Anda di halaman 1dari 287

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas kehendak dan ridhoNya kami dapat menyelesaikan laporan penelitian
dan studi ini.
Laporan ini merupakan produk lanjutan yang sebagian besar berisi hasil
analisis data dari kegiatan survey yang telah dilaksanakan dari keseluruhan
wilayah pekerjaan studi. Di dalam laporan ini juga disampaikan hasil
analisis berupa proyeksi komoditas terkait visi MP3EI serta
pengembangan Kapasitas dan Fasilitas pada Pelabuhan di Kalimantan
Banyak kendala yang dihadapi dalam rangka penyusunan penelitian dan
studi ini, berkat bantuan berbagai pihak dapat selesai pada waktunya.
Dalam kesempatan ini dengan tulus kami menyampaikan terima kasih
kepada Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan, yang telah
mempercayakan kami untuk melakukan penelitian dan “Studi
Pengembangan Kapasitas Dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung
Percepatan Dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan”.
Akhir kata kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang secara
langsung maupun tidak langsung telah turut membantu dalam penyelesaian
laporan akhir.

Jakarta, November 2012

Tim Studi

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam v


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
ABSTRAK

Sebagaimana tercantum dalam Pembangunan Masterplan Percepatan dan


Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), Koridor Ekonomi
Kalimantan sebagai pusat produksi dan pengolahan hasil tambang dan
lumbung energi nasional. Diharapkan dari program ini akan terjadi
peningkatan produksi komoditas-komoditas unggulan yang terdapat di
Kalimantan. Peningkatan komoditas-komoditas tersebut perlu diimbangi
dengan peningkatan sarana dan prasarana transportasi, terutama
pelabuhan. Hal ini dikarenakan komoditas-komoditas tersebut akan
menuju ke pelabuhan untuk diekspor atau dikirim ke wilayah Indonesia
lainnya.
Oleh karena itu diperlukan suatu upaya dan strategi yang sistematis
dalam mengembangkan kapasitas dan fasilitas pelabuhan. Dalam studi ini
akan coba dijabarkan kebutuhan pengembangan kapasitas dan fasilitas
pelabuhan dalam mendukung program MP3EI. Analisis yang dilakukan
akan memperhatikan potensi komoditas dari MP3EI, wilayah hinterland
pelabuhan, serta rencana-rencana pengembangan pelabuhan yang telah
ada sebelumnya yaitu RIPN (Rencana Induk Pelabuhan Nasional) dan
RIP(Rencana Induk Pelabuhan). Analisis ini akan didukung dengan
pengumpulan data sekunder maupun pengumpulan data primer atau
survey/wawancara di lokasi studi. Sedangkan untuk komoditas yang
diproyeksikan antara lain minyak bumi dan gas, batubara, CPO, bijih besi
dan baja, perkayuan, serta bauksit.
Pada akhir analisis didapatkan suatu konsep kebijakan dan strategi
pengembangan kapasitas dan fasilitas masing-masing pelabuhan di
koridor ekonomi Kalimantan baik untuk jangka pendek (2015), jangka
menengah (2015) maupun jangka panjang (2025).

Kata Kunci: MP3EI, proyeksi komoditas, pengembangan pelabuhan

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam vi


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
ABSTRACT

As stated in Master Plan for Acceleration and Expansion on Indonesian’s


Economic Development (MP3EI, Pembangunan Masterplan Percepatan
dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia), Kalimantan Economic
Corridor as a center production and processing of mining product and as
a center of national energy. This program will increase potential
commodities production in Kalimantan. The increase of these commodities
will need an improvement of transportation facilities and infrastructure,
especially ports. This is because these commodities will go to the port to
be exported or shipped to other parts of Indonesia

Therefore, we need a strategy and a systematic effort to develop the port


capacity and facilities. This study will try to describe the port facilities
and capacity development needs to support MP3EI program. The analysis
will consider the potential of MP3EI commodity, its hinterland and
harbor development plans that already existed the RIPN (Rencana Induk
Pelabuhan Nasional) and RIP (Rencana Induk Pelabuhan). This analysis
will be supported by secondary and primary data collection or surveys /
interviews in the study area. As for the projected commodities include oil
and gas, coal, palm oil, iron ore and steel, timber, and bauxite.

At the end of the study will obtained a draft of policy and strategy
development for each port facility and capacity in Kalimantan Economic
Corridor, for the short term (2015), medium term (2015) and long term
(2025).

Keyword: MP3EI, commodity projection, port development

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam vii


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR .................................................................................v
ABSTRAK ................................................................................................vi
ABSTRACT ................................................................................................vi
DAFTAR ISI............................................................................................ viii
DAFTAR TABEL.......................................................................................ix
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................x
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... xvii
BAB I PENDAHULUAN .....................................................................1
A. Latar Belakang ...................................................................1
B. Maksud dan Tujuan ............................................................2
C. Dasar Hukum .....................................................................2
D. Ruang Lingkup dan Pekerjaan ...........................................3
E. Lokasi Pekerjaan ................................................................3
F. Sistematika Penulisan.........................................................4
BAB II TINJAUAN TEORI DAN KEBIJAKAN ..................................6
A. Tinjauan Teori ....................................................................6
B. Teori Pusat Pertumbuhan (Growth Pole Theory) .............23
C. Tinjauan Teori Terkait Pengembangan Pelabuhan...........29
D. Tinjauan Kebijakan Terkait Pengembangan Kapasitas dan
Fasilitas Pelabuhan di Koridor Ekonomi Kalimantan .....32
BAB III METODOLOGI .......................................................................53
A. Metodologi .......................................................................53
B. Kebutuhan Data ................................................................57
C. Analisis Demand Pelabuhan.............................................58
D. Analisis Kinerja Pelabuhan ..............................................60
E. Model Pemilihan Pelabuhan.............................................63

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam viii


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
BAB IV POTENSI EKONOMI DAN KOMODITAS HINTERLAND
PELABUHAN .........................................................................67
A. Identifikasi Potensi Ekonomi Pada Koridor Ekonomi
Kalimantan .......................................................................67
B. Potensi Ekonomi Kalimantan Tengah ..............................79
C. Potensi Ekonomi Kalimantan Selatan ..............................87
D. Potensi Ekonomi Kalimantan Timur ................................96
E. Identifikasi Potensi Komoditas Hinterland Pada Koridor
Ekonomi Kalimantan......................................................105
BAB V ANALISIS POTENSI KOMODITAS TERKAIT MP3EI ....137
A. Proyeksi Perkembangan Komoditas Terkait MP3EI di
Koridor Ekonomi Kalimantan ........................................137
BAB VI PENGEMBANGAN KAPASITAS DAN FASILITAS
PELABUHAN DI KALIMANTAN ......................................183
A. Provinsi Kalimantan Timur ............................................183
B. Provinsi Kalimantan Selatan ..........................................198
C. Provinsi Kalimantan Barat .............................................206
D. Provinsi Kalimantan Tengah ..........................................210
BAB VII KESIMPULAN ......................................................................216
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................…
LAMPIRAN...............................................................................................…

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam ix


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 4.1 Potensi Komoditas Sektor Perkebunan di Kalimantan Barat
.............................................................................................106
Tabel 4.2 Potensi Pengolahan Hasil Perkebunan ................................107
Tabel 4.3 Potensi Komoditas Sektor Pertanian Tanaman Pangan di
Kalimantan Barat .................................................................108
Tabel 4.4 Potensi Komoditas Sektor Peternakan di Kalimantan Barat108
Tabel 4.5 Potensi Komoditas Sektor Perikanan di Kalimantan Barat .109
Tabel 4.6 Potensi Komoditas Sektor Kehutanan di Kalimantan Barat
.............................................................................................109
Tabel 4.7 Potensi Komoditas Sektor Pertambangan di Kalimantan Barat
.............................................................................................110
Tabel 4.8 Potensi Komoditas Sektor Perkebunan di Kalimantan Tengah
.............................................................................................112
Tabel 4.9 Potensi Komoditas Sektor Perkebunan di Kalimantan Tengah
.............................................................................................113
Tabel 4.10 Produksi Tanaman Pangan Tahun 2007 – 2008 ..................117
Tabel 4.11 Produktivitas Tanaman Pangan Tahun 2007 – 2008 ...........117
Tabel 4.12 Luas Panen Tanaman Pangan Tahun 2007 – 2008 ..............118
Tabel 4.13 Produksi Hortikultura Tahun 2007 – 2008 ..........................118
Tabel 4.14 Populasi Ternak ...................................................................122
Tabel 4.15 Produksi berbagai Jenis Ternak (ribu kg) ............................122
Tabel 4.16 Produksi Komoditas Perikanan dan Kelautan .....................123
Tabel 4.17 Produksi dan Konsumsi Hasil Perikanan ............................124
Tabel 4.18 Lokasi dan Sumberdaya Besi ..............................................124
Tabel 4.19 Lokasi dan Sumberdaya Mangan ........................................125
Tabel 4.20 Lokasi dan Sumberdaya Nikel.............................................125
Tabel 4.21 Lokasi dan Sumberdaya Batu Granit ...................................125
Tabel 4.22 Lokasi dan Sumberdaya Batubara .......................................126

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam x


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Tabel 5.1 Proyeksi Produksi LNG Bontang, Kalimantan Timur terkait
Visi MP3EI ..........................................................................139
Tabel 5.2 Proyeksi Produksi Migas di Lokus Balikpapan,.................140
Tabel 5.3 Proyeksi Produksi Batubara Berdasarkan Terkait Visi MP3EI
.............................................................................................142
Tabel 5.4 Proyeksi Komoditas Batubara dan Turunan Batubara di
Kaltim (juta ton) ..................................................................144
Tabel 5.5 Proyeksi Komoditas Turunan Batubara di Kalsel (juta ton)145
Tabel 5.6 Proyeksi Komoditas Turunan Batubara di Kalteng (juta ton)
.............................................................................................145
Tabel 5.7 Proyeksi Komoditas Turunan Batubara di Kalbar (juta ton)
.............................................................................................146
Tabel 5.8 Perjalanan Angkutan Batu Bara di Kalimantan...................150
Tabel 5.9 Terminal/Pelabuhan Muat Batu Bara di Kalimantan ..........152
Tabel 5.10 Proyeksi Produktifitas Pengolahan Kelapa Sawit Menjadi
CPO untuk setiap Satuan Lahan berdasarkan Visi MP3EI..154
Tabel 5.11 Proyeksi Produksi CPO berdasarkan Visi MP3EI...............154
Tabel 5.12 Proyeksi Komoditas Turunan Kelapa Sawit di Kaltim (ton)
.............................................................................................157
Tabel 5.13 Proyeksi Komoditas Turunan Kelapa Sawit di Kalsel (ton)158
Tabel 5.14 Proyeksi Komoditas Turunan Kelapa Sawit di Kalteng (ton)
.............................................................................................159
Tabel 5.15 Proyeksi Komoditas Turunan Kelapa Sawit di Kalbar (ton)
.............................................................................................159
Tabel 5.16 Perjalanan Angkutan CPO di Kalimantan ...........................163
Tabel 5.17 Proyeksi Produksi Alumina terkait MP3EI .........................165
Tabel 5.18 Proyeksi Komoditas Turunan Bauksit di Kaltim (juta ton) .166
Tabel 5.19 Proyeksi Komoditas Turunan Bauksit di Kalbar (juta ton) .166
Tabel 5.20 Proyeksi Komoditas Turunan Bauksit di Kalteng (juta ton)167
Tabel 5.21 Proyeksi Kawasan Hutan Produksi di Kalimantan terkait
MP3EI .................................................................................169
Tabel 5.22 Proyeksi Komoditas Turunan Perkayuan di Kaltim (ribu ton)
.............................................................................................170

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam xi


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Tabel 5.23 Proyeksi Komoditas Turunan Perkayuan di Kalsel (ribu ton)
.............................................................................................171
Tabel 5.24 Proyeksi Komoditas Turunan Perkayuan di Kalteng (ribu ton)
.............................................................................................172
Tabel 5.25 Proyeksi Komoditas Turunan Perkayuan di Kalbar (ribu ton)
.............................................................................................172
Tabel 5.26 Proyeksi Bijih Besi/Baja dan Turunannya (dalam juta ton) di
Kalimantan Tengah (Kotawaringin Barat) ..........................176
Tabel 5.27 Proyeksi Bijih Besi/Baja dan Turunannya (dalam juta ton) di
Kalimantan Selatan (Batulicin, Tanah Bumbu, dan Tanah
Laut). ...................................................................................176
Tabel 6.1 Rencana Pengembangan Pelabuhan (Studi Ulang Tatrawil
Kaltim).................................................................................183
Tabel 6.2 Penanganan Pelabuhan Samarinda ......................................186
Tabel 6.3 Proyeksi Demand Pelabuhan Palaran Samarinda ................189
Tabel 6.4 Proyeksi Konfigurasi Kapal Pelabuhan Palaran Samarinda 189
Tabel 6.5 Penanganan Palaran Samarinda ...........................................189
Tabel 6.6 Penanganan Pelabuhan Balikpapan .....................................192
Tabel 6.7 Fasilitas bongkar muat Terminal Peti Kemas Kariangau ....196
Tabel 6.8 Proyeksi Demand Terminal Peti Kemas Kariangau ............196
Tabel 6.9 Proyeksi Konfigurasi Kapal Terminal Peti Kemas Kariangau
.............................................................................................196
Tabel 6.10 Penanganan Terminal Peti Kemas Kariangau .....................197
Tabel 6.11 Penanganan Pelabuhan Tanah Grogot .................................198
Tabel 6.12 Rencana Pengembangan Pelabuhan (Studi Ulang Tatrawil
Kalsel) .................................................................................199
Tabel 6.13 Proyeksi Demand Pelabuhan Banjarmasin ..........................203
Tabel 6.14 Proyeksi Konfigurasi Kapal Pelabuhan Banjarmasin ..........203
Tabel 6.15 Penanganan Pelabuhan Banjarmasin ...................................203
Tabel 6.16 Rencana Pengembangan Pelabuhan (Studi Ulang Tatrawil
Kalsel) .................................................................................206
Tabel 6.17 Fasilitas Dermaga Pelabuhan Pontianak..............................208
Tabel 6.18 Fasilitas Bongkar Muat Pelabuhan Pontianak .....................208

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam xii


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Tabel 6.19 Proyeksi Demand Pelabuhan Pontianak ..............................209
Tabel 6.20 Proyeksi Konfigurasi Kapal Pelabuhan Pontianak ..............209
Tabel 6.21 Penanganan Pelabuhan Pontianak .......................................209
Tabel 6.22 Proyeksi Demand Pelabuhan Bagendang-Sampit ...............211
Tabel 6.23 Proyeksi Konfigurasi Kapal Pelabuhan Bagendang-Sampit
.............................................................................................211
Tabel 6.24 Penanganan Pelabuhan Bagendang-Sampit.........................212
Tabel 6.25 Proyeksi Demand Pelabuhan Bumiharjo-Kumai .................214
Tabel 6.26 Proyeksi Konfigurasi Kapal Pelabuhan Bumiharjo-Kumai .214
Tabel 6.27 Penanganan Pelabuhan Bumiharjo-Kumai ..........................214

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam xiii


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 1.1 Peta Lokasi Studi ..................................................................4
Gambar 2.1 Konsep Pengembangan Wilayah...........................................7
Gambar 2.2 Landasan Teori terkait Pengembangan Wilayah ...................8
Gambar 2.3 Pembangunan dan pertumbuhan ekonomi ..........................12
Gambar 2.4 Kedudukan Rencana Induk Pelabuhan................................30
Gambar 2.5 Perencanaan Pengembangan Pelabuhan Normatif ..............31
Gambar 2.6 Perencanaan Pengembangan Pelabuhan Konteks MP3EI ...31
Gambar 2.7 Konektivitas Pusat Ekonomi ...............................................32
Gambar 2.8 Rencana Induk Koridor Indonesia.......................................34
Gambar 2.9 Koridor Ekonomi Kalimantan .............................................35
Gambar 2.10 Kedudukan RIPN dalam Kerangka Kerja MP3EI...............36
Gambar 2.11 Pelabuhan Strategis dalam Koridor Ekonomi Kalimantan
berdasarkan Rencana Induk Pelabuhan Nasional ...............37
Gambar 2.12 Wilayah Depan dan Wilayah Dalam NKRI ........................38
Gambar 2.13 Tatanan Pelabuhan Penting dan Jalur Utama Pelayaran
Domestik .............................................................................42
Gambar 2.14 Pengembangan Pelabuhan Hub Internasional .....................43
Gambar 2.15 Orientasi Transportasi Multimoda ......................................45
Gambar 3.1 Kerangka Pikir Studi ...........................................................54
Gambar 3.2 Informasi yang Diperlukan untuk Pengembangan Pelabuhan
............................................................................................58
Gambar 3.3 Pendekatan AHP .................................................................64
Gambar 3.4 Pendekatan Supply Chain ...................................................65
Gambar 3.5 Model Jaringan ....................................................................66
Gambar 4.1 Piramida Penduduk Kalimantan Barat ................................69
Gambar 4.2 Grafik Perkembangan Nilai Ekspor Impor Kalimantan Barat
Tahun 2009 .........................................................................71

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam xiv


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Gambar 4.3 Grafik Perkembangan Volume Ekspor Impor Tahun 2009.72
Gambar 4.4 Kontribusi PDRB atas dasar Harga Berlaku Kalimantan
Barat Tahun 2009................................................................74
Gambar 4.5 Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di Kalimantan
Barat Tahun 2009................................................................75
Gambar 4.6 Grafik Ekspor Kalimantan Tengah Menurut Kelompok
Komoditas Januari-Desember 2011 ....................................83
Gambar 4.7 Grafik Impor Kalimantan Tengah Menurut Kelompok
Komoditas Januari-Desember 2011 ....................................83
Gambar 4.8 Jumlah dan Distribusi Penduduk Menurut Jenis Kelamin .88
Gambar 4.9 Persentase Realisasi Ekspor Kalimantan Selatan Tahun
2009 ....................................................................................90
Gambar 5.1 Peta Investasi Koridor Ekonomi Kalimantan ....................137
Gambar 5.2 Proyeksi Produksi dan Lokasi Migas dan LNG di
Kalimantan terkait Visi MP3EI ........................................141
Gambar 5.3 Proyeksi Produksi dan Lokasi Batubara di Kalimantan
terkait Visi MP3EI ............................................................143
Gambar 5.4 Karakteristik Kandungan dan Penggunaan Batubara ........143
Gambar 5.5 Rantai Nilai Batubara ........................................................144
Gambar 5.6 Skema Jalur Batu Bara di Pulau Kalimatan ......................153
Gambar 5.7 Proyeksi Produksi dan Lokasi CPO di Kalimantan terkait
Visi MP3EI .......................................................................155
Gambar 5.8 Pohon Industri Kelapa Sawit .............................................156
Gambar 5.9 Proyeksi Produksi dan Lokasi Alumina di Kalimantan
terkait Visi MP3EI ............................................................165
Gambar 5.10 Rantai Nilai Industri Bauksit .............................................166
Gambar 5.11 Grafik Sebaran Kawasan Hutan Produksi di masing-masing
Provinsi di Kalimantan dan Target Fast Track berdasarkan
Rencana Investasi MP3EI (dalam ribu hektar) .................168
Gambar 5.12 Proyeksi Perkembangan Kawasan Hutan Produksi di
Kalimantan terkait Visi MP3EI ........................................169
Gambar 5.13 Rantai Nilai Industri Perkayuan .......................................170
Gambar 5.14 Persentase Cadangan Bijih Besi di Kalimantan terhadap
Cadangan Bijih Besi di Indonesia .....................................174

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam xv


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Gambar 5.15 Pengolahan Bijih Besi ......................................................174
Gambar 5.16 Pohon Industri Besi Baja ..................................................175
Gambar 5.17 Kausal Loop Penyelesaian Permasalahan Transportasi Laut
..........................................................................................178
Gambar 5.18 Outlet Distribusi dan Potensi Komoditi Batu Bara dan CPO
di Pulau Kalimantan..........................................................179
Gambar 5.19 Efisiensi Energi Relatif Antar Moda ................................180
Gambar 5.20 Pola Perangkutan Komoditas di Pulau Kalimantan .........181
Gambar 5.21 Pola Distribusi Angkutan Batubara & CPO .....................182
Gambar 6.1 Pelabuhan Samarinda Eksisting .......................................185
Gambar 6.2 Masterplan Pelabuhan Palaran Samarinda .......................188
Gambar 6.3 Geoposisi Maloy ..............................................................190
Gambar 6.4 Rencana Pengembangan Pelabuhan Maloy......................191
Gambar 6.5 Layout Pelabuhan Semayang, Balikpapan .......................193
Gambar 6.6 Masterplan Kariangau Container Terminal ......................195
Gambar 6.7 Pelabuhan Tanah Grogot ..................................................197
Gambar 6.8 Peta Lokasi Pelabuhan Banjarmasin ................................202
Gambar 6.9 Rencana Pengembangan Pelabuhan Banjarmasin ............202
Gambar 6.10 Fasilitas Pelabuhan Kota Baru .........................................205
Gambar 6.11 Layout Pelabuhan Pontianak ............................................207
Gambar 6.12 Rencana Pengembangan Pelabuhan Bagendang-Sampit .211
Gambar 6.13 Rencana Pengembangan Pelabuhan Bumiharjo-Kumai ...213

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam xvi


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
LAMPIRAN 1 Rencana Pengembangan Pelabuhan ..............................220
LAMPIRAN 2 Hirarkhi Pelabuhan di Kalimantan ................................222
LAMPIRAN 3 Kinerja Pelabuhan Samarinda .......................................223
LAMPIRAN 4 Kinerja Pelabuhan Balikpapan ......................................225
LAMPIRAN 5 Kinerja Pelabuhan Banjarmasin ....................................227
LAMPIRAN 6 Kinerja Pelabuhan Pontianak ........................................229
LAMPIRAN 7 Kinerja Pelabuhan Eksisting (BOR) .............................231
LAMPIRAN 8 Kinerja Pelabuhan Eksisting (YOR) .............................232
LAMPIRAN 9 Kinerja Pelabuhan Eksisting (Turn Around Time) .......233
LAMPIRAN 10 Photo Hasil Survey Pelabuhan ......................................234
LAMPIRAN 11 Formulir/Kuesioner .......................................................255

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam xvii


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008
tentang Pelayaran, pengaturan untuk bidang kepelabuhanan memuat
ketentuan mengenai penghapusan monopoli dalam penyelenggaran
pelabuhan, pemisahan antara fungsi regulator dan operator serta
memberikan peran serta pemerintah daerah dan swasta secara
proporsional di dalam penyelenggaraan kepelabuhanan. Untuk
kepentingan tersebut di atas maka dalam Peraturan Pemerintah Nomor
61 Tahun 2009 tentang kepelabuhan diatur mengenai Rencana Induk
Pelabuhan Nasional (RIPN), penetapan lokasi, rencana induk
pelabuhan serta Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan
Kepentingan pelabuhan, penyelenggaran kegiatan di pelabuhan,
perizinan pembangunan dan pengoperasian pelabuhan atau terminal,
terminal khusus dan terminal untuk kepentingan sendiri, penarifan,
pelabuhan dan terminal khusus yang terbuka bagi perdagangan luar
negeri dan sistem informasi pelabuhan. Pengembangan pelabuhan
hanya dapat dilakukan berdasarkan Rencana Induk Pelabuhan
Nasional dan Rencana Induk Pelabuhan.
Pengembangan pelabuhan oleh penyelenggara pelabuhan dilakukan
setelah diperolehnya izin yang diajukan oleh penyelenggara
pelabuhan kepada: Menteri untuk pelabuhan utama dan pelabuhan
pengumpul; Gubemur untuk pelabuhan pengumpan regional; dan
Bupati/Walikota untuk pelabuhan pengumpan lokal serta pelabuhan
sungai dan danau. Berdasarkan Masterplan Percepatan dan Perluasan
Pembangunan Ekonomi (MP3EI) yang telah ditetapkan dalam
Peraturan Presiden tanggal 20 Mei 2011, bahwa pembangunan
ekonomi ke depan dilaksanakan berdasarkan potensi dan komoditas
unggulan pada 6 (enam) koridor ekonomi Indonesia yaitu Koridor
Ekonomi Sumatera, Jawa, Bali dan Nusa Tenggara, Kalimantan,
Sulawesi, serta Papua dan Kepualauan Maluku. Keberadaan prasarana
dan sarana transportasi yang handal telah menjadi harapan dan
kebutuhan mendesak dalam rangka mendukung pengembangan ke-
enam koridor ekonomi. Koridor Kalimantan merupakan pusat
produksi dan pengolahan hasil tambang dan lumbung energi nasional.
Peningkatan kualitas infrastruktur untuk mendukung distribusi dan
logistik migas diperlukan untuk pengembangan kegiatan ekonomi
utama migas di Kalimantan. Pengembangan pelabuhan pada koridor

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 1


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
ekonomi Kalimantan tentunya perlu diselaraskan terlebih dahulu
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang
Kepelabuhan, khususnya pada Bab V Pembangunan dan
Pengoperasian Pelabuhan, bagian ketiga tentang pengembangan
pelabuhan. Berkaitan dengan hal tersebut di atas, maka untuk
mempercepat pelaksanaan pengembangan kapasitas dan fasilitas
pelabuhan dibutuhkan upaya dan strategi yang sistematis dan
komprehensif.
Pembangunan koridor ekonomi Kalimantan harus sinkron dengan
Rencana Induk Pelabuhan Nasional dan Rencana Induk Pelabuhan
yang sudah disusun. Diharapkan dapat diidentifikasi faktor-faktor
yang menjadi kendala dan sekaligus juga peluang sehingga nantinya
dapat dirumuskan strategi baik jangka pendek, menengah dan panjang
guna mendukung percepatan dan perluasan pembangun koridor
ekonomi Kalimantan.

B. Maksud dan Tujuan


1. Maksud
Menganalisis kebutuhan pengembangan kapasitas dan fasilitas
dalam mendukung Percepatan Pengembangan Ekonomi di
koridor Kalimantan.
2. Tujuan
Tersusunnya konsep kebijakan dan strategi pengembangan
kapasitas dan fasilitas pelabuhan di koridor ekonomi Kalimantan
untuk jangka pendek, menengah dan panjang.

C. Dasar Hukum
Dasar hukum yang menjadi acuan dalam studi ini adalah sebagai
berikut:
1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran
2. Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang
Kepelabuhan
3. Peraturan Pemerintah No 5 tahun 2010 tentang Kenavigasian
4. Peraturan pemerintah Nomor 20 tahun 2010 tentang Angkutan di
Perairan
5. Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2010 tentang
Perlindungan Lingkungan Maritim
6. Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2011 tentang Masterplan
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi (MP3EI)
tahun 2011-2025

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 2


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
7. Keputusan Menteri Perhubungan No. 22 Tahun 1998 tentang
Batas-Batas daerah Lingkungan kerja dan daerah Kepentingan
Pelabuhan Balikpapan
8. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 54 tahun 2002 tentang
Penyelenggaraan Pelabuhan Laut
9. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 93 tahun 2011 tentang
Rencana Induk Pelabuhan Sangkulirang/Maloy
10. Keputusan Dirjen Perhubungan Laut Nomor :
UM.002/38/18/DJPL-11Tentang Standar Kinerja Pelayanan
Operasional Pelabuhan

D. Ruang Lingkup dan Pekerjaan


Berdasarkan uraian di atas dalam kegiatan studi ini, maka dapat
dirumuskan beberapa langkah untuk mendukung kegiatan studi,
meliputi:
1. Inventarisasi peraturan-peraturan yang terkait dengan
pengembangan pelabuhan;
2. Inventarisasi dan identifikasi potensi ekonomi pada koridor
ekonomi Kalimantan;
3. Inventarisasi dan identifikasi potensi hinterland pada koridor
ekonomi Kalimantan;
4. Inventarisasi dan identifikasi rencana induk pelabuhan nasional
(RIPN) pada koridor ekonomi Kalimantan;
5. Inventarisasi dan identifikasi rencana induk pelabuhan (RIP)
pada koridor ekonomi Kalimantan;
6. Analisis pengembangan potensi dan bangkitan transportasi pada
koridor ekonomi Kalimantan;
7. Analisis aksesibilitas transportasi laut pendukung wilayah
koridor ekonomi Kalimantan;
8. Analisis kebutuhan pengembangan kapasitas dan fasilitas
pelabuhan di wilayah koridor ekonomi Kalimantan;
9. Analisis strategi untuk pengembangan kapasitas dan fasilitas
pelabuhan dalam mendukung percepatan dan perluasan
pembangunan wilayah koridor ekonomi Kalimantan;
10. Analisis tahapan pengembangan pelabuhan di wilayah koridor
ekonomi Kalimantan;
11. Rekomendasi.

E. Lokasi Pekerjaan
Kegiatan penelitian dilakukan di Samarinda, Balikpapan,
Banjarmasin, Palaihari, Pulang Pisau, Tanah Grogot, Pontianak,
Kumai dan Bumiharjo (Kalimantan Tengah). Pengembangan

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 3


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
pelabuhan di koridor ekonomi Kalimantan. Berikut ini peta lokasi
studi:

Gambar 1.1 : Peta Lokasi Studi

F. Sistematika Penulisan
Dalam upaya menyajikan penelitian yang terstruktur dan mudah
dipahami, maka laporan pendahuluan ini disusun dalam suatu
sistematika penulisan tertentu.
BAB 1 PENDAHULUAN
Bagian ini menjelaskan mengenai latar belakang, maksud dan tujuan,
ruang lingkup pekerjan, lokasi pekerjaan, dan sistematika penyajian.

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 4


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
BAB 2 TINJAUAN TEORI DAN KEBIJAKAN
Bagian ini mengulas teori yang dijadikan rujukan dalam melakukan
penelitian. Teori yang diulas meliputi teori tentang pengembangan
pelabuhan, pengembangan wilayah dan teori pusat pertumbuhan.
Selain itu, penelitian ini juga mengulas kebijakan yang terkait dengan
penelitian ini. Kebijakan yang diulas pada laporan pendahuluan ini
meliputi Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan
(MP3EI), Sistem Logistik Nasional (Sislognas), Sistem Transportasi
Nasional (Sistranas), dan Rencana Induk Pelabuhan Nasional (RIPN).
BAB 3 METODOLOGI
Bagian ini menjelaskan mengenai metode-metode yang akan
digunakan dalam studi. Terkait metode pengambilan data, metode
analisis demand dan kinerja pelabuhan.
BAB 4 POTENSI EKONOMI DAN KOMODITAS HINTERLAND
PELABUHAN
Bagian ini akan membahas mengenai potensi-potensi baik potensi
ekonomi maupun potensi komoditas yang terdapat di korodor
ekonomi Kalimantan.
BAB 5 ANALISIS POTENSI KOMODITAS TERKAIT MP3EI
Bagian ini akan menjelaskan hasil analisis yang dilakukan terkait
dengan proyeksi komoditas unggulan yang ada di MP3EI. Komoditas
terserbut di antaranya adalah migas, batubara, CPO, bauksit,
perkayuan, bijih besi dan baja.
BAB 6 PENGEMBANGAN KAPASITAS DAN FASILITAS
PELABUHAN DI KALIMANTAN
Pada bab ini akan dibahas mengenai hasil perhitungan pengembangan
kapasitas dan fasilitas masing-masing pelabuhan di Kalimantan terkait
dengan proyeksi komoditas yang telah dilakukan sebelumnya.
BAB 7 KESIMPULAN
Pada bab ini akan disampaikan kesimpulan-kesimpulan yang
didapatkan dari hasil analisis yang telah dilakukan.

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 5


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
BAB II
TINJAUAN TEORI DAN KEBIJAKAN

A. Tinjauan Teori
Studi mengenai konsep kebijakan dan strategi pengembangan
kapasitas dan fasilitas pelabuhan di koridor ekonomi Kalimantan
didukung berberapa teori. Beberapa teori seperti teori pengembangan
wilayah, pertumbuhan ekonomi, mengenai kepelabuhan dan lain-lain
yang mendukung studi ini. Berikut dapat dilihat uraian beberapa studi
yang dipilih untuk mendukung proses studi mengenai konsep
kebijakan dan strategi pengembangan kapasitas dan fasilitas
pelabuhan di koridor ekonomi Kalimantan.
Dalam Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan
Ruang, wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis
beserta segenap unsur yang terkait kepadanya yang batas dan
sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek
fungsional. Menurut Rustiadi, et al. (2006), wilayah dapat
didefinisikan sebagai unit geografis dengan batas-batas spesifik
tertentu dimana komponen-komponen wilayah tersebut satu sama lain
saling berinteraksi secara fungsional. Sehingga batasan wilayah
tidaklah selalu bersifat fisik dan pasti tetapi seringkali bersifat
dinamis.
Komponen-komponen wilayah mencakup komponen biofisik alam,
sumberdaya buatan (infrastruktur), manusia serta bentuk-bentuk
kelembagaan. Dengan demikian istilah wilayah menekankan interaksi
antar manusia dengan sumberdaya-sumberdaya lainnya yang ada di
dalam suatu batasan unit geografis tertentu. Konsep wilayah yang
paling klasik (Hagget, Cliff dan Frey, 1977 dalam Rustiadi et al.,
2006) mengenai tipologi wilayah, mengklasifikasikan konsep wilayah
ke dalam tiga kategori, yaitu: 1). Wilayah homogeny
(uniform/homogenous region); 2). Wilayah nodal (nodal region); dan
3). Wilayah perencanaan (planning region atau programming region).

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 6


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Gambar 2.1 : Konsep Pengembangan Wilayah

Sejalan dengan klasifikasi tersebut, (Glason, 1974 dalam Tarigan,


2005), berdasarkan fase kemajuan perekonomian mengklasifikasikan
region/wilayah menjadi: 1). fase pertama yaitu wilayah formal yang
berkenaan dengan keseragaman/homogenitas. Wilayah formal adalah
suatu wilayah geografik yang seragam menurut kriteria tertentu,
seperti keadaan fisik geografi, ekonomi, sosial dan politik. 2). fase
kedua yaitu wilayah fungsional yang berkenaan dengan koherensi dan
interdependensi fungsional, saling hubungan antar bagian-bagian
dalam wilayah tersebut. Kadang juga disebut wilayah nodal atau
polarized region dan terdiri dari satuan-satuan yang heterogen, seperti
desa-kota yang secara fungsional saling berkaitan. 3). fase ketiga
yaitu wilayah perencanaan yang memperlihatkan koherensi atau
kesatuan keputusan-keputusan ekonomi.

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 7


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Gambar 2.2 : Landasan Teori terkait Pengembangan Wilayah

Sedangkan konsep wilayah perencanaan adalah wilayah yang dibatasi


berdasarkan kenyataan sifat-sifat tertentu pada wilayah tersebut yang
bisa bersifat alamiah maupun non alamiah yang sedemikian rupa
sehingga perlu direncanakan dalam kesatuan wilayah
perencanaan.Menurut Direktorat Pengembangan Kawasan Strategis,
Ditjen Penataan Ruang, Departemen Permukiman dan Prasarana
Wilayah (2002) prinsip-prinsip dasar dalam pengembangan wilayah
adalah:
1. Sebagai growth center, Pengembangan wilayah tidak hanya
bersifat internal wilayah, namun harus diperhatikan sebaran atau
pengaruh (spred effect) pertumbuhan yang dapat ditimbulkan bagi
wilayah sekitarnya, bahkan secara nasional.
2. Pengembangan wilayah memerlukan upaya kerjasama
pengembangan antar daerah dan menjadi persyaratan utama bagi
keberhasilan pengembangan wilayah.
3. Pola pengembangan wilayah bersifat integral yang merupakan
integrasi dari daerah-daerah yang tercakup dalam wilayah melalui
pendekatan kesetaraan.
4. Dalam pengembangan wilayah, mekanisme pasar harus juga
menjadi prasyarat bagi perencanaan pengembangan kawasan.

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 8


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Dalam pemetaan strategic development region, satu wilayah
pengembangan diharapkan mempunyai unsur-unsur strategis antara
lain berupa sumber daya alam, sumber daya manusia dan infrastruktur
yang saling berkaitan dan melengkapi sehingga dapat dikembangkan
secara optimal dengan memperhatikan sifat sinergisme di antaranya
(Direktorat Pengembangan Wilayah dan Transmigrasi, 2003).
Sejarah perkembangan konsep pengembangan wilayah di Indonesia,
terdapat beberapa landasan teori yang turut mewarnai
keberadaannya.Pertama adalah Walter Isard sebagai pelopor Ilmu
Wilayah yang mengkaji terjadinya hubungan sebab-akibat dari faktor-
faktor utama pembentuk ruang wilayah, yakni faktor fisik, sosial-
ekonomi, dan budaya. Kedua adalah Hirschmann (era 1950-an) yang
memunculkan teori polarization effect dan trickling-down effect
dengan argumen bahwa perkembangan suatu wilayah tidak terjadi
secara bersamaan (unbalanced development).
Ketiga adalah Myrdal (era 1950-an) dengan teori yang menjelaskan
hubungan antara wilayah maju dan wilayah belakangnya dengan
menggunakan istilah backwash and spread effect.Keempat adalah
Friedmann (era 1960-an) yang lebih menekankan pada pembentukan
hirarki guna mempermudah pengembangan sistem pembangunan
yang kemudian dikenal dengan teori pusat pertumbuhan. Terakhir
adalah Douglass (era 70-an) yang memperkenalkan lahirnya model
keterkaitan desa – kota (rural – urban linkages) dalam pengembangan
wilayah.
Sutami (era 1970-an) menyampaikan gagasan bahwa pembangunan
infrastruktur yang intensif untuk mendukung pemanfaatan potensi
sumberdaya alam akan mampu mempercepat pengembangan
wilayah. Poernomosidhi (era transisi) memberikan kontribusi
lahirnya konsep hirarki kota-kota dan hirarki prasarana jalan melalui
Orde Kota.
Ruslan Diwiryo (era 1980-an) memperkenalkan konsep Pola dan
Struktur Ruang yang bahkan menjadi inspirasi utama bagi lahirnya
UU No.24/1992 tentang Penataan Ruang.Pada periode 1980-an ini
pula, lahir Strategi Nasional Pembangunan Perkotaan (SNPP)
sebagai upaya untuk mewujudkan sitem kota-kota nasional yang
efisien dalam konteks pengembangan wilayah nasional. Dalam
perjalanannya SNPP ini pula menjadi cikal-bakal lahirnya konsep
Program Pembangunan Prasarana Kota Terpadu (P3KT) sebagai
upaya sistematis dan menyeluruh untuk mewujudkan fungsi dan peran
kota yang diarahkan dalam SNPP.

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 9


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Pada era 90-an, konsep pengembangan wilayah mulai diarahkan
untuk mengatasi kesenjangan wilayah, misal antara KTI dan KBI,
antar kawasan dalam wilayah pulau, maupun antara kawasan
perkotaan dan perdesaan.Perkembangan terakhir pada awal abad
millennium, bahkan, mengarahkan konsep pengembangan wilayah
sebagai alat untuk mewujudkan integrasi Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
1. Berdasarkan diatas, secara konseptual pengertian pengembangan
wilayah dapat dirumuskan sebagai rangkaian upaya untuk
mewujudkan keterpaduan dalam penggunaan berbagai sumber
daya, merekatkan dan menyeimbangkan pembangunan nasional
dan kesatuan wilayah nasional, meningkatkan keserasian antar
kawasan, keterpaduan antar sektor pembangunan melalui proses
penataan ruang dalam rangka pencapaian tujuan pembangunan
yang berkelanjutan.
2. Berpijak pada pengertian diatas maka pembangunan tidak hanya
diselenggarakan untuk memenuhi tujuan-tujuan sektoral yang
bersifat parsial, namun lebih dari itu, pembangunan
diselenggarakan untuk memenuhi tujuan-tujuan pengembangan
wilayah yang bersifat komprehensif dan holistik dengan
mempertimbangkan keserasian antara berbagai sumber daya
sebagai unsur utama pembentuk ruang (sumber daya alam, buatan,
manusia dan sistem aktivitas), yang didukung oleh sistem hukum
dan sistem kelembagaan yang melingkupinya.
Secara substantif, Penyusunan penyusunan model keserasian
pengembangan wilayah perbatasan antar provinsi dan kabupaten/kota
tidak dapat dilepaskan dari pendekatan proses perencanaan
pembangunan. Pendekatan yang digunakan umumnya berupa Mixed
Scanning Planning Approach, dimana kajian sistem yang lebih makro
tetap menjadi bagian dari kajian sistem yang Lebih mikro, walaupun
tidak secara menyeluruh. Pertimbangannya adalah bahwa dengan
melakukan pendekatan ini maka kajian yang dilakukan akan
mempertimbangkan keseluruhan sistem yang mempengaruhi, baik
sistem eksternal maupun internal. Pendekatan teknis perencanaan di
wilayah perbatasan Provinsi dan kabupaten/kota secara teoritis dapat
dibedakan menjadi 3 (tiga) macam, sejalan dengan perkembangan
pemahaman akan perencanaan, yaitu:
1. Pendekatan rasional menyeluruh atau rational comprehensive
approach, yangsecara konseptual dan analitis mencakup
pertimbangan perencanaan yang luas. Dalam pertimbangan Iuas
tersebut tercakup berbagai unsur atau subsistem yang
membentuk sistem secara menyeluruh. Salah satu ciri yang
membedakannya dengan pendekatan lain, menurut Meyerson

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 10


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Banfield, adalah peramalannya diarahkan pada tujuan jangka
panjang dilandasi oleh kebijakan umum yang merumuskan
tujuan yang ingin dicapai sebagai suatu kesatuan yang utuh.
2. Pendekatan Perencanaan Terpilah atau Disjointed Incremental
Planning Approach. Pendekatan ini muncul sebagai tanggapan
dari ketidakefektifan perencanaan dengan pendekatan rasional
menyeluruh. Dikemukakan oleh Charles E. Lindblom, dkk.
3. Tidak perlu ditunjang oleh penelaahan serta evaluasi alternatif
rencana secara menyeluruh.
4. Hanya mempertimbangkan bagian-bagian dari kebijakan umum
yang berkaitan langsung dengan unsur atau subsistem yang
diprirotiaskan.
5. Pelaksanaan menjadi lebih mudah dan realistik.
6. Berbeda dengan pendekatan menyeluruh, pendekatan ini
dianggap hanya merupakan usaha penyelesaian jangka pendek
yang kurang mengkaitkan dengan sasaran dan tujuan jangka
panjang serta dianggap sebagai penyelesaian permasalahan
secara "tambal sulam" yang bersifat sementara sehingga harus
dilakukan secara terus menerus (tidak efisien).
7. Pendekatan Terpilah Berdasarkan Pertimbangan Mixed Scanning
Planning Approach atau Third Approach (Amitai Etzioni), yang
merupakan kombinasi antara pendekatan rasional menyeluruh
dengan pendekatan terpilah, yaitu menyederhanakan pendekatan
menyeluruh dalam lingkup wawasan secara sekilas dan
memperdalam tinjauan atas unsur yang strategis terhadap
permasalahan menyeluruh.
8. Pendekatan ini dinilai sebagai penghematan waktu dan dalam
lingkup penelaahan, analisa, serta proses teknis penyusunan
rencana karena terdapat penyederhanaan dalam penelaahan dan
analisa makro.
Dengan pendekatan Mixed Scanning Planning Approach, maka
secara lebih substantif, pendekatan dalam pekerjaan ini dapat dibagi
atas:
a) Pendekatan eksternal, Penyusunan model keserasian
pengembangan wilayah Provinsi dan Kabupaten/kota
mempertimbangkan faktor-faktor determinan yang dianggap
mempengaruhi dalam penentuan arah pengembangan, seperti
kebijakan-kebijakan yang mengikat atau harus diacu, kondisi
dinamika global, dan lain-lain. Dari pendekatan ini nantinya akan
teridentifikasi gambaran tentang peluang yang tercipta dan
tantangan yang harus dijawab dalam penataan kelembagaan
suatu wilayah atau kawasan.

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 11


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
b) Pendekatan internal, yang berarti bahwa dalam Penyusunan
model keserasian pengembangan wilayah antar Provinsi dan
Kabupaten/kota dipertimbangkan faktor-faktor lingkungan
strategis yang berpengaruh, seperti kondisi fisik dan lingkungan,
kependudukan, perekonomian, kelembagaan, dan lain-lain.
Pendekatan ini terkait dengan potensi yang dimiliki dan
permasalahan yang akan dihadapi dalam pengembangan
kerjasama antar daerah dalam konteks wilayah antar provinsi
dan kabupaten/kota.
Sumitro Djojohadikusumo (1987) menyatakan bahwa pertumbuhan
ekonomi bertumpu pada proses peningkatan produksi barang dan jasa
dalam kegiatan ekonomi masyarakat.Sedangkan pembangunan
ekonomi mengandung pengertian yang lebih luas dan mencakup
perubahan pada tata susunan ekonomi masyarakat secara
menyeluruh.Pembangunan merupakan proses transformasi yang
dalam perjalanan waktu ditandai dengan perubahan strktural yakni
perubahan pada landasan kegiatan ekonomi maupun pada kerangka
susunan ekonomi masyarakat yang bersangkutan.

Gambar 2.3: Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi

Pada umumnya pembangunan selalu disertai dengan pertumbuhan,


tetapi pertumbuhan belum tentu disertai dengan pembangunan. Pada
tingkat permulaan, pembangunan ekonomi diikuti pula dengan

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 12


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
pertumbuhan dan sebaliknya (Irwan dan M.Suparmoko,1988). Selama
tiga dasawarsa perhatian utama pembangunan pada cara mempercepat
tingkat pertumbuhan pendapatan nasional, baik negara maju/kaya
mau pun negara terbelakang/miskin, baik yang menganut sistem
kapitalis, sosialis maupun campuran selalu mengutamakan
pertumbuhan ekonomi. Seperti diketahui bahwa suatu keberhasilan
program pembangunan di negara berkembang sering dimulai
berdasarkan tinggi rendahnya tingkat pertumbuhan output dan
pendapatan nasional.Baik buruknya kualitas kebijakan pemerintah
dan tinggi rendahnya mutu aparat di bidang ekonomi secara
keseluruhan biasanya diukur berdasarkan kecepatan pertumbuhan
output yang dihasilkan. Namun demikian penyebaran pertumbuhan
pendapatan tersebut masih sangat terbatas jangkauannya, kekuatan
antara negara maju dan negara berkembang tidak seimbang sehingga
cenderung memperlebar jurang kesenjangan antara kelompok negara
kaya dan Negara miskin.
Di negara berkembang perhatian utama terfokus pada dilema antara
pertumbuhan dan pemerataan.Pembangunan eknomi mensyaratkan
GNP yang lebih tinggi dan juga pertumbuhan yang lebih tinggi
merupakan suatu pilihan yang harus diambil.Namun yang menjadi
masalah adalah bukan hanya soal bagiamana caranya memacu
pertumbuhan, tetapi juga siap melaksanakan dan berhak menikmati
hasilnya. Dengan demikian pembangunan ekonomi tidak semata-
mata diukur berdasarkan peningkatan GNP secara keseluruhan, tetapi
harus memperhatikan distribusi pendapatan telah menyebar ke
segenap penduduk/lapisan masyarakat,serta siapa yang telah
menikmati hasil-hasilnya.

1. Teori Terkait Pengembangan Ekonomi Wilayah


a. Teori Lokasi
Teori Lokasi adalah suatu ilmu yang mengkhususkan
analisanya pada penggunaan konsep space dalam analisa
sosial-ekonomi.Teori lokasi sering dikatakan sebagai
pondasi dan bagian yang tidak terpisahkan dalam analisa
ekonomi regional. Peranan teori lokasi dalam ilmu ekonomi
regional samahalnya dengan teori mikro dan makro pada
analisa tradisional. Dengan demikian analisa ekonomi
regional tidak dapat dilakukan tanpa peralatan teori lokasi.
Secara garis besar teori lokasi dapat dikategorikan atas 3
kelompok utama.Pertama, Least Cost Theory yang
menekankan analisa pada aspek produksi dan mengabaikan
unsur-unsur pasar dan permintaan. Pelopor ini ini adalah

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 13


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Alfred Weber (1909) yang beranggapan bahwa ada tiga
faktor utama yang menentukan pemilihan lokasi perusahaan
industri yaitu, ongkos transpor, perbedaan upah buruh dan
kekuatan aglomerasi. Analisa least cost ini didasarkan pada
beberapa asumsi pokok antara lain: (a). Lokasi pasar dan
sumber bahan baku telah tertentu, (b). Sebahagian bahan
baku adalah localized materials, (c). Tidak terjadi perubahan
teknologi (fixed technical coefficients), dan (d). Ongkos
transport tetap setiap kesatuan produksi dan jarak. Weber
menyederhanakan persoalan pemilihan lokasi industri dalam
bentuk Varignon problem yang kemudian dikenal dengan
nama Weberian Locational Triangle Weber menyimpulkan
bahwa lokasi optimum dari suatu perusahaanindustri
umumnya terletak dimana permintaan terkonsentrasi (pasar)
atau sumber bahan baku. Alasan yang diberikan adalah bila
suatu perusahaan industri memilih lokasi pada salah satu
dari kedua tempat tersebut, maka ongkos angkut untuk
bahan baku dan hasil produksi akan dapat diminimumkan
dan keuntungan aglomerasi yang ditimbulkan dari adanya
konsentrasi perusahaan pada suatu lokasi akan dapat pula
dimanfaatkan semaksimal mungkin.
Dalam proses produksi berat barang berkurang (weight
loosing process), lokasi optimum akan berada pada sumber
bahan baku. Sebaliknya bila dalam proses produksi bila
dalam proses produksi berat barang bertambah (weight
gainning process), lokasi optimum akan berada pada pasar.
Hanya bila industri menggunakan proses footloose,
perusahaan akandapat bebas kedua alternatif lokasi tersebut.
Moses (1956) mencoba menggabungkan dengan teori
produksi ala Neo Classic.Ia menyimpulkan return to scale
akan mempengaruhi pemilihan lokasi. Ini merupakan awal
mempertimbangkan faktor teknologi pada teori lokasi
melalui perubahan padakoeffisien produksi.Kelompok teori
lokasi yang kedua dinamakan Market Area theory yang
dipelopori oleh August Losch (1954), menurut kelompok ini
faktor permintaanlebih penting artinya dalam persoalan
pemilihan lokasi. Bila permintaan terhadap suatu barang
adalah elastis terhadap harga, diperkirakan akantimbul
berbagai pengaruh terhadap pemilihan lokasi perusahaan. Di
samping itu adanya unsur persaingan antar tempat (spatial
competition) diantara sesama produsen menetukan pula
tingkah laku perusahaan dalam memilih lokasi.

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 14


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Teori Market Area disusun atas dasar beberapa asumsi
utama yaitu:
(a). Konsumen tersebar secara merata keseluruh tempat, (b).
Bentuk persamaan permintaan dianggap sama, dan (c).
Ongkos angkut untuk setiap kesatuan produksi dan jarak
adalah sama. Berdasarkan ketiga asumsi ini, teori ini
berkesimpulan bahwapemilihan lokasi perusahaan akan
lebih banyak ditentukan oleh besarnya ongkos angkut untuk
hasil produksi dan tingkat persaingan sesama produsen di
pasar.
Penelitian empiris pertama tentang teori area pasar
dilakukan oleh Reilly (1929), hasil penelitian ini ternyata
sangat memuaskan sehingga penemuan yang didapat
kemudian dikenal dengan hukum Reilly yang berbunyi:
lokasi perusahaan industri cenderung terkonsentrasi pada
beberapa pusat sedangkan jumlah industri yang masuk ke
konsentrasi tersebut sebanding dengan luas daerah pasar
(diukur dengan jumlah penduduk) dan berhubungan terbalik
dengan jarak antara pusat dengan daerah pinggiran daerah
pasar.
Kelompok teori lokasi ketiga, lazim dinamakan sebagai Bid
Rent Theory yang dipelopori oleh Von Thunen, menurut
kelompok ini pemilihan lokasi perusahaan industri lebih
banyak ditentukan oleh kemampuan perusahaan yang
bersangkutan untuk membayar sewa tanah. Tentunya teori
ini lebih banyak berlaku untuk pemilihan lokasi pada daerah
perkotaan dimana harga dan sewa tanah sangat tinggi
sehingga merupakan bagian ongkos produksi yang cukup
menentukan.
Teori Bid Rent disusun atas beberapa asumsi tertentu yaitu:
(a). terdapat seluas tanah yang dapat dimanfaatkan dan
mempunyai tingkat keseburuan yang sama, (b). Ditengah
tanah tersebut terdapat sebuah pusat produksi dan konsumsi
yang menggunakan hasil pertanian yang diproduksi didaerah
sekitarnya, (c). Ongkos angkut sama untuk setiap kesatuan
jarak produksi, (d). Harga barang produksi juga sama untuk
setiap jenis produksi. (e). Tidak terjadi perubahan teknologi
(fixed technical coefficient).
Berdasarkan asumsi tersebut, teori bid rent berkesimpulan
bahwa lokasi perusahaan industri akan sangat ditentukan
oleh titik kesamaan antara kemampuan perusahaan untuk

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 15


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
membayar sewa tanah (bid-rent) dan besarnya sewa tanah
yang diinginkan oleh si pemilik tanah (land-rent). Variabel
penentu dalam proses penentuan lokasi industri:
1) Limpahan sumber daya (resources endowment). Adalah
tersedianya sumber daya yang digunakan sebagai faktor
produksi, baik secara kuantitatif maupun secara
kwalitatif di suatu wilayah.
2) Permintaan Pasar. Luas pasar ditentukan, oleh: a).
jumlah penduduk, b). pendapatan perkapita, c).
distribusi pendapatan. Dimana, pasar mempengaruhi
lokasi melalui 3 unsur: ciri-ciri pasar, biaya distribusi
dan harga yang terdapat di pasar yang bersangkutan.
3) Aglomerasi
4) Kebijaksanaan Pemerintah dan Wiraswasta
Kebijaksanaan pemerintah: dorongan, hambatan, larangan
(kebijaksanaan fiskal). Kebijaksanaan Wiraswasta: Pusat
perusahaan, lokasi cabang
1) Fungsi unit produksi
2) Fungsi unit distribusi
3) Fungsi unit Pemasaran

b. Teori Pertumbuhan Ekonomi Regional


Pertumbuhan ekonomi regional lebih dipusatkan pada
pengaruh perbedaan karakteristik space terhadap
pertumbuhan ekonomi. Faktor yang menjadi perhatian
utama dalam teori pertumbuhan ekonomi regional antara
lain:
1) Keuntungan Lokasi
2) Aglomerasi
3) Migrasi
4) Arus lalu lintas modal antar wilayah.
Teori Pertumbuhan Ekonomi Nasional faktor – faktornya:
1) Modal
2) Lapangan Kerja
3) Kemajuan Teknologi
Teori Pertumbuhan Ekonomi Regional dibagi atas 4
kelompok:
1) Export Base – Models
Dipelopori oleh Douglas C. North. Kelompok ini
berpendapat bahwa pertumbuhan ekonomi suatu region
akan lebih banyak ditentukan oleh jenis keuntungan
lokasi ( comperative advantage )dan dapat digunakan

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 16


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
oleh daerah tersebut sebagai kekuatan ekspor.
Keuntungan lokasi umumnya berbeda setiap region,hal
initergantung pada keadaan geografi daerah setempat.
Export Base Models berorientasi pada prinsip
Comperative advantage dan Comperative Competitive.
2) Neo Klassik Models
Penekanan analisanya pada peralatan fungsi
produksi.Unsur-unsur yang menentukan pertumbuhan
ekonomi regional adalah modal, tenaga kerja dan
teknologi. Selain itu dibahas secara mendalam
perpindahan penduduk (migrasi) dan lalu lintas modal
terhadap pertumbuhan ekonomi regional. Model Neo
Klasik mengatakan bahwa terdapat hubungan antara
tingkat pertumbuhan suatu negara dengan perbedaan
kemakmuran daerah (regional disparity) pada negara
yang bersangkutan. Pada saat proses pembangunan
baru dimulai (Negara Sedang Berkembang/NSB)
tingkat perbedaan kemakmuran antar wilayah
cenderung menjadi tinggi (Divergence) sedangkan bila
proses proses pembangunan telah berjalan dalam waktu
lama (Negara maju) maka perbedaan tingkat
kemakmuran antar wilayah cenderung menurun
(Convergence ).Teori Simon Kuznet Alasan (pada
NSB)
a) Lalu lintas orang dan modal masih belum lancar
b) Belum lancarnya fasilitas perhubungan dan
komunikasi
c) Masih kuatnya tradisi yang menghalangi mobilitas
penduduk yang mengakibatkan belum lancarnya
arus perpindahan orang dan modal antar wilayah
3) Cumulative Causation Models
Menurut Dixon dan Thirwall (1974) Setiap negara akan
mengalami “Verdoorn Effect“. Tidak terjadi
Convergence dalam perbedaan tingkat kemakmuran
antar wilayah walaupun negara tersebut tergolong
maju. Daerah maju tetap berkembang secara pesat
karena adanya hubungan positif antara kemajuan
teknologi dengan tingkat keuntungan perusahaan
(usaha). Sedangkan daerah yang kurang berkembang
akan tetap berkembang secara lambat karena tingkat
keuntungan yang diperoleh usahawan pada daerah ini
rendah. Peningkatan pemerataan pembangunan tidak
dapat hanya diserahkan pada mekanisme pasar. Tapi
dapat dilakukan melalui campur tangan aktif dari

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 17


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
pemerintah dalam bentuk program-program
pembangunan wilayah.
4) Core Periphery Models
John Friedmanmenekankan analisanya pada hubungan
yang erat dan saling mempengaruhi antara
pembangunan kota (core) dan desa (periphery).
Menurut teori ini gerak langkah pembangunan daerah
perkotaan akan lebih banyak ditentukan oleh keadaan
desa –desa sekitarnya. Sebaliknya corak pembangunan
daerah pedesaan sangat ditentukan oleh arah
pembangunan daerah perkotaan, aspek interaksi
antardaerah (spatial interaction). Menurut John
Friedman, Hubungan Core Periphery dapat terjadi
disebabkan karena:
a) Perluasan pasar
b) Penemuan sumber-sumber baru
c) Perbaikan prasarana perhubungan
d) Penyebaran teknologi antar daerah

c. Analisis Perencanaan Regional Ekonomi Basis dan


Analisis Location Quotient
Aktifitas dalam perekonomian regional digolongkan dalaam
dua sektor yakni: aktivitas Basis dan Non Basis. Kegitatan
Basis merupakan kegiatan yang melakukan aktifitas yang
berorientasi ekspor (barang dan jasa) keluar batas wilayah
perekonomian yang bersangkutan. Aktifitas Basis memiliki
peranan penggerak utama (primer mover) dalam
pertumbuhan suatu wilayah. Semakin besar ekspor suatu
wilayah semakin maju pertumbuhan wilayah. Setiap
perubahan yang terjadi pada sektor basis menimbulkan efek
ganda (multiplier effect) dalam perekonomian regional.
Kegiatan non Basis adalah kegiatan yang menyediakan
barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakat yang berada di
dalam batas wilayah perekonomian yang bersangkutan.
Luas lingkup produksi dan pemasaran adalah bersifat lokal.
Inti dari Model Ekonomi Basis (Economic Base Model),
adalah bahwa arah dan pertumbuhan suatu wilayah
ditentukan oleh eksporwilayah tersebut.
Untuk menganalisis basis ekonomi suatu wilayah teknik
yang digunakan adalah Kuosien lokasi (Location Quotient =
LQ). LQ digunakan untuk mengetahui seberapa besar
tingkat spesialisasi sektor basis atau unggulan (leading
sector). Indikator yang digunakan: Kesempatan Kerja

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 18


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
(Tenaga Kerja) dan Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) suatu wilayah.
Location Quotient yaitu usaha untuk mengukur konsentrasi
dari suatu kegiatan (industri) dalam suatu daerah dengan
cara membandingkakan peranannya dalam perekonomian
daerah itu dengan peranan kegiatan atau industry sejenis
dalam perekonomian regional atau nasional.
LQ merupakan rasio antara jumlah tenaga kerja pada sektor
tertentu (Industri) atau PDRB terhadap total tenaga kerja
sektor tertentu atau total nilai PDRB disuatu daerah
(kabupaten) dibandingkan dengan rasio tenaga kerja atau
PDRB dan sektor yang sama di Propinsi.

Formula Matematis

Dimana:
Vi(s) = Jumlah PDRB suatu sektor Kabupaten/Kota
V(s) = Jumlah PDRB total Kabupaten/Kota
Vi r = Jumlah PDRB suatu sektor tingkat Propinsi
Vr = Jumlah PDRB total tingkat Propinsi

Penggandaan (multiplier effect ) jangka pendek


=

1
=
1−

1
! = " #$%#
1−
" &

Y = M x YB
Dimana:
Y = Pendapatan total
YB = Pendapatan basis
Yn = pendapatan non basis
M = penggandaan basis

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 19


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
YI = pendapatan local yang diinvestasikan dalam
barang capital
MI = Pengeluaran local untuk import barang-barang
investasi

RCA (Revealed Comperative Advantage)menunjukkan


perbandingan pangsa ekspor suatu komoditi disuatu daerah
terhadap ekspor komoditi ditingkat nasional.

*
+*

'() =
* ,-
*,

Dimana,
Ei(s) = ekspor komoditi sektor I di propinsi
E (s ) = Total ekspor propinsi
Ei r = ekspor komoditi sektor I di Indonesia (nasional)
Er = Total ekspor Indonesia (nasional)

d. Analisis Perencanaan Regional (Analysis Shift – Share)


Analysis Shift-Share merupakan teknik yang sangat berguna
dalam menganalisis perubahan struktur ekonomi daerah
dibandingkan dengan struktur perekonomian nasional.
Teknik ini menggambarkan performance (kinerja) sektor–
sektor disuatu wilayah dibandingkan kinerja perekonomian
nasional.Analisis ini merupakan suatu teknik membagi atau
menguraikan pertumbuhan ekonomi suatu daerah sebagai
perubahan atau peningkatan nilai suatu variable/indicator
pertumbuhan perekonomian suatu wilayah dalam kurun
waktu tertentu.
Tujuan analisis adalah untuk menentukan kinerja atau
produktifitas kerja perekonomian daerah dengan
membandingkannya dengan daerah yang lebih besar (tingkat
regional atau nasional). Tiga komponen utama dalam
Analysis Shift-Share:
1) Pangsa Pertumbuhan Nasional (National Growth Share)
yaitu pertumbuhan (perubahan) variable ekonomi
disuatu wilayah yang disebabkan oleh pertumbuhan
ekonomi nasional.
2) Pangsa pertumbuhan proposional yaitu
menggambarkan perubahan dalam suatu sektor lokal

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 20


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
yang diakibatkan pertumbuhan atau kemunduran sektor
yang sama ditingkat nasional.
3) Pangsa Lokal (pergeseran regional) yaitu pangsa dari
pertumbuhan yang menggambarkan tingkat keunikan
(kekhasan) tertentu yang dimiliki oleh suatu wilayah
(Lokal) yang 21ect menyebabkan variable ekonomi
wilayah dari suatu kelompok 21ector21y/21ector.
Wilayah yang dibahas dalam Shift Share Analysis:
1) Differential Shift (wilayah studi) adalah Melihat
perubahan pertumbuhan dari suatu
kegiatan/sektor/industri i di wilayah studi terhadap
kegiatan/sektor/industri I tersebut diwilayah referensi
2) Proportionality shift (wilayah referensi) Melihat
perubahan pertumbuhan suatu suatu
sektor/industri/kegiatan I diwilayah refrensi terhadap
keseluruhan (total) kegiatan /sektor/industri yang ada
diwilayah referensi
Analisis Model Rasio Pertumbuhan (MRP) Merupakan alat
untuk melihat deskripsi kegiatan ekonomi yang potensial
dengan formula:
1) Rasio Pertumbuhan Wilayah Studi ( RPs )
2) Rasio Pertumbuhan Wilayah Referensi ( RPr )

1). Rasio pertumbuhan wilayah studi (RPs)

∆* !
-* !
' =
∆* ,-
*,

∆Eij = perubahan PDRB sektor I di wilayah studi


∆E ij(t) = PDRB sektor I pada awal periode penelitian
wilayah studi
∆E ir = perubahan PDRB sektor I diwilayah refrensi
Eir (t) = PDRB awal periode penelitian wilayah refrensi

RPs adalah perbandingan antara laju pertumbuhan


pendapatan / Tenaga kerja kegiatan i wilayah studi dengan
laju pertumbuhan pendapatan / Tenaga kerja kegiatan i
diwilayah refrensi.

