Anda di halaman 1dari 49

F

PENDEKATAN DAN METODOLOGI


Pendekatan dan metodologi perancangan akan dimulai dengan tujuan dan sasaran penyusunan
RTBL, rencana tata bangunan dan lingkungan/pengertian lingkup materi, pemahaman situasi
eksisting dan analisis terhadap usulan awal kawasan Dago, perumusan masalah, isue sentral
gagasan awal RTBL kawasan Dago, tingkat kepadatan penduduk, standard rumah dan kavling,
intensitas bangunan, kebutuhan fasilitas sosial, standard jarak, standar jalan di dalam lingkungan,
jarak bebas dan ketinggian bangunan, peraturan pembangunan bangunan-bangunan, keselamatan
operasi penerbangan bandara Husein Sastranegara, klasifikasi jalan, pedestrian, marka jalan, lampu
penerangan jalan dan rambu lalulintas, utilitas kota dan ruang terbuka
1. TUJUAN DAN SASARAN PENYUSUNAN RTBL
Sebagai dokumen pengendalian pembangunan dan lingkungan RTBL mempunyai beberapa
tujuan yaitu :
1.1 TUJUAN UMUM
Mengantisipasi perkembangan kegiatan pada kawasan perencanaan dengan
memanfaatkan lahan secara efisien, optimal dan terencana, guna tercapainya the
highest and the best use dari kawasan yang ada.
Meningkatkan kualitas hidup masyarakat melalui perbaikan kualitas lingkungan dan
ruang public.
Mendukung berbagai kegiatan kota seperti pemerintahan, komersial dan permukiman,
yang mendukung sistem pelayanan pusat kota secara baik.
Menciptakan keindahan kota dengan menata Kawasan Dago melalui konsep bangunan
dan lingkungan yang tertib, nyaman dan serasi.
Meningkatkan vitalitas ekonomi lingkungan dengan kegiatan perekonomian masyarakat
lokal maupun regional, yang pada akhirnya akan memberikan kontribusi terhadap
pendapatan Kota secara umum.
Dokumen Usulan Teknis

F-1

1.2 TUJUAN KHUSUS


Menciptakan panduan wujud struktural pemanfaatan ruang Kawasan koridor Dago,
khususnya bangunan dan lingkungan dalam matra tiga dimensi, sejalan dengan
rencana penataan kota yang tercantum dalam RUTRK Bandung.
Menciptakan arahan arsitektural dalam teknis/rancangan bangunan dan lingkungan
yang akan dibangun pada kawasan, sekaligus membangun jati diri/karakter khas dari
Kota yang belum begitu nampak saat ini.
1.3 SASARAN
Sasaran yang akan dicapai melalui RTBL ini adalah sebagai berikut :
Produk Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan Dago merupakan substansi teknis
sebagai masukan bagi peraturan daerah tentang penataan bangunan dan lingkungan
di Kawasan Jalan Dago.
Produk Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan Kawasan Jalan Dago akan dapat
digunakan oleh Pemerintah Kota Bandung dalam rangka pelaksanaan programprogram pembangunan, pengendalian dan pengawasan pembangunan fisik kawasan
yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan.
Produk Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan Kawasan Jalan Dago akan dapat
digunakan oleh Pemerintah Kota Bandung dalam rangka proses perijinan bangunan.

2. RENCANA TATA BANGUNAN DAN LINGKUNGAN (RTBL) : PENGERTIAN DAN LINGKUP


MATERI
2.1 PENGERTIAN RTBL
Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan adalah penduan rancang bangun suatu
kawasan/lingkungan yang dimaksukan untuk mengendalikan pemanfaatan ruang,
penataan bangunan dan lingkungan, serta memuat materi pokok ketentuan program
bangunan dan lingkungan, rencana umum dan panduan rancangan, rancangan investasi,
ketentuan

pengendalian

rencana,

dan

pedoman

pengendalian

pelaksanaan

pengembangan lingkungan/kawasan.
Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) adalah rencana teknik dan program
tata bangunan dan lingkungan serta pedoman pengendalian pembangunannya sebagai
Dokumen Usulan Teknis

F-2

salah satu dari pengendalian pemanfaatan ruang yang diberlakukan secara khusus pada
bangunan atau kelompok bangunan pada suatu kawasan kota. Wujud suatu kota pada
dasarnya merupakan perwujudan dari karakteristik penduduk yang mendiaminya. Selain
itu, kualitas perkembangan dan pertumbuhan fisik suatu kota juga ditentukan oleh
ketersediaan perangkat peraturan yang mendasari pelaksanaan pembangunan kota yang
bersangkutan.
Pada umumnya, kota-kota di Indonesia terjadi dan tumbuh secara alamiah, dimana pada
embrionya bermula dalam bentuk gugus bangunan tanpa suatu pola yang serasi, selaras
dan seimbang antara satu dengan lainnya. Seringkali terjadi pembangunan lahan yang
berlebihan melampaui daya dukung lingkungan yang tersedia yang pada fase tertentu
akan menimbulkan masalah-masalah perkotaan yang cukup rumit antara lain seperti
munculnya kawasan kumuh pada bagian-bagian wilayah tertentu dalam suatu kota.
Undang-Undang Penataan Ruang No. 26 Tahun 2007 menyatakan bahwa pemanfaatan
ruang kota harus dikendalikan melalui penataan ruang yaitu system perencanaan tata
ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang merupakan satu
kesatuan yang tidak terpisahkan antara satu dan yang lain dan harus dilakukan sesuai
dengan kaidah penataan ruang sehingga diharapkan :
Dapat mewujudkan pemanfaatan ruang yang berhasil guna dan berdaya guna serta
mampu mendukung pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan
Tidak terjadi pemborosan pemanfaatan ruang dan
Tidak menyebabkan terjadinya penurunan kualitas ruang.
yang selanjutnya diikuti dan diteruskan dengan pengendalian wujud struktural
pemanfaatan ruang kota, khususnya berupa ketentuan-ketentuan bagi pembangunan
bangunan beserta lingkungannya seperti ketinggian bangunan, jarak antar bangunan,
garis langit dan sebagainya. Ketentuan-ketentuan ini digunakan sebagai perangkat dalam
pemberian Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) dan sarana pendukungnya pada tahap
pemanfaatan ruang. Sejalan dengan pengertian serta makna yang terkandung dalam UU
tata ruang tersebut, keberadaan RTBL berkepentingan untuk mewujudkan ruang kota
yang layak huni, berjati diri dan produktif untuk memberikan muatan teknis yang
bermanfaat sebagai pedoman penyusunan rencana teknis bangunan dan pedoman
pengendalian pembangunan fisik.

