Anda di halaman 1dari 61

Diklat Penyusunan RDTR Tingkat Dasar

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
kemudahan dalam menyelesaikan Modul Diklat Penyusunan Rencana Detail Tata
Ruang Tingkat Dasar. Modul ini disusun sebagai penunjang kegiatan diklat agar
peserta diklat dapat mempelajari dan memahami materi-materi yang diberikan.

Pada kesempatan ini pula, kami menyampaikan rasa terima kasih kepada semua
pihak yang terlibat dalam penyusunan modul ini. Semoga Tuhan Yang Maha Esa
membalas semua kebaikan dan jerih payah Saudara-saudara sekalian.

Semoga modul ini dapat memberikan manfaat dan pengetahuan yang lebih luas
kepada pembaca, khususnya peserta diklat. Akhir kata dengan segala kerendahan
hati, tim penyusun mengharapkan masukan dan kritikan demi perbaikan penyusunan
modul di masa akan datang.

Terima kasih.

Jakarta, Oktober 2017


Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan,

Dr. H. Dadang Suhendi, S.H., M.H.


NIP. 19611128 199103 1 002

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 ii


Diklat Penyusunan RDTR Tingkat Dasar

DAFTAR ISI

Hal
KATA PENGANTAR ....................................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................................................ iv
DAFTAR TABEL ............................................................................................................................ v
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................................. 1
A. LATAR BELAKANG .................................................................................................... 1
B. DESKRIPSI SINGKAT ................................................................................................ 1
C. TUJUAN PEMBELAJARAN ........................................................................................ 2
D. MATERI POKOK DAN SUB MATERI POKOK ........................................................... 2
BAB II MUATAN PERATURAN ZONASI ....................................................................................... 3
A. DASAR PENGENDALIAN PEMBANGUNAN ............................................................. 3
B. ZONING TEXT............................................................................................................ 7
C. ZONING MAP ........................................................................................................... 20
BAB III PROSES PENYUSUNAN PERATURAN ZONASI ........................................................... 22
A. TAHAPAN PENYUSUNAN PERATURAN ZONASI.................................................. 22
B. PEMILIHAN TEKNIK PERATURAN ZONASI ........................................................... 27
BAB IV PRAKTEK PENYUSUNAN PERATURAN ZONASI ......................................................... 30
A. PENYUSUNAN ZONING TEXT ................................................................................ 32
B. PENYUSUNAN ZONING MAP ................................................................................. 50
BAB V PENUTUP ........................................................................................................................ 52
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................................... 53
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................................................ 54

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 iii


Diklat Penyusunan RDTR Tingkat Dasar

DAFTAR GAMBAR

Hal

Gambar 1. Kedudukan Peraturan Zonasi dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang ........................... 5
Gambar 2. Kedudukan Peraturan Zonasi dalam Sistem Penataan Ruang ........................................... 6
Gambar 3. Ilustrasi Peta Rencana Pola Ruang (Zoning Map) ............................................................ 21
Gambar 4. Alur Proses Penyusunan Peraturan Zonasi ...................................................................... 27
Gambar 5. Ilustrasi Penerapan Transfer Development Right.............................................................. 29
Gambar 6. Substansi/Muatan Peraturan Zonasi ................................................................................. 31
Gambar 7. Bagan Alir Proses Teknis Penyusunan Peraturan Zonasi................................................. 32
Gambar 8. Ilustrasi Pembagian Zona Pada Rencana Pola Ruang RDTR .......................................... 38
Gambar 9. Contoh Penetuan Blok dengan Batasan Fisik ................................................................... 40
Gambar 10. Contoh Matriks ITBX untuk Kegiatan Perumahan dan Perdagangan Jasa ..................... 43
Gambar 11. Contoh Zoning Map dan Zoning Text dalam RDTR ........................................................ 51

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 iv


Diklat Penyusunan RDTR Tingkat Dasar

DAFTAR TABEL

Hal

Tabel 1. Sifat Pengendalian Pemanfaatan Ruang ................................................................................ 4


Tabel 2. Aturan Dasar Zonasi vs Teknik Pengaturan Zonasi .............................................................. 29
Tabel 3. Contoh Kriteria Pengklasifikasian Zona dan Sub Zona ......................................................... 37

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 v


Diklat Penyusunan RDTR Tingkat Dasar

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten/Kota belum operasional dan


sulit dijadikan rujukan dalam pengendalian pemanfaatan ruang. Rencana Detail Tata
Ruang (RDTR) sudah lebih rinci (mengatur guna lahan, intensitas bangunan, tata
massa bangunan), tetapi tetap kurang operasional bila tidak disertai dengan aturan
yang lengkap. Peraturan zonasi potensial untuk melengkapi RDTR agar lebih
operasional.
Peraturan zonasi merupakan ketentuan sebagai bagian yang tidak terpisahkan
dari Rencana Detail Tata Ruang (RDTR). Peraturan zonasi adalah ketentuan yang
mengatur tentang persyaratan pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya
yang disusun untuk setiap blok/zona peruntukan.
Peraturan zonasi berfungsi sebagai perangkat operasional pengendalian
pemanfaatan ruang; acuan dalam pemberian izin pemanfaatan ruang, termasuk di
dalamnya air right development dan pemanfaatan ruang di bawah tanah; acuan dalam
pemberian insentif dan disinsentif; acuan dalam pengenaan sanksi; dan rujukan teknis
dalam pengembangan atau pemanfaatan lahan dan penetapan lokasi investasi.
Aparat pemerintah daerah perlu memahami muatan dan proses penyusunan
peraturan zonasi serta penerapannya dalam RDTR agar pengendalian pemanfaatan
ruang dapat menjadi lebih efektif.

B. DESKRIPSI SINGKAT

Mata Diklat Peraturan Zonasi ini membekali peserta agar dapat mengetahui dan
memahami muatan, proses, serta praktek penyusunan peraturan zonasi.

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 1


Diklat Penyusunan RDTR Tingkat Dasar

C. TUJUAN PEMBELAJARAN

Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta mampu memahami muatan dan


proses serta praktek penyusunan peraturan zonasi. Indikator keberhasilan dari
pembelajaran ini peserta mampu:
1. Memahami muatan peraturan zonasi
2. Memahami proses penyusunan peraturan zonasi
3. Menyusun peraturan zonasi

D. MATERI POKOK DAN SUB MATERI POKOK

1) Muatan Peraturan Zonasi


a. Dasar Pengendalian Pembangunan
b. Zoning Text
- Aturan Dasar
- Teknik Pengaturan Zonasi
c. Zoning Map

2) Proses Penyusunan Peraturan Zonasi


a. Tahapan Penyusunan Peraturan Zonasi
b. Pemilihan Teknik Pengaturan Zonasi

3) Prakter Penyusunan Peraturan Zonasi


a. Penyusunan Zoning Text
b. Penyusunan Zoning Map

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 2


Diklat Penyusunan RDTR Tingkat Dasar

BAB II
MUATAN PERATURAN
ZONASI

A. DASAR PENGENDALIAN PEMBANGUNAN

Terdapat dua sistem pemanfaatan ruang, yaitu:


1. Regulatory System
Pemanfaatan ruang yang didasarkan pada kepastian hukum yang berupa
peraturan zoning konvensional
2. Discretionary System
Pemanfaatan ruang yang proses pengambilan keputusannya didasarkan pada
pertimbangan lembaga perencanaan yang berwenang untuk setiap proposal
pembangunan yang diajukan
Terdapat dua sistem pengendalian dalam pemanfaatan ruang, yaitu:
1. Zoning Regulation / Peraturan Zonasi
Pembagian lingkungan kota dalam zona-zona dan menetapkan pengendalian
pemanfaatan ruang yang berbeda-beda (Barnett, 1982)
2. Development Control/Permit System
a. Mengatur kegiatan pembangunan yang meliputi pelaksanaan kegiatan
pendirian bangunan,perekayasaan, pertambangan maupun kegiatan serupa
lainnya dan atau mengadakan perubahan penggunaan pada bangunan atau
lahan tertentu (Khulball & Yuen, 1991)
b. Memungkinkan tetap dilaksanakannya pembangunan sebelum terdapat
dokumen rencana
Pengendalian pemanfaatan ruang bertujuan untuk menjamin tercapainya
konsistensi pemanfaatan ruang yang telah ditetapkan. Dalam hal ini: pengendalian
pemanfaatan ruang merupakan mekanisme untuk memastikan rencana tata ruang
dan pelaksanaannya telah berlangsung sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 3


Diklat Penyusunan RDTR Tingkat Dasar

Prasyarat pengendalian pemanfaatan ruang dapat berjalan efektif dan efisien:


produk rencana yang baik, berkualitas serta informasi yang akurat terhadap praktek-
praktek pemanfaatan ruang yang berlangsung.
Pengendalian pembangunan bersifat preventif (pencegahan)dan kuratif
(pengobatan).

Tabel 1. Sifat Pengendalian Pemanfaatan Ruang

Preventive Curative
Mengarahkan Zoning Enforcement
Pembangunan Development Control
(to direct development) Development Permit
Site Plan Control
Disinsentif
Mendorong Pembangunan RTRWK, RDTRK
(promote development) Insentif

Dalam proses penyusunan rencana tata ruang:


1. Peraturan zonasi merupakan pengaturan lebih lanjut untuk pemanfaatan ruang
yang ditetapkan dalam rencana pola ruang suatu wilayah.
2. Peraturan Zonasi yang merupakan penjabaran dari RTRW dapat menjadi rujukan
untuk menyusun RDTR dan sangat bermanfaat untuk melengkapi aturan
pembangunan pada penetapan penggunaan lahan yang ditetapkan dalam RDTR.
3. Peraturan zonasi juga merupakan rujukan untuk penyusunan rencana yang lebih
rinci dari RDTR seperti rencana teknik ruang kawasan (RTRK) atau rencana tata
bangunan dan lingkungan (RTBL).

