F-1
pengendalian
rencana,
dan
pedoman
pengendalian
pelaksanaan
pengembangan lingkungan/kawasan.
Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) adalah rencana teknik dan program
tata bangunan dan lingkungan serta pedoman pengendalian pembangunannya sebagai
Dokumen Usulan Teknis
F-2
salah satu dari pengendalian pemanfaatan ruang yang diberlakukan secara khusus pada
bangunan atau kelompok bangunan pada suatu kawasan kota. Wujud suatu kota pada
dasarnya merupakan perwujudan dari karakteristik penduduk yang mendiaminya. Selain
itu, kualitas perkembangan dan pertumbuhan fisik suatu kota juga ditentukan oleh
ketersediaan perangkat peraturan yang mendasari pelaksanaan pembangunan kota yang
bersangkutan.
Pada umumnya, kota-kota di Indonesia terjadi dan tumbuh secara alamiah, dimana pada
embrionya bermula dalam bentuk gugus bangunan tanpa suatu pola yang serasi, selaras
dan seimbang antara satu dengan lainnya. Seringkali terjadi pembangunan lahan yang
berlebihan melampaui daya dukung lingkungan yang tersedia yang pada fase tertentu
akan menimbulkan masalah-masalah perkotaan yang cukup rumit antara lain seperti
munculnya kawasan kumuh pada bagian-bagian wilayah tertentu dalam suatu kota.
Undang-Undang Penataan Ruang No. 26 Tahun 2007 menyatakan bahwa pemanfaatan
ruang kota harus dikendalikan melalui penataan ruang yaitu system perencanaan tata
ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang merupakan satu
kesatuan yang tidak terpisahkan antara satu dan yang lain dan harus dilakukan sesuai
dengan kaidah penataan ruang sehingga diharapkan :
Dapat mewujudkan pemanfaatan ruang yang berhasil guna dan berdaya guna serta
mampu mendukung pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan
Tidak terjadi pemborosan pemanfaatan ruang dan
Tidak menyebabkan terjadinya penurunan kualitas ruang.
yang selanjutnya diikuti dan diteruskan dengan pengendalian wujud struktural
pemanfaatan ruang kota, khususnya berupa ketentuan-ketentuan bagi pembangunan
bangunan beserta lingkungannya seperti ketinggian bangunan, jarak antar bangunan,
garis langit dan sebagainya. Ketentuan-ketentuan ini digunakan sebagai perangkat dalam
pemberian Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) dan sarana pendukungnya pada tahap
pemanfaatan ruang. Sejalan dengan pengertian serta makna yang terkandung dalam UU
tata ruang tersebut, keberadaan RTBL berkepentingan untuk mewujudkan ruang kota
yang layak huni, berjati diri dan produktif untuk memberikan muatan teknis yang
bermanfaat sebagai pedoman penyusunan rencana teknis bangunan dan pedoman
pengendalian pembangunan fisik.
F-3
F-4
pengembangan
pembangunan
berbasis
peran
masyarakat,
yang
Perkembangan sosial kependudukan : gambaran kegiatan sosialkependudukan, antara lain ; tingkat pertumbuhan penduduk berdasarkan
RUTR kota, jumlah keluarga, kegiatan sosial penduduk, tradisi budaya lokal.
Daya dukung fisik dan lingkungan, meliputi ; tataguna lahan, kondisi bentang
alam kawasan, lokasi geografis, sumber daya air, status tanah, ijin lokasi,
kerawanan bencana.
F-5
F-6
c) Tata Bangunan
Komponen-komponen penataan ;
Pengaturan Bangunan
Sistem Parkir
Bentang Alam
F-7
Wajah Jalan
Pada sebagian besar materi dari rencana umum (design plan) perlu diatur
lebih rinci lagi dalam bentuk rencana detail (design guidelines).
Rencana detail bersifat panduan rencana teknik tata bangunan yang lebih
memperjelas pencapaian kualitas minimal visual dan lingkugan yang
responsif.
Secara lebih terinci, materi dasar dari rencana detail adalah menjelaskan
arahan bentuk, dimensi, gubahan, perletakan dan lain-lain dari suatu
F-8
Aturan-aturan Dasar
F-9
Strategi Pengendalian,
F - 10
F - 11
F - 12
Sesuai dengan pembahasan pada bab sebelumnya, Konsultan telah melakukan survey
awal untuk menentukan Usulan awal wilayah perencanaan. Wilayah perencanaan yang
definitif tetap akan ditentukan kemudian setelah dilakukan survey yang lebih mendetail
dan mendapatkan masukan dari instansi terkait. Penentuan wilayah perencanaan
sekarang ini adalah untuk membahas kondisi eksisting, potensi, dan permasalahannya,
juga untuk dapat merumuskan metoda pengumpulan data dan metoda analisis yang lebih
tepat nantinya.
