Anda di halaman 1dari 110

PENDEKATAN DAN

bab E METODOLOGI
PEKERJAAN

E.1 PENDEKATAN PEKERJAAN


E.1.1 Pendekatan Kebijakan
Penyusunan Materi Teknis RDTR Kabupaten Tapanuli Utara Provinsi Sumatera Utara Tahun
Anggaran 2019 ini merupakan penyusunan rencana tata ruang dengan kedalaman rencana detail
tata ruang (RDTR). Sesuai ketentuan Pasal 59 Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010
tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang, setiap RTRW kabupaten/kota harus menetapkan
bagian dari wilayah kabupaten/kota yang perlu disusun RDTR-nya. Bagian dari wilayah yang
akan disusun RDTR tersebut merupakan kawasan perkotaan atau kawasan strategis
kabupaten/kota. Kawasan strategis kabupaten/kota dapat disusun RDTR apabila merupakan:
kawasan yang mempunyai ciri perkotaan atau direncanakan menjadi kawasan perkotaan; dan
memenuhi kriteria lingkup wilayah perencanaan RDTR yang ditetapkan dalam pedoman ini.

Kedudukan RDTR adalah sebagai salah satu dasar dalam pengendalian pemanfaatan ruang dan
sekaligus menjadi dasar penyusunan RTBL bagi zona-zona yang pada RDTR ditentukan sebagai
zona yang penanganannya diprioritaskan. RDTR disusun muatan materinya lengkap, termasuk
peraturan zonasi jika RTRW kabupaten/kota membutuhkan acuan lebih detil untu pengendalian
pemanfaatan ruang kabupaten/kota. Jika RTRW kabupaten/kota tidak memerlukan RDTR,

Hal E-1
Usulan Teknis
MATERI TEKNIS RDTR KABUPATEN TAPANULI UTARA, PROVINSI SUMATERA UTARA
TAHUN ANGGARAN 2019

peraturan zonasi dapat disusun untuk kawasan perkotaan baik yang sudah ada maupun yang
direncanakan pada wilayah kabupaten/kota.

Kedudukan RDTR Kabupaten dalam sistem perencanaan tata ruang dan sistem perencanaan
pembangunan nasional bersama dengan RTR Kawasan Strategis Kabupaten adalah merupakan
rencana rinci dari rencana umum tata ruang RTRW Kabupaten. RTRW Kabupaten sebagai
sumber penyusunan RDTR sejajar dengan rencana pembangunan RPJP Kabupaten/Kota. RDTR
yang disusun merupakan satu kesatuan dengan peraturan zonasi untuk suatu BWP tertentu. Jika
RDTR tidak disusun atau RDTR telah ditetapkan sebagai Perda namun belum ada peraturan
zonasinya, maka peraturan zonasi dapat disusun terpisah dan berisikan zoning map dan zoning
text untuk seluruh kawasan perkotaan baik yang sudah ada maupun yang direncanakan pada
wilayah kabupaten. RDTR ditetapkan dengan Perda. Jika RDTR telah ditetapkan sebagai Perda
terpisah dari peraturan zonasi, maka peraturan zonasi ditetapkan dengan Perda. Hubungan antara
RTRW Kabupaten/Kota, RDTR, dan RTBL serta Wilayah Perencanaannya adalah sebagai
berikut :
1. RTRW Kabupaten/Kota wilayah perencanaannya adalah wilayah kabupaten/kota, dirincikan
lebih lanjut menjadi RDTR dengan wilayah perencanaan dibagi menjadi BWP.
2. RDTR wilayah perencanaannya adalah BWP, dirincikan lebih lanjut menjadi RTBL dengan
wilayah perencanaan dibagi menjadi Sub BWP.

Gambar E.1 Kedudukan RDTR dalam Sistem Penataan Ruang dan Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional

Hal E-2
Usulan Teknis
MATERI TEKNIS RDTR KABUPATEN TAPANULI UTARA, PROVINSI SUMATERA UTARA
TAHUN ANGGARAN 2019

Dalam proses pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang Peraturan Zonasi
memiliki kedudukan sangat penting karena beberapa alasan sebagai berikut:
1. Peraturan zonasi memiliki tingkat ketelitian yang sama dengan RDTR, namun mengatur lebih
rinci dan lebih lengkap ketentuan pemanfaatan ruang dengan tetap mengacu pada RTRW
Kabupaten.
2. Perbedaan peran dan fungsi antara RDTR dengan Peraturan Zonasi dalam sistem penataan
ruang adalah:
 RDTR merupakan salah satu jenjang rencana tata ruang kota dengan skala 1 : 5000
 Peraturan Zonasi merupakan salah satu perangkat pengendalian pemanfaatan ruang yang
berisi ketentuan-ketentuan teknis dan administratif pemanfaatan ruang dan
pengembangan tapak. Peraturan Zonasi ini telah banyak digunakan di negara
berkembang, dan dapat melengkapi aturan pemanfaatan ruang untuk RDTR yang telah
ditetapkan.

Hal E-3
Usulan Teknis
MATERI TEKNIS RDTR KABUPATEN TAPANULI UTARA, PROVINSI SUMATERA UTARA
TAHUN ANGGARAN 2019

3. Peraturan Zonasi adalah peraturan yang menjadi rujukan perijinan, pengawasan dan
penertiban, dalam pengendalian pemanfaatan ruang yang merujuk pada Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) Kabupaten yang telah menetapkan fungsi, intensitas, ketentuan tata masa
bangunan, sarana dan prasarana, serta indikasi program pembangunannya.
4. Peraturan Zonasi juga menjadi landasan untuk manajemen lahan dan pengembangan tapak.

E.1.1.1 Undang-undang No.26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang


Dalam Undang-undang No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang disebutkan bahwa ruang
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, baik sebagai kesatuan wadah yang meliputi ruang
darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi, maupun sebagai sumber daya,
merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa Indonesia yang perlu disyukuri,
dilindungi, dan dikelola secara berkelanjutan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat sesuai
dengan amanat yang terkandung dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, serta makna yang terkandung dalam falsafah dan dasar negara Pancasila.
Untuk mewujudkan amanat Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 tersebut, Undang-Undang tentang Penataan Ruang ini menyatakan bahwa negara
menyelenggarakan penataan ruang, yang pelaksanaan wewenangnya dilakukan oleh Pemerintah
dan pemerintah daerah dengan tetap menghormati hak yang dimiliki oleh setiap orang.

Penataan ruang sebagai suatu sistem perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan
pengendalian pemanfaatan ruang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan antara yang
satu dan yang lain dan harus dilakukan sesuai dengan kaidah penataan ruang sehingga diharapkan
(i) dapat mewujudkan pemanfaatan ruang yang berhasil guna dan berdaya guna serta mampu
mendukung pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan; (ii) tidak terjadi pemborosan
pemanfaatan ruang; dan (iii) tidak menyebabkan terjadinya penurunan kualitas ruang. Penataan
ruang yang didasarkan pada karakteristik, daya dukung dan daya tampung lingkungan, serta
didukung oleh teknologi yang sesuai akan meningkatkan keserasian, keselarasan, dan
keseimbangan subsistem. Hal itu berarti akan dapat meningkatkan kualitas ruang yang ada.
Karena pengelolaan subsistem yang satu berpengaruh pada subsistem yang lain dan pada
akhirnya dapat mempengaruhi sistem wilayah ruang nasional secara keseluruhan, pengaturan
penataan ruang menuntut dikembangkannya suatu sistem keterpaduan sebagai ciri utama. Hal itu
berarti perlu adanya suatu kebijakan nasional tentang penataan ruang yang dapat memadukan

Hal E-4
Usulan Teknis
MATERI TEKNIS RDTR KABUPATEN TAPANULI UTARA, PROVINSI SUMATERA UTARA
TAHUN ANGGARAN 2019

berbagai kebijakan pemanfaatan ruang. Seiring dengan maksud tersebut, pelaksanaan


pembangunan yang dilaksanakan, baik oleh Pemerintah, pemerintah daerah, maupun masyarakat,
baik pada tingkat pusat maupun pada tingkat daerah, harus dilakukan sesuai dengan rencana tata
ruang yang telah ditetapkan. Dengan demikian, pemanfaatan ruang oleh siapa pun tidak boleh
bertentangan dengan rencana tata ruang.

Perencanaan tata ruang dilakukan untuk menghasilkan rencana umum tata ruang dan rencana
rinci tata ruang. Rencana umum tata ruang disusun berdasarkan pendekatan wilayah administratif
dengan muatan substansi mencakup rencana struktur ruang dan rencana pola ruang. Rencana rinci
tata ruang disusun berdasarkan pendekatan nilai strategis kawasan dan/atau kegiatan kawasan
dengan muatan substansi yang dapat mencakup hingga penetapan blok dan subblok peruntukan.
Penyusunan rencana rinci tersebut dimaksudkan sebagai operasionalisasi rencana umum tata
ruang dan sebagai dasar penetapan peraturan zonasi. Peraturan zonasi merupakan ketentuan yang
mengatur tentang persyaratan pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya dan disusun
untuk setiap blok/zona peruntukan yang penetapan zonanya dalam rencana rinci tata ruang.
Rencana rinci tata ruang wilayah kabupaten/kota dan peraturan zonasi yang melengkapi rencana
rinci tersebut menjadi salah satu dasar dalam pengendalian pemanfaatan ruang sehingga
pemanfaatan ruang dapat dilakukan sesuai dengan rencana umum tata ruang dan rencana rinci
tata ruang.

Pengendalian pemanfaatan ruang tersebut dilakukan pula melalui perizinan pemanfaatan ruang,
pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi. Perizinan pemanfaatan ruang
dimaksudkan sebagai upaya penertiban pemanfaatan ruang sehingga setiap pemanfaatan ruang
harus dilakukan sesuai dengan rencana tata ruang. Izin pemanfaatan ruang diatur dan diterbitkan
oleh Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya masing-masing.
Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang, baik yang dilengkapi dengan
izin maupun yang tidak memiliki izin, dikenai sanksi adminstratif, sanksi pidana penjara,
dan/atau sanksi pidana denda.

E.1.1.2 Peraturan Pemerintah No.26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
Sebagaimana Telah Diubah Dengan Peraturan Pemerintah No.13 Tahun 2017

Hal E-5
Usulan Teknis
MATERI TEKNIS RDTR KABUPATEN TAPANULI UTARA, PROVINSI SUMATERA UTARA
TAHUN ANGGARAN 2019

Sesuai dengan amanat Pasal 20 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang,
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) merupakan pedoman untuk penyusunan
rencana pembangunan jangka panjang nasional, penJrusunan rencana pembangunan jangka
menengah nasional, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah
nasional, mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan antarwilayah
provinsi, keserasian antarsektor, penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi, penataan
ruang kawasan strategis nasional, serta penataan ruang wilayah provinsi dan kabupaten/ kota.
RTRWN disusun dengan memperhatikan dinamika pembangunan yang berkembang, antara lain
tantangan globalisasi, otonomi dan aspirasi daerah, keseimbangan perkembangan antara kawasan
barat Indonesia dengan kawasan timur Indonesia, kondisi fisik wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang rentan terhadap bencana, dampak pemanasan global, pengembangan
potensi kelautan dan pesisir, pemanfaatan ruang kota dan pantai, penanganan kawasan perbatasan
negara, serta peran teknologi dalam memanfaatkan ruang. Untuk mengantisipasi dinamika
pembangunan tersebut, upaya pembangunan nasional juga harus ditingkatkan melalui
perencanaan,pelaksanaan, dan pengendalian pemanfaatan ruang yang lebih baik agar seluruh
pikiran dan sumber daya dapat diarahkan secara berhasil guna dan berdaya guna. Salah satu hal
penting yang dibutuhkan untuk mencapai tduan tersebut adalah melalui peningkatan keterpaduan
dan keserasian pembangunan di segala bidang pembangunan yang secara spasial dirumuskan
dalam RTRWN.

Penggunaan sumber daya alam dilakukan secara terencana, rasional, optimal, bertanggung jawab,
dan sesuai dengan kemampuan daya dukungnya dengan mengutamakan sebesar-besamya untuk
kemakmuran rakyat, memperkuat struktur ekonomi yang memberikan efek pengganda yang
maksimum terhadap pengembangan industri pengolahan dan jasa dengan memperhatikan
kelestarian fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup, serta keanekaragaman hayati guna
mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan. Sehubungan dengan itu, RTRWN yang
berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional merupakan matra spasial dalam
pembangunan nasional yang mencakup pemanfaatan sumber daya alam yang berkelanjutan dan
pelestarian lingkungan hidup yang dilakukan secara aman, tertib, efektif, dan elisien. RTRWN
memadukan dan menyerasikan tata guna tanah, tata guna udara, tata guna air, dan tata guna
sumber daya alam lainnya dalam satu kesatuan tata lingkungan yang harmonis dan dinamis serta
ditunjang oleh pengelolaan perkembangan kependudukan yang serasi dan disusun melalui

Hal E-6
Usulan Teknis
MATERI TEKNIS RDTR KABUPATEN TAPANULI UTARA, PROVINSI SUMATERA UTARA
TAHUN ANGGARAN 2019

pendekatan wilayah dengan memperhatikan sifat lingkungan alam dan lingkungan sosial. Untuk
itu, penyusunan RTRWN ini didasarkan pada upaya untuk mewujudkan tujuan penataan ruang
wilayah nasional, antara lain, meliputi perwujudan ruang wilayah nasional yerng aman, nyaman,
produktif, dan berkelanjutan, serta perwujudan keseimbangan dan keserasian perkembangan
antarwilayah yang diterjemahkan dalam kebijakan dan strategi pengembangan struktur ruang dan
pola ruang wilayah nasional. Struktur ruang wilayah nasional mencakup sistem pusat perkotaan
nasional, sistem jaringan transportasi nasional, sistem jaringan energi nasional, sistem jaringan
telekomunikasi nasional, dan sistem jaringan sumber daya air. Pola ruang wilayah nasional
mencakup kawasan lindung dan kawasan budi daya termasuk kawasan andalan dengan sektor
unggulan yang prospektif dikembangkan serta kawasan strategis nasional. Selain rencana
pengembangan struktur ruang dan pola ruang, RTRWN ini juga menetapkan kriteria penetapan
struktur ruang, pola ruang, kawasan andalan, kawasan strategis nasional, arahan pemanfaatan
ruang yang merupakan indikasi program utama jangka menengah lima tahunan, serta arahan
pengendalian pemanfaatan ruang yang terdiri atas indikasi arahan peraturan zonasi, arahan
perizinan, arahan insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi.

E.1.1.3 Peraturan Pemerintah No.15 Tahun 2010 Tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang
Dalam Peraturan Pemerintah ini diatur mengenai pengaturan penataan ruang, pembinaan
penataan ruang, pelaksanaan perencanaan tata ruang, pelaksanaan pemanfaatan ruang,
pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang, dan pengawasan penataan ruang, di seluruh
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Untuk mewujudkan pengaturan mengenai
penyelenggaraan penataan ruang yang lebih komprehensif dan dapat diterapkan secara efektif,
Peraturan Pemerintah ini memuat pengaturan penyelenggaraan penataan ruang wilayah dan
kawasan, yang mencakup:
a. Pengaturan penataan ruang yang meliputi ketentuan tentang peraturan yang harus
ditetapkan pada masing-masing tingkatan pemerintahan untuk memberikan landasan
hukum yang kuat bagi penyelenggaraan penataan ruang.
b. Pembinaan penataan ruang yang mengatur tentang bentuk dan tata cara pembinaan
penataan ruang dari Pemerintah kepada pemerintah daerah dan masyarakat, dari
pemerintah daerah provinsi kepada pemerintah daerah kabupaten/kota dan masyarakat,
serta dari pemerintah daerah kabupaten/kota kepada masyarakat. Pembinaan penataan

Hal E-7
Usulan Teknis
MATERI TEKNIS RDTR KABUPATEN TAPANULI UTARA, PROVINSI SUMATERA UTARA
TAHUN ANGGARAN 2019

ruang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan dan menumbuhkan kemandirian


pemerintah daerah dan masyarakat dalam penyelenggaraan penataan ruang.
c. Pelaksanaan perencanaan tata ruang yang mengatur ketentuan mengenai penyusunan
dan penetapan rencana tata ruang wilayah dan rencana tata ruang kawasan termasuk
kawasan strategis, kawasan perkotaan, dan kawasan perdesaan, yang dilaksanakan
melalui prosedur untuk menghasilkan rencana tata ruang yang berkualitas dan dapat
diimplementasikan.
d. Pelaksanaan pemanfaatan ruang yang mengatur ketentuan mengenai penyusunan dan
pelaksanaan program pemanfaatan ruang beserta pembiayaannya. Pelaksanaan
pemanfaatan ruang melalui sinkronisasi program yang dituangkan ke dalam rencana
pembangunan jangka panjang, rencana pembangunan jangka menengah, dan rencana
pembangunan tahunan sesuai dengan sistem perencanaan pembangunan nasional, serta
pelaksanaan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang.
e. Pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang untuk mewujudkan tertib tata ruang
yang mengatur ketentuan mengenai peraturan zonasi yang merupakan ketentuan
persyaratan pemanfaatan ruang, perizinan yang merupakan syarat untuk pelaksanaan
kegiatan pemanfaatan ruang, pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan
sanksi, yang keseluruhannya merupakan perangkat untuk mendorong terwujudnya
rencana tata ruang sekaligus untuk mencegah terjadinya pelanggaran penataan ruang.
f. Pengawasan penataan ruang yang meliputi pemantauan, evaluasi, dan pelaporan
merupakan upaya untuk menjaga kesesuaian penyelenggaraan penataan ruang dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan, yang dilaksanakan baik oleh Pemerintah,
pemerintah daerah, maupun masyarakat.

Secara teknis, peraturan pemerintah ini mengatur tentang pengaturan penataan ruang yang
meliputi penyusunan dan penetapan tata ruang yang salah satunya adalah rencana detail tata
ruang termasuk pengaturan zonasi. Prosedur penyusunan rencana detail tata ruang meliputi antara
lain proses penyusunan rencana detail tata ruang, pelibatan peran masyarakat pada tingkat
kabupaten/kota dalam penyusunan rencana detail tata ruang dan pembahasan rancangan rencana
detail tata ruang oleh pemangku kepentingan di tingkat kabupaten/kota.

Hal E-8
Usulan Teknis
MATERI TEKNIS RDTR KABUPATEN TAPANULI UTARA, PROVINSI SUMATERA UTARA
TAHUN ANGGARAN 2019

E.1.1.4 Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional No.16
Tahun 2018 Tentang Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan
Zonasi Kabupaten/Kota
Peraturan Menteri ATR/BPN No.16 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Detail
Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota ini merupakan pengganti dari Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum Nomor 20/PRT/M/2011 tentang pedoman yang sama. Adapun muatan
dari RDTR dalam pedoman yang terbaru ini meliputi :
1. Tujuan penataan BWP;
2. Rencana struktur ruang;
3. Rencana pola ruang;
4. Penetapan sub BWP yang diprioritaskan penanganannya; dan
5. Ketentuan pemanfaatan ruang.

Secara umum perbedaan muatan antara pedoman RDTR yang lama dan yang baru yaitu struktur
ruang menjadi muatan dalam pedoman yang baru yang sebelumnya merupakan rencana jaringan
prasarana. Di pedoman yang lama yang terkait dengan jaringan atau struktur terletak setelah
muatan pola ruang, dan di pedoman yang baru struktur ruang ditempatkan sebelum rencana pola
ruang. Bila sebelumnya tidak secara tegas diatur tentang pusat pelayanan BWP, dalam pedoman
yang baru diatur tentang rencana pusat pelayanan mulai dari BWP, Sub BWP maupun kecamatan
dan kelurahan.

Selanjutnya dalam rencana pola ruang juga terjadi perubahan khususnya dalam perbedaan
pengkodean. Salah satu contohnya adalah sempadan pantai yang dulunya memiliki kode PS-1
berubah menjadi SP pada pedoman yang baru dan sempadan sungai yang berkode PS-2 menjadi
SS. Perubahan lain yang cukup mencolok adalah perubahan perencanaan sarana prasarana umum
(SPU). Dalam pedoman yang lama, SPU merupakan zona atau pola ruang, akan tetapi pada
pedoman yang baru menjadi bagian dari struktur ruang atau pusat pelayanan. Dalam aturan
Permen PU 20/ 2011, SPU diklasifikasikan berdasarkan kegiatan. Pendidikan misalnya
dikodekan SPU-1, Transportasi dikodekan SPU-2 dan seterusnya. Dalam aturan pedoman
penyusunan yang baru, SPU-1 adalah kode untuk sarana prasarana umum yang berskala kota.
SPU-2 adalah kode untuk sarana prasarana umum yang berskala kecamatan dan seterusnya.
Dengan kata lain pada aturan baru sarana prasarana umum lebih ditekankan pada skala

Hal E-9
Usulan Teknis
MATERI TEKNIS RDTR KABUPATEN TAPANULI UTARA, PROVINSI SUMATERA UTARA
TAHUN ANGGARAN 2019

pelayanan, bukan pada kegiatannya. Dalam rencana pola ruang khususnya untuk zona budidaya,
klasifikasinya juga lebih sedikit. Meliputi perumahan (R), perkantoran (KT), perdagangan dan
jasa (K), industri (I), sarana prasarana umum (SPU), dan zona lainnya (PL). Zona lainnya ini
termasuk di dalamnya sub zona pertanian.

E.1.2 Pendekatan Kewilayahan


E.1.2.1 Profil Kabupaten Tapanuli Utara
Profil wilayah Kabupaten Tapanuli Utara yang berada di Provinsi Sumatera Utara dapat dilihat
pada penjelasan berikut ini.

E.1.2.1.1 Sejarah Kabupaten Tapanuli Utara


Dalam website Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara (www.taputkab.go.id) disebutkan
bahwa pada masa Hindia Belanda, Kabupaten Tapanuli Utara termasuk Kabupaten Dairi dan
Toba Samosir yang sekarang termasuk dalam keresidenan Tapanuli yang dipimpin seorang
Residen Bangsa Belanda yang berkedudukan di Sibolga. Keresidenan Tapanuli yang dulu
disebut Residentie Tapanuli terdiri dari 4 Afdeling (Kabupaten) yaitu Afdeling Batak Landen,
Afdeling Padang Sidempuan, Afdeling Sibolga dan Afdeling Nias. Afdeling Batak Landen
dipimpin seorang Asisten Residen yang ibukotanya Tarutung yang terdiri 5 Onder Afdeling
(Wilayah) yaitu:
1. Onder Afdeling Silindung (Wilayah Silindung) ibukotanya Tarutung
2. Onder Afdeling Hoovlakte Van Toba (Wilayah Humbang) ibukotanya Siborong-borong.
3. Onder Afdeling Toba (Wilayah Toba) ibukotanya Balige.
4. Onder Afdeling Samosir (Wilayah Samosir) ibukotanya Pangururan.
5. Onder Afdeling Dairi Landen (Kabupaten Dairi sekarang) ibukotanya Sidikalang

Tiap-tiap Onder Afdeling mempuyai satu Distrik (Kewedanaan) dipimpin seorang


Distrikchoolfd bangsa Indonesia yang disebut Demang dan membawahi beberapa Onder
Distrikten (Kecamatan) yang dipimpin oleh seorang Asisten Demang. Sesudah kemerdekaan
Republik Indonesia diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945, pemerintah mulailah
membentuk struktur pemerintahan baik di pusat dan di daerah. Dengan diangkatnya Dr.

Hal E-10
Usulan Teknis
MATERI TEKNIS RDTR KABUPATEN TAPANULI UTARA, PROVINSI SUMATERA UTARA
TAHUN ANGGARAN 2019

Ferdinand Lumbantobing sebagai Residen Tapanuli, disusunlah struktur pemerintahan dalam


negeri di Tapanuli khususnya di Tapanuli Utara sebagai berikut : Menjelang Perang Dunia II,
distrik-distrik di seluruh keresidenan Tapanuli dihapuskan dan beberapa Demang yang
mengepalai distrik-distrik sebelumnya diperbantukan ke kantor Controleur masing-masing dan
disebut namanya Demang Terbeschingking. Nama Afdeling Batak Landen diganti menjadi
Luhak Tanah batak dan sebagai luhak pertama diangkat Cornelis Sihombing. Nama
Budrafdeling diganti menjadi Urung dipimpin Kepala Urung, Para Demang memimpin Onder
Afdeling sebagai Kepala Urung. Onder Distrik diganti menjadi Urung kecil dan dipimpin
Kepala Urung Kecil yang dulu disebut Asisten Demang. Selanjutnya dalam waktu tidak begitu
lama terjadi perubahan, nama Luhak diganti menjadi kabupaten yang dipimpin Bupati, Urung
menjadi Wilayah yang dipimpin Demang, serta Urung Kecil menjadi Kecamatan yang
dipimpin oleh Asisten Demang. Terbitnya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintah Daerah yang dilengkapi dengan Peraturan Pemerintah Nomor 129 Tahun 2000
tentang Persyaratan Pembentukan dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan dan Penggabungan
Daerah, menjadi peluang munculnya wacana perlunya usul pemekaran melalui pembentukan
Kabupaten. Mengingat luasnya wilayah Kabupaten Tapanuli Utara, maka untuk meningkatkan
daya guna pemerintahan dan pemerataan hasil-hasil pembangunan di daerah ini, maka pada
Tahun 1964, Kabupaten Tapanuli Utara dimekarkan menjadi 2 Kabupaten, yaitu Kabupaten
Tapanuli Utara dan Dairi. Pemekaran Kabupaten Dairi dri Kabupaten Tapanuli Utara sesuai
dengan UU No. 15 Tahun 1964 tentang pembentukan Daerah Tingkat II Dairi. Pada tahun
1998 untuk kedua kalinya, Kabupaten Tapanuli Utara dimekarkan menjadi 2 Kabupaten, yaitu
Kabupaten Tapanuli Utara dan Kabupaten Toba Samosir sesuai dengan UU No. 12 tahun 1998
tentang pembentukan Daerah Tingkat II Toba Samosir dan Kabupaten Daerah Tingkat II
Mandailing Natal. Kamudian pada tahun 2003, Kabupaten Tapanuli Utara untuk yang ketiga
kalinya dimekarkan menjadi 2 Kabupaten, yaitu Kabupaten Tapanuli Utara dan kabupaten
Humbang Hasundutan sesuai dengan UU. No. 9 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten
Nias Selatan. Kabupaten Pak-pak Barat, dan Kabupaten Humbang hasundutan di Propinsi
Sumatera Utara. Pemekaran wilayah Kabupaten ini dimaksudkan untuk meningkatkan
penyelenggaraan Pemerintahan, pelayanan di kepada masyarakat dan pelaksanaan
pembangunan serta untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat daerah ini. Setelah
dilakukan tiga kali pemekaran di Kabupaten Tapanuli Utara, maka jumlah kecamatan di
Kabupaten Tapanuli Utara terdiri dari 15 Kecamatan yaitu Kecamatan Parmonangan,

Hal E-11
Usulan Teknis
MATERI TEKNIS RDTR KABUPATEN TAPANULI UTARA, PROVINSI SUMATERA UTARA
TAHUN ANGGARAN 2019

Kecamatan Adiankoting, Kecamatan Sipoholon, Kecamatan Tarutung, Kecamatan Siatas


Barita, Kecamatan Pahae Jae, Kecamatan Purbatua, Kecamatan Simangumban, Kecamatan
Pahae Julu, Kecamatan Pangaribuan, Kecamatan Garoga, Kecamatan Sipahutar, Kecamatan
Siborongborong, Kecamatan Pagaran, Kecamatan Muara.

