Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN ANTARA

A. LATAR BELAKANG
Pemerintah Daerah sebagai elemen pengatur pembangunan perlu mengatur
penataannya wilayahnya, Penataannya didasarkan pada pemahaman potensi dan
keterbatasan alam, perkembangan kegiatan sosial ekonomi yang ada, serta tuntutan
kebutuhan peri kehidupan saat ini dan kelestarian lingkungan hidup di masa yang
akan datang. Upaya pemanfaatan ruang dan pengelolaan lingkungan ini dituangkan
dalam suatu kesatuan rencana tata ruang.
Sesuai dengan Undang-undang No. 27 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, ada
dua komponen utama yang membentuk tata ruang, yakni wujud struktural dan pola
pemanfaatan ruang. Tata ruang mempunyai ukuran kualitas yang bukan semata
menggambarkan mutu tata letak dan keterkaitan hirarkis, baik antar kegiatan maupun
antar pusat, akan tetapi juga menggambarkan mutu komponen penyusunan ruang.
Mutu ruang itu sendiri ditentukan oleh terwujudnya keserasian, keselarasan, dan
keseimbangan pemanfaatan ruang yang mengindahkan faktor daya dukung
lingkungan, fungsi lingkungan, lokasi, dan struktur (keterkaitan jaringan infrastruktur
dengan pusat permukiman dan jasa).
Dalam konteks penyelenggaraan penataan ruang di daerah, dewasa ini Kabupaten
Sidenreng Rappang sebagai suatu daerah otonom sudah memiliki Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten SIdenreng Rappang yang bisa dijadikan panduan
“Guide” untuk pembangunan sebagaimana dimaksud dalam UU. No. 27 Tahun 2007
tentang Penataan Ruang.

I-1
LAPORAN ANTARA

Memasuki pembangunan pada jaman revormasi ini, beberapa permasalahan


penataan ruang cukup mendesak untuk ditangani, terutama pada daerah yang
mempunyai pertumbuhan kegiatan ekonomi cukup tinggi seperti industri,
pertambangan, pertanian serta adanya masalah lingkungan. Keadaan ini perlu
diantisipasi dengan rencana tata ruang yang lebih rinci dan operasional sebagai
pedoman dalam menerbitkan perijinan lokasi. Agar tercipta ruang kota yang aman,
nyaman dan seimbang perlu dilakukan upaya-upaya untuk mewujudkan hal tersebut
yaitu dengan mewujudkan efisiensi pemanfaatan ruang sebagai tempat
berlangsungnya kegiatan-kegiatan ekonomi dan sosial budaya, oleh karena itu
kawasan perkotaan perlu dikelola secara baik dan optimal melalui proses penataan
ruang. Sebagai salah satu proses kegiatan penataan ruang, penyusunan RDTR perlu
diselenggarakan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Rencana Tata Ruang
Wilayah.
Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 dalam pasal 14 menyebutkan bahwa rencana
rinci tata ruang disusun sebagai perangkat operasional rencana umum tataruang.
Rencana rinci tata ruang disusun apabila : 1) rencana umum tata ruang belum dapat
dijadikan dasar dalam pelaksanaan pemanfaatan ruang dan pengendalian
pemanfaatan ruang; dan atau 2) rencana umum tata ruang mencakup wilayah
perencanaan yang luas dan skala peta dalam rencana umum tata ruang tersebut
memerlukan perincian sebelum dioperasionalkan.
Sementara dalam PP No.15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang
dalam pasal 39 mengamanatkan bahwa jangka waktu penyusunan dan penetapan
rencana rinci tataruang paling lama 24 (dua puluh empat) bulan terhitung sejak
pelaksanaan penyusunan rencana rinci tataruang, dan jangka waktu penyusunan dan
penetapan rencana rinci tataruang tidak melebihi masa berakhirnya rencana rinci
tataruang yang sedang berlaku. Sebagaimana amanat UU No.26 Tahun 2007 dan PP
No.15 Tahun 2010, penyusunan dan penetapan rencana rinci tataruang dapat mulai
disusun sejak ditetapkannya Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).
Mengingat pentingnya rencana rinci tata ruang untuk segera disusun dan ditetapkan,
maka kegiatan Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan Peraturan
Zonasi Kota Empagae Kecamatan Wattang Sidenreng demi mendukung terwujudnya
perencanaan, pengawasan, pemanfaatan, dan pengendalian pemanfaatan ruang yang
aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan sesuai dengan amanat Undang-undang
No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

