Anda di halaman 1dari 133

E.1.

UMUM 1. Latar Belakang Kegiatan Penataan Bangunan dan Lingkungan adalah kegiatan yang bertujuan mengendalikan pemanfaatan ruang dan menciptakan

lingkungan yang tertata, berkelanjutan, berkualitas serta menambah vitalitas ekonomi dan kehidupan masyarakat. Oleh karenanya penyusunan dokumen RTBL, selain sebagai pemenuhan aspek legal-formal, yaitu sebagai produk pengaturan pemanfaatan ruang serta penataan bangunan dan lingkungan pada kawasan terpilih, juga sebagai dokumen panduan/pengendali pembangunan dalam penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan kawasan terpilih supaya memenuhi kriteria perencanaan tata bangunan dan lingkungan yang berkelanjutan meliputi : pemenuhan persyaratan tata bangunan dan lingkungan, peningkatan kualitas hidup masyarakat melalui perbaikan kualitas lingkungan dan ruang publik, perwujudan pelindungan lingkungan, serta peningkatan vitalitas ekonomi lingkungan. Selain hal tersebut RTBL mempunyai manfaat untuk mengarahkan jalannya pembangunan sejak dini, mewujudkan pemanfaatan ruang secara efektif, tepat guna, spesifik setempat dan konkret sesuai dengan rencana tata ruang wilayah, melengkapi peraturan daerah tentang bangunan gedung, mewujudkan kesatuan karakter dan meningkatkan kualitas bangunan gedung dan lingkungan/kawasan, mengendalikan pertumbuhan fisik suatu lingkungan/kawasan, menjamin implementasi pembangunan agar sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan masyarakat dalam

1|Page

pengembangan lingkungan/kawasan yang berkelanjutan, menjamin terpeliharanya hasil pembangunan pasca pelaksanaan, karena adanya rasa memiliki dari masyarakat terhadap semua hasil pembangunan. Konsep kota hijau (kota berkelanjutan) merupakan kota yang dibangun dengan tidak mengorbankan aset kota, melainkan terus menerus memupuk semua kelompok aset meliputi manusia, lingkungan terbangun, sumber daya alam, lingkungan dan kualitas prasarana perkotaan. Kota hijau juga dapat dipahami sebagai kota yang ramah lingkungan berdasarkan perencanaan dan perancangan kota yang berpihak pada prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan, antara lain dengan

memanfaatkan secara efektif dan efisien sumber daya air dan energi, mengurangi limbah, menerapkan sistem transportasi terpadu, menjamin kesehatan lingkungan, dan mensinergikan lingkungan alami dan buatan. RTBL adalah sebuah produk pengaturan yang disusun diharapkan dapat mensinergikan seluruh perencanaan yang ada di suatu kawasan sehingga dapat mendukung dan memberikan kontribusi terhadap terwujudnya kota hijau yang berkelanjutan. RTBL adalah juga merupakan upaya konservasi kawasan berskala lingkungan dalam dokumen yang disusun sesuai Pedoman RTBL (Permen PU No. 06/PRT/M/2007). Upaya tersebut diharapkan tercapai dengan fokus pada penciptaan ide-ide kreatif sebagai target hijau kawasan yang : 1. Menciptakan suasana kondusif dalam rangka pembangunan bangunan gedung hijau; 2. Fokus pada desain lingkungan yang dapat menghemat penggunaan sumber daya tak terbarukan/fossil fuel; dan 3. Pendetilan tata cara pelaksanaan di tingkat basis masyarakat untuk mencapai target sasaran hijau di wilayahnya.

2|Page

2.

Maksud dan Tujuan a. Maksud Kerangka Acuan Kerja ini merupakan acuan bagi para

Pihak/Pelaksana dalam melaksanakan kegiatan Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan Kawasan Sukawati Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar. b. Tujuan Terarahnya penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan di Kawasan Sukawati Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar, sesuai dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) guna mewujudkan tata bangunan dan dan lingkungan layak huni, berjati diri, produktif dan berkelanjutan, sebagaimana diamanatkan oleh UU No. 28/2002 tentang Bangunan Gedung. 3. Sasaran Sasaran dari kegiatan ini adalah : a. Tersusunnya Dokumen Penyusunan Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan Kawasan Sukawati Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar, sesuai dengan Pedoman Penyusunan RTBL yang terdapat pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 06/PRT/M/2007, yang dapat digunakan sebagai panduan dalam penyelenggaraan bangunan gedung dan lingkungan di kawasan tersebut; b. Tersusunnya Naskah Peraturan Bupati/Walikota tentang penetapan Dokumen Penyusunan Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan Kawasan Sukawati Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar, sebagai produk pengaturan yang legal di kawasan tersebut. 4. Lokasi Kegiatan Gambaran umum kawasan dan batas deliniasi kawasan perencanaan studi penyusunan RTBL pada Kawasan Sukawati, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar, disampaikan dalam Lampiran 1 Kerangka Acuan Kerja (terlampir).

3|Page

5.

Referensi Hukum Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan didasarkan pada : a. Undang-Undang Republik Indonesia No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman; b. Undang-Undang Republik Indonesia No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya; c. Undang-Undang Republik Indonesia No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana; d. e. f. Undang-undang RI No. 26 Tahun 2007, tentang Penataan Ruang; Undang-undang RI No. 28 Tahun 2002, tentang Bangunan Gedung; Undang-Undang Republik Indonesia No. 32 Tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup; g. Peraturan Presiden R.I. No. 70 tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah; h. Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah; i. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang; i. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional; j. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang Nomor 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung; k. Peraturan Menteri PU Nomor 29/PRT/2006 tentang Pedoman Persyaratan Teknis Bangunan Gedung; l. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan; m. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 18/PRT/M/.2010 tentang Pedoman Revitalisasi Kawasan; n. Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 03/SE/M/2009 tentang Modul Sosialisasi Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan;

4|Page

o.

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan;

p.

Peraturan Menteri PU Nomor 30/PRT/M/2006 tentang Persyaratan Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas pada Bangunan Umum dan Lingkungan;

q.

SNI 03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan;

r.

Surat Edaran Direktur Jenderal Cipta Karya Nomor 01/SE/DC/2009 perihal Modul Sosialisasi Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan;

s.

Peraturan Daerah/Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) pada Kabupaten/Walikota tempat lokasi studi; dan

t.

Peraturan Daerah/Rancangan Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung pada Kabupaten/Walikota tempat lokasi studi.

6.

Keluaran Tersusunnya Penyusunan Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan Kawasan Sukawati Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar sesuai dengan Pedoman Penyusunan RTBL yang terdapat pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 06/PRT/M/2007, yang dapat digunakan sebagai panduan dalam penyelenggaraan bangunan gedung dan lingkungan di kawasan tersebut.

E.2.

APRESIASI DAN INOVASI 1. Pengertian Dasar RTBL Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan adalah rencana teknik dan program dari tata bangunan dan lingkungan serta pedoman

pengendaliannya yang merupakan alat pengendali pemanfaatan ruang yang diberlakukan pada suatu lingkungan atau kawasan tertentu (urban design and development guidelines). Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) merupakan bagian dari sistem manajemen pembangunan karena merupakan paduan wujud bangunan dan lingkungan dalam bentuk tiga dimensi serta pengendali pengembangan suatu kota atau suatu kawasan. Idealnya suatu RTBL dipersiapkan untuk kawasan dalam kota sesuai dengan identifikasi yang 5|Page

telah ditetapkan pada setiap kawasan oleh pemerintah daerah dan harus sesuai pula dengan beban kawasan yang dipersiapkan dalam

pengembangannya sebagai kawasan prioritas pembangunan. Prioritas pengembangan suatu kota atau kawasan diutamakan pada pusat kegiatan kota atau kawasan tersebut, terutama kawasan yang mengalami pertumbuhan sangat pesat sehingga untuk memperoleh perkembangan yang optimal dan terarah diperlukan pengendalian yang lebih cermat. Untuk kawasan pusat kota atau pusat kawasan terutama pada kawasan perdagangan, pertokoan, kawasan lain yang dipandang perlu dilindungi dengan adanya bangunan yang bersejarah, ataupun kawasan yang memiliki ciri khusus (bangunan lama yang bernilai sejarah/berarsitektur unik, tempat peribadatan dan lain-lain) yang perlu diperhatikan secara khusus. Diharapkan RTBL akan memberikan pegangan nilai estetika ruang pada bentuk rencana bangunan yang diperkenankan dikembangkan pada kawasan tersebut. Dengan pegangan tersebut perencana bangunan atau pengembang (developer) telah dapat membaca gambaran kebijaksanaan pemerintah daerah tersebut. Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) diperlukan sebagai perangkat pengendali pertumbuhan serta memberi panduan terhadap wujud bangunan dan lingkungan pada suatu kawasan. RTBL disusun setelah suatu produk perencanaan tata ruang kota disahkan oleh Pemerintah Daerah setempat sebagai peraturan. Dengan mengacu pada rencana Tata Ruang Kota yang berlaku, selanjutnya disusun Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) yang memberikan arahan pengendalian pemanfaatan ruang dan arah pengembangan pembangunan pada kawasan

menindaklanjuti Rencana Rinci Tata Ruang, serta sebagai panduan rancangan kawasan dalam rangka perwujudan kualitas bangunan gedung dan lingkungannya. Dengan demikian RTBL akan memberikan arahan terhadap wujud pemanfaatan lahan, ragam arsitektural dari bangunanbangunan sebagai hasil rencana teknis/rancang bangunan (building

6|Page

design), terutama pada kawasan/daerah tertentu yang memiliki karakter khas seperti dimaksud diatas. Dengan arahan tersebut, perencana kawasan dan bangunan (urban designer dan arsitek) akan mempunyai kejelasan menyangkut

kebijaksanaan pembangunan fisik dari Pemerintah Daerah setempat, termasuk di dalamnya yang menyangkut kepentingan umum, citra dan jati diri lokasi yang perlu dikemukakan. Pada gilirannya seluruh tatanan bangunan dan lingkungan yang dirancang akan memberikan kontribusi positif terhadap kawasan. Di dalam proses penyusunannya, suatu RTBL harus memperhatikan dan memenuhi : kepentingan umum atau aspirasi masyarakat, pemanfaatan sumber daya setempat, dan kemampuan daya dukung lahan yang optimal. Karena itu, RTBL harus memuat : Pedoman Rencana Teknik (Desain Tiga Dimensi), Program Tata Bangunan dan Lingkungannya dan Pedoman-pedoman untuk mengendalikan perwujudan bangunannya (urban/environmental-building design and development guidelines). Substansi dari produk RTBL sebagaimana dijelaskan dalam Pedoman Penyusunan Produk Penataan Bangunan (Departemen Pekerjaan Umum, Tahun 1995/1996) mencakup hal-hal sebagai berikut : Penetapan lokasi dan deliniasi RTBL (disetujui Dinas Teknis, Pemerintah Kota); Program Bangunan dan Lingkungan; Program Investasi; Rencana Umum (Design Plan); Rencana Detail (Design Guidelines); Administrasi Pengendalian Program dan Rencana; Arahan Pengendalian Pelaksanaan; Draft Pengaturan Kepala daerah berupa Draft Perda/SK Bupati/Wali Kota memberikan status hukum serta mengoperasionalkan muatan pengaturan RTBL yang telah disusun. Mengingat pengembangan kawasan yang ditangani melalui pendekatan perencanaan tata bangunan dan lingkungan akan menyerap dana yang

7|Page

cukup besar, suatu RTBL harus sudah mencakup program investasi serta program penanganan administrasinya. Dengan demikian hasil produk dari RTBL tersebut akan ditindaklanjuti dengan perencanaan dan pelaksanaan fisik di kawasan perencanaan RTBL disertai dengan managemen pengelolaannya. Bentuk

penindaklanjutan dari hasil produk RTBL dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Gambar - Produk dan Tindak Lanjut Penyusunan RTBL Terbangun Pengembangan Baru Dilindungi/dilestarikan

8|Page

SASARAN RTBL

- Kawasan - Bagian Kawasan

Sumber : Buku Panduan PBL 2006, Dep. PU Dirjend Cipta Karya

2.

Kedudukan RTBL dan Kawasan Perencanaan Kedudukan Dokumen RTBL

9|Page

Dalam pelaksanaan, sesuai kompleksitas permasalahan kawasannya, RTBL juga dapat berupa : 1) Rencana plan/CAP); 2) Rencana penataan lingkungan (Neighbourhood-Development Plan/NDP); 3) Panduan rancang kota ( Urban-Design Guidelines/UDGL). rencana, rancangan, RTBL aturan harus dan mekanisme pada dalam pranata aksi/kegiatan komunitas ( community-action

Seluruh

penyusunan

Dokumen

merujuk

pembangunan yang lebih tinggi, baik pada lingkup kawasan, kota, maupun wilayah. Kedudukan RTBL dalam pengendalian bangunan gedung dan lingkungan sebagaimana digambarkan dalam gambar berikut ini. Gambar - Kedudukan RTBL Dalam Pengendalian Bangunan Gedung dan Lingkungan
RTRW Nasional RTR Pulau RTR Kawasan Strategis Nasional RTRW Provinsi RTR Kawasan Strategis Provinsi Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan Perbaikan Kawasan Pengembangan Kembali Kawasan Pengembangan Baru Kawasan Pelestarian/Perlindungan Kawasan Proses IMB dan Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Lingkungan Peraturan Daerah Bangunan Gedung

RDTR Kota RTRW Kota RTR Kawasan Strategis Kota RTR Kawasan Perkotaan

RTRW Kabupaten

RDTR Kabupaten RTR Kawasan Strategis Kabupaten RTR Kawasan Perdesaan RTR Kawasan Agropolitan

Penataan Ruang Termasuk Peraturan Zonasi Sumber : Pedoman Umum RTBL Perencanaan Kawasan

Penataan Bangunan dan Lingkungan

10 | P a g e

Penetapan lokasi untuk perencanaan RTBL memiliki kriteria sebagai berikut : 1) Merupakan kawasan strategis kota dimana pembangunannya dapat menimbulkan dampak penting terhadap kondisi

lingkungan kota tersebut, baik dari segi perubahan bentuk atau wajah kotanya, jaringan prasarana, fasilitas sosial ataupun fasilitas umumnya. 2) Kawasan kota yang memiliki aset dan kualitas kawasan yang penting yang harus dilindungi dan dilestarikan (Urban Heritage). 3) Kawasan kumuh pada lokasi strategis kota yang dapat dikembangkan. 4) Kawasan kota dengan pertumbuhan pesat dimana Pemerintah Daerah dan masyarakat memiliki kepentingan untuk

mengendalikan pertumbuhan kawasan tersebut. 5) Kawasan kota yang akan dikembangkan secara terpadu.

Kawasan perencanaan mencakup suatu lingkungan/kawasan dengan luas 5-60 hektar (Ha), dengan ketentuan sebagai berikut: 1) 2) 3) Kota metropolitan dengan luasan minimal 5 Ha; Kota besar/sedang dengan luasan 15-60 Ha; Kota kecil/desa dengan luasan 30-60 Ha.

Penentuan batas dan luasan kawasan perencanaan (delineasi) berdasarkan satu atau kombinasi butir-butir di bawah ini : 1) Administratif, seperti wilayah RT, RW, kelurahan, kecamatan dan bagian wilayah kota/desa; 2) Non administratif, yang ditentukan secara kultural tradisional (traditional cultural-spatial units), seperti desa adat, gampong dan nagari; 3) Kawasan yang memiliki kesatuan karakter tematis, seperti kawasan kota lama, lingkungan sentra perindustrian rakyat, kawasan tradisional; sentra pendidikan, dan kawasan permukiman

11 | P a g e

4)

Kawasan yang memiliki sifat campuran, seperti kawasan campuran antara fungsi hunian, fungsi usaha, fungsi sosialbudaya dan/atau keagamaan serta fungsi khusus, kawasan sentra niaga (central business district), industri, dan kawasan bersejarah;

5)

Jenis kawasan, seperti kawasan baru yang berkembang cepat, kawasan terbangun yang memerlukan penataan, kawasan dilestarikan, kawasan rawan bencana, dan kawasan gabungan atau campuran.

3.

Struktur dan Sistematika Dokumen RTBL Sesuai dengan ketentuan yang tercantum di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung pasal 27 ayat (2), struktur dan sistematika dokumen RTBL sebagaimana digambarkan dalam gambar berikut ini.

4.

Materi RTBL Lebih jelasnya dokumen penyusunan RTBL telah diatur dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 06/PRT/M/2007, tanggal 16 Maret 2007, tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan, materi yang termuat antara lain : Program Bangunan dan Lingkungan Program bangunan dan lingkungan merupakan penjabaran lebih lanjut dari perencanaan dan peruntukan lahan yang telah ditetapkan untuk kurun waktu tertentu, yang memuat jenis, jumlah, besaran dan luasan bangunan gedung, serta kebutuhan ruang terbuka hijau, fasilitas umum, fasilitas sosial, prasarana aksesibilitas, sarana pencahayaan dan sarana penyehatan lingkungan, baik berupa penataan prasarana dan sarana yang sudah ada maupun baru. Analisis Kawasan dan Wilayah Perencanaan 1) Merupakan proses untuk mengidentifikasi, menganalisis,

memetakan dan mengapresiasikan konteks lingkungan dan nilai lokal dari kawasan perencanaan dan wilayah sekitarnya.

12 | P a g e

2)

Komponen Analisis Kawasan dan Wilayah Perencanaan meliputi : Perkembangan Sosial Kependudukan, Prospek Pertumbuhan Ekonomi, Daya Dukung Fisik dan Lingkungan, Aspek Legal Konsolidasi Lahan Perencanaan, Daya Dukung Prasarana dan Fasilitas Lingkungan, Kajian Aspek Signifikansi Historis Kawasan.

PROGRAM BANGUNAN DAN LINGKUNGAN

ANALISIS KAWASAN DAN WILAYAH PERENCANAAN

Gambar Struktur dan Sistematika Dokumen RTBL


Sumber : Pedoman Umum RTBL

TAHAP ANALISIS KAWASAN PERENCANAAN

VISI PEMBANGUNAN ANALISIS PENGEMBANGAN PEMBANGUNAN BERBASIS PERAN MASYARAKAT

KONSEP DASAR PERANCANGAN TATA BANGUNAN DAN LINGKUNGAN

RENCANA UMUM DAN PANDUAN RANCANGAN


PERUNTUKAN LAHAN MAKRO & MIKRO RENCANA PERPETAKAN RENCANA TAPAK RENCANA SISTEM PERGERAKAN RUANG TERBUKA HIJAU TATA KUALITAS LINGKUNGAN RENCANA PRASARANA DAN SARANA LINGKUNGAN KETENTUAN UMUM IMPLEMENTASI RANCANGAN PRINSIP-PRINSIP PENGEMBANGAN RANCANGAN KAWASAN

RENCANA UMUM

TAHAP PERUMUSAN DAN PENGEMBANGAN PERANCANGAN

PANDUAN RANCANGAN

RENCANA INVESTASI
POLA KERJASAMA OPERASIONAL INVESTASI

TAHAP PENGEMBANGAN DUKUNGAN PELAKSANAAN

KETENTUAN PENGENDALIAN RENCANA


STRATEGI PENGENDALIAN RENCANA STRUKTUR PENGENDALIAN RENCANA

PEDOMAN PENGENDALIAN PELAKSANAAN


ASPEK-ASPEK PENGENDALIAN PELAKSANAAN

13 | P a g e

Analisis Pengembangan Pembangunan Berbasis Peran Masyarakat Pembangunan berbasis peran serta masyarakat (community-based development) adalah pembangunan dengan orientasi yang optimal pada pendayagunaan masyarakat, baik secara langsung maupun tidak langsung, masyarakat diberikan kesempatan aktif beraspirasi dan berkontribusi untuk merumuskan program-program bangunan dan lingkungan yang tidak sesuai dengan tingkat kebutuhannya.

Konsep Dasar Perancangan Tata Bangunan dan Lingkungan 1). Konsep dasar perancangan tata bangunan dan lingkungan yang merupakan hasil tahapan analisis program bangunan dan lingkungan, memuat gambaran dasar penataan pada lahan perencanaan yang selanjutnya ditindaklanjuti dengan penjabaran gagasan disain secara lebih detail dari masing-masing elemen desain. 2). Komponen Dasar Perancangan : (a) Visi Pembangunan : merupakan gambaran spesifik karakter lingkungan di masa mendatang yang akan dicapai sebagai hasil akhir penataan suatu kawasan yang direncanakan, disesuaikan dengan seluruh kebijakan dan rencana tata ruang yang berlaku pada daerah tersebut. (b) Konsep Perancangan Struktur Tata Bangunan dan

Lingkungan : yaitu gagasan perancangan dasar skala makro, dari intervensi desain struktur tata bangunan dan lingkungan yang hendak dicapai pada kawasan

perencanaan, terkait dengan struktur keruangan yang berintegrasi dengan kawasan sekitarnya secara luas dan dengan mengintegrasikan seluruh komponen perancangan kawasan yang ada. (c) Konsep komponen perancangan kawasan : yaitu suatu gagasan perancangan dasar yang dapat merumuskan komponen-komponen perancangan kawasan (peruntukan, intensitas, dll).

14 | P a g e

(d)

Kriteria penyusunan konsep komponen perancangan kawasan : Secara sistematis, konsep harus mencakup gagasan yang komprehensif dan terintegrasi terhadap komponen-

komponen perancangan kawasan, yang meliputi kriteria : i. ii. iii. iv. v. vi. Struktur peruntukan lahan; Intensitas pemanfaatan lahan; Tata bangunan; Sistem sirkulasi dan jalur penghubung; Sistem ruang terbuka dan tata hijau; Tata kualitas lingkungan;

vii. Sistem prasarana dan utilitas lingkungan; viii. Pelestarian bangunan dan lingkungan. (e) Blok-blok pengembangan yaitu kawasan dan suatu program kawasan

penanganannya

pembagian

perencanaan menjadi blok-blok pengembangan yang lebih kecil sehingga strategi dan program pengembangannya dapat lebih terarah dan rinci. Penetapan atau pun pembagian blok pengembangan dapat didasarkan pada : i. Secara fungsional : Kesamaan fungsi, karakter eksisting atau pun karakter yang ingin diciptakan; Kesamaan dan potensi pengembangan; Kebutuhan pemilahan dan organisasi pekerjaan serta strategi pengembangannya. ii. Secara fisik : Morfologi blok; Pola/pattern blok; Kemudahan implementasi dan prioritas strategi. iii. Dari sisi lingkungan (daya dukung dan kelestarian ekologi lingkungan) : Keseimbangan dengan daya dukung lingkungan, dan perwujudan sistem ekologis yang

berkelanjutan; 15 | P a g e

Peningkatan kualitas kehidupan ruang publik melalui penyediaan lingkungan yang aman, nyaman, sehat dan menarik serta berwawasan ekologis. iv. Dari sisi pemangku kepentingan : Tercapainya keseimbangan berbagai kepentingan yang ada antar pelaku. Rencana Umum dan Panduan Rancangan Merupakan ketentuan-ketentuan rancangan tata bangunan dan lingkungan yang bersifat umum dalam mewujudkan lingkungan/kawasan

perencanaan yang layak huni, berjati diri, produktif, dan berkelanjutan. Rencana Umum Materi rencana umum mempertimbangkan potensi mengakomodasi komponen-komponen rancangan suatu kawasan sebagai berikut : 1). Struktur Peruntukan Lahan Merupakan komponen rancang kawasan yang berperan penting dalam alokasi penggunaan dan penguasaan lahan/tata guna lahan yangtelah ditetapkan dalam suatu kawasan perencanaan tertentu berdasarkan ketentuan dalam rencana tata ruang wilayah. Dengan komponen penataan : (a) Peruntukan lahan makro, yaitu rencana alokasi

penggunaan dan pemanfaatan lahan pada suatu wilayah tertentu yang juga disebut dengan tata guna lahan. Peruntukan ini bersifat mutlak karena telah diatur pada ketentuan dalam rencana tata ruang wilayah. (b) Peruntukan lahan mikro, yaitu peruntukan lahan yang ditetapkan pada skala keruangan yang lebih rinci (termasuk secara vertikal) berdasarkan prinsip keragaman yang seimbang dan saling menentukan. Hal-hal yang diatur adalah : i. Peruntukan lantai dasar, lantai atas, maupun lantai besmen; ii. Peruntukan lahan tertentu.

16 | P a g e

2).

Intensitas Pemanfaatan lahan Adalah tingkat alokasi dan distribusi luas lantai maksimum bangunan terhadap lahan/tapak peruntukannya. Dengan

komponen penataan : (a) Koefisien dasar bangunan (KDB), angka presentase perbandingan antara luas seluruh lantai dasar bangunan gedung yang dapat dibangun dan luas lahan/tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai. (b) Koefisien lantai bangunan (KLB), angka persentase perbandingan antara jumlah seluruh luas lantai seluruh bangunan yang dapat dibangun dan luas lahan/ tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai (c) Koefisien daerah hijau (KDH). Angka persentase

perbandingan antara luas seluruh ruang terbuka di luar bangunan gedung yang diperuntukkan bagi

pertamanan/penghijauan dan luas tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai. (d) Koefisien tapak besmen (KTB), angka persentase

perbandingan antara luas tapak besmen dan luas tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai. 3). Sistem insentif disinsentif pengembangan, terdiri atas : (a) Insentif luas bangunan: insentif yang terkait dengan KLB dan diberikan apabila bangunan gedung terbangun memenuhi persyaratan peruntukan lantai dasar yang dianjurkan. Luas lantai bangunan yang ditempati oleh fungsi tersebut dipertimbangkan untuk diperhitungkan dalam KLB. (b) Insentif langsung : insentif yang memungkinkan

penambahan luas lantai maksimum bagi bangunan gedung yang menyediakan fasilitas umum berupa sumbangan positif bagi lingkungan permukiman terpadu; termasuk diantaranya jalur pejalan kaki, ruang terbuka umum, dan fasilitas umum.

17 | P a g e

4).

