Anda di halaman 1dari 64

Laporan Perencanaan

MKP Rencana Tata Bangunan Dan Lingkungan

KAWASAN CAMPURAN JALAN HERTASNING KOTA MAKASSAR

Dosen Pengampu:

Dr. Ir. Arifuddin Akil, M.T


Sri Wahyuni, S.T., M.T.
Suci Anuggrah Yanti, S.T., M.Si

Disusun Oleh:

Andi Nurul Inayah (D101201036)


Aunun Sahlul Khuluqi (D101201032)
Andi Luthfi Fadhil (D101201063)
Ben Rahmat Mahesa (D101201046)

Departemen Perencanaan Wilayah dan Kota


Fakultas Teknik
Universitas Hasanuddin
2022
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tingginya aktifitas dan kegiatan pemanfaatan ruang yang mengakibatkan kebutuhan ruang
yang semakin terbatas dan menimbulkan dampak – dampak negatif terhadap kebutuhan
ruang yang dapat timbul. Munculnya permukiman kumuh, pencemaran lingkungan,
rendahnya tingkat kenyamanan, tingkat aksesbilitas yang rendah, keamanan dan keindahan
lingkungan yang tak terjaga merupakan salah satu dampak negative yang ditimbulkan dari
pemanfaatan ruang yang harus dihindari. Adanya penyusunan Rencana Tata Bangunan dan
Lingkungan diharapakan dapat mengendalikan pemanfaatan ruang, penataan bangunan dan
lingkungan, serta dapat memberikan gambaran rancangan, rencana investasi, serta tahapan
pelaksanaan untuk mewujudkan perencanaan yang tertuang dalam materi Rencana Tata
Bangunan dan Lingkungan. Rencana tata bangunan dan lingkungan (RTBL) merupakan
salah satu bagian dari tidak lanjut dari perencanaan tingkatan sebelumnya yaitu Rencana
Tata Ruang dan Wilayah (RTRW), Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi
(RDTR-PZ) dan Master Plan Perkotaan.
Dalam peraturan Daerah Kota Makassar Nomor 4 Tahun 2015 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Kota Makassar 2015-2034 ditetapkan bahwa kawasan perencanaan yag berada di
Kecamatan Panakkukang berperan sebagai diantaranya:
a. PPK III berfungsi sebagai pusat kegiatan pemerintahan provinsi di Kecamatan
Panakkukang, pusat kegiatan pendidikan dan penelitian skala internasional, nasional,
dan regional ditetapkan di Kecamatan Panakkukang.
b. PPK IV berfungsi sebagai pusat kegiatan bisnis global skala internasional, nasional, dan
regional ditetapkan pada kawasan pengembangan pesisir di sebagian Kecamatan Tamalate dan
sebagian Kecamatan Mariso, pusat kegiatan bisnis di sebagian wilayah Kecamatan Rappocini,
serta pusat kegiatan pertemuan, pameran, dan sosial budaya skala internasional, nasional, dan
regional ditetapkan di sebagian wilayah Kecamatan Mariso dan sebagian wilayah Kecamatan
Tamalate

Kawasan Jalan Hertasning merupakan kawasan campuran yang terdiri dari kawasan
perdagangan, jasa, perkantoran, pendidikan, RTH, permukiman, dan sarana ibadah.

Perkembangan kawasan yang begitu cepat kurang diimbangi dengan penyediaan sarana dan
prasarana yang memadai dan mendukung aktifitas yang ada sehingga menimbulkan
beberapa permasalahan. Kondisi lalu lintas yang ada di kawasan ini kurang lancar karena
parkir kendaraan yang kurang teratur. Pada kawasan ini tidak ada pemisahan antara parkir
kendaraan roda 2, kendaraan roda 4 maupun kendaraan yang melakukan bongkar muat
barang. Terminal angkot yang ada juga kurang berfungsi optimal. Kegiatan Penataan
Bangunan dan Lingkungan sendiri bertujuan mengendalikan pemanfaatan ruang dan
menciptakan lingkungan yang tertata, berkelanjutan, berkualitas serta menambah vitalitas
ekonomi dan kehidupan masyarakat. Oleh karenanya penyusunan dokumen RTBL, selain
sebagai pemenuhan aspek legal-formal, yaitu sebagai produk pengaturan pemanfaatan ruang
serta penataan bangunan dan lingkungan pada kawasan terpilih, juga sebagai dokumen
panduan/pengendali pembangunan dalam penyelenggaraan penataan bangunan dan
lingkungan kawasan terpilih supaya memenuhi kriteria perencanaan tata bangunan dan
lingkungan yang berkelanjutan. RTBL mempunyai manfaat untuk mengarahkan jalannya
pembangunan sejak dini, mewujudkan pemanfaatan ruang secara efektif, tepat guna,
spesifik setempat dan konkret sesuai dengan rencana tata ruang wilayah, melengkapi
peraturan daerah tentang bangunan gedung, mewujudkan kesatuan karakter dan
meningkatkan kualitas bangunan gedung dan lingkungan/kawasan, mengendalikan
pertumbuhan fisik suatu lingkungan/kawasan, menjamin implementasi pembangunan agar
sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan masyarakat dalam pengembangan
lingkungan/kawasan yang berkelanjutan, menjamin terpeliharanya hasil pembangunan
pasca pelaksanaan, karena adanya rasa memiliki dari masyarakat terhadap semua hasil
pembangunan. RTBL adalah sebuah produk pengaturan yang disusun diharapkan dapat
mensinergikan seluruh perencanaan yang ada di kawasan sehingga dapat mendukung dan
memberikan kontribusi terhadap pembangunan yang berkelanjutan.

1.2 Maksud, Tujuan, Sasaran, dan Manfaat


RTBL adalah rencana teknik dan program tata bangunan dan lingkungan (Urbandesign
Guideline) serta pedoman pengendalian pembangunan. Berfungsi sebagai salah satu alat
pengendalian pemanfaatan ruang yang diperlakukan secara khusus pada bangunan atau
kelompok bangunan pada suatu lingkungan/ kawasan (Urban Building Desain and
Development Guideline). Dalam kaitannya dengan pengendalian pembangunan, dokumen
RTBL juga berfungsi sebagai peraturan zonasi. Peraturan zonasi dibuat untuk
mengantisipasi dampak yang timbul dari pemanfaatan ruang sehingga perlu adanya system
pengendalian pembangunan dan pedoman pengelolaan kawasan yang sesuai dengan
karakteristik dan kebutuhan kawasan tersebut sejalan dengan tingkat perkembangnnya.
Salah satu alat operasional dalam pelaksanaan peraturan zonasi di lapangan nantinya adalah
melalui kebijakan keterangan rencana kabupaten sesuai dengan Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum Nomor 24/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis Izin Mendirikan
Bangunan Gedung. Sehingga fungsi dari peraturan zonasi adalah untuk perangkat
pengendalian pemanfaatan ruang, pedoman pengendalian, dan dasar dalam pengendalian
pemanfaatan ruang. Dari pemikiran di atas, maka RTBL perlu disusun dan dikenakan
terutama pada daerah atau pusat-pusat kota yang mempunyai pertumbuhan cepat dan
memerlukan pengendalian perkembangan fisik yang tepat. Agar bisa dioperasikan sebagai
alat pengendali, RTBL harus mempunyai juridiksi dan kekuatan hukum. Untuk itu
ketentuan-ketentuan penataan bangunan dan lingkungan dalam RTBL harus mengacu pada
rencana tata ruang diatasnya secara hierarki. Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan
Lingkungan Kawasan Starategis Perencanaan ini memiliki maksud, tujuan dan sasaran
kegiatan yang akan dicapai. Penjabaran menganai maksud dan tujuan akan dibahas secara
rinci.
1.2.1 Maksud
Maksud kegiatan penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan ini meliputi:
a. Memenuhi tugas akhir Mata Kuliah Pilihan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan
b. Masukan rencana dan program pembangunan fisik bagi Pemerintah Daerah dalam
penanganan tata bangunan dan lingkungan kawasan tertentu
c. Masukan teknis bagi Pemerintah Daerah dalam bentuk rincian pengendalian
perwujudan bangunan dan lingkungan pada kawasan tertentu.
d. Masukan teknis bagi Pemerintah Daerah dalam mengarahkan peran serta seluruh pelaku
pembangunan (pemerintah, swasta, masyarakat lokal, investor) Dalam mewujudkan
lingkungan yang dikehendaki
1.2.2 Tujuan
Terarahnya penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan di sekitar Jalan
Hertasning berdasarkan acuan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Penataan Ruang
Perumahan dan Permukiman Nomor 06 Tahun 2007 tentang Pedoman Umum Rencana
Tata Bangunan dan Peraturan Daerah Kota Makassar Nomor 4 Tahun 2015 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Makassar 2015-2034. Adapun tujuan yang diinginkan
meliputi:
a. Mengidentifikasi elemen-elemen fisik & non fisik yang mempengaruhi perubahan tata
bangunan dan lingkungan di Kawasan Campuran di Jalan Hertasning yang potensial
untuk dikembangkan.
b. Mengidentifikasi permasalahan yang timbul akibat pesatnya pertumbuhan dan
perkembangan kawasan.
c. Menganalisis sekaligus mengembangkan dan mengaktifkan kembali fungsi ruang di
Kawasan Campuran Jalan Hertasning dengan memperhatikan nilai pelestarian budaya,
unsur-unsur sosial ekonomi, dan variasi kegiatan perkotaan.
d. Memberikan arahan dan masukan kepada pihak-pihak yang terkait mengenai pola
pemanfaatan kawasan tersebut baik bersifat pemecahan arsitektural maupun
perencanaan tentang model pengendalian dan penataan bangunan dan lingkungan.
e. Membuat pedoman (guidelines) perencanaan bangunan dan lingkungan guna
mengendalikan dan mengarahkan pengembangan di Kawasan Campuran Jalan
Hertasning
f. Menyiapkan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan pada kawasan tertentu sebagai
bagian dari upaya penataan fungsi dan fisik kawasan, bersama masyarakat dan semua
stakeholder, sesuai dengan kebutuhan dan kondisi lokal dengan memperhatikan
keserasian dengan alam sekitarnya.
1.3 Dasar Hukum
Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan didasarkan pada:
1. Undang-Undang No. 28 Tahun 2002, tentang Bangunan Gedung
2. Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air
3. Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup
4. Undang-Undang No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya; Undang-Undang No.
1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman
5. Peraturan Pemerintah No. 36 tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-
Undang Nomor 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
6. Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional
7. Peraturan Pemerintah No. 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang
8. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 29 Tahun 2006 tentang Pedoman
Persyaratan Teknis Bangunan Gedung
9. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 30 Tahun 2006 tentang Persyaratan
Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas pada Bangunan Umum dan Lingkungan
10. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 06 Tahun 2007 tentang Pedoman
Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan; Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum Nomor: 05 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan
Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan
11. SNI 03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di
Perkotaan
12. Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW) Kota Salatiga
13. Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2013 tentang Bangunan Gedung Kota Salatiga
14. Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2013 tentang Pengelolaan, Pemberdayaan, dan
Perlindungan Pasar Tradisional
15. Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2015 tentang Penataan, Pengelolaan, dan
Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima.
1.4 Ruang Lingkup
1.4.1 Ruang Lingkup Wilayah
Kawasan Campuran Jalan Hertasning merupakan bagian dari 2 (dua) kecamatan yakni
Kecamatan Panakkukang dan Kecamatan Rappocini. Kawasan ini memiliki
kecenderungan pertumbuhan fisik secara cepat sehingga menjadi prioritas untuk
dilakukan penataan dan pengaturan dalam bentuk Rencana Tata Bangunan dan
Lingkungan sehingga pembangunan dan pertumbuhan fisik di kawasan perencanaan
dapat lebih teratur dan terkendali. Batas delineasi dilakukan berdasarkan batas fisik
kawasan dan kesamaan karakter. Adapun luas kawasan perencanaan sebesar ±60
hektar.
1.4.2 Ruang Lingkup Materi
Ruang lingkup materi dalam penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan
Kawasan perencanaan mengacu pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Penataan
Ruang Perumahan dan Permukiman No. 06 tahun 2007 tentang penyusunan Rencana
Tata Bangunan dan Lingkungan. Ruang lingkup materi yang dimaksud meliputi:
a. Pengumpulan Data
• Mengumpulkan data kuantitatif dan kualitatif dari sumber data primer
maupun sekunder sebagai bahan analisis
• Analisis, Melakukan analisis data baik dari aspek kuantitatif dan aspek
kualitatif yang dapat dipakai sebagai bahan untuk merumuskan masalah
sebagai dasar penyusunan RTBL.
b. Perumusan Potensi dan Masalah
c. Materi pokok menyusun RTBL
1.5 Sistematika Pembahasan
Sistematika pembahasan pada laporan akhir ini terdiri dari 4 (empat) bab antara lain:
BAB 1 PENDAHULUAN.
Pada bab ini akan membahas mengenai latar belakang, maksud, tujuan, sasaran, pengertian
RTBL, dasar hukum, dan ruang lingkup.
BAB 2 PROGRAM BANGUNAN DAN LINGKUNGAN.
Pada bab ini membahas mengenai analisis kawasan dan wilayah perencanaan, analisis
pengembangan pembangunan berbasis peran masyarakat, dan konsep dasar perancangan
kawasan.
BAB 3 RENCANA UMUM.
Pada bab ini menjelaskan tentang struktur peruntukan lahan, rencana perpetakan, rencana
tapak, rencana sistem pergerakan dan aksesbilitas lingkungan, ruang terbuka hijau, rencana
wujud visual Bangunan Gedung, dan rencana prasarana dan sarana lingkungan.
BAB 4 PANDUAN RANCANG.
Pada panduan rancang, akan menjelaskan mengenai ketentuan dasar implementasi
rancangan, dan prinsip-prinsip pengembangan rancangan kawasan.
BAB II

GAMBARAN UMUM KAWASAN PERENCANAAN

Sumber: Hasil Analisis Penulis, 2022

Kawasan perencanaan yang diidetifikasi sebagai kawasan campuran merupakan kawasan yang
diarahkan dan diperuntukkan bagi pengembangan kegiatan campuran bangunan umum dengan
permukiman beserta fasilitasnya yang dirancang sesuai dengan fungsi dan kebutuhan
masyarakat dimana kawasan bangunan tersebut dibangun dan dikelola serta dipelihara dengan
baik.