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 4


Diklat Penyusunan RDTR Tingkat Dasar

Gambar 1. Kedudukan Peraturan Zonasi dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang

Dalam proses pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang:


1. Peraturan Zonasi sangat penting dalam proses pemanfaatan ruang dan
pengendalian pemanfaatan ruang.
2. Peraturan Zonasi memiliki tingkat ketelitian yang sama dengan RDTRK, namun
mengatur lebih rinci dan lebih lengkap ketentuan pemanfaatan ruang dengan
tetap mengacu kepada RTRW Kota yang ada.
3. Keterkaitan peran dan fungsi antara RDTRK dengan Peraturan Zonasi dalam
Sistem Penataan Ruang di Indonesia adalah:
- RDTRK merupakan salah satu jenjang rencana tata ruang kota dengan skala
1 : 5.000
- Peraturan Zonasi merupakan salah satu perangkat pengendalian pemanfaatan
ruang yang berisi ketentuan-ketentuan teknis dan administratif pemanfaatan
ruang dan pengembangan tapak.
- Peraturan Zonasi ini telah banyak digunakan di negara berkembang, dan dapat
melengkapi aturan pemanfaatan ruang untuk RDTRK. Di Indonesia Peraturan
Zonasi dijadikan bagian tidak terpisahkan dari RDTR.
4. Peraturan Zonasi adalah peraturan yang menjadi rujukan perijinan, pengawasan
dan penertiban dalam pengendalian pemanfaatan ruang, yang merujuk pada

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 5


Diklat Penyusunan RDTR Tingkat Dasar

rencana tata ruang wilayah yang umumnya telah menetapkan fungsi,intensitas,


ketentuan tata massa bangunan, sarana dan prasarana, serta indikasi program
pembangunan.
5. Peraturan Zonasi juga menjadi landasan untuk manajemen lahan dan
pengembangan tapak.

Gambar 2. Kedudukan Peraturan Zonasi dalam Sistem Penataan Ruang

Dalam kerangka perangkat pengendalian pemanfaatan ruang:


1. Peraturan Zonasi hanya merupakan salah satu perangkat pengendalian di antara
berbagai perangkat pengendalian pembangunan lainnya.
2. Perangkat-perangkat kendali pembangunan ini menjadi dasar rujukan untuk
memeriksa kesesuaian permohonan ijin melakukan pembangunan dengan
ketentuan yang berlaku.
3. Rujukan dalam menilai permohonan pembangunan antara lain rencana tata
ruang, berbagai standar, berbagai panduan, maupun berbagai berbagai peraturan
perundangan.

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 6


Diklat Penyusunan RDTR Tingkat Dasar

4. Peraturan Zonasi juga tidak bersifat tunggal. Di dalamnya terdapat berbagai teknik
yang menjadi varian dalam peraturan zonasi, dan dapat dipilih untuk diterapkan
pada lokasi, kasus atau kondisi tertentu sesuai dengan persoalan di lapangan dan
tujuan penataan ruang yang ingin dicapai.

B. ZONING TEXT

Zoning text/zoning statement/legal textberisi aturan-aturan (regulation) yang


menjelaskan tentang tata guna lahan dan kawasan, permitted and conditional
uses,minimum lot requirements, standar pengembangan, administrasi
pengembangan zoning.

1. Aturan Dasar
a. Ketentuan Kegiatan dan Penggunaan Lahan
Ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan adalah ketentuan yang berisi
kegiatan dan penggunaan lahan yang diperbolehkan, kegiatan dan
penggunaan lahan yang bersyarat secara terbatas, kegiatan dan
penggunaan lahan yang bersyarat tertentu, dan kegiatan dan penggunaan
lahan yang tidak diperbolehkan pada suatu zona.

Ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan dirumuskan berdasarkan


ketentuan maupun standar yang terkait dengan pemanfaatan ruang,
ketentuan dalam peraturan bangunan setempat, dan ketentuan khusus bagi
unsur bangunan atau komponen yang dikembangkan.

Ketentuan teknis zonasi terdiri atas:

Klasifikasi I = pemanfaatan diperbolehkan/diizinkan

Kegiatan dan penggunaan lahan yang termasuk dalam klasifikasi I memiliki


sifat sesuai dengan peruntukan ruang yang direncanakan. Pemerintah
kabupaten/kota tidak dapat melakukan peninjauan atau pembahasan atau

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 7


Diklat Penyusunan RDTR Tingkat Dasar

tindakan lain terhadap kegiatan dan penggunaan lahan yang termasuk


dalam klasifikasi I.

Klasifikasi T = pemanfaatan bersyarat secara terbatas

Pemanfaatan bersyarat secara terbatas bermakna bahwa kegiatan dan


penggunaan lahan dibatasi dengan ketentuan sebagai berikut:
1) pembatasan pengoperasian, baik dalam bentuk pembatasan waktu
beroperasinya suatu kegiatan di dalam subzona maupun pembatasan
jangka waktu pemanfaatan lahan untuk kegiatan tertentu yang diusulkan;
2) pembatasan intensitas ruang, baik KDB, KLB, KDH, jarak bebas, maupun
ketinggian bangunan. Pembatasan ini dilakukan dengan menurunkan nilai
maksimal dan meninggikan nilai minimal dari intensitas ruang dalam
peraturan zonasi;
3) pembatasan jumlah pemanfaatan, jika pemanfaatan yang diusulkan telah
ada mampu melayani kebutuhan, dan belum memerlukan tambahan,
maka pemanfaatan tersebut tidak boleh diizinkan atau diizinkan terbatas
dengan pertimbangan-pertimbangan khusus.

Contoh: dalam sebuah zona perumahan yang berdasarkan standar teknis


telah cukup jumlah fasilitas peribadatannya, maka aktivitas rumah ibadah
termasuk dalam klasifikasi T.

Klasifikasi B = pemanfaatan bersyarat tertentu

Pemanfaatan bersyarat tertentu bermakna bahwa untuk mendapatkan izin


atas suatu kegiatan atau penggunaan lahan diperlukan persyaratan-
persyaratan tertentu yang dapat berupa persyaratan umum dan persyaratan
khusus. Persyaratan dimaksud diperlukan mengingat pemanfaatan ruang
tersebut memiliki dampak yang besar bagi lingkungan sekitarnya.

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 8


Diklat Penyusunan RDTR Tingkat Dasar

Contoh persyaratan umum antara lain:


1) dokumen AMDAL;
2) dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan
Lingkungan (UPL);
3) dokumen Analisis Dampak Lalu-lintas (ANDALIN); dan
4) pengenaan disinsentif misalnya biaya dampak pembangunan
(development impact fee).

Contoh persyaratan khusus misalnya diwajibkan menambah tempat parkir,


menambah luas RTH, dan memperlebar pedestrian.

Klasifikasi X = pemanfaatan yang tidak diperbolehkan

Kegiatan dan penggunaan lahan yang termasuk dalam klasifikasi X memiliki


sifat tidak sesuai dengan peruntukan lahan yang direncanakan dan dapat
menimbulkan dampak yang cukup besar bagi lingkungan di sekitarnya.
Kegiatan dan penggunaan lahan yang termasuk dalam klasifikasi X tidak
boleh diizinkan pada zona yang bersangkutan.

Penentuan I, T, B dan X untuk kegiatan dan penggunaan lahan pada suatu


zonasi didasarkan pada:
1) Pertimbangan Umum
Pertimbangan umum berlaku untuk semua jenis penggunaan lahan,
antara lain kesesuaian dengan arahan pemanfaatan ruang dalam RTRW
kabupaten/kota, keseimbangan antara kawasan lindung dan kawasan
budi daya dalam suatu wilayah, kelestarian lingkungan (perlindungan
dan pengawasan terhadap pemanfaatan air, udara, dan ruang bawah
tanah), toleransi terhadap tingkat gangguan dan dampak terhadap
peruntukan yang ditetapkan, serta kesesuaian dengan kebijakan lainnya
yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota.
2) Pertimbangan Khusus

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 9


Diklat Penyusunan RDTR Tingkat Dasar

Pertimbangan khusus berlaku untuk masing-masing karakteristik guna


lahan, kegiatan atau komponen yang akan dibangun. Pertimbangan
khusus dapat disusun berdasarkan rujukan mengenai ketentuan atau
standar yang berkaitan dengan pemanfaatan ruang, rujukan mengenai
ketentuan dalam peraturan bangunan setempat, dan rujukan mengenai
ketentuan khusus bagi unsur bangunan atau komponen yang
dikembangkan.

b. Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang


Ketentuan intensitas pemanfaatan ruang adalah ketentuan mengenai
besaran pembangunan yang diperbolehkan pada suatu zona yang
meliputi:
1) KDB Maksimum;
KDB maksimum ditetapkan dengan mempertimbangkan tingkat pengisian
atau peresapan air, kapasitas drainase, dan jenis penggunaan lahan.
2) KLB Maksimum;
KLB maksimum ditetapkan dengan mempertimbangkan harga lahan,
ketersediaan dan tingkat pelayanan prasarana (jalan), dampak atau
kebutuhan terhadap prasarana tambahan, serta ekonomi dan
pembiayaan.
3) Ketinggian Bangunan Maksimum; dan
4) KDH Minimal.
KDH minimal digunakan untuk mewujudkan RTH dan diberlakukan secara
umum pada suatu zona. KDH minimal ditetapkan dengan
mempertimbangkan tingkat pengisian atau peresapan air dan kapasitas
drainase.

Beberapa ketentuan lain dapat ditambahkan dalam intensitas pemanfaatan


ruang, antara lain meliputi:

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 10


Diklat Penyusunan RDTR Tingkat Dasar

1) Koefisien Tapak Basement (KTB) Maksimum;


KTB maksimum ditetapkan dengan mempertimbangkan KDH minimal.
2) Koefisien Wilayah Terbangun (KWT) Maksimum;
3) Kepadatan Bangunan atau Unit Maksimum;
Kepadatan bangunan atau unit maksimum ditetapkan dengan
mempertimbangkan faktor kesehatan (ketersediaan air bersih, sanitasi,
sampah, cahaya matahari, aliran udara, dan ruang antar bangunan),
faktor sosial (ruang terbuka privat, privasi, serta perlindungan dan jarak
tempuh terhadap fasilitas lingkungan), faktor teknis (resiko kebakaran
dan keterbatasan lahan untuk bangunan atau rumah), dan faktor
ekonomi (biaya lahan, ketersediaan, dan ongkos penyediaan
pelayanan dasar).
4) Kepadatan Penduduk Maksimal.
Ketentuan intensitas pemanfaatan ruang mendetailkan lebih lanjut
intensitas pemanfaatan ruang yang diatur dalam ketentuan umum
peraturan zonasi pada RTRW kabupaten/kota, atau juga bisa berisi
sama dengan intensitas pemanfaatan ruang yang diatur dalam
ketentuan umum peraturan zonasi pada RTRW kabupaten/kota.
Intensitas pemanfaatan ruang yang terdapat dalam ketentuan
intensitas pemanfaatan ruang dapat didetailkan kembali lebih lanjut
dalam RTBL.

c. Ketentuan Tata Bangunan


Ketentuan tata bangunan adalah ketentuan yang mengatur bentuk, besaran,
peletakan, dan tampilan bangunan pada suatu zona.