Sistem

pengalihan

nilai

koefisiensi

lantai

bangunan pemilik

(TDR=Transfer of Development Right) : hak

bangunan/pengembang yang dapat dialihkan kepada pihak atau lahan lain, yang dihitung berdasarkan pengalihan nilai KLB, yaitu selisih antara KLB aturan dan KLB terbangun. Maksimum KLB yang dapat dialihkan pada umumnya sebesar 10% dari nilai KLB yang ditetapkan. Pengalihan nilai KLB hanya dimungkinkan bila terletak dalam satu daerah

perencanaan yang sama dan terpadu, serta yang bersangkutan telah memanfaatkan minimal 60% KLB-nya dari KLB yang sudah ditetapkan pada daerah perencanaan. Pengalihan ini terdiri atas : (a) Hak pembangunan bawah tanah; (b) Hak pembangunan layang (air right development). Tata Bangunan Adalah produk dari penyelenggaraan bangunan gedung beserta lingkungannya sebagai wujud pemanfaatan ruang, meliputi berbagai aspek termasuk pembentukan citra/karakter fisik lingkungan, besaran dan konfigurasi dari elemen elemen : blok, kaveling/petak lahan, bangunan, serta ketinggian dan elevasi lantai bangunan, yang dapat menciptakan dan mendefinisikan berbagai kualitas ruang kota yang akomodatif terhadap keragaman kegiatan yang ada, terutama yang berlangsung dalam ruang-ruang publik. Dengan komponen penataan yaitu : 1). Pengaturan Blok Lingkungan, yaitu perencanaan pembagian lahan dalam kawasan menjadi blok dan jalan, dimana blok terdiri atas petak lahan/kaveling dengan konfigurasi tertentu. Yang terdiri atas : (a) Bentuk dan ukuran blok; (b) Pengelompokan dan konfigurasi blok; (c) Ruang terbuka dan tata hijau. 2). Pengaturan kaveling/petak lahan, yaitu perencanaan pembagian lahan dalam blok menjadi sejumlah kaveling/petak lahan

18 | P a g e

dengan ukuran, bentuk, pengelompokan dan konfigurasi tertentu. Yang terdiri atas : (a) Bentuk dan ukuran kaveling; (b) Pengelompokan dan konfigurasi kaveling; (c) Ruang terbuka dan tata hijau. 3). Pengaturan bangunan, yaitu perencanaan pengaturan massa bangunan dalam blok/kaveling. Yang terdiri atas: (a) Pengelompokan bangunan; (b) Letak dan orientasi bangunan; (c) Sosok massa bangunan; (d) Ekspresi arsitektur bangunan. 4). Pengaturan ketinggian dan elevasi lantai bangunan, yaitu perencanaan pengaturan ketinggian dan elevasi bangunan baik pada skala bangunan tunggal maupun kelompok bangunan pada lingkungan yang lebih makro (blok/kawasan). Yang terdiri atas: (a) Ketinggian bangunan; (b) Komposisi garis langit bangunan; (c) Ketinggian lantai bangunan. 5). Sistem sirkulasi dan jalur penghubung Terdiri dari jaringan jalan, dan pergerakan, sirkulasi kendaraan umum, sirkulasi kendaraan pribadi, sirkulasi kendaraan informal setempat dan sepeda, sirkulasi pejalan kaki (termasuk masyarakat penyandang cacat dan lanjut usia), sistem dan sarana transit, sistem parkir, perencanaan jalur pelayanan lingkungan, dan sistem jaringan penghubung. Dengan

komponen penataan : (a) Sistem jaringan jalan dan pergerakan; (b) Sistem sirkulasi kendaraan umum; (c) Sistem sirkulasi kendaraan pribadi; (d) Sistem sirkulasi kendaraan umum informal setempat; (e) Sistem pergerakan transit; (f) Sistem parkir; (g) Sistem perencanaan jalur servis/pelayanan lingkungan;

19 | P a g e

(h) Sistem sirkulasi pejalan kaki dan sepeda; (i) Sistem jaringan jalur penghubung terpadu (pedestrian linkage). 6). Sistem ruang terbuka dan tata hijau Merupakan komponen rancang kawasan, yang tidak sekedar terbentuk sebagai elemen tambahan atau pun elemen sisa setelah proses rancang arsitektural diselesaikan, melainkan juga diciptakan sebagai bagian integral dari suatu lingkungan yang lebih luas. Dengan komponen penataan : (a) Sistem ruang terbuka umum; (b) Sistem ruang terbuka pribadi; (c) Sistem ruang terbuka privat yang dapat diakses oleh umum; (d) Sistem pepohonan dan tata hijau; (e) Bentang alam, meliputi : i. Pantai dan laut, sebagai batas yang melingkupi tepian kawasan, menentukan atmosfir dari suasana

kehidupan kawasan, serta dasar penciptaan pola tata ruang; ii. Sungai, sebagai pembentuk koridor ruang terbuka;

iii. Lereng dan perbukitan, sebagai potensi pemandangan luas; iv. Puncak bukit sebagai titik penentu arah orientasi visual, serta memberikan kemudahan dalam

menentukan arah. (f) Area jalur hijau. Dimana pengaturannya untuk kawasan : i. ii. Sepanjang sisi dalam Daerah Milik Jalan (Damija); Sepanjang bantaran sungai;

iii. Sepanjang sisi kiri kanan jalur kereta; iv. Sepanjang area di bawah jaringan listrik tegangan tinggi;

20 | P a g e

v.

Jalur hijau yang diperuntukkan sebagai jalur taman kota atau hutan kota, yang merupakan pembatas atau pemisah suatu wilayah.

Tata Kualitas Lingkungan Penataan kualitas lingkungan merujuk pada upaya rekayasa elemenelemen kawasan yang sedemikian rupa sehingga tercipta suatu kawasan atau subarea dengan sistem lingkungan yang informatif, berkarakter khas, dan memiliki orientasi tertentu. Dengan komponen penataan : 1). Konsep identitas lingkungan: perencanaan karakter (jati diri) suatu lingkungan yang dapat diwujudkan melalui pengaturan dan perancangan elemen fisik dan non fisik lingkungan atau subarea tertentu. (a) Tata karakter bangunan/lingkungan (built-in signage and directional system); (b) Tata penanda identitas bangunan; (c) Tata kegiatan pendukung secara formal dan informal. 2). Konsep orientasi lingkungan : perancangan elemen fisik dan non fisik guna membentuk lingkungan yang informatif sehingga memudahkan pemakai untuk berorientasi dan bersirkulasi. Pengaturan ini terdiri atas : (a) Sistem tata informasi; (b) Sistem tata rambu pengarah. 3). Wajah jalan yang terdiri atas : (a) Wajah penampang jalan dan bangunan; (b) Perabot jalan (street furniture); (c) Jalur dan ruang bagi pejalan kaki(pedestrian); (d) Tata hijau pada penampang jalan; (e) Elemen tata informasi dan rambu pengarah pada penampang jalan; (f) Elemen papan reklame komersial pada penampang jalan.

21 | P a g e

Sistem Prasarana dan Utilitas Lingkungan Sistem prasarana dan utilitas lingkungan adalah kelengkapan dasar fisik suatu lingkungan yang pengadaannya memungkinkan suatu lingkungan dapat beroperasi dan berfungsi sebagaimana mestinya. Dengan komponen penataan yaitu : 1). 2). 3). 4). 5). 6). 7). 8). Sistem jaringan air bersih; Sistem jaringan air limbah dan air kotor; Sistem jaringan drainase; Sistem jaringan persampahan; Sistem jaringan listrik; Sistem jaringan telepon; Sistem jaringan pengamanan kebakaran; Sistem jaringan jalur penyelamatan atau evakuasi.

Panduan Rancangan Panduan rancangan merupakan penjelasan lebih rinci atas Rencana Umum yang telah ditetapkan sebelumnya dalam bentuk penjabaran materi utama melalui pengembangan komponen rancangan kawasan pada bangunan, kelompok bangunan, elemen prasarana kawasan, kaveling dan blok, termasuk panduan ketentuan detail visual kualitas minimal tata bangunan dan lingkungan.

Rencana Investasi Rencana investasi disusun berdasarkan dokumen RTBL yang

memperhitungkan kebutuhan nyata para pemangku kepentingan dalam proses pengendalian investasi dan pembiayaan dalam penataan

lingkungan dan kawasan. Rencana ini merupakan rujukan bagi para pemangku kepentingan untuk menghitung kelayakan investasi dan pembiayaan suatu penataan ataupun menghitung tolok ukur keberhasilan investasi, sehingga tercapai kesinambungan pentahapan pelaksanaan pembangunan Rencana ini menjadi alat mobilisasi dana investasi masing-masing pemangku kepentingan dalam pengendalian pelaksanaan sesuai dengan kapasitas dan perannya dalam suatu sistem wilayah yang disepakati

22 | P a g e

bersama, sehingga dapat tercapai kerja sama untuk mengurangi berbagai konflik kepentingan dalam investasi/pembiayaan. Rencana investasi juga mengatur upaya percepatan penyediaan dan peningkatan kualitas pelayanan prasarana/sarana dari suatu

lingkungan/kawasan. Ketentuan Pengendalian Rencana Ketentuan pengendalian rencana bertujuan untuk : Mengendalikan berbagai rencana kerja, program kerja maupun kelembagaan kerja pada masa pemberlakuan aturan dalam RTBL dan pelaksanaan penataan suatu kawasan. Mengatur pertanggungjawaban semua pihak yang terlibat dalam mewujudkan RTBL pada tahap pelaksanaan penataan bangunan dan lingkungan. Ketentuan pengendalian rencana disusun sebagai bagian proses penyusunan RTBL yang melibatkan masyarakat, baik secara langsung (individu) maupun secara tidak langsung melalui pihak yang dianggap dapat mewakili serta menjadi alat mobilisasi peran masing-masing pemangku kepentingan pada masa pelaksanaan atau masa pemberlakuan RTBL sesuai dengan kapasitasnya dalam suatu sistem yang disepakati bersama, dan berlaku sebagai rujukan bagi para pemangku kepentingan untuk mengukkur tingkat keberhasilan kesinambungan pentahapan pelaksanaan pembangunan. Pedoman Pengendalian Pelaksanaan Pedoman pengendalian pelaksanaan untuk mengarahkan perwujudan pelaksanaan penataan bangunan dan lingkungan/kawasan yang

berdasarkan dokumen RTBL, dan memandu pengelolaan kawasan agar dapat berkualitas, meningkat dan berkelanjutan. Dengan pedoman pengendalian pelaksanaan diharapkan : Menjamin pelaksanaan kegiatan berdasarkan dokumen RTBL; Menjamin pemanfaatan investasi dan optimalisasi nilai investasi; Menghindari fenomena lahan tidur atau bangunan terbengkalai sebagai akibat investasi yang ditanamkan tidak berjalan semestinya; 23 | P a g e

Menarik investasi lanjutan dalam pengelolaan lingkungan setelah masa pascakonstruksi.

Pengendalian pelaksanaan dilakukan oleh dinas teknis setempat atau unit pengelola teknis/UPT/badan tertentu sesuai kewenangan yang ditetapkan oleh kelembagaan pemrakarsa penyusunan RTBL atau dapat ditetapkan kemudian berdasarkan kesepakatan para pemangku kepentingan. Dapat ditetapkan dan berupa dokumen terpisah tetapi merupakan satu kesatuan dengan dokumen RTBL, berdasarkan kesepakatan para pemangku kepentingan, setelah mempertimbangkan kebutuhan tingkat

kompleksitasnya. Pembinaan Pelaksanaan Pembinaan pelaksanaan penataan bangunan dan lingkungan oleh pemerintah bertujuan untuk mewujudkan efektivitas peran pemerintah, masyarakat dan dunia usaha baik dalam penyusunan RTBL, maupun dalam penetapan dokumen RTBL melalui peraturan

gubernur/bupati/walikota, pelaksanaan dan pengendalian pembangunan, pengelolaan kawasan, serta peninjauan kembali RTBL. Perwujudan peran pemerintah diselenggarakan melalui optimalisasi pelaksanaan pengembangan program dan kegiatan pemerintah yang mendukung pelaksanaan RTBL dalam penataan lingkungan/kawasan. 5. Definisi-definisi Peristilahan baku yang dipergunakan mengacu pada peristilahan dan pengertian sebagaimana dimaksud dalam UU No.4/1992 tentang

Perumahan dan Permukiman, UU No. 26/2007 tentang Penataan Ruang beserta segenap peraturan pelaksanaannya yang masih berlaku. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut dan ruang udara, termasuk ruang didalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan mahluk lain hidup, melakukan kegiatan dan memelihara kelangsungan hidupnya. Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang. Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.

24 | P a g e

Perencanaan kota adalah kegiatan penyusunan rencana-rencana kota maupun kegiatan peninjauan kembali atas rencana kota yang telah ada untuk disesuaikan dengan kondisi dan situasi kebutuhan pengembangan kota untuk masa tertentu.

Strategi pengembangan adalah langkah-langkah sistematis penataan bangunan dan lingkungan serta pengelolaan kawasan yang perlu dilakukan untuk mencapai visi dan misi pembangunan/penataan kawasan yang telah ditetapkan.

Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) adalah strategi dan arahan kebijaksanaan pemanfaatan ruang wilayah, yang meliputi struktur dan pola ruang wilayah, serta kriteria dan pola pengelolaan kawasan wilayah.

Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) adalah panduan rancang bangun suatu lingkungan/kawasan yang dimaksudkan untuk mengendalikan pemanfaatan ruang, penataan bangunan dan

lingkungan, serta memuat materi pokok ketentuan program bangunan dan lingkungan, rencana umum dan panduan rancangan, rencana investasi, ketentuan pengendalian rencana dan pedoman

pengendalian pelaksanaan pengembangan lingkungan/kawasan. Pengertian Penataan Bangunan adalah merupakan salah satu kegiatan dalam pengelolaan kawasan ataupun lingkungan yang merupakan kegiatan tindak lanjut dari penataan ruang dalam usaha dapat mewujudkan rencana teknis tata ruang sesuai yang direncanakan untuk menciptakan lingkungan yang tertib, aman, nyaman dan terjangkau, serasi, selaras dan seimbang dangan lingkungan fisik maupun sosial budaya setempat, dengan upaya tertib pembangunan dan keselamatan bangunan. Penentuan Rancangan Tata Letak Bangunan, dengan merinci jarak antar bangunan, ketinggian bangunan, ketinggian lantai dasar bangunan, kedalaman bangunan, koefisien dasar bangunan (KDB), koefisien lantai bangunan.

25 | P a g e

Penentuan Rancangan Bangunan, yang menyangkut sarana dan prasarana dengan memperhatikan kaedah Arsitektur Tradisional setempat, bahan bangunan lokal dan keandalan bangunan.

Penentuan Rancangan Sistem Utilitas, dengan memperhatikan penanggulangan banjir dan penanggulangan pencemaran, yang meliputi : jaringan drainase, air bersih, telepon, listrik, persampahan, fire hidrant dan tempat parkir.

Penentuan rancangan

jaringan jalan,

dengan memperhatikan

karakteristik pemakai jalan, arus lalu lintas. Rencana Tata Lingkungan/Street Furniture, yang meliputi : pertamanan/tata hijau, reklame dan rambu-rambu. Rencana Penataan Zoning, meliputi : peruntukan/tata guna lahan berdasarkan fungsi/kegiatan dengan memperhatikan keamanan, kenyamanan setiap aktivitas yang diwadahi. Penentuan Tata Lingkungan, dengan memperhatikan tata hijau, kenyamanan pejalan kaki dan ketentraman lingkungan. Peran Masyarakat adalah keterlibatan masyarakat secara sukarela di dalam proses perumusan kebijakan dan pelaksanaan keputusan dan/atau kebijakan yang berdampak langsung terhadap kehidupan masyarakat pada setiap tahap kegiatan pembangunan (perencanaan, desain, implementasi dan evaluasi). 6. Gambaran Umum Kawasan Perencanaan Gambaran umum kawasan yang akan dijelaskan dalam bab ini akan menekankan pada gambaran umum dan potensi kawasan perencanaan yang akan dijadikan sebagai acuan pemahaman potensi dan permasalahan kawasan perencanaan pada tahap pekerjaan selanjutnya.

26 | P a g e

Profil dan Analisis Fisik Kawasan Perencanaan a. Letak Geografis dan Batas Administrasi Letak geografis Kecamatan Sukawati adalah 83059 83858 LS dan 1151412,7 1151939,7 BT. Kecamatan Sukawati terletak diantara ketinggian 0 125 meter diatas

permukaan laut. Luas wilayah Kecamatan Sukawati 55,02 kilometer persegi. Adapun batas-batas kawasan secara administratif adalah sebagai berikut : b. Sebelah Utara : Sebelah Timur : Sebelah Selatan : Sebelah Barat : Kecamatan Ubud Kecamatan Belah Batu Selat Bali Kota Denpasar

Kondisi dan Analisis Topografi Wilayah Kecamatan Sukawati merupakan kawasan yang berada di wilayah datar/pesisir. Sesuai dengan analisis Peta Topografi Kabupaten Gianyar skala 1 : 25.000, daerah-daerah datar hingga berombak dengan kemiringan lereng 0-15% umumnya berada dibagian selatan sampai pantai dan daerah bergelombang dengan kemiringan lereng > 15% terdapat di bagian Utara. Seluruh wilayah kecamatan Sukawati berada di ketinggian <500 m.

c.

Analisa Geologi dan Tata lingkungan Kabupaten Gianyar termasuk dalam formasi geologi Buyan, Beratan dan Gunung Batur (Qpbb) yang berumur kuarter. Formasi ini pada bagian permukaan didominasi oleh tufa pasiran dan pada beberapa tempat dijumpai tufa batu apung dan endapan lahar. Tufa pasiran umumnya melapuk menengah tinggi berwarna kuning kecoklatan, berukuran pasir halus kasar. Tufa batu apung berwarna putih kecoklatan, agak rapuh dan mudah lepas. Endapan lahar berwarna abu-abu sampai abu-abu kehitaman terdiri dari batuan beku andesit dan batu apung dengan masa tufa pasiran bersifat agak rapuh.

27 | P a g e

Sesuai Peta Geologi lembar Bali (MM Purbo Hadiwidjojo, dkk, 1998 dalam Inventarisasi Geologi Teknik, 2003), disebutkan Kabupaten Gianyar tidak tampak adanya struktur geologi, dengan kata lain wilayah Kabupaten Gianyar aman dari pengaruh struktur geologi/gerakan tanah (longsor). Namun demikian daerah-daerah yang mempunyai kemiringan > 40% rawan akan terjadi gerakan tanah/longsor. Dari peta zona gerakan tanah Pulau Bali (Sugiharo Nitiharjo, 1982 dalam Inventarisasi Geologi Teknik, 2003) menunjukkan adanya indikasi gerakan tanah terutama pada tebing kiri-kanan sungai yang berkemiringan cukup terjal, dengan kemiringan >30%. Di samping adanya rawan longsor pada tebing kiri-kanan sungai, juga rawan akan bencana gempa bumi. Sesuai dengan peta zona seismik dari Nayoan (1976) dalam Inventarisasi Geologi Teknik, 2003, Kabupaten Gianyar termasuk dalam zona 3 dengan percepatan maksimum 0,80 1,0g yang setara dengan skala VII pada skala MMI dan merupakan daerah dengan magnitud antara 6 6,5 pada skala Richter Kondisi topografis tersebut memberikan gambaran bahwa di kawasan perencanaan pada beberapa tempat memiliki kawasan dengan kelerengan yang cukup terjal disamping kawasan dengan kelerengan landai sebagaimana umumnya kawasan pesisir lainnya. Hasil analisis topografi dan kelerengan mengelompokkan kawasan perencanaan dalam kawasan-kawasan dengan beberapa kelompok kelerengan, yaitu landai/agak datar pada kelerengan 0 15%, agak terjal pada kelerengan 15 30% serta terjal pada kelerengan > 30%.. d. Kondisi dan Analisis Klimatologi Berdasarkan peta iklim Bali Nusa Tenggara (Oldman, et al, 1980) tipe iklim di Kabupaten Gianyar terbagi dalam 3 tipe iklim, yaitu tipe iklim E3 (bulan basah < 3 bulan, dan bulan kering antara 4-6 bulan); tipe iklim D3 (bulan basah 3-4 bulan, 28 | P a g e

dan bulan kering 4-6 bulan); dan tipe iklim C2 (mempunyai bulan basah 5-6 bulan, dan bulan kering 4-6 bulan). e. Kondisi dan Analisis Hidrologi Daerah aliran sungai adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan. Sungai-sungai yang ada di kawasan perencanaan umumnya berair pada musim hujan. Hidrologi (pola Aliran sungai) di Kabupaten Gianyar ditentukan berdasarkan interpretasi peta topografi, skala 1 : 25.000 dan juga dari hasil pengamatan lapangan. Dari hasil interpretasi dan pengamatan lapangan tersebut memperlihatkan pola aliran paralel (sejajar). Ciri-ciri dari pola aliran paralel adalah aliran sungai sejajar dengan lembah dalam (dibagian hulu/utara) dan semakin ke hilir/selatan sungai makin melebar, hal ini menunjukkan bahwa erosi horizontal mulai efektif seperti yang terjadi pada Sungai Yeh Oos, Tukad Petanu, Tukad Pakerisan, Tukad Ayung dan Tukad Sangsang. f. Analisa Fisik dan Lingkungan Lahan pengembangan wilayah merupakan sumber daya alam yang memiliki keterbatasan dalam menampung kegiatan manusia dalam pemanfaatan sumberdaya alam tersebut. Banyak contoh kasus kerugian ataupun korban yang disebabkan oleh ketidaksesuaian penggunaan lahan yang melampaui

kapasitasnya. Untuk itulah perlu dikenali sedini mungkin karakteristik fisik suatu wilayah maupun kawasan untuk dikembangkan, baik potensi sumberdaya alamnya maupun kerawanan bencana yang dikandungnya, yang kemudian

29 | P a g e

diterjemahkan sebagai potensi dan kendala pengembangan wilayah atau kawasan. Analisis fisik dan lingkungan wilayah atau kawasan ini adalah untuk mengenali karakteristik sumberdaya alam tersebut, dengan menelaah kemampuan dan kesesuaian lahan, agar penggunaan lahan dalam pengembangan wilayah dan/atau kawasan dapat dilakukan secara optimal dengan tetap

memperhatikan keseimbangan ekosistem. Gambar - Bagan Alir Tata Cara Analisis Aspek Fisik & Lingkungan

(Sumber : Permen PU No 20 Th 2007 ttg Pedoman Teknis Aspek Fisik dan Lingkungan)

Dari hasil super imposed yang menumpangsusunkan beberapa peta tematik kawasan perencanaan yaitu : peta topografi, peta ketinggian tempat, peta curah hujan dan peta jenis tanah, maka diperoleh deliniasi untuk masing-masing fungsi kawasan sebagai berikut (SK Menteri Pertanian No.

30 | P a g e

683/KPTS/UM/8/1991 dan No. 837/KPTS/UM/11/1980 serta Keppres No. 32 Tahun 1990) : 1) Kawasan Lindung Kawasan lindung adalah satuan lahan dengan jumlah skor 175 dan memenuhi salah satu syarat : Mempunyai kelerengan > 40%; Tanahnya sangat peka terhadap erosi (regosol, litosol, organosol dan renzina) dengan lereng > 15%; Merupakan jalur pengamanan aliran sungai/aliran air sekurang-kurangnya 100 m; Merupakan pelindung mata air, sekurang-kurangnya dengan jari-jari 200 m dari mata air; Mempunyai ketinggian 2.000 m atau lebih dari permukaan laut; Untuk keperluan/kepentingan khusus ditetapkan oleh pemerintah sebagai kawasan lindung. 2) Kawasan Penyangga Kawasan penyangga adalah satuan lahan dengan skor kemampuan lahannya antara 124 sampai dengan 174 dan memenuhi kriteria sebagai berikut : Keadaan fisik satuan lahan memungkinkan untuk dilakukan budidaya secara ekonomis; Lokasinya secara ekonomis telah dikembangkan sebagai kawasan penyangga; Tidak merugikan segi-segi ekologi atau lingkungan hidup. 3) Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan Kawasan budidaya tanaman tahunan adalah satuan lahan dengan jumlah skor <124 serta sangat sesuai untuk pengembangan budidaya tanaman tahunan (kayu-kayuan, tanaman perkebunan dan tanaman industri). Disamping itu kawasan tersebut mempunyai kemiringan lereng > 15%.