Kawasan perencanaan memiliki luas 27,59 ha dengan batas -batas sebagai berikut:

• Sebelah Utara: Kecamatan Panakkukang (Kelurahan Masale)


• Sebelah Selatan: Kecamatan Rappocini (Kelurahan Bonto Makkio)
• Sebelah Barat: Kecamatan Rappocini (Kelurahan Tidung)
• Sebelah Timur: Kecamatan Rappocini (Kelurahan Paropo)
BAB III

PROGRAM PEMBANGUNAN DAN LINGKUNGAN

Fakta dan Analisis Kawasan Perencanaan

Kondisi Eksisting Kawasan

Kondisi eksisting kawasan perencanaan akan membahas fakta lapangan tentang delapan aspek
yang akan direncanakan di dalam Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan ini. Pembahasan
akan meliputi kajian spasial, kuantitas, dan kualitas setiap aspek-aspek tersebut.

A. Bentang Alam Kawasan

Kawasan RTBL merupakan area dataran dengan karakter dataran rendah. Untuk area
permukiman merupakan kawasan dengan karakter dataran rendah. Sehingga variabel topografi
merupakan salah satu variabel yang penting dalam menetukan konsep pengembangan kawasan.

Berdasarkan kriteria kemiringan dan ketinggian lokasi, kawasan perencanaan merupakan


kawasan dengan daya dukung topografi lahan yang masih sesuai untuk pengembangan fasilitas
pendukung aktivitas kawasan pusat kegiatan. Karakter lahan memiliki dampak positif terhadap
visualisasi (vista) kawasan, dan bermanfaat bagi upaya mengurangi potensi genangan (banjir).
Vista secara harafiah berhubungan dengan view yang berarti pandangan sejauh yang dapat
tertangkap oleh mata manusia.

View hanya dapat dibatasi oleh sesuatu yang menghalangi. View merupakan sesuatu yang
sangat penting dalam perencanaan kawasan. Bagaimana suatu kawasan mempunyai nilai
estetika yang baik sangat ditentukan oleh faktor view. Hal ini berhubungan dengan kontur,
sudut pandang, dan elemen-elemen lain sebagai pelengkap citra dan image kawasan.

Oleh karena itu dalam perencanaan kawasan RTBL mempertimbangkan kemiringan lahan
dalam peruntukan lahan, seperti terlihat pada tabel berikut.

B. Struktur Peruntukan Lahan


Sumber: Hasil Analisis Penulis, 2022

Secara umum kondisi peruntukan lahan di dalam delineasi RTBL-KSK Perencanaan adalah
wilayah permukiman, Pelayanan umum, Zona RTH, perkantoran atau pelayanan public dan
Zona Perdagangan. Zona-zona tersebut berada di sepanjang koridor Jln. Letjen Hertasning.
Penggunaan lahan di kawasan ini menciptakan keberagaman yang memberikan citra khas
(identitas) kawasan dibandingan dengan kawasan lainnya. Penggunaan lahan di kawasan
RTBL dapat dikelompokkan berdasarkan zona fungsi penggunaan lahan, antara lain :

1) Zona Pelayanan Umum Berada pada pusat simpul utama kawasan, berpotensi
menciptakan image kawasan pada bentukan tema kawasan.

2) Zona Permukiman Membentuk konsentrasi terpusat pada pusat unit permukiman


cluster dan non-cluster, membentuk cluster tersendiri dan berpola grid

3) Zona Perdagangan dan Jasa Meliputi koridor Jalan Tamalate – Hertasning. Peruntukan
ruang yang merupakan bagian dari kawasan budi daya difungsikan untuk
pengembangan kegiatan usaha yang bersifat komersial, tempat bekerja, tempat
berusaha, serta tempat hiburan dan rekreasi, serta fasilitas umum/sosial pendukungnya.

4) Zona Perkantoran
5) Zona Rekreasi

Peruntukan ruang yang merupakan bagian dari kawasan budi daya difungsikan untuk
pengembangan kegiatan pelayanan pemerintahan dan tempat bekerja/berusaha, tempat
berusaha, dilengkapi dengan fasilitas umum/sosial pendukungnya.

A. Permukiman
Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 2011. Permukiman
adalah bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan
yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang
kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau kawasan perdesaan. Menurut Tony
atyanto (dalam Budihardjo, 2009), permukiman dapat diartikan sebagai suatu tempat
atau lingkungan dimana manusia tinggal, berkembang serta melangsungkan hidupnya.
Sehingga hakekat permukiman adalah lingkungan, sekurang-kurangnya merupakan
lingkungan fisik dimana sekelompok masyarakat mempengaruhi dan memanfaatkan
lingkungan tersebut. Kegunaan dari sebuah permukiman adalah tidak hanya untuk
menyediakan tempat tinggal dan melindungi tempat bekerja tetapi juga menyediakan
fasilitas untuk pelayanan, komunikasi, pendidikan dan rekreasi.
Karakteristik Permukiman yang terdapat diwilayah RTBL adalah kawasan permukiman
perkotaan. Kawasan Pemukiam Perkotaan adalah kawasan yang digunakan untuk
kegiatan pemukiman dengan ditunjang oleh sarana prasarana transportasi yang
umumnya memadai, fasilitas peribadatan, pendidikan, perdagangan, perkantoran, dan
pemerintahan, serta jasa. Fungsi dari kawasan ini adalah sebagai pusat pemerintahan
dan sekaligus sebagi pusat atau sentra kegiatan perekonomian. Zona Permukiman
perkotaan yang berada di kawasan RTBL adalah:
1. Permukiman Informal (Kampung)
Karakter permukiman informal di kawasan permukiman perkotaan pada umumnya
memiliki kepadatan yang cukup tinggi, dengan pola tatanan rumah mengelompok, dan
akses untuk menuju ke pusat pelayanan cukup memadai, dengan kepadatan yang cukup
tinggi dan kurang memiliki bahkan tidak memiliki halaman rumah (pekarangan) yang
cukup luas, dengan pola tatanan komunal atau mengelompok pada titik tertentu.
Permukiman Informal di kawasan RTBL memiliki pola memanjang (linear) mengikuti
bentuk jalan dengan pola grid menerus sebagai sarana mobilisasi masyarakat sekitar
Jalan Toddoppuli II

Jalan Toddoppuli Setapal 6 Jalan Toddoppuli Raya

2. Permukiman Formal (Real Estate)


Keberadaan kawasan permukiman formal di kawasan perkotaan terbentuk oleh adanya
upaya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan kebutuhan perumahan yang
semakin meningkat dan cenderung terdapat pada kawasan perkotaan. Karakteristik
perumahan formal tersebut antara lain sebagai berikut : Pola jaringan jalan yang tertata
dengan baik, walaupun untuk kondisi lingkungannya masih belum tertata, baik untuk
ruang terbuka hijau maupun resapan air, Lantai bangunan rata rata berupa 2 lantai,
Umumnya memiliki fasade bangunan yang seragam sebagai identitas rumah kawasan
perumahan, Aksesbilitas yang ada di kawasan perumahan rata–rata memiliki akses
yang cukup baik, dan mudah untuk menuju ke pusat pelayanan (baik itu ke tempat
pendidikan, perdagangan dan jasa, perkantoran dan lain – lain) dan Lebar jalan di
kawasan perumahan rata–rata adalah antara 3 – 6 meter. Permukiman Formal yang
berada di kawasan RTBL terdiri menjadi beberapa yakni:
a. Perumahan Baru (Real Estate)

Griya Panakukkang Indah Griya Adiyaksa

Griya Hertamas

Perumahan baru di kawasan RTBL terdapat beberapa diantaranya:


• Perumahan Griya Panakkukang Indah Perumahan griya Panakkukang Indah
memiliki tipologi berupa perumahan grid-kluster. Perumahan griya
Panakkukang Indah berada di Jalan Hertasning Barat (I,II,III,IV,V) yang berada
di RW 1:RT 1-3. Kompleks ini dilengkapi dengan berbagai sarana prasarana
meliputi Pos Keamanan, Lembaga Pendidikan, Masjid Babul Iman, Taman
Mini, dsb
• Kompleks Griya Hertamas Kompleks Griya Hertamas memiliki tipologi berupa
perumahan kluster. Kompleks Griya Hertamas berada di Jalan Hertasning 7.
Kompleks ini dilengkapi dengan berbagai sarana prasarana meliputi Pos
Keamanan, Gereja Toraja Jemaat Pniel Perumnas, dll.
• Kompleks Griya Adyakhsa Kompleks Griya Adhyaksa memiliki tipologi
berupa perumahan non-kluster. Kompleks Griya Hertamas berada di Jalan
Adhayksa II. Kompleks ini dilengkapi dengan berbagai sarana prasarana
meliputi Pos Keamanan, dll.
b. Perumahan Khusus

Kompleks Perumahan Dinas Perum Bulog Bonto Ngirate

Rumah Khusus adalah rumah yang diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan


khusus. Rumah Khusus merupakan program Kementerian PUPR yang dibangun untuk
memenuhi kebutuhan rumah bagi komunitas/kelompok masyarakat tertentu, seperti
nelayan, permukiman kembali korban bencana/pengungsi, guru, tenaga medis,
TNI/Polri dan petugas di daerah perbatasan dan pulau terpencil. Perumahan Khusus
diatur dalam Permen PUPR Nomor 20/PRT/M/2017 Tentang Penyediaan Rumah
Khusus. Perumahan Khusus di kawasan RTBL adalah Kompleks Perumahan Dinas
Perum Bulog Bonto Ngirate yang berlokasi di Jalan Bonto Daeng Ngirate dilengkapi
dengan berbagai sarana prasarana meliputi GOR Bulog, Pos Keamanan, Masjid, Sarana
Olahraga, Taman Mini, dsb. Perumahan Bulog memiliki tipologo berupa perumahan
kluster.
Pengembangan kawasan perumahan cenderung tersebar dan berkembang mengikuti
jaringan jalan utama. Keberadaan Kawasan RTBL menjadi pemicu perkembangan
kawasan, dimana terjadi alih fungsi lahan dari permukiman menjadi perdagangan.
B. Pendidikan

Nama Alamat
TK Nurkarya Tidung (Tahfiz Putri Markaz
Jalan Hertasning No.106 Makassar
Putri Markaz Nurkarya Al-Islami)
TK Khalifah 1 Jalan Hertasning Barat
TK Katolik ST. FRASSISI - SD Katolik
Jalan Hertasning No.102 Makassar
Santo Aloysius Terakreditasi A
TK Perumahan Bulog Jalan Bonto Dg. Ngirate
Lembaga Pendidikan Anak Usia Dini
Jalan Adiyaksa
(PAUD) “Paud Ceria”
Kawasan yang menjadi lokasi pendidikan dominan terdapat pada Jl. Hertasning. Sarana
pendidikan yang terdapat pada kawasan perencanaan merupakan fasilitas pendidikan
bagi penduduk setempat.