I-2
LAPORAN ANTARA

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan Peraturan Zonasi Kota
Empagae Kecamatan Wattang Sidenreng dilakukan dalam rangka mewujudkan
pemanfaatan ruang secara efektif, efisien, dan berkelanjutan yang diharapkan dapat
memberikan arahan rencana kota yang lebih baik dan dapat menjadi pedoman bagi
pengambil keputusan/kebijakan dalam perkembangan distrik tersebut.

B. TUJUAN DAN SASARAN


1. TUJUAN
Tujuan dari Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan Peraturan
Zonasi Kota Empagae Kecamatan Wattang Sidenreng adalah sebagai berikut:

 Memberikan suatu bentuk perencanaan ruang yang lebih detail/rinci, yang


dapat dimanfaatkan secara optimal sebagai pedoman bagi pembangunan dan
penataan ruang wilayah khususnya di Kawasan Perkotaan secara lebih
terarah, berdayaguna dan berhasilguna serta bekesinambungan;

 Sebagai arahan bagi seluruh stakeholder dalam pengisian pembangunan fisik


kawasan;

 Sebagai pedoman bagi instansi dalam pemberian periijinan kesesuaian


pemanfaatan peruntukan lahan dan pengaturan bangunan yang lebih terarah
dan lebih spesifik;

 Sebagai dasar dalam penyusunan Raperda tentang Rencana Detail Tata


Ruang (RDTR) Kawasan Perkotaan Empagae beserta Peraturan Zonasinya.
2. SASARAN
Sasaran yang ingin dicapai dengan Revisi Penyusunan Rencana Detail Tata
Ruang (RDTR) dan Peraturan Zonasi Kota Empagae Kecamatan Wattang
Sidenreng adalah;

 Terwujudnya rencana detail tata ruang dan zoning regulation yang mengatur
dan mengendalikan pemanfaatan ruang di Kawasan Perkotaan Empagae;

 Terwujudnya keselarasan, keserasian, keseimbangan antara blok-blok


peruntukan dalam kawasan;

 Sebagai acuan bagi kegiatan pemanfaatan ruang dan dasar bagi penebitan
izin pemanfaatan ruang;

I-3
LAPORAN ANTARA

 Mewujudkan keterpaduan program pembangunan antar kawasan maupun


dalam kawasan Kota Empagae.
C. FUNGSI DAN MANFAAT RDTR DAN PERATURAN ZONASI
Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kota Empagae Kecamatan Wattang Sidenreng
dan Peraturan zonasinya akan berfungsi sebagai:
1. Kendali mutu pemanfaatan ruang wilayah kota berdasarkan RTRW;
2. Acuan bagi kegiatan pemanfaatan ruang yang lebih rinci dari kegiatan
pemanfaatan ruang yang diatur dalam RTRW;
3. Acuan bagi kegiatan pengendalian pemanfaatan ruang;
4. Acuan bagi penerbitan izin pemanfaatan ruang; dan
5. Acuan dalam penyusunan RTBL.
Sesangkan secara spesifik Peraturan zonasi bermanfaat sebagai:

1. Penentu lokasi berbagai kegiatan yang mempunyai kesamaan fungsi dan


lingkungan permukiman dengan karakteristik tertentu;

2. Alat operasionalisasi dalam sistem pengendalian dan pengawasan pelaksanaan


pembangunan fisik kabupaten/kota yang dilaksanakan oleh Pemerintah,
pemerintah daerah, swasta, dan/atau masyarakat.

3. Ketentuan intensitas pemanfaatan ruang untuk setiap bagian wilayah sesuai


dengan fungsinya di dalam struktur ruang kota secara keseluruhan; dan

4. Ketentuan bagi penetapan kawasan yang diprioritaskan untuk disusun program


pengembangan kawasan dan pengendalian pemanfaatan ruangnya pada tingkat
BWP atau Sub BWP.