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 21


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
2). Rasio Pertumbuhan Wilayah Referensi (RPr)

∆* ,-
*,
' ,=
∆*,-
*,

∆Eir = Perubahan PDRB kegiatan i diwilayah refrensi


Eir (t) = PDRB disektor i pada awal periode penelitian
∆E r = Perubahan PDRB di wilayah refrensi
E r (t) = PDRB pada awal penelitian wilayah refrensi
RPr adalah perbandingan antara laju petumbuhan
pendapatan / tenaga kerja kegiatan i diwilayah refrensi
dengan laju pertumbuhan total kegiatan (PDRB)/ total
tenaga kerja wilayah refrensi.
Keterangan
Jika nilai RPr >1 Positip ( + )
Nilai RPr <1 negatif ( - )
RPr positif artinya menunjukkan bahwa pertumbuhan suatu
sektor tertentu dalam wilayah refrensi lebih tinggi dari
pertumbuhan PDRB total wilayah refrensi
RPr Negatif artinya menunjukkan bahwa pertumbuhan suatu
sektor tertentu dalam wilayah refrensi lebih kecil dari
pertumbuhan PDRB total wilayah refrensi.
Jika nilai RPs >1 positip ( + )
RPs < 1 negatif ( - )
RPs positif artinya menunjukkan bahwa pertumbuhan sektor
pada tingkat wilayah studi lebih tinggi dibandingkan dengan
pertumbuhan sektor pada wilayah refrensi.
RPs Negatif artinya pertumbuhan suatu sektor pada tingkat
wilayah studi lebih rendah dibandingkan dengan
pertumbuhan sektor tersebut pada wilayah refrensi.
Dari kombinasi kedua perbandingan tersebut dapat
diperoleh deskripsi kegiatan ekonomi yang potensial pada
wilayah studi
1) Nilai RPr positip (+) dan nilai RPs (+) berarti
pertumbuhan sektor tersebut menonjol pada wilayah
referensi maupun wilayah studi disebut Dominan
Pertumbuhan.
2) Nilai RPr positp (+) dan nilai RPs negatif (-) artinya
sektor tersebut mempunyai pertumbuhan menonjol

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 22


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
pada wilayah refrensi tetapi belum menonjol pada
wilayah studi.
3) Nilai RPr negati (-) dan nilai RPs positip (+) artinya
pertumbuhan sektor tsb tidak menonjol diwilyah
refrensi tetapipada wilayah studi pertumbuhan sektor
tsb menonjol.
4) Nilai RPr negatif (-) dan nilai RPs negatif (-) berarti
pertumbuhan sektor tsb adalah rendah baik diwilayah
refrensimaupun wilayah studi.
Analisis Overlay digunakan untuk melihat deskripsi
kegiatan ekonomi yang potensial berdasarkan kriteria
pertumbuhan dan kriteria keunggulan komperative.
Analysis Overlay ada 4 kemungkinan
1) RPs (+) dan LQ (+) menunjukkan suatu kegiatan yang
sangat dominanbaik dari pertumbuhan maupun
keunggulan komperative.
2) RPs (+) dan LQ (-) menunjukkan suatu kegiatan yang
pertumbuhannyadominan tetapi tidak mempunyai
keunggulan komperatif.
3) RPs (-) dan LQ (+) menunjukkan suatu kegiatan yang
pertumbuhannya kecil tetapi mempunyai keunggulan
komperatif.
4) RPs (-) dan LQ (-) menunjukkan bahwa suatu kegiatan
yang tidakpotensial baik dilihat dari pertumbuhan
maupun kriteria keunggulan komperatif.

B. Teori Pusat Pertumbuhan (Growth Pole Theory)


1. Latar Belakang Teori Pusat Pertumbuhan
Teori ini dipelopori oleh Francois Perroux Ahli ekonomi regional
bekebangsaan Perancis pada sekitar tahun 1955. Teori Perroux
berlandaskan pada Teori Inovasi ciptaan Shcumpeter, dimana
Shcumpeter memfokuskan pada peran “Inovasi”
(kewiraswastaan) di dalam meningkatkan pertumbuhan/
pembangunan ekonomi. Konsep Growth Pole menurut Perroux:
berdasarkan fakta dasar perkembangan keruangan (spasial),
pertumbuhan tidak terjadi di sembarang tempat dan juga tidak
terjadi secara serentak; pertumbuhan itu terjadi pada titik-titik
atau kutub-kutub perkembangan, dengan intensitas yang
berubah-ubah; dan pertumbuhan itu menyebar sepanjang saluran-
saluran yang beraneka ragam terhadap keseluruhan
perekonomian. Namun, selain Perroux, terdapat beberapa orang
lain yang berusaha untuk mendefinisikan apa itu Growth Pole,
antara lain:

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 23


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
a. Boudeville (1966) mengenalkan tentang konsep kutub
pertumbuhan regional, yakni sekelompok industri yang
mengalami ekspansi yang berlokasi di suatu daerah
perkotaan dan mendorong perkembangan kegiatan ekonomi
lebih lanjut keseluruh daerah pengaruhnya.
b. McCrone (1969), menyebutkan tentang suatu pusat
pertumbuhan yang terdiri dari suatu kompleks industri yang
saling berkaitan dan mendapat keunggulan ekonomi dari
keuntungan lokasi (locational proximity).
c. Nichols (1969), Growth Pole merupakan suatu pusat
kegiatan ekonomi diperkotaan yang mengalami
pertumbuhan secara self sustaining, dan sampai suatu titik
pertumbuhan itu didorong ke luar daerah pusat terutama ke
daerah-daerah yang kurang berkembang.
d. Parr (1973), Growth Pole adalah suatu pusat pengembangan
yang umumnya di representasikan dalam suatu pusat
perkotaan dengan dimana variable pertumbuhan yang diukur
berdasarkan pada ukuran populasi yang berupa pertumbuhan
penduduk (kesempatan kerja) pada tingkat yang lebih besar
dari rata-rata pertumbuhan regional.
e. Lasuen (1974) pusat pengembangan adalah sekelompok
industri yang besar yang mempunyai keterkaitan yang kuat
melalui hubungan input-output antara leading industry di
sekitarnya yang secara geografi membentuk kluster.
Leading industry mendorong pertumbuhan ke seluruh
kelompok, menginovasi, dan tumbuh pada tempat yang
lebih cepat daripada industri-industri eksternal ke pusat.
Gore, C (1974) berusaha untuk menyarikan beberapa inti
pengertian Teori Growth Pole, antara lain:
a. Suatu aglomerasi spasial dari industri yang saling berkaitan.
b. Suatu aglomerasi spasial dari industri yang saling berkaitan
yangmengandung suatu pertumbuhan “industri propulsive”
(industri yang bersifat mendorong).
c. Suatu aglomerasi spasial dari industri yang saling berkaitan,
yang berlokasi di suatu pusat kota, yang melalui
ekspansinya mendorong pertumbuhan pada daerah
hinterland.
d. Suatu pusat perkotaan yang tumbuh yang mendorong
pertumbuhan pada daerah hinterland.
e. Suatu pusat kota yang mengalami pertumbuhan.
Sebagai sebuah teori, Growth Pole digunakan karena memiliki
beberapa kelebihan antara lain:

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 24


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
a. Salah satu alat utama yang dapat melakukan penggabungan
antara prinsip-prinsip “Konsentrasi“ dengan
“Desentralisasi”
b. Teori yang menjadi dasar strategi kebijakasanaan
pembangunan wilayah melalui industri daerah.
c. Awalnya pembangunan atau pertumbuhan tidak terjadi di
seluruh wilayah. Akantetapi terjadi hanya terbatas pada
beberapa tempat tertentu dengan variabel-variabel yang
berbeda intensitasnya yang berfungsi untuk memicu/
menstimulus perkembangan wilayah secara keseluruhan.
d. Salah satu cara untuk menggalakan kegiatan pembangunan
suatu daerah tertentu melalui pemanfaatan “aglomeration
economies” sebagai faktor pendorong utama.

2. Pendekatan Yang Digunakan Dalam Teori Pusat


Pertumbuhan
Terdapat dua pendekatan di dalam Teori Growth Pole, antara
lain:
a. Secara Fungsional.
Suatu lokasi konsentrasi kelompok usaha atau cabang
industri yang sifat hubungannya, memiliki unsur-unsur
kedinamisan sehingga mampu menstimulasi kehidupan
ekonomi baik ke dalam maupun keluar (daerah
belakangnya).
b. Secara Geografis
Suatu lokasi yang banyak memiliki fasilitas dan kemudahan
sehingga menjadi pusat daya tarik (pole of attraction) yang
menyebabkan berbagai macam usaha tertarik untuk
berlokasi didaerah yang bersangkutan dan masyarakat
senang datang memanfaatkan fasilitas yang ada.
Menurut Ferroux, growth pole lebih menyangkut economic
region daripada geographic region, yang didasarkan pada konsep
sebagai berikut:
a. Leading Propulsive Industry,
Pada kutub pertumbuhan, perusahaan-perusahaan
pendorong yang besar yangtermasuk leading industries
mendominasi unit-unit ekonomi lainnya. Suatu leading
industry mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1) Kaitan-kaitan antar industri yang kuat dengan sektor-
sektor lainnya. Kaitan ini dapatberbentuk kaitan ke
depan (forward linkage) dan ke belakang (backward
linkage).

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 25


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
2) Permintaan terhadap produknya mempunyai elastisitas
pendapatan yang tinggi, yang produknya biasanya
dijual ke pasar-pasar nasional.
b. Efek Polarisasi atau Backwash Effect
Konsep dasar tentang efek polarisasi dan backwash effect
sangat eratkaitannya dengan teori pusat pengembangan ini.
Konsep ini menyatakan bahwa pertumbuhan dari leading
industries (propulsive growth) akan mendorong polarisasi
dari unit-unit ekonomi lainnya dari daerah hinterland ke
kutub pertumbuhan. Dampak polarisasi bagi pusat
pengembangan adalah adanya keuntungan aglomerasi,
namun dapat menimbulkan polarisasi geografik dengan
mengalirnya sumberdaya ke dan konsentrasi kegiatan
ekonomi pada pusat-pusat yang jumlahnya terbatas di suatu
daerah. Perroux sendiri dalam teorinya, secara singkat
menyebutkan bahwa inti dari Growth Pole adalah
1) Dalam proses pembangunan akan timbul industri
unggulan yang merupakan industri penggerak utama
dalam pembangunan suatu daerah. Keterkaitan antar
industri sangat erat, maka perkembangan industri
unggulan akan mempengaruhi perkembangan industri
lain yang berhubungan dengan industri unggulan.
2) Pemusatan industri pada suatu daerah akan
mempercepat pertumbuhan perekonomian karena akan
menciptakan pola konsumsi yang berbeda antar daerah.
3) Perekonomian merupakan gabungan dari sistem
industri yang relative aktif (unggulan) dengan industri
yang relatif pasif atau industri yang tergantung industri
unggulan.
Pusat pertumbuhan mempunyai empat ciri antara lain:
a. Adanya hubungan internal dari berbagai macam kegiatan
hubungan internal sangat menentukan dinamika sebuah
kota. Ada keterkaitan satu sektor dengan sektor lainnya
sehingga apabila ada satu sektor yang tumbuh akan
mendorong sektor lain karena saling terkait. Kehidupan kota
menjadi satu irama dengan berbagai komponen kehidupan
kota dan menciptakan sinergi untuk saling mendukung
terciptanya pertumbuhan.
b. Ada efek penggandaan (multiplier effect). Keberadaan
sektor-sektor yang saling terkait dan saling mendukung akan
menciptakan effek penggandaan. Permintaan akan
menciptakan produksi baik sektor tersebut maupun sektor
yang terkait yang akhirnya akan terjadi akumulasi modal.

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 26


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Unsur efek penggandaan sangat berperan dalam membuat
kota mampu memacu pertumbuhan daerah belakangnya.
c. Adanya konsentrasi geografis. Konsentrasi geografis dari
berbagai sektor/ fasilitas selain menciptakan efisiensi
diantara sektor-sektor yang saling membutuhkan juga
meningkatkan daya tarik dari kota tersebut.
d. Bersifat mendorong daerah belakangnnya. Hal ini antara
kota dan wilayah belakangnya terdapat hubungan yang
harmonis. Kota membutuhkan bahan baku dari wilayah
belakangnya dan menyediakan berbagai kebutuhan wilayah
belakang untuk dapat mengembangkan dirinya.

3. Industri Sebagai Komponen Utama Dalam Teori Pusat


Pertumbuhan
Di dalam Teori Growth Pole disebutkan adanya Industri
Unggulan (Utama) yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
a. Tingkat konsentrasi tinggi
b. Pengaruh multiplier (percepatan) dan pengaruh polarisasi
lokal sangat besar
c. Tingkat tekhnologi tinggi
d. Keahlian manajerial modern
e. Prasarana sudah sangat berkembang.
Growth Pole pula menyebutkan tentang konsep Industri Utama
dan Industri Pendorong, yang secara ringkas dapat dijelaskan
sebagai berikut:
a. Konsep polarisasi, pertumbuhan dari pada industri utama
dan industripendorong akan menimbulkan polarisasi unit-
unit ekonomi lain ke kutubpertumbuhan.
b. Terjadinya aglomerasi yang ditandai:
1) Scale economies. Keuntungan yang dapat timbul karena
pusat pengembangan memungkinkan perusahaan industri
bergabung dalam operasi skala besar, karena ada jaminan
sumber bahan baku dan pasar.
2) Localization Economies. Timbul akibat adanya saling
keterkaitan antar industri sehingga kebutuhan bahan baku
dan pasar dapat dipenuhi dengan mengeluarkan ongkos
angkut yang minimum
3) Urbanization economies. Timbul karena fasilitas
pelayanan sosial dan ekonomi yang dapat digunakan
secara bersamaan sehingga pembebanan ongkos untuk
masing-masing perusahaan dapat dilakukan serendah
mungkin. Sebagai sebuah kutub, tentu tidak semua
industri dapat dikembangkan di dalam pusat wilayah

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 27


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
pertumbuhan, industri yang diprioritaskan pada pusat
pertumbuhan dapat diidentifikasi melalui cara sebagai
berikut:
a) Pertama, melakukan inventarisasi tentang potensi
pengembangan yang adapada wilayah setudi. Baik
yang sudah dimanfaatkan maupun yang belum.
Informasi tentang potensi melalui data produksi
(kontribusi dan LQ masing-masing sektor terhadap
PDRB).
b) Kedua, melihat keterkaitan dari setiap kegiatan
produksi tersebut dengan kegiatan lainnya. Dengan
menggunakan tabel input output, melalui informasi
ini diketahui keterkaitan industri hulu dan hilir.
c) Ketiga, meneliti orientasi lokasi dari masing-masing
industri tersebut dengan menggunakan peralatan
analisa “Weber” (teori lokasi)
d) Keempat, menentukan pembangunan fasilitas
ekonomi yang dibutuhkan setiap pusat
pengembangan. Sehingga dapat tumbuh dan
berfungsi sebagai”motor penggerak” pembangunan
untuk masing-masing wilayah.

4. Hambatan-Hambatan Yang Sering Ditemui Dalam Penerapan


Teori Pusat Pertumbuhan
Urbanisasi besar-besaran dan berkembangnya penduduk
menimbulkan permasalahan lingkungan di daerah perkotaan itu
sendiri. Leading industri itu sendiri dapat merosot. Memang pada
tahap tertentu dengan berkembangnya penduduk dapat
menurunkan biaya rata-rata perusahaan. Namun setelah itu
kerugian-kerugian skala mulai melebihi manfaat-manfaat
aglomerasi. Beberapa kerugian tersebut ditimbulkan dengan makin
naiknya biaya pelayanan umum, makin naiknya harga-harga faktor
produksi seperti upah dan sewa tempat/bangunan. Biaya social
(external costs) juga makin meningkat, seperti konversi lahan
pertanian ke non-pertanian, kebisingan, polusi udara, menurunnya
debit dan kualitas air, kemacetan lalu lintas, dan semakin jauhnya
jarak perjalanan yang harus ditempuh. Lebih jauh lagi berakibat
pada terjadinya pengangguran dan kemiskinan di daerah
perkotaan. Hal ini telah menjadi masalah besar yang dapat
mendorong terjadinya kerusuhan-kerusuhan/konflik sosial.

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 28


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
5. Kesimpulan
Secara ringkas terdapat 3 sikap atau tanggapan terhadap teori pusat
pertumbuhan ini, antara lain:
a. Optimis adanya kemungkinan bahwa dengan mendorong
pertumbuhan di beberapa pusat dapat meningkatkan
pertumbuhan daerah sekitar (hinterland) melalui spread effect.
b. Pesimis, walaupun spread effect Atau trickling down effect
sebagai lawan dari backwasch effect atau polarisation effect
sudah banyak dibahas. Namun demikian, masih terdapat
keraguan yang cukup besar mengenai kekuatan relatif dari
spread effect dibandingkan dengan backwash effect .
Berdasarkan kenyataan menunjukkan tidak seimbangnya
perkembangan antara backwash effect dengan spread effect,
dimana perkembangan backwash effect jauh lebih cepat
daripada spread effect.
c. Melihat pusat-pusat pertumbuhan secara lebih luas, yaitu
sebagaisuatu aspek perencanaan pembangunan yang lebih
komprehensif

C. Tinjauan Teori Terkait Pengembangan Pelabuhan


Pelabuhan sebagai salah satu unsur dalam penyelenggaraan pelayaran,
merupakan tempat untuk menyelenggarakan pelayanan jasa
kepelabuhan, pelaksanaan kegiatan pemerintahan dan kegiatan
ekonomi lainnya, ditata secara terpadu guna mewujudkan penyediaan
jasa kepelabuhan sesuai dengan tingkat kebutuhan.
Pelabuhan sebagaimana dimaksud di atas ditata dalam satu kesatuan
tatanan kepelabuhan nasional guna mewujudkan penyelenggaraan
pelabuhan yang handal, dan berkemampuan tinggi, menjamin
efisiensi nasional dan mempunyai daya saing global dalam rangka
menunjang pembangunan nasional dan daerah.
Pelabuhan memiliki peran sebagai berikut:
1. Simpul dalam jaringan transportasi sesuai dengan hirarkinya
2. Pintu gerbang kegiatan perekonomian daerah, nasional, dan
internasional.
3. Tempat kegiatan alih moda transportasi
4. Penunjang kegiatan industri dan perdagangan
5. Tempat distribusi, konsolidasi, dan produksi.
Fungsi pelabuhan yaitu memberikan pelayanan untuk kegiatan
Pemerintahan, Jasa Kepelabuhan, Jasa Kawasan, dan kegiatan
penunjang kepelabuhan dengan memperhatikan:
1. Tata ruang wilayah
2. Sistem transportasi nasional

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 29


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
3. Pertumbuhan ekonomi
4. Pola/jalur pelayanan angkutan laut nasional dan internasional
5. Kelestarian lingkungan
6. Keselamatan pelayaran dan
7. Standar internasional, nasional, kriteria, dan norma

Gambar 2.4 : Kedudukan Rencana Induk Pelabuhan

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 30


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Secara normatif, perencanaan pengembangan pelabuhan dapat
digambarkan pada bagan alir sebagai berikut:

Gambar 2.5 : Perencanaan Pengembangan Pelabuhan Normatif

Pada konteks perencanaan pengembangan pelabuhan di koridor


ekonomi Kalimantan terkait MP3EI, perencanaan pengembangan
pelabuhan digambarkan pada bagan alir sebagai berikut:

Gambar 2.6 : Perencanaan Pengembangan Pelabuhan Konteks MP3EI

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 31


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
D. Tinjauan Kebijakan Terkait Pengembangan Kapasitas dan
Fasilitas Pelabuhan di Koridor Ekonomi Kalimantan
1. Tinjauan terhadap MP3EI
Indonesia adalah negara berkembang yang memiliki berbagai
potensi Indonesia sendiri terdapat beberapa dinamika yang perlu
ditanggapi serius dalam perwujudan percepatan pembangunan
ekonomi.Dalam hal ini perlu ada transformasi agar percepatan
pembangunan ekonomi tidak terhambat.Berikut merupakan
dinamika yang perlu ditanggapi di Indonesia.
a. Kompetisi regional dan global yang menguat
b. Belum optimalnya pengembangan potensi daerah dan sinergi
dengan pengembangan sektoral
c. Keterbatasan infrastruktur
Salah satu transformasi yang dapat dilakukan adalah dengan
menyediakan konektivitas strategis yaitu konektivitas yang
didefinisikan oleh konetivitas utama yang menghubungkan pusat-
pusat ekonomi dan konektivitas pendukung yang menghubungkan
sektor-sektor fokus ke infrastruktur pendukung.

Gambar 2.7 : Konektivitas Pusat Ekonomi

Terkait hal itu indonesia perlu meningkatan kapasitas baik dalam


hal sarana prasarana maupun kelembagaan. Masterplan Percepatan
dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-
2025 ini adalah salah satu produk pemerintah Indonesia dalam

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 32


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
rangka pengembangan dan percepatan pertumbuhan atau
pembangunan ekonomi di Indonesia yang didalamnya terdapat
salah satu program penguatan dan peningkatan kapasitas Indonesia
agar dapat mempercepat pembangunan ekonomi di Indonesia.
MP3EI merupakan arahan strategis dalam percepatan dan
perluasan pembangunan ekonomi Indonesia untuk periode 15
(lima belas) tahun terhitung sejak tahun 2011 sampai dengan tahun
2025 dalam rangka pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional 2005-2025 dan melengkapi dokumen
perencanaan.
Fungsi MP3EI:
a. acuan bagi menteri dan pimpinan lembaga pemerintah
nonkementerian untuk menetapkan kebijakan sektoral
dalam rangka pelaksanaan percepatan dan perluasan
pembangunan ekonomi Indonesia di bidang tugas masing-
masing, yang dituangkan dalam dokumen rencana strategis
masing-masing kementerian/lembaga pemerintah
nonkementerian sebagai bagian dari dokumen perencanaan
pembangunan; dan
b. acuan untuk penyusunan kebijakan percepatan dan
perluasan pembangunan ekonomi Indonesia pada tingkat
provinsi dan kabupaten/kota terkait.
c. MP3EI tidak diarahkan pada kegiatan eksploitasi dan ekspor
sumber daya alam namun lebih pada penciptaan nilai tambah.
d. MP3EI tidak menekankan pada pembangunan ekonomi yang
dikendalikan oleh pusat namun pada sinergi pembangunan
sektoral dan daerah untuk menjaga keuntungan kompetitif
nasional.
e. MP3EI tidak menekankan pembangunan transportasi darat
saja namun pada pembangunan transportasi yang seimbang
antara darat, laut, dan udara.
f. MP3EI tidak menekankan pada pembangunan infrastruktur
yang mengandalkan anggaran pemerintah semata namun juga
pembangunan infrastruktur yang menekankan kerjasama
pemerintah dengan swasta (KPS).
g. MP3EI tidak diarahkan untuk menciptakan konsentrasi
ekonomi pada daerah tertentu namun lebih pada
pembangunan ekonomi yang beragam dan inklusif. Ini
memungkinkan semua wilayah di Indonesia untuk
berkembang sesuai potensinya masing-masing.
Koridor Ekonomi Kalimantan Terdiri dari 4 hub: Pontianak,
Palangka Raya, Balikpapan dan SamarindaKoridor diestimasikan
dapat meningkatkan PRDB sebesar ~2.6x dari $59 milyar di 2008

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 33


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
ke $152 milyar di 2030 dengan estimasi laju pertumbuhan koridor
sebesar 3.6% dibandingkan estimasi baseline sebesar 5.8%. Fokus
sektor saat ini:
a. Migas Eksplorasi lebih banyak untuk memastikan
pertumbuhan produksi yang stabil.
b. Minyak Kelapa Sawit. Meningkatkan produksi panen, beralih
ke produk dengan nilai tambah tinggi dan produk hilir.
c. Batubara. Meningkatkan produksi dengan membangun
infrastruktur yang dapat mencapai tambang di pedalaman

Gambar 2.8 : Rencana Induk Koridor Indonesia

Industri Berkelanjutan di Masa Depan:


a. Perikanan. Memperluas industri akuakultur udang
b. Kayu. Membangun industri hutan yang berkelanjutan &
memperluas ke produksi bernilai tambah tinggi (kertas)
c. Karet. Meningkatkan industri karet
Infrastruktur Kunci yang Dibutuhkan:
a. Pelabuhan Sungai. Fasilitas Barge Loading Pelabuhan yang
menghubungkan Rel Kereta Api untuk membawa batubara
melalui sungai; Sungai Barito dan Mahakam;

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 34


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
b. Rel Kereta Api. Dibutuhkan untuk membuat pertambangan
batubara di pedalaman layak secara ekonomi;
c. Kal-Teng Jalan Tol. Konektivitas yang lebih baik antara
perkebunan kelapa sawit dan pertambangan dapat
meningkatkan produksi CPO; Kalimantan Tengah dan Barat.

Gambar 2.9 : Koridor Ekonomi Kalimantan

2. Tinjauan terhadap Rencana Induk Pelabuhan Nasional


(RIPN)
Berdasarkan Rencana Induk Pelabuhan Nasional Indonesia, ada 12
pelabuhan aktif di Pulau Kalimantan. Danyang ditetapkan sebagai
pelabuhan strategis koridor ekonomi Kalimantan ialah pelabuhan
Pontianak Teluk Air, Pelabuhan Kumai, Pelabuhan Banjarmasin
Pelaihari, Pelabuhan Balikpapan dan Pelabuhan Samarinda.

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 35


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Gambar 2.10 : Kedudukan RIPN dalam Kerangka Kerja MP3EI

Kebijakan pelabuhan nasional merupakan bagian dalam proses


integrasi multimoda dan lintas sektoral. Peran pelabuhan tidak
dapat dipisahkan dari sistem transportasi nasional dan strategi
pembangunan ekonomi oleh karena itu kebijakan tersebut lebih
menekankan pada perencanaan jangka panjang dalam kemitraan
antar lembaga pemerintah dan antar sektor publik dan swasta.
Munculnya rantai pasok global (supply chain management)
sebagai model bisnis yang diunggulkan, merupakan faktor kunci
dalam perubahan ekonomi global. Perkembangan teknologi
informasi komunikasi dan transportasi mempengaruhi strategi
bisnis yang terintegrasi antara produksi, pemasaran, transportasi,
distribusi dan klaster industri dalam koridor ekonomi di
Kalimantan.

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 36


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Gambar 2.11 : Pelabuhan Strategis dalam Koridor Ekonomi
Kalimantan berdasarkan Rencana Induk
Pelabuhan Nasional

3. Tinjauan terhadap Sistem Logistik Nasional (SISLOGNAS)


Peran dan fungsi infrastruktur transportasi adalah memperlancar
pergerakan arus barang secara efektif dan efisien serta dalam
rangka mewujudkan Indonesia sebagai negara maritim, yang
mempunyai kedaulatan dan ketahanan ekonomi nasional (national
economic security and souverignty), dan sebagai wahana
pemersatu bangsa dalam bingkai Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) Ketersediaan jaringan infrastruktur transportasi
yang memadai merupakan faktor penting untuk mewujudkan
konektivitas lokal (local connectivity), konektivitas nasional
(national connectivity), dan konektivitas global (global
connectivity).
Wilayah kepulauan Indonesia yang terbentang sepanjang 3.977
mil atau 6.363 Km, antara Samudra Hindia dan Samudra Pasifik,
merupakan tantangan besar bagi sektor logistik karena sulitnya
memberikan jasa layanan logistik ke semua wilayah diberbagai
pulau. Untuk itu, perlu diterapkan. Konsep Logistik Maritim

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 37


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Indonesia yang berlandaskan kepada cara pandang wilayah NKRI
sebagai sebuah negara yang terdiri dari ribuan pulau yang
disatukan oleh laut, dan bukan dipisahkan oleh laut. Oleh sebab
itu, pengembangan sistem logistik nasional akan berlandaskan
kepada konsep Wilayah Depan dan Wilayah Dalam yang berada
dalam bingkai wilayah kesatuan NKRI seperti dapat dilihat pada
Gambar 2.12.
Konsep Wilayah Depan dan Wilayah Dalam bukanlah konsep
baru, karena merupakan perwujudan dari Undang-Undang No. 6
Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia; Undang Undang No. 17
Tahun 1985 Tentang Pengesahan United Nations Convention
onThe Law of The Sea (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa
Tentang Hukum Laut); Undang-Undang No. 17 tahun 2008
tentang Pelayaran; Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 37 Tahun 2002 Tentang Hak dan Kewajiban Kapal dan
Pesawat Udara Asing. Dalam Melaksanakan Hak Lintas Alur Laut
Kepulauan Melalui Alur Laut Kepulauan Yang Ditetapkan; dan
Peraturan Pemerintah No.20 Tahun 2010 tentang Angkutan di
Perairan. Konsep ini akan semakin penting terutama sejak
deklarasi Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia pada 21 Maret 1980,
dimana batas wilayah perairan Indonesia adalah 12 mil laut dari
wilayah daratan terluar dan ditambah dengan Zona Ekonomi
Ekslusif (ZEE) sejauh 200 mil. Dengan berdasarkan ZEE ini maka
wilayah NKRI dapat dibedakan atas wilayah depan dan wilayah
dalam.

Gambar 2.12 : Wilayah Depan dan Wilayah Dalam NKRI

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 38


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Wilayah depan adalah wilayah yang langsung berbatasan dengan
negara lain atau wilayah yang berbatasan dengan perairan
internasional, sedangkan wilayah dalam adalah wilayah yang
berupa daratan dan lautan yang dikelilingi oleh wilayah depan.
Wilayah dalam menjadi kedaulatan penuh NKRI, walaupun
demikian di Wilayah Dalam, kapal berbendera asing masih
diperbolehkan untuk melintasi perairan Indonesia sepanjang
lintasan ALKIsampai sejauh 25 mil disebelah kiri dan kanan garis
ALKI dan memenuhi ketentuan Internasional (innocent passage),
namun tidak diperbolehkan untuk melakukan kegiatan ekonomi
dan perikanan.
Selain pertimbangan aspek geografis, pengembangan konektivitas
lokal dan konektivitas global perlu mempertimbangkan kedaulatan
dan ketahanan ekonomi nasional. Selama ini, persaingan antara
produk lokal dan impor pada proses distribusi di pasar domestik
berlangsun secara kurang adil, karena produk impor
dapatlangsung masuk ke Indonesia melalui “pintu masuk”
pelabuhan yang lokasinya berdekatan dengan wilayah konsumen
utama yang padat penduduknya. Seperti: Jakarta, Jawa Barat, Jawa
Tengah, Jawa Timur, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera
Selatan dan Sulawesi Selatan. Dengan demikian, biaya logistik
produk impor menjadi relatif lebih rendah dibandingkan dengan
produk domestik.
Konsep wilayah depan dan wilayah dalam merupakan lompatan
strategis di sektor logistik agar daya saing produk lokal di pasar
domestik dapat meningkat. Selain itu, konsep ini diharapkan juga
dapat menjadi dorongan transformasi pelabuhan Hub International
menjadi Logistics Port, yaitu: sebagai fasilitas untuk
memperlancar arus barang menggantikan pelabuhan sebagai
tempat bongkar muat. Secara mikro, konsep ini juga mempercepat
paling tidak 2 (dua) hal yaitu: (a) Pengembangan pelabuhan Short
Sea Shipping (SSS) di wilayah Jawa, Sumatera, Kalimantan,
Sulawesi, Nusa Tenggara, dan Papua sebagai alternatif
pengembangan infrastruktur jalan raya yang semakin sangat
mahal, dan sering terkendala masalah pembebasan lahan, dan (b)
Pengembangan Logistics Support di wilayah laut dalam untuk
menunjang aktivitas eksploitasi kekayaan laut Indonesia di
wilayah ZEE.
a. Jaringan Transportasi Lokal
Infrastruktur dan jaringan transportasi lokal merupakan
bagian dari konektivitas domestik yang diharapkan mampu
menghubungkan masyarakat pedesaan, perkotaan (kota,

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 39


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
kabupaten, dan propinsi), pusat-pusat pertumbuhan ekonomi
didalam satu pulau atau didalam satu koridor ekonomi. Pada
tahun 2025, secara Nasionaldiharapkan jaringan infrastruktur
transportasi massal baik darat (kereta api) maupun air (short
sea shipping) yang menjadi tulang punggung harus sudah
terbangun sehingga akan mengikat kuat interkoneksi antara
kawasan-kawasan industri, perkotaan, dan pedesaan. Titik
simpul logistik yang penting untuk dikembangkan adalah
pelabuhan laut, bandar udara, terminal, pusat distribusi, pusat
produksi, dan kawasan pergudangan yang harus terintegrasi
dengan jaringan jalan raya, jalan tol, jalur kereta api, jalur
sungai, jalur pelayaran dan jalur penerbangan. Dengan
kondisi ini diharapkan produk nasional meningkat daya
saingnya, serta kebutuhan bahan pokok dan strategis
masyarakat dapat dipenuhi dengan jumlah yang sesuai dan
harga terjangkau.
b. Jaringan Transportasi Antar Pulau
Infrastruktur dan jaringan transportasi antar pulau merupakan
bagian dari konektivitas domestik yang diharapkan mampu
menghubungkan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baik
dalam (intra) koridor ekonomi dan wilayah dalamnya
(hinterland), termasuk daerah tertinggal, terpencil dan
terdepan (perbatasan) maupun antar (inter) koridor ekonomi,
dan antar pulau (inter island). Pada tahun 2025, secara
Nasional diharapkan jaringan infrastruktur transportasi harus
sudah dibangun yang menghubungkan antara kawasan-
kawasan industri, perkotaan, dan antar pulau. Titik simpul
transportasi penting antar pulau adalah pelabuhan laut dan
bandar udara yang harus terkoneksi dengan jalur pelayaran
dan jalur penerbangan yang memadai dan efisien.
Transportasi antar pulau (pelayaran dalam negeri) memegang
peranan yang sangat strategis dan menjadi tulang punggung
transportasi nasional karena sangat menentukan kelancaran
arus barang dan biaya logistik. Oleh sebab itu, pelabuhan laut
sebagai salah satu komponen sistem transpotasi laut perlu
ditata sesuai dengan Undang-Undang No.17 tahun 2008
tentang Pelayaran, khususnya yang terkait dengan penataan
Pelabuhan Utama, Pelabuhan Pengumpul, dan Pelabuhan
Pengumpan. Pada setiap Propinsi diharapkan memiliki
minimal satu pelabuhan pengumpul, sedangkan pelabuhan
pengumpan berada pada Kabupaten/Kota untuk menunjang
kelancaran arus lalu lintas komoditas unggulan ekspor,
komoditas pokok, dan serta barang strategis. Oleh karena

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 40


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
besarnya investasi yang diperlukan, dan faktor efektivitas dan
efisiensi operasinya, maka pelabuhan utama tidak perlu
dikembangkan di setiap Propinsi, sehingga hanya di beberapa
Propinsi yang pelabuhan pengumpannya memenuhi kriteria
sebagai Pelabuhan Utama.
Selain memenuhi aspek teknis, Pelabuhan Utama juga harus
memenuhi kriteria lain seperti: mampu melaksanakan volume
bongkar/muat barang minimal 6.000.000 ton/tahun atau
5.000.000 TEUs/tahun, mendukung hinterland yang luas dan
memiliki pusat pertumbuhan ekonomi, memperkuat
kedaulatan dan ketahanan nasional (ekonomi, politik,
hankam, sosial, budaya, perdagangan, industri), meningkatkan
efektifitas implementasi azas cabotage, mewujudkan
Indonesia sebagai negara maritim (Maritim State),
meningkatkan daya saing produk domestik, berpotensi dapat
dikembangkan menjadi pusat pertumbuhan ekonomi yang
baru, menghela “Unusual Business Growth”, memiliki
kecukupan lahan untuk pengembangan, tidak menimbulkan
“social cost” yang besar, dan mempermudah pemerataan
pembangunan ekonomi secara inklusif. Selain itu juga lokasi
Pelabuhan Utama ini diharapkan terhubung dengan Hub
Ekonomi (kawasan ekonomi khusus, kawasan industri, dan
sebagainya), Hub Logistik, dan Hub Pelabuhan
Internasional.Alternatif pelabuhan utama yang perlu dikaji
lebih lanjut berdasarkan atas kriteria tersebut adalah Sabang,
Belawan, Kuala Tanjung, Batam, Jakarta, Surabaya,
Banjarmasin, Balikpapan, Makasar, Bitung, Kupang, Sorong,
dan Biak.
Selanjutnya untuk menghubungkan wilayah kepulauan baik
pada pulau itu sendiri maupun antar pulau maka harus
dijalankan azas cabotage secara penuhmelalui jalur pelayaran
utama yang menghubungkan antar pelabuhan utama, melalui
jalur pelayaran yang menghubungkan antar pelabuhan utama
dan pelabuhan pengumpan, serta melalui penggunaan Short
Sea Shipping (SSS) sebagaimana disajikan pada Gambar
2.13 berikut.

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 41


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Gambar 2.13 : Tatanan Pelabuhan Penting dan Jalur Utama
Pelayaran Domestik

Guna mendukung konsep SSS nasional maka perlu dikaji


lebih lanjut tentang rute pelayaran, dan hal-hal yang terkait
dengan penyediaan armada kapal niaga yang memiliki
karakteristik teknis diantaranya sebagai berikut:
1) Kebutuhan jenis kapal SSS (short sea shipping) seperti:
Pelayaran Rakyat (Pelra) atau Pelayaran Nusantara,
General Cargo Ship, Large Ro-Ro, Small Ro-Ro,
Containers on Barge, Ro-Ro Barge, dan Container Ship,
kapal curah cair dan curah padat
2) Kapasitas kapal niaga untuk masing-masing jenis kapal
adalah sebagai berikut: Kapal General Cargo berkisar
1,000–5,000 ton DWT, Kapal Ro-Ro 1,000 – 5,000 GT,
Kapal Curah Kering 10,000– 50,000 ton DWT (Handy
Size), Kapal Curah Cair 10,000–30,000 ton DWT
(General Purposedan Medium Range), dan Kapal
Kontainer 1,000–3,000 TEUs (Small dan Feedermax
type).
3) Kecepatan kapal niaga yang paling sesuai dengan
kebutuhan SSS Indonesia: 10–15 knots, dan 15–20 knots.
4) Jarak jangkau kapal, dapat diklasifikasikan kurang dari
400 mil laut, antara 400–600 mil laut, atau lebih besar
dari 600 mil laut.
5) Analisa komoditi yang cocok diangkut oleh pelayaran
SSS.

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 42


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
c. Infrastruktur dan Jaringan Transportasi Global
Infrastruktur dan Jaringan Transportasi Globalmerupakan
bagian dari konektivitas global (global connectivity) yang
diharapkan mampu menghubungkan pusat-pusat pertumbuhan
ekonomi utama (national gate way) ke pelabuhan hub
internasional baik diwilayah barat Indonesia maupun wilayah
timur Indonesia, serta antara Pelabuhan Hub Internasional di
Indonesia dengan Pelabuhan hub internasional di berbagai
negara yang tersebar pada lima benua. Pada tahun 2025
diharapkan Sistem Logistik Nasional akan terhubung dengan
sistem logistik global, melalui jaringan infrastruktur
multimoda sebagaimana disajikan pada Gambar 2.14.
Selain memenuhi persyaratan aspek teknis pelabuhan
internasional, lokasi Pelabuhan Hub Internasional dipilih
dengan kriteria diantaranya berada di wilayah depan atau
dilalui ALKI, memperkuat kedaulatan dan ketahanan nasional
(ekonomi, politik, hankam, sosial, budaya, perdagangan,
industri), meningkatkan efektifitas azas cabotage,
mewujudkan Indonesia sebagai Negara Maritim,
meningkatkan daya tahan dan daya saing produk domestik,
filtering barang impor yang mengancam produsen produk
domestik, berpotensi dapat dikembangkan menjadi pusat
pertumbuhan ekonomi yang baru, menghela “unusual
business growth”, memiliki kecukupan lahan untuk
pengembangan, tidak menimbulkan “social cost” yang besar,
mempermudah pemerataan pembangunan ekonomi secara
inklusif.

Gambar 2.14 : Pengembangan Pelabuhan Hub Internasional

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 43


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Berdasarkan konsep wilayah depan dan wilayah dalam di
atas, maka diharapkan pintu-pintu masuk (pelabuhan) untuk
barang-barang impor, terutama komoditas pokok dan strategis
dan barang impor yang berpotensi merugikan industri
domestik, hanya akan diperboleh untuk masuk Indonesia
melalui wilayah depan Negara Indonesia. Pintu wilayah
depan ini memiliki peranan sebagai sarana untuk menyaring
barang masuk, yang dilaksanakan melalui proses clearance
pabean, karantina, dan pemenuhan terhadap ketentuan-
ketentuan yang berlaku di Indonesia dengan tidak melanggar
azas kesepakatan (agreement) baik ASEAN 2015 maupun
WTO 2020.
Selain itu juga lokasi pintu-pintu masuk ini diharapkan
menjadi Hub Ekonomi dan Hub Logistik yang menjadi
fasilitator kerjasama Indonesia dengan negara-negara tetangga
dalam kerangka kerjasama segitiga IMT (Indonesia, Malaysia
dan Thailand), IMS (Indonesia, Malaysia dan Singapura),
BIMP (Brunei, Indonesia, Malaysia dan Philipina) dan AIDA
(Australia dan Indonesia). Sesuai dengan MP3EI untuk
Wilayah Barat Indonesia adalah Kuala Tanjung, sedangkan
untuk Wilayah Timur Indonesia yang menjadi Hub
Internasional berdasarkan atas kriteria tersebut adalah Bitung.
Adapun pergerakan barang dari pintu-pintu masuk ke wilayah
dalam Indonesia akan diperlakukan sebagai pergerakan
barang-barang dalam negeri. Dengan demikian tujuan
strategis yang ingin dicapai adalah agar kelancaran barang
ekspor bisa dijamin dan distribusi produk nasional dapat
menjangkau seluruh pelosok secara efektif dengan biaya
logistik yang rendah dan menjamin keberlangsungan pasokan.
d. Transportasi Multimoda
Transportasi multi moda adalah transportasi barang dengan
menggunakan paling sedikit dua moda transportasi yang
berbeda, atas dasar satu kontrak yang menggunakan dokumen
transportasi multimoda dari sesuatu tempat barang diterima
oleh operator transportasi multimoda ke satu tempat yang
ditentukan untuk penyerahan barang tersebut.Diharapkan
pada akhir tahun 2025 telah terwujud sistem transportasi
multimoda sebagaimana secara skematis disajikan pada
Gambar 2.15.

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 44


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Paradigma Lama: Terpisah Satu Dengan Lainnya, dan Diatur oleh Regulasi Masing-Masing

KAPAL KERETA API TRUK PESAWAT UDARA

• KapalKontainer • Kargo • Truk Trailer • Pesawat Kargo


• KapalFerry Kontainer • Truk Tronton • Pesawat
• Tongkang • Standard Kombinasi
• Dll Freight
• Double

Biaya Biaya
TRANSPORTASI • Tertinggi
Daya Saing
MULTIMODA • Kualitas Layanan
• Kinerja
• Daya Tarik Pasar
• Jaringan

Hubs Dan Spokes

Paradigma Baru
Secara ideal berupa “point to pint” terpadu melalui sistem multimoda

Gambar 2.15 : Orientasi Transportasi Multimoda

Gambar 2.15 mengilustrasikan paradigma dan perspektif


pembangunan transportasi multimoda yang
mempertimbangkan jenis dan karakteristik sistem transportasi
yang digunakan, dan mempertimbangkan sisi efisiensi,
efektivitas dan kemudahan sistem operasinya, sehingga
mampu melahirkan sistem transportasi yang berdaya saing
tinggi.
Dalam pelaksanaannya transportasi multimoda dilakukan oleh
operator transportasi multimoda (Multimodal Transport
Operator-MTO) yang menurut Peraturan Pemerintah No.11
tahun 2011 disebut Badan Usaha Angkutan Multimoda
(BUAM), yang merupakan badan hukum yang bertindak atas
namanya sendiri atau melalui badan hukum lain yang
mewakilinya, menutup dan menyelesaikan kontrak angkutan
multimoda. BUAM adalah pihak penanggung jawab tunggal
terhadap seluruh rantai kegiatan logistik mulai dari
penerimaan barang hingga tujuan akhir penyerahan barang
sesuai dengan kontrak yang disepakati dengan pemilik
barang. Dalam pelaksanaannya BUAM dapat menyerahkan
sebagian ataupun seluruhnya kepada operator transportasi
pelaksana seperti perusahaan truk, kereta api, angkutan sungai
dan penyeberangan, angkutan laut dan angkutan udara.

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 45


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Konsekwensi dari sitem ini secara fisik setiap pembangunan
simpul transportasi dan simpul logistik harus membangun
fasilitas transportasi multimoda.
e. Pelabuhan Khusus
Pelabuhan khusus diperuntukkan bagi kelancaran operasi
ekspor dan impor dalam rangka mendukung pengembangan
Kawasan Ekonomi Khusus, industri pertambangan dan migas
(batu bara, nikel, tembaga, LNG, minyak dan sebagainya),
serta industri perikanan. Mengingat sifat komoditasnya yang
berbasis pada sumber daya alam, maka lokasi dan
penyelenggaraannya akan diatur secara tersendiri.
f. Industri Perkapalan sebagai Industri Strategis
Pendukung Logistik
Industri perkapalan merupakan industri strategis yang
berfungsi mendukung kelangsungan pelayaran domestik yang
berperan sebagai komponen kunci logistik. Peran ini juga
telah diperkuat dengan telah diakuinya peran penting industri
perkapalan sebagai pendukung utama pelayaran nasional
sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 56-58 Undang-Undang
No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. Sampai dengan saat
ini, industri perkapalan masih dianggap sebagai industri yang
“terpisah” dengan industri pelayaran dalam mendukung
sistem logistik nasional. Industri ini masih dianggap berdiri
sendiri bersama dengan sektor industri alat angkut lainnya,
misalnya: industri mobil. Pembangunan industri perkapalan
yang paling penting untuk ke depan adalah revitalisasi dan
pendirian galangan baru yang terletak di sekitar jalur
pelayaran domestik maupun ALKI guna mendukung
kehandalan dan keselamatan pelayaran. Lokasi galangan
kapal nasional yang perlu direvitalisasi atau dibangun baru
adalah daerah sekitar pelabuhan: Belawan, Kuala Tanjung,
Batam, Jakarta, Surabaya, Banjarmasin/ Balikpapan, Makasar,
Bitung, Sorong, Kupang, dan Biak.Pasokan bahan baku dan
bahan antara untuk industri perkapalan di lokasi tersebut juga
harus dibangun sesuai dengan Pusat Distribusi Logistik
Provinsi.
Ada beberapa tuntutan sektor logistik global, antara lain:
1) Tuntutan Pelanggan
Persaingan global dalam pemasaran barang dan jasa telah
mendorong tuntutan standar yang lebih tinggi untuk
kualitas layanan dari penyedia jasa logistik untuk para
produsen barang. Tuntutan dari produsen barang akan

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 46


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
semakin kompleks, misalnya: (a) Kecepatan tanggap pada
tuntutan pelanggan, (b) Jangkauan layanan yang lebih luas,
lintas Negara, (c) Ketepatan dan Kecepatan waktu
pengantaran, (d) Fleksibilitas untuk melakukan
pengantaran yang semakin sering dan cepat, (e) Tuntutan
atas keamanan barang dari pencurian dan juga keutuhan
barang selama perjalanan, (f) Tuntutan untuk dapat ikut
menjaga dan meningkatkan corporate image dari
produsen, (g) Tuntutan untuk dapat memberikan layanan
yang memberi nilai tambah bagi produsen.
Selain itu,produsen barang juga menuntut peningkatan
efisiensi sehingga dapat menekan biaya-biaya yang terkait
dengan aktivitas logistik, misalnya: (a) Transportasi dan
Pergudangan, (b) Biaya Inventory, (c) Kerusakan atau
penurunan mutu barang, (d) Kehilangan atas pencurian
atau pendodosan, (e) Asuransi dan administrasi lain, (f)
Proses pengeluaran Bea dan Cukai dan badan lainnya, dan
(g) Pungutan-pungutan liar dan hambatan-hambatan yang
mengada-ada.
2) Tuntutan Persaingan
Persaingan bisnis kini sudah bergeser ke wilayah yang
lebih luas. Persaingan tidak lagi antar penyedia jasa
logistik di suatu kota atau negara, tetapi telah menjangkau
tingkat kawasan regional dan global. Salah satu bentuk
persaingan yang bisa diamati adalah Singapura, Port Klang
(Malaysia) dan Laem Chabang (Thailand) yang saling
bersaing untuk menjadi hub internasional. Ketersedian
infrastruktur yang memadai dengan konsep terkini serta
didukung oleh lokasi yang strategis akan menjadi faktor
penting untuk meningkatkan daya saing produk domestik.
3) Teknologi
Peningkatan persaingan di tingkat global telah mendorong
para pemain logistik memanfaatkan teknologi terkini pada
moda-moda transportasi dan pengelolaan informasi agar
lebih efisien dalam operasinya. Hal tersebut tampak pada
penggunaan mesin-mesin terbaru yang hemat energi
maupun penggunaan kapal-kapal/wahana yang lebih besar
dan lebih efisien, dan meningkatkan lalu lintas pengiriman,
kemampuan monitoring serta kemampuan pengendalian.
Perkembangan teknologi informasi juga telah membuka
banyak peluang pada lalu lintas informasi atas barang
kiriman, yang sangat membantu semua pihak
mendapatkan kepastian terhadap transportasi barang-

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 47


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
barangnya, sehingga secara signifikan meningkatkan
efisiensi operasionalnya.
4) Standarisasi dan Kompatibilitas Multimodal
Lalu lintas inter-modal transit dan multi-modal semakin
penting peranannya. Kunci dari kelancaran multi-modal
transportation ini adalah kompatibilitas antara moda
angkutan, mulai dari kapal pengangkut, peralatan
penanganan kontainer, sampai kepada truk pengangkutnya.
Kompatibilitas ini harus juga berlaku untuk angkutan
kereta api dan angkutan udara, dan bahkan sesama
angkutan truk sehingga multi-modal transportation benar-
benar dapat berjalan dengan efisien.
5) Energi
Biaya energi menjadi salah satu faktor utama yang
mempengaruhi daya saing ekonomi. Semakin
berkurangnya ketersediaan energi murah secara
berkelanjutan sebagai akibat dari berkurangnya energi
berbasis fosil, menyebabkan harga energi menjadi sulit
dihitung. Selain itu, penurunan kualitas iklim
memungkinkan akan diberlakukannya pajak energi yang
lebih tinggi. Dengan demikian faktor ketersediaan energi
(terutama energi yang tidak terbarukan) harus menjadi
pertimbangan utama dalam menangani kegiatan logistik.
6) Keamanan
Tuntutan terhadap standar keamanan yang tinggi terhadap
transportasi barang terus meningkat dan bahkan terhadap
seluruh moda pengangkutan, terutama armada pelayaran
international. Selain standar keamanan langsung terhadap
barang dan alat angkut, beberapa negara maju kini mulai
menerapkan audit keamanan, mengacu kepada standar
keamanan nasional negara tersebut ataupun standar
keamanan internasional. Penerapan standar keamanan
adalah dalam rangka menghindari adanya ancaman
terorisme, pengiriman narkotika dan obat-obatan terlarang,
dan kontaminasi biologis. Implikasi dari penerapan standar
keamanan ini adalah diperlukannya investasi yang lebih
besar dan waktu yang lama, yang hal ini dianggap sebagai
beban bagi sebagaian pelaku usaha.
7) Ketidakseimbangan kapasitas (Bottlenecks)
Peningkatan volume yang terjadi di tingkat global tidak
diantisipasi dengan baik secara merata. Bottleneck- ketidak
seimbangan kapasitas pelabuhan dengan barang muatan
yang masuk menjadi trend global. Kondisi pelabuhan di

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 48


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Indonesia juga mengalami hal yang sama. Hingga tahun
2012, sekitar satu lusin Mega Container Ships dengan
kapasitas angkut lebih dari 10,000 kontainer akan masuk
dalam jajaran pelayaran dunia untuk rute Asia dan Eropa.
Hal ini mengindikasikan bahwa kapal-kapal dengan
ukuran yang lebih besar akan memasuki jalur-jalur feeder
termasuk pelabuhan-pelabuhan di Indonesia. Hal ini
menuntut kesiapan infrastruktur pelabuhan untuk dapat
melayani kapal yang lebih besar. Pelayanan logistik sangat
bergantung pada infrastruktur publik yaitu: jalan raya, rel
kereta api, pelabuhan laut, pelabuhan udara, rute pelayaran
(shipping routes) dan lain-lain. Sedangkan penambahan
kapasitas infrastruktur saat ini tampaknya tidak seimbang
dengan pertumbuhan muatan barang dunia.
Fokus utama kegiatan pembangunandan pengembangan
infrastruktur diarahkan kepada: (a) pelabuhan utama dan hub
internasional, (b) angkutan laut,(c) angkutan sungai, danau
dan penyeberangan,(c) angkutan jalan (truk),(d) kereta api,
dan(e) bandar udara dan angkutan udara. Sasaran strategis
yang ingin dicapai adalah tersedianya jaringan infrastuktur
transportasi yang memadai dan handal dan beroperasi secara
efisien. Secara umum strategi yang akan ditempuh adalah
membangun konektivitas domestik (domestic connectivity)
baik konektivitas lokal (local connectivity) maupun
konektivitas nasional (national connectivity) dan konektivitas
global (global connectivity) yang terintegrasi sehingga
mampu meningkatkan kelancaran arus baranguntuk
mendukung efisiensi dan efektifitas kinerja sistem logistik
nasional. Adapun program yang direncanakan untuk setiap
komponen infrastruktur transportasi adalah:
1) Transportasi Laut
Sasaran pembangunan dan pengembangan transportasi laut
diarahkan agar pembangunan pelabuhan hub laut
internasional di Kawasan Timur Indonesia dan Kawasan
Barat Indonesia dapat beroperasi secara efektif dan efisien,
dan beroperasinya jaringan transportasi antar pulau secara
efektif sehingga transportasi laut berperan sebagai
backbone transportasi nasional. Sasaran ini akan dicapai
melalui program:
a) Pembangunan konektivitas global dengan
mengembangkan pelabuhan ekspor-impor dan
Pelabuhan Hub Internasional baik di Wilayah Barat
Indonesia maupun di Wilayah Timur Indonesia.

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 49


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
b) Pembangunan konektivitas antar pulau, dan nasional
secara terintegrasi dengan mengembangkan dan
revitalisasi pelabuhan pengumpul disetiap propinsi
dan pelabuhan utama di beberapa propinsi, dan
pengembangan sarana dan prasarana pelabuhan.
c) Pembangunan konektivitas lokal, antar pulau, dan
nasional secara terinegrasi dengan mengembangkan
jalur pelayaran short sea shipping, dan operasi
pelayarannya secara terjadwal, dan pemberian insentif
kepada pelaku dan penyedia jasa logistik yang
bergerak dalam jalur short sea shipping.
d) Peningkatan kapasitas dan kualitas pelayanan
pelabuhan melalui penetapan dan peningkatan
kapasitas beberapa pelabuhan utama sebagai pusat
distribusi regional, peningkatan efisiensi waktu
angkut pelabuhan-pelabuhan utama, penguatan dan
ekspansi kapasitas pelabuhan untuk terminal hasil
pertambangan, pertanian dan peternakan, dan
pengembangan pelabuhan perikanan.
e) Pemberlakuan azas cabotage untuk angkutan laut
dalam negeri secara penuh sesuai jadwal
Roadmapmelalui pelaksanaan azas cabotage untuk
seluruh jenis barang/muatan kecuali untuk penunjang
kegiatan usaha hulu dan hilir migas (offshore),
seluruh muatan angkutan laut dalam negeri diangkut
oleh kapal berbendera Indonesia dan dioperasikan
oleh perusahaan angkutan laut nasional (full
cabotage), mempromosikan kemitraan kontrak jangka
panjang antara pemilik barang dan pemilik kapal
melalui pemanfaatan informasi ruang kapal dan
muatan sesuai Inpres Nomor 5 Tahun 2005, dan
melaksanakan Inpres Nomor 2 tahun 2009 terkait
dengan kewajiban angkutan barang milik pemerintah
diangkut oleh kapal berbendera Indonesia.
f) Peningkatan aksesibilitas angkutan barang di daerah
tertinggal dan/atau wilayah terpencil, dan daerah
padat (macet) melalui revitalisasi pelabuhan lokal
serta optimalisasi pelayaran perintis, dan mekanisme
Public Service Obligation (PSO), optimalisasi
angkutan perintis untuk mendukung kelancaran arus
barang di daerah terpencil, termasuk short sea
shipping, mendorong pembangunan kapal nasional
untuk menunjang logistik antar pulau, mendorong

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 50


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
penggunaan kapal ro-ro (short sea shipping) di
sepanjang Pantura untuk mengurangi beban jalan.
g) Peningkatan jumlah armada angkutan laut melalui
pembangunan kapal nasional dan armada nasional.
h) Peningkatan efisiensi dan efektifitas pelayanan
angkutan laut secara terpadu melalui peningkatan dan
membangun pelayaran lintas di dalam koridor
ekonomi, percepatan implementasi pengembangan
jaringan pelabuhan nasional sesuai dengan Rencana
Induk Pelabuhan Nasional (RIPN), dan peningkatan
keamanan untuk menekan risiko kerugian dalam
angkutan barang.
2) Angkutan Sungai, Danau Dan Penyeberangan
Sasaran pembangunan dan pengembangan adalah
menjadikan angkutan sungai, danau dan
penyeberangansebagai bagian integral dari sistem
angkutan multi moda dalam rangka mewujudkan
konektivitas lokal dan nasional yang dilakukan melalui
program:
a) Pengembanganangkutan sungai, danau dan
penyeberangan dalam rangka konektivitas lokal
melalui pengembangan sungai yang potensial untuk
transportasi sungai di pedalaman khususnya di
Kalimantan untuk angkutan penumpang dan barang,
restrukturisasi dan reformasi kelembagaan angkutan
sungai, danau dan penyeberangan, peningkatan
pembangunan prasarana dan sarana angkutan sungai
danau dan penyeberangan, dan intensifikasi kerjasama
keterlibatan sektor swasta dalam penyediaan
pelabuhan dan sarana angkutan penyeberangan
b) Revitalisasi sungai yang berpotensi untuk
dimanfaatkan menjadi bagian dari sistem transportasi
melalui revitalisasi angkutan penyeberangan dan
mekanisme PSO, rehabilitasi dan pemeliharaan
prasarana dan fasilitasi dermaga sungai, danau dan
penyeberangan, dan peningkatan pelayanan pada
lintas penyeberangan di sabuk utara, sabuk tengan dan
sabuk selatan
c) Pengembangan industri angkutan ferry untuk
meningkatkan kelancaran dan kapasitas lintasan
pelayaran di sabuk selatan, tengah dan utara sehingga
membentuk jaringan transportasi multi-moda yang
efisien

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 51


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
3) Transportasi Jalan dan Lalu Lintas Angkutan
Sasaran pembangunan dan pengembangan transportasi
jalan adalah menjadikan angkutan truk sebagai bagian
integral dari sistem angkutan multi moda dalam rangka
mewujudkan konektivitas lokal dan nasional yang
dilakukan melalui program:
a) Pengurangan beban jalan secara bertahap dengan
meningkatkan kapasitas jalan eksisting dan
mengembangkan jaringan transportasi multimoda dan
logistics center sebagai upaya meningkatkan
kelancaran angkutan barang dari pusat produksi
menunju oulet-inlet ekspor impor dan antar pulau, dan
peningkatan keterhubungan jaringan jalan nasional
dengan pelabuhan dan stasiun kereta api, yang
merupakan jalur logistik, dan perbaikan kapasitas
pelayanan jalan lintas Kabupaten/Kota;
b) Peningkatan kelancaran angkutan barang antar pulau
dan antara pusat produksi ke dengan oulet-inlet
ekspor impor, melalui peningkatan kapasitas jalan
pada lintas-lintas utama, peningkatan kualitas jalan
(lebar jalan dan kekuatan tekanan jalan) dan kelas
jalan di wilayah pedesaan, peningkatan konektivitas
jaringan jalan Kabupaten/Kota, peningkatkan dan
pembangunan jalan lintas di dalam koridor,
peningkatan jalan akses lokal antara pusat-pusat
pertumbuhan dengan fasilitas pendukung (pelabuhan)
dan dengan wilayah dalamnya, pengembangan
jaringan logistik darat antar lokasi perkebunan-sentra
pengolahan dan akses ke pelabuhan, penguatan jalan
untuk mengangkut produk peternakan, peningkatan
dan pengembangan akses ke daerah eksplorasi,
pembangunan jalan antara areal tambang dengan
fasilitas pemrosesan, perbaikan akses jalan di
perkebunan menuju pengolahansawit, dan
peningkatan kualitas infrastruktur untuk mendukung
distribusi dan logistik migas.
Pada dasarnya adalah peningkatan aksesibilitas sangatlah
penting dalam hal pengembangan koridor ekonomi di
Kalimantan. Terutama transportasi laut yang dikarenakan
belum optimalnya transportasi darat di Kalimantan. Selaras
dengan SISLOGNAS perlu adanya kajian mengenai
pengembangan koridor ekonomi di Indonesia salah satunya di
Kalimantan.