Dokumen Usulan Teknis

F-3

Suatu RTBL sekurang-kurangnya berisi arahan program bangunan dan lingkungan,


rencana umum dan rencana detail tata bangunan dan lingkungan, pedoman
pengendalian perwujudannya serta kebijaksanaan teknis operasional pengendalian tata
bangunan dan lingkungan untuk suatu kawasan yang telah ditetapkan.
Penentuan dan penetapan prioritas lokasi RTBL hendaknya mempertimbangkan kriteriakriteria sebagai berikut:
Kawasan yang mempunyai pertumbuhan yang cepat.
Kawasan yang mempunyai nilai sejarah/historis.
Kawasan-kawasan lainnya yang karena pertimbangan khusus perlu disusun RTBL-nya.
Dalam sistem hirarki perencanaan yang ada, RTBL bisa dikatakan sejajar dengan RTRK,
merupakan kebijaksanaan turunan dari RTRW dan RDTR kawasan.
2.2 LINGKUP MATERI RTBL
Mengacu pada Kerangka acuan Kerja yang telah diberikan dan juga sesuai dengan
PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 06/PRT/M/2007, tentang
PEDOMAN UMUM RENCANA TATA BANGUNAN DAN LINGKUNGAN oleh Departemen
Pekerjaan Umum tahun 2007, dapat disimpulkan bahwa materi dalam penyusunan RTBL
sekurang-kurangnya akan terdiri atas faktor-faktor berikut:
Program Bangunan dan Lingkungan
Rencana Umum dan Panduan Rancangan
Rencana Investasi
Ketentuan Pengendalian rencana
Pedoman Pengendalian Pelaksanaan
a. Program Bangunan Dan Lingkungan
Penyusunan Program Bangunan dan Lingkungan merupakan penjabaran lebih lanjut
dari perencanaan dan peruntukan lahan yang telah ditetapkan dalam RUTR kota
Bandung yang memuat jenis, jumlah, besaran, dan luas bangunan gedung, serta
kebutuhan ruang terbuka hijau, fasilitas umum, fasilitas social, prasarana
aksesibilitas, sarana pencahayaan dan sarana penyehatan lingkungan baik yang
sudah ada maupun yang baru.

Dokumen Usulan Teknis

F-4

Penyusunan program bangunan dan lingkungan dilakukan melalui analisis kawasan


dan wilayah perencanaan termasuk diskripsi mengenai dampak lingkungan, dan
analisis

pengembangan

pembangunan

berbasis

peran

masyarakat,

yang

menghasilkan konsep dasar perancangan tata bangunan dan lingkungan.


1. Analisis Kawasan dan Wilayah Perencanaan
Pada tahap ini akan dilakukan analisis terhadap aspek-aspek :

Perkembangan sosial kependudukan : gambaran kegiatan sosialkependudukan, antara lain ; tingkat pertumbuhan penduduk berdasarkan
RUTR kota, jumlah keluarga, kegiatan sosial penduduk, tradisi budaya lokal.

Prospek pertumbuhan ekonomi yaitu sektor pendorong pertumbuhan


ekonomi, kegiatan usaha, prospek investasi pembangunan dan pengunaan
tanah,produktivitas kawasan, dan kemampuan pendanaan pemerintah
daerah.

Daya dukung fisik dan lingkungan, meliputi ; tataguna lahan, kondisi bentang
alam kawasan, lokasi geografis, sumber daya air, status tanah, ijin lokasi,
kerawanan bencana.

Aspek Legal Konsolidasi Lahan Perencanaan : kesiapan administrasi dari


lahan yang direncanakan.

Daya Dukung Prasarana dan Fasilitas lingkungan, meliputi ; jenis


infrastruktur, jangkauan pelayanan, jumlah penduduk yang terlayani dan
kapasitas pelayanan.

Aspek Signifikasi historis kawasan , meliputi konteks historis kawasan


terhadap aset pelestarian pada sekala regional.

2. Analisis Pengembangan Pembangunan Berbasis Peran Masyarakat.


Pembangunan berbasis peran masyarakat (community-based development)
adalah pembangunan dengan orientasi yang optimal terhadap pendayagunaan
peran masyarakat langsung maupun tidak langsung.
Kegiatan yang dilakukan meliputi :

Perencanaan partisipatif yaitu kegiatan ; persiapan, identifikasi aspirasi dan


analisis permasalahan, analisis prlaku lingkungan, rencana pengembangan,
strategi pengembangan dan publikasi, penerapan rencana.

Dokumen Usulan Teknis

F-5

3. Konsep Dasar Perancangan Tata Bangunan dan Lingkungan


Konsep dasar perancangan tata bangunan dan lingkungan yang merupakan
tahap analisis program bangunan dan lingkungan yang memuat gambaran dasar
penataan pada lahan perencanaan untuk ditindak lanjuti dalam penjabaran
gagasan desain secara detail.
Kegiatan yang dilakukan meliputi :

Penyusunan Kriteria Komponen Dasar Perancangan, yaitu;

Kriteria penetapan Misi dan Visi Pembangunan

Kriteria Penyusunan Konsep Perancangan Struktur Tata bangunan dan


Lingkungan

Kriteria Penyusunan Konsep Komponen Perancangan Kawasan

Kriteria Penetapan segmen koridor jalan dan Blok-blok Pengembangan


Kawasan dan Program Penanganan.

b. Rencana Umum Dan Panduan Rancangan


Rencana umum dan panduan rancangan merupakan ketentuan-ketentuan tata
bangunan dan lingkungan pada suatu lingkungan kawasanyang memuat rencana
peruntukan lahan makro dan mikro rencana perpetakan, rencana tapak, rencana
sistem pergerakan, rencana aksesibilitas lingkungan, rencana prasarana dan sarana
lingkungan, rencana wujud visual bangunan, dan ruang terbuka hijau.
1. Rencana Umum
Kegiatan yang dilakukan meliputi penyusunan :
a) Struktur Peruntukan lahan
Kompnen-komponen penataan ;

Peruntukan Lahan Makro

Peruntukan Lahan Mikro

Peruntukan lantai dasar, lantai atas

Peruntukan lahan tertentu, yaitu antara lain lahan yang mempunyai


konteks lingkungan konservasi, berkaitan dengan lahan pedesaan dan
perkotaan.

b) Intensitas Pemanfaatan lahan


Komponen-komponen penataan ;

Koefisien Dasar Bangunan (KDB)

Dokumen Usulan Teknis

F-6

Koefisien Lantai Bangunan (KLB)

Koefisien Daerah Hijau (KDH)

Koefisien Tapak Basemen (KTB)

Sistem Insentif-Disintensif Pengembangan

Sistem Pengalihan Nilai Koefisien Lantai Bangunan.

c) Tata Bangunan
Komponen-komponen penataan ;

Pengaturan blok lingkungan

Pengaturan Kaveling/ Petak Lahan

Pengaturan Bangunan

Pengaturan Ketinggian dan Elevasi Lantai Bangunan.

d) Sistem Sirkulasi dan Jalur Penghubung.


Komponen-komponen penataan meliputi ;

Sistem Jaringan Jalan dan Pergerakan

Sistem Sirkulasi Kendaraan Umum

Sistem Sirkulasi Kendaraan Pribadi

Sistem Sirkulasi Kendaraan Umum Informal Setempat

Sistem Pergerakan Transit

Sistem Parkir

Sistem Perencanaan jalur Servis/ Pelayanan Lingkungan

Sistem Sirkulasi Pejalan Kaki dan Speda

Sistem Jaringan Jalur Penghubung Terpadu.

e) Sistem Ruang Terbuka dan Tata Hijau


Komponen-komponen penataan meliputi ;

Sistem Ruang Terbuka Umum

Sistem Ruang Terbuka Pribadi

Sistem Ruang Terbuka Privat yang dapat diakses Umum

Sistem Pepohonan dan Tata Hijau

Bentang Alam

Area Jalur Hijau

Dokumen Usulan Teknis

F-7

f) Tata Kualitas Lingkungan


Komponen penataan meliputi ;

Konsep Identitas Lingkungan

Konsep Orientasi Lingkungan

Wajah Jalan

g) Sistem Prasarana dan Utilitas Lingkungan


Komponen penataan meliputi ;

Sistem Jaringan Air Bersih

Sistem Jaringan Air Limbah dan Air Kotor

Sistem Jaringan Drainase

Sistem Jaringan Persampahan

Sistem Jaringan Listrik

Sistem Jaringan Telepon

Sistem Jaringan Pengamanan Kebakaran

Sistem Jaringan Jalur penyelamatan atau Evakuasi.