Komponen ketentuan tata bangunan minimal terdiri atas:


1) GSB minimal yang ditetapkan dengan mempertimbangkan keselamatan,
resiko kebakaran, kesehatan, kenyamanan, dan estetika;

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 11


Diklat Penyusunan RDTR Tingkat Dasar

2) tinggi bangunan maksimum atau minimal yang ditetapkan dengan


mempertimbangkan keselamatan, resiko kebakaran, teknologi, estetika,
dan parasarana;
3) jarak bebas antarbangunan minimal yang harus memenuhi ketentuan
tentang jarak bebas yang ditentukan oleh jenis peruntukan dan ketinggian
bangunan; dan
4) tampilan bangunan yang ditetapkan dengan mempertimbangkan warna
bangunan, bahan bangunan, tekstur bangunan, muka bangunan, gaya
bangunan, keindahan bangunan, serta keserasian bangunan dengan
lingkungan sekitarnya.

Ketentuan tata bangunan mendetailkan lebih lanjut tata bangunan yang


diatur dalam ketentuan umum peraturan zonasi pada RTRW
kabupaten/kota, atau juga dapat berisi sama dengan tata bangunan yang
diatur dalam ketentuan umum peraturan zonasi pada RTRW
kabupaten/kota. Tata bangunan yang terdapat dalam ketentuan tata
bangunan ruang dapat didetailkan kembali lebih lanjut dalam RTBL.

d. Ketentuan Prasarana dan Sarana Minimal


Ketentuan prasarana dan sarana minimal berfungsi sebagai kelengkapan
dasar fisik lingkungan dalam rangka menciptakan lingkungan yang nyaman
melalui penyediaan prasarana dan sarana yang sesuai agar zona berfungsi
secara optimal.

Prasarana yang diatur dalam peraturan zonasi dapat berupa prasarana


parkir, aksesibilitas untuk difabel, jalur pedestrian, jalur sepeda, bongkar
muat, dimensi jaringan jalan, kelengkapan jalan, dan kelengkapan prasarana
lainnya yang diperlukan.

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 12


Diklat Penyusunan RDTR Tingkat Dasar

Ketentuan prasarana dan sarana minimal ditetapkan sesuai dengan


ketentuan mengenai prasarana dan sarana yang diterbitkan oleh instansi
yang berwenang.

e. Ketentuan Pelaksanaan
Ketentuan pelaksanaan terdiri atas:
1) ketentuan variansi pemanfaatan ruang yang merupakan ketentuan yang
memberikan kelonggaran untuk menyesuaikan dengan kondisi tertentu
dengan tetap mengikuti ketentuan massa ruang yang ditetapkan dalam
peraturan zonasi. Hal ini dimaksudkan untuk menampung dinamika
pemanfaatan ruang mikro dan sebagai dasar antara lain transfer of
development rights (TDR) dan air right development yang dapat diatur
lebih lanjut dalam RTBL.

2) ketentuan pemberian insentif dan disinsentif yang merupakan ketentuan


yang memberikan insentif bagi kegiatan pemanfaatan ruang yang sejalan
dengan rencana tata ruang dan memberikan dampak positif bagi
masyarakat, serta yang memberikan disinsentif bagi kegiatan
pemanfaatan ruang yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang dan
memberikan dampak negatif bagi masyarakat.

Insentif dapat berbentuk kemudahan perizinan, keringanan pajak,


kompensasi, imbalan, subsidi prasarana, pengalihan hak membangun,
dan ketentuan teknis lainnya. Sedangkan disinsentif dapat berbentuk
antara lain pengetatan persyaratan, pengenaan pajak dan retribusi yang
tinggi, pengenaan denda, pembatasan penyediaan prasarana dan
sarana, atau kewajiban untuk penyediaan prasarana dan sarana
kawasan.

3) ketentuan untuk penggunaan lahan yang sudah ada dan tidak sesuai
dengan peraturan zonasi.

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 13


Diklat Penyusunan RDTR Tingkat Dasar

Ketentuan ini berlaku untuk pemanfaatan ruang yang izinnya diterbitkan


sebelum penetapan RDTR/peraturan zonasi, dan dapat dibuktikan bahwa
izin tersebut diperoleh sesuai dengan prosedur yang benar.

f. Ketentuan Tambahan
Ketentuan tambahan adalah ketentuan lain yang dapat ditambahkan pada
suatu zona untuk melengkapi aturan dasar yang sudah ditetapkan.
Ketentuan tambahan berfungsi memberikan aturan pada kondisi yang
spesifik pada zona tertentu dan belum diatur dalam ketentuan dasar.

g. Ketentuan Khusus
Ketentuan khusus adalah ketentuan yang mengatur pemanfaatan zona yang
memiliki fungsi khusus dan diberlakukan ketentuan khusus sesuai dengan
karakteristik zona dan kegiatannya. Selain itu, ketentuan pada zona-zona
yang digambarkan di peta khusus yang memiliki pertampalan (overlay)
dengan zona lainnya dapat pula dijelaskan disini.

Komponen ketentuan khusus antara lain meliputi:


1) zona keselamatan operasi penerbangan (KKOP);
2) zona cagar budaya atau adat;
3) zona rawan bencana;
4) zona pertahanan keamanan (hankam);
5) zona pusat penelitian;
6) zona pengembangan nuklir;
7) zona pembangkit listrik tenaga air (PLTA) dan tenaga uap (PLTU);
8) zona gardu induk listrik;
9) zona sumber air baku; dan
10) zona BTS.

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 14


Diklat Penyusunan RDTR Tingkat Dasar

Ketentuan mengenai penerapan aturan khusus pada zona-zona khusus di


atas ditetapkan sesuai dengan ketentuan yang diterbitkan oleh instansi yang
berwenang.

h. Standar Teknis
Standar teknis adalah aturan-aturan teknis pembangunan yang ditetapkan
berdasarkan peraturan/standar/ketentuan teknis yang berlaku serta berisi
panduan yang terukur dan ukuran yang sesuai dengan kebutuhan. Standar
teknis yang digunakan dalam penyusunan RDTR mengikuti Standar
Nasional Indonesia (SNI), antara lain SNI Nomor 03-1733-2004 tentang Tata
Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan Lingkungan
dan/atau standar lain.

Tujuan standar teknis adalah memberikan kemudahan dalam menerapkan


ketentuan teknis yang diberlakukan di setiap zona.

2. Teknik Pengaturan Zonasi (TPZ)


Adalah varian dari zonasi konvensional yang dikembangkan untuk
memberikan fleksibilitas dalam penerapan aturan zonasi danditujukan untuk
mengatasi berbagai permasalahan dalam penerapan peraturan zonasi dasar.

Teknik pengaturan zonasi berfungsi untuk memberikan fleksibilitas dalam


penerapan peraturan zonasi dasar serta memberikan pilihan penanganan pada
lokasi tertentu sesuai dengan karakteristik, tujuan pengembangan, dan
permasalahan yang dihadapi pada zona tertentu, sehingga sasaran
pengendalian pemanfaatan ruang dapat dicapai secara lebih efektif.

Jenis-jenis teknik pengaturan zonasi antara lain:


a. Bonus/Incentive Zoning

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 15


Diklat Penyusunan RDTR Tingkat Dasar

Izin peningkatan intensitas dan kepadatan bangunan (tinggi bangunan, luas


lantai) yang diberikan kepada pengembang dengan imbalan penyediaan
fasilitas publik (atau ruang terbuka hijau) sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.

Bonus/incentive zoning merupakan suatu bentuk mekanisme kerjasama


antara pemerintah daerah dengan pengembang (swasta) dalam
mengembangkan kawasan yang berhubungan dengan kepentingan publik.

b. Performance Zoning
Ketentuan pengaturan pada satu blok atau beberapa blok peruntukan yang
didasarkan pada kinerja tertentu yang ditetapkan. Performance zoning harus
diikuti dengan standar kinerja yang mengikat.

Empat standar performance zoning yang digunakan untuk menjamin kualitas


lingkungan, yaitu;
- rasio ruang terbuka, untuk mengukur jumlah ruang terbuka terhadap
keseluruhan area
- rasio permukaan kedap air, untuk mengukur jumlah ruang yang ditutupi
oleh jalan, trotoar, lahan parker, dan bangunan terhadap keseluruhan
area
- kepadatan bangunan, untuk penggunaan lahan perumahan
- rasio lantai bangunan, untuk penggunaan lahan selain permukiman untuk
mengukur luas lantai dalam suatu bangunan terhadap keseluruhan area

c. Fiscal Zoning
Ketentuan/aturan yang ditetapkan pada satu atau beberapa blok peruntukan
yang berorientasi kepada peningkatan pendapatan asli daerah.

d. Special Zoning

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 16


Diklat Penyusunan RDTR Tingkat Dasar

Ketentuan ini dibuat dengan spesifik sesuai dengan karakteristik setempat


(contoh: universitas, bandara) untuk mengurangi konflik antara area ini dan
masyarakat sekelilingnya dengan pemanfaatan ruang sesuai dengan area
tersebut yang umumnya untuk menjaga kualitas lingkungan (kelancaran lalu
lintas, dsb)

e. Exclusionary Zoning
Ketentuan/aturan pada satu atau beberapa blok peruntukan yang
menyebabkan blok peruntukan tersebut menjadi eksklusif. Exclusionary
zoning merupakan salah satu perangkat teknik pengaturan zonasi yang
disusun untuk menjaga karakter kawasan, internalisasi eksternalitas, dan
melindungi nilai kepemilikan (property values).