E.1.2.1.2 Letak Geografis dan Iklim


Kabupaten Tapanuli Utara merupakan salah satu daerah Kabupaten di Provinsi Sumatera
Utara terletak di wilayah dataran tinggi Sumatera Utara berada pada ketinggian antara 150-
1.700 meter di atas permukaan laut. Secara geografis letak Kabupaten Tapanuli Utara diapit
atau berbatasan langsung dengan lima kabupaten yaitu,
 sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Toba Samosir
 sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Labuhan Batu Utara,
 sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Selatan dan
 sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Humbang Hasundutan dan Tapanuli
Tengah.

Luas wilayah daratan Kabupaten Tapanuli Utara sekitar 3.793,71 km2 dan luas perairan
Danau Toba 6,60 km2. Dari 15 kecamatan yang ada, kecamatan yang paling luas di
Kabupaten Tapanuli Utara adalah Kecamatan Garoga sekitar 567,58 km2 atau 14,96 persen
dari luas Kabupaten, dan kecamatan yang terkecil luasnya yaitu Kecamatan Muara sekitar
79,75 km2 atau 2,10 persen. Adapun peta administrasi dan luas masing-masing kecamatan di
Kabupaten Tapanuli Utara dapat dilihat pada gambar dan tabel berikut ini.

Gambar E.2 Peta Adminisrasi Kabupaten Tapanuli Utara

Hal E-12
Usulan Teknis
MATERI TEKNIS RDTR KABUPATEN TAPANULI UTARA, PROVINSI SUMATERA UTARA
TAHUN ANGGARAN 2019

Sumber : Tapanuli Utara Dalam Angka 2018

Tabel E.1 Luas Masing-masing Kecamatan Di Kabupaten Tapanuli Utara Tahuan 2018
Rasio Terhadap Total
No Kecamatan Luas (Ha)
Luas Wilayah (%)
1 Parmonangan 257,35 6,78
2 Adiankonting 502,90 13,26
3 Sipoholon 189,20 4,99
4 Tarutung 107,68 2,84
5 Siatas Barita 92,92 2,45
6 Pahae Julu 165,90 4,37
7 Pahae Jae 203,20 5,36
8 Purbatua 191,80 5,06

Hal E-13
Usulan Teknis
MATERI TEKNIS RDTR KABUPATEN TAPANULI UTARA, PROVINSI SUMATERA UTARA
TAHUN ANGGARAN 2019

Rasio Terhadap Total


No Kecamatan Luas (Ha)
Luas Wilayah (%)
9 Simangumban 150,00 3,95
10 Pangaribuan 459,25 12,10
11 Garoga 567,58 14,96
12 Sipahutar 408,22 10,76
13 Siborongborong 279,91 7,38
14 Pagaran 138,05 3,64
15 Muara 79,75 2,10
Tapanuli Utara 3.793,71 100,00
Sumber : Tapanuli Utara Dalam Angka 2018

Salah satu unsur cuaca / iklim adalah curah hujan. Kabupaten Tapanuli Utara yang berada
pada rata-rata ketinggian 900 meter di atas permukaan laut sangat berpeluang memperoleh
curah hujan yang banyak. Selama tahun 2016, rata-rata curah hujan di Kabupaten Tapanuli
Utara yaitu sebesar 170,61 mm dengan rata-rata lama hari hujan bulanan sebanyak 12,83 hari.
Dari data curah hujan bulanan tahun 2016, terlihat curah hujan terendah terjadi pada bulan
Agustus 2016 dengan jumlah curah hujan bulanan sebesar 111,67 mm.

E.1.2.1.3 Kependudukan
Jumlah penduduk tengah tahun Kabupaten Tapanuli Utara pada Tahun 2017 yang disajikan
dalam Tabel E.2 merupakan angka proyeksi yang dihitung berdasarkan data jumlah penduduk
hasil Sensus Penduduk 2010. Hasil proyeksi tersebut menunjukkan bahwa jumlah penduduk
Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2017 sebesar 297.806 jiwa yang terdiri dari 147.110 jiwa
laki-laki dan 150.696 jiwa perempuan. Rasio jenis kelamin sebesar 97,62 ini berarti bahwa
jumlah penduduk perempuan di Tapanuli Utara lebih banyak dari pada jumlah penduduk laki-
laki. Sedang tingkat kepadatan penduduk relatif rendah, yaitu 78 jiwa per kilometer persegi.
Banyaknya rumahtangga Tahun 2017
sebesar 68.823 rumahtangga, dengan ratarata anggota rumahtangga sebesar 4 orang. Penduduk
yang termasuk kategori angkatan kerja adalah penduduk yang secara ekonomis berpotensi
menghasilkan output atau pendapatan, baik yang sudah bekerja
maupun yang sedang mencari pekerjaan. TPAK merupakan persentase jumlah angkatan kerja
terhadap jumlah penduduk usia kerja (15 tahun ke atas). Semakin tinggi TPAK, berarti
semakin besar pula keterlibatan penduduk usia 15 tahun ke atas ke dalam pasar kerja. TPAK
Kabupaten Tapanuli Utara tahun 2015 adalah sebesar 83,57 persen dari seluruh penduduk

Hal E-14
Usulan Teknis
MATERI TEKNIS RDTR KABUPATEN TAPANULI UTARA, PROVINSI SUMATERA UTARA
TAHUN ANGGARAN 2019

umur 15 tahun ke atas. Jika dilihat menurut jenis kelamin TPAK laki-laki lebih tinggi
dibanding TPAK perempuan yaitu masing-masing 86,35 persen dan 80,97 persen.

Gambar E.3 Piramida Penduduk Kabupaten Tapanuli Utara, 2017

Sumber : Tapanuli Utara Dalam Angka 2018


Tabel E.2 Jumlah Penduduk Dan Luas Masing-masing Kecamatan Di Kabupaten Tapanuli
Utara Tahuan 2018
Jumlah Penduduk
No Kecamatan Luas (Ha)
(Jiwa)
1 Parmonangan 257,35 13.891
2 Adiankonting 502,90 14.798
3 Sipoholon 189,20 23.744
4 Tarutung 107,68 42.125
5 Siatas Barita 92,92 13.929
6 Pahae Julu 165,90 12.529
7 Pahae Jae 203,20 11.272
8 Purbatua 191,80 7.641
9 Simangumban 150,00 7.786
10 Pangaribuan 459,25 28.514

Hal E-15
Usulan Teknis
MATERI TEKNIS RDTR KABUPATEN TAPANULI UTARA, PROVINSI SUMATERA UTARA
TAHUN ANGGARAN 2019

Jumlah Penduduk
No Kecamatan Luas (Ha)
(Jiwa)
11 Garoga 567,58 16.614
12 Sipahutar 408,22 26.169
13 Siborongborong 279,91 47.098
14 Pagaran 138,05 17.642
15 Muara 79,75 14.054
Tapanuli Utara 3.793,71 297.806
Sumber : Tapanuli Utara Dalam Angka 2018

E.1.2.1.4 Perekonomian
Perekonomian Kabupaten Tapanuli Utara pada tahun 2017 mengalami peningkatan
dibandingkan pertumbuhan tahun-tahun sebelumnya. Laju pertumbuhan PDRB Kabupaten
Tapanuli Utara tahun 2017 yaitu 4,15 persen, sedangkan tahun 2016 sebesar 4,12 persen. Hal
ini disebabkan mayoritas lapangan usaha mengalami peningkatan pertumbuhan, seperti
lapangan usaha pertambangan dan penggalian, industri pengolahan, pengadaan listrik dan gas,
pengadaan air dan pengelolaan sampah, perdagangan besar dan eceran, transportasi dan
pergudangan, penyediaan akomodasi dan makan minum, informasi dan komunikasi, real
estate, jasa perusahaan, administrasi pemerintahan, jasa pendidikan, dan jasa kesehatan.
Namun demikian, pertumbuhan ekonomi di setiap lapangan usaha masih positif. Lapangan
usaha Konstruksi merupakan lapangan usaha dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi yaitu
sebesar 9,15 persen. Adapun pertumbuhan lapangan usaha lainnya berturut-turut, sebagai
berikut lapangan usaha Industri Pengolahan sebesar 6,47 persen; lapangan usaha Transportasi
dan Pergudangan sebesar 6,47 persen; lapangan usaha Pertambangan dan Penggalian mencatat
sebesar 6,31 persen; lapangan usaha Pengadaan Listrik dan Gas sebesar 5,39 persen; lapangan
usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum sebesar 5,44 persen; lapangan usaha
Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor sebesar 4,55 persen;
lapangan usaha Jasa Perusahaan sebesar 3,77 persen; lapangan usaha Real Estat sebesar 3,76
persen; lapangan usaha Jasa Keuangan dan Asuransi sebesar 3,58 persen; Pertanian,
Kehutanan, dan Perikanan sebesar 3,43 persen; lapangan usaha Jasa Lainnya sebesar 2,94
persen; lapangan usaha Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
sebesar 2,57 persen; lapangan usaha Informasi dan Komunikasi sebesar 2,57 persen; lapangan
usaha jasa lainnya sebesar 2,47 persen; lapangan usaha Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah,
Limbah dan Daur Ulang sebesar 1,81 persen; lapangan usaha Jasa Pendidikan sebesar 1,23
persen; dan lapangan usaha Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial sebesar 0,52 persen.
Hal E-16
Usulan Teknis
MATERI TEKNIS RDTR KABUPATEN TAPANULI UTARA, PROVINSI SUMATERA UTARA
TAHUN ANGGARAN 2019

Gambar E.4 Perkembangan PDRB Kabupaten Tapanuli Utara 2013-2018

Sumber : Tapanuli Utara Dalam Angka 2018


Dalam periode 2014-2017, kinerja Kabupaten Tapanuli Utara yang diukur dengan besaran
PDRB Atas Dasar Harga Berlaku terus mengalami peningkatan. Tahun 2014, kinerja ekonomi
Kabupaten Tapanuli Utara sebesar 5,429,3 milyar rupiah. Setahun kemudian, tahun 2015
kinerja ekonomi Kabupaten Tapanuli Utara meningkat menjadi sebesar 5.855,6 milyar rupiah,
dan meningkat lagi menjadi 6.300,3 milyar rupiah pada tahun 2016 kemudian mencapai nilai
6.765,7 milyar rupiah pada tahun 2017. Secara riil, dengan mengeluarkan faktor inflasi,
kinerja ekonomi Kabupaten Tapanuli Utara yang diukur dengan besaran PDRB Atas Dasar
Harga Konstan tahun dasar 2010, mencapai besaran 5.280,7 milyar rupiah pada tahun 2017,
dan setiap tahunnya selalu lebih tinggi jika dibandingkan tahun sebelumnya yaitu sebesar
5.070,2 milyar rupiah pada tahun 2016; 4.869,5 milyar rupiah pada tahun 2015; dan 4.642,3
milyar rupiah pada tahun 2014.

Struktur lapangan usaha sebagian masyarakat Kabupaten Tapanuli Utara semakin bergeser
dari lapangan usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan ke lapangan usaha ekonomi lainnya
yang terlihat dari besarnya peranan masing-masing lapangan usaha ini terhadap pembentukan
PDRB Kabupaten Tapanuli Utara sumbangan terbesar pada tahun 2017 dihasilkan oleh
Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan, sebesar 45,65 persen; kemudian
Lapangan Usaha Konstruksi sebesar 14,53 persen, berikutnya Lapangan Usaha Perdagangan
Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor sebesar 12,93 persen, Lapangan Usaha

Hal E-17
Usulan Teknis
MATERI TEKNIS RDTR KABUPATEN TAPANULI UTARA, PROVINSI SUMATERA UTARA
TAHUN ANGGARAN 2019

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib sebesar 9,31 persen, dan
lapangan usaha transportasi dan pergudangan sebesar 5,01 persen. Sementara peranan
lapangan usaha lainnya masing-masing di bawah lima persen.

E.1.2.1.5 Sarana dan Prasarana


Sarana dan prasarana yang akan dijelaskan dalam penjelasan berikut ini antara lain jalan,
pendidikan dan kesehatan.
1. Jalan
Jalan raya merupakan salah satu prasarana penting dalam transportasi darat. Hal ini
karena fungsi strategis yang dimilikinya, yaitu sebagai penghubung antar satu daerah
dengan daerah lain. Jalan sebagai penghubung antara sentra-sentra produksi dengan
daerah pemasaran, sangat dirasakan sekali manfaatnya dalam rangka meningkatakan
perekonomian suatu wilayah. Data panjang jalan disajikan menurut status jalan, jenis
permukaan dan kondisi jalan. Pada tahun 2017, panjang jalan di Kabupaten Tapanuli
Utara mencapai 1.212,02 km. Jika dilihat secara total menurut jenis permukaan, panjang
jalan kabupaten tidak mengalami perubahan panjang jalan, tahun 2016 panjang jalan di
Kabupaten Tapanuli Utara yaitu 1.360,02 km. Menurut jenis permukaan jalan, jenis
permukaan jalan terpanjang adalah jalan dengan permukaan aspal yaitu sepanjangan
748,59 km, yang terdiri dari aspal hotmix sepanjang 144,22 km dan lapen sepanjang
604,37 km. Pada tahun 2017 terjadi penambahan panjang jalan aspal yaitu dari tahun
2016 sepanjang 747,45 km menjadi sepanjang 748,59 km, terjadi juga penambahan rabat
beton tahun 2016 sepanjang 18,79 km menjadi 20,98 km pada tahun 2017, terjadi
penambahan panjang jalan batu dari tahun 2016 sepanjang 159,30 km menjadi sepanjang
161,43 km pada tahun 2017, sedangkan jenis permukaan tanah mengalami penurunan
panjang yaitu sepanjang 148,47 km tahun 2016 menjadi 143,01 km pada tahun 2017.

Hal E-18
Usulan Teknis
MATERI TEKNIS RDTR KABUPATEN TAPANULI UTARA, PROVINSI SUMATERA UTARA
TAHUN ANGGARAN 2019

Gambar E.5 Gambar Tabel Panjang Jalan Kabupaten Menurut Jenis Permukaan Di
Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2013-2017

Sumber : Tapanuli Utara Dalam Angka 2018

Jika dirinci menurut jenis permukaan, jalan beraspal selalu memiliki komposisi paling
besar dibandingkan jenis permukaan yang lain yaitu 61,76 persen dari total panjang jalan.
Adapun jalan dengan jenis permukaan batu sebesar 13,32 persen dan jenis permukaan
tanah sebesar 11,80 persen. Proporsi terkecil dimiliki oleh jalan dengan jenis permukaan
rabat beton yaitu 1,73 persen. Menurut kondisi jalan, sekitar 44,08 persen kondisi jalan di
Kabupaten Tapanuli Utara dalam kondisi baik, 28,35 persen dalam kondisi rusak, 12,30
persen dalam kondisi sedang rusak, sebesar 3,87 persen rusak berat dan 11,39 tidak
diperinci.

2. Angkutan Danau
Untuk melihat perkembangan angkutan danau di Kabupaten Tapanuli Utara, akan diulas
secara ringkas mengenai perkembangan sarana maupun prasarana serta hal-hal yang
berkaitan dengan angkutan danau, antara lain jumlah kunjungan kapal, jumlah penumpang
dan jumlah barang yang diangkut. Diharapkan melalui ulasan ini, berbagai informasi yang
berguna mengenai angkutan danau dapat diperoleh bagi kepentingan penyusunan
kebijakan pembangunan sektor transportasi danau. Berdasarkan catatan Dinas
Perhubungan Kabupaten Tapanuli Utara jumlah kunjungan kapal pada tahun 2017
sebanyak 86 unit. Jumlah ini mengalami perubahan dari tahun 2016 sebanyak 172 unit.

Hal E-19
Usulan Teknis
MATERI TEKNIS RDTR KABUPATEN TAPANULI UTARA, PROVINSI SUMATERA UTARA
TAHUN ANGGARAN 2019

Begitu juga dengan jumlah penumpang mengalami pertambahan jumlah penumpang dan
jumlah angkutan barang sebanyak 103.200 orang dan jumlah barang yang diangkut
meningkat menjadi sebanyak 101 ton. Jumlah kunjungan kapal tahun 2017 mengalami
peningkatan pada bulan Desember dan Januari masingmasing sebanyak 25 unit dan 20
unit. Kunjungan kapal terendah terjadi pada bulan Mei dan September masingmasing
sebanyak 10 unit. Jumlah penumpang kapal pada tahun 2016 mengalami peningkatan
pada bulan Desember dan Januari masing-masing sebanyak 210 orang dan 200 orang.
Begitu juga dengan jumlah barang yang diangkut mengalami peningkatan pada bulan
Desember dan Januari masing-masing sebanyak 4 ton dan 3 ton.

3. Angkutan Udara
Bandar udara merupakan bagian yang sangat vital dari transportasi udara. Hal ini sangat
berbeda dengan pelabuhan laut yang berfungsi sebagai pendukung angkutan laut atau
terminal pada angkutan darat, karena setiap penerbangan maupun pendaratan menuntut
kecermatan dengan akurasi tinggi. Tanpa bandar udara, aktifitas angkutan udara tidak
akan dapat dilaksanakan khususnya yang menggunakan jenis pesawat terbang bersayap
tetap yang membutuhkan landasan pendaratan yang memenuhi syarat. Pengelolaan suatu
bandar udara dapat dilihat dari indikator-indikator yang dihasilkan seperti jumlah pesawat
yang berangkat dan datang, penumpang yang berangkat, datang maupun transit, serta
bagasi yang dibongkar dan dimuat di suatu bandar udara. Makin tinggi tingkat aktifitas
yang terjadi di suatu bandar udara, akan tergambarkan melalui indikator karena semakin
besar tingkat pengelolaan, demikian pula dengan tingkat utilisasi fasilitas bandar udara
tersebut.
Data BPS Kabupaten Tapanuli Utara tahun 2018 menunjukkan bahwa pada tahun 2017
kedatangan pesawat di Bandara Silangit Siborong-Borong sebanyak 1.788 unit,
penumpang 219.303 orang dan bagasi 1.341.914 kg. Kedatangan pesawat mengalami
peningkatan 31,66 persen bila dibandingkan tahun sebelumnya (2016), kenaikan jumlah
pesawat yang datang diikuti juga dengan peningkatan jumlah penumpang dan jumlah
bagasi yang dating ke Bandara Silangit. Dari sumber yang sama disebutkan juga bahwa
pada tahun 2017 keberangkatan pesawat dari Bandara Silangit Siborong Borong sebanyak
1.888 unit, penumpang 140.984 orang dan bagasi 1.255.746 kg. Keberangkatan pesawat
dari Bandara Silangit meningkat bila dibandingkan dengan tahun 2016 yaitu sebesar 39,03

Hal E-20
Usulan Teknis
MATERI TEKNIS RDTR KABUPATEN TAPANULI UTARA, PROVINSI SUMATERA UTARA
TAHUN ANGGARAN 2019

persen dari 1.358 unit menjadi 1.888 unit. Peningkatan kedatangan pesawat diikuti juga
peningkatan jumlah penumpang dan jumlah bagasi sebesar. Peningkatan jumlah pesawat
yang datang dan berangkat dari Bandara Silangit disebabkan telah dibukanya rute baru
dan jadwal penerbangan yang lebih banyak dibanding tahun sebelumnya, dan usaha untuk
meningkatkan jumlah penumpang baik yang berangkat dan datang di Bandara Silangit
menunjukkan adanya peningkatan pertumbuhan yang besar disektor ini.

4. Pendidikan
Pembangunan sektor pendidikan bertujuan untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya
Manusia (SDM) dan merupakan aset utama yang sangat strategis/dalam menggerakkan
laju pembangunan. Keberhasilan sektor pendidikan salah satunya dapat dilihat dari
indikator meningkatnya Angka Partisipasi Sekolah (APS). Peningkatan Angka Partisipasi
Sekolah haruslah didukung oleh penyediaan sarana dan prasarana pendidikan yang
memadai baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya.

Ditingkat Sekolah Dasar (SD) jumlah sekolah pada tahun ajaran 2017/2018 sebanyak 390
unit termasuk 4 unit diantaranya Madrasah Ibtidaiyah, dengan jumlah guru sebanyak
3.640 orang dan banyaknya murid 46.207 orang. Pada tingkat SMP/MTS jumlah sekolah
sebanyak 83 unit dimana 3 diantaranya adalah MTS.

Jumlah tenaga guru sebanyak 1.641 orang dan siswa yang menuntut ilmu sebanyak
22.119 orang. Pada tahun ajaran 2016/2017, jumlah Sekolah Menengah Umum (SMU)
sebanyak 27 unit termasuk Madrasyah Aliyah sebanyak 2 unit, jumlah tenaga guru
sebanyak 797 orang dan murid sebanyak 11.804 orang. Untuk tingkat Sekolah Menengah
Kejuruan (SMK) pada tahun ajaran 2016/2017 ini tercatat jumlah sekolah 24 unit, guru
574 orang, dan 6.542 siswa. Rasio murid SD/MI terhadap sekolah pada tahun ajaran
2016/2017 sebesar 119 dengan perkataan lain setiap SD/MI di Kabupaten Tapanuli Utara
rata-rata menampung sekitar 119 murid. Untuk masing-masing tingkat SMP/MTS/dan
SMU/MA rasionya adalah sebesar 269 dan 437 sedangkan pada tingkat SMK 273. Rasio
murid terhadap guru SD/MI tercatat sebesar 13 artinya rata-rata setiap guru mendidik

Hal E-21
Usulan Teknis
MATERI TEKNIS RDTR KABUPATEN TAPANULI UTARA, PROVINSI SUMATERA UTARA
TAHUN ANGGARAN 2019

sekitar 13 murid. Untuk tingkat SMP/MTS, SMU/MA dan SMK masing-masing memiliki
rasio sebesar 15; 15; 11.

5. Kesehatan
Jumlah Rumah Sakit Umum yang ada di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2017 sebanyak
1 buah yang berlokasi di Kecamatan Tarutung, sedangkan sarana kesehatan lainnya pada
tingkat kecamatan terdapat sebanyak 20 unit puskesmas (6 unit diantaranya puskesmas
berstatus rawat inap) dan 60 unit puskesmas pembantu. Polindes sebanyak 44 unit,
posyandu ada sekitar 402 unit, apotek sebanyak 7 unit, toko obat sebanyak 53 unit, klinik
bersalin swasta 1 unit dan balai pengobatan swasta 6 unit.

Jumlah dokter di Kabupaten Tapanuli Utara (tidak termasuk RSUD) pada Tahun 2017
sebanyak 55 orang yang terdiri dari dokter umum sebanyak 42 orang, dan dokter gigi
sebanyak 13 orang, sedangkan tenaga medis bidan tersedia 807 orang, perawat sebanyak
209 orang. Banyaknya Pasangan Usia Subur (PUS) di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun
2017 sebanyak 35.363 PUS/dengan akseptor aktif sebanyak 25.302 atau sekitar 71,26
persen. Pada Tahun 2017 terdapat 5.712 akseptor baru atau sekitar 97,96 persen dari
jumlah Pemenuhan Permintaan Masyarakat (PPM).

6. Peribadatan
Sesuai dengan Falsafah Negara, pelayanan kehidupan beragama dan kepercayaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa senantiasa dikembangkan dan ditingkatkan. Di
Kabupaten Tapanuli Utara kerukunan antar umat beragama terjalin dengan sangat baik.
Sarana ibadah umat beragama di Kabupaten Tapanuli Utara pada Tahun 2017 adalah
sebagai berikut: Gereja Protestan 903 unit, Gereja Katolik 77 unit, Mesjid 66 unit, dan
Langgar/Surau 37 unit.