D. MASA BERLAKU PERATURAN ZONASI

Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan Peraturan Zonasi Kota Empagae Kecamatan
Wattang Sidenreng akan berlaku dalam jangka waktu 20 (dua puluh) tahun dan
ditinjau kembali setiap 5 (lima) tahun. Peninjauan kembali RDTR dan peraturan zonasi
dapat dilakukan lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun jika:
1. Terjadi perubahan RTRW Kabupaten Sidenreng Rappang yang mempengaruhi
BWP RDTR; atau

I-4
LAPORAN ANTARA

2. Terjadi dinamika internal di Kabupaten Sidenreng Rappang yang mempengaruhi


pemanfaatan ruang secara mendasar antara lain berkaitan dengan bencana alam
skala besar, perkembangan ekonomi yang signifikan, dan perubahan batas
wilayah daerah.
RDTR disusun apabila:
1. RTRW dinilai belum efektif sebagai acuan dalam pelaksanaan pemanfaatan ruang
dan pengendalian pemanfaatan ruang karena tingkat ketelitian petanya belum
mencapai 1:5.000; dan/atau
2. RTRW sudah mengamanatkan bagian dari wilayahnya yang perlu disusun RDTR -
nya.
Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud tersebut tidak terpenuhi, maka dapat
disusun peraturan zonasi, tanpa disertai dengan penyusunan RDTR yang lengkap.
Wilayah perencanaan RDTR/ Peraturan Zonasi mencakup:
1. Wilayah administrasi.
2. Kawasan fungsional, seperti bagian wilayah kota/subwilayah kota.
3. Bagian dari wilayah kabupaten/kota yang memiliki ciri perkotaan.
4. Kawasan strategis kabupaten/kota yang memiliki ciri kawasan perkotaan, dan/atau
5. Bagian dari wilayah kabupaten /kota yang berupa kawasan pedesaan dan
direncanakan menjadi kawasan perkotaan.
Berikut ini ilustrasi penentuan lingkup wilayah RDTR.

Gambar 1.1. Ilustrasi Lingkup Wilayah RDTR Berdasarkan Wilayah Administrasi


Kecamatan dalam Wilayah Kota

I-5
LAPORAN ANTARA

Gambar 1.2. Ilustrasi Lingkup Wilayah RDTR Berdasarkan Kawasan Fungsional


seperti Bagian Wilayah Kota/Subwilayah

Gambar 1.3. Ilustrasi Lingkup Wilayah RDTR Berdasarkan Bagian dari Wilayah
Kabupaten yang Memiliki Ciri Perkotaan

Gambar 1.4. Ilustrasi Lingkup Wilayah RDTR Berdasarkan Kawasan Strategis


Kabupaten yang Memiliki Ciri Kawasan Perkotaan

I-6
LAPORAN ANTARA

Gambar 1.5. Ilustrasi Lingkup Wilayah RDTR Berdasarkan Bagian dari Wilayah
Kabupaten/Kota yang Berupa Kawasan Perdesaan dan Direncanakan Menjadi
Kawasan Perkotaan

E. KEDUDUKAN RDTR

Sesuai ketentuan Pasal 59 Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang


Penyelenggaraan Penataan Ruang, setiap RTRW kabupaten/kota harus menetapkan
bagian dari wilayah kabupaten/kota yang perlu disusun RDTR-nya. Bagian dari
wilayah yang akan disusun RDTR tersebut merupakan kawasan perkotaan atau
kawasan strategis kabupaten/kota. Kawasan strategis kabupaten/kota dapat disusun
RDTR apabila merupakan:
1. Kawasan yang mempunyai ciri perkotaan atau direncanakan menjadi kawasan
perkotaan; dan
2. Memenuhi kriteria lingkup wilayah perencanaan RDTR yang ditetapkan dalam
pedoman ini.
Kedudukan RDTR dalam sistem perencanaan tata ruang dan sistem perencanaan
pembangunan nasional dapat dilihat pada gambar 1.6.
RDTR disusun apabila sesuai kebutuhan, RTRW kabupaten/kota perlu dilengkapi
dengan acuan lebih detil pengendalian pemanfaatan ruang kabupaten/kota. Dalam hal
RTRW kabupaten/kota memerlukan RDTR, maka disusun RDTR yang muatan
materinya lengkap, termasuk peraturan zonasi, sebagai salah satu dasar dalam
pengendalian pemanfaatan ruang dan sekaligus menjadi dasar penyusunan RTBL
bagi zona-zona yang pada RDTR ditentukan sebagai zona yang penanganannya