f. Inclusionary Zoning
Ketentuan yang secara spesifik memperbolehkan adanya unit-unit rumah
dengan berbagai tipe dan ukuran kepadatan dengan tujuan untuk
menghilangkan unsur diskriminasi.

g. Contract Zoning
Ketentuan yang dihasilkan melalui kesepakatan antara pemilik properti
dengan instansi perencana atau lembaga legislatif yang dituangkan dalam
bentuk kontrak berdasarkan kitab undang-undang hukum perdata.

h. Negotiated Development
Ketentuan pembangunan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan antar
stakeholder yang mengacu pada master development plan atau specific
design guidelines.

i. Transfer Development Right (TDR)


Perangkat implementasi yang mendorong pengalihan secara sukarela dari
pembangunan pada suatu kawasan yang ingin dipertahankan/dilindungi

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 17


Diklat Penyusunan RDTR Tingkat Dasar

yang disebut sebagai sending areas (area pengirim) menuju kawasan yang
diharapkan untuk berkembang yang disebut sebagai receiving area (area
penerima).

j. Downzoning
Rezoning lahan yang seharusnya dilakukan atas persetujan pemilik lahan
karena mengubah peruntukan lahan yang bernilai tinggi menjadi rendah.
Misalnya guna lahan komersial di zonasi ulang (diubah) menjadi guna lahan
permukiman. Beberapa batasan dari teknik ini yaitu larangan secara hukum
untuk mengubah properti pribadi tanpa adanya kompensasi dan downzoning
ini tidak dapat digunakan untuk menghilangkan penggunaan yang ada saat
ini.

k. Upzoning
Merupakan proses yang bertujuan untuk mengubah zonasi suatu kawasan
yang memperbolehkan adanya peningkatan kepadatan atau penambahan
guna lahan komersial. Perubahan dalam klasifikasi zoning terhadap suatu
properti dari penggunaan yang bernilai rendah menjadi lebih tinggi.

l. Design/Historic Preservation
Ketentuan-ketentuan pemanfaatan ruang dan elemen lainnya untuk
memelihara visual dan karakter budaya, bangunan serta pelestarian
kawasan yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan.

Aturan dan arahan pengendalian renovasi dan redevelopment disusun untuk


mengendalikan ketinggian dan massa bangunan serta arahan rancangan
arsitektur spesifik untuk bangunan lama ataupun baru.

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 18


Diklat Penyusunan RDTR Tingkat Dasar

m. Overlay Zoning
Satu atau beberapa zona yang mengacu pada satu atau beberapa peraturan
zonasi. Misalnya kawasan perumahan di kawasan yang harus dilestarikan
akan merujuk pada aturan perumahan dan pelestarian bangunan/kawasan.

n. Floating Zoning
Blok peruntukan yang diambangkan pemanfaatan ruangnya dan penetapan
peruntukannya didasarkan pada kecenderungan perubahan /
perkembangannya sampai ada pemanfaatan ruang yang dianggap paling
tepat / sesuai. Floating zone biasanya digunakan dalam suatu pembangunan
unit perencanaan multifamily, pusat perbelanjaan, dan taman perumahan.

o. Flood Plain Zoning


Ketentuan pemanfaatan ruang pada kawasan rawan banjir untuk mencegah
atau mengurangi kerugian yang disebabkan oleh banjir melalui pendekatan
distrik tunggal yang disesuaikan dengan daerah kota dan desa; distrik ganda
yang membedakan daerah aliran banjir dan tepi aliran banjir, atau gabungan
distrik tunggal dan ganda pada perencanaan kawasan rawan banjir.

p. Conditional Uses
Izin pemanfaatan ruang yang diberikan pada suatu zona jika kriteria atau
kondisi khusus zona tersebut memungkinkan atau sesuai dengan
pemanfaatan ruang yang diinginkan untuk penggunaan lahan bagi
kepentingan khusus dan kepentingan tertentu.

q. Growth Control
Pengendalian yang dilakukan melalui faktor-faktor pertumbuhan seperti
pembangunan sarana dan prasarana melalui penyediaan infrastruktur yang
diperlukan, mengelola factor ekonomi dan social hingga politik.

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 19


Diklat Penyusunan RDTR Tingkat Dasar

r. Planned Unit Development


Review atas usulan perencanaan pembangunan dan kewenangan dalam
penyusunan zoning distrik yaitu dalam hal kriteria standar untuk mencapai
kenaikan pertumbuhan ekonomi dan standar desain yang diinginkan.

C. ZONING MAP

Zoning map berisi pembagian blok peruntukan (zona) dengan ketentuan aturan
untuk tiap blok peruntukan tersebut menggambarkan peta tata guna lahan dan lokasi
tiap fungsi lahan dan kawasan.
Peta rencana pola ruang (zoning map) digambarkan dengan ketentuan sebagai
berikut:
a. rencana pola ruang digambarkan dalam peta dengan skala atau tingkat
ketelitian minimal 1:5.000 dan mengikuti ketentuan mengenai sistem informasi
geografis yang dikeluarkan oleh kementerian/lembaga yang berwenang;
b. cakupan rencana pola ruang meliputi ruang darat dan/atau ruang laut dengan
batasan 4 (empat) mil laut yang diukur dari garis pantai wilayah kabupaten/kota
atau sampai batas negara yang disepakati secara internasional apabila
kabupaten/kota terkait berbatasan laut dengan negara lain;
c. rencana pola ruang dapat digambarkan ke dalam beberapa lembar peta yang
tersusun secara beraturan mengikuti ketentuan yang berlaku;
d. peta rencana pola ruang juga berfungsi sebagai zoning map bagi peraturan
zonasi; dan
e. peta rencana pola ruang harus sudah menunjukkan batasan persil untuk
wilayah yang sudah terbangun.

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 20


Diklat Penyusunan RDTR Tingkat Dasar

Gambar 3. Ilustrasi Peta Rencana Pola Ruang (Zoning Map)

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 21


Diklat Penyusunan RDTR Tingkat Dasar

BAB III
PROSES PENYUSUNAN
PERATURAN ZONASI

A. TAHAPAN PENYUSUNAN PERATURAN ZONASI

Proses penyusunan peraturan zonasi meliput:


a. Pra Persiapan
Kegiatan dalam tahap pra persiapan yang dilakukan oleh pemda meliputi:
1) penyusunan kerangka acuan kerja (KAK);
2) penganggaran kegiatan penyusunan peraturan zonasi;
3) penetapan tim penyusun;
4) pemenuhan dokumen tender terutama penetapan tenaga ahli yang terdiri
atas:
- ahli perencanaan wilayah dan kota;
- arsitek dan/atau perancang kota;
- ahli sipil;
- ahli lingkungan;
- ahli hukum;
- ahli sosial; dan
- keahlian khusus lainnya yang sesuai dengan karateristik kawasan.

Kegiatan dalam tahap pra persiapan yang dilakukan oleh tim teknis
meliputi:
1) penyusunan usulan teknis;
2) penyusunan anggaran biaya;
3) metodologi;
4) penyusunan rencana kerja; dan
5) persiapan tim pelaksana sesuai dengan persyaratan tender.

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 22


Diklat Penyusunan RDTR Tingkat Dasar

Hasil pelaksanaan kegiatan pra persiapan ialah tersusunnya kerangka


kerja, metodologi, dan rencana anggaran biaya untuk kebutuhan penyusunan
peraturan zonasi. Waktu yang dibutuhkan untuk kegiatan pra persiapan adalah
1 (satu) bulan.

b. Persiapan Penyusunan Peraturan Zonasi


Kegiatan yang dilakukan dalam tahap persiapan meliputi:
1) persiapan awal pelaksanaan, mencakup pemahaman Kerangka Acuan
Kerja (KAK)
2) kajian awal data sekunder, mencakup peninjauan kembali terhadap:
- RTRW;
- RDTR (apabila ada); dan
- RTBL (apabila ada).
3) persiapan teknis pelaksanaan, meliputi:
- penyimpulan data awal;
- penyiapan metodologi pendekatan pelaksanaan pekerjaan;
- penyiapan rencana kerja rinci; dan
- penyiapan perangkat survei (checklist data yang dibutuhkan, panduan
wawancara, kuesioner, panduan observasi, dokumentasi, dsb) dan
mobilisasi peralatan serta personil yang dibutuhkan.
4) pemberitaan kepada publik perihal akan dilakukan penyusunan peraturan
zonasi.
Hasil dari kegiatan persiapan meliputi:
1) gambaran umum zona perencanaan;
2) kesesuaian dengan RTRW, RDTR dan/atau RTBL yang sudah
disusun;
3) metodologi pendekatan pelaksanaan pekerjaan yang akan
digunakan;
4) rencana kerja pelaksanaan penyusunan peraturan zonasi; dan

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 23


Diklat Penyusunan RDTR Tingkat Dasar

5) perangkat survey data primer dan data sekunder yang akan


digunakan pada saat proses pengumpulan data dan informasi
(survei).

Untuk pelaksanaan kegiatan persiapan ini dapat dibutuhkan waktu 1 (satu)


bulan, tergantung dari kondisi dan luasan zona, serta pendekatan yang
digunakan.

c. Pengumpulan Data/Informasi yang Dibutuhkan


Untuk keperluan pengenalan karakteristik wilayah kabupaten/kota dan
penyusunan peraturan zonasi, dilakukan pengumpulan data primer dan data
sekunder.

Pengumpulan data primer dilakukan melalui:


1) wawancara atau temu wicara kepada masyarakat untuk menjaring aspirasi
masyarakat terhadap kebutuhan yang diatur dalam peraturan zonasi serta
kepada pihak yang melaksanakan pemanfaatan dan pengendalian
pemanfaatan ruang; dan
2) peninjauan ke lapangan untuk pengenalan kondisi fisik wilayah
kabupaten/kota secara langsung.

