Anda di halaman 1dari 8

Mata Kuliah : Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota

Semester : 1 (Satu)

Nama Dosen : Iyan Awaluddin, ST, MT

DISUSUN OLEH :

NAMA : Zuhrahtunnisaa Rahman Putri

NIM : 60800119028

KELAS : B

JURUSAN TEKNIK PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR

2019
LATAR BELAKANG

Penataan Ruang sebagai suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan
pengendalian pemanfaatan ruang merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisahkan dan harus
dilakukan sesuai dengan kaidah penataan ruang sehingga diharapkan dapat mewujudkan
pemanfaatan ruang yang berhasil guna dan berdaya guna serta mampu mendukung pengelolaan
lingkungan hidup yang berkelanjutan dan tidak menyebabkan terjadinya penurunan kualitas ruang.

Dalam proses penataan ruang, pergeseran fungsi lahan sangat tidak mungkin untuk dapat
dihindarkan. Pergeseran fungsi lahan yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia terutama di
wilayah hiterland kawasan perkotaan menggambarkan dinamika keruangan atas aturan mengenai
ketataruangan. Pengendalian pemanfaatan ruang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari
proses penataan ruang. Pemanfaatan ruang di berbagai wilayah di Indonesia, dalam
pelaksanaannya sering atau tidak sejalan dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan.

Beberapa faktor yang mempengaruhi ketidaksesuaian tersebut antara lain tekanan perkembangan
pasar terhadap ruang, belum jelasnya mekanisme pengendalian dan lemahnya penegakan hukum
(low enforcement) terhadap pelanggaran yang terjadi. Kecenderungan penyimpangan-
penyimpangan pemanfaatan ruang dapat terjadi karena produk rencana tata ruang memperhatikan
aspek-aspek pelaksanaan atau sebaliknya bahwa pemanfaatan ruang kurang memperhatikan
rencana tata ruang yang sudah ditetapkan.
1. Pentingnya Rencana Tata Ruang Perlu Disusun

Penataan ruang dengan pendekatan nilai strategis kawasan dimaksudkan untuk mengembangkan,
melestarikan, melindungi dan/atau mengoordinasikan keterpaduan pembangunan nilai strategis
kawasan yang bersangkutan demi terwujudnya pemanfaatan yang berhasil guna, berdaya guna,
dan berkelanjutan. Penetapan kawasan strategis pada setiap jenjang wilayah administratif
didasarkan pada pengaruh yang sangat penting terhadap kedaulatan negara, pertahanan, keamanan,
ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan, termasuk kawasan yang ditetapkan sebagai warisan
dunia. Pengaruh aspek kedaulatan negara, pertahanan, dan keamanan lebih ditujukan bagi
penetapan kawasan strategis nasional, sedangkan yang berkaitan dengan aspek ekonomi, sosial,
budaya, dan lingkungan, yang dapat berlaku untuk penetapan kawasan strategis nasional, provinsi,
dan kabupaten/kota, diukur berdasarkan pendekatan ekternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi
penanganan kawasan yang bersangkutan.

Penataan ruang sebagai suatu sistem perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian
pemanfaatan ruang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan antara yang satu dan yang
lain dan harus dilakukan sesuai dengan kaidah penataan ruang sehingga diharapkan

 dapat mewujudkan pemanfaatan ruang yang berhasil guna dan berdaya guna serta mampu
mendukung pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan;
 tidak terjadi pemborosan pemanfaatan ruang; dan
 tidak menyebabkan terjadinya penurunan kualitas ruang.