I-7
LAPORAN ANTARA

diprioritaskan. Dalam hal RTRW kabupaten/kota tidak memerlukan RDTR, peraturan


zonasi dapat disusun untuk kawasan perkotaan baik yang sudah ada maupun yang
direncanakan pada wilayah kabupaten/kota.
RDTR merupakan rencana yang menetapkan blok pada kawasan fungsional sebagai
penjabaran kegiatan ke dalam wujud ruang yang memperhatikan keterkaitan antar
kegiatan dalam kawasan fungsional agar tercipta lingkungan yang harmonis antara
kegiatan utama dan kegiatan penunjang dalam kawasan fungsional tersebut.
RDTR yang disusun lengkap dengan peraturan zonasi merupakan satu kesatuan yang
tidak terpisahkan untuk suatu BWP tertentu. Dalam hal RDTR tidak disusun atau
RDTR telah ditetapkan sebagai perda namun belum ada peraturan zonasinya sebelum
keluarnya pedoman Nomor 20/PRT/M/2011, maka peraturan zonasi dapat disusun
terpisah dan berisikan zoning map dan zoning text untuk seluruh kawasan perkotaan
baik yang sudah ada maupun yang direncanakan pada wilayah kabupaten/kota.
RDTR ditetapkan dengan perda kabupaten/kota. Dalam hal RDTR telah ditetapkan
sebagai perda terpisah dari peraturan zonasi sebelum keluarnya pedoman Nomor
20/PRT/M/2011, maka peraturan zonasi ditetapkan dengan perda kabupaten/kota
tersendiri.

Gambar 1.6. Kedudukan RDTR/Peraturan Zonasi dalam Sistem Perencanaan Tata


Ruang dan Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional

I-8
LAPORAN ANTARA

Hubungan antara RTRW Kabupaten/Kota, RDTR, dan RTBL serta Wilayah


Perencanaannya dapat dilihat pada gambar 1.7.

Gambar 1.7. Hubungan antara RTRW Kabupaten/Kota, RDTR dan RTBL serta
Wilayah Perencanaannya

F. RUANG LINGKUP PEKERJAAN


1. LINGKUP PEKERJAAN
Lingkup pekerjaan dalam kegiatan ini dibagi menjadi beberapa tahapan yaitu :
a. Tahap Persiapan
Melakukan persiapan pekerjaan antara lain : penyiapan studio, metoda dan
pendekatan pelaksanaan pekerjaan, rencana kerja, persiapan survey, dan
studi awal kawasan.
b. Tahap Pembentukan Tim Penyusun
Menyiapkan tim yang akan bekerja secara simultan dan sinergis.
c. Tahap Pengumpulan data dan informasi
Melakukan kegiatan survei ke lapangan dalam rangka pengumpulan data
primer dan sekunder.
d. Tahap Analisis
Menyusun rencana detail dan zoning kawasan sesuai dengan Pedoman
Penyusunan Ketentuan/Aturan Pemanfaatan Ruang ( Zoning Regulation)
Kawasan yang dikeluarkan oleh Ditjen Penataan Ruang Kementerian