C. Peribadatan

Nama Alamat Status

Masjid An-Nur Jalan Tidung 1 Stp 3 Publik


Masjid Babul Iman Jalan Hertasning Barat II Publik
No 1
Masjid Nurul Munawwir Jalan Hertasning Privat
PLN
Masjid An-Nur PLN Jalan Hertasning Privat
SULBANGSEL
Masjid Nurul Qira’ah Jalan Hertasning Privat
Masjid Al-Furqon Jalan Todoppuli II Publik
Pandang (LDII)
Gereja Toraja Jemaat Jalan Todoppuli II Publik
Pniel Perumnas – Klasis
Makassar Tengah
Gereja Katolik Paroki St Jalan Hertasning No. 104 Publik
Fransisku Assisi KAMS

Sumber: Hasil Analisis Penulis, 2022


D. Perkantoran

Nama Alamat
Kantor Lurah Bonto Makkio Jalan Tamalate
Balai Pengembangan Pendidikan Anak Usia Dini dan Jalan Adiyaksa
Pendidikan Masyarakat dan Direktorat Jenderal Pendidikan
Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat (BPPAUD &
DIKMAS) Sulawesi Selatan
Persebaran fasilitas perkantoran yang ada di kawasan perencanaan umumnya
menyebar pada sepanjang jalan utama kota atau kawasan yang memiliki aktivitas
tinggi dan menyebar di masing-masing di pusat lingkungan untuk kantor kelurahan.

E. Jasa (Sektor Energi)

Nama Alamat
Kantor PLN UP3 Makassae Selatan Jalan Letjen Hertasning No. 99

Kantor PT.PLN (Persero) Induk Wilayah Jalan Letjend Hertasning Blok B


SULSEL SULTRA Dan SULBAR Makassar
Kantor PT.PLN UP2B Sistem Sulselrabar Jalan Hertasning

Kantor PT.PLN (PERSERO) Unit Induk Jalan Hertasning


Pembangunan (UIP) Sulawesi Bagian Selatan
F. Perdagangan

G. Kesehatan

Nama: Rumah Sakit Grestelina


Alamat: Jalan Letjen Hertasning No.51 Makassar
Sarana Prasarana: Ruang Parkir, Instalasi Gawat Darurat, AlfaMart dsb.
Total luas kawasan : 1 ha
Luas Bangunan: 0,44 Ha (4.365,74 m²)

H. Ruang Terbuka Hijau

Luas: 1.583,07 m² (0,16 Ha) Luas: 1.583,07 m² (0,16 Ha)


Lapangan Sepak Bola Jogging Track

Arena Panjat Tebing


Taman Bermain dan Lapangan Basket

Nama Alamat

Lapangan Emmy Saelan Jalan Letjend Hertasning

Lapangan Perum Bulog Jalan Bonto Dg.Ngirate

Lahan Kosong Jalan Letjend Hertasning

C. Intensitas Pemanfaatan Lahan

Intensitas pemanfaatan lahan adalah tingkat alokasi dan distribusi luas lantai maksimum
bangunan terhadap lahan/tapak peruntukannya.

Tingginya kebutuhan ruang dan nilai lahan di Kawasan Perencanaan terutama pada koridor
jalan Hertasning. Jalan lokal menjadikan kebutuhan mendasar pengembangan ruang pada
kawasan ini. Keragaman fungsi ruang dengan intensitas ruang perlu dipertimbangkan guna
memperoleh manfaat guna lahan maksimal. Kondisi intensitas pemanfaatan lahan pada koridor
Jl. Hertasing – Jalan Tamalate di dominasi oleh tutupan lahan terbuka masive yang belum
termanfaatkan, permukiman dengan ketinggian 1- 4, perdagangan dan jasa dengan ketinggian
1-5 lantai, perkantoran 1-3 lantai, dan kegiatan pendidikan dengan ketinggian 1-3 lantai.

D. Proposrsi Pemanfaatan Lahan

Pemanfaatan lahan lebih didominasi oleh tutupan lahan non terbangun. Sedangkan untuk
tutupan lahan kawasan terbangun, memiliki intensitas dengan kepadatan rendah dan tinggi.

• Kawasan terbangun kepadatan tinggi didominasi oleh kawasan hunian (zona


perumahan)
• Kawasan non Terbangun sampai saat ini berfungsi sebagai penunjang aktivitas dan
lahan tidur.

E. Orientasi Matahari dan Angin

Orientasi tehadap matahari menentukan suatu pola bangunan terlebih lagi pada negara
Indonesia yang beriklim tropis dengan cahaya matahari sepanjang hari menyinari dari ujung
timur sampai ujung barat. Orientasi matahari dapat berhasil apabila sinar matahari dapat masuk
kedalam bangunan terlebih lagi pada pagi hari. Orientasi-orientasi dari struktur dan tapak
dalam hubungan dengan angin yang berpengaruh dapat mempunyai suatu dampak pemanasan
dan penyejukan yang penting. Suatu struktur atau ruang yang ditempatkan dengan dimensi
terpanjangnya tegak lurus terhadap angin akan menerima bagian terberat dari kekuatan angin.

Tata Bangunan dan Lingkungan

A. Tata Bangunan

Kondisi umum tata bangunan di kawasan perencanaan menunjukkan pembangunan yang


mengarah pada penyesuaian alami akibat perkembangan kawasan yang didorong oleh akses
jalan utama yang melintasi kawasan ini. Terlihat dari munculnya bangunan perdagangan,
pemanfaatan fungsi pelayanan umum dan perkantoran, serta pertumbuhan kawasan
permukiman secara berdampingan

Hal-hal yang perlu diperhatikan dari tata bangunan ini adalah:

1. Perencanaan bangunan harus memiliki fungsi dan bentuk yang jelas agar kualitas
lingkungan dapat dioptimalkan.

2. Dari deretan bangunan, belum ada karakter yang jelas dari koridor Jl. Hertasning
- Tamalate.

3. Pembentukan ruang luar bangunan baik itu ruang statis maupun dinamis masih
terbentuk sebagai akibat dari bangunan, belum memperhatikan rancangan baku
dari ruang tersebut.

4. Identitas kawasan melalui interaksi ruang positif (bangunan) dan negatif (koridor
dan terbuka) belum ada. Gaya arsitektur vernakular, modern, dan kontemporer
masih bercampur tanpa keserasian dalam satu kawasan atau pun satu koridor
tertentu.
Kawasan permukiman, secara umum sudah tidak masih memiliki kaidah arstitektur lokal,
walaupun di beberapa titik terdapat kepadatan yang cukup tinggi. Beberapa rumah memiliki
fungsi tambahan seperti perdagangan mikro. Dari tema tentang kawasan industi, belum terlihat
secara jelas peruntukan dan penetapan tema kawasannya, hanya terdapat sedikit pembentuk
citra bahwa kawasan tersebut berada pada zona-zona tertentu.

B. Tata Lingkungan

Sebagai salah satu elemen pembentuk karakter tematis suatu kawasan, kondisi lingkungan yang
berkembang akan mempengaruhi bentukan tata lingkungan berdasarkan elemen-elemen
pembentuk seperti landmark, path, node, edge dan district. Adapun kondisi tata lingkungan di
kawasan perencanaan sebagai berikut:

Sumber: Hasil Analisis Penulis, 2022

No Citra Kota Detail

Pada kawasan perencanaan, tidak ditemukan suatu landmark yang


01 Landmark menandakan secara khusus suatu entry masuk ataupun penanda
monumental khusus yang memberikan kesan image kawasan.
Hanya terdapat Gapura Lapangan Emmy Saelan. Namun, sebagai
suatu bentuk utuh keseluruhan dalam konteks tata ruang kawasan
sekitar maka dapat diajukan sebagai point landmark adalah
kawasan ini

Sebagai elemen yang dianggap dapat membawa identitas kawasan,


maka merupakan elemen yang mampu memberikan identitas
02 Path kawasan. Hal ini didukung pula dengan adanya status jalan yang
melekat pada kedua jalan tersebut, sehingag menyebabkan kedua
jalan itu akan sering dilalui kendaraan sebagai akses utama

Nodes adalah pusat aktivitas yang sesungguhnya adalah sebuah tipe


dari landmark tetapi berbeda karena fungsinya yang aktif. Pada
03 Node
Kawasan perencanaan terdapat nodes di koridor utama Jalan
Hertasning

Pada kawasan perencanaan dibatasi dengan koridor jalan dan


04 Edge perumahan atau penggunaan lahan. Sehingga, tidak ada batas fisik
berupa sungai, pantai, dsb.

Distrik adalah kawasan-kawasan homogen yang berbeda dari


kawasan lain. Selain itu juga distrik memiliki dealinasi yang jelas
berupa batasan fisik yang homogen seperti arahan sesuai dengan
05 District arahan rencana spatial diatasnya. Distrik dikawasan perencanaan
dapat ditandai dengan keberadaan kawasan perdagangan, jasa,
perkantoran, dan RTH yang membentuk image tersendiri dalam
kawasan

Jalur Penghubung & Sistem Sirkulasi

Sistem sirkulasi dan jalur penghubung di kawasan perencanaan terdiri dari jaringan
penghubung, sirkulasi kendaraan umum, sirkulasi kendaraan pribadi, sistem transit, dan
sirkulasi pejalan kaki.

A. Jalur Penghubung
Sistem jaringan jalan dan pergerakan secara kualitas dan fungsi prasarana sirkulasi pada
koridor Hertasning sangat memadai, dikarenakan berstatus jalan provinsi, merupakan salah
satu jalan berkelas arteri primer. Sedangkan untuk jalan lokal dan jalan lingkungan di
kawasan banyak yang tidak memadai di kawasan, terkait dimensi dan kualitas
perkerasannya.

Sumber: Hasil Analisis Penulis, 2022

Dimensi jalan terkait ketersediaan lahan bagi pengembangan dan peningkatan kualitas
pergerakan di dalam kawasan, perlu dikaji sebagai dasar untuk rencana pengembangan
jalur penghubung ke depan. Kondisi jalur penghubung yang ada di kawasan perencanaan
di lintasi dan berporos pada jalur utama yaitu Jl. Hertasning, yang memiliki lebar badan
jalan ± 15,07 Meter (rumija), dengan Rumaja dan Ruwasja-nya bervariasi, yang
dipengaruhi oleh kompleksitas pemanfaatan ruang di sekitar jalur pengubung ini. Jalur
penghubung masih bersifat contra-flow dan pada jalur penghubung dalam lingkungan,
terdapat akses keluaran yang terintegrasi langsung pada jalur penghubung primer.

B. Sistem Sirkulasi Kendaraan Umum


Sistem Sirkulasi kendaraan umum di kawasan perencanaan melewati Koridor Hertasning –
Jalan Tamalate

C. Sistem Sirkulasi Kendaraan Pribadi

Sistem Sirkulasi kendaraan pribadi di kawasan perencanaan melewati seluruh Koridor yang
ada terutama pada jalan serta jalan lokal dan lingkungan.

D. Sistem Pergerakan Transit

Sistem pergerakan transit di kawasan perencanaan melewati kawasan jasa penyediaan


energi (PLN) serta RTH, dan direncanakan pada persimpangan utama sekitar Lapangan
Emmy Saelan, sebagai jalur utama pergerakan transit kendaraan barang dan manusia
(penumpang).

E. Sistem Pergerakan Pedestrian

Sistem Sirkulasi Pejalan Kaki secara umum dapat dilihat terlihat sebagai berikut :

1. Belum teraturnya pola sirkulasi kendaraan dan pejalan kaki

2. Belum jelasnya pola sirkulasi privat dan public

Selain itu manajemen atau pengaturan lalu lintas yang kurang memadai mengakibatkan
pengguna jalan menjadi sembarangan sehingga terjadi ‘crossing’ antara sirkulasi kendaraan
dan pejalan kaki.

3.2. Daya Dukung Prasarana dan Fasilitas Lingkungan

3.2.1. Listrik

Jaringan listrik telah menjangkau keseluruhan wilayah yang ada di kawasan perencanaan,
terdiri dari Saluran Udara Tegangan Tinggi, Menengah dan Rendah. Fasilitas listrik yang
terdapat dikawasan perencanaan adalah:

• Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Tello di Kecamatan Panakkukang;

• Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT)

• Garduk Induk dengan rincian GI Panakkukang I, GI Panakkukang II, GI


Panakkukang III di Kecamatan Panakkukang;

• ULP (Unit Layanan Pengadaan) Panakkukang


3.2.2. Air Bersih

Jaringan air bersih di kawasan RTBL sudah ada, namun perlu diperhatikan hal-hal sebagai

berikut dalam pengembangan kawasan:

1. Perbaikan pelayanan sambungan konsumen

2. Pemeliharaan jaringan pipa transmisi dan distribusi.

3.2.3. Drainase

Jaringan drainase pada prinsipnya perlu mengalirkan banjir/genangan dari daerah yang saat ini
selalu tergenang serta mengendalikan banjir dari daerah yang akan dikembangkan. Kawasan
Perencanaan dilewati oleh beberapa saluran drainase primer dan skunder yang melewati
tengah-tengah kawasan hunian dan juga dimanfaatkan oleh masyarakat.