31 | P a g e

4)

Kawasan

Budidaya

Tanaman

Semusim

dan

Permukiman Kawasan budidaya tanaman semusim dan permukiman adalah satuan lahan dengan jumlah skor < 124 dengan kriteria sama dengan kawasan budidaya tanaman tahunan tetapi kemiringan berkisar antara 8 15%. 5) Kondisi dan Analisis Penggunaan Lahan Secara umum penggunaan lahan di kawasan perencanaan terdiri dari tanah sawah, tanah kering, bangunan, hutan, dan penggunaan lainnya. Pola penggunaan lahan di kawasan perencanaan terdiri dari berbagai jenis penggunaan. Tabel Penggunaan Lahan di Kecamatan Sukawati Tahun 2013
Desa/Kelurahan Batubulan Batubulan kangin Ketewel Guwang Sukawati Celuk Singapadu Singapadu tengah Singapadu kaler Batuan Batuan kaler Kemenuh Total Luas (Ha) 6440 3600 6750 4460 7350 2880 3700 3100 3250 4100 2050 7340 55020 sawah 234 214 337 224 394 131 189 145 158 135 99.46 371 2631.46 tegalan 88 27 104 43 96 16 60 60 56 113 47.11 135 845.11 pekarangan perkebunan kuburan 196 36 113 36 85 25 97 48 88 60 30.15 138 952.15 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.37 0.3 5 1 2.05 0.5 0.83 0.84 0.84 1.67 0.83 1.5 15.73 lainnya 125.63 82.7 116 142 157.95 115.5 23.17 56.16 22.16 100.33 27.45 88.5 1057.55

Dominasi penggunaan lahan di kawasan ini adalah tanah sawah 48%, tegalan 16%, pekarangan 17%, kuburan 0.3% dan penggunaan lahannya sebesar 19%. Dominasi lahan kering ini menunjukkan bahwa kawasan perencanaan

32 | P a g e

sebagian besar merupakan lahan untuk pengembangan kegiatan pertanian lahan basah dan penggunaan lainnya. Gambar Diagram Penggunaan Lahan di Kecamatan Sukawati Tahun 2013

Sumber: Hasil Analisa

Gambar - Persentase Penggunaan Lahan di Kawasan Perencanaan

Sumber: Hasil Analisa

Kajian terhadap profil pemanfaatan ruang kawasan perencanaan akan menggambarkan pola pemanfaatan ruang pada lahan-lahan di kawasan perencanaan. Secara garis besar profil pemanfaatan ruang kawasan perencanaan

33 | P a g e

disusun dari berbagai hasil kajian yang telah dilakukan sebelumnya, khususnya yang menyangkut kajian mengenai fisik dan lingkungan serta pengembangan kegiatan ekonomi potensialnya. Melalui kecenderungan pola penggunaan lahan dan teknik super impose maka kemudian dapat diidentifikasi pola-pola pemanfaatan ruang yang terjadi di kawasan perencanaan serta berbagai kondisi yang

mendorong suatu kawasan difungsikan untuk pemanfaatan tertentu. Alokasi pemanfaatan ruang itu sendiri dilakukan untuk memberikan arahan lokasi dari suatu fungsi dominan tertentu untuk tujuan optimalisasi penggunaan ruang dalam hubungannya dengan pemanfaatan, peningkatan

produktivitas dan konservasi bagi kelestarian lingkungan. Dengan tujuan tersebut maka gambaran profil pemanfaatan ruang kawasan perencanaan secara garis besar akan terbagi menjadi 2 (dua) kawasan, yaitu : Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya. Definisi dari masing-masing jenis kawasan tersebut yaitu (1) Kawasan Lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan; (2) Kawasan Budidaya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan. Kawasan Lindung Kawasan lindung itu sendiri menurut fungsinya dibedakan menjadi empat, yaitu : (1) kawasan yang memberikan perlindungan pada kawasan bawahannya, misalnya kawasan hutan lindung, kawasan bergambut, dan kawasan resapan air, (2) kawasan perlindungan setempat, misalnya daerah sempadan pantai, sempadan sungai, kawasan sekitar waduk/danau, kawasan sekitar mata air, dan kawasan perlindungan setempat lainnya

34 | P a g e

misalnya berupa kawasan sempadan jurang (3) kawasan suaka alam dan cagar budaya misalnya kawasan suaka alam pantai berhutan bakau, dan kawasan suaka alam laut dan perairan lainnya, dan (4) kawasan rawan bencana. Keempat jenis fungsi kawasan lindung tersebut terdapat di kawasan perencanaan dengan jenis

penggunaan dan pemanfaatan yang berbeda. Mengenai kawasan lindung yang terdapat di kawasan

perencanaan akan diuraikan sebagai berikut : 1) Kawasan lindung yang memberikan perlindungan pada kawasan bawahannya, jenis penggunaan dan pemanfaatan yang terdapat di kawasan

perencanaan adalah kawasan hutan lindung dan kawasan bergambut. Kawasan ini disesuaikan dengan kriteria bahwa kawasan hutan lindung adalah kawasan yang memenuhi salah satu atau lebih kriteria di bawah ini : Kawasan yang mempunyai skor lebih dari 175 menurut SK. Menteri Pertanian No. 837/Kpts/Um/11/1980 dan Keppres No. 32. tahun 1990. Kawasan yang mempunyai kemiringan lereng lapangan rata-rata lebih besar dari 40%. Kawasan yang mempunyai ketinggian 2000 m atau lebih di atas permukaan laut. Kawasan yang memiliki jenis tanah sangat peka terhadap erosi, yaitu jenis tanah dengan nilai 5 (regosol, litosol, organosol, dan renzina) dan memiliki kemiringan dengan kelas lereng > 15%.

35 | P a g e

Guna keperluan khusus ditetapkan oleh Menteri Kehutanan sebagai hutan lindung.

2)

Untuk

kawasan

lindung

dengan

fungsi

perlindungan setempat, jenis penggunaan yang ada di kawasan perencanaan antara lain adalah daerah sempadan pantai, sempadan sungai dan sempadan jurang. Kriteria masing-masing

kawasan tersebut adalah sebagai berikut : Kawasan sempadan pantai merupakan

kawasan sepanjang pantai yang memiliki manfaat penting untuk mempertahankan

kelestarian fungsi pantai dan melindungi kawasan pantai dari kegiatan yang

mengganggu kelestarian fungsi pantai. Kawasan sempadan sungai merupakan

kawasan sepanjang tepi kiri dan kanan sungai, meliputi sungai alam, buatan, kanal, dan saluran irigasi primer untuk

melindunginya dari kegiatan manusia yang dapat mengganggu dan merusak kualitas air sungai, kondisi fisik pinggir dan dasar sungai, serta mengamankan aliran sungai. Kawasan sempadan jurang adalah kawasan lereng dengan kemiringan minimal 45% dan kedalaman sekurang-kurangnya 5 meter dan daerah datar bagian atas paling rendah 11 meter. Selanjutnya untuk kawasan lindung dengan fungsi kawasan suaka alam dan cagar budaya, jenis

penggunaan yang ada di kawasan perencanaan adalah kawasan suaka alam laut dan perairan lainnya. Kawasan suaka alam laut dan perairan lainnya memiliki kriteria yaitu kawasan berupa perairan laut,

36 | P a g e

perairan darat, wilayah pesisir, muara sungai, gugusan karang dan atol yang mempunyai ciri khas berupa keragaman dan/atau keunikan ekosistem. Kawasan ini terdapat di sepanjang laut kawasan perencanaan. Jenis kawasan lindung lainnya yang ada di kawasan perencanaan adalah kawasan lindung dengan fungsi kawasan rawan bencana dengan jenis penggunaan yang ada di kawasan perencanaan adalah kawasan rawan bencana. Kawasan rawan bencana merupakan kawasan yang diidentifikasi sering dan berpotensi tinggi mengalami bencana alam seperti letusan gunung berapi, gempa bumi, longsor dan lain-lain. Kawasan rawan bencana yang ada di kawasan perencanaan adalah kawasan rawan bencana potensial terjadi gerakan tanah. Untuk kawasan pesisir pantai di bagian selatan kawasan perencanaan termasuk dalam kawasan yang rawan terjadi gelombang pasang/tsunami. Kawasan Budidaya Kawasan budidaya merupakan fisik binaan yang sudah dibudidayakan/ dikembangkan menjadi suatu kegiatan sosial ekonomi dengan jenis penggunaan mencakup : 1) Pertanian Tanaman Pangan merupakan lahan untuk kegiatan pertanian tanaman bahan makanan, yang terdiri dari lahan basah (sawah) dengan jenis tanaman padi dan lahan kering (tegalan) dengan jenis tanaman seperti buah, sayur, kacangkacangan, palawija, hortikultura dan tanaman pangan lainnya. 2) Perikanan dan budidaya perikanan yang

dikembangkan di perairan darat. 3) Peternakan merupakan kawasan yang

diperuntukkan bagi peternakan hewan besar dan padang penggembalaan ternak.

37 | P a g e

4)

Perkebunan merupakan lahan budidaya tanaman tahunan (tanaman keras), baik yang menghasilkan tanaman bahan pangan maupun bahan baku industri seperti kopi, kelapa, cengkeh, kapuk dan sebagainya.

5)

Perumahan merupakan lahan budidaya untuk kegiatan perumahan dan fasilitas, utilitas, sarana serta prasarana penunjangnya.

Dari 5 (lima) jenis penggunaan kawasan budidaya tersebut yang terdapat di kawasan perencanaan adalah kawasan pertanian tanaman pangan lahan, perikanan, peternakan, perumahan. Pertanian Tanaman Pangan Kawasan pertanian lahan kering berupa areal yang ditanami tanaman palawija, sayur-mayur dan lainnya yang diusahakan pada periode tertentu yaitu pada musim hujan karena lahan sawah yang terdapat di kawasan perencanaan adalah sawah tadah hujan. Kawasan ini terletak di sekitar permukiman penduduk pada daerah-daerah dataran rendah. Perikanan Di kawasan perencanaan, kegiatan perikanan yang ada adalah perikanan tangkap, kegiatan pembudidayaan rumput laut dan tiram mutiara. Peternakan Untuk kawasan peternakan di kawasan perencanaan adalah di sekitar permukiman terutama pada tegalan baik menggunakan kandang maupun yang dibiarkan bebas. Hewan yang diternakan antara lain sapi, kerbau, kuda, kambing, ayam buras dan entok. Kawasan ini menyebar hampir di seluruh kawasan dan biasanya kawasan tanaman perkebunan dan

38 | P a g e

menjadi satu dengan penggunaan lahan lainnya sehingga tidak terdapat kawasan yang khusus untuk peternakan. Perumahan Perumahan di kawasan perencanaan terletak pada daerah dataran rendah sepanjang pantai dengan arah orientasi pengembangan permukiman cenderung

mengikuti pola jaringan jalan yang ada.

PROFIL DAN ANALISIS SARANA DAN PRASARANA a. Sistem Prasarana Transportasi Jalan dan jembatan merupakan prasarana perhubungan darat yang penting untuk memperlancar kegiatan perekonomian. Dengan makin meningkatnya usaha pembangunan akan menuntut pembangunan jalan dan jembatan untuk memudahkan mobilitas penduduk dan memperlancar lalu lintas barang dari satu wilayah ke wilayah lain. Kawasan perencanaan dilewati oleh ruas jalan dari Tohpati-Kusamba. Terminal barang di Kabupaten Gianyar merupakan suatu kebutuhan, mengingat tingginya aktivitas bongkar muat kebutuhan hidup perkotaan maupun aktivitas ekspor. Lokasi terminal barang diusulkan sebagai berikut : Lokasinya memiliki akses langsung ke Pelabuhan Laut atau Bandar Udara melalui jalan arteri primer maupun kolektor primer. Memiliki cadangan lokasi lahan yang cukup luas untuk berbagai aktivitas bongkar muat, parkir kontainer, parkir angkutan barang, dan fasilitas perkantoran Berdasarkan syarat-syarat di atas, maka alternatif arahan lokasi terminal barang adalah di sekitar Sakah, Kecamatan Sukawati.

b. 39 | P a g e

Sistem Prasarana Wilayah Lainnya

Sistem prasarana wilayah lainnya yang dimaksud meliputi : prasarana energi/listrik, telekomunikasi, air bersih dan sistem persampahan. 1) Listrik Hampir seluruh kebutuhan listrik di Kabupaten Lombok Tengah dipenuhi oleh PT. Perusahaan Listrik Negara (Persero). Pelayanan listrik dari PLN sudah mampu menjangkau seluruh kecamatan di Kabupaten Gianyar, termasuk di kawasan perencanaan. 2) Prasarana Telekomunikasi Pelayanan jaringan telepon di Kecamatan Sukawati umumnya dilayani oleh sambungan telepin dari PT. Telkom. Dari data yang diperoleh diketahui bahwa seluruh wilayah di kecamatan telah dijangkau oleh layanan telepon. Selain itu terdapat fasilitas warung telekomunikasi (wartel) untuk menunjang kebutuhan telekomunikasi di kawasan perencanaan. 3) Air Bersih Ketersediaan air bersih yang sehat sangat dibutuhkan masyarakat. Perusahaan yang menangani air bersih atau air minum di wilayah Kabupaten Gianyar umumnya dan Kecamatan Sukawati khususnya termasuk di kawasan perencanaan adalah Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Berdasarkan data Tahun 2013, jumlah penduduk di kawasan perencanaan yang memanfaatkan air bersih PDAM adalah sebesar 48%, air sumur 23%, mata air 12% dan yang memanfaatkan sumber lainnya adalah 17%.

40 | P a g e

Tabel - Sumber Air di Kecamatan Sukawati Tahun 2013


Desa/Kelurahan Batubulan Batubulan kangin Ketewel Guwang Sukawati Celuk Singapadu Singapadu tengah Singapadu kaler Batuan Batuan kaler Kemenuh Total Jumlah RT 3677 1481 2405 1934 2357 1079 1152 1142 1065 2045 757 2063 21157 PDAM 1406 823 1005 931 1098 733 776 558 518 885 461 961 10155 Pompa 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Sumber Air Mata Sumur Air 1062 355 826 731 391 38 50 241 76 502 155 411 4838 144 87 145 180 462 127 219 182 161 344 105 309 2465 Sungai 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Lainnya 1065 207 429 92 406 181 107 161 310 314 36 382 3690

Sumber: Kecamatan Sukawati Dalam Angka, 2013

Gambar Diagram Sumber Air di Kecamatan Sukawati Tahun 2013

41 | P a g e

Sumber: Kecamatan Sukawati Dalam Angka, 2013

4)

Sampah Pelayanan sampah di kawasan perencanaan masih

individual yaitu dengan dibakar, ditimbun bahkan ada yang dibuang sembarangan ke lahan-lahan terbuka. 5) Sanitasi/Air Limbah Penduduk kawasan perencanaan pada umumnya memakai jamban keluarga dalam pemenuhan kebutuhan sanitasinya. Limbah cair yang berasal dari hotel/akomodasi pariwisata, pengelolaannya sebagian besar dikelola sendiri oleh pihak pengelola hotel. E.3. PENDEKATAN TEKNIS DAN METODOLOGI PEKERJAAN Untuk mendapatkan hasil pekerjaan yang sesuai dengan harapan dan untuk kelancaran serta terkoordinasinya pelaksanaan pekerjaan, maka kegiatan yang paling pokok adalah penyusunan uraian teknis pelaksanaan pekerjaan. Uraian teknis pelaksanaan pekerjaan ini menyangkut urutan dan jenis kegiatan yang akan dilaksanakan.

42 | P a g e

Konsultan

dalam

melaksanakan

pekerjaan

ini

pada

nantinya

akan

memperhatikan lingkup pekerjaan yang telah tertuang dalam Kerangka Acuan Kerja yang telah ada. Metode pelaksanaan diuraikan sebagai dasar dan tata cara pelaksanaan pekerjaan, sehingga dalam pelaksanaannya tidak terjadi kesalahan dan seluruh kegiatan dapat dikoordinir dan dipantau dengan mudah. 1. Pendekatan Pelaksanaan Pekerjaan Pendekatan yang dilakukan dalam proses pembahasan materi ini menggunakan pendekatan Penataan Struktur Ruang Kota yang berkaitan dengan Perencanaan Tata Bangunan dan Lingkungan melalui proses identifikasi dan menganalisa keadaan faktual lapangan dengan Rencana Tata Ruang Kota dengan hasil akhir dari Produk RTBL seperti yang terlihat pada gambar Proses Penyusunan RTBL berikut ini.

43 | P a g e

PT. DUTA DEWATA KONSULTAN Konsultan Perencana Dan Pengawas

Gambar - Proses Penyusunan RTBL

44 | P a g e

PT. DUTA DEWATA KONSULTAN Konsultan Perencana Dan Pengawas

Selain melalui metode pendekatan seperti yang divisualisasikan dalam gambar tersebut di atas, ada beberapa pendekatan yang juga dapat diterapkan dalam penyusunan RTBL ini, antara lain : Pendekatan Lingkungan Di dalam pendekatan ini, penyusunan RTBL diarahkan untuk mampu meningkatkan mutu lingkungan serta melestarikan lingkungan atau berkelanjutan. Dengan demikian dalam penyusunan RTBL ini diharapkan dapat mencakup seluruh permasalahan penurunan kualitas lingkungan yang banyak terjadi saat ini akibat degradasi/kerusakan lingkungan maupun akibat ketidakberlanjutannya suatu pembangunan. 1). Pendekatan Pengelolaan Lingkungan Di dalam pendekatan pengelolaan lingkungan terdapat beberapa indikator sebagai pengukur kualitas lingkungan yang tinggi dan lestari. Indikator kualitas lingkungan yang tinggi dan lestari tersebut dapat digambarkan pada gambar berikut. Gambar - Diagram Indikator Kualitas Lingkungan Yang Tinggi dan Lestari

Selain memahami indikator kualitas lingkungan maka dalam pengelolaan lingkungan hidup dasar pemikiran penataan lingkungan yang coba dikaitkan dengan penataan ruang kawasan perkotaan dan perdesaan dapat digambarkan dalam gambar berikut.

45 | P a g e

PT. DUTA DEWATA KONSULTAN Konsultan Perencana Dan Pengawas

Gambar - Dasar Pemikiran Penataan Lingkungan, Penataan Ruang Kawasan Perkotaan dan Perdesaan

2).

Pendekatan Pembangunan Berwawasan Lingkungan Konsep pembangunan yang berwawasan lingkungan dimaksudkan untuk mengolah alam dengan bijaksana agar tercipta suatu proses pembangunan yang berkesinambungan bagi peningkatan kualitas hidup rakyat generasi demi generasi sepanjang masa (Emil Salim, 1991). Dalam hal ini maka tertuang pula adanya konsep pembangunan yang berkelanjutan. Secara garis besar konsep pembangunan berwawasan lingkungan ini memiliki empat dimensi yaitu: (1). Ekologis, (2). Sosial ekonomi budaya, (3) Sosial politik, dan (4). Hukum.

46 | P a g e

PT. DUTA DEWATA KONSULTAN Konsultan Perencana Dan Pengawas

Pendekatan

Strategis,

pendekatan ini dilakukan dengan menentukan skala prioritas permasalahan. Approach ini sebuah Strategic akan

membantu sehingga dalam penyusunan kriteria maupun tolok ukur guna penyusunan data base

persampahan dan drainase tersebut. Pendekatan keterpaduan perencanaan dari Atas dan Bawah (Bottom Up Approach), Pendekatan perencanaan dengan merangkum 2 (dua) arah pendekatan, yaitu : perencanaan dari atas ke bawah sebagai penurunan kebijaksanaan pembangunan pada tingkat Nasional, maupun

kebijaksanaan pada tingkat regional. Pendekatan Intersektoral Holistik (Komprehensif), yaitu : Pendekatan perencanaan yang bertumpu pada perencanaan yang menyeluruh dan selalu terkait dengan sektor-sektor lain serta wilayah dengan skala lebih luas secara regional atau nasional. Sehingga pada tahap selanjutnya didapatkan koordinasi, sinkronisasi dan integrasi dengan sektor terkait. Pendekatan Masyarakat (Community Approach), yaitu : pendekatan perencanaan dengan melibatkan masyarakat dalam proses perencanaan sehingga masyarakat dapat memberikan masukan dalam program pembangunan sarana dan prasarana Penyehatan Lingkungan Permukiman. Salah satu mertode dalam pendekatan masyarakat ini adalah Metode PRA. Pengertian PRA (Participatory Rural Appraisal) PRA dimaksudkan untuk mengembangkan partisipasi masyarakat. Partisipasi masyarakat diterjemahkan sebagai keikutsertaan masyarakat. Pendekatan ini menitikberatkan pada pemikiran bahwa kegiatan pembangunan pada akhirnya dikembangkan dan dimiliki sendiri oleh masyarakat, hal ini berarti yang ikut serta adalah orang luar, yakni para petugas lembaga-lembaga pembangunan masyarakat pada kegiatan masyarakat. Bukan sebaliknya, masyarakatlah yang ikut serta pada 47 | P a g e

PT. DUTA DEWATA KONSULTAN Konsultan Perencana Dan Pengawas

kegiatan orang luar. Artinya, program bukan dirancang oleh orang luar kemudian masyarakat diminta ikut melaksanakan, tetapi program dirancang oleh masyarakat dengan fasilitasi oleh orang luar. Dengan pemikiran ini, aktivis pembangunan selalu menempatkan masyarakat sebagai pelaku utama pembangunan. Pendampingan masyarakat merupakan hal yang berhubungan erat dengan pendekatan partisipatif. Hal ini dikarenakan keikutsertaan masyarakat dalam penentuan kebijaksanaan pembangunan merupakan hal yang paling krusial dalam pendekatan partisipatif. 1). Prinsip-prinsip Metode PRA Prinsip Mengutamakan yang Terabaikan (Keberpihakan) Sering terjadi dalam masyarakat, sebagian besar lapisan masyarakat tetap berada di pinggir yang arus berjalan

pembangunan

cepat. Karena itu, prinsip paling pertama metode ini adalah

mengutamakan

masyarakat

yang terabaikan tersebut agar memperoleh kesempatan untuk memiliki peran dan mendapat manfaat program dalam kegiatan Keberpihakan terhadap golongan

pembangunan.

masyarakat yang terabaikan ini bukan berarti bahwa golongan masyarakat lainnya (elite masyarakat) perlu mendapat giliran untuk diabaikan atau tidak diikutsertakan. Keberpihakan ini lebih pada upaya untuk mencapai keseimbangan perlakuan terhadap berbagai golongan paling miskin agar kehidupannya meningkat.

48 | P a g e

PT. DUTA DEWATA KONSULTAN Konsultan Perencana Dan Pengawas

2).

Prinsip Pemberdayaan (Penguatan) Masyarakat Pendekatan PRA bermuatan peningkatan kemampuan masyarakat. Kemampuan itu ditingkatkan di dalam proses pengkajian keadaan, pengambilan penentuan keputusan kebijakan, dan

sampai

pada pemberian penilaian dan koreksi terhadap kegiatan yang berlangsung. Dengan kata lain, masyarakat (peluang/ kontrol memberikan memiliki kesempatan) akses dan

(kemampuan keputusan dan

memilih) terhadap berbagai keadaan yang terjadi di seputar kehidupannya. Dengan demikian mereka bisa mengurangi

ketergantungan terhadap bantuan orang luar, terutama bila bantuan itu bersifat merugikan (melemahkan posisi

masyarakat/petani). 3). Prinsip Masyarakat Sebagai Pelaku, Orang Luar Sebagai Fasilitator Menempatkan masyarakat sebagai pusat dari kegiatan pembangunan. Orang luar harus menyadari

perannya sebagai fasilitator dan bukannya guru, penyuluh atau bahkan instruktur. Hal seperti ini mudah untuk diucapkan, tetapi tidak mudah untuk dilakukan karena adanya anggapan bahwa masyarakat miskin itu bodoh. Bahkan terdapat anggapan bahwa kemiskinan itu disebabkan kebodohan. Untuk itu, perlu sikap rendah hati serta kesediaan untuk belajar dari masyarakat dan menempatkan warga masyarakat sebagai narasumber utama dalam memahami keadaan masyarakat itu. Kalaupun pada awalnya peran orang luar lebih besar, harus diusahakan agar secara bertahap peran itu bisa berkurang dengan 49 | P a g e

PT. DUTA DEWATA KONSULTAN Konsultan Perencana Dan Pengawas

mengalihkan

prakarsa

kegiatan-kegiatan

PRA

pada

warga

masyarakat itu sendiri. 4). Prinsip Saling Belajar dan Menghargai Perbedaan Salah satu prinsip dasar adalah pengakuan akan pengalaman dan pengetahuan masyarakat. Hal ini bukanlah berarti bahwa

masyarakat selamanya benar dan harus dibiarkan tidak

berubah.

Kenyataan

memperlihatkan bahwa dalam banyak hal perkembangan

pengalaman dan pengetahuan tradisional masyarakat tidak sempat mengejar perubahanperubahan yang terjadi dan tidak lagi dapat memecahkan masalahmasalah yang berkembang. Namun, sebaliknya telah terbukti pula bahwa pengetahuan modern yang diperkenankan oleh orang luar tidak juga memecahkan masalah mereka karena tidak cocok. Bahkan dalam banyak kasus, malah menciptakan masalah yang lebih besar lagi. Karenanya harus dilihat bahwa pengalaman dan pengetahuan masyarakat dan pengetahuan orang luar saling melengkapi dan sama bernilainya, dan bahwa proses PRA adalah ajang komunikasi antara kedua sistem pengetahuan itu untuk melahirkan sesuatu yang lebih baik. 5). Prinsip Santai dan Informal Kegiatan PRA diselenggarakan dalam suasana yang bersifat luwes, terbuka, tidak memaksa, dan informal. Situasi yang santai ini akan menimbulkan hubungan akrab, karena orang luar akan berproses masuk sebagai anggota masyarakat, bukan sebagai tamu

asing yang oleh masyarakat harus disambut secara protokol. Terkadang menjadi tradisi bagi masyarakat desa untuk menerima kedatangan 50 | P a g e orang di luar komunitasnya dengan semacam

PT. DUTA DEWATA KONSULTAN Konsultan Perencana Dan Pengawas

penyambutan, seperti berkumpulnya para tokoh adat dan pemerintah desa, jamuan dan tarian adat. Barangkali suasana santai dan informal ini lebih cocok disebutkan sebagai salah satu tip untuk pemandu, tetapi hal ini menjadi prinsipil karena sering dilanggar. Penerapan PRA diharapkan untuk sama sekali tidak mengganggu kegiatan sehari-hari masyarakat. Orang luar harus memperhatikan jadwal kegiatan masyarakat bukan sebaliknya masyarakat

diharuskan mengikuti jadwal orang luar dalam kegiatan PRA yang terpatok waktu. 6). Prinsip Triangulasi Salah satu kegiatan PRA adalah usaha mengumpulkan dan menganalisis data secara sistematis bersama masyarakat. Usaha itu akan memanfaatkan

berbagai sumber informasi yang ada. Namun kita tahu, tidak semua sumber informasi itu senantiasa bisa dipercaya ketepatannya. Untuk mendapatkan

informasi yang kedalamannya itu bisa diandalkan kita bisa menggunakan triangulasi yang merupakan bentuk pemeriksaan dan pemeriksaan ulang (check and re-check) informasi. Triangulasi dilakukan antara lain melalui penganekaragaman keanggotaan tim (keanekaragaman disiplin ilmu atau pengalaman), penganekaragaman sumber informasi (keragaman latar belakang golongan masyarakat, keragaman tempat, jenis kelamin), dan variasi teknik.

51 | P a g e

PT. DUTA DEWATA KONSULTAN Konsultan Perencana Dan Pengawas

7).

Prinsip Mengoptimalkan Hasil Dalam upaya mengumpulkan

informasi seringkali dilakukan pengumpulan sebanyak-banyaknya informasi dan

ternyata banyak dari informasi tersebut yang tidak diperlukan atau tidak dipergunakan.