2. Panduan Rancangan/Rencana detail (Design Guidlines)


Merupakan penjelasan lebih rinci atas rencana umum yang telah ditetapkan
sebelumnya dalam bentuk penjabaran materi utama melalui pengembangan
komponen rancangan kawasan pada bangunan, kelompok bangunnan, elemen
prasarana kawasan kavling dan blok, termasuk panduan ketentuan detail visual
kualitas minimal tata bangunan dan lingkungan.
Hal-hal yang akan dijadikan bahan pertimbangan pada penyusunan rencana
detail adalah:

Pada sebagian besar materi dari rencana umum (design plan) perlu diatur
lebih rinci lagi dalam bentuk rencana detail (design guidelines).

Rencana detail bersifat panduan rencana teknik tata bangunan yang lebih
memperjelas pencapaian kualitas minimal visual dan lingkugan yang
responsif.

Secara lebih terinci, materi dasar dari rencana detail adalah menjelaskan
arahan bentuk, dimensi, gubahan, perletakan dan lain-lain dari suatu

Dokumen Usulan Teknis

F-8

bangunan, komponen bangunan, komposisi bangunan, ruang terbuka,


sarana/prasarana dan lingkungan sampai dengan materi seperti detail
muka/fasade bangunan, perletakan dan rencana papan informasi/pertandaan
(signage), pagar, pedestrian dan lain-lain.

Detail arsitektur akan dibuat cukup menarik dan dapat merupakan


pengembangan dari detail bangunan yang baik, yang telah ada di lingkungan
setempat.

Kegiatan yang dilakukan meliputi :


a) Panduan Rancangan tiap Blok Pengembangan

Panduan rancangan dari masing-masing materi Rencana Umum

Aturan-aturan Dasar

b) Simulasi Rancangan Tiga Dimensi


c. Program Investasi (Investment Programme)

Rencana investasi disusun berdasarkan dokumen RTBL yang memperhitungkan


kebutuhan nyata para pemangku kepentingan dalam proses pengendalian
investasi dan pembiayaan dalam penetapan lingkungan/kawasan

Rencana investasi dipakai sebagai rujukan bagi pemangku kepentingan


kelayakan investasi

Rencana ini menjadi alat mobilisasi dana investasi

Rencana investasi dipakai untuk mengatur upaya percepatan penyediaan dan


peningkatan kualitas pelayanan prsarana/ sarana lingkungan/kawasan Pasar
Lipat Kajang

Aspek-aspek yang disusun adalah sebagai berikut ;

Skenario strategis rencana investasi

Pola kerja sama operasional investasi

d. Ketentuan Pengendalian Rencana


Ketentuan pengendalian rencana disusun sebagai bagian proses penyusunan RTBL
yang melibatkan masyarakat langsung maupun tidak langsung

Dokumen Usulan Teknis

F-9

Ketentuan pengendalian rencana menjadi alat mobilisasi peran masing-masing


pemangku kepentingan pada masa pelaksanaan atau masa pemberlakuan RTBL
Kegiatan yang dilakukan meliputi ;
a. Strategi pengendalian rencana

Aspek pengendalian , administratif, arahan yang bersifat mengantisipasi


terjadinya perubahan pada tahap pelaksanaan

Strategi Pengendalian,

b. Arahan pengendalian rencana

Penetapan rencana dan indikasi program pelaksanaan

Penetapan paket kegiatan pelaksanaan

Penyiapan pelibatan dan pemasaran paket pembangunan

Identifikasi dan penyesuaian aspek fisik, sosial, dan ekonomi terhadap


kepentingan dan tanggung jawab para pemangku kepentingan

Penetapan persyaratan teknis masing-masing aspek

e. Pedoman Pengendalian Pelaksanaan


Pedoman pengendalian kawasan dimaksudkan untuk mengarahkan perwujudan
pelaksanaan penataan bangunan dan lingkungan/ kawasan berdasarkan dokumen
RTBL, dan memandu pengelolaan kawasan agar dapat berkualitas meningkat
berkelanjutan
Kegiatan yang dilakukan meliputi penyusunan;
Pengendalian pelaksanaan
Aspek-aspek pengendalian
Kriteria dan pertimbangan pengendalian
Pengelolaan kawasan
Aset Properti yang dikelola
Pelaku pengelola
Aspek-aspek pengelolaan
Sistematika Pedoman Pengelolaan

Dokumen Usulan Teknis

F - 10

BAGAN RUANG LINGKUP MATERI RTBL

Dokumen Usulan Teknis

F - 11

3. PEMAHAMAN SITUASI EKSISTING DAN ANALISIS

TERHADAP USULAN AWAL

KAWASAN JALAN DAGO


3.1 LINGKUP USULAN AWAL KAWASAN PERENCANAAN
Dokumen Usulan Teknis

F - 12

Sesuai dengan pembahasan pada bab sebelumnya, Konsultan telah melakukan survey
awal untuk menentukan Usulan awal wilayah perencanaan. Wilayah perencanaan yang
definitif tetap akan ditentukan kemudian setelah dilakukan survey yang lebih mendetail
dan mendapatkan masukan dari instansi terkait. Penentuan wilayah perencanaan
sekarang ini adalah untuk membahas kondisi eksisting, potensi, dan permasalahannya,
juga untuk dapat merumuskan metoda pengumpulan data dan metoda analisis yang lebih
tepat nantinya.
Batas fisik wilayah perencanaan yang
diusulkan adalah sebagai berikut : jalan
Dago, Simpang Silwangi, Dipati Ukur, dan
Jalan Dago (Ir. H. Djuanda) sampai
Simpang jalan Riau-Merdeka

Batas fisik wilayah perencanaan yang


diusulkan adalah sebagai berikut : jalan
Dago, Simpang Silwangi, Dipati Ukur, dan
Jalan Dago (Ir. H. Djuanda) sampai
Simpang jalan Riau-Merdeka
Gambar Batas Wilayah Perencanaan
Pemilihan batas usulan awal wilayah perencanaan ini berdasarkan pertimbangan bahwa:
a. Wilayah ini merupakan wilayah terbangun dan cepat tumbuh, bersifat urban dan
sesuai dengan karakteristik wilayah yang dapat diatur dengan RTBL.
Dokumen Usulan Teknis

F - 13

b. Wilayah ini diproyeksikan akan terus berkembang, sehingga diperlukan adanya RTBL
untuk mengatur tata bangunan/lingkungan menghadapi desakan pembangunan di
sini.
c. Wilayah lain dalam wilayah Cibeuenying diperkirakan belum memerlukan
pengendalian dengan perangkat RTBL dalam kurun waktu 5 tahun mendatang.
Adanya pemilihan wilayah tertentu yang diatur menggunakan RTBL menjadikan wilayah
tersebut berperan seperti suatu pilot project untuk dicontoh oleh wilayah-wilayah lainnya
di sini yang mempunyai ciri sama dengan perkembangan Dago
Usulan awal wilayah perencanaan ini didominasi oleh kondisi fisik binaan/buatan berupa
kegiatan perniagaan, rumah tinggal, rumah tinggal dan perniagaan, perkantoran,
pendidikan, dan jasa
3.2 PERMASALAHAN USULAN AWAL WILAYAH PERENCANAAN
Setelah melakukan survey awal, salah satu yang penting sebelum melakukan analisis
adalah merumuskan permasalahan. Sebagai bagian dari kawasan pusat kota yang
merupakan bagian dari wilayah Kota Bandung,

umumnya dijumpai cukup banyak

permasalahan di sekitar kawasan perencanaan meliputi permasalahan di sekitar


kependudukan, perekonomian, kegiatan kota, penggunaan lahan kota, transportasi dan
lain-lain. Dalam kesempatan ini rumusan permasalahan dititikberatkan pada
permasalahan yang berkaitan dengan tujuan penataan kawasan melalui pendekatan
RTBL. Sehubungan dengan itu, permasalahan yang dijumpai dapat disarikan sebagai
berikut:
A.