E.1.2.2 Tinjauan RTRW Kabupaten Tapanuli Utara 2017-2037


Penataan ruang Kabupaten Tapanuli Utara bertujuan untuk mewujudkan penataan ruang
kabupaten tapanuli utara berbasis pertanian dan agroindustri yang didukung sektor pariwisata,
pertambangan dan energi yang produktif, efisien, aman dan nyaman dengan memperhatikan

Hal E-22
Usulan Teknis
MATERI TEKNIS RDTR KABUPATEN TAPANULI UTARA, PROVINSI SUMATERA UTARA
TAHUN ANGGARAN 2019

pemerataan pembangunan wilayah, mitigasi bencana serta pembangunan yang berkelanjutan.


Kebijakan Penataan Ruang Wilayah Kabupaten Tapanuli Utara meliputi :
a. Peningkatan aksesibilitas dan pemerataan pelayanan sosial ekonomi dan budaya ke seluruh
wilayah, dengan strategi sebagai berikut :
o membangun dan meningkatkan kualitas jaringan pergerakan transportasi darat ke setiap
bagian wilayah;
o membangun dan mengembangkan potensi pembangkit energi dengan memanfaatkan
sumber energi yang tersedia serta memperluas jaringan energi untuk kebutuhan
pembangunan wilayah;
o menyediakan fasilitas pelayanan ekonomi (kesehatan, pendidikan, air bersih, pasar,
telekomunikasi, energi listrik, pemerintahan, dan lain sebagainya); dan
o mengembangkan dan melestarikan serta mempromosikan berbagai potensi alam, budaya
dan sejarah yang merupakan asset dalam mendukung pengembangan sektor pariwisata.
b. Pemeliharaan dan perwujudan kelestarian lingkungan hidup, serta pengurangan resiko
bencana alam, dengan strategi sebagai berikut :
o mengembalikan dan meningkatkan fungsi kawasan lindung yang telah menurun
kualitasnya;
o mengembangkan energi alternatif;
o mencegah perusakan lingkungan hidup lebih lanjut melalui penerapan instrumen
pengendalian pemanfaatan ruang secara sistematis; dan
o mengoptimasikan pemanfaatan sumberdaya alam untuk menjaga kelestarian lingkungan
hidup serta mengurangi resiko bencana.
c. Pelaksanaan optimalisasi pemanfaatan ruang kawasan budidaya sesuai dengan daya dukung
dan daya tampung lingkungan, dengan strategi sebagai berikut :
o menerapkan konsep intensifikasi lahan pertanian irigasi teknis untuk kegiatan budidaya
lainnya;
o mengoptimalkan pemanfaatan lahan-lahan tidur untuk kegiatan produktif; dan
o mengembangkan kawasan budidaya pertanian sesuai dengan kemampuan dan
kesesuaian lahannya.
d. Peningkatan produktifitas sektor-sektor unggulan sesuai dengan daya dukung lahan, dengan
strategi sebagai berikut :

Hal E-23
Usulan Teknis
MATERI TEKNIS RDTR KABUPATEN TAPANULI UTARA, PROVINSI SUMATERA UTARA
TAHUN ANGGARAN 2019

o membangun dan memperluas jaringan irigasi dan meningkatkan pertanian irigasi


menjadi irigasi teknis;
o melakukan intensifikasi lahan pertanian dan perkebunan untuk mendukung
pengembangan sektor sekunder;
o meningkatkan produktifitas sub-sektor peternakan dan perikanan; dan
o mengembangkan kawasan agropolitan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat.
e. Peningkatan Ekonomi Masyarakat berbasis sumber daya alam, dengan strategi sebagai
berikut :
o mengembangkan sektor pariwisata dengan tetap menjaga kelestarian sumber daya alam;
o mendirikan industri pengolahan hasil pertanian dan perkebunan pada lokasi-lokasi
produksi;
o membudidayakan peternakan hewan besar dan kecil pada kawasan bukan perkotaan;
o mengembangkan perikanan darat pada daerah yang dekat dengan sumber daya air;
o mengeksploitasi daerah daerah penghasil barang tambang dengan memperhatikan
dampak lingkungan; dan
o membangun sarana dan prasarana pada kantong-kantong produksi dan lokasi wisata.
f. Peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan, dengan strategi sebagai
berikut :
o menetapkan kawasan strategis nasional dengan fungsi khusus pertahanan dan keamanan;
o mengembangkan budi daya secara selektif didalam dan disekitar kawasan strategis
nasional untuk menjaga fungsi pertahanan dan keamanan;
o mengembangkan kawasan lindung dan/atau kawasan budidaya tidak terbangun disekitar
kawasan strategis nasional sebagai zona penyangga yang memisahkan kawasan strategis
nasional dengan kawasan budidaya terbangun; dan
o turut serta memelihara dan menjaga aset-aset Pertahanan/TNI.

Rencana struktur ruang wilayah bertujuan untuk meningkatkan pelayanan pusat kegiatan,
meningkatkan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan prasarana. Rencana struktur ruang
wilayah meliputi sistem perkotaan, sistem jaringan transportasi, sistem jaringan energi, sistem
jaringan telekomunikasi, sistem jaringan sumber daya air dan sistem jaringan prasarana
lingkungan.

Hal E-24
Usulan Teknis
MATERI TEKNIS RDTR KABUPATEN TAPANULI UTARA, PROVINSI SUMATERA UTARA
TAHUN ANGGARAN 2019

Kabupaten Tapanuli Utara diarahkan menjadi 4 (empat) hierarki pusat pelayanan, yaitu:
a. Pusat Kegiatan Wilayah Promosi (PKWp), kawasan perkotaan yang berfungsi untuk
melayani kegiatan skala provinsi atau beberapa kabupaten/kota;
b. Pusat Kegiatan Lokal (PKL), yaitu kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani
kegiatan skala kabupaten atau beberapa kecamatan;
c. Pusat Pelayanan Kawasan (PPK), yaitu merupakan kawasan perkotaan yang berfungsi
untuk melayani kegiatan skala kecamatan atau beberapa desa;
d. Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL), yaitu merupakan pusat permukiman yang berfungsi
untuk melayani kegiatan skala antar desa.
e. Pusat Kawasan Strategis Nasional (PKSN), yaitu merupakan wilayah yang penataan
ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh yang sangat penting secara nasional.

Sistem pusat pelayanan Kabupaten Tapanuli Utara adalah sebagai berikut:


(1) PKWp mencakup kawasan perkotaan Tarutung;
(2) PKL mencakup kawasan perkotaan Siborongborong;
(3) PPK meliputi kawasan perkotaan Pangaribuan dan Pahae Jae; dan
(4) PPL meliputi pusat permukiman Kecamatan Pahae Julu, Purbatua, Simangumban, Garoga,
Sipahutar, Muara, Pagaran, Sipoholon, Siatas Barita, Adian Koting, dan Parmonangan.
Gambar E.6 Peta Rencana Struktur Ruang Kabupaten Tapanuli Utara 2017-2037 (Sumber
Peta ; Perda Kab. Tapanuli Utara No.03 Tahun 2017 Tentang RTRW Kabupaten
Tapanuli Utara)

Hal E-25
Usulan Teknis
MATERI TEKNIS RDTR KABUPATEN TAPANULI UTARA, PROVINSI SUMATERA UTARA
TAHUN ANGGARAN 2019

Gambar E.7 Peta Rencana Sistem Jaringan Transportasi Kabupaten Tapanuli Utara 2017-
2037 (Sumber Peta ; Perda Kab. Tapanuli Utara No.03 Tahun 2017 Tentang
RTRW Kabupaten Tapanuli Utara)

Hal E-26
Usulan Teknis
MATERI TEKNIS RDTR KABUPATEN TAPANULI UTARA, PROVINSI SUMATERA UTARA
TAHUN ANGGARAN 2019

Rencana Pola Ruang Wilayah Kabupaten Tapanuli Utara, meliputi kawasan lindung dan kawasan
budidaya. Kawasan lindung terdiri atas :

Hal E-27
Usulan Teknis
MATERI TEKNIS RDTR KABUPATEN TAPANULI UTARA, PROVINSI SUMATERA UTARA
TAHUN ANGGARAN 2019

a. hutan lindung;
b. kawasan perlindungan setempat;
c. kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya;
d. kawasan rawan bencana alam;
e. kawasan lindung geologi.

Kawasan budidaya terdiri atas :


a. kawasan peruntukan hutan produksi;
b. kawasan peruntukan hutan rakyat;
c. kawasan peruntukan pertanian;
d. kawasan peruntukan perkebunan;
e. kawasan peruntukan perternakan;
f. kawasan peruntukan perikanan;
g. kawasan peruntukan pertambangan;
h. kawasan peruntukan industri;
i. kawasan peruntukan pariwisata;
j. kawasan peruntukan permukiman;dan
k. kawasan peruntukan pertahanan.

Kawasan strategis di Kabupaten Tapanuli Utara meliputi Kawasan Strategis Nasional dan
Provinsi di wilayah Kabupaten Tapanuli Utara, serta penetapan Kawasan Strategis Kabupaten.
Kawasan strategis nasional di wilayah Kabupaten Tapanuli Utara ialah dari sudut kepentingan
lingkungan yaitu Kawasan Danau Toba dan sekitarnya. Kawasan strategis provinsi di wilayah
Kabupaten Tapanuli Utara meliputi :
a. Dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi, yaitu Kawasan Agropolitan Dataran Tinggi
Bukit Barisan di Siborong-borong dan
b. Dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup yaitu Kawasan
Konservasi Hutan Batang Toru.

Penetapan kawasan strategis di Kabupaten Tapanuli Utara dilakukan berdasarkan kepentingan:


a. Fungsi dan daya dukung lingkungan hidup;

Hal E-28
Usulan Teknis
MATERI TEKNIS RDTR KABUPATEN TAPANULI UTARA, PROVINSI SUMATERA UTARA
TAHUN ANGGARAN 2019

Penetapan Kawasan Strategis Kabupaten Tapanuli Utara dari sudut kepentingan fungsi dan
daya dukung lingkungan hidup meliputi: Kawasan Suaka Margasatwa Dolok Saut dengan
penekanan lingkungan hidup;
b. Pertumbuhan ekonomi;
Penetapan Kawasan Strategis Kabupaten Tapanuli Utara dari sudut kepentingan
Pertumbuhan Ekonomi, meliputi Kawasan Aerocity Bandar Udara Silangit dengan
penekanan ekonomi;
c. Sosial dan budaya
Penetapan Kawasan Strategis Kabupaten Tapanuli Utara dari sudut kepentingan Sosial dan
Budaya meliputi:
1) Kawasan Wisata Rohani Salib Kasih dengan penekanan sosial budaya; dan
2) Kawasan wisata Pulau Sibandang.
d. Pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi.
Penetapan Kawasan Strategis Kabupaten Tapanuli Utara dari sudut kepentingan
Pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi meliputi:
1) Kawasan Sebaran Potensi Panas Bumi (Geothermal) dengan penekanan sumberdaya
alam dan atau teknologi tinggi;
2) Kawasan Sebaran Potensi Bahan Tambang dengan penekanan sumberdaya alam;
3) Kawasan Sebaran Potensi Tenaga Air dengan penekanan sumberdaya alam dan atau
teknologi tinggi;

Gambar E.8 Peta Rencana Pola Ruang Kabupaten Tapanuli Utara 2017-2037 (Sumber Peta ;
Perda Kab. Tapanuli Utara No.03 Tahun 2017 Tentang RTRW Kabupaten
Tapanuli Utara)

Hal E-29
Usulan Teknis
MATERI TEKNIS RDTR KABUPATEN TAPANULI UTARA, PROVINSI SUMATERA UTARA
TAHUN ANGGARAN 2019

Gambar E.9 Peta Rencana Kawasan Strategis Kabupaten Tapanuli Utara 2017-2037 (Sumber
Peta ; Perda Kab. Tapanuli Utara No.03 Tahun 2017 Tentang RTRW Kabupaten
Tapanuli Utara)
Hal E-30
Usulan Teknis
MATERI TEKNIS RDTR KABUPATEN TAPANULI UTARA, PROVINSI SUMATERA UTARA
TAHUN ANGGARAN 2019

E.2 METODOLOGI PEKERJAAN


E.2.1 Kerangka Berpikir

Hal E-31
Usulan Teknis
MATERI TEKNIS RDTR KABUPATEN TAPANULI UTARA, PROVINSI SUMATERA UTARA
TAHUN ANGGARAN 2019

Secara umum kerangka berpikir dari pekerjaan ini dimulai dari tinjauan pengembangan wilayah
Kabupaten Tapanuli Utara maupun lokasi yang akan didetailkan rencana tata ruangnya dengan
memperhatikan aspek keberlanjutan dan lingkungan hidup, penyusunan profil kawasan,
penggalian terhadap rencana tata ruang yang relevan dengan lokasi, penentuan deliniasi kawasan,
analisis kawasan serta penyusunan rencana detail kawasan tersebut. Selengkapnya mengenai
kerangka berpikir serta metodologi pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan lingkup kegiatan yang
diatur dalam Kerangka Acuan Kerja dapat dilihat pada Gambar E.10 dan Gambar E.11.

Gambar E.10 Kerangka Berpikir Penyusunan Materi Teknis RDTR Kabupaten Tapanuli Utara

Gambar E.11 Diagram Alir Penyusunan Materi Teknis RDTR Kabupaten Tapanuli Utara

Hal E-32
Usulan Teknis
MATERI TEKNIS RDTR KABUPATEN TAPANULI UTARA, PROVINSI SUMATERA UTARA
TAHUN ANGGARAN 2019

E.2.2 Metode Yang Digunakan Dalam Pelaksanaan Pekerjaan


Adapun metode-metode yang digunakan dalam pelaksanaan pekerjaan adalah sebagai berikut.

E.2.2.1 Metode Pengumpulan Data


Sumber data terbagi menjadi dua yaitu data primer dan data sekunder. Data primer adalah data
yang diperoleh peneliti secara langsung (dari tangan pertama), sementara data sekunder adalah
data yang diperoleh peneliti dari sumber yang sudah ada. Contoh data primer adalah data yang
diperoleh dari responden melalui kuesioner, kelompok fokus, dan panel, atau juga data hasil
wawancara peneliti dengan nara sumber. Sedangkan contoh data sekunder misalnya Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025, Rencana Pembangunan Jangka

Hal E-33
Usulan Teknis
MATERI TEKNIS RDTR KABUPATEN TAPANULI UTARA, PROVINSI SUMATERA UTARA
TAHUN ANGGARAN 2019

Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN),
data-data pengembangan infrastruktur fisik dan non fisik yang sudah dilakukan baik di pusat dan
daerah, dll. Dalam penelitian, teknik pengumpulan data merupakan faktor penting demi
keberhasilan penelitian. Hal ini berkaitan dengan bagaimana cara mengumpulkan data, siapa
sumbernya, dan apa alat yang digunakan. Jenis sumber data adalah mengenai dari mana data
diperoleh. Apakah data diperoleh dari sumber langsung (data primer) atau data diperoleh dari
sumber tidak langsung (data sekunder).

Metode Pengumpulan Data merupakan teknik atau cara yang dilakukan untuk mengumpulkan
data. Metode menunjuk suatu cara sehingga dapat diperlihatkan penggunaannya melalui angket,
wawancara, pengamatan, tes, dkoumentasi dan sebagainya. Sedangkan Instrumen Pengumpul
Data merupakan alat yang digunakan untuk mengumpulkan data.  Karena berupa alat, maka
instrumen dapat berupa lembar cek list, kuesioner (angket terbuka / tertutup), pedoman
wawancara, camera photo dan lainnya. Adapun tiga teknik pengumpulan data yang biasa
digunakan adalah angket, observasi dan wawancara.
a. Angket
Angket / kuesioner adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara
memberikan seperangkat pertanyaan atau pernyataan kepada orang lain yang dijadikan
responden untuk dijawabnya. Meskipun terlihat mudah, teknik pengumpulan data melalui
angket cukup sulit dilakukan jika respondennya cukup besar dan tersebar di berbagai
wilayah. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan angket menurut Uma
Sekaran (dalam Sugiyono, 2007:163) terkait dengan prinsip penulisan angket, prinsip
pengukuran dan penampilan fisik. Prinsip Penulisan angket menyangkut beberapa faktor
antara lain :
 Isi dan tujuan pertanyaan artinya jika isi pertanyaan ditujukan untuk mengukur maka
harus ada skala yang jelas dalam pilihan jawaban.
 Bahasa yang digunakan harus disesuaikan dengan kemampuan responden. Tidak
mungkin menggunakan bahasa yang penuh istilah-istilah bahasa Inggris pada
responden yang tidak mengerti bahasa Inggris, dsb.
 Tipe dan bentuk pertanyaan apakah terbuka atau terturup. Jika terbuka artinya jawaban
yang diberikan adalah bebas, sedangkan jika pernyataan tertutup maka responden
hanya diminta untuk memilih jawaban yang disediakan.

Hal E-34
Usulan Teknis
MATERI TEKNIS RDTR KABUPATEN TAPANULI UTARA, PROVINSI SUMATERA UTARA
TAHUN ANGGARAN 2019

b. Observasi
Obrservasi merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang tidak hanya mengukur sikap
dari responden (wawancara dan angket) namun juga dapat digunakan untuk merekam
berbagai fenomena yang terjadi (situasi, kondisi). Teknik ini digunakan bila penelitian
ditujukan untuk mempelajari perilaku manusia, proses kerja, gejala-gejala alam dan
dilakukan pada responden yang tidak terlalu besar.
Participant Observation
Dalam observasi ini, peneliti secara langsung terlibat dalam kegiatam sehari-hari orang atau
situasi yang diamati sebagai sumber data.

Non participant Observation


Berlawanan dengan participant Observation, Non Participant merupakan observasi yang
penelitinya tidak ikut secara langsung dalam kegiatan atau proses yang sedang diamati.
Kelemahan dari metode ini adalah peneliti tidak akan memperoleh data yang mendalam
karena hanya bertindak sebagai pengamat dari luar tanpa mengetahui makna yang
terkandung di dalam peristiwa. Alat yang digunakan dalam teknik observasi ini antara lain :
lembar cek list, buku catatan, kamera photo, dll.
c. Wawancara
Wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui tatap muka dan
tanya jawab langsung antara pengumpul data maupun peneliti terhadap nara sumber atau
sumber data. Wawancara pada penelitian sampel besar biasanya hanya dilakukan sebagai
studi pendahuluan karena tidak mungkin menggunakan wawancara pada 1000 responden,
sedangkan pada sampel kecil teknik wawancara dapat diterapkan sebagai teknik pengumpul
data (umumnya penelitian kualitatif). Wawancara terbagi atas wawancara terstruktur dan
tidak terstruktur.
1) Wawancara terstruktur artinya peneliti telah mengetahui dengan pasti apa informasi
yang ingin digali dari responden sehingga daftar pertanyaannya sudah dibuat secara
sistematis. Peneliti juga dapat menggunakan alat bantu tape recorder, kamera photo, dan
material lain yang dapat membantu kelancaran wawancara.

Hal E-35
Usulan Teknis
MATERI TEKNIS RDTR KABUPATEN TAPANULI UTARA, PROVINSI SUMATERA UTARA
TAHUN ANGGARAN 2019

2) Wawancara tidak terstruktur adalah wawancara bebas, yaitu peneliti tidak menggunakan
pedoman wawancara yang berisi pertanyaan yang akan diajukan secara spesifik, dan
hanya memuat poin-poin penting masalah yang ingin digali dari responden.

Untuk keperluan pengenalan karakteristik lokasi perencanaan dan penyusunan rencana pola
ruang dan rencana jaringan prasarana, dilakukan pengumpulan data primer dan data
sekunder. Pengumpulan data primer setingkat kelurahan dan desa dilakukan melalui:
1. Penjaringan aspirasi masyarakat yang dapat dilaksanakan melalui penyebaran angket,
temu wicara, wawancara orang perorang, dan lain sebagainya; dan/atau
2. Pengenalan kondisi fisik dan sosial ekonomi lokasi perencanaan secara langsung
melalui kunjungan ke semua bagian dari lokasi perencanaan.

Pendekatan pengambilan data yang digunakan dalam kegiatan Penyusunan Materi Teknis RDTR
Kabupaten Tapanuli Utara adalah sebagai berikut:
1) Melakukan pengumpulan data dan informasi yang dilakukan melalui desk study, survei
lapangan dan instansional dengan data yang dikumpulkan berupa:
a. Data sebaran objek vital di wilayah perencanaan;
b. Data hasil identifikasi SWOT spasial di wilayah perencanaan;
c. Data fisik kawasan seperti topografi, kelerengan, kerawanan bencana, ketersediaan air
tanah, jaringan sungai dan sumber daya air, penggunaan lahan, jaringan jalan, jenis
tanah, geologi, kondisi bangunan dan sebagainya;
d. Data sosial-budaya, ekonomi, dan lingkungan seperti proyeksi jumlah penduduk, PDRB,
indeks pembangunan manusia, jumlah penduduk miskin, ketenagakerjaan, mata
pencaharian penduduk, potensi ekonomi lokal, jangkauan layanan sarana prasarana
dasar, kerawanan bencana, dan sebagainya;
e. Data kebijakan pembangunan dan tata ruang seperti RPJMN, RPJMD, RKP, RKPD,
RTRWN, RTR Pulau, RTRW Provinsi, RTRW Kabupaten/Kota dan sebagainya; serta
f. Data toponimi dan ketinggian bangunan.
2) Melakukan pengumpulan data melalui pendekatan analisis isi (content analysis) untuk
mengkaji berbagai perkembangan terhadap peraturan perundang-undangan, kebijakan-
kebijakan sektor terkait pengembangan kawasan yang telah dan pernah dilakukan
sebelumnya.

Hal E-36
Usulan Teknis
MATERI TEKNIS RDTR KABUPATEN TAPANULI UTARA, PROVINSI SUMATERA UTARA
TAHUN ANGGARAN 2019

3) Melakukan pengumpulan data melalui pendekatan secara teknis berdasarkan kaidah


keilmuan, maupun teori dan best practices yang sudah pernah dillakukan baik di dalam
negara atau luar negara dengan melibatkan para ahli yang memiliki kompentesi sesuai latar
belakang keilmuan yang dibutuhkan dan berpengalaman di bidangnya.
4) Melakukan pengumpulan data melalui pendekatan perencanaan partisipatif (participatory
planning) yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan yang terkait dalam
pengembangan kawasan dengan setidaknya melibatkan unsur:
a. K/L meliputi Kementerian PPN/Bappenas, Kementerian Koordinasi Bidang
Perekonomian, Kementerian Koordinasi Bidang Kemaritiman, Kementerian
Perindustrian, Kementerian Pariwisata, Kementerian PUPR, Kementerian Dalam
Negeri, Badan Koordinasi Penanaman Modal, dan K/L lain yang terkait;
b. Pemerintah daerah meliputi Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dan Pemerintah
Kabupaten Tapanuli Utara beserta SKPD terkaitnya seperti Bappeda, Dinas PUPR,
Dinas Pariwisata, BPMPTSP, dan sebagainya;
c. Kelompok masyarakat/swasta yang terkait, seperti unsur tokoh masyarakat, Lembaga
Swadaya Masyarakat, KADIN, REI, dan sebagainya;
d. Perguruan Tinggi yang berada di lingkup wilayah perencanaan, khususnya di Provinsi
Sumatera Utara.

