Mekanisme Pembahasan Ranperkada

A. RANPERKADA SEBAGAI PROSES LEGAL DRAFTING


DALAM PENYUSUNAN RDTR
Dengan diberlakukannya UU No. 26 tahun 2007 tentang
penataan ruang maka semua jenis dokumen perencanaan tata
ruang (khususnya RDTR) harus ditetapkan sebagai peraturan
perundangan berupa Peraturan Kepala Daerah. Oleh karena itu,
penting untuk bisa memahami dasar-dasar atau kaidah teknik legal
drafting/ perancangan bahasa hukum dalam penyusunan peraturan
perundang-undangan, agar nantinya rencana yang telah dilegalkan
tidak menyebabkan masalah hukum di kemudian hari. Kemampuan
ini juga bermanfaat dalam memahami atau melakukan interpretasi
terhadap berbagai peraturan perundang-undangan yang menjadi
dasar pertimbangan dalam penyusunan rencana.

43
RENCANA DETAIL TATA RUANG TINGKAT MENENGAH

Dokumen Peraturan Kepala Daerah RDTR merupakan dokumen


formal yang diakui secara hukum yang berfungsi mengatur dan
memaksa dalam penyelenggaraan tata ruang. Untuk menjadi
sebuah produk hukum yang berkualitas dan dapat diterapkan fungsi-
fungsi yang ada di dalamnya, maka diperlukan syarat-syarat yang
harus dipenuhi sebagai peraturan perundangan yang baik/hukum
positif (Priyanta, 2020), yaitu :
a. Syarat formil
Syarat formil yaitu sebuah wadah yang berisikan tata
cara/proses dan prosedur yang dapat dibatalkan (batal dalam
hukum) apabila tidak memenuhi syarat formil. Syarat formil
sebagai pemrakarsa untuk naik pada uji materiil. Dalam hal ini,
Naskah akademik harus sudah ada sebagai syaratnya.
b. Syarat Materiil
Syarat materiil yaitu isi dari materi muatan yang ada di
peraturan. Peraturan kepala daerah RDTR ini nantinya akan
dilakukan pengujian terhadap peraturan perundangan yang
ada di atasnya melalui Mahkamah Agung untuk melihat apakah
terdapat tumpang tindih muatan, ketidaktertiban maupun
ketidakpastian. Bila ditemui ketidaksesuaian maka peraturan
kepala daerah tersebut dapat dibatalkan melalui proses
peradilan.
Dokumen perencanaan esensinya adalah kebijakan untuk
mewujudkan suatu tujuan dalam berbagai perundang-undangan.
Ketika RDTR ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan
maka penafsiran dan logika yang digunakan adalah penafsiran dan
logika hukum. Dengan kata lain, melanggar rencana adalah
melanggar hukum.

44
RENCANA DETAIL TATA RUANG TINGKAT MENENGAH

Perudangan dikatakan baik ketika memenuhi asas pembentukan


peraturan sebagai berikut :
1. Kejelasan pernyataan tujuan;
2. Kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat;
3. kesesuaian antara jenis, hierarki dan materi muatan dapat
dilaksanakan;
4. kedayagunaan dan kehasilgunaan;
5. kejelasan rumusan;
6. keterbukaan.
Kejelasan rumusan salah satu asas yang sangat penting untuk
diperhatikan dalam penyusunan peraturan daerah RDTR. Jika salah
memahami konsep hukum maka materi yang sudah diperdakan
tidak memiliki kekuatan secara hukum. Oleh karena itu, sangat
diperlukan pemahaman penggunaan Bahasa Indonesia sebagai
Bahasa hukum. Beberapa kaidah dalam Bahasa Indonesia yang
baik berdasar prawiranegara (2014) adalah sebagai berikut :
a. Kekhasan kalimat ragam Bahasa hukum
Kalimat dalam suatu peraturan perundang-undangan pada
dasarnya bertujuan untuk mengubah suatu perilaku dengan
menginstruksikan para pihak yang dituju, maka kalimat suatu
peraturan perundang-undangan diusahakan tidak berupa
kalimat pasif. Hal ini bertujuan agar materi dalam peraturan
kepala daerah dapat mudah dipahami.
b. Struktur kalimat
Suatu kalimat yang dirancang untuk mengatur perilaku harus
mengandung subjek dan predikat. Subjek mengenai siapa,
yaitu setiap orang atau sekelompok orang yang diwajibkan,
dilarang, atau dibolehkan oleh ketentuan dalam peraturan

45
RENCANA DETAIL TATA RUANG TINGKAT MENENGAH

perundang-undangan. Predikat merupakan kata kerja, yaitu


apa yang diwajibkan, dilarang, atau dibolehkan untuk dilakukan
oleh subjek. Perlu diingat bahwa kalimat harus normatif, untuk
membedakannya dengan kalimat informatif, maka kalimat yang
dirancang untuk mengatur perilaku (juga) harus memasukkan
suatu kata bantu yang dilekatkan pada kata kerja. Dengan
demikian kalimat tersebut menjadi kalimat yang normatif. Kata
bantu itu meliputi: wajib atau harus, dapat, dan dilarang.
c. Pemilihan kata
Agar dihindari kata yang mengandung makna ganda, kata yang
multitafsir, dan kata yang berlebihan. Penggunaan kata harus
secara konsisten kemudian meletakkan konsep yang penting
pada akhir kalimat. Perlu berhati-hati dalam menggunakan kata
“dan” , “dan atau”.

Gambar 4 Kejelasan rumusan muatan pasal pada PZ


Sumber : Priyanta, 2020
Muatan yang ada pada RDTR bukan semuanya berbentuk
deskriptif melainkan terdapat peta dan juga tabel seperti yang
tercantum dalam Tabel 1.

46
RENCANA DETAIL TATA RUANG TINGKAT MENENGAH

Tabel 1 Materi Muatan RDTR


Muatan RDTR
Pasal 27
a. Tujuan penataan wilayah perencanaan
b. Rencana struktur ruang
• Rencana pengembangan pusat pelayanan
• Rencana jaringan transportasi
• Rencana jaringan prasarana
c. Rencana pola ruang
Zona lindung
Zona budidaya
d. Ketentuan pemanfaatan ruang
e. Peraturan Zonasi
a. Aturan dasar, dan /atau
b. Teknik pengaturan zonasi
Sumber : Permen ATR/KBPN No. 11 Tahun 2021

RDTR bukan hanya berisi teks melainkan terdapat peta dan


juga tabel yang perlu dikonversikan ke dalam bahasa hukum. Dalam
bahasa hukum, semuanya harus dijabarkan ke dalam buku, bab,
bagian, dan paragraf. Oleh karena itu, kemampuan dalam
menerjemahkan peta dan tabel pada RDTR untuk bisa menjadi
paragraf pada produk hukum sangat penting untuk dipahami. Berikut
beberapa bentuk konstruksi bahasa teknis ke bahasa hukum.