I-9
LAPORAN ANTARA

Pekerjaan Umum. Langkah-langkah yang ditempuh antara lain adalah review


studi/ peraturan, pengklasifikasian kembali mengenai zona yang telah ada,
identifikasi penggunaan lahan dan bangunan, peraturan bagi masing-masing
zona/ sub zona. Menentukan hirarki berdasarkan tingkat gangguan dan
membuat klasifikasi guna lahan, untuk kemudian dielaborasikan dengan
standar kualitas untuk menjadi bahan bagi zoning regulation yang akan dibuat.
khusus untuk pelengkap RDTR berupa peraturan zonasi/ Zoning regulation ini
terdiri dari 5 (lima) bagian yaitu :
1) Ketentuan dan prosedur penentuan zonasi
2) Ketentuan pembangunan yang terdiri dari klasifikasi dan hirarki guna
lahan, aksesori dan perubahannya (diperbolehkan, bersyaratkan,
dilarang); intensitas pemanfaatan ruang; tata massa bangunan; prasarana
eksterior maksimum (standar); dan pengendalian (yang terdiri dari
mekanisme insentif dan disinsentif; eksternalitas negatif; perijinan;
pengawasan; dan penertiban).
3) Kelembagaan yang terdiri dari: instansi/ organisasi, kewenangan, dan
prosedur.
4) Amandemen/perubahan yang terdiri dari: peraturan pembangunan dan
peta zona.
5) Standar-standar.
e. Tahap Perumusan Pengaturan Zonasi
Terdiri dari arahan pembentukan/penetapan zona, ketentuan penggunaan
lahan, ketentuan teknis dan ketentuan khusus, pengendalian pemanfaatan
zona, kelembagaan dan dampak pembangunan.
f. Tahap Penyiapan Proses Legalisasi
Tahap ini mengikutsertakan instansi di lingkup kota yang terkait di bidang
penataan ruang dalam proses pelaksanaan pekerjaan dan menyelenggarakan
forum diskusi atau seminar yang berkaitan dengan kegiatan ini, baik di daerah
maupun pusat.

I - 10
LAPORAN ANTARA

g. Tahap Sosialisasi
Melakukan sosialisasi melalui media cetak, elektronik, penerbitan manual dan
hand out, pembentukan media interaktif untuk menyalurkan aspirasi
masyarakat.
2. DATA DAN FASILITAS PENUNJANG
Penyediaan data dan fasilitas yang disediakan oleh pengguna jasa yang dapat
digunakan dan harus dipelihara oleh penyedia jasa adalah :
1) Kumpulan laporan dan data sebagai hasil studi terdahulu yang dapat dipakai
sebagai referensi oleh penyedia jasa.
2) Tidak disediakan akomodasi dan ruangan kantor sehingga harus disediakan
oleh penyedia jasa.
3) Pengguna jasa akan mengangkat petugas atau wakilnya yang bertindak
sebagai pengawas atau supervisor dalam rangka pelaksanaan jasa
konsultasi.
4) Pedoman Penyusunan Ketentuan/Aturan Pemanfaatan Ruang (RDTR dan
Zoning Regulation).
3. ALIH PENGETAHUAN
Penyedia Jasa diwajibkan untuk berkonsultasi dengan stakeholders yang ada di
daerah dalam rangka alih pengetahuan mengenai substansi pekerjaan. Diskusi
dengan pihak di daerah dilakukan sekurang-kurangnya 1 (satu) kali di daerah
dengan metode-metode alih pengetahuan yang mendorong kepada penguatan
kapasitas stakeholder daerah. Selain itu pihak penyedia jasa juga diharapkan
memprakarsai Diskusi publik sebanyak 1 (satu) kali agar produk yang dihasilkan
dapat disepakati oleh seluruh stakeholder yang bersangkutan.

G. LANDASAN HUKUM

1. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang;


2. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-
Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah;
3. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa;
4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah;

I - 11
LAPORAN ANTARA

5. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan


Perusakan Hutan;
6. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman;
7. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial;
8. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun;
9. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2011 tentang Manajemen dan Rekayasa
Analisis Dampak Serta Manajemen Kebutuhan Lalu Lintas;
10. Undang–Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu
Bara (Minerba);
11. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
12. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup;
13. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian
Pangan Berkelanjutan;
14. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik;
15. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana;
16. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-
Undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung;
17. Undang-Undang Nomor 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air;
18. Undang-Undang Nomor 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan;
19. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan;
20. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional;
21. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tantang Jalan;
22. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;
23. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung;
24. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan;
25. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan;