Data dalam bentuk data statistik dan peta, serta informasi yang dikumpulkan berupa data tahunan
(time series) minimal 5 (lima) tahun terakhir dengan kedalaman data setingkat kelurahan/desa.
Data berdasarkan kurun waktu tersebut diharapkan dapat memberikan gambaran perubahan apa
yang terjadi pada bagian dari wilayah kabupaten/kota. Secara lebih lengkap kebutuhan data yang
dibutuhkan dalam proses Materi Teknis RDTR Kabupaten Tapanuli Utara ini dapat dilihat pada
tabel berikut ini :

Tabel E.3 Kebutuhan Data Penyusunan Materi Teknis RDTR Kabupaten Tapanuli Utara
JENIS SURVEY SKALA DATA
KLASIFIKASI DATA YANG PRIMER
NO
DATA DIBUTUHKAN PENGAMATAN WAWANCARA SEK. KAB. KEC.
LAPANGAN /KUESIONER
1 Fisik Dasar, Topografi   
Sumber daya Geologi   
alam dan Jenis tanah   

Hal E-37
Usulan Teknis
MATERI TEKNIS RDTR KABUPATEN TAPANULI UTARA, PROVINSI SUMATERA UTARA
TAHUN ANGGARAN 2019

JENIS SURVEY SKALA DATA


KLASIFIKASI DATA YANG PRIMER
NO
DATA DIBUTUHKAN PENGAMATAN WAWANCARA SEK. KAB. KEC.
LAPANGAN /KUESIONER
Lingkungan Kemiringan lahan   
Hidrogeologi   
Hidrologi   
Klimatologi   
Potensi Bencana
  
Alamiah/buatan
2 Kependudukan Jumlah penduduk   
(trend Sebaran penduduk   
perkembangan Komposisi
& proyeksi   
penduduk
penduduk) Mata pencaharian   
Pendapatan   
Pertumbuhan
  
penduduk
Kepadatan   
Pola pergerakan    
3 Sosial budaya Kondisi sosial dan 

budaya
Pola Partisipasi   
4 Kemampuan Kecenderungan 
  
tumbuh & perkembangan kota
berkembang Kebijaksanaan 
  
dalam skala terkait
regional Fungsi dan peran 
  
kota
Sektor unggulan 
 
wilayah sekitar
Sistem regional   
5 Struktur dan Guna lahan / land
    
pola use
pemanfaatan Kecenderungan
ruang perkembangan guna    
lahan
6 Kegiatan Jenis aktivitas
   
perekonomian perekonomian
kabupaten Lokasi kegiatan
    
ekonomi
Sektor unggulan    
Sektor prioritas    
PDRB  
Kecenderungan 
  
pola aktivitas
Kondisi pasar    
Skala pelayanan
   
ekonomi yang ada
7 Transportasi Data Jaringan jalan   
Titik konflik     
Jumlah & sebaran
   
Terminal
Data angkutan 
 
umum

Hal E-38
Usulan Teknis
MATERI TEKNIS RDTR KABUPATEN TAPANULI UTARA, PROVINSI SUMATERA UTARA
TAHUN ANGGARAN 2019

JENIS SURVEY SKALA DATA


KLASIFIKASI DATA YANG PRIMER
NO
DATA DIBUTUHKAN PENGAMATAN WAWANCARA SEK. KAB. KEC.
LAPANGAN /KUESIONER
Data Kereta Api/ 
 
Stasiun
Volume kendaraan    
Permasalahan 
   
transportasi
8 Sarana Umum & Sarana peribadatan    
sosial Sarana pendidikan    
Sarana kesehatan    
Sarana
   
perekonomian
Sarana OR & taman    
Sarana pos &
   
telekomunikasi
9 Utilitas Data Air bersih    
Data Air Limbah    
Data Persampahan    
Data Drainase    
Data jaringan listrik    
Data jaringan
   
telepon
10 Pertanahan Status tanah    
Kepemilikan tanah    
Data izin lokasi   
11 Kelembaagan Stakeholder terkait   
Pola kelembagaan   
Permasalahan   
12 Hukum dan Peraturan terkait
peraturan 
Pembangunan
13 Mekanisme Sistem perizinan
administrasi
 
management
pembangunan
14 Pembiayaan Pola pembiayaan  
pembangunan Sumber
 
pembiayaan
15 Kebijaksanaan Rencana tata ruang

terkait kota yang telah ada
Kebijaksanaan

regional terkait
16 Data Pembiayaan
kepustakaan pembangunan dan

anggaran
pembangunan
Standar kebutuhan

ruang
Kemitraan &
kerjasama 
pembangunan
Manajemen 
pertanahan

Hal E-39
Usulan Teknis
MATERI TEKNIS RDTR KABUPATEN TAPANULI UTARA, PROVINSI SUMATERA UTARA
TAHUN ANGGARAN 2019

JENIS SURVEY SKALA DATA


KLASIFIKASI DATA YANG PRIMER
NO
DATA DIBUTUHKAN PENGAMATAN WAWANCARA SEK. KAB. KEC.
LAPANGAN /KUESIONER
Paket-paket insentif

dan disinsentif
17 Kepemilikan Lahan   
Sumber : Analisis Konsultan 2019

E.2.2.2 Metode Deliniasi Kawasan


Pendelineasian kawasan perencanaan didasarkan pada prinsip:
a) Fokus;
Prinsip fokus adalah mengutamakan lokasi yang menjadi prioritas penanganan untuk
mencapai tujuan kawasan perencanaan.
b) Efisiensi;
Prinsip efisiensi adalah sedapat mungkin menghasilkan delineasi yang tepat, sehingga dapat
menghemat waktu, tenaga dan biaya dalam proses penyusunan.
c) Interpretabilitas
Prinsip interpretabilitas adalah hasil delineasi harus dapat diinterpretasi dan dikenali secara
mudah oleh pengguna dan pengambil keputusan.

Deliniasi kawasan perencanaan ditetapkan dengan mempertimbangkan:


a) Arahan pengembangan pada kawasan perencanaan;
b) Perlindungan terhadap fungsi utama objek strategis beserta sarana penunjangnya;
c) Morfologi kawasan perencanaan;
d) Keserasian dan keterpaduan fungsi kawasan perencanaan;
e) Jangkauan dan batasan pelayanan untuk keseluruhan kawasan dengan memperhatikan
rencana struktur ruang dalam RTRW Kabupaten/Kota yang terkait;
f) Permasalahan aktual dilapangan yang membutuhkan prioritas penanganan; dan/atau
g) Titik-titik prioritas kawasan yang ditentukan berdasarkan tujuan penyusunan RDTR di
kawasan perencanaan.

Hal E-40
Usulan Teknis
MATERI TEKNIS RDTR KABUPATEN TAPANULI UTARA, PROVINSI SUMATERA UTARA
TAHUN ANGGARAN 2019

Kawasan perencanaan Materi Teknis RDTR Kabupaten Tapanuli Utara dapat berupa:
a) Wilayah administrasi;
b) Kawasan fungsional;
Kawasan fungsional yang dimaksud adalah kawasan dengan ciri tertentu yang ditandai
dengan adanya interaksi keruangan. Interaksi keruangan adalah wujud saling hubungan
antara satu fakta dengan fakta yang lain dalam satu ruang. Kawasan fungsional yang
dimaksud juga merupakan kawasan yang berada di sekitar objek strategis beserta sarana
prasarana penunjangnya yang saling mendukung serta memiliki pengaruh sebab-akibat.

Batas delineasi dapat berupa:


a) Batas administrasi;
Batas administrasi dapat berupa batas wilayah desa/kelurahan atau batas wilayah kecamatan
b) Batas bentang alam;
Batas bentang alam dapat berupa batas sungai, danau, dan/atau batas lainnya yang
merupakan bentang alam.
c) Batas buatan.
Batas buatan dapat berupa batas jalan dan/atau batas lainnya yang merupakan batas buatan.

Deliniasi kawasan perencanaan terdiri dari:


a) Kawasan Utama Objek Pariwisata (Strategis)
Kawasan utama objek pariwisata (strategis) ditetapkan dengan kriteria:
 Merupakan lokasi utama objek strategis; dan/atau
 Dapat berada pada wilayah daratan dan/atau wilayah perairan;
b) Kawasan pengaruh objek strategis ditetapkan dengan kriteria:
 Kawasan sekitar kawasan objek strategis yang mempengaruhi atau dipengaruhi oleh
fungsi kawasan objek strategis, baik secara langsung maupun tidak langsung;
 Memiliki radius tertentu dari batas terluas kawasan kawasan objek strategis;
 Berada di wilayah daratan dan/atau wilayah perairan; dan/atau
 Merupakan kawasan yang diproritaskan pengendalian pemanfaatan ruangnya karena
memiliki laju pertumbuhan dan trend perubahan guna lahan yang cepat akibat dari
kegiatan utama di kawasan objek strategis.

Hal E-41
Usulan Teknis
MATERI TEKNIS RDTR KABUPATEN TAPANULI UTARA, PROVINSI SUMATERA UTARA
TAHUN ANGGARAN 2019

Delineasi dapat dilakukan melalui mekanisme sebagai berikut:


a) Melihat tujuan penataan kawasan perencanaan sebagai dasar melakukan delineasi;
b) Menerapkan kriteria-kriteria delineasi kawasan perencanaan pada lokasi;
c) Melakukan segmentasi ruang dengan menggunakan metode overlay terhadap kriteria-
kriteria delinasi kawasan perencanaan; dan
d) Melakukan analisis/penyaringan berdasarkan prioritas delineasi yang akan disusun RDTR-
nya.

Pembahasan penyusunan delineasi melibatkan perwakilan dari Tim Koordinasi Penataan Ruang
Daerah (TKPRD). Deliniasi kawasan perencanaan ditetapkan dengan Berita Acara kesepakatan
dengan Pemerintah Daerah. Berita Acara kesepakatan ditandatangani oleh perwakilan dari
TKPRD.

E.2.2.3 Metode Survey Toponimi


Toponim yang dalam bahasa Inggris disebut toponym berasal dari “topos” dan “nym”. Topos
berarti “tempat” atau “permukaan” seperti “topografi” adalah gambaran tentang permukaan atau
tempat-tempat di bumi. “Nym” berasal dari “onyma” yang berarti “nama”. Secara harfiah,
toponim diartikan nama tempat di muka bumi. Dalam bahasa Inggris toponym terkadang disebut
“geographical names” (nama geografis) atau “place names” (nama tempat). Sementara itu, dalam
bahasa Indonesia digunakan istilah “nama unsur geografi” atau “nama geografis” atau “nama
rupabumi” (Rais et al., 2008, pp. 4-5). Toponim menurut Raper dalam Rais et al. (2008) memiliki
dua pengertian. Pengertian pertama, toponim adalah ilmu yang mempunyai objek studi tentang
toponim pada umumnya dan tentang nama geografis khususnya. Pengertian kedua, toponim
adalah totalitas dari toponim dalam suatu region (p. 5).

Definisi unsur rupabumi adalah bagian permukaan bumi yang berada di atas daratan dan
permukaan laut serta di bawah permukaan laut yang dapat dikenali identitasnya sebagai unsur
alamat dan/atau unsur buatan manusia (Rais et al., 2008, p. 87). Unsur rupabumi terdiri dari enam
kategori, yaitu:
1. Unsur bentang alami (natural landscape features), seperti gunung, bukit, sungai, danau,
laut, selat, pulau, termasuk unsur-unsur bawah laut seperti palung, cekungan, gunung
bawah laut, dan sebagainya.

Hal E-42
Usulan Teknis
MATERI TEKNIS RDTR KABUPATEN TAPANULI UTARA, PROVINSI SUMATERA UTARA
TAHUN ANGGARAN 2019

2. Tempat-tempat berpenduduk dan unsur lokalitas (populated places and localities).


Sebagai contoh unsur-unsur lokal misalnya bangunan bersejarah, makam pahlawan,
mesjid, gereja, stasiun bis, kereta api, dan sebagainya.
3. Pembagian administratif/politis dari negara (civil/political subdivisions of a country)
seperti Provinsi, Kabupaten, Kota, Kecamatan, distrik pemilu, dan sebagainya.
4. Kawasan administrasi (administrative area) seperti taman nasional, hutan lindung, daerah
konservasi, cagar alam, kawasan margasatwa, lahan basah, dan sebagainya.
5. Rute transportasi (transportation route) seperti jalan, jalan tol, jalan setapak, dan
sebagainya.
6. Unsur-unsur yang dibangun/dikonstruksi lainnya (other constructed features) seperti
bandara, dam, monumen, kanal, pelabuhan, mercusuar, dan sebagainya.

Kajian toponimi dengan melakukan penelusuran nama-nama unsur geografis yang diberikan oleh
manusia yang bermukim di suatu wilayah dapat dipakai untuk menelusuri suatu bangsa/kelompok
etnik yang mendiami suatu wilayah di masa lalu (Rais et al., 2008, p. 7). Selain itu, penelusuran
tersebut juga terkait dengan sejarah permukiman manusia (Rais et al., 2008, p. 9). Sejarah ini
dapat dilacak melalui penemuan peta-peta di masa silam di atas daun papyrus (di zaman
peradaban Mesir kuno) atau peta tablet tanah liat di lembah sungai Eufrat dan Tigris (Moore
(1983) dalam (Rais et al., 2008, p. 7)). Selain sejarah manusia, kajian ini juga berguna untuk
melacak sejarah geografi (Rais et al., 2008, p. 55). Di samping itu, pemertahanan nama-nama
unsur rupa bumi dapat melestarikan bahasa dan budaya setempat (Rais et al., 2008, p. 85).

Dalam penyusunan peta dasar dibutuhkan beberapa unsur / layer peta. Setidaknya sesuai produk
peta rupabumi Indonesia yang dikeluarkan oleh Badan Informasi Geospasial hingga saat ini ada
tujuh bagian.
1. Layer Batas Administrasi
Layer batas administrasi memiliki dua tipe atau jenis data spasial, yaitu data area dalam
bentuk wilayah administrasi dan data garis batas administrasi
2. Layer Transportasi
Layer transportasi, khususnya skala besar (misalnya lebih besar sama dengan 1:5.000)
memiliki dua tipe atau jenis data spasial, yaitu data area dalam bentuk area jalan,
jembatan, rel kereta api dan data garis berupa garis as jalan, jembatan, rel kereta api.

Hal E-43
Usulan Teknis
MATERI TEKNIS RDTR KABUPATEN TAPANULI UTARA, PROVINSI SUMATERA UTARA
TAHUN ANGGARAN 2019

3. Layer Perairan/Hidrografi
Layer perairan/hidrografi, khususnya skala besar (misalnya lebih besar sama dengan
1:5.000) memiliki dua tipe atau jenis data spasial, yaitu data area dalam bentuk area
sungai, waduk, situ, danau, bendungan, embung, kolam, dan data garis berupa garis
tengah sungai, tepi waduk, situ, danau, bendungan, embung, kolam.
4. Layer Bangunan
Layer bangunan khusus muncul pada peta / data spasial skala besar (misalnya lebih besar
sama dengan 1:5.000) hanya terdiri dari satu tipe atau jenis data spasial, yaitu data area
dalam bentuk polygon bangunan.
5. Layer Kontur/Hipsografi
Layer kontur/hipsografi pada umumnya hampir terdapat pada berbagai macam skala peta /
data spasial. Layer ini biasanya terdiri dari dua tipe / jenis data yaitu data garis berupa
penghubung ketinggian suatu wilayah dengan interval tertentu, dan data titik berupa
informasi titik yang tersebar di wilayah yang dipetakan di mana di dalamnya terdapat
informasi ketinggian titik tersebut dengan unit meter di atas permukaan laut (mdpl).
6. Layer Penutup Lahan
Layer penutup lahan tidak secara spesifik hanya ada pada peta / data spasial dasar skala
besar saja, tapi juga terdapat pada skala menengah maupun kecil. Layer ini hanya terdiri
dari satu tipe atau jenis data spasial, yaitu data area dalam bentuk wilayah dengan penutup
/ guna lahan tertentu.
7. Layer Toponimi
Layer toponim juga tidak secara spesifik hanya ada pada peta / data spasial dasar skala
besar saja, tapi juga terdapat pada skala menengah maupun kecil. Layer ini hanya terdiri
dari satu tipe atau jenis data spasial, yaitu data titik yang memberikan informasi jenis dan
nama obyek tertentu.

Pada penyusunan data spasial toponimi, khususnya peta skala besar erat kaitannya dengan survei
data primer dengan bantuan perangkat perekam koordinat atau biasa dikenal dengan GPS.
Khusus pada kebutuhan peta skala 1:5.000 ini, umumnya toponim sudah diklasifikasikan ke
dalam beberapa kategori.
1. Tema Transportasi
 Jalan

Hal E-44
Usulan Teknis
MATERI TEKNIS RDTR KABUPATEN TAPANULI UTARA, PROVINSI SUMATERA UTARA
TAHUN ANGGARAN 2019

 Sempadan Kereta Api


 Jembatan
 Terowongan
 Pematang
2. Tema Perairan
 Sungai
 Kolam
 Waduk
 Danau
 Gosong Sungai
 Embung
 Saluran Irigasi dan Drainase
 Terumbu Karang
 Padang Lamun
 Rawa
3. Tema Persampahan
 Tempat Pembuangan Sementara
 Tempat Pembuangan Akhir
 IPAL
4. Tema Perkebunan
 Perkebunan Karet
 Perkebunan Kopi
 Perkebunan Kakao
 Perkebunan Teh
 Perkebunan Kelapa
 Perkebunan Kelapa Sawit
 Perkebunan Tebu
 Perkebunan Tembakau
 Perkebunan Salak
 Perkebunan Campuran

Hal E-45
Usulan Teknis
MATERI TEKNIS RDTR KABUPATEN TAPANULI UTARA, PROVINSI SUMATERA UTARA
TAHUN ANGGARAN 2019

 Perkebunan Lain
5. Tema Pertambangan
 Pertambangan Galian A
 Pertambangan Galian B
 Pertambangan Galian C
6. Tema Perkantoran dan Perekonomian
 Pertokoan dan Jasa
 Kantor Pemerintahan
 Kantor Swasta
 Pasar
 Mall
 Warung
7. Tema Industri
 Industri Kimia Dasar
 Industri Mesin dan Logam Dasar
 Industri Aneka
 Pergudangan
8. Tema Fasilitas Pendidikan
 Pendidikan Dasar
 Pendidikan Menengah Pertama
 Pendidikan Menengah Atas
 Pendidikan Tinggi
 Pesantren
 Pendidikan Lainnya
9. Tema Fasilitas Transportasi
 Terminal
 Stasiun
 Halte
 Pelabuhan
 Dermaga

Hal E-46
Usulan Teknis
MATERI TEKNIS RDTR KABUPATEN TAPANULI UTARA, PROVINSI SUMATERA UTARA
TAHUN ANGGARAN 2019

 Bandara
 SPBU

10. Tema Fasilitas Kesehatan


 Rumah Sakit
 Puskesmas
 Posyandu
 Klinik
11. Tema Fasilitas Olahraga
 Lapangan Olahraga
 Sirkuit
 Padang Golf
 Stadion
 Fasilitas Olahraga Lainnya
12. Tema Fasilitas Sosial
 Balai Warga
 Gedung Serbaguna
 Panti Sosial
 Gedung Pertemuan
 Fasilitas Sosial Lain
13. Tema Fasilitas Peribadatan
 Masjid
 Mushola
 Gereja
 Vihara
 Pura
 Klenteng
14. Tema Pariwisata
 Hotel dan Penginapan
 Objek Wisata

Hal E-47
Usulan Teknis
MATERI TEKNIS RDTR KABUPATEN TAPANULI UTARA, PROVINSI SUMATERA UTARA
TAHUN ANGGARAN 2019

 Restoran
 Bioskop
 Museum
15. Tema Hankam
 Kantor Polisi
 Rutan
 KODIM
 KORAMIL
 Pangkalan Militer
 Fasilitas Hankam Lainnya
 Perkantoran Hankam Lainnya
16. Tema Permukiman
 Rumah Tinggal
 Apartemen
 Rusun
 Asrama
 Rumah dinas
 Rumah adat

Rangkaian kerja dalam metodologi untuk melancarkan proses pengambilan data primer dari
informasi toponim terangkum pada bagan alir berikut ini.

Gambar E.12 Metodologi Survey Toponimi Penyusunan Materi Teknis RDTR Kabupaten
Tapanuli Utara

Hal E-48
MINGGU I MINGGU II

1.
WAKTU PELAKSANAAN
1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 7
TAHAPAN KEGIATAN PERSIAPAN PELAKSANAAN SURVEI DIGITALISASI

Penentuan batas Survey instansi untuk Backup data koordinat Input form surveicetak
wilayahkerja peta batas administrasi toponim dari GPS ke format database
digital

Konversibatas wilayah Pemetaan partisipatif Backup foto


ke format GPS pelengkap batas obyek/toponim Join / penggabungan

GPS tipe handheld


administrasi dan database digital
penegasan batas dengan koordinat
Layouting batas toponim dari GPS dan
RINCIAN KEGIATAN wilayah dan CSRT foto obyek topinim
Survei toponim (plot
Cetak layout peta koordinat GPS,
kerja pengisian form survei,
dan dokumentasi
obyek)
Pengajuan perizinan

 Peta kerja digital  Batas kecamatan  Toponim fasilitas transportasi


 Peta kerja cetak A3  Batas desa  Toponim fasilitas kesehatan
 Batas geomer survei di GPS  Batas RW  Toponim fasilitas social
 Surat izin survei  Toponim jalan  Toponim fasilitas peribadatan
OUTPUT  Database spasial toponim
 Pendampingan lapangan (optional)  Toponim sungai  Toponim fasilitas pariwisata
 Toponim landmark  Toponim fasilitas hankam

Perlengkapan yang dibutuhkan untuk melakukan survei toponim diantaranya;


 Toponim perkebunan/pertambangan  Toponim permukiman
 Toponim perdagangan jasa/industry  Toponim fasilitas pendidikan
 Pengolahan data spasial  Pemetaan batas partisipatif  Input data pada form cetak ke format digital database
METODE PELAKSANAAN  Layout  Survei penyusuran jalan  Join data koordinat toponim dari GPS dengan database digital
 Pengajuan izin  Plot koordinat toponim
PELAPORAN Album peta kerja Form survei toponim, plot titik koordinat toponim dari GPS, dan foto obyek toponim Database spasial digital toponim
MATERI TEKNIS RDTR KABUPATEN TAPANULI UTARA, PROVINSI SUMATERA UTARA
Usulan Teknis

TAHUN ANGGARAN 2019

Hal E-49
Usulan Teknis
MATERI TEKNIS RDTR KABUPATEN TAPANULI UTARA, PROVINSI SUMATERA UTARA
TAHUN ANGGARAN 2019

2. Form survey
3. Kamera digital
4. ATK
5. Peta kerja cetak
6. Peta kerja digital
7. Smartphone

Survei toponim sebagai sumber data primer yang diambil langsung dari lapangan memiliki waktu
yang ketat sehingga di jembatani dengan jadwal kerja yang ketat. Berikut jadwal pelaksanaan
survei toponim pada lokasi yang dipetakan.

Tabel E.4 Jadwal Kerja Pelaksanaan Survey Toponimi


WAKTU PELAKS ANAAN
KEGIATAN MINGGU I MINGGU I
1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 7
PERSIAPAN
Penyepakatan wilayah survei toponim
Penyusunan peta kerja digital
Penyusunan batas geomer survei di GPS
Penyusunan peta kerja cetak A3
Pengurusan surat izin survei
Pengajuan pendampingan lapangan (optional)
PELAKSANAAN SURVEI
Survei instansi untuk pemetaan batas (data sekunder)
Survei instansi untuk pemetaan batas dengan pemetaan
partisipatif
Survei toponim untuk informasi transportasi, perairan, dan
bangunan
Backup data koordinat toponim dari GPS
Backup dokumentasi foto obyek toponim
Pengecekan form survei
DIGITALISASI
Input form survei cetak ke format database digital
Join / penggabungan database digital dengan koordinat toponim
dari GPS dan foto obyek topinim

Sumber : Analisis Konsultan, 2019

E.2.2.4 Metode Focus Group Discussion


Dalam rencana proses penyelesaian pekerjaan ini salah satu tahapan yang akan dilakukan adalah
melakukan Focus Group Discussion (FGD). Focus Group Discussion (FGD) adalah bentuk
diskusi yang didesain untuk memunculkan informasi mengenai keinginan, kebutuhan, sudut

Hal E-50
Usulan Teknis
MATERI TEKNIS RDTR KABUPATEN TAPANULI UTARA, PROVINSI SUMATERA UTARA
TAHUN ANGGARAN 2019

pandang, kepercayaan dan pengalaman yang dikehendaki peserta


(http://www.talkingquality.gov/docs/section5/5_3.htm#Fokus%20Group%20different). Definisi
lain, FGD adalah salah satu teknik dalam mengumpulkan data kualitatif; di mana sekelompok
orang berdiskusi dengan pengarahan dari seorang fasilitator atau moderator mengenai suatu topik
(http://www.enolsatoe.org/content/view/15/33/). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
FGD adalah salah satu teknik pengumpulan data kualitatif yang didesain untuk memperoleh
informasi keinginan, kebutuhan,sudut pandang, kepercayaan dan pengalaman peserta tentang
suatu topik, dengan pengarahan dari seorang fasilitator atau moderator. Berikut beberapa hal
yang berkaitan dengan teknik pengumpulan data kualitatif melalui FGD.
a. Tujuan FGD
Tujuan FGD adalah untuk mengeksplorasi masalah yang spesifik, yang berkaitan dengan topik
yang dibahas. Teknik ini digunakan dengan tujuan untuk menghindari pemaknaan yang salah
dari peneliti terhadap masalah yang diteliti. FGD digunakan untuk menarik kesimpulan
terhadap makna-makna intersubjektif yang sulit diberi makna sendiri oleh peneliti karena
dihalangi oleh dorongan subjektivitas peneliti (Kresno S. dkk., 1999).
b. Karakteristik FGD
Jumlah peserta dalam kelompok cukup 7–10 orang, namun dapat diperbanyak hingga 12
orang, sehingga memungkinkan setiap individu untuk mendapat kesempatan mengeluarkan
pendapatnya serta cukup memperoleh pandangan anggota kelompok yang bervariasi (Krueger,
1988). Jumlah peserta yang lebih besar, sebenarnya juga bisa memberi keuntungan lain, yaitu
memperluas sudut pandang dan pengalaman peserta yang mungkin muncul. Namun walaupun
jumlah peserta tidak banyak dan waktu untuk mengemukakan pendapat tidak dibatasi, peserta
mempunyai batasan waktu tertentu dalam berbicara karena fokus perhatian tidak hanya pada
satu responden melainkan seluruh peserta. Inilah yang membedakan teknik pengumpulan data
kualitatif FGD dengan teknik wawancara one by one
(http://www.talkingquality.gov/docs/section5/5_3.htm#Fokus%20Group%20different).
Peserta harus mempunyai ciri-ciri yang sama atau homogen. Ciri-ciri yang sama ini ditentukan
oleh tujuan atau topik diskusi dengan tetap menghormati dan memperhatikan perbedaan ras,
etnik, bahasa, kemampuan baca-tulis, penghasilan dan gender (Krueger, 1988). FGD
bertujuan untuk mengumpulkan data mengenai persepsi dan pandangan peserta terhadap
sesuatu, tidak berusaha mencari konsensus atau mengambil keputusan mengenai tindakan apa
yang akan diambil. Oleh karena itu dalam FGD digunakan pertanyaan terbuka (open ended),