47
RENCANA DETAIL TATA RUANG TINGKAT MENENGAH

Gambar 5 Contoh Konstruksi Bahasa Teknis ke Bahasa Hukum (1)


Sumber : Priyanta, 2020

48
RENCANA DETAIL TATA RUANG TINGKAT MENENGAH

Gambar 6 Contoh Konstruksi Bahasa Teknis ke Bahasa Hukum (2)


Sumber : Priyanta , 2020
Adapun dasar hukum yang dapat digunakan dalam dalam
proses penyusunan Rancangan Peraturan Kepala Daerah RDTR
Kabupaten/Kota yaitu antara lain :
• Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 sebagai payung hukum tertinggi
• Undang-Undang No. 13 Tahun 2022 tentang Perubahan
Kedua atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan,
• Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan
atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
• Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2014 Tentang
Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
Undangan

49
RENCANA DETAIL TATA RUANG TINGKAT MENENGAH

• Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2015


tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2014 tentang tentang Pemerintahan Daerah
• Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 11 Tahun 2021 tentang Tata
Cara Penyusunan, Peninjauan Kembali, Revisi, dan
Penerbitan Persetujuan Substansi RTRW Provinsi,
Kabupaten, Kota, dan RDTR
• Peraturan Materi Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 14 Tahun 2021 tentang
Pedoman Penyusunan Basis Data dan Penyajian Peta
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, Kabupaten, dan
Kota, Serta Peta Rencana Detail Tata Ruang
Kabupaten/Kota

1. Teknik Penulisan Rancangan Peraturan Kepala Daerah


. Kerangka Rancangan Peraturan Kepala Daerah terdiri atas:
A. Judul;
B. Pembukaan;
C. Batang Tubuh;
D. Penutup;
E. Lampiran.

Tabel 2 Kerangka Peraturan Rancangan Peraturan Kepala Daerah RDTR


KERANGKA RINCIAN
A. JUDUL
• Judul Peraturan Perundang-undangan
memuat keterangan mengenai jenis,

50
RENCANA DETAIL TATA RUANG TINGKAT MENENGAH

KERANGKA RINCIAN
nomor, tahun pengundangan atau
penetapan, dan nama Peraturan
Perundang-undangan.
• Nama Rancangan Peraturan Kepala
Daerah dibuat secara singkat dengan
hanya menggunakan 1 (satu) kata atau
frasa tetapi secara esensial maknanya
telah dan mencerminkan isi Ranperkada.
Contoh :

B. PEMBUKAAN
Pada pembukaan, sebelum nama jabatan
Frasa Dengan pembentuk Ranperkada dicantumkan Frasa
Rahmat Tuhan Dengan Rahmat Tuhan yang Maha Esa yang
Yang Maha Esa ditulis seluruhnya dengan huruf kapital yang
diletakkan di tengah marjin
Jabatan Jabatan pembentuk Rancangan Peraturan
pembentuk Kepala Daerah ditulis seluruhnya dengan
Peraturan huruf kapital yang diletakkan di tengah
Perundang- marjin dan diakhiri dengan tanda baca koma.
undangan; Contoh :

51
RENCANA DETAIL TATA RUANG TINGKAT MENENGAH

KERANGKA RINCIAN

• Konsiderans diawali dengan kata


Menimbang.
• Konsiderans memuat uraian singkat
mengenai pokok pikiran yang menjadi
pertimbangan dan alasan pembentukan
Konsiderans
Rancangan Peraturan Kepala Daerah.
Contoh :

Dasar hukum diawali dengan kata


Mengingat. Dasar hukum memuat:
• Dasar kewenangan pembentukan
Rancangan Peraturan Kepala Daerah;
dan
• Peraturan Perundang-undangan yang
Dasar Hukum
memerintahkan pembentukan Rancangan
Peraturan Kepala Daerah
Contoh :

Diktum terdiri atas:


Diktum a. kata Memutuskan;
b. kata Menetapkan; dan

52
RENCANA DETAIL TATA RUANG TINGKAT MENENGAH

KERANGKA RINCIAN
c. jenis dan nama Rancangan Peraturan
Kepala Daerah
Contoh :

Batang tubuh Rancangan Peraturan Kepala


Daerah memuat semua materi muatan pada
C. BATANG Rancangan Peraturan Kepala Daerah yang
TUBUH dirumuskan dalam pasal atau beberapa
pasal, yang struktur detailnya akan dibahas
pada bagian Struktur Ranperkada RDTR
Ketentuan umum berisi:
• batasan pengertian atau definisi;
• singkatan atau akronim yang dituangkan
dalam batasan
• pengertian atau definisi; dan/atau
Ketentuan Umum • hal-hal lain yang bersifat umum yang
berlaku bagi pasal atau beberapa pasal
berikutnya antara lain ketentuan yang
mencerminkan asas, maksud, dan tujuan
tanpa dirumuskan tersendiri dalam pasal
atau bab.
Materi pokok yang diatur ditempatkan
Materi Pokok yang langsung setelah bab ketentuan umum,
Diatur Pembagian materi pokok ke dalam kelompok
yang lebih kecil (bagian) dilakukan menurut

53
RENCANA DETAIL TATA RUANG TINGKAT MENENGAH

KERANGKA RINCIAN
kriteria yang dijadikan dasar pembagian.
yang kemudian dibagi menjadi beberapa
pasal.
Ketentuan Peralihan memuat penyesuaian
pengaturan tindakan hukum atau hubungan
hukum yang sudah ada berdasarkan
Peraturan Perundang-undangan yang lama
terhadap Peraturan Perundang-undangan
yang baru, yang bertujuan untuk:
• menghindari terjadinya kekosongan
Ketentuan
hukum;
Peralihan
• menjamin kepastian hukum;
• memberikan perlindungan hukum bagi
pihak yang terkena dampak perubahan
ketentuan Peraturan Perundang-
undangan; dan
• mengatur hal-hal yang bersifat
transisional atau bersifat sementara
Pada umumnya Ketentuan Penutup memuat
ketentuan mengenai:
• penunjukan organ atau alat kelengkapan
yang melaksanakan Rancangan
Ketentuan Penutup
Peraturan Kepala Daerah;
• nama singkat Rancangan Peraturan
Kepala Daerah;
• status Rancangan Peraturan Kepala

54
RENCANA DETAIL TATA RUANG TINGKAT MENENGAH

KERANGKA RINCIAN
Daerah yang sudah ada; dan
• saat mulai berlaku Rancangan Peraturan
Kepala Daerah.
Penutup merupakan bagian Rancangan
Peraturan Kepala Daerah yang memuat:
• rumusan perintah pengundangan dan
penempatan Rancangan Peraturan
Kepala Daerah dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia, Berita Negara
Republik Indonesia, Lembaran Daerah
Provinsi, Lembaran Daerah
D. PENUTUP Kabupaten/Kota, Berita Daerah Provinsi
atau Berita Daerah Kabupaten/Kota;
• penandatanganan pengesahan atau
penetapan Rancangan Peraturan Kepala
Daerah;
• pengundangan atau Penetapan
Rancangan Peraturan Kepala Daerah;
dan
• akhir bagian penutup.
Dalam hal Peraturan Perundang-undangan
memerlukan lampiran, hal tersebut
dinyatakan dalam batang tubuh bahwa
F. LAMPIRAN
lampiran dimaksud merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari Peraturan Perundang-
undangan.