3.2.4. Ruang Terbuka & Tata Hijau

Ruang terbuka dan tata hijau di kawasan perencanaan didominasi oleh sebaran Ruang terbuka
Hijau Publik yakni Lapangan Emmy Saelan, Lappangan Olahraga, dan beberapa ruang terbuka
yang belum dimanfaatkan secara optimal (lahan tidur). Perlu diarahkan penggunaan ruang
terbuka bagi kegiatan sosialisasi masyarakat untuk menunjang kegiatan terkait pengembangan
di kawasan ini, berupa kegiatan penunjang pengembangan sektor perdagangan, pariwisata dan
kegiatan transportasi.

3.3 Potensi dan Masalah Kawasan

Titik Persebaran Masalah di Kawasan Perencanaan


Sumber: Hasil Analisis Penulis, 2022

Mengetahui potensi dan masalah dimaksudkan untuk mendapatkan jawaban alasan kebutuhan
pengembangan yang dilakukan. Elemen yang diidentifikasi meliputi elemenelemen
perancangan antara lain:

1. Guna Lahan
2. Tata Masa Bangunan
3. Sirkulasi
4. Parkir
5. Jalur Pedestrian
6. Jaringan Listrik
7. Jaringan Telekomunikasi
8. Jaringan Drainase
9. Ruang Terbuka, dan
10. Tata Informasi

Untuk penelahaan lebih lanjut terkait potensi dan masalah kawasan, maka dilakukan dengan
metode SWOT. Adapun potensi dan masalah dalam kawasan yang terindentifikasi berdasarkan
elemennya masing-masing antara lain:

Aspek Potensi Masalah


Guna Lahan • Sebagian besar guna lahan • Masih terdapat penggunaan
sesuai dengan arahan pola lahan yang tidak co-exist
ruang RTRW • Sarana/prasarana penunjang
• Masih terdapat lahan kosong permukiman masih belum
yang dapat dimanfaatkan memadai
untuk guna lahan
pengembangan kawasan
Tata Massa Bangunan • Intensitas bangunan di • Orientasi bangunan masih
kawasan permukiman masih belum tertata dengan baik
termasuk dalam kategori • Terdapat kawasan
sedang permukiman padat
• Terdapat jarak yang cukup • Tidak ada ornamen khas
antar bangunan (tidak yang memberi nilai
banyak yang menempel)
• Garis langit (skyline) tambah/sentuhan lokal pada
bangunan sudah beraturan bangunan

Sirkulasi Keberadaan jalan arteri sebagai • Jalan lingkungan di dalam


poros utama kawasan kawasan (antE lingkungan)
memudahkan sirkulasi terbatas
kendaraan • Sirkulasi kendaraan di dalam
lingkungan sebagian besar
hanya dilayani 1
entrance/exit
Parkir • Sebagian besar kavling • Terdapat parkir on-street di
memiliki lahan parkir jalan lingkungan yang
• Terdapat cukup lahan yang menghambat sirkulasi
dapat dimanfaatkan sebagai kendaraan
lahan parkir • Lahan parkir belum tertata
dengan baik
Jalur Pedestrian • Terdapat vegetasi di tepi • Penyediaan jalur pedestrian
jalan yang dapat menjadi masih secara parsial
peneduh bagi pedestrian • Jalur pedestrian belum
• Ketersediaan lahan untuk dilengkapi street fumiture
pedestrian masih ada • Masih terdapat jalur
pedestrian yang
rusak/berlubang/tergerus
erosi
Jaringan Listrik - • Seluruh kawasan telah • Jaringan Listrik Belum
Telekomunikasi dilayani aliran listrik tertata dengan rapi.
• Kawasan terlayani oleh • Jaringan kabel listrik dan
sistem komunikasi yang telpon menjuntai tidak
lengkap. baik kabel maupun porposional
nirkabel • Tower komunikasi
• Tower komunikasi berada cenderung menciptakan
jauh dari lokasi permukiman inkonsistensi skyline
dan kawasan terbangun
Jaringan Drainase • Telah memiliki Jaringan • Saluran drainase tersier.
Drainase eksisting sekunder. dan primer
• Kondisi saluran drainase (sungai) tidak terintegrasi
eksisting cukup bersih • Jaringan Drainase tertutup
sampah dan pematusannya
tidak memiliki outlet yang
jelas
• Belum terdapat saluran
drainase di unit-unit
permukiman
Ruang Terbuka Terdapat cukup banyak lahan • Ruang Terbuka Publik
yang dapat dimanfaatkan belum ada
sebagai ruang terbuka hijau dan • Ruang terbuka hijau seperti
ruang terbuka publik vegetasi peneduh jalan
belum optimal
• Ruang terbuka private
ketersediaan
ruangterbukanya terbatas

Tata Informasi Jumlah papan reklame dan • Tata letak dan desain papan
spanduk cukup sedikit sehingsa reklame belum cukup baik
belum menggangu estetika • Papan informasi (signage)
kawasan mengganggu visual
• Penanda kawasan
(landmark)belum optimal

3.4 Analisa SWOT

Analisis SWOT adalah instrument perencanaaan strategis yang telah digunakan sejak lama
untuk proses perencanaan dalam berbagai konteks. Dengan menggunakan kerangka kerja
kekuatan dan kelemahan, serta kesempatan ekternal dan ancaman, instrument ini
memberikan cara sederhana untuk memperkirakan cara terbaik untuk melaksanakan
sebuah strategi.

Instrumen ini menolong para perencana terkait apa yang dapat dicapai, dan hal-hal apa
saja yang perlu diperhatikan dalam mengatasi suatu persoalan. Tabel berikut akan
menjelaskan analisis SWOT yang dirinci berdasarkan aspek pembangunan perkotaan dan
elemen perancangan kota. Adapun Matrik analisis SWOT dapat dilihat pada Tabel 3.2 di
halaman selanjutnya

3.5. Analisis Pengembngan Pembangunan Berbasis Peran Serta Masyarakat

Pembangunan berbasis peran masyarakat (community-based development) adalah


pembangunan dengan orientasi yang optimal pada pendayagunaan masyarakat, baik secara
langsung maupun tidak langsung, masyarakat diberikan kesempatan aktif beraspirasi dan
berkontribusi untuk merumuskan program-program bangunan dan lingkungan yang sesuai
dengan tingkat kebutuhannya. Peran penyusunan Dokumen RTBL harus dapat melibatkan
peran aktif masyarakat dalam setiap tahap kegiatan.Pemanfaatan ruang bisa dilakukan oleh
Pemerintah Pusat, Pemerintah daerah, swasta atau masyarakat, baik secara masing-masing
atau bersama-sama. Pemanfaatan ruang oleh masyarakat dapat dilakukan secara orang
seorang, kelompok orang termasuk masyarakat hukum adat, kelompok profesi, kelompok
minat, dan badan hukum. Komponen-komponen tersebut adalah Pemangku Kepentingan
(Stakeholder) dalam pemanfaatan ruang.
Weakness /
Strength / Potensi Opportunities / Peluang Threats / Hambatan
Aspek Perrmasalahan
(Internal) (Eksternal) (Eksternal)
(Internal)
Elemen Perancangan Kota
Guna Lahan • Fungsi kawasan yang
telah ditetapkan di
RTRW sebagai kawasan
strategis Ekonomi
• Penggunaan lahan
sebagian besar telah
sesuai dengan yang
diamanatkan RTRW
• Masih terdapat banyak
lahan kosong di dalam
kawasan yang dapat
dimanfaatkan sesuai
rencana pola ruang
• Nilai NJOP yang
meningkat secara
konsisten
Sirkulasi Kawasan dan Lokasi kawasan yang dilalui • Terdapat percabangan • Jalur utama menuju Volume kendaraan yang
Sarana Parkir Jalan arteri, dimana menjadi jalan Arteri yang wilayah kawasan lain memasuki/melewati jaringan
poros utama kawasan baik di dalam skala jalan di dalam kawasan
mendukung pengembangan langsung ke jalan kabupatenmaupun cukup tinggi tidak sebanding
koridor industri lingkungan ekstenal kabupaten, dengan dimensi jalan di
• Jalan lingkungan di sebagai poros utama, dalam kawasan
dalam kawasan tidak meningkatkan sirkulasi
terkoneksi/terintegrasi kendaraan (kunjungan)
dengan baik ke kawasan Perencanaan
• Banyak terdapat akses • Terdapat RTH Lapangan
jalan kendaraan yang Emmy Saelan
menyempit bahkan
teputus (bottleneck)
• beberapa ruas jalan
dimensinya kurang
memadai untuk
ditingkatkan statusnya
sebagai jalan baru
• Lebar jalan lingkungan
kurang memadai untuk
dilalui kendaraan roda 4
Intensitas & Tata Massa • Kawasan didominasi
Bangunan kavling dengan KDB
Tinggi. Sehingga di
kawasan permukiman
padat sudah tidak ada
pekarangan/lahan parkir
• Banyak terdapat
bangunan semi permanen
di sisi jalan arteri dan di
persimpangan jalan
Kondisi bangunan yang
kurang tertata secara
arsitektural
Ruang Terbuka • Terdapat RTH Publik Ruang luar belum

berupa RTH termanfaatkan secara optimal


Lapangan Emmy
Saelan, RTH Taman
Bermain Perumahan,
dan GOR
• Masih terdapat
beberapa lahan
kosong yang dapat
dimanfaatkan sebagai
RTH
Jalur Pedestrian, Jaringan • Terdapat cukup lahan • Tidak terdapat jalur
Drainase, Persampahan, dan yang dapat pedestrian di beberapa
Penerangan Jalan Umum dimanfaatkan sebagai ruas jalan
jalur pedestrian, sarana • Lebar dan material
persampahan, jaringan perkerasan masih sangat
drainase dan PJU beragam, bergantung
• Sudah terdapat jaringan pada preverensi pemilik
PJU di ruas jalan Arteri kavling
• Jaringan drainase • Jalur pedestrian belum
eksisting bekerja secara dilengkapi dengan street
optimal sehingga dapat furniture
meminimalisasi resiko • Jalur pedestrian belum
bencana banjir di dalam dilengkapi dengan sarana
kawasan persampahan
• Jaringan drainase belum
terdapat di seluruh ruas
jalan dan belum
terintegrasi
Penanda/Signage • Terdapat lahan yang • Belum terdapat Terdapat signage di bagian
memadai untuk penanda/landmark yang luar kawasan yang
dibangun menjadi ciri khas menunjukkan arah menuju
penanda/landmark kawasan kawasan
kawasan Terdapat
signage/penunjuka arah • Tidak semua ruas jalan
yang memadai di dalam memiliki papan nama
kawasan jalan
• Belum terdapat signage
yang menunjang fungsi
pendidikan
• Banyak terdapat reklame
/ tata informasi komersial
yang dipasang menyalahi
aturan
Penunjang Aktivitas Terdapat sarana penunjang • Sarana-sarana penunjang
aktivitas ekonomi kawasan aktivitas tidak
termanfaatkan secara
optimal
• Terjadi perubahan
wajah/ornamen bangunan
dimana menghilangkan
ornament lokal/khas
kawasan
Selaku badan hukum, peran masyarakat dalam pemanfaatan ruang wilayah Nasional, Provinsi,
Kabupaten atau badan hukum terutama yang berkedudukan dan atau mempunyai hak atas
ruang di wilayah atau kawasan yang dimanfaatkan. Selaku kelompok orang, termasuk
masyarakat hukum adat, kelompok profesi, atau kelompok minat, peran masyarakat dalam
pemanfaatan ruang wilayah Nasional, Provinsi atau Kabupaten dan dalam pemanfaatan ruang
kawasan dapat dilakukan oleh kelompok orang yang tumbuh secara swadaya atas kehendakdan
keinginan sendiri di tengah masyarakat serta diakui oleh masyarakat di wilayah atau kawasan
yang direncanakan, terutama yang bertempat tinggal dan atau mempunyai hak atas ruang di
wilayah atau kawasan yang dimanfaatkan.