Hal E-51
Usulan Teknis
MATERI TEKNIS RDTR KABUPATEN TAPANULI UTARA, PROVINSI SUMATERA UTARA
TAHUN ANGGARAN 2019

yang memungkinkan peserta untuk memberikan jawaban yang disertai dengan penjelasan-
penjelasan (Krueger, 1988). Teknik ini berbeda dengan teknik diskusi kelompok lainnya,
misalnya Delphi process, Brainstorming, Nominal Group yang bisanya bertujuan untuk
membuat suatu konsensus dan memecahkan masalah sesuai persetujuan semua pihak
(Krueger, 1988).
c. Menggunakan Topik Terfokus
Topik diskusi ditentukan terlebih dahulu dan diatur secara berurutan. Pertanyaan diatur
sedemikian rupa sehingga dimengerti oleh peserta diskusi (Krueger, 1988). Topik penelitian
yang tidak dapat dilakukan yaitu topik penelitian yang mempelajari preferensi manusia
(seperti bahasa, sarana diseminasi, pesan kunci, dan sebagainya), topik yang menjelaskan
bagaimana pengertian dan penerimaan kelompok masyarakat terhadap suatu hal, serta topik
penelitian yang bertujuan untuk menggali respons individu (untuk informasi kuantitatif).
Sebaliknya wawancara one by one lebih tepat untuk hal ini
(http://www.talkingquality.gov/docs/section5/53.htm#Fokus%20Group%20differt).

d. Pelaksanaan FGD
Biasanya FGD dilangsungkan selama 60–120 menit dan dapat dilakukan beberapa kali
(Krueger, 1988). Frekuensi tergantung pada kebutuhan penelitian, sumber dana, kebutuhan
pembaharuan informasi, serta seberapa mampu dan cepat pola peserta terbaca. Jika respons
yang terjadi telah jenuh, artinya tidak ada yang terbarukan, maka jumlah sesi bisa diakhiri.
Sesi yang pertama kali biasanya lebih lama jika dibandingkan sesi berikutnya karena semua
informasi masih baru. Disarankan paling tidak harus ada dua sesi dalam satu babak FGD
(http://www.talkingquality.gov/docs/section5/popups/methodology_pop.htm).Tempat
pelaksanaan FGD harus netral, maksudnya suatu tempat yang memungkinkan partisipan dapat
mengeluarkan pendapatnya secara bebas.
e. Langkah-langkah
Langkah langkah yang akan digunakan dalam antara lain sebagai berikut :
1) Persiapan FGD
Fasilitator dan pencatat harus datang tepat waktu sebelum peserta datang. Fasilitator dan
pencatat (notulen) sebaiknya bercakap-cakap secara informal dengan peserta, sekaligus

Hal E-52
Usulan Teknis
MATERI TEKNIS RDTR KABUPATEN TAPANULI UTARA, PROVINSI SUMATERA UTARA
TAHUN ANGGARAN 2019

mengenal nama peserta dan yang menjadi perhatian fasilitator maupun pencatat. Sebelum
FGD dilaksanakan perlu ada persiapan-persiapan sebagai berikut (Krueger, 1988):
2) Menentukan jumlah kelompok FGD
Untuk menentukan jumlah kelompok yang dibutuhkan perlu ditetapkan terlebih dahulu
hipotesa topik yang akan diteliti. Misalnya apakah jenis kelamin, umur, pendidikan, status
sosial ekonomi penting bagi topik penelitian. Pedoman dalam menentukan jumlah
kelompok:
 Minimal 2 kelompok pada tiap kategori
 Bahasan kelompok bervariasi
 Sampai tidak ada informasi baru
 Ada makna dalam letak geografis.
3) Menentukan komposisi kelompok FGD
Hal-hal yang menentukan komposisi kelompok FGD antara lain :
 Kelas sosial;
 Status hidup;
 Status spesifik tertentu;
 Tingkat keahlian;
 Perbedaan budaya;
 Jenis kelamin.
4) Menentukan tempat diskusi FGD
Faktor yang harus diperhatikan dalam menentukan tempat FGD yaitu:
 Mendatangkan rasa aman;
 Nyaman;
 Lingkungan yang netral;
 Mudah dicapai peserta;
 One way mirror screen;
5) Pengaturan tempat duduk
Tempat duduk diatur sedemikian rupa sehingga peserta terdorong mau berbicara.
Sebaiknya peserta duduk dalam satu lingkaran bersama sama fasilitator. Pencatat biasanya
duduk di luar lingkaran. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam mengatur tempat duduk
adalah:

Hal E-53
Usulan Teknis
MATERI TEKNIS RDTR KABUPATEN TAPANULI UTARA, PROVINSI SUMATERA UTARA
TAHUN ANGGARAN 2019

 Hindari pengurutan status;


 Memungkinkan fasilitator bertatap mata dengan peserta;
 Jarak yang sama antara fasilitator dengan tiap peserta;
6) Menyiapkan undangan
Agar FGD memperoleh hasil yang baik, peserta FGD harus homogen yaitu mempunyai
persamaan jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, dan lain-lain. Pada waktu
mengundang peserta, ada beberapa yang perlu diperhatikan yaitu:
 Menjelaskan kepada calon peserta mengenai lembaga yang mengadakan penelitian
dan tujuannya
 Menjelaskan rencana dan meminta calon peserta untuk berpartisipasi.
 Memberitahukan tanggal, waktu, tempat dan lamanya pertemuan.
 Apabila seseorang tidak mau atau tidak dapat datang, maka tekankan pentingnya
kontribusi orang tersebut. Dan jika tetap menolak maka ucapkan terima kasih.
 Jika orang tersebut mau datang maka beritahukan kembali tentang hari, jam, tempat
dan pentingnya berpartisipasi.
7) Menyiapkan fasilitator
Fasilitator haruslah seorang yang peka, serta perhatian terhadap adanya perbedaan peserta
dalam sebuah kelompok. Jika memungkinkan, fasilitator dipilih seorang yang secara
demografi mempunyai kesamaan dengan peserta. Standar minimal yang perlu dikuasai
oleh fasilitator adalah tujuan dan topik sehingga mampu memahami diskusi yang
berlangsung dan mengembangkan pertanyaan-pertanyaan lanjutan. Kemampuan fasilitator
dalam membaca bermacam-macam respons peserta, dengan tetap menjaga agar diskusi
tetap pada jalurnya, juga sangat penting.Fasilitator bisa berasal dari tenaga professional
(dengan menggaji seorang fasilitator yang sudah terlatih), atau salah seorang tim peneliti
yang dianggap mampu. Fasilitator profesional adalah fasilitator yang telah dilatih untuk
mampu menjaga netralitas, tidak menghakimi, dan memimpin diskusi serta memberi
pertanyaan secara jelas tapi ringkas. Langkah-langkah yang perlu diperhatikan jika
memakai fasilitator professional adalah sebagai berikut
(http://www.talkingquality.gov/docs/section5/5_3.htm#Fokus%20Group%20different):

Hal E-54
Usulan Teknis
MATERI TEKNIS RDTR KABUPATEN TAPANULI UTARA, PROVINSI SUMATERA UTARA
TAHUN ANGGARAN 2019

 Temui calon fasilitator untuk mengetahui kemampuan interpersonal dan tingkah


lakunya. Kepribadian fasilitator dapat memengaruhi respons peserta. Apakah calon
fasilitator bijaksana dan ramah, apakah orang ini pendengar dan penanya yang baik?
 Sedapat mungkin dengarkan hasil rekaman baik audio atau video sesi FGD yang
pernah dipimpin oleh calon fasilitator tersebut.
 Lihatlah salinan laporan singkat maupun tuntunan wawancara yang telah dibuat oleh
fasilitator dalam FGD terdahulu. Jika tidak ada dana untuk menggaji seorang
profesional, fasilitator dapat direkrut dari tim peneliti yang telah mempunyai
pengalaman sebagai fasilitator. Kuncinya adalah: pilih seorang yang mampu bersikap
objektif dan tidak defensif saat berbicara dengan orang lain.

Peranan fasilitator adalah sebagai berikut (http://www.enolsatoe.org/content/view/15/33/):


 Menjelaskan tentang topik diskusi.
 Memahami topik diskusi sehingga dapat menguasai pertanyaan. Seorang fasilitator
tidak perlu seorang ahli yang berkaitan dengan topik diskusi.
 Melakukan pendekatan kepada peserta sehingga peserta terdorong untuk
mengeluarkan pendapatnya. Fasilitator yang mempunyai rasa humor menjadi nilai
plus dalam memimpin sebuah FGD.
 Mampu mengarahkan kelompok, bukan sebaliknya.
 Bertugas mengajukan pertanyaan dan tetap netral terhadap jawaban peserta.
Memastikan kepada peserta bahwa tidak ada jawaban mereka yang benar atau salah.
Tidak boleh memberikan persetujuan atau ketidaksetujuan terhadap jawaban yang
akan memengaruhi pendapat peserta.
 Mengamati peserta dan tanggap terhadap reaksi para peserta. Mendorong semua
peserta untuk berpartisipasi dan tidak membiarkan sejumlah individu memonopoli
diskusi. Perlu disadari bahwa dinamisitas sebuah kelompok bisa menimbulkan
dampak tak terprediksi bagi peserta. Sebagai contoh, seorang peserta yang dominan,
bisa menjadikan peserta lain malas berbicara. Contoh lain adalah sebuah komentar
jujur peserta, ternyata dapat memancing peserta lain untuk memberikan respons yang
lebih jujurlagi(http://www.talkingquality.gov/docs/section5/5_3.htm#Fokus
%20Group%20different).

Hal E-55
Usulan Teknis
MATERI TEKNIS RDTR KABUPATEN TAPANULI UTARA, PROVINSI SUMATERA UTARA
TAHUN ANGGARAN 2019

 Menciptakan hubungan baik dengan peserta sehingga dapat menggali jawaban dan
komentar yang lebih dalam.
 Fleksibel dan terbuka terhadap saran, perubahan mendadak dan lain-lain.
 Mengamati komunikasi non verbal (gerakan tangan, perubahan raut wajah) antar
peserta dan tanggap terhadap hal tersebut.
 Hati-hati terhadap nada suara dalam mengajukan pertanyaan. Peserta akan merasa
tidak senang apabila nada suara fasilitator memperlihatkan ketidaksabaran, dan tidak
bersahabat.
 Mengusahakan tidak ada interupsi dari luar pada waktu FGD berjalan.
 Menganalisa data dengan menggunakan proses induktif.

Fasilitator juga bertugas memberikan laporan tertulis yang secara singkat berisi temuan
temuan meliputi pengertian, tren, pola dan tema yang muncul selama diskusi. Potongan-
potongan komentar peserta dapat digunakan untuk menggambarkan ide-ide yang muncul
selama FGD. Jadi tugas fasilitator bukan sekedar menghubungkan pendapat/opini peserta
melainkan menyampaikan isu yang muncul dari kelompok
diskusi(http://www.talkingquality.gov/docs/section5/5_3.htm#Fokus%20Group
%20different). Fasilitator perlu mempersiapkan petunjuk diskusi agar diskusi dapat
terfokus. Petunjuk diskusi ini berupa daftar pertanyaan terbuka (open ended)
(http://www.enolsatoe.org/content/view/15/33/). Sekalipun menggunakan semacam
tuntunan diskusi, seorang fasilitator wajib mendorong peserta untuk berbicara secara
bebas dan spontan (http://www.talkingquality.gov/docs/section5/5_3.htm#Fokus
%20Group%20different).
8) Menyiapkan pencatat (notulen) FGD
Pencatat berlaku sebagai observer selama FGD berlangsung dan bertugas mencatat hasil
diskusi. Catatan hasil FGD harus ditulis lengkap, yang meliputi:
 Tanggal pertemuan, waktu mulai dan waktu selesai.
 Nama lingkungan dan catatan singkat mengenai lingkungan tersebut serta informasi
lain yang mungkin dapat memengaruhi aktivitas peserta, misalnya jarak yang harus
ditempuh peserta ke tempat FGD.

Hal E-56
Usulan Teknis
MATERI TEKNIS RDTR KABUPATEN TAPANULI UTARA, PROVINSI SUMATERA UTARA
TAHUN ANGGARAN 2019

 Tempat pertemuan dan catatan ringkas mengenai tempat serta sejauh mana tempat
tersebut memengaruhi peserta. Misalnya apakah tempat tersebut cukup luas,
menyenangkan peserta dan lain-lain.
 Jumlah peserta dan beberapa uraiannya yang meliputi jenis kelamin, umur,
pendidikan dan lain-lain.
 Deskripsi umum mengenai dinamika kelompok. Contoh gambaran partisipasi peserta,
apakah ada peserta dominan, peserta yang menunjukkan kebosanan, peserta yang
selalu diam dan lain-lain.
 Pencatat harus menuliskan kata-kata yang diucapkan dalam bahasa lokal oleh peserta.
 Pencatat memperingatkan kepada fasilitator kalau ada pertanyaan yang terlupakan
atau juga mengusulkan pertanyaan yang baru.
 Pencatat dapat meminta peserta untuk mengulangi komentarnya apabila fasilitator
tidak dapat mendengarkan komentar peserta tersebut karena sedang mendengarkan
komentar peserta lain.

9) Menyiapkan perlengkapan FGD


Agar pelaksanaan berjalan dengan baik maka perlu dipersiapkan terlebih dahulu peralatan
maupun perlengkapan yang dibutuhkan dalam FGD. Misalnya: alat untuk mencatat hasil
(notes atau notebook/laptop), tape atau video recorder, kaset, baterai, petunjuk diskusi,
serta gambar atau fotofoto apabila dibutuhkan. Dengan adanya media rekaman maka
sikap verbal dan non verbal dapat dilihat kembali setelah FGD selesai dilakukan.
10) Pembukaan FGD
Pada waktu membuka diskusi, fasilitator perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut
(http://www.enolsatoe.org/content/view/15/33/):
 Memperkenalkan diri serta nama pencatat dan peranan masing-masing.
 Memberi penjelasan tujuan diadakan FGD.
 Meminta peserta memperkenalkan diri dan dengan cepat mengingat nama peserta
dan menggunakannya pada waktu berbicara dengan peserta.
 Menjelaskan bahwa pertemuan tersebut tidak bertujuan untuk memberikan ceramah
tetapi untuk mengumpulkan pendapat dari peserta. Tekankan bahwa fasilitator ingin
belajar dari para peserta.

Hal E-57
Usulan Teknis
MATERI TEKNIS RDTR KABUPATEN TAPANULI UTARA, PROVINSI SUMATERA UTARA
TAHUN ANGGARAN 2019

 Menekankan bahwa fasilitator membutuhkan pendapat dari semua peserta dan


sangat penting, sehingga diharapkan semua peserta bebas mengeluarkan pendapat.
 Menjelaskan bahwa pada waktu fasilitator mengajukan pertanyaan, jangan
berebutan menjawab pada waktu yang bersamaan.
 Memulai pertemuan dengan mengajukan pertanyaan yang sifatnya umum, yang
tidak berkaitan dengan topik diskusi.
11) Pelaksanaan atau Teknik Pengelolaan FGD
Usahakan agar orang yang dianggap ahli tidak hadir. Tetapi apabila tidak dapat dihindari
maka mohon kepada mereka untuk diam dan mendengarkan diskusi dan apabila ada ide
atau saran-saran bisa dikemukakan kepada fasilitator sesudah diskusi selesai. Beberapa
teknik yang dapat dilakukan pada waktu melaksanakan FGD yaitu (http://www.
enolsatoe.org/content/view/15/33/):
 Klarifikasi. Sesudah peserta menjawab pertanyaan, fasilitator dapat mengulangi
jawaban peserta dalam bentuk pertanyaan untuk meminta penjelasan yang lebih
lanjut. Misalnya, apakah saudara dapat menjelaskan lebih lanjut tentang hal tersebut.
 Reorientasi. Agar diskusi hidup dan menarik, teknik reorientasi harus efektif.
Fasilitator dapat menggunakan jawaban seorang peserta untuk ditanyakan kepada
peserta lainnya.
 Peserta yang dominan. Apabila ada peserta yang dominan, maka fasilitator harus
lebih banyak memperhatikan peserta lain agar supaya mereka lebih berpartisipasi.
Dapat juga dilakukan dengan tidak memperhatikan orang yang dominan tersebut
sehingga tidak mendorongnya untuk mengeluarkan pendapat atau jawaban. Apabila
tidak berhasil maka secara sopan fasilitator dapat menyatakan kepadanya untuk
memberi kesempatan pada peserta yang lain untuk berbicara.
 Peserta yang diam. Agar peserta yang diam mau berpartisipasi, maka sebaiknya
memberikan perhatian yang banyak kepadanya dengan selalu menyebutkan namanya
dan mengajukan pertanyaan.
 Penggunaan gambar atau foto. Dalam melakukan FGD, fasilitator dapat
menggunakan foto atau gambar.

Dalam proses penyelesaian pekerjaan, direncanakan akan menyelenggarakan FGD kali bersama
Pemerintah Pusat dan Daerah baik di Jakarta maupun di Tarutung untuk membahas:
Hal E-58
Usulan Teknis
MATERI TEKNIS RDTR KABUPATEN TAPANULI UTARA, PROVINSI SUMATERA UTARA
TAHUN ANGGARAN 2019

1. Penetapan delineasi kawasan perencanaan;


2. Perumusan struktur dan pola ruang serta rencana pengembangan jaringan sarana dan
prasarana;
3. Penyepakatan materi RDTR;
4. Konsultasi Publik KLHS
E.2.2.5 Metode Proyeksi Penduduk
Analisis dilakukan dengan mempertimbangkan proyeksi demografi terhadap batasan daya
dukung dan daya tampung kawasan dalam jangka waktu rencana. Analisis ini digunakan sebagai
pertimbangan dalam penyusunan rencana pengembangan BWP RDTR Kabupaten Tapanuli
Utara. Ada 5 (lima) alternatif model analisis penduduk yang mungkin akan digunakan dan akan
disesuaikan dengan karakteristik wilayahnya, yaitu :
a. Model Analisis Regresi Linier
Model analisis ini digunakan apabila perkembangan penduduk di suatu wilayah konstan.
Rumusnya adalah sebagai berikut :

P tx
 a  b(x)

Keterangan :
Pt = Jumlah Penduduk tahun dasar
a+b = Konstanta yang diperoleh dari rumus

 P X  X  PX
2
N  PX   X  P
a b
N  X  ( X )
2 2
N  X 2 ( X ) 2

b. Model Analisis Bunga Berganda


Model analisis ini menganggap bahwa perkembangan jumlah penduduk akan berganda
dengan sendirinya. Formula dari analisis bunga berganda yaitu :

Pt   Pt (1  r )

Dimana :
r = Rata-rata prosentse pertambahan  penduduk
 = Selisih tahun (dari tahun dasar t ke tahun t+

Hal E-59
Usulan Teknis
MATERI TEKNIS RDTR KABUPATEN TAPANULI UTARA, PROVINSI SUMATERA UTARA
TAHUN ANGGARAN 2019

c. Model Analisis Eksponensial Sederhana


Model analisis ini mengasumsikan bahwa perubahan penduduk per unit waktu proporsional
terhadap jumlah penduduk yang ada.

Pn  (1  r ) n Po

Dimana :
r = faktor proporsional
N = selisih tahun

d. Model Analisis Cohort


Pada penelitian ini model pertumbuhan penduduk yang digunakan adalah sebagai berikut :

Pt  Po  (1  a )t
Jumlah Penduduk

Kp 
P
A
Kepadatan Penduduk

Dimana :
Kp = Kepadatan penduduk (jiwa/Ha)
P = Jumlah penduduk awal atau tahun ke-0 (jiwa)
A = Luas daerah permukiman (Ha)

Analisis daya tampung ruang adalah analisis untuk menentukan daya tampung pada satu
kawasan, rumus yang digunakan adalah :

LahanPotensial−LahanUntukFasilitas
DTR=
StndarBesaranKapling

Hal E-60
Usulan Teknis
MATERI TEKNIS RDTR KABUPATEN TAPANULI UTARA, PROVINSI SUMATERA UTARA
TAHUN ANGGARAN 2019

Dari hasil analisis ini juga pada akhirnya dapat ditentukan limit (batas) jumlah penduduk
yang ditampung.

E.2.2.6 Metode Analisa untuk Pengukuran Tingkat Kemudahan Pencapaian


Untuk mencapai seberapa mudahnya suatu tempat (lokasi) dicapai dari lokasi yang lain, perlu
dilakukan pengukuran tingkat kemudahan. Metode yang bisa digunakan untuk itu antara lain
ialah:
a) Nilai Aksesibilitas, dengan rumus matematis :

Dimana:
A = Nilai Akesesibilitas
F = Fungsi jalan : arteri, kolektor, dan lokal
K = Konstruksi jalan : aspal, perkerasan & tanah
T = Kondisi jalan : baik, sedang dan buruk
d = jarak
Nilai-nilai F, K, dan T diberi bobot.

b) Indeks aksesibilitas; dengan rumus matematis :

Dimana:
Ej = ukuran aktivitas (dapat digunakan antara lain jumlah penduduk usia kerja)
dij = jarak tempuh (waktu atau uang)
b = parameter

Perhitungan parameter b, dengan menggunakan grafik regresi linier, yang diperoleh


berdasarkan perhitungan :

Hal E-61
Usulan Teknis
MATERI TEKNIS RDTR KABUPATEN TAPANULI UTARA, PROVINSI SUMATERA UTARA
TAHUN ANGGARAN 2019

Dimana:
T= total individual trip
P= jumlah penduduk seluruh daerah

Dimana:
Tij = hipotheticaltrip volume
PiPj = jumlah penduduk di daerah i dan j
P = jumlah penduduk di seluruh daerah.

E.2.2.7 Metode Analisis Ekonomi


Pola dasar pembangunan di suatu wilayah menggariskan bahwa pembangunan wilayah tersebut
akan diarahkan untuk memacu pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan rakyat, menggalakkan prasaraan dan peran aktif masyarakat serta
meningkatkan pendayagunaan potensi daerah secara optimal dan terpadu dalam mengisi otonomi
daerah yang nyata, dinamis, serasi dan bertanggung jawab. Agar pembangunan memberikan hasil
yang sebesar-besarnya, maka seluruh potensi dan sumber daya serta kesempatan yang tersedia
perlu dimanfaatkan secara tepat waktu, bijaksana dan rasional melalui perencanaan yang matang.
Keberhasilan pembangunan suatu daerah sangat tergantung kepada kemampuan daerah
memobilisasi sumber-sumber yang terbatas adanya sedemikian rupa sehingga akan mampu
menimbulkan perubahan struktural yang dapat mendorong perkembangan dan pertumbuhan
ekonomi secara komprehensif dan struktur ekonomi yang seimbang. Karena itu perlu ditentukan
terlebih dahulu sektor-sektor potensil yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi serta
kemampuan berkompetisi dalam cakupan ekonomi yang lebih luas. Dalam pekerjaan ini, adapun
analisis yang akan dilakukan untuk melihat kemampuan ekonomi kawasan perencanaan adalah
sebagai berikut :
a. Struktur Ekonomi dan Pergeseran Ekonomi
Melakukan analisis untuk menemukenali struktur ekonomi di dalam wilayah dan/atau
kawasan perencanaan saat ini. Langkah-langkah:

Hal E-62
Usulan Teknis
MATERI TEKNIS RDTR KABUPATEN TAPANULI UTARA, PROVINSI SUMATERA UTARA
TAHUN ANGGARAN 2019

1. Menjumlahkan besaran PDRB yang dirinci tiap sektor dari tiap wilayah administrasi
yang termasuk dalam wilayah perencanaan untuk mendapatkan PDRB wilayah
perencanaan yang dirinci tiap sektor.
2. Menghitung Persentase (%) PDRB masing-masing sektor terhadap PDRB total wilayah
perencanaan untuk mengetahui kontribusi masing-masing sektor terhadap PDRB
wilayah dan/atau kawasan.
3. Menentukan struktur ekonomi wilayah dan/atau kawasan dengan mengurutkan sektor-
sektor dari yang terbesar kontribusinya terhadap PDRB wilayah dan/atau kawasan.
4. Melakukan analisis pergeseran struktur ekonomi wilayah dan/atau kawasan dengan
menggunakan metode analisis yang sesuai.

b. Sektor Basis
Melakukan analisis untuk menemukenali sektor basis wilayah dan/atau kawasan saat ini.
Metode analisis yang akan digunakan adalah : Metode Location Quotient (LQ). Location
quotient dapat dipergunakan sebagai alat ukur untuk mengukur spesialisasi relatif suatu
daerah/kabupaten pada sektor-sektor tertentu. LQ ini mempunyai penggunaan yang luas
sehingga satuan pengukuran apa saja dapat dipergunakan untuk menghitungnya. Rumus
umum yang biasa dipakai adalah sebagai berikut:
LQ = Si * N/Ni * S
Dimana:
Si = jumlah komoditas wilayah perencanaan;
Ni = jumlah komoditas di wilayah yang lebih luas;
S = jumlah komoditas total di wilayah dan/atau kawasan;
N = jumlah komoditas total di wilayah yang lebih luas.

Besarnya nilai LQ dapat diinterpretasikan sebagai berikut:


LQ > 1 : wilayah perencanaan mempunyai spesialisasi dalam sektor tertentu
dibandingkan wilayah yang lebih luas.
LQ = 1 : tingkat spesialisasi wilayah perencanaan dalam sektor tertentu sama dengan
wilayah yang lebih luas.
LQ < 1 : dalam sektor tertentu, tingkat spesialisasi wilayah berada di bawah wilayah
yang lebih luas.
Hal E-63
Usulan Teknis
MATERI TEKNIS RDTR KABUPATEN TAPANULI UTARA, PROVINSI SUMATERA UTARA
TAHUN ANGGARAN 2019

c. Komoditi Sektor Basis yang memiliki keunggulan dan komparatif berpotensi ekspor
Melakukan analisis untuk menemukenali sektor basis wilayah dan/atau kawasan yang
memiliki keunggulan komparatif dan berpotensi ekspor. Keluaran:
 Perbandingan volume ekspor komoditi yang sama dengan wilayah lain.
 Keunggulan komparatif dan potensi ekspor komoditi.