Data sekunder yang harus dikumpulkan untuk penyusunan peraturan zonasi


meliputi:
1) peta-peta rencana kawasan dari RTRW/RDTR/RTBL; dan
2) data dan informasi, meliputi:
- jenis penggunaan lahan yang ada pada daerah yang bersangkutan;
- jenis dan intensitas kegiatan yang ada pada daerah yang
bersangkutan;
- identifikasi masalah dari masing-masing kegiatan serta kondisi fisik
(tinggi bangunan dan lingkungannya);

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 24


Diklat Penyusunan RDTR Tingkat Dasar

- kajian dampak terhadap kegiatan yang ada atau akan ada di zona yang
bersangkutan;
- standar teknis dan administratif yang dapat dimanfaatkan dari
peraturan perundang-undangan nasional maupun daerah;
- peraturan perundang-undangan pemanfaatan lahan dan bangunan,
serta prasarana di daerah terkait; dan
- peraturan perundang-undangan yang terkait dengan penggunaan
lahan yang ada di kabupaten/kota yang akan disusun peraturan
zonasinya.

Hasil kegiatan pengumpulan data akan menjadi bagian dari dokumentasi buku
data dan analisis. Waktu yang dibutuhkan untuk melakukan pengumpulan data
primer dan data sekunder antara 2 (dua) - 3 (tiga) bulan, tergantung dari kondisi
ketersediaan data di daerah dan jenis pendekatan yang digunakan pada tahap
ini.

d. Analisis dan Perumusan Ketentuan Teknis


Kegiatan Analisis dan Perumusan Ketentuan Teknis, meliputi:
1) tujuan peraturan zonasi;
2) klasifikasi zonasi;
3) daftar kegiatan;
4) delineasi blok peruntukan;
5) ketentuan teknis zonasi, terdiri atas:
- ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan;
- ketentuan intensitas pemanfaatan ruang;
- ketentuan tata bangunan;
- ketentuan prasarana minimal;
- ketentuan tambahan; dan
- ketentuan khusus;
6) standar teknis;
7) ketentuan pengaturan zonasi;

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 25


Diklat Penyusunan RDTR Tingkat Dasar

8) ketentuan pelaksanaan meliputi:


- ketentuan variansi pemanfaatan ruang;
- ketentuan insentif dan disinsentif; dan
- ketentuan penggunaan lahan yang tidak sesuai (non conforming situasion)
dengan peraturan zonasi;
9) ketentuan dampak pemanfaatan ruang;
10) kelembagaan; dan
11) perubahan peraturan zonasi.

Hasil dari tahap analisis didokumentasikan di dalam buku data dan analisis dan
menjadi bahan untuk menyusun peraturan zonasi. Adapun hasil kegiatan
perumusan rancangan peraturan zonasi berupa:
1) text zonasi (zoning text); dan
2) map zonasi (zoning map).

Waktu yang dibutuhkan untuk melakukan perumusan rancangan peraturan


zonasi adalah 2 (dua) - 4 (empat) bulan.

e. Penyusunan Raperda tentang Peraturan Zonasi


Kegiatan penyusunan naskah raperda tentang peraturan zonasi merupakan
proses penuangan materi teknis peraturan zonasi ke dalam bentuk pasal-pasal
dengan mengikuti kaidah penyusunan peraturan perundang-undangan.

Hasil kegiatan ini berupa naskah raperda tentang peraturan zonasi. Waktu yang
dibutuhkan untuk melakukan penyusunan raperda tentang peraturan zonasi
adalah maksimal 2 (dua) bulan.

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 26


Diklat Penyusunan RDTR Tingkat Dasar

Gambar 4. Alur Proses Penyusunan Peraturan Zonasi

B. PEMILIHAN TEKNIK PERATURAN ZONASI

Teknik pengaturan zonasi adalah berbagai varian dari zoning konvensional yang
dikembangkan untuk memberikan keluwesan penerapan aturan zonasi.
Teknik pengaturan zonasi dapat dipilih dari berbagai alternative dengan
mempertimbangkan tujuan pengaturan yang ingin dicapai. Setiap teknik mempunyai
karakteristik, tujuan, konsekuensi dan dampak yang berbeda. Oleh karena itu,
pemilihannya harus dipertimbangkan dengan hati-hati.
Teknik pengaturan zonasi yang dipilih diterapkan pada suatu zonasi tertentu di
blok tertentu. Dengan pengaturan zonasi yang cukup baik, maka teknik tersebut dapat
diterapkan untuk suatu zonasi dimanapun letak zona tersebut. Dengan demikian
aturan ini tidak berlaku untuk semua zona yang sejenis.

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 27


Diklat Penyusunan RDTR Tingkat Dasar

Berbagai teknik pengaturan dalam peraturan zonasi dibuat untuk membuat


peraturan zonasi lebih tanggap dan luwes terhadap persoalan nyata yang dihadapi di
lapangan.Penyusun peraturan zonasi harus memahami karakteristik teknik-teknik
tersebut dan mengerti kondisi lapangan dan persoalan yang dihadapi dalam upaya
menciptakan kualitas lingkungan yang (lebih) baik.
Penerapan teknik pengaturan zonasi didasarkan pada arahan dalam rencana
tata ruang yang telah ditetapkan. Penyusun peraturan zonasi harus memahami materi
rencana tata ruang dan mampu menjabarkan arahan di dalam RTR ke dalam
ketentuan-ketentuan teknik pengaturan zonasi agar tercapai kualitas lingkungan yang
diinginkan.
Beberapa pertimbangan dalam pemilihan teknik pengaturan zonasi:
- Fungsi, tujuan, deskripsi, delineasi, kebijakan, strategi dan program penataan
ruang kawasan strategis
- Kriteria atau perhatian (concern) dalam perumusan teknik pengaturan zonasi
kawasan strategis minimum eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi
penanganan kawasan
- Kondisi guna lahan saat ini (eksisting)
- Teknik pengaturan zonasi yang dipilih berkorelasi dengan aspek ditetapkannya
kawasan strategis

Prasyarat penerapan teknik pengaturan zonasi:


- Tidak harus semua jenis teknik pengaturan zonasi diterapkan
- Penetapan kawasan yang dikenakan teknik pengaturan zonasi pada saat
penetapan perda bukan berdasarkan kebutuhan pasar
- Tidak seluruh bagian kota/kabupaten diterapkan teknik pengaturan zonasi yang
artinya seluruh bagian kota menjadi fleksibel

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 28


Diklat Penyusunan RDTR Tingkat Dasar

Tabel 2. Aturan Dasar Zonasi vs Teknik Pengaturan Zonasi

Aturan Dasar Zonasi Teknik Pengaturan Zonasi


- Pengaturan bersifat statis - Pengaturan secara dinamis
- Ketentuan-ketentuan teknis - Penerapan teknik pengaturan
pengaturan zona zonasi
- Perumusan zona - Pengaturan perubahan
- pemanfaatan ruang
- Pengaturan jenis kegiatan dalam - Metoda dan teknik penilaian
zona permohonan perubahan
pemanfaatan ruang
- Pengaturan intensitas kegiatan - Metoda dan teknik mitigasi
pada zona perubahan pemanfaatan ruang
- Pengaturan tata massa bangunan
- Pengaturan jenis dan standar
minimum prasarana zona dan
kegiatan

Contoh Transfer Development Right

Gambar 5. Ilustrasi Penerapan Transfer Development Right

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 29


Diklat Penyusunan RDTR Tingkat Dasar

BAB IV
PRAKTEK PENYUSUNAN
PERATURAN ZONASI

Peraturan zonasi adalah aturan berbasis zona, ketentuan pemanfaatan ruang


dan ketentuan teknis disusun berdasarkan zona. Di beberapa negara zoning dikenal
dalam berbagai istilah, antara lain: land development code, zoning code, zoning
ordinance, zoning resolution, zoning by law, urban code, planning act, dan lain-lain.
Fungsi utama peraturan zonasi:
a. Sebagai instrumen pengendalian pembangunan
Peraturan zoning yang lengkap akan memuat prosedur pelaksanaan
pembangunan sampai ke tata cara pengawasannya
b. Sebagai pedoman penyusunan rencana operasional
Ketentuan zoning dapat menjadi jembatan dalam penyusunan rencana tata ruang
yang bersifat operasional, karena memuat ketentuan-ketentuan tentang
penjabaran rencana yang bersifat makro ke dalam rencana yang bersifat sub
makro sampai pada rencana yang rinci
c. Sebagai panduan teknis pengembanga/pemanfaatan lahan
ketentuan zoning mencakup guna lahan, intensitas pembangunan, tata bangunan,
prasarana minimum, dan standar perencanaan
Prinsip dasar penyusunan peraturan zonasi:
a. Wilayah dibagi menjadi beberapa kawasan/zona dengan luas yang tidak perlu
sama
b. Setiap zona diatur penggunaannya, intensitas/kepadatannya, dan massa
bangunannya
c. Penggunaan lahan/bangunan paling sedikit dibagi menjadi 4 kategori: perumahan,
industri, komersial, dan pertanian
d. Penentuan kegiatan pada tiap zona:
- Kegiatan yang diperbolehkan, bersyarat, terbatas, atau kegiatan yang dilarang

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 30


Diklat Penyusunan RDTR Tingkat Dasar

- Kegiatan yang tidak disebutkan dalam daftar kegiatan yang boleh artinya
dilarang, sedangkan kegiatan yang tidak disebutkan dalam kegiatan yang
dilarang berarti diperbolehkan

Gambar 6. Substansi/Muatan Peraturan Zonasi

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 31


Diklat Penyusunan RDTR Tingkat Dasar

Gambar 7. Bagan Alir Proses Teknis Penyusunan Peraturan Zonasi

A. PENYUSUNAN ZONING TEXT

1. Penyusunan Klasifikasi Zonasi


Klasifikasi zonasi adalah jenis dan hirarki zona yang disusun berdasarkan
kajian teoritis, kajian perbandingan, maupun kajian empirik untuk digunakan
di daerah yang disusun peraturan zonasinya. Klasifikasi zonasi merupakan
perampatan (generalisasi) dari kegiatan atau penggunaan lahan yang
mempunyai karakter dan/atau dampak yang sejenis atau yang relatif sama.