Penataan ruang yang didasarkan pada karakteristik, daya dukung dan daya tampung lingkungan,
serta didukung oleh teknologi yang sesuai akan meningkatkan keserasian, keselarasan, dan
keseimbangan subsistem. Hal itu berarti akan dapat meningkatkan kualitas ruang yang ada. Karena
pengelolaan subsistem yang satu berpengaruh pada subsistem yang lain dan pada akhirnya dapat
mempengaruhi sistem wilayah ruang nasional secara keseluruhan, pengaturan penataan ruang
menuntut dikembangkannya suatu sistem keterpaduan sebagai ciri utama. Hal itu berarti perlu
adanya suatu kebijakan nasional tentang penataan ruang yang dapat memadukan berbagai
kebijakan pemanfaatan ruang. Seiring dengan maksud tersebut, pelaksanaan pembangunan yang
dilaksanakan, baik oleh Pemerintah, pemerintah daerah, maupun masyarakat, baik pada tingkat
pusat maupun pada tingkat daerah, harus dilakukan sesuai dengan rencana tata ruang yang telah
ditetapkan. Dengan demikian, pemanfaatan ruang oleh siapa pun tidak boleh bertentangan dengan
rencana tata ruang.

Perencanaan tata ruang perlu disusun agar menghasilkan rencana umum tata ruang dan rencana
rinci tata ruang. Rencana umum tata ruang disusun berdasarkan pendekatan wilayah administratif
dengan muatan substansi mencakup rencana struktur ruang dan rencana pola ruang. Rencana rinci
tata ruang disusun berdasarkan pendekatan nilai strategis kawasan dan/atau kegiatan kawasan
dengan muatan substansi yang dapat mencakup hingga penetapan blok dan subblok peruntukan.
Penyusunan rencana rinci tersebut dimaksudkan sebagai operasionalisasi rencana umum tata ruang
dan sebagai dasar penetapan peraturan zonasi. Peraturan zonasi merupakan ketentuan yang
mengatur tentang persyaratan pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya dan disusun
untuk setiap blok/zona peruntukan yang penetapan zonanya dalam rencana rinci tata ruang.
Rencana rinci tata ruang wilayah kabupaten/kota dan peraturan zonasi yang melengkapi rencana
rinci tersebut menjadi salah satu dasar dalam pengendalian pemanfaatan ruang sehingga
pemanfaatan ruang dapat dilakukan sesuai dengan rencana umum tata ruang dan rencana rinci tata
ruang.

Pengendalian pemanfaatan ruang tersebut dilakukan pula melalui perizinan pemanfaatan ruang,
pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi. Perizinan pemanfaatan ruang
dimaksudkan sebagai upaya penertiban pemanfaatan ruang sehingga setiap pemanfaatan ruang
harus dilakukan sesuai dengan rencana tata ruang. Izin pemanfaatan ruang diatur dan diterbitkan
oleh Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya masing-masing.
Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang, baik yang dilengkapi dengan izin
maupun yang tidak memiliki izin, dikenai sanksi adminstratif, sanksi pidana penjara, dan/atau
sanksi pidana denda.

2. Dasar/ Landasan Hukum Penyusunan Tata Ruang

Struktur perencanaan pembangunan nasional yang dicirikan dengan terbitnya Undang-Undang


No. 25 Tahun 2004 tantang Sistem Perencanaan Nasional, kepala daerah terpilih diharuskan
menyusun rencana pembangunan jangka menengah (RPJM) dan rencana pembangunan jangka
panjang (RPJP) di daerah masing-masing.

Dokumen RPJM ini akan menjadi acuan pembangunan daerah yang memuat, antara lain visi, misi,
arah kebijakan, dan program-program pembangunan selama lima tahun ke depan. Dengan
demikian, terkait kondisi tersebut, dokumen rencana tata ruang wilayah (RTRW) yang ada juga
harus mengacu pada visi dan misi tersebut. Dengan kata lain, RTRW yang ada merupakan bagian
terjemahan visi, misi daerah yang dipresentasikan dalam bentuk pola dan struktur pemanfaatan
ruang.