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 52


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
BAB III
METODOLOGI

A. Metodologi
Kerangka berfikir studi pengembangan kapasitas dan fasilitas
pelabuhan di Kalimantan harus mencakup berbagai aspek yaitu
program nasional seperti MP3EI, keputusan menteri perhubungandan
lain-lain serta situasi dan kondisi saat ini yang meliputi sosio-
ekonomi masyarakat dan operasional pelabuhan di lokasi objek studi,
serta jaringan angkutan Nasional saat ini. Kerangka berfikir dalam
penelitian ini ditampilkan pada gambar 3.1:
1. Tahap Persiapan
Di dalam tahap persiapan ini dilakukan beberapa kegiatan sebagai
awal (inisiasi) dari seluruh rangkaian kegiatan yang direncanakan.
Hasil tahap persiapan ini akan sangat mempengaruhi proses yang
dilakukan dalam tahap-tahap selanjutnya. Secara umum terdapat 3
(tiga) kegiatan utama di dalam tahap persiapan ini, yakni:
a. Pemantapan metodologi, maksud dari kegiatan ini adalah:
1) Merencanakan secara lebih detail tahap-tahap pelaksanaan
kegiatan berikutnya, untuk mengefisienkan penggunaan
waktu dan sumber daya.
2) Menetapkan metoda kegiatan yang akan digunakan, hal ini
penting untuk ditetapkan karena akan mempengaruhi
kebutuhan data, penyediaan waktu dan kualitas hasil
kegiatan secara keseluruhan.
b. Kajian terhadap studi literatur dan peraturan terkait meliputi:
regulasi, kelembagaan,tahapan pelaksanaan, hingga
kendala/permasalahan.Kajian ini bermanfaat untuk
identifikasi awal kondisi dan problem pada kondisi eksisting
dan tahapan pelaksanaan kegiatan.
c. Koordinasi dengan pemberi tugas dan stakeholder terkait,
yang juga digunakan untuk menyusun daftar ketersediaan data
dan membuat rencana kerja/tahapan pelaksanaan kegiatan.

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 53


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Kondisi Prediksi Peraturan
Pertumbuhan Perundangan
Wilayah terkait
• Sistem
kepelabuhanan, Pembangunan
pelabuhan umum
dan khusus Prediksi Sistem Arus Master Plan
• Kapasitas dan Logistik Percepatan
kondisi sarana- Pembangunan
prasarana Ekonomi Indonesia
• Demand menurut
komoditas dan
Prediksi
bongkar/muat/transit Demand Sistem Logistik
• Jalur pelayaran, • Demand masa yang Nasional
jumlah dan jenis akan datang (SISLOGNAS)
kapal yang berdasarkan trend
beroperasi historis
• Tingkat pelayanan • Demand masa yang Rencana Induk
dan tarif-tarif serta akan datang dengan Pelabuhan Nasional
biaya-biaya jasa pengaruh (RIPN)
pelayanan maupun perkembangan
pembangunan hinterland
• Hinterland dan • Demand masa yang Rencana-rencana
akses pembangunan
akan datang dengan
pelabuhan/infrastruk
pengaruh lainnya
tur moda lain

Prediksi Kinerja Sistem Pelabuhan,


Pelabuhan Masa Jaringan
Depan Transportasi Laut
dan Kinerja
Pelabuhan yang
Kesenjangan diharapkan di masa
Kapasitas Sarana-
Prasarana

Kebutuhan
Pengembangan
Kapasitas Sarana-

Strategi
Pengembangan
Sarana-PrasaranaI

Gambar 3.1 : Kerangka Pikir Studi

2. Tahap Persiapan
Di dalam tahap persiapan ini dilakukan beberapa kegiatan sebagai
awal (inisiasi) dari seluruh rangkaian kegiatan yang direncanakan.
Hasil tahap persiapan ini akan sangat mempengaruhi proses yang

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 54


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
dilakukan dalam tahap-tahap selanjutnya. Secara umum terdapat 3
(tiga) kegiatan utama di dalam tahap persiapan ini, yakni:
a. Pemantapan metodologi, maksud dari kegiatan ini adalah:
1) Merencanakan secara lebih detail tahap-tahap pelaksanaan
kegiatan berikutnya, untuk mengefisienkan penggunaan
waktu dan sumber daya.
2) Menetapkan metoda kegiatan yang akan digunakan, hal ini
penting untuk ditetapkan karena akan mempengaruhi
kebutuhan data, penyediaan waktu dan kualitas hasil
kegiatan secara keseluruhan.
b. Kajian terhadap studi literatur dan peraturan terkait meliputi:
regulasi, kelembagaan,tahapan pelaksanaan, hingga
kendala/permasalahan.Kajian ini bermanfaat untuk
identifikasi awal kondisi dan problem pada kondisi eksisting
dan tahapan pelaksanaan kegiatan.
c. Koordinasi dengan pemberi tugas dan stakeholder terkait,
yang juga digunakan untuk menyusun daftar ketersediaan data
dan membuat rencana kerja/tahapan pelaksanaan kegiatan.
3. Tahap Pengumpulan Data
Pada tahap ini akan dilakukan pengumpulan data, baik data dari
sumber sekunder dari instansi terkait maupun data sekunder dari
sumber lain yang menyediakan data tentang rencana
pengembangan pelabuhan. Data sekunder digunakan untuk
menganalisis permasalahan dan mencari solusi kebijakan yang
tepat dalam usaha mengatasi masalah-masalah yang terkait dengan
rencana tersebut.
a. Teknik Pengumpulan Data
Secara garis besar metodologi penelitian ini dilakukan dengan
Desk Study dan Site Survey (mengumpulkan data sekunder dan
primer) yang mencakup:
1) Inventarisasi peraturan-peraturan yang terkait dengan
pengembangan pelabuhan;
2) Inventarisasi dan identifikasi potensi ekonomi pada koridor
ekonomi Kalimantan;
3) Inventarisasi dan identifikasi potensi hinterland pada
koridor ekonomi Kalimantan;
4) Inventarisasi dan identifikasi rencana induk pelabuhan
nasional (RIPN) pada koridor ekonomi Kalimantan;
5) Inventarisasi dan identifikasi rencana induk pelabuhan
(RIP) pada koridor ekonomi Kalimantan;
Secara umum teknik pengumpulan data dapat dibedakan
menjadi 2, di antaranya adalah:
1).Teknik Pengumpulan Data Primer

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 55


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Data primer dikumpulkan untuk memecahkan masalah
khusus. Beberapa data baru yang belum dimiliki
sebelumnya, dapat dikumpulkan melalui observasi,
interview atau survey. Data primer yang diperoleh melalui
interview utamanya akan digunakan untuk mendukung
fakta-fakta yang didapat yang nantinya akan digunakan
untuk membuat rekomendasi dan juga digunakan pada
bagian analisis ketika data sekunder tidak tersedia.
Interview membantu periset untuk memperoleh informasi
tertentu yang dapat digunakan untuk keperluan analisa
ketika data sekunder belum dapat memenuhi kebutuhan
riset. Ada berbagai cara dalam interview, dan yang paling
sering dilakukan adalah face-to-face interview.
Orang yang akan diinterview akan dikontak lebih dahulu
menggunakan telepon atau email dan ditanyakan kesediaan
mereka untuk interview per-telepon ataupun face-to-face.
Orang yang diinterview tersebut dipilih berdasarkan
pengetahuannya yang mapan mengenai transportasi,
logistik, hukum, kepelabuhanan, kepabeanan atau hal
lainnya yang terkait logistik.
2).Teknik Pengumpulan Data Sekunder
Metoda pengumpulan data sekunder dapat digambarkan
sebagai penggunaan data yang telah diperoleh sebelumnya,
seperti statistik yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik
Nasional, laporan-laporan dari institusi pemerintah dan
swasta, pusat data bisnis dan ekonomi. Sebelum digunakan,
data tersebut akan di teliti ataupun dicek kepada penerbitnya
lebih dahulu sebelum digunakan dalam studi ini.
Diskusi tentang status dan rencana pembangunan
infrastruktur dibeberapa wilayah studi akan berasal dari
data sekunder ini, seperti statistik nasional, departemen
perdagangan, departemen perhubungan, kamar dagang dan
industri, dan asosiasi terkait dengan kegiatan logistik.
Cara memperoleh data tersebut dapat melalui internet,
jurnal ataupun laporan. Sumber data tersebut dipilih
berdasarkan atas kehandalannya, validitasnya dan
kredibilitasnya. Untuk menjamin memenuhi kriteria
tersebut, penulis akan menggunakan data sekunder yang
ditulis oleh para ahli dibidang transportasi, logistik, hukum,
kepelabuhanan dan kepabeanan dari buku, majalah ataupun
surat khabar yang sudah dikenal luas baik ditingkat nasional
maupun internasional.

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 56


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
4. Tahap Analisis
Dalam tahap ini dilakukan beberapa analisis untuk mendapatkan
hasil yang sesuai dengan keinginan KAK. Beberapa analisis
tersebut antara lain:
a. Analisis Prediksi Pertumbuhan Wilayah
b. Analisis Prediksi Sistem Arus Logistik
c. Analisis Prediksi Demand
d. Analisis Prediksi Kinerja Pelabuhan
Kemudian untuk mengidentifikasi dan menginventarisasi
permasalahan yang muncul akibat kesenjangan akan menggunakan
perangkat analisis sebagai berikut:
a. Analisis pengembangan potensi dan bangkitan transportasi
pada koridor ekonomi Kalimantan; mengidentifikasi potensi
yang ada sehingga dapat menentukan positioning pelabuhan
disesuaikan dengan sector unggulan baik dalam industry,
perdagangan dan lain-lain
b. Analisis aksesibilitas transportasi laut pendukung wilayah
koridor ekonomi Kalimantan; identifikasi kapasitas dan
fasilitas transportasi laut pendukung seperti RORO dan kapal-
kapal lainnya
c. Analisis kebutuhan pengembangan kapasitas dan fasilitas
pelabuhan di wilayah koridor ekonomi Kalimantan; identifikasi
kemampuan pelabuhan/daya tamping, kemampuan sarana
transportasi laut dalam hal ini RORO atau fery
d. Analisis strategi untuk pengembangan kapasitas dan fasilitas
pelabuhan dalam mendukung percepatan dan perluasan
pembangunan wilayah koridor ekonomi Kalimantan;
e. Analisis tahapan pengembangan pelabuhan di wilayah koridor
ekonomi Kalimantan;
5. Tahap Penyempurnaan
Tahap penyempurnaan ditujukan untuk melengkapi laporan studi
sesuai dengan hasil diskusi dengan pihak pemberi kerja dan
masukan dari berbagai instansi untuk dijadikan hasil akhir dari
studi ini. Hasil Tahap Finalisasi Studi ini akan disampaikan pada
Laporan Akhir.

B. Kebutuhan Data
Perolehan data sekunder dilakukan untuk mendapatkan data awal
yang nantinya akan dipergunakan untuk pekerjaan ini. Kebutuhan
data sekunder dan data primer lebih lanjut dijelaskan pada lampiran
(perangkat survey). Beberapa data sekunder yang diperlukan dalam
studi ini di antaranya adalah:
1. Data arus keluar - masuk kendaraan

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 57


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
2. Data arus keluar – masuk kapal
3. Alur bongkar muat kontainer
4. Sistem pergerakan dalam lingkungan pelabuhan
5. Data infrastruktur eksisting pelabuhan
6. Komoditas hinterland
Gambaran jelas mengenai kebutuhan data/informasi dalam studi ini
dapat dilihat dari gambar di bawah ini:

Gambar 3.2 : Informasi yang Diperlukan untuk Pengembangan


Pelabuhan

C. Analisis Demand Pelabuhan


Berikut ini akan dijelaskan perencanaan teknis dalam melakukan
perencanaan pelabuhan:
1. Penentuan Data Demand Pelabuhan
a. Penentuan data demand muat :
1) Tentukan daerah hinterland pelabuhan
2) Tentukan potensi komoditas daerah hinterland
3) Cari data dari potensi daerah hinterland.
4) Untuk selanjutnya, komoditas yang berpotensi tersebut
akan menjadi demand pelabuhan.
5) Cari data jumlah penduduk
b. Penentuan data demand bongkar :
1) Tentukan daerah pelabuhan eksisting di sekitar wilayah
pelabuhan rencana.
2) Cari data bongkar di wilayah pelabuhan eksisting
tersebut

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 58


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
2. Penentuan Proyeksi Demand Pelabuhan Pada Tahun Rencana
a. Penentuan proyeksi demand muat :
1) Tentukan penggunaan lahan untuk masing-masing
demand dengan sebelumnya melakukan alokasi luas
lahan untuk masing-masing demand.
2) Tentukan besar lahan yang digunakan untuk masing-
masing demand pada tahun rencana yang disesuaikan
dengan lahan. Sebelumnya ditentukan terlebih dahulu
angka pertumbuhan lahan masing-masing demand
dengan referensi data yang ada.
3) Tentukan produktivitas demand pada tahun rencana,
sehingga akan didapatkan produksi masing-masing
demand pada tahun rencana. Penentuan angka
pertumbuhan produktivitas dengan menggunakan data
produktivitas yang ada. Produksi demand didapatkan
dengan mengalikan luas lahan dengan produktivitas
masing-masing demand.
4) Tentukan jumlah penduduk wilayah di tahun rencana
dengan terlebih dahulu mengetahui angka pertumbuhan
penduduk pertahun dari data jumlah penduduk yang ada.
5) Tentukan tingkat konsumsi lokal penduduk wilayah
untuk masing-masing demand.
6) Tentukan Surplus demand tersebut dengan mengurangi
produksi demand dengan tingkat konsumsi lokal
penduduk pada masing-masing periode waktu.
7) Lakukan pembagian porsi distribusi surplus demand
tersebut untuk darat, laut domestik, dan laut
internasional.
8) Demand pelabuhan adalah porsi surplus demand yang
didistribusikan ke moda split laut.
b. Penentuan proyeksi demand muat:
1) Tentukan nilai rate yang didapat dengan membagi
jumlah bongkar pelabuhan eksisting di sekitar pelabuhan
rencana dengan jumlah penduduk wilayah pelabuhan
eksisting.
2) Tentukan bongkar pelabuhan rencana dengan
mengalikan rate dengan jumlah penduduk wilayah
hinterland pelabuhan rencana.
3) Cari pertumbuhan bongkar dengan menggunakan
referensi pertumbuhan PDRB daerah hinterland.
4) Dengan mendapatkan pertumbuhan bongkar, maka dapat
ditentukan jumlah bongkar pelabuhan pada tahun
rencana.

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 59


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
D. Analisis Kinerja Pelabuhan
Pada bagian ini, akan dilakukan penilaian kapasitas pelabuhan
melalui analisis indicator performance terminal. Metoda analisis
indicator performance terminal berdasarkan metodologi yang
dikeluarkan oleh Port of Singapore (PSA) untuk beberapa indikator
seperti indicator dari output, indicator dari pelayanan, indicator dari
utilitas dan indicator produktifitas. Berikut adalah metoda penilaian
untuk masing-masing indicator tersebut.
1. Indikator dari Output
Pada indikator ini kita akan menilai performa sebuah terminal dari
output yang dihasilkan oleh terminal tersebut dalam operasinya.
a. Berth Troughput
Indikator Berth throughput menggambarkan sebuah berapa
banyak petikemas yang dltangani oleh berth tersebut dalam
setahun. Indikator ini menggambarkan seberapa baik sebuah
berth digunakan.

, ℎ ℎ, 0 ℎ 0
*1 2 3 4 ,ℎ 2 ℎ0
=
!02 ℎ 4 , ℎ

b. Ship Output
Indikator ship Output memperlihatkan rata-rata dimana
petikemas ditangani dari atau menuju kapal pada dermaga.
Indikator ini memperlihatkan seberapa baik operasi
penanganan petikemas terminal tersebut.

( , , 5ℎ 6 , 7 0,
2 3
=
! 2 ,!
( , , 5ℎ 7 0, ,ℎ
2 3
=
! 2 2 , 4 ,ℎ

( , , 5ℎ 7 0, ,
2 3
=
! 2 4 , 40ℎ

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 60


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
2. Indikator dari Pelayanan
Indikator dari pelayanan merupakan suatu indikator yang
digunakan untuk mengukur cualitas pelayanan sebuah pelabuhan
kepada penggunanya.
a. Waiting Time
Waiting time adalah waktu penundaan yang diukur dari
waktu dimana kapal sanpai di pelabuhan sampai dengan kapal
diikat di dermaga. Diukur dalam jam/hari.

6 2
! 2 2 0 0 4 02 2 ,
=
!02 ℎ

b. Ship's Time at Berth


Ships time at Berth adalah waktu total sebuah kapal saat
merapat di dermaga, termasuk waktu saat pembongkaran,
ataupun tidak (idle). Diukur dalam jam/hari.

! 2 4 , ,
5ℎ 2 , ℎ=
!02 ℎ

c. Ship Turnaround Times


Idealnya ship turnaround harus ditekan sekecil-kecilnya untuk
menghasilkan pelayanan terbaik pada klien. Untuk
menghftung Ship Tumaround Times rata-rata sebuah
pelabuhan digunakan formula berikut:

5ℎ 0, , 0 2
! 2 40 ℎ 4 , 40ℎ
=
!02 ℎ

3. Indikator dari Utilisasi


Indikator dari utilisasi adalah sebuah indikator yang menyatakan
seberapa intensif sebuah fasilitas pelabuhan digunakan. Dalam
indikator ini yang dibahas adalah 3 faktor, yaitu Berth Occupancy
Ratio, Yard Occupancy Ratio, dan Storage Occupancy Ratio.
Indikator ini dinyatakan dalam bentuk persentase (0/0). Yang
harus diingat adalah Occupancy yang terlalu tinggi bisa
menyebabkan kemacetan (congestion) di areal pelabuhan
sedangkan Occupancy yang terlalu rendah menyatakan bahwa
fasilitas tersebut tidak sering digunakan (underused) dan tidak
ekonomis.

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 61


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
a. Berth Occupancy Ratio (BOR)
Berth Occupancy Ratio menyatakan tingkat permintaan
(demand) pada pelayanan dermaga pelabuhan. Untuk
perhitungannya digunakan formula:

8' %
: 0 4 , ,2 ∗ 100
=
!02 ℎ ,2 ∗ 365

b. Yard Ocrupancy Ratio (YOR)


Yard Occupancy Ratio menyatakan tingkat permintaan
(demand) pada pelayanan lapangan penumpukan petikemas.
Untuk perhitungannya digunakan formula:

8' %
: 0 4 , ∗ 100
=
!02 ℎ ∗ 365

c. Storage Occupancy Ratio (SOR)


Storage Occupancy Ratio menyatakan tingkat permintaan
(demand) pada pelayanan gudang. Untuk perhitungannya
digunakan formula:

: 0 4 , 0 ∗ 100
58' % =
!02 ℎ 0 ∗ 365

4. Indikator dari Produktivitas


Dalam indikator-indikator sebelumnya kita bisa mengetahui
sejumlah informasi mengenai performa terminal tersebut, tapi
tidak bisa mengukur keefektivitasan sebuah operasi bongkar muat.
Efisiensi adalah suatu indikator dimana kita menggunakan sedikit
mungkin biaya/usaha dalam satu unit produksi. Karena itu
misalnya dalam pelabuhan kita bisa saja menambahkan banyak
alat dan tenaga kerja di suatu pelabuhan, yang hasilnya akan
menambah throughput pelabuhan tersebut, tapi belum tentu
dengan dilakukannya tindakan tersebut keefisiensian dan
produktivitas pelabuhan tersebut akan naik. Malah bisa jadi cost-
effectiveness pelabuhan tersebut akan turun. Karena itu sebagai
planner kita harus membandingkan kondisi eksisting dan kondisi
rencana untuk memperkirakan keefektivitasan sebuah kebijakan
sebelum kebijakan tersebut dilakukan.

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 62


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
E. Model Pemilihan Pelabuhan
Pada studi ini juga digunakan model pemilihan pelabuhan. Ada
beberapa model pemilihan pelabuhan secara teoritis. Beberapa model
pemilihan pelabuhan tersebut adalah sebagai berikut.
1 Model Gravity Port Choice (Blonigen & Wilson, 2006). Formula
matematis model gravity port choice adalah sebagai berikut:

2 Pendekatan AHP (Cou, 2010). Gambaran pendekatan AHP


adalah sebagai berikut:

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 63


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Gambar 3.3 : Pendekatan AHP

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 64


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
3 Model Logit (Binomial atau Multinomial). Formula matematis
model logit adalah sebagai berikut:

4 Pendekatan Supply Chain. Gambaran mengenai pendekatan


supply chain adalah sebagai berikut:

Gambar 3.4 : Pendekatan Supply Chain

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 65


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
5 Model Jaringan: Jaringan nyata dan proses didalamnya
dimodelkan menjadi ruas dan simpul (link & node). Gambaran
model jaringan adalah sebagai berikut:

Gambar 3.5 : Model Jaringan

Pemilihan spesifikasi model sangat tergantung kepada data yang


terkumpul. Dilihat dari scope-nya, kemungkinan besar adalah model
logit dan model jaringan. Sesuai dengan spesifikasi model yang
dipilih, maka diperlukan data:
a. Inventarisasi data fisik, kondisi dan kinerja sarana-prasarana
pelabuhan dan jaringan transportasi
b. Biaya dan waktu transportasi (baik di darat – indland transport,
maupun di laut – maritim transport)
c. Biaya investasi menurut jenis prasarana
d. Persepsi user terhadap pemilihan moda dan pelabuhan (baik
produsen, konsumen/distributor, shipper, carrier)

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 66


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
BAB IV
POTENSI EKONOMI DAN KOMODITAS
HINTERLAND PELABUHAN

A. Identifikasi Potensi Ekonomi Pada Koridor Ekonomi


Kalimantan
1. Potensi Ekonomi Kalimantan Barat
Potensi ekonomi Kaliamantan Barat ditinjau dari pertumbuhan dan
perkembangan ekonomi, keuangan dan investasi. Berikut ini
adalah pembahasan potensi ekonomi Kalimantan Barat.
a. Pertumbuhan dan Perkembangan Ekonomi Kalimantan
Barat
Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi di Kalimantan Barat
ditinjau dari perkembangan sosioekonomi, perkembangan
ekspor impor, pendapatan regional dan pertumbuhan ekonomi.
Pembahasan lebih lanjut diuraikan sebagai berikut.
1) Karakteristik Perkembangan Sosioekonomi Kalimantan
Barat
Jumlah penduduk Provinsi Kalimantan Barat tahun 2009
diperkirakan berjumlah sekitar 4,32 juta jiwa, dimana
sekitar 2,18 juta jiwa berjenis kelamin laki-laki dan 2,14
juta jiwa adalah perempuan. Luas wilayah Provinsi
Kalimantan Barat sebesar 146.807 Km2 atau lebih besar
dari Pulau Jawa, maka kepadatan penduduk Kalimantan
Barat baru sekitar 29 Jiwa per kilometer persegi.
Kondisi ini tentunya kurang menguntungkan dalam rangka
percepatan pembangunan wilayah khususnya menyangkut
pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) dengan segala
potensi dan keragamannya. Persebaran penduduk
Kalimantan Barat tidak merata antar wilayah
kabupaten/kota,kecamatan, desa/kelurahan, maupun antar
wilayah kawasan pantai bukan pantai atau perkotaan dan
pedesaan. Misalnya daerah pesisir yang mencakup Kab.
Sambas, Kab. Bengkayang, Kab. Pontianak, Kabupaten
Ketapang, Kabupaten Kayong Utara, Kabupaten Kubu Raya
dan Kota Singkawang yang dihuni oleh hampir 50 persen
dari total penduduk Kalimantan Barat dengan kepadatan
mencapai 38 jiwa lebih. Sebaliknya tujuh kabupaten lain
(bukan pantai) selain Kota Pontianak secara rata-rata tingkat

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 67


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
kepadatan penduduknya relatif lebih jarang. Kabupaten
Kapuas Hulu dengan luas wilayah 29.842 km2 atau sekitar
20,33 persen dari luas wilayah Kalimantan Barat hanya
dihuni rata-rata 6 (enam) jiwa per kilometer persegi,
sedangkan Kota Pontianak yang luasnya kurang dari satu
persen (107,80 km2) dihuni oleh rata-rata sekitar 1.648 jiwa
per kilometer persegi.
Penduduk berumur lima belas tahun ke atas merupakan
penduduk usia kerja, di mana pada usia ini merupakan
sumber tenaga kerja produktif yang dapat dimanfaatkan
sebagai penggerak roda pembangunan. Komposisi
penduduk yang bekerja di Provinsi Kalimantan Barat, masih
didominasi oleh pekerja yang ber pendidikan rendah, yaitu
sekitar 79,67 persen adalah tamat SLTP kebawah. Lapangan
usaha yang paling dominan adalah sektor pertanian yaitu
menyerap sekitar 63,14 persen dari total angkatan kerja
yang bekerja.
Jumlah Angkatan Kerja di Provinsi Kalimantan Barat pada
tahun 2009 sebanyak 2.200.895 orang, dimana 2.081.211
orang diantaranya bekerja (94,56 persen). Dengan demikian,
Angkatan Kerja Kalimantan Barat yang belum terserap pada
pasar kerja pada tahun 2009 adalah 119.684 jiwa. Hal ini
mengindikasikan adanya pengangguran terbuka sebesar
5,44 persen. Sedangkan untuk yang bukan Angkatan Kerja
adalah 795.701 jiwa dimana sekitar 27,91 persennya
bersekolah atau berjumlah 222.111 jiwa, mengurus rumah
tangga 480.765 jiwa (60,42 persen) dan lain-lain sebanyak
92.825 orang (11,67 persen).
Pertumbuhan pencari kerja (terdaftar) daerah Kalimantan
Barat dari tahun ke tahun berfluktuasi besarnya. Pada tahun
2009 pencari kerja tercatat sebesar 103.363 orang, menurun
jika disbanding dengan tahun 2008 dan 2007 yang masing-
masing mencapai 107.116 dan 106.329 orang. Jika melihat
pertumbuhan pencari kerja daerah Kalimantan Barat pada
tahun 2005-2009 amat pesat, diduga Ini merupakan salah
satu dampak konsekuensi dari makin meningkatnya
aktivitas pembangunan wilayah. Namun sayangnya,
permintaan akan tenaga kerja selalu lebih rendah dari pada
penawaran kerja sehingga munculnya pengangguran
merupakan ekses yang tidak dapat dihindari.
Persebaran penduduk yang tidak merata dapat menimbulkan
ekses negative threaded pemerataan pembangunan daerah
antar wilayah, terutama pembangunan bidang ekonomi,
sarana dan prasarana perekonomian, sosial dan lainnya.

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 68


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Berkenaan dengan itu pemerintah pusat maupun pemerintah
daerah telah berupaya menggalakkan kembali perpindahan
penduduk dari suatu daerah ke daerah lain (transmigrasi),
khususnya dari daerah padat ke daerah yang kurang padat
penduduknya seperti dari Pulau Jawa dan NTB ke
Sumatera, Kalimantan, dan kawasan Indonesia Bagian
Timur.
Sementara di Tahun 2009 tidak ada transmigrasi yang
masuk di Kalimantan Barat, namun realisasi penempatan
transmigrasi menurut daerah asal pada tahun 2008 terdapat
sebanyak 770 Kepala Keluarga (KK) atau sebanyak 3.187
Jiwa. Lokasi penempatan terbanyak di Kabupaten Kapuas
Hulu dan Kabupaten Kayong Utara. Dilihat dari asal para
transmigran khusus yang berasal dari luar Kalimantan
Barat, terbanyak berasal dari Jawa Barat dan Jawa Tengah
masing-masing sebanyak 96 KK dan 76 KK. Transmigrasi
yang berasal dari Jawa Barat, sebagian besar ditempatkan di
Kabupaten Kapuas Hulu yaitu sebanyak 50 KK, Kabupaten
Kayong Utara 41 KK, dan Kabupaten Sambas sebanyak 5
KK.
Secara umum, transmigrasi yang berasal dari luar Provinsi
Kalimantan Barat pada tahun 2008 ditempatkan di lima
wilayah Kabupaten yaitu berturut – turut dari yang
terbanyak adalah Kabupaten Kayong Utara 250 KK,
Kabupaten Kapuas Hulu 200 KK, Kabupaten Bengkayang
200 KK, Kabupaten Sanggau 100 KK dan Kabupaten
Sambas 20 KK.

Gambar 4.1 : Piramida Penduduk Kalimantan Barat

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 69


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Salah satu indikator untuk melihat keberhasilan
pembangunan sumber daya manusia adalah melalui sektor
pendidikan. Perkembangan dunia pendidikan di Kalimantan
Barat tampaknya cukup menggembirakan terutama di
tingkat pendidikan dasar. Jumlah prasarana SD sedikit
menurun dari 4.059 tahun 2008/2009 menjadi 4.046 pada
tahaun 2009/2010, demikian pula jumlah muridnya
mengalami peningkatan 2,62 persen dari tahun sebelumnya
atau dari 615.313 murid pada tahun 2008/2009 menjadi
631.455 murid pada tahun 2009/2010 menunjukkan terjadi
kenaikan pada jumlah tenaga pengajar (guru) tingkat SD.
Pada tahun 2008/2009 jumlah guru sebanyak 32.671 orang,
periode berikutnya meningkat menjadi 37.118 orang. Pada
tahun 2008/2009 rasio murid-guru sebanyak 19, artinya satu
orang guru dibebani mengajar murid sebanyak 19
orang.Tahun 2009/2010 rasio tersebut menurun menjadi 17.
Demikian juga untuk rasio guru terhadap sekolah, pada
tahun 2008/2009 satu sekolah tersedia kurang dari 10 orang
guru. Kondisi tahun 2009/2010.
Untuk tingkat SLTP jumlah prasarana bertambah menjadi
1.022 buah atau meningkat 12,56 persen dan jumlah murid
bertambah menjadi 176.589 orang meningkat sekitar 3,32
persen dari 2008/2009. Demikian halnya untuk jumlah guru
pada tahun 2009/2010 mengalami peningkatan sebesar
15,22 persen dari tahun 2009/2010.
Untuk jenjang pendidikan menengah umum (SMU), jumlah
sekolah mengalami peningkatan dari tahun 2008/2009
sebanyak 338 buah. Dan untuk jumlah murid mengalami
peningkatan dari 78.176 orang pada tahun 2008/2009
menjadi 82.424 orang pada tahun 2009/2010. Jenjang
pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) jumlah
guru mengalami peningkatan. Pada tahun 2008/2009 jumlah
guru 2.243 orang meningkat menjadi 2.703 orang pada
tahun 2009/2010. Demikian juga dengan jumlah sekolah
mengalami peningkatan sebesar 3,45 persen dari tahun
sebelumnya, sedangkan untuk jumlah murid sebelumnya
berjumlah 33.627 sedikit menurun menjadi 33.003 pada
tahun 2009/2010.
2) Perkembangan Ekspor-Impor Kalimantan Barat
Daerah Kalimantan Barat merupakan daerah yang banyak
menghasilkan produk primer yang cukup laku di pasaran,
sehingga kegiatan ekspor komoditas daerah tidak pernah
berhenti dari tahun ke tahun. Pada tahun 2009 total nilai

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 70


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
ekspor Kalimantan Barat mencapai US$ 536 juta, menurun
sebesar 40,28 persen dibanding tahun 2008 yang mencapai
US $ 898 juta. Adapun pelabuhan yang banyak memberikan
andil terhadap ekspor Kalimantan Barat adalah Pelabuhan
Pontianak dengan nilai ekspor sebesar US $ 394 juta, diikuti
kemudian oleh pelabuhan Kendawangan dengan nilai
ekspor sebanyak US $ 75 juta.
Dalam usaha mempercepat laju pertumbuhan ekonomi,
keperluan akan barang modal dan bahan baku impor masih
belum dapat dihindari. Nilai impor Kalimantan Barat pada
tahun 2009 sebesar US $ 158 juta dengan volume 229,35
juta kg. Ini berarti terjadi kenaikan nilai impor sebesar 53,33
persen dari tahun sebelumnya yang mencatat nilai US $ 103
juta, dari sisi volumenya terjadi peningkatan 102,20 persen
dari tahun 2008. Volume dan nilai impor yang paling
banyak melalui pelabuhan Pontianak.
Perdagangan antar-pulau merupakan salah satu saluran
ekspor-impor daerah Kalimantan Barat. Pemasukan barang
dari daerah lain, khususnya beras dikelola oleh Dolog dan
swasta. Untuk tepung terigu dan gula pasir mulai tahun
1998 dikelola oleh swasta. Bagi daerah Kalimantan Barat,
ketiga komoditas tersebut masih kekurangan, karenanya
harus didatangkan dari luar. Pada tahun 2009 telah
dimasukkan 68.516 ton beras, 5.831 ton gula pasir, 1.486
terigu ke Kalimantan Barat. Pada bulan Mei 2009 terlihat
bahwa volume perdagangan beras antar pulau (11.295 ton)
mencapai angka tertinggi dibandingkan dengan bulan-bulan
lainnya, sedangkan gula pasir mengalami pasokan tertinggi
pada bulan Agustus 2009 (981 ton) dan tepung terigu pada
bulan April 2009 (204 ton).

Gambar 4.2 : Grafik Perkembangan Nilai Ekspor Impor


Kalimantan Barat Tahun 2009

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 71


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Gambar 4.3 : Grafik Perkembangan Volume Ekspor Impor Tahun 2009

3) Pendapatan Regional dan Pertumbuhan Ekonomi


Pertumbuhan ekonomi dapat dilihat dari pertumbuhan
angka PDRB (Produk Domestik Regional Bruto). Saat ini
umumnya PDRB baru dihitung berdasarkan dua
pendekatan, yaitu dari sisi sektoral/lapangan usaha dan dari
sisi penggunaan.Selanjutnya PDRB juga dihitung
berdasarkan harga berlaku dan harga konstan.Total PDRB
menunjukkan jumlah seluruh nilai tambah yang dihasilkan
oleh penduduk dalam periode tertentu.
PDRB Kalbar atas dasar harga berlaku tahun 2009
mencapai 53,87 trilyun rupiah dengan kontribusi terbesar
diberikan oleh sektor pertanian (25,85%), sektor
perdagangan, hotel dan restoran (23,66%), dan sektor
industri pengolahan (17,97%). Struktur ekonomi ini masih
menempatkan sektor pertanian sebagai leading sector.
Namun, jika dilihat dari strukturnya selama lima tahun
terakhir tampak terjadi pergeseran sektoral, dimana sektor
industri pengolahan mulai menurun peranannya digantikan
oleh sektor perdagangan, hotel, dan restoran.
Pertumbuhan ekonomi tahun 2009 tumbuh sebesar 4,76
persen lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan
tahun 2008 yang sebesar 5,42 persen. Hal ini disebabkan
sector industri pengolahan yang memiliki kontribusi ketiga
terbesar mengalami pertumbuhan yang melambat
dibandingkan tahun 2008. Sektor pertanian tahun 2009
tumbuh 4,61 persen sedangkan tahun 2008 tumbuh 6,57

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 72


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
persen, sedangkan sektor industri pengolahan tahun 2008
dan 2009 masing-masing 1,86 persen dan 1,11 persen.
Sementara itu, sektor jasa-jasa yang sebelumnya tumbuh
4,56 persen kini mengalami pertumbuhan sebesar 5,88
persen. Meningkatnya PDRB secara total tahun 2009 diikuti
dengan meningkatnya PDRB per kapita. Pada tahun 2008
PDRB per kapita Kalbar mencapai Rp.11 juta, sedangkan
tahun 2009 meningkat sekitar 9 persen menjadi Rp.12 juta.
Selain dari sektoral, perkembangan ekonomi dapat
tercermin juga dari komponen-komponen penggunaan
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Penyajian
menurut penggunaan/pengeluaran dapat menggambarkan
komposisi penggunaan barang dan jasa. Baik yang
dihasilkan di dalam region maupun yang berasal dari luar
region. Komponen-komponen tersebut adalah: (1)
Konsumsi rumah tangga, (2) Konsumsi lembaga swasta
nirlaba, (3) Konsumsi Pemerintah, (4) Pembentukan modal
tetap domestik bruto, (5) Perubahan Stok, (6) Ekspor barang
dan jasa.
Ditinjau dari sudut penggunaannya PDRB tahun 2009 atas
dasar harga berlaku masih didominasi oleh konsumsi rumah
tangga yaitu sebesar 57,42 persen. Pengeluaran untuk
konsumsi rumah tangga cenderung mengalami peningkatan
dibandingkan dengan tahun 2008.Kondisi tersebut lebih
disebabkan oleh meningkatnya pengeluaran untuk konsumsi
makanan maupun non makanan. Sementara itu, pengeluaran
konsumsi lembaga swasta nirlaba memiliki proporsi terkecil
dalam penggunaan PDRB yaitu hanya 0,80 persen.
Laju pertumbuhan PDRB menurut penggunaan yang paling
tinggi dialami oleh konsumsi pemerintah sebesar 11,64
persen, namun pertumbuhannya sedikit melambat
dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 17,33
persen.
Berdasarkan PDRB atas dasar harga berlaku dan atas dasar
harga konstan 2000, kabupaten/kota yang memberi
kontribusi terbesar terhadap perekonomian Kalimantan
Barat adalah Kota Pontianak dan Kabupaten Kubu Raya.
Tahun 2009, PDRB atas dasar harga berlaku Kota Pontianak
mencapai Rp. 10,41 trilyun sedangkan Kabupaten Kubu
Raya mencapai Rp. 7,61 trilyun atau kontribusinya terhadap
perekonomian Kalimantan Barat masing- masing sebesar
19.32 persen dan 14,14 persen.

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 73


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Pertumbuhan ekonomi tahun 2009 tertinggi pada Kabupaten
Kubu Raya sebesar 5,87 persen, menyusul Kabupaten
Sanggau sebesar 5,59 persen. Tingginya pertumbuhan
Kabupaten Kubu Raya terutama disebabkan pertumbuhan
yang tinggi pada sub sektor pertambangan, industri
pengolahan dan bangunan. Sedangkan pertumbuhan yang
relatif tinggi pada Kabupaten Sanggau terutama didukung
oleh pertumbuhan sub sector perkebunan. Kabupaten yang
mengalami pertumbuhan terendah adalah Ketapang dan
Kabupaten Pontianak. Tahun 2009 pertumbuhan ekonomi
kedua kabupaten tersebut masing-masing sebesar -1,22
persen dan 1,40 persen. Rendahnya pertumbuhan ekonomi
pada Kabupaten Ketapang terutama disebabkan turunnya
pertumbuhan sektor Pertambangan dan Penggalian (-25,99
persen) serta sector Perdagangan, Hotel dan Restoran (2,32
persen). Untuk Kabupaten Pontianak, relatif kecilnya
pertumbuhan ekonomi terutama disebabkan melemahnya
pertumbuhan sektor Pertanian (tumbuh 1,59 persen). PDRB
Perkapita tertinggi adalah Kota Pontianak yang mencapai
19.744.437 rupiah menyusul Kabupaten Kubu Raya sebesar
15.142.983 rupiah.PDRB Perkepita terendah adalah
Kabupaten Melawi besarnya 4.941.288 rupiah.

Gambar 4.4 : Kontribusi PDRB atas dasar Harga Berlaku


Kalimantan Barat Tahun 2009

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 74


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Gambar 4.5 : Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di
Kalimantan Barat Tahun 2009

2. Perkembangan Keuangan dan Investasi


Perkembangan keuangan dan investasi di Kalimantan Barat
ditinjau dari perkembangan kemampuan keuangan dan investasi
dari daerah dan investasi dari pemerintah pusat, BUMN, dan
swasta. Berikut ini dibahas perkembangan keuangan dan investasi
di Kalimantan Barat.
a. Keuangan
Perubahan penerimaan daerah, tentunya akan membawa
dampak pada bergeraknya roda perekonomian .Hal ini terjadi
karena ada besar-kecilnya anggaran pendapatan dan belanja
daerah amat berpengaruh terhadap kegiatan perekonomian
masyarakat.Anggaran yang berimbang dapat menjamin
stabilitas perekonomian, dibanding anggaran deficit atau
surplus.Karena itu realisasi penerimaan dan pengeluaran
Propinsi dan Kabupaten/Kota perlu dipantau dan dievaluasi.
Realisasi Penerimaan Propinsi Kalimantan Barat pada tahun
anggaran 2009 mengalami kenaikan sebesar 103,693 milyar
rupiah atau naik sebesar 7,03 persen dari tahun 2008. Dari
komponen penerimaan, yang mengalami kenaikan tertinggi
adalah komponen dana perimbangan, yang mencapai 12,19
persen dan lain-lain pendapatan daerah yang sah 24,48
pensen. Realisasi pengeluaran, khususnya untuk belanja
pegawai naik 14,56 persen dari 287,833 milyar rupiah tahun
2008 naik menjadi 329,735 milyar rupiah pada tahun 2009.
Menurut laporan Bappeda Provinsi Kalimantan Barat, pada
tahun anggaran 2009 alokasi dana APBN sebesar
4.414.115.634 rupiah. Alokasi dana ini sebagian besar berasal

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 75


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
dari rupiah murni sebesar 4.015.563.776 rupiah dan dari
bantuan luar negeri sebesar 267.886.302 rupiah.
Penerimaan dari pajak sedang diusahakan sebagai sumber
utama pembiayaan rutin dan pembangunan dan untuk
mengurangi ketergantungan dengan pinjaman luar negeri dan
ekspor. Untuk penerimaan pajak bumi bangunan (PBB),
tercatat tahun 2009 tertinggi dari Kabupaten Kapuas Hulu
sebesar 43,187 milyar rupiah, kemudian berturut-turut
Kabupaten Ketapang, Kabupaten Sanggau dan Sintang,
masingmasing sebesar 38,610 milyar rupiah, 38,450 milyar
rupiah dan 36,640 milyar rupiah. Sementara total penerimaan
pajak bumi dan bangunan (PBB) dari 14 Kabupaten/Kota
menurun sebesar 10,64 persen dari tahun 2008 dengan jumlah
390,899 milyar rupiah.
Kehadiran lembaga perbankan sebagai lembaga yang
menghimpun dan menyalurkan pada pihak ketiga sangat
dibutuhkan, dalam upaya menggerakkan roda perekonomian
di Kalimantan Barat. Dari sisi jumlah Kantor bank yang ada
di Kalimantan Barat pada tahun 2009 mengalami
pertambahan dari 250 unit menjadi 277 unit atau naik sebesar
10,8 persen. Dana yang berhasil dihimpun baik dalam bentuk
giro, deposito dan tabungan mengalami peningkatan. Pada
tahun 2008 dana yang dihimpun mencapai 17,965 trilyun
rupiah naik menjadi 19,465 trilyun rupiah ditahun 2009 atau
naik 8,35 persen. Untuk dana yang disalurkan keberbagai
sektor ekonomi melalui kredit perbankan, mengalami
kenaikan sebesar 21,82 persen. Dilihat dari institusi yang
menyalurkan, Untuk Bank Pemerintah naik 30,73 persen,
Bank Swasta naik 5,52 persen serta Bank Perkreditan Rakyat
naik sebesar 10,16 persen dari tahun sebelumnya.
Koperasi yang merupakan sokoguru perekonomian, belum
cukup signifikan dalam menyumbangkan pertumbuhan
ekonomi, apalagi jika dilihat dari jumlah nilai volume usaha.
Jumlah koperasi primer di Kalimantan Barat pada tahun 2009
sebanyak 544 unit dengan jumlah anggota sebanyak 101.021
anggota dan volume usaha sebesar RP. 65 juta
Dewasa ini pegadaian semakin banyak diminati oleh
masyarakat. Nilai pinjaman tahun 2009 sebesar 744,47 milyar
rupiah. Dari beberapa kantor pegadaian yang ada, Cabang
Pontianak memberikan pinjaman terbesar 104,03 milyar
rupiah atau sebesar 13,97 persen dari total pinjaman.
Salah satu indikator stabilitas perekonomian adalah tingkat
inflasi dalam tahun tertentu. Untuk Provinsi Kalimantan Barat

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 76


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
pengukuran tingkat inflasi selain dilakukan di Kota Pontianak
juga di Kota Singkawang. Adapun komulatif inflasi di Kota
Pontianak pada 2009 berdasarkan tahun Kalender (Januari –
Desember) sebesar 4,91 persen. Inflasi tertinggi terjadi pada
kelompok makanan jadi, rokok dan tembakau yang tercatat
7,40 persen.
b. Investasi
Kegiatan Penanaman Modal (investasi) adalah kegiatan yang
berperan sentral dalam perekonomian, karena PMDN maupun
PMA dapat mempengaruhi produksi nasional maupun
regional.Dengan penanaman modal pula diharapkan terjadi
penambahan lapangan pekerjaan dalam rangka mengatasi
masalah pengangguran. Pengaruh penanaman modal ini
tercermin dalam perkembangan GNP atau PDRB maupun
struktur angkatan kerja. Rencana Investasi PMDN tahun
2009, tercatat 50.094,94 trilyun rupiah, namun realisasinya
baru mencapai 6.341,18 trilyun rupiah dengan demikian
realisasinya baru mencapai 12,66 persen dari seluruh rencana.
Untuk Investasi PMA, dari 2.778,90 juta US $ baru terealisasi
sebesar 944,18 juta US $ atau kurang lebih sebesar 33,98
persen dari seluruh investasi yang terealisasi, sektor ekonomi
yang menyerap realisasi tertinggi adalah sub sector
perkebunan. Kondisi investasi, menunjukkan pertumbuhan
yang melambat dibandingkan tahun 2008. Jika tahun 2008
investasi tumbuh 3,98 persen, maka pada tahun ini
pertumbuhannya hanya 3,45 persen.
Dalam rangka percepatan dan perluasan pembangunan
Indonesia yang tertuang dalam MP3EI, di Kalimantan Barat
dialokasikan investasi yang dilakukan oleh Pemerintah,
BUMN, dan campuran (swasta, pemerintah, BUMN).
Investasi pembangunan di Kalimantan Barat dalam MP3EI
adalah sebagai berikut:
1) Investasi oleh Pemerintah
a) Pembangunan Jalan Ketapang dan fasilitas
penggilingan (mills) sepanjang 67,6 km
b) Pembangunan Jembatan Tayan
c) Pelabuhan Teluk Melano
d) Pengembangan Pelabuhan Pontianak (55 Km)
e) Peningkatan Jalan Pontianak - Sei Pinyuh - Sei
Duri, 42 km
2) Investasi oleh BUMN
a) Pembangunan pembangkit listrik Kalimantan Barat
- PLN

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 77


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
b) Pembangunan fasilitas transmisi kelistrikan di
Kalimantan Barat – PLN
c) Proyek Fiber Optic Coverage dan BTS (lintas
provinsi di Kalimantan)
d) Investasi oleh Campuran
e) Pembangunan Jalur Kereta Api Puruk Cahu –
Tanjung Isuy sepanjang 203 km (lintas provinsi
Kalimantan)
f) Kalimantan Power Plant (700 MW) (lintas provinsi
Kalimantan)
Pada wilayah Koridor Ekonomi Kalimantan Barat ditetapkan
dalam MP3EI beberapa Kawasan Perhatian Investasi (KPI).
KPI tersebut antara lain:
1) KPI Bengkayang dan KPI Sambas (Lokasi : Bengkayang
dan Sambas)
Pembangunan ekonomi di KPI Bengkayang dan KPI
Sambas tidak dapat terpisahkan satu sama lain.
Keterikatan pembangunan akan menciptakan kegiatan
ekonomi yang efektif dan efisien. Berdasarkan masterlis
MP3EI KE Kalimantan nilai investasi riil pada KPI
Bengkayang sebesar Rp.872 Milyar. Sedangkan, nilai
investasi riil pada KPI Sambas sebesar Rp.311 Milyar.
2) KPI Sanggau (Lokasi : Sanggau)
KPI Sanggau memiliki nilai investasi riil sebesar
Rp.5.028 Milyar yang terdiri dari sektor kelapa sawit dan
bauksit. Sedangkan, investasi infrastruktur terkait
dengan pembangunan Jembatan Tayan dengan nilai
investasi sebesar Rp,623 Milyar. Pada dasarnya
pembangunan ekonomi di KPI Sanggau memiliki
integrasi dengan KPI Kapuas Hulu dan KPI Sintang.
Pembangunan rel kereta api dari Kalimantan Barat
menuju Kalimantan Timur membuka akses transportasi
yang dapat mendukung kegiatan investasi riil diketiga
KPI tersebut. KPI Kapuas Hulu sendiri memiliki nilai
investasi riil sebesar Rp.2.647 Milyar dan KPI Sintang
nilai investasi riil sebesar Rp.319 Milyar. Akses
penghubung dan integrasi memberikan insentif bagi
peningkatan investasi baru.
3) KPI Pontianak (Lokasi : Pontianak)
Pembangunan ekonomi di KPI Pontianak memiliki
integrasi dengan KPI Kubu dan KPI Landak karena
letaknya yang berdekatan. KPI Pontianak memiliki
investasi pada sektor perkayuan, kelapa sawit, pertanian
pangan, dan migas dengan nilai investasi riil sebesar

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 78


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Rp.9.846 Milyar. Sedangkan, pembangunan infrastruktur
di KPI Pontianak sebesar Rp.2.716 Milyar. KPI Landak
memiliki nilai investasi riil sebesar Rp.341 Milyar
dengan pembangunan infrastruktur sebesar Rp.595
Milyar. Sedangkan, KPI Kubu memiliki total nilai
investasi riil sebesar Rp.205 Milyar. Pembangunan
ekonomi yang terintegrasi antar KPI akan menciptakan
pembangunan yang efektif dan efisien.
4) KPI Ketapang (Lokasi : Ketapang)
KPI Ketapang memiliki potensi pengembangan ekonomi
di provinsi Kalimantan Barat. Letaknya yang strategis
memungkinkan aktivitas perdagangan antar provinsi dan
pulau. Saat ini KPI Ketapang sesuai dengan masterlis
MP3EI memiliki total nilai investasi sebesar Rp.11.656
Milyar pada sektor kelapa sawit, perkayuan, dan bauksit.
Pembangunan infrastruktur dilakukan pada jalan dan
pelabuhan dengan total nilai investasi sebesar Rp.1.108
Milyar. Kekuatan pembangunan ekonomi di KPI
Ketapang juga membuka peluang investasi bagi KPI
Mempawah dan KPI Melawi. Akses infrastruktur dalam
mendukung perdagangan menjadi daya tarik bagi
investasi baru. Pada KPI Mempawah total investasi riil
sebesar Rp.10.000 Milyar. Sedangkan, KPI Melawi
memiliki nilai investasi riil sebesar Rp.550 Milyar pada
sektor perkayuan dan kelapa sawit. Kedua KPI ini akan
menarik mengingat integrasi pembangunan antar KPI
dapat berjalan dengan baik dan saling mendukung.

B. Potensi Ekonomi Kalimantan Tengah


Potensi ekonomi Kaliamantan Tengah ditinjau dari pertumbuhan dan
perkembangan ekonomi, keuangan dan investasi. Berikut ini adalah
pembahasan potensi ekonomi Kalimantan Tengah.
1. Pertumbuhan dan Perkembangan Ekonomi Kalimantan
Tengah
Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi di Kalimantan Tengah
ditinjau dari perkembangan sosioekonomi, perkembangan ekspor
impor, pendapatan regional dan pertumbuhan ekonomi.
Pembahasan lebih lanjut diuraikan sebagai berikut.
a. Karakteristik Perkembangan Sosioekonomi
Penduduk laki-laki Provinsi Kalimantan Tengah lebih banyak
dibandingkan jumlah penduduk perempuan. Hal ini dapat
ditunjukkan oleh sex ratio yang nilainya lebih besar dari
100.Pada tahun 2010, untuk setiap 100 penduduk perempuan

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 79


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
terdapat 109 penduduk laki-laki. Laju pertumbuhan penduduk
untuk periode tahun 2000-2010 berada di bawah 3 persen, hal
ini menunjukkan keberhasilan pemerintah dalam menekan
angka kelahiran melalui program Keluarga Berencana (KB).
Penyebaran penduduk Kalimantan Tengah masih belum merata
khususnya didaerah pedesaan karena masih kurangnya sarana
jalan darat, sehingga daerah sepanjang aliran sungai menjadi
daerah pemukiman penduduk. Dengan luas wilayah sekitar
153.564 tingkat kepadatan penduduk pada tahun 2010
mencapai 14 orang per km2.
Masalah ketenagakerjaan merupakan masalah yang harus
dihadapi masing-masing daerah, dari total penduduk usia kerja
(15 tahun ke atas), sekitar 3/4 penduduk Kalimantan Tengah
termasuk dalam angkatan kerja. Tingkat partisipasi angkatan
kerja mengalami sedikit penurunan selama periode 2008-2010
dari 71,24 persen menjadi 69,90 persen.
Pasar tenaga kerja juga ditandai dengan tingginya angka
kesempatan kerja. Persentase penduduk usia kerja yang bekerja
mencapai lebih dari 90 persen. Tingkat pengangguran terlihat
semakin menurun selama kurun waktu 2008-2010. Pada tahun
2008 tingkat pengangguran terbuka tercatat sebesar 4,59
persen, angka ini menurun menjadi 4,14 persen pada tahun
2010.
Menurut kelompok sektor, pilihan bekerja di sektor primer
mendominasi pasar kerja (60 persen) pada tahun 2010, diikuti
sektor tersier (30 persen) dan sisanya bekerja di sektor
sekunder. Komposisi tersebut tidak banyak mengalami
perubahan selama 2008-2010. Upah minimum provinsi (UMP)
terus mengalami peningkatan. Hingga tahun 2010 UMP
Provinsi Kalimantan Tengah sebesar Rp 1.446 juta. Penduduk
laki-laki di Kalimantan Tengah seperti di derah lain memiliki
kemampuan baca tulis lebih tinggi dibanding dengan
perempuannya. Secara umum penduduk di perkotaan
Kalimantan Tengah mempunyai kemampuan baca tulis yang
lebih baik dibandingkan penduduk perdesaan.
Peningkatan penduduk yang bersekolah selama tahun 2008-
2010 merupakan keberhasilan dalam upaya memperluas
pelayanan pendidikan. Dari rata-rata lama sekolah terlihat
bahwa pelaksanaan program wajib belajar 9 tahun yang
dicanangkan pemerintah baru berjalan sekitar 8 tahun.
Pada jenjang pendidikan SD/MI/SDLB di Provinsi Kalimantan
Tengah untuk tahun ajaran 2010/2011 seorang guru rata-rata

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 80


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
mengajar 11 murid. Untuk jenjang pendidikan SLTP rata-rata
seorang guru mengajar 13 murid dan jenjang SLTA beban
seorang guru hanya mengajar 12 murid. Kemampuan daya
tampung sekolah tingkat SD/MI/SDLB di Kalimantan Tengah
mencapai 111 siswa, SLTP 170 siswa dan SLTA 227 siswa.
Secara keseluruhan tingkat keberhasilan pembangunan manusia
Provinsi Kalimantan Tengah yang meliputi bidang kesehatan,
pendidikan dan ekonomi dapat digambarkan dengan Indeks
Pembangunan Manusia (IPM). Tahun 2010, IPM mencapai
74,62 mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2009
dengan nilai indeks 74,36. Selama periode tahun 2009–2010
status pembangunan manusia belum beranjak dari status
pembangunan manusia berkategori “menengah atas”. Reduksi
shortfallnya selama periode tersebut adalah positif 1,01 dan ini
artinya IPM Provinsi Kalimantan Tengah pada tahun 2010
dibanding tahun 2009 relatif naik 1,01 persen ke sasaran indeks
pembangunan manusia ideal sebesar 100.
Persentase penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah
Garis Kemiskinan) di Provinsi Kalimantan Tengah mengalami
penurunan yang cepat. Pada tahun 2006 persentase penduduk
miskin sebesar 13,42 persen turun menjadi 9,38 persen di tahun
2007. Angka kemiskinan kembali turun pada tahun 2008
menjadi 8,71 persen dan 2009 sebesar 7,02 persen, ini berarti
jumlah penduduk miskin turun sebesar 0,67 persen dari tahun
2008 untuk daerah perkotaan dan perdesaan.
1) Perkembangan Ekspor-Impor
Perkembangan ekspor Kalteng sudah semakin baik, dilihat
dari nilai ekpor yang terus meningkat dan jauh melebihi
nilai impornya. Nilai ekspor Kalimantan Tengah pada tahun
2010 sebesar US$ 443,09 juta atau meningkat 35,56 persen
dibanding tahun 2009. Peningkatan ini didominasi oleh
ekspor komoditas ekspor pada kelompok Lemak & Minyak
Hewan/Nabati yaitu dengan produk andalannya Crude Palm
Oil (CPO) yang meningkat sebesar 44,39 persen.
Perkembangan nilai total impor Kalteng tengah tahun 2008-
2009 menurun sebesar –9,32 persen. Namun pada tahun
2010 impor Kalteng meningkat tajam hingga sebesar 64,33
persen. Peningkatan itu terutama pada komoditas
mesin/pesawat mekanik yang diimpor hingga lebih dari dua
kali lipat dari tahun 2009.
Terdapat 3 pintu ekspor-impor di Kalteng yaitu Pelabuhan
Kumai, Pelabuhan Sampit, dan Pelabuhan Pangkalan Bun.
Ekspor terbesar dilakukan melalui Pelabuhan Kumai senilai

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 81


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
US$231,64 juta (52,28 persen), diikuti Pelabuhan Sampit
senilai US$122,14 juta (27,57 persen) dan Pelabuhan
Pangkalan Bun dengan nilai US$86,28 juta (19,47 persen).
Sedangkan impor dilakukan melalui Pelabuhan Sampit
sebesar US$44,32 juta (77,10 persen) dan Pelabuhan Kumai
sebesar US$10,90 juta (18,96 persen).
Nilai ekspor Kalimantan Tengah bulan Desember 2011
sebesar US$161,66 juta, naik 38,25 persen dibanding bulan
November 2011 yang mencapai US$116,93 juta. Secara
kumulatif nilai ekspor Kalimantan Tengah Januari –
Desember 2011 mencapai US$1.339,65 juta atau naik 11,37
persen dibanding periode yang sama tahun 2010 yang
sebesar US$1.202,84 juta.
Komoditas ekspor bulan Desember 2011 adalah Bahan
bakar mineral (27) US$ 102,12 juta (63,17 persen), lemak &
minyak hewani/nabati (HS 15) sebesar US$ 28,00 juta
(17,32 persen), Karet dan Barang dari Karet (40) sebesar
US$ 17,61 juta (10,89 persen), kayu, barang dari kayu (HS
44) senilai US$ 5,33 juta (3,30 persen) dan bijih kerak dan
abu logam ( HS 26) senilai US$ 6,42 juta (3,97 persen).
Ekspor terbesar bulan Desember 2011 dilakukan melalui
Pelabuhan Kumai dengan nilai US$22,33 juta (13,82
persen), Pelabuhan Pangkalan Bun dengan nilai US$11,26
juta (6,97 persen) dan di luar pelabuhan Kalimantan Tengah
US$124,01 (76,71 persen). Secara kumulatif ekspor terbesar
dilakukan melalui Pelabuhan Kumai sebesar US$295,18
juta (22,03 persen) di luar Kalimantan Tengah (65,52
persen).
Negara tujuan ekspor bulan Desember 2011 adalah China
sebesar US$ 87,80 juta (54,31 persen), India sebesar US$
17,15 juta (10,61 persen) dan Malaysia sebesar US$ 15,37
juta (9,51 persen).
Pada bulan Desember 2011 nilai impor Kalimantan Tengah
sebesar US$ 17,43 juta. Secara kumulatif nilai impor
Kalimantan Tengah Januari – Desember 2011 mencapai
US$ 88,79 juta atau naik 54,42 persen dibanding periode
yang sama tahun 2010 yang sebesar US$57,50 juta.
Komoditas impor terbesar bulan Desember 2011 adalah
mesin/pesawat mekanik (HS 84) senilai US$ 6,39 juta,
secara kumulatif Januari - Desember 2011 mesin/pesawat
mekanik (HS 84) senilai US$ 53,11 juta (59,82 persen) dan

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 82


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
benda-benda dari besi dan baja (HS 73) senilai US $ 10,30
juta (11,60 persen).
Impor bulan Januari - Desember 2011 dilakukan melalui
pelabuhan Sampit sebesar US$57,83 juta (65,13 persen) dan
Kumai sebesar US$17,15 juta (19,32 persen) dan Pangkalan
Bun sebesar US$6,58 juta (7,41 persen).

Gambar 4.6 : Grafik Ekspor Kalimantan Tengah Menurut Kelompok


Komoditas Januari-Desember 2011

Gambar 4.7 : Grafik Impor Kalimantan Tengah Menurut Kelompok


Komoditas Januari-Desember 2011

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 83


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
2) Pendapatan Regional dan Pertumbuhan Ekonomi
Seiring dengan dengan membaiknya perekonomian
Nasional, perekonomian Kalimantan Tengah pada tahun
2010 tumbuh relatif stabil dan bahkan menunjukkan tren
meningkat, ditandai dengan pertumbuhan ekonomi selalu di
atas 5 persen selama periode 3 tahun terakhir. Secara
kumulatif perekonomian Kalimantan Tengah pada tahun
2010 tumbuh sebesar 6,47 persen. Pertumbuhan ini
merupakan yang tertinggi dibanding tahun-tahun
sebelumnya.
Sektor ekonomi yang mengalami pertumbuhan tertinggi
terjadi pada sektor Keuangan,Persewaan & Jasa Perusahaan
sebesar 18,68 persen, diikuti sektor Pertambangan dan
Penggalian sebesar 11,78 persen dan sektor Perdagangan,
Hotel dan Restoran 8,37 persen.
Selama tiga tahun terakhir, distribusi PDRB Kalimantan
tengah di dominasi sektor Pertanian, dan pada tahun 2010
sebesar 28,59 persen sekaligus menjadi unggulan
perekonomian Kalimantan Tengah. Kontributor kedua
terbesar adalah sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran
(20,90%) kemudian disusul sektor Jasa-jasa (12,88%).
Selama sepuluh tahun terakhir, PDRB Kalimantan Tengah
telah naik 3,8 kali lipat. Kenaikan ini.terutama didominasi
oleh pertumbuhan sektor tersier. Sedangkan PDRB
perkapitanya naik 3,1 kali lipat dibanding tahun 2000.