Tujuan penyusunan klasifikasi zonasi adalah untuk:


a. menetapkan zonasi yang akan dikembangkan pada suatu wilayah
perkotaan
b. menyusun hirarki zonasi berdasarkan tingkat gangguannya

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 32


Diklat Penyusunan RDTR Tingkat Dasar

Klasifikasi zonasi disusun sesuai dengan kondisi daerah dan rencana


pengembangannya dengan pertimbangan sebagai berikut:
a. Merujuk pada klasifikasi dan kriteria zonasi yang ada pada Lamp. I
Permen PU No. 20 Tahun 2011 tentang Pedoman Penyusunan RDTR
dan PZ Kabupaten/Kota
b. Menambahkan/melengkapi klasifikasi zonasi pada lampiran yang dirujuk
dengan mempertimbangkan:
- hirarki klasifikasi zonasi yang dipilih sebagai dasar pengaturan
- zonasi yang sudah berkembang di daerah yang akan disusun
peraturan zonasinya (kajian/ pengamatan empiris) dan dianggap perlu
ditambahkan ke dalam klasifikasi zona
- jenis zona yang spesifik yang ada di daerah yang disusun peraturan
zonasinya yang belum terdaftar
- jenis zonasi yang prospektif berkembang di daerah yang akan disusun
peraturan zonasinya.
c. Menghapuskan zonasi yang tidak terdapat di daerah dari Lampiran yang
dirujuk
Pemilihan hirarki klasifikasi zonasi sebagai dasar pengaturan didasarkan
pada hirarki sebagai berikut:
a) Peruntukan Zona Hirarki 1
Peruntukan dasar, terdiri atas peruntukan ruang untuk budidaya dan
lindung
b) Peruntukan Zona Hirarki 2
Menunjukkan penggunaan secara umum, seperti yang tercantum
pada RTRW Nasional
c) Peruntukan Zona Hirarki 3
Menunjukkan penggunaan secara umum, seperti yang tercantum
pada RTRW Provinsi dan RTRW Kabupaten atau yang dikembangkan
berdasarkan rencana tersebut
d) Peruntukan Zona Hirarki 4

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 33


Diklat Penyusunan RDTR Tingkat Dasar

Menunjukkan penggunaan secara umum, seperti yang tercantum


pada RTRW Kota, atau yang dikembangkanberdasarkan rencana
tersebut
e) Peruntukan Zona Hirarki 5
Menunjukkan penggunaan yang lebih detail/rinci untuk setiap
peruntukan hirarki 4, yang ada di Permen PU No. 20 Tahun 2011

Klasifikasi fungsi zona dapat merujuk pada peraturan perundang-undangan


yang berlaku. Fungsi utama peruntukan zona berdasarkan Permen PU No.
20 Tahun 2011 tentang Pedoman Penyusunan RDTR dan PZ
Kabupaten/Kota adalah:

a. zona lindung yang meliputi:


1) zona hutan lindung;
2) zona yang memberikan perlindungan terhadap zona di bawahnya
yang meliputi zona bergambut dan zona resapan air;
3) zona perlindungan setempat yang meliputi sempadan pantai,
sempadan sungai, zona sekitar danau atau waduk, dan zona sekitar
mata air;
4) zona RTH kota yang antara lain meliputi taman RT, taman RW, taman
kota dan pemakaman;
5) zona suaka alam dan cagar budaya;
6) zona rawan bencana alam yang antara lain meliputi zona rawan tanah
longsor, zona rawan gelombang pasang, dan zona rawan banjir; dan
7) zona lindung lainnya.

b. Zona budi daya yang meliputi:


1) zona perumahan, yang dapat dirinci ke dalam perumahan dengan
kepadatan sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, dan sangat rendah
(bila diperlukan dapat dirinci lebih lanjut ke dalam rumah susun,
rumah kopel, rumah deret, rumah tunggal, rumah taman, dan

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 34


Diklat Penyusunan RDTR Tingkat Dasar

sebagainya); zona perumahan juga dapat dirinci berdasarkan


kekhususan jenis perumahan, seperti perumahan tradisional, rumah
sederhana/sangat sederhana, rumah sosial, dan rumah singgah;
2) zona perdagangan dan jasa, yang meliputi perdagangan jasa deret
dan perdagangan jasa tunggal (bila diperlukan dapat dirinci lebih
lanjut ke dalam lokasi PKL, pasar tradisional, pasar modern, pusat
perbelanjaan,dan sebagainya);
3) zona perkantoran, yang meliputi perkantoran pemerintah dan
perkantoran swasta;
4) zona sarana pelayanan umum, yang antara lain meliputi sarana
pelayanan umum pendidikan, sarana pelayanan umum transportasi,
sarana pelayanan umum kesehatan, sarana pelayanan umum
olahraga, sarana pelayanan umum sosial budaya, dan sarana
pelayanan umum peribadatan;
5) zona industri, yang meliputi industri kimia dasar, industri mesin dan
logam dasar, industri kecil, dan aneka industri;
6) zona khusus, yang berada di kawasan perkotaan dan tidak termasuk
ke dalam zona sebagaimana dimaksud pada angka 1 sampai dengan
angka 5 yang antara lain meliputi zona untuk keperluan pertahanan
dan keamanan, zona Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL), zona
Tempat Pemrosesan Akhir (TPA), dan zona khusus lainnya;
7) zona lainnya, yang tidak selalu berada di kawasan perkotaan yang
antara lain meliputi zona pertanian, zona pertambangan, dan zona
pariwisata;
8) zona campuran, yaitu zona budidaya dengan beberapa peruntukan
fungsi dan/atau bersifat terpadu, seperti perumahan dan
perdagangan/jasa, perumahan, perdagangan/jasa dan perkantoran.

Ketentuan penamaan kode zonasi:


a. setiap zonasi diberi kode yang mencerminkan fungsi zonasi yang
dimaksud

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 35


Diklat Penyusunan RDTR Tingkat Dasar

b. pengkodean zonasi dapat merujuk pada kode zonasi


c. nama kode zonasi dapat disesuaikan dengan RTRW yang berlaku di
daerah masing-masing
d. nama kode zonasi diupayakan bersifat universal seperti yang banyak
digunakaan di luar negeri

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 36


Diklat Penyusunan RDTR Tingkat Dasar

Tabel 3. Contoh Kriteria Pengklasifikasian Zona dan Sub Zona

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 37


Diklat Penyusunan RDTR Tingkat Dasar

Gambar 8. Ilustrasi Pembagian Zona Pada Rencana Pola Ruang RDTR

2. Penyusunan Daftar Kegiatan


Daftar kegiatan adalah suatu daftar yang berisi rincian kegiatan yang ada,
mungkin ada, atau prospektif dikembangkan pada suatu zona yang
ditetapkan.

Dasar pertimbangan penyusunan daftar kegiatan:


a. Merujuk pada daftar kegiatan yang ada, yang telah disusun berdasarkan:
- Kajian literatur, peraturan-perundangan, dan perbandingan dari
berbagai contoh
- Skala/tingkat pelayanan kegiatan berdasarkan standard pelayanan
yang berlaku (misalnya standar Dept. PU)
b. Menambah/melengkapi daftar kegiatan dengan mempertimbangkan:
- Jenis kegiatan dan jenis penggunaan lahan yang sudah berkembang
pada daerah yang akan disusun peraturan zonasinya
(kajian/pengamatan empiris)

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 38


Diklat Penyusunan RDTR Tingkat Dasar

- Jenis kegiatan spesifik yang ada di daerah yang disusun peraturan


zonasinya yang belum terdaftar
- Jenis kegiatan yang prospektif berkembang di daerah yang akan
disusun peraturan zonasinya
c. Menghapuskan kegiatan yang tidak terdapat di daerah dari daftar
kegiatan.

3. Penetapan/Delineasi Blok
Blok adalah sebidang lahan yang dibatasi sekurang-kurangnya oleh batasan
fisik yang nyata (seperti jaringan jalan, sungai, selokan, saluran irigasi,
saluran udara tegangan (ekstra) tinggi, pantai, dan lain-lain), maupun yang
belum nyata (rencana jaringan jalan dan rencana jaringan prasarana lain yang
sejenis sesuai dengan rencana kota).

Untuk memberikan kemudahan referensi (georeference), maka blok perlu


diberi nomor blok. Untuk memudahkan penomoran blok dan
mengintegrasikannya dengan daerah administrasi, maka nomor blok dapat
didasarkan pada kode pos (berdasarkan kelurahan/desa) diikuti dengan 3
digit nomor blok. Nomor blok dapat ditambahkan huruf bila blok tersebut
dipecah menjadi beberapa subblok.

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 39


Diklat Penyusunan RDTR Tingkat Dasar

Gambar 9. Contoh Penetuan Blok dengan Batasan Fisik

4. Penyusunan Aturan Teknis Zonasi


Aturan teknis zonasi adalah aturan pada suatu zonasi yang berisi ketentuan
pemanfaatan ruang: kegiatan dan penggunaan lahan, intensitas pemanfaatan
ruang, ketentuan tata bangunan, ketentuan prasarana dan sarana minimum
yang harus disediakan, ketentuan tambahansertaketentuan khusus untuk
kegiatan tertentu.

Contoh Zoning Text

Berikut adalah contoh zoning text untuk zona perumahan (R) dan subzona
kepadatan sangat tinggi (R-1).

Zoning Text
Zona : Perumahan (R)
Subzona : Kepadatan Sangat Tinggi (R-1)

I. Ketentuan Kegiatan dan Penggunaan Lahan (Ketentuan ITBX)


a. Pemanfaatan Bersyarat secara Terbatas (T) :

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 40


Diklat Penyusunan RDTR Tingkat Dasar

- Ruko, warung, toko, pasar lingkungan, diijinkan secara terbatas


dengan batasan:
1) tidak mengganggu lingkungan sekitarnya
2) KDB maksimum sebesar 60%
3) KLB maksimum 1,0-1,8
4) KDH minimal 40% dari luas persil
5) jumlah maksimal perbandingan dari masing-masing kegiatan
lahan tersebut dengan jumlah rumah yang ada di blok tersebut
adalah 1 : 4

- Supermarket, toko makanan dan minuman, toko peralatan rumah


tangga, diijinkan secara terbatas dengan batasan:
1) tidak mengganggu lingkungan sekitarnya
2) KDB maksimum sebesar 65%
3) KLB maksimum 1,0-1,8
4) KDH minimal 35% dari luas persil
5) luasan maksimal dari keseluruhan persil dengan kegiatan
tersebut adalah 20% dari luas keseluruhan persil yang ada di blok
tersebut
- dst ...

b. Pemanfaatan Bersyarat Tertentu (B) :


- Rumah tunggal, kopel, deret, townhouse, diijinkan dengan syarat:
1) menyesuaikan dengan desain arsitektur dari rumah-rumah lain
yang ada di sekitarnya
2) memperoleh persetujuan dari Ketua RT dan Ketua RW setempat
- SPBU diijinkan dengan syarat:
1) melaksanakan penyusunan dokumen AMDAL
2) melaksanakan penyusunan UKL dan UPL
3) melaksanakan penyusunan ANDALIN
4) mengenakan biaya dampak pembangunan (development impact
fee)

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 41


Diklat Penyusunan RDTR Tingkat Dasar

5) mendapat persetujuan dari Ketua RT dan Ketua RW setempat


6) jumlahnya dibatasi hanya 1 untuk setiap blok
- dst ...