55
RENCANA DETAIL TATA RUANG TINGKAT MENENGAH

KERANGKA RINCIAN
Lampiran pada Ranperkada RDTR dapat
memuat antara lain uraian, daftar, tabel,
gambar, peta, dan sketsa.
Sumber : Permen ATR/BPN No. 11 Tahun 2021

R
A
P
E
R
K
A
D BAB
A Kelembagaan

Gambar 7 Kerangka Rancangan Peraturan Kepala Daerah RDTR


Sumber : Permen ATR/BPN No. 11 Tahun 2021

B. STRUKTUR RANPERKADA RDTR

Penyusunan Ranperkada tentang RDTR yang merupakan


proses penuangan materi teknis RDTR ke dalam pasal-pasal
dengan mengikuti kaidah penyusunan peraturan perundang-
undangan sesuai dengan :
1) Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 47
Tahun 2012 Tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Daerah
Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Dan
Kabupaten/Kota

56
RENCANA DETAIL TATA RUANG TINGKAT MENENGAH

2) Undang-Undang No. 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua


atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2019
tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
4) Peraturan Menteri Dalam Negeri RI Nomor 120 Tahun 2018
tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri RI
Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum
Daerah tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah
5) Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 11 Tahun 2021 tentang Tata Cara
Penyusunan, Peninjauan Kembali, Revisi, dan Penerbitan
Persetujuan Substansi RTRW Provinsi, Kabupaten, Kota, dan
RDTR

1. Struktur Rancangan Peraturan Kepala Daerah RDTR


Berikut ini adalah Struktur Rancangan Peraturan Kepala Daerah
RDTR yang terdapat pada bagian materi pokok yang diatur didalam
batang tubuh, Berdasarkan Peraturan Menteri Agraria dan Tata
Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 11 Tahun 2021
tentang Tata Cara Penyusunan, Peninjauan Kembali, Revisi, dan
Penerbitan Persetujuan Substansi RTRW Provinsi, Kabupaten,
Kota, dan RDTR adalah sebagai berikut :

• BAB I KETENTUAN UMUM


BAB I Ketentuan Umum menjelaskan tentang pengertian atau
definisi terhadap istilah yang ada pada Ranperkada RDTR

57
RENCANA DETAIL TATA RUANG TINGKAT MENENGAH

• BAB II RUANG LINGKUP


Pada Bab II memuat ruang lingkup dari peraturan kepala
daerah tentang RDTR ini dan ruang lingkup wilayah
perencanaan (WP) dan pembagian Sub Wilayah Perencanaan
(SWP) serta Blok

• BAB III TUJUAN PENATAAN WP


Pada BAB II dijelaskan secara singkat tujuan penataan WP
dan turunannya pada masing-masing SWP di dalam WP
tersebut jika ada

• BAB IV RENCANA STRUKTUR RUANG


Pada BAB IV dijelaskan secara singkat dan mendetail pada
Rencana struktur ruang dalam RDTR. Pada bab ini terdiri atas
3 bagian yaitu antara lain Bagian Kesatu Umum, Bagian Kedua
Rencana Pengembangan Pusat Pelayanan dan Bagian Ketiga
Rencana Jaringan Transportasi, dan Bagian Keempat
Rencana Jaringan Prasarana

• BAB V RENCANA POLA RUANG


Pada BAB V dijelaskan secara singkat dan mendetail pada
Rencana pola ruang kawasan dalam RDTR, Pada bab ini
terdiri atas 3 bagian yaitu antara lain Bagian Kesatu Umum,
Bagian Kedua Zona Lindung dan Bagian Ketiga Zona Budidaya

• BAB VI KETENTUAN PEMANFAATAN RUANG


Pada BAB VI dijelaskan secara singkat pada Ketentuan
Pemanfaatan Ruang dalam RDTR, pada bab ini memuat
konfirmasi kesesuaian pemanfaatan ruang dan program
priioritas pemanfaatan ruang. Bab ini dapat dirinci sebagai
berikut :

58
RENCANA DETAIL TATA RUANG TINGKAT MENENGAH

a. program pemanfaatan ruang prioritas


- program perwujudan rencana struktur ruang
- program perwujudan rencana pola ruang
- program perwujudan ketahanan terhadap perubahan
iklim
b. lokasi
c. besaran dan biaya
d. sumber pendanaan
e. instansi pelaksana
f. waktu dan tahapan pelaksanaan

• BAB VII PERATURAN ZONASI


Pada BAB VII Dijelaskan secara detail muatan peraturan
zonasi yang terdiri dari aturan dasar (materi wajib) dan teknik
pengaturan zonasi (materi pilihan). Aturan dasar menjelaskan
mengenai ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan;
ketentuan intensitas pemanfaatan ruang; ketentuan tata
bangunan; ketentuan prasarana dan sarana minimal; ketentuan
khusus; dan ketentuan pelaksanaan

• BAB VIII KELEMBAGAAN


Pada BAB VIII memuat pengaturan kelembagaan dalam
rangka perwujudan RDTR

• BAB IX KETENTUAN LAIN-LAIN


Pada BAB IX menjelaskan secara singkat dan jelas Ketentuan
lain – lain yang belum diatur di atas

• BAB X KETENTUAN PERALIHAN


Pada BAB X menjelaskan secara singkat dan jelas ketentuan
peralihan yang berlaku selama penyesuaian pemberlakuan

59
RENCANA DETAIL TATA RUANG TINGKAT MENENGAH

peraturan kepala daerah ini ataupun perubahan pemberlakuan


suatu kebijakan/aturan setelah adanya peraturan kepala
daerah RDTR

• BAB XI KETENTUAN PENUTUP


Pada BAB XI menjelaskan secara singkat dan jelas Ketentuan
penutup

Adapun dalam Lampiran Ranperkada tentang RDTR terdiri atas peta


rencana struktur, rencana pola ruang, tabel indikasi program
pemanfaatan ruang prioritas, dan materi wajib dan/atau materi
pilihan pada peraturan zonasi. Khusus untuk lampiran peta rencana
struktur ruang dan rencana pola ruang disajikan dalam format A3.
Berikut ini pada gambar 14 dan gambar 15 adalah bagan
struktur dalam Ranperkada tentang RDTR :