Batas fisik wilayah perencanaan yang
diusulkan adalah sebagai berikut : jalan
Dago, Simpang Silwangi, Dipati Ukur, dan
Jalan Dago (Ir. H. Djuanda) sampai
Simpang jalan Riau-Merdeka
F - 13
b. Wilayah ini diproyeksikan akan terus berkembang, sehingga diperlukan adanya RTBL
untuk mengatur tata bangunan/lingkungan menghadapi desakan pembangunan di
sini.
c. Wilayah lain dalam wilayah Cibeuenying diperkirakan belum memerlukan
pengendalian dengan perangkat RTBL dalam kurun waktu 5 tahun mendatang.
Adanya pemilihan wilayah tertentu yang diatur menggunakan RTBL menjadikan wilayah
tersebut berperan seperti suatu pilot project untuk dicontoh oleh wilayah-wilayah lainnya
di sini yang mempunyai ciri sama dengan perkembangan Dago
Usulan awal wilayah perencanaan ini didominasi oleh kondisi fisik binaan/buatan berupa
kegiatan perniagaan, rumah tinggal, rumah tinggal dan perniagaan, perkantoran,
pendidikan, dan jasa
3.2 PERMASALAHAN USULAN AWAL WILAYAH PERENCANAAN
Setelah melakukan survey awal, salah satu yang penting sebelum melakukan analisis
adalah merumuskan permasalahan. Sebagai bagian dari kawasan pusat kota yang
merupakan bagian dari wilayah Kota Bandung,
F - 14
dicermati adalah masalah kinerja pasar Simpang, koridor Dago sebagai tempat
perniagaan, rumah sakit ST. Boromeus, simpang Ganesha, pusat pertokoan BIP
jalan Merdeka sebagai kawasan berbatasan dengan kawasan Dago yang saat ini
telah memberikan kontribusi yang tinggi terhadap permasalahan di kawasan
perencanaan.
Gambar Foto Satelit menunjukkan bahwa Pengembangan kawasan Dago bersifat inkremental
(terus meningkat)
B.
F - 15
perencanaan berada dalam di tepi jalan arteri sekunder yang sebaiknya tidak
banyak akses langsung dari persil, (2) kawasan perencanaan dilayani
angkutan angkot dengan frekuensi yang relatif tinggi, (3) terdapat akses dari
jalan laying Paspati yang menghubungkan kota Bandung dengan jalan Tol
Cipularang-Padaleunyi. Hal ini memerlukan pendekatan inovatif yang didukung
oleh koordinasi semua pihak yang terkait dalam hal penataan bangunan dan
lingkungan di kawasan ini untuk selanjutnya.
C.
D.
F - 16
seperti ini, pada dasarnya memiliki banyak keterbatasan bagi pola pergerakan yang
terjadi. Pergerakan lokal cenderung mengganggu pergerakan kawasan lainnya,
ditambah masalah parkir yang didominasi oleh parkir di badan jalan (seperti di jalan
Dipati Ukur dan Tamansari) serta minimnya fasilitas pergantian moda (halteu untuk
Taman Sari dan Dipati Ukur) khususnya bagi angkutan umum mengakibatkan turunnaik penumpang dilakukan disembarang tempat dan menjadi faktor utama
terjadinya kemacetan dan mendidik masyarakat menjadi tidak disiplin.
F - 17
3.2.1
Peran dan fungsi kawasan sebagai kawasan Dago dan terkait dengan
pengembangan Kota, menjadikan kawasan ini sebagai kawasan yang
cukup penting, mendukung dan terbuka bagi berbagai macam
kemungkinan pengembangan kawasan melalui perletakan fungsi-fungsi
yang sesuai.
B.
F - 18
berbagai penjuru kota. Kawasan ini merupakan jalur akses dan transportasi
baik lokal maupun regional Bandung-dan kota lain.
Foto akses
F - 19
lahan kawasan pusat kota Bandung agar berdaya guna dan berhasil guna
secara lebih optimal
3.3 RUMUSAN PERMASALAHAN, ISU SENTRAL DAN GAGASAN AWAL TATA BANGUNAN
DAN LINGKUNGAN KAWASAN DAGO
3.3.1
F - 20
F - 21
F - 22
F - 23
5. Menciptakan integrasi sosial dari berbagai bentuk kegiatan dan fasilitas yang
mencakup seluruh lapisan masyarakat Dago dan sekitarnya, dengan cara:
F - 24
pula
diadakannya
penyesuaian
(modifikasi)
dan
F - 25
Sebuah ruang kota dimana segala proses dan fenomena urban berlangsung
dengan baik serta membentuk kehidupan kota (struktur home) yang mampu
memberikan kesempatan pada masyarakatnya untuk dapat tinggal dan
beradaptasi, berintegrasi serta berinteraksi sosial secara harmonis
dalam sebuah suasana kebebasan, dan kesamaan derajat.
F - 26
Sebuah ruang kota yang secara fisik merupakan ruang yang dibatasi
bangunan-bangunan bahkan di dalam/menembus bangunan dan tersusun
memusat dimana pada ruang-ruang tersebut segala kegiatan masyarakat
F - 27
F - 28
b. Ruang Kota yang Demokratik (Democratic Place), yaitu ruang kota yang
dimiliki oleh masyarakatnya dan dapat melindungi hak-hak penggunanya.