Masalah penggunaan lahan


Secara umum, dampak dari pola penggunaan lahan yang ada sekarang ini adalah
belum terintegrasi dan terpadunya kawasan, baik secara fisik maupun fungsional.
Titik berat permasalahan ini terletak pada masalah pergeseran fungsi lahan yang
cenderung terjadi sehubungan dengan strategisnya lokasi ini sebagai bagian dari
kawasan pusat pendidikan dan jasa . Tanpa suatu antisipasi yang tepat, pergeseran
yang akan terjadi tanpa mengikuti pola yang teratur yang pada akhirnya akan
menimbulkan banyak permasalahan perkotaan seperti masalah kawasan kumuh,
masalah kemacetan lalu lintas dan yang paling penting adalah masalah penurunan
kualitas lingkungan kota. Dalam masalah penggunaan lahan ini secara khusus perlu

Dokumen Usulan Teknis

F - 14

dicermati adalah masalah kinerja pasar Simpang, koridor Dago sebagai tempat
perniagaan, rumah sakit ST. Boromeus, simpang Ganesha, pusat pertokoan BIP
jalan Merdeka sebagai kawasan berbatasan dengan kawasan Dago yang saat ini
telah memberikan kontribusi yang tinggi terhadap permasalahan di kawasan
perencanaan.

Gambar Foto Satelit menunjukkan bahwa Pengembangan kawasan Dago bersifat inkremental
(terus meningkat)
B.

Masalah intensifikasi lahan dalam pengembangan kawasan


Tuntutan pengembangan kawasan dengan cara intensifikasi lahan akan
menghadapi beberapa kendala yang cukup besar, antara lain (1) kawasan

Dokumen Usulan Teknis

F - 15

perencanaan berada dalam di tepi jalan arteri sekunder yang sebaiknya tidak
banyak akses langsung dari persil, (2) kawasan perencanaan dilayani
angkutan angkot dengan frekuensi yang relatif tinggi, (3) terdapat akses dari
jalan laying Paspati yang menghubungkan kota Bandung dengan jalan Tol
Cipularang-Padaleunyi. Hal ini memerlukan pendekatan inovatif yang didukung
oleh koordinasi semua pihak yang terkait dalam hal penataan bangunan dan
lingkungan di kawasan ini untuk selanjutnya.
C.

Masalah Penataan Bangunan


Secara umum dampak tata bangunan yang ada di dalam kawasan perencanaan
memperlihatkan suatu kondisi tidak terbentuknya citra kawasan asri dan ramah.
Titik berat masalah penataan bangunan ini dijumpai khususnya di koridor jalan
Ir.H.Juanda, jalan; Hasanudin, Dipati Ukur, Taman Sari, Sulanjana, Dipenogoro . Di
tempat ini, pembangunan bangunan berkembang pesat, cenderung inkremental dan
tidak terarah mengakibatkan menurunnya kualitas ruang kota. Permasalahan yang
dijumpai meliputi bentuk bangunan yang menjadi ciri khas peninggalan lama sudah
berubah menjadi bangunan perniagaan. Muka bangunan dibeberapa bagian terlihat
kurang asri dengan sekitarnya serta masalah pertandaan/signage termasuk
didalamnya adalah masalah papan reklame.

D.

Masalah transportasi / pergerakan


Kawasan Dago, bergantung pada jalan arteri sekunder Jl. Ir.H.Juanda, Jl. Dipati
Ukur, Jl. Taman Sari sebagai pusat pergerakan utama. Bentuk Sistem pergerakan

Dokumen Usulan Teknis

F - 16

seperti ini, pada dasarnya memiliki banyak keterbatasan bagi pola pergerakan yang
terjadi. Pergerakan lokal cenderung mengganggu pergerakan kawasan lainnya,
ditambah masalah parkir yang didominasi oleh parkir di badan jalan (seperti di jalan
Dipati Ukur dan Tamansari) serta minimnya fasilitas pergantian moda (halteu untuk
Taman Sari dan Dipati Ukur) khususnya bagi angkutan umum mengakibatkan turunnaik penumpang dilakukan disembarang tempat dan menjadi faktor utama
terjadinya kemacetan dan mendidik masyarakat menjadi tidak disiplin.

Suasana lalu lintas di depan Rumah sakit St. Bromeus


E.

Masalah Ruang Terbuka


Sebagai kawasan dengan intensitas permukimannya tinggi, serta berada di daerah
jalur lalu lintas padat, kebutuhan akan ruang terbuka, khususnya ruang terbuka
dengan tata hijaunya merupakan suatu kebutuhan penting yang sangat dirasakan
masih kurang di kawasan perencanaan. Terdapat ruang terbuka yang potensial
belum dimanfaatkan secara optimal yaitu ruang terbuka berbentuk koridor di
sepanjang bawah jalan laying Paspati.

Foto bawah pasupati

Dokumen Usulan Teknis

F - 17

Ruang terbuka di bawah jembatan layang Paspati


F.

Masalah Prasarana dan Kelengkapan Lingkungan


Hasil pengamatan yang telah dilakukan dijumpai adanya masalah-masalah
prasarana lingkungan yang memerlukan penanganan khususnya di sekitar drainase
kota serta pengelolaan sampah khususnya di sekitar lokasi Pasar. Secara khusus
masalah prasarana lingkungan perlu ditekankan pula pada masalah penanganan
sistem drainase yang saat ini merupakan salah satu masalah lingkungan yang
cukup penting. Masih buruknya sistem jaringan drainase mengakibatkan aliran air
yang tidak lancar seperti di jalan Ir. H. Juanda dan jalan-jalan di sekitarnya di dalam
kawasan perencanaan.

3.2.1

POTENSI USULAN AWAL WILAYAH PERENCANAAN


A.

Peran dan fungsi kawasan sebagai kawasan Dago dan terkait dengan
pengembangan Kota, menjadikan kawasan ini sebagai kawasan yang
cukup penting, mendukung dan terbuka bagi berbagai macam
kemungkinan pengembangan kawasan melalui perletakan fungsi-fungsi
yang sesuai.

B.

Aksesibilitas/pencapaian yang mudah karena letaknya berada pada jalur


lintasan utama (akses jalan layang Paspati yang menghubungkan jalan Tol
Cipularang), ditunjang prasarana pencapaiannya berupa jalur yang dapat
dilalui oleh berbagai jenis mode transportasi, baik publik maupun privat dari

Dokumen Usulan Teknis

F - 18

berbagai penjuru kota. Kawasan ini merupakan jalur akses dan transportasi
baik lokal maupun regional Bandung-dan kota lain.
Foto akses

Akses ke Tol Cipularang melalui jalan layang Paspati


C.

Terdapat tempat kegiatan utama masyarakat dengan skala kota yang


sekarang dimotori oleh kegiatan komersial (Pasar dan Pertokoan) yang
berpotensi menarik, dapat mengumpulkan sekaligus menggerakan
kegiatan. Keterpaduannya dengan fasilitas publik yang lain yang saling
mendukung dan meningkatkan vitalitas dan fungsi kawasan perencanaan.

Fasilitas perniagaan (restoran) depan simpang Jl. Teuku Umar


D.