Secara kategoris, Pemangku Kepentingan (Stakeholder) dalam Rencana Tata Bangunan dan
Lingkungan (RTBL) dapat dikelompokkan menjadi:

1. Pemangku Kepentingan (Stakeholder) yang berwenang mengambil/ membuat kebijakan


(Penyusunan RTBL), terdiri dari:
• Bappeda
• Badan Lingkungan Hidup (BLH)
• Dinas PU
• Satpol PP
• Dinas Tata Kota
• Bagian Administrasi Pembangunan
• Dinas Perhubungan
2. Pemangku Kepentingan (Stakeholder) yang terkena dampak dari kebijakan (Adanya
RTBL), terdiri dari:
• Kelompok warga setempat (pemilik tanah)
• Kelompok pedagang toko & pedagang pasar
• Kelompok PKL
• Kelompok Pemanfaat Fasilitas umum

3. Pemangku Kebijakan (Stakeholder) yang mengawasi Kebijakan, terdiri dari:

• DPRD
• Pers/Media Massa
• LSM
• Forum Warga
4. Pemangku Kepentingan (Stakeholder) Interest dan pressure group yang terkait kebijakan:

• Kelompok warga setempat (pemilik tanah)


• Kelompok pedagang toko dan pedagang pasar
• Kelompok PKL
• LSM
• Pengusaha
• Forum warga
• Kelompok mediasi

5. Pemangku Kepentingan (Stakeholder) yang mempunyai kepentingan agar RTBL berjalan:

• Presure Group: LSM, Forum Warga


• Kelompok Pendukung: Pengusaha, warga, pemerintah
• pusat dan daerah, dan kelompok mediasi

3.6 Isu Strategis

Isu Strategis dalam kegiatan penyusunan RTBL ini menekankan pada proses yang
digunakan dalam perencanaan dan perancangan untuk memantau kondisi lingkungan
dalam menentukan peluang atau ancaman terhadap suatu pertumbuhan kawasan tersebut.
Analisis melibatkan sejumlah pendekatan secara utuh menjadi bagian untuk mengetahui
sifat dasar, fungsi dan hubungannya. Dengan mengadakan Analisis, suatu perencanaan
memiliki kesempatan untuk mengantisipasi peluang dan membantu perencana dalam
mengantisipasi peluang dan tantangan serta membuat rencana guna melakukan pilihan
terhadap peluang dan menghadapi tantangan yang ada.
Sumber: Hasil Analisis Penulis, 2022

Berdasarkan pada potensi, permasalahan, peluang, dan ancaman yang ada sebagaimana
telah dibahas sebelumnya, maka dapat diidentifikasi beberapa isu-isu strategis Kawasan
Perencanaan, khusunya dalam konteks penataan bangunan dan lingkungan. Isu-isu
strategis tersebut meliputi:

1. Peningkatan citra dan identitas kawasan


2. Penataan koridor Jalan Hertasning sebagai koridor etalase identitas kawasan
perencanaan
3. Peningkatan kualitas tata lingkungan permukiman dengan penanganan kawasan
permukiman padat, penataan bangunan perdagangan/jasa semi permanen dan
bangunan permukiman tidak layak huni
4. Pengembangan kawasan baru dengan mempertimbangkan keserasian pemanfaatan
ruang
3.7. Visi Pembangunan dan Konsep

Visi Pembangunan merupakan gambaran spesifik karakter lingkungan di masa


mendatang yang akan dicapai sebagai hasil akhir penataan suatu kawasan yang
direncanakan, disesuaikan dengan seluruh kebijakan dan rencana tata ruang yang berlaku
pada daerah tersebut. Adapun kriteria penyusunan konsep perancangan struktur tata
bangunan dan lingkungan:

1. Merupakan perwujudan realistis dari Visi Pembangunan.


2. Merupakan sintesa dari identifikasi permasalahn, potensi dan prospek kawasan
perencanaan yang dilakukan pada tahapan analisis.
3. Membentuk/ memperkuat karakter dan identitas suatu tempat.
4. Memperhatikan keterkaitan makro dengan struktur ruang kota, dan keterkaitan
mikro dengan lingkungan eksisting sekitarnya.
5. Mengintegrasikan seluruh elemen rancang lingkungan

3.7.1 Visi Pengembangan Kawasan

Visi dipahami sebagai sesuatu yang didambakan untuk dimiliki di masa depan. Visi
menggambarkan aspirasi masa depan tanpa menspesifikasi cara-cara untuk mencapainya.
Dalam konteks pengembangan kawasan, khususnya dalam penataan bangunan dan
lingkungan, visi dipahami sebagai gambaran kawasan yang ingin dicapai di masa depan
melalui intervensi penataan bangunan dan lingkungan.

Visi penataan bangunan dan lingkungan Kawasan perencanaan dirumuskan berdasarkan


berbagai aspek, antara lain kebijakan penataan ruang, gambaran umum eksisting
kawasan, serta kebijakan perancangan kawasan yang telah ada. Ketiga aspek tersebut
diturunkan ke dalam sub aspek yang lebih rinci, serta disinkronisasikan dengan arahan
pengembangan kota dan gagasan masa depan yang dituangkan dalam visi kepala daerah.
Secara lebih jelas, skema perumusan visi penataan bangunan dan lingkungan kawasan
dapat dilihat pada gambar di bawah ini
Visi penataan bangunan dan lingkungan diformulasi berdasarkan keberadaan elemen-elemen
perancangan kota yang ada di dalam kawasan, mempertimbangkan karakteristik kawasan serta
mendukung perwujudan pengembangan kota. Di samping itu, formulasi visi perlu mengarah
pada perbaikan dan peningkatan kualitas lingkungan kawasan, serta penegasan fungsi kawasan.

Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan dengan mengacu pada kerangka perumusan visi,
serta berdasarkan kesepakatan yang diperoleh dari seluruh pemangku kepentingan, maka
disepakati dan ditetapkan visi penataan bangunan dan lingkungan Kawasan Perencanaan,
yaitu:

“Menciptakan Pusat Kota Baru (New Down Town) melalui pengembangan kawasan
pelayanan umum, permukiman dan komersial, serta kegiatan sektor pariwisata secara
terpadu”

Value Makna
Pusat Kota Baru Menciptakan kawasan pengembangan
kawasan berkelanjutan
Kawasan Pelayanan Umum Penataan Bangunan & Lingkungan
diselenggarakan untuk mendukung kawasan
Perencanaan sebagai kawasan pelayanan
umum di Kota Makassar
Fungsi Permukiman, Komersial & Penataan bangunan & lingkungan
Pariwisata mendukung untuk pengembangan fungsi
zona komersial dan pendukung pariwisata
dengan penataan fungsi permukiman yang
layak huni
Terpadu Penataan bangunan & lingkungan bersifat
saling melengkapi (complimentary) dan
dirancang sedemikian rupa sehingga menjadi
satu kesatuan kawasan yang memiliki
identitas, citra, dan daya tarik

3.7.2. Pembagian Segmen Kawasan

Pembagian segmen untuk menentukan arahan dan konsep Pembagian segmen untuk
menentukan arahan dan konsep perancangan berdasarkan potensi dan karakteristik dari
masing-masing segmen

3.7.3. Pola Umum Penataan Kawasan

Kawasan RTBL Perencanaan, terbagi menjadi 2 pola umum penataan kawasan,


didasarkan pada kondisi faktual di lapangan dan kondisi prediksi perkembangan
kawasan. Adapun pola umum penataan kawasan pada kawasan RTBL Perencanaan
terdiri dari :

1. Pola Penataan
Pola pendekatan teknis perencanaan pada area ini adalah dengan PENATAAN,
berdasarkan kondisi eksisting lapangan secara aktual, kebutuhan penanganan skala
kawasan serta arahan aturan yang telah termuat dalam rencana spatial lainnya
2. Pola Penyesuaian
Pola pendekatan teknis perencanaan pada koridor ini dengan PENYESUAIAN,
berdasarkan arahan rencana spatial yang telah ditetapkan (direncanakan) sebelumnya,
yang akan dikombinasikan dengan kecenderungan perkembangan koridor ini, terhadap
keberadaan kawasan secara umum.
3.7.4. Konsep Umum Pengembangan Kawasan

Mengingat kondisi kawasan perencanaan yang berada pada 2 (dua) kutub utama kawasan
berdasarkan pola umum penataan kawasannya. 2 (dua) pendekatan yang dipergunakan
tersebut adalah:

1. Accupunture Area
Area Acupuncture hadir sebagai suatu pendekatan untuk memberikan solusi penataan
untuk mendapatkan dampak yang signifikan (sensitive effect) dalam waktu singkat
dengan tetap berdasarkan pada aturan perencanaan (planning) yang telah dirumuskan
sebelumnya. Penataan dilakukan dalam skala kecil namun mampu menghasilkan dampak
dan kualitas yang baik. Area Acupuncture menghasilkan reaksi berantai (chain react),
dimana penataan satu spot akan memberikan pengaruh pada spot lain dan akhirnya akan
berdampak luas bagi kota tersebut.
2. Area Catalyst
Dalam mengembangkan kawasan, terdapat suatu konsep yang disebut sebagai Area
catalyst atau katalisator areal. Konsep ini membawa pengaruh yang signifikan terhadap
perkembangan kawasan secara lebih luas. Konsep Area Catalyst juga mampu menjadi
penggerak perekonomian suatu kawasan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup
masyarakat yang tinggal. Pengertian catalyst didapat melalui ilmu kimia yang artinya
katalisator (katalis). Katalis merupakan elemen yang mempercepat proses suatu reaksi,
tapi ia sendiri tidak bereaksi. Dalam proses reaksi kimia, katalis tetap pada akhir reaksi
dan tidak hilang. Katalis bukanlah merupakan satu tujuan akhir, tetapi merupakan elemen
yang mendorong dan mengarahkan pada perkembangan berikutnya.
BAB IV
RENCANA UMUM DAN PANDUAN RANCANG

3.1 Rencana Umum

3.1.1 Peruntukan Lahan Makro

Rencana peruntukan lahan makro Kawasan ditegaskan sebagai upaya aktualisasi visi
kawasan yaitu “Menciptakan Pusat Kota Baru (New Down Town) dengan Konsep
Transit Oriented Development melalui pengembangan kawasan pelayanan umum,
permukiman dan komersial, serta kegiatan sektor pariwisata secara terpadu”.
Perencanaan penataan kawasan ini menjadikan Koridor Jl Hertasning sebagai karakter
utama dengan memberi bentuk dan karakter Fungsional, Karakter Sosial dan Budaya,
serta karakter Fisik dan Visual, serta menjadikannya sebagai area depan kawasan.

3.1.2 Peruntukan Lahan Mikro

Peruntukan lahan mikro yaitu peruntukan lahan yang ditetapkan pada skala keruangan
yang lebih rinci, termasuk secara vertikal berdasarkan prinsip keragaman fungsi yang
seimbang dan saling menentukan. Rencana peruntukan lahan dengan jumlah lantai 2-3
(dua-tiga), sangat efektif guna menjaga kesetabilan lingkungan yang tentunya,
membutuhkan ruang terbuka sebagai tempat interaksi – sosial maupun menjaga kualitas
fisik lingkungan. Arahan peruntukan lahan mikro mengarahkan Kawasan terutama pada
koridor jalan arteri Jl. Hertasning adalah:

• Toko dua-tiga lantai yaitu memanfaatkan ruang di lantai pertama untuk perdagangan
dan memanfaatkan ruang di lantai kedua untuk kantor atau kegiatan lainnya
• Fasilitas Pelayanan umum, direncanakan dengan fungsi ruang fleksibel,
dimanfaatkan dengan ketinggian maksimal 2 lantai dengan KDB 50-60%, sebagai
fungsi pelayanan bagi masyarakat (perkantoran, kesehatan dll).
• Permukiman 1 – 2 lantai di lapis kedua pada koridor utama dengan penataan
bangunan dan intensitas ruang

3.2 Intensitas Peruntukan Lahan

Intensitas pemanfaatan lahan perlu diatur sedemikian rupa dalam bentuk pengaturan
pengelolan area peruntukan yakni penetapan distribusi presentase jenis peruntukan lahan
mikro yang akan dikelola dan dikendalikan oleh pemerintah daerah, antara lain ruang
terbuka hijau, daerah milik jalan, fasilitas umum dan lain sebagainya. Selanjutnya
pengaturan kepadatan pengembangan kawasan dengan pertimbangan-pertimbangan antara
lain:

1. Daya dukung dan karakter kawasan tersebut


2. Variasi / pencampuran peruntukan

Penetapan pengendalian peruntukan yang mendukung karakter khas kawasan dan tujuan
yang ingin dibentuk sebagai kawasan perdagangan dan jasa skala regional; juga yang
dijadikan kriteria penyusunan komponen dasar perancangan tata bangunan dan lingkungan
Kawasan adalah nilai nilai budaya dan estetika yang ada. Pertimbangan untuk memperoleh
keseimbangan Kawasan ini dengan sekitarnya merupakan salah satu aspek pokok untuk
mendapatkan karakter lingkungan yang tanggap dan terintegrasi dengan karakter
peruntukan eksisting sekitarnya.