2. Perkembangan Keuangan dan Investasi


Berdasarkan MP3EI, investasi pembangunan akan dilakukan di
Kalimantan Tengah. Investasi tersebut antara lain:
a) Investasi oleh Pemerintah
1) Pembangunan jalan dari Kotawaringin ke fasilitas
penggilingan (mills) sepanjang 116 km
2) Peningkatan jalan batas Propinsi Kalteng Tenggarong-
Samarinda (357,9 km)
3) Adpel Pulau Pisau
4) Peningkatan Jalan Strategis Nasional dari Sampit -
Bagendang - Ujung Pandaran - 82 km (35 km masih
tanah)
5) Peningkatan jalan dari Sampit - Sp. Runtu – Pangkalan
Bun - Kumai - Sp. Runtu -runtu - 399 km
6) Pengembangan Pangkalan Bun (58,5 Km)
7) Pelabuhan Tongkang Bangkuang (17 Km)

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 84


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
8) Pembangunan Intake dan saluran transmisi air baku
Palingkau 220 I/s
9) Pembangunan jalan trans Kalimantan sepanjang 385
Km (lintas provinsi di Kalimantan)
10) Pembangunan akses jalan menuju bandara dan
Pelabuhan (lintas provinsi di Kalimantan)
b) Investasi oleh BUMN
1) Pembangunan pembangkit listrik Kalimantan Tengah -
PLN
2) PLTU Sampit (2x25 MW)
3) Pembangunan fasilitas transmisi kelistrikan di
Kalimantan Tengah – PLN
4) Pembangunan Jaringan Transmisi PLN Sampit-
Pangkalan Bun
5) Pembangunan Transmisi Tegangan Tinggi 150 KV
Palangkaraya- Kuala Kurun
6) Pengembangan kapasitas Pelabuhan Kumai di
Kabupaten Kumai, Kalimantan Tengah
7) Pembangunan PLTU Buntok 2 x 7 MW
8) Pembangunan PLTU 2 x 3 MW Kuala Pembuang
9) Pengembangan Pelabuhan Bumiharjo
10) Proyek Fiber Optic Coverage dan BTS (lintas provinsi
di Kalimantan)
c) Investasi oleh Campuran
1) Pembangunan Jalur Kereta Api Puruk Cahu -
Bangkuang sepanjang 185 km
2) Pembangunan PLTU PT IDMU 2 x 100 MW
3) Pembangunan PLTGU Bangkanai 120 MW di
Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah.
4) Pembangunan Jalur Kereta Api Puruk Cahu – Tanjung
Isuy sepanjang 203 km (lintas provinsi di Kalimantan)
5) Kalimantan Power Plant (700 MW) (lintas provinsi di
Kalimantan)
Berdasarkan MP3EI di Kalimantan Tengah ditetapkan Kawasan
Perhatian Investasi (KPI). KPI di Kalimantan Tengah tersebut
antara lain:
(a) KPI Kotawaringin Timur (Lokasi : Kotawaringin Timur)
Pembangunan ekonomi di KPI Kotawaringin Timur
mengacu pada sektor kelapa sawit dan perkayuan dengan
nilai investasi sebesar Rp.967 Milyar.Pembangunan
infrastruktur untuk jalan, PLTU, dan pelabuhan dengan
nilai investasi sebesar Rp.1.396 Milyar. Keberadaan
pembangunan infrastruktur di KPI Kotawaringin Timur
akan terintegrasi dengan KPI sekitarnya seperti, KPI

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 85


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Lamandau dan KPI Katingan dengan nilai masing-masing
KPI sebesar Rp.330 Milyar dan Rp.85 Milyar. Peluang
investasi baru pada ketiga KPI masih terbuka lebar karena
potensi ekonomi yang dimiliki masih dapat
dikembangkan.
(b) KPI Kotawaringin Barat (Lokasi : Kotawaringin Barat)
KPI Kotawaringin Barat memiliki investasi riil yang
terdiri atas sektor perkayuan, kelapa sawit, dan bijih besi
dengan nilai investasi sebesar Rp.33.191 Milyar.
Pembangunan infrastruktur meliputi jalan dan pelabuhan
dengan nilai investasi sebesar Rp.1808 Milyar. Potensi
ekonomi dan investasi baru di KPI Kotawaringin Barat
terintegrasi pula dengan KPI Sukamara dan Seruyan.
Integrasi ekonomi ekonomi pada ketiga KPI tersebut
karena letaknya yang berdekatan.Di KPI Sukamara nilai
investasi riil sebesar Rp.446 Milyar. Sedangkan, untuk
nilai investasi sektor riil KPI Seruyan sebesar Rp.57
Milyar. Integrasi ekonomi pada ketiga KPI memberikan
kesempatan bagi masuknya investasi baru. Melalui
pembangunan yang terintegrasi akan memberikan
kemudahan dalam akses dan aktivitas ekonomi.
(c) KPI Kapuas (Lokasi : Kapuas)
KPI Kapuas memiliki investasi di sektor batubara, kelapa
sawit, perkayuan, dan pertanian pangan dengan total nilai
investasi sebesar Rp.7.464 Milyar. Nilai investasi untuk
infrastruktur sebesar Rp.430 Milyar. Pembangunan
ekonomi di KPI Kapuas akan terintegrasi dengan KPI
Barito yang letaknya berdekatan. KPI Barito sendiri
memiliki nilai investasi riil sebesar Rp.1.490 Milyar
dengan nilai investasi infrastruktur Rp.2.140 Milyar.
Intergrasi ekonomi antara KPI Kapuas dengan KPI Barito
akan meningkatkan efektivitas dan efisiensi pembangunan
ekonomi. Hal ini akan meningkatkan daya tawar bagi
penambahan investasi baru.
(d) KPI Murung Raya (Lokasi : Murung Raya)
KPI Murung Raya memiliki kekayaan alam berupa
perkayuan dan batubara berkalori tingggi. Maka, investasi
yang terdapat di KPI Murung Raya untuk sektor
perkayuan dan batubara dengan nilai investasi sebesar
Rp.76.521 Milyar. Kekayaan alam yang dimiliki oleh
Kabupaten Murung Raya memiliki potensi ekonomi yang
besar bagi kesejahteraan masyarakat. Pengembangan dan
pembangunan ekonomi yang berdaya saing harus menjadi
bagian dalam realisasi MP3EI di KPI Murung Raya.

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 86


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
C. Potensi Ekonomi Kalimantan Selatan
Potensi ekonomi Kaliamantan Selatan ditinjau dari pertumbuhan dan
perkembangan ekonomi, keuangan dan investasi. Berikut ini adalah
pembahasan potensi ekonomi Kalimantan Selatan.
1. Pertumbuhan dan Perkembangan Ekonomi
Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi di Kalimantan Selatan
ditinjau dari perkembangan sosioekonomi, perkembangan ekspor
impor, pendapatan regional dan pertumbuhan ekonomi.
Pembahasan lebih lanjut diuraikan sebagai berikut.
a. Karakteristik Perkembangan Sosioekonomi
Jumlah penduduk yang besar menjadi salah satu modal dasar
yang efektif bagi pembangunan bila diikuti dengan kualitas
baik. Namun dengan pertumbuhan penduduk yang pesat, sulit
untuk meningkatkan mutu. Data jumlah penduduk yang
disajikan pada publikasi ini adalah data jumlah penduduk tahun
2009 hasil Proyeksi Penduduk. Pada pertengahan tahun 2009
berdasarkan Hasil Proyeksi Penduduk, jumlah penduduk
Kalimantan Selatan telah bertambah menjadi 3.496.125 jiwa,
terdiri atas laki-laki 1.753.112 jiwa dan perempuan 1.743.013
jiwa.
Jumlah penduduk ini jika dilihat menurut daerah
kabupaten/kota, maka yang terbanyak penduduknya adalah
Kota Banjarmasin yaitu 638.902 jiwa, disusul Kabupaten
Banjar 498.088 jiwa dan Kotabaru 281.120 jiwa. Sedangkan
jumlah penduduk terendah berada di Kabupaten Balangan
102.696 jiwa. Jika dikaitkan dengan luas wilayah (tingkat
kepadatan penduduk), maka Kota Banjarmasin menjadi kota
terpadat yaitu 8.792 orang per km2, kemudian Kota Banjarbaru
dengan kepadatan penduduk 522 orang per km2. Tingkat
kepadatan penduduk terendah di Kabupaten Kotabaru yaitu 30
orang per km2, hal ini dikarenakan Kotabaru mempunyai
wilayah yang paling luas dibanding kabupaten lain sedangkan
penduduknya tidak terlalu banyak.

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 87


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Gambar 4.8 : Jumlah dan Distribusi Penduduk Menurut Jenis Kelamin

Ditinjau menurut jumlah rumah tangga, tercatat sebesar


942.773 rumah tangga ada di Kalimantan Selatan pada tahun
2009. Laju pertumbuhan penduduk secara alami dipengaruhi
oleh banyaknya penduduk lahir, mati, dan migrasi.
Berdasarkan hasil Proyeksi Penduduk, laju pertumbuhan
penduduk Kalimantan Selatan mengalami penurunan sejak dua
dasawarsa ini. Tercatat laju pertumbuhan penduduk
Kalimantan Selatan selama 2005-2009 sebesar 1,66 persen.
Jika dilihat menurut Kabupaten/Kota, laju pertumbuhan
penduduk yang paling rendah terjadi di kabupaten Balangan
yakni sebesar 0,55 persen dan tertinggi ada di Kabupaten
Tanah Bumbu sebesar 2,36 persen.
Masalah penduduk sangat berkaitan erat dengan masalah
tenaga kerja. Salah satu contoh adalah tingginya tingkat
pertumbuhan penduduk akan berpengaruh juga pada tingginya
penyediaan tenaga kerja. Penawaran tenaga kerja yang tinggi
tanpa diikuti penyediaan kesempatan kerja yang cukup akan
menimbulkan dampak yaitu pengangguran.
Hasil SAKERNAS 2009 mencatat bahwa penduduk
Kalimantan Selatan yang berusia 15 tahun ke atas sebanyak
2.543.850 jiwa. Dari jumlah tersebut sebanyak 1.705.905 jiwa
(67,06%) berstatus bekerja sedangkan yang mencari kerja atau
pengangguran sebanyak 115.812 jiwa (4,55%). Penduduk yang

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 88


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
bukan angkatan kerja terdiri dari penduduk yang bersekolah,
mengurus rumah tangga dan kegiatan lainnya, sejumlah
722.133 jiwa (28,39%) dari total penduduk yang berumur 15
tahun ke atas.
Jumlah penduduk berumur 15 tahun ke atas menurut kegiatan
utama dan status pekerjaan utama yang dikatagorikan menjadi
tiga kelompok primer, sekunder dan tersier. Dari tabel tersebut
ternyata masih banyak penduduk yang bekerja di lapangan
perkerjaan utama primer yaitu sebanyak 727.745 jiwa
(42,66%). Penduduk yang bekerja di lapangan pekerjaan utama
sekunder sebesar 252.201 jiwa (14,78%), dan di lapangan
pekerjaan utama tersier sebesar 725.959 jiwa (42,56%).

b. Perkembangan Ekspor-Impor
Pada tahun 2008 nilai realisasi ekspor Kalimantan Selatan
mencapai 5,1 milyar US$ lebih. Penyumbang terbesar ekspor
Kalimantan Selatan adalah produk tambang yang mencapai
88,21 persen dari total nilai ekspor. Komoditi lain yang
diekspor diantaranya adalah produksi kayu lapis, karet dan
produk perikanan. Ekspor Kalimantan Selatan masih bertumpu
pada potensi sumber daya alam. Oleh karena itu yang perlu
diperhatikan adalah keseimbangan ekosistem dan kelestarian
alam. Di samping itu juga perlu dikembangkan ekspor untuk
komoditi lainnya. Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya
nilai ekspor tahun 2009 mengalami kenaikan sebesar 26,98
persen. Apabila dilihat perkomoditi, hampir semua komoditi
mengalami kenaikan, kecuali untuk komoditi produk karet
alam dan produk kayu.
Karet alam mengalami penurunan terbesar (67,97 persen)
dibandingkan dengan tahun sebelumnya, nilai ekspor tahun
2009 sebesar 52,4 juta US$ sangat jauh dibandingkan dengan
ekspor tahun 2008 sebesar 163,5 juta US$. Penurunan terbesar
kedua nilai ekspor adalah produk kayu yaitu 45,09 persen, nilai
ekspor produk kayu sebesar 284,8 juta di tahun 2008,
kemudian turun menjadiUS$ 156,4 juta US$ pada tahun 2009.
Produk tambang adalah komoditi ekspor terbesar di kalsel,
produk ini adalah batubara (4,4 Milyar US$), disusul oleh biji
besi (44 juta US$), dan linker 18,8 juta US$). Kenaikan ekspor
batubara disebabkan oleh tingginya permintaan batubara
sebagai sumber energi di luar negeri. Untuk negara tujuan
ekspor, dari total komoditi yang diekspor Kalimantan Selatan,
Jepang merupakan negara tujuan utama eksportir, disusul
kemudian RRC, India, dan Korea Selatan.

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 89


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Dirinci menurut jenis komoditi ekspor, komoditi karet alam
sebagian besar diekspor ke Cina. Untuk komoditi kayu,
sebagian besar produk ini diekspor negara-negara Asia dan
Timur Tengah, seperti Jepang, Taiwan, dan Saudi Arabia.
Tujuan utama ekspor rotan adalah Cina dan Jepang. Komoditi
udang beku terbesar diekspor ke Jepang, disusul kemudian ke
Belanda dan Taiwan. Adapun batubara terbesar diekspor ke
Jepang, China, India, dan Korea Selatan.

Gambar 4.9 : Persentase Realisasi Ekspor Kalimantan Selatan


Tahun 2009

Penyaluran dan penjualan beras yang dilakukan oleh Depot


Logistik (Dolog) Kalimantan Selatan pada tahun 2009
mencapai 42.865 ton. Jika dibandingkan dengan tahun lalu
ternyata mengalami penurunan sebesar 8,3 persen, tahun 2008
Dolog berhasil menyalurkan beras sebesar 46.735 ton. Tahun
2009 yang mengalami kenaikan adalah persedian awal, yaitu
naik 46,11 persen. Karena tahun sebelumnya banyak sekali
persedian beras sampai akhir tahun 2008.Pemasukan beras,
dibandingkan dengan tahun sebelumnya, mengalami penurunan
sebesar 45, 7 persen (hanya 29.941 ton). Sedangkan persediaan
yang dikuasai (fixed stock) mengalami penurunan sebesar 23,1
persen, dari 73.735 ton di tahun 2008, menjadi 56.676 ton pada
tahun 2009.

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 90


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Pengadaan dan Penyaluran Pupuk untuk pertanian yang
dilakukan oleh PT Pupuk Kaltim dan PT Petrokimia putra, di
tahun 2009 semuanya mengalami penurunan baik pupuk urea
maupun pupuk NPK. Pengadaan pupuk turun sebesar 37,8
persen dari 46.972 ton (tahun 2008) menjadi 29.237 ton di
tahun 2009. Sedangkan penyaluran pupuk mengalami
penurunan sebesar 21,3 persen, dari 47.202 ton di tahun 2008
menjadi 37.131 ton. Untuk data pengadaan dan penyaluran
obat-obatan pertanian hanya tersedia data yang diperoleh dari
PT. PERTANI. Penyaluran jenis obat-obatan pertanian yang
terbesar adalah Dry Up, disusul oleh paratop, Kedua jenis obat-
obatan inilah yang mendominasi di pasaran Kalimantan Selatan
c. Pendapatan Regional dan Pertumbuhan Ekonomi
PDRB Kalimantan Selatan menurut lapangan usaha atas dasar
harga berlaku dengan migas tahun 2009 mencapai 51.177
milyar rupiah dan 50.548 milyar rupiah tanpa migas.
Sedangkan atas dasar harga konstan, PDRB tahun 2009
mencapai 28.918 milyar rupiah dengan migas dan 28.458
milyar rupiah tanpa migas.
Laju pertumbuhan ekonomi tahun 2009 sebesar 5,01 persen.
Dilihat dari kontribusi per sektor, sektor pertanian masih
memberikan andil terbesar dalam pembentukan total PDRB,
kemudian disusul sektor pertambangan dan penggalian serta
sektor perdagangan, restoran dan perhotelan.
Pendapatan regional perkapita atas dasar harga berlaku tahun
2009 mengalami kenaikan sebesar 9,33 persen dibandingkan
dengan tahun sebelumnya. Pada tahun ini pendapatan regional
perkapita tercatat 14,5 juta rupiah pertahun.
PDRB menurut penggunaan untuk tahun 2009 memperlihatkan
komposisi penggunaan barang dan jasa yang digunakan untuk
konsumsi akhir, baik yang dihasilkan di wilayah sendiri
maupun yang berasal dari wilayah lain (impor).
Dilihat dari penggunaannya, pada tahun 2009 ekspor lebih
dominan dengan menyerap sekitar 70,4 persen dari total
PDRB, dengan rincian untuk ekspor ke luar negeri sebesar 63,3
persen dan ekspor antar propinsi sebesar 7,12 persen.
Pengeluaran konsumsi rumah tangga juga cukup dominan yaitu
sekitar 51 persen dengan rincian 31,4 persen konsumsi
makanan dan 19,6 persen konsumsi non makanan.

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 91


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
2. Perkembangan Keuangan dan Investasi
a. Keuangan
Realisasi penerimaan PBB yang dicatat oleh Inspeksi Pajak
Bumi dan Bangunan menunjukkan bahwa pada tahun 2009
hampir semua Kabupaten dan kota telah mencapai target yang
ditetapkan, realisasi tertinggi dicapai oleh Kabupaten Tapin
(123%), sedangkan realisasi terendah adalah Kota Banjarmasin
(87,61%).
Realisasi PBB terbesar berasal dari sektor pertambangan
sebesar 386,8 milyar lebih. Jika dibandingkan dengan tahun
sebelumnya angka ini mengalami penurunan, dimana realisasi
PBB pada tahun 2008 hanya mencapai 446 milyar. Jika dirinci
menurut Kabupaten/Kota maka realisasi PBB dari sektor
pertambangan terbesar berasal dari Kabupaten Tabalong
sebesar 89 milyar lebih, kemudian disusul Kabupaten Balangan
dan Hulu Sungai Utara masing-masing sebesar 45 milyar dan
35 milyar lebih.
Jumlah realisasi pendapatan daerah tingkat I sebesar 2,03
trilyun rupiah yang berarti tingkat pencapainya sekitar 116,8
persen dari target yaitu sebesar 1.,7 trilyun rupiah. Dirinci
menurut komponen penerimaan, terbesar berasal dari
Pendapatan Asli Daerah (PAD) yaitu sebesar 1 trilyun lebih.
PAD yang telah diterima ini, merupakan 108,4 persen dari
target yang dicanangkan yaitu hanya 945 milyar rupiah.
Posisi dana simpanan perbankan di Kalsel baik melalui Giro,
Deposito maupun Tabungan pada akhir tahun 2009 mencapai
17.866 milyar lebih dengan jumlah kredit pada akhir tahun
sebesar 17.661 milyar lebih
Kredit perbankan tersebut terbesar disalurkan melalui bank
umum pemerintah sebesar 3.441 milyar lebih pada bulan
Desember 2009, disusul oleh bank swasta nasional sebesar
2.157 milyar sedangkan sisanya adalah bank asing dan
campuran, serta Bank Perkreditan Rakyat. Dana kredit di
Kalsel tersebut jika dirinci menurut penggunaannya pada akhir
tahun 2009 sebagian besar digunakan untuk modal kerja
(34,87%), kemudian konsumsi (34,67%) serta untuk investasi
(30,46%)
Pada tahun 2009 jumlah koperasi primer tercatat sebanyak
2.136 buah, dengan jumlah anggota sebanyak 301.183 jiwa.
Jumlah KUD pada tahun 2009 tercatat sebanyak 377 KUD
dengan jumlah anggota sebanyak 112.548 orang. Dirinci
menurut jenisnya maka Koperasi Pegawai Negeri adalah jenis

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 92


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
terbanyak dengan jumlah 449 koperasi diikuti dengan Koperasi
Unit Desa sebanyak 377 koperasi.
Data harga-harga khususnya harga konsumen yang
dikumpulkan oleh BPS meliputi seluruh keperluan hidup
masyarakat. Data harga ini digunakan sebagai dasar
penghitungan Indeks Harga Konsumen (IHK). IHK mengukur
tingkat perubahan harga suatu komoditi pada dua periode
berurutan. Sejak bulan April 1999, penghitungan IHK
mengalami perubahan tahun dasar menjadi 1996=100, yang
sebelumnya menggunakan tahun dasar 1993.Berdasarkan tahun
dasar baru, maka indeks harga konsumen dibedakan menjadi 7
kelompok indeks dan satu indeks umum. Pada bulan Desember
2009 indeks umum di Banjarmasin sebesar 119,40. Dari
perbandingan IHK ini dapat dihitung tingkat inflasi. Laju
inflasi sampai akhir tahun 2009 sebesar 0,26 persen.
Selama tahun 2009 jumlah pembayaran untuk pensiunan
sebesar 578.063 milyar rupiah lebih. Sedangkan pembayaran
klaim program asuransi Tabungan Hari Tua (THT) mencapai
42.932 milyar rupiah dengan jumlah klaim lebih dari 2.102
klaim. Pembayaran klaim program asuransi kematian (Askem)
tahun 2009 mencapai 3.022 Milyar rupiah lebih dengan jumlah
klaim mencapai 1.313 klaim.
Dari pegadaian tercatat jumlah kredit pada tahun 2009
mencapai 16.573 barang jaminan dengan nilai uang pinjaman
sebesar 91.521 milyar rupiah lebih, sedangkan pelunasan
mencapai 16.204 barang jaminan dan dengan nilai 88.437
milyar lebih.
BPS mencatat pengeluaran rumah tangga melalui Survei Sosial
dan Ekonomi Nasional (Susenas) Pengeluaran digolongkan
menjadi kelompok makanan dan non makanan. Berdasarkan
hasil Susenas 2009, pengeluaran rata-rata perkapita sebulan di
Kalimantan Selatan untuk kelompok makanan yang tertinggi
adalah untuk padi-padian dengan rata-rata sebesar 82.692,63
rupiah, diikuti ikan dan makanan jadi. Sementara pengeluaran
rata-rata perbulan perkapita untuk non makanan tertinggi pada
kelompok perumahan sebesar 102.773 rupiah.Sedangkan
urutan berikutnya adalah kelompok aneka barang dan jasa
disusul dengan pakaian, alas kaki dan tutup kepala.
b. Investasi
Pada tahun 2009 terdapat 6 proyek dalam negeri yang telah
disetujui pemerintah. Sehingga secara kumulatif sampai dengan
tahun 2009 telah disetujui sebanyak 239 proyek. Untuk proyek
penanaman modal asing yang disetujui pemerintah sebanyak 22

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 93


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
proyek disetujui pada tahun 2009. Proyek terbanyak di Kota
Banjarmasin sebanyak 9 proyek, Kabupaten Tanah Bumbu 6
proyek, Kabupaten Kotabaru 4 proyek, sedangkan Batola dan
Tapin masing-masing 1 proyek. Dari sisi tenaga kerja yang
terserap oleh proyek, investasi di Kabupaten Tanah Laut adalah
yang mampu menyerap tenaga kerja cukup besar yaitu 937 jiwa
yang kesemuanya merupakan tenaga kerja Indonesia (TKI).
Rencana investasi pembangunan di Kalimantan Barat menurut
MP3EI adalah sebagai berikut:
1) Investasi oleh Pemerintah:
a) Pembangunan jalan trans Kalimantan sepanjang 385
km (lintas Kalimantan)
b) Satker Sementara Pembangunan Faspel Laut
Palaihari
c) Pembangunan fasilitas transmisi kelistrikan di
Kalimantan Selatan – PLN
2) Investasi oleh BUMN
a) Proyek Fiber Optic Coverage dan BTS (lintas
provinsi di Kalimantan)
3) Investasi oleh Campuran
a) Pembangunan Jalur Kereta Api Puruk Cahu –
Tanjung Isuy sepanjang 203 km (lintas provinsi
Kalimantan)
b) Kalimantan Power Plant (700 MW) (lintas provinsi
Kalimantan)
Pada wilayah Koridor Ekonomi Kalimantan Selatan ditetapkan
dalam MP3EI beberapa Kawasan Perhatian Investasi (KPI).
KPI tersebut antara lain:
1) KPI Tabalong (Lokasi : Tabalong)
KPI Tabalong memiliki investasi riil di sektor batubara
sebesar Rp.5.400 Milyar dengan dukungan pembangunan
PLTU Mulut Tambang sebesar Rp.1.440 Milyar.KPI
Tabalong pun terintegrasi dengan KPI disekitarnya. Selain
itu, integrasi pembangunan ekonomi melibatkan hubungan
antar provinsi. Hal ini menunjukkan peluang investasi
baru di KPI Tabalong masih terbuka lebar. Integrasi
ekonomi KPI Tabalong juga melibatkan KPI Balangan
yang memiliki investasi riil sebesar Rp.360 Milyar di
sektor batubara. Konsep pembangunan ekonomi yang
terintegrasi antar wilayah ini yang akan menciptakan
pembangunan ekonomi yang berkelanjutan.
2) KPI Tanah Bumbu (Lokasi : KPI Tanah Bumbu)
Integrasi pembangunan antar KPI menjadi kunci
pembangunan ekonomi yang efektif dan efisien. KPI

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 94


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Tanah Bumbu merupakan bentuk dari integrasi
pembangunan ekonomi di Kalimantan Selatan. Nilai
investasi sektor riil pada KPI Tanah Bumbu sebesar
Rp.3.789 Milyar. Sedangkan, pembangunan infrastruktur
memiliki nilai investasi mencapai Rp.11.085 Milyar.
Pembangunan PLTA, perbaikan jalan, dan peningkatan
pelabuhan menjadi fokus pembangunan infrastruktur di
KPI Tanah Bumbu. Adanya gap investasi antara sektor riil
dan infrastruktur menjadi insentif bagi pengembangan
investasi baru, tidak hanya yang berada di KPI Tanah
Bumbu tetapi juga bagi KPI Kotabaru dan Tanah Laut
yang lokasinya berdekatan.
3) KPI Tanah Laut (Lokasi : Tanah Laut)
KPI Tanah Laut memiliki nilai investasi di sektor riil
sebesar Rp.3.312 Milyar dengan investasi infrastruktur
sebesar Rp.587 Milyar. KPI Tanah Laut memberikan
peluang investasi yang cukup besar karena akses
infrastruktur jalan, pelabuhan, dan energi yang telah
terintegrasi dengan baik. Akses bongkar muat dapat
dilakukan di Pelabuhan Pelaihari, dengan kondisi jalan
yang baik. Selain itu, pembangunan PLTU juga terus
dilakukan untuk menunjang aktivitas ekonomi di KPI
Tanah Laut.
4) KPI Banjar (Lokasi : Banjar)
KPI Banjar memiliki keunggulan wilayah karena berada
relatif dengan ibukota Kalimantan Selatan. Akses jalan,
pelabuhan, energi, dan bandara sudah tersedia. Dalam
masterlis MP3EI akan ada peningkatan kapasitas
Pelabuhan Trisakti dan TPK Banjarmasin dengan nilai
sebesar Rp.1.850 Milyar. Investasi di sektor riil terdiri atas
perkayuan dan kelapa sawit dengan nilai investasi sebesar
Rp.749 Milyar. Keunggulan KPI Bankar dalam
infrastruktur merupakan insentif bagi investor untuk
menambah investasi baru.
5) KPI Kotabaru (Lokasi : Kotabaru)
KPI Kotabaru memiliki investasi dibeberapa sektor, yaitu
migas, batubara, bijih besi, kelapa sawit, perkayuan, dan
karet dengan nilai investasi mencapai Rp.8.670 Milyar.
Investasi infrastruktur mencapai Rp.3.136 Milyar yang
memberikan akses transportasi untuk sektor riil. Potensi
ekonomi yang dimiliki KPI Kotabaru masih besar, apalagi
ditunjang oleh akses infrastruktur untuk memperlancar
kegiatan ekonomi yang berlangsung. Selain itu, integrasi
pembangunan dengan KPI terdekat semakin memberikan

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 95


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
kesempatan bagi penanaman modal baru, baik dari dalam
maupun luar negeri.

D. Potensi Ekonomi Kalimantan Timur


Potensi ekonomi Kaliamantan Timur ditinjau dari pertumbuhan dan
perkembangan ekonomi, keuangan dan investasi. Berikut ini adalah
pembahasan potensi ekonomi Kalimantan Timur.
1. Pertumbuhan dan Perkembangan Ekonomi Kalimantan
Timur
Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi di Kalimantan Selatan
ditinjau dari perkembangan sosioekonomi, perkembangan ekspor
impor, pendapatan regional dan pertumbuhan ekonomi.
Pembahasan lebih lanjut diuraikan sebagai berikut.
a. Karakteristik Perkembangan Sosioekonomi
Penduduk Kalimantan Timur dari tahun ke tahun mengalami
kenaikan yang cukup berarti. Jumlah penduduk pada tahun
2005 sebesar 2.887.100 jiwa, meningkat menjadi 3.164.800
jiwa pada tahun 2009. Berarti dalam periode tersebut penduduk
Kalimantan Timur telah bertambah sekitar 56 ribu jiwa setiap
tahunnya. Bahkan berdasarkan hasil sementara Sensus
Penduduk 2010 tercatat penduduk Kalimantan Timur mencapai
3.550.586 jiwa Pertumbuhan penduduk Kalimantan Timur
sebenarnya tidak merata sepanjang tahun. Sebagai contoh,
pertumbuhan penduduk pada periode 2005-2006 sebesar 2,37
persen, periode 2006-2007 sebesar 2,34 persen, periode 2007-
2008 sebesar 2,31 persen, sedangkan periode 2008-2009
sebesar 2,27 persen. Pada tahun 2008-2009 pertumbuhan
penduduk di setiap kab/kota mengalami penurunan. Secara
persentase, pertumbuhan tertinggi terjadi di Kabupaten
Nunukan sebesar 5,89 persen, sedangkan kab/kota lainnya
pertumbuhannya berkisar 0,91–5,44 persen.
Sebagaimana pertumbuhan penduduk, persebaran penduduk di
Kalimantan Timur juga tidak merata. Pada tahun 2009 porsi
terbesar penduduk Kalimantan Timur berada di Kota
Samarinda (19,25%), yang merupakan ibukota Provinsi di
Kalimantan Timur. Selebihnya berada di Kabupaten Kutai
Kartanegara (17,02%), Kota Balikpapan (16,32%) dan tersebar
di kabupaten/kota lain berkisar 1-6 persen. Pola persebaran
penduduk seperti ini sejak tahun 2004 tidak banyak berubah.
Pola persebaran penduduk Kalimantan Timur menurut luas
wilayah sangat timpang, sehingga menyebabkan terjadinya
perbedaan tingkat kepadatan penduduk antar daerah yang

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 96


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
mencolok, terutama antar daerah kabupaten dengan daerah
Kota. Wilayah kabupaten dengan luas 98,87 persen dari
wilayah Kalimantan Timur dihuni oleh sekitar 53,83 persen
dari total penduduk Kalimantan Timur. Sedangkan selebihnya,
yaitu sekitar 46,05 persen menetap di daerah kota dengan luas
1,13 persen dari luas wilayah Kalimantan Timur seluruhnya.
Akibatnya kepadatan penduduk di daerah kabupaten hanya
berkisar 1- 40 jiwa/km² dibanding kepadatan penduduk di Kota
Balikpapan sebanyak 921,21 jiwa/km², Kota Samarinda 848,45
jiwa/km², Kota Tarakan 769,47 jiwa/km² dan Kota Bontang
844,73 jiwa/km². Sedangkan kepadatan penduduk Kalimantan
Timur adalah 15,95 jiwa/km². Ditinjau dari komposisi
penduduk menurut jenis kelamin menunjukkan bahwa jumlah
penduduk laki-laki di Kalimantan Timur masih lebih banyak
dibanding perempuan.Ini terlihat dari rasio jenis kelamin yang
lebih besar dari 100.
Tenaga kerja adalah modal bagi geraknya roda pembangunan.
Jumlah dan posisi tenaga kerja akan terus mengalami
perubahan seiring dengan berlangsungnya proses demografi.
Bagian dari tenaga kerja yang aktif dalam kegiatan ekonomi
disebut angkatan kerja. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja
(TPAK), merupakan ukuran yang menggambarkan jumlah
angkatan kerja untuk setiap 100 tenaga kerja. Selama kurun
waktu 2007- 2009, angkatan kerja di Kalimantan Timur
meningkat sebanyak 44 ribu orang dari 1.416.963 orang
menjadi 1.460.996 orang. TPAK Kalimantan Timur pada tahun
2009 sebesar 64,41 persen, mengalami penurunan sebesar 2,65
persen dibandingkan dengan kondisi tahun 2007. Menurut jenis
kelamin terlihat baik laki-laki maupun perempuan cenderung
berfluktuasi pada kurun waktu yang sama. Tahun 2007 TPAK
laki-laki sebesar 83,63 persen dan 2009 menjadi 85,03 persen.
b. Perkembangan Ekspor-Impor Kalimantan Timur
Perdagangan luar negeri merupakan sektor ekonomi yang
sangat berperan dalam menunjang pembangunan ekonomi
Indonesia padau mumnya dan Kalimantan Timur pada
khususnya. Dari kegiatan ekspor dapat diperoleh devisa yang
merupakan salah satu sumber dana untuk pembangunan,
sementara dari kegiatan impor dapat diperoleh bahan baku dan
barang modal yang diperlukan dalam pembangunan. Definisi
ekspor adalah pengiriman barang dagangan keluar negeri
melalui pelabuhan diseluruh wilayah Republik Indonesia, baik
bersifat komersial maupun bukan komersial. Sedangkan yang
dimaksudkan Impor adalah pengiriman barang dagangan dari
luar negeri ke pelabuhan di seluruh wilayah Indonesia kecuali

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 97


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
wilayah bebas yang dianggap luar negeri, yang bersifat
komersial maupun bukan komersial.

Nilai ekspor adalah nilai transaksi barang ekspor sampai diatas


kapal pelabuhan muat dalam keadaan freeon board (f.o.b),
sedangkan nilai impor adalah nilai transaksi barang dagangan
yang diimpor dari luar negeri dalam keadaan cost, insurance,
and freight (c.i.f). Perkembangan nilai ekspor Kalimantan
Timur selama empat tahun terakhir (2006–2009) menunjukkan
trend yang selalu meningkat kecuali pada tahun 2009 yang
menunjukkan adanya penurunan. Tahun 2006 nilai ekspor
sebesar US$ 16,26 milyar meningkat menjadi US$ 24,70
padatahun 2008 namun tahun 2009 menurun menjadi US$
18,92 hal ini desebabkan karena turunnya ekspor migas sebesar
45,43 persen.
Kalimantan Timur dalam menghasilkan devisa negara melalui
perdagangan luar negeri (ekspor), masih tergantung dengan
golongan barang Minyak dan Gas. Hal ini bisa dilihat dari
perkembangan peran Minyak & Gas dalam membentuk nilai
ekspor Kalimantan Timur. Sampai dengan tahun 2008
komoditi migas masih merupakan primadona ekspor
Kalimantan Timur namun pada tahun 2009 nilai ekspor non
migas lebih besar dari nilai ekspor migas. Besarnya nilai
ekspor Kalimantan Timur bila diamati dari pelabuhan muat,
maka pelabuhan Bontang merupakan pelabuhan terbesar untuk
mengekspor barang-barang Kalimantan Timur ke Luar negeri
sebesar US$7,96 milyar pada 2009. Sedangkan peringkat kedua
tahun 2009 adalah pelabuhan Samarinda dengan nilai US$ 2,29
milyar.
Perkembangan nilai impor Kalimantan Timur selama tahun
2004-2008 selalu mengalami peningkatan, namun pada tahun
2009 nilai impor turun sebesar 6,65 persen. Bila diamati dari
golongan barang impor Kalimantan Timur sebagian besar
adalah Minyak & Gas, dimana dari tahun ke tahun impor migas
selalu lebih besar dari non migas dan pada tahun 2009 impor
migas Kalimantan Timur mencapai 66,34 persen dibanding
dengan impor non migas. Dengan demikian Kalimantan Timur
pada beberapa tahun terakhir selain sebagai mengekspor migas
juga mengimpor dalam jumlah yang semakin besar setiap
tahunnya. Pelabuhan terbesar dalam hal barang impor
Kalimantan Timur adalah Pelabuhan Balikpapan. Pada tahun
2009 Balikpapan membongkar impor senilai US$ 3,91 milyar
nilai ini mencakup 80,02 persen dari total impor.

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 98


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
c. Pendapatan Regional dan Pertumbuhan Ekonomi
Kalimantan Timur
Laju pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Provinsi Kalimantan Timur menurut Lapangan Usaha pada
tahun 2009 sebesar 2,32 persen dengan migas dan non migas
sebesar 6,36 persen. Jika dibandingkan dengan tahun
sebelumnya sebesar 4,82 persen dengan migas dan non migas
6,13 persen, maka pada tahun 2008, laju pertumbuhan PDRB
dengan migas lebih rendah dibanding tahun sebelumnya.
Beberapa sektor ekonomi di Kalimantan Timur pada tahun
2009 mengalami pertumbuhan yang melambat dibandingkan
dengan tahun sebelumnya. Diantaranya adalah sektor Industri
Pengolahan, Keuangan, Persewaan dan jasa perusahaan,
Pertanian serta Jasa-jasa. Untuk Pertambangan, Listrik Gas dan
Air serta pengangkutan dan komunikasi cenderung sama
dengan tahun sebelumnya sedangkan yang lainnya mengalami
laju pertumbuhan yang lebih tinggi.
Struktur ekonomi Kalimantan Timur tahun 2009 dengan migas
maupun non migas tidak jauh berbeda dari tahun-tahun
sebelumnya. PDRB dengan migas menunjukkan bahwa sektor
ekonomi yang sangat berperan dalam pembentukan PDRB
Kalimantan Timur adalah sektor Pertambangan (47,13 persen),
Industri Pengolahan (26,78 persen), sektor Perdagangan, Hotel
& Restoran (7,74 persen), serta sektor Pertanian (5,76 persen).
Struktur PDRB non migas didominasi oleh lima sektor yaitu
sektor Pertambangan (42,52 persen), sektor Perdagangan, Hotel
dan Restoran (14,39 persen), sektor Pertanian (10,72 persen),
sector Industri Pengolahan (8,96 persen), serta sektor
Pengangkutan dan Komunikasi (6,96 persen). Dengan jumlah
penduduk pertengahan tahun sebesar 3.164.800 jiwa,
pendapatan perkapita netto atau pendapatan yang diterima
penduduk Kalimantan Timur pada tahun 2009 sebesar
34.205.799 rupiah (dengan migas) mengalami penurunan 12,42
persen dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar
39.057.660, sedangkan pendapatan perkapita non migas naik
10,77 persen yaitu dari 16.146.406 menjadi 17.885.831 di
tahun 2009.
PDRB Kalimantan Timur menurut penggunaan pada tahun
2009, masih didominasi oleh komponen ekspor impor dengan
kontribusi 65,56 persen (net ekspor). Disusul pengeluaran
Pembentukan Modal Tetap Bruto sebesar 14,18 persen dan
pengeluaran untuk konsumsi rumah tangga yaitu 13,50 persen.
Sedangkan pertumbuhan untuk semua komponen penggunaan

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 99


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
pada tahun 2009 melambat dibanding tahun sebelumnya
kecuali komponen LNPRT dan perubahan inventori.
PDRB menurut Kabupaten/Kota pada tahun 2009 terbesar ada
di Kabupaten Kutai Kartanegara dengan nilai PDRB sebesar
88,1 triliun rupiah disusul Kota Bontang dengan nilai 50,55
triliun rupiah dan Kota Balikpapan dengan 36,8 triliun rupiah.
Sedang pertumbuhan ekonomi tertinggi menurut kabupaten/
kota pada tahun 2009 ada di Kabupaten Malinau sebesar 8,96
persen.
2. Perkembangan Keuangan dan Investasi
a. Keuangan
Penerimaan untuk daerah otonom menurut kabupaten/kota
pada tahun anggaran 2009 sebesar 15,47 trilyun rupiah, jumlah
tersebut belum angka realisasi dan masih merupakan angka
sementara dari Dirjen Perimbangan Keuangan. Pada tahun
anggaran 2009, porsi pengeluaran publik lebih kecil dari
pengeluaran aparatur daerah yaitu sebesar 18,80 persen dari
seluruh pengeluaran pada tahun 2008. Pada tahun anggaran
2009 bagian terbesar pendapatan asli daerah provinsi
bersumber dari pajak daerah (local tax) sebesar 1,54 trilyun
rupiah atau mencapai 69,40 persen dari total PAD yang
berjumlah sekitar 2,2 trilyun rupiah. Sumbangan retribusi
daerah terhadap PAD sangat kecil dan tidak mencapai satu
persen sementara Laba perusahaan daerah menyumbang PAD
sebesar 5,46 persen dan penerimaan lain-lain sebesar 24,90
persen.
Pada tahun 2009, lembagakeuangan di Kalimantan Timur yang
berbentuk kantor bank berjumlah 404 unit. Dari 404 unit kantor
bank tersebut 149 unit berada di Kota Samarinda, 135 unit di
Kota Balikpapan, 25 unit di Kota Tarakan, 24 unit di Kota
Bontang dan 71 unit lainnya tersebar di 9 kabupaten lainnya.
Posisi kredit bank yang telahdisalurkan pada tahun 2009
berjumlah 38,81 trilyun rupiah, dengan jumlah kredit terbesar
pada sector pertambangan sebesar 8,4 trilyun rupiah. Seluruh
sektor ekonomi mengalami kenaikan dibanding tahun
sebelumnya, kecuali Jasa Dunia Usaha. Sedangkan posisi
deposito bank dirinci menurut kabupaten/kota sampai dengan
Desember 2009 mengalami penurunan dibanding tahun
sebelumnya dari 13 trilyun rupiah menjadi 12 trilyun rupiah.

Untuk tabungan pada tahun 2009 (periode Januari-Desember)


tercatat sekitar 1,7 juta penabung dengan nilai tabungan sebesar
13 trilyun rupiah, berarti setiap penabung mempunyai nilai

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 100


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
tabungan rata-rata sebesar 8 juta rupiah. Dengan melihat
perkembangan nilai tabungan di Kalimantan Timur yang
mempunyai kecenderungan meningkat diharapkan pada tahun-
tahun yang akan datang baik jumlah penabung maupun nilai
tabungan akan semakin meningkat.
Selama tahun 2009 banyaknya jaminan dari penerima kredit
kepada Perum Pegadaian di Kalimantan Timur adalah 987.662
potong dengan nilai kredit sebesar 2,2 triliun rupiah dengan
nilai pelunasan sebesar 1,95 triliun rupiah. Sedang jumlah
barang yang telah dilelang sebanyak 16.304 potong dengan
nilai pelelangan 19 milyar rupiah.
Selama tahun 2009, Kalimantan Timur mengalami inflasi
sebesar 4,31 persen terdiri atas Kota Samarinda 4,06 persen,
Kota Balikpapan 3,60 persen dan Kota Tarakan 7,21 persen.
Inflasi Kota Samarinda tertinggi ditahun 2009 terjadi pada
bulan Pebruari sedangkan inflasi tertinggi Kota Balikpapan
terjadi pada bulan Juli dan inflasi tertinggi kota Tarakan terjadi
pada bulan Desember.
b. Investasi
Pada tahun 2009, jumlah proyek penanaman modal dalam
negeri yang disetujui sebanyak 39 proyek. Namun dari 39
proyek tersebut hanya 8 proyek yang direalisasikan. Jadi dari 6
triliyun PMDN yang disetujui hanya terealisasi 1,5 triliun saja.
Sementara penanaman modal asing yang disetujui sebesar 90
proyek dengan nilai investasi sekitar US$ 6milyar. Namun
realisasinya hanya 30 proyek dengan nilai US$ 253 juta.
Investasi pembangunan di Kalimantan Barat dalam MP3EI
adalah sebagai berikut:
1) Investasi oleh Pemerintah
a) Pembangunan Express Way Samarinda – Balikpapan
b) Pengembangan kapasitas Pelabuhan Maloy
c) Pembangunan jalan trans Kalimantan sepanjang 385
Km (lintas Kalimantan)
d) Pembangunan akses jalan menuju bandara dan
pelabuhan
e) Pembangunan Jembatan Pulau Balang bentang
panjang 1,314 meter
f) Percepatan pembangunan bandara Samarinda baru
(Pengembangan Destinasi Pulau Parai Kumala
Tenggarong)
g) Pengembangan Pelabuhan Internasional Balikpapan
yaitu Terminal Peti Kemas Kariangau

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 101


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
h) Pengembangan Pelabuhan Internasional Balikpapan
yaitu Terminal Peti Kemas Kariangau
i) Peningkatan Jalan Tj. Selor - Tj. Redeb - Maloy (523
km)
j) Pembangunan Jembatan Pulau Balang bentang
pendek 470 m
k) Peningkatan Jalan Samarinda-Bontang, Sangatta-
Maloy (287 km)
l) Pelebaran Jalan Samarinda menuju Tenggarong
(Pengembangan Destinasi Pulau Parai Kumala -
Tenggarong)
m) Satker Sementara Pembangunan Faspel Laut
Maloy/Sangkulirang
n) Pembangunan Waduk Wain untuk kebutuhan air
Baku
o) Pelebaran jalan menuju kawasan wisata sepanjang
p) 30 km ( Pengembangan Destinasi Pulau Derawan
danTanjung Batu)
q) Kanpel Sei Nyamuk
r) Pelabuhan Tongkang Tanjung Isuy (90 Km)
s) Pelabuhan Tanah Grogot
t) Kanpel Nunukan
u) Pembangunan jalan lingkungan kawasan wisata
terpadu (Pengembangan Destinasi Pulau Derawan
dan Tanjung Batu)
2) Investasi oleh BUMN
a) Proyek Fiber Optic Coverage dan BTS (lintas
provinsi di Kalimantan)
b) Pembangunan pembangkit listrik Kalimantan Timur -
PLN
c) Bandara Balikpapan
d) Pembangunan fasilitas transmisi kelistrikan di
Kalimantan Timur – PLN
e) Pengembangan fasilitas TPK Banjarmasin
f) Pembangunan Jaringan Transmisi Tegangan Tinggi
150 KV Muara Teweh-Buntok
3) Investasi oleh Campuran
a) Pembangunan Jalur Kereta Api Puruk Cahu –
Tanjung Isuy sepanjang 203 km (lintas provinsi di
Kalimantan)
b) Kalimantan Power Plant (700 MW ) (lintas provinsi
di Kalimantan)
Dalam MP3EI ditetapkan Kawasan Perhatian Investasi (KPI) di
Kalimantan Timur. KPI tersebut antara lain:

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 102


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
1) KPI Balikpapan (Lokasi : Balikpapan)
Merupakan salah satu KPI yang memiliki potensi ekonomi
di Kalimantan. Pada masterlist MP3EI terdapat 3 proyek
yang terdiri atas 2 kegiatan ekonomi, yaitu perkayuan dan
migas dengan total nilai investasi Rp.6806 Milyar.
Sedangkan, dukungan pemerintah melalui pembangunan
infrastruktur bandara, pelabuhan, jalan, jembatan, dan
PLTU mencapai Rp.17.783 Milyar. Hal ini menunjukkan
terjadi gap investasi infrastruktur dengan sektor riil. Gap
investasi yang terjadi akan memberikan peluang investasi
di sektor riil. Artinya, kebutuhan akan akses transportasi
dapat dipenuhi dan memberikan kemudahan bagi investor
untuk berinvestasi di sektor riil. Dalam hal ini akses
infrastruktur memungkinkan menarik investasi baru.
2) KPI Penajam Paser Utara dan KPI Penajam Paser (Lokasi
: Penajam Paser Utara dan KPI Penajam Paser)
KPI Penajam Paser Utara dan KPI Penajam Paser
merupakan KPI yang letak saling berdekatan. Total nilai
investasi pada sektor riil di kedua KPI sebesar Rp.4.491
Milyar. Investasi pada kedua KPI tersebut terdiri atas
sektor migas dan kelapa sawit. Integrasi pembangunan
ekonomi berdasarkan KPI memberikan akses infrastruktur
yang memadai.KPI Penajam Paser Utara memiliki
integrasi dengan KPI Balikpapan. Artinya pembangunan
infrastruktur di KPI Balikpapan juga memberikan manfaat
bagi investasi sektor riil di KPI Penajam Paser Utara.
Dukungan infrastruktur yang memadai menjadi insentif
bagi penanaman investasi baru di masa mendatang.
3) KPI Bontang (Lokasi : Bontang)
Pembangunan KPI Bontang sangat berkaitan erat dengan
KPI yang berada sekitarnya. Akses pembangunan KPI
Bontang tidak terlepas dari pembangunan ekonomi di KPI
yang berdekatan. Maka, menjadi hal yang wajar apabila
pembangunan sektor riil mendominasi KPI Bontang
dengan nilai investasi mencapai Rp.36.505 Milyar.
Sedangkan, pembangunan infrastruktur di fokuskan pada
penanganan jalan dengan nilai investasi sebesar Rp.1.939
Milyar. Meski pembangunan infrastruktur di KPI Bontang
peluang investasi sektor riil masih memungkinkan dan
terbuka lebar bagi investor. Akses infrastruktur, seperti
bandara, pelabuhan dan jalan menjadi insentif bagi
peningkatan aktivitas ekonomi di KPI Bontang.
4) KPI Kutai Timur (Lokasi : Kutai Timur)
KPI Kutai Timur memiliki pengembangan ekonomi
berbasis kawasan industri dan sedang tahap penetapan

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 103


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
kawasan ekonomi khusus (KEK). Investasi riil di KPI
Kutai Timur terdiri atas sektor batubara, kelapa sawit dan
perkayuan dengan nilai investasi sebesar Rp.54.344
Milyar. Rencana pembangunan infrastruktur berbasis
kawasan memberikan peluang besar bagi peningkatan
investasi di KPI Kutai Timur. Pembangunan kawasan
industi dan pelabuhan internasional (KIPI) Maloy menjadi
bukti dukungan pemerintah pusat dan daerah dalam
merealisasikan percepatan pembangunan ekonomi.
Keberadaan KIPI Maloy akan menjadi gerbang
pembangunan ekonomi Kalimantan Timur dan Pulau
Kalimantan pada umumnya, yang akan terhubung
langsung dengan perdagangan internasional.
Pembangunan berbasis kawasan di KPI Kutai Timur ikut
mendukung pelaksanaan investasi sektor riil di KPI Rapak
dan Ganal. Aktivitas ekonomi sektor migas di KPI Rapak
dan Ganal senilai Rp.70.000 Milyar akan sangat terbantu
dengan pembangunan infrastruktur di KPI Kutai Timur,
akses dan aktivitas ekonomi dapat dilakukan dengan biaya
yang relatif murah. Maka, KPI Rapak dan Ganak
membuka peluang yang terbuka bagi investasi baru.
5) KPI Kutai Kertanegara (Lokasi : Kutai Kertanegara)
KPI Kutai Kertanegara memiliki investasi sektor riil pada
sektor perkayuan, batubara, kelapa sawit, migas,
pariwisata, dan industri dengan total nilai investasi
mencapai Rp.174.716 Milyar. Pembangunan infrastruktur
yang direncanakan dalam masterlist di KPI Kutai
Kertanegara sebesar Rp.1.743 Milyar terkait dengan
penanganan jalan.Hal ini mengindikasikan peluang
investasi infrastruktur sangat besar. Gap nilai investasi riil
dengan infrastruktur menunjukkan permintaan akan
infrastruktur akan meningkat untuk memenuhi kebutuhan
dari aktivitas ekonomi pada sektor riil.
6) KPI Kutai Barat (Lokasi : Kutai Barat)
Investasi di KPI Kutai Barat terdiri atas perkayuan dan
kelapa sawit dengan total nilai investasi sebesar Rp.402
Milyar. Akses investasi di Kutai Barat akan terintegrasi
dengan KPI disekitarnya, seperti KPI Kapuas Hulu, KPI
Bulungan, dan KPI Kutai Kertanegara. Artinya, peluang
investasi baru di KPI Kutai Barat sangat
terbuka.Keberadaan KPI Kutai Barat memiliki posisi yang
cukup strategis karena merupakan wilayah perbatasan
antar provinsi dan antar negara. Maka, peningkatan nilai
investasi di sektor riil sangat memungkinkan, khususnya
di sektor perkayuan dan kelapa sawit.

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 104


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
7) KPI Bulungan (Lokasi : Bulungan)
KPI Bulungan menawarkan pembangunan ekonomi
berbasis sumber daya alam terbarukan. Sesuai dengan
masterlis KE Kalimantan KPI Bulungan terdiri atas sektor
perkayuan, kelapa sawit, dan pertanian pangan.
Pengembangan ekonomi di KPI Bulungan masih
memberikan peluang besar bagi investasi baru, baik di
sektor riil maupun infrastruktur. Nilai investasi yang
tercatat di masterlis sebesar Rp.1.207 Milyar. Sedangkan,
pembangunan infrastruktur akan mengarah pada
kebutuhan akses jalan dan irigasi untuk mendukung
investasi sektor riil.
8) KPI Berau (Lokasi : Berau)
Pengembangan KPI Berau merupakan langkah strategis
dan efektif dari pemerintah dalam mewujudkan percepatan
pembangunan ekonomi.Nilai investasi sektor riil di KPI
Berau sebesar Rp.29.551 Milyar yang terdiri dari
perkayuan, kelapa sawit, batubara, dan pariwisata.
Pembangunan infrastruktur yang dilakukan oleh
pemerintah ialah penanganan jalan selor hingga Sp. Perdu
sejauh 440,8 km dengan nilai investasi sebesar Rp.3443
Milyar. Selain itu, pembangunan infrastruktur Bandara
Kalimarau telah selesai dan akan diresmikan pada Juli
2012.

E. Identifikasi Potensi Komoditas Hinterland Pada Koridor


Ekonomi Kalimantan
Potensi komoditas hinterland pada koridor ekonomi Kalimantan
diidentifikasi dari potensi daerah yang dimiliki pada daerah tersebut.
Berikut ini potensi komoditas hinterland pada Koridor Ekonomi
Kalimantan.
1. Potensi Komoditas Kalimantan Barat
Potensi daerah Kalimantan Barat meliputi berbagai sektor
perekonomian di Kalimantan Barat. Sektor tersebut antara lain
sektor perkebunan, pertanian tanaman pangan, peternakan,
perikanan, kehutanan, dan pertambangan. Berikut ini akan
dibahas potensi komoditas hinterland di Kalimantan Barat.
a. Potensi Komoditas Sektor Perkebunan
Komoditas perkebunan yang ada di Kalimantan Barat antara
lain kelapa sawit, karet dan kelapa. Luas potensi lahan
kelapa sawit di Kalimantan Barat seluas 1.500.000 Ha
tersebar di seluruh kabupaten di provinsi ini. Lahan kelapa
sawit yang sudah diusahakan seluas 336.000 Ha. Terdapat

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 105


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
peluang pengembangan perkebunan kelapa sawit seluas
1.164.000 Ha.
Luas potensi lahan komoditas Karet di provinsi ini seluas
1.000.000 Ha yang tersebar di seluruh kabupaten di
Kalimantan Barat. Luas lahan yang sudah diusahakan seluas
464.000 Ha. Terdapat peluang lahan yang masih bisa
dikembangkan seluas 536.000 Ha.
Luas lahan potensial untuk perkebunan komoditas kelapa di
Kalimantan Barat seluas 300.000 Ha terdapat di Kabupaten
Pontianak, dan Ketapang. Lahan diusahakan saat ini seluas
109.000 Ha. Terdapat peluang pengembangan perkebunan
kelapa di provinsi ini seluas 191.000 Ha.

Tabel 4.1 : Potensi Komoditas Sektor Perkebunan di


Kalimantan Barat

Luas
Sudah
Potensi Peluang
No. Komoditi Lokasi Diusahakan
Lahan (Ha)
(Ha)
(Ha)
Kelapa
1. Seluruh Kabupaten 1.500.000 336.000 1.164.000
Sawit
2. Karet Seluruh Kabupaten 1.000.000 464.000 536.000
Kab. Pontianak,
3. Kelapa Sambas dan 300.000 109.000 191.000
Ketapang
Aneka
4. Seluruh Kabupaten 2.450.000 46.000 2.404.000
Tanaman

Kalimantan Barat memiliki potensi pengolahan hasil


perkebunan. Di Kalimantan Barat terdapat beberapa pabrik
pengolahan hasil perkebunan. Pabrik pengolahan tersebut
antara lain pabrik pengolahan kelapa sawit dan pabrik
pengolahan Crumb Rubber yang merupakan pabrik
pengolahan hasil perkebunan karet. Pabrik pengolahan
kelapa sawit di Kalimantan Barat ada 14 unit kapasitas
terpasang 665 ton Tbs/jam sedangkan kapasitas terpakai
sebesar 523 ton Tbs/jam. Pabrik pengolahan crumb rubber
ada 8 unit di Kalimantan Barat. Kapasitas terpasang 229 ton
sedangkan kapasitas terpakai 114 ton.

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 106


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Tabel 4.2 : Potensi Pengolahan Hasil Perkebunan

Kapasitas
No. Industri Pengolahan Jumlah
Terpasang Terpakai
Pabrik Pengolahan Kelapa 665 ton 523 ton
1. 14 Unit
Sawit Tbs/jam Tbs/jam
Pabrik Pengolahan Crumb 114.000
2. 8 Unit 229.000 ton
Rubber ton

Dari kondisi tersebut di atas, terdapat peluang yang dapat


dikembangkan untuk industri pengolahan hasil perkebunan
di Kalimantan Barat. Peluang tersebut antara lain:
1) Down Stream CPO
2) Industri Hilir Karet dan Kelapa
b. Potensi Komoditas Sektor Pertanian Tanaman Pangan
Kalimantan Barat memiliki potensi komoditas sektor
pertanian tanaman pangan. Potensi tersebut antara lain lidah
buaya, jagung, jeruk, dan padi. Potensi komoditas lidah
buaya terdapat di Kota Pontianak dan Kabupaten Pontianak.
Luas lahan potensial komoditas lidah buaya seluas 14.650
Ha. Luas lahan sudah diusahakan untuk pertanian lidah
buaya seluas 139 Ha. Dengan demikian, terdapat peluang
pengembangan pertanian lidah buaya seluas 14.511 Ha.
Potensi komoditas jagung terdapat di Bengkayang,
Sanggau, dan Pontianak. Luas lahan potensial komoditas
jagung seluas 34.121 Ha. Luas lahan sudah diusahakan
untuk pertanian jagung seluas 19.503 Ha. Dengan demikian,
terdapat peluang pengembangan pertanian jagung seluas
14.618 Ha.
Potensi komoditas jeruk terdapat di Kab. Sambas. Luas
lahan potensial komoditas jeruk seluas 23.500 Ha. Luas
lahan sudah diusahakan untuk pertanian jeruk seluas 3.665
Ha. Dengan demikian, terdapat peluang pengembangan
pertanian jeruk seluas 19.835 Ha.
Potensi komoditas Padi terdapat di semua Kab/Kota di
Kalimantan Barat. Luas lahan potensial komoditas Padi
seluas 23.500 Ha. Luas lahan sudah diusahakan untuk
pertanian Padi seluas 3.665 Ha. Dengan demikian, terdapat
peluang pengembangan pertanian Padi seluas 19.835 Ha.

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 107


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Tabel 4.3 : Potensi Komoditas Sektor Pertanian Tanaman Pangan
di Kalimantan Barat

Luas Sudah
Peluang
No. Komoditi Lokasi Potensi Diusahakan
(ha)
(ha) (ha)
Lidah Kota Pontianak dan
1. 14.650 139 14.511
Buaya Kab. Pontianak
Bengkayang, Sanggau,
2. Jagung 34.121 19.503 14.618
Pontianak
3. Jeruk Kab. Sambas 23.500 3.665 19.835
4. Padi Semua Kab/Kota 442.738 286.854 155.887

c. Potensi Komoditas Sektor Peternakan


Kalimantan Barat memiliki potensi komoditas sektor
peternakan. Potensi tersebut antara lain ayam dan sapi (lihat
Tabel 4.4). Potensi komoditas tersebut tersebar di
Singkawang, Sambas, Bengka yang, dan Sanggau.
Kaliamantan Barat juga potensial untuk dikembangkan
usaha penggemukan sapi. Potensi penggemukan sapi
sebesar 911.807 Satuan Ternak. Saat ini diusahakan baru
176.521 Satuan Ternak. Dengan demikian terdapat peluang
735.296 Satuan Ternak. Lokasi potensial pengembangan
tersebut terdapat di Kab. Bengkayang, Pontianak, Landak
dan Kapuas Hulu.

Tabel 4.4 : Potensi Komoditas Sektor Peternakan


di Kalimantan Barat

Populasi
No. Jenis Ternak Peluang Lokasi
(ekor)
1. Ayam 5.741.327 1, 6 juta Singkawang, Sambas,
a. Ayam Buras 1.234.273 (Ha) Bengkayang, Sanggau
b. Ras Pedaging 2.538.804
c. Ras Petelur 1.968.250
1, 7 Juta Singkawang, Sambas,
2. Sapi 48.797
(Ha) Bengkayang, Sanggau

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 108


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
d. Potensi Komoditas Sektor Perikanan

Tabel 4.5 : Potensi Komoditas Sektor Perikanan


di Kalimantan Barat

Potensi Pemanfaatan Peluang


No. Jenis Usaha Satuan
(000) (000) (000)
1. Penangkapan Ikan
a. Di laut Ton 1.660,6 64,62 1.565,98
b. Perairan Umum Ton 102,2 12,92 89,28
2. Pembudidayaan Ikan
a. Di laut Ha 15,52 0,001 15,519
b. Perairan Umum Ha 20,24 0,001 20,439
c. Kolam Panggung Ha 11,27 3,48 7,79
d. Tambak Ha 26,71 4,63 22,074

e. Potensi Komoditas Sektor Kehutanan

Tabel 4.6 : Potensi Komoditas Sektor Kehutanan


di Kalimantan Barat

L K Luar KH LH Dalam KH Peluang HTI


No. Kabupaten
(Ha) (Ha) Pemb. (Ha)
1. Sambas 6.000 47.050 12.000 64.050
2. Bengkayang 25.100 156.500 0 181.600
3. Landak 21.015 179.930 0 200.945
4. Sanggau 54.860 265.025 200.000 519.885
5. Sintang 86.750 828.690 24.000 939.440
Kapuas
6. 59.090 386.550 36.000 481.640
Hulu
7. Ketapang 33.010 690.590 360.635 1.084.235
8. Pontianak 0 50.760 15.000 50.760

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 109


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
f. Potensi Komoditas Sektor Pertambangan

Tabel 4.7 : Potensi Komoditas Sektor Pertambangan


di Kalimantan Barat

Bahan
No. Lokasi Potensi (ton) Keterangan
Tambang
1. Bauksit Kab. Sanggau 859.635.918 Penelitian
2. Batu Bara Kab. Sintang, Kapuas Hulu 181.635.975 Teridentifikasi
3. Pasir Kuarsa Kab. Sambas, Ketapang 633.664.441 Teridentifikasi
4. Kaolin Kab. Ketapang, Bengkayang 317.048.857 Teridentifikasi
Kab. Pontianak, Bengkayang,
5. Emas 590.900 Penelitian
Sintang, Kapuas Hulu
Kab. Sanggau, Pontianak,
6. Granit 1.300.000 Teridentifikasi
Landak
7. Pasir Sirkon Kab. Sambas 5.410.484.720 Teridentifikasi
Kab. Pontianak, Ketapang,
8. Gambut 12.577.145.600 Penelitian
Kota Pontianak

3. Potensi Daerah Kalimantan Tengah


a. Potensi Komoditas Sektor Perkebunan
Jenis tanah di Kalimantan Tengah terdiri dari Organosol,
Aluvial, Regosol, PMK, Podsol, Latosol, Litosol dan
Laterit. Menurut Tingkat kesuburannya, tanah di
Kalimantan Tengah termasuk dalam kelas IV, V dan III,
yang secara umur mempunyai tingkat kesuburan yang
rendah. Kalimantan Tengah pada umumnya beriklim tropis,
wilayah ini rata-rata mendapat penyinaran matahari lebih
dari 50 % sepanjang tahun.Suhu udara berkisar 21ºC - 33ºC
dan maksimal mencapai 36ºC. Kalimantan Tengah beriklim
tropis (lembab, panas) atau type A dengan suhu udara rata-
rata 330C dan curah hujan rata-rata 2000 mm per tahun.
Sesuai dengan kondisi tanah dan keadaan agroklimat maka
komoditi perkebunan yang potensial di Kalimantan Tengah
antara lain : Karet, Kelapa Sawit, Kelapa, Lada, Kopi,
Kakao, sedangkan komoditi lain yang dapat dikembangkan
dalam skala kecil antara lain nilam dan tebu.