60
RENCANA DETAIL TATA RUANG TINGKAT MENENGAH

Ranperkada

Permen ATR/BPN No. 11/2021

Gambar 8 Diagram Konversi Muatan RDTR ke Ranperkada


Sumber :UU Nomor 13 Tahun 2022 & Permen ATR/BPN No. 11 Tahun 2021

61
RENCANA DETAIL TATA RUANG TINGKAT MENENGAH

Gambar 9 Struktur Ranperkada RDTR


Sumber : Permen ATR/BPN No. 11 Tahun 2021

2. Persandingan Materi Wajib dan Materi Tambahan dalam


Ranperkada RDTR
Dalam tabel dibawah ini akan dijelaskan mengenai
penggolongan materi yang menjadi materi wajib dan materi
tambahan/pilihan pada Ranperkada RDTR. Materi tambahan/pilihan
merupakan materi khusus yang disesuaikan dengan kondisi dan
keunikan masing – masing daerah, dimana contoh isi materi
tambahan dan penjelasan lebih lanjut terkait muatan materi
ranperkada akan dijelaskan lebih detail pada lampiran.

62
RENCANA DETAIL TATA RUANG TINGKAT MENENGAH

Tabel 3 Tabel Persandingan Materi Wajib dan Materi Tambahan pada


Ranperkada RDTR

Ranperkada
Ranperkada

BAB Kelembagaan

Sumber : Analisis Tim Penyusun, 2020

C. MEKANISME PEMBAHASAN RANPERKADA


Pembahasan Ranperkada tentang RDTR yang melibatkan
pemerintah kabupaten/kota yang berbatasan dan masyarakat.
Rekomendasi perbaikan hasil pelaksanaan KLHS harus tetap
dipertimbangkan dalam muatan Ranperkada tentang RDTR dalam
setiap pembahasannya. Berikut ini adalah tahapan dalam
pembahasan Ranperkada RDTR :
1. Konsultasi Publik
Proses pembentukan Perkada terbagi menjadi beberapa
bagian, yaitu perencanaan, penyusunan, pembahasan dan
penetapan, dan pengundangan. Aspirasi masyarakat dapat
ditampung sejak tahap perencanaan dalam penyusunan

63
RENCANA DETAIL TATA RUANG TINGKAT MENENGAH

Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. Mengenai


partisipasi publik dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019
tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan telah diatur
secara tegas dalam Pasal 96 yang menyatakan bahwa:
Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan dan/atau
tertulis dalam pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Konsultasi publik merupakan salah satu media yang digunakan
untuk mengakomodir partisipasi publik tersebut.
Konsultasi publik bertujuan untuk menjaring masukan dan
aspirasi dari masyarakat serta pemangku kepentingan yang
selanjutnya diakomodir dalam rangka pengkayaan muatan RDTR.
Konsultasi publik dilaksanakan oleh pemerintah daerah dengan
mengundang semua stakeholder yang berkaitan seperti akademisi,
praktisi, swasta, dan masyarakat. Output dari konsultasi publik
adalah berita acara yang nantinya akan menjadi syarat untuk
pengajuan persetujuan substansi.
Pada umumnya konsultasi publik dilaksanakan 2 (dua) kali,
konsultasi publik berjalan paralel dengan konsultasi publik Kajian
Lingkungan Hidup Strategis. Pada konsultasi publik 1 (satu)
membahas terkait konsep perencanaan, isu pembangunan
berkelanjutan, strategis, dan prioritas, serta materi muatan rencana
yang berpotensi menimbulkan dampak dan/atau resiko negatif
terhadap lingkungan. Pada konsultasi publik 2 (dua) membahas
terkait indikasi program, peraturan zonasi, kebijakan, rencana dan
program (KRP), serta rekomendasi alternatif kebijakan.

64
RENCANA DETAIL TATA RUANG TINGKAT MENENGAH

2. Rapat Koordinasi Forum Penataan Ruang


Rapat Forum Penataan Ruang (FPR) dilaksanakan di tingkat
kabupaten/kota dan tingkat provinsi. Rapat koordinasi FPR di
tingkat kabupaten/kota menghasilkan surat pernyataan Kepala
Daerah yang selanjutnya dilaksanakan Rapat Koordinasi FPR di
tingkat provinsi, rapat ini dilakukan untuk membahas Permohonan
Rekomendasi Gubernur. Pada rapat koordinasi ini terdapat
masukkan dari FPR yang dituangkan dalam notulensi dan Berita
Acara yang akan menjadi bahan untuk melakukan penyempurnaan
Rancangan Perkada RDTR. Selanjutnya, setelah masukan FPR
dipenuhi dan dilakukan evaluasi, maka dapat menyiapkan draft
Rekomendasi Gubernur sebagai syarat mendapatkan persetujuan
substansi.

3. Pembahasan Lintas Sektor (Linsek) Kementerian


Pembahasan Lintas Sektor dan Daerah terkait Ranperkada
RDTR dilakukan untuk memeriksa kesesuaian materi dan informasi
spasial Ranperkada RDTR terhadap peraturan perundang-
undangan bidang penataan ruang dan kebijakan nasional.
Pembahasan Lintas Sektor dan Daerah melalui tahapan:
o Persiapan : mengirimkan surat undangan beserta materi rapat
kepada kementerian/ Lembaga Nonkementerian sebagai
materi Pembahasan Lintas Sektor dan Daerah
o Pelaksanaan : Hasil pembahasan dituangkan dalam Berita
Acara Pelaksanaan Pembahasan Lintas Sektor dan Daerah.
Hasil Pembahasan Lintas Sektor dan Daerah ditindaklanjuti
dengan perbaikan rancangan Perkada tentang RDTR. Pemerintah
Daerah menyerahkan kembali rancangan Perkada tentang RDTR

65
RENCANA DETAIL TATA RUANG TINGKAT MENENGAH

yang telah dilakukan perbaikan untuk ditindaklanjuti dengan proses


penetapan persetujuan substansi.