Walaupun sudah banyak teknik PRA yang dipergunakan untuk mengkaji, tetapi tim pemandu seringkali merasa bahwa informasi yang terkumpul belum lengkap atau belum memadai. Tim pemandu pada saat persiapan perlu merumuskan secara jelas jenis dan tingkat kedalaman informasi yang dibutuhkan. Hanya, jangan lupa bahwa kebutuhan informasi tim pemandu semestinya menyerap juga pendapat masyarakat tentang informasi-informasi yang menurut masyarakat itu lebih penting daripada dirumuskan oleh tim pemandu. Berikut ini adalah penjabaran dari prinsip mengoptimalkan atau memperoleh hasil informasi yang tepat guna menurut metode PRA : Lebih baik kita tidak tahu tentang apa yang tidak perlu kita ketahui (ketahui secukupnya saja). Lebih baik kita tidak tahu apakah informasi itu bisa disebut benar seratus persen, tetapi diperkirakan bahwa informasi itu cenderung mendekati kebenaran (daripada kita tidak tahu sama sekali).

52 | P a g e

PT. DUTA DEWATA KONSULTAN Konsultan Perencana Dan Pengawas

8).

Prinsip Orientasi Praktis PRA berorientasi praktis, yakni

pengembangan kegiatan. Untuk itu dibutuhkan informasi yang sesuai dan memadai, agar program bisa yang

dikembangkan

memecahkan

masalah dan meningkatkan kehidupan masyarakat. Karena itu, PRA bukanlah kegiatan yang dilakukan demi PRA itu sendiri. PRA hanya sebagai alat atau metode yang dimanfaatkan untuk mengoptimalkan programprogram yang dikembangkan bersama masyarakat. Penerapan metode PRA tidak hanya sekedar untuk menggali informasi dari masyarakat, tetapi menindaklanjuti ke dalam kegiatan bersama. 9). Prinsip Keberlanjutan dan Selang Waktu Kepentingan-kepentingan masalah-masalah dan

masyarakat

tidaklah tatap, tetapi berubah dan bergeser sesuai dengan berbagai perubahan dan perkembangan baru dalam masyarakat itu sendiri.

Karenaya, pemahaman masyarakat bukanlah suatu usaha yang sekali dilakukan kemudian selesai, namun merupakan kegiatan berlanjut. Metode Pra bukanlah paket kegiatan PRA yang selesai setelah kegiatan penggalian informasi dianggap cukup, dan orang luar yang memfasilitasi kegiatan keluar dari desa. PRA merupakan metode yang harus dijiwai dan dihayati oleh lembaga dan para pelaksana di lapangan, agar program yang mereka kembangkan secara terusmenerus berlandaskan pada prinsip-prinsip dasar PRA yang mencoba menggerakkan potensi masyarakat.

53 | P a g e

PT. DUTA DEWATA KONSULTAN Konsultan Perencana Dan Pengawas

10). Prinsip Belajar dan Kesalahan Melakukan kesalahan dalam kegiatan PRA adalah sesuatu yang wajar. Yang terpenting

bukanlah kesempurnaan dalam penerapannya, yang tentu sukar dicapai, melainkan penerapan sebaik-baiknya sesuai dengan kempuan yang ada. Kemudian, kita belajar dari kekurangankekurangan/kesalahan yang

terjadi, agar pada kegiatan berikutnya menjadi lebih baik. Satu hal yang paling penting diingat adalah bahwa kegiatan PRA bukanlah kegiatan coba-coba (trial and eror) yang tanpa perhitungan. Kita harus meminimalkan dan mengurangi kesalahan. 11). Prinsip Terbuka Prinsip ini menganggap PRA sebagai metode dan perangkat teknik yang belum selesai, sempurna, dan pasti benar. Diharapkan bahwa teknikteknik itu senantiasa bisa

dikembangkan sesuai dengan keadaan dan kebutuhan setempat. Sumbangansumbangan langsung dari mereka yang dan untuk

menerapkan dilapangan

menjalankannya

memperbaiki konsep, pemikiran maupun merancang teknik-teknik baru, sangat berguna dalam memperkaya metode ini. 2. Metodologi Metodologi dapat dipandang sebagai bagian dari logika yang mengkaji kaidah penalaran yang tepat. Jika kita membicarakan metodologi maka hal yang tak kalah pentingnya adalah asumsi-asumsi yang melatar belakangi berbagai metode yang dipergunakan dalam aktivitas ilmiah. Dalam pekerjaan Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan Kawasan Sukawati 54 | P a g e

PT. DUTA DEWATA KONSULTAN Konsultan Perencana Dan Pengawas

Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar, perlu disusun langkah-langkah yang tersistematis agar mendapatkan hasil sesuai dengan sasaran yang telah ditetapkan. Metodologi yang digunakan dalam proses pekerjaan Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan Kawasan Sukawati Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar, tentunya disesuaikan dengan ruang lingkup dan output yang telah ditetapkan di dalam Kerangka Acuan Kerja. Metodologi studi yang akan dilakukan dapat dibagi menjadi 2 (dua) bagian, yaitu meliputi : a. Metodologi Pelaksanaan Metodologi pelaksanaan yang diajukan oleh Konsultan adalah

berdasarkan kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan, sebagaimana yang tercantum dalam KAK dengan beberapa modifikasi guna pencapaian tujuan dan sasaran kegiatan yang diharapkan. Metode pelaksanaan pekerjaan tersebut dapat dirinci dalam tahap-tahap sebagai berikut : 1). Tahap Persiapan Pada tahap ini dilakukan persiapan pelaksanaan menyangkut penyusunan program kerja (alur pikir dan jadwal), penyusunan instrumen pendataan (kuesioner, peralatan, bahan dan tenaga) yang akan dilibatkan. 2). Tahap Pengumpulan Data Tahap pengumpulan data dibagi dalam 2 tahap, yaitu : (a) Tahap Pengumpulan Data Primer Data primer dapat juga disebut sebagai data faktual. Data Primer merupakan data-data dari hasil yang dikumpulkan di lapangan dengan pengamatan langsung ke lokasi (on site visit). Dari data primer ini kita dapat mengidentifikasi kondisi faktual lapangan yang menyangkut bangunan dan

lingkungannya dengan pendokumentasian berupa foto-foto.

55 | P a g e

PT. DUTA DEWATA KONSULTAN Konsultan Perencana Dan Pengawas

Selain itu dari data primer dapat menghasilkan issue-issue baru yang tengah berkembang dan berpengaruh signifikan terhadap kawasan perencanaan maupun kebijaksanaan tata ruang yang telah ada. Adapun data primer yang dapat digali antara lain : Potensi fungsi kawasan/lingkungan; Potensi ekonomi/sosial/budaya masyarakatnya; Kondisi fisik kawasan/lingkungan yang berupa

prasarana/sarana dan fasilitasnya; (b) Karakteristik arsitektur setempat/lokal.

Tahap Pengumpulan Data Sekunder Data sekunder dapat disebut juga dengan pengumpulan data secara otoritatif. Pengumpulan data yang dapat diperoleh dari instansi terkait seperti instansi pemerintah baik pusat maupun daerah, perguruan tinggi, lembaga masyarakat formal maupun informal. Data sekunder merupakan data yang berupa dokumen kebijaksanaan ataupun data-data tertulis lainnya yang mendukung. Data sekunder dapat berupa Peraturan

Perundang-undangan Pemerintah Pusat maupun Daerah yang terkait dan Kebijaksanaan Tata Ruang daerah setempat ataupun literatur pendukungnya. Data sekunder yang dibutuhkan terdiri dari : Rencana Tata Ruang (RUTRK, RTRK,RDTRK); Peraturan Bangunan Setempat; Peta makro kota; Peta mikro kawasan; Kondisi fisik kota (data geofrafis, topografi, dll).

Kedua kegiatan survey tersebut diatas dilakukan secara bersamasama oleh konsultan pelaksana, untuk mendapatkan data yang valid dan dapat dipercaya serta dapat menghasilkan produk yang berkualitas dan sesuai dengan kondisi lapangan.

56 | P a g e

PT. DUTA DEWATA KONSULTAN Konsultan Perencana Dan Pengawas

3).

Tahap Kompilasi dan Pemrosesan Data Pada tahap ini dilakukan kompilasi data dan melakukan analisis data dengan menggunakan teknik-teknik analisis kuantitatif dan kualitatif serta membuat kesimpulan hasil analisis dan menyajikan prioritas dan alternatif serta prioritas.

4). 5). 6). 7). 8). 9).

Tahap Analisis dan Justifikasi Tahap Penyusunan Skenario Tahap Penyusunan Rencana Umum Tahap Penyusunan Rencana Detail Tahap Penyusunan Rencana dan Program Pembangunan Tahap Penyusunan Program Investasi

10). Tahap Penyusunan Administrasi Pengendalian dan Rencana 11). Tahap Penyusunan Arahan Daerah b. Tinjauan Literatur Tinjauan literatur ini merupakan tinjauan berupa teori ataupun pustaka yang terkait sebagai landasan dalam berproses untuk menghasilkan rancangan pada RTBL ini. Tinjauan teori yang terkait yang akan dibahas sebagai pedoman adalah teori-teori yang mengenai elemen struktur ruang (perkotaan), lansekap/ ruang terbuka hijau dan pencitraan. 1). Metode Perencanaan Tata Ruang A. Pengertian Ruang Ruang merupakan hal yang sangat penting dalam

pembangunan wilayah. Ruang merupakan wadah dari segala kegiatan yang berlangsung dalam sebuah wilayah. Oleh sebab itu aktivitas apapun pasti membutuhkan ruang tertentu. Konsep ruang mempunyai beberapa unsur, yaitu : o jarak o lokasi o bentuk o ukuran 57 | P a g e

PT. DUTA DEWATA KONSULTAN Konsultan Perencana Dan Pengawas

Unsur-unsur tersebut diatas secara bersama-sama menyusun unit tata ruang yang disebut wilayah. Whittlessey (1954) memformulasikan pengertian tata ruang berdasarkan : o unit areal konkret; o fungsionalitas diantara fenomena; dan o subyektifitas dalam penentuan kriteria. Kemudian Hartchorne (1960) mengintroduksikan unsur

hubungan fungsional diantara fenomena, yang melahirkan konsep struktur fungsional tata ruang. Struktur fungsional tata ruang bersifat subyektif, karena dapat menentukan

fungsionalitas berdasarkan kriteria subyektif. Menurut Hanafiah (1985) konsep jarak mempunyai dua pengertian, yaitu jarak absolute dan jarak relative yang mempengaruhi konsep ruang absolute dan relative. Konsep jarak dan ruang relative ini berkaitan dengan hubungan fungsionalitas diantara fenomena, dalam struktur

fungsionalitas tata ruang. Dasar dan konsep ruang relative adalah jarak relative. Jarak relative merupakan fungsi dari pandangan atau persepsi terhadap jarak. Dalam konsep ruang absolute, jarak diukur secara fisik, sedangkan dalam konsep ruang relative, jarak diukur secara fungsional berdasarkan unit waktu, ongkos dan usaha. Persepsi manusia ini dipengaruhi oleh faktor-faktor ekonomi, sosial budaya, politik, psikologi, dan sebagainya. Melalui berbagai faktor tersebut manusia dapat menggambarkan ruang relative. Secara skematis pada gambar berikut disajikan persepsi manusia mengenai ruang.

58 | P a g e

PT. DUTA DEWATA KONSULTAN Konsultan Perencana Dan Pengawas

Gambar - Persepsi Manusia Tentang Ruang

B. Pengertian Wilayah Wilayah didefinisikan sebagai suatu unit geografi yang dibatasi oleh kriteria tertentu yang bagian-bagiannya

tergantung secara internal. Wilayah dapat dibagi menjadi 4 jenis, yaitu : o o o o wilayah homogen; wilayah nodal; wilayah perencanaan dan wilayah administratif.1

Wilayah Homogen Wilayah homogen adalah wilayah yang dipandang dari satu aspek/kriteria mempunyai sifat-sifat atau ciri-ciri yang relative sama. Sifat-sifat dan ciri-ciri kehomogenan itu misalnya dalam hal ekonomi (seperti daerah dengan struktur produksi dan konsumsi yang homogen, daerah dengan tingkat pendapatan rendah/miskin, dll), geografi (seperti wilayah yang mempunyai topografi atau iklim yang sama), agama, suku dan sebagainya. Richardson (1975) dan Hoover (1977), mengemukakan bahwa
1

Budiharsono, Sugeng, Dr. Ir, Teknik Analisis Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan (Jakarta : Pradnya Paramita, 2001).

59 | P a g e

PT. DUTA DEWATA KONSULTAN Konsultan Perencana Dan Pengawas

wilayah homogen dibatasi berdasarkan keseragamannya secara internal (internal uniformity). Wilayah Nodal Wilayah nodal (nodal region) adalah wilayah yang secara fungsional mempunyai ketergantungan antara pusat (inti) dan daerah belakangnya (hinterland). Tingkat ketergantungan ini dapat dilihat dari arus penduduk, faktor produksi, barang dan jasa, ataupun komunikasi dan transportasi. Sukirno (1976) menyatakan bahwa pengertian wilayah nodal yang paling ideal untuk digunakan dalam analisis mengenai ekonomi wilayah, mengartikan wilayah tersebut sebagai ekonomi ruang yang dikuasai oleh satu atau beberapa pusat kegiatan ekonomi. Batas wilayah nodal ditentukan sejauh mana pengaruh dari suatu pusat kegiatan ekonomi bila digantikan oleh pengaruh dari pusat kegiatan ekonomi lainnya. Hoover (1977) mengatakan bahwa struktur dari wilayah nodal dapat digambarkan sebagai suatu sel hidup atau suatu atom, dimana terdapat inti dan plasma (periferi) yang saling melengkapi. Pada struktur yang demikian, integrasi fungsional akan lebih merupakan dasar hubungan ketergantungan atau dasar kepentingan masyarakat di dalam wilayah itu, daripada merupakan homogenitas semata-mata. Dalam hubungan saling ketergantungan itu dengan perantaraan pembelian dan penjualan barang-barang dan jasa-jasa secara lokal, aktivitasaktivitas regional akan mempengaruhi pembangunan yang satu dengan yang lainnya. Wilayah homogen dan nodal memainkan peranan yang berbeda di dalam organisasi tata ruang masyarakat. Perbedaan ini jelas terlihat pada arus perdagangan. Dasar yang biasa digunakan untuk suatu wilayah homogen adalah suatu output yang dapat diekspor bersama dimana seluruh wilayah merupakan suatu daerah surplus untuk suatu output tertentu, sehingga berbagai tempat di wilayah tersebut kecil atau tidak 60 | P a g e

PT. DUTA DEWATA KONSULTAN Konsultan Perencana Dan Pengawas

sama sekali kemungkinannya untuk mengadakan perdagangan secara luas diantara satu sama lainnya. Sebaliknya dalam wilayah nodal, pertukaran barang dan jasa secara intern di dalam wilayah tersebut merupakan suatu hal yang mutlak harus ada. Biasanya daerah belakang akan menjual barangbarang mentah (raw material) dan jasa tenaga kerja kepada daerah inti, sedangkan daerah inti akan menjual ke daerah belakang dalam bentuk barang jadi. Wilayah Perencanaan Boudeville (dalam Glasson, 1978) mendefinisikan wilayah perencanaan (planning region atau programming region) sebagai wilayah yang memperlihatkan koherensi atau kesatuan keputusan-keputusan ekonomi. Wilayah perencanaan dapat dilihat sebagai wilayah terjadinya yang cukup besar untuk penting

memungkinkan

perubahan-perubahan

dalam penyebaran penduduk dan kesempatan kerja, namun cukup kecil untuk memungkinkan persoalan-persoalan

perencanaannya dapat dipandang sebagai suatu kesatuan. Klaessen (dalam Glasson, 1978) mempunyai pendapat yang hampir sama dengan Boudeville, yaitu bahwa wilayah perencanaan harus mempunyai ciri-ciri : o cukup besar untuk mengambil keputusan-keputusan investasi yang berskala ekonomi; o mampu mengubah industrinya sendiri dengan tenaga kerja yang ada; o o mempunyai struktur eknoomi yang homogen; mempunyai sekurang-kurangnya satu titik pertumbuhan (growth point); o menggunakan pembangunan; o masyarakat dalam wilayah itu mempunyai kesadaran bersama terhadap persoalan-persoalannya. suatu cara pendekatan perencanaan

61 | P a g e

PT. DUTA DEWATA KONSULTAN Konsultan Perencana Dan Pengawas

Wilayah perencanaan bukan hanya dari aspek fisik dan ekonomi, namun ada juga dari aspek ekologis. Misalnya dalam kaitannya dengan pengelolaan daerah aliran sungai (DAS). Pengelolaan daerah aliran sungai harus direncanakan dan dikelola mulai dari hulu sampai hilirnya secara terpadu, karena perlakuan di hulu akan berakibat di bagian hilirnya. Wilayah Administratif Wilayah administratif, adalah wilayah yang batas-batasnya ditentukan berdasarkan kepentingan administrasi pemerintahan atau politik, seperti: provinsi, kabupaten, kecamatan,

desa/kelurahan, dan RT/RW. Sukirno (1976) menyatakan bahwa di dalam praktek, apabila membahas mengenai pembangunan wilayah, maka pengertian wilayah administrasi merupakan pengertian yang paling banyak digunakan. Lebih populernya penggunaan pengertian tersebut disebabkan dua faktor, yakni : o Dalam melaksanakan kebijakan dan rencana

pembangunan wilayah diperlukan tindakan-tindakan dari berbagai badan pemerintah. Dengan demikian, lebih praktis apabila pembangunan wilayah didasarkan pada satuan wilayah administrasi yang telah ada; o Wilayah yang batasnya ditentukan berdasarkan atas satuan adminitrasi pemerintahan lebih mudah dianalisis, karena sejak lama pengumpulan dan di berbagai bagian wilayah berdasarkan pada satuan wilayah administrasi tersebut. Namun dalam kenyataannya, pembangunan tersebut seringkali tidak hanya dalam satu satuan wilayah administrasi, sebagai contoh dalam pengelolaan wilayah pesisir, pengelolaan daerah aliran sungai, pengelolaan lingkungan dan sebagainya, yang batasnya bukan berdasarkan administrasi namun berdasarkan batas ekologis dan seringkali lintas batas wilayah administrasi.

62 | P a g e

PT. DUTA DEWATA KONSULTAN Konsultan Perencana Dan Pengawas

Sehingga penanganannya memerlukan kerjasama dari satuan wilayah administrasi yang terkait. Dalam pemahaman tentang ruang wilayah maka ilmu pembangunan wilayah merupakan salah satu ilmu yang mempunyai peranan penting sebab ilmu ini bersifat lintas disiplin yang mencakup berbagai disiplin ilmu. Ilmu pembangunan wilayah merupakan wahana lintas disiplin yang mencakup berbagai teori dan ilmu terapan yaitu geografi, ekonomi, sosiologi, matematika, statistika, ilmu politik, perencanaan daerah, ilmu lingkungan, dan sebagainya. Hal ini dapat dimengerti karena pembangunan itu sendiri merupakan fenomena multifaset yang memerlukan berbagai usaha manusia dari berbagai bidang ilmu pengetahuan. Pembangunan wilayah bukan hanya merupakan

pendisagregasian pembangunan nasional. Hal ini dikarenakan bahwa pembangunan wilayah mempunyai filsafat, peranan, dan tujuan yang berbeda. Ilmu pembangunan wilayah sebenarnya dalam perkembangannya lebih mendekati ilmu ekonomi. Perbedaan pokok antara ilmu pembangunan wilayah terletak pada perlakuan terhadap dimensi spasial. Menurut Misra (1977) ilmu pembangunan wilayah merupakan disiplin ilmu yang ditopang oleh empat pilar (tetraploid dicpline), yaitu geografi, ekonomi, perencanaan kota dan teori lokasi. Kemudian dengan berkembangnya aspek biogeofisik yang tidak hanya direpresentasikan oleh teori geografi dan teori lokasi tetapi juga oleh aspek sosial budaya dan lingkungan, maka ilmu pembangunan wilayah setidaktidaknya perlu ditopang oleh 6 pilar analisis yaitu : o o o o o 63 | P a g e analisis biogeofisik analisis ekonomi analisis sosio-budaya analisis kelembagaan analisis lokasi

PT. DUTA DEWATA KONSULTAN Konsultan Perencana Dan Pengawas

analisis lingkungan

Pada gambar berikut disajikan skema mengenai 6 pilar analisis penopang ilmu pembangunan wilayah. Gambar - 6 Pilar Penopang Ilmu Pembangunan Wilayah

2). Teori Kota Kota adalah kawasan yang mempunyai jumlah penduduk tertentu, bentuk permukiman dan pola sosial ekonomi yang bercirikan perkotaan. Selain itu kota dapat didefinisikan sebagai : a. Kawasan permukiman yang mempunyai ukuran atau besaran tertentu; b. Kawasan permukiman yang tertutup dan mempunyai

kepadatan bangunan; c. Kawasan permukiman yang secara jelas dibedakan dalam kegiatan ekonomi dan struktur sosial; d. Kawasan permukiman yang mempunyai ukuran minimal sebagai pusat pelayanan untuk wilayah sekitarnya. Yang dimaksudkan dengan kawasan perkotaan adalah kawasan terbangun dimana bangunan, jalan dan penggunaan lahan kota penting lainnya mendominasi kawasan, bahkan fasilitas ini dapat menyebar melewati batas kota.

64 | P a g e

PT. DUTA DEWATA KONSULTAN Konsultan Perencana Dan Pengawas

Kota dapat diklasifikasikan menurut fungsinya, yaitu : a. b. c. Fungsi pemasaran atau pusat pasar; Fungsi transportasi atau pusat transportasi; Fungsi khusus seperti pemerintahan, pendidikan, dll.

Pendekatan fungsi kota berdasarkan konsep ekonomi dasar sebagai pembentuk kegiatan ekonomi kota, yaitu : a. Fungsi dasar (basic) sebagai fungsi utama yang harus ada agar suatu kota dapat berkembang, misalnya industri, perdagangan, pemerintahan. b. Fungsi bukan dasar (non basic) sebagai fungsi pelayanan terhadap fungsi dasar atau melayani kebutuhan penduduk dalam kota tersebut. Dalam konteks perwilayahan, setiap kota mempunyai peranan yang berbeda-beda, menyangkut hubungan antara satu kota dengan kota yang lainnya dalam berbagai aktivitas. Secara spasial, sistem

perkotaan mempunyai organisasi yang dibentuk oleh 3 komponen, yaitu : a. Matriks karakteristik kota, yang menggambarkan karakteristik struktural di setiap kota seperti ukuran kota, struktur ekonomi, keadaan sosial. b. Matriks perilaku, yang mengindikasikan pola interaksi diantara wilayah perkotaan dalam konteks pergerakan penduduk, data, barang dan keuangan. c. Matriks ketergantungan, yang mengindikasikan bagaimana setiap kota atau lokasi dalam sistem perkotaan merespon terhadap perubahan kota-kota lainnya. Kota sebagai sebuah bentuk permukiman, merupakan sistem sosial yang lokasinya dalam ruang geografis, menempati posisi tertentu dalam sebuah sistem permukiman yang saling berhubungan. Pengembangan wilayah terjadi dalam jaringan interaksi sosial melewati batas lansekap, yang kejadiannya dalam sistem spasial tidak seragam atau tidak simultan.

65 | P a g e

PT. DUTA DEWATA KONSULTAN Konsultan Perencana Dan Pengawas

Setiap kota mempunyai peranan yang spesifik, yang satu kota dengan lainnya terdapat perbedaan. Beberapa karakteristik penting yang ditujukan oleh sistem perkotaan sebagai berikut : a. Sistem permukiman dibedakan menurut fungsi-fungsi yang dibentuk oleh setiap subsistem didalamnya. b. Setiap subsistem menempati simpul jaringan komunikasi yang membangkitkan, menerima dan mengirimkan pengaruh

perubahan terhadap subsistem lainnya. c. Setiap subsistem menempati simpul pada bidang kekuasaan yang bergerak dan mempengaruhi lokasi aktivitas dan populasi. d. Setiap subsistem melayani sebagai suatu agen perubahan bagi kehidupan penduduk dalam kawasan tertentu. e. Pilihan-pilihan pembangunan pada tiap subsistem dibatasi oleh posisinya dalam sistem yang saling mempunyai hubungan ketergantungan. f. Pilihan-pilihan pembangunan pada tiap subsistem sebagian ditentukan oleh kapasitas internalnya perubahan yang datang dari luar. g. Perubahan posisi satu subsistem dalam hirarki hubungan ketergantungan berarti merubah struktur sistem h. Perubahan posisi satu subsistem dalam hirarki ketergantungan merupakan hasil dari : Peningkatan atau penurunan ukuran subsistem; Perubahan organisasi sosial dan politik; Perubahan fungsi sistem. untuk merespon

66 | P a g e

PT. DUTA DEWATA KONSULTAN Konsultan Perencana Dan Pengawas

3). Teori Citra Kota Citra suatu kota berkaitan dengan elemen-elemen yang terbentuk dari struktur ruang kotanya yang berkarakteristik (dalam hal ini karakteristik setempat). Pengertian Citra Kota dapat didefinisikan sebagai berikut, bahwa Citra Kota merupakan gambaran mental dari sebuah kota sesuai dengan rata-rata pandangan masyarakat (Markus Zahn, 1999). Sedangkan Kevin Lynch (1969),

mempersepsikan pencitraan suatu kota melalui elemen-elemen pembentuk kota dan karakteristik pendukung kota tersebut yang mudah dikenali dan mampu menggambarkan potensi yang ada dari suatu kawasan. Image yang tercipta lebih pada apa yang dirasakan dan ditangkap oleh pengamat dan akan semakin tinggi nilai keberadaannya dengan didukung oleh elemen-elemen fisik pembentuk ruang yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari struktur ruang kotanya. Dimana artefak arsitektur urban merupakan suatu

rekonstruksi ruang, dan dalam skala yang besar selalu berhubungan dengan lingkungan dimana dia berada. Dalam memahami sebuah kota, image yang ditangkap oleh seorang pengamat sangat beragam dan memerlukan alat-alat bantu yaitu : a. Leagibility Dimana sebuah kota mudah dikenali, karena elemen-elemen atau bagian dari kotanya diorganisasikan ke dalam suatu pola yang koheren. b. Imageability Adanya kekuatan atau kemampuan dari elemen-elemen atau bagian kota untuk menimbulkan image yang kuat pada pengamatnya yang merupakan kualitas (objek) perkotaan yang mendukung sifat leagible kota. Kevin Lynch menyebutkan bahwa identitas suatu lingkungan dapat berbentuk sebagai : a. 67 | P a g e Pathways, yaitu jalur sirkulasi, garis yang biasa dilalui oleh orang, kendaraan maupun barang.