Komoditas Perkebunan sampai saat ini masih menjadi salah


satu sumber devisa non-migas di Indonesia. Produk yang di
eksport sangat beragam, mulai dari jenis asalan sampai pada
produk yang telah mengalami berbagai tingkat

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 110


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Pengolahan. Dalam era globalisasi perdagangan dan
investasi saat ini, keberadaan produk Agroindustri
Perkebunan Indonesia di Pasar dunia harus bersaing dengan
prduk sejenis asal negara lain. Produk Agroindustri
Perkebunan yang dieksport Indonesia, khususnya lada,
sebagian besar masih dalam bentuk hasil olahan yang
sederhana. Sementara untuk komoditas berbasis kelapa
dalam bentuk Crude Copra Oil (CCO) serta
Desicated Coconut (DESCO), Serat Sabut Kelapa. Untuk
komoditas karet dieksport dalam bentuk SIR 20 dan lateks
pekat. Komoditas Kelapa Sawit sebagian besar dieksport
dalam bentuk CPO, Biji Sawit serta sebagian kecil dalam
bentuk hasil industri turunan CPO dan minyak inti sawit.

Sesuai dengan Program Prioritas Pembangunan Provinsi


Kalimantan Tengah yang keempat adalah peningkatan
Ekonomi Kerakyatan, diantaranya melalui pengembangan
perkebunan.Untuk itu sebagai Paradigma Pembangunan
Perkebunan Kalimantan Tengah adalah Perkebunan untuk
kemakmuran rakyat. Pembangunan perkebunan di
Kalimantan Tengah dilakukan melalui pendekatan sistem
dan usaha agribisnis terpadu, berkelanjutan melalui
perkebunan rakyat dan perkebunan besar. Visi
pembangunan perkebunan Kalimantan Tengah sampai 2010
adalah : ”Agribisnis perkebunan terpadu berkelanjutan
menjadi tulang punggung perekonomian Kalimantan
Tengah” Adapun Misi untuk mencapai harapan tersebut
adalah : ”Mengembangkan sistem dan usaha agribisnis
perkebunan terpadu berkelanjutan untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat dan kemajuan ekonomi daerah”.
Terdapat perusahaan besar swasta di Kalimantan Tengah.
Total Perusahaan Besar di Kalimantan Tengah berjumlah
336 unit dengan luas 4.200.418,982 Ha terdiri dari komoditi
Kelapa Sawit 302 unit, Karet 30 unit dan Kelapa
Sawit/Karet 4 unit. Perusahaan Besar yang sudah
operasional sebanyak 154 unit dengan luas 1.744.799,722
Ha terdiri dari komoditi Kelapa Sawit 144 unit, Karet 9 unit
dan Kelapa Sawit/Karet 1 unit. Perusahaan Besar yang
belum operasional sebanyak 182 unit dengan luas
2.455.619,260 Ha terdiri dari komoditi Kelapa Sawit 158
unit, Karet 21 unit dan Kelapa Sawit/Karet 3 unit. Luas
areal dan produksi tanaman perkebunan sampai tahun 2008
adalah sebagai berikut :

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 111


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Tabel 4.8 : Potensi Komoditas Sektor Perkebunan
di Kalimantan Tengah
Luas
No. Komoditas Produksi (Ton)
(Ha)
1. Karet 413.244 251.053
2. Kelapa 84.721 79.295
3. Kelapa Sawit 876.217 1.449.302
4. Kopi 7.184 2.489
5. Lada 4.336 1.785
6. Kakao 929 308
7. Cengkeh 38 1
8. Jambu Mete 1.294 49
9. Pinang 469 93
10. Aren 256 12
11. Kemiri 1.347 17
12. Kapuk Randu 61 4
13. Nilam 509 63
14. Mendong 987 47
JUMLAH 1.391.591 1.784.519

Dari 147 Perusahaan Perkebunan Besar kelapa sawit,


terdapat 33 Perusahaan yang telah membangun Pabrik
Kelapa Sawit (PKS) dengan total kapasitas 1.720 Ton
TBS/jam yang menghasilkan minyak sawit mentah (CPO)
dan 7 Pabrik minyak Inti sawit (Palm Kernel Oil) dengan
total kapasitas terpakai 236,3 Ton Inti Sawit/jam yang
menghasilkan minyak inti sawit.
Pabrik Crumb Rubber berjumlah 3 buah tersebar di tiga
kabupaten dengan total kapasitas 550 Ton karet kering/hari
yang menghasilkan Karet SIR 20 sebanyak 78.000
Ton/tahun. Ketiga Perusahaan swasta tersebut menampung
hasil Bahan Olah Karet (Bokar) petani dan Bokar
Perusahaan Besar Negara.Di Kalimantan Tengah terdapat
dua Perusahaan Besar Negara yang menanam Karet.
Unit Pengolahan Hasil (UPH) skala kecil yang dikelola oleh
industri kecil/industri rumah tangga terutama untuk
mengolah hasil perkebunan rakyat untuk karet, kelapa, kopi,
lada, kakao dan nilam serta industri pengolahan hasil
samping kelapa, total berjumlah 835 unit. Produk olahan
petani terdiri dari minyak goreng kelapa, Virgin Coconut
Oil (VCO), kopra, gula kelapa, serat sabut, tepung
tempurung, arang tempurung, lada putih, biji kakao, minyak
nilam.
Produksi PKS berupa CPO dan IS telah ada yang dijual
keluar negeri/ekspor dan sebagian besar diantar pulau ke

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 112


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
pabrik industri Hilir Group Perusahaan Perkebunan yang
berada di Pulau Jawa dan Pulau Sumatera. Industri Hilir
CPO di Pulau Jawa berada di Surabaya (Best Group),
Semarang dan Jakarta (Astra Group), Industri Hilir CPO di
Pulau Sumatera berada di Lampung, Palembang, Pekanbaru
dan Medan/Belawan (Sinar Mas Group, Asam Jawa Group,
Salim Group dan RGM/Raja Garuda Mas). Volume dan
nilai eksport produk perkebunan Kalimantan Tengah :

Tabel 4.9 : Potensi Komoditas Sektor Perkebunan


di Kalimantan Tengah
Nilai Ekspor
No. Tahun Komoditi Volume (Ton)
(US $)
1. 2005 Karet (SIR 20) 16.032,68 20,347,625.11
Kelapa Sawit(Biji) 6.666,43 2,234,482.84
Kelapa Sawit (CPO) 126.799,31 44,935,733.63
2. 2006 Karet (SIR 20) 21.156,91 40,898,841.95
Kelapa Sawit (Biji) 15.758,20 3,413,614.26
Kelapa Sawit (CPO) 128.158,90 46,486,773.16
3. 2007 Karet (SIR 20) 14.799,02 20,957,612.07
Kelapa Sawit (CPO) 70.216,42 39,242,664.44
4. 2008 Karet (SIR 20) 9.828,41 26,102,755.06
Kelapa Sawit (CPO) 92.364,79 13,496,612.58

Perdagangan produk olahan petani/industri kecil


kebanyakan masih dilakukan dalam provinsi, dibawa ke
provinsi tetangga Kalimantan Selatan, dan diantarpulaukan
ke Jawa untuk hasil olahan berupa serat sabut kelapa setelah
dibawa ke Cilegon, Surabaya kemudian dikemas untuk
dieksport ke China.
Sesuai dengan Visi, Misi dan Tujuan maka sasaran
pembangunan perkebunan Kalimantan Tengah yang akan
dicapai pada akhir Tahun 2010 adalah :
1 Meningkatnya produktivitas perkebunan hingga
mencapai 75%.
2 Meningkatnya devisa eksport komoditas perkebunan
sebesar US$ 30 juta/tahun.
3 Meningkatnya jumlah SDM Perkebunan yang
berkualitas sebanyak 15%.
4 Meningkatnya pendapatan petani pekebun rata-rata
US$ 1.500 – 2.000/KK (kepemilikan 2 Ha/KK) yang
diikuti dengan peningkatan kualitas hidup petani dan
masyarakat sekitar perkebunan.
5 Meningkatnya penyerapan tenaga kerja perkebunan
sebanyak 15.000 tenaga kerja/tahun.

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 113


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
6 Meningkatnya pertumbuhan PDRB perkebunan sebesar
6,2%.
7 Tumbuhnya 13 sentra-sentra wilayah pengembangan
perkebunan.
Dalam jangka panjang, estimasi proyeksi luas Perkebunan
Rakyat dan Perkebunan Besar di Kalimantan Tengah dapat
mencapai lebih dari enam juta hektar, dengan jenis tanaman
skala besar adalah Karet dan Kelapa Sawit. Untuk
peremajaan ± 350.000 Ha existing area kebun Karet dan
pembangunan ± 1.150.000 hektar kebun Karet baru
(termasuk untuk Program Revitalisasi Perkebunan),
diperlukan bibit Karet sebanyak 750.000.000 batang.
Untuk peremajaan ± 500.000 hektar existing area kebun
Kelapa Sawit dan pembangunan ± 4.000.000 hektar kebun
Kelapa Sawit baru (termasuk untuk Program Revitalisasi
Perkebunan), diperlukan bibit Kelapa Sawit sebanyak
630.000.000 batang. Disamping itu, dalam skala kecil juga
dikembangkan aneka tanaman perkebunan lainnya, seperti
Kelapa, Kopi, Lada, Nilam, dsb.
Penyediaan sarana produksi seperti pupuk, pestisida, dan
benih (tanaman pangan) telah dilakukan oleh distributor-
distributor yang berada di Kota Kabupaten, dan pedagang
pengecer yang berada di Kota Kecamatan maupun Desa-
desa yang merupakan sentra pengembangan pertanian.
Dengan meningkatnya areal pengembangan perkebunan
kiranya akan sangat di perlukan penyediaan sarana produksi
yang lebih tepat. Ketepatan penyediaan sarana produksi
mencakup tepat jenis, tepat jumlah, tepat mutu, tepat waktu,
tepat lokasi, tepat harga, dan tepat aplikasi.
Untuk menunjang ketepatan tersebut merupakan peluang
investasi di bidang penyediaan sarana produksi seperti jasa
angkutan, pendirian cabang-cabang distributor dan kios-kios
pengecer rakyat, pemerintah mengadakan kebijakan tentang
pupuk bersubsidi. Mengingat rawannya terjadi
penyimpangan dalam pelaksanaan kebijakan ini sehingga
diperlukan perencanaan dan pengawasan yang ketat oleh
petugas dalam peredaran pupuk bersubsidi
Salah satu persyaratan minimal untuk membangun 1 (satu)
unit industri Hilir CPO yang menghasilkan barang jadi
(minyak goreng/makan, mentega /margarine dan produk
turunan lainnya) apabila telah tersedia kebun kelapa sawit
yang sudah menghasilkan TBS/berproduksi secara optimal
seluas 150.000 -200.000 Ha. Untuk diketahui di Kalimantan

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 114


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Tengah kebun yang sudah menghasilkan sampai akhir tahun
2008 seluas 372.130,69 Ha dengan produksi 6.434.970,06
Ton TBS. Dengan demikian sampai saat ini sudah saatnya
untuk dapat dibangun Pabrik Industri Hilir CPO. Sedangkan
luas arealyang sudah tertanam sampai dengan tahun 2008
adalah 712.025,76 Ha.
Pada saat ini telah berdiri pabrik minyak goreng (PT. Sinar
Alam Permai) yang berada di Pangkalan Bun kabupaten
Kotawaringin Barat yang menggunakan bahan baku CPO.
Namun demikian pabrik tersebut sampai saat ini masih
belum beroperasi secara optimal mengingat Perusahaan
tersebut tidak memiliki kebun sawit di Kalimantan Tengah.
Apabila ada Investor/Pengusaha yang bersedia membagun
Industri Hilir pada prinsipnya tidak ada masalah bagi
Pengusaha perkebunan kelapa sawit dan pengusaha industri
hilir tersebut harus kerjasama dengan perusabaahn
perkebunan sebagai penyedia bahan baku CPO/IS
khususnya perusahaan-perusahaan perkebunan (Group)
yang tidak mempunyai industri hilir di Pulau Jawa dan
Pulau Sumatera.
Potensi produksi karet di Kalimantan Tengah cukup
besar yaitu 254,735,64 Ton karet kering/tahun (2008).
Sementara dari ketiga pabrik Crumb Rubber yang ada
belum mampu menampung hasil karet yang ada sehingga
masih ada peluang investasi untuk pembangunan Pabrik
Crumb Rubber baru.Disamping itu untuk meningkatkan
nilai tambah dari produksi Crumb Rubber yang ada tersedia
peluang investasi untuk industri hilirnya seperti
pembangunan Pabrik Ban kendaraan bermotor.
Pada Tahun 2008 areal kelapa di Kalimantan Tengah seluas
88.719,82 Ha yang semuanya merupakan Perkebunan
Rakyat. Potensi Produksi kelapa sebesar 87.554,81 Ton
Kopra/Tahun, atau setara 350.219.21 butir kelapa /Tahun.

Pelabuhan Curah Cair CPO untuk jangka panjang tidak


bersifat permanen atau pada suatu saat akan tidak terpakai,
apabila di Daerah atau pengusaha perkebunan/investor
membangun industri hilir pengolahan CPO menjadi
minyak goreng/makan, margarine/mentega atau produk jadi
lainnya. oleh karen itu pelabuhan dimaksud bersifat
fleksibel untuk dapat digunakan kegiatan lain.
Pelabuhan Curah Cair CPO PT. Pelindo III di Desa
Bumiharjo Kobar telah dioperasionalkan sejak tanggal 2

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 115


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Oktober 2002. Sampai saat ini beberapa pabrik kelapa sawit
di wilayah Lamandau, Sukamara, Seruyan dan wilayah
Kotawaringin Timur bagian barat telah menggunakan
Pelabuhan tersebut untuk mengirim CPO antar pulau
maupun eksport.
Pelabuhan Curah Cair CPO PT Pelindo III di Desa
Bagendang Kabupaten Kotawaringin Timur saat ini sudah
dapat operasional namun belum optimal.Beberapa Pabrik
(PKS) di wilayah Kotawaringin Timur bagian barat dan
wilayah Kabupaten Seruyan masih menggunakan pelabuhan
Bumiharjo di Kotawaringin Barat.

4. Potensi Daerah Kalimantan Selatan


a. Potensi Komoditas Sektor Pertanian di Kalimantan
Selatan
Sektor pertanian merupakan sektor yang masih dominan
dalam sektor-sektor ekonomi pembentuk PDRB, karena
sektor ini memberikan kontribusi sebesar 22,50% terhadap
PDRB yang meliputi subsektor tanaman pangan,
perkebunan, peternakan, kehutanan dan perikanan. Sektor
pertanian merupakan sektor basis/dasar untuk kemajuan
ekonomi wilayah, karena ia mampu menyediakan
komoditas-komoditas yang dapat diolah menjadi
barang/produk yang bernilai ekonomi lebih tinggi.

Subsektor tanaman pangan yang menjadi unggulan


Kalimantan Selatan adalah padi yang dapat dikembangkan
diseluruh kabupaten/kota di Kalimantan Selatan kecuali
Kota Banjarmasin. Sejak tahun 2006 Kalimantan Selatan
tercatat telah mengalami surplus produksi beras yang pada
tahun 2006 mencapai sebesar 426.094 ton, tahun 2007
sebesar 641.721 ton, dan tahun 2008 mengalami surplus
sebesar 656.573 ton (Angka Ramalan Sementara).

Secara keseluruhan produksi, maupun produktvitas padi di


Kalimantan Selatan pada tahun 2008 mengalami kenaikan
dibanding tahun 2007 baik luas tanam maupun
produksinya. Produksi pada tahun 2008 meningkat 1,22 %
yaitu 1.977.789 ton dibanding tahun 2007 yang hanya
1.953.868 ton, dan produktvitas juga meningkat dari 38,63
kw/ha tahun 2007 menjadi 38,75 kw/ha pada tahun 2008.

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 116


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Tabel 4.10 : Produksi Tanaman Pangan Tahun 2007 – 2008
Produksi (ton)
No Komoditi
2007 2008*) %
1. Padi 1.953.868 1.977.789 1,22
2. Jagung 100.957 98.184 (2,80)
3. Kedelai 2.060 3.804 84,66
4. Kacang Tanah 18.214 17.144 (5,87)
5. Kacang Hijau 1.548 1.739 12,34
6. Ubi Kayu 117.322 145.767 24,25
7. Ubi Jalar 31.143 27.706 (11,04)
Sumber : Dinas Pertanian Prov.Kalsel *)berdasarkan ARAM III 2008

Untuk luas tanam padi di Kalimantan Selatan pada tahun


2008 juga mengalami peningkatan dibanding tahun 2007
yaitu dari 505.846 ha menjadi 510.373 ha atau naik 0,89%.

Tabel 4.11 : Produktivitas Tanaman Pangan Tahun 2007 – 2008


Produktivitas (ku/ha)
No Komoditi
2007 2008*) %
1. Padi 38,63 38,75 0,31
2. Jagung 45,39 46,35 2,12
3. Kedelai 11,41 11,79 3,33
4. Kacang Tanah 11,50 11,67 1,48
5. Kacang Hijau 10,20 10,83 6,18
6. Ubi Kayu 142,99 146,21 2,25
7. Ubi Jalar 115,73 109,94 (5,00)
Sumber : Dinas Pertanian Prov.Kalsel *)berdasarkan ARAM III 2008

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 117


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Tabel 4.12 : Luas Panen Tanaman Pangan Tahun 2007 – 2008
Luas Panen (ha)
No Komoditi
2007 2008*) %
1. Padi 505.846 510.373 0,89
2. Jagung 22.241 21.182 (4,76)
3. Kedelai 1.806 3.226 78,63
4. Kacang Tanah 15.843 14.693 (7,26)
5. Kacang Hijau 1.517 1.650 8,77
6. Ubi Kayu 8.205 9.970 21,51
7. Ubi Jalar 2.691 2.520 (6,35)
Sumber : Dinas Pertanian Prov.Kalsel *)berdasarkan ARAM III 2008

Sedangkan pencapaian kinerja hortikultura pada tahun


2007-2008 dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.13 : Produksi Hortikultura Tahun 2007 – 2008

Produksi (ton)
No Komoditi
2007 2008*) %
1. Jeruk 73.110 76.524 4,67
2. Pisang 106.138 74.712 (29,61)
3. Durian 4.673 6.294 36,83
4. Sayuran 153.323 53.136 (65,34)
5. Tanaman Hias (anggrek)**) 4.255 4.928 15,82
Sumber : Dinas Pertanian Prov.Kalsel
*)angka estimasi **)produksi anggrek dalam kg/m2

Pada tahun 2008 produksi padi (Angka Tetap 2008)


Provinsi Kalimantan Selatan mencapai 1,95 juta ton GKG
dan pada tahun 2009 diperkirkan mencapai 2,01 juta ton
GKG. Komoditi padi/palawija yan diramalkan mengalami
kenaikan produksi pada tahun 2009 adalah padi sawah,
kedeali, kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu, da ubi jalar.
Sedangkan yang mengalami penurunan produksi hádala
padi Madang. Produksi pada tahun 2008 mengalami sedkit
kenaikan dari tahun 2007 yaitu 0,02 persen. Kenaikan ini
dikarenakan kenaikan luas panen sebsar 1.473 ha atau naik
0,29 persen meski produktivitas menurun sebesar 0,11 ku/ha
atau turun 0,28 persen.
Perkembangan angka produksi padi dan palawija yang
secara rutin dilaporkan BPS dan Departemen Pertanian
dapat dijadikan sebagai salah salah satu dasar bagi
pemerintah untuk melakukan kebijakan-kebijakan yang
akan diterapkan dalam pembangunan pertanian yang sesuai
dengan kondisi petani. Paa tahun 2006 produksi apdi sawah
dan padi lading (ATAP 2008) Provinsi Kalimantan Selatan

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 118


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
mencapai 1,95 ton GKG dan pada tahun 2009 diperkirakan
mencapai 2,01 ton GKG (ARAM II 2009).

Angka tetap tahun2008 produksi sawah mengalami sedikit


penurunan dibangkan tahun 2007 yaitu 20.825 ton atau
turun 1,14 persen. Penurunan ini disebabkan oleh penurunan
luas panen sebesar 3.274 ha atau turun sebesar 0,71 persen.
Disamping itu penuruna produktivitasjuga mempunyai andil
dalam menurunkan produksi padi yaitu dari 39,88 ku/ha
tahun 2007 menjadi 39,71 ku/ha pada tahun 2008 atau turun
sebesar 0,43 persen. Penyebab penurunan luas panen pada
tahun 2008 dibandingkan tahun2007 disebabkan
terkendalanya penanaman di lahan lebar seperti di
Kabupaten Tapin dan Hulu Sungai Selatan .
Produksi padi ladang tahun 2008 (ATAP 2008) mencapai
144.699 ton mengalami kenaikan dari ATAP 2007 yang
sebesar 123.459 ton. Produksi mengalami kenaikan sebesar
21.240 ton atau naik 17,20 persen, kenaikan produksi ini
dikarenakan adanya kenaikan luas panen sebesar 4.747 ha
atau 10,13 persen.
Sedangkan produktivitas juga mengalami kenaiakan dari
26,35 ku/ha tahun 2007 menjadi 28,04 ku/ha. Terjadinya
kenaikan luas panen ini karena adanya perubahan
penggunaan lahan, dari yang sebelumnya ditanami kacang
tanah, berpindah menjadi ditanami padi ladang. Kondisi
curah hujan yang cukup tinggi sepanjang tahun 2008 lebih
merangsang petani untuk menanam padi ladang yang
perawatannya lebih mudah dibandingkan kacang tanah.
Produksi padi ladang pada tahun 2009 diperkirakan akan
mencapai 127.032 ton atau mengalami penurunan 12,21
persen dari produksi tahun 2008. Penurunan produksi ini
dipicu oleh penurunan luas panen sebanyak 6.172 ha atau
turun 13,01 persen. Penurunan luas panen terjadi
diperkirakan tidak ada lagi penanaman pada bulan Mei.
Pada beberapa Kabupaten pada lahan kering mengalami alih
fungsi lahan seperti di Kabupaten Tapin di Kecamatan
Piani, Hatungan, Tapin Uatara dan Lok Paikat, lahan
pertanian beralih fungsi menjadi perkebunan karet dan lahan
batu bara/stockfile.

Secara total produksi padi (sawah + ladang) tahun 2008


mencapai 1.954.283 ton (ATAP 2008) sedikit mengalami
kenaikan dibandingkan dari ATAP 2007. Produsi naik
sebesar 415 ton. Kenaikan produksi ini dikarenakan adanya

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 119


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
peningakatan luas panen sebesar 1.473 ha atau naik 0,29
persen meski produktivitas menurun sebesar 0,11 ku/ha atau
turun 0,28 persen.
Produksi jagung pada tahun 2008 mencapai 95.064 ton
(ATAP 2008) mengalami sedikit penurunan dari produksi
2007. Produksi turun sebesar 5.893 ton atau turun 5,84
persen. Penurunan produksi ini disebabkan karena adanya
penurunan luas panen yang cukup besar yaitu 2.125 ha
meskipun hasil perhektar meninngkat 1,87 ku/ha.
Penurunan luas panen ini disebabkan oleh panen muda yang
dilakukan oleh petani sentar jagung di Kabupaten
Tabalong, Kotabaru dan Banjar. Pada tahun 2009
diperkirakan produksi jagung akan mencapai 97.326 ton.
Hasil produksi ini meningkat, yaitu sebesar 2.262 ton
dibandingkan produksi tahun yang lalu.

Pada tahun 2008 (ATAP 2008) produksi kedelai mencapai


3.817 ton, lebih tinggi dari tahun 2007 yang sebesar 2.060
ton.Peningkatan ini didukung oleh dilaksanakannya
program UPSUS kedelai. Pada tahun 2009 produksi
diperkirakan akan mengalami kenaikan sebesar 1.052 ton
atau 27,56 persen. Hal ini disebabkan adanya kenaikan luas
panen sebesar 767 ha dan produktivitas sebesar 0,38 ku/ha
karena adanya program BLBU (Bantuan Langsung Benih
Unggul). Perkiraan produksi yang meningkat pada tahun
2009 ini karena masih dilanjutkan progarm UPSUS kedelai
dan insentif yang diterima petani seiring semakin
meningkatnya harga kedelai.
Pada periode 2007-2008 penurunan pada produksi kacang
tanah terjadi disebabkan karena iklim. Curah hujan yang
cukup tinggi mengakibatkan pertanaman kacang tanah di
lahan lebak tidak maksimal, Serta disebabkan bergesernya
penggunaa lahan kacan tanah menjadi lahan padi
ladang.ATAP 2008 memperlihatkan terjadinya penuruna
dibandingkan dengan ATAP 2007. Dibanding produksi
tahun 2007 produksi kacng tanah turun 1.738 ton atau 9,54
persen. Penuruna ini lebih disebabkan oleh turunnya luas
panen yang mencapai 1.681 ha atau 10,61 persen. Walaupun
hasil perhektar mengalami kenaikan sebesar 0,13 ku/ha
tetapi hal tersebut masih belum bisa mengurangi penurunan
produksi yang terjadi karena peningkatan yang terjadi relatif
kecil (1,13 persen).
Produksi kacang hijau tahun 2008 sebesar 1.529 ton (ATAP
2008). Produksi turun sedikit sebesar 19 ton atau 1,23

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 120


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
persen. Andil dari penurunan produksi ini adalah luas panen
yang turun dari 1.517 ha tahun 2007 menjadi 1.482 ha atau
turun 2,31 persen. Meskipun produktivitas naik 0,11 ku/ha
atau 1,08 persen tetapi hal tesebut belum bisa menyebabkan
kenaikan terhadap produksi kacang hijau pada tahun 2008.
Penyebab turunnya produksi kacang hijau pada taun 2008
ini disebabkan tingginya curah hujan yang berakibat luas
panen di daerah lebak seperti Kabupaten Hulu Sungai
Selatan dan Hulu Sungai Tengah menjadi kurang maksimal.
Pada ARAM II 2009 produksi diperkirakan akan mengalami
peningkatan dari tahun 2008 walaupun kenaikannya relatif
kecil. Produksi diperkirakan akan mengalami kenaikan
sebesar 0,85 persen sehingga pada tahun 2009 diharapkan
produksi akan mencapai 1.542 ton. Di Kalimantan Selatan
tanaman ini berkembang hanya secara alami sehingga
kurang optimal.
Produksi ubi kayu tahun 2008 sedikit lebih tinggi dari
produksi tahun 2007. Kenaikan produksi sebesar 1.763 ton
atau 1,50 persen. Kenaikan produksi ini dipicu oleh naiknya
hasil per hektar yaitu 3,61 ku/ha atau 2,52 persen, meskipun
luas panen sedikit mengalami penuruna yaitu sebesar 82 ha
(turun sebesar 1,00 persen). Peningkatan hasil per hektar ini
disebabkan program perbaikan varietas ubi kayu di
Kabupaten Tanah Laut sebagai upaya pemenuhan
kebutuhan pabrik pengolahan tepung tapioka.
Bila dibandingkan dengan angka ATAP 2008, produksi ubi
kayu tahun 2009 (ARAM II 2009) juga diperkirakan akan
mengalami peningkatan. Peningkatan produksi tahun 2009
diperkirakan sebesar 20.008 ton atau 16,80 persen, sehingga
produksi menjadi 139.093 ton
Produksi ubi jalar 2008 mencapai 25.903 ton (ATAP
2008).Penurunan ini dipicu oleh penurunan luas panen dan
juga penurunan produktivitas.Luas panen pada tahun 2008
sebesar 2.417 ha turun sebesar 274 ha dibandingkan tahun
2007 yang sebesar 2.691 ha. Produktivitas turun dari 115,73
ku/ha pada tahun 2007 menjadi 107,17 ku/ha pada tahun
2008. Penurunan ini terjadi karena pertanaman ubi jalar di
daerah lebak yaitu di Kabupaten Hulu Sungai Selatan dan
Hulu Sungai Utara berkurang pada sub round Mei-Agustus
karena curah hujan yang cukup tinggi sehingga permukaan
air masih tinggi sehingga tidak memungkinkan untuk
bertanam ubi jalar. (Sumber : Berita Resmi Statistik BPS
Prov. Kalsel No.20/07/Th XII, 1 Juli 2009)

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 121


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
5. Potensi Komoditas Sektor Peternakan di Kalimantan Selatan
Sektor peternakan merupakan salah satu potensi Kalimantan
Selatan yang terus didorong untuk dikembangkan guna
memberikan kontribusi bagi sektor perekonomian di daerah ini.
Sesuai dengan potensi dan kondisi daerah, Provinsi Kalimantan
Selatan sampai saat ini masih mengandalkan sektor pertanian
sebagai penopang perekonomian daerah, karena kontribusi
sektor pertanian terhadap perekonomian regional masih yang
terbesar dibandingkan dengan sektor lain. Kontribusi sektor
pertanian terhadap total PDRB Kalimantan Selatan Atas Dasar
Harga Berlaku pada tahun 2006 sebesar 22,77%, diantaranya
sebesar 1,64% berasal dari sub sektor peternakan.
Dari hasil pencapaian populasi ternak di Kalimantan Selatan
selama empat tahun terakhir ini, khususnya mencermati
perkembangan dari tahun 2006 sampai dengan Juni 2009 sektor
ini mengalami pertumbuhan yang menggembirakan. Artinya
target sasaran teknis yang ditetapkan telah dapat dicapai, bahkan
kenaikan angka populasi ternak terus meningkat rata-rata 4,50 %
per tahun. Keberhasilan sektor peternakan ini meliputi jenis
ternak besar, kecil dan unggas, yang dapat digambarkan melalui
tabel berikut ini berikut :

Tabel 4.14 : Populasi Ternak

Jenis Tahun Tahun Tahun Tahun Trend


No.
Ternak 2006 2007 2008 2009*) (%)
1. Ternak Besar 236.240 245.268 254.728 260.318 4,07
2. Ternak Kecil 118.783 122.667 127.525 130.405 3,91
3. Unggas 36.078.473 38.905.874 39.307.685 41.066.231 5,52
Jumlah 36.433.496 39.273.809 39.689.938 41.456.954 4,50
*)
Angka sementara

Produksi daging dari berbagai jenis ternak maupun telur di


Kalimantan Selatan dalam beberapa tahun terakhir (2006 s.d
2009) pada umumnya cukup menggembirakan. Hal ini terlihat
jelas pada tabel berikut yang menunjukkan pertumbuhan
produksi berbagai jenis ternak, yaitu :

Tabel 4.15 : Produksi berbagai Jenis Ternak (ribu kg)

No. Jenis Ternak 2006 2007 2008 2009


1. Ternak Besar 7.095 6.345 6.790 7.022
2. Ternak Kecil 487 436 562 646

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 122


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
3. Unggas 40.792 39.990 49.516 53.336
4. Telur 42.710 42.637 49.496 52.691
Jumlah 91.084 89.408 106.364 113.695

Produksi daging tersebut diatas pada umumnya diperuntukan


untuk konsumsi dalam daerah, dan sebagian daging unggas di
pasarkan ke luar daerah.
a. Potensi Komoditas Sektor Perikanan dan Kelautan
Potensi di sektor perikanan dan kelautan Kalimantan
Selatan (Kalsel) boleh dibilang berlimpah dan akan menjadi
sumber pendapatan yang menggiurkan bila digarap
maksimal, apalagi dilengkapi dengan sentuhan tehnologi
canggih. Potensi sektor ini cukup besar, yaitu memiliki
Garis Pantai : 1.330 Km, Perairan Umum : 1 Juta Ha,
Kolam : 2.400 Ha, Tambak: 53.382 ha dan Mina Padi :
3.752 Ha, sedangkan dari produksi dalam kurun waktu lima
tahun terakhir (2005 – 2008) terakhir terjadi peningkatan
produksi perikanan. Pada tahun 2007 menunjukkan total
produksi perikanan sebanyak 114.876 Ton meningkat
menjadi 178.924 Ton pada tahun 2008. Produksi pada tahun
2008*) dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.16 : Produksi Komoditas Perikanan dan Kelautan


No. Kegiatan Produksi (ton)
1 Penangkapan 154.536
- Laut 98.897
- Perairan umum 55.639
2 Budidaya 24.572
- Tambak 6.274
- Kolam 7.897
- Karamba 4.538
- Minapadi/sawah 286
- Jaring apung 594
- Budidaya laut 4.790
JUMLAH 178.924
Sumber : Dinas Perikanan Prov.Kalsel

Produksi hasil perikanan, disamping sebagai konsumsi


lokal, maupun dipasarkan sebagai komoditi ekspor antar
pulau, sedangkan konsumsi per kapita tahun 2008 masih
diatas standar Nasional, hal ini dapat dilihat pada tabel
berikut :

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 123


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Tabel 4.17 : Produksi dan Konsumsi Hasil Perikanan

Konsumsi Konsumsi Standar


Produksi Penduduk Non
Tahun Lokal PerKapita Nasional
(Ton) (ribu) Konsumsi**)
(Ton) (Kg) (Kg)
2004 176.643 3.219.398 121.709.766 121.886.408 38 26,5
2005 199.860 3.240.100 139.837.262 140.037.122 43 26,5
2006 184.071 3.345.784 129.565.432 129.749.504 39 26,5
2007 174.816 3.396.680 122.139.631 122.314.447 36 26,5
2008*) 178.924 3.464.618 124.547.324 124.726.248 36 26,5
Sumber : Dinas Perikanan Prov.Kalsel
*)
Angka Sementara
**)
Ekspor, antar pulau, rusak, diolah, pakan segar, bahan baku pakan dll

b. Potensi Komoditas Sektor Pertambangan dan Mineral


1) Besi
Berikut ini adalah gambaran potensi komoditas besi di
Kalimantan selatan. Potensi terdapat di Tanah Laut,
Tanah Bumbu, Kota baru dan balangan.

Tabel 4.18 : Lokasi dan Sumberdaya Besi

No. Lokasi Sumberdaya (ton) Kualitas (%)

Fe : 50,60 – 62,57
Indicated:
1 Tanah Laut S : 0,03 – 0,25
Hypothetical: 3.429.500
P : 0,04 – 0,10
Fe : 44,2 – 47,0
TiO2 : 0,24 – 0,4
2 Tanah Bumbu Indicated: 100.000.000 Cr2O3 : 2,43 – 2,6
MnO : 0,40 – 0,78
SiO2 : 1,20 – 9,0
Fe : 46,76
Cr2O3 : 1,44
SiO2 : 2,49
3 Kotabaru Indicated : 86.120.700
Ni : 0,37
Co : 0,04
AI2O3 : 8,88
Fe : 54,86 – 58,75
4 Balangan Indicated : 86.120.700 S : 0,07 – 0,61
P : 0,03 – 0,05

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 124


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
2) Mangan
Berikut ini adalah gambaran potensi komoditas
mangan di Kalimantan selatan. Potensi terdapat di
Tanah Laut, Tanah Bumbu, dan Banjar.

Tabel 4.19 : Lokasi dan Sumberdaya Mangan

No. Lokasi Sumberdaya (ton) Kualitas (%)

SiO2 : 3,37 – 28,51


MnO2 : 4,11 – 68,64
1 Tanah Laut Unknown H2O : 0,2 – 6,2
AI2O3 : 11,89
Fe2O3 : 0,98 –18,59

3) Nikel
Berikut ini adalah gambaran potensi komoditas nikel di
Kalimantan selatan. Potensi terdapat di Tanah Laut,
Tanah Bumbu, dan Banjar

Tabel 4.20 : Lokasi dan Sumberdaya Nikel

No. Lokasi Sumberdaya (ton) Kualitas (%)

1 Tanah Laut Indicated: Ni : 1,2


2 Tanah Bumbu Unknown Ni : 1,12
3 Banjar Unknown Ni :

4) Batu Granit
Berikut ini adalah gambaran potensi komoditas batu
granit di Kalimantan selatan. Potensi terdapat di Hulu
Sungai Tengah, Hulu Sungai selatan, Tanah Laut dan
Banjar

Tabel 4.21 : Lokasi dan Sumberdaya Batu Granit

No. Lokasi Sumberdaya (ton) Kualitas (%)

1 Hulu Sungai Tengah Hypothetical : 00.000 -


2 Hulu Sungai Selatan Hypothetical : 481.582.400 -
3 Banjar Unknown -
4 Tanah Laut Unknown -

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 125


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
5) Batubara
Berikut ini adalah gambaran potensi komoditas batu
bara di Kalimantan selatan. Potensi terdapat di Tapin,
Kota Baru, Hulu Sungai Selatan, Hulu Sungai Tengah,
Tabalong, Balangan, Tanah Laut dan Banjar

Tabel 4.22 Lokasi dan Sumberdaya Batubara

No. Lokasi Sumberdaya (ton) Kualitas (%)

IM : 3,17 – 22,04
Ash : 0,42 – 20,99
FC : 29,17 – 51,1
1 Kotabaru Hypothetical :
S : 0,4 – 4,18
VM : 33,91 – 50,4
Kal : 4.821,8 – 7.280 kal/gr
IM : 7,58 – 16,51
Ash : 1,21 – 24,29
FC : 25,94 – 46,62
S : 1,35 – 2,30
2 Tanah Laut Measured : 325.031 VM : 34,23 – 46,62
Kal : 4.714 – 6.316 kal/gr
Stut : 0,28 – 1,62
HGI : 52 – 91
N.Cal : 5612 – 6415 kal/gr
IM : 2,87 – 18,6
Ash : 1,57 – 34,65
Measured :
3 Banjar VM : 9,40 – 48,40
Indicated :
Kal : 4.030 – 7.908 kal/gr
S : 0,25 – 1,5
IM : 5,00 – 37,75
Ash : 0,40 – 20,80
Hypothetical :
VM : 32,91 – 53,90
Indicated :
4 Tapin Kal : 4.442 – 7.340 kal/gr
Measured :
S : 0,02 – 4,24
Inferred :
HGI : 48
FC : 22,90 – 50,45
IM : 2,05 – 22,20
Ash : 0,58 – 10,46
Hulu Sungai VM : 2,45 – 45,84
5 Hypothetical :
Selatan Kal : 5.416 – 7.457 kal/gr
S : 0,24 – 1,44
FC : 4,21 – 50,41
Hypothetical : IM : 6,70 – 21,43
6 Balangan Measured : Ash : 1,00 – 11,74
780.000.000 VM : 34,15 – 46,80

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 126


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
No. Lokasi Sumberdaya (ton) Kualitas (%)

Indicated : Kal : 4.806 – 7.111 kal/gr


292.000.000 S : 0,07 – 2,90
Inferred : 325.000.000 FC : 37,28 – 52,50
IM : 6,37 – 22,01
Ash : 2,36 – 24,09
VM : 29,06 – 42,71
7 Tabalong Hypothetical :
Kal : 4.208 – 6.912 kal/gr
S : 0,28 – 9,35
FC : 31,16 – 51,42
IM : 8,11 – 21,31
Ash : 0,72 – 13,91
Hulu Sungai VM : 36,14 – 46,28
8 Hypothetical :
Tengah Kal : 5.946 – 6.980 kal/gr
S : 0,25 – 1,54
FC : 31,97 – 51,98

6. Potensi Daerah Kalimantan Timur


a. Potensi Komoditas Sektor Perkebunan
Pengembangan areal perkebunan di Kalimantan Timur dari
kawasan Budidaya Non Kehutanan berdasarkan Tata Ruang
Kalimantan Timur yang telah disepakati pada Kawasan
Budidaya Non Kehutanan seluas ± 6.520.622,73 Ha. Total
lahan pada KBNK tersebut Pemprov Kaltim menetapkan
potensi lahan perkebunan sawit mencapai 4,7 juta ha,
sementara itu dari total luasan KBNK itu , 0,61 juta ha
diperuntukan bagi pengembangan usaha perkebunan
lainnya.
Komoditi yang cocok dikembangkan untuk sektor
perkebunan antara lain : karet, kelapa hybrida, kelapa sawit,
kopi, lada, cengkeh dan coklat disamping komoditi
perkebunan lainnya (kenaf, abaca, nira, jarak dan tanaman
farmasi). Dalam perkembangannya sampai dengan tahun
2007 luas area perkebunan mencapai 514.158 ha, yang
terdiri dari perkebunan rakyat seluas 230.565 ha,
Perkebunan Besar Negara seluas 15.800 ha, Perkebunan
Besar Swasta seluas 267.795 ha. Sedangkan potensi
pengembangan investasi sektor perkebunan pada tahun
2007 terdiri dari komoditi Kelapa Sawit 339.292,50 ha,
tanaman karet 67.851 ha, kelapa 36.057,50 ha, kopi 15.288
ha, dan kakao 34.557,50 ha.

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 127


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Pembangunan perkebunan di Kalimantan Timur diarahkan
untuk meningkatkan kontribusi perkebunan dalam
akselerasi pemulihan ekonomi seperti peningkatan
pendapatan masyarakat, perluasan kesempatan kerja serta
meningkatkan perannya dalam memperbaiki indikator
ekonomi makro. Upaya yang telah dilakukan, memberikan
berbagai manfaat dan kemajuan antara lain dalam
sumbangannya terhadap pendapatan domestik bruto,
pengembangan wilayah dan konservasi kelestarian sumber
daya alam dan lingkungan hidup.

Sub sektor perkebunan mempunyai peranan yang sangat


penting baik dalam pengembangan wilayah, ekonomi, sosial
maupun ekologi. Peranan tersebut semakin penting karena
perkebunan merupakan sub sektor yang berbasis sumber
daya alam yang tidak tergantung pada komponen impor,
sehingga mampu menghadapi situasi krisis ekonomi.
Pengembangan perkebunan di Kalimantan Timur yang telah
dilaksanakan adalah dengan Pola Unit Pelaksana
Perkebunan (UPP); PIR, Pola Swadaya/Parsial dan Pola
Perkebunan Besar baik BUMN (PTPN XIII) maupun
swasta. Luas tanaman perkebunan Kelapa Sawit di
Kalimantan Timur pada tahun 2006 seluas 202.761,50 Ha
yang melibatkan jumlah petani sebanyak 242.597 TKP.
Total produksi perkebunan Kelapa Sawit pada tahun 2006
sebanyak 1.203.682 ton dengan nilai produksi sebesar 1,742
trilyun.
Sejalan dengan pertambahan luas areal, maka produksi
perkebunan pun mengalami kenaikan.Hal ini disebabkan
oleh adanya peningkatan luas areal tanaman yang produktif
(tanaman menghasilkan) sebagai akibat dari hasil-hasil
kegiatan peremajaan dan perluasan areal pembangunan
perkebunan.
Dengan meningkatnya luas areal perkebunan terjadi pula
peningkatan jumlah Tenaga Kerja Perkebunan (TKP) yang
terlibat dalam kegiatan usaha tani perkebunan. Pada tahun
2005 jumlah petani seluruhnya 242.597 TKP, maka pada
tahun 2006 menjadi 296.012 TKP berarti mengalami
kenaikan sebanyak 53.415 KK petani atau naik 7,05 %.
Adapun jumlah Perkebunan Besar Swasta (PBS) yang aktif
di Kalimantan Timur sampai posisi bulan Desember 2004
sebanyak 145 PBS dengan luas areal/ijin lokasi dari
Bupati/Walikota seluas 1.801.123,73 Ha, dengan perincian
sebagai berikut :

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 128


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
1) Kabupaten Penajam Paser Utara ada 9 PBS dengan
luas areal/ijin lokasi 93.881 Ha
2) Kabupaten Pasir ada 15 PBS dengan luas areal/ijin
lokasi 138.756 Ha.
3) Kabupaten Kutai Kartanegara ada 17 PBS dengan luas
areal/ijin lokasi 367.381,88 Ha.
4) Kota Samarinda ada 1 PBS dengan luas areal/ijin
lokasi 3.100 Ha.
5) Kabupaten Kutai Timur ada 53 PBS dengan luas areal /
ijin lokasi 460.648 Ha.
6) Kabupaten Kutai Barat ada 12 PBS dengan luas
areal/ijin lokasi 165.800 Ha.
7) Kabupaten Berau ada 13 PBS dengan luas areal/ijin
lokasi 233.042 Ha.
8) Kabupaten Bulungan ada 8 PBS dengan luas areal/ijin
lokasi 101.800 Ha.
9) Kabupaten Nunukan ada 15 PBS dengan luas areal/ijin
lokasi 224.714,85 Ha.
10) Kabupaten Malinau ada 2 PBS dengan luas areal / ijin
lokasi 12.000 Ha.

Potensi lahan bagi pengembangan Budidaya Non


Kehutanan seluas 5.170.785 ha, dari luas tersebut telah
dicadangkan bagi pengembangan PBS seluas 3.146.070
ha.Pembangunan kelapa sawit dikembangkan melalui peran
pemerintah, swasta dan masyarakat. Melalui program PIR
NES VII dan PIR Swadaya, petani sebagai plasma memiliki
kebun sendiri rata – rata 2 ha, mereka tidak hanya sebagai
buruh tani tetapi memiliki lahan sendiri yang diusahakan
sebagai kebun kelapa sawit.
Sedangkan potensi pengembangan investasi sektor
perkebunan pada tahun 2009 terdiri dari komoditi Kelapa
Sawit 530.554 ha dg produksi 2.298.185,50 ton, tanaman
karet 75.924,50 ha dg produksi 49.620,50 ton, kelapa dalam
33.308,50 ha dg prodksi 29.250 ton, kopi 15.254,5 ha dg
produksi 3.881 ton, kakao 15.254,50 ha dg prod. 24.134
ton dan lada seluas 14.900 ha dg prod. 11.120,50 ton
b. Potensi Komoditas Sektor Pertanian
Produksi padi pada tahun 2011 diperkirakan sebesar 596,3
ribu Ton Gabah Kering Giling (GKG). Dibandingkan
produksi tahun 2010, terjadi peningkatan sebanyak 7,5 ribu
ton (1,27 persen). Kenaikan produksi diperkirakan terjadi
karena peningkatan produktivitas sebesar 0,81 kuintal per
hektar (2,07 persen). Perkiraan kenaikan produksi padi

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 129


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
tahun 2011 terbesar terjadi di Kabupaten Kutai Kartanegara,
Penajam Paser Utara, Kutai Timur dan Nunukan. Perkiraan
kenaikan produksi padi tahun 2011 sebesar 7,5 ribu ton
(1,27 persen) terjadi pada subround Januari-April sebesar
16,4 ribu ton (5,08 persen) dan subround Mei-Agustus
sebesar 6,2 ribu ton (5,33 persen) dibandingkan dengan
produksi pada subround yang sama tahun 2010 (year on
year) .
Sementara produksi jagung tahun 2011 diperkirakan sebesar
11,48 ribu ton pipilan kering. Dibandingkan produksi tahun
2010, terjadi penurunan sebanyak 511 ton (-4,26 persen).
Penurunan produksi diperkirakan terjadi karena penurunan
produktivitas sebesar 1,15 kuintal per hektar (4,48 persen).
Penurunan produksi jagung tahun 2011 yang terbesar terjadi
di kota Balikpapan, Kutai Timur, Malinau, Nunukan.
Sementara produksi kedelai tahun 2011 diperkirakan
sebesar 2,68 ribu ton biji kering. Dibandingkan produksi
tahun 2010, terjadi peningkatan sebanyak 479 ton (21,73
persen). Peningkatan produksi diperkirakan terjadi karena
meningkatnya luas panen seluas 412 hektar (24,54 persen).
Perkiraan peningkatan produksi kedelai tahun 2011 yang
relatif besar terjadi di Kabupaten Penajam Paser Utara dan
Bulungan.
c. Potensi Komoditas Sektor Peternakan
Areal yang dicadangkan untuk sektor peternakan di
Kalimantan Timur adalah seluas 732.586,07 ha tersebar di
wilayah Kabupaten/kota. Pada sektor peternakan ini masih
memiliki prospek untuk dikembangkan, karena sampai saat
ini untuk pemenuhan daging ternak maupun unggas bagi
masyarakat Kalimantan Timur masih didatangkan dari luar
daerah seperti Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Jawa
Timur dan Bali. Usaha yang cocok untuk dikembangkan
adalah sapi perah, pembibitan dan penggemukan sapi, babi,
domba/kambing, pembibitan ayam (petelur & pedaging) dan
industri pakan ternak.
Oleh karena paradigma baru pembangunan peternakan tidak
lagi menempatkan peternak hanya sebagai objek, tetapi
sekaligus sebagai subjek pembangunan yang berperan
sebagai pelaku ekonomi penting. Sehingga ke depan
diharapkan dapat mencapai visi pembangunan peternakan,
yaitu “Terciptanya peternakan modern, tangguh dan efisien
berbasis sumber daya lokal dalam mewujudkan masyarakat
yang sehat dan produktif”.

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 130


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Perkembangan produksi peternakan Kalimantan Timur
tahun 2005 sampai dengan tahun 2006 tercatat, produksi
ayam buras tahun 2005 sebanyak 2.754.600 ekor dan tahun
2006 sebanyak 2.809.692 ekor terdapat peningkatan rata –
rata 2,00 % pertahun. dan produksi ayam pedaging tahun
2005 sebanyak 25.828.000 ekor tahun 2006 sebanyak
26.344.560 ekor terdapat peningkatan rata – rata sebesar
2,00 % pertahun
Perkembangan populasi ternak pada tahun 2006 secara
umum mengalami kenaikan terutama ternak sapi, kambing,
adapun populasi ternak sapi dari tahun 2005 sampai dengan
tahun 2006 tercatat pada tahun 2005 sebanyak 69.024 ekor
dan pada tahun 2006 sebanyak 72.475 ekor dengan
pertumbuhan rata – rata pertahun sebesar 5,00 %.
Sebagaimana kita maklumi, Kalimantan Timur merupakan
peluang pasar yang cukup tinggi. Komoditi peternakan
sebagian besar dipasok dari luar daerah yaitu berupa ternak
potong, daging, susu dan telur. Untuk memenuhi kebutuhan
daging sapi, sekitar 70% yang dipotong berasal dari luar
atau antara 30.000 - 36.000 ekor.
Potensi sumber daya lahan sebagai basis ekologis
pengembangan ternak dan pakan sangat mendukung.Potensi
sumber daya lahan Kalimantan Timur dapat menampung ±
734.050 satuan ternak ruminansia atau setara dengan
968.000 ekor ternak sapi. Sementara populasi yang ada
masih sangat kecil sehingga sampai saat ini sangat
tergantung pada pasokan dari luar.
d. Potensi Komoditas Sektor Kehutanan
Hutan di Kalimantan Timur berdasarkan Tata Guna Hutan
Kesepakatan/Padu Serasi Potensi Kawasan Hutan, terdiri
dari ;
a. Kawasan Budidaya Kehutanan (KBK) : 7.653.565,36 ha
b. Kawasan Budidaya Non Kehutanan (KBNK):
6.520.622,73 ha
c. Kawasan Lindung : 24.516,12 ha
Secara ekonomis fungsi hutan yang ada saat ini memiliki
potensi untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri
perkayuan dan industri kertas yang telah berkembang. Hasil
hutan ikutan antara lain damar, lebah madu, anggrek, kulit
buaya, sarang burung, kayu gaharu, buah tengkawang, akar
tunjuk langit dan siraf. Sedangkan secara estetis dari fungsi
hutan mempunyai nilai untuk pendidikan, seperti adanya
hutan pendidikan/ penelitian Unmul, Taman Nasional

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 131


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
(Kayan Mentaran) dan Hutan Lindung (Tahura Bukit
Suharto) dll.
Potensi kehutanan, khususnya pada komoditi Log memiliki
jatah tebang pada tahun 2006 adalah sebesar 2,4 juta M3.
Sedangkan usaha di sektor ini pengembangannya lebih
ditekankan kepada pengelolaan Hutan Tanaman Industri
(HTI).
Kontribusi sektor kehutanan dan industri turunannya
terhadap perekonomian nasional, khususnya dalam
pemulihan krisis ekonomi akan sangat banyak apabila
seluruh potensi yang tersedia dimanfaatkan secara optimal.
Akan tetapi pada saat ini sektor kehutanan mengalami
penurunan kualitas hutan secara drastis yang diakibatkan
antara lain eksploitasi hutan yang berlebihan,
konversi/pembukaan kawasan hutan untuk peruntukan lain
dan bencana alam seperti kebakaran hutan. Maraknya
kegiatan illegal logging antara lain disebabkan oleh
lebarnya kesenjangan antara kapasitas industri dengan
ketersediaan bahan baku, hal ini merupakan dampak dari
kebijakan pengurangan jatah tebangan tahunan secara
nasional (soft landing). Untuk tahun 2005, Provinsi
Kalimantan Timur mendapat jatah tebangan tahunan sebesar
± 1,5 juta meter kubik, padahal untuk memenuhi kebutuhan
seluruh industri di Provinsi Kalimantan Timur setidaknya
diperlukan bahan baku kayu sebesar ± 3,2 juta meter kubik.
Jumlah Hak Pengusahaan Hutan (HPH)/Ijin Usaha
Pemungutan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) dari tahun 2000
hingga tahun 2005 dari segi kuantitas tidak mengalami
perubahan yang signifikan. Namun pada tahun 2003-2005
yang lalu sebanyak 20 HPH/IUPHHK telah dicabut
penguasaannya oleh Menteri Kehutanan serta telah habis
masa berlaku/ijin HPH-nya, akan tetapi pada periode
tersebut pula, Menteri Kehutanan telah memberikan
pengakuan/melegalisir sebanyak 9 HPH/IUPHHK yang
telah diterbitkan oleh bupati di Provinsi Kalimantan Timur
agar dapat diberikan pelayan teknis dan administrasi karena
HPH/IUPHHK tersebut telah sesuai dengan ketentuan
peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Dari
jumlah IUPHHK di atas, pada saat ini hanya 45 IUPHHK
yang aktif melaksanakan kegiatan (mendapat RKT),
selebihnya tidak mendapat Rencana Karya Tahunan (RKT)
dikarenakan antara lain ijin IUPHHK-nya belum definitif
dan masih menunggak kewajiban pembayaran kepada
Negara (PSDH dan DR).

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 132


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Produksi kayu bulat (produksi RKT) selama kurun waktu
2000-2005 mengalami penurunan yang sangat signifikan
terutama dari tahun 2002-2003.Penurunan tersebut terjadi
karena adanya kebijakan soft landing dari pemerintah untuk
mengurangi produksi kayu secara nasional sejak tahun 2003
yang lalu. Realisasi produksi di atas tidak termasuk kayu
yang berasal dari perijinan yang diterbitkan oleh bupati
(IPK/IPPK/HPHH dan IUPHHK yang RKT-nya diterbitkan
oleh Dinas Kehutanan Kabupaten yang bersangkutan).
Produksi kayu olahan ada yang mengalami peningkatan
seperti produk plywood, veneer, sawn timber dan moulding.
Peningkatan produk tersebut dikarenakan mulai
bergairahnya pasar yang ditandai dengan membaiknya
kondisi harga produk-produk tersebut di atas, serta
kebutuhan akan produk tersebut di atas semakin tinggi baik
untuk pasar dalam negeri maupun untuk pasar luar negeri.
Pencurian dan penyeludupan kayu di Kalimantan Timur
selalu meningkat sejak tahun 2000 sebanyak 5.417 m3
sebanyak 10 kasus di 4 Kabupaten, sedangkan tahun 2006
meningkat tajam sebanyak 145.947 m3 dengan 247 kasus
yang terjadi di 13 Kabupaten/Kota.

e. Potensi Komoditas Sektor Perikanan dan Kelautan


Kalimantan Timur tidak hanya memiliki lahan darat yang
luas dan potensial tapi juga mempunyai potensi perikanan
dan kelautan yang sangat prospektif terdiri dari :
1. Wilayah ZEEI (Zone Ekonomi Ekslusif Indonesia)
sepanjang Laut Sulawesi seluas ± 2.750.813 Ha.
2. Wilayah penangkapan di pantai seluas ± 12,00 juta ha.
3. Hutan mangrove yang dapat dikonversi untuk budidaya
air payau seluas ± 91.380 ha.
4. Perairan umum seluas ± 2,77 juta ha.
Secara umum potensi Perikanan Kalimantan Timur terdiri
dari :
1. Potensi Perikanan Demersal terdapat jenis Kakap,
Kerapu, Bawal, Sebelah, Lidah, Beronang, Cucut/Hiu,
Pari, Kuro, Kakap Merah/Bambangan, Udang Barong,
Udang Windu, Udang Dogol
2. Potensi Perikanan Pelagis terdapat jenis : Kembung,
Layang, Selar, tenggiri, Alwalu, Kuwe, Tembang,
Cumi Cumi, Sotong
3. Potensi Perikanan lainnya terdapat jenis Teripang,
Ubur ubur, ajungan. Propinsi Kalimantan Timur terdiri

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 133


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
dari 13 Kabupaten / Kota dan sejumlah 10 diantaranya
memiliki wilayah perairan laut dengan letak geografis
(darat sarnpai ke laut)
Untuk potensi produksi sumberdaya ikan di Kalimantan
Timur:
1. Perairan laut : 139.200 ton dimanfaatkan sekitar
40,94%
2. Perairan umum : 69.348 ton dimanfaatkan sekitar
20,40%
3. Budidaya tambak : 122.450 ton yang dimanfaatkan
sekitar 36,02%
4. Budidaya air tawar : 9.000 ton yang dimanfaatkan
sekitar 2,64%
Secara umum komoditi prospektif yang menonjol untuk
dikembangkan yaitu: budidaya Udang Air Payau dan
budidaya laut Ikan Kerapu, sedangkan untuk perairan ZEEI
memiliki potensi ikan Tuna dan Perikanan Darmasal
lainnya.

f. Potensi Komoditas Sektor Industri


Potensi industri di Kaltim, baik yang memanfaatkan sumber
daya alam, khususnya industri pengolahan hasil hutan,
perkebunan, dan hasilfaut, maupun yang berbasis iptek,
seperti petrokimia, peralatan pengeboran lepas pantai,
metanol, dan galangan kapal, masih memiliki peluang dan
potensi yang besar untuk dikembangkan secara lebih
modern. Hanya persoalan investasi yang sampai sekarang
masih menjadi kendala utama. Kendala lain menyangkut
kualitas sumber daya manusia dan moralitas birokrasi
setempat.
Jumlah perusahaan industri besar dan sedang di Kaltim
masih didominasi oleh subsektor industri kayu, yaitu
mencapai 66 perusahaan (46,51 %) dan menyerap 47.902
orang tenaga kerja. Meski selama tiga tahun terakhir
produksi kayu di Kaltim mengalami penurunan akibat
kesulitan pasokan bahan baku, daerah Kaltim masih
merupakan penghasil kayu terbesar dibandingkan propinsi
lain. Banyaknya perusahaan besar dan sedang di Kaltim
pada 1997 dan 1998 berjumlah 136 unit dan 129 unit,
mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 54.052 orang dan
58.783 orang. Salah satunya adalah Pabrik Pupuk PT
Kaltim yang berlokasi di Kabupaten Bontang, Kalimantan
Timur.Sementara itu, industri aneka (1998) berjumlah 3.467

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 134


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
unit dan mampu menyerap 10.398 orang. Total investasinya
mencapai sekitar US$ 16.254.750.
Jumlah industri kecil menurut jenis usahanya adalah sebagai
berikut: Industri Hasil Pertanian dan Kehutanan (IHPK)
berjumlah 226 unit, Industri Kecil Percetakan, Penerbitan,
Kertas dan Fotokopi (IKPKF) ber¬jumlah 1.168 unit; dan
Industri Kecil Hasil Pertanian dan Kehutanan (IKHPKNF)
berjumlah 5.055 unit; jumlah tenaga yang dipekerjakan
adalah IHPK 53.839 orang, IKHPKF 8.217 orang, dan
IKHPKNF 15.620 orang. Nilai investasi IHPK US$
2.940.923.291; IKHPKF US$ 18.027.615, dan IKHPKNF
US$ 7.321.936,00. Daerah kabupaten di Kaltim yang
memiliki banyak perusahaan adalah Kabupaten Samarinda,
Balikpapan, Bulungan, Bontang, dan Kutai.Salah satu
perusahaan besar di Bontang adalah PT Pupuk Kaltim dan
Pabrik Petro Kimia. Kalimantan Timur berdasarkan Inpres
Nomor I tahun 2010 sebagai Cluster Industri berbasis
Pertanian, Oleochemical di Kawasan Maloy Kutai Timur
dan bersama Provinsi Jawa Timur sebagai Cluster Industri
berbasis migas dan kondensat di Kota Bontang. Di samping
itu, di Kota Balikpapan telah dikembangkan Kawasan
Industri Kariangau. Ketiga kawasan industri tersebut
diharapkan dapat dikembangkan menjadi Kawasan
Ekonomi Khusus (KEK).

g. Potensi Komoditas Sektor Pertambangan dan Energi


Daerah Kalimantan Timur memiliki banyak hasil tambang
dan bahan galian yang tersebar di beberapa
kabupaten.Kekayaan minyak bumi dan gas alam di Kaltim
terdapat di pantai timur, termasuk di daratan sekitar
Balikpapan, Pulau Bunyu, Pulau Tarakan, dan Bontang,
serta di daerah lepas pantai yang memanjang dari utara
sampai selatan. Begitu juga dengan tambang batubara,
tambang tersebut ditemukan di beberapa daerah, antara lain
di Kutai, Pasir, Berau, Bulungan dan Kota Samarinda.
Endapan bahan galian golongan C banyak terdapat di
Kabupaten Pasir, Berau, Kutai, Kota Samarinda dan Kota
Balikpapan. Bahan galian ini antara lain berupa kaolin,
bentonit, batu kapur, pasir kuarsa, dan pasir besi.
Hasil tambang lainnya yang banyak terdapat di Kaltim
adalah emas, timah hitam, fosfat, besi, dan nikel.
Produksi Batubara di Kaltim adalah sebagai berikut: pada
1997 mencapai 26.330.775 ton, sedangkan 1998 meningkat
menjadi 29.559.970 ton. Hasil tambang emas 1997

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 135


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
mencapai 14,71 ton, pada 1998 menurun sedikit menjadi
14,30 ton. Begitu juga produksi perak 1997 yang mencapai
10,19 ton, pada 1998 meningkat menjadi 13,10 ton.
Produksi amoniak 1998 mencapai 471.683 ton, untuk
distribusi dalam negeri 44.454 ton dan luar negeri 407.603
ton.Produksi minyak dan gas bumi dapat dilihat dari nilai
ekspor Kaltim atas barang tersebut. Data yang ada
menunjukkan bahwa hasil ekspor minyak dan gas bumi
(migas) Kaltim pada 1997 dan 1998 berturut-turut adalah
US$ 3.964.204.000,00 dan US$ 2.952.516.000,00. Ekspor
migas tersebut menyumbang sekitar 62 % hingga 67 % dari
seluruh total ekspor Kaltim untuk jenis migas. Dari
data potensi Sumber daya energi adalah sebagai berikut :
1). Energi Tak Terbarukan (Unrenewable Energy)
a). Batubara : + 90 Th cadangan
Cad. : 25,13 Milliar Metric Ton (38 % Nasional)
Prod. : 120,50 Juta Ton (68,5% Nasional)
b). Gas Bumi : + 20 th cadangan
Cad. : 24,96 TSCF (24,3 % Nasional)
Prod. : 1,98 TSCF ( 37,0 % Nasional )
c). Minyak Bumi : + 10 Th cadangan
Cad. : 765,75 MMSTB (11,0 % Nasional)
Prod. : 57,0 MMSTB (6,1 % Nasional)
d). Gas Metana Batubara : (dalam riset)
Cad. : 108,3 TSCF (23,5 % Nasional)

2). Energi Terbarukan (Renewable Energy)


a). Tenaga Air :
Potensi : 5.916,3 MW
Terbangun : 0,4 MW
b). Biomasa :
Potensi : 4.710 MW
Terbangun : 160 MW
c). Tenaga Surya :
Potensi : Tersebar
Terbangun : 17.425 unit (0,87 MW)
d). Tenaga gelombang laut
e). Tenaga palung laut
f). Tenaga Angin
Untuk poin d, e, dan f belum dilakukan penelitian secara
detail tetapi potensi tersebut ada dan dapat diperhitungkan
sebagai sumber energi baru.