4. Persetujuan Substansi (Persub)


Proses penetapan Persetujuan Substansi terhadap rancangan
Perkada tentang RDTR diberikan berdasarkan hasil Pembahasan
Lintas Sektor dan Daerah yang telah diperbaiki dan telah
dilengkapi dengan dokumen:
o tabel pemeriksaan mandiri;
o tabel hasil evaluasi rancangan Perkada tentang RDTR;
o album peta; dan
o berita acara Pembahasan Lintas Sektor dan Daerah
Persetujuan Substansi diberikan dalam bentuk Surat
Persetujuan Substansi RDTR yang disertai dengan berita acara
Pembahasan Lintas Sektor dan Daerah.
Dokumen kelengkapan administrasi yang perlu dilengkapi
untuk mendapatkan persetujuan substansi antara lain (Permen
ATR/BPN Nomor 11 Tahun 2021):
1. Surat penetapan delineasi RDTR oleh Kepala Daerah atau
Pejabat Eselon II yang diberi kewenangan mengatasnamakan
Kepala Daerah;
2. Kajian Kebijakan (Background Paper) Raperkada;
3. Raperkada tentang RDTR Kabupaten/Kota dan lampiran
(dalam format softcopy (format *SHP) dan hardcopy);
4. Materi Teknis yang terdiri atas buku rencana, fakta analisis,
dan album peta, meluputi: (dalam format softcopy (format
*SHP) dan hardcopy)
a. peta dasar;

66
RENCANA DETAIL TATA RUANG TINGKAT MENENGAH

b. peta tematik; dan


c. peta rencana.
5. Peta rencana dan tabel ketentuan kegiatan dan penggunaan
lahan yang sudah diparaf oleh instansi terkait dan Direktur;
6. Tabel pemeriksaan mandiri yang ditandatangani oleh
Bupati/Wali Kota;
7. Berita acara kesepakatan batas kavling minimum;
8. Berita Acara Konsultasi Publik (minimal 2 (dua) kali);
9. Berita Acara dengan kabupaten/kota yang berbatasan
(*apabila berbatasan dengan kota lain);
10. Rekomendasi peta dasar yang dikeluarkan badan yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang informasi
geospasial atau surat permohonan rekomendasi peta dasar
terakhir apabila sampai pengajuan permohonan persetujuan
substansi rekomendasi peta dasar belum diterbitkan;
11. Validasi dokumen KLHS atau Surat Permohonan Validasi
apabila sampai pengajuan permohonan persetujuan substansi
Validasi KLHS belum diterbitkan;
12. Surat rekomendasi revisi rencana tata ruang dari Menteri atau
Forum Penataan Ruang (untuk RDTR).

5. Pembahasan dengan DPRD Kab/Kota


Pembahasan Ranperkada RDTR dengan DPRD Kab/Kota
secara umum mengacu pada prosedur pembahasan perundang-
undangan yang merujuk pada Peraturan Presiden Nomor 87
Tahun 2014 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan :

67
RENCANA DETAIL TATA RUANG TINGKAT MENENGAH

a. Ranperkada disampaikan dengan surat pengantar


Bupati/Walikota kepada pimpinan DPRD Kabupaten/Kota untuk
dilakukan pembahasan
b. Naskah Akademik disertakan dalam penyampaian Rancangan
Peraturan Kepala Daerah Kabupaten/Kota.
c. Bupati/Walikota membentuk tim dalam pembahasan Rancangan
Peraturan Kepala Daerah di DPRD Kabupaten/Kota yang
diketuai oleh Sekretaris Daerah atau pejabat yang ditunjuk oleh
Bupati/Walikota
d. Rancangan Peraturan Kepala Daerah dibahas oleh DPRD
Kabupaten/Kota dan Bupati/Walikota untuk mendapatkan
persetujuan bersama. Pembahasan dilakukan melalui 2 (dua)
tingkat pembicaraan, yaitu pembicaraan tingkat I dan
pembicaraan tingkat II hingga Ranperkada disetujui Kepala
Daerah & DPRD
Ranperkada

RANPERKADA

RANPERKADA

.
Gambar 10 Mekanisme Pembahasan Ranperkada kepada DPRD

Setelah dilakukannya proses pembahasan ranperkada RDTR


selanjutnya dilakukan proses penetapan dan evaluasi yang
selanjutnya di bahas pada bab 5 (lima), berikut adalah skema
mekanisme pembahasan dan penetapan Ranperkada RDTR.

68
RENCANA DETAIL TATA RUANG TINGKAT MENENGAH

Ranperkada

Ranperkada

FPR
FPR

Ranperkada

Peraturan Kepala
Penetapan Perkada
Daerah

Gambar 11 Mekanisme pembahasan dan penetapan ranperkada


Sumber : Analisis Penyusun, 2020

D. RANGKUMAN
a. Penyusunan Ranperkada Sebagai Proses Legal Drafting
dalam Penyusunan RDTR
Dokumen Peraturan Kepala Daerah RDTR merupakan
dokumen formal yang diakui secara hukum yang berfungsi
mengatur dan memaksa dalam penyelenggaraan tata ruang.
Untuk menjadi sebuah produk hukum yang berkualitas dan
dapat diterapkan fungsi-fungsi yang ada di dalamnya, maka
diperlukan syarat-syarat yang harus dipenuhi sebagai peraturan
perundangan yang baik/hukum positif yaitu dalam syarat formil :
Naskah akademik harus sudah ada sebagai syaratnya dan
syarat Materiil : tidak ditemukan ketidaksesuaian dalam isi dari
materi muatan yang ada di peraturan (tumpang tindih muatan,
ketidaktertiban maupun ketidakpastian).
Kejelasan rumusan salah satu asas yang sangat penting
untuk diperhatikan dalam penyusunan peraturan kepala daerah

69
RENCANA DETAIL TATA RUANG TINGKAT MENENGAH

RDTR. Jika salah memahami konsep hukum maka materi yang


sudah dilegalkan tidak memiliki kekuatan secara hukum.
Dalam RDTR bukan hanya berisi teks melainkan terdapat
peta dan juga tabel yang perlu dikonversikan ke dalam bahasa
hukum. Dalam bahasa hukum, semuanya harus dijabarkan ke
dalam buku, bab, bagian, dan paragraf. Oleh karena itu,
kemampuan dalam menerjemahkan peta dan tabel pada RDTR
untuk bisa menjadi paragraf pada produk hukum sangat penting
untuk dipahami.
Dasar hukum yang dapat digunakan dalam dalam proses
penyusunan Rancangan Peraturan Kepala Daerah RDTR
Kabupaten/Kota yaitu antara lain :
• Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 sebagai payung hukum tertinggi
• Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan
atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
• Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2014 Tentang
Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
Undangan
Adapun Kerangka Rancangan Peraturan Kepala Daerah
terdiri atas Judul, Pembukaan, Batang Tubuh, Penutup, dan
Lampiran.

b. Struktur Ranperkada RDTR


Penyusunan Ranperkada tentang RDTR yang merupakan
proses penuangan materi teknis RDTR ke dalam pasal-pasal

70
RENCANA DETAIL TATA RUANG TINGKAT MENENGAH

dengan mengikuti kaidah penyusunan peraturan perundang-


undangan sesuai dengan :
1) Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor
47 Tahun 2012 Tentang Pedoman Penyusunan Peraturan
Daerah Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Dan
Kabupaten/Kota
2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2019
tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
Undangan
3) Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 11 Tahun 2021 tentang Tata
Cara Penyusunan, Peninjauan Kembali, Revisi, dan
Penerbitan Persetujuan Substansi RTRW Provinsi,
Kabupaten, Kota, dan RDTR
4) Peraturan Materi Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 14 Tahun 2021 tentang
Pedoman Penyusunan Basis Data dan Penyajian Peta
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, Kabupaten, dan
Kota, Serta Peta Rencana Detail Tata Ruang
Kabupaten/Kota