Langkah-langkah :
1. Mengidentifikasi komoditi dari sektor-sektor basis.
2. Menganalisis volume ekspor dari tiap komoditi di tiap sektor di wilayah dan/atau
kawasan perencanaan.
3. Membandingkan volume ekspor tersebut dengan volume ekspor komoditi yang sama di
wilayah lain sebagai pembanding, sehingga dapat diketahui keunggulan komparatif dan
potensi ekspor komoditi tersebut.

d. Analisis Shift-Share
Secara ringkas, dengan analisis Shift-share dapat dijelaskan bahwa perubahan suatu variabel
regional suatu sektor di suatu wilayah dalam kurun waktu tertentu dipengaruhi oleh
pertumbuhan nasional, bauran industri, dan keunggulan kompetitif (Bendavid-Val,
1983;Hoover, 1984).
Dij = Nij + Mij + Ci
Keterangan:
Dij : perubahan suatu variabel regional sektor i  di wilayah j dalam kurun waktu tertentu
Nij : komponen pertumbuhan nasional sektor i di wilayah j 
Mij : bauran industri sektor i  di wilayah j 
Cij : keunggulan kompetitif sektor i  di wilayah j 

Bila analisis itu diterapkan pada variabel regional, misalnya kesempatan kerja, maka tiap
komponen dapat didefinisikan sebagai berikut.
 Perubahan suatu variabel regional suatu sektor sektor di suatu wilayah tertentu juga
merupakan perubahan antara kesempatan kerja pada tahun akhir analisis dengan
kesempatan kerja pada tahun dasar.

Hal E-64
Usulan Teknis
MATERI TEKNIS RDTR KABUPATEN TAPANULI UTARA, PROVINSI SUMATERA UTARA
TAHUN ANGGARAN 2019

Dij = E*ij – Eij


Keterangan:
E*ij = kesempatan kerja sektor i di wilayah j pada tahun akhir analisis
Eij = kesempatan kerja sektor i di wilayah j pada tahun dasar.

 Komponen pertumbuhan nasional suatu sektor di suatu wilayah menunjukkan bahwa


kesempatan kerja tumbuh sesuai dengan laju pertumbuhan nasional.
Nij = Eij.rn
Keterangan:
rn = laju pertumbuhan propinsi

 Komponen bauran industri suatu sektor di suatu wilayah menunjukkan bahwa


kesempatan kerja tumbuh sesuai laju selisih antara laju pertumbuhan sektor tersebut di
tingkat propinsi dengan laju pertumbuhan propinsi. Sementara itu, komponen
keunggulan kompetitif suatu sektor di suatu wilayah merupakan kesempatan kerja yang
tumbuh sesuai laju selisih antara laju pertumbuhan sektor tersbut di wilayah tersebut
dengan laju pertumbuhan sektor tersebut secara propinsi.
Mij = Eij (rin &ndash; rn)
Cij = Eij (rij &ndash; rin)
Keterangan:
rn : laju pertumbuhan propinsi
rin : laju pertumbuhan sektor i wilayah j

 Masing-masing laju pertumbuhan didefinisikan sebagai berikut.


1. Mengukur laju pertumbuhan sektor i di wilayah j
rij = (E*ij &ndash; Eij)/Eij
2. Mengukur laju pertumbuhan sektor i perekonomian nasional
rin = (E*in &ndash; Ein)/Ein
3. Mengukur laju pertumbuhan propinsi
rn = (E*n &ndash; En)/En

Keterangan:

Hal E-65
Usulan Teknis
MATERI TEKNIS RDTR KABUPATEN TAPANULI UTARA, PROVINSI SUMATERA UTARA
TAHUN ANGGARAN 2019

E*in = kesempatan kerja sektor i di tingkat propinsi pada tahun terakhir analisis
Ein = kesempatan kerja sektor i di tingkat propinsi pada suatu tahun dasar tertentu
E*n = kesempatan kerja propinsi pada tahun terakhir analisis
En = kesempatan kerja propinsi pada suatu tahun dasar tertentu

 Untuk suatu wilayah, pertumbuhan propinsi, bauran industri, dan keunggulan kompetitif
dapat ditentukan bagi suatu sektor (i) atau dijumlahkan untuk semua sektor sebagai
keseluruhan wilayah. Persamaan Shift-share untuk sektor i di wilayah j adalah :

Dij = Eij.rn + Eij (rin - rn) + Eij (rij - rin)

Persamaan ini membebankan tiap sektor wilayah dengan laju pertumbuhan yang setara
dengan laju yang dicapai oleh perekonomian nasional selama kurun waktu analisis.
Persamaan diatas menunjukkan bahwa semua wilayah dan sektorsektor sebaiknya memiliki
tingkat pertumbuhan yang paling kecil sama dengan laju pertumbuhan propinsi (rn).
Perbedaan antara pertumbuhan suatu variabel wilayah dengan pertumbuhan propinsi
merupakan net gain atau net loss (atau shift) wilayah bersangkutan (Supomo, 1993).

Bila tiap komponen (pengaruh) Shift-share dijumlahkan untuk semua sektor, maka tanda
hasil penjumlahan itu akan menunjukkan arah perubahan dalam pangsa wilayah kesempatan
kerja tingkat propinsi. Pengaruh bauran industri total akan positif/negatif/nol di semua
wilayah bila kesempatan kerja suatu sektor tumbuh di atas/di bawah/sama dengan
kesempatan kerja tingkat propinsi. Demikian pula, pengaruh keunggulan kompetitif total
akan positif/negatif/nol di wilayah-wilayah, dimana kesempatan kerja berkembang lebih
cepat/lebih lambat atau sama dengan pertumbuhan kesempatan kerja sektor yang
bersangkutan di tingkat propinsi.

Setelah melakukan analisis kemampuan wilayah perencanaan dari segi ekonomi, analisis
berikutnya adalah melihat bagaimana hubungan dan ketergantungan wilayah perencanaan
dengan wilayah sekitarnya khususnya di sektor perekonomi, baik dalam lingkup wilayah
yang ada di Kabupaten Tapanuli Utara untuk mengidentifikasi keterkaitan atau
ketergantungan ekonomi tersebut digunakan analisis Moran. Analisa Moran’I merupakan

Hal E-66
Usulan Teknis
MATERI TEKNIS RDTR KABUPATEN TAPANULI UTARA, PROVINSI SUMATERA UTARA
TAHUN ANGGARAN 2019

salah satu metode analisa yang digunakan untuk mendeteksi autokorelasi spasial.
Autokorelasi spasial adalah suatu kondisi dimana sebuah variabel mempengaruhi variabel
yang sama pada wilayah terdekat. Analisis Moran’I akan menampilkan penyebaran data
secara spasial, mengidentifikasi ketidakteraturan lokasi, mendeteksi pola hubungan spasial
dan menyajikan kelompok spasial yang berbeda. Adapun rumus Moran’I adalah sebagai
berikut :

Dimana :
= angka Indeks Moran’I
= jumlah kecamatan yang diteliti;
= sumb of weights atau total nilai posisi relatif tertimbang suatu wilayah terhadap
wilayah lainnya
= matriks spasial tertimbang suatu wilayah terhadap wilayah lain di sekitarnya dimana
daerah yang secara geografis berdekatan diberi nilai 1 sementara daerah yang secara
geografis tidak berdekatan diberi nilai 0.
Xj = nilai pendapatan per kapita wilayah sekitar.

Analisis Moran’I dalam pekerjaan ini digunakan untuk mengukur tingkat pengaruh
perekonomian wilayah perencanaan pada wilayah lain yang berdekatan. Jika nilai Moran’I
adalah positif dan signifikan, maka bertumbuhnya perekonomian wilayah perencanaan
cenderung mendorong pertumbuhan pendapatan daerah sekitarnya untuk tumbuh tinggi atau
positive spasial autocorrelation. Dan sebaliknya jika nilai Moran’I bernilai negatif dan
signifikan maka perekonomian wilayah perencanaan cenderung menurunkan perekonomian
di wilayah terdekat atau sering disebut negative spatial autororrelation. Namun jika nilai
Moran’I tidak signifikan maka distribusi perekonomian di wilayah perencanaan adalah
tersebar. Hal ini menunjukkan tidak ada hubungan autokorelasi spasial yang artinya
perekonomian wilayah perencanaan tidak tergantung pada wilayah sekitarnya.

Indeks Moran hanya mendeteksi pola hubungan kegiatan ekonomi secara umum (Global
Spatial Autocorrelation), tanpa secara spesifik menunjukkan pola hubungan antar wilayah

Hal E-67
Usulan Teknis
MATERI TEKNIS RDTR KABUPATEN TAPANULI UTARA, PROVINSI SUMATERA UTARA
TAHUN ANGGARAN 2019

secara spesifik. Untuk itu, digunakan metode lag regression spasial. Metode ini dapat secara
spesifik mengidentifikasi pola hubungan antar wilayah. Hal ini dilakukan dengan melakukan
regresi tingkat pertumbuhan ekonomi wilayah perencanaan (X1) terhadap rata-rata
tertimbang pertumbuhan ekonomi daerah tetangga (LXi) atau lag spatial Pertumbuhan
Ekonomi Spasial (LXi). Metode Lag Spatial Regression dapat digunakan untuk menghitung
kuatnya pengaruh pertumbuhan ekonomi suatu wilayah terhadap wilayah lain di sekitarnya.
Adapun rumus Lag Spatial Regression adalah sebagai berikut :

Dimana:
Lx = rata-rata tertimbang pertumbuhan ekonomi daerah-daerah yang berdekatan secara
geografis (wilayah perencanaan) terhadap suatu wilayah yang diukur dalam satuan
persen.
xi = pertumbuhan ekonomi suatu wilayah yang diukur dalam satuan persen;
a1 = koefisien Moran’I yang menunjukkan besarnya pengaruh pertumbuhan ekonomi
suatu wilayah dalam mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah sekitarnya;
a0 = konstanta.

E.2.2.8 Metode Analisis Kemampuan Lahan


Daya dukung lingkungan pada hakekatnya adalah daya dukung lingkungan alamiah, yaitu
berdasarkan biomas tumbuhan dan hewan yang dapat dikumpulkan dan ditangkap per satuan
luas dan waktu di daerah itu (Soemarwoto (2001). Daya dukung lingkungan adalah batas
teratas dari pertumbuhan suatu populasi dimana jumlah populasi tidak dapat didukung lagi
oleh sarana, sumber daya dan lingkungan yang ada. Sedangkan daya tampung lingkungan
adalah kemampuan lingkungan untuk menyerap zat, energi, dan / atau komponen lain yang
masuk atau dimasukkan kedalamnya (Soerjani,dkk (1987).

Hal E-68
Usulan Teknis
MATERI TEKNIS RDTR KABUPATEN TAPANULI UTARA, PROVINSI SUMATERA UTARA
TAHUN ANGGARAN 2019

Daya dukung lingkungan adalah: kebutuhan hidup manusia dari lingkungan dapat
dinyatakan dalam luas area yang dibutuhkan untuk mendukung kehidupan manusia (Lenzen
(2003). Daya dukung lingkungan adalah kemampuan lingkungan untuk mendukung
peri kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya (Dalam Undang- Undang No.32 Tahun
2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup). Daya dukung lingkungan hidup adalah
kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung peri kehidupan manusia dan makhluk
hidup lain (peraturan menteri negara lingkungan hidup nomor 17 tahun 2009 tentang
pedoman penentuan daya dukung lingkungan hidup dalam penataan ruang wilayah).

Analisis daya dukung (carrying capacity ratio) merupakan suatu alat perencanaan
pembangunan yang memberikan gambaran hubungan antara penduduk, penggunaan lahan
dan lingkungan. Dari semua hal tersebut, analisis daya dukung dapat memberikan informasi
yang diperlukan dalam menilai tingkat kemampuan lahan dalam mendukung segala aktifitas
manusia yang ada di wilayah yang bersangkutan.

Informasi yang diperoleh dari hasil analisis daya dukung secara umum akan menyangkut
masalah kemampuan (daya dukung) yang dimiliki oleh suatu daerah dalam mendukung
proses pembangunan dan pengembangan daerah itu, dengan melihat perbandingan antara
jumlah lahan yang dimiliki dan jumlah penduduk yang ada. Produktivitas lahan, komposisi
penggunaan lahan, permintaan per kapita, dan harga produk agrikultur, semua dipertimbangkan
untuk mempengaruhi daya dukung dan digunakan sebagai parameter masukan model
tersebut. Konsep yang digunakan untuk memahami ambang batas kritis daya- dukung ini
adalah adanya asumsi bahwa ada suatu jumlah populasi yang terbatas yang dapat didukung
tanpa menurunkan derajat lingkungan yang alami sehingga ekosistem dapat terpelihara.
Secara khusus, kemampuan daya dukung pada sektor pertanian diperoleh dari perbandingan
antara lahan yang tersedia dan jumlah petani. Sehingga data yang perlu diketahui adalah
data luas lahan rata-rata yang dibutuhkan per keluarga, potensi lahan yang tersedia dan
penggunaan lahan untuk kegiatan non pertanian.

Dalam kehidupan dan aktivitas manusia sehari-hari, lahan merupakan bagian dari
lingkungan sebagai sumber daya alam yang mempunyai peranan sangat penting untuk
berbagai kepentingan bagi manusia. Lahan dimanfaatkan antara lain untuk pemukiman,

Hal E-69
Usulan Teknis
MATERI TEKNIS RDTR KABUPATEN TAPANULI UTARA, PROVINSI SUMATERA UTARA
TAHUN ANGGARAN 2019

pertanian, peternakan, pertambangan, jalan dan tempat bangunan fasilitas sosial, ekonomi dan
sebagainya.
a. Prakiraan Daya Dukung Lingkungan
Daya dukung wilayah (carrying capacity) adalah daya tampung maksimum
lingkungan untuk diberdayakan oleh manusia. Dengan kata lain populasi yang dapat
didukung dengan tak terbatas oleh suatu ekosistem tanpa merusak ekosistem itu.
Daya dukung juga dapat didefinisikan sebagai tingkat maksimal hasil sumber daya
terhadap beban maksimum yang dapat didukung dengan tak terbatas tanpa semakin
merusak produktivitas wilayah tersebut sebagai bagian integritas fungsional ekosistem
yang relevan. Fungsi beban manusia tidak hanya pada jumlah populasi akan tetapi juga
konsumsi perkapita serta lebih jauh lagi adalah faktor berkembangnya perdagangan dan
industri secara cepat. Satu hal yang perlu dicatat, bahwa adanya inovasi teknologi tidak
meningkatkan daya dukung wilayah akan tetapi berperan dalam meningkatkan efisiensi
penggunaan sumber daya alam.

Analisis daya dukung (carrying capacity ratio) merupakan suatu alat perencanaan
pembangunan yang memberikan gambaran hubungan antara penduduk, penggunaan
lahan dan lingkungan. Dari semua hal tersebut, analisis daya dukung dapat memberikan
informasi yang diperlukan dalam menilai tingkat kemampuan lahan dalam mendukung
segala aktifitas manusia yang ada di wilayah yang bersangkutan. Informasi yang
diperoleh dari hasil analisis daya dukung secara umum akan menyangkut masalah
kemampuan (daya dukung) yang dimiliki oleh suatu daerah dalam mendukung proses
pembangunan dan pengembangan daerah itu, dengan melihat perbandingan antara
jumlah lahan yang dimiliki dan jumlah penduduk yang ada. Produktivitas lahan,
komposisi penggunaan lahan, permintaan per kapita, dan harga produk agrikultur, semua
dipertimbangkan untuk mempengaruhi daya dukung dan digunakan sebagai parameter
masukan model tersebut.

Konsep yang digunakan untuk memahami ambang batas kritis daya- dukung ini adalah
adanya asumsi bahwa pada suatu jumlah populasi yang terbatas yang dapat didukung tanpa
menurunkan derajat lingkungan yang alami sehingga ekosistem dapat terpelihara. Secara
khusus, kemampuan daya dukung pada sektor pertanian diperoleh dari perbandingan

Hal E-70
Usulan Teknis
MATERI TEKNIS RDTR KABUPATEN TAPANULI UTARA, PROVINSI SUMATERA UTARA
TAHUN ANGGARAN 2019

antara lahan yang tersedia dan jumlah petani. Sehingga data yang perlu diketahui
adalah data luas lahan rata-rata yang dibutuhkan per keluarga, potensi lahan yang
tersedia dan penggunaan lahan untuk kegiatan non pertanian.

b. Dasar Penentuan Daya Dukung Lingkungan Hidup


Penentuan daya dukung lingkungan hidup dilakukan dengan cara mengetahui
kapasitas lingkungan alam dan sumber daya untuk mendukung kegiatan
manusia/penduduk yang menggunakan ruang bagi kelangsungan hidup. Besarnya
kapasitas tersebut di suatu tempat dipengaruhi oleh keadaan dan karakteristik sumber
daya yang ada di hamparan ruang yang bersangkutan. Kapasitas lingkungan hidup
dan sumber daya akan menjadi faktor pembatas dalam penentuan pemanfaatan ruang
yang sesuai. Menurut Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 17 tahun
2009. Pedoman Penentuan Daya Dukung Lingkungan Hidup dalam Penataan Ruang
Wilayah Menteri Negara Lingkungan Hidup, daya dukung lingkungan hidup terbagi
menjadi 2 (dua) komponen, yaitu kapasitas penyediaan (supportive capacity) dan
kapasitas tampung limbah (assimilative capacity). Dalam pedoman ini, telaah daya
dukung lingkungan hidup terbatas pada kapasitas penyediaan sumber daya alam,
terutama berkaitan dengan kemampuan lahan serta ketersediaan dan kebutuhan akan
lahan dan air dalam suatu ruang/wilayah. Oleh karena kapasitas sumber daya alam
tergantung pada kemampuan, ketersediaan, dan kebutuhan akan lahan dan air,
penentuan daya dukung lingkungan hidup sesuai dengan Peraturan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Nomor 17 tahun 2009. Pedoman Penentuan Daya Dukung
Lingkungan Hidup dalam Penataan Ruang Wilayah Menteri Negara Lingkungan Hidup
dilakukan berdasarkan 3 (tiga) pendekatan, yaitu: kemampuan lahan untuk alokasi
pemanfaatan ruang, perbandingan antara ketersediaan dan kebutuhan lahan, dan
perbandingan antara ketersediaan dan kebutuhan air.

c. Metode Penentuan Kemampuan Lahan Untuk Alokasi Pemanfaatan Ruang


Metode ini menjelaskan cara mengetahui alokasi pemanfaatan ruang yang tepat
berdasarkan kemampuan lahan untuk pertanian yang dikategorikan dalam bentuk kelas
dan sub kelas. Dengan metode ini dapat diketahui lahan yang sesuai untuk pertanian,
lahan yang harus dilindungi dan lahan yang dapat digunakan untuk pemanfaatan

Hal E-71
Usulan Teknis
MATERI TEKNIS RDTR KABUPATEN TAPANULI UTARA, PROVINSI SUMATERA UTARA
TAHUN ANGGARAN 2019

lainnya. Pedoman ini mengatur alokasi pemanfaatan ruang dari aspek fisik lahan.
Sedangkan aspek lainnya seperti keanekaragaman hayati, dipertimbangkan dengan
memperhatikan kriteria kawasan lindung sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(1) Klasifikasi Kemampuan Lahan
Kemampuan lahan merupakan karakteristik lahan yang mencakup sifat tanah (fisik
dan kimia), topografi, drainase, dan kondisi lingkungan hidup lain. Berdasarkan
karakteristik lahan tersebut, dapat dilakukan klasifikasi kemampuan lahan ke dalam
tingkat kelas, sub kelas, dan unit pengelolaan. Pengelompokan kemampuan lahan
dilakukan untuk membantu dalam penggunaan dan interpretasi peta tanah.
Kemampuan lahan sangat berkaitan dengan tingkat bahaya kerusakan dan hambatan
dalam mengelola lahan.
(2) Kemampuan Lahan dalam Tingkat Kelas
Lahan diklasifikasikan ke dalam 8 (delapan) kelas yang ditandai dengan huruf
romawi I sampai dengan VIII di bawah ini;
Tabel E.5 Kriteria Kelas Lahan
KELAS KRITERIA PENGGUNAAN
I 1. Tidak mempunyai atau hanya sedikit Pertanian :
hambatan yang membatasi 1. Tanaman pertanian semusim;
penggunaannya 2. Tanaman rumput;
2. Sesuai untuk berbagai penggunaan, 3. Hutan dan cagar alam.
terutama pertanian;
3. Karakteristik lahannya antara lain :
topografi hampir datar, ancaman erosi
kecil, kedalaman ekfektif dalam, drainase
baik, mudah diolah, kapasitas menahan
air baik, subur, tidak terancam banjir.
II 1. Mempunyai beberapa hambatan atau Pertanian :
ancaman kerusakan yang mengurangi 1. Tanaman semusim;
pilihan penggunaannya atau memerlukan 2. Tanaman rumput;
tindakan konservasi yang sedang; 3. Padang penggembalaan;
2. Pengelolaan perlu dihati-hati termasuk 4. Hutan produksi;
tindakan konservasi untuk mencegah 5. Hutan lindung;
kerusakan. 6. Cagar alam.
III 1. Mempunyai beberapa hambatan yang a. Pertanian :
berat yang mengurangi pilihan 1. Tanaman semusim dan tanaman
penggunaan lahan yang memerlukan pertanian pada umumnya;
tindakan konservasi khusus dan 2. Tanaman rumput;
keduanya. 3. Hutan produksi;
2. Mempunyai pembatas lebih berat dari 4. Padang penggembalaan;
kelas II, dan jika dipergunakan untuk 5. Hutan lindung dan suaka alam
tanaman perlu pengelolaan tanah dan b. Non-pertanian
tindakan konservasi lebih sulit

Hal E-72
Usulan Teknis
MATERI TEKNIS RDTR KABUPATEN TAPANULI UTARA, PROVINSI SUMATERA UTARA
TAHUN ANGGARAN 2019

KELAS KRITERIA PENGGUNAAN


diterapkan.
3. Hambatan pada angka I membatasi lama
penggunaan bagi tanaman semusim,
waktu pengolahan, pilihan tanaman atau
kombinasi dari pembatas tersebut.
V 1. Tidak terancam erosi tetapi mempunyai a. Pertanian :
hambatan lain yang tidak mudah untuk 1. Tanaman semusim dan tanaman
dihilangkan, sehingga membatasi pilihan pertanian pada umumnya;
penggunaanya; 2. Tanaman rumput;
2. Mempunyai hambatan yang membatasi 3. Hutan produksi;
pilihan macam penggunaan dan tanaman; 4. Padang penggembalaan;
3. Terletak pada topografi datar-hampir 5. Hutan lindung dan suaka alam
datar tetapi sering terlanda banjir, berbatu b. Non-pertanian
atau iklim yang kurang sesuai
VI 1. Mempunyai faktor penghambat berat a. Pertanian :
yang menyebabkan penggunaan tanah 1. Tanaman rumput;
sangat terbatas karena mempunyai 2. Hutan produksi;
ancaman kerusakan yang tidak dapat 3. Padang penggembalaan;
dihilangkan; 4. Hutan lindung dan cagar alam
2. Umumnya terletak pada lereng curam,
sehingga jika dipergunakan untuk b. Non-pertanian
penggembalaan dan hutan produksi harus
dikelola dengan baik untuk menghindari
erosi
VII Mempunyai faktor penghambat dan ancaman a. Padang rumput;
berat yang tidak dapat dihilangkan, karena itu b. Hutan produksi
pemanfaatannya harus bersifat konservasi.
Jika digunakan untuk padang rumput atau
hutan produksi harus dilakukan pencegahan
erosi yang berat.
VIII 1. Sebaiknya dibiarkan secara alami; a. Hutan lindung;
2. Pembatas dan ancaman sangat berat dan b. Rekreasi alam;
tidak mungkin dilakukan tindakan c. Cagar alam
konservasi, sehingga perlu dilindungi
Sumber : Dahuri, Rokhim dkk.2011
(3) Kemampuan Lahan Pada Tingkat Unit Pengelolaan
Kategori sub kelas dibagi ke dalam kategori unit pengelolaan yang didasarkan
pada intensitas faktor penghambat dalam kategori sub kelas. Dengan demikian,
dalam kategori unit pengelolaan telah di indikasikan kesamaan potensi dan
hambatan/risiko sehingga dapat dipakai untuk menentukan tipe pengelolaan atau
teknik konservasi yang dibutuhkan. Kemampuan lahan pada tingkat unit
pengelolaan memberikan keterangan yang lebih spesifik dan detail dari sub kelas.
Tingkat unit pengelolaan lahan diberi simbol dengan menambahkan angka di

Hal E-73
Usulan Teknis
MATERI TEKNIS RDTR KABUPATEN TAPANULI UTARA, PROVINSI SUMATERA UTARA
TAHUN ANGGARAN 2019

belakang simbol sub kelas. Angka ini menunjukkan besarnya tingkat faktor
penghambat yang ditunjukkan dalam sub kelas.
Evaluasi kecocokan penggunaan lahan diperlukan sebagai masukan bagi revisi
rencana tata ruang atau penggunaan lahan yang sudah ada. Klasifikasi pada kategori
unit pengelolaan memperhitungkan faktor-faktor penghambat yang bersifat
permanen atau sulit diubah seperti tekstur tanah, lereng permukaan, drainase,
kedalaman efektif tanah, tingkat erosi yang telah terjadi, liat masam (cat clay, batuan
di atas permukaan tanah, ancaman banjir atau genangan air yang tetap. Dalam
metode ini hanya cocok untuk lahan yang datar sampai tingkat kemiringan
tertentu. Metode kemampuan lahan untuk lokasi ruang ini cocok untuk
perencanaan wilayah, permukinan, pertanian, dan kawasan lindung.

d. Metode Perbandingan Ketersediaan Lahan dan Kebutuhan Lahan


Cara mengetahui daya dukung lahan berdasarkan perbandingan antara ketersediaan
dan kebutuhan lahan bagi penduduk yang hidup di suatu wilayah. Dengan metode
ini dapat diketahui gambaran umum apakah daya dukung lahan suatu wilayah dalam
keadaan surplus atau defisit. Keadaan surplus menunjukkan bahwa ketersediaan lahan
setempat di suatu wilayah masih dapat mencukupi kebutuhan akan produksi hayati di
wilayah tersebut, sedangkan keadaan defisit menunjukkan bahwa ketersediaan lahan
setempat sudah tidak dapat memenuhi kebutuhan akan produksi hayati di wilayah
tersebut.
(1) Pendekatan Perhitungan
Penentuan daya dukung lahan dilakukan dengan membandingkan ketesediaan dan
kebutuhan lahan seperti digambarkan dalam diagram berikut ini.