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 136


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
BAB V
ANALISIS POTENSI KOMODITAS TERKAIT
MP3EI

A. Proyeksi Perkembangan Komoditas Terkait MP3EI Di


Koridor Ekonomi Kalimantan
Komoditas strategis MP3EI di Koridor Ekonomi Kalimantan
meliputi migas, bauksit, kelapa sawit, besi baja dan perkayuan.
Proyeksi perkembangan komoditas tersebut di masa yang akan
datang (2015, 2020, 2025) dilakukan dengan mempertimbangkan
tren perkembangan komoditas, potensi komoditas, kuantitas
komoditas eksisting, target pencapaian MP3EI dan dengan asumsi
skenario optimis investasi-investasi MP3EI (lihat Gambar 4.10)
berjalan sesuai dengan yang direncanakan tanpa ada gangguan
yang mengancam ketidakberhasilan investasi-investasi tersebut
baik dari kondisi internal maupun global.

Gambar 5.1 : Peta Investasi Koridor Ekonomi Kalimantan

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 137


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
1. Migas
Berdasarkan MP3EI, regulasi dan kebijakan untuk
pengembagan migas di Kalimantan adalah sebagai berikut:
a. Menyiapkan kontrak bagi hasil (Production Sharing
Contract – PSC) yang lebih menarik bagi perusahaan
migas, dimana daya tarik ditentukan dari biaya yang perlu
dibayar di muka untuk mendapatkan kontrak bagi hasil
dan besar kecilnya peran Pemerintah dalam kontrak
tersebut (semakin kecil biaya yang perlu dibayar di muka
dan semakin kecil peran Pemerintah, maka kontrak bagi
hasil akan semakin menarik);
b. Menyederhanakan regulasi (termasuk perijinan) di bidang
minyak dan gas
c. Mengurangi subsidi minyak dan gas secara bertahap
MP3EI juga terdapat kebijakan Konektivitas (infrastruktur)
yaitu peningkatan kualitas infrastruktur untuk mendukung
distribusi dan logistik migas
Selain itu terdapat pula kebijakan terkait SDM dan IPTEK
untuk mendukung pengembangan migas di Kalimantan.
Kebijakan tersebut antara lain:
a. Pemberian dukungan teknis melalui peningkatan teknologi
dan kualitas sumber daya manusia agar dapat menurunkan
biaya ekplorasi terutama pada wilayah-wilayah dengan
kondisi medan sulit, seperti eksplorasi di laut dalam;
b. Pemberian investasi tambahan untuk pengembangan
pemanfaatan teknologi untuk peningkatan kapasitas gas
metana batu bara (MBB).
c. Upaya mendorong percepatan penerapan Enhanced Oil
Recovery (EOR), sebagai satu upaya dalam meningkatkan
upstream activity (eksplorasi & produksi), dimana
penggunaan teknologi EOR ini akan mengoptimalkan
kapasitas konsesi dari sumur-sumur minyak tua (brown
fields);
d. Pengembangan teknologi yang mendukung transportasi,
refining, dan marketing untuk peningkatan kapasitas
downstream (hilir).
Proyeksi perkembangan komoditas migas di Kalimantan
dilakukan menurut skenario bahwa target MP3EI optimis
tercapai. Berdasarkan MP3EI, selain metode eksplorasi migas
secara konvensional, peluang yang sangat potensial untuk
dikembangkan adalah peningkatan kapasitas gas Metana Batu
Bara (MBB) sebagai salah satu pendongkrak tingkat produksi

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 138


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
gas nasional yang belum optimal. Peluang tersebut adalah
optimalisasi kapasitas produksi MBB di Bontang – Kalimantan
Timur. Pabrik pencairan LNG Bontang masih tersendat karena
memerlukan investasi tambahan untuk pengembangan
pemanfaatan teknologi MBB. Peningkatan eksplorasi MBB di
Kaltim dilakukan agar dapat mendukung optimalisasi kapasitas
produksi pabrik pencairan LNG Bontang yang berkapasitas
sebesar 3,7 mkkph (milyar kaki kubik per hari). Saat ini pabrik
tersebut hanya beroperasi pada level produksi 2,55 mkkph pada
2009 dan 2,38 mkkph pada 2010. Dengan kata lain, pada tahun
2025 sesuai dengan MP3EI dengan skenario optimis maka
produksi pencairan LNG Bontang dapat optimal berproduksi
dengan kapasitas 3,7 mkkph (milyar kaki kubik per hari).

Untuk tahun 2015 dan 2020, dengan asumsi pertumbuhan linear


maka produksi LNG Bontang tahun sebesar 2,82 mkkph
(milyar kaki kubik per hari) dan pada tahun 2020 sebesar 3,26
mkkph (milyar kaki kubik per hari). Berikut ini adalah
produksi eksisting LNG Bontang dan proyeksi sesuai dengan
target MP3EI.

Tabel 5.1 : Proyeksi Produksi LNG Bontang,


Kalimantan Timur terkait Visi MP3EI
Produksi dalam miliar kaki kubik
No. Tahun
per hari (mkkph)
1 2010 2,38
2 2015 2,82
3 2020 3,26
4 2025 3,7
Sumber: Hasil Analisis, 2012

Menurut MP3EI, kegiatan eksplorasi migas di Kalimantan pada


masa yang akan datang diperkirakan akan mengarah pada
wilayah-wilayah yang kondisi medannya lebih sulit dan
membutuhkan biaya yang sangat mahal, sepertieksplorasi di
laut dalam. Kegiatan ekonomi utama minyak dan gas di
Koridor Ekonomi Kalimantan direncanakan terdapat di lokus
Balikpapan, Blok Delta Mahakam, Rapak, dan Ganal. Rencana
investasi industri migas yang akan dilakukan di Kalimantan
pada periode 2011—2015 berupa proyek-proyek utama seperti
penambahan kapasitas produksiBBM di Balikpapan dan
sekitarnya, serta eksplorasi laut dalam di Rapak dan Ganal.

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 139


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Komoditas Migas didistribusikan melalui pelabuhan laut
dengan terminal untuk kepentingan sendiri (TUKS)
Pertamina.Kegiatan ekonomi utama minyak dan gas di Koridor
Ekonomi Kalimantan akan melibatkan pihak swasta, BUMN,
maupun pemerintah.
Untuk komoditas minyak dan gas, strategi percepatan
pertumbuhan pembangunan difokuskan untuk mendukung
peningkatan produksi migas nasional menjadi 1 juta bph pada
2025 (sumber: Kementerian ESDM, 2010). Saat ini, realisasi
rata-rata lifting Desember 2010 – Februari 2011 hanya sekitar
893 ribu bph. Produksi migas Kalimantan memiliki share
terhadap produksi migas nasional adalah sebesar 37 %. Asumsi
bahwa share migas Kalimantan terhadap Nasional tetap 37 %.
Dengan demikian, pada akhir periode MP3EI dengan skenario
optimis (tahun 2025) produksi migas di Kalimantan sebesar
37% dari target nasional pada tahun 2025 yaitu sebesar 370.000
bph (barel per hari). Kondisi produksi tahun 2010 komoditas
migas di Kalimantan sebesar 330.410. Dengan asumsi
pertumbuhan linear maka produksi migas pada tahun 2015
sebesar 343.607 bph dan migas pada tahun 2020 sebesar
356.803 bph.

Tabel 5.2 : Proyeksi Produksi Migas di Lokus Balikpapan,


Blok Delta Mahakam, Rapak dan Ganal, Kalimantan
Timur terkait Visi MP3EI

No. Tahun Produksi dalam barel per hari (bph)


1 2010 330.410
2 2015 343.607
3 2020 356.803
4 2025 370.000
Sumber: Hasil Analisis, 2012

Komoditas Migas didistribusikan melalui pelabuhan laut


dengan terminal untuk kepentingan sendiri (TUKS) Pertamina
seperti misalnya di Balikpapan.

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 140


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Gambar 5.2 : Proyeksi Produksi dan Lokasi Migas dan LNG
di Kalimantan terkait Visi MP3EI

2. Batubara
Sektor pertambangan batubara di Kalimantan diidentifikasi
sebagai salah satu kegiatan ekonomi utama yang dapat
menopang perekonomian Koridor Ekonomi Kalimantan di saat
produktivitas sektor migas menurun.Pada tahun 2010, jumlah
batubara yang digunakan untuk kebutuhan dalam negeri adalah
sebesar 60 juta ton (18 persen dari total produksi). Sektor
kelistrikan merupakan pengguna batubara terbesar di dalam
negeri. Sementara sisanya sebesar 265 juta ton telah diekspor
ke beberapa negara. Adapun, negara tujuan utama ekspor
batubara Indonesia adalah Jepang, Cina, India, Korea Selatan,
dan beberapa negara ASEAN. Batubara di Kalimantan tersebar
di seluruh Kalimantan. Sumberdaya terbesar dan produksi
terbesar berada di Kalimantan Timur. Batubara diangkut dari
lokasi penambangan tambang dengan truk atau kereta ke
pelabuhan khusus kemudian didistribusikan melalui pelabuhan
khusus batubara tersebut yang dimiliki oleh perusahaan-
perusahaan pertambangan batubara ke tujuan pengiriman
batubara. Distribusi batu batu bara ada yang terlebih dahulu

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 141


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
dikemas kemudian dimasukkan ke petikemas. Namun,
mengingat produksi komoditas batubara di masa yang akan
datang diarahkan untuk memenuhi kebutuhan PLTU di dalam
negeri yang sedang banyak dikembangkan di dalam negeri
maka batu bara akan didistribusikan melalui pelabuhan khusus
kemudian diditribusikan ke tujuan di dalam negeri tanpa
dikemas terlebih dahulu. Hal tersebut juga mengingat
pengemasan batu bara memerlukan biaya tambahan
dibandingkan dengan batu baru langsung diangkut.
Berdasarkan Kementrian ESDM, jika infrastruktur baik maka
produksi batubara bisa mencapai 6,7 kali dari produksi
eksisting. Sesuai dengan kebijakan MP3EI yang akan
meningkatkan infrastruktur sampai tahun 2025, maka pada
tahun 2025 (akhir periode MP3EI) diproyeksi bahwa produksi
batubara di Kalimantan sebesar 6,7 kali dari produksi eksisiting
di masing-masing wilayah di Kalimantan. Data eksisting (2010)
dan proyeksi produksi batubara di setiap provinsi Kalimantan
sesuai dengan target MP3EI yang jika infrastruktur baik maka
produksi bisa mencapai 6,7 kali dari produksi eksisting adalah
sebagai berikut.

Tabel 5.3 : Proyeksi Produksi Batubara Berdasarkan Terkait


Visi MP3EI
Produksi dalam juta ton
No. Tahun
Kaltim Kalsel Kalteng Kalbar
1 2015 108,75 35,67 4,64 1,45
2 2020 180 59.04 7,68 2,40
3 2025 251,25 82,41 10,72 3,35
Sumber: Hasil Analisis, 2012

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 142


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Gambar 5.3 : Proyeksi Produksi dan Lokasi Batubara di Kalimantan
terkait Visi MP3EI

Gambar 5.4 Karakteristik Kandungan dan Penggunaan Batubara

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 143


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Gambar 5.5 : Rantai Nilai Batubara
Sumber: ITB dan Puslitbang ESDM Dalam Dokumen Presentasi Perhapi

Proyeksi komoditas batubara dan turunannya didasarkan atas


kebijakan/regulasi MP3EI, skenario optimis investasi MP3EI,
tren produksi dan produksi eksisting serta potensi nilai tambah
yang bisa dikembangkan sesuai kebijakan/regulasi/investasi
MP3EI. Berikut ini proyeksi komoditas batubara dan
turunannya:

Tabel 5.4 : Proyeksi Komoditas Batubara dan Turunan


Batubara di Kaltim (juta ton)
Jenis
No. Komoditas 2015 2020 2025 Pelabuhan
Muatan
1 Liquefaction - 3,600,000 5,025,000 Balikpapan, Petikemas
Samarinda,
Maloy
2 Gasification - 9,000,000 12,562,500 Balikpapan, Petikemas
Samarinda,
Maloy
3 Kokas - 12,600,000 15,075,000 Balikpapan, Petikemas
Samarinda,
Maloy
4 Karbon aktif - 18,000,000 22,612,500 Balikpapan, Petikemas
Samarinda,
Maloy
5 Batubara 108,750,000 90,000,000 75,375,000 Pelabuhan Curah
mutu tinggi khusus Kering
Sumber: Hasil Analisis, 2012

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 144


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Tabel 5.5 : Proyeksi Komoditas Turunan Batubara
di Kalsel (juta ton)
Jenis
No. Komoditas 2015 2020 2025 Pelabuhan
Muatan
1 Liquefaction - 1,180,800 1,648,200 Banjarmasin Petikemas
2 Gasification - 2,952,000 4,120,500 Banjarmasin Petikemas
3 Kokas - 4,723,200 6,592,800 Banjarmasin Petikemas
4 Karbon aktif - 7,084,800 9,889,200 Banjarmasin Petikemas
Batubara Pelabuhan Curah
5 35,670,000 29,520,000 24,723,000
mutu tinggi khusus Kering
Sumber: Hasil Analisis, 2012

Tabel 5.6 : Proyeksi Komoditas Turunan Batubara


di Kalteng (juta ton)
Jenis
No. Komoditas 2015 2020 2025 Pelabuhan
Muatan
1 Liquefaction 0 153600 214400 Pulang Petikemas
Pisau,
Kumai,
Bumiharjo
2 Gasification 0 384000 536000 Pulang Petikemas
Pisau,
Kumai,
Bumiharjo
3 Kokas 0 614400 857600 Pulang Petikemas
Pisau,
Kumai,
Bumiharjo
4 Karbon aktif 0 921600 1286400 Pulang Petikemas
Pisau,
Kumai,
Bumiharjo
5 Batubara 4640000 3840000 3216000 Pelabuhan Curah
mutu tinggi khusus Kering
Sumber: Hasil Analisis, 2012

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 145


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Tabel 5.7 : Proyeksi Komoditas Turunan Batubara
di Kalbar (juta ton)
Jenis
No. Komoditas 2015 2020 2025 Pelabuhan
Muatan
1 Liquefaction 0 240000 335000 Pontianak Petikemas
2 Gasification 0 480000 670000 Pontianak Petikemas
3 Kokas 0 192000 268000 Pontianak Petikemas
4 Karbon aktif 0 288000 402000 Pontianak Petikemas
5 Batubara Pelabuhan Curah
mutu tinggi 1450000 1200000 1675000 khusus Kering
Sumber: Hasil Analisis, 2012

Pola pergerakan angkutan batubara di Kalimantan Timur


diuraikan sebagai berikut. Sebagian besar lokasi tambang di
Provinsi Kalimantan Timur dekat dengan tepian sungai
Mahakam atau tepian pantai maka untuk mengangkut batu bara
memanfaatkan sungai yang ada sebagai alur transportasinya
langsung menuju lepas pantai maupun pelabuhan bongkar muat
yang ada di dekat muara sungai. Peningkatan akan penggunaan
lahan untuk pertambangan batu bara di satu pihak telah
menimbulkan permintaan (generated) akan kebutuhan
transportasi; namun adanya pendangkalan yang terjadi di
sepanjang sungai akibat perubahan musim sehingga
menimbulkan sedimentasi pada saat banjir, telah menghambat
jalur pengangkutan batu bara setiap harinya karena kedalaman
yg berkurang menjadi < 5 m berakibat kapal pengangkut batu
bara tidak bisa berjalan. Sebaliknya, agar kedalaman minimal 5
m harus dipertahankan tentunya memerlukan pengerukan
konsekwensinya akan memakan biaya yang sangat besar.
Berdasarkan data dari studi KCTP (Kalimantan Coal Transport
Project) selama 5 tahun (2000–2004) sebanyak 5 juta m3 telah
dikeruk dalam rangka pemeliharaan alur pengangkutan. Tanpa
adanya pemeliharaan melalui pengerukan sungai tersebut maka
kinerja transportasi akan menurun. Selain itu, dengan adanya
Jembatan Mahakam yang terletak 4 km dari dari pelabuhan
muat ke arah hulu, dimana bentang tengah jembatan adalah
sempit, yaitu 40 m dan tinggi ruang bebas (clearance) hanya
12 m dimana saat musim hujan/banjir arus sungai sangat cepat
sehingga menyulitkan tongkang untuk melakukan manuver. Di
Delta Mahakam terdapat 2 pelabuhan muat lepas pantai yaitu
Muara Jawa di selatan dan Muara Berau di utara. Kinerja kedua
pelabuhan tersebut sangat tergantung musim. Saat bulan
Januari-Mei Pelabuhan Muara Jawa akan berfungsi sementara

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 146


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
bulan lainnya akan berada di Muara Berau. Saat ini, Batu Bara
yang berasal dari Kalimantan Timur akan didistribusikan pada
3 outlet pelabuhan muat lepas pantai di delta Mahakam, yakni:
Balikpapan Coal Terminal, Pelabuhan Bontang dan Pelabuhan
Tanjung Bara (KPC), selain itu juga banyak DUKS maupun
TERSUS/PELSUS untuk kepentingan bongkar muat komoditi
batubara ini.
Karena produksi batubara yang semakin meningkat dan kondisi
pelabuhan-pelabuhan umum yang semakin jenuh maka
pemerintah daerah Provinsi Kalimantan Timur berencana untuk
membangun pelabuhan khusus batubara di Pelabuhan
Kariangau. Dan juga Jepang berencana akan membangun
pelabuhan terapung untuk bangkar muat batubara di muara
Sungai Makaham.
Pola pergerakan angkutan batubara di Kalimantan Selatan
diuraikan sebagai berikut. Berdasarkan PERDA Provinsi
Kalimantan Selatan Nomor 3 tahun 2006 tentang Pengaturan
Jalan Umum dan Jalan Khusus Hasil Tambang dan Hasil
Perusahaan Perkebunan bahwa pengengkuta setiap hasil
tambang tidak boleh melewati jalan umum melainkan diangkut
melewati jalan khusus yang telah ditetapkan oleh Gubernur.
Kecuali hasil tambang yang sudah berupa kemasan dan
ditujukan untuk keperluan rumah tangga, dengan pembatasan
tonase sesuai dengan kelas jalan yang sudah ditetapkan undang-
undang. Pola pergerakan batu bara di Provinsi Kalimantan
Selatan dari lokasi tambang diangkut dengan truck dibawa ke
dermaga sungai dan dengan tongkang dibawa ke pelabuhan
lepas pantai atau pelabuhan muat. Karena produksi batubara
yang semakin meningkat dan kondisi pelabuhan-pelabuhan
umum yang semakin jenuh maka pemerintah daerah Provinsi
Kalimantan Selatan berencana untuk membangun pelabuhan
khusus batubara di Tanjung Dewa, Kecamatan Kelumpang
Tengah, Kabupaten Kotabaru.
Pola pergerakan pengangkutan batubara di Kalimantan Tengah
dijelaskan sebagai berikut. Ada tiga versi pengangkutan batu
bara di Provinsi Kalimantan Tengah yaitu:
a Pengangkutan versi Perusahaan
Mengingat sebagian besar pertambangan di provinsi
Kalimantan Tengah ini terletak di daerah perbatasan dengan
Provinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan maka
cara pemasaran batubara adalah lewat Kalimantan Timur

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 147


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
dan Kalimantan Selatan, hal ini dilakukan oleh perusahaan-
perusahaan karena dirasa lebih efektif,efisien dan ekonomis.
b Pengangkutan Versi Pemerintah Daerah melalui Sungai
Melalui Sungai Barito, Sungai Kapuas Munung, dan melalui
Terusan Raya keluar menuju Bahaur (Muara Sungai
Kahayan), Tanjung Malatayur dan Samuda.
c Pengangkutan Versi Pemerintah Daerah dengan KA
Menggunakan Kereta Api dari Puruk Cahu – Laung Tuhup –
Lakai – Muara Teweh – Kandui – Labakanilan – Ampah –
Mengkatip. Dari Mengkatip pengangkutan dilanjutkan dengan
mengunakan tongkang hingga ke Bahaur.
Pola jaringan angkutan batu bara di Kalimantan belum
terstruktur mengikuti jaringan intermoda yang efisien dan
efektif. Hal ini dapat dimengerti karena pola pertambangan dan
sebaran lokasinya yang menyebar ke seluruh provinsi yang
pada era otonomi daerah ini banyak menghadapi kendala
khususnya dalam penyediaan prasarana transportasi serta
peningkatan produksi dalam memenuhi kebutuhan pasar.
Pergerakan angkutan batu bara cenderung mengikuti
keberadaan sungai yang ada dengan membangun pusat pusat
bongkar yang berupa dermaga untuk kemudian diangkut ke
terminal muat yang tersedia jauh dari lokasi pertambangan. Hal
ini sejalan dengan keberadaan sungai (Barito/Mahakam)
sebagai satu-satunya prasarana transportasi yang ada di
Kalimantan selain jalan yg memang tidak layak secara
ekonomis untuk mengangkut batu bara dalam jumlah besar
dengan jarak yang jauhnya lebih dari 100 km.
Secara garis besar ada 4 tipe jalur/rute pengangkutan batu bara
di Kalimantan saat ini sebagai berikut:
a. Jalur pengangkutan dari lokasi tambang dengan truck
dibawa ke dermaga sungai dan dengan tongkang dibawa
ke pelabuhan lepas pantai;
b. Jalur pengangkutan dari lokasi tambang dengan truck
dibawa ke dermaga sungai dengan tongkang dibawa ke
Pelabuhan muat;
c. Jalur pengangkutan dari lokasi tambang dibawa truck
langsung ke pelabuhan muat;
d. Jalur pengangkutan dari lokasi tambang melalui konveyor
ke pelabuhan muat.

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 148


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Pola jalur/rute menggambarkan koridor utama pelayanan
angkutan berbentuk linier pada koridor sungai sebagai koridor
utama dan dihubungkan dengan fungsi pelayanan yang lebih
rendah (feeder routes) yang merupakan jalan khusus yg
dibangun oleh perusahaan masing-masing dengan dermaga
yang juga dibangun dan dimiliki oleh perusahaan sebagai
tempat pemberhentian sementara untuk selanjutnya diangkut
melalui angkutan kapal/tongkang.
Kinerja pelayanan angkutan batu bara dapat diidentifikasikan
dari kinerja operasional dan pelayanan angkutan batu bara.
Berdasarkan hasil wawancara rata-rata waktu yang ditempuh
dari pelayanan angkutan batu bara melalui kapal/tongkang
menjadi lebih lama karena khususnya pada musim kemarau
(surut) sehingga pengangkutan batu bara harus dilakukan
dengan menggunakan tongkang yang lebih kecil kapasitasnya
(< 3000 DWT). Selain itu untuk lokasi tambang yang berada
jauh dari sungai Barito/Mahakam terpaksa harus membongkar
dulu batu baranya di dermaga yang tentu saja akan menambah
waktu tempuh dan biaya.
Bahkan dengan semakin banyaknya dan beragamnya
penggunaan sungai Barito/Mahakam sebagai sarana kapal
mengangkut barang/container dan penumpang disamping batu
bara telah menambah padatnya arus lalu lintas sungai. Sebagai
gambaran tahun 2004 ketika jumlah produksi batu bara yg
dikirim melalui pelabuhan lepas pantai di delta Mahakam
mencapai 10 Juta ton jumlah tongkang yg melewati
S.Mahakam adalah 2.460 trip dengan kapasitas tongkang rata
rata 6.500 DWT (Studi: KCPT,2005).
Sebagaimana dijelaskan pada bab sebelumnya, bahwa survei
asal tujuan dilakukan bersamaan saat wawancara dengan
pelaku/pemilik perusahaan batu bara dengan menggunakan
formulir survei yang telah disediakan sebelumnya.
Pola asal tujuan perjalanan angkutan batu bara mempunyai pola
yang sudah jelas (fix) yaitu secara garis besar adalah dari lokasi
pertambangan langsung ke pelabuhan muat baik yang dimilik
sendiri oleh perusahaan maupun pelabuhan umum berdasarkan
atas kontrak sewa. Selain itu pengangkutan sebagian besar
berasal dan menuju ke tujuan yang masih dalam wilayah
provinsi sendiri. Secara umum pola asal-tujuan perjalanan
angkutan batu bara saat ini dapat digambarkan dalam tabel
berikut ini.

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 149


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Tabel 5.8 Perjalanan Angkutan Batu Bara di Kalimantan
Indonesian Balik
Bulk Pulau Papan Bontang Tanjung
Wilayah/
No Terminal Laut Coal Coal Bara Coal
Provinsi
(IBT) Utara Terminal Terminal Terminal
(BCT)
Kalsel Kalsel Kaltim Kaltim Kaltim
1. Kalsel √ √ - - -
2. Kaltim - - √ √ √
3. Kalteng √ √ - - -
4. Kalbar - - - - -

Pengangkutan batubara sangat penting karena berkaitan dengan


penyediaan batu bara, mulai dari lokasi tambang sampai ke
lokasi konsumen. Kenyataan bahwa sebagian besar tambang
batu bara di Kalimantan yang ada saat ini berlokasi dekat
dengan tepian sungai maupun pantai karena sangat
menguntungkan dari segi biaya transportasinya dengan
memanfaatkan sungai yang ada sebagai alur transportasinya
langsung menuju lepas pantai maupun pelabuhan bongkar muat
yang ada di dekat muara sungai. Sungai yang selama ini
digunakan untuk alur pengangkutan batu bara di Kalimantan
adalah: sungai Mahakam dan Sungai Barito.
Peningkatan akan penggunaan lahan untuk pertambangan batu
bara di satu pihak telah menimbulkan permintaan (generated)
akan kebutuhan transportasi; namun adanya pendangkalan yang
terjadi di sepanjang sungai akibat perubahan musim sehingga
menimbulkan sedimentasi pada saat banjir, telah menghambat
jalur pengangkutan batu bara setiap harinya karena kedalaman
yg berkurang menjadi < 5 m berakibat kapal pengangkut batu
bara tidak bisa berjalan. Sebaliknya, agar kedalaman minimal 5
m harus dipertahankan tentunya memerlukan pengerukan
konsekwensinya akan memakan biaya yang sangat besar.
Berdasarkan data dari studi KCTP (Kalimantan Coal Transport
Project) selama 5 tahun (2000–2004) sebanyak 5 juta m3 telah
dikeruk dalam rangka pemeliharaan alur pengangkutan. Tanpa
adanya pemeliharaan melalui pengerukan sungai tersebut maka
kinerja transportasi akan menurun.

Selain itu, dengan adanya Jembatan Mahakam yang terletak 4


km dari dari pelabuhan muat ke arah hulu, dimana bentang

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 150


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
tengah jembatan adalah sempit, yaitu 40 m dan tinggi ruang
bebas (clearance) hanya 12 m dimana saat musim hujan/banjir
arus sungai sangat cepat sehingga menyulitkan tongkang untuk
melakukan manuver.
Tongkang ditarik menuju ke pelabuhan muat lepas pantai di
delta Mahakam, Pelabuhan batu bara Balikpapan, Pelabuhan
batu bara Bontang.
Di Delta Mahakam terdapat 2 pelabuhan muat lepas pantai
yaitu Muara Jawa di selatan dan Muara Berau di utara. Kinerja
kedua pelabuhan tersebut sangat tergantung musim. Saat bulan
Januari-Mei Pelabuhan Muara Jawa akan berfungsi sementara
bulan lainnya akan berada di Muara Berau. Selain waktu
tempuh menjadi lama juga biaya per ton-km nya menjadi lebih
mahal.
Relatif sama dengan sungai Mahakam kinerja sungai Barito
akan terganggu khususnya pada musim kemarau dimana
sepanjang sungai terjadi sedimentasi ketika musim hujan/banjir
sehingga 2/3 dari panjang sungai ini praktis tidak bisa secara
optimal digunakan untuk angkutan batu bara. Hanya pada
daerah hilir sungai mempunyai kedalam > 20 sementara 2/3
dari total panjang sungai tepatnya di sungai Klanis hanya
mempunyai kedalaman 6 m – 9m dan akan lebih dangkal lagi
kearah hulu sehingga kinerja transportasinya menjadi
terganggu. Bahkan alur dekat Pelabuhan Banjarmasin sekitar
14 km kearah hulu sungai setiap tahunnya berdasarkan
informasi dari Dinas Perhubungan Provinsi Kalsel memerlukan
pemeliharaan melalui pengerukan yang dilakukan oleh
pemerintah provinsi.
Kedalaman sungai yang sangat bergantung pada musim dan
karakteristik sepanjang sungai menyebabkan kapasitas
pengangkutannya mengikuti kondisi sungai (kedalaman) yang
ada; untuk daerah hulu sekitar 2/3 panjang sungai memakai
tongkang dengan kapasitas < 3000 DWT dan didaerah hilir
memakai tongkang dengan kapasitas antara 3000 – 10.000
DWT.
Selain itu, pada umumnya perusahaan pemilik tambang batu
bara membangun sendiri jalan angkutan batu bara dari lokasi
tambang ke tepi sungai sebagai dermaga untuk selanjutnya
diangkut melalui sungai menggunakan tongkang ke pelabuhan
bongkar muat.

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 151


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Di kalimantan, terdapat 5 (lima) Terminal Batu bara dengan
fasilitas bagi Armada Kapal Angkutan barang Besar. Berikut ni
5 terminal batu bara tersebut.

Tabel 5.9 : Terminal/Pelabuhan Muat Batu Bara di Kalimantan


Kapasitas Maximum
Nama Pengguna
Pemilik Lokasi Handling Ukuran
terminal Pelabuhan
(jt ton/th) Kapal
Terminal PT.KPC Kaltim 20 180.000 PT.KPC
Batu Bara
Tj.Bara
Terminal PT.Arutmin Kalsel 10 150.000 PT.Arutmin
Bt.bara Indonesia Indonesia
Pulau Laut
Utara
Terminal PT.Dermaga Balikpapan 9 65.000 umum
Bat.Bara Perkara
Balikpapan Pratama
(BCT)
Indonesia PT.Indonesia Kalsel 10 90.000 Umum
Bulk Bulk
Terminal Terminal
(IBT)
Terminal PT.Indonesia Kaltim 6 65.000 PT.Indonesia
Batu Bara Mandiri Mandiri
Bontang
Sumber: Buku Batu Bara Indonesia 2004-2005

IBT dan BCT hanya melayani kepada pemilik pertambangan


berdasarkan kontrak, sementara pelabuhan lainnya semata mata
hanya digunakan oleh pemilik pelabuhan yang sekaligus
pemilik pertambangannya masing-masing.
Saat ini dirasakan oleh pemilik tambang batu bara lainya
khususnya yang tidak punya pelabuhan sendiri bahwa
keterbatasan kapasitas terminal muat dari IBT (8 jt ton/th) &
BCT (5 jt ton/th) tersebut karena pertumbuhan dan permintaan
yang tinggi sehingga memaksa pemilik tambang yang lain
untuk mencari alternatif menggunakan terminal/pelabuhan
muat lepas pantai yang tentu saja biaya nya menjadi lebih
mahal tentunya dengan waktu tunggu yang relatif lama.

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 152


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Gambar 5.6 : Skema Jalur Batu Bara di Pulau Kalimatan

3. CPO
Berdasarkan data BPS, tahun 2009 Luas perkebunan sawit
Ha di Kalimantan Timur sebesar 530.554 Ha, Kalimantan
Tengah 909.703 Ha, Kalimantan Selatan 292.800 Ha, dan
Kalimantan Barat 601.192 Ha. Berdasarkan kebijakan MP3EI
yang menghendaki intensifikasi dan lebih mengendaki
peningkatan produktifitas CPO setiap satuan lahan maka
luas lahan sampai tahun 2025 diasumsikan tetap. Berdasarkan
target MP3EI yang menargetkan produktifitas produksi
pengolahan kelapa sawit menjadi CPO untuk setiap satuan
lahan adalah sebesar 7 ton/Ha (potensi produktifitas di

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 153


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Indonesia menurut MP3EI). Dengan demikian, produksi CPO
pada tahun 2025 di Kalimantan Timur sebesar 3.713.878 ton,
Kalimantan Selatan 6.367.921 ton, Kalimantan Tengah
sebesar 2.049.600 ton, dan Kalimantan Barat sebesar
4.208.344 ton.
Kelapa sawit diangkut dari perkebunan menuju industri
pengolahan kelapa sawit menjadi CPO. Kemudian, CPO dari
industri pengolahan tersebut diangkut ke pelabuhan umum.
CPO kemudian disitribusikan dari pelabuhan umum ke
daerah tujuan.

Tabel 5.10 : Proyeksi Produktifitas Pengolahan Kelapa


Sawit Menjadi CPO untuk setiap Satuan
Lahan berdasarkan Visi MP3EI
No. Tahun Produktifitas (ton/Ha)
1 2015 4,87
2 2020 5,93
3 2025 7
Sumber: Hasil Analisis, 2012

Tabel 5.11 : Proyeksi Produksi CPO berdasarkan Visi MP3EI


Produksi dalam ton
No. Tahun
Kaltim Kalsel Kalteng Kalbar
1 2015 2.582.029 4.427.221 1.424.960 2.925.801
2 2020 3.147.954 5.397.571 1.737.280 3.567.073
3 2025 3.713.878 6.367.921 2.049.600 4.208.344
Sumber: Hasil Analisis, 2012

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 154


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Gambar 5.7 : Proyeksi Produksi dan Lokasi CPO di Kalimantan terkait
Visi MP3EI

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 155


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Gambar 5.8 : Pohon Industri Kelapa Sawit

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 156


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Proyeksi komoditas turunan kelapa sawit didasarkan atas
kebijakan/regulasi MP3EI, skenario optimis investasi MP3EI
tercapai, tren produksi dan produksi eksisting serta potensi nilai
tambah yang bisa dikembangkan sesuai kebijakan/regulasi/investasi
MP3EI. Berikut ini proyeksi komoditas turunan kelapa sawit:

Tabel 5.12 : Proyeksi Komoditas Turunan Kelapa Sawit


di Kaltim (ton)
Jenis
No. Komoditas 2015 2020 2025 Pelabuhan
Muatan
1 CPO 1,807,420 1,573,977 1,114,163 Balikpapan, Curah
Kariangau cair
Samarinda,
Maloy
2 Minyak - 157,398 185,694 Balikpapan, Petikemas
goreng Kariangau
dalam Samarinda,
kemasan Maloy
3 Margarine - 47,219 55,708 Balikpapan, Petikemas
Kariangau
Samarinda,
Maloy
4 Sabun - 47,219 55,708 Balikpapan, Petikemas
Kariangau,
Tanahgrogot,
Samarinda,
Maloy
5 Glyserine - 31,480 37,139 Balikpapan, Petikemas
Kariangau,
Tanahgrogot,
Samarinda,
Maloy
6 Bungkil 258,203 314,795 371,388 Balikpapan, General
Kariangau, Cargo
Tanahgrogot,
Samarinda,
Maloy
7 Minyak 129,101 283,316 334,249 Balikpapan, Curah
inti sawit Kariangau, cair
(palm Tanahgrogot,
kernel oil) Samarinda,
Maloy
8 Tepung 51,641 94,439 111,416 Balikpapan, General
tempurung Kariangau, Cargo
Tanahgrogot,
Samarinda,

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 157


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Jenis
No. Komoditas 2015 2020 2025 Pelabuhan
Muatan
Maloy
9 Briket 258,203 314,795 371,388 Balikpapan, Petikemas
arang Kariangau,
Tanahgrogot,
Samarinda,
Maloy
10 Karbon - 62,959 74,278 Balikpapan, Petikemas
aktif Kariangau,
Tanahgrogot,
Samarinda,
Maloy
11 Bahan - 31,480 37,139 Balikpapan, Petikemas
Selulosa Kariangau
Samarinda,
Maloy
12 Fatty Acid 77,461 188,877 222,833 Balikpapan, Curah
Kariangau, cair
Tanahgrogot,
Samarinda,
Maloy
Sumber: Hasil Analisis, 2012

Tabel 5.13 : Proyeksi Komoditas Turunan Kelapa Sawit


di Kalsel (ton)
Jenis
No. Komoditas 2015 2020 2025 Pelabuhan
Muatan
3,099,055 2,698,786 1,910,376 Pelabuhan
1 CPO Curah cair
khusus
Minyak goreng - 269,879 318,396
2 Banjarmasin Petikemas
dalam kemasan
3 Margarine - 80,964 95,519 Banjarmasin Petikemas
4 Sabun - 80,964 95,519 Banjarmasin Petikemas
5 Glyserine - 53,976 63,679 Banjarmasin Petikemas
442,722 539,757 636,792 General
6 Bungkil Banjarmasin
Cargo
Minyak inti sawit 221,361 485,781 573,113
7 Banjarmasin Curah cair
(palm kernel oil)
Tepung 88,544 161,927 191,038 General
8 Banjarmasin
tempurung Cargo
9 Briket arang 442,722 539,757 636,792 Banjarmasin Petikemas
10 Karbon aktif - 107,951 127,358 Banjarmasin Petikemas
11 Bahan Selulosa - 53,976 63,679 Banjarmasin Petikemas
12 Fatty Acid 132,817 323,854 382,075 Banjarmasin Curah cair
Sumber: Hasil Analisis, 2012

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 158


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Tabel 5.14 : Proyeksi Komoditas Turunan Kelapa Sawit
di Kalteng (ton)
Jenis
No. Komoditas 2015 2020 2025 Pelabuhan
Muatan
1 CPO 99,7472 86,8640 614,880 Bumiharjo Curah cair
Minyak
goreng
2 0 86,864 102,480 Bumiharjo Petikemas
dalam
kemasan
Kumai,
3 Margarine 0 26,059 30,744 Petikemas
Bumiharjo
Kumai,
4 Sabun 0 26,059 30,744 Petikemas
Bumiharjo
5 Glyserine 0 17,373 20,496 Bumiharjo Petikemas
Kumai, General
6 Bungkil 142,496 17,3728 204,960
Bumiharjo Cargo
Minyak inti
7 sawit (palm 71,248 15,6355 184,464 Bumiharjo Curah cair
kernel oil)
Tepung Kumai, General
8 28,499 52,118 61,488
tempurung Bumiharjo Cargo
Kumai,
9 Briket arang 142,496 17,3728 204,960 Petikemas
Bumiharjo
10 Karbon aktif 0 34,746 40,992 Bumiharjo Petikemas
Bahan Kumai,
11 0 17,373 20,496 Petikemas
Selulosa Bumiharjo
12 Fatty Acid 42,749 104,237 122,976 Bumiharjo Curah cair
Sumber: Hasil Analisis, 2012

Tabel 5.15 : Proyeksi Komoditas Turunan Kelapa Sawit


di Kalbar (ton)
Jenis
No. Komoditas 2015 2020 2025 Pelabuhan
Muatan
1 CPO 2048061 1783537 2104172 Pontianak Curah cair
Minyak 0 178354 210417
goreng
2 Pontianak Petikemas
dalam
kemasan

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 159


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Jenis
No. Komoditas 2015 2020 2025 Pelabuhan
Muatan
3 Margarine 0 53506 63125 Pontianak Petikemas
4 Sabun 0 53506 63125 Pontianak Petikemas
5 Glyserine 0 35671 42083 Pontianak Petikemas
292580 356707 420834 General
6 Bungkil Pontianak
Cargo
Minyak inti 146290 321037 378751
7 sawit (palm Pontianak Curah cair
kernel oil)
Tepung 58516 107012 126250 General
8 Pontianak
tempurung Cargo
Briket 292580 356707 420834
9 Pontianak Petikemas
arang
Karbon 0 71341 84167
10 Pontianak Petikemas
aktif
Bahan 0 35671 42083
11 Pontianak Petikemas
Selulosa
12 Fatty Acid 87774 214024 252501 Pontianak Curah cair
Sumber: Hasil Analisis, 2012

Pola pergerakan angkutan CPO sebagai produk olahan kelapa sawit


di Kalimantan Timur cenderung mengikuti keberadaan jalan umum
yang ada dengan membangun Pusat Pengolahan Kelapa sawit (PKS)
dengan lokasi mendekati jalan umum yang ada, sehingga
pengiriman selanjutnya langsung ke pelabuhan khsusus CPO atau
pelabuhan umum. Pola Asal – Tujuan perjalanan angkutan CPO
sebagai produk utama kelapa sawit mempunyai pola yang secara
garis besar adalah dari lokasi perkebunan diangkut menggunakan
truk (4 Ton) melalui jalan perkebunan sendiri, langsung dibawa ke
PKS yang dibangun dan dimiliki sendiri, yang biasanya mendekati
jalan umum dan dibawa langsung ke pelabuhan muat baik yang
dimilik sendiri oleh perusahaan maupun pelabuhan umum
berdasarkan atas kontrak sewa. Selain itu pengangkutan sebagian
besar berasal dan menuju ke tujuan pelabuhan yang masih dalam
wilayah provinsi sendiri. Dengan potensi pertanian dan perkebunan
yang ada di Kalimantan Timur, maka Pemerintah RI telah
menetapkan Kalimantan Timur sebagai zona claster industry
berbasis pertanian dan oleo chemical, yang berlokasi di Maloy
Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur dengan nama Kawasan
Industri dan Pelabuhan Internasional (KIPI) Maloy.
Pola pergerakan angkutan CPO di Kalimantan Selatan dijelaskan
sebagai berikut. Berdasarkan PERDA Provinsi Kalimantan Selatan
Nomor 3 tahun 2006 tentang Pengaturan Jalan Umum dan Jalan
Khusus Hasil Tambang dan Hasil Perusahaan Perkebunan bahwa

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 160


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit hasil perkebunan rakyat
perorangan ataupun yang melaksanakan kemitraan dengan
perusahaan perkebunan dapat diangkut melalui jalan umum dengan
pembatasan tonase sesuai dengan kelas jalan, sedangkan TBS kelapa
sawit perkebunan besar swasta dan hasil perusahaan perkebunan
harus diangkut melalui jalan khusus yang telah ditetapkan oleh
Gubernur. Khusus untuk Kalimantan Selatan pemilik perkebunan
membangun dermaga sendiri yang terletak di tepi sungai Barito
untuk selanjutnya diangkut melalui sungai menggunakan tongkang
ke pelabuhan bongkar muat untuk dikirim langsung baik tujuan
ekspor maupun kebutuhan domestik.
Pola pergerakan angkutan CPO di Kalimantan Tengah diuraikan
sebagai berikut. Sesuai ketentuan Departemen Perhubungan bahwa
Pelabuhan Curah Cair kelapa sawit berupa CPO merupakan
klasifikasi pelabuhan khusus yang dapat dibangun sendiri oleh
perusahaan perkebunan dengan mendapatkan ijin dari Dephub atau
dibangun Pemerintah (BUMN/PT.Pelindo) atas dasar adanya
kesepakatan (MOU) dengan para Pengusaha Perkebunan/GPPI.
MOU tersebut sangat diperlukan karena BUMN seperti PT. Pelindo
III di Kalimantan Tengah akan membangun pelabuhan Curah Cair
CPO dan para pengusaha perkebunan memanfaatkannya dengan
membayar sewa/retribusi ataupun biaya lainnya yang akan ditarik
dari pengusaha perkebunan. Pelabuhan Curah Cair CPO untuk
jangka panjang tidak bersifat permanen atau pada suatu saat akan
tidak terpakai, apabila di Daerah atau pengusaha
perkebunan/investor membangun industri hilir pengolahan CPO
menjadi minyak goreng/makan, margarin/mentega atau produk jadi
lainnya. Oleh karena itu pelabuhan dimaksud bersifat fleksibel
untuk dapat digunakan kegiatan lain. Pelabuhan Curah Cair CPO
PT. Pelindo III di Desa Bumiharjo Kobar telah dioperasionalkan
sejak tanggal 2 Oktober 2002. Sampai saat ini. sudah ada
kesepakatan 6 (enam) perusahaan perkebunan yang akan
menggunakan pelabuhan PT. Pelindo III. Ke – 6 perusahaan tersebut
merupakan program jangka pendek karena sudah menghasilkan
CPO, dan untuk tahap pertama akan ditanda-tangani MOU antara
PT. Pelindo III dengan Perusahaan Perkebunan Astra Agro Lestari
Group di Kobar (9 unit perusahaan yang sudah operasional) dan
Sinar Mas Group/PT. Lestari Unggul Jaya di Kotim/ Seruyan (2 unit
perusahaan yang sudah operasional). Diharapkan semua perusahaan
perkebunan di Kobar dan Seruyan akan menggunakan pelabuhan
CPO PT. Pelindo III, kecuali perusahaan yang berlokasi di
Kabupaten Sukamara. Pelabuhan Curah Cair CPO PT. Pelindo III
di Desa Bagendang Kotim masih dalam tahap penyempurnaan

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 161


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
perbaikan dan belum operasional dan sekarang juga masih dalam
tahap pembahasan pengoperasional antara PT. Pelindo III dengan
para pengusaha perkebunan Wilayah Kotim/GPPI. Disamping itu
produksi CPO di Kotim masih terbatas (baru 2 PKS yang
operasional di wilayah Mentaya Hulu) dan jarak tempuh ke
pelabuhan rata-rata diatas 100 Km.
Pola pergerakan angkutan CPO di Kalimantan Barat diuraikan
sebagai berikut. Kelapa sawit diangkut dengan truk dari perkebunan
kelapa sawit ke tempat pengolahan kelapa sawit menjadi CPO. CPO
dari pabrik pengolahan diangkut ke pelabuhan. Adapun pelabuhan
tersebut adalah Pelabuhan Pontianak.

Sama dengan pola jaringan angkutan batu bara di Kalimantan, pola


jaringan angkutan CPO belum terstruktur mengikuti jaringan
intermoda yang effisien dan effektif. Berbeda dengan batu bara, pola
pergerakan angkutan CPO sebagai produk olahan kelapa sawit
cenderung mengikuti keberadaan jalan umum yg ada dengan
membangun Pusat Pengolahan Kelapa sawit (PKS) dengan lokasi
mendekati jalan umum yang ada. Sehingga pengiriman selanjutnya
langsung ke pelabuhan khsusus CPO atau pelabuhan umum, selain
itu khusus untuk Kalsel pemilik perkebunan membangun dermaga
sendiri yang terletak di tepi sungai Barito untuk selanjutnya dikirim
langsung baik tujuan ekspor maupun kebutuhan domestik.
Ada 2 tipe jalur pengangkutan kelapa sawit di Kalimantan:
a Jalur pengangkutan dari lokasi perkebunan dibawa truk ke PKS
dan langsung dibawa kepelabuhan muat;
b Alur pengangkutan kelapa sawit dari lokasi perkebunan dibawa
truk menuju dermaga sungai dengan tongkang dibawa ke
pelabuhan muat/tujuan ekspor.
Berdasarkan hasil survei lapangan khususnya di Kalbar sebagian
besar pengangkutan minyak kelapa sawit (CPO) dilakukan melalui
jalan umum yang sangat terbatas kapasitasnya yaitu rata-rata lebar
jalan hanya 4.5 m dan hanya sebagian kecil mempunyai lebar 6 m.
Dengan banyaknya jenis serta volume lalu lintas yang terus
meningkat yang melewati jalan menyebakan kerusakan jalan yang
semakin parah sehingga mengganggu kelancaran transportasinya.
Hal ini menyebabkan waktu perjalanan yang semakin lama biaya
yang semakin tinggi
Selain itu keberadaan Pelabuhan muat yang masih terbatas di Pulau
Kalimantan belum tersebar merata, yaitu terbatas di pelabuhan
Pontianak untuk Kalbar serta Pelabuhan Bumi Harjo di Kalteng
(sebagian kecil di Pelabuhan Sampit). Khusus Kalsel rata-rata

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 162


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
perusahaan perkebunan kelapa sawit mempunyai
pelabuhan/dermaga sendiri yang terletak di tepi sungai Barito dan
pengiriman langsung ke konsumen baik lokal maupun ekspor.
Permasalahan mengenai keberadaan pelabuhan muat yang terbatas
di Kalimantan masih ditambah lagi dengan fakta yang menunjukan
bahwa Pelabuhan Pontianak saat ini sudah tidak efisien lagi
sehingga dengan semakin tingginya kebutuhan akan CPO baik untuk
domestik maupun ekspor menyebabkan pelabuhan Pontianak
maupun Bumi Harjo akan mengalami masalah kapasitas dimasa
yang akan datang yang perlu dicarikan alternatifnya pemecahannya.
Sama dengan batu bara, bahwa survei ini dilakukan bersamaan saat
wawancara dengan pelaku/pemilik perkebunan kelapa sawit dengan
menggunakan formulir survei yang telah disediakan sebelumnya.
Pola Asal – Tujuan perjalanan angkutan CPO sebagai produk utama
kelapa sawit mempunyai pola yang secara garis besar adalah dari
lokasi perkebunan diangkut menggunakan truk (4 Ton) melalui jalan
perkebunan sendiri, langsung dibawa ke PKS yang dibangun dan
dimiliki sendiri, yang biasanya mendekati jalan umum dan dibawa
langsung ke pelabuhan muat baik yang dimilik sendiri oleh
perusahaan maupun pelabuhan umum berdasarkan atas kontrak
sewa. Selain itu pengangkutan sebagian besar berasal dan menuju ke
tujuan pelabuhan yang masih dalam wilayah provinsi sendiri. Secara
Umum pola perjalanan/asal-tujuan angkutan CPO saat ini dapat
disampaikan dalam tabel berikut ini.

Tabel 5.16 : Perjalanan Angkutan CPO di Kalimantan


Ekspor/ Bumiharjo/ Pel.
Pelabuhan Sampit Pontianak
No Wilayah Domestik Kumai Balikpapan
Trisakti
Kalsel Kalteng Kalteng Kalbar Kaltim
1. Kalsel √ √ - - - -
2. Kaltim - - - - - √
3. Kalteng √ - √ √ - -
4. Kalbar - - - - √ -

Beberapa Faktor penting yang perlu diperhatikan dalam melihat


kinerja sistem transportasi angkutan kelapa sawit adalah kondisi
permukaan jalan dan jarak terminal muat. Semakin bagus kondisi
jalan akan semakin lancar dan tepat waktu pengangkutannya;
sementara semakin dekat lokasi terminal/pelabuhan muat dengan
lokasi PKS maka semakin cepat pelayanan pengangkutannya ke
tujuan akhir/konsumen.

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 163


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Sebagian besar jalan umum/provinsi/kabupaten untuk angkutan
kelapa sawit di kalimantan mempunyai lebar 4.5 – 6 m, sementara
alat angkut CPO nya ada 2 macam yaitu kapasitas 5-6 ton (sedang)
maupun 10 ton (besar). Mengingat kebutuhan akan CPO terus
meningkat dengan cepat maka kebutuhan alat pengangkutan
semakin besar menuntut penyediaan baik sarana maupun prasarana
trasnportasi yang lebih memadai (jalan diperlebar minimal: 6 m).
Demikian juga kapasitas pelabuhan harus mengikuti terhadap
kenaikan produksi kelapa sawit akibat permintaan pasar yang terus
meningkat dengan cepat.
4. Bauksit
Berdasarkan MP3EI, Bauksit diarahkan untuk diolah terlebih dahulu
sebelum diekspor. Bauksit diolah menjadi alumina. Pengolahan
bauksit menjadi alumina yang saat ini sudah dikembangkan dan
terus dikembangkan adalah di Kalimantan Barat dan Kalimantan
Timur. Produksi bauksit di Kalimantan Barat pada tahun 2010
sebesar 10,29 juta ton dengan peningkatan produksi rata-rata per
tahun adalah sebesar 2%. Dengan MP3EI, diasumsikan produksi
rata-rata per tahun meningkat dari sebelumnya rata-rata 2% per
tahun menjadi 4% per tahun. Dengan demikian produksi bauksit di
Kalimantan barat pada tahun 2015 sebesar 12,35 juta ton, pada
tahun 2020 sebesar 14,41 juta ton, dan pada 2025 sebesar 16,46 juta
ton. Bauksit diolah menjadi alumina di pabrik smelter grade
alumina atau berupa pabrik chemical grade alumina kemudian
diangkut melalui pelabuhan. Berdasarkan data produksi pengolahan
bauksit menjadi alumina (smelter grade alumina dan chemical
grade alumina) di Sanggau, Kalimantan Barat, bauksit sebesar 3,42
juta ton diolah menghasilkan alumina sebesar 10,2 juta ton (30%
dari bahan baku bauksit). Data tersebut kemudian menjadi dasar
memproyeksi produksi alumina sesuai dengan bahan baku bauksit
yang diproduksi di Kalimantan Barat yang sudah disebutkan di atas.
Hasil proyeksi ditunjukkan pada Tabel 4.27. Alumina kemudian
didistribusikan melalui pelabuhan ke daerah tujuan.
Sedangkan di Kalimantan Timur, terdapat pengolahan bauksit
menjadi alumina namun bahan baku dikirim dari India. Produksi
alumina tahun 2010 di Kalimantan Timur sebesar 0,5 juta ton.
Dengan MP3EI, diasumsikan produksi rata-rata per tahun meningkat
dari sebelumnya rata-rata 2% per tahun menjadi 4% per tahun. Maka
pada tahun 2025, produksi alumina sebesar 0,8 juta ton. Alumina
hasil olahan bauksit di Kalimantan Timur kemudian didistribusikan
melalui pelabuhan ke daerah tujuan.

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 164


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Bauksit di Kalimantan Tengah terdapat potensi lahan yang memiliki
cadangan bauksit. Lahan di Kalimantan Tengah tersebut seluas
2.182.000 Ha. Berdasarkan MP3EI, cadangan bauksit di Kalimantan
Tengah tersebut dapat dimanfaatkan kemudian diolah menjadi
alumina. Asumsi besaranya produksi alumina di Kalimantan Tengah
sama dengan Kalimantan Timur mengingat wilayah ini sama-sama
menjadi target investasi MP3EI. Sedangkan di Kalimantan Selatan
belum ditemukan cadangan bauksit. Rincian lebih lanjut proyeksi
produksi alumina di Kalimantan setelah diolah dari bauksit adalah
sebagai berikut.

Tabel 5.17 : Proyeksi Produksi Alumina terkait MP3EI


Produksi dalam juta ton
No. Tahun
Kaltim Kalsel Kalteng Kalbar
1 2015 0,6 - 3,68 3,68
2 2020 0,7 - 4,30 4,30
3 2025 0,8 - 4,91 4,91
Sumber: Hasil Analisis, 2012

Gambar 5.9 : Proyeksi Produksi dan Lokasi Alumina di Kalimantan


terkait Visi MP3EI

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 165


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Gambar 5.10 :Rantai Nilai Industri Bauksit

Proyeksi komoditas turunan bauksit didasarkan atas


kebijakan/regulasi MP3EI, skenario optimis investasi MP3EI
tercapai, tren produksi dan produksi eksisting, potensi produksi,
serta potensi nilai tambah yang bisa dikembangkan sesuai
kebijakan/regulasi/investasi MP3EI. Berikut ini proyeksi komoditas
turunan bauksit:

Tabel 5.18 : Proyeksi Komoditas Turunan Bauksit


di Kaltim (juta ton)
Jenis
No. Komoditas 2015 2020 2025 Pelabuhan
muatan
1 Bauksit 48,000 56,000 30,000 Maloy Curah
Kering
2 Alumina 16,000 16,000 18,000 Maloy Petikemas
3 Alumunium - 8,000 12,000 Maloy Petikemas
(rod, sheet,
flat bar, tube,
round bar,
square bar)
Sumber: Hasil Analisis, 2012

Tabel 5.19 : Proyeksi Komoditas Turunan Bauksit


di Kalbar (juta ton)
Jenis
No. Komoditas 2015 2020 2025 Pelabuhan
muatan
1 Bauksit 2,944,000 2,150,000 1,473,000 Pontianak Curah
Kering
2 Alumina 736,000 860,000 982,000 Pontianak Petikemas

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 166


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
3 Alumunium 0 430,000 982,000 Pontianak Petikemas
(rod, sheet,
flat bar, tube,
round bar,
square bar)
Sumber: Hasil Analisis, 2012

Tabel 5.20 : Proyeksi Komoditas Turunan Bauksit


di Kalteng (juta ton)
Jenis
No. Komoditas 2015 2020 2025 Pelabuhan
muatan
1 Bauksit 2,944,000 2,150,000 1,964,000
2 Alumina 860,000 860,000 1,473,000 Kumai, Curah
Sampit Kering
3 Alumunium 0 430,000 982,000 Kumai, Petikemas
(rod, sheet, Sampit
flat bar, tube,
round bar,
square bar)
Sumber: Hasil Analisis, 2012

5. Perkayuan
Dalam perekonomian nasional, sejak tahun 2005 hingga 2009,
sektor kehutanan memberi kontribusi antara 8 – 9 persen terhadap
Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional atau dengan total produksi
mencapai IDR 36,1 Triliun di tahun 2007 dan IDR 44,9 Triliun di
tahun 2009 (BPS, 2010).
Pulau Kalimantan merupakan salah satu paru-paru utama dunia
terkait dengan masih luasnya area hutan yang terkandung di
dalamnya. Pulau Kalimantan tercatat memiliki kawasan hutan
terluas kedua setelah Pulau Papua dengan luas kawasan hutan
masing-masing sebesar 41 Juta Ha dan 42 Juta Ha. Namun dari segi
luas kawasan hutan produksi, Kalimantan merupakan pulau dengan
luas kawasan hutan produksi tertinggi (29,8 Juta Ha), dan baru
sekitar 52,7 persen (15,7 Juta Ha) yang sudah dimanfaatkan sebagai
Hutan Produksi (berdasarkan data Kementerian Kehutanan, 2009).
Menurut data dari Kementerian Kehutanan Kalimantan memiliki
Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHKK) – Hutan
Tanaman Industri (HTI) dan IUPHKK – Hutan Alam (HA) yang
besar. Kondisi ini menunjukkan bahwa terdapat potensi besar bagi
pengembangan investasi di industri perkayuan, sebagai industri
utama di sektor kehutanan.

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 167


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Sektor kehutanan sendiri secara umum masih menyimpan potensi
lain (non-kayu) yang belum dioptimalkan pengelolaannya, yaitu
seperti potensi buah-buahan, rotan, bambu, lebah, sutera, gaharu,
dan tentu dapat berfungsi sebagai penyerap karbon yang terkemas
dalam skema internasional Reducing Emission from Deforestation
and Degradation (REDD+).
Analisis proyeksi perkembangan kawasan hutan produksi di
Kalimantan terkait MP3EI dilakukan berdasarkan luasan lahan saat
ini kemudian dirpoyeksikan sesuai target fast track jangka pendek
(lima tahun) MP3EI (lihat Gambar 4.12). Luasan lahan saat ini dan
proyeksi ditunjukkan pada Tabel 4.21 dan Gambar 4.13.

Gambar 5.11 : Grafik Sebaran Kawasan Hutan Produksi


di masing-masing Provinsi di Kalimantan
dan Target Fast Track berdasarkan Rencana
Investasi MP3EI (dalam ribu hektar)

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 168


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Tabel 5.21 : Proyeksi Kawasan Hutan Produksi
di Kalimantan terkait MP3EI
Kawasan Hutan Produksi (Ribu Ha)
No. Tahun
Kaltim Kalsel Kalteng Kalbar
1 2015 7971.93 930.5 4860.19 3744,71
2 2020 8388.68 1019.9 5129.64 4749,2
3 2025 8805.43 1109.3 5399.09 5753,69
Sumber: Hasil Analisis, 2012

Gambar 5.12 : Proyeksi Perkembangan Kawasan Hutan Produksi


di Kalimantan terkait Visi MP3EI

Tabel 5.21 dan Gambar 5.11 menunjukkan masih besarnya potensi


pengembangan industri perkayuan berdasarkan luasnya kawasan
Hutan Produksi, yang terdiri dari Hutan Tanaman Industri (HTI),
Hutan Tanaman Rakyat (HTR), dan Hutan Alam (HA) yang belum
dimanfaatkan potensi nilai ekonominya. Hasil ini juga tercermin
pada stagnannya kontribusi sektor kehutanan terhadap Pendapatan
Domestik Bruto (PDB) nasional, walaupun secara nominal terdapat
peningkatan volume output pada sektor kehutanan. Menunjukkan

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 169


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
belum optimalnya pemanfaatan dan pengelolaan hasil hutan dalam
perekonomian Indonesia.