Adapun Struktur Rancangan Peraturan Kepala Daerah


RDTR yang terdapat pada bagian materi pokok yang diatur
didalam batang tubuh, Berdasarkan Peraturan Menteri Agraria
dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 11
Tahun 2021 yaitu antara lain :
• BAB I Ketentuan Umum
• BAB II Ruang Lingkup
71
RENCANA DETAIL TATA RUANG TINGKAT MENENGAH

• BAB III Tujuan Penataan WP


• BAB IV Rencana Struktur Ruang
• BAB V Rencana Pola Ruang
• BAB VI Ketentuan Pemanfaatan Ruang
• BAB VII Peraturan Zonasi
• BAB VIII Kelembagaan
• BAB IX Ketentuan Lain-Lain
• BAB X Ketentuan Peralihan
• BAB XI Ketentuan Penutup
c. Mekanisme Pembahasan Ranperkada
Proses pembentukan Perkada terbagi menjadi beberapa
bagian, yaitu perencanaan, penyusunan, pembahasan dan
penetapan, dan pengundangan. Berikut ini adalah tahapan
dalam pembahasan Ranperkada RDTR :
1. Konsultasi Publik
Aspirasi masyarakat dapat ditampung sejak tahap
perencanaan dalam penyusunan Rancangan Peraturan Kepala
Daerah Kabupaten/Kota dalam penyelenggaraan konsultasi
publik. Konsultasi publik bertujuan untuk menjaring masukan
dan aspirasi dari masyarakat serta pemangku kepentingan
yang selanjutnya diakomodir dalam rangka pengkayaan
muatan RDTR
2. Rapat Koordinasi FPR
3. Pembahasan Lintas Sektor (Linsek) Kementerian
Pembahasan Lintas Sektor dan Daerah terkait Ranperkada
RDTR dilakukan untuk memeriksa kesesuaian materi dan
informasi spasial Ranperkada RDTR terhadap peraturan

72
RENCANA DETAIL TATA RUANG TINGKAT MENENGAH

perundang-undangan bidang penataan ruang dan kebijakan


nasional
4. Persetujuan Substansi (Persub)
Proses penetapan Persetujuan Substansi terhadap
rancangan Perkada tentang RTR diberikan berdasarkan hasil
Pembahasan Lintas Sektor dan Daerah yang telah diperbaiki
dan telah dilengkapi dengan dokumen yang dibutuhkan.
Persetujuan Substansi diberikan dalam bentuk Surat
Persetujuan Substansi RDTR yang disertai dengan berita acara
Pembahasan Lintas Sektor dan Daerah.
5. Pembahasan dengan DPRD Kab/Kota
Rancangan Peraturan Daerah dibahas oleh DPRD
Kabupaten/Kota dan Bupati/Walikota untuk mendapatkan
persetujuan bersama. Pembahasan dilakukan melalui 2 (dua)
tingkat pembicaraan, yaitu pembicaraan tingkat I dan
pembicaraan tingkat II hingga Ranperkada disetujui Kepala
Daerah & DPRD.

Setelah dilakukannya proses pembahasan ranperkada


RDTR selanjutnya dilakukan proses penetapan.

73
RENCANA DETAIL TATA RUANG TINGKAT MENENGAH

BAB V
PENJELASAN SINGKAT:
TAHAP PENETAPAN
RANPERKADA RDTR

Proses Penetapan Ranperkada RDTR di lakukan setelah


proses penyusunan ranperkada, adapun tahap penetapan
Rancangan Peraturan Kepala Daerah RDTR dijelaskan dalam
peraturan perundang – undangan berikut ini :
1) Peraturan Presiden No. 76 Tahun 2021 tentang Perubahan atas
Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2014 tentang Peraturan
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undang.
2) Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 13
Tahun 2016 Tentang Evaluasi Rancangan Perda Rencana Tata
Ruang Daerah
3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2015
tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah

A. PENETAPAN RANPERKADA RDTR


Berikut ini adalah mekanisme Penetapan Ranperkada RDTR :
1. Rancangan Perkada yang telah disetujui bersama oleh DPRD
dan kepala Daerah disampaikan oleh pimpinan DPRD
kepada kepala daerah untuk ditetapkan menjadi Peraturan
Kepala Daerah.
2. Bupati/walikota wajib menyampaikan rancangan Perkada
Kabupaten/Kota kepada gubernur sebagai wakil Pemerintah
Pusat untuk mendapatkan nomor register Perkada;
74
RENCANA DETAIL TATA RUANG TINGKAT MENENGAH

3. Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat memberikan


nomor register rancangan Perkada Kabupaten/Kota;
4. Rancangan Perkada yang telah mendapat nomor register
ditetapkan oleh kepala daerah dengan membubuhkan tanda
tangan;
5. Dalam hal kepala Daerah tidak menandatangani rancangan
Perkada yang telah mendapat nomor register, rancangan
Perda tersebut sah menjadi Perkada dan wajib diundangkan
dalam lembaran daerah.
6. Rancangan Perkada dinyatakan sah dengan kalimat
pengesahannya berbunyi, “Peraturan Kepala Daerah ini
dinyatakan sah”.
7. Pengesahan harus dibubuhkan pada halaman terakhir
Perkada sebelum pengundangan naskah Perkada ke dalam
lembaran daerah.

B. INFORMASI KHUSUS (UJI TITIK)


Khusus untuk RDTR OSS Setelah dilakukannya Pembahasan
Ranperkada tentang RDTR, dan dilakukan penyesuaian muatan
terhadap hasil pembahasan tersebut, maka selanjutnya dilakukan
Digitalisasi muatan RDTR, hal ini dilakukan untuk mendukung
proses perizinan terpadu melalui kanal Online Single Submisson
(OSS). Direktorat Jenderal Tata Ruang (DJTR) berupaya melakukan
digitalisasi produk RDTR Kota/Kabupaten dan mengintegrasikan
data RDTR sebagai basis perizinan melalui sistem GISTARU.