Landasan hukum penyusunan tata ruang di Indonesia secara umum mengacu pada Undang-
Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang. Pedoman ini sebagai landasan hukum
yang berisi kewajiban setiap provinsi, kabupaten dan kota menyusun tata ruang wilayah sebagai
arahan pelaksanaan pembangunan daerah. Kewajiban daerah menyusun tata ruang berkaitan
dengan penerapan desentralisasi dan otonomi daerah.

Menindaklanjuti undang-undang tersebut, Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor


327/KPTS/M/2002 menetapkan enam pedoman bidang penataan ruang, meliputi:
1.Pedoman penyusunan RTRW provinsi.

2.Pedoman penyusunan kembali RTRW provinsi.

3.Pedoman penyusunan RTRW kabupaten.

4.Pedoman penyusunan kembali RTRW kabupaten.

5.Pedoman penyusunan RTRW perkotaan.

6.Pedoman penyusunan kembali RTRW perkotaan.

Pedoman seperti tertulis di atas sebagai acuan bagi para penanggung jawab pengembangan
wilayah provinsi, kabupaten, dan kawasan perkotaan. Pedoman penyusunan RTRW meliputi
kegiatan penyusunan mulai dari persiapan hingga proses legalisasi.

Hal-hal teknis operasional yang belum diatur dalam keputusan menteri itu diatur lebih lanjut oleh
pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang, rencana tata
ruang dirumuskan secara berjenjang mulai dari tingkat yang sangat umum sampai tingkat yang
sangat perinci seperti dicerminkan dari tata ruang tingkat provinsi, kabupaten, perkotaan, desa, dan
bahkan untuk tata ruang yang bersifat tematis, misalnya untuk kawasan pesisir, pulau-pulau kecil,
jaringan jalan, dan lain sebagainya.

Mengingat rencana tata ruang merupakan salah satu aspek dalam rencana pembangunannasional
dan pembangunan daerah, tata ruang nasional, provinsi dan kabupaten/kota merupakan satu
kesatuan yang saling terkait dan dari aspek substansi dan operasional harus konsistensi.

RTRW nasional merupakan strategi dan arahan kebijakan pemanfaatan ruang wilayah negara yang
meliputi tujuan nasional dan arahan pemanfaatan ruang antarpulau dan antarprovinsi. RTRW
nasional disusun pada tingkat ketelitian skala 1:1 juta untuk jangka waktu selama 25 tahun.

RTRW provinsi merupakan strategi dan arahan kebijaksanaan pemanfaatan runag wilayah
provinsi yang berfokus pada keterkaitan antarkawasan/kabupaten/kota. RTRW provinsi disusun
pada tingkat ketelitian skala 1:250 ribu untuk jangka waktu 15 tahun.

RTRW kabupaten/Kota merupakan rencana tata ruang yang disusun berdasar pada perkiraan
kecenderuangan dan arahan perkembangan untuk pembangunan daerah di masa depan. RTRW
kabupaten/kota disusun pada tingkat ketelitian 1:100 ribu untuk kabupaten dan 1:25 ribu untuk
daerah perkotaan, untuk jangka waktu 5–10 tahun sesuai dengan perkembangan daerah.

Berdasar pada landasan hukum dan pedoman umum penyusunan tata ruang, substansi data dan
analisis penyusunan RTRW provinsi mencakup kebijakan pembangunan, analisis regional,
ekonomi regional, sumber daya manusia, sumber daya buatan, sumber daya alam, sistem
permukiman, penggunaan lahan, dan analisis kelembagaan.

Substansi RTRW provinsi meliputi: Arahan struktur dan pola pemanfaatan ruang; arahan
pengelolaan kawasan lindung dan budi daya; arahan pengelolaan kawasan perdesaan, perkotaan
dan tematik; arahan pengembangan kawasan permukiman, kehutanan, pertanian, pertambangan,
perindustrian, pariwisata, dan kawasan lainnya; arahan pengembangan sistem pusat permukiman
perdesaan dan perkotaan; arahan pengembangan sistem prasarana wilayah; arahan pengembangan
kawasan yang diprioritaskan; arahan kebijakan tata guna tanah, air, udara, dan sumber daya alam
lain.