Gambar 5.13 : Rantai Nilai Industri Perkayuan

Proyeksi komoditas turunan perkayuan didasarkan atas


kebijakan/regulasi MP3EI, skenario optimis investasi MP3EI
tercapai, tren pertumbuhan kawasan hutan produksi, tren produksi
dan produksi eksisting, potensi produksi, serta potensi nilai tambah
yang bisa dikembangkan sesuai kebijakan/regulasi/investasi MP3EI.
Berikut ini proyeksi komoditas turunan perkayuan:

Tabel 5.22 : Proyeksi Komoditas Turunan Perkayuan


di Kaltim (ribu ton)
Jenis
No. Komoditas 2015 2020 2025 Pelabuhan
Muatan
1 Kayu bulat 797 352 370 Pelabuhan Curah
khusus Kering
2 Pulp 126 132 Pelabuhan Petikemas
khusus

3 Penggergajian - 59 62 Pelabuhan Petikemas


kayu/kayu gergajian khusus

4 Pengawetan - 42 44 Pelabuhan Petikemas


kayu/kayu awetan khusus

5 Pengawetan rotan, - 50 53 Pelabuhan Petikemas


bambu dan khusus
sejenisnya/rotan
awetan

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 170


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Jenis
No. Komoditas 2015 2020 2025 Pelabuhan
Muatan
6 Pengolahan - 42 44 Balikpapan, Petikemas
rotan/rotan olahan Samarinda,
Maloy
7 Kayu lapis - 17 18 Balikpapan, Petikemas
Samarinda,
Maloy

8 Kayu lapis laminasi - 34 35 Balikpapan, Petikemas


Samarinda,
Maloy

9 Panel kayu lainnya - 50 53 Balikpapan, Petikemas


Samarinda,
Maloy

10 Veneer - 67 70 Balikpapan, Petikemas


Samarinda,
Maloy

Sumber: Hasil Analisis, 2012

Tabel 5.23 : Proyeksi Komoditas Turunan Perkayuan


di Kalsel (ribu ton)
Jenis
No. Komoditas 2015 2020 2025 Pelabuhan
Muatan
1 kayu bulat 9.305 10.199 11.093 Pelabuhan Curah
Khusus Kering
2 penggergajian kayu 3.722 4.079 4.437 Banjarmasin Petikemas
3 pengawetan kayu 2.326 2.549 2.773 Banjarmasin Petikemas
4 pengawetan rotan, 1.395 1.529 1.663 Banjarmasin Petikemas
bambu dan
sejenisnya
5 pengolahan rotan 1.674 1.835 1.996 Banjarmasin Petikemas
6 kayu lapis 2.791 3.059 3.327 Banjarmasin Petikemas
7 kayu lapis laminasi 930 1.019 1.109 Banjarmasin Petikemas
8 panel kayu lainnya 1.116 1.223 1.331 Banjarmasin Petikemas
9 veneer 1.209 1.325 1.442 Banjarmasin Petikemas
Sumber: Hasil Analisis, 2012

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 171


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Tabel 5.24 : Proyeksi Komoditas Turunan Perkayuan
di Kalteng (ribu ton)
Jenis
No. Komoditas 2015 2020 2025 Pelabuhan
Muatan
1 kayu bulat 486.019 512.964 539.909 Pelabuhan Curah
khusus Kering
2 penggergajian 194.407 205.185 215.963 Kumai, Petikemas
kayu Sampit,
Bumiharjo
3 pengawetan 121.504 128.241 134.977 Kumai, Petikemas
kayu Sampit,
Bumiharjo
4 pengawetan 72.902 76.944 80.986 Kumai, Petikemas
rotan, bambu Sampit,
dan Bumiharjo
sejenisnya
5 pengolahan 87.483 92.333 97.183 Kumai, Petikemas
rotan Sampit,
Bumiharjo
6 kayu lapis 145.805 153.889 161.972 Kumai, Petikemas
Sampit,
Bumiharjo
7 kayu lapis 48.601 51.296 53.990 Kumai, Petikemas
laminasi Sampit,
Bumiharjo
8 panel kayu 58.322 61.555 64.789 Kumai, Petikemas
lainnya Sampit,
Bumiharjo
9 veneer 63.182 66.685 70.188 Kumai, Petikemas
Sampit,
Bumiharjo
Sumber: Hasil Analisis, 2012

Tabel 5.25 : Proyeksi Komoditas Turunan Perkayuan


di Kalbar (ribu ton)
Jenis
No. Komoditas 2015 2020 2025 Pelabuhan
Muatan
1 kayu bulat 374.471 474.920 575.369 Pelabuhan Curah
khusus Kering
2 penggergajian 149.788 189.968 230.147 Pontianak Petikemas
kayu
3 pengawetan 93.617 118.730 143.842 Pontianak Petikemas
kayu
4 pengawetan 56.170 71.238 86.305 Pontianak Petikemas
rotan, bambu
dan sejenisnya

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 172


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Jenis
No. Komoditas 2015 2020 2025 Pelabuhan
Muatan
5 pengolahan 67.404 85.485 103.566 Pontianak Petikemas
rotan
6 kayu lapis 112.341 142.476 172.610 Pontianak Petikemas
7 kayu lapis 37.447 47.492 57.536 Pontianak Petikemas
laminasi
8 panel kayu 44.936 56.990 69.044 Pontianak Petikemas
lainnya
9 veneer 48.681 61.739 74.797 Pontianak Petikemas
Sumber: Hasil Analisis, 2012

6. Besi Baja
Baja adalah salah satu logam yang memiliki peranan strategis dalam
meningkatkan daya saing dan pembangunan ekonomi bangsa.
Industri baja memiliki multiplier effect yang besar karena
keterkaitannya dengan industri-industri lain. Kalimantan memiliki
cadangan biji besi terbesar di Indonesia, dan keberadaannya bagi
industri besi dan baja Indonesia sangat penting. Sebesar 84 persen
cadangan besi baja primer dan 29 persen cadangan bijih besi laterit
Indonesia terdapat di Kalimantan. Tren pergerakan harga besi baja
yang terus naik dan potensi kontribusinya terhadap perekonomian
yang diperkirakan dapat naik dua kali lipat, adalah faktor-faktor
yang mendorong pengembangan industri besi baja secara optimal.
Kegiatan ekonomi utama besi baja di Kalimantan, terdapat di
Kalimantan Tengah (Kotawaringin Barat) dan Kalimantan Selatan
(Batulicin, Tanah Bumbu, dan Tanah Laut). Pengembangan proyek
di lokasi tersebut antara lain pengolahan dan pemurnian bijih besi
serta pengembangan industri benefisiasi yang mengolah bijih besi
dari tambang menjadi bahan baku (pellet dan sponge iron) untuk
industri baja di Indonesia. Pelaku usaha industri besi dan baja di
Kalimantan didominasi oleh investor swasta dengan nilai investasi
yang teridentifikasi hingga tahun 2015 sebesar IDR 40 Triliun.

Sejak tahun 2004, permintaan industri baja terus mengalami


peningkatan yang didorong oleh adanya peningkatan permintaan di
berbagai industri lain, seperti elektronik, infrastruktur, dan otomotif.
Walau demikian, tingkat konsumsi baja per kapita di Indonesia saat
ini sebesar 37,1 kg/kapita per tahun masih lebih rendah apabila
dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya seperti Malaysia,
Singapura, Thailand, dan Vietnam. Tingginya angka ekspor bijih
besi dan banyaknya kegiatan penambangan liar yang mengabaikan
good mining practice juga merupakan hal-hal yang perlu

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 173


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
diantisipasi. Sejak tahun 2006, volume ekspor bijih besi jauh lebih
besar dari impor, namun hingga kini neraca perdagangan bijih besi
masih defisit.

Gambar 5.14 : Persentase Cadangan Bijih Besi di Kalimantan


terhadap Cadangan Bijih Besi di Indonesia

Gambar 5.15 Pengolahan Bijih Besi

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 174


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Gambar 5.16 Pohon Industri Besi Baja

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 175


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Proyeksi komoditas bijih besi/baja dan turunan bijih besi/baja
didasarkan atas kebijakan/regulasi MP3EI, skenario optimis
investasi MP3EI tercapai, tren produksi dan produksi eksisting,
potensi produksi, serta potensi nilai tambah yang bisa
dikembangkan sesuai kebijakan/regulasi/investasi MP3EI. Berikut
ini proyeksi komoditas turunan bijih besi/baja:

Tabel 5.26 : Proyeksi Bijih Besi/Baja dan Turunannya


(dalam juta ton) di Kalimantan Tengah (Kotawaringin
Barat)
Jenis
No. Komoditas 2015 2020 2025 Pelabuhan
Muatan
1 Bijih 4,570,000 3,670,000 3,070,000 Kumai, Curah
besi/baja Bumiharjo, Kering
sampit
2 Sponge 760,000 840,000 Kumai, Petikemas
iron Bumiharjo,
sampit
3 Pig iron 480,000 570,000 Kumai, Petikemas
Bumiharjo,
sampit
4 Fe Alloy 560,000 640,000 Kumai, Petikemas
Bumiharjo,
sampit
5 Stainlees 4,570,000 3,670,000 3,070,000 Kumai, Petikemas
steel (rod, Bumiharjo,
sheet, flat sampit
bar, tube,
round bar,
square bar)
Sumber: Hasil Analisis, 2012

Tabel 5.27 : Proyeksi Bijih Besi/Baja dan Turunannya


(dalam juta ton) di Kalimantan Selatan (Batulicin,
Tanah Bumbu, dan Tanah Laut)
Jenis
No. Komoditas 2015 2020 2025 Pelabuhan
Muatan
1 Bijih 2,680,000 1,960,000 1,620,000 Banjarmasin Curah
besi/baja Kering
2 Sponge iron 670,000 780,000 Banjarmasin Petikemas
3 Pig iron 780,000 900,000 Banjarmasin Petikemas
4 Fe Alloy 610,000 700,000 Banjarmasin Petikemas

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 176


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Jenis
No. Komoditas 2015 2020 2025 Pelabuhan
Muatan
5 Stainlees Banjarmasin Petikemas
2,680,000 1,960,000 1,620,000
steel (rod,
sheet, flat
bar, tube,
round bar,
square bar)
Sumber: Hasil Analisis, 2012

7. Identifikasi Permasalahan Transportasi Laut dan Analisis


Pengembangan Simpul dan Outlet Pengumpul di Kalimantan
Beberapa permasalahan bidang transportasi laut yang berhasil
diidentifikasi baik melalui survei, maupun dari sumber-sumber lain
yang merupakan data sekunder, diantaranya adalah:
a. Fasilitas pelabuhan yang kurang memadai;
b. Pola rute angkutan laut;
c. Jangkauan pelayanan transportasi laut;
d. Jaringan dan sistem transportasi laut;
Empat macam permasalahan di atas merupakan permasalahan yang
terjadi secara simultan, artinya jika salah satu permasalahan ini tidak
diatasi, maka kondisi transportasi laut yang diharapkan tidak akan
terjadi. Penyediaan fasilitas pelabuhan terutama difokuskan untuk
pelabuhan baru/perintis yang berada di wilayah/tidak jauh dari
lokasi pelabuhan yang telah ada dan memiliki kondisi yang cukup
sibuk, sehingga dalam perkembangannya akan terjadi over demand,
sehingga diperlukan adanya pengelihan demand untuk menampung
semua kebutuhan. Dengan adanya pengembangan pelabuhan
perintis disamping pelabuhan utama/komersil, maka akan terbentuk
pola rute angkutan laut yang baru yang dapat memperluas jangkauan
pelayanan sehingga dapat memperbaiki jaringan dan sistem
transportasi laut yang telah ada.

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 177


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Perencanaan yang
dibangun simultan dan
Fasilitas Pelabuhan sinergis untuk koneksi
jenis angkutan/ kapal/ setiap kawasan
pelayanan yang dapat (Masterplan
dilakukan Infrastruktur
Transportasi Laut)

Jangkauan pelayanan,
jaringan dan sistem
Rute angkutan laut yang transportasi laut
dapat dilayani

Gambar 5.17 : Kausal Loop Penyelesaian Permasalahan


Transportasi Laut
Sumber: Hasil Analisis, 2012

Pembahasan pusat distibusi angkutan barang pada studi ini


difokuskan pada angkutan Batubara dan CPO yang merupakan
komoditi angkutan barang utama di Pulau Kalimantan, walaupun
demikian dalam perhitungan komoditi lainnya juga
diperhitungkan.Usulan konsep pengangkutan batu bara maupun
kelapa sawit, tentu saja sangat dipengaruhi oleh ketersediaan dan
rencana pengembangan pelabuhan laut sebagai outlet pengangkutan
batu bara. Terdapat 5 pelabuhan yang digunakan/dikembangkan
untuk pengangkutan batu bara di Pulau Kalimantan, yaitu:
a. Indonesian Bulk Terminal (IBT), Kalsel
b. Pulau Laut Utara, Kalsel
c. Balikpapan Coal Terminal (BCT), Kaltim
d. Bontang Coal Terminal, Kaltim
e. Tanjung Bara Coal Terminal, Kaltim
Sedangkan pelabuhan yang digunakan/dikembangkan untuk
melayani pengangkutan CPO, yaitu:
a. Pelabuhan Trisakti, Kalsel
b. Pelabuhan Ekspor/domestik, Kalsel
c. Pelabuhan Bumiharjo/Kumai, Kalteng
d. Pelabuhan Sampit, Kalteng
e. Pelabuhan Pontianak, Kalbar
f. Pelabuhan Balikpapan, Kaltim

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 178


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Pada gambar di bawah ini disampaikan gambaran informasi lokasi
potensi batu bara dan kelapa sawit yang diolah menjadi CPO serta
lokasi outletnya di Pulau Kalimantan.

Usulan pelabuhan Kelapa


Sawit baru
Usulan ruas jalan rel baru

Gambar 5.18 : Outlet Distribusi dan Potensi Komoditi Batu Bara


dan CPO di Pulau Kalimantan

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 179


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Strategi pengembangan simpul dan outlet untuk angkutan barang ini
harus didasarkan pada karakteristik barang yang diangkut,
karakteristik moda, wilayah dan jaraknya. Pada dasarnya barang
curah mempunyai karakteristik volume yang besar dan berat volume
yang besar per m2 sehingga point load-nya juga lebih besar. Apabila
diangkut dengan moda jalan selain dapat menimbulkan kerusakan
pada permukaan jalan juga sulit dalam mengatur manajemen
pengangkutannya karena kapasitas angkut moda truk yang kecil.
Negosiasi yang menguntungkan dengan biaya yang bersaing dengan
moda lain dapat menjadi revenue bagi moda lainya.Selanjutnya,
penyusunan Masterplan Pembangunan Infrastruktur Perhubungan
Laut di Pulau Kalimantan ini berbasis pada 3 (tiga) kriteria atau
pertimbangan, yaitu:
a. Rencana pengembangan wilayah dan jaringan transportasi
b. Ketersediaan pelabuhan eksisting maupun rencana
pengembangan
c. Lokasi potensi batu bara, kelapa sawit dan komoditi lainnya.
Dasar pertimbangan yang pertama mengarah pada pertimbangan
efisiensi biaya (energi) terkait dengan karakteristik operasi masing-
masing moda dalam melayani perangkutan barang untuk jarak
perjalanan tertentu. Gambaran perbandingan efisiensi energi
perangkutan barang (termasuk dalam hal ini batu bara dan CPO)
untuk beragam jenis moda perangkutan disampaikan pada gambar di
bawah ini.

Gambar 5.19 : Efisiensi Energi Relatif Antar Moda


Environmental Advantages of Barge Transportation
(USDOT-Maritime Administration)

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 180


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Dari gambar di atas terlihat bahwa pada kondisi normal, angkutan
sungai (inland barge) memiliki tingkat efisiensi energi yang paling
tinggi, relatif, dibandingkan dengan angkutan truk dan kereta api.
Jika mengacu pada konsep efisiensi energi tersebut, maka angkutan
sungai merupakan pilihan utama moda perangkutan batu bara
maupun CPO di Kalimantan. Namun demikian, mengingat beragam
permasalahan yang ditemui pada sistem perangkutan menggunakan
moda angkutan sungai, maka perlu kompromi pilihan alternatif
antara moda jalan dan moda jalan rel.
Lebih lanjut, secara skematis, pola perangkutan batu bara, CPO, dan
komoditas lainnya di Pulau Kalimantan disampaikan pada gambar di
bawah ini.

Wilayah Produksi

Truk Truk

Penumpukan dan Pengolahan Batu


Bara/Kelapa Sawit menjadi CPO/Bauksit
menjadi Alumina/Besi Baja/kayu olahan

Jalan/KA/Sungai

Terminal Regional
(Laut/Terminal Muat)

Gambar 5.20 : Pola Perangkutan Komoditas di Pulau Kalimantan

Mengacu pada gambar di atas, maka masing-masing pelabuhan batu


bara maupun kelapa sawit melayani titik-titik potensi batu bara dan
CPO, seperti ditunjukkan pada gambar. Namun demikian, implikasi
dari usulan tersebut adalah dibutuhkannya tambahan pengembangan

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 181


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
pelabuhan. Salah satu kemungkinan untuk pengembangan
pelabuhan CPO diantaranya adalah:
1. Di sebelah selatan Pontianak, untuk melayani beberapa titik
potensi yang belum terlayani Pelabuhan Pontianak; dan
2. Di sekitar Sangkulirang, untuk melayani beberapa titik potensi
CPO di Kalimantan Timur bagian utara.

Gambar 5.21: Pola Distribusi Angkutan Batubara & CPO

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 182


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
BAB VI
PENGEMBANGAN KAPASITAS DAN FASILITAS
PELABUHAN DI KALIMANTAN

A. Provinsi Kalimantan Timur


1. Tatanan Transportasi Wilayah Kalimantan Timur
Dalam upaya dalam mendukung percepatan dan perluasan
pembangunan ekonomi terkait MP3EI, maka perlu dilakukan kajian
ulang terhadap Tatanan Transportasi Wilayah yang ada. Kajian ini
berguna untuk menyesuaikan Tatrawil yang telah ada dengan target-
target yang hendak dicapai pada MP3EI. Berikut ini adalah beberapa
penyesuaian terkait transportasi laut khususnya pelabuhan yang
tercantum di dalam dokumen Studi Ulang Tatrawil Provinsi
Kalimantan Timur dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan
Pembangunan Ekonomi di Koridor III Kalimantan:

Tabel 6.1 : Rencana Pengembangan Pelabuhan


(Studi Ulang Tatrawil Kaltim)
Sarana dan
Rencana
No Jenis Program/Kegiatan Prasarana
Program
Pendukung
Pelabuhan Maloy diarahkan
untuk melayani kemasan
Pengembangan kontainer dan multipurpose, Pengembangan
1 Kapasitas CPO, Batubara dan Pelabuhan Jaringan jalan dan
Pelabuhan Maloy ikan. Jenis Pelayanannya kereta api
adalah Pelabuhan
Internasional
Pelabuhan Kariangau
diarahkan untuk melayani Pengembangan
Pengembangan
angkutan barang dan peti Jembatan P.
2 Terminal Pel.
kemas serta berada dalam satu Balang dan Akses
Kariangau
sistem pengembangan dengan dari jalan Tol
Pel. Balikpapan.
Pelabuhan Penajam Paser
(PPU) sebagai pelabuhan
pengembangan
Pengembangan pengumpul untuk mendukung
3 fasilitas untuk
Pel PPU daerah hinterlandnya yaitu
CPO dan Migas
pengembangan migas dan
kelapa sawit

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 183


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Sarana dan
Rencana
No Jenis Program/Kegiatan Prasarana
Program
Pendukung
Pelabuhan Tanjung Isuy
sebagai pelabuhan pengumpul
Pembangunan dan bagian dari Pelabuhan
4 Pelabuhan Samarinda dan Palaran.
Tanjung Isuy Bertujuan untuk mendukung
potensi industri dan jasa di
daerahnya
Pelabuhan Tanah Grogot
sebagai pelabuhan Pengumpul
Pembangunan pengembangan
untuk mendukung daerah
5 Pelabuhan Tanah fasilitas untuk
hinterlandnya yaitu
Grogot CPO dan Migas
pengembangan migas dan
kelapa sawit
Pelabuhan Nunukan akan
Pengembangan dikembangkan untuk
6 Pelabuhan menunjang pergerakan di
Nunukan daerah perbatasan (kaltim
dengan Malaysia)
Pelabuhan Palaran sebagai
pelabuhan pengumpul dan
aksesibilitas ke
bagian dari Pelabuhan
pelabuhan terkait
Pengembangan Samarinda dan Pelabuhan
7 pergerakan
Pelabuhan Palaran Isuy. Diarahkan untuk
barang dalam
melayani angkutan barang
bentuk peti kemas
dalam bentuk peti kemas dan
penumpang.

2. Pelabuhan Samarinda
Pelabuhan Samarinda Merupakan Pelabuhan Kelas II yang berlokasi
di Kota Samarinda dengan lokasi koordinat di 00° 32'00" LS dan
17°09'00" BT. Pelabuhan ini melayani kegiatan bongkar/muat barang
umum, barang curah, peti kemas, dan penumpang.

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 184


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Gambar 6.1 : Pelabuhan Samarinda Eksisting
(Sumber : Buklet Pelabuhan Samarinda)

Data fasilitas-fasilitas yang ada di pelabuhan ini dapat dilihat di


bawah ini:
- Alur Pelayaran
Panjang alur pelayaran dari Samarinda sampai ambang luar Muara
Pegah yaitu 60 Km atau 37 mil laut. Sedangkan lebar alur pelayaran
antara 60 meter sampai 70 meter.
- Kolam Pelabuhan
Luas Kolam Pelabuhan : 150 Ha
Kedalaman minimum : 5,50 MLws
Kedalaman maksimum : 20 MLws
Kedalaman depan : 5,50 MLws
Dermaga

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 185


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
- Fasilitas Pelabuhan
I. Bangunan Pelabuhan II. Peralatan Pelabuhan
1. Tambatan 1. Darat
Beton : 827 M’ Forklift kapasitas 3 Ton : 1 Unit
Kayu & Besi : 50 M’ Mobile crane 25 Ton : 1 Unit
Turap : 110 M’ Mobil PMK : 1 Unit
Spreader : 2 Unit
2. Gudang : 1.200 M’
2. Alat Apung
3. Lapangan Penumpukan Kpl. Pandu (MPI-005 & AP-014) : 2 Unit
Lini I : 35.098 M’ Kpl. Tunda (TB Sungai Sepaku) : 1 Unit
Lini II : 3.796 M’ Kpl. Kepil (MPS-003) : 1 Unit
Kapal Cepat Muara Pegah : 1 Unit
4. Dermaga : 12.493 M’ Fas.air minum kap.70 Ton/jam
3. Alat Swasta
5. Terminal Penumpang : 800 M’ Forklift kapasitas 2 s/d 10 Ton : 1 Unit
Crane kapasitas 15 s/d 130 Ton : 1 Unit
Top Loader kapasitas 35 Ton : 1 Unit
Spreader : 2 Unit
Reach Stacker : 2 Unit
Barge Crane : 2 Unit

Berdasarkan hasil wawancara dan diskusi baik dengan pada


stakeholder di daerah maupun dengan hasil sinkronisasi dengan
rencana pembangunan yang telah ada, maka prioritas
pembangunannya lebih diarahkan pada pembangunan
Pelabuhan Maloy. Hal ini dikarenakan Pelabuhan Samarinda
telah jenuh untuk dikembangkan lebih lanjut. Sehingga
pengembangan pada pelabuhan ini akan lebih difokuskan untuk
modernisasi alat bongkar muat serta perbaikan kinerja pelabuhan.
Sedangkan pengembangan fasilitas dan kapasitas pelabuhan
diprioritaskan pada Pelabuhan Maloy dan TPK Palaran.

Tabel 6.2 : Penanganan Pelabuhan Samarinda


Pelabuhan 2015 2020 2025
1 Modernisasi alat Pengembangan Pengembangan
bongkar muat ke Pelabuhan ke Pelabuhan
2 Peningkatan kinerja Maloy dan TPK Maloy dan TPK
Pelabuhan pelabuhan Palaran Palaran
Samarinda 3 Penambahan
dermaga eksisting

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 186


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
3. Pelabuhan Samudera dan TPK Palaran
Pelabuhan Samudera & Terminal Petikemas Palaran atau lebih
dikenal dengan TPK Palaran adalah salah satu pelabuhan yang
terdapat diKota Samarinda, provinsi Kalimantan Timur, Indonesia.
Pelabuhan ini menggantikan Pelabuhan Yos Sudarso Samarinda yang
sudah tidak bisa dikembangkan lagi. Pelabuhan ini berfungsi sebagai
pintu gerbang pengiriman logistik dari Kota Samarinda dan Kawasan
Hulu Mahakam ke Surabaya, Jakarta dan sebaliknya.
Pelabuhan Palaran sebagai pelabuhan pengumpul dan bagian dari
Pelabuhan Samarinda dan Pelabuhan Isuy. Diarahkan untuk melayani
angkutan barang dalam bentuk peti kemas dan penumpang. Terminal
Peti Kemas ini mempunyai kapasitas 220.000 teus (twenty feet
equivalen units). Memiliki panjang Dermaga 270 m, dilengkapi
dengan 2 unit Container Crane dengan kedalaman draft 6 m.
Berikut ini beberapa hal yang melatarbelakangi pembangunan TPK
Palaran:
a. Program Pemerintah kota Samarinda dalam mengembangkan
daerah Samarinda seberang.
b. Penyediaan akses dari & ke luar kota Samarinda yang terbatas.
Adanya program pPmkot sSmarinda untuk pembangunan
jembatan Mahkota II dengan tinggi bebas 25 m (tinggi yang
aman bagi pengguna jalan dan dengan biaya yang efisien), tetapi
membatasi masuknya kapal menuju pelabuhan Samarinda.
c. Tidak memiliki back up area untuk pengembangan pelabuhan.
d. Kapasitas tampung lapangan penumpukan petikemas dengan luas
± 4,4 HA daya tampung hanya sebesar 130.000 TEU’s pertahun
sementara trafik tahun 2009 telah mencapai 166.000 TEU’s.
e. Dermaga yang ada tidak didesain untuk kegiatan alat bongkar
muat petikemas modern

Berikut adalah fasilitas dan operasional TPK Palaran Pelabuhan


Samarinda :
Fasilitas
- Dermaga sepanjang 270 m
- Gudang cfs seluas 3.000 m²
- Lapangan penumpukan seluas 7,7 HA

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 187


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Peralatan
Container Crane 2 Units
RTG 5 Units
Reachstaker 1 Unit
Head Truck 10 Units
Chassis 20 Units
Forklift 2 Units
IT sistem ETOS
Weight Bridge 1 Unit
Operasional
- Produktivitas B/M petikemas min 20 Box/Jam
- Operasional 24 jam
- Berthing time 1 hari
- Menggunakan IT sistem ETOS
- PPSA untuk pengaturan jadwal penggunaan dermaga
- Disediakan sementara area untuk kegiatan Stuffing/Stripping seluas
2 HA

Gambar 6.2 : Masterplan Pelabuhan Palaran Samarinda

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 188


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Tabel 6.3 : Proyeksi Demand Pelabuhan Palaran Samarinda
Jml Eff.
Jml Jml
Jml Hari Berth Produktivitas Panjang
No. Tahun Eff. Crane/
Container Kerja/ Ocupancy Crane/ Hari Kapal
Jam Hari
Tahun
1. 2015 220,000 360 21 80% 15 2.04 254.63
2. 2020 530,000 360 21 80% 20 3.68 460.07
3. 2025 630,000 360 21 80% 20 4.38 546.88
Sumber: Hasil Analisis, 2012

Tabel 6.4 : Proyeksi Konfigurasi Kapal Pelabuhan


Palaran Samarinda
Jumlah Konfigurasi Kapal di Dermaga Panjang
35000 25000 15000 6000 2000 700 Dermaga
DWT DWY DWT DWT DWT DWT Perlu (m)
1 2 256
2 4 477
1 2 3 548

Tabel 6.5 : Penanganan Palaran Samarinda


Pelabuhan 2015 2020 2025
- Penambahan
- Penambahan
container
container crane
crane menjadi
menjadi 4 unit
Pelabuhan Palaran Fasilitas masih 5 unit
- Penambahan
Samarinda mencukupi - Penambahan
panjang
panjang
dermaga
dermaga
menjadi 477 m
menjadi 548 m

4. Pelabuhan Maloy
Pelabuhan Maloy yang merupakan bagian dari Provinsi Kalimantan
Timur, Kabupaten Kutai Timur, Kecamatan Kaliorang yang
mempunyai potensi-potensi, yakni jumlah penduduk yang besar,
sumber daya alam yang melimpah, sumber daya manusia dengan
kualitas yang memadai dan lokasi yang strategis, kedalaman yang
memadai dan telah ditetapkan sebagai Kawasan Industri Pelabuhan
Internasional yang akan berkembang. Pelabuhan Maloy diarahkan
untuk melayani kemasan kontainer dan multipurpose, CPO, Batubara
dan Pelabuhan ikan. Jenis pelayanannya adalah Pelabuhan
Internasional.

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 189


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Jangka waktu rencana pembangunan dan pengembangan fasilitas
kepelabuhanan pada Pelabuhan Sangkulirang/Maloy dilakukan
berdasarkan perkembangan angkutan laut, meliputi:
a. tahap I, jangka pendek, dari tahun 2011 s.d 2015;
b. tahap II, jangka menengah, dari tahun 2011 s.d 2020;
c. tahap III,jangka panjang, dari tahun 2011 s.d 2030

Beberapa hal/alasan utama yang menjadikan Maloy terpilih sebagai


lokasi Pelabuhan Internasional adalah sebagai berikut:
a. Kawasan Maloy memiliki letak geografis yang sangat strategis,
berada di lintasan alur laut Kepulauan Indonesia II (ALKI II)
yang merupakan lintasan laut perdagangan internasional dan
berada di Kawasan Pusat Ekonomi Dunia Masa Depan (Pacific
RIM)
b. Kawasan Maloy sesuai dengan RTRWN berada dalam Kawasan
Andalan Sasamawwa (Sangatta, Sangkulirang dan Muara
Wahau)

Gambar 6.3 : Geoposisi Maloy

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 190


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Pada Pelabuhan ini direncanakan terdapat 4 (empat) rencana dermaga
tanpa fasilitas darat, yaitu:
a. Dermaga CPO (Crude Palm Oil), dengan fasilitas tambatan
untuk maksimum kapal 65.000 DWT
b. Dermaga BBM (Bahan Bakar Minyak), dengan fasilitas tambatan
untuk maksimum kapal 50.000 DWT.
c. Dermaga General Cargo beserta Container dengan fasilitas
tambatan untuk maksimum kapal General Cargo 15.000 DWT
dan Kapal Container 35.000 DWT.
d. Dermaga Kapal Ferry, dengan fasilitas yang dibangun di atas
dermaga eksisting.

Gambar 6.4 : Rencana Pengembangan Pelabuhan Maloy

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 191


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Fasilitas Pelabuhan yang direncanakan di Maloy, Kabupaten Kutai
Timur ini terdiri dari :
a. Causeway (1000 m x 6 m)
b. Trestle (500 m x 6 m)
c. Loading Platform (32 m x 17 m), dengan breasting dolphin dan
mooring dolphin
d. Dengan struktur tersebut diharapkan bisa bertambat kapal 70.000
DWT
5. Pelabuhan Balikpapan
Pelabuhan Balikpapan terletak pada teluk Balikpapan merupakan
pintu gerbang Kalimantan Timur yang menunjang kegiatan
perekonomian daerah dan mendorong pertumbuhan pembangunan
wilayah. Berdasarkan hasil study JICA & ADB, pengembangan
pelabuhan Balikpapan diarahkan ke Lokasi Kariangau.

Tabel 6.6 : Penanganan Pelabuhan Balikpapan


Pelabuhan 2015 2020 2025
- Modernisasi alat
bongkar muat
Pelabuhan - Peningkatan Pengembangan ke Pengembangan ke
Balikpapan kinerja TPK Kariangau TPK Kariangau
pelabuhan

Berikut ini adalah fasilitas eksisting di pelabuhan Balikpapan


a. Kolam pelabuhan
1) Luas = 3.032 Ha
2) Kedalaman minimum = 13 M
3) Kedalaman maksimum = 30 M
4) Kedalaman di depan-dermaga = 8-13 M
5) Kedalaman di sekitar-kolam pelabuhan = 15-30 M
b. Panjang dermaga
1) Semayang = 489 M
2) Kawasan Kampung Baru = 66 M

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 192


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Gambar 6.5: Layout Pelabuhan Semayang, Balikpapan

c. DLKR
Daratan : 4,8 HA
Perairan : 10.395,208 HA
d. DLKP
Perairan : 65.862,840 HA
e. Bangunan Pelabuhan Semayang
Dermaga : 489 M
Kedalaman : 6 m LWS s.d 13 m LWS
Gudang : 2.450 m2
Lapangan Penumpukan : 11.820 m2
Terminal Penumpang : 2.500 m2
Lapangan Parkir : 5.000 m2
f. Peralatan Pelabuhan Semayang
Kapal Pandu : 3 unit
Kapal Tunda : 5 unit
Forklift (5 t) : 1 unit
Crane (25 ton & 35 ton) : 2 unit
PMK : 1 Unit
Fasilitas Air
Supplay Maksimum : 200 Ton/jam
Fasilitas Listrik : 240,00 KVA
Dermaga :

a. Balikpapan

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 193


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
o Panjang : 489 M
o Konstruksi beton
b. Kampung Baru
o Panjang : 66 M
o Konstruksi beton
Gudang
a. Balikpapan
o Luas : 2.450 M2
o Konstruksi beton
b. Kampung Baru
o Panjang : 720 M2 (20x36 M)
o Konstruksi beton

Lapangan
Balikpapan
a. Luas : 7528 M2
b. Konstruksi beton

Alat Mekanik
a. Kran Darat
o Kapasitas 35T : 1 unit merk IHI
o Kapasitas 25T : 1 unit merk LBS
b. Forklift
o Kapasitas 5T : 1 unit merk Nissan
o Kapasitas 3T : 2 unit merk Toyota
o Kapasitas 2T : 2 unit merk Datsun
c. Tronton : 1 unit merk Nissan
d. Truck Loader : 1 unit merk Toyota
e. PMK : 1 unit merk Nissan
Alat Apung
a. Kapal Tunda (Tug Boat)
o Bima VII Kap. 2400 HP : 1 unit
o Selat Makassar Kap. 1700 HP : 1 unit
o Anggada XV Kap. 980 Hp : 1 unit
b. Kapal Pandu (Pilot Boat)
o MPC Semayang I : 1 unit
o MPC Semayang II : 1 unit
o MPI. 027 : 1 unit
o MPI. 039 : 1 unit
Fasilitas Air Tawar
a. Balikpapan : 650 Ton/M3 Kapasitas Maks. 240T/jam
b. Kampung Baru : 10 Ton/M3

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 194


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Fasilitas Listrik
1. Balikpapan : 240 KVA.
2. Kampung Baru : 10.6 KVA.

6. Terminal Peti Kemas Kariangau


Pelabuhan Kariangau diarahkan untuk melayani angkutan barang dan
peti kemas serta berada dalam satu sistem pengembangan dengan
Pelabuhan Balikpapan.

Gambar 6.6: Masterplan Kariangau Container Terminal

Berikut adalah hal-hal yang melatarbelakangi pengembangan


Terminal Peti Kemas Kariangau
a. Untuk mengantisipasi terjadinya pelampauan kapasitas fasilitas
akibat peningkatan volume arus petikemas.
1) Daya tampung lapangan peti kemas (± 50.000 TEUS)
2) Trafik tahun 2007 – 78.836 TEUs
b. Keterbatasan area untuk pengembangan pelabuhan (backup
area), karena berbatasan langsung dengan daerah perbukitan
kawasan hutan lindung dan kota.
c. Jalan akses dari dan ke pelabuhan juga merupakan jalan protokol
kota Balikpapan yang sangat ramai dan sempit.

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 195


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
d. Pemecahan masalah operasional pelabuhan yang semakin padat
sehingga sering menimbulkan hambatan dalam operasional
pelabuhan

Terminal Peti Kemas Kariangau memiliki panjang dermaga sepanjang


260 m dan lebar sebesar 30 m. Untuk mendukung akses menuju
pelabuhan ini disediakan jalan akses baru sepanjang 3,5 km.
Sedangkan failitas bongkar muat pelabuhan dapat dilihat pada tabel di
bawah ini:

Tabel 6.7 : Fasilitas bongkar muat Terminal Peti Kemas Kariangau


Fasilitas Bongkar Muat
- Container Crane 2 unit
- Transtainer 4 unit
- Reach Stacker 2 unit
- Tractor 12 unit
- Trailer 36 unit
- Dolly equipment 24 unit
- Forklift 12 unit
- Reefer container plug 16 unit
- Weighing bridge 1 unit

Tabel 6.8 : Proyeksi Demand Terminal Peti Kemas Kariangau


Jml Eff.
Jml
Jml Hari Berth Produktivitas Jml Panjang
No. Tahun Eff.
Container Kerja/ Ocupancy Crane/Hari Crane/Hari Kapal
Jam
Tahun
1. 2015 150,000 360 21 80% 15 1.39 173.61
2. 2020 300,000 360 21 80% 20 2.08 260.42
3. 2025 400,000 360 21 80% 20 2.78 347.22
Sumber: Hasil Analisis, 2012

Tabel 6.9 : Proyeksi Konfigurasi Kapal Terminal Peti Kemas Kariangau


Jumlah Konfigurasi Kapal di Dermaga Panjang
35000 25000 15000 6000 2000 700 Dermaga
DWT DWY DWT DWT DWT DWT Perlu (m)
1 1 190
1 3 322
1 1 2 393
Sumber: Hasil Analisis, 2012

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 196


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Tabel 6.10 : Penanganan Terminal Peti Kemas Kariangau
Pelabuhan 2015 2020 2025
- Penambahan
container crane
menjadi 3 unit
Terminal Peti Fasilitas masih Fasilitas masih - Penambahan
Kemas Kariangau mencukupi mencukupi panjang dermaga
menjadi 393 m

7. Pelabuhan Tanah Grogot dan Pelabuhan Penajam Paser


Pelabuhan Tanah Grogot sebagai pelabuhan Pengumpul untuk
mendukung daerah hinterlandnya yaitu pengembangan migas dan
kelapa sawit. Sama halnya dengan Pelabuhan Penajam Paser (PPU)
yang juga berfungsi sebagai pelabuhan pengumpul untuk mendukung
daerah hinterlandnya yaitu pengembangan migas dan kelapa sawit.
Fokus pengembangan pada kedua pelabuhan ini adalah
pengembangan fasilitas untuk CPO dan Migas.

Gambar 6.7 : Pelabuhan Tanah Grogot

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 197


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Dari hasil survey didapatkan bahwa Tidak terdapat data dokumentasi
kinerja dari UPP (Unit Penyelenggara Pelabuhan) Tanah Grogot.
Kondisinya fasilitas yang tersedia di Pelabuhan Tanah Grogot tidak
digunakan oleh pengguna pelabuhan (shipper & forwarder). Dengan
kata lain, fasilitas pelabuhan (gudang dan lapangan penumpukkan)
terbengkalai begitu saja.
Fasilitas pelabuhan yang digunakan hanya dermaga yang hanya bisa
disandarai dua kapal rakyat pengangkut cargo komoditas yang
dibongkar seperti semen, pupuk dan makanan. Sedangkan komoditas
yang diangkut eksisting adalah cangkang sawit dan barang bekas.
Berdasarkan hasil wawancara, waiting time kapal yang ingin bongkar
muat bisa sampai satu minggu karena harus menunggu kapal yang
sedang bongkar muat ke truk yang langsung ke gudang perusahaan
komoditas.
Persoalan tersebut bukan karena kurangnya fasilitas dan kapasitas
pelayanan pelabuhan, namun lebih pada persoalan kapal yang
langsung bongkar muat ke truk (tidak disimpan dulu ke gudang atau
lapangan penumpukkan karena alasan perusahaan tidak mau
membayar biaya sewa.
Oleh karena itu pengembangan di Pelabuhan Tanah Grogot akan
difokuskan pada pengembangan atau modernisasi alat bonkar muat
pelabuhan dan peningkatan kinerja pelabuhan.

Tabel 6.11 : Penanganan Pelabuhan Tanah Grogot


Pelabuhan 2015 2020 2025
- Modernisasi alat - Modernisasi - Penambahan
bongkar muat alat bongkar container crane
- Peningkatan muat menjadi 1 unit
Pelabuhan Tanah kinerja - Peningkatan - Penambahan
Grogot pelabuhan kinerja dermaga khusus
pelabuhan petikemas
sepanjang 101 m

B. Provinsi Kalimantan Selatan


1. Tatanan Transportasi Wilayah Kalimantan Selatan
Dalam upaya dalam mendukung percepatan dan perluasan
pembangunan ekonomi terkait MP3EI, maka perlu dilakukan kajian
ulang terhadap Tatanan Transportasi Wilayah yang ada. Kajian ini

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 198


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
berguna untuk menyesuaikan Tatrawil yang telah ada dengan target-
target yang hendak dicapai pada MP3EI. Berikut ini adalah beberapa
penyesuaian terkait transportasi laut khususnya pelabuhan yang
tercantum di dalam dokumen Studi Ulang Tatrawil Provinsi
Kalimantan Selatan dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan
Pembangunan Ekonomi:

Tabel 6.12 : Rencana Pengembangan Pelabuhan


(Studi Ulang Tatrawil Kalsel)

Rencana Tahap
Jenis Program/Kegiatan
Program Pengembangan
Pelabuhan Utama Pelabuhan Trisakti di Kota Banjarmasin 2012-2014
Pelabuhan Mekar Putih di Kabupaten 2015-2019
Kotabaru
Pelabuhan Pelabuhan Simpang Empat Batulicin di 2015-2020
Pengumpul Kabupaten di Tanah Bumbu
Pelabuhan Stagen di Kabupaten 2015-2021
Kotabaru
Pelabuhan Sebuku di Kabupaten 2015-2022
Kotabaru
Palabuhan Kintap di Kabupaten Tanah 2015-2023
Laut
Pelabuhan Pelaihari di Kabupaten Tanah 2015-2024
Laut
Pelabuhan Pelabuhan Sungai Danau di Kabupaten
Pengumpan Tanah Bumbu
Pelabuhan Pagatan di Kabupaten Tanah
Bumbu
Pelabuhan Sungai Loban di Kabupaten
Tanah Bumbu
Pelabuhan Gunung Batu Besar di
Kabupaten Kotabaru
Rencana Rencana pembangunan Pelabuhan 2026-2030
Pembangunan Tanjung Dewa di Kabupaten Tanah Laut
sebagai pelabuhan umum alternatif dari
pelabuhan utama Banjarmasin
Rencana pengembangan fasilitas 2012-2014
pelabuhan di Pelabuhan Utama
Banjarmasin, Pelabuhan Pengumpul
Batulicin, dan Pelabuhan Stagen
Kotabaru
Rencana peningkatan dan 2012-2015
pengembangan terminal penumpang
Pelabuhan Utama Banjarmasin,
Pelabuhan Pengumpul Batulicin, dan

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 199


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Rencana Tahap
Jenis Program/Kegiatan
Program Pengembangan
Pelabuhan Stagen Kotabaru

Rencana peningkatan dan 2012-2016


pengembangan terminal peti kemas
Pelabuhan Utama Trisakti Banjarmasin,
Pelabuhan Pengumpul Batulicin, dan
Pelabuhan Stagen Kotabaru
Pembangunan Pelabuhan Laut di Tanah 2012-2017
Laut (Swarangan)

2. Pelabuhan Banjarmasin
Pelabuhan Banjarmasin merupakan pendukung utama transportasi laut
yang secara langsung maupun tidak langsung berperan aktif dalam
pembangunan ekonomi Propinsi Kalimantan Selatan. Dalam rangka
memenuhi pelayanan jasa kepelabuhanan, Pelabuhan Banjarmasin
menyediakan Terminal General Cargo, Terminal Curah Kering,
Terminal Petikemas serta Terminal Penumpang.
Dermaga trisakti adalah Dermaga Utama PT Pelindo III cabang
Banjarmasin membentang di tepi Sungai Barito dengan total panjang
760 m. Dermaga Trisakti dibagi menjadi segmen-segmen sesuai
dengan peruntukan kegiatan bongkar muat.
a Dermaga General Cargo:
• Panjang: 320 x 20 m
• Jenis Konstruksi: Beton
• Kapasitas (Ton/M2) : 3 t/m2
b Dermaga Petikemas :
• Panjang: 120 x 20 m
• Jenis Konstruksi : Beton
• Kapasitas (Ton/M2) : 3 t/m2
c Dermaga Petikemas :
• Panjang: 240 x 36 m
• Jenis Konstruksi: Beton
• Kapasitas (Ton/M2) : 3 t/m2

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 200


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
d Terminal Penumpang :
• Panjang: 80 x 16 m
• Jenis Konstruksi: Beton
• Kapasitas (Ton/M2) : 3 t/m2

Tabel 6.8 : Peta Lokasi Pelabuhan Banjarmasin

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 201


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Berdasarkan Studi Ulang Tatrawil Provinsi Kalimantan Selatan
dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan
Ekonomi, fokus pengembangan di Pelbuhan Banjarmasin adalah pada
pengembangan fasilitas pelabuhan serta peningkatan dan
pengembangan Terminal Penumpang dan Terminal Peti Kemas.
Karena pelabuhan Utama di Provinsi Kalimantan Selatan yaitu
Pelabuhan Banjarmasin atau Pelabuhan Trisakti sudah jenuh untuk
dikembangkan lebih lanjut maka pelabuhan yang akan
dikembangkan di Provinsi Kalimantan Selatan ini adalah
Pelabuhan Pelaihari. Pelabuhan Banjarmasin ke depannya akan
difokuskan untuk menangani Peti Kemas. Diperkirakan sekitar
36% dari jumlah muatan general cargo (GC) dari Pelabuhan Trisakti
akan berpindah ke Pelabuhan Pelaihari.
Rencana Pengembangan Pelabuhan Banjarmasin adalah sebagai
berikut (2011-2013):
• Akan dibangun dermaga sepanjang 265 m lebar 36 m, yang akan
dilengkapi dengan :
a. Container Crane total 2 unit
b. RTG 7 unit
c. Head Truck + Chassis 5 unit
d. CY luas 2,7 Ha
• Setelah pengembangan terminal petikemas, maka akan mampu
melayani Peti Kemas dengan kapasitas 400.000 TeUS.

Gambar 6.9 : Rencana Pengembangan Pelabuhan Banjarmasin

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 202


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Tabel 6.13 : Proyeksi Demand Pelabuhan Banjarmasin
Jml
Eff. Jml Jml
Jml Berth Produktivitas Panjang
No. Tahun Hari Eff. Crane/
Container Ocupancy Crane/Hari Kapal
Kerja/ Jam Hari
Tahun
1. 2015 400,000 360 21 80% 15 3.70 462.96
2. 2020 700,000 360 21 80% 20 4.86 607.64
3. 2025 900,000 360 21 80% 20 6.25 781.25
Sumber: Hasil Analisis, 2012

Tabel 6.14: Proyeksi Konfigurasi Kapal Pelabuhan Banjarmasin


Jumlah Konfigurasi Kapal di Dermaga Panjang
35000 25000 15000 6000 2000 700 Dermaga
DWT DWY DWT DWT DWT DWT Perlu (m)
2 4 477
3 5 632
4 6 787
Sumber: Hasil Analisis, 2012

Tabel 6.15 : Penanganan Pelabuhan Banjarmasin


Pelabuhan 2015 2020 2025
- Penambahan - Penambahan
container crane container crane
menjadi 5 unit menjadi 7 unit
Pelabuhan Fasilitas masih - Penambahan - Penambahan
Banjarmasin mencukupi panjang dermaga panjang
menjadi 632 m dermaga
menjadi 787 m

3. Pelabuhan Pelaihari
Pelabuhan Pelaihari berada di Desa Swarangan, Kecamatan Jorong,
Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan Selatan yang berjarak
±56 km dari Kota Pelaihari sebagai ibukota kecamatan. Hingga saat
ini, Pelabuhan Pelaihari masih dalam tahap perencanaan.
Rencana Pembangunan Pelabuhan Pelaihari
Untuk mengakomodir pergerakan barang dari dan menuju Provinsi
Kalimantan Selatan, maka diperlukan adanya pengembangan
pelabuhan sebagai berikut:
a. Kebutuhan dermaga

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 203


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
1) Dermaga curah bijih besi yang akan dikembangkan sampai
dengan tahun 2029
2) Kebutuhan dermaga pada tahun 2014 hingga tahun 2029
perpanjangan dermaga mencapai 750 m baik untuk curah
kering maupun general cargo.
b. Kebutuhan gudang
Untuk menyimpan barang di pelabuhan, gudang yang dibutuhkan
adalah seluas 1.200 meter persegi sampai tahun 2029.Gudang ini
dimaksudkan untuk melayani komoditas general cargo yang
sebagian besar merupakan cargo yang didatangkan dari luar
Kabupaten Tanah Laut, khususnya untuk kegiatan antar pulau.
c. Kebutuhan open storage
Open storage yang dibutuhkan adalah seluas 2.000 m2 menjelang
tahun 2014, seluas 3.000 m2 pada tahun 2019, dan seluas 3.500
m2 pada tahun 2024.
d. Kebutuhan area parkir
Kebutuhan area parkir dibedakan menjadi dua bagian, yaitu area
parkir untuk kendaraan penumpang, dan area parkir untuk truk
barang.Kebutuhan area parkir untuk kendaraan penumpang yang
dibutuhkan adalah seluas 2.000 m2. Adapun kebutuhan parkir
untuk kendaraan truk barang pada tahun 2014 seluas 2.000 m2,
tahun 2019 seluas 2.500 m2, tahun 2024 seluas 3.000 m2, dan
tahun 2029 seluas 3.500 m.

4. Pelabuhan Kotabaru
Pelabuhan Kotabaru merupakan salah satu pelabuhan tersibuk yang
ada di Indonesia. PT Pelabuhan Indonesia III mencatat arus bongkar
muat barang di Pelabuhan Kota Baru, Kalimantan Selatan merupakan
yang tertinggi dari 43 pelabuhan yang dikelolanya pada semester I-
2012 dengan volume 19,06 juta ton atau setara 40,4% dari total arus
barang sebesar 47,14 juta ton yang ditangani.

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 204


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Gambar 6.10 : Fasilitas Pelabuhan Kota Baru

Berdasarkan Studi Ulang Tatrawil Provinsi Kalimantan Selatan


dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan
Ekonomi, fokus pengembangan di Pelabuhan Kotabaru adalah
pengembangan Pelabuhan Mekarputih sebagai pelabuhan utama
di Kalimantan Selatan. Jangka waktu pengembangan pelabuhan
Mekarputih ini 2015-2019.

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 205


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
C. Provinsi Kalimantan Barat
1. Tatanan Transportasi Wilayah Kalimantan Barat
Dalam upaya dalam mendukung percepatan dan perluasan
pembangunan ekonomi terkait MP3EI, maka perlu dilakukan kajian
ulang terhadap Tatanan Transportasi Wilayah yang ada. Kajian ini
berguna untuk menyesuaikan Tatrawil yang telah ada dengan target-
target yang hendak dicapai pada MP3EI. Berikut ini adalah beberapa
penyesuaian terkait transportasi laut khususnya pelabuhan yang
tercantum di dalam dokumen Studi Ulang Tatrawil Provinsi
Kalimantan Barat dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan
Pembangunan Ekonomi:

Tabel 6.16 : Rencana Pengembangan Pelabuhan


(Studi Ulang Tatrawil Kalsel)
Tahap
No. Rencana Program
Pengembangan
1 Pembangunan Pelabuhan Samudera di pulau Temajo
atau pada lokasi alternatif lain sebagai pelabuhan 2015-2030
utama primer (Pelabuhan Hub Internasional)
2 Optimalisasi pemanfaatan pelabuhan penumpang di
2012-2014
Pontianak
3 Optimalisasi pemanfaatan pelabuhan barang di
Pontianak sebagai Pelabuhan Utama Sekunder 2012-2014

4 Optimalisasi pemanfaatan pelabuhan barang di


Ketapang, Kendawangan, Sintete, Paloh,Sekura, Telok 2012-2014
Air dan Sambas sebagai pebuhan utama tersier
5 Optimalisasi pemanfaatan pelabuhan barang di Telok
Batang, Singkawang dan Merbau sebagai pelabuhan 2015-2019
pengumpan regional
6 Optimalisasi pemanfaatan pelabuhan barang di Kakap,
Kuala Menpawah sebagai pelabuhan pengumpan lokal 2012-2014

7 Normalisasi alur pelayaran laut menuju/dari pelabuhan


2012-2014
laut
8 Peningkatan kinerja pelabuhan dengan peningkatan
kapasitas pelabuhan dan fasilitas pendukung 2015-2019

9 perlu pengadaan dan pengembangan fasilitas angkutan


peti kemas di pelabuhan antarnegara yaitu Kuching 2015-2019
dan Brunei
10 Pengembangan Pelabuhan laut yang sudah
berkembang menjadi pelabuhan Nasional 2020-2030

11 Pengembangan pelabuhan regional/lokal sebagai 2020-2030

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 206


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Tahap
No. Rencana Program
Pengembangan
pelabuhan pendukung
12 Pemberian prioritas-prioritas kapal laut perintis 2015-2019
13 Pengembangan pelabuhan terbuka untuk luar negeri
yaitu Kendawangan, Sintang dan Temajo 2015-2030

2. Pelabuhan Pontianak
Pelabuhan Pontianak merupakan Pelabuhan Utama yang berlokasi di
Provinsi Kalimantan Barat. Pelabuhan Pontianak memiliki dua lahan
untuk lokasi kegiatan yang terpisah, yaitu Pontianak (kota) dan Nipah
Kuning, keduanya terpisah sejarak sekitar 5 km terletak di Sungai
Kapuas Kecil termasuk dalam wilayah Kota Pontianak Provinsi
Kalimantan Barat.
Hal utama yang menjadi fokus pengembangan pada Pelabuhan
Pontianak adalah optimalisasi pemanfaatan pelabuhan penumpang
dan optimalisasi pemanfaatan pelabuhan barang di Pontianak
sebagai Pelabuhan Utama Sekunder.

Gambar 6.11 : Layout Pelabuhan Pontianak

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 207


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Berikut ini adalah fasilitas dermaga dan bongkar muat eksisting dari
Pelabuhan Pontianak:

Tabel 6.17 : Fasilitas Dermaga Pelabuhan Pontianak


Ukuran Kedalaman
Dermaga Peruntukan
(m) (LWS)
Dermaga 01 12 x 125 -4 Kapal penumpang (PELNI, dsb)
Dermaga 02 20 x 75 -4 General cargo, kayu olahan
Dermaga 03 10 x 117 -4 General cargo, konvensional
Dermaga 04 35 x 100 -4 Kapal dengan kontainer
Dermaga 05 25 x 100 -4 Kapal dengan kontainer
Dermaga 06 25 x 90 -4 General cargo, konvensional
Dermaga 07 24 x 103 -4 Kapal dengan kontainer
Dermaga 08 24 x 102 -4 Kapal dengan kontainer
Boat Jetty 01 5 x 55 -4 Kapal pandu dan tunda
Nipah Kuning 01 70 x 10 -4 Tambatan
Nipah Kuning 02 70 x 10 -4 Tambatan
Sintete Beton 01 70 x 8 -3 Tambatan
Sintete Kayu 02 82 x 7 -3 Tambatan
Sintete Kayu 03 25 x 7 -3 Tambatan
Sintete Kayu 04 30 x 7 -3 Tambatan
Pemangkat kayu 36 x 6 -2 Tambatan
Singkawang kayu 70 x 4.5 -2 Tambatan
Sambas 01 39 x 5 -3 Tambatan
Sambas 02 24 x 7 -3 Tambatan
Telok Air 38 x 8 -4 Tambatan
Ketapang Kayu 01 50 x 7 -3 Tambatan
Ketapang Kayu 02 45 x 7 -3 Tambatan
Ketapang Kayu 03 53 x 7 -3 Tambatan
Ketapang Kayu 04 40 x 4 -3 Tambatan
Ketapang Kayu 05 30 x 7 -3 Tambatan

Tabel 6.18: Fasilitas Bongkar Muat Pelabuhan Pontianak


Nama Peralatan Jumlah (unit) Kapasitas
Container Crane 1 30,5 ton
Mobile Crane 1 50 ton
(2 unit) 1 25 ton
2 5 ton
Forklift
4 3 ton
(12 unit)
6 2 ton
Head Truck 7 40 ton
Chassis 8 40’

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 208


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Nama Peralatan Jumlah (unit) Kapasitas
(11 unit) 3 20’
Top Loader 3 40 ton
Side Loader 2 15 ton
(3 unit) 1 7 ton
Super Stacker 2 45 ton

Tabel 6.19 : Proyeksi Demand Pelabuhan Pontianak


Jml Eff.
Jml
Jml Hari Berth Produktivitas Jml Panjang
No. Tahun Eff.
Container Kerja/ Ocupancy Crane/Hari Crane/Hari Kapal
Jam
Tahun
1. 2015 250,000 360 21 80% 15 2.31 289.35
2. 2020 300,000 360 21 80% 20 3.47 434.03
3. 2025 900,000 360 21 80% 20 6.25 781.25
Sumber: Hasil Analisis, 2012

Tabel 6.20 : Proyeksi Konfigurasi Kapal Pelabuhan Pontianak


Jumlah Konfigurasi Kapal di Dermaga Panjang
Panjang Dermaga
35000 25000 15000 6000 2000 700
Dermaga Perlu
DWT DWY DWT DWT DWT DWT
(m)
289.35 1 3 322
434.03 2 4 477
781.25 1 3 6 835
Sumber: Hasil Analisis, 2012

Tabel 6.21 : Penanganan Pelabuhan Pontianak


Pelabuhan 2015 2020 2025
- Penambahan - Penambahan - Penambahan
container crane container crane container crane
menjadi 3 unit menjadi 5 unit menjadi 7 unit
- Penambahan - Penambahan - Penambahan
Pelabuhan panjang dermaga panjang dermaga panjang dermaga
Pontianak menjadi 322 m menjadi 477 m menjadi 835 m
-Pengerukan Sungai -Pengerukan -Pengerukan Sungai
Kapuas hingga Sungai Kapuas Kapuas hingga
kedalaman 6 m hingga kedalaman 7 m
kedalaman 6 m

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 209


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
D. Provinsi Kalimantan Tengah
1. Pelabuhan Sampit
Pelabuhan Sampit mulai berdiri sekitar tahun 1914 dan berfungsi
sebagai pelabuhan komersial pada tahun 1958. Pada awal bersidirinya
Pelabuhan Sampit dikaitkan dengan perkembangan industri kayu yang
di produksi oleh suatu perusahaan Belanda sehingga dijuluki
HAUTBEDRIJVEN sebelum akhirnya mengekspor kayu log.
Pelabuhan Sampit memiliki fasilitas yang mendukung kelancaran
transportasi laut sejalan dengan beberapa perbaikan yang telah
dilakukan sehingga mejadikan Pelabuhan Sampit pelabuhan yang
mengekspor komoditi seperti kayu olahan, plawood, karet, cangkang ,
kernel dan lain sebagainya.
Perkembangan tetap berlanjut diikuti oleh rencana pemerintah dengan
pengoperasian kontainer, penyediaan kapal khusus penumpang oleh
PELNI dan peningkatan transportasi antar pulau dan samudra serta
pembangunan terminal curah cair CPO.
Dalam menghadapi era globalisasi, Pelabuhan Sampit telah
menyiapkan pengembangan di Bagendang. Kawasan ini
dikembangkan untuk Terminal Petikemas, Curah Cair, Serta General
Cargo juga dilengkapi dengan fasilitas pergudangan dan perkantoran
dimungkinkan dalam masa datang sebagai sebagai pintu masuk utama
Kalimantan Tengah.
Pelabuhan Sampit membawahi 3 (tiga) pelabuhan kawasan yaitu
Pelabuhan Samuda, Pelabuhan Pagatan-Mendawai dan Pelabuhan
Kuala Pembuang.

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 210


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Gambar 6.12: Rencana Pengembangan Pelabuhan Bagendang-Sampit

Tabel 6.22 : Proyeksi Demand Pelabuhan Bagendang-Sampit


Jml Eff.
Jml Jml
Jml Hari Berth Produktivitas Panjang
No. Tahun Eff. Crane/
Container Kerja/ Ocupancy Crane/Hari Kapal
Jam Hari
Tahun
1. 2015 50,000 360 21 80% 15 0.46 57.87
2. 2020 150,000 360 21 80% 20 1.04 130.21
3. 2025 300,000 360 21 80% 20 2.08 260.42
Sumber: Hasil Analisis, 2012

Tabel 6.23: Proyeksi Konfigurasi Kapal Pelabuhan Bagendang-Sampit


Jumlah Konfigurasi Kapal di Dermaga Panjang
Dermaga
35000 25000 15000 6000 2000 700
Perlu
DWT DWY DWT DWT DWT DWT
(m)
1 101
2 167
2 1 279
Sumber: Hasil Analisis, 2012

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 211


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Tabel 6.24 : Penanganan Pelabuhan Bagendang-Sampit
Pelabuhan 2015 2020 2025
- Penambahan - Penambahan - Penambahan
container crane panjang container crane
menjadi 1 unit dermaga menjadi 2 unit
Pelabuhan - Penambahan menjadi 167 m - Penambahan
Bagendang-Sampit panjang dermaga panjang
menjadi 101 m dermaga
menjadi 279 m

2. Pelabuhan Kumai
Pelabuhan Kumai terletak pada kota Kumai dan masuk ke dalam
wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Kotawaringin Barat Propinsi
Kalimantan Tengah. Pelabuhan Kumai merupakan pelabuhan kelas-3
dalam jajaran cabang Pelindo III.Cabang Pelabuhan III Kumai
mengelola Pelabuhan Umum dan Pelabuhan Kawasan:
a. Pelabuhan Panglima Utar, Kumai
Pelabuhan Panglima Utar memiliki fasilitas panjang dermaga 225
meter dengan lebar 10 M konstruksi beton, diperuntukkan untuk
kapal penumpang, kapal RoRo, kapal General Cargo (Barang
Curah), dan Peti Kemas Konvensional. Kepadatan yang sangat
tinggi untuk arus peti kemas, menuntut perluasan lahan atau
pengembangan lebih lanjut.
b. Pelabuhan Kawasan Pangkalan Bun
Pelabuhan Kawasan Pangkalan Bun memiliki dermaga sepanjang
86 meter, lebar 6 meter dengan konstruksi kayu ulin. Secara umum
disinggahi kapal tipe PELRA, dan secara fisik terjadi banyak
penurunan fasilitas yang membutuhkan pemeliharaan
berkelanjutan.
c. Pelabuhan Kawasan Sukamara
Pelabuhan Kawasan Sukamara memiliki dermaga sepanjang 25
meter, lebar 6 meter dengan konstruksi kayu. Disinggahi kapal
kayu PELRA ukuran rata-rata 300 Grt, dan sebagian besar kapal
justru tambat di dermaga pinggiran.
d. Pelabuhan Bumiharjo
Pelabuhan CPO Bumiharjo memiliki 4 unit Dolphin dan dermaga
kayu (cat walk) sepanjang 20 meter. Mengantisipasi lonjakan
produk CPO dan turunannya, serta pengembangan dermaga multi
fungsi dan pet1 kemas, kebutuhan pengembangan sangat nyata.
Tahun 2007 dalam proses pengerjaan untuk Dermaga

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 212


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Multipurpose yang ditujukan untuk bongkar muat peti kemas dan
barang general cargo/curah.
Realisasi kunjungan kapal tahun 2010 mencapai 3.191 Unit dan
3.918.960 GT atau masing-masing 97 % dan 105 % dari anggaran
tahun 2010. Hal ini disebabkan adanya perubahan pola angkutan
barang dengan menggunakan kapal yg ber GT lebih besar guna
efisiensi muatan sehingga jumlah GT bertambah namun dalam unit
berkurang.
Sedangkan realisasi arus barang tahun 2010 mencapai 2.288.941 Ton
dan 312.927 M³ atau masing-masing 98 % dan 80 % dari anggaran
tahun 2010. Hal ini disebabkan adanya perubahan pola pengiriman
barang yang semula dari general cargo beralih ke petikemas dan
telah beroperasinya 3 (tiga) pelabuhan swasta di luar DLKR/DLKP
namun berlokasi dekat dengan Pelabuhan Bumiharjo dan berada satu
DAS dengan Pelabuhan Kumai yang menawarkan tarif yang responsif
dan kemudahan prosedur pelayanan sehingga kapal-kapal general
cargo dengan ukuran 1500 DWT banyak beralih ke sana

Gambar 6.13 : Rencana Pengembangan Pelabuhan Bumiharjo-Kumai

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 213


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Tabel 6.25 : Proyeksi Demand Pelabuhan Bumiharjo-Kumai
Jml Eff.
Jml Jml
Jml Hari Berth Produktivitas Panjang
No. Tahun Eff. Crane/
Container Kerja/ Ocupancy Crane/Hari Kapal
Jam Hari
Tahun
1. 2015 50,000 360 21 80% 15 0.46 57.87
2. 2020 150,000 360 21 80% 20 1.04 130.21
3. 2025 300,000 360 21 80% 20 2.08 260.42
Sumber: Hasil Analisis, 2012
Tabel 6.26 : Proyeksi Konfigurasi Kapal
Pelabuhan Bumiharjo-Kumai
Jumlah Konfigurasi Kapal di Dermaga Panjang
Panjang Dermaga
35000 25000 15000 6000 2000 700
Dermaga Perlu
DWT DWY DWT DWT DWT DWT
(m)
23.15 1 101
43.40 1 101
86.81 1 101
Sumber: Hasil Analisis, 2012

Tabel 6.27 : Penanganan Pelabuhan Bumiharjo-Kumai


2015 2020 2025
Pelabuhan
- Penambahan - -
container crane
menjadi 1 unit
Pelabuhan - Penambahan
Bumiharjo-Kumai panjang
dermaga
menjadi 101 m

3. Pelabuhan Pulang Pisau


Pelabuhan Pulang Pisau mempunyai 2 (dua) kawasan yang terletak
sebagian di daratan Kalimantan Tengah. Posisi koordinat dari
Pelabuhan Pulang Pisau dan kawasannya sebagai berikut :
a. Pelabuhan Pulang Pisau yang lokasinya terletak pada posisi
koordinat 02°-46’-00”LS dan 114°15’-16” BT untuk luas daratan
± 580.500 m2 Sertifikat HPL No.1 sesuai dengan SK BPN Nomor
207/HPL/BPN/89 tanggal 30 Nopember 1989;
b. Pelabuhan Kawasan Kuala Kapuas terletak pada posisi koordinat
02°-57’-02”LS dan 114°-27’-02” BT dengan areal ± 7.500 m2;

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 214


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
c. Pelabuhan Kawasan Bahaur berada di Tanjung Perawan terletak
pada posisi koordinat geografis 03°-12’-01” LS dan 114°-08’-28”
BT dengan luas areal 500.000 m2. Di bagian Timur Kalimantan
Tengah terdapat tak kurang dari 3 (tiga) sungai besar : Kahayan
sepanjang 600 km, Kapuas sepanjang 600 km dan Barito
sepanjang 900 km. Kanal-kanal penghubung daerah aliran sungai
terdapat di Kapuas Murung (66,375 km), Anjir Serapat (28 km),
Anjir Kelampan (14 km), Anjir Basarang (24 km) dan Anjir
Tamban (25 km).
Pelabuhan Pulang Pisau memiliki fasilitas sebagai berikut:
a. Pelayanan Jasa Barang
1) Dermaga seluas 1980 m2
2) Gudang penumpukan seluas 980 m2
3) Lapangan penumpukan 1000 m2
b. Pengusahaan Alat-Alat
1) Pengusahaan PMK sebanyak 1 unit
c. Pengusahaan TBAL
1) Tanah daratan seluas 32.114 m2
2) Tanah perairan seluas 43.530 m2
d. Fasilitas Rupa-Rupa Usaha
1) Gate pas pelabuhan dan retribusi sebanyak 1 unit

Dari hasil wawancara dengan pihak Pellindo didapatkan bahwa


pengembangan Pelabuhan Pulang pisau akan difokuskan kepada
pengembangan pelabuhan khusus aspal.