75
RENCANA DETAIL TATA RUANG TINGKAT MENENGAH

http://gistaru.atrbpn.go.id/

Gambar 12 Sistem GISTARU


Sumber : http://gistaru.atrbpn.go.id/

GISTARU, sebuah sistem informasi yang memuat rencana


tata ruang dan telah dikembangkan untuk membantu
keberlangsungan investasi. Melalui GISTARU, salah satu
harapannya adalah investor dapat melakukan riset kesesuaian
lokasi investasi miliknya dengan rencana tata ruang, kemudian
mendaftarkan investasinya pada sistem OSS. GISTARU-RDTR
Interaktif saat ini sudah terintegrasi dengan OSS. Terdapat 6 (enam)
tahap integrasi yang harus ditempuh agar RDTR siap masuk ke
sistem OSS.
1. Tahap pertama yang harus ditempuh adalah mengumpulkan data.
2. Tahap kedua yaitu verifikasi data, pengecekan kesesuaian antara
Peta Pola Ruang dalam shapefile dengan lampiran Perkada.
Terkadang masih banyak data yang tumpang tindih sehingga
dilakukan pendigitan ulang.
3. Tahap ketiga pengolahan data oleh Tim RDTR Interaktif. Pada
tahap ini menginput data yang ada pada lampiran Ranperkada

76
RENCANA DETAIL TATA RUANG TINGKAT MENENGAH

yaitu peta dan data tabular ke dalam sistem yang meliputi data
ITBX, intensitas pemanfaatan ruang dan tata bangunan.
4. Tahap keempat yaitu dilakukan quality assurance atau Uji Titik
yang bertujuan untuk mengecek data sistem dengan batang
tubuh dan lampiran Ranperda RDTR. Tahap ini dilakukan oleh
Tim Data dan Informasi.
5. Tahap kelima yaitu development OSS; dan
6. selanjutnya sistem siap digunakan oleh OSS.
Berikut adalah skema dari proses Digitalisasi muatan RDTR
(GISTARU-RDTR Interaktif) dan contoh tahap quality assurance
atau Uji Titik dalam mengintegrasikan data RDTR dengan sistem
OSS

Gambar 13 Skema Proses Digitalisasi muatan RDTR/Uji Titik


Sumber: Analisis Tim Data dan Informasi Direktorat Jenderal Tata Ruang,2020

77
RENCANA DETAIL TATA RUANG TINGKAT MENENGAH

Gambar 14 Contoh Lembar Pemeriksaan (Quality Assurance)


Sumber: Analisis Tim Data dan Informasi Direktorat Jenderal Tata Ruang, 2020

78
RENCANA DETAIL TATA RUANG TINGKAT MENENGAH

BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

Sebagai bagian akhir dari rangkaian pelatihan RDTR Tk.


Menengah yang diselenggarakan oleh PPSDM Kementerian
ATR/BPN, Modul 5 ini telah menjelaskan mengenai proses finalisasi
RDTR yang meliputi: pemahaman tentang fungsi dan peran hukum
dalam penataan ruang, prosedur penyusunan Naskah Akademik
dan Ranperkada RDTR, wawasan terkait integrasi KLHS, proses
penyusunan RDTR melalui aplikasi OSS, serta Omnibus Law, serta
penjelasan singkat mengenai tahapan penetapan Naskah Akademik
dan Ranperkada RDTR sebagai bagian dari prosedur finalisasi
sesuai Permen ATR/BPN 11 Tahun 2021.
Secara khusus modul ini bertujuan untuk meningkatkan
kompetensi pada penyusunan Naskah Akademik dan Ranperkada
RDTR sehingga diharapkan pada akhir modul ini dan
terselesaikannya latihan melalui sistem e-learning, bridging, maupun
tatap muka, peserta Diklat RDTR Tk. Menengah mampu menyusun
finalisasi sesuai prosedur.
Sebagai rekomendasi, peserta diklat diharapkan dapat aktif
mempelajari berbagai pedoman yang sesuai prosedur yang bersifat
tekstual serta menyesuaikan konteks legal drafting dengan hasil
rencana RDTR sesuai masing-masing studi kasus.

viii
RENCANA DETAIL TATA RUANG TINGKAT MENENGAH

DAFTAR PUSTAKA

Direktorat Jenderal Tata Ruang. 2019. Standar Penyusunan Basis


Data Peta Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi,
Kabupaten, dan Kota, serta Peta Rencana Detail Tata
Ruang (RDTR) Kabupaten/Kota. Kementerian Agraria dan
Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, Jakarta. 57 hal.
Handoyo, Hestu Cipto (2011). Prinsip-Prinsip Legal Drafting, Jakarta
: Danendra
Kusumaatmadja, Mochtar (2002), Konsep-Konsep Hukum dalam
Pembangunan, Bandung: Alumni
Masitah (2013). Urgensi Naskah Akademik Dalam Pembentukan
Peraturan Daerah. Jurnal Legislasi Indonesia (Vol. 10 No.
2)
Natalivan, Petrus (2014). Bahan materi paparan instrumen perizinan
sebagai pengendalian pemanfaatan ruang. Institut
teknologi Bandung
Oetomo, Andi (2012). Bahan Ajar Perkuliahan: Hukum dan
Administrasi Perencanaan. Institut Teknologi Bandung
Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 11 Tahun 2021 tentang Tata
Cara Penyusunan, Peninjauan Kembali, Revisi, dan
Penerbitan Persetujuan Substansi RTRW Provinsi,
Kabupaten, Kota, dan RDTR
Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 15 Tahun 2021 Tentang
Koordinasi Penyelenggaraan Penataan Ruang

viii
RENCANA DETAIL TATA RUANG TINGKAT MENENGAH

Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 47


Tahun 2012 Tentang Pedoman Penyusunan Peraturan
Daerah Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi
Dan Kabupaten/Kota
Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2014 Tentang Peraturan
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2017 tentang Percepatan
Pelaksanaan Berusaha
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan
Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik
Indonesia Nomor 69 Tahun 2017 Tentang Pelaksanaan
Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2016 Tentang Tata
Cara Penyelenggaraan Kajian Lingkungan Hidup Strategis
Peraturan Kepala Badan Pusat Statistik Nomor 19 Tahun 2017
Tentang Perubahan atas Peraturan Kepala Badan Pusat
Statistik Nomor 95 Tahun 2015 Tentang Klasifikasi Baku
Lapangan Usaha Indonesia
Prawiranegara, Mirwansyah (2014). Modul 1. Pemahaman Dasar
tentang Hukum dan Administrasi Perencanaan Wilayah
dan Kota. Universitas Terbuka
Priyanta, Maret (2020). Bahan paparan Pencerminan “Kepastian
Hukum” dalam materi muatan rencana detail tata ruang.
Universitas padjajaran
Undang-Undang Dasar tahun 1945
Undang-Undang Penataan Ruang No. 26 tahun 2007 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 118)

ix
RENCANA DETAIL TATA RUANG TINGKAT MENENGAH

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2019 tentang


Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2015 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2020 tentang
Cipta Kerja
Zulkaidi, Denny (2014). Bahan paparan Zoning Regulation
Concept. Institut Teknologi Bandung