Dalam sebuah ruang kota yang demokratik, fungsi ruang kota yang telah
ditetapkan, masih memungkinkan untuk dapat berubah oleh karena kegiatan
masyarakatnya. Ruang kota tersebut dapat memberikan nuansa kekuatan
Dokumen Usulan Teknis
F - 29
F - 30
Tujuan Utama dari urban desain (dengan RTBL yang dihasilkan) adalah
pembentukan urban living room yang hidup (alive). Ruang kota ini tidak
hanya meliputi ruang luar seperti park/plaza tetapi juga bangunan dan ruangruang di dalamnya yang diperuntukkan bagi publik.
F - 31
F - 32
F - 33
F - 34
F - 35
F - 36
F - 37
F - 38
F - 39
F - 40
F - 41
F - 42
F - 43
3.14 PEDESTRIAN
Penataan pejalan kaki diatur sebagai berikut :
Trotoar, ditempatkan pada sisi luar bahu jalan di dalam daerah ruang jalan dan
ditempatkan pada sisi dalam saluran drainase terbuka serta pada tempat
pemberhentian bus ditempatkan secara berdampingan/sejajar dengan jalur bus.
Penyeberangan sebidang yaitu zebra cross, ditempatkan di kaki persimpangan pada ruas
jalan. Penyeberangan pelikan adalah penyebrangan jalan sebidang yang dilengkapi
dengan marka dan lampu pengatur lalu lintas, dipasang pada ruas jalan, minimum 300
meter dari persimpangan pada jalan yang kecepatan operasionalnya > 40 km/jam.
F - 44
Lebar jalur pejalan kaki minimum 1,50 meter untuk dua orang berpapasan tanpa
bersinggungan, apabila terdapat perlengkapan lain maka ditambah sesuai dengan tabel
di bawah ini
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
Jenis Fasilitas
Kursi roda
Tiang lampu penerangan
Tiang lampu lalu lintas
Rambu lalu lintas
Kotak surat
Keranjang sampah
Tanaman peneduh
Pot bunga
Tinggi ruang jalur pejalan kaki minimum 2,20 meter dan kedalaman bebas tidak kurang
dari 1 meter, yang diukur dari permukaan trotoar, kebebasan samping tidak kurang dari
30 cm.
Pada trotoar yang mempunyai perbedaan tinggi harus disediakan ramp untuk
penyandang cacat , bentuk ramp seperti gambar di bawah ini.
F - 45
Simpangan
F - 46
TEMPAT
Jalan satu arah
Persimpangan
Katenasi
KETENTUAN YANG DISARANKAN
Di kiri atau kanan jalan
L < 1,2 H
Di kiri dan kanan jalan 1,2 H < L < 1,0 H
berselang-seling
Di kiri dan kanan
berhadapan
Di median jalan
3L < 0,8 H
Keterangan : H = tinggi tiang lampu (meter), L = lebar badan jalan (meter)
Untuk median lebar > 10 meter atau jumlah jalur jalan > 4 setiap
arahnya maka penempatan lampu dapat kombinasi dari cara tersebut di
atas
3.17 JALUR HIJAU
Penataan jalur hijau jalan merupakan bagian dari penataan ruang terbuka hijau.
Penataan ruang terbuka hijau dibatasi dalam ruang tanam daerah ruang jalan, berupa ;
trotoar, bahu jalan, median, dan pulau-pulau jalan.
Tujuan penghijauan
F - 47
Jenis pohon
Nama suku/jenis
Nama
lokal
Perawakan
Diameter
Batang
(cm)/
Tinggi
(m)
Roystonia elata
Palm raja
Pohon besar
30/10-20
Soliter
1,2
Cassia multijuga
Rich.
Johar
Pohon sedang
20/4-20
200-700
Bunga kuning
Pterocarpus
indicus Wild.
Angsana
Pohon besar
100/10-40
1-1000
Gugur daun
Bungur
Pohon sedang
50/10-45
1-800
Bunga ungu
Hibiscus tiliaceus
L.
Waru laut
Pohon
20/5-15
1-500
Bunga kuning
Swieteria
mahagoni Jacq.
Mahoni
Pohon besar
50/10-30
Penyerap timbal,
gugur daun
Mimusops elengi L.
Tanjung
Pohon sedang
20/4-22
1-400
Tajuk rindang,
aromatik (bunga
harum)
1,2,3
Schima wallichii
(DC.)Korth
puspa
Pohon besar
130/50
13001600
Bunga putih
No
.
Tinggi
tempat
(m) dpl
Potensi
peruntukan
F - 48
Jaringan utilitas yang ditanam tersebut adalah jaringan air bersih, listrik, hydrantt dan
telepon, adapun kondisi yang ada jaringan listrik dan telepon menggunakan hantaran
udara, maka secara bertahap pada pengembangannya dapat diusulkan jaringan berada
di dalam tanah. Jaringan utama drainage kota akan menyusur pada pinggir jalan
berbatasan dengan pagar kepemilikan dan bila tejadi penyebarangan akan menggunakan
system gorong-gorong.
F - 49