PT. DUTA DEWATA KONSULTAN Konsultan Perencana Dan Pengawas

b.

Landmark, yaitu tanda kota atau tengeran. Merupakan focal point dari suatu tempat (kota), dengan demikian landmark tidak dapat dinikmati dengan masuk ke dalamnya, tetapi dilihat dari suatu jarak dan dapat dijadikan titik orientasi (kota).

c.

Edges, merupakan garis batas antara dua hal (daerah atau aktivitas) yang berbeda atau pemutusan dari suatu kontinuitas.

d.

Nodes, adalah titik yang mengandung keaktifan (pusat aktivitas) yang letaknya strategis pada suatu kota, sehingga bisa dibuat sebagai titik orientasi.

e.

District, adalah suatu daerah dalam kota, bukan dalam pengertian administratif tetapi dalam ukuran dimensi.

Selain itu Kevin Lynch mengemukakan bahwa ada 3 komponen yang mempengaruhi gambaran mental orang terhadap suatu kawasan, yaitu : a. Identitas Merupakan tanda-tanda yang ada pada suatu objek

berdasarkan keunikannya. Disini dapat digambarkan bahwa orang dapat memahami bagaimana bentuk dari visual-visual yang dihasilkan oleh struktur ruang kota tersebut. b. Struktur Merupakan pola spatial atau pola hubungan antara objek dengan pengamat, pengamat dengan objek lainnya, maupun objek dengan objek lainnya. Antara pengamat yang sebagai subjek dapat

mengidentifikasikan pola-pola perkotaan, hubungan antar objek maupun hubungan antara subjek dan objek. c. Meaning Merupakan objek bagi pengamat baik praktis maupun emosional, dimana orang dapat mengalami ruang perkotaan.

68 | P a g e

PT. DUTA DEWATA KONSULTAN Konsultan Perencana Dan Pengawas

4). Elemen Struktur Ruang Kota Elemen-elemen fisik struktur kota merupakan suatu kumpulan artefak (buatan) dari ruang kota yang dapat diwujudkan dalam bentuk dimensi fisik yang nyata, yang juga dipengaruhi dengan faktor-faktor sosial dan mental (psikis dan psikologis). Elemenelemen fisik struktur kota secara langsung berpengaruh terhadap terbentuknya pola struktur ruang kota tersebut. Dimana elemen-elemen fisik kota dapat dikategorikan sebagai path, nodes, districts dan edges yang dapat mempermudah pemahaman gambaran terhadap sebuah kota. Sedangkan struktur kota itu sendiri merupakan suatu tatanan pola ruang kota yang dihasilkan oleh faktor-faktor fisik dari tempat kegiatan atau aktivitas maupun bentuk geografis kota (kondisi alam). Dalam skala urban design, elemen-elemen fisik (Hamid Shirvani) yang tercakup meliputi : a. Pemanfaatan Tanah Pemanfaatan tanah masih merupakan satu dari elemen-elemen kunci disain perkotaan. Pemanfaatan tanah ini menentukan rencana dasar dua dimensi yang akan berpengaruh terhadap ruang tiga dimensi dengan fungsi-fungsi yang

diselenggarakan, yang kemudian membentuk hubungan antara sirkulasi/parkir, kepadatan dan ruang terbuka. b. Bentuk dan Massa Bangunan Bentuk dan massa bangunan meliputi ketinggian,

perbandingan daerah terbangun, pemunduran-pemunduran bangunan/sempadan, skala, proporsi dan bahan yang akan menjamin hubungan yang harmonis antara bangunan dan lingkungan secara keseluruhan. c. Sirkulasi dan Parkir Memberikan kesan terbuka terhadap jalan, orientasi dan kenyamanan, serta perbaikan kondisi pada manajemen transportasi.

69 | P a g e

PT. DUTA DEWATA KONSULTAN Konsultan Perencana Dan Pengawas

d.

Ruang Terbuka Ruang terbuka merupakan elemen penting dalam perencanaan kota, yang meliputi trotoar, jalan, parkir, area bermain, area olah raga dan taman.

e.

Pedestrian Ways Kunci keberhasilan dalam merancang pedestrian ways ini adalah menciptakan kesimbangan ruang antara pejalan kaki dan kendaraan.

Untuk mencapai bentuk yang berkualitas dari elemen-elemen fisik kota menurut Kevin Lynch adalah : a. Singularity or figure-background clarity (ketajaman batas elemen); b. Form simplicity (kesederhanaan bentuk elemen secara geometris); c. d. e. f. g. h. i. j. Continuity (kontinuitas elemen); Dominance (pengaruh yang terbesar antara elemen); Clarity of joint (tempat hubungan antara elemen); Directional differentiation (perbedaan antara elemen); Visual scope (artikulasi antara elemen); Motion awareness (orientasi antara elemen); Time series (pergerakan antara elemen); Name and meanings (nama dan arti elemen).

Menurut Paul D. Spreiregen elemen fisik kota yang hadir dipengaruhi oleh elemen-elemen berupa : a. Scale Terkait dengan human vision, sirkulasi dan bangunan yang berdekatan. b. Urban Space Terkait dengan urban form, skala dan sense of enclosure. c. Urban Mass Terkait dengan bangunan, permukaan tanah dan obyek-obyek di dalam ruang yang dapat membentuk urban space dan pola aktivitas. 70 | P a g e

PT. DUTA DEWATA KONSULTAN Konsultan Perencana Dan Pengawas

Struktur ruang kota dapat dibagi menjadi 2 (dua) bagian utama yang berpengaruh dalam perancangan perkotaan (Kevin Lynch) yaitu : a. Paths Oriented Merupakan jalur-jalur yang familiar dalam pergerakan sebagai pengarah. b. Sebagai pola-pola dasar pengulangan (repetitive system) Sebagai nodes yang familiar (nodal points)

Space Oriented Garis-garis batas luar yang terkait (suatu boundary) dengan batas dari kota dan bagian-bagian kota lainnya. Daerah-daerah perbatasan (districts-connecting) yang

dijadikan titik hubungan dua kegiatan. Teori Ruang Kota (Roger Trancik) membagi struktur ruang kota menjadi 3 (tiga) fungsi utama, dimana arsitektural yang berperan penting sebagai unsur pembentuk visual pada struktur ruang kota. Ke-3 unsur adalah : a. Teori Figure Ground Adalah teori yang memperhatikan pola kawasan perkotaan. Dengan pengertian bahwa Figure adalah istilah untuk massa yang dibangun atau massa solid. Ground adalah istilah untuk semua ruang di luar massa itu atau ruang kosong. Dalam perbandingan ini, Figure-Ground dapat menambah, mengurangi atau mengubah pola geometrik fisik yang ada dengan sasaran untuk memperjelas struktur ruang kota dengan memantapkan hirarki ruang yang berbeda-beda ukurannya yang masing-masing tertutup tetapi diatur saling berhubungan satu sama lain. Hubungan Figure-Ground menampilkan jaringan yang koheren antara pola blok dan bangunanbangunan yang individual.

71 | P a g e

PT. DUTA DEWATA KONSULTAN Konsultan Perencana Dan Pengawas

b.

Teori Linkage Adalah teori yang memperhatikan hubungan kawasan perkotaan, atau disebut juga sebagai teori Hubungan yang membahas hubungan sebuah tempat dengan tempat yang lain dari berbagai aspek sebagai suatu generator perkotaan. Linkage memperhatikan dan menegaskan hubungan-

hubungan dan gerakan-gerakan (dinamika) sebuah tata ruang perkotaan (urban fabric). Penghubung ruang kota ini,

didasarkan atas hubungan garis antar elemen, yang dibentuk oleh jalan, pedestrian, ruang terbuka linier atau elemenelemen penghubung lainnya yang secara fisik

menghubungkan bagian struktur ruang kota menjadi satu sistem hubungan atau jaringan tertentu yang penekanannya pada pola sirkulasi. Pendekatan Linkage perkotaan dapat dikemukakan dalam 3 (tiga) pendekatan,yaitu : c. Linkage yang visual Linkage yang struktural Linkage bentuk yang kolektif

Teori Place Adalah teori yang memperhatikan arti kawasan perkotaan. Hakikat dari teori Place dalam desain spasial terletak pada pemahaman budaya dan karakteristik manusia terhadap tempatnya. Manusia memerlukan suatu sistem places (tempattempat tertentu) yang berarti dan agak stabil untuk mengembangkan kehidupan dan budayanya. Kebutuhan itu timbul karena adanya kesadaran orang terhadap suatu tempat yang lebih luas daripada hanya sekedar masalah fisik saja.

72 | P a g e

PT. DUTA DEWATA KONSULTAN Konsultan Perencana Dan Pengawas

Pada setiap tempat, agar dapat dilihat dan dirasakan, orang memerlukan suatu batasan dengan makna tertentu. Space

(ruang) menjadi Place (tempat) bila diberi makna yang kontekstual sesuai dengan budaya dan kawasannya. Karakter ini berupa sesuatu yang konkrit yang mempunyai substansi materi, bentuk, tekstur dan warna. Pengertian Place dan Space menurut Roger Trancik adalah Space akan ada kalau dibatasi oleh sebuah void, dan sebuah Space menjadi sebuah Place kalau mempunyai arti dari lingkungan yang berasal dari budaya daerahnya/setempat. Dalam kaitannya dengan ke-3 teori yang dikemukakan oleh Roger Trancik tersebut, mendifinisikan secara jelas, bahwa pola massa perkotaan dan tata ruang perkotaan dengan suatu struktur yang jelas diantara solid (massa) dan void (ruang tertutup/ruang terbuka), juga mengatur dan menghubungkan bagian-bagian kawasan kota dan memberikan respons terhadap kebutuhan masyarakat di kota beserta semua elemen kota yang bersifat arsitektural, yang tepat dengan lingkungannya. Pada kenyataannya, dalam perancangan perkotaan, massa perkotaan lebih sering mendapat perhatian yang lebih daripada ruang perkotaan, sehingga sering kurang berhasil di dalam realitas pembangunan kota secara arsitektural. 5). Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Inmendagri No. 14 Tahun 1988, kriteria

pengembangan kawasan Ruang Terbuka Hijau merupakan suatu keterkaitan antara peruntukan fungsi dengan kriteria vegetasi. Sesuai dengan letak lokasinya, Ruang Terbuka Hijau

dikembangkan pada kawasan-kawasan peruntukan kota sebagai berikut : a. b. c. d. 73 | P a g e Kawasan Permukiman Kepadatan Tinggi. Kawasan Permukiman Kepadatan Sedang. Kawasan Permukiman Kepadatan Rendah. Kawasan Industri.

PT. DUTA DEWATA KONSULTAN Konsultan Perencana Dan Pengawas

e. f. g. h. i. j. k.

Kawasan Perkantoran. Kawasan Pedidikan. Kawasan Perdagangan. Kawasan Jalur Jalan. Kawasan Jalur Sungai. Kawasan Jalur Pesisir Pantai. Kawasan Jalur Penzaman Utilitas.

Pola Tanam dan Vegetasi Menurut UU No.5 Tahun 1990, tentang Konservasi Sumber Alam Hayati dan Ekosistemnya, dan berdasarkan pada Inmendagri No. 14 Tahun 1988 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau, pola

tanam dan vegetasi diatur sebagai berikut: a. Lokasi Penanaman Untuk jalan, berm dan ruang terbuka hijau yang dikelola oleh Pemerintah Daerah ditangani atau dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah setempat. Untuk jalan, berm wilayah permukiman atau

perkampungan yang berfungsi sebagai jalan penghubung maupun jalan ekonomi, penghijauannya dilaksanakan oleh masyarakat. Untuk kawasan baik jalan, taman, jalur hijau dan ruang terbuka yang ada di lingkungan real estate dan industrial estate dilaksanakan oleh pihak-pihak pengelola kawasan tersebut sepanjang belum diserahkan kepada Pemerintah Daerah setempat. b. Pembagian Vegetasi disesuaikan dengan fungsi kawasan Kawasan Permukiman Padat, dapat menggunakan tanaman dalam pot. Dengan ketentuan tanaman tidak boleh terlalu tinggi dan atau tanaman pohon yang diupayakan tidak mengganggu aktifitas pada lokasi penanaman. Misalnya jenis pohon yang bisa dibentuk semi bonsai (asem londo, tanjung).

74 | P a g e

PT. DUTA DEWATA KONSULTAN Konsultan Perencana Dan Pengawas

Kawasan

Permukiman

Kepadatan

Sedang,

dapat

digunakan tanaman-tanaman pohon pendek atau jeis tanaman berbunga, misalnya Casi Suratensis, Caliandra, Pohon Kupu-Kupu, Kemuning, dll. Kawasan Permukiman Kepadatan Rendah, dapat

digunakan jenis-jenis tanaman pohon pelindung atau pohon produktif. Kawasan Industri, dapat digunakan jenis-jenis tanaman phohn pelindung terutama yang daunya berbentuk jarum dan daunnya memproduksi banyak oksigen, misalnya Cemara, Vicuslyrata, Flamboyant, Angsana, Tanjung, Sawo Kecik, Pinus, Ficus, dll. Kawasan Perkantoran, dapat digunakan tanaman yang punya karakter tertentu dan punya estetika bagus, tanaman peneduh dan perdu semak hias, misalnya Sawo Kecik, Palem-paleman, Filicium, Tanjung, Mojo, dll. Kawasan Perdagangan, dapat menggunakan tanaman yang mampu dalam keadaan kekurangan hara dan air dan bisa digunakan dalam pot-pot tanaman, misalnya Asem Londo dalam pot. Kawasan Jalur Jalan, dapat digunakan tanaman yang pertumbuhannya relatif memanjang dan akan tidak merusak pondasi, misalnya Glodokan, Tabeboya, Sembirit, Angsana, Filicium, Sawo Kecik, Tanjung, Trengguli, Johar, Wuni, Salam, Asem, Kenari, Mahoni, Mimbo, Palem Rojo, dll. Kawasan Jalur Sungai, dapat digunakan tanaman pohon pelindung yang berbunga, tidak mudah roboh, umur panjang dan perakaran tidak merusak, bisa juga

menggunakan tanaman produktif, misalnya Spatudea Kampanulata, Ketapang, Trembesi, Kepo, Dadap Merah, Albicia, Keres, Gamal, Kudu, Gempol, Juwet dan Kedondong.

75 | P a g e

PT. DUTA DEWATA KONSULTAN Konsultan Perencana Dan Pengawas

Kawasan Terbuka Hijau lainnya, daerah-daerah yang tidak termasuk dalam klasifikasi tersebut diatas ditentukan sesuai dengan kondisi lingkungan yang ada.

Fungsi Ruang Terbuka Fungsi Ruang Terbuka dapat dibagi menjadi : a. b. c. d. e. Tempat bermain / berolahraga Tempat santai / komunikasi sosial Tempat peralihan / menunggu Sebagai ruang terbuka untuk mendapatkan udara segar Sebagai sarana penghubung antara suatu tempat dengan tempat lain f. Sebagai pembatas / jarak di antara massa bangunan

Fungsi dari Ruang Terbuka dalam kaitannya dengan lingkungan hidup dapat dikelompokkan sebagai berikut : a. Ruang Terbuka sebagai sumber produksi, antara lain perhutanan, pertanian, perairan, perikanan, dll. b. Ruang Terbuka sebagai perlindungan terhadap kekayaan alam dan manusia, misalnya cagar alam, daerah budaya bersejarah, dll. c. Ruang Terbuka untuk kesehatan, kesejahteraan, antara lain untuk melindungi kualitas air tanah, memperbaiki dan mempertahankan kualitas udara sebagai fasilitas rekreasi taman lingkungan dan taman kota. Ruang Terbuka ditinjau dari kegiatannya dibagi menjadi : a. Ruang Terbuka Aktif, yang didalamnya terdapat kegiatan manusia seperti tempat bermain, olahraga, upacara, dll. b. Ruang Terbuka Pasif yang didalamnya tidak mengandung kegiatan manusia seperti penghijauan untuk paru-paru kota. Menurut sifatnya Ruang Terbuka dibagi menjadi : a. Ruang Umum Tertutup, yaitu yang terdapat di dalam suatu bangunan. b. 76 | P a g e Ruang Umum Terbuka, yaitu ruang umum di luar bangunan.

PT. DUTA DEWATA KONSULTAN Konsultan Perencana Dan Pengawas

Tata Hijau Yang dimaksudkan dengan tata hijau adalah suatu sistem penghijauan (penanaman pohon-pohon) yang dapat memberikan peningkatan tata nilai visual maupun struktur muka tanah yang dianggap perlu untuk dikembangkan. Peningkatan tata nilai ruang luar antara lain : a. Memberikan kesinambungan volume sebagai akibat adanya massa-massa bangunan, disain fungsi pohon adalah sebagai pengisi dan keseimbangan massa. b. Memberikan suasana mikro yang sesuai dengan maksud serta fungsi luar yang diinginkan, misalnya : Ruang luar untuk istirahat Ruang luar untuk memberikan pemandangan pada sekitar masa bangunan Sebagai ruang untuk rekreasi

Dalam penanaman pohon memenuhi aspek teknis sebagai berikut : a. b. c. d. e. f. Pengarahan dalam sirkulasi Penyegaran udara Peneduhan Mempercepat proses penyerapan air permukaan Memperkuat pola tata ruang luar Memberikan kejelasan orientasi

6). Sistem Sirkulasi dan Jalur Penghubung Dalam UU No. 13 Tahun 1980, yang dimaksudkan dengan jaringan jalan adalah suatu prasarana perhubungan darat dalam bentuk apapun yang meliputi segala bagian jalan termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi

lalulintas. Sehingga sebagai jalur sirkulasi (kota), jaringan jalan merupakan kebutuhan vital bagi aktifitas transportasi dalam kota. Jaringan jalan berperan sebagai pengikat bagian kota dan pengarah gerak bagi setiap individu kota untuk mencapai bagian kota manapun.

77 | P a g e

PT. DUTA DEWATA KONSULTAN Konsultan Perencana Dan Pengawas

Klasifikasi Jaringan Jalan Merujuk pada UU No.13 Tahun 1980, jenis jalan dapat diklasifikasikan sebagai berikut : a. Jalan Umum : merupakan jalan yang diperuntukan bagi lalulintas umum. b. Jalan Khusus : merupakan jalan yang diperuntukan khusus di luar pemakaian umum. c. Jalan Tol : merupakan jalan umum yang kepada para pemakainya dikenakan kewajiban untuk membayar tol (sejumlah uang tertentu). Berdasarkan fungsinya maka jaringan jalan dapat dibagi dalam beberapa tingkat pelayanan, yaitu : a. Jalan Arteri : adalah jalan yang melayani angkutan utama dengan ciri-ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rat tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien. b. Jalan Kolektor : adalah jalan yang melayani angkutan pengumpulan atau pengambilan dengan ciri-ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang dan jumlah jalan masuk dibatasi. c. Jalan Lokal : adalah jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri-ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi. Dalam Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 1985 diuraikan bahwa peranan jalan dapat dibedakan dalam : a. Sistem Jaringan Jalan Primer Menghubungkan kota jenjang kesatu dengan jenjang kedua, ketiga dan jenjang dibawahnya di dalam suatu wilayah pengembangan. Sistem jaringan jalan primer dapat di bagi : Jalan Arteri Primer adalah jalan yang menghubungkan kota jenjang kesatu yang letak berdampingan atau

78 | P a g e

PT. DUTA DEWATA KONSULTAN Konsultan Perencana Dan Pengawas

menghubungkan kota jenjang kesatu dengan kita jenjang kedua. Persyaratan yang berlaku : Kecepatan terendah 60 km/jam. Lebar badan jalan minimal 8 M. Lalu lintas jarak jauh tidak boleh terganggu oleh lalulintas ulang alik, lalulintas lokal dan kegiatan lokal. Kapasitas lebih besar dari volume lalulintas rata-rata. Tidak terputus walau memasuki kota.

Jalan Kolektor Primer adalah jalan yang menghubungkan kota jenjang kedua dengan kota jenjang kedua lainnya dan kota jenjang kedua dengan jenjang ketiga. Persyaratan yang berlaku : Kecepatan terendah 40 km/jam Lebar badan jalan minimal 7 M Kapasitas sama atau lebih besar dari volume lalulintas rata-rata Jumlah jalan masuk dibatasi secara efisiensi Tidak terputus walaupun memasuki kota

Jalan Lokal Primer adalah jalan yang menghubungkan kota jenjang kesatu/kedua/ketiga dengan persil.

Persyaratan yang berlaku : b. Kecepatan terendah 20 km/jam Lebar badan jalan minimal 6 M Tidak terputus walau memasuki desa / kota

Sistem Jaringan Jalan Sekunder Menghubungkan kawasan-kawasan yang mempunyai fungsi primer, fungsi sekunder kesatu, sekunder kedua dan seterusnya sampai ke perumahan. Jalan Arteri Sekunder : menghubungkan kawasan primer dengan kawasan sekunder kesatu atau menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kedua. Persyaratan yang berlaku :

79 | P a g e

PT. DUTA DEWATA KONSULTAN Konsultan Perencana Dan Pengawas

Kecepatan terendah 30 km/jam Lebar badan jalan minimal 8 M Lalulintas cepat tidak boleh terganggu oleh lalulintas lambat

Kapasitas sama atau lebih besar dari volume lalulintas rata-rata

Jalan Kolektor Sekunder : menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan kawasan kedua ataupun ketiga. Persyaratan yang berlaku : Kecepatan terendah 20 km/jam Lebar badan jalan minimal 7 M

Jalan Lokal Sekunder : menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan perumahan, sekunder kedua dengan perumahan, dan seterusnya sampai keperumahan. Persyaratan yang berlaku : Kecepatan yang terendah 10 km/jam bagi kendaraan bermotor beroda 3 atau lebih. Lebar badan jalan minimal 5 M Bagi jalan kolektor sekunder yang tidak diperuntukan bagi kendaraan motor beroda 3 atau lebih maka harus mempunyai lebar jalan tidak kurang dari 3.5 M.

Menurut Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 1993 Tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan, dapat dijelaskan sebagai berikut : a. Jalan kelas I, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2,5 m, panjang tidak melebihi 18 m dan muatan sumbu terberat yang diijinkan lebih besar dari 10 ton. b. Jalan kelas II, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk dengan ukuran lebar tidak melebihi 2,5 m, panjang tidak melebihi 18 m dan muatan sumbu terberat yang diijinkan 10 ton.

80 | P a g e

PT. DUTA DEWATA KONSULTAN Konsultan Perencana Dan Pengawas

c.

Jalan kelas III A, yaitu jalan arteri atau kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk dengan ukuran lebar tidak melebihi 2,5 m, panjang tidak melebihi 18 m dan muatan sumbu terberat diijinkan 10 ton.

d.

Jalan kelas III B, yaitu jalan kolektor yang tidak dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2,5 m, ukuran panjang tidak melebihi 12 m dan muatan sumbu terberat diijinkan 10 ton.

e.

Jalan kelas III C, yaitu jalan lokal yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2,1 m, ukuran panjang tidak melebihi 9 m dan muatan sumbu terberat yang diijinkan 8 ton.

Berdasarkan

Wewenang

Pembinaan

maka

jalan

dapat

dikelompokkan sebagai berikut : a. Jalan Nasional yaitu jalan yang pembinaannya dilakukan oleh menteri dan terlebih dahulu ditetapkan oleh menteri. Yang termasuk dalam Jalan Nasional adalah : Jalan Arteri Primer. Jalan Kolektor Primer yang menghubungkan antar ibukota propinsi. Jalan-jalan lain selain yang tersebut diatas tetapi memiliki nilai strategis bagi kepentingan nasional. b. Jalan Daerah : yaitu jalan umum yang pembinaannya dilakukan oleh Pemerintah Daerah, yang dibagi menjadi 2 bagian yaitu : Jalan Propinsi, merupakan jalan yang telah ditetapkan statusnya oleh Menteri Dalam Negeri atas usul

Pemerintah Daerah Propinsi (Pemda Tingkat I) dengan memperhatikan pendapat menteri. 1). Jalan Kolektor Primer yang menghubungkan ibukota propinsi dengan ibukota kabupaten/kotamadya.

81 | P a g e

PT. DUTA DEWATA KONSULTAN Konsultan Perencana Dan Pengawas

2). Jalan Kolektor Primer yang menghubungkan antar ibukota kabupaten/kotamadya. 3). Jalan-jalan lain selain yang tersebut diatas tetapi memiliki nilai strategis bagi kepentingan propinsi. Jalan Kabupaten, merupakan jalan yang telah ditetapkan statusnya dengan Keputusan Gubernur atas usul Pemda Tingkat II dengan memperhatikan pedoman yang ditetapkan oleh menteri. 1). Jalan Kolektor Primer yang tidak termasuk dalam status Jalan Nasional dan Jalan Propinsi 2). Jalan Lokal Primer 3). Jalan Sekunder yang tidak termasuk dalam status Jalan Nasional dan Jalan Propinsi 4). Jalan-jalan lain selain yang tersebut diatas tetapi memiliki nilai strategis bagi kepentingan kabupaten Jalan Kota 1). Jalan Arteri Sekunder yang terdapat di dalam Kota 2). Jalan Kolektor Sekunder yang terdapat di dalam Kota, baik Jalan Arteri Sekunder maupun Jalan Kolektor Sekunder ditetapkan statusnya dengan Keputusan Gubernur atas usul Pemerintah Daerah Kota dengan memperhatikan pedoman yang

ditetapkan oleh menteri. 3). Jalan Lokal Sekunder yang telah ditetapkan statusnya dengan Keputusan Walikota. Jalan Desa, merupakan jalan yang telah ditetapkan statusnya dengan Keputusan Bupati dengan

memperhatikan pedoman yang ditetapkan oleh menteri. Yang termasuk dalam Jalan Desa adalah Jalan Sekunder yang terdapat di dalam desa.