Rencana intensitas pemanfaatan lahan Kawasan ini dapat dijabarkan dalam:

a. Koefisien Dasar Bangunan (KDB)


b. Koefisien Lantai Bangunan (KLB)
c. Lapis Bangunan
d. Garis Sempadan Bangunan (GSB)
e. Koefisien Dasar Hijau (KDH)

3.2.1 Koefisien Dasar Bangunan

Rencana pengaturan Koefisien Dasar Bangunan (KDB) dirumuskan untuk menciptakan


kawasan yang harmoni dengan beberapa kebijakan terkait yang telah ada:

1. Rencana pengaturan KDB sesuai dengan aturan yang telah ada; dan
2. Pengembangan citra dan wajah kota melalui Rencana orientasi bangunan dan view
bangunan yang mengutamakan areal lahan kosong, dimana Rencana arah pandang
(view) atau orientasi bangunan yang dikembangkan di kawasan ini didasarkan pada
pembentukan karakter ruang, pengalaman ruang, dan menciptakan impresi ruang yang
menarik.

3.2.2 Koefisien Lantai Bangunan (KLB)

Rencana pengaturan Koefisien Lantai Bangunan (KLB) Kawasan di rencanakan untuk


menciptakan kawasan yang seimbang dengan beberapa Rencana antara lain :
1. Rencana pengaturan KLB sesuai dengan aturan yang telah ada
2. Pengembangan citra dan wajah kota melalui Rencana orientasi bangunan dan view
bangunan yang mengutamakan areal kosong dimana Rencana arah pandang (view) atau
orientasi bangunan yang dikembangkan di kawasan ini didasarkan pada pembentukan
karakter ruang, pengalaman ruang, dan menciptakan impresi ruang yang menarik.

Pengembangan Rencana GSB, GSS sesuai dengan dokumen tata ruang yang ada, peraturan
bupati dan peraturan terkait lainnya dan diperkuat dengan rencana setback bangunan pada
koridor-koridor jalan dengan fungsi ruang terbuka untuk parkir dan jalur pejalan kaki.
Secara khusus untuk rencana koridor Jalan Hertasning, diberlakukan penetapan GSB yang
disesuaikan dengan upaya menciptakan frontage aktif yang memberikan karakter khusus
yang kuat pada bangunan dengan fungsi perdagangan/jasa yang difokuskan pada nuansa-
nuansa religi islam

3.2.3 Lapis Bangunan

Dengan melihat kondisi tapak kawasan perencanaan berupa Pemanfaatan lahan lebih
didominasi oleh tutupan lahan non terbangun. Sedangkan untuk tutupan lahan kawasan
terbangun, memiliki intensitas dengan kepadatan rendah dan tinggi. Terdiri dari :

• Kawasan terbangun kepadatan tinggi didominasi oleh kawasan hunian (zona


perumahan)
• Kawasan non Terbangun sampai saat ini berfungsi sebagai penunjang aktivitas dan
lahan tidur

Maka ditetapkan lapis bangunanpada kawasan perencanaan maksimal 2 lantai, dengan


mempertimbangkan kondisi topografi dan morfologi kawasan perencanan

3.2.4 Garis Sempadan Bangunan

Garis Sempadan Bangunan pada kawasan perencanaan :


3.2.5 Pengaturan Ruang Terbuka Hijau (RTH)

Pengaturan Koefisien Daerah Hijau (KDH) diatur untuk peruntukkan penghijauan dan
luas perpetakan/daerah di luar bangunan gedung. Adapun rencana pengaturan KDH
adalah:

a. Ruang Terbuka Hijau (RTH) publik dengan fungsi sosial-budaya kecil;


b. RTH privat dengan fungsi ekonomi pada frontage bangunan blok perdagangan
memiliki perpetakan disesuaikan dengan kavling;
c. RTH publik dengan fungsi adaptif;
d. RTH publik dan polder retensi banjir dengan fungsi ekologis, utilitas dan sosial
budaya;
e. RTH pada jalur pedestrian dengan fungsi peneduh dan estetika; dan
f. RTH pada median jalan.

Area jalur hijau yang cukup kuat akan direncanakan berada di jalur koridor utama Jl.
Hertasning, dan pada areal-areal yang memiliki intensitas aktivitas ruang yang tinggi,
seperti industri dan wisata. Jalur hijau pada pemanfaatan ruang yang memiliki aktivitas
tinggi dimaksudkan sebagai barrier dalam pemisahan antar kegiatan. Sedangkan di
koridor pada jalur-jalur jalan lingkungan, jalur pohon tidak begitu rapat karena koridor
yang kecil dan pembentukan karakter ruang yang memang dibentuk oleh bangunan.

Fungsi dari pepohonan di jalur hijau ini adalah meningkatkan kenyamanan pejalan kaki
di trotoar yang mendapatkan perlindungan dari panas matahari pada siang hari oleh tajuk
pohon yang cukup lebar
3.3 Tata Bangunan

Sesuai dengan konsep yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, yaitu pengaturan akan
lebih besar diterapkan pada koridor jalur utama, akan diatur untuk menjadi koridor
Pelayanan Umum berskala regional yang mengoptimalkan penggunaan ruang dan kualitas
infrastruktur. Penataan bangunan ini merupakan bentuk dasar dari gabungan pengaturan
tentang peruntukan lahan dan intensitas pemanfaatan lahan, sehingga perwujudan visi
perencanaan kawasan dapat tercapai. Kemudian RTBL ini akan mengatur tata bangunan
melalui gaya / karakter, teknis, luas, ketinggian, dan tampak berdasarkan fungsi-fungsi
tertentu.

3.3.1 Pengaturan Segmen Kawasan

Kawasan RTBL akan dibagi menjadi 4 segmen dengan memiliki ciri khas karakteristik
pada masing-masing segmen. Pembagian segmen ini didasarkan kumpulan bangunan yang
memiliki fungsi dominan yang sama sehingga karakter segmen menjadi sama dengan
memudahkan dalam pengaturan bangunan yang ada di dalamnya dan sesuai dengan
perencanaan.
Sumber: Hasil Analisis Penulis, 2022

Dari pembagian segemen yang telah ditetapkan akan terdapat perubahan yang
menyesuaikan rencana segmen. Perubahan akan banyak terjadi dari penggunaan
permukiman menjadi perdagangan dan jasa, sedangkan untuk lahan kosong (bagian dari
lain-lain) akan langsung berubah menjadi permukiman atau perdagangan menyesuaikan
lokasi dalam segmen tersebut.

3.3.3 Pengaturan Ketinggian dan Elevasi Bangunan

Sumber: Hasil Analisis Penulis, 2022

Garis cakrawala & koridor pandang (skylines dan view corridor), seperti pengendalian
terhadap ketinggian bangunan dan pengarah pandangan terhadap view dan vista yang
baik. Untuk menyeimbangkan estetika dari keselarasan skyline bangunan di kawasan ini,
maka bangunan lain yang ada disekitarnya diarahkan untuk tidak menghalangi garis
pandang pada bentukan morfologi kawasan yang telah terbentuk.

3.3.4 Karakter Bangunan

Penampilan bangunan merupakan cerminan dari karakter bangunan sangat terkait dengan
perletakan bangunannya, dengan demikian rencana penampilan bangunan pada kawasan
perencanaan ditandai dengan terbentuknya dinding jalan (street-wall) sepanjang jalur
jalan. Bangunan batas ini terdapat pada daerah-daerah yang berhadapan dengan jalur jalan
atau ruang terbuka.

Karakter bangunan di sepanjang Jalan Raya Perencanaan akan didominasi oleh deretan
vegetasi dengan pola yang teratur (jalur hijau). Selain itu ruang publik yang merupakan
bagian dari damija, menggunakan desain yang berkarakter sama dengan kawasan fasilitas
pelayanan umum, yaitu bentukan formal pola standar, tempat sampah, dan tambahan
berupa kursi yang mengikuti garis desain. Karakter arsitektur bangunan mencerminkan
kawasan formal dengan bentukan sederhana dengan memperhatikan fungsi utama, yang
menggunakan material efektif, dan tepat.

Konsep Penataan Koridor Utama

A. Potongan Lahan
Ketinggian bangunan dua lantai maksimal 20 m dan jarak antar bangunan sekitar 3-
5m menciptakan perbandingan 1:1. Sehingga karakter koridor menjadi kuat, akrab,
dan nyaman untuk pejalan kaki.
B. Kaveling Lahan
GSB antar bangunan tetap rapat tetapi efektif. Menciptakan karakter koridor yang kuat
dan lahan komersial menjadi optimal dalam pemanfaatannya.
C. Street Furniture
Dikerjakan secara bertahap dan menyesuaikan standar baku yang telah ada
sebelumnya. Untuk menunjang karakter khusus kawasan.
D. Pola Street Fasade
POLA STREET FACADE: Modern + Ethnic
1. Fasade bangunan tetap mempertahankan fasade bangunan asli dan arsitektur
kawasan, ditambahkan dengan kesan arsitektur gambaran kawasan lokal
2. Untuk hunian diatur dengan peningkatan kualitas infrastruktur jalan dan
sempadan bangunan terhadap jalan.
POLA INNER FACADE: Intervensi yang diterapkan pada gang permukiman
diterapkan dengan pendekatan penataan kawasan lingkungan yang rapi, efisien dan
aman, berupa penataan jalan lingkungan dan pagar rumah. Material pagar
mencerminkan material alami dengan ditambahkan motif tradisional (lokal).