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 215


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
BAB VII
KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diambil dari studi ini adalah sebagai berikut:
1 MP3EI mendorong adanya upaya Percepatan, Perluasan dan Pembangunan
Ekonomi di Koridor Kalimantan yang merupakan pusat produksi dan
pengolahan hasil tambang dan lumbung energi nasional.
2 Komoditas-komoditas utama terkait MP3EI di Kalimantan di antaranya
adalah CPO, Batubara, Migas, Besi, Bauksit dan Perkayuan
3 Sesuai dengan visi MP3EI bahwa komoditas yang diekspor bukan
merupakan bahan mentah, maka komoditas batubara tersebut diolah dulu
sehingga menjadi komoditas yang bernilai lebih tinggi, seperti: Batubara
mutu tinggi, Liquefaction, Gasification, Kokas dan Karbon Aktif
4 Sesuai dengan visi MP3EI bahwa komoditas yang diekspor bukan
merupakan bahan mentah, maka komoditas CPO tersebut diolah dulu
sehingga menjadi komoditas yang bernilai lebih tinggi, seperti: Minyak
goreng dalam kemasan, margarin, sabun, glyserin, bungkil, minyak inti
sawit (Palm Kernel Oil), Tepung tempurung, Briket arang, karbon aktif,
bahan selulosa, fatty acid dan tentu saja dalam bentuk CPO
5 Sesuai dengan visi MP3EI bahwa komoditas yang diekspor bukan
merupakan bahan mentah, maka komoditas bauksit tersebut diolah dulu
sehingga menjadi komoditas yang bernilai lebih tinggi, seperti:alumina dan
alumunium
6 Sesuai dengan visi MP3EI bahwa komoditas yang diekspor bukan
merupakan bahan mentah, maka komoditas perkayuan tersebut diolah dulu
sehingga menjadi komoditas yang bernilai lebih tinggi, seperti: kayu bulat,
kayu gergajian, kayu awetan, rotan awetan, rotan olahan, kayu lapis, kayu
lapis laminasi, panel kayu dan veneer.
7 Sesuai dengan visi MP3EI bahwa komoditas yang diekspor bukan
merupakan bahan mentah, maka komoditasbijih besi diolah dulu sehingga
menjadi komoditas yang bernilai lebih tinggi, seperti: Sponge Iron, Pig
Iron, Fe Alloy, Stainless Stell
8 Pengembangan pelabuhan terkait MP3EI di Provinsi Kalimantan Timur
difokuskan pada Pengembangan Pelabuhan Maloy, Terminal Peti Kemas
Kariangau, Pelabuhan Penajam Paser, Pelabuhan Tanjung Isuy, Pelabuhan

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 216


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Tanah Grogot, Pelabuhan Nunukan dan Pelabuhan Palaran. Terkait
pengembangan masing-masing pelabuhan dapat dilihat di lampiran 1.
9 Pengembangan pelabuhan terkait MP3EI di Provinsi Kalimantan Selatan
difokuskan pada Pengembangan Trisakti dan Pelabuhan Mekar Putih
sebagai Pelabuhan Utama. Pelabuhan Simpang Empat Batulicin,
Pelabuhan Stagen, Pelabuhan Sebuku, Pelabuhan Kintap, dan Pelabuhan
Pelaihari sebagai Pelabuhan Pengumpul. Sedangkan Pelabuhan Sungai
Danau, Pelabuhan Pagatan, Pelabuhan Sungai Loban dan Pelabuhan
Gunung Batu Besar sebagai Pelabuhan Pengumpan. Terkait
pengembangan masing-masing pelabuhan dapat dilihat di lampiran 1.
10 Pengembangan pelabuhan terkait MP3EI di Provinsi Kalimantan Barat
difokuskan pada Pengembangan Pelabuhan Samudera di Pulau Temajo,
Optimalisasi Terminal barang dan Penumpang di Pelabuhan Pontianak,
Optimalisasi pemanfaatan pelabuhan barang di Pontianak sebagai
Pelabuhan Utama Sekunder, optimalisasi pemanfaatan pelabuhan barang
di Ketapang, Kendawangan, Sintete, Paloh,Sekura, Telok Air dan Sambas
sebagai pebuhan utama tersier, Optimalisasi pemanfaatan pelabuhan
barang di Telok Batang, Singkawang dan Merbau sebagai pelabuhan
pengumpan regional serta Optimalisasi pemanfaatan pelabuhan barang di
Kakap, Kuala Menpawah sebagai pelabuhan pengumpan lokal. Terkait
pengembangan masing-masing pelabuhan dapat dilihat di lampiran 1.
11 Pengembangan pelabuhan terkait MP3EI di Provinsi Kalimantan Tengah
difokuskan pada Pengembangan Pelabuhan Sampit sebagai pelabuhan
utama, Pengembangan Pelabuhan Kumai, Pelabuhan Pulang Pisau,
Pelabuhan Kuala Kapuas, Pelabuhan Pangkalan Bun dan Pelabuhan
Sukamara sebagai pelabuhan kolektor serta Pelabuhan Kuala Pembuang,
Pegatan Mendawai, Pelabuhan Samuda, Pelabuhan Behaur, Pelabuhan
Kereng Bengkirai, Pelabuhan Natal Kuini, Pelabuhan Teluk Sebangau,
Pelabuhan Kahayan, Pelabuhan Kelanis dan Pelabuhan Rangga Ilung
sebagai pelabuhan pengumpan. Terkait pengembangan masing-masing
pelabuhan dapat dilihat di lampiran 1.

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 217


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
DAFTAR PUSTAKA

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran


Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhan
Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2011 tentang Masterplan Percepatan
dan Perluasan Pembangunan Ekonomi (MP3EI) tahun 2011-2025
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 93 tahun 2011 tentang Rencana
Induk Pelabuhan Sangkulirang/Maloy
Keputusan Menteri Perhubungan No 7 tahun 2010 tentang Rencana Strategis
Kemenhub 2010-2014
Keputusan Dirjen Perhubungan Laut Nomor : UM.002/38/18/DJPL-11
Tentang Standar Kinerja Pelayanan Operasional Pelabuhan
Departemen Perhubungan., 2011, Sistem Transportasi Nasional (Sistranas),
Jakarta.
Departemen Perhubungan., 2011, Rencana Induk Pelabuhan Nasional,
Jakarta.
Direktorat Jenderal Bina Marga, 2010, Rencana Strategis tahun 2010-2014,
Jakarta.
Departemen Perhubungan., 2012, Studi Ulang Tatrawil Provinsi Kalimantan
Selatan dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan
Ekonomi, Jakarta.

Departemen Perhubungan., 2012, Studi Ulang Tatrawil Provinsi Kalimantan


Timur dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan
Ekonomi di Koridor III Kalimantan, Jakarta.

Departemen Perhubungan., 2012, Studi Ulang Tatrawil Provinsi Kalimantan


Barat dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan
Ekonomi, Jakarta.

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 218


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
LAMPIRAN

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 219


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Lampiran 1 : Rencana Pengembangan Pelabuhan
Pelabuhan 2015 2020 2025
1 Modernisasi alat Pengembangan ke Pengembangan ke
bongkar muat Pelabuhan Maloy dan Pelabuhan Maloy
2 Peningkatan kinerja TPK Palaran dan TPK Palaran
Pelabuhan pelabuhan
Samarinda 3 Penambahan
dermaga eksisting

Fasilitas masih - Penambahan - Penambahan


mencukupi container crane container crane
menjadi 4 unit menjadi 5 unit
Pelabuhan Palaran - Penambahan - Penambahan
Samarinda panjang dermaga panjang dermaga
menjadi 477 m menjadi 548 m

- Modernisasi alat Pengembangan ke Pengembangan ke


bongkar muat TPK Kariangau TPK Kariangau
- Peningkatan kinerja
Pelabuhan pelabuhan
Balikpapan

Fasilitas masih Fasilitas masih - Penambahan


mencukupi mencukupi container crane
menjadi 3 unit
Terminal Peti - Penambahan
Kemas Kariangau panjang dermaga
menjadi 393 m

- Modernisasi alat - Modernisasi alat - Penambahan


bongkar muat bongkar muat container crane
- Peningkatan kinerja - Peningkatan kinerja menjadi 1 unit
Pelabuhan Tanah pelabuhan pelabuhan - Penambahan
Grogot dermaga khusus
petikemas
sepanjang 101 m
Fasilitas masih - Penambahan - Penambahan
mencukupi container crane container crane
menjadi 5 unit menjadi 7 unit
Pelabuhan - Penambahan - Penambahan
Banjarmasin panjang dermaga panjang dermaga
menjadi 632 m menjadi 787 m

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 220


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Pelabuhan 2015 2020 2025
- Penambahan - Penambahan - Penambahan
container crane container crane container crane
menjadi 3 unit menjadi 5 unit menjadi 7 unit
- Penambahan panjang - Penambahan - Penambahan
Pelabuhan dermaga menjadi panjang dermaga panjang dermaga
Pontianak 322 m menjadi 477 m menjadi 835 m
- Pengerukan Sungai - Pengerukan Sungai - Pengerukan
Kapuas hingga Kapuas hingga Sungai Kapuas
kedalaman 6 m kedalaman 6 m hingga kedalaman
7m
- Penambahan - Penambahan - Penambahan
container crane panjang dermaga container crane
Pelabuhan menjadi 1 unit menjadi 167 m menjadi 2 unit
Bagendang- - Penambahan panjang - Penambahan
Sampit dermaga menjadi panjang dermaga
101 m menjadi 279 m

- Penambahan - -
container crane
menjadi 1 unit
Pelabuhan - Penambahan panjang
Bumiharjo-Kumai dermaga menjadi
101 m

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 221


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Lampiran 2 : Hirarkhi Pelabuhan di Kalimantan

Hirarkhi Pelabuhan di Kalimantan

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 222


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Lampiran 3 : Kinerja Pelabuhan Samarinda

Tabel Kinerja Pelabuhan Samarinda (1)


TAHUN
No. Uraian SAT 2004 2005 2006 2007 2008
1 Utilisasi
1. Tambatan Konvensional
a. Berth Occupancy Ratio (BOR) 66.92 68.86 71.24 68.47 71.01
Samudera % N/A N/A N/A N/A N/A
Nusantara % N/A N/A N/A N/A N/A
Lokal/Rakyat % N/A N/A N/A N/A N/A
Khusus % N/A N/A N/A N/A N/A
b. Berth Through Put (BTP) 2091.23 2268.67 1855.88 1997.30 2234.65
Samudera Ton/M N/A N/A N/A N/A N/A
Nusantara Ton/M N/A N/A N/A N/A N/A
Lokal/Rakyat Ton/M N/A N/A N/A N/A N/A
Khusus Ton/M N/A N/A N/A N/A N/A
2. Tambatan Peti Kemas
a. Berth Occupancy Ratio (BOR) % - - - - -
b. Berth Through Put (BTP) Box/M - - - - -
3. Gudang
a. Shed Occupancy Ratio (SOR) % 15.06 16.12 8.2 4.02 6.86
b. Shed Throuh Put (STP) Ton/M 12 9.12 7,76 5.09 6.72
4. Lapangan Konvensional
a. Yard Occupancy Ratio (YOR) % 86.72 66.78 79.51 79.08 7.65
b. Yard Through Put (YTP) Box/M 84.83 91.4 80.46 80.61 8.14
5. Lapangan Peti Kemas
a. Container Yard Occupancy Ratio (YOR) % - - - - -
b. Container Yard Through Put (YTP) Box/M - - - - -
6. Peralatan
a. Gantry Crane / Container Crane % N/A N/A N/A N/A N/A
b. TT / RTG % N/A N/A N/A N/A N/A
c. Kran Darat % 7.1 11.52 10.26 7.53 10.7
d. Mobil Crane % N/A N/A N/A N/A N/A
e. Shore Crane % N/A N/A N/A N/A N/A
f. Reach Stacker % N/A N/A N/A N/A N/A
g. Top Loader % N/A N/A N/A N/A N/A
h. Side Loader % N/A N/A N/A N/A N/A
i. Wheel Loader % N/A N/A N/A N/A N/A
j. Spreader % N/A N/A N/A N/A N/A
k. Forklift % 1.11 - - - -
l. Head Truck % N/A N/A N/A N/A N/A
m. Chassis % N/A N/A N/A N/A N/A
n. Reefer Plugs % N/A N/A N/A N/A N/A
o. Conveyor % N/A N/A N/A N/A N/A
p. Kapal Pandu % 7.96 7.47 6.29 7.41 8.22
q. Kapal Tunda % 13.55 15.5 9.49 11.35 16.07
r. Kapal Kepil % N/A N/A N/A N/A N/A

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 223


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Tabel Kinerja Pelabuhan Samarinda (2)
TAHUN
No. Uraian SAT 2004 2005 2006 2007 2008
1 Waktu Pelayanan Kapal
1. Luar Negeri
a. WT Jam 13.00 34.80 17.00 6 5
b. AT Jam 4.00 4.00 3.00 4 4
c. PT Jam - - - - -
d. BT Jam 47 34.74 57 126 135.6
NOT Jam 7 3.39 2 50 82.75
ET Jam 38.00 29.41 53.00 73.00 50.85
IT Jam 2 1.94 2 3 2
e. TRT Jam 64.00 73.54 77.00 136.00 144.60
2. Dalam Negeri
a. WT Jam 9 7.33 4 3 2
b. AT Jam 5 5 5 5 4
c. PT Jam - - - - -
d. BT Jam 68 76.46 67 52 65.93
NOT Jam 13 10 3 20 22.73
ET Jam 50 59.21 62 30 41.2
IT Jam 5 7.25 2 2 2
e. TRT Jam 82 88.79 76 60 71.93
2 Produktivitas Bongkar Muat
1. Luar Negeri
a. General Cargo T/G/J 17 - - - -
b. Bag Cargo T/G/J 19 - - - -
c. Unitized T/G/J N/A N/A N/A N/A N/A
d. Curah Kering T/G/J N/A N/A N/A N/A N/A
e. Curah Cair T/J N/A N/A N/A N/A N/A
f. Peti Kemas
UTPK B/C/H - - - - -
Konvensional B/C/H 7 6 - - -
g. TSHB T / Kpl /J 16.04 15 13.71 14.57 33.38
2. Dalam Negeri
a. General Cargo T/G/J 17 17 17 19 19
b. Bag Cargo T/G/J 20 19 20 20 20
c. Unitized T/G/J N/A N/A N/A N/A N/A
d. Curah Kering T/G/J N/A N/A N/A N/A N/A
e. Curah Cair T/J N/A N/A N/A N/A N/A
f. Peti Kemas
UTPK B/C/H - - 1 - -
Konvensional B/C/H 7 6 5 5 7
g. TSHB T / Kpl /J 8.13 12.08 12.04 12.64 19.5

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 224


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Lampiran 4 : Kinerja Pelabuhan Balikpapan

Tabel Kinerja Pelabuhan Balikpapan (1)


SA REALISASI ANGGARAN REALISASI
TREN
No. U R A I A N TU TAHUN TAHUN TAHUN
AN 2010 2011 2011 6: 5 6:4
1 2 3 4 5 6 7 8
I. PELAYANAN KAPAL:
a. Kapal Luar Negri :
1. Turn Round Time(TRT) Jam 45.05 21.00 68.70 327.15 152.52
2. Waiting Time :
a. Waiting Time Net (WTN) Jam 0.19 0.50 0.05 9.86 -
b. Postpone Time ( PT ). Jam 2.37 2.00 23.39 1,169.60 987.01
c. Approach Time ( AT ). Jam 1.74 2.50 6.13 245.23 353.11
d. Waiting Time Gross (WTG) Jam 4.30 5.00 29.57 591.44 688.37
2. Berthing Time ( BT ). Jam 40.75 16.00 39.13 244.55 96.02
a Effective Time ( ET ). Jam 40.75 13.00 39.13 300.98 96.02
b. Not Operating Time (NOT) Jam - 3.00 - - -
c. Idle Time ( IT ) Jam - - - - -
b. Kapal Dalam Negri :
1. Turn Round Time(TRT) Jam 39.83 22.00 49.06 223.00 123.17
2. Waiting Time :
a. Waiting Time Net (WTN) Jam 0.13 0.50 0.07 14.05 -
b. Postpone Time ( PT ). Jam 2.39 2.00 23.45 1,172.52 981.19
c. Approach Time ( AT ). Jam 0.80 2.50 0.82 32.91 102.89
d. Waiting Time Gross (WTG) Jam 3.32 5.00 24.34 486.87 733.33
2. Berthing Time ( BT ). Jam 36.51 17.00 24.72 145.39 67.70
a Effective Time ( ET ). Jam 36.41 13.00 24.72 190.13 67.88
b. Not Operating Time (NOT) Jam 0.10 4.00 - - -
c. Idle Time ( IT ) Jam - - - - -

II. PELAYANAN BARANG :


a. Pelayaran Luar Negri :
1. Kapal General Cargo T/G/J 14.00 14.00 14.00 100.00 100.00
2. Kapal Bag Cargo T/G/J 15.00 15.00 15.00 100.00 100.00
3. Kapal Peti Kemas -
a. Terminal P. Kemas - - - - -
b. Terminal Convensional B/G/J - - - -
c. Curah Cair T/G/J - - - - -
d. Curah Kering T/G/J - - - - -
b. Pelayaran Dalam Negri :
1. Kapal General Cargo T/G/J 14.00 14.00 14.00 100.00 100.00
2. Kapal Bag Cargo T/G/J 15.00 15.00 15.00 100.00 100.00
3. Kapal Peti Kemas -
a. Terminal P. Kemas - - - - -
b. Terminal Convensional B/G/J 10.00 10.00 10.00 100.00 100.00
c. Curah Cair T/G/J - - - - -
d. Curah Kering T/G/J - - - - -
c. Menurut Jenis Pelayaran - -
1. Samudera T/Kpl/Hr 400.00 400.00 400.00 100.00 100.00
2. Nusantara T/Kpl/Hr 200.00 200.00 200.00 100.00 100.00

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 225


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Tabel Kinerja Pelabuhan Balikpapan (2)
SA REALISASI ANGGARAN REALISASI
TREN
No. U R A I A N TU TAHUN TAHUN TAHUN
AN 2010 2011 2011 6: 5 6:4
1 2 3 4 5 6 7 8

III. FASILITAS & PERALATAN


a. Fasilitas
1. Dermaga :
a. B.O.R. % 80.29 67.00 63.68 95.05 79.32
b. B.T.P. T/M 1,925.00 1,897.04 1,532.80 80.80 79.63
2. Gudang :
a. S.O.R. % 37.95 37.00 24.43 66.01 64.36
b. S.T.P. T/M2 35.17 78.11 14.71 18.83 41.81
3. Lapangan :
a. O.S.O.R. % 99.10 97.50 71.72 73.56 72.37
b. O.S.T.P. T/M2 229.85 156.87 114.41 72.93 49.78
b. Peralatan Darat :
1. Kran Darat % 2.56 15.00 3.02 20.13 117.85
2. Reach Stacker % 30.37 15.00 24.33 162.20 80.10
3. Forklift % 8.76 5.00 3.57 71.46 40.77
4. Top Loader % - - - - -
5. Head Truck % - - - - -
6. Bottom Lift % - - - - -
7. Mobil Tronton % 14.06 14.00 22.65 161.78 161.12
8. PMK % 23.32 25.00 30.13 120.52 129.18
9. Transtainer % - - - - -
10. Gantry Crane % - - - - -
c. Peralatan Apung :
1. Kapal Tunda % 33.04 25.00 32.73 130.92 99.06
2. Kapal Pandu. % 21.29 20.00 29.56 147.79 138.87

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 226


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Lampiran 5 : Kinerja Pelabuhan Banjarmasin

Tabel Kinerja Pelabuhan Banjarmasin (1)


TAHUN
No. Uraian SAT 2004 2005 2006 2007 2008
1 Utilisasi
1. Tambatan Konvensional
a. Berth Occupancy Ratio (BOR) 80 72.94 74.73 691.69 736.65
Samudera % - - - - -
Nusantara % - - - - -
Lokal/Rakyat % - - - - -
Khusus % - - - - -
b. Berth Through Put (BTP) 2665.00 1894.00 127.44 748.97 793.16
Samudera Ton/M - - - - -
Nusantara Ton/M - - - - -
Lokal/Rakyat Ton/M - - - - -
Khusus Ton/M - - - - -
2. Tambatan Peti Kemas
a. Berth Occupancy Ratio (BOR) % - - - - -
b. Berth Through Put (BTP) Box/M - - - - -
3. Gudang
a. Shed Occupancy Ratio (SOR) % 477 22.57 14.26 146.86 156.7
b. Shed Throuh Put (STP) Ton/M 160 138 5 49.5 52.72
4. Lapangan Konvensional
a. Yard Occupancy Ratio (YOR) % 13 7.96 6.18 108.6 115.88
b. Yard Through Put (YTP) Box/M 70 57 1.84 26.89 28.64
5. Lapangan Peti Kemas
a. Container Yard Occupancy Ratio (YOR) % - - 6.64 13582.72 14.492.76
b. Container Yard Through Put (YTP) Box/M - - 0.28 28.16 29.99
6. Peralatan
a. Gantry Crane / Container Crane % N/A N/A N/A N/A N/A
b. TT / RTG % N/A N/A N/A 5200.5 5418.92
c. Kran Darat % 14.37 14.37 11.69 158.72 165.39
d. Mobil Crane % N/A N/A N/A N/A N/A
e. Shore Crane % N/A N/A N/A N/A N/A
f. Reach Stacker % N/A N/A N/A N/A N/A
g. Top Loader % N/A N/A N/A N/A N/A
h. Side Loader % N/A N/A N/A N/A N/A
i. Wheel Loader % N/A N/A N/A N/A N/A
j. Spreader % N/A N/A N/A N/A N/A
k. Forklift % 13.86 13.86 5.9 84.76 88.32
l. Head Truck % N/A N/A N/A N/A N/A
m. Chassis % N/A N/A N/A N/A N/A
n. Reefer Plugs % N/A N/A N/A N/A N/A
o. Conveyor % N/A N/A N/A N/A N/A
p. Kapal Pandu % 6.89 6.89 16.86 204.03 215.05
q. Kapal Tunda % 19.17 19.17 16.8 - -
r. Kapal Kepil % 14.14 14.14 16.53 271.69 290.07

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 227


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Tabel Kinerja Pelabuhan Banjarmasin (2)
TAHUN
No. Uraian SAT 2004 2005 2006 2007 2008
1 Waktu Pelayanan Kapal
1. Luar Negeri
a. WT Jam 1.00 1.00 4.00 3.2 3.26
b. AT Jam 6.00 4.00 5.00 11.6 11.83
c. PT Jam 3.00 2.00 5.00 9.20 9.38
d. BT Jam 16 15 57 156.2 159.32
NOT Jam 10.25 - 30 90.7 92.51
ET Jam 14.13 - 25.00 61.90 63.14
IT Jam 1.3 - 2 3.6 3.67
e. TRT Jam 26.00 22.00 71.00 180.20 183.80
2. Dalam Negeri
a. WT Jam 1 2 6 2.5 2.55
b. AT Jam 5 6 9 9.83 10.03
c. PT Jam 2 3 11 3.67 3.74
d. BT Jam 22 20 72 50.66 51.67
NOT Jam 20.75 - 37 21.83 22.27
ET Jam 19.54 - 33 16.83 17.17
IT Jam 1.67 - 2 12 12.24
e. TRT Jam 30 31 98 66.66 67.99
2 Produktivitas Bongkar Muat
1. Luar Negeri
a. General Cargo T/G/J 22 22 15.27 106.91 113.65
b. Bag Cargo T/G/J - - 0.76 - -
c. Unitized T/G/J - - - - -
d. Curah Kering T/G/J 116 - 108.75 675 717.53
e. Curah Cair T/J - - - - -
f. Peti Kemas - - - - -
UTPK B/C/H - - - - -
Konvensional B/C/H - - - - -
g. TSHB T / Kpl /J - - - - -
2. Dalam Negeri
a. General Cargo T/G/J 22 19 16.66 100.6 106.94
b. Bag Cargo T/G/J 18 21 9.83 302 321.03
c. Unitized T/G/J - - - - -
d. Curah Kering T/G/J 49.83 - 67.08 850 903.55
e. Curah Cair T/J - - - - -
f. Peti Kemas - - - - -
UTPK B/C/H - - - - -
Konvensional B/C/H - - 0.21 - -
g. TSHB T / Kpl /J - - - - -

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 228


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Lampiran 6 : Kinerja Pelabuhan Pontianak

Tabel Kinerja Pelabuhan Pontianak (1)


TAHUN
No. Uraian SAT 2004 2005 2006 2007 2008
1 Utilisasi
1. Tambatan Konvensional
a. Berth Occupancy Ratio (BOR)
Samudera % N/A N/A N/A N/A N/A
Nusantara % 74.03 69.50 67.88 72.10 72.05
Lokal/Rakyat % N/A N/A N/A N/A N/A
Khusus % N/A N/A N/A N/A N/A
b. Berth Through Put (BTP)
Samudera Ton/M N/A N/A N/A N/A N/A
Nusantara Ton/M 1942.93 1718.50 1910.26 2183.49 2387.22
Lokal/Rakyat Ton/M N/A N/A N/A N/A N/A
Khusus Ton/M N/A N/A N/A N/A N/A
2. Tambatan Peti Kemas
a. Berth Occupancy Ratio (BOR) % 61.96 60.7 68.41 68.52 85.73
b. Berth Through Put (BTP) Box/M 450.54 421.81 323.13 460.98 427.72
3. Gudang
a. Shed Occupancy Ratio (SOR) % 24.1 21.73 11.49 15.47 48.81
b. Shed Throuh Put (STP) Ton/M 544.85 46.99 33.67 38.74 88.51
4. Lapangan Konvensional
a. Yard Occupancy Ratio (YOR) % 31.62 9.78 13.14 37.76 29.37
b. Yard Through Put (YTP) Box/M 50.48 20.38 40.36 163.2 203.02
5. Lapangan Peti Kemas
a. Container Yard Occupancy Ratio (YOR) % 70.47 45.02 47.41 60.53 91.56
b. Container Yard Through Put (YTP) Box/M 87.94 85.47 90.85 89.23 84.69
6. Peralatan
a. Gantry Crane / Container Crane % N/A N/A N/A N/A N/A
b. TT / RTG % N/A N/A N/A N/A N/A
c. Kran Darat % N/A N/A N/A N/A N/A
d. Mobil Crane % 7.96 370 1086 745.5 566
e. Shore Crane % N/A N/A N/A N/A N/A
f. Reach Stacker % N/A N/A N/A N/A N/A
g. Top Loader % 35.92 8592 5030.5 5055 6619
h. Side Loader % N/A N/A N/A N/A N/A
i. Wheel Loader % N/A N/A N/A N/A N/A
j. Spreader % N/A N/A N/A N/A N/A
k. Forklift % 20.94 20617 177725.5 14688.5 10095.5
l. Head Truck % 32.01 22367.5 20165.5 23001.5 22116
m. Chassis % N/A N/A N/A N/A N/A
n. Reefer Plugs % N/A N/A N/A N/A N/A
o. Conveyor % N/A N/A N/A N/A N/A
p. Kapal Pandu % 22.71 8429.55 9033.49 7280.16 7126.5
q. Kapal Tunda % 47.99 4647.87 4481.8 4705.46 3820.43
r. Kapal Kepil % N/A N/A N/A N/A N/A

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 229


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Tabel Kinerja Pelabuhan Pontianak (2)
TAHUN
No. Uraian SAT 2004 2005 2006 2007 2008
1 Waktu Pelayanan Kapal
1. Luar Negeri
a. WT Jam 0.87 0.76 0.47 0.34 0.44
b. AT Jam 4.11 4.12 4.18 4.27 4.51
c. PT Jam 3.47 7.29 6.39 13.50 29.43
d. BT Jam 26.75 25.23 26.13 27.77 39.94
NOT Jam 6.02 5.93 5.61 7.07 11.16
ET Jam 15.46 16.60 11.68 7.75 10.33
IT Jam 5.27 2.7 8.84 12.95 18.45
e. TRT Jam 35.20 37.40 37.17 45.88 74.32
2. Dalam Negeri
a. WT Jam 0.89 0.89 0.73 0.6 0.85
b. AT Jam 4.14 4.16 4.23 4.25 4.36
c. PT Jam 3.38 15.06 11.4 23.82 92.94
d. BT Jam 41.06 47.77 48.88 50.78 71.56
NOT Jam 10.23 10.3 9.78 13.66 23.19
ET Jam 23.24 19.35 21.09 14.86 19.02
IT Jam 7.59 18.12 18.01 22.26 29.35
e. TRT Jam 49.47 67.88 65.24 79.45 169.71
2 Produktivitas Bongkar Muat
1. Luar Negeri
a. General Cargo T/G/J 23.85 18.93 25.96 24.62 19.36
b. Bag Cargo T/G/J 36.56 34.08 37.72 28.93 28.07
c. Unitized T/G/J N/A N/A N/A N/A N/A
d. Curah Kering T/G/J N/A N/A N/A N/A N/A
e. Curah Cair T/J 163.26 - 175 - -
f. Peti Kemas
UTPK B/C/H 22.43 19.35 17.39 19.18 13.97
Konvensional B/C/H 14.34 15.6 14.79 16.27 12.69
g. TSHB T / Kpl /J N/A N/A N/A N/A N/A
2. Dalam Negeri
a. General Cargo T/G/J 21.5 21.77 19.41 22.83 22.75
b. Bag Cargo T/G/J 29.98 30.55 30.74 31.1 33.34
c. Unitized T/G/J N/A N/A N/A N/A N/A
d. Curah Kering T/G/J N/A N/A N/A N/A N/A
e. Curah Cair T/J 140.91 182.47 215.45 - -
f. Peti Kemas
UTPK B/C/H 22.43 19.35 17.39 19.18 19.18
Konvensional B/C/H 14.34 15.6 14.79 16.27 16.27
g. TSHB T / Kpl /J N/A N/A N/A N/A N/A

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 230


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Lampiran 7 : Kinerja Pelabuhan Eksisting (BOR)

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 231


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Lampiran 8 : Kinerja Pelabuhan Eksisting (YOR)

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 232


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Lampiran 9 : Kinerja Pelabuhan Eksisting (Turn Around Time)

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 233


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Lampiran 10 : Photo Hasil Survey Pelabuhan

Pelabuhan Kumai

Kondisi Jaringan Jalan Menuju Pelabuhan Kumai

Kantor PT. Pelindo III Cabang Kumai

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 234


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Kondisi Jalan di Depan Pelabuhan Kumai

Kantor Adpel Cabang Kumai

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 235


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Lapangan Penumpukan Pelabuhan Kumai

Lapangan Penumpukan Pelabuhan Kumai

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 236


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Demaga Pelabuhan Kumai

Aktivitas Bongkar Muat di Pelabuhan Kumai

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 237


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Kondisi Gudang

Terminal Penumpang

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 238


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Pelabuhan Balikpapan

Kantor Cabang PT Pelindo III Balikpapan

Gudang dan Lapangan Penumpukan

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 239


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Dermaga dan Lapangan Penumpukan

Jaringan Jalan dan Pintu Masuk Pelabuhan

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 240


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Terminal Untuk Kepentingan Sendiri (Tuks) PT. Pertamina

Kondisi Sirkulasi Kendaraan yang Padat

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 241


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Kapal Roro Pengangkut Kendaraan dan Alat Berat

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 242


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Pelabuhan Tanah Grogot

Dermaga Pelabuhan Tanah Grogot

Lapangan Penumpukan yang Sepi Pelabuhan Tanah Grogot

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 243


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Aktivitas Bongkar Muat Pelabuhan Tanah Grogot

Dermaga Pelabuhan Tanah Grogot

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 244


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Gudang Penyimpanan Pelabuhan Tanah Grogot

Lapangan Parkir Pelabuhan Tanah Grogot

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 245


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Pelabuhan Bagendang Sampit

Kondisi jaringan jalan dari dan ke pelabuhan yang rusak berat akses Pelabuhan
Bagendang Sampit

Mobil Tangki CPO yang mogok karena jalan rusak berat akses Pelabuhan
Bagendang Sampit

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 246


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Kemacetan karena jalan rusak berat akses Pelabuhan Bagendang Sampit

Fasilitas penampungan curah cair CPO Pelabuhan Bagendang Sampit

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 247


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Fasilitas lapangan penumpukan Pelabuhan Bagendang Sampit

Dermaga Pelabuhan Bagendang Sampit

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 248


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Lapangan penumpukan Pelabuhan Bagendang Sampit

Aktivitas Bongkar Curah Cair CPO Pelabuhan Bagendang Sampit

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 249


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Lapangan Penumpukan dan Fasilitas Curah Cair
Pelabuhan Bagendang Sampit

Lapangan penumpukan Pelabuhan Bagendang Sampit

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 250


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Lapangan penumpukan Pelabuhan Bagendang Sampit

Lapangan penumpukan Pelabuhan Bagendang Sampit

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 251


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Pelabuhan Sampit

Aktivitas bongkar muat Pelabuhan Sampit

Dermaga dan aktivitas bongkar muat Pelabuhan Sampit

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 252


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Lapangan penumpukan Pelabuhan Sampit

Kapal PT.Pelni KM. Leuser yang sedang berlabuh Pelabuhan Sampit

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 253


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Kantor PT. Pelindo III Cabang Sampit

Terminal Penumpang Pelabuhan Sampit

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 254


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
Lampiran 11 : Formulir/Kuesioner

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 255


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
KEMENTERIAN PERHUBUNGAN
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
JL. MERDEKA TIMUR NO.5 JAKARTA 10110 TELP. (021) 34832943 FAX. (021) 24832967
(FORMULIR KUESIONER PRODUSEN KOMODITAS)

Nama
: ________________________ Tanggal : ______________________
Instansi

Lokasi : ________________________ Surveyor : ______________________

1. Jenis komoditas yang dihasilkan adalah:


1. Minyak dan gas 2. Batubara 3. Besi dan Baja 4. Bauksit
5. Kelapa Sawit 6. Perkayuan 7. Lainnya..................

2. Pengiriman komoditas dilakukan dengan cara:


1. Dilakukan sendiri 2. Melalui Shipper
3. Melalui Forwarder 4. Lainnya...........

3. Mohon sebutkan pelabuhan eksisting yang digunakan dalam mengirimkan barang


untuk setiap komoditas
1. ........................ 2. ....................... 3. ............................

4. Lima (5) komoditas yang dikirimkan oleh perusahaan

Port of Shipment
Komoditas Moda pengiriman Biaya pengiriman Ket
Dari Ke

5. Berikan rangking secara berurutan dari beberapa faktor pemilihan pelabuhan ini
berdasarkan tingkat kepentingan faktor tersebut dalam proses pengambilan
keputusan yang dilakukan. ( isi dengan angka dari 1-11, di mana 1 adalah paling
penting dan 11 paling tidak penting)

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 1


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
KEMENTERIAN PERHUBUNGAN
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
JL. MERDEKA TIMUR NO.5 JAKARTA 10110 TELP. (021) 34832943 FAX. (021) 24832967
(FORMULIR KUESIONER PRODUSEN KOMODITAS)

Lokasi Pelabuhan

Intensitas / Frekuensi keberangkatan kapal

Efisiensi Pelabuhan (kecepatan dan reabilitas)

Tingkat keamanan barang (kerusakan barang)

Infrastruktur Pelabuhan (Jumlah Berth, crane, terminal, dll)

Kemudahan Berurusan dengan Pihak Pelabuhan (Administrasi, Kontak, dll)

Biaya Pelabuhan

Kemudahan pengiriman dari dan ke pelabuhan

Preferensi untuk jalur pelayaran tertentu

Ketersediaan informasi pengiriman

Besar dan ukuran tambahan dari kemampuan penanganan barang

6. Tolong berikan penilaian dari statemen berikut ini:

Sangat
Sangat Tidak
Statemen Setuju Netral Tidak
Setuju setuju
Setuju

Pemilihan pelabuhan
dilakukan tanpa adanya
proses evaluasi formal

Pemilihan pelabuhan
dilakukan dengan cepat
berdasarkan
pengetahuan dan
pengalaman yang
dimiliki

Pengambilan keputusan
dilakukan dengan
mengeliminasi pilihan
yang kurang baik

Harga adalah

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 2


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
KEMENTERIAN PERHUBUNGAN
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
JL. MERDEKA TIMUR NO.5 JAKARTA 10110 TELP. (021) 34832943 FAX. (021) 24832967
(FORMULIR KUESIONER PRODUSEN KOMODITAS)

Sangat
Sangat Tidak
Statemen Setuju Netral Tidak
Setuju setuju
Setuju
pertimbangan yang
paling utama

Saya bersedia membayar


lebih mahal untuk
pelayanan dan
pengiriman yang lebih
baik

Preferensi untuk jalur


pelayaran tertentu lebih
penting dari preferensi
pelabuhan

Saya cenderung untuk


menghindari pelabuhan
yang sulit untuk diajak
kerjasama atau
komunikasi

Penting untuk pelabuhan


menawarkan jasa online
kepada pelanggan

Penting bagi pelabuhan


untuk terkoneksi dengan
baik dengan moda
transportasi lainnya

Menjaga reputasi
perusahaan dan
kepuasan pelanggan
adalah penting

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 3


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
KEMENTERIAN PERHUBUNGAN
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
JL. MERDEKA TIMUR NO.5 JAKARTA 10110 TELP. (021) 34832943 FAX. (021) 24832967
(FORMULIR KUESIONER SHIPPER DAN FORWARDER)

Nama :
: ________________________ Tanggal
Instansi ______________________
:
Lokasi : ________________________ Surveyor
______________________

1. Tahun pendirian ________________________

2. Tipe Kepemilikan

Swasta (Indonesia) Milik Negara


Joint venture, tolong cantumkan negara asal perusahaan
Semuanya Indonesia
Indonesia dan negara asing, tolong sebutkan ___________________

3. Servis yang ditawarkan (tandai jika ada) serta kontribusi penghasilan terhadap
perusahaan
Besarnya dalam pendapatan total perusahaan
0 - 10% 10 - 20% 20 - 30% 30 - 40% 40 - 50% 60 - 70% 70 - 80% 80 - 90% 90 - 100%
□ Pergudangan □ □ □ □ □ □ □ □ □
□ Perusahaan Truk □ □ □ □ □ □ □ □ □
□ Keagenan □ □ □ □ □ □ □ □ □
□ Pengurusan cukai □ □ □ □ □ □ □ □ □
□ Grosir/eceran □ □ □ □ □ □ □ □ □
□ Industri pengolahan □ □ □ □ □ □ □ □ □
□ Pertanian/Pertambangan □ □ □ □ □ □ □ □ □
□ Perminyakan □ □ □ □ □ □ □ □ □
□ Lainnya, sebutkan
□ □ □ □ □ □ □ □ □
□ □ □ □ □ □ □ □ □

4. Lima (5) komoditas teratas yang dikirimkan oleh perusahaan


Port of Shipment Volume Kargo (MT)
Kargo Utama
Dari Ke 2009 2010 2011
1
2
3
4
5

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 1


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
KEMENTERIAN PERHUBUNGAN
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
JL. MERDEKA TIMUR NO.5 JAKARTA 10110 TELP. (021) 34832943 FAX. (021) 24832967
(FORMULIR KUESIONER SHIPPER DAN FORWARDER)

5. Fasilitas Logistik
Item Jumlah/unit
Truk ____________________ unit
Gudang ____________________ unit

Lahan ____________________ m2
Lainnya (Mohon jelaskan) ________________________________________
________________________________________

6. Volume Kargo yang ditangani

2007 2008 2009 2010 2011


Konvensional/Bulk Cargo dalam MT
Volume Kontainer dalam TEU

7. Mohon memberikan kami tarif angkut Anda dalam kaitannya dengan asal dan
tujuan, untuk 5 komoditas teratas yang ditangani pada tahun 2002.

1 ____________________ biaya: ____________________ □ /MT □


/TEU □ /CuM
2 ____________________ biaya: ____________________ □ /MT □
/TEU □ /CuM
3 ____________________ biaya: ____________________ □ /MT □
/TEU □ /CuM
4 ____________________ biaya: ____________________ □ /MT □
/TEU □ /CuM
5 ____________________ biaya: ____________________ □ /MT □
/TEU □ /CuM

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 2


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
KEMENTERIAN PERHUBUNGAN
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
JL. MERDEKA TIMUR NO.5 JAKARTA 10110 TELP. (021) 34832943 FAX. (021) 24832967
(FORMULIR KUESIONER SHIPPER DAN FORWARDER)

8. Biaya operasi utama pada tahun 2011, Mohon tandai 5 biaya terbesar dan
besarnya dalam biaya pengeluaran total perusahaan.
0 - 10% 10 - 20% 20 - 30% 30 - 40% 40 - 50% 60 - 70% 70 - 80% 80 - 90% 90 - 100%
□ Gaji □ □ □ □ □ □ □ □ □
□ Biaya pengiriman □ □ □ □ □ □ □ □ □
□ Biaya administrasi □ □ □ □ □ □ □ □ □
□ Perawatan dan perbaikan □ □ □ □ □ □ □ □ □
□ Asuransi □ □ □ □ □ □ □ □ □
□ Pajak □ □ □ □ □ □ □ □ □
□ Pembayaran hutang □ □ □ □ □ □ □ □ □
□ Pengoperasian truk □ □ □ □ □ □ □ □ □
□ Klaim Liabilitas □ □ □ □ □ □ □ □ □
□ □ □ □ □ □ □ □ □ □
□ □ □ □ □ □ □ □ □ □

9. Mohon berikan penilaian/rangking secara berurutan dari beberapa faktor


pemilihan pelabuhan ini berdasarkan tingkat kepentingan faktor tersebut dalam
proses pengambilan keputusan yang dilakukan. (isi dengan angka dari 1-11, di
mana 1 adalah paling penting dan 11 paling tidak penting)

Lokasi Pelabuhan

Intensitas / Frekuensi keberangkatan kapal

Efisiensi Pelabuhan (kecepatan dan reabilitas)

Tingkat keamanan barang (kerusakan barang)

Infrastruktur Pelabuhan (Jumlah Berth, crane, terminal, dll)

Kemudahan Berurusan dengan Pihak Pelabuhan (Administrasi, Kontak, dll)

Biaya Pelabuhan

Kemudahan pengiriman dari dan ke pelabuhan

Preferensi untuk jalur pelayaran tertentu

Ketersediaan informasi pengiriman

Besar dan ukuran tambahan dari kemampuan penanganan barang

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 3


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
KEMENTERIAN PERHUBUNGAN
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
JL. MERDEKA TIMUR NO.5 JAKARTA 10110 TELP. (021) 34832943 FAX. (021) 24832967
(FORMULIR KUESIONER SHIPPER DAN FORWARDER)

10. Mohon berikan penilaian dari statemen berikut ini:


Sangat
Sangat Tidak
Statemen Setuju Netral Tidak
Setuju setuju
Setuju
Pemilihan pelabuhan dilakukan
tanpa adanya proses evaluasi
formal
Pemilihan pelabuhan
dilakukan dengan cepat
berdasarkan pengetahuan dan
pengalaman yang dimiliki
Pengambilan keputusan
dilakukan dengan
mengeliminasi pilihan yang
kurang baik
Harga adalah pertimbangan
yang paling utama
Saya bersedia membayar lebih
mahal untuk pelayanan dan
pengiriman yang lebih baik
Preferensi untuk jalur pelayaran
tertentu lebih penting dari
preferensi pelabuhan
Saya cenderung untuk
menghindari pelabuhan yang
sulit untuk diajak kerjasama
atau komunikasi
Penting untuk pelabuhan
menawarkan jasa online kepada
pelanggan
Penting bagi pelabuhan untuk
terkoneksi dengan baik dengan
moda transportasi lainnya
Menjaga reputasi perusahaan
dan kepuasan pelanggan adalah
penting

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 4


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
KEMENTERIAN PERHUBUNGAN
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
JL. MERDEKA TIMUR NO.5 JAKARTA 10110 TELP. (021) 34832943 FAX. (021) 24832967
(FORMULIR SURVEY OPERATOR KAPAL)

Nama : :
Tanggal
Instansi ______________________ ______________________
:
Surveyor : _____________________ Narasumber
_______________________

Jenis Kapal
Pertanyaan ini menggali informasi mengenai jenis kapal yang dimiliki dan digunakan
oleh operator pelayaran beserta spesifikasinya dan kinerjannya.

Kapal Kapal
Keterangan
________________________ ________________________

Nama Kapal

□ Milik Sendiri
□ Milik Sendiri
□ Sewa/ Leasing
□ Sewa/ Leasing
□ Carter:
□ Carter:
Jenis kepemilikan О Per kapal
О Per kapal
kapal
О Per waktu
О Per waktu
О Per perjalanan
О Per perjalanan
□ Lainnya
□ Lainnya __________________
__________________

□ Container □
□ Container □ Penumpang Penumpang
□ Bulker □ Tanker □ Bulker □ Tanker
Tipe kapal
□ Convensional □ Lainnya □ Convensional □ Lainnya
_________ ________
_

□ International □
□ International □ Perintis Perintis
Jenis pelayaran/
□ Antar pulau □ Spesial □ Antar pulau □
shipping service
Spesial
□ Tradisional
□ Tradisional

Kelas kapal

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 1


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
KEMENTERIAN PERHUBUNGAN
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
JL. MERDEKA TIMUR NO.5 JAKARTA 10110 TELP. (021) 34832943 FAX. (021) 24832967
(FORMULIR SURVEY OPERATOR KAPAL)

Kapal Kapal
Keterangan
________________________ ________________________

Panjang (m) Panjang (m)

Lebar (m) Lebar (m)

Tinggi (m) Tinggi (m)

Keb. Max Keb. Max


Ukuran kapal
Draft (m) Draft (m)

GT GT

DWT DWT

HP HP

___________________ Orang ___________________ Orang


Kapasitas angkut ___________________ TEUs ___________________ TEUs
___________________ MT ___________________ MT

Kapasitas mesin ___________________ HP ___________________ HP

Kecepatan normal ___________________ Knot ___________________ Knot

Apakah kapal ini


□ Tidak □ Tidak
memiliki alat
□ Ya (tolong dijabarkan) □ Ya (tolong dijabarkan)
Bongkar muat sendiri?

Tahun pembuatan
kapal

Nilai asuransi kapal Rp. _______________/ tahun Rp. _______________/ tahun

Biaya sewa : Rp
Biaya sewa : Rp ____________
____________

Tahun sewa : _______________ Tahun sewa : ______________

Biaya sewa dan tahun Jenis penyewaan kapal : Jenis penyewaan kapal :
penyewaan
□ Per tahun □ Per tahun
□ Per perjalanan □ Per perjalanan
□ Lainnya □ Lainnya
__________________________ __________________________

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 2


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
KEMENTERIAN PERHUBUNGAN
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
JL. MERDEKA TIMUR NO.5 JAKARTA 10110 TELP. (021) 34832943 FAX. (021) 24832967
(FORMULIR SURVEY OPERATOR KAPAL)

Kapal Kapal
Keterangan
________________________ ________________________

Apakah kapal ini


disewa atau dibeli
□ Indonesia □ Indonesia
Dari perusahan luar
negeri atau □ Luar negeri (negara ________) □ Luar negeri (negara _______)

Perusahaan Indonesia?

□ Indonesia : _____ orang □ Indonesia : ____ orang


Total awak kapal □ Non Indonesia : _____ orang □ Non Indonesia : ____ orang
□ Total : _____ orang □ Total : ____ orang

• Komoditas : ____________ • Komoditas : ____________

• Volume : ____________ • Volume : ___________


□ MT □ TEUs □ CuM □ MT □ TEUs □ CuM
□ Pax □ Pax
• Pelabuhan bongkar : ________ • Pelabuhan bongkar : _______

• Pelabuhan muat : ________ • Pelabuhan muat : _______

• Komoditas : ____________ • Komoditas : ____________


• Volume : ____________ • Volume : ___________
□ MT □ TEUs □ CuM □ MT □ TEUs □ CuM
3 komoditas utama □ Pax □ Pax
yang dilayani
• Pelabuhan bongkar : ________ • Pelabuhan bongkar : _______
• Pelabuhan muat : ________ • Pelabuhan muat : _______

• Komoditas : ____________ • Komoditas : ____________


• Volume : ____________ • Volume : ___________
□ MT □ TEUs □ CuM □ MT □ TEUs □ CuM
□ Pax □ Pax
• Pelabuhan bongkar : ________ • Pelabuhan bongkar : _______
• Pelabuhan muat : ________ • Pelabuhan muat : _______

Total volume angkut __________________ MT/ year __________________ MT/ year


per tahun ______________Passenger/ year _____________Passenger/ year

Jumlah total perjalanan


per tahun

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 3


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
KEMENTERIAN PERHUBUNGAN
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
JL. MERDEKA TIMUR NO.5 JAKARTA 10110 TELP. (021) 34832943 FAX. (021) 24832967
(FORMULIR SURVEY OPERATOR KAPAL)

Kapal Kapal
Keterangan
________________________ ________________________

• karena rusak : _______ hari • karena rusak : ______ hari


Jumlah hari kapal yang • karena tidak ada muatan : • karena tidak ada muatan :
menganggur ___________ hari ___________ hari
Per tahun • karena perbaikan : • karena perbaikan :
___________ hari ___________ hari

• Di laut : ________hari • Di laut : _______ hari


Hari operasi kapal
• Di pelabuhan : ________ hari • Di pelabuhan : _______hari

Berapa kali kapal • Dalam 3 tahun terakhir : • Dalam 3 tahun terakhir :


dikirim ke galangan ______________ kali ______________ kali
Kapal untuk perbaikan/ • Dalam 5 tahun terakhir : • Dalam 5 tahun terakhir :
maintenance ______________ kali ______________ kali

Nama dan lokasi • Nama : __________________ • Nama : _________________


galangan kapal • Lokasi : __________________ • Lokasi : _________________

Rata – rata waktu


• Dock time : ________ hari • Dock time : _______ hari
untuk maintenance
• Floating time : ________ hari • Floating time : _______ hari
Di galangan kapal

Frekuensi pebaikan/ • Hull/ deck : ___ kali/ tahun • Hull/ deck : __ kali/ tahun
maintenance • Mesin : ___ kali/ tahun • Mesin : __ kali/ tahun
besar • Total : ___ kali/ tahun • Total : __ kali/ tahun

Total pengeluaran
Rp. ________________ / tahun Rp. ________________ / tahun
untuk gaji crew

Total pengeluaran
untuk kapal
(spare part, Rp. ________________ / tahun Rp. ________________ / tahun
maintenance, BBM,
dll)

Total fixed cost


( tanpa pengeluaran Rp. ________________/ bulan Rp. ________________/ bulan
untuk operasi)

Biaya asuransi tahunan Rp. ________________/ tahun Rp. ________________/ tahun

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 4


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
KEMENTERIAN PERHUBUNGAN
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
JL. MERDEKA TIMUR NO.5 JAKARTA 10110 TELP. (021) 34832943 FAX. (021) 24832967
(FORMULIR SURVEY OPERATOR KAPAL)

Kapal Kapal
Keterangan
________________________ ________________________

Biaya perbaikan
Rp. ________________/tahun Rp. ________________/tahun
tahunan

Biaya administrasi
Rp. _______________/ ______ Rp. _______________/ ______
kapal

Biaya pelabuhan
(buang sauh, sandar, Rp. _______________ Rp. _______________
kapal pandu)

Biaya buruh pelabuhan


Rp. ________________/tahun Rp. ________________/tahun
per tahun

Konsumsi bahan bakar • Volume : _____ MT/tahun • Volume : ____ MT/tahun


per tahun • Biaya : Rp. __________ • Biaya : Rp. __________

Biaya agen per


Rp. _______________
panggilan

• ________________ : Rp.
_____________/______
• ________________ : Rp.
Pengeluaran lainnya
_____________/______
• ________________ : Rp.
_____________/______

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 5


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
KEMENTERIAN PERHUBUNGAN
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
JL. MERDEKA TIMUR NO.5 JAKARTA 10110 TELP. (021) 34832943 FAX. (021) 24832967
(FORMULIR SURVEY OPERATOR PELABUHAN)

Nama :
: ____________________ Tanggal
Instansi ________________________
: :
Surveyor Narasumber
_____________________ ________________________

Profil Pelabuhan
a) Nama pelabuhan : _______________________________________
b) Lokasi pelabuhan : _______________________________________
c) Luas Pelabuhan : ____________ Ha

Hinterland Pelabuhan

Mohon disebutkan daerah – daerah mana saja yang menjadi hinterland dari pelabuhan
ini.

Jarak
Daerah Dari Jenis
No. Jenis Kawasan
Hinterland Pelabuhan Komoditas
(km)
□ Kawasan Industri
1 □ Kawasan Perkebunan
□ Lainnya _______________
□ Kawasan Industri
2 □ Kawasan Perkebunan
□ Lainnya _______________
□ Kawasan Industri
3 □ Kawasan Perkebunan
□ Lainnya _______________
□ Kawasan Industri
4 □ Kawasan Perkebunan
□ Lainnya _______________
□ Kawasan Industri
5 □ Kawasan Perkebunan
□ Lainnya _______________
□ Kawasan Industri
 □ Kawasan Perkebunan
□ Lainnya _______________
□ Kawasan Industri
 □ Kawasan Perkebunan
□ Lainnya _______________

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 1


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
KEMENTERIAN PERHUBUNGAN
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
JL. MERDEKA TIMUR NO.5 JAKARTA 10110 TELP. (021) 34832943 FAX. (021) 24832967
(FORMULIR SURVEY OPERATOR PELABUHAN)

Jalan Akses Pelabuhan

Mohon disebutkan dan dijelaskan mengenai jalan – jalan akses dari dan/atau menuju
pelabuhan ini.

Nama Jalan Panjang Lebar Kelas Fungsi Jenis


No. Kondisi
Akses (m) (m) Jalan Jalan Perkerasan
□ Baik
□ Arteri □ Aspal □ Sedang
1
□ Kolektor □ Beton □ Rusak
□ Rusak Berat
□ Baik
□ Arteri □ Aspal □ Sedang
2
□ Kolektor □ Beton □ Rusak
□ Rusak Berat
□ Baik
□ Arteri □ Aspal □ Sedang
3
□ Kolektor □ Beton □ Rusak
□ Rusak Berat
□ Baik
□ Arteri □ Aspal □ Sedang
4
□ Kolektor □ Beton □ Rusak
□ Rusak Berat
□ Baik
□ Arteri □ Aspal □ Sedang
5
□ Kolektor □ Beton □ Rusak
□ Rusak Berat

Fasilitas Pelabuhan & Peralatan


a) Fasiltas Sisi Laut (Sea Side) :
• Port Basin (Kolam Pelabuhan) : _________________ Ha
• Turning Basin (Kolam Putar) : _________________ Ha
• Panjang Break Water : _________________ Meter
• Panjang Channel : _________________ Meter
• Panjang Dermaga : _________________ Meter

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 2


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
KEMENTERIAN PERHUBUNGAN
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
JL. MERDEKA TIMUR NO.5 JAKARTA 10110 TELP. (021) 34832943 FAX. (021) 24832967
(FORMULIR SURVEY OPERATOR PELABUHAN)

b) Fasilitas Sandar :
Berth
Panjang Kedalaman
Kapasitas Occupancy
Jenis Dermaga Dermaga Draft
(unit berth) Ratio
(m) (m)
(BOR)
a. General Cargo
b. Container
c. Penumpang
d. Multi purpose (multi fungsi)
e. Dermaga Khusus :
• Liquid Bulk
• Dry Bulk
• Minyak
• Bahan Kimia
• Lainnya :
• Lainnya :
• Lainnya :
Total

Adapun detail profil dermaga yang terdapat pada pelabuhan ini, yaitu:

Jenis Panjang Kedalaman Peruntukan


No Nama Dermaga
Konstruksi (m) (m) Dermaga
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 3


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
KEMENTERIAN PERHUBUNGAN
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
JL. MERDEKA TIMUR NO.5 JAKARTA 10110 TELP. (021) 34832943 FAX. (021) 24832967
(FORMULIR SURVEY OPERATOR PELABUHAN)

c) Fasilitas Pergudangan (Storage)


• Storage (Gudang) : _____________ m2
• Open Storage (Penyimpanan Terbuka) : _____________ m2
• Container Freight Station (CFS) : _____________ m2
• Container Yard : _____________ m2
• Tangki Minyak : _____________ Unit
• Tangki Minyak Sawit : _____________ Unit
• Tangki Bahan Kimia : _____________ Unit
• Lainnya ___________________ : _____________
• Lainnya ___________________ : _____________
• Lainnya ___________________ : _____________

d) Ketersediaan Peralatan (Equiptment)

Jenis Peralatan Jumlah (Unit) Kapasitas


a. Terminal Service
• Forklift
• Mobile Crane
• Head Truck
• Chassis
• Top Loader
• Spreader
• Hopper Set
• Conveyer Belt
• Lainnya :
• Lainnya :
• Lainnya :
b. Fasilitas Alat Lainnya
• Poluttan Barge
• Water Barge
• Floating Crane
• Oil Barge
• Cargo Barge
• Lainnya :
• Lainnya :
• Lainnya :

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 4


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
KEMENTERIAN PERHUBUNGAN
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
JL. MERDEKA TIMUR NO.5 JAKARTA 10110 TELP. (021) 34832943 FAX. (021) 24832967
(FORMULIR SURVEY OPERATOR PELABUHAN)

e) Fasilitas pandu kapal (Pilotage)


Fasilitas ini merupakan fasilitas untuk memandu kapal yang akan masuk kedalam
pelabuhan, dimana fasilitas ini berfungsi untuk menjamin keselamatan (safety)
kapal selama dalam areal pelabuhan.

Kapasitas
No Jenis Kapal Jumlah Tipe
(Hp)
1 Tug Boat
2 Pilot Boat
3 Mooring Boat
4 Lainnya :
5 Lainnya :
6 Lainnya :

Kinerja Pelabuhan
a) Kinerja Pelayanan Kapal (Ship Service Performance)
Jenis Kapal
Jenis Kinerja
(Jam) International Domestic General Bag Dry Liquid
Container
Ship Ship Cargo Cargo Bulk Bulk
• Turn Around
Time
• Waiting Time
• Approach Time
• Postpone Time
• Berthing Time
• Non Operation
Time
• Berth Working
Time
• Effective Time
• Idle Time

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 5


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
KEMENTERIAN PERHUBUNGAN
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
JL. MERDEKA TIMUR NO.5 JAKARTA 10110 TELP. (021) 34832943 FAX. (021) 24832967
(FORMULIR SURVEY OPERATOR PELABUHAN)

b) Kinerja Bongkar – Muat

Jenis Kinerja
General Cargo Ship
• International (T/G/J)
• Domestic (T/G/J)
Bag Cargo Ship
• International (T/G/J)
• Domestic (T/G/J)
Dry Bulk Ship
• International (T/G/J)
• Domestic (T/G/J)
Liquid Bulk Ship
• International (T/G/J)
• Domestic (T/G/J)
Container Ship
• Container Wharf (B/C/H)
• Conventional Wharf (B/C/H)

c) Kinerja Fasilitas Pelabuhan


Jenis Kinerja
Dermaga
• Berth Occupancy Ratio (BOR) (%)
• Berth Time Productivity (BTP) (Ton/M)
Gudang
• Storage Occupancy Ratio (SOR) (%)
• Storage Time Productivity (STP) (Ton/M)
Yard
• Yard Occupancy Ratio (YOR) (%)
• Yard Time Productivity (YTP) (Ton/M)

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 6


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan
KEMENTERIAN PERHUBUNGAN
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
JL. MERDEKA TIMUR NO.5 JAKARTA 10110 TELP. (021) 34832943 FAX. (021) 24832967
(FORMULIR SURVEY OPERATOR PELABUHAN)

Kebutuhan Data Sekunder

Dalam kegiatan studi ini, maka diperlukan beberapa data sekunder yang akan
digunakan dalam melakukan studi ini yaitu:
1) Peta layout exsisting Pelabuhan (beserta data)
2) Peta layout rencana pelabuhan (beserta data)
3) Data demand pelabuhan
• Bongkar – muat barang, berdasarkan:
o Jenis komoditas
o Jenis kargo (general kargo, container, dry bulk, liquid bulk, dll.)
• Bongkar – muat penumpang.
4) Data traffic pelabuhan (berdasarkan jenis kapal)
5) Data fasilitas pelabuhan (termasuk kinerja fasilitas tersebut)
6) Dokumen rencana pengembangan pelabuhan

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam 7


Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi
Kalimantan

Anda mungkin juga menyukai