82 | P a g e

PT. DUTA DEWATA KONSULTAN Konsultan Perencana Dan Pengawas

c.

Jalan Khusus, merupakan jalan yang dibangun dan dipelihara oleh Instansi/Badan Hukum/Perorangan untuk melayani kepentingannya masing-masing. Status dari jalan ini

ditetapkan oleh Instansi/Badan Hukum/Perorangan dengan memperhatikan pedoman yang ditetapkan oleh menteri. Penampang Jalan Dimensi jalan atau pola penampang melintang jalan terdiri dari : a. Daerah Manfaat Jalan (Damaja) Damaja merupakan daerah yang meliputi seluruh badan jalan, saluran tepi jalan dan ambang pengaman. Badan jalan meliputi jalur lalulintas dengan atau tanpa jalur pemisah dan bahu jalan. Ambang pengaman jalan terletak dibagian paling luar dari Damaja dan dimaksudkan untuk mengamankan bangunan jalan. Batasan lainnya dari Damaja adalah ketinggian 5 M di atas permukaan perkerasan pada sumbu jalan dan kedalaman ruang bebas adalah 1.5 M dibawah muka jalan. b. Daerah Milik Jalan (Damija) Damija merupakan daerah yang meliputi seluruh daerah manfaat jalan dan daerah yang diperuntukkan bagi pelebaran jalan dan penambahan jalur lalulintas di kemudian hari serta kebutuhan ruangan untuk pengaman jalan, daerah ini dibatasi dengan tanda batas Damija. Sejalur tanah tertentu di luar Damaja tetapi di Damija dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan keleluasaan keamanan penggunaan jalan, antara lain untuk keperluan pelebaran Damaja. Batasan lain yang harus diperhatikan adalah batas ambang pengaman konstruksi jalan dengan ketinggian 5 M dan kedalaman 1.5 M.

83 | P a g e

PT. DUTA DEWATA KONSULTAN Konsultan Perencana Dan Pengawas

c.

Daerah Pengawasan Jalan (Dawasja) Dawasja merupakan lajur lahan yang berada dibawah pengawasan penguasa jalan, ditujukan untuk penjagaan terhadap terhalangnya pandangan bebas pengemudi

kendaraan bermotor dan untuk pengamanan konstruksi jalan dalam hal ruang Damija tidak mencukupi. Untuk beberapa jenis jalan dapat diketahui batas luar Dawasja yang diukur dari as jalan adalah : Jalan Arteri Primer minimal 20 M Jalan Kolektor Primer minimal 15 M Jalan Lokal Primer minimal 10 M Jalan Arteri Sekunder minimal 20 M Jalan Kolektor Sekunder minimal 7 M Jalan Lokal Sekunder minimal 4 M Jembatan minimal 100 M kearah hilir atau hulu. Lajur Kendaraan Lajur kendaraan adalah bagian jalur lalulintas yang memanjang, dibatasi oleh marka jalur jalan, memiliki lebar yang cukup untuk dilewati suatu kendaraan bermotor. Lebar untuk lajur ini

tergantung pada kecepatan dan kendaraan yang direncanakan sesuai dengan fungsi dan kelas jalan. FUNGSI Arteri Kolektor Lokal KELAS I II, III A III A, III B III C LEBAR LAJUR IDEAL 3.75 M 3.50 M 3.00 M 3.00 M

84 | P a g e

PT. DUTA DEWATA KONSULTAN Konsultan Perencana Dan Pengawas

Jalur Lalu lintas Jalur lalu lintas adalah bagian jalan yang dipergunakan untuk lalulintas kendaraan yang secara fisik berupa perkerasan jalan. Jalur ini dapat dibatasi oleh : median jalan, bahu jalan, trotoar, pulau jalan dan separator. Jalur lalu lintas ini dapat terdiri dari beberapa lajur, sedangkan lebar jalur sangat ditentukan oleh jumlah dan lebar lajur peruntukannya dengan ukuran minimal 4.5 M yang memungkinkan dilewati oleh 2 kendaraan kecil saling berpapasan sedangkan untuk kendaraan besar berpapasannya dapat

memanfaatkan bahu jalan. Bahu Jalan Bahu jalan merupakan bagian jalan yang terletak pada bagian tepi jalur lalu lintas dan harus diberi perkerasan. memiliki fungsi : a. Sebagai lajur lalu lintas darurat, tempat berhenti sementara, dan atau tempat parkir darurat. b. c. Sebagai ruang bebas samping bagi lalu lintas. Sebagai penyangga hingga kestabilan perkerasan jalur lalu lintas tercapai. d. Kemiringan bahu jalan normal adalah 3 5 %. Bahu jalan ini

Median Jalan Median jalan adalah bagian dari bangunan jalan yang secara fisik sebagai pemisah dua jalur lalu lintas yang berlawanan arah. Fungsi median jalan ini dijabarkan sebagai berikut : a. b. c. d. e. f. g. h. Pemisah dua aliran lalu lintas yang berlawanan arah. Ruang lapak tunggu bagi penyeberangan jalan. Tempat penempatan fasilitas jalan. Tempat prasarana kerja sementara. Area penghijauan. Tempat berhenti darurat (jika areanya cukup luas) Cadangan lajur (jika areanya cukup luas) Penetrasi sinar lampu kendaraan yang menyilaukan dari arah yang berlawanan. 85 | P a g e

PT. DUTA DEWATA KONSULTAN Konsultan Perencana Dan Pengawas

Street Furniture Secara umum jalan mempunyai fungsi sebagai prasarana sirkulasi (perjalanan) manusia, baik yang menggunakan kendaraan umum maupun tidak. Namun proses perjalanan, misalnya : kebutuhan penerangan, informasi, kejelasan dan lain-lain, oleh karena itu jalan harus dilengkapi dengan kelengkapan antara lain : a. Lampu Penerangan Lampu penerangan jalan yang bisa ditempatkan pada kirikanan jalan ataupun pada median jalan, sangat besar fungsinya karena selain untuk memperjelas pandangan pengendara kendaraan juga berpengaruh pada pembentukan karakteristik jalan tersebut baik dari segi sosial maupun keamanan. b. Trotoar Trotoar harus dipasang terutama pada jalan-jalan di kawasan perdagangan atau fasilitas umum agar dapat memberikan keamanan terhadap para pejalan kaki. Dengan lebar minimal 1,2 m dengan bahan pola dan warna yang menarik serta dengan pengolahan jalur yang tidak monoton, maka trotoar akan dapat memberikan kesan atau citra tersendiri pada lingkungan. c. Rambu Lalu Lintas Sesuai dengan ketentuan yang ada pada peraturan lalu lintas yang penting adalah cara dan peletakan agar dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Rambu-rambu yang tertutup oleh

rindangnya pepohonan di jalan akan dapat mengurangi kejelasannya. d. Bak Sampah Penempatan bak-bak sampah dimaksudkan untuk menjaga kebersihan di lingkungan jalan terutama dari sampah buangan manusia. Namun supaya tidak memberikan kesan " jalan penuh bak sampah ", maka bak sampah yang di tempatkan tiap 50 m tersebut harus didesain ukuran bentuk dan warna 86 | P a g e

PT. DUTA DEWATA KONSULTAN Konsultan Perencana Dan Pengawas

yang menarik sehingga bak sampah tersebut bisa sebagai aksesoris jalan. e. Papan Nama Jalan Yang paling penting pada kelengkapan tersebut adalah penempatan ukuran warna dan tulisan yang jelas sehingga dapat terbaca oleh para pengendara kendaraan dan pejalan kaki. Jika papan nama jalan tersebut diberi sentuhan-sentuhan desain yang menarik maka akan dapat memberikan kesan tersendiri. Kesamaan desain papan nama pada kawasan jalan dengan kelompok jenis nama yang sama akan memberikan identitas tersendiri pada kawasan tersendiri. 7). Tinjauan Tata Bangunan / Kebijakan A. Pedoman Perancangan Wujud Bangunan 1. Materi yang diatur mencakup arahan wujud/bentuk bangunan yang sesuai dengan karakteristik masingmasing wilayah perencanaan dan juga fungsi

bangunannya. 2. Kedalaman materi yang diatur sampai pada konsep mengenai wujud/bentuk bangunan yang sesuai dengan karakteristik masing-masing wilayah perencanaan dan juga fungsi bangunannya. B. Pedoman Perancangan Ruang Terbuka 1. Materi yang diatur mencakup pengkomposisian elemen vegetasi (alam) dan elemen buatan. 2. Kedalaman materi yang diatur adalah sampai dengan pengkomposisian elemen vegetasi (alam) dan buatan yang dapat mendukung karakter ruang luar dan karakter kawasannya. C. Pedoman Perancangan Parkir 1. Materi yang diatur mencakup arahan peletakkan

perparkiran pada jalan.

87 | P a g e

PT. DUTA DEWATA KONSULTAN Konsultan Perencana Dan Pengawas

2. Kedalaman materi yang diatur sampai dengan konsep perancangan dengan faktor-faktor pertimbangan berupa keamanan, kenyamanan, serta keterkaitannya dengan pedestrian dan fungsi-fungsi kegiatannya. D. Pedoman Perancangan Pedestrian 1. Materi yang diatur mencakup arahan penempatan pedestrian sebagai jalur pejalan kaki. 2. Kedalaman materi yang diatur sampai dengan konsep perancangan penempatan pedestrian yang memperhatikan aspek kenyamanan dan keamanan pelaku kegiatan. E. Pedoman Perancangan Wujud Utilitas Lingkungan 1. Materi yang diatur mencakup arahan peletakkan wujud utilitas lingkungan sebgai perabot jalan/ruang luar. 2. Kedalaman materi yang diatur sampai dengan konsep perancangan dan peletakkan elemen-elemn fasilitas umum ini yang memperhatikan kualitas visual

lingkungannya disamping nilai fungsionalnya. F. Pedoman Peraturan Bangunan F.1. Arahan Kepadatan Bangunan 1). Materi yang diatur mencakup perbandingan luas lahan yang tertutup bangunan dan bangunanbangunan dalam tiap petak peruntukan

dibandingkan dengan luas petak peruntukan. 2). Kedalaman materi yang diatur mencakup

kepadatan bangunan yang dirinci untuk setiap kavling peruntukan. 3). Pengelompokan materi yang diatur mencakup :

Kapling peruntukan dengan tinggi (lebih besar dari 75%);

KDB sangat

Kapling peruntukan dengan KDB menengah (20% - 50%);

Kapling peruntukan dengan KDB rendah (5% - 20%);

88 | P a g e

PT. DUTA DEWATA KONSULTAN Konsultan Perencana Dan Pengawas

Kapling peruntukan dengan KDB sangat rendah ( > 5%).

F.2. Arahan Ketinggian Bangunan 1). Materi yang diatur mencakup rencana ketinggian maksimum bangunan atau untuk maksimum setiap dan minimum peruntukan

kapling

(koefisien lantai bangunan). 2). Kedalaman materi yang diatur mencakup

ketinggian bangunan yang dirinci untuk setiap kapling peruntukan. 3). Pengelompokan materi yang diatur mencakup:

Kapling peruntukan ketinggian bangunan sangat rendah adalah blok dengan tidak bertingkat dan bertingkat maksimum dua lantai (KLB

maksimum = 2 x KDB) dengan tinggi puncak bangunan maksimum 12 m dari lantai dasar; maksimum = 2 x KDB) dengan tinggi puncak bangunan maksimum 12 m dari lantai dasar;

Kapling peruntukan ketinggian bangunan rendah adalah blok dengan bangunan bertingkat

maksimum 4 lantai (KLB maksimum = 4 x KDB) dengan tinggi puncak bangunan

maksimum 20 m dan minimum 12 m dari lantai dasar;

Kapling peruntukan ketinggian bangunan sedang adalah blok dengan bangunan bertingkat

maksimum 8 lantai KBD) dengan

(KLB maksimum = 8 x puncak bangunan

tinggi

maksimum 36 m dan minimum 24 m dari lantai dasar;

Kapling peruntukan ketinggian bangunan tinggi bangunan tinggi adalah blok dengan bangunan bertingkat minimum 9 lantai (KLB maksimum =

89 | P a g e

PT. DUTA DEWATA KONSULTAN Konsultan Perencana Dan Pengawas

9 x KDB) dengan tinggi puncak bangunan minimum 40 m dari lantai dasar;

Kapling peruntukan ketinggian bangunan sangat tinggi adalah blok dengan bangunan bertingkat minimum 20 lantai (KLB maksimum = 20 x KDB) dengan tinggi puncak bangunan minimum 80 m dari lantai dasar.

F.3. Arahan Perpetakan Bangunan 1). Materi yang diatur mencakup Luas petak-petak peruntukan yang terdapat pada setiap kapling peruntukan dalam kawasan. 2). Kedalaman materi yang diatur mencakup Luas petak peruntukan pada setiap blok peruntukan dan pada setiap penggal jalan. 3). Pengelompokan materi yang diatur mencakup : Blok peruntukan dan penggal jalan dengan petak klasifikasi I (diatas 2500 m2);

Klasifikasi I (diatas 2500 m2); Klasifikasi II (1000 2500 m2); Klasifikasi III (600 1000 m2); Klasifikasi IV (250 600 m2); Klasifikasi V (100 250 m2); Klasifikasi VI (50 100 m2); Klasifikasi VII (dibawah 50 m2); Klasifikasi VIII (rumah susun/flat).

F.4. Arahan Garis Sempadan 1). Materi yang diatur mencakup jarak antara as jalan dengan bangunan maupun dengan pagar halaman, dan jaringan bangunan dengan batas persil. 2). Kedalaman materi yang diatur mencakup Berbagai garis sempadan yang dirinci sampai dengan blok peruntukan untuk tiap penggal jalan. 3). Pengelompokan materi yang diatur mencakup:

Sempadan muka bangunan;

90 | P a g e

PT. DUTA DEWATA KONSULTAN Konsultan Perencana Dan Pengawas

Sempadan pagar; Sempadan sampingan bangunan.

G.

Rencana Penanganan Blok Peruntukan 1. Materi yang diatur mencakup Penanganan Kapling Peruntukan dan jaringan pergerakan serta utilitas yang akan dilaksanakan dalam kawasan, baik kebutuhan akan konservasi, pengembangan baru pemugaran atau

penanganan khusus. 2. Kedalaman materi yang diatur mencakup Penanganan Kapling Peruntukan dan jaringan pergerakan yang dirinci untuk setiap blok peruntukan dan penggal jalan. 3. Pengelompokan materi yang diatur mencakup :

Bangunan/jaringan baru yang akan dibangun; Bangunan/jaringan yang akan ditingkatkan; Bangunan/jaringan yang akan diperbaiki; Bangunan/jaringan yang akan diperbaharui; Bangunan/jaringan yang akan dipugar; Bangunan/jaringan yang akan dilindungi.

H.

Rencana Penanganan Prasarana dan Sarana 1. Materi yang diatur mencakup penanganan prasarana dan sarana yang akan dilaksanakan dalam kawasan, baik kebutuhan akan konservasi, pengembangan baru

pemugaran atau penanganan khusus. 2. Kedalaman materi yang diatur mencakup penanganan prasarana dan sarana yang dirinci untuk setiap blok peruntukan dan penggal jalan. 3. Pengelompokan materi yang diatur mencakup :

Jaringan prasarana dan sarana baru yang akan dibangun;

Jaringan

prasarana

dan

sarana

yang

akan

ditingkatkan;

Jaringan prasarana dan sarana yang akan diperbaiki;

91 | P a g e

PT. DUTA DEWATA KONSULTAN Konsultan Perencana Dan Pengawas

Jaringan

prasarana

dan

sarana

yang

akan

diperbaharui;

Jaringan prasarana dan sarana yang akan dipugar.

8). Bentuk Tapak Klasifikasi bentuk tapak mempunyai akibat tertentu bagi fungsi sebuah tapak (site). Keuntungan dan kerugian berhubungan dengan sirkulasi, kedekatan dengan open space dan sambungan dari lingkungan atau district. Klasifikasi ini dapat diterapkan pada tapak sebagai keseluruhan atau pada bagian-bagian dari tapak. Misalnya untuk open space dan sirkulasi. Open space sebuah tapak dapat berbentuk linier atau bercabang; atau berbentuk radiocentric. Jaringan sirkulasi digambarkan sebagai salah satu atau bentuk lainnya. Ada beberapa klasifikasi dari bentuk tapak yaitu :

Radiocentris Bentuk ini merupakan bentuk yang paling sering dijumpai, sebuah lingkaran besar dengan route radial dengan

pertumbuhan yang tinggi dari pusatnya.

Rectalinier Variasi pada bentuk radiocentric adalah persegi empat, yang biasanya mempunyai dua jalur dengan pertumbuhan tinggi bersilangan di pusatnya. Bentuk ini ditemukan pada tapak kecil daripada tapak besar. Ini adalah bentuk radiocentric dengan sudut tegak lurus.

Star Sebuah bentuk bintang adalah bentuk radiocentric dengan open space antara jalur pertumbuhan yang membentang.

Ring Sebuah bentuk cincin adalah bentuk tapak yang dibangun mengelilingi open space. Sebuah ring dan star dapat ditemukan dalam kombinasi. The San Fransisco Bay adalah ruang terbuka demikian untuk tapak di daerah teluk tersebut.

92 | P a g e

PT. DUTA DEWATA KONSULTAN Konsultan Perencana Dan Pengawas

Teristimewa dimana jalan lingkar dibangun sekeliling luar dari metopolis yang berkembang.

Linier Bentuk linier biasanya sebagai hasil dan topografi alam membatasi pembangunan, atau sebagai hasil daripada jalur transportasi. Stalingrad di Uni Soviet direncanakan sebagai tapak linear. Megapolis di East Coast telah menjadi sebuah daerah metropolitan yang amat besar dengan susunan linier.

Branch Bentuk cabang adalah sebuah bentuk linier dengan lengan penghubung.

Sheet Sebuah daerah yang sangat besar dengan sedikit atau tanpa kelanjutan jalur pertumbuhan.

Articulated sheet Bentuk sheet bersambungan diaksentuasikan oleh sebuah atau lebih kelompok pusat dan beberapa subkelompok.

Constellation Bentuk kontelasi adalah sebuah kelompok dari tapaknya yang besarnya sama dan berdekatan.

Satellite Bentuk Satellite adalah sebuah konstelasi dari tapak sekeliling daerah utama.

9). Estetika dalam Tapak Tapak dan artistiknya dalam arti place merupakan teori terakhir yang membahas tapak sebagai produk pembuatan. Seni dalam tapak adalah gambaran dari suatu budaya tertentu. Seni rupa menimbulkan wujud budaya itu dalam segala aspek kehidupan masyarakatnya.

93 | P a g e

PT. DUTA DEWATA KONSULTAN Konsultan Perencana Dan Pengawas

BENTUK a. Keterpaduan (Unity) Untuk mencapai keterpaduan, maka bentuk yang biasanya dipakai dari yang sederhana sampai yang rumit adalah :

Dengan Bentuk Geometris Jenis bentuk geometris yang sederhana seperti piramida, kubus, bola, kerucut dan silinder. Bangunan yang mempunyai keterpaduan. bentuk seperti akan mempunyai

Dengan Subordinasi Subordinasi yaitu teknik mencapai keterpaduan dari beberapa unsur, antara lain dengan mengecilkan unsurunsur minor untuk menonjolkan unsur yang lebih penting.

Dengan Dominasi Dominasi merupakan kebalikan dari subordinasi.

Dominasi adalah membesarkan atau menonjolkan unsurunsur yang lebih besar atau lebih penting. Dominasi dapat dilakukan dengan : pembingkaian, yang dapat dilakukan dengan aksen kecil berbentuk vertikal. Pembingkaian menghentikan mata pada kedua sisi bingkai dan mengarahkannya ke ruang pusat yang terletak diantara kedua sisi bingkai. Pembingkaian selain dapat menonjolkan benda yang dibingkai, juga dapat menguasai unsur-unsur disekelilingnya.

Dengan Bentuk yang Menarik Bentuk yang menarik adalah yang lebih variatif/tidak statis, misalnya dengan memberi kubah pada bangunan.

94 | P a g e

PT. DUTA DEWATA KONSULTAN Konsultan Perencana Dan Pengawas

Dengan Menambah Unsur-Unsur disisinya yang mirip bentuknya dan berukuran lebih kecil

Dengan Bentuk-Bentuk Harmonis Keserasian dalam bentuk dan ukuran dapat diterapkan sampai ke detail terkecil pada bangunan, sehingga dapat membuat bagian luar dan bagian dalam bangunan menjadi bagian yang integral.

b.

Keseimbangan Keseimbangan adalah suatu nilai yang ada pada setiap objek dengan daya tarik visualnya di kedua sisi pusat

keseimbangan atau pusat daya tarik adalah seimbang. Pusat keseimbangan ini adalah titik istirahat, titik perhentian mata, yang menghilangkan keresahan dan kekacauan. Ada

keseimbangan atau formal dan keseimbangan asimetris atau informal.

Bentuk Keseimbangan Simetris Bentuk keseimbangan simetris cocok untuk bangunan dengan fungsi yang sama tetapi terbagi dua. Pada satu bentuk massa, pusat keseimbangan dari tampak muka biasanya diutamakan. Tetapi tampak samping biasanya tidak simetris. Disini keseimbangannya lebih dinamis membuat orang terus bergerak ke depan. Biasanya kalau tampak depan simetris maka tampak belakang juga simetris. Selain pusat keseimbangan di tampak muka, diperlukan juga pusat keseimbangan bagi pandangan perspektif, terutama untuk bangunan yang terletak di lapangan luas, dan terbuka. Pusat keseimbangan perspektif ini dapat ditempatkan pada titik berat massa bangunan.

Bentuk Keseimbangan Asimetris Keseimbangan menunjukan adanya sumbu yang jelas terasa. Keseimbangan dari dua arah dari masa-masa yang

95 | P a g e

PT. DUTA DEWATA KONSULTAN Konsultan Perencana Dan Pengawas

berhadapan, menimbulkan sumbu berupa garis. Seperti pada gambar dibawah ini : a.

b.

c.

Keterangan : Keseimbangan dan akses (pusat perhatian) pada pusat keseimbangan. a. b. c.

Seimbang tetapi tidak jelas Keseimbangan yang jelas karena ada pusat Keseimbangan tercapai dengan adanya pengakhiran

Keseimbangan yang kuat dalam Interior Keseimbangan Pengaturan ini amat tergantung apa pada yang denah. dilihat

denah

menentukan

penyelidik ketika ia memasukinya secara beruntun. Maka keseimbangan interior sering disebut sebagai

keseimbangan dalam denah.

Sumbu Pada bangunan atau denah simetris, maka sumbunya mudah ditentukan, tentu ditengah. Tetapi untuk

bangunan asimetris atau interior

asimetris, maka

sumbunya tidak ditengah tetapi bergeser ke kiri atau ke kanan. Bentuk garis sumbunya tidak selalu lurus, bisa bengkok atau patah.

96 | P a g e

PT. DUTA DEWATA KONSULTAN Konsultan Perencana Dan Pengawas

c.

Proporsi Proporsi bisa juga dikatakan sebagai ilmu hitung, proporsi terjadi kalau dua buah perbandingan adalah sama. a : b = c : d disebut perbandingan. Ini dapat dianggap berlaku bagi proporsi dalam arsitektur. a, b, c, dan d dapat dianggap sebagai dimensi untuk ukuran tinggi, lebar, dan kedalaman dari unsur-unsur bangunan atau massa keseluruhan bangunan arsitektur. Proporsi menurut Vitruvius ada hubungan tertentu antara ukuran bagian terkecil dengan ukuran secara keseluruhan (ini mungkin berarti adanya sistem modul). Sedangkan menurut Franqois Blondel seluruh keindahan arsitektur datang dari angka-angka proporsi yang mutlak dan mudah dikenal. Menurut Julien Gaudet proporsi yang baik ada dalam kebenaran yang dinyatakan. Proporsi yang baik adalah hasil rasional, bukan hasil naluri semata, karena setiap program mempunyai proporsi sendiri yang tersembunyi didalamnya.

Proporsi Modular Dalam konsep ilmu hitung yang ketat, dapat dikatakan bahwa proporsi yang baik terjadi kalau perbandingan yang sama terdapat dalam semua bagian bangunan yang utama dan bagian-bagiannya. Misalnya perbandingan lebar : tinggi sebuah pintu, jendela, bidang depan bangunan adalah a : b.

2236 A 618 E 809

1618 B

1618 C 236

618

1000

4472 D

1000

1000

97 | P a g e

PT. DUTA DEWATA KONSULTAN Konsultan Perencana Dan Pengawas

10). Pendekatan Participatory Planning A. Dasar Pemikiran Perkembangan paradigma baru yang terjadi belakangan ini, menuntut adanya banyak perubahan. Tuntutan perubahan yang mendasar adalah: dikedepankannya azas keterbukaan (transparancy), azas keadilan/kesetaraan (demokrasi), serta reorientasi keberpihakan ke arah rakyat banyak dan golongan menengah ke bawah. Selain itu, pelaksanaan pembangunan harus bertumpu pada kemampuan masyarakat. Tuntutan ini secara konkrit berimplikasi pada pentingnya melibatkan masyarakat secara aktif di dalam proses pembangunan, yang diiringi dengan reorientasi peran Pemerintah, dari yang semula sebagai provider bergeser menjadi sekedar enabler (fasilitator, pendorong, motivator). Masyarakat bukan lagi menjadi sasaran (object) pembangunan. Sudah saatnya masyarakat berperan sebagai pelaku (actor/subject)

pembangunan. Gambaran ini mengindikasikan bahwa peranserta masyarakat sudah menjadi suatu keharusan. Dalam Konteks Penataan Ruang, fenomena di atas tidak saja sebagai suatu keniscayaan, tetapi bahkan telah mempunyai aspek legalitas. Peraturan Perundangan menjamin hak masyarakat untuk berperan-serta di dalam Penataan Ruang, baik pada proses Perencanaan Tata Ruang, Pemanfaatan Tata Ruang, ataupun pada Pengendalian Tata Ruang. Peraturan Pemerintah Nomor: 69 Tahun 1996, dan Permendagri Nomor : 9 Tahun 1998 adalah produk hukum yang secara khusus mengatur Peran-serta masyarakat dalam Penataan Ruang. Manfaat yang dapat diperoleh dengan melibatkan masyarakat secara aktif dan menyeluruh dalam Penataan Ruang adalah : Adanya perbaikan mutu hasil-hasil perencanaan (Aspek Perencanaan).