3.4 Rencana Sirkulasi dan Jalur Penghubung

1. Sirkulasi lalu lintas kendaraan bermotor direncanakan untuk tetap dua arah dengan
pemisah jalur berupa median jalan untuk. Jl. Hertasning
2. Sirkulasi lalu lintas untuk kendaraan bermotor masih tetap dipertahankan untuk dua
arah dengan memanfaatkan dimensi jalan lebih efektif, dengan penataan GSB terhadap
jalan
3. Sirkulasi jalan lingkungan direncanakan dengan penataan jalan lingkunagn, sehingga
lebih rapi dan memberikan nuansa lokal dipadukan dengan bentukan cosmo modern,
sesuai dengan tema kawasan sebagai kawasan industry
4. Sirkulasi angkutan umum yang melalui kawasan, adalah pada Jl. Hertasning, Jalan
Tamalate.
5. Sirkulasi pejalan kaki (pedestrian) diarahkan pada dua sisi jalan yang berupa trotoar
(pedestrian ways). Untuk memberi kenyamanan dan keamanan bagi pedestrian, maka
jalur-jalur pedestrian dilengkapi dengan elemen-elemen petunjuk jalan (rambu-=rambu
lalulintas), elemen-elemen pengarah, elemen perabot ruang luar (street furniture) serta
elemen vegetasi peneduh.
Arahan Jalur Penghubung Utama
3.5. Rencana Sistem Ruang Terbuka dan Tata Hijau
Area jalur hijau yang cukup kuat berada di jalur koridor utama Jalan Hertasning.
Sedangkan di koridor pada jalur-jalur jalan lingkungan, jalur pohon tidak begitu rapat
karena koridor yang kecil dan pembentukan karakter ruang yang memang dibentuk oleh
bangunan. Fungsi dari pepohonan di jalur hijau ini adalah meningkatkan kenyamanan
pejalan kaki di trotoar yang mendapatkan perlindungan dari panas matahari pada siang
hari oleh tajuk pohon yang cukup lebar.
A. Sistem Ruang Terbuka Umum
3. Fungsi Sosial Budaya, yaitu:
a. Untuk mewadahi aktivitas warga yang adaptif untuk berbagai kegiatan,
nyaman, aman, dan sehat.
b. Untuk ruang sosialisasi warga dalam merencanakan, memelihara, dan
mengembangkan lingkungannya.
c. Untuk ruang pertunjukan atau ritual budaya masyarakat.
4. Fungsi utilitas, yaitu:
a. Untuk zona area pengaman pesisir.
b. Untuk area resapan air.
5. Fungsi ekonomi, yaitu sebagai ruang aktif pendukung sektor perdagangan dan
jasa yang bersifat lebih informal.
6. Fungsi sirkulasi, yaitu sebagai ruang aktif pendukung sirkulasi kendaraan dan
pejalan kaki untuk kenyamanan.
B. Sistem Ruang Terbuka Private
Ruang terbuka pribadi diterapkan pada bangunan permukiman. Pola arsitektur
lokal ddiharapkan dapat menunjukkan adanya ruang terbuka pribadi yang cukup
luas jika dibandingkan dengan luas area terbangun. Fungsi ruang ini untuk interaksi
intra-ekstra komunitas rumah dan perumahan tersebut.
C. Area Jalur Hijau
Area jalur hijau yang cukup kuat akan direncanakan berada di jalur koridor utama
Jl. Hertasning, dan pada areal-areal yang memiliki intensitas aktivitas raung yang
tinggi, seperti industri dan wisata. Jalur hijau pada pemanfaatan ruang yang
memiliki aktivitas tinggi dimaksudkan sebagai barrier dalam pemisahan antar
kegiatan. Sedangkan di koridor pada jalur-jalur jalan lingkungan, jalur pohon tidak
begitu rapat karena koridor yang kecil dan pembentukan karakter ruang yang
memang dibentuk oleh bangunan.
Fungsi dari pepohonan di jalur hijau ini adalah meningkatkan kenyamanan pejalan
kaki di trotoar yang mendapatkan perlindungan dari panas matahari pada siang hari
oleh tajuk pohon yang cukup lebar.
3.6 Tata Kualitas Lingkungan
A. Konsep Identitas Lingkungan
Komponen dari identitas lingkungan adalah tata karakter bangunan, tata identitas
bangunan, dan tata kegiatan informal dan formal yang saling berinteraksi. Secara umum
terdapat lima karakter yang akan dibangun di dalam kawasan ini, yaitu tema wisata,
industri, elayanan umum, komersial dan hunian. Penekanan lebih diarahkan pada
segmen 1 sebagai core dari keseluruhan kawasan perencanaan.
B. Konsep Orientasi Lingkungan
Konsep orientasi memperhatikan kemudahan dari pengguna jalan dalam mengenal
kawasan yang sedang dimasukinya. Orientasi lingkungan kawasan Perencanaan dicapai
dengan beberapa konsep yaitu:
• Penegasan Node persimpangan utama, dilakukan melalui Penataan ruang-ruang
terbuka di daerah node seperti daerah persimpangan, koridor jalan dengan cara
memberikan kejelasan, membebaskan pandangan, memberikan ruang untuk
menanggap obyek penanda pada persimpangan, sebagai landmark kawasan;
• Menata node bukaan untuk identitas mikro
• Menata Perabot Jalan (street furniture) dan sistem penanda (signage system)
yangdirancang khas.
C. Wajah Jalan
Wajah jalan merupakan kombinasi dan interaksi dari bangunan melalui fasadnya baik
itu aspek material, gaya arsitektur, solid, void, dan papan identitas, dengan ruang luar
melalui pola vegetasi, rambu-rambu penunjuk arah dan informasi, street furniture. Agar
kenyamanan dalam menggunakan ruang luar pengaturan street furniture dimulai dari
kelengkapannya, yaitu tempat sampah, kursi taman, pot vegetasi, lampu penerangan,
dan papan reklame (signage). Secara umum pengaturan street furniture ini adalah tidak
mengganggu sirkulasi pejalan kaki dan pengendara.

3.7 Sistem Prasarana dan Utilitas Lingkungan


A. Air Limbah dan Air Kotor
Adapun rencana sistem jaringan air limbah dan air kotor adalah sebagai berikut:
1. Secara umum air limbah di Kawasan perencanaan diklasifikasikan atas air limbah
domestik (rumah tangga) dan air limbah nondomestik (fasilitas umum, sosial,
komersial, industri, dll).
2. Air limbah domestik terdiri dari sewerage dan sewage. Sewerage merupakan air
buangan yang berasal dari dapur dan kamar mandi, sedangkan sewage merupakan
air buangan yang berasal dari kotoran manusia (tinja).
3. Air limbah rumah tangga terbagi menjadi 2 yaitu air limbah aman yang dapat
dibuang langsung ke saluran drainase (grey water) seperti air bekas cucian, air
bekas mandi, dan air limbah yang harus melalui proses terlebih dahulu (black
water) seperti air dari wc.
4. Sistem pengelolaan untuk grey water direncanakan disalurkan ke bidang resapan
ataupun saluran drainase lingkungan. Sedangkan sistem pengelolaan untuk black
water direncanakan menggunakan sistem setempat (on site sanitation), yang
dikelola oleh masyarakat dan dikelola oleh pemerintah.
Sistem Pengaturan Limbah
B. Drainase
Sistem jaringan drainase direncanakan menggunakan pola aliran gravitasi. Secara detail
rencana sistem drainase di kawasan perenacanaan adalah sebagai berikut.
1. Meningkatkan kapasitas saluran dan merehabilitasi saluran yang ada di kawasan
baik berupa drainase primer, sekunder, dan tersier.
2. Pada kawasan pelayanan umum perdagangan, jasa wisata serta industri, dilakukan
perbaikan saluran sekunder dan di kawasan permukiman dilakukan perbaikan
saluran tersier.
3. Menambah dan memperbaiki gorong-gorong di sekitar jalan.
C. Proteksi Kebakaran
1. Setiap bangunan gedung kecuali rumah tinggal tunggal harus dilindungi terhadap
bahaya kebakaran dengan sistem proteksi aktif dan sistem proteksi pasif terhadap
bahaya kebakaran.
2. Pengamanan terhadap bahaya kebakaran dengan sistem proteksi pasif meliputi
kemampuan stabilitas struktur dan elemennya, konstruksi tahan api,
kompartemenisasi dan pemisahan, serta proteksi pada bukaan yang ada untuk
menahan dan membatasi kecepatan menjalarnya api dan asap kebakaran.
3. Sistem proteksi aktif yang merupakan proteksi terhadap harta milik terhadap
bahaya kebakaran berbasis pada penyediaan peralatan yang dapat bekerja baik
secara otomatis maupun secara manual, digunakan oleh penghuni atau petugas
pemadam dalam melaksanakan operasi pemadaman.
4. Lingkungan Perumahan, Perdagangan, jasa wisata serta industri harus
direncanakan sedemikian rupa sehingga tersedia sumber air berupa hidran
halaman, sumur kebakaran atau reservoir air dan sarana komunikasi umum yang
memudahkan instansi pemadam kebakaran untuk menggunakannya, sehingga
setiap rumah dan bangunan gedung dapat dijangkau oleh pancaran air unit
pemadam kebakaran dari jalan di lingkungannya, serta untuk memudahkan
penyampaian informasi kebakaran.
5. Untuk melakukan proteksi terhadap meluasnya kebakaran dan memudahkan
operasi pemadaman, maka di dalam lingkungan bangunan gedung harus tersedia
jalan lingkungan dengan perkerasan agar dapat dilalui oleh kendaraan pemadam
kebakaran.

Panduan Rancangan

4.1 Panduan Perancangan Kawasan

Panduan rancangan merupakan penjelasan lebih rinci atas Rencana Umum yang telah
ditetapkan sebelumnya dalam bentuk penjabaran materi utama melalui pengembangan
komponen rancangan kawasan pada bangunan, kelompok bangunan, elemen prasarana
kawasan, kaveling dan blok, termasuk panduan ketentuan detail visual kualitas minimal
tata kawasan.

4.1.1 Panduan Penataan Segmen Kawasan

Untuk memudahkan penataan lingkungan kawasan perencanaan, maka kawasan tersebut


perlu dibagi kedalam beberapa segmen dan hanya diprioritaskan pada 2 (dua) segmen
sebagai Tapak Prioritas, sesuai dengan karakter kegiatan yang akan dikembangkan.
Karakter kegiatan ini dilihat dari jenis aktivitas yang terdapat di kawasan perencanaan.

Prinsip-prinsip umum penataan kawasan adalah sebagai berkut :

1. Pelestarian
Penataan kawasan tempat tinggal yang didasarkan pada khasanah dan kearifan lokal,
dan masih memegang teguh nilai sosial yang masih dianut secara kuat, sehingga
mengurangi dampak negatif dari modernisasi yang terus berkembang.
2. Kesehatan
Lingkungan Kawasan terbangun dengan prasarana dasar dan utilitas yang menunjang
kesehatan lingkungan; kawasan terbangun yang memiliki tata bangunan yang
memenuhi persyaratan kesehatan; perumahan yang dapat mengurangi kebutuhan
infrastruktur dasar, pemakaian kendaraan, polusi dan dapat mewadahi publik transit.
3. Keselamatan
Kawasan terbangun yang memperhatikan keselamatan bagi para penghuni di kawasan
tersebut dan sekitarnya dari kemungkinan bahaya kebakaran, air pasang dan gangguan
lainnya.
4. Keamanan
Mempertimbangkan penyediaan ruang umum yang nyaman akan menyebabkan
masyarakat dalam kawasan saling bersosialisasi dan saling menjaga keamanan
lingkungannya, menghindari tindak kejahatan dan hal-hal yang dapat membahayakan
keamanan penghuni.
5. Kenyamanan
Mempertimbangkan kemudahan untuk berinteraksi diantara penghuni dan masyarakat
sekitarnya; kemudahan aksesibilitas; keleluasaan gerak; perletakanfasilitas
lingkungan dalam jangkauan pejalan kaki; keindahan kawasan dan penataan
bangunan dan lingkungannya.
6. Kesejahteraan
Penyediaan tipe rumah dan tempat kerja yang beragam sehingga dapat menyatukan
perbedaan kelas ekonomi dan usia penghuninya; peran fasilitas umum dalam menjaga
keseimbangan sosial yang dapat menimbulkan sifat gotong royong dan rasa
kekeluargaan

4.1.2 Tapak Prioritas

Adapun kriteria penentuan Tapak Prioritas adalah sebagai berikut:

1. Kriteria Pengembangan, dicapai dengan mempertimbangkan bahwa lokasi tersebut


diprediksi akan berkembang terlebih dahulu seiring dengan perkembangan kawasan
secara umum;
2. Kriteria Pengaruh Kawasan, dengan mempertimbangkan pengaruhinternal yang
terjadi dalam kawasan, daneksternal yang berdampak pada luar kawasan
3. Kriteria keserasian/ keteraturan (kompatibilitas), dapat diwujudkan dengan,
mempertahankan karakteristik topografi dan lingkungan yang ada;
4. Kriteria fleksibilitas, dicapai dengan mempertimbangkan kemungkinan pertumbuhan
fisik/ pemekaran lingkungan terbangun dikaitkan dengan kondisi fisik lingkungan dan
keterpaduan prasarana; dan
5. Kriteria keterjangkauan jarak/aksesibilitas, dicapai dengan mempertimbangkan jarak
pencapaian ideal masyarakat sebagai pengguna lingkungan terhadap penempatan
sarana dan prasarana-utilitas lingkungan.

4.1.3 Panduan Umum Tata Bangunan Kawasan

Dalam merancang bangunan, komponen yang perlu diperhatikan adalah menentukan


bentuk bangunan yang serasi dan tepat (desain tampak depan). Pada bagian ini juga
ditentukan bagaimana posisi bangunan terhadap tapak. Guidelines terhadap kondisi tata
bangunan di kawasan perencanaan terbagi atas bangunan yang disesuaikan dengan tinggi
bangunannya. Bangunan Satu Lantai dan Dua Lantai

1. Menciptakan ruang antara bangunan dengan badan jalan sebagai fungsi pedestrian,
street landscape dan lahan parkir
2. Bangunan harus menciptakan interaksi terhadap lingkungan
3. Pemanfaatan fasade bangunan sebagai media citra pembentuk kawasan permukiman
dengan desain yang representatif terhadap konsep kawasan

Panduan Tata Bangunan dengan 1 dan 2 lantai

4.1.4 Desain Tampak Bangunan


Dalam mendesain bentuk bangunan, yang perlu diperhatikan adalah bentuk bangunan
itu harus mengikuti rencana kawasan, pola jaringan jalan, fungsi dan karakter bangunan
dan keserasian tampak depan bangunan serta atap bangunan.
1. Tujuan Desain
• Untuk mencerminkan karakter bangunan yang disesuaikan dengan fungsi dan
kegiatan di dalam bangunan tersebut
• Untuk mencerminkan karakter pola jalan di kawasan perencanaan yang berlainan
dengan pola jalan di kawasan yang lainnya.
• Menciptakan lansekap yang mempunyai daya tarik dan kaya dengan kesan visual,
baik dinikmati dari jarak dekat maupun jauh.
2. Pedoman Desain
Setiap bangunan harus mencerminkan karakter kegiatannya, sehingga dapat dibedakan
antara bangunan sosial dan bangunan komersil, bangunan pendidikan dan bangunan
publik. Karakter bangunan yang ada di kawasan rencana (sesuai fungsinya) adalah :
bangunan pendidikan, perdagangan dan jasa, ibadah, perkantoran, bangunan sosial, dan
permukiman.