Gambar E.13 Diagram Penentuan Daya Dukung Lahan (Sumber :Danuri, Rokhim
dkk, 2001)

Hal E-74
Usulan Teknis
MATERI TEKNIS RDTR KABUPATEN TAPANULI UTARA, PROVINSI SUMATERA UTARA
TAHUN ANGGARAN 2019

Ketersediaan lahan ditentukan berdasarkan data total produksi aktual setempat


dari setiap komoditas di suatu wilayah, dengan menjumlahkan produk dari
semua komoditas yang ada di wilayah tersebut. Untuk penjumlahan ini
digunakan harga sebagai faktor konversi karena setiap komoditas memiliki satuan
yang beragam. Sementara itu, kebutuhan lahan dihitung berdasarkan kebutuhan
hidup layak.
(2) Cara Penghitungan
Penghitungan dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :
(a) Penghitungan Ketersediaan (Supply) Lahan
Rumus :

Dimana :
SL = Ketersediaan Lahan (ha)
Pi = Produksi aktual tiap jenis komoditi (satuan tergantung kepada jenis
komoditas). Komoditas yang diperhitungkan meliputi pertanian,
perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan.
Hi = Harga satuan tiap jenis komoditas (Rp/satuan) ditingkat produsen
Hb = Harga satuan beras (Rp/kg) di tingkat pembeli
Ptvb = produktivitas beras (kg/ha).
Dalam penghitungan ini, faktor konversi yang digunakan untuk menyetarakan
produk non beras dengan beras adalah harga.

Hal E-75
Usulan Teknis
MATERI TEKNIS RDTR KABUPATEN TAPANULI UTARA, PROVINSI SUMATERA UTARA
TAHUN ANGGARAN 2019

(b) Penghitungan Kebutuhan (Demand) Lahan


Rumus :

Dimana :
DL = Total kebutuhan lahan setara beras (ha)
N = Jumlah penduduk (orang)
KHLL = Luas lahan yang dibutuhkan untuk kebutuhan
hidup layak per penduduk.
 Luas lahan yang dibutuhkan untuk kebutuhan hidup layak per penduduk
merupakan kebutuhan hidup layak per penduduk dibagi produktivitas beras
lokal;
 Kebutuhan hidup layak per penduduk diasumsikan sebesar 1 ton setara
beras/kapita/tahun.
 Daerah yang tidak memiliki data produktivitas beras lokal, dapat
menggunakan data rata-rata produktivitas beras nasional sebesar 2.400
kg/ha/tahun.

Penentuan status daya dukung lahan status daya dukung lahan diperoleh dari
pembandingan antara ketersediaan lahan (SL) dan kebutuhan lahan (DL). Bila SL
> DL, daya dukung lahan dinyatakan surplus. Bila SL < DL, daya dukung lahan
dinyatakan defisit atau terlampaui.

e. Metode Perbandingan Ketersediaan dan Kebutuhan Air


Metode ini menunjukkan cara penghitungan daya dukung air di suatu wilayah dengan
mempertimbangkan ketersediaan dan kebutuhan akan sumber daya air bagi penduduk yang
hidup di wilayah.
(1) Pendekatan Perhitungan
Penentuan daya dukung air dilakukan dengan membandingkan ketersediaan dan
kebutuhan air seperti pada gambar di bawah ini.

Hal E-76
Usulan Teknis
MATERI TEKNIS RDTR KABUPATEN TAPANULI UTARA, PROVINSI SUMATERA UTARA
TAHUN ANGGARAN 2019

Gambar E.14 Diagram Penentuan Daya Dukung Air (Sumber :Danuri, Rokhim
dkk, 2001)

Ketersediaan air ditentukan dengan menggunakan metode kofisien limpasan


berdasarkan informasi penggunaan lahan serta data curah hujan tahunan. Sementara
itu, kebutuhan air dihitung dari hasil konversi terhadap kebutuhan hidup layak.
(2) Cara Penghitungan
Perhitungan dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :
 Penghitungan ketersediaan (supply) air perhitungan dengan menggunakan metode
koefisien limpasan yang dimodifikasi dari metode rasional.
Rumus :

Keterangan :
SA = ketersediaan air (m³/tahun)
C = koefisien limpasan tertimbang
Ci = koefisien limpasan penggunaan lahan
Ai = luas penggunaan lahan i (ha) dari data BPS atau Daerah Dalam Angka,
atau dari data Badan Pertanahan Nasional (BPN)
R = rata-rata aljabar curah hujan tahunan wilayah (mm/tahunan) dari data
BPS atau BMG atau dinas terkait setempat;
Ri = curah hujan tahunan pada stasiun-i
m = jumlah stasiun pengamatan curah hujan
A = luas wilayah (ha)

Hal E-77
Usulan Teknis
MATERI TEKNIS RDTR KABUPATEN TAPANULI UTARA, PROVINSI SUMATERA UTARA
TAHUN ANGGARAN 2019

10 = faktor konversi dari mm.ha menjadi m³

 Penghitungan Kebutuhan (Demand) Air


Rumus :

Keterangan :
DA = total kebutuhan air (m³/tahun)
N = jumlah penduduk (orang)
KHLA = kebutuhan air untuk hidup layak
= 1.600 m³ air/kapita/tahuan
= 2 x 800 m³ air/kapita/tahun, dimana 800 m³ air/kapita/tahun merupakan
kebutuhan air untuk keperluan domestik dan untuk menghasilkan pangan.
2.0 merupakan faktor koreksi untuk memperhitungkan kebutuhan hidup
layak yang mencakup kebutuhan pangan, domestik dan lainnya. (Catatan:
Kriteria WHO untuk kebutuhan air total sebesar 1.000-2.000
m³/orang/tahun.
Dengan metode ini, dapat diketahui secara umum apakah sumber daya air di wilayah
perencanaan BWP dalam keadaan surplus atau defisit. Keadaan surplus menunjukkan
bahwa ketersediaan air mencukupi, sedangkan keadaan defisit menunjukkan bahwa wilayah
tersebut tidak dapat memenuhi kebutuhan akan air. Guna memenuhi kebutuhan air, fungsi
lingkungan yang terkait dengan sistem tata air harus dilestarikan. Hasil penghitungan
dengan metode ini dapat dijadikan bahan masukan/pertimbangan dalam penyusunan RDTR
Kabupaten Tapanuli Utara.

E.2.2.9 Metode Analisis Transportasi


Analisis ini digunakan untuk mengidentifikasi dan mengatasi permasalahan transportasi di sekitar
wilayah perencanaan. Metode pendekatan yang digunakan adalah :
1. Metode Sistem Transportasi Makro
Dengan melihat interaksi antara sistem kegiatan, sistem jaringan dan sistem pergerakan,
dengan pengendalian oleh sistem kelembagaan.

Hal E-78
Usulan Teknis
MATERI TEKNIS RDTR KABUPATEN TAPANULI UTARA, PROVINSI SUMATERA UTARA
TAHUN ANGGARAN 2019

Gambar E.15 Sistem Transportasi Makro (Sumber : Tamin (1992b,1993a, 1994b, 1995
hjk)

SISTEM JARINGAN SISTEM KEGIATAN

SISTEM PERGERAKAN

SISTEM KELEMBAGAAN

2. Tingkat Pelayanan Jalan


Analisa ini digunakan untuk mengetahui tingkat pelayanan jalan/level of service (LOS), yang
meliputi volume pergerakan dan kapasitas jalan utama yang diperoleh dari data primer
maupun sekunder. Tingkat pelayanan jalan didefinisikan sejauh mana kemampuan jalan
menjalankan fungsinya. Atas dasar itu pendekatan tingkat pelayanan dipakai sebagai
indikator tingkat kinerja jalan (level of service). Level of service merupakan suatu ukuran
kualitatif yang menggunakan kondisi operasi lalu-lintas pada suatu potongan jalan. Dengan
kata lain tingkat pelayanan jalan adalah ukuran yang menyatakan kualitas pelayanan yang
disediakan oleh suatu jalan dalam kondisi tertentu. Nilai tingkat pelayanan jalan (level of
service) dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel E.6
Standar Klasifikasi Tingkat Pelayanan Jalan
KECEPATAN
TINGKAT
NO D=V/C IDEAL KONDISI/KEADAAN LALU LINTAS
PELAYANAN
(KM/JAM)
1 A <0.6 >60 Lalu lintas lengang, kecepatan bebas
2 B 0.6-0.7 50-60 Lalu lintas agak ramai, kecepatan menurun
3 C 0.7-0.8 40-50 Lalu lintas ramai, kecepatan terbatas
4 D 0.55-0.80 35-40 Lalu lintas jenuh, kecepatan mulai rendah
5 E 0.9-1.00 30-35 Lalu lintas mulai macet, kecepatan rendah

Hal E-79
Usulan Teknis
MATERI TEKNIS RDTR KABUPATEN TAPANULI UTARA, PROVINSI SUMATERA UTARA
TAHUN ANGGARAN 2019

KECEPATAN
TINGKAT
NO D=V/C IDEAL KONDISI/KEADAAN LALU LINTAS
PELAYANAN
(KM/JAM)
6 F >1.00 <30 Lalu lintas macet, kecepatan rendah sekali
Sumber: MKJI, 1997

Adapun rumus untuk mengetahui tingkat pelayanan jalan (LoS) adalah sebagai berikut:
LOS = V / C

Nilai Q dan C didapat berdasarkan:


C = Co x FCw x FCsp x FCsf x FCcs

Dimana :
C = kapasitas smp per jam (smp/jam)
Co = kapasitas dasar (smp/jam)
FCw = faktor koreksi kapasitas untuk lebar jalan
FCsp = faktor koreksi kapasitas akibat pembagian arah
FCsf = faktor koreksi kapasitas akibat gangguan samping
FCsf = faktor koreksi kapasitas akibat ukuran kota (jumlah penduduk)

V=n/t
Dimana :
Q = Volume lalu lintas
n = Jumlah Kendaraan
t = waktu
3. Analisis Hierarki dan Kondisi jalan
Analisa ini digunakan untuk mengetahui perubahan kondisi dan hierarki jalan-jalan utama di
lokasi perencanaan. Metode Pendekatan yang digunakan, yaitu standar hierarki jalan
menurut SNI 03-6967-2003.

Tabel E.7 Hierarki Jalan dan Persyaratannya

Hal E-80
Usulan Teknis
MATERI TEKNIS RDTR KABUPATEN TAPANULI UTARA, PROVINSI SUMATERA UTARA
TAHUN ANGGARAN 2019

PERSYARATAN
TINGGI
HIRARKI LEBAR BATAS
KECEPATAN RUANG KEDALAMAN
JALAN LUAR
BEBAS
Jalan arteri Dari as +
60 km/ jam +8m +5m ±1½m
primer 20 m
Jalan kolektor Dari as
40 km/ jam +7m +5m ±1½m
primer +15m
Jalan lokal Dari as +
20 km/ jam +6m - -
primer 10 m
Jalan arteri Dari as +
30 km/ jam +8m - -
sekunder 20 m
Jalan kolektor Dari as + 7
20 km/ jam +7m - -
sekunder m
Roda tiga atau lebih
Jalan lokal Dari as + 4
5 km/ jam +5m Tidak kurang 3 ½ m (ambulan/
sekunder m
lainnya)
Sumber : SNI 03-6967-2003

4. Terminal
Terminal yang dimaksud dalam hal ini merupakan terminal wilayah dimana kendaraan
umum dari wilayah lain berhenti di terminal tersebut dan tidak meneruskan perjalanan
melainkan kembali ke wilayahnya semula. Untuk kota dimana jarak antar terminal
wilayahnya tidak terlalu jauh, maka tidak perlu dibuat terminal, cukup dengan pengadaan
pangkalan sementara sebelum melanjutkan perjalanan ke tempat tujuan.

Analisis-analisis tersebut nantinya akan menjadi bahan dalam penyusunan rencana jaringan
pergerakan. Rencana pengembangan jaringan pergerakan merupakan seluruh jaringan primer
dan jaringan sekunder pada kawasan yang menjadi lokasi perencanaan RDTR Kabupaten
Tapanuli Utara yang meliputi jalan arteri, jalan kolektor, jalan lokal, jalan lingkungan, dan
jaringan jalan lainnya yang belum termuat dalam RTRW Kabupaten Tapanuli Utara, yang
terdiri dari :
a. Jaringan jalan arteri primer dan arteri sekunder;
b. Jaringan jalan kolektor primer dan kolektor sekunder;
c. Jaringan jalan lokal primer dan lokal sekunder;
d. Jaringan jalan lingkungan primer dan lingkungan sekunder;

Hal E-81
Usulan Teknis
MATERI TEKNIS RDTR KABUPATEN TAPANULI UTARA, PROVINSI SUMATERA UTARA
TAHUN ANGGARAN 2019

e. Jaringan jalan lainnya yang meliputi :


 Jalan masuk dan keluar terminal barang serta terminal orang/penumpang sesuai
ketentuan yang berlaku (terminal tipe A, B, C hingga pangkalan angkutan umum)
 Jaringan jalan moda transportasi umum (jalan masuk dan keluarnya terimanl
barang/orang hingga pangkalan angkutan umum dan halte);
 Jalan masuk dan keluar parkir.

Dalam hal rencana pengembangan jalur pejalan kaki, bagian-bagian pengembangan jalur
pejalan kaki dilakukan dengan merancang tipologi-tipologi ruang yang meliputi :
1. Ruang Pejalan Kaki di Sisi Jalan (Sidewalk), merupakan bagian dari sistem jalur
pejalan kaki dari tepi jalan raya hingga tepi terluar lahan milik bangunan seperti contoh
gambar berikut ini.

2. Ruang Pejalan Kaki di Sisi Air (Promenade), merupakan ruang pejalan kaki yang pada
salah satu sisinya berbatasan dengan badan air seperti contoh gambar berikut :

Hal E-82
Usulan Teknis
MATERI TEKNIS RDTR KABUPATEN TAPANULI UTARA, PROVINSI SUMATERA UTARA
TAHUN ANGGARAN 2019

3. Ruang Pejalan Kaki di Kawasan Komersial/Perkantoran (Arcade), merupakan ruang


pejalan kaki yang berdampingan dengan bangunan pada salah satu atau kedua sisinya.
Ruang pejalan kaki di pusat kawasan bisnis dan pusat kota ini adalah area yang harus
dirancang untuk mengakomodir volume lebih besar dari pejalan kaki dibanding di
area-area di kawasan permukiman seperti pada contoh gambar berikut ini.

4. Ruang Pejalan Kaki di RTH (Green Pathway), merupakan ruang pejalan kaki yang
terletak diantara ruang terbuka hijau. Ruang ini merupakan pembatas diantara ruang
hijau dan ruang sirkulasi pejalan kaki. Area ini menyediakan satu penyangga dari

Hal E-83
Usulan Teknis
MATERI TEKNIS RDTR KABUPATEN TAPANULI UTARA, PROVINSI SUMATERA UTARA
TAHUN ANGGARAN 2019

sirkulasi kendaraan di jalan dan memungkinkan untuk dilengkapi dengan berbagai


elemen ruang seperti hidran air, kios telepon umum, dan perabot jalan (bangku, marka
dan lain-lain), seperti terlihat pada contoh gambar berikut ini.

5. Ruang Pejalan Kaki di Bawah Tanah (Underground), merupakan ruang pejalan kaki
yang merupakan bagian dari bangunan di atasnya maupun jalur khusus pejalan kaki
yang berada di bawah permukaan tanah, seperti pada contoh gambar berikut ini :

Hal E-84
Usulan Teknis
MATERI TEKNIS RDTR KABUPATEN TAPANULI UTARA, PROVINSI SUMATERA UTARA
TAHUN ANGGARAN 2019

6. Ruang Pejalan Kaki di Atas Tanah (Elevated), seperti terlihat pada contoh gambar
berikut ini.

E.2.2.10 Metode Analisis Sarana dan Prasarana

Hal E-85
Usulan Teknis
MATERI TEKNIS RDTR KABUPATEN TAPANULI UTARA, PROVINSI SUMATERA UTARA
TAHUN ANGGARAN 2019

Analisis jaringan utilitas yang akan dilakukan antara lain terhadap :


A. Pelayanan Air Bersih
Beberapa persyaratan, kriteria dan kebutuhan yang harus dipenuhi adalah:
1. Penyediaan kebutuhan air bersih
a. Lingkungan perumahan harus mendapat air bersih yang cukup dari perusahaan air
minum atau sumber lain sesuai dengan ketentuan yang berlaku; dan
b. Apabila telah tersedia sistem penyediaan air bersih kota atau sistem penyediaan air
bersih lingkungan, maka tiap rumah berhak mendapat sambungan rumah atau
sambungan halaman.
2. Penyediaan jaringan air bersih
a. Harus tersedia jaringan kota atau lingkungan sampai dengan sambungan rumah;
b. Pipa yang ditanam dalam tanah menggunakan pipa PVC, GIP atau fiber glass; dan
c. Pipa yang dipasang di atas tanah tanpa perlindungan menggunakan GIP.
3. Penyediaan kran umum
a. Satu kran umum disediakan untuk jumlah pemakai 250 jiwa;
b. Radius pelayanan maksimum 100 meter; dan
c. Kapasitas minimum untuk kran umum adalah 30 liter/orang/hari.
4. Penyediaan hidran kebakaran
a. Untuk daerah komersial jarak antara kran kebakaran 100 meter;
b. Untuk daerah perumahan jarak antara kran maksimum 200 meter;
c. Jarak dengan tepi jalan minimum 3.00 meter;
d. Apabila tidak dimungkinkan membuat kran diharuskan membuat sumur-sumur
kebakaran.

B. Drainase
Untuk menentukan saluran primer, sekunder dan primer dikeluarkan pedoman Program
Pembangunan Prasarana Kota Terpadu, yaitu :
1. Saluran Primer : lebar alas 2 m
2. Saluran Sekunder : lebar 0,5-2m
3. Saluran Tersier : lebar kurang dari 0,5m
4. Sumber Buangan
Sumber-sumber penghasil limbah cair dapat diidentifikasikan sebagai berikut :

Hal E-86
Usulan Teknis
MATERI TEKNIS RDTR KABUPATEN TAPANULI UTARA, PROVINSI SUMATERA UTARA
TAHUN ANGGARAN 2019

a Pemukiman, besarnya air limbah yang akan dihasilkan diperkirakan sebesar 70%
dari kebutuhan air bersihnya, sedangkan perkembangan/peningkatan volume
limbahnya adalah berbanding lurus dengan peningkatan jumlah penduduknya.
b Kegiatan komersial dan industri, besarnya air limbah yang dihasilkan
diperkirakan sebesar 60% dari kebutuhan air bersihnya, sedangkan
perkembangan/peningkatan volume limbahnya berbanding lurus dengan
peningkatan skala industri dan luas tanahnya/lahannya.
c Kegiatan pendidikan, peribadatan, perkantoran, pelayanan umum dan sebagainya
diperkirakan sebesar 50% dari kebutuhan air bersihnya.
d Air hujan (air limpasan)

Untuk memperhitungkan volume air limpasan yang dihasilkan oleh kota sebagai dasar
penentuan tipe saluran dan penempatannya digunakan rumus sebagai berikut :

V =c.A.R

Keterangan :
V = Volume air limpasan, m3
c = Koefisien dasar bangunan
A = Luas daerah/area, m2
R = Curah hujan rata-rata, mm/hari

Sehingga :

Volume Air Buangan = Volume Air Limpasan + Volume Air Limbah

Tabel E.8 Bagian Jaringan Drainase


SARANA PRASARANA
Badan penerima air Sumber air di permukaan tanah (laut, sungai, danau)
Sumber air di bawah permukaan tanah (air tanah akifer)
Bangunan pelengkap Gorong-gorong
Pertemuan saluran
Bangunan terjunan
Jembatan
Street inlet

Hal E-87
Usulan Teknis
MATERI TEKNIS RDTR KABUPATEN TAPANULI UTARA, PROVINSI SUMATERA UTARA
TAHUN ANGGARAN 2019

SARANA PRASARANA
Pompa
Pintu air
CATATAN : Acuan diambil dari SNI 02-2406-1991, Tata Cara Perencanaan Umum Drainase Perkotaan

C. Saluran Pembuangan
Untuk selanjutnya dapat ditentukan saluran-saluran pembuangannya, yang kriterianya
disesuaikan dengan volume air buangan dan keadaan topografi. Sistem saluran drainase ada
2 macam yaitu :
1. Sistem Saluran Terpisah: Saluran antara air hujan dan air buangan terpisah
2. Sistem Saluran Tercampur: Saluran antara air buangan dan air hujan menjadi satu.

Sedangkan jenis saluran pematusannya ada 2 macam :


1. Saluran Primer : Biasanya berupa sungai. Saluran ini merupakan penampungan air
buangan dari saluran-saluran sekunder.
2. Saluran Sekunder : Merupakan saluran untuk mengalirkan air buangan dari rumah
tangga, biasanya berupa got.

Sedangkan metode yang digunakan untuk memperkirakan air larian adalah :

Q = C . I . A.
Dimana :
Q = Volume air maksimum
C = KDB/Koefisien Air Limpasan
I = Intensitas hujan rata-rata pada suatu periode (mm/hari)
A = Luas permukaan yang dapat menampung saluran air hujan.

D. Sistem Pembuangan Air Kotor dan Limbah


Untuk menciptakan lingkungan yang sehat, maka sistem pembuangan air kotor dan limbah
rumah tangga dilakukan melalui pengumpulan pada satu wilayah dan kemudian secara
keseluruhan dibuang ke tempat tertentu. Adapun mekanisme pembuangannya adalah sebagai
berikut :

Hal E-88
Usulan Teknis
MATERI TEKNIS RDTR KABUPATEN TAPANULI UTARA, PROVINSI SUMATERA UTARA
TAHUN ANGGARAN 2019

1. Untuk permukiman padat, sistem septic tank dilakukan secara kolektif pada beberapa
lokasi (misalnya 1 unit septic tank untuk setiap 10 rumah).
2. Pada permukiman dengan kepadatan sedang dan rendah, mekanisme pembuangannya
dapat dilakukan secara kolektif dalam satu ruang tertentu.
3. Untuk fasilitas umum yang mengelompok, umumnya jumlah air kotor dan limbah ini
relatif sedikit, oleh karena itu mekanisme pembuangannya dapat dilakukan secara
individual.
4. Sistem pembuangan secara keseluruhan dilakukan dengan pengolahan limbah dan
resapan ke dalam tanah dimana lokasinya yang sudah terencana.

E. Pelayanan Listrik
Beberapa persyaratan, kriteria dan kebutuhan yang harus dipenuhi di kawasan perumahan
adalah:

1. Penyediaan kebutuhan daya listrik


a. Setiap lingkungan perumahan harus mendapatkan daya listrik dari PLN atau dari
sumber lain; dan
b. Setiap unit rumah tangga harus dapat dilayani daya listrik minimum 450 VA per
jiwa dan untuk sarana lingkungan sebesar 40% dari total kebutuhan rumah tangga.
2. Penyediaan jaringan listrik
a. Disediakan jaringan listrik lingkungan dengan mengikuti hirarki pelayanan, dimana
besar pasokannya telah diprediksikan berdasarkan jumlah unit hunian yang mengisi
blok siap bangun;
b. Disediakan tiang listrik sebagai penerangan jalan yang ditempatkan pada area
damija (daerah milik jalan) pada sisi jalur hijau yang tidak menghalangi sirkulasi
pejalan kaki di trotoar (lihat Gambar 1 mengenai bagian-bagian pada jalan);
c. Disediakan gardu listrik untuk setiap 200 KVA daya listrik yang ditempatkan pada
lahan yang bebas dari kegiatan umum;
d. Adapun penerangan jalan dengan memiliki kuat penerangan 500 lux dengan tinggi >
5 meter dari muka tanah;

Hal E-89
Usulan Teknis
MATERI TEKNIS RDTR KABUPATEN TAPANULI UTARA, PROVINSI SUMATERA UTARA
TAHUN ANGGARAN 2019

e. Sedangkan untuk daerah di bawah tegangan tinggi sebaiknya tidak dimanfaatkan


untuk tempat tinggal atau kegiatan lain yang bersifat permanen karena akan
membahayakan keselamatan.