98 | P a g e

PT. DUTA DEWATA KONSULTAN Konsultan Perencana Dan Pengawas

Mempermudah terwujudnya pemanfaatan ruang yang sesuai dengan Rencana yang telah ditetapkan (Aspek Pemanfataan).

Ditaatinya

keputusan-keputusan

dalam

rangka

menertibkan pemanfaatan ruang (Aspek Pengendalian). Dengan sederhana dapat disimpulkan bahwa, melalui pendekatan peran-serta masyarakat di dalam proses

Perencanaan Tata Ruang, akan diperoleh hasil-hasil yang: - Representatif : Bermutu, berdayaguna, dan

berhasil guna. - Responsif : Sesuai aspirasi dengan dan kebutuhan, dinamika

masyarakat, serta sesuai pula dengan tujuan-tujuan Penataan Ruang dan Kualitas Ruang. - Accountability : Mendapat pengakuan dan

kesepatakan masyarakat. B. Manfaat, Tujuan, dan Sasaran Peran-Serta Masyarakat Manfaat : Diperolehnya peningkatan mutu dari hasil-hasil

Perencanaan Tata Ruang (Representatif) Mempermudah mewujudkan pemanfataan ruang yang sesuai dengan Rencana yang telah ditetapkan (Aplikatif). Ditaati keputusan-keputusan dalam rangka penertiban dan pengendalian pemanfataan ruang. Diperolehnya hasil-hasil Penataan Ruang yang mendapat pegakuan masyarakat (Accountability) Terwujudnya masyarakat Tumbuhnya kebersamaan yang berdaya, sadar dan

bertanggung jawab dalam Penataan Ruang. rasa yang solidaritas, kondusit, rasa memiliki, dalam rasa hal

khususnya

pemanfaatan dan pengendalian Tata Ruang. 99 | P a g e

PT. DUTA DEWATA KONSULTAN Konsultan Perencana Dan Pengawas

Tujuan : Melaksanakan mekanisme Penataan Ruang yang sesuai dengan Peraturan Perundangan, sejalan dengan tuntutantuntutan dan perubahan paradigma, serta mewujudkan Masyarakat Madani, yaitu: masyarakat yang sadar akan nilai diri, mampu berfikir jangka panjang, produktif, dan mampu merencanakan masa depan, serta mampu mengelola dan mengembangkan sumber daya yang mereka miliki, dan memecahkan persoalan yang mereka hadapi. Sasaran : Memposisikan Penataan masyarakat dengan sebagai pelaku dalam azas

Ruang,

mengedepankan

transparancy, azas demokrasi, dan azas kualitas ruang. Terciptanya mekanisme Penataan Ruang yang efesien dan efektif, yang bisa mengakomodasi dinamika segala unsur masyarakat. Diperolehnya hasil-hasil Penataan Ruang yang bermutu, berdaya guna dan berhasil guna, serta dapat menampung aspirasi dan kebutuhan masyarakat. Mewujudkan masyarakat yang sadar, berdaya, dan bertanggungjawab terhadap Penataan Ruang. Terwadahinya unsur-unsur masyarakat dalam sebuah media/forum kerjasama yang konstruktif, koordinatif, dan kondusif, dengan menjunjung tinggi azas

kebersamaan dan kesetaraan. C. Tingkatan dan Bentuk Peran-Serta Tinjauan Teoritis (i). Pengertian Pendekatan Peran Serta Masyarakat Kata peran-serta berasal dari kata participation, yang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Balai Pustaka adalah peran-serta. Banyak pendapat yang mengembangkan

pemahaman peran-serta yaitu : 100 | P a g e

PT. DUTA DEWATA KONSULTAN Konsultan Perencana Dan Pengawas

Peran-serta sebagai suatu bentuk keterlibatan masyarakat pengambilan setempat secara aktif dalam proses keputusan (dalam

perencanaan), maupun pelaksanaan proyekproyek pembangunan untuk masyarakat. Peran-serta mengandung makna penyerahan sebagian peran dan tanggung jawab tertentu dari satu pihak ke pihak lain. Peran-serta adalah kesediaan beberapa pihak untuk membentuk suatu hubungan yang saling menguntungkan. Peran-serta menekankan pelibatan aktif (tanpa disuruh) untuk mengambil dan melaksanakan keputusan yang langsung menyangkut

kehidupan masyarakat. Dari pemahaman di atas dapat dirumuskan beberapa ciri dari peran-serta, yaitu : Bersifat proaktif, sukarela, tanpa disuruh, bahkan tanpa tekanan-tekanan. Adanya kesepakatan bersama dari semua pihak yang terlibat, yang akan terkena akibat dari kesepakatan tersebut. Adanya tersebut. Adanya pembagian kewenangan dan tindakan mengisi kesepakatan

tanggungjawab dalam kedudukan yang setara antar unsur/pihak yang terlibat. Berangkat dari pemahaman di atas, maka

Pendekatan Peran - serta dapat diartikan sebagai pola Pendekatan dalam proses Pembangunan yang melibatkan berbagai pelaku, dalam suatu bentuk kemitraan dalam kesetaraan, dengan menerapkan sistem/ciri 101 | P a g e peran-serta. Masyarakat berperan

PT. DUTA DEWATA KONSULTAN Konsultan Perencana Dan Pengawas

sebagai subyek pembangunan, dan sekaligus sebagai objek dalam menikmati hasil

pembangunan. Dalam Pendekatan Peran-serta, setiap keputusan merupakan hasil kesepakatan antara Pemerintah dan Masyarakat. Keputusan ini berlaku untuk setiap tahap pembangunan, mulai dari : pengenalan permasalahan dan perumusan kebutuhan,

perencanaan dan perumusan program, pelaksanaan, pengoperasian dan pemeliharaan. Pemerintah

berperan sebagai Katalis dan masyarakat sebagai Klien yang akan didampingi untuk memecahkan masalah mereka melalui hasil kerja mereka sendiri. Dengan demikian seluruh proses pembangunan merupakan proses belajar bagi semua pihak yang terlibat. (ii). Tingkatan Peran-serta Meskipun masalah peran-serta masyarakat telah banyak dibicarakan, namun yang seringkali masih menjadi pertanyaan adalah seberapa jauh tingkat peran-serta masyarakat diperlukan agar usaha tersebut dapat berhasil dengan baik. Hal ini perlu mendapat perhatian, karena pada kenyataannya terdapat berbagai macam dan tingkat peran-serta masyarakat yang tidak mudah diklasifikasikan. Diperkirakan ada 150 tingkat peran-serta

masyarakat yang seringkali sulit dibedakan secara tajam dan murni.

102 | P a g e

PT. DUTA DEWATA KONSULTAN Konsultan Perencana Dan Pengawas

Untuk mengurangi kerancuan dalam menganalisis persoalan ini, dari 150 macam peran-serta,

kemudian disederhanakan menjadi delapan tipologi tingkat peran-serta, secara garis besar tipologi tersebut adalah sebagai berikut : Manipulation atau Manipulasi Tingkat peran-serta ini adalah yang paling rendah, karena masyarakat hanya dipakai namanya untuk dicantumkan sebagai anggota dalam berbagai badan penasehat (advising board). Dalam hal ini tidak ada peran-serta masyarakat yang murni dan tulus, tetapi diselewengkan dan dipakai sebagai alat

publikasi dari pihak penguasa. Therapy atau Penyembuhan Istilah ini diambil dari group therapy atau kelompok penyembuhan. Dengan berkedok melibatkan peran-serta masyarakat dalam perencanaan, para perancang memperlakukan anggota masyarakat seperti proses

penyembuhan pasien penyakit jiwa dalam group therapy. Meskipun masyarakat terlibat dalam banyak kegiatan, tetapi pada

kenyataannya kegiatan tersebut lebih banyak untuk mengubah pola pikir masyarakat yang bersangkutan, ketimbang mendapatkan

masukan atau usulan-usulan dari mereka. Informing atau Pemberian Informasi Memberi informasi kepada masyarakat

tentang hak-hak, dan tanggung jawab, serta menawarkan berbagai pilihan, dapat menjadi langkah pertama yang sangat penting dalam pelaksanaan peran-serta masyarakat. Akan 103 | P a g e

PT. DUTA DEWATA KONSULTAN Konsultan Perencana Dan Pengawas

tetapi, dalam prakteknya sering kali lebih menekankan pada pemberian informasi satu arah dari pihak pemegang kuasa kepada masyarakat. Tidak ada kesempatan bagi masyarakat untuk memberikan umpan balik, apalagi untuk negosiasi. Dalam keadaan semacam ini, terutama bila informasi

diberikan pada saat-saat terakhir perencanaan, masyarakat tidak memiliki kesempatan untuk menanggapi rencana program tersebut. Alatalat yang sering dipergunakan untuk

komunikasi searah adalah media berita, pamflet, poster dan tanggapan atas

pertanyaan-pertanyaan. Consultation atau Konsultasi Mengundang memberikan opini masyarakat, kepada setelah mereka,

informasi

merupakan langkah penting dalam menuju peran-serta penuh dari masyarakat. Akan tetapi, bila konsultasi dengan masyarakat tersebut disertai dengan cara-cara peran-serta yang lain, maka tingkat keberhasilannya akan rendah, karena tidak adanya jaminan bahwa kepedulian diperhatikan. dan ide Metode masyarakat yang akan sering

dipergunakan adalah attitude surveys atau survei tentang arah meeting pikir atau masyarakat, pertemuan

neighbourhood

lingkungan masyarakat dan public hearing atau dengar pendapat dengan masyarakat. Placation atau Perujukan Pada Propinsini masyarakat mulai

mempunyai beberapa pengaruh meskipun 104 | P a g e

PT. DUTA DEWATA KONSULTAN Konsultan Perencana Dan Pengawas

dalam beberapa hal masih tetap ditentukan oleh pihak yang mempunyai kekuasaan. Dalam pelaksanaannya beberapa anggota masyarakat yang dianggap mampu

dimasukkan sebagai anggota dalam badanbadan kerjasama (Forum) sementara anggotaanggota lainnya berasal dari wakil-wakil berbagai Instansi Pemerintah. Dengan sistem ini usul-usul atau keinginan dari masyarakat berpenghasilan rendah dapat dikemukakan. Namun, seringkali suara dari masyarakat tersebut tidak diperhitungkan karena

kemampuan dan kedudukannya yang relatif lebih rendah, atau jumlah mereka terlalu sedikit bila dibanding dengan anggotaanggota Instansi Pemerintah yang lain. Partnership atau Kemitraan Pada Propinsini, atas kesepakatan bersama antara masyarakat dengan pemegang pembagian

kekuasaan,

dilakukan

kekuasaan/kewenangan dalam berbagai hal. Disini tanggung disepakati untuk saling membagi jawab dalam perencanaan, penyusunan berbagai

pengendalian kebijaksanaan

keputusan, dan

pemecahan

masalah yang dihadapi. Setelah adanya kesepakatan, maka tidak dibenarkan adanya perubahan-perubahan yang dilakukan secara sepihak atau dari pihak manapun. Delegated Power atau Pelimpahan Kekuasaan Pada Propinsini masyarakat dilimpahkan kewenangan untuk membuat keputusan

terhadap rencana atau program tertentu. 105 | P a g e

PT. DUTA DEWATA KONSULTAN Konsultan Perencana Dan Pengawas

Masyarakat mempunyai kewenangan untuk memperhitungkan dan menentukan bahwa program-program yang akan dilaksanakan bermanfaat bagi mereka. Untuk memecahkan perbedaan yang muncul, pemilik kekuasaan yang dalam hal ini adalah Pemerintah, harus mengadakan negosiasi dengan masyarakat. Pemerintah tidak dibenarkan tekanan-tekanan. Citizen Control atau masyarakat yang memberikan

mengontrol Pada Propinsini masyarakat memiliki

kekuatan untuk mengatur program atau kelembagaan kepentingannya. yang berkaitan dengan

Masyarakat

mempunyai

kewenangan penuh di bidang kebijaksanaan, aspek-aspek pengelolaan dan dapat

mengadakan negosiasi dengan pihak-pihak luar yang hendak melakukan perubahan. Dari delapan tipologi diatas, kemudian dapat dikelompokkan lagi dalam tiga kelompok besar, yaitu : Tidak ada peran-serta atau Non participation yang meliputi peran-serta pada tingkat

manipulation dan therapy. Peran-serta masyarakat dalam bentuk tinggal menerima beberapa ketentuan yang diberikan atau degrees of tokenism yang meliputi peranserta pada Propinsinforming, consultation dan placation. Peran-serta masyarakat dalam bentuk

mempunyai kekuasaan atau degrees of citizen power yang meliputi peran-serta pada tingkat 106 | P a g e

PT. DUTA DEWATA KONSULTAN Konsultan Perencana Dan Pengawas

partnership, delegated power dan citizen control. Sementara itu, jika ditinjau dari tujuannya, suatu bentuk peran-serta dapat digolongkan sesuai urutan sebagai berikut ( dari tingkat pasif sampai aktif) : (i). Publicity (publisitas) dilaksanakan dalam

rangka membangun dukungan masyarakat. (ii). Public Education (Pendidikan Masyarakat) dilaksanakan desiminasi. (iii). Public Input (Masukan Masyarakat) dalam rangka sosialisasi-

dilaksanakan dalam rangka mengumpulkan informasi dari masyarakat. (iv). Public Interaction dalam (Interaksi rangka Masyarakat) membangun

dilaksanakan

komunikasi dua arah. (v). Public Partnership (Kemitraan Masyarakat) dilaksanakan dalam rangka mengamankan saran dan consern mayarakat. Dari uraian di atas dapat disimpulkan beberapa hal penting tentang peran-serta yaitu : (a). Pentingnya masyarakat tingkat untuk kewenangan mengontrol atau atau kekuasaan menentukan

keputusan-keputusan baik dalam proses Perencanaan maupun Pelaksanaan Pembangunan. Tanpa kewenangan tersebut masyarakat tidak akan dapat menyalurkan keinginan dan aspirasinya. (b). Masyarakat akan bersedia berperan-serta sekiranya mereka mempunyai kekuatan untuk turut menentukan pengambilan keputusan dalam berbagai tahap kegiatan, serta jaminan bahwa kepentingannya dapat dipenuhi. (c). Masyarakat hanya akan bersedia untuk mengarahkan semua kemampuannya apabila hasil yang dicapai akan 107 | P a g e

PT. DUTA DEWATA KONSULTAN Konsultan Perencana Dan Pengawas

sesuai dengan keinginan dan prioritas kebutuhan mereka. Hal ini dapat dicapai jika mereka terlibat dalam pengambilan keputusan selama proses Perencanaan dan Pelaksanaan Pembangunan. (d). Apabila peran-serta masyarakat tidak berjalan dengan baik, kemungkinan besar kesalahannya tidak terletak pada masyarakat tersebut, tetapi pada sistem yang digunakan, kendala-kendala dalam struktur birokrasi, atau Peraturan Perundangan yang membatasi ruang

gerak masyarakat dalam pengambilan keputusan. Bentuk Peran-serta Menurut Peraturan

Perundangan Tingkat peran-serta atau peran-serta yang dikehendaki adalah peran-serta aktif. Masyarakat diharapkan dapat mendayagunakan kemampuannya secara aktif sebagai sarana untuk melaksanakan peran-sertanya dan sebagai perwujudan dari hak dan kewajiban masyarakat dalam Penataan Ruang. Selain aktif, masyarakat diharapkan ikut berperan-serta secara menyeluruh pada setiap langkah kegiatan Perencanaan Tata Ruang. Pada setiap tahap kegiatan Perencanaan Tata Ruang, Masyarakat dapat berperan-serta dengan cara

menyampaikan:

saran,

pertimbangan,

pendapat,

tanggapan, keberatan atau masukan-masukan yang secara rinci dijelaskan sebagai berikut : Memberi masukan dalam penentuan Arah

Pengembangan. Membantu mengidentifikasikan berbagai potensi dan masalah pembangunan, termasuk bantuan untuk memperjelas hak atas ruang di wilayahnya dan termasuk pula Tata Ruang Kawasan. 108 | P a g e Pemberian masukan dalam Merumuskan Rencana Tata Ruang

PT. DUTA DEWATA KONSULTAN Konsultan Perencana Dan Pengawas

Pemberian informasi, saran, pertimbangan atau pendapat dalam penyusunan Strategi Pelaksanaan Pemanfaatan Ruang dan arah Kebijaksanaan

Pemanfataan Ruang dan Rencana Pemanfaatan Ruang. D. Mengajukan keberatan dan tanggapan terhadap Rancangan Rencana. Kerjasama penelitian dan pengembangan. Bantuan Tenaga ahli dan atau dana.

Pendekatan Kemitraan Pendekatan kemitraan yang dimaksudkan disini adalah bentuk peran serta yang melibatkan sektor pemerintah dan sektor swasta, sehingga implementasi rancangan RTBL di kawasan perencanaan dalam pembiayaannya dapat

terbantukan dengan masuknya kalangan swasta untuk berinvestasi. Kemitraan tersebut atau saat ini dikenal dengan nama Public Private Partnership (PPP) menurut William J. Parente dari USAID Environmental Services Program didefinisikan sebagai berikut : an agreement or contract, between a public entity and a private party, under which : 1. Private party undertakes government function for specified period of time; 2. The private party receives compensation for performing the function, directly or indirectly; 3. The private party is liable for the risks arising from performing the function; 4. The public facilities, land or other resources may be transferred or made available to the private party. Pengertian tersebut dapat diterjemahkan sebagai berikut : Kerjasama atau kontrak antara badan pemerintah dan usaha swasta : 1. Pihak swasta mengambil alih fungsi pemerintah dalam sekian waktu tertentu. 109 | P a g e

PT. DUTA DEWATA KONSULTAN Konsultan Perencana Dan Pengawas

2.

Pihak swasta menerima kompensasi dalam menjalankan fungsi secara langsung atau tidak langsung.

3.

Pihak swasta bertanggung jawab atas resiko yang timbul dalm menjalankan fungsi tersebut.

4.

Fasilitas umum, lahan dan sumber daya lainnya dapat dialihkan atau diadakan untuk pihak swasta.

Dalam pelaksanaannya PPP telah diatur dalam dalam Keppres No. 80 Tahun 2003, Pasal 51 yang menyebutkan bahwa khusus pengadaan dengan pola kerjasama antara pemerintah dan swasta akan diatur dengan Kepres sendiri. Aturan yang dimaksud adalah Perpres No. 67 Tahun 2005. dalam Perpres tersebut dinyatakan bahwa pelaksanaan PPP dilakukan diantaranya berdasarkan prinsip adil, terbuka, transparan dan bersaing (competition). Dengan adanya pengadaan yang mengedepankan transparency and

competition, manfaat yang dapat diraih adalah : 1. Terjaminnya mendapatkan harga pasar yang rendah (lowest market prices); 2. 3. Meningkatkan penerimaan publik terhadap proyek PPP; Mendorong kesanggupan lembaga keuangan untuk menyediakan pembiayaan tanpa sovereign guarantees; 4. 5. Mengurangi risiko kegagalan proyek; Dapat membantu tertariknya bidders yang sangat berpengalaman dan berkualitas tinggi; 6. Mencegah aparat pemerintah dari praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Dalam Perpres tersebut dijelaskan juga bahwa tujuan pelaksanaan PPP adalah untuk : 1. Mencukupi kebutuhan pendanaan secara berkelanjutan melalui pengerahan dana swasta; 2. Meningkatkan kuantitas, kualitas dan efisiensi pelayanan melalui persaingan sehat;

110 | P a g e

PT. DUTA DEWATA KONSULTAN Konsultan Perencana Dan Pengawas

3.

Meningkatkan kualitas pengelolaan dan pemeliharaan dalam penyediaan infrastruktur;

4.

Mendorong dipakainya prinsip pengguna membayar pelayanan yang diterima atau dalam hal tertentu mempertimbangkan daya beli pengguna.

Gambar - Proses Kerja Public Private Partnership

Seperti dijelaskan bahwa PPP merupakan satu model kemitraan antara sektor swasta dan sektor pemerintah dalam bentuk kerjasama timbal balik yang saling menguntungkan. Bentuk-bentuk pola kerjasama atau kemitraan ini adalah: 1. Public Land Sharing Dilakukan terhadap kemungkinan adanya sisa lahan dari proses peremajaan, sisa lahan tersebut dapat digunakan sebagai saham dalam kerjasama dengan investor. 2. Build, Operate, Transfer (BOT) Pihak investor membangun sebuah proyek dan setelah selesai investor dapat mengoperasikan secara komersial dalam jangka waktu tertentu dan setelah masa

111 | P a g e

PT. DUTA DEWATA KONSULTAN Konsultan Perencana Dan Pengawas

operasionalnya berakhir proyek tersebut diserahkan kepada Pemda. 3. Build, Own, Operate (BOO) Investor akan membangun proyek di atas tanah milik Pemda dan setelah selesai langsung dihibahkan kepada Pemda dengan kompensasi investor dapat

mengoperasikan dalam jangka waktu tertentu. 4. Build, Own, Lease (BOL) Setelah investor melaksanakan pembangunan di atas tanah milik Pemda, investor langsung menghibahkan proyek kepada Pemda dengan kompensasi investor mendapat hak opsi. 5. Sistem Dana Berantai Memobilisasi dan pemerintah/donatur sebagai modal awal yang penggunaanya dilakukan secara

berantai/bergulir dalam bentuk kolektif/gotong-royong. 6. Kompensasi (Ganti Untung) Sistem kompensasi ini digunakan setelah masyarakat melepaskan bahan kepada Pemda/investor. Kompensasi dari pelepasan tersebut dapat dalam bentuk uang. Di Indonesia implementasi kerjasama dalam bentuk

kemitraan tersebut antara sektor pemerintah dan sektor swasta meliputi jenis proyek antara lain2 : 1. Transportasi (pelabuhan laut, sungai atau danau, pelabuhan udara, jaringan rel dan stasiun kereta api); 2. 3. 4. Jalan (jalan tol dan jembatan tol); Pengairan (saluran pembawa air baku); Air minum (bangunan pengambilan air baku, jaringan transmisi, jaringan distribusi, instalasi pengolahan air minum);

Makalah : Implementasi Public-Private Partnership, Djunedi Praptono.

112 | P a g e

PT. DUTA DEWATA KONSULTAN Konsultan Perencana Dan Pengawas

5.

Air limbah (instalasi pengolah air limbah, jaringan pengumpul dan jaringan utama) serta sarana

persampahan (pengakut dan tempat pembuangan); 6. 7. Telekomunikasi (jaringan telekomunikasi); Ketenagalistrikan (pembangkit, transmisi, dan distribusi tenaga listrik); 8. Minyak dan gas bumi (pengolahan, penyimpanan, pengangkutan, transmisi atau distribusi migas).

113 | P a g e

PT. DUTA DEWATA KONSULTAN Konsultan Perencana Dan Pengawas

Gambar - Kerangka Pemikiran

LATAR BELAKANG Penyusunan RTBL Kawasan Sukawati, Kecamatan Sukawati


IDENTIFIKASI ISU Konstelasi Kab. Gianyar Konstelasi Kecamatan Sukawati Konstelasi Kawasan Sukawati

KAJIAN TEORI

TINJAUAN KEBIJAKAN Kebijakan Tata Ruang Provinsi Bali Kebijakan Tata Ruang Kabupaten Gianyar Studi RTBL terdahulu Studi lain terkait

114 | P a g e

E.4.