Ditetapkannya kawasan Dago sebagai kawasan Penataan merupakan


potensi yang membuka peluang dilakukannya proses alokasi dan realokasi

Dokumen Usulan Teknis

F - 19

lahan kawasan pusat kota Bandung agar berdaya guna dan berhasil guna
secara lebih optimal
3.3 RUMUSAN PERMASALAHAN, ISU SENTRAL DAN GAGASAN AWAL TATA BANGUNAN
DAN LINGKUNGAN KAWASAN DAGO
3.3.1

RUMUSAN PERMASALAHAN TATA BANGUNAN DAN LINGKUNGAN


KAWASAN DAGO
Berdasarkan berbagai masalah, potensi maupun problem yang dihadapi, maka
secara umum kawasan perencanaan dinilai belum akomodatif sebagai wadah
berlangsungnya segala fenomena perkembangan kawasan Dago. Kondisi umum
ini tercermin dalam kegiatan kehidupan sehari-hari dengan sering terjadinya
konflik, baik secara sosial maupun fungsional yang menyebabkan kepentingan
yang satu mengganggu kepentingan yang lain dan terkadang menimbulkan
gejolak sosial. Selain itu, dapat disimpulkan pula bahwa secara umum, kawasan
Dago telah mengalami penurunan kualitas (degradasi) dan rusaknya kualitas
ruang kota.
Fenomena perkembangan kota yang terjadi di Kota Bandung, termasuk pula
kawasan pusat kotanya, tidak lepas dari konteks kota tersebut dalam sistem
yang lebih luas, yaitu pengembangan regional
Dinamika pertumbuhan kota yang sangat pesat ini, berpengaruh langsung pula
terdapat dinamika perubahan kondisi sosial masyarakat Dago dan kota Bandung
secara umum, yang kini tengah mengalami proses transformasi sosial budaya
secara serentak dari masyarakat tradisional menjadi masyarakat jasa dan
masyarakat informasi. Sehingga segala bentuk kegiatan dan kebutuhan bahkan
proyeksi kebutuhan dari masyarakat kota Bandung terhadap kotanya di masa
yang akan datang pun, sudah seharusnya diakomodasikan dan dipersiapkan.
Kawasan perencanaan sebagai bagian dari kota Bandung, merupakan salah satu
tempat/ajang berlangsungnya segala fenomena pembangunan nasional dan
fenomena perubahan sosial dalam era globalisasi ini. Dengan demikian, ruang
kota ini memiliki peran dan fungsi yang sangat vital dan strategis, dimana
berbagai bentuk kegiatan mengambil tempat. Oleh karenanya, maka kawasan
perencanaan ini seharusnya dirancang dan dikendalikan untuk mampu

Dokumen Usulan Teknis

F - 20

tanggap terhadap fenomena yang berlangsung di dalamnya dan akomodatif


terhadap tuntutan kebutuhan masyarakat akan kotanya.
Dengan demikian, rumusan permasalahan dalam penyusunan Rencana Tata
Bangunan dan Lingkungan Kawasan Dago adalah bagaimana terciptanya suatu
perangkat dalam penataan kawasan perencanaan berikut pengendalian
pembangunannya, yang mampu:
1. Meningkatkan kemampuan lahan (land capability) kawasan perencanaan,
melalui:

Penentuan alokasi jenis peruntukkan lahan serta distribusi secara


spasial di dalam kawasan.

Perbaikan tingkat pencapaian ke dan di dalam kawasan.

Pemgembangan pemanfaatan lahan yang jelas berdasarkan jaringan


infrastruktur dan kondisi lingkungan yang tertata dengan baik.

2. Mengupayakan hubungan dan keterkaitan antara peruntukkan lahan di


dalam kawasan perencanaan maupun dengan sekitarnya melalui penciptaan
keterpaduan antara bentuk, waktu dan ruang pada seluruh kawasan.

Dokumen Usulan Teknis

F - 21

3. Menyediakan ruang terbuka umum di dalam kawasan perencanaan yang


dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat guna meningkatkan kulaitas
kehidupan kota dalam lingkungan yang aman dan menarik dengan cara:

Menetapkan bentuk dan massa bangunan yang dapat menciptakan


ruang (luar) yang akomodatif terhadap berbagai bentuk kegiatan di
dalam kawasan.

Menciptakan lingkungan yang informatif sehingga memudahkan pemakai


kawasan untuk berorientasi dan bersirkulasi.

Dokumen Usulan Teknis

F - 22

Mengutamakan penghijauan yang sesuai dengan iklim daerah tropis


serta ruang terbuka umum yang berperan positif bagi pembangunan
kawasan daerah terpadu.

4. Menciptakan citra kawasan pembangunan terpadu yang menjadi tengaran


(kawasan landmark kota Bandung), dengan cara:

Mengembangkan kawasan perencanaan sebagai bagian terpadu dari


bagian-bagian lainnya di wilayah Bandung yaitu wilayah Cibeunying
(dimana kawasan perencanaan berada), wilayah Karees, wilayah
Bojonegara, wilayah Tegalega, wilayah Gedebage dan wilayah Ujung
Berung), namun memiliki identitas tersendiri diantara berbagai

Dokumen Usulan Teknis

F - 23

perkembangan baik pembangunan di kota Bandung sendiri maupun


dalam struktur pembangunan Bandung Metropolitan Area.

Memperkuat identitas kawasan melalui pengembangan sebagai salah


satu kawasan gerbang utama kawasan Dago.

5. Menciptakan integrasi sosial dari berbagai bentuk kegiatan dan fasilitas yang
mencakup seluruh lapisan masyarakat Dago dan sekitarnya, dengan cara:

Mengupayakan integrasi dan interaksi sosial serta kualitas lingkungan


yang sehat.

Menyediakan lingkungan berkualitas tinggi sebagai alat kontrol bagi


kawasan.

Dokumen Usulan Teknis

F - 24

Meningkatkan kualitas hidup penduduk di dalam dan sekitar kawasan.

6. Mengupayakan system utilitas yang terpadu (integrated) dalam prasarana


(infrastruktur) kawasan pusat kota Bandung.
7. Mengendalikan dalam proses pembangunan, dimana pengendalian ini
memungkinkan

pula

diadakannya

penyesuaian

(modifikasi)

dan

penambahan (ekspansi) sewaktu-waktu bila terjadi perubahan kondisi,


namun tetap dalam koridor/prinsip-prinsip tujuan penataan yang telah
digariskan.
Pada intinya, penyusunan RTBL kawasan Dago ini harus dapat memberikan
kontribusi agar kemampuan lahan kawasan dapat dimanfaatkan sesuai
dengan optimum dan baik dari lahan ruang kota tersebut sesuai skenario
yang ditetapkan sehingga hasilnya dapat memberikan manfaat yang lebih
baik bagi kawasan, kota maupun konteks regionalnya serta seluruh lapisan
masyarakat penggunanya.
3.3.2

ISU SENTRAL TATA BANGUNAN DAN LINGKUNGAN KAWASAN DAGO


Penciptaan kawasan Dago sebagai ruang kota yang tanggap terhadap fenomena
yang berlangsung di dalamnya dan akomodatif terhadap tuntutan kebutuhan
masyarakat akan kotanya, pada hakekatnya adalah sebuah upaya dalam
mencari kesesuaian atau keseimbangan antara lingkungan fisik dengan manusia
pemakainya. Manusia menginginkan agar lingkungan (kawasan/kota) tersebut
dapat sesuai dengan kebutuhannya dan ia pun dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungannya. Dengan demikian, visi yang ingin dicapai melalui kegiatan studi
penyusunan RTBL kawasan Dago ini adalah terakomodasinya segala fenomena
maupun tuntutan masyarakat kota secara baik pada suatu ruang kota yang
akomodatif. Salah satu upaya awal dalam mewujudkan visi ini adalah dengan
menggariskan sebuah tema-visi (skenario) yan mantap untuk mewujudkan
kawasan Dago sebagai peri-urban living; yaitu sebuah kawasan yang
bukan hanya merupakan space melainkan place dan bukan hanya house