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 42


Diklat Penyusunan RDTR Tingkat Dasar

CONTOH ZONING
TEXT
Pemanfaatan Bersyarat
secaraTerbatas (T) :
Ruko, warung, toko, pasar
lingkungan, diijinkan secara
terbatas dengan batasan :
tidak mengganggu lingkungan
sekitarnya
KDB maksimum sebesar 60%,
KLB maksimum 1,0-1,8,
KDH minimal 60% dari luas
persil.
jumlah maksimal
perbandingan dari masing-
masing kegiatan lahan
Contoh matriks ITBX untuk Kegiatan Perumahan dan tersebut dengan jumlah
Perdagangan dan Jasa rumah yang ada di blok
tersebut adalah 1 : 4
Pemanfaatan Bersyarat
Tertentu (b) :
Rumah tunggal, kopel, deret,
townhouse, diijinkan dengan
syarat :
menyesuaikan dengan desain
arsitektur dari rumah-rumah
lain yang ada di sekitarnya,
serta
memperoleh persetujuan dari
Ketua RT dan Ketua RW
setempat.
Rumah mewah dan rumah
adat diijinkan dengan syarat :
memperoleh persetujuan dari
Ketua RT dan Ketua RW
setempat, memperoleh
persetujuan dari masyarakat
setempat, serta
dibatasi jumlahnya hanya 5
untuk setiap blok.

Gambar 10. Contoh Matriks ITBX untuk Kegiatan Perumahan dan Perdagangan Jasa

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 43


Diklat Penyusunan RDTR Tingkat Dasar

II. Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang


a. KDB
KDB maksimum sebesar 70%
b. KLB
KLB maksimum sebesar 2.1-3.0
c. KDH
KDH minimal 30% dari keseluruhan luas lahan perumahan, setiap
100 m2 RTH diharuskan minimum ada 1 pohon tinggi dan rindang
d. Kepadatan Bangunan atau Unit Maksimum
Kepadatan bangunan dalam satu pengembangan kawasan baru
perumahan tidak bersusun maksimum 200 rumah/ha dan dilengkapi
PSU yang memadai, adapun kepadatan perumahan bersusun
maksimum 1000 rumah/ha dilengkapi PSU yang memadai pula

III. Ketentuan Tata Bangunan


a. GSB :
i. Kavling besar
Sempadan muka bangunan adalah 14 meter, sempadan
samping bangunan dalah 8meter, sempadan belakang bangunan
adalah 10 meter
ii. Kavling sedang
Sempadan muka bangunan adalah 9 meter, sempadan samping
bangunan adalah 4 meter, sempadan belakang bangunan adalah
5 meter
iii. Kavling kecil
Sempadan muka bangunan adalah 6 meter, sempadan samping
bangunan adalah 3 meter, sempadan belakang bangunan adalah
2 meter
iv. Sempadan terhadap jalan dan bangunan publik

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 44


Diklat Penyusunan RDTR Tingkat Dasar

Sempadan terhadap jalan pada bangunan rumah tanah adalah


minimal 6 meter, pada bangunan rumah susun adalah minimal
setengah dari panjang fasade bangunan

b. Ketinggian maksimum dan minimum :


i. Ketinggian bangunan maksimum perumahan berkepadatan tinggi
bersusun adalah 40 meter (setara dengan 8 lantai).
ii. Ketinggian bangunan maksimum perumahan berkepadatan tinggi
tidak bersusun adalah 10 meter (setara dengan 2 lantai).
iii. Jarak vertikal dari lantai dasar ke lantai di atasnya tidak boleh
lebih dari 7 meter
iv. Bangunan yang memiliki luas mezanin lebih dari 50% dari luas
lantai dasar dianggap sebagai lantai penuh.

c. Jarak bebas antar bangunan minimum


Perumahan berkepadatan tinggi tidak bersusun dengan jarak bebas
samping 2 meter dan jarak bebas belakang 2 meter.

d. Tampilan bangunan
i. Ketentuan arsitektural yang berlaku pada subzona perumahan ini
adalah bebas, dengan catatan tidak bertabrakan dengan
arsitektur tradisional lokal serta tetap memperhatikan keindahan
dan keserasian lingkungan sekitar.
ii. Warna bangunan, bahan bangunan, tekstur bangunan, tidak
diatur mengikat.

IV. Ketentuan Prasarana dan Sarana Minimum


a. Jalur pejalan kaki
i. Jalur pejalan kaki dengan tipe sidewalk dengan LOS B seluas
5,6m2/pejalan kaki dan arus pejalan kaki lebih dari 16-23
orang/menit/meter.

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 45


Diklat Penyusunan RDTR Tingkat Dasar

ii. Dilengkapi fasilitas pejalan kaki seperti lampu jalan, bangku jalan,
fasilitas penyeberangan, dan jalur hijau serta dapat terintegrasi
dengan tempat parkir/jalur sepeda.

b. Ruang terbuka hijau


i. Ruang terbuka hijau berupa taman rekreasi skala kota.
ii. Ruang terbuka hijau privat bagi rumah berlantai 2 atau lebih wajib
menerapkan konsep "green roof".

c. Ruang terbuka non hijau Ruang terbuka non hijau berupa lapangan
olahraga.

d. Utilitas perkotaan
i. Hidran halaman minimal memiliki suplai air sebesar 38 liter/detik
pada tekanan 3.5 bar dan mampu mengalirkan air minimal selama
30 menit.
ii. Hidran umum harus mempunyai jarak maksimal 3 meter dari garis
tepi jalan.
iii. Jalan lokal dan lingkungan harus memenuhi unsur luas bangunan
dengan lebar perkerasan minimal 4 meter dan mengikuti model
cul de sac, model T, rotary, atau melingkar.

e. Prasarana lingkungan
i. Memiliki kemudahan akses yang dapat dilewati pemadam
kebakaran dan perlindungan sipil, lebar jalan minimum 3,5 meter.
ii. Tempat sampah volume 50 liter sudah dibedakan jenis
sampahnya (organik dan non organik) serta diangkut
menggunakan gerobak berkapasitas 1,5 meter kubik dengan
metode angkut tidak tetap.
iii. Pembuangan sampah organik dilakukan di dalam lubang biopori
pada setiap blok.

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 46


Diklat Penyusunan RDTR Tingkat Dasar

iv. Tersedia prasarana pembuangan limbah domestik sebelum


dialirkan ke bangunan pengolahan air limbah (sistem off site).
v. Drainase lingkungan tepi jalan dibuat berada dibawah trotoar.
vi. Untuk rumah tanah, setiap bangunan rumah harus memiliki bak
septik yang berada di bagian depan kavling dan berjarak
sekurang-kurangnya 10 meter dari sumber air tanah, sedangkan
rumah susun atau apartemen diperkenankan menggunakan bak
septik komunal.
vii.Penyediaan lahan parkir umum untuk area hunian skala RT (250
penduduk) memiliki standar penyediaan 100 m2 dan skala RW
(2.500 penduduk) memiliki standar penyediaan 400 m2 lokasinya
tersebar di setiap pusat lingkungan hunian pada skala RT atau
RW dan penggunaannya yang juga sekaligus berfungsi sebagai
pangkalan sementara kendaraan angkutan publik
viii.Penyediaan lahan parkir umum untuk area hunian skala kelurahan
(30.000 penduduk) lokasinya tersebar di setiap pusat lingkungan
hunian pada skala kelurahan, dan memiliki standar penyediaan
2.000 m2, dengan penyebaran lokasi pada area pusat lingkungan
kelurahan, dan dipisahkan dengan terminal wilayah kelurahan
(seluas 1.000 m2) dan pangkalan oplet/angkot seluas 200 m2
ix. Penyediaan lahan parkir umum untuk area hunian skala
kecamatan (120.000 penduduk) lokasinya tersebar di setiap pusat
lingkungan hunian pada skala kecamatan, dan memiliki standar
penyediaan 4.000 m2, dengan penyebaran lokasi pada area
pusat lingkungan kecamatan, dan dipisahkan dengan terminal
wilayah kecamatan (seluas 2.000 m2) dan pangkalan
oplet/angkot (seluas 500 m2)

f. Fasilitas pendukung
i. Fasilitas kesehatan minimal berupa puskesmas.
ii. Fasilitas pendidikan dari SD hingga SMA yang dikembangkan
secara terbatas jumlahnya.

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 47


Diklat Penyusunan RDTR Tingkat Dasar

V. Ketentuan Pelaksanaan
a. Pembangunan rumah sesuai dengan peraturan zonasi ini akan
diberikan insentif berupa kemudahan perizinan pembangunan dan
keringanan pajak.
b. Pembangunan rumah yang tidak sesuai dengan peraturan zonasi ini
namun sudah memiliki ijin yang diperoleh sebelum disahkannya
Peraturan Zonasi ini dan belum dilaksanakan, maka
pembangunannya dapat terus dilakukan, namun akan dikenakan
disinsentif berupa peningkatan pajak dan tidak diterbitkannya lagi
perizinan operasi (bila ada), serta dicabutnya ijin setelah 5 tahun
tahun dengan memberikan ganti rugi kepada pihak yang
bersangkutan.
c. Penggunaan lahan saat ini yang tidak sesuai sebelum peraturan ini
ditetapkan maka diperbolehkan selama memiliki izin yang sah dan
akan dibatasi perkembangannya untuk kegiatan yang diizinkan
terbatas sedangkan untuk kegiatan yang tidak diizinkan akan
dikenakan disinsentif berupa peningkatan pajak dan tidak
diterbitkannya lagi perizinan operasi (bila ada), serta dicabutnya izin
setelah 5 tahun dengan memberikan ganti rugi kepada pihak yang
bersangkutan.
d. Penggunaan lahan saat ini yang tidak sesuai sebelum peraturan ini
ditetapkan dan tidak memiliki izin yang sah harus segera disesuaikan
dalam waktu paling lama 6 bulan setelah berlakunya Peraturan
Daerah ini.