I - 12
LAPORAN ANTARA

26. Peraturan Pemerintah No. 8 tahun 2013 tentang Ketelitian Peta Rencana Tata
Ruang;
27. Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 2012 tentang Izin Lingkungan;
28. Peraturan Pemerintah No. 38 tahun 2011 tentang Sungai;
29. Peraturan Pemerintah No. 15 tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan
Ruang;
30. Peraturan Pemerintah No 68 tahun 2010 tentang Bentuk dan Tata Cara Peran
Serta Masyarakat Dalam Penataan Ruang;
31. Keputusan presiden Nomor 4 tahun 2009 tentang Badan Koordinasi Penataan
Ruang Nasional;
32. Peraturan Pemerintah No 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional;
33. Peraturan Pemerintah No.41 tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah;
34. Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 2006 tantang Jalan;
35. Peraturan Pemerintah No.16 tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah;
36. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 01/PRT/M/2013 tentang Pelimpahan
Kewenangan Pemberian Persetujuan Substansi Dalam Penetapan Rancangan
Peraturan Daerah Tentang Rencana Rinci Tata Ruang Kabupaten/Kota;
37. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 06/PRT/M/2011 tentang Pedoman
Penggunaan Sumber Daya Air;
38. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 20/PRT/M/2011 tentang Pedoman
Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota;
39. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 20/PRT/M/2010 tentang Pedoman
Pemanfaatan dan Penggunaan Bagian-Bagian Jalan;
40. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 11/PRT/M/2009 tentang Pedoman
Persetujuan Subtansi Dalam Penetapan Rancangan Peraturan Daerah Tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dan Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten/Kota, Beserta Rencana Rincinya;
41. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 12/PRT/M/2009 tentang Pedoman
Penyediaan Dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Non Hijau di Wilayah
Kota/Kawasan Perkotaan;

I - 13
LAPORAN ANTARA

42. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 20/PRT/M/2009 tentang Pedoman Teknis
Manajemen Proteksi Kebakaran di Perkotaan;
43. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 22/PRT/M/2007 tentang Pedoman
Penataan Ruang Kawasan Bencana Longsor;
44. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 41/PRT/M/2007 tentang Pedoman
Kriteria Teknis Perencanaan Tata Ruang Kawasan Budidaya;
45. Peraturan Perumahan Rakyat No. 22/Permen/M/2008 tentang Standar Pelayanan
Minimal Bidang Perumahan Rakyat Daerah Provinsi Dan Daerah Kabupaten/Kota;
46. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 50 Tahun 2009 tentang Pedoman Koordinasi
Penataan Ruang Daerah;
47. Keputusan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana No. 4 tahun 2008
tentang Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana;
48. Standar Nasional Indonesia (SNI) 03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan
Lingkungan Perumahan di Perkotaan.

H. AZAS-AZAS PERENCANAAN
Dalam Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan Peraturan Zonasi Kota
Empagae Kecamatan Wattang Sidenreng, dilakukan dengan memperhatikan berbagai
azas perencanaan, sebagai berikut:
1. Azas Fungsi Utama
Pemanfaatan ruang dilakukan berdasarkan fungsi utama perlindungan dan
budidaya.
2. Azas Fungsi Kawasan dan Kegiatan
Pemanfaatan ruang dilakukan berdasarkan fungsi kawasan dan kegiatan meliputi
kawasan perdesaan, kawasan perkotaan, dan kawasan tertentu.
3. Azas Manfaat
Pemanfaatan ruang secara optimal harus tercermin di dalam penentuan jenjang,
fungsi pelayanan kegiatan, dan sistem jaringan prasarana kota.
4. Azas Keseimbangan dan Keserasian
Dalam dan Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan Peraturan
Zonasi Kota Empagae Kecamatan Wattang Sidenreng harus dapat diciptakan

I - 14
LAPORAN ANTARA

keseimbangan dan keserasian struktur dan pola pemanfaatan ruang bagi


persebaran penduduk antar kawasan serta antar sektor dan dalam satu kesatuan
wawasan nusantara, keseimbangan dan keserasian fungsi dan intensitas
pemanfaatan ruang.
5. Azas Kelestarian Sumber daya Alam dan Lingkungan Hidup
Menciptakan hubungan serasi antar manusia dan lingkungan yang tercermin dari
pola intensitas pemanfaatan ruang. Pemanfaatan ruang dapat pula diartikan
sebagai tindakan pemberian fungsi tertentu pada suatu kawasan.
6. Azas Berkelanjutan
Penataan ruang harus menjamin kelestarian, kemampuan daya dukung sumber
daya alam dengan memperhatikan kepentingan lahir batin antar generasi.
7. Azas Keterbukaan
Setiap orang/pihak dapat memperoleh keterangan mengenai produk rencana serta
proses yang ditempuh dalam penataan ruang.

I - 15

Anda mungkin juga menyukai