Dokumen Usulan Teknis

F - 25

melainkan home. Bukan hanya sebagai objek/cultural artefac melainkan


sebuah oikos yang hidup.
Pemahaman penciptaan kawasan perencanaan sebagai sebuah peri-urban
living, diarahkan untuk membentuk sebuah ruang kota yang memiliki home,
dimana di dalamnya terdapat fungsi-fungsi yang mengakomodasikan segala
bentuk kegiatan masyarakat kota yang tercermin pada pola interaksi yang terjadi
pada ruang kota (kawasan perencanaan) tersebut. Fungsi-fungsi kegiatan yang
sangat beragam dan saling sinergis tersebut, ditata dalam suatu hubungan dan
pandangan yang konsisten dengan mempertimbangkan aspek-aspek culturalhistoris dan nilai-nilai struktur social yang sudah solid atau telah terbentuk.
Pemahaman tersebut merupakan penggalian atau eksplorasi makna identitas
yang akan memberi ciri khas bagi kawasan perencanaan dan kota Bandung.
Dengan demikian, kawasan perencanaan sebagai sebuah ruang kota dapat
menyampaikan makna-makna tertentu untuk membantu melayani tujuan
kemasyarakatannya, memberikan kerangka ruang-waktu, atau sistem ronanya
untuk tindakan manusia dan perilaku di dalamnya. Ruang kota yang demikian
adalah ruang bagi representasi kepentingan masyarakat kota sehari-hari,
merupakan panggung komunal manusia dan dunia milik publik yang
membentuk pasang surut kehidupan. Ruang kota seperti ini dianggap
sebagai urban living room-nya kota, tempat berinteraksi, berekreasi,
bertemu, dan berkumpulnya masyarakat kota atau sebuah RUANG KOTA
MILIK MASYARAKAT.
Hakekat urban living room sebagai ruang kota milik masyarakat ini
membawa arti bahwa rencana penataan bangunan dan lingkungan serta
pengendalian pembangunan pada kawasan perencanaan ini, diarahkan untuk
menjadikan kawasan perencanaan sebagai :

Sebuah ruang kota dimana segala proses dan fenomena urban berlangsung
dengan baik serta membentuk kehidupan kota (struktur home) yang mampu
memberikan kesempatan pada masyarakatnya untuk dapat tinggal dan
beradaptasi, berintegrasi serta berinteraksi sosial secara harmonis
dalam sebuah suasana kebebasan, dan kesamaan derajat.

Dokumen Usulan Teknis

F - 26

Sebuah tempat untuk menghidupkan dan membaurkan elemen-elemen


kehidupan dan budaya sekaligus sebagai tempat berlangsungnya proses
transformasi budaya masyarakat kota. Urban living room merupakan
wujud ruang kota yang dapat memberikan atmosfir yang memungkinkan
terjadinya proses transformasi tersebut yang berorientasi kepada manusia
dan kualitas hidupnya.

Sebuah ruang kota yang secara fisik merupakan ruang yang dibatasi
bangunan-bangunan bahkan di dalam/menembus bangunan dan tersusun
memusat dimana pada ruang-ruang tersebut segala kegiatan masyarakat

Dokumen Usulan Teknis

F - 27

kota berlangsung. Selanjutnya, sebuah urban living room mempunyai arti


tidak hanya sekedar ruang, tetapi lebih mencerminkan cara hidup atau
konsep hidup masyarakat kota tersebut. Jadi ruang-ruang kota tersebut
merupakan ruang tinggal, ruang interaksi, ruang bermain dan ruang
menerima tamu kota.

Selanjutnya, sebuah urban living room mempunyai arti tidak hanya


sekedar ruang kota, tetapi lebih mencerminkan cara hidup atau konsep
hidup masyarakat kota tersebut. Mengingat dasar dari interaksi manusia
dan lingkungan kota melalui perancangan ruang kota sebagai wadahnya,
maka ruang kota yang dimaksud di sini tidak hanya terbatas pada ruang
tertutup (bangunan dan gedung), tetapi juga dapat diartikan sebagai ruang
terbuka dan ruang yang terasa secara psikologis hasil dari suatu presepsi
penggunanya.

Dokumen Usulan Teknis

F - 28

Dengan demikian, penciptaan kawasan perencanaan sebagai urban living room


merupakan upaya untuk mencapai 3 NILAI KUALITAS RUANG KOTA yang
ideal bagi tujuan sebuah kawasan pusat kota yaitu :
a. Ruang Kota yang Tanggap (Responsive Place), yaitu ruang kota yang
dirancang untuk memenuhi kebutuhan pemakainya. Kebutuhan utama
masyarakat akan ruang kota adalah kebutuhan akan tinggal yang meliputi
kenyamanan, kesehatan dan keselamatan serta kebutuhan untuk
bersosialisasi dan berekreasi melalui kontak secara visual maupun fisikal
dengan lingkungan alam.

b. Ruang Kota yang Demokratik (Democratic Place), yaitu ruang kota yang
dimiliki oleh masyarakatnya dan dapat melindungi hak-hak penggunanya.
Dalam sebuah ruang kota yang demokratik, fungsi ruang kota yang telah
ditetapkan, masih memungkinkan untuk dapat berubah oleh karena kegiatan
masyarakatnya. Ruang kota tersebut dapat memberikan nuansa kekuatan
Dokumen Usulan Teknis

F - 29

dan kontrol terhadap hak-hak personal maupun publik dalam kesamaan


derajat.
c. Ruang Kota yang Bermakna (meaningful Place), yaitu suatu ruang kota
yang mempunyai ikatan yang erat dengan tempat (kondisi sekitarnya),
terutama kehidupan masyarakatnya dalam konteks yang lebih luas, dimana
mereka terkait dengan lingkungan fisik dan sosialnya. Pemaknaan tersebut
sangat tergantung dari keterikatan yang kuat antara masyarakat dengan
tempatnya yang dihasilkan dari suatu sense of place yang tercipta atau
diciptakan.
Dengan demikian, isu sentral dalam memecahkan masalah penataan
bangunan dan lingkungan pada kawasan Dago sekaligus entry point dalam
penyusunan RTBL kawasan Dago ini adalah menjadikan kawasan
perencanaan sebagai sebuah Urban living room-nya kota Bandung
3.3.3

GAGASAN AWAL TATA BANGUNAN DAN LINGKUNGAN KAWASAN DAGO


Gagasan awal, sekaligus pendekatan dalam penyusunan RTBL Kawasan Dago
yang diarahkan untuk menjadi sebuah urban living room, dapat diwujudkan
melalui dasar-dasar perencanaan, sebagai berikut :

Mengakomodasikan kegiatan/fungsi campuran (multi-use) merupakan dasar


suatu perencanaan kawasan kota yang vital dan optimal, sesuai dengan
prinsip-prinsip perancangannnya.

Upaya mengakomodasikan kegiatan masyarakat dalam suatu wadah yang


responsif, demokratis dan bermakna melalui upaya pengintegrasian antara
bangunan-bangunan dan ruang kota yang memiliki hubungan pembentukan
yang timbal balik dalam pengertian, ruang terbuka dibentuk oleh bangunan
dan sebaliknya bangunan dibentuk oleh ruang terbuka, bukan salah satu
merupakan bagian yang diutamakan.

Pembangunan yang baru harus mengenali konteks kota yang sudah


terbangun yang tercermin melalui struktur kotanya.

Dokumen Usulan Teknis

F - 30

Tujuan Utama dari urban desain (dengan RTBL yang dihasilkan) adalah
pembentukan urban living room yang hidup (alive). Ruang kota ini tidak
hanya meliputi ruang luar seperti park/plaza tetapi juga bangunan dan ruangruang di dalamnya yang diperuntukkan bagi publik.