4.1.4 Panduan Karakter Bangunan

1. Karakter Bangunan Rumah Tinggal

• Konsep bentuk : formal – non formal


• Arsitektur dikembangkan dari bentuk dasar arsitektur vernakular (bangunan
beratap limasan atau kampung/pelana) atau mengambil tipologi Arsitektur Atap
Lumbung.
• Bentuk : bangunan tunggal atau berderet dengan tipe yang sama/ berbeda.
• Tidak terlalu banyak bukaan , kecuali jendela, pintu dan lubang penghawaan yang
nyaris memenuhi bidang depan bangunan.
2. Karakter Bangunan Rumah + Usaha
• Konsep bentuk : non formal – rekreatif
• Berlantai lebih dari 1, dengan penggunaan lantai dasar sebagai ruang usaha.
• Menggunakan bentuk arsitektur modern murni atau post modern
• Mempunyai penampilan yang lebih ceria
• Pada saat beroperasional, bagian ruang yang digunakan untuk usaha dibuat
transparan/terlihat dari arah luar.
• Bagian atas (untuk rumah tinggal) dibuat agak tertutup dan privat
3. Karakter Bangunan Perkantoran dan Pelayanan Umum
• Konsep Arsitektur : formal
• Pada umumnya simetris untuk mencapai kesan formal. Namun tidak harus
simetris
• Bagian depan tidak seluruhnya terbuka, untuk menjaga privasi di dalamnya.
• Berskala lebih tinggi untuk menjaga kesan wibawa (pada bangunan
pemerintahan).
• Adanya keteraturan dari pola jendela yang menunjukkan susunan dan penataan
ruang di dalamnya.
4. Karakter Bangunan Perdagangan dan Jasa
• Konsep Arsitektur: atraktif dan rekreratif
• Berupa bangunan tunggal dan berderet
• Bentuk yang dihadirkan menarik dan mengundang perhatian.
• Bagian depan bangunan merupakan salah satu bagian yang penting untuk diolah
5. Karakter Bangunan Ibadah
• Konsep Arsitektur: formal religius.
• Dapat menggunakan atap tajug atau kubah
• Ornamentasi dengan menggunakan huruf kaligrafi
• Ornamen lengkung dapat memperkaya bentuk bangunan ibadah.
• Diharapkan menghadirkan bentuk-bentuk yang atraktif dan keluar dari tipologi
bentuk standar.
• Terdapat menara (tidak mutlak).
6. Karakter Bangunan Kesehatan
• Konsep Arsitektur : atraktif – formal.
• Pada umumnya simetris untuk mencapai kesan formal. Namun tidak harus
simetris
• Bagian depan tidak seluruhnya terbuka, untuk menjaga privasi di dalamnya.
7. Karakter Bangunan Pendidikan
• Konsep Arsitektur : formal – rekreatif. Formal untuk bangunan pendidikan negeri
atau
umum, sedangkan rekreatif dapat digunakan untuk bangunan pendidikan swasta
atau Taman Kanak-kanak
• Atap bangunan menyesuaikan, biasanya digunakan bentuk atap pelana dan
perisai.
• Deretan kelas dan jendela merupakan salah satu ciri dan karakter visual bangunan
pendidikan yang dapat dilihat dari arah depan.
• Mempunyai entrance yang mudah dikenali dari arah depan.

4.1.5 Orientasi Bangunan


Panduan orientasi bangunan adalah sebagai berikut :

• Menghadap jalan apabila bangunan berada pada tapak yang berbatasan dengan jalan
raya.
• Dalam hal ini posisi bangunan akan tegak lurus dengan arah kedatangan/arah masuk.
Menghadap halaman utama/halaman bersama apabila bangunan berbentuk cluster.
Posisi bangunan tegak lurus dari arah ruang terbuka.
• Menghadap ke salah satu jalan yang dianggap paling besar dimensinya, apabila terdapat
dua buah jalan di depan dan sampingnya (bangunan pojok).
• Dalam kasus bangunan pojok, apabila ukuran fisik jalan hampir sama, maka komposisi
bangunan memanfaatkan posisi dan potensi pojok. Sebagai bangunan pojok,
• bangunan dapat berfungsi sebagai gerbang memasuki jalan yang diapitnya. Untuk
memperkuat kesan bangunan pojok, dapat diberikan penanda berupa peninggian massa
bangunan, memberikan bentuk yang berbeda pada massa bangunan dan lain-lain.
• Menghadap ke ruang terbuka apabila kavling mengelilingi suatu ruang terbuka tersebut.

4.1.6 Panduan Umum Tata Kualitas Lingkungan

A. Konsep Identitas Lingkungan

Konsep Identitas Lingkungan adalah perancangan karakter (jati diri) suatu lingkungan yang
dapat diwujudkan melalui pengaturan dan perancangan elemen fisik dan nonfisik
lingkungan atau sub-area tertentu. Pengaturan ini terdiri dari:
1. Tata Karakter Bangunan & Lingkungan (Built-in Signage and Directional System)
Tata karakter bangunan dan lingkungan adalah pengolahan elemen-elemen fisik
bangunan dan lingkungan untuk mengarahkan atau memberi tanda pengenal suatu
lingkungan dan bangunan, sehingga pengguna dapat mengenali karakter lingkungan
yang dikunjungi atau dilaluinya sehingga memudahkan pengguna kawasan untuk
berorientasi dan bersirkulasi.
Karakter lingkungan di kawasan rencana berbeda-beda dan sangat beragam, diwakili
oleh karakter bangunan dan lingkungan. Masing-masing karakter tersebut memberikan
penampilan dan performance yang sangat berbeda. Untuk mempertegas karakter tata
bangunan dan lingkungan, akan ditempuh beberapa cara antara lain : upaya pencitraan,
merumuskan acuan desain tipologi (sesuai karakter) dan pengolahan elemen bangunan
dan lingkungan.
2. Tata Penanda Identitas Bangunan
Tata penanda identitas bangunan adalah pengolahan elemen-elemen fisik bangunan dan
lingkungan untuk mempertegas identitas atau penamaan suatu bangunan sehingga
pengguna dapat mengenali bangunan yang menjadi tujuannya. Selain dengan
menggunakan acuan rancangan tipologi, identitas bangunan dapat dibentuk dengan
menambahkan beberapa detail-detail khusus, untuk memperkuat karakter.
B. Konsep Oientasi Lingkungan
Konsep Orientasi Lingkungan adalah perancangan elemen fisik dan nonfisik guna
membentuk lingkungan yang informatif sehingga memudahkan pemakai untuk
berorientasi dan bersirkulasi. Pengaturan ini terdiri atas.
1. Sistem Tata Informasi
Sistem Tata Informasi adalah pengolahan elemen fisik di lingkungan untuk
menjelaskan berbagai informasi mengenai tempat tersebut, sehingga memudahkan
pemakai mengenali lokasi dirinya terhadap lingkungannya. Beberapa rancangan
sistem tata informasi di kawasan rencana adalah:
• Desain Gang dirancang dengan ketentuan, bebas, ekspresif dan menunjukkan jati
diri dan karakter yang diinginkan. Menyertai rancangan desain gang, dirancang
pula desain gardu jaga, papan nama jalan, gazebo, lampu jalan, papan
pengumuman/informasi. Rancangan bersifat sedikit monumental, terbuka dan
mengundang.
• Desain Gapura diharapkan mampu mewakili identitas tempat yang dimaksud.
Rancangan dibuat vertikal dengan papan nama kawasan yang mudah dibaca dan
jelas terlihat. Desain gapura dibuat kontekstual dengan lingkungan sekitarnya.
2. Sistem Tata Rambu Pengarah (Directional Signage System)
Sistem Tata Rambu Pengarah adalah pengolahan elemen fisik di lingkungan untuk
mengarahkan pemakai bersirkulasi dan berorientasi baik menuju maupun dari
bangunan atau pun area tujuannya. Beberapa tempat yang memerlukan sistem tata
rambu pengarah adalah:
• Setiap menjelang belokan/perempatan jalan, perlu diberi rambu pengarah untuk
menunjukkan arah tertentu.
• Tempat-tempat penting di Kawasan Perencanaan namun berada di luar wilayah
rencana perlu diberikan rambu-rambu pengarah.
• Bangunan-bangunan penting di kawasan rencana perlu diberi rambu pengarah.
C. Garis Langit
Garis langit di kawasan perencanaan merupakan lokasi penting yang perlu diperhatikan
sebagai suatu estetika kawasan. Sebaiknya garis langit dan pemandangan atap bangunan
dapat dinikmati dari berbagai sudut pandang di dalam kawasan secara umum.
D. Wajah Jalan
Wajah jalan adalah perancangan elemen fisik dan nonfisik guna membentuk lingkungan
berskala manusia pemakainya, pada suatu ruang publik berupa ruas jalan yang akan
memperkuat karakter suatu blok perancangan yang lebih besar. Model penataan wajah
jalan di kawasan rencana dapat diatur sebagai berikut:
1. Wajah penampang jalan dan bangunan. Mempunyai hubungan yang erat. Suasana
ruang jalan dapat ditentukan oleh desain tampang bangunan. Desain tampang bangunan
di kawasan rencana dapat berupa bangunan dengan tampang yang berada tepat di garis
batas kavling atau bangunan dengan tampang yang berada pada jarak tertentu dari garis
batas kavling. Tampang bangunan dapat dirancang sesuai dengan fungsi, kegiatan dan
pesan yang akan disampaikan oleh setiap bangunan. Untuk bangunan dengan tampang
klasik/tradisional dapat dipertahankan untuk memperkuat citra kawasan.
2. Perabot jalan yang dirancang untuk kawasan rencana adalah rambu lalu lintas,
penerangan umum lampu jalan, kotak sampah, bus surat, telepon umum, papan
informasi, pot dan bangku.
3. Jalur dan ruang bagi pejalan kaki disediakan dengan lebar antara 2,5 - 3 m. Jalur
pedestrian ini juga dirancang untuk para difabel melalui pemakaian paving dengan
tekstur tertentu sebagai penanda/penunjuk arah.
4. Tata hijau pada penampang berupa jalur penghijauan di sepanjang trotoar dapat berupa
tanaman dalam pot atau pohon. Pohon yang dipilih untuk jalur hijau adalah glodokan
tiang, angsana, akasia. Pohon sebaiknya diletakkan pada jarak 1 m dari pagar bangunan,
dan tidak mengganggu saluran drainase.
5. Elemen tata informasi dan rambu pengarah dapat diletakkan pada ruang trotoar,
sedemikian rupa sehingga informasi yang akan disampaikan menjadi jelas terlihat dan
terbaca. Di samping itu, perletakan papan tersebut tidak boleh mengganggu sirkulasi,
view dan estetika lingkungan.
6. Elemen papan reklame komersial pada penampang jalan hanya dapat dipasang pada
fasade bangunan dengan cara tegak lurus atau sejajar dengan fasade, dan tidak boileh
menutupi wajah bangunan sampai 75%. Apabila papan reklame akan didirikan
tersendiri, maka bangunan papan tersebut tidak boleh dibangun di atap bangunan atau
menggunakan ruang pada trotoar jalan. Bangunan papan reklame harus didirikan di
dalam suatu kavling bangunan atau pada tempat-tempat yang telah ditentukan.
Konsep 3D Penataan Kawasan

• Perancangan dan Beautifikasi Node Utama Kawasan

• Perancangan Beautifikasi RTH dan Gate Kawasan

• Perancangan Jalur Sirkulasi Utama Kawasan

• Perancangan Penataan Lingkungan


DAFTAR PUSTAKA

Nurfitriati, I. (2015). Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (Rtbl) dalam Menata Ruang
Kota. Veritas et Justitia, 1(2).

Purwanto, E. H., & Kamilah, N. (2013). Penerapan Kawasan KKOP Berdasarkan Rencana Tata
Bangunan dan Lingkungan di Kabupaten Tanatoraja. GEOMATIKA, 19(2), 147-153.

Umum, P. M. P. (2007). Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan. Departemen
Pekerjaan Umum. Jakarta.

Jati, A., Widayati, W., & Astuti, P. (2015). Pelaksanaan Rencana Tata Bangunan Dan Lingkungan
Kawasan Kota Lama Semarang. Journal of Politic and Government Studies, 5(4), 141-150.

Anda mungkin juga menyukai