x
RENCANA DETAIL TATA RUANG TINGKAT MENENGAH

LAMPIRAN

Lampiran 1 Tabel Penjelasan Muatan Ranperkada Rencana Detail


Tata Ruang

Struktur Ranperkada RDTR Penjelasan

Bab I Ketentuan Penjelasan definisi dari seluruh fungsi kawasan yang


Umum dialokasikan di dalam rencana pola ruang yang diatur di
dalam ketentuan umum peraturan zonasi; definisi/batasan
terhadap istilah-istilah/singkatan-singkatan yang disebut
berulang dalam batang tubuh; dan/atau istilah-istilah
penting yang dimaknai secara khusus
Bab II Ruang Ruang lingkup Penjelasan mengenai ruang lingkup peraturan kepala
Lingkup dan peraturan daeragh RDTR yang meliputi muatan bab – bab pada
Tujuan kepala daerah peraturan kepala daerah tersebut, yang meliputi :
1. Ruang lingkung WP
2. Tujuan penataan WP
3. Rencana struktur ruang
4. Rencana pola ruang
5. Ketentuan pemanfaatan ruang
6. Peraturan zonasi
7. Kelembagaan
8. Ketentuan lain – lain
9. Ketentuan peralihan
10. Ketentuan penutup
Ruang lingkup 1. Penjelasan penetapan Delineasi WP didasari aspek
WP yang terdiri Administratif atau fungsional, dan memuat luasan
atas delineasi Delineasi WP dalam satuan hektar
WP dan 2. Penjelasan Wilayah yang menjadi WP pada seluruh
pembagian atau sebagian wilayah Kecamatan atau
SWP dan Blok Keluarah/Desa tertentu
3. Penjelasan spesifik luasan pada delineasi WP dalam
satuan hektar
4. Penjelasan pembagian WP menjadi Sub-WP pada
seluruh atau sebagian wilayah Kecamatan atau
Keluarah/Desa tertentu
BAB III Tujuan Penjelasan tujuan dari penataan BWP yang di delineasi
Penataan WP (kalimat tujuan berimbuhan me-kan)
BAB IV Rencana Rencana 1. Rencana struktur ruang WP digambarkan dalam peta
Struktur Pengembangan dengan tingkat ketelitian 1:5.000 tercantum dalam
Ruang Pusat Lampiran
Pelayanan 2. Penjelasan terkait muatan dari Rencana
Rencana pengembangan pusat pelayanan, dan penjelasan
Jaringan rinci untuk PPK, SPPK dan PPK yang terdapat pada
Transportasi Sub-WP tertentu. (Pembagian PL agar mengikuti

xi
RENCANA DETAIL TATA RUANG TINGKAT MENENGAH

Struktur Ranperkada RDTR Penjelasan

Rencana kondisi daerah, RW dapat diganti dusun/kampung


Jaringan atau jika tidak memungkinkan membagi menjadi tiga
Prasarana hierarki PL, cukup satu PL yang mewakili hierarki
Rencana terendah dalam WP)
Jaringan Energi 3. Penjelasan terkait muatan dari Rencana Jaringan
Transportasi, yang selanjutnya dijelaskan rinci terkait
Rencana muatan sistem jaringan transportasi darat, laut, dan
Jaringan udara (sesuai keadaan pada WP)
Telekomunikasi 4. Penjelasan terkait muatan dari Rencana Jaringan
Rencana Prasarana yang selajutnya dijelaskan rinci terkait
Jaringan Air muatan sistem jaringan energi/kelistrikan,
Minum telekomunikasi, sumber daya air, dan prasarana
lainnya contoh penulisan yang benar dalam batang
Rencana tubuh: a. jalan kolektor primer satu dengan kode
Jaringan JKP-1
Drainase (sistematika penulisan tersebut di atas berlaku untuk
Rencana semua kode yang muncul dalam peta)
Jaringan 5. Sistem jaringan digambarkan dalam peta dengan
Pengelolaan Air tingkat ketelitian 1:5.000 (satu banding lima ribu) dan
Rencana dimuat dalam lampiran
Jaringan
Persampahan

Rencana
Jaringan
Prasarana
Lainnya
Bab V Rencana Pola Zona Lindung • Rencana pola ruang wilayah digambarkan dalam
Ruang peta dengan tingkat ketelitian 1:5.000 (satu banding
lima ribu) dan dimuat dalam lampiran
• Penjelasan terkait muatan dari zona lindung dan
Zona Budidaya zona budidaya dan selajutnya dijelaskan rinci terkait
muatan zona lindung tersebut dengan memuat
luasan dalam satuan hektar dan Kode Zona
Bab VI Ketentuan Konfirmasi • Program pemanfaatan ruang disusun berdasarkan
Pemanfaatan Kesesuaian indikasi program utama lima tahunan dan termuat
Ruang Kegiatan dalam lampiran
Pemanfaatan • Ketentuan pemanfaatan dijadikan sebagai acuan
Ruang untuk mewujudkan rencana struktur ruang dan
Program rencana pola ruang
Prioritas
Pemanfaatan
Ruang
Bab VII Peraturan Materi Wajib memuat ketentuan-ketentuan dalam peraturan zonasi,
Zonasi 1. Penjelasan ITBX (Ketentuan Kegiatan Pemanfaatan
Ruang) dan KDB/KLB (Intensitas Pemanfaatan
Ruang) dengan satuan unit
2. Penjelasan GSB/Ketinggian/lebar, jarak, tampilan
(Ketentuan Tata Bangunan) dengan satuan unit ...
3. Penjelasan jalur pejalan kaki, RTH, dsb (Ketentuan
Prasarana dan Sarana Minimal) dengan satuan unit
sesuai karakteristik WP

xii
RENCANA DETAIL TATA RUANG TINGKAT MENENGAH

Struktur Ranperkada RDTR Penjelasan

4. Penjelasan bandar udara, cagar budaya, dsb


(Ketentuan Khusus) dengan satuan unit sesuai
karakteristik WP
Penjelasan tentang insentif-disinsentif (Ketentuan
Pelaksanaan) dengan satuan nama Pengembangan
Kawasan dan bentuk insentif-disinsentifnya
Materi Pilihan Materi pilihan (dimasukkan jika ada) yaitu Ketentuan
pengaturan zonasi yang dimuat dalam lampiran

BAB VIII Kelembagaan Kelembagaan memuat pengaturan kelembagaan dalam


rangka perwujudan RDTR

Bab IX Ketentuan materi muatan yang diperlukan tetapi tidak dapat


Lain – Lain dikelompokkan dalam ruang lingkup pengaturan yang
sudah ada, seperti Jangka waktu Rencana Detail Tata
Ruang dan lainnya.
Bab X Ketentuan memuat penyesuaian pengaturan tindakan hukum atau
Peralihan hubungan hukum yang sudah ada berdasarkan peraturan
yang lama terhadap peraturan yang baru
Bab XII Ketentuan memuat masa berlaku saat mulai berlaku peraturan
Penutup

xiii

Anda mungkin juga menyukai