F. Pelayanan Telekomunikasi
Beberapa persyaratan, kriteria dan kebutuhan yang harus dipenuhi adalah:
1. Penyediaan kebutuhan sambungan telepon
a. Tiap lingkungan rumah perlu dilayani sambungan telepon rumah dan telepon umum
sejumlah 0,13 sambungan telepon rumah per jiwa atau dengan menggunakan asumsi
berdasarkan tipe rumah sebagai berikut:
 R-1, rumah tangga berpenghasilan tinggi : 2-3 sambungan/rumah
 R-2, rumah tangga berpenghasilan menengah : 1-2 sambungan/rumah
 R-3, rumah tangga berpenghasilan rendah : 0-1 sambungan/rumah
b. Dibutuhkan sekurang-kurangnya 1 sambungan telepon umum untuk setiap 250 jiwa
penduduk (unit RT) yang ditempatkan pada pusat-pusat kegiatan lingkungan RT
tersebut;
c. Ketersediaan antar sambungan telepon umum ini harus memiliki jarak radius bagi
pejalan kaki yaitu 200 - 400 m;
d. Penempatan pesawat telepon umum diutamakan di area-area publik seperti ruang
terbuka umum, pusat lingkungan, ataupun berdekatan dengan bangunan sarana
lingkungan; dan
e. Penempatan pesawat telepon harus terlindungi terhadap cuaca (hujan dan panas
matahari) yang dapat diintegrasikan dengan kebutuhan kenyamanan pemakai
telepon umum tersebut.
2. Penyediaan jaringan telepon
a. Tiap lingkungan rumah perlu dilayani jaringan telepon lingkungan dan jaringan
telepon ke hunian;
b. Jaringan telepon ini dapat diintegrasikan dengan jaringan pergerakan (jaringan
jalan) dan jaringan prasarana / utilitas lain;
c. Tiang listrik yang ditempatkan pada area Damija (≈daerah milik jalan, lihat Gambar
1 mengenai bagian-bagian pada jalan) pada sisi jalur hijau yang tidak menghalangi
sirkulasi pejalan kaki di trotoar; dan

Hal E-90
Usulan Teknis
MATERI TEKNIS RDTR KABUPATEN TAPANULI UTARA, PROVINSI SUMATERA UTARA
TAHUN ANGGARAN 2019

d. Stasiun telepon otomat (STO) untuk setiap 3.000 – 10.000 sambungan dengan
radius pelayanan 3 – 5 km dihitung dari copper center, yang berfungsi sebagai pusat
pengendali jaringan dan tempat pengaduan pelanggan.

Adapun data dan informasi yang diperlukan untuk merencanakan penyediaan sambungan
telepon rumah tangga adalah:
1. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) kabupaten dan perkembangan lokasi yang
direncanakan, berkaitan dengan kebutuhan sambungan telepon;
2. Tingkat pendapatan keluarga dan kegiatan rumah tangga untuk mengasumsikan
kebutuhan sambungan telepon pada kawasan yang direncanakan;
3. Jarak terjauh rumah yang direncanakan terhadap Stasiun Telepon Otomat (STO),
berkaitan dengan kebutuhan STO pada kawasan yang direncanakan;
4. Kapasitas terpasang STO yang ada; dan
5. Teknologi jaringan telepon yang diterapkan, berkaitan radius pelayanan.

G. Sanitasi dan Sampah


Untuk menghitung volume sampah kota pertahun yang digunakan sebagai standar bagi
perhitungan kebutuhan Transfer depo/TPS, Tempat pembuangan akhir (TPA) dan kebutuhan
prasarana penunjang lainnya digunakan rumus-rumus berikut ini :

Volume sampah kawasan pertahun (Qk)

Qk = q . P
Dimana :
P = Jumlah penduduk
q = Standar kuantitas timbunan sampah, l/org/hari

Berdasarkan tingkat ekonomi dengan patokan :


 Ekonomi rendah, q = 1,686 l/org/hari
 Ekonomi sedang, q = 1,803 l/org/hari
 Ekonomi tinggi, q = 1,873 l/org/hari

Hal E-91
Usulan Teknis
MATERI TEKNIS RDTR KABUPATEN TAPANULI UTARA, PROVINSI SUMATERA UTARA
TAHUN ANGGARAN 2019

Tabel E.9 Kebutuhan Prasarana Persampahan

CATATAN : Acuan tabel diambil dari SNI 19-2454-2002 mengenai Tata cara teknik operasional pengolahan
sampah perkotaan

E.2.2.11 Metode Identifikasi dan Tahapan Pelaksanaan Pembangunan


Penyusunan tahapan pelaksanaan program merupakan tahap akhir dari proses penyusunan
rencana tata ruang kawasan/daerah. Untuk maksud tersebut diperlukan beberapa langkah,
meliputi: (a) Menemukenali potensi dan masalah yang ada di kawasan terencanakan, (b)
Menerjemahkan potensi dan masalah tersebut menjadi programprogram indikatif, dan (c)
Menyusun program indikatif yang berhasil ditemukenali manjadi suatu daftar urutan prioritas
yang akan menjadi dasar bagi penyusunan tahapan pelaksanaan program. Metode yang
digunakan pada masing-masing tahapan tersebut adalah sebagai berikut.
1. Metode identifikasi potensi dan masalah
Cukup sulit untuk memilih metode identifikasi potensi dan masalah yang handal dan sesuai,
dikarenakan masing-masing metode punya keunggulan dan kelemahan. Kevalitan hasil
identifikasi lebih banyak dipengaruhi oleh keahlian dan pengalaman dari seorang
perencana (planner) sendiri. Salah satu metode identifikasi yang sering dipilih dalam
kegiatan ini adalah analisis pohon masalah (tree problem analysis). Untuk memudahkan
proses identifikasi, potensi kawasan terencanakan dapat dikelompokkan menjadi: potensi
sumberdaya alam, potensi sumberdaya manusia, dan potensi ruang. Sedangkan masalah
yang dihadapi kawasan terencanakan dapat dibedakan ke dalam topik bahasan seperti:
kemiskinan, penggangguran, keterisolasian, lingkungan permukiman, kebodohan dan
kesehatan dasar, atau disesuaikan dengan isu-isu pokok pengembangan kawasan tersebut.

Hal E-92
Usulan Teknis
MATERI TEKNIS RDTR KABUPATEN TAPANULI UTARA, PROVINSI SUMATERA UTARA
TAHUN ANGGARAN 2019

2. Metode identifikasi program


Berlandaskan pada strategi pembangunan yang berupa upaya pendaya-gunaan dan
pengelolaan potensi sumberdaya alam dan sumberdaya manusia seoptimal mungkin, maka
hasil identifikasi masalah dan potensi yang telah dilakukan sebelumnya dapat digunakan
sebagai acuan untuk menentukan program-program indikatif, untuk pendayagunaan potensi
tersebut serta untuk penanggulangan masalah-masalah yang ditemui pada kawasan
terencanakan.
Pendekatan yang dapat dipakai adalah bahwa potensi kawasan bisa melahirkan kesempatan,
dan sebaliknya masalah yang ditemui dapat dilihat pula sebagai ancaman. Oleh karena itu
dengan menganalogikan potensi dan masalah yang ditemukenali pada tahap analisis
sebelumnya sebagai kesempatan dan ancaman, maka metode SWOTH dapat digunakan
untuk mengidentifikasi program-program indikatif. Metode SWOTH bertumpu pada
evaluasi faktor-faktor Strength
(kekuatan), Weakness (kelemahan), Oportunities (kesempatan),
dan Threathening(ancaman) yang dimiliki oleh kawasan terencanakan. Dengan mengetahui
kesempatan dan ancaman yang potensial terjadi, maka dihubungkan dengan arah
pengembangan yang telah ditetapkan sebelumnya, dapat ditemukenali programprogram
indikatif dimaksud, yaitu berupa upaya-upaya untuk mendayagunakan kesempatan (=
potensi sumberdaya) dan/ atau menanggulangi ancaman (= masalah-masalah) yang ditemui,
dengan tetap memperhatikan kekuatan dan kelemahan yang ada pada wilayah
terencanakan.

3. Metode penentuan urutan prioritas pelaksanaan program


Program-program yang sudah berhasil ditemukenali diurutkan berdasarkan peran program
terhadap tujuan pembangunan kawasan ke depan, dengan mempertimbangkan pula:
kemampuan daerah untuk membiayai, kemampuan/daya serap daerah untuk melaksanakan
pekerjaan/program tersebut, serta karakteristik program itu sendiri yang biasanya bersifat
sekuensial (suatu program biasanya harus didahului atau diikuti oleh program lainnya).
Metode yang dapat diterapkan untuk maksud tersebut adalah Goals Objectives Achievment
Matrices (GOAM). Metode GOAM merupakan kelanjutan metode pembobotan klasik.
Metode ini cocok diterapkan pada perencanaan pembangunan wilayah yang bersifat multi

Hal E-93
Usulan Teknis
MATERI TEKNIS RDTR KABUPATEN TAPANULI UTARA, PROVINSI SUMATERA UTARA
TAHUN ANGGARAN 2019

objectives planning dan terkadang tidak sejalan. Dengan penerapan metode analisa ini,
benturan antar tujuan pembangunan dapat dikawinkan sedemikian rupa sehingga tidak
mengorbankan salah satu diantara tujuan-tujuan pembangunan yang tidak sejalan tersebut.

E.2.2.12 Metode Penyusunan KLHS


Saat ini pencemaran dan kerusakan lingkungan terus berlangsung karena instrumen lingkungan
yang ada saat ini belum memadai. AMDAL saat ini merupakan salah satu instrumen yang dikenal
untuk mengintegrasikan lingkungan hidup di dalam proses pembangunan. Namun AMDAL 
memiliki keterbatasan di dalam mengupayakan keberlanjutan pembangunan, karena banyak
permasalahan lingkungan yang timbul diluar cakupan yang ada di dalam studi AMDAL. Hal ini
terjadi karena dalam penyusunan Kebijakan,  Rencana dan Program (KRP) belum berwawasan
pembangunan berkelanjutan. Untuk itu, lahirlah aplikasi Kajian Lingkungan Hidup Strategis
(KLHS) atau Strategis Environmental Assessment (SEA).  KLHS merupakan instrumen untuk
pengelolaan lingkungan secara berkelanjutan melalui intervensi terhadap
kebijakan/rencana/program. 

Landasan hukum pelaksanaan KLHS tercantum dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Menurut undang-undang tersebut,
Kajian Lingkungan Hidup Strategis adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh, dan
partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan
terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program.

Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib membuat KLHS untuk memastikan pembangunan
berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan wilayah dan/atau KRP
(UU PPLH Pasal 15 ayat 1). Adapun tujuan KLHS adalah :
 Mengintegrasikan pertimbangan lingkungan hidup dan keberlanjutan melalui penyusunan
 Memperkuat proses pengambilan keputusan atas KRP
 Mengarahkan, mempertajam fokus, dan membatasi lingkup penyusunan dokumen
lingkungan yang dilakukan pada tingkat rencana dan pelaksanaan usaha/kegiatan

Mekanisme dari KLHS meliputi : pengkajian pengaruh  kebijakan, rencana, dan/atau program
terhadap kondisi lingkungan hidup  di suatu wilayah, perumusan alternatif penyempurnaan

Hal E-94
Usulan Teknis
MATERI TEKNIS RDTR KABUPATEN TAPANULI UTARA, PROVINSI SUMATERA UTARA
TAHUN ANGGARAN 2019

kebijakan, rencana dan/atau program serta rekomendasi perbaikan untuk pengambilan keputusan


kebijakan, rencana dan/atau program  yang mengintegrasikan prinsip pembangunan
berkelanjutan.

KRP yang perlu dilakukan KLHS antara lain :


1. KRP  yang menimbulkan konsekuensi adanya rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib
dilengkapi dengan dokumen Amdal
2. KRP yang berpotensi:
 Meningkatkan resiko perub.iklim
 Meningkatkan kerusakan, kemerosotan, atau kepunahan keanekaragaman hayati
 Meningkatkan intensitas bencana banjir,  longsor, kekeringan, dan atau kebakaran
hutan dan lahan khususnya di lahan kritis
 Menurunkan mutu dan kelimpahan SDA terutama pada daerah yang telah tergolong
kritis
 Mendorong perubahan penggunaan dan atau alih fungsi kawasan hutan terutama pada
daerah yang kondisinya telah tergolong kritis
 Meningkatkan jumlah penduduk miskin atau terancamnya keberlanjutan penghidupan
sekelompok masyarakat
 Meningkatkan risiko terhadap kesehatan dan keselamatan manusia.

Gambar E.16 Aplikasi Model dan Teknik KLHS (Sumber: Internet, 2019)

Hal E-95
Usulan Teknis
MATERI TEKNIS RDTR KABUPATEN TAPANULI UTARA, PROVINSI SUMATERA UTARA
TAHUN ANGGARAN 2019

E.2.2.13 Metode Menghitung Intensitas Pemanfaatan Ruang


Metode menghitung intensitas pemanfaatan ruang di Kawasan Perencanaan adalah sebagai
berikut.
1. KWT [Koefisien Wilayah Terbangun] dan KDB [Koefisien Dasar Bangunan]
• Kofisien Wilayah Terbangun (KWT) maupun Koefisien Dasar Bangunan (KDB)
dirumuskan berdasarkan analisis neraca air untuk meningkatkan imbuhan air tanah,
mencegah erosi dan longsoran, serta mengurangi run off/genangan/banjir.
• Perhitungan didasarkan pada: Karakteristik geologi, Kemiringan lereng dan Curah
hujan
• KWT diterapkan pada jika penerapan KDB sudah tidak memungkinkan lagi. Misalnya
suatu area sudah terbangun sebagian dengan KDB yang melampaui kemampuan tanah
meresapkan air, namun dibagian lain wilayah, masih terdapat area yang belum
terbangun.

Hal E-96
Usulan Teknis
MATERI TEKNIS RDTR KABUPATEN TAPANULI UTARA, PROVINSI SUMATERA UTARA
TAHUN ANGGARAN 2019

• Alasan pengendalian: dari pada menyebarkan area tidak terbangun pada setiap kapling,
lebih baik mengalokasikan lahan tidak terbangun tersebut dalam satu kesatuan yang
mudah diawasi/dikendalikan (misalnya dalam bentuk taman/hutan).
• Dalam kondisi pengendalian tertentu seperti pada kasus pengembang yang suka
menjual RTH, KWT kurang cocok.
• Kepentingan nasional/provinsi di kota/kabupaten, untuk menghindari tumpang tindih
aturan (Misalnya nasional dan provinsi menetapak KWT, Kabupaten/kota menetapkan
KDB persil).

2. Analisis Neraca Air

3. Koesfisien Dasar Bangunan


• Luas area.
• Intensitas infiltrasi.
• Koefisien infiltrasi.
• Koefisien penyimpanan air (berdasarkan data iklim dan pemboran setempat).

Hal E-97
Usulan Teknis
MATERI TEKNIS RDTR KABUPATEN TAPANULI UTARA, PROVINSI SUMATERA UTARA
TAHUN ANGGARAN 2019

Contoh perhitungan KDB


 Luas area: 3.2975 ha = 32975 m2, Intensitas infiltrasi (I): 1101 mm/166 hari, Koefisien
infiltrasi (C): 1.8 (pada kemiringan 0-5%, Lihat Tabel), Koefisien penyimpanan air (S):
0.0018 berdasarkan hasil pemboran setempat (Setiap pengambilan 0.18 m3 terjadi
penurunan sebanyak 1 m pada luas 100 m2

 Maka untuk 3.2975 ha dapat diambil air tanahnya sebanyak: 0.0018 x 32975 l/menit =
59,35 l/menit = 0.98 l/detik

Hal E-98
Usulan Teknis
MATERI TEKNIS RDTR KABUPATEN TAPANULI UTARA, PROVINSI SUMATERA UTARA
TAHUN ANGGARAN 2019

4. Tingkat Pelayanan Jalan Dan Intensitas Pemanfaatan Ruang

• Street capacity restricts development intensity


• Better mass public transit allows more trip in similar street capacity, thus allows
higher intensity
• Higher through traffic reduces on-site traffic, thus reduces development intensity
• Different land uses have different trip attractions/ generations
• High intensity requires more infrastructure (incl. wider street).

5. Tata Massa Bangunan


• Elemen Pembentuk Tata Massa Bangunan

Hal E-99
Usulan Teknis
MATERI TEKNIS RDTR KABUPATEN TAPANULI UTARA, PROVINSI SUMATERA UTARA
TAHUN ANGGARAN 2019

• Penentuan Tinggi Bangunan

Hal E-100
Usulan Teknis
MATERI TEKNIS RDTR KABUPATEN TAPANULI UTARA, PROVINSI SUMATERA UTARA
TAHUN ANGGARAN 2019

6. Pertimbangan terhadap Bahaya Kebakaran

Hal E-101
Usulan Teknis
MATERI TEKNIS RDTR KABUPATEN TAPANULI UTARA, PROVINSI SUMATERA UTARA
TAHUN ANGGARAN 2019

Hal E-102
Usulan Teknis
MATERI TEKNIS RDTR KABUPATEN TAPANULI UTARA, PROVINSI SUMATERA UTARA
TAHUN ANGGARAN 2019

Hal E-103
Usulan Teknis
MATERI TEKNIS RDTR KABUPATEN TAPANULI UTARA, PROVINSI SUMATERA UTARA
TAHUN ANGGARAN 2019

7. GARIS SEMPADAN BANGUNAN (GSB)


Ada rumus umum untuk menentukan GSB sbb:
 Jalan dengan Rumija > 8 m, GSB= 0.5 Rumija +1.
 Jalan dengan Rumuja ≤ 8 m, GSB = 0.5 Rumija.
 Hitung dengan db  polusi udara.

Pertimbangan Transportasi

Hal E-104
Usulan Teknis
MATERI TEKNIS RDTR KABUPATEN TAPANULI UTARA, PROVINSI SUMATERA UTARA
TAHUN ANGGARAN 2019

8. Cara Menggunakan Peraturan Zonasi


• Teknik pengaturan zonasi harus ditetapkan di awal, tidak mengikuti perkembangan
pasar/kebutuhan.
• Tidak semua teknik pengaturan zonasi perlu dan tidak semua area perkotaan
diberikan teknik pengaturan zonasi.

Hal E-105
Usulan Teknis
MATERI TEKNIS RDTR KABUPATEN TAPANULI UTARA, PROVINSI SUMATERA UTARA
TAHUN ANGGARAN 2019

9. Perizinan
Ketentuan Perizinan pemanfaatan ruang dan bangunan diberikan oleh pejabat yang
berwenang sesuai dengan kewenangannya dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ketentuan mengenai Perizinan pemanfaatan ruang dan bangunan sendiri telah diatur dalam
Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten meliputi Izin Lokasi,
Izin Peruntukan Penggunaan Tanah (IPPT) dan Izin Penggunaan Bangunan (IPB). Izin

Penggunaan Bangunan (IPB) wajib dimiliki oleh kegiatan investasi dan usaha yang
membangunan bangunan untuk usaha dan akan menggunakan bangunan tersebut. IPB
diurus seteah bangunan jadi dan akan digunakan. Izin pemanfaatan ruang yang memiliki
dampak skala kabupaten diberikan atau mendapat persetujuan dari Bupati, setelah
mendapat masukan/rekomendasi dari Tim Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah
(BKPRD) Kabupaten, selanjutnya pemberian izin pemanfaatan ruang dilakukan menurut
prosedur atau mekanisme sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Prosedur perizinan merupakan langkah awal dalam pengendalian dalam pengendalian
pemanfaatan ruang, selain itu kinerja perizinan pada suatu daerah mempunyai peran yang
sangat penting dalam menarik dan menghambat investasi. Penyelenggaraan perizinan yang

Hal E-106
Usulan Teknis
MATERI TEKNIS RDTR KABUPATEN TAPANULI UTARA, PROVINSI SUMATERA UTARA
TAHUN ANGGARAN 2019

efektif akan mempermudah pengendalian dan pembinaan pelangggaran rencana tata ruang.
Bila mekanisme perizinan tidak diselenggarakan dengan baik, maka timbullah
penyimpangan pemanfaatan ruang secara legal.

10. Pemberian Insentif dan Disinsentif


Ketentuan insentif dan disinsentif merupakan acuan bagi Pemerintah Daerah dalam
pemberian insentif dan pengenaan disinsentif. Insentif diberikan apabila pemanfaatan ruang
sesuai dengan rencana struktur ruang, rencana pola ruang, dan ketentuan umum peraturan
zonasi. Pemberian insentif dimaksudkan sebagai upaya untuk memberikan imbalan
terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang, baik yang
dilakukakn oleh masyarakat maupun pemerintah. Bentuk insentif tersebut antara lain dapat
berupa keringanan pajak, pembangunan prasarana dan sarana (infrastruktur), pemberian
kompensasi, kemudahan prosedur perizinan dan pemberian penghargaan.

Disinsentif dikenakan terhadap pemanfaatan ruang yang perlu dicegah, dibatasi, atau
dikurangi keberadaannya, atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan tata ruang,

Hal E-107
Usulan Teknis
MATERI TEKNIS RDTR KABUPATEN TAPANULI UTARA, PROVINSI SUMATERA UTARA
TAHUN ANGGARAN 2019

yang antara lain dapat berupa pengenaan pajak yang tinggi, pembatasan penyediaan
prasarana dan sarana, serta pengenaan kompensasi dan penalti. Pemberian insentif dan
pengenaan disinsentif dalam pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten dilakukan oleh
Pemerintah Daerah kepada masyarakat.

Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif dilakukan oleh instansi berwenang sesuai
dengan kewenangannya. Penyebab belum terlaksananya Insentif dan Disinsentif di
biasanya pada dasarnya pemanfaatan ruang yan tidak sesuai dengan peruntukannya, seperti
kawasan pendidikan jaraknya sangat dekat dengan kawasan industri yang ada dikecamatan
lokasi. Hal inilah sebagian contoh kecil mengapa Insentif dan Disinsentif belum terlaksana.
Beberapa hal lain penyebab pemerintah daerah belum melaksanakan insentif dan disinsentif
dikarenakan tidak mempunyai akses terhadap rencana-rencana pembangunan sektoral yang
dibuat dan ditentukan oleh pemerintah pusat. Sehingga sanksi yang tegas belum dapat
terlaksana di Kabupaten daerah kajian.

11. Pengenaan Sanksi


Pengenaan sanksi tidak hanya diberikan kepada pemanfaat ruang yang tidak sesuai dengan
ketentuan perizinan pemanfaatan ruang, tetapi dikenakan pula kepada pejabat pemerintah

Hal E-108
Usulan Teknis
MATERI TEKNIS RDTR KABUPATEN TAPANULI UTARA, PROVINSI SUMATERA UTARA
TAHUN ANGGARAN 2019

yang berwenang menerbitkan izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata
ruang. Pengenaan sanksi dilakukan terhadap:
a. Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana struktur ruang dan pola ruang;
b. Pelanggaran ketentuan umum peraturan zonasi;
c. Pemanfaatan ruang tanpa izin pemanfaatan ruang yang diterbitkan berdasarkan
RTRW Kabupaten;
d. Pemanfaatan ruang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruang yang diterbitkan
berdasarkan RTRW Kabupaten;
e. Pelanggaran ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang
yang diterbitkan berdasarkan RTRW Kabupaten;
f. Pemanfaatan ruang yang menghalangi akses terhadap kawasan yang oleh peraturan
perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum; dan/atau
g. Pemanfaatan ruang dengan izin yang diperoleh dengan prosedur yang tidak benar.
 Pengawasan
 Penertiban
 Perjinan Pemanfaatan Ruang.

E.2.2.14 Penyusunan Ranperda RDTR Kabupaten Tapanuli Utara


Penyusunan dan pembahasan raperda tentang RDTR dan PZ, terdiri atas:

Hal E-109
Usulan Teknis
MATERI TEKNIS RDTR KABUPATEN TAPANULI UTARA, PROVINSI SUMATERA UTARA
TAHUN ANGGARAN 2019

a. penyusunan naskah akademik raperda tentang RDTR dan PZ;


b. penyusunan raperda tentang RDTR dan PZ yang merupakan proses penuangan materi
teknis RDTR dan PZ ke dalam pasal-pasal dengan mengikuti kaidah penyusunan peraturan
perundang-undangan; dan
c. pembahasan raperda tentang RDTR dan PZ yang melibatkan pemerintah kabupaten/kota
yang berbatasan dan masyarakat.
Rekomendasi perbaikan hasil pelaksanaan KLHS harus tetap dipertimbangkan dalam muatan
raperda tentang RDTR dan PZ dalam setiap pembahasannya. Hasil pelaksanaan penyusunan
dan pembahasan raperda tentang RDTR dan PZ, terdiri atas:
a. naskah akademik raperda tentang RDTR dan PZ;
b. naskah raperda tentang RDTR dan PZ; dan
c. berita acara pembahasan terutama berita acara dengan kabupaten/kota yang berbatasan.

Kegiatan penyusunan dan pembahasan raperda tentang RDTR dan PZ melibatkan Masyarakat
dalam bentuk pengajuan usulan, keberatan, dan sanggahan terhadap naskah Raperda RDTR dan
PZ, melalui:
a. media massa (televisi, radio, surat kabar, majalah);
b. website resmi lembaga pemerintah yang berkewenangan menyusun RTRW kota;
c. surat terbuka di media massa;
d. kelompok kerja (working group/public advisory group); dan/atau
e. diskusi/temu warga (public hearings/meetings), konsultasi publik minimal 1 (satu) kali,
workshops, FGD, seminar, konferensi, dan panel.

Konsultasi publik dalam penyusunan dan pembahasan raperda tentang RDTR dan PZ ini
dilakukan minimal 1 (satu) kali dituangkan dalam berita acara dengan melibatkan perguruan
tinggi, pemerintah, swasta, dan masyarakat.

Hal E-110

Anda mungkin juga menyukai