Adanya peraturan perundang-undangan penyusunan tata ruang yang bersifat nasional, seperti
Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 dan Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah
Nomor 327/KPTS/M/2002 kiranya dapat digunakan pula sebagai dasar dalam melaksanakan
pemetaan mintakat ruang sesuai dengan asas optimal dan lestari.

Untuk menata ruang yang optimal dengan prinsip lestari perlu adanya perencanaan yang holistik
antara potensi, kondisi, dan kebutuhan akan sumber daya ruang. Penyusunan tata ruang dalam
konteks ini bukan sekadar mengalokasikan tempat untuk suatu kegiatan tertentu, melainkan
menempatkan tiap kegiatan penggunaan lahan pada bagian lahan yang berkemampuan serasi dan
lestari untuk kegiatan masing-masing.

Oleh sebab itu, hasil penyusunan tata ruang bukan tujuan, melainkan sarana. Yang menjadi tujuan
tata ruang ialah manfaat total lahan/ruang dengan sebaik-baiknya dari kemampuan total lahan
secara sinambung atau lestari.

3. Jenis-Jenis Tata Ruang

Undang-undang No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang membagi rencana tata ruang menjadi
2 (dua) kelompok besar, yaitu Rencana Umum Tata Ruang dan Rencana Rinci Tata Ruang yang
merupakan penjabaran lebih lanjut dari rencana umum.

Rencana Umum Tata Ruang disusun secara hirarkis mulai dari level nasional hingga
kabupaten/kota dengan periode masa berlaku rencana hingga 20 (dua puluh) tahun. Bentuk
rencana umum tata ruang adalah Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), Rencana Tata
Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP), dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota
(RTRWK).

Lebih lanjut, merujuk pada pasal 14 UUPR, rencana umum tata ruang perlu dijabarkan dalam
bentuk rencana rinci ruang karena RTRW belum dapat digunakan sebagai pedoman pelaksanaan
kegiatan pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang. Rencana detil tersebut berupa
dokumen Rencana Detil Tata Ruang/RDTR, dan/atau Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis
yang disusun untuk masa berlaku yang sama seperti rencana umum tata ruang. Pada level nasional,
rencana rinci dapat berbentuk rencana tata ruang pulau/kepulauan dan rencana tata ruang kawasan
strategis nasional. Pada lingkup provinsi berupa dokumen rencana tata ruang kawasan strategis
provinsi. Sementara pada lingkup kabupaten/kota rencana rinci disusun dalam bentuk rencana
detail tata ruang kabupaten/kota dan rencana tata ruang kawasan strategis kabupaten/kota.
DAFTAR PUSTAKA

Irman, Joy (2017, 12 Desember) Penataan Ruang. 27 Oktober 2019.


http://www.penataanruang.com/penataan-ruang.html

Pakpahan, Andi (2011, 22 November) Landasan Hukum Tata Ruang Indonesi. 27 Oktober 2019.
http://terlminalpengetahuan.blogspot.com/2011/11/landasan-hukum-tata-ruang-indonesia.html

Nasir (2013, 20 Juni) Jenis Rencana Tata Ruang Indonesia. 27 Oktober 2019.
http://acehutarapenataanruang.blogspot.com/2013/06/jenis-rencana-tata-ruang-di-indonesia.html

Bening, Embun (2017, 21 Desember) Mengenal Perencanaan Tata Ruang Nasional, Provinsi dan
Kabupaten/Kota. 27 Oktober 2019.https://blog.ruangguru.com/mengenal-perencanaan-tata-
ruang-nasional-provinsi-dan-kabupaten/kota

Bening, Embun (2017, 21 Desember) Apa Itu RTRW Provinsi. 27 Oktober


2019.https://blog.ruangguru.com/apa-itu-rtrw-provinsi

Anda mungkin juga menyukai