VII. Ketentuan Tambahan


a. Kelompok rumah yang memiliki fungsi campuran dengan komersial
sebagai kegiatan utamanya,masuk ke dalam zona perdagangan dan
jasa.

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 48


Diklat Penyusunan RDTR Tingkat Dasar

b. Kelompok rumah yang memiliki fungsi campuran dengan akomodasi


pariwisata (homestay, wisma, dsb.) sebagai kegiatan utamanya,
masuk ke dalam zona peruntukan lainnya.
c. Kegiatan bersifat pelayanan lingkungan yang luasnya melebihi
ambang batas KDB yang ditentukan dan tidak cukup menempati
sebagian rumah saja (seperti fasilitas kesehatan/pendidikan pra
sekolah/balai pertemuan) hanya diperkenankan untuk menempati
zona peruntukan lainnya yang sudah ditentukan.
d. Untuk zona perumahan yang terletak pada jalan Rasuna, KDH
minimal adalah 25%.
e. Untuk zona perumahan yang terletak pada jalan Rasamala, aktifitas
penginapan hotel, yang sebelumnya bersyarat, menjadi diizinkan.
f. Untuk zona perumahan yang terletak di blok K-1, segala bentuk
aktivitas perdagangan dan jasa, termasuk yang dibatasi dan
bersyarat, menjadi dilarang.

VIII.Ketentuan Khusus Ketentuan khusus pada sub zona perumahan


kepadatan sangat tinggi pada wilayah perencanaan ini adalah :
a. Untuk kawasan yang juga termasuk zona rawan bencana gempa,
yang petanya terdapat pada lampiran xx, maka :
i. Konstruksi bangunan rumah harus mengikuti standar
pembangunan rumah tahan gempa (sesuai aturan teknis atau
peraturan daerah mengenai kawasan rawan bencana), dan
ii. KDH harus ditambahkan 10% dari yang disebutkan.

b. Untuk kawasan yang juga termasuk zona rawan bencana banjir, yang
petanya terdapat pada lampiran xx, maka :
i. Konstruksi bangunan rumah harus mengikuti standar
pembangunan rumah tahan banjir (sesuai aturan teknis atau
peraturan daerah mengenai kawasan rawan banjir), KDH harus
ditambahkan 10% dari yang disebutkan,

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 49


Diklat Penyusunan RDTR Tingkat Dasar

ii. Konstruksi bangunan rumah harus mengikuti standar


pembangunan rumah tahan banjir (sesuai aturan teknis atau
peraturan daerah mengenai kawasan rawan banjir),
iii. Sarana dan prasarana minimum untuk drainase lingkungan harus
dapat menampung debit air sebesar 1 m3/s,
iv. KDH harus ditambahkan 10% dari yang disebutkan.

B. PENYUSUNAN ZONING MAP

Peta zonasi adalah peta yang berisi kode zonasi di atas blok dan subblok yang
telah didelineasikan sebelumnya. Subblok adalah pembagian fisik di dalam satu blok
berdasarkan perbedaan subzona.

Pertimbangan penetapan kode zonasi di atas peta batas blok/subblok yang


dibuat berdasarkan pada:
1. Kesamaan karakter blok, berdasarkan pilihan:
a. Mempertahankan dominasi penggunaan lahan yang ada (eksisting)
b. Menetapkan fungsi baru sesuai dengan arahan fungsi pada RTRW
c. Menetapkan karakter khusus kawasan yang diinginkan
d. Menetapkan tipologi lingkungan/kawasan yang diinginkan
e. Menetapkan jenis pemanfaatan ruang/lahan tertentu
f. Menetapkan batas ukuran tapak/persil maksimum/minimum
g. Menetapkan batas intensitas bangunan maksimum/minimum
h. Mengembangkan jenis kegiatan tertentu
i. Menetapkan batas kepadatan penduduk/bangunan yang diinginkan
j. Menetapkan penggunaan dan batas intensitas sesuai dengan daya dukung
prasarana (misalnya: jalan) yang tersedia
2. Kesesuaian dengan ketentuan khusus yang sudah ada (KKOP, pelabuhan,
terminal, dll)
3. Karakteristik lingkungan (batasan fisik) dan administrasi

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 50


Diklat Penyusunan RDTR Tingkat Dasar

Bila suatu blok peruntukan akan ditetapkan menjadi beberapa kode zonasi,
maka blok tersebut dapat dipecah menjadi beberapa subblok. Pembagian subblok
dapat dilakukan berdasarkan pertimbangan:
1. Kesamaan (homogenitas) karakteristik pemanfaatan ruang/lahan.
2. Batasan fisik seperti jalan, gang, sungai, brandgang atau batas persil.
3. Orientasi Bangunan.
4. Lapis bangunan

Gambar 11. Contoh Zoning Map dan Zoning Text dalam RDTR

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 51


Diklat Penyusunan RDTR Tingkat Dasar

BAB V
PENUTUP

Modul ini disusun agar peserta diklat dapat memahami materi pembelajaran ini
dalam konteks pengenalan muatan dan proses penyusunan peraturan zonasi.
Peraturan zonasi merupakan ketentuan sebagai bagian yang tidak terpisahkan
dari Rencana Detail Tata Ruang (RDTR). Peraturan zonasi berfungsi sebagai
perangkat operasional pengendalian pemanfaatan ruang; acuan dalam pemberian
izin pemanfaatan ruang, termasuk di dalamnya air right development dan
pemanfaatan ruang di bawah tanah; acuan dalam pemberian insentif dan disinsentif;
acuan dalam pengenaan sanksi; dan rujukan teknis dalam pengembangan atau
pemanfaatan lahan dan penetapan lokasi investasi.
Peraturan zonasi bermanfaat untukmenjamin dan menjaga kualitas ruang BWP
minimal yang ditetapkan;menjaga kualitas dan karakteristik zona dengan
meminimalkan penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan karakteristik zona; dan
meminimalkan gangguan atau dampak negatif terhadap zona.
Peraturan zonasi memuat materi wajib yang meliputi ketentuan kegiatan dan
penggunaan lahan, ketentuan intensitas pemanfaatan ruang, ketentuan tata
bangunan, ketentuan prasarana dan sarana minimal, ketentuan pelaksanaan, dan
materi pilihan yang terdiri atas ketentuan tambahan, ketentuan khusus, standar teknis,
dan ketentuan pengaturan zonasi.Materi wajib adalah materi yang harus dimuat dalam
peraturan zonasi. Sedangkan materi pilihan adalah materi yang perlu dimuat sesuai
dengan kebutuhan daerah masing-masing.
Peta rencana pola ruang berfungsi sebagai zoning map bagi peraturan zonasi
yang digambarkan dalam peta dengan skala atau tingkat ketelitian minimal 1:5.000
dan mengikuti ketentuan mengenai sistem informasi geografis yang dikeluarkan oleh
kementerian/lembaga yang berwenang.

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 52


Diklat Penyusunan RDTR Tingkat Dasar

DAFTAR PUSTAKA

Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan


Ruang

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 20 Tahun 2011 tentang Pedoman


Penyusunan RDTR dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 53


Diklat Penyusunan RDTR Tingkat Dasar

RIWAYAT HIDUP

Nama Lengkap : Andri Hari Rochayanto, ST., MT., M.Sc

Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta, 28 Februari 1980

Pendidikan Formal

• S1 Teknik Sipil, ITB (2003)


• S2 Magister Perencanaan Wilayah dan Kota, UNDIP (2009)
• S2 Urbanisme, Université de Lyon 2 (2010)

Pengalaman Pekerjaan

2017 – sekarang Kasubdit Pembinaan Wilayah II, Dit. Pembinaan Perencanaan


Tata Ruang dan Pemanfaatan Ruang Daerah, Ditjen Tata Ruang,
Kementerian ATR/BPN

2015 – 2017 Kasi Penataan Kawasan Perdesaan Wilayah I, Dit. Penataan


Kawasan, Ditjen Tata Ruang, Kementerian ATR/BPN

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 54


Diklat Penyusunan RDTR Tingkat Dasar

2012 – 2015 Kasi Standar dan Pedoman, Dit. Perkotaan, Ditjen Penataan
Ruang, Kementerian Pekerjaan Umum

2011 – 2012 Kasi Sosialisasi, Dit. Perkotaan, Ditjen Penataan Ruang,


Kementerian Pekerjaan Umum

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 55


Diklat Penyusunan RDTR Tingkat Dasar

Nama Lengkap : Zikky Ardiansyah, ST., MT

Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta, 19 April 1981

Pendidikan Formal

• S2 Magister Perencanaan Wilayah dan Kota, UNDIP (2011)

Pengalaman Pekerjaan

2017 – sekarang Kasi Bina Kota dan Perkotaan Wilayah II, Dit. Pembinaan
Perencanaan Tata Ruang dan Pemanfaatan Ruang Daerah,
Ditjen Tata Ruang, Kementerian ATR/BPN

2015 – 2017 Kasi Bina Kota dan Perkotaan Wilayah IV, Dit. Pembinaan
Perencanaan Tata Ruang dan Pemanfaatan Ruang Daerah,
Ditjen Tata Ruang, Kementerian ATR/BPN

2012 – 2015 Kasi Kota Wilayah II, Dit. Perkotaan, Ditjen Penataan Ruang,
Kementerian Pekerjaan Umum

2012 Kasi Sosialisasi, Dit. Perkotaan, Ditjen Penataan Ruang,


Kementerian Pekerjaan Umum

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2017 56

Anda mungkin juga menyukai