Sistem transportasi harus rasional dan jalan harus dapat mengakomodasi


berbagai macam bentuk transit dan meningkatkan kegiatan pedestrian serta
pergerakannya. Kesinambungan (sense of continuity) merupakan pumpunan
dalam konsep sistem transportasi kawasan.

Ruang kota harus bervariasi dan dapat meningkatkan kegiatan-kegiatan


yang terkait di dalam kawasan perencanaan dan daerah sekitarnya.

Pemberian citra bagi suatu kawasan terkait erat dengan unsur-unsur


pembentuk urban living room, yang secara fisik meliputi : jenis pembatas
yang dapat mendefinisikan secara jelas ruang tersebut, dan jenis pengisi
yang dapat menghidupkan ruang tersebut.

Membuat desain yang memiliki karakter sehingga sesuai dengan struktur


mental dan nilai-nilai masyarakatnya, dengan cara memprogramkan
kebutuhan ruang, menganalisis kesesuaian antara ruang yang didesain
dengan kebutuhan dan kegiatan yang diharapkan terjadi, menganalisis
kemampuan setiap pengguna untuk memanfaatkan dan mengendalikan
elemen ruang serta masyarakat harus ikut berperan serta/diikutsertakan
dalam membentuk ruang-ruang kota.

Permasalahan yang terjadi merupakan terjadinya magnit kota yang berakibat


terjadinyan penumpukan jumlah penduduk, meningginya nilai intensitas
bangunan dan infrastruktur kota.
3.4 TINGKAT KEPADATAN PENDUDUK
Tabel berikut memuat beberapa pendapat, hasil studi, dan fakta tingkat kepadatan
penduduk di sebuah kota, yaitu berkisar antara 20 orang/ha sampai pada Kowloon di
Hong Kong yang kepadatan penduduknya mencapai 5.000 orang/ha.

Dokumen Usulan Teknis

F - 31

3.5 STANDAR UKURAN RUMAH DAN KAPLING


Tabel berikut memuat standar ukuran kapling dan ukuran rumah untuk beberapa tipe
rumah.

Dokumen Usulan Teknis

F - 32

3.6 INTENSITAS BANGUNAN /PENGERTIAN KDB (BCR) DAN KLB (FAR)


Gambar-gambar berikut menunjukkan hubungan antara Koefisien Dasar Bangunan
(KDB) atau Building Coverage (BCR) dengan Kefisien Lantai Bangunan (KLB) atau Floor
Area Ratio (FAR), yang juga berkaitan dengan jumlah lantai dan ketinggian bangunan.
Ketiga bangunan memiliki KLB atau FAR sama, yaitu 1,00, tetapi KDB atau BCR serta
jumlah lantai (ketinggian bangunannya berbeda.
Bangunan yang di atas (10 lantai) memiliki KDB/BCR 10 %
Bangunan yang di tengah (5 lantai) memiliki KDB/BCR 20 %
Bangunan kembar di bawah (2 lantai) memiliki KDB/BCR 50 %

Dokumen Usulan Teknis

F - 33

3.7 KEBUTUHAN FASILITAS SOSIAL


Tabel berikut menunjukkan kebutuhan fasilitas sosial (sekolah, tempat bermain, taman,
tempat berbelanja, dan fasilitas sosial lainnya (tempat peribadatan, klinik/fasilitas
kesehatan, gedung serba guna/balai pertemuan dan lain-lain) untuk unit lingkungan
hunian berpenduduk 1000, 2000, 3000, 4000, dan 5000 orang.

3.8 STANDAR JARAK


Gambar berikut menunjukkan jarak yang layak bagi pejalan kaki untuk mencapai
beberapa fasilitas sosial di dalam dan di luar lingkungan perumahan:

Dokumen Usulan Teknis

F - 34

3.9 STANDAR JALAN DI DALAM LINGKUNGAN PERUMAHAN


Tabel berikut memuat standar lebarjalan di dalam dua tipe lingkungan perumahan

3.10 JARAK BEBAS DAN KETINGGIAN BANGUNAN


Gambar berikut memuat ketentuan yang berlaku di DKI Jakarta tentang hubungan antara
ketinggian bangunan dengan jarak bebas antar bangunan.

Dokumen Usulan Teknis

F - 35

Jarak Bebas dan Ketinggian Bangunan


3.11 PERATURAN PEMBANGUNAN BANGUNAN-BANGUNAN
Peraturan pembangunan bangunan-bangunan di DKI Jakarta, yang sudah lama
mengembangkan dan terus memperbaiki peraturan tersebut. Walaupun tidak bisa
langsung diterapkan pada kawasan Dago, contoh ini diharapkan bermanfat untuk
mendapatkan gambaran pembuatan peraturan bangunan., salah satunya adalah
ketinggian bangunan pada sub bab sebelumnya.
3.12 KESELAMATAN OPERASI PENERBANGAN BANDARA HUSEIN SASTRANEGARA
Berikut adalah ketetapan dalam kota Bandung yang berkaitan dengan keselamatan
penerbangan dan lalu lintas udara
Pada Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 49 Tahun 2000 tentang Kawasan
Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP), membatasi pembangunan secara
vertikal, terutama di sekitar kawasan yang telah ditetapkan dalam aturan tersebut.
Adapun ketentuan yang termasuk dalam KKOP, adalah:

Dokumen Usulan Teknis

F - 36

Permukaan Pendekatan dan Lepas Landas, yaitu permukaan di bawah lintasan


pesawat udara setelah lepas landas atau akan mendarat, yaitu sejauh 15 km
dari ujung landasan dengan kemiringan 2%.
Kawasan Kemungkinan Bahaya Kecelakaan, yaitu bagian dari kawasan
Pendekatan dan Lepas Landas, yaitu sejauh 3 km dari ujung landasan.
Permukaan Transisi, yaitu bidang miring sejajar poros landasan sampai 315 meter
dari sisi landasan, dengan kemiringan 14,3 % sampai memotong Permukaan
Horizontal Dalam.
Permukaan Horizontal Dalam, yaitu bidang datar di atas dan di sekitar bandar
dengan radius 4 meter dari ujung landasan/permukaan utama dengan
ketinggian +51 meter di atas ketinggian ambang landasan yang ditetapkan,
yaitu ambang landasan 29 dengan ketinggian +731,783 meter dpl, sehingga
ketinggian Permukaan Horizontal Dalam ini adalah +782,783 dpl.
Permukaan Kerucut, yaitu bidang miring antara jarak 4 km sampai 6 km dari ujung
landasan/permukaan utama, dengan kemiringan 5%, yang menghubungkan tepi
luar Permukaan Horizontal Dalam dengan tepi Dalam Permukaan Horizontal
Luar.
Permukaan Horizontal Luar, yaitu bidang datar di sekitar bandara dengan radius
mulai dari 6 km dampai 15 km dari ujung landasan, dengan ketinggian +156
meter di atas ketinggian ambang landasan atau ketinggian +887,783 meter dpl.
Berdasarkan kepentingan KKOP di sekitar Bandar Udara Husein Sastranegara
Bandung tersebut, maka pengaturan ketinggian bangunan di Kota Bandung,
terutama di wilayah Gedebage harus dihitung secara cermat sesuai dengan lokasi
dan ketinggian di atas permukaan laut. Ilustrasi 3 dimensi dapat dilihat pada
Gambar dan Peta KKOP di bawah ini :

Dokumen Usulan Teknis

F - 37

Gambar Tiga Dimensi Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan


di Sekitar Bandar Udara Husein Sastranegara Bandung

Dokumen Usulan Teknis

F - 38

Dokumen Usulan Teknis

F - 39

PERATURAN PEMBANGUNAN PADA ZONA BANGUNAN PEMERINTAHAN

PERATURAN PEMBANGUNAN PADA ZONA BANGUNAN PERKANTORAN UMUM

Dokumen Usulan Teknis

F - 40

PERATURAN PEMBANGUNAN PADA ZONA KOMERSIAL (PERTOKOAN)

PERATURAN PEMBANGUNAN PADA ZONA INDUSTRI

Dokumen Usulan Teknis

F - 41

PERATURAN PEMBANGUNAN PADA ZONA PERUMAHAN


RENGGANG DERET

PERATURAN PEMBANGUNAN PADA ZONA PERUMAHAN RENGGANG

Dokumen Usulan Teknis

F - 42

PERATURAN PEMBANGUNAN PADA ZONA PERUMAHAN TAMAN

3.13 KLASIFIKASI JALAN


Draft Peraturan Pelaksanaan dan Pengendalian Pembangunan Kota di DKI Jakarta juga
memberi pedoman tentang perencanan prasarana kota, termasuk jalan. Berikut ini
ditampilkan beberapa tabel panduan untuk perencanaan jalan di DKI Jakarta, yang
mungkin dapat dipakai logikanya untuk perencanaan jalan diKota Bandung.

Dokumen Usulan Teknis

F - 43

3.14 PEDESTRIAN
Penataan pejalan kaki diatur sebagai berikut :

Trotoar, ditempatkan pada sisi luar bahu jalan di dalam daerah ruang jalan dan
ditempatkan pada sisi dalam saluran drainase terbuka serta pada tempat
pemberhentian bus ditempatkan secara berdampingan/sejajar dengan jalur bus.

Penyeberangan sebidang yaitu zebra cross, ditempatkan di kaki persimpangan pada ruas
jalan. Penyeberangan pelikan adalah penyebrangan jalan sebidang yang dilengkapi
dengan marka dan lampu pengatur lalu lintas, dipasang pada ruas jalan, minimum 300
meter dari persimpangan pada jalan yang kecepatan operasionalnya > 40 km/jam.

Dokumen Usulan Teknis

F - 44

Lebar jalur pejalan kaki minimum 1,50 meter untuk dua orang berpapasan tanpa
bersinggungan, apabila terdapat perlengkapan lain maka ditambah sesuai dengan tabel
di bawah ini
No.
1
2
3
4
5
6
7
8

Jenis Fasilitas
Kursi roda
Tiang lampu penerangan
Tiang lampu lalu lintas
Rambu lalu lintas
Kotak surat
Keranjang sampah
Tanaman peneduh
Pot bunga

Lebar Tambahan (cm)


100 120
75 100
100 120
75 100
100 -120
100
60 120
150

Tinggi ruang jalur pejalan kaki minimum 2,20 meter dan kedalaman bebas tidak kurang
dari 1 meter, yang diukur dari permukaan trotoar, kebebasan samping tidak kurang dari
30 cm.
Pada trotoar yang mempunyai perbedaan tinggi harus disediakan ramp untuk
penyandang cacat , bentuk ramp seperti gambar di bawah ini.

3.15 MARKA JALAN


Penataan jalan perlu dilengkapi dengan marka untuk kejelasan peruntukannya yang
dapat berupa :
Dokumen Usulan Teknis

F - 45

Marka 4 jalur dua arah dengan pembatas

Simpangan

3.16 LAMPU DAN RAMBU LALU LINTAS


Penataan/pengaturan letak lampu penerangan jalan diatur sebagai berikut :

Dokumen Usulan Teknis

F - 46

TEMPAT
Jalan satu arah

PENEMPATAN LAMPU PENERANGAN JALAN


PENATAAN/ PENGATURAN LETAK
Di kiri atau kanan jalan

Di kiri dan kanan jalan berselang seling

Di kiri dan kanan jalan berhadapan

Di bagian tengah/ median jalan


Dapat dilakukan dengan menara beberapa lampu, ditempatkan

Persimpangan

di pulau-pulau, median jalan, diluar daerah simpangan (dalam


damija)

Di bagian tengah/ median jalan

Jalan dua arah

Kombinasi antara kiri dan kanan berhadapan dengan di


bagian tengah median jalan.

Katenasi
KETENTUAN YANG DISARANKAN
Di kiri atau kanan jalan
L < 1,2 H
Di kiri dan kanan jalan 1,2 H < L < 1,0 H
berselang-seling
Di kiri dan kanan

jalan 1,6 H < L < 2,4 H

berhadapan
Di median jalan
3L < 0,8 H
Keterangan : H = tinggi tiang lampu (meter), L = lebar badan jalan (meter)
Untuk median lebar > 10 meter atau jumlah jalur jalan > 4 setiap
arahnya maka penempatan lampu dapat kombinasi dari cara tersebut di
atas
3.17 JALUR HIJAU
Penataan jalur hijau jalan merupakan bagian dari penataan ruang terbuka hijau.
Penataan ruang terbuka hijau dibatasi dalam ruang tanam daerah ruang jalan, berupa ;
trotoar, bahu jalan, median, dan pulau-pulau jalan.
Tujuan penghijauan

Memberi keamanan dan kenyamanan bagi pengguna jalan

Meningkatkan kualitas lingkungan fisik

Meningkatkan kualitas lingkungan visual

Dokumen Usulan Teknis

F - 47

Memberi nilai tambah secara ekonomi (produk samping) dan meningkatkan


perekonomian serta kehidupan semakin nyaman

Menyediakan habitat bagi satwa.

Jenis pohon

Nama suku/jenis

Nama
lokal

Perawakan

Diameter
Batang
(cm)/
Tinggi
(m)

Roystonia elata

Palm raja

Pohon besar

30/10-20

Soliter

1,2

Cassia multijuga
Rich.

Johar

Pohon sedang

20/4-20

200-700

Bunga kuning

Pterocarpus
indicus Wild.

Angsana

Pohon besar

100/10-40

1-1000

Gugur daun

Legerstroemia flosreginae Retz

Bungur

Pohon sedang

50/10-45

1-800

Bunga ungu

Hibiscus tiliaceus
L.

Waru laut

Pohon

20/5-15

1-500

Bunga kuning

Swieteria
mahagoni Jacq.

Mahoni

Pohon besar

50/10-30

Penyerap timbal,
gugur daun

Mimusops elengi L.

Tanjung

Pohon sedang

20/4-22

1-400

Tajuk rindang,
aromatik (bunga
harum)

1,2,3

Schima wallichii
(DC.)Korth

puspa

Pohon besar

130/50

13001600

Bunga putih

No
.

Tinggi
tempat
(m) dpl

Potensi

peruntukan

Keterangan : 1 (jalur tepi jalan), 2 (median jalan), 3(pulau jalan).

3.18 UTILITAS KOTA


System jaringan utilitas utama yang menuju ke lokasi peruntukan akan melalui koridor
jalan dan diusulkan berada di tanam di bawah pedestrian dengan maksud supaya tidak
terlihat berseliweran agar dapat meningkatkan keindahan secara visual.

Dokumen Usulan Teknis

F - 48

Jaringan utilitas yang ditanam tersebut adalah jaringan air bersih, listrik, hydrantt dan
telepon, adapun kondisi yang ada jaringan listrik dan telepon menggunakan hantaran
udara, maka secara bertahap pada pengembangannya dapat diusulkan jaringan berada
di dalam tanah. Jaringan utama drainage kota akan menyusur pada pinggir jalan
berbatasan dengan pagar kepemilikan dan bila tejadi penyebarangan akan menggunakan
system gorong-gorong.

Dokumen Usulan Teknis

F - 49

Anda mungkin juga menyukai