PROGRAM KERJA Program/rencana kerja dibuat berdasarkan ketentuan teknik operasional yang telah diuraikan oleh konsultan di dalam Pendekatan dan Metodologi pada sub bab sebelumnya. Secara umum lingkup kegiatan dalam pekerjaan Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan Kawasan Sukawati Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar adalah : 1. Survey Lokasi dan Pendataan Data yang dikumpulkan adalah segala jenis informasi yang diperlukan untuk melakukan analisis kawasan dan wilayah sekitarnya. Dari hasil pendataan ini akan diperoleh identifikasi kawasan dari segi fisik, sosial, budaya, dan ekonomi, serta identifikasi atas kondisi di wilayah sekitarnya yang berpengaruh pada kawasan perencanaan. Data tersebut meliputi : peta (peta regional, peta kota, dan peta kawasan perencanaan dengan skala 1:1.000 serta

memperlihatkan kondisi topografis/garis kontur), foto-foto (foto udara/citra satelit dan foto-foto kondisi kawasan perencanaan, peraturan dan rencanarencana terkait, sejarah dan signifikansi historis kawasan, kondisi sosialbudaya, kependudukan, pertumbuhan ekonomi, kondisi fisik dan lingkungan, kepemilikan lahan, prasarana dan fasilitas, dan data lain yang relevan. 2. Analisis Kawasan dan Wilayah Perencanaan Analisis adalah penguraian atau pengkajian atas data yang telah dikumpulkan. Analisis dilakukan secara berjenjang dari tingkat kota, tingkat wilayah, sampai pada tingkat kawasan. Komponen analisis yang diperlukan antara lain analisis sosial kependudukan, prospek pertumbuhan ekonomi, daya dukung fisik dan lingkungan, aspek legal konsolidasi lahan, daya dukung prasarana dan fasilitas, kajian aspek historis. Dari hasil analisis ini akan diperoleh arahan solusi atau konsep perencanaan atas permasalahan yang telah diidentifikasikan pada tahap pendataan. 3. Penyusunan Konsep Program Bangunan dan Lingkungan Hasil tahapan analisis program bangunan dan lingkungan akan memuat gambaran dasar penataan pada lahan perencanaan yang akan ditindaklanjuti 115 | P a g e

dengan penyusunan konsep dasar perancangan tata bangunan yang merupakan visi pengembangan kawasan. Penetapan konsep disesuaikan dengan karakter wilayah kajian dan hasil analisis. Komponen dasar perancangan berisi: visi pembangunan, konsep perancangan struktur tata bangunan dan lingkungan, konsep komponen perancangan kawasan, blok-blok pengembangan kawasan dan program penanganannya. 4. Penyusunan Rencana Umum dan Panduan Rancangan Rencana umum dan panduan rancangan merupakan ketentuan tata bangunan dan lingkungan pada suatu kawasan yang bersifat lebih detail dan bersifat sebagai panduan atau arahan pengembangan. Panduan rancangan bersifat melengkapi dan menjelaskan secara lebih rinci rencana umum yang telah ditetapkan sebelumnya, meliputi : ketentuan dasar implementasi rancangan dan prinsip-prinsip pengembangan rancangan kawasan. Adapun komponen rancangan meliputi: struktur peruntukan lahan, intensitas pemanfaatan lahan, tata bangunan, sistem sirkulasi dan jalur penghubung, sistem ruang terbuka dan tata hijau, tata kualitas lingkungan, sistem prasarana dan utilitas lingkungan. Ketentuan dasar implementasi rancangan dapat diatur melalui aturan wajib, aturan anjuran utama, dan aturan anjuran pada kawasan perencanaan dimaksud. 5. Penyusunan Rencana Investasi Rencana Investasi disusun berdasarkan dokumen RTBL yang

memperhitungkan kebutuhan nyata para pemangku kepentingan dalam proses pengendalian investasi dan pembiayaan dalam penataan lingkungan/kawasan. Rencana ini menjadi rujukan bagi para pemangku kepentingan untuk menghitung kelayakan investasi dan besaran biaya suatu program penataan, ataupun sekaligus menjadi tolak ukur keberhasilan investasi. Secara umum rencana investasi mengatur tentang besaran biaya yang dikeluarkan dalam suatu program penataan kawasan dalam suatu kurun waktu tertentu, tahapan pengembangan, serta peran dari masing-masing pemangku kepentingan. 6. Penyusunan Ketentuan Pengendalian Rencana Ketentuan Pengendalian Rencana bertujuan untuk mengendalikan berbagai rencana kerja, program kerja maupun kelembagaan kerja pada masa 116 | P a g e

pemberlakuan aturan dalam RTBL dan pelaksanaan penataan suatu kawasan, dan mengatur pertanggungjawaban semua pihak yang terlibat dalam mewujudkan RTBL pada tahap pelaksanaan penataan bangunan dan lingkungan. Ketentuan pengendalian rencana disusun sebagai bagian proses penyusunan RTBL yang melibatkan masyarakat, baik secara langsung (individu) maupun secara tidak langsung melalui pihak yang dianggap dapat mewakili (misalnya Dewan Kelurahan, Badan Keswadayaan Masyarakat/BKM dan Forum Rembug Desa). Ketentuan Pengendalian Rencana menjadi alat mobilisasi peran masing-masing pemangku kepentingan pada masa

pelaksanaan atau masa pemberlakuan RTBL sesuai dengan kapasitasnya dalam suatu sistem yang disepakati bersama, dan berlaku sebagai rujukan bagi para pemangku kepentingan untuk mengukur tingkat keberhasilan kesinambungan pentahapan pelaksanaan pembangunan. Program kerja diatas dapat dirinci ke dalam tahap-tahap pekerjaan sebagai berikut :
1.

Tahap Penyusunan a. Tahap Persiapan Dalam tahap persiapan ini hal-hal yang akan dilakukan oleh konsultan mencakup : (1) Persiapan Administrasi Persiapan administrasi untuk memulai pekerjaan ini adalah mempersiapkan semua surat-menyurat yang meliputi : (2) Surat pengantar dari pihak proyek kepada masing-masing instansi untuk pengumpulan data. Surat tugas untuk personil sebagai pegangan untuk personil.

Mobilisasi Personil dan Peralatan Mobilisasi personil dan peralatan dilakukan setelah kegiatan penyusunan jadwal pelaksanaan, jadwal penugasan personil selesai sehingga diketahui kapan tenaga ahli dan peralatan perlu mobilisasi.

(3)

Penyusunan Metodologi dan Kerangka Kerja Persiapan teknis yang perlu dilakukan adalah penjelasan oleh Ketua Tim mengenai penyamaan persepsi dan standar yang dipakai antara Ketua Tim dan anggota tim, sehingga tidak akan

117 | P a g e

terjadi kesalahanpahaman dalam pelaksanaan nantinya. Persiapan lainnya yaitu penyusunan metodologi, kerangka kerja, teknik analisa dan penyiapan rencana survey sebagai dasar untuk penetapan metode dan tahapan-tahapan dari pelaksanaan pekerjaan nantinya. Penyusunan metodologi dan kerangka kerja ini juga meliputi penyusunan : b. Bagan alir pekerjaan Jadwal pelaksanaan pekerjaan Bagan organisasi pelaksanaan pekerjaan Jadwal penugasan personil Jadwal penggunaan alat

Rapat Koordinasi Awal (Kick off Meeting) Kegiatan Penyusunan RTBL di Provinsi Segera setelah proses kontrak antara Pejabat Pembuat Komitmen dengan pihak penyedia jasa konsultan RTBL selesai, akan diadakan rapat awal untuk koordinasi sebelum memulai pekerjaan penyusunan RTBL di Provinsi. Rapat akan diselenggarakan oleh PPK Pembinaan Penataan Bangunan dan Lingkungan Provinsi NTB. Pada rapat tersebut akan disampaikan hal-hal sebagai berikut : (1) (2) (3) (4) (5) (6) Penjelasan lingkup tugas konsultan penyusunan RTBL; Penjelasan tahapan kegiatan yang harus dilaksanakan; Penjelasan deliniasi kawasan studi; Jadwal penyampaian dan pembahasan laporan; Perkenalan tenaga ahli Tim Penyedia Jasa; dan Penjelasan sistem koordinasi antara penyedia jasa dengan tim teknis yang terdiri dari unsur Pemerintah Pusat, Satker PBL Provinsi dan Pemerintah Daerah Kab/Kota.

c.

Penyusunan Laporan Pendahuluan Segera setelah rapat koordinasi awal, tim tenaga ahli konsultan RTBL segera menyusun Laporan Pendahuluan serta bahan tayangan yang akan disampaikan pada Rapat Laporan Pendahuluan di tingkat Kabupaten/Kota

118 | P a g e

pada lokasi kawasan studi RTBL dengan mengundang tim teknis Provinsi dan Pusat, Narasumber Provinsi (berasal dari SKPD Terkait dan/atau Perguruan Tinggi Lokal/Praktisi terkait bidangnya), serta unsur

Pemerintah Daerah termasuk diantaranya Bappeda, Dinas Pekerjaan Umum dan Dinas terkait lainnya di Kabupaten/Kota. Pada Pembahasan Laporan Pendahuluan harus disusun Berita Acara Pembahasan Laporan Pendahuluan yang berisi kesepakatan terhadap substansi Laporan Pendahuluan sebagaimana tertera yang setidaknya memuat substansi sesuai dengan ketentuan mengenai isi materi laporan yang tertera dan khususnya pada bagian Rencana Survey dan Rencana Pelaksanaan Focus Group Discussion (FGD) pada Bagian IX tentang Indikator Keluaran dan Keluaran. d. Pelaksanaan Survey oleh Tim Konsultan (Penyusunan Peta Deliniasi, peta 1 : 1.000 dengan status 6 bulan terakhir) Sesuai dengan jadwal dan agenda yang telah disepakati, tim tenaga ahli konsultan RTBL segera melaksanakan survey lokasi sesuai dengan

rencana survey yang telah ditetapkan pada pembahasan Laporan Pendahuluan. Dalam pelaksanaan survey tim konsultan diharapkan dapat mengidentifikasi deliniasi kawasan studi dengan potensi-potensi yang ada dan rencana umum blok pengembangan dan panduan rancang bangun di dalam lokasi kawasan RTBL. e. Pelaksanaan Focus Group Discussion Pertama (FGD - I) Sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan yaitu setelah dilaksanakan Survey, tim tenaga ahli konsultan RTBL segera mengagendakan dan menyelenggarakan Focus Group Discussion Pertama (FGD - I) di tingkat Kabupaten/Kota pada lokasi kawasan studi RTBL dengan mengundang tim teknis Provinsi, Narasumber Provinsi (berasal dari SKPD Terkait dan/atau Perguruan Tinggi Lokal/Praktisi terkait bidangnya serta unsur Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota termasuk diantaranya Bappeda, Dinas Pekerjaan Umum dan Dinas terkait lainnya unsur kecamatan dan kelurahan, unsur masyarakat umum serta komunitas masyarakat yang terkait dengan studi RTBL di tingkat lokal. Dalam Focus Group Discussion Pertama (FGD - I) tersebut tim tenaga ahli konsultan RTBL 119 | P a g e

menyampaikan hasil survey awal lokasi untuk dapat dikonfirmasi oleh pihak terkait serta mengidentifikasi sebanyak-banyaknya aspirasi daerah terkait keterpaduan pembangunan di lokasi studi dari masing-masing pihak pemangku kepentingan di daerah yang akan diselaraskan menggunakan perangkat berupa Dokumen RTBL. Di akhir pelaksanaan Focus Group Discussion Pertama (FGD-I) wajib disusun Berita Acara FGD - I yang ditandatangani bersama oleh peserta yang memuat kesepakatan bersama sebagai berikut : 1) Pengesahan deliniasi kawasan studi oleh pihak berwenang Pemerintah Kabupaten/Kota; 2) Identifikasi potensi dan permasalahan lokal kawasan serta penetapan visi dan misi pada kawasan RTBL; 3) Draft Sistematika Peraturan Bupati/Walikota tentang Penetapan RTBL pada Kawasan Studi; 4) Draft Sistematika Dokumen Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL); 5) Draft materi RTBL pada bab Program Bangunan dan Lingkungan dan bab Rencana Umum dan Panduan Rancangan; Berita Acara FGD - I harus diberikan kepada Tim Teknis Pusat dan Provinsi. f. Penyusunan Laporan Antara Segera setelah dilaksanakannya survey lokasi dan Focus Group Discussion Pertama (FGD-I), tim tenaga ahli konsultan RTBL segera menyusun Laporan Antara serta bahan tayangan yang akan disampaikan pada Rapat Pembahasan Laporan Antara yang setidaknya memuat materi hasil pelaksanaan survey dan hasil pembahasan serta kesepakatan Focus Group Discussion Pertama (FGD - I). g. Rapat Pembahasan Laporan Antara Sesuai dengan jadwal dan agenda yang telah disepakati, tim tenaga ahli konsultan RTBL segera mengagendakan dan menyelenggarakan Rapat Laporan Antara dengan mengundang tim teknis Provinsi dan Pusat, Narasumber Provinsi (berasal dari SKPD Terkait dan/atau Perguruan 120 | P a g e

Tinggi Lokal/Praktisi terkait bidangnya), serta unsur Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota termasuk diantaranya Bappeda, Dinas Pekerjaan Umum dan Dinas terkait lainnya, unsur kecamatan dan kelurahan, unsur masyarakat umum serta unsur asosiasi/komunitas masyarakat yang terkait dengan studi RTBL di tingkat lokal. Pembahasan Laporan Antara diselenggarakan di tingkat Kabupaten/Kota pada lokasi kawasan studi RTBL dengan pengundang Rapat Pembahasan Laporan dari Pemerintah Kabupaten/Kota (Walikota/Bupati/Sekda

Kabupaten/Kota). Dalam rapat pembahasan Laporan Antara tersebut tim tenaga ahli konsultan RTBL menyampaikan hasil pelaksanaan survey dan hasil pembahasan serta kesepakatan Focus Group Discussion Pertama (FGD-I) dalam bentuk Laporan Antara. Di akhir pelaksanaan Pembahasan Laporan Antara wajib disusun Berita Acara Pembahasan Laporan Antara dan Notulensinya yang pada intinya merupakan catatan, usulan, masukan dan kesepakatan bersama hasil pemaparan Laporan Antara yang perlu ditindaklanjuti oleh konsultan dalam rangka penyempurnaan Laporan Antara dan ditandatangani bersama oleh peserta yang hadir, sebagaimana tertera yang setidaknya memuat substansi sesuai dengan ketentuan mengenai isi materi laporan yang tertera pada Bagian IX tentang Indikator Keluaran dan Keluaran. Segera setelah dilaksanakannya pembahasan Laporan Antara di daerah, tim tenaga ahli konsultan segera memperbaiki substansi materi sesuai dengan catatan, usulan, masukan dan kesepakatan bersama yang terjadi pada tahap pembahasan Laporan Antara di daerah. Setelah seluruh perbaikan selesai dilakukan, tim tenaga ahli konsultan segera menyampaikan produk Laporan Antara yang telah diperbaiki tersebut disertai dengan Berita Acara FGD-I dan Berita Acara Pembahasan Laporan Antara kepada tim teknis Pusat dan Provinsi bersama dengan PPK kegiatan terkait di Satker PBL Provinsi untuk mendapat persetujuan. h. Pelaksanaan Focus Group Discussion Kedua (FGD - II) Sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan, tim tenaga ahli konsultan RTBL segera mengagendakan dan menyelenggarakan Focus Group 121 | P a g e

Discussion Kedua (FGD-II) di tingkat Kabupaten/Kota pada lokasi kawasan studi RTBL dengan mengundang tim teknis Provinsi, Narasumber Provinsi (berasal dari SKPD Terkait dan/atau Perguruan Tinggi Lokal/Praktisi terkait bidangnya serta unsur Pemerintah Daerah termasuk diantaranya Bappeda, Dinas Pekerjaan Umum dan Dinas terkait lainnya unsur kecamatan dan kelurahan, unsur masyarakat umum serta komunitas masyarakat yang terkait dengan studi RTBL di tingkat lokal. Dalam Focus Group Discussion Kedua (FGD-II) tersebut tim konsultan menyampaikan hasil pekerjaan sementara sebagai berikut : 1) Rancangan Laporan Draft Akhir mencakup materi dokumen RTBL sesuai dengan ketentuan pada Peraturan Menteri No. 6 Tahun 2007 tentang Pedoman Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL), yaitu : 2) Program Bangunan dan Lingkungan; Rencana Umum dan Panduan Rancangan; Rencana Investasi; Ketentuan Pengendalian Rencana; dan Pedoman Pengendalian Pelaksanaan.

Draft Peraturan Bupati/Walikota tentang Penetapan RTBL pada Kawasan Studi dan Lembar Asistensi Draft Peraturan tersebut dengan SKPD terkait (meliputi tanggal, hal-hal yang memerlukan perbaikan, ttd yang memberikan asistensi).

Di akhir pelaksanaan Focus Group Discussion Kedua (FGD-II) tim tenaga ahli konsultan RTBL wajib menyusun Berita Acara FGD-II dan Notulennya yang ditandatangani bersama oleh peserta FGD-II yang memuat catatan dan masukan serta kesepakatan bersama terhadap dokumen-dokumen tersebut diatas. Berita Acara FGD-II harus diberikan kepada Tim Teknis Pusat dan Provinsi. i. Penyusunan Laporan Draft Akhir Setelah pelaksanaan Focus Group Discussion Kedua (FGD-II), tim tenaga ahli konsultan segera menyusun dan melakukan perbaikan masukanmasukan yang disebutkan di dalam Berita Acara FGD-II dan segera 122 | P a g e

menyusun Laporan Draft Akhir serta bahan tayangan yang akan disampaikan pada Rapat Pembahasan Laporan Draft Akhir yang memuat materi sebagaimana tertera yang setidaknya memuat substansi sesuai dengan ketentuan mengenai isi materi laporan yang tertera pada Bagian IX tentang Indikator Keluaran dan Keluaran, sebagai berikut : Laporan Draft Akhir mencakup materi dokumen RTBL sesuai dengan ketentuan pada Peraturan Menteri No. 6 tahun 2007 tentang Pedoman Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL), yaitu : 1) 2) 3) 4) 5) Program Bangunan dan Lingkungan; Rencana Umum dan Panduan Rancangan; Rencana Investasi; Ketentuan Pengendalian Rencana; dan Pedoman Pengendalian Pelaksanaan.

Rancangan Peraturan Bupati/Walikota tentang Penetapan RTBL pada Kawasan Studi yang telah diperbaiki sesuai dengan Hasil FGD-II dengan melampirkan Lembar Asistensi Draft Peraturan tersebut dengan SKPD (Bagian Hukum dan Dinas terkait), meliputi tanggal, hal-hal yang memerlukan perbaikan, tindak lanjut perbaikan dan ttd yang memberi persetujuan perbaikan telah diterima).

j.

Pelaksanaan Rapat Pembahasan Laporan Draft Akhir Pembahasan Laporan Draft Akhir diselenggarakan di tingkat

Kabupaten/Kota pada lokasi kawasan studi RTBL dengan pengundang Rapat Pembahasan Laporan dari Pemerintah Kabupaten/Kota

(Walikota/Bupati/Sekda Kabupaten/Kota). Adapun yang diundang adalah tim teknis Provinsi dan Pusat , Narasumber Provinsi (berasal dari SKPD Terkait dan/atau Perguruan Tinggi Lokal/Praktisi terkait bidangnya), serta unsur Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota termasuk diantaranya Bappeda, Dinas Pekerjaan Umum dan Dinas terkait lainnya, unsur kecamatan dan kelurahan, unsur masyarakat umum serta unsur asosiasi/komunitas masyarakat yang terkait dengan studi RTBL di tingkat lokal. Pada tahap ini tim tenaga ahli konsultan didampingi dengan tim teknis Provinsi dan Pusat menyampaikan paparan yang lengkap dan utuh mencakup keseluruhan materi Dokumen RTBL, dan Rancangan Peraturan 123 | P a g e

Bupati/Walikota tentang Penetapan RTBL pada Kawasan Studi di hadapan kepala daerah (Bupati/Walikota) beserta jajarannya. Adapun hasil dari paparan ini ialah pernyataan tertulis disetujui atau disetujui dengan catatan keseluruhan dokumen tersebut oleh kepala daerah (Bupati/Walikota) yang dituangkan dalam Berita Acara

Pembahasan Laporan Draft Akhir dan ditandatangani bersama oleh kepala daerah (Bupati/Walikota), Tim Teknis Pusat dan Provinsi serta Tim Tenaga Ahli Konsultan RTBL dan diserahkan ke Tim Teknis Pusat dan Provinsi. Serta perlu diterbitkan surat pernyataan segera akan disahkan menjadi Peraturan Bupati/Walikota dalam Tahun 2014. k. Penyempurnaan Laporan Draft Akhir Segera setelah pelaksanaan Rapat Pembahasan Laporan Draft Akhir, tim tenaga ahli konsultan segera bekerja menyempurnakan seluruh dokumen penyusunan RTBL berdasarkan catatan, usulan, masukan dan kesepakatan bersama pada saat dilaksanakannya rapat pembahasan Laporan Draft Akhir. l. Pelaksanaan Rapat Pembahasan Laporan Akhir Sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan, tim Penyedia Jasa segera mengagendakan dan menyelenggarakan Rapat Pembahasan Laporan Akhir di Pusat dengan mengundang seluruh tim teknis Provinsi dan Pusat dan Narasumber Provinsi (berasal dari SKPD Terkait). Rapat Pembahasan Laporan Akhir diadakan di tingkat pusat dengan agenda finalisasi keseluruhan dokumen produk penyusunan RTBL, sebagaimana tertera yang setidaknya memuat substansi sesuai dengan ketentuan mengenai isi materi laporan yang tertera pada Bagian IX tentang Indikator Keluaran dan Keluaran sebagai berikut : Laporan Akhir mencakup materi dokumen RTBL sesuai dengan ketentuan pada Peraturan Menteri No. 6 tahun 2007 tentang Pedoman Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL), yaitu: 1) Program Bangunan dan Lingkungan; 2) Rencana Umum dan Panduan Rancangan; 3) Rencana Investasi; 124 | P a g e

4) Ketentuan Pengendalian Rencana; dan 5) Pedoman Pengendalian Pelaksanaan. Final Dokumen Peraturan Bupati/Walikota tentang Penetapan RTBL pada Kawasan Studi (dan melampirkan persetujuan dari Pemerintah Daerah). Di akhir rapat pembahasan laporan akhir disusun Berita Acara Pembahasan Laporan Akhir yang memuat catatan, usulan, masukan dan kesepakatan bersama dengan tim teknis terkait penyempurnaan

keseluruhan dokumen tersebut diatas dan diserahkan ke Tim Teknis Provinsi dan Pusat. m. Proses Legalisasi/Penandatanganan Produk Dokumen RTBL Setelah seluruh catatan, usulan, masukan dan kesepakatan bersama yang dituangkan dalam Berita Acara Pembahasan Laporan Akhir ditindaklanjuti oleh tim tenaga ahli konsultan, seluruh dokumen produk penyusunan RTBL tersebut diatas segera disampaikan ke Pemerintah Daerah untuk mendapat legalisasi dalam bentuk penandatanganan oleh pihak-pihak terkait sesuai dengan tugas dan kewenangannya. Apabila proses penandatanganan membutuhkan waktu lebih dan diperkirakan akan selesai melebihi Tahun Anggaran 2014, maka tim tenaga ahli konsultan RTBL diminta untuk membuat Berita Acara Serah Terima Dokumen RTBL yang ditandatangani oleh unsur pihak Pemerintah Daerah yang berwenang. Berita Acara Serah Terima Dokumen ini digunakan sebagai bukti telah selesainya serangkaian proses penyusunan RTBL yang telah menghasilkan keseluruhan produk RTBL yang telah diterima oleh pihak Pemerintah Daerah.
2.

Indikator Keluaran dan Keluaran a. Indikator Keluaran (Kualitatif) Tersusunnya Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan Kawasan Sukawati Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar sesuai dengan Pedoman Penyusunan RTBL yang terdapat pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 06/PRT/M/2007, yang dapat digunakan sebagai panduan dalam penyelenggaraan bangunan gedung dan lingkungan di kawasan tersebut.

125 | P a g e

b.

Keluaran (Kuantitatif) Keluaran yang diharapkan dari kegiatan ini adalah bahwa Konsultan memberikan :

Laporan Pendahuluan : 5 (lima) eksemplar dalam format A4; Laporan Antara : 5 (lima) eksemplar dalam format A3; Laporan Draft Akhir : 5 (lima) eksemplar dalam format A3; Laporan Akhir + Gambar Perspektif/ Ilustrasi (3D) : 10 (sepuluh) eksemplar dalam format A3. Rancangan Peraturan : 1 (satu) set, dan Bupati/Walikota; CD Dokumentasi : 5 (lima) keping. Flashdisk: 2 buah

Adapun isi materi laporan tersebut diatas memuat hal-hal dibawah ini : a. Laporan Pendahuluan, memuat :

Pemahaman dan tanggapan terhadap Kerangka Acuan Kerja; Rencana pencapaian sasaran, mencakup jadwal kerja, target/sasaran dan alokasi tenaga ahli; Metodologi pekerjaan penyusunan RTBL termasuk kajian

kepustakaan (studi literatur), kajian peraturan daerah setempat terkait dengan penyusunan RTBL dan kajian teoritis serta kajian terhadap studi kasus sejenis;

Rencana survey, mencakup metode pengumpulan data, metode pengolahan data, metode analisis data, jadwal survey, identifikasi lokasi survey, target data, identifikasi instansi pemilik data dan pembuatan kuesioner;

Rencana Pelaksanaan Focus Group Discussion (FGD), termasuk FGD-I dan FGD-II, mencakup metode pelaksanaan, materi, target, jadwal pelaksanaan, daftar undangan dan lokasi kegiatan;

Gambaran umum kawasan perencanaan, mencakup profil kawasan, studi area deliniasi studi, identifikasi potensi kawasan, identifikasi permasalahan kawasan, identifikasi instansi pemerintah daerah, keberadaan perusahaan swasta serta komunitas masyarakat lokal yang kemungkinan akan terlibat dalam proses penyusunan RTBL.

126 | P a g e

Diserahkan selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kalender sejak SPMK dikeluarkan dan disetujui oleh Tim Teknis/Penilai. b. Laporan Antara, memuat :

Gambaran umum kawasan perencanaan, berdasarkan data yang didapat dari hasil survey dan FGD; Tinjauan kebijakan program pembangunan yang terdapat pada kawasan perencanaan, seperti Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), Poldas, Renstrada, dsb;

Analisis terhadap seluruh potensi dan masalah terhadap elemen perancangan RTBL di Tingkat kota, Tingkat Wilayah Sekitar Kawasan, Tingkat Kawasan Perencanaan dan Analisis pengembangan pembangunan berbasis peran masyarakat. Analisis untuk menentukan prioritas program pembangunan dilakukan terhadap masing-masing elemen rancang RTBL dengan menggunakan metode SWOT.

Materi rancangan Bab I pada Sistematika Dokumen RTBL, yaitu: Program Bangunan dan Lingkungan; Materi rancangan Bab II pada Sistematika Dokumen RTBL, yaitu : Rencana Umum dan Panduan Rancangan; Draft Sistematika Peraturan Bupati/Walikota tentang Penetapan RTBL pada Kawasan Studi.

Diserahkan selambat-lambatnya 60 (enam puluh hari) kalender sejak Laporan Pendahuluan diserahterimakan dan disetujui oleh Tim

Teknis/Penilai. c. Laporan Draft Akhir, memuat hal-hal sebagai berikut :

Seluruh materi dalam sistematika dokumen RTBL sesuai dengan ketentuan pada Peraturan Menteri No. 6 tahun 2007 tentang Pedoman Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL), yaitu : 1) 2) 3) 4) 5) Program Bangunan dan Lingkungan; Rencana Umum dan Panduan Rancangan; Rencana Investasi; Ketentuan Pengendalian Rencana; dan Pedoman Pengendalian Pelaksanaan.

127 | P a g e

Rancangan Peraturan Bupati/Walikota tentang Penetapan RTBL pada Kawasan Studi yang telah diperbaiki dengan melampirkan Lembar Asistensi Draft Peraturan tersebut dengan SKPD Kabupaten/Kota (Bagian Hukum dan Dinas terkait), meliputi tanggal, hal-hal yang memerlukan perbaikan, tindak lanjut perbaikan dan ttd yang memberi persetujuan perbaikan telah diterima.

Diserahkan selambat-lambatnya 90 (sembilan puluh hari) kalender sejak Laporan Antara diserahterimakan dan disetujui oleh Tim Teknis/Penilai. d. Laporan Akhir, mencakup :

Seluruh materi dalam sistematika dokumen RTBL yang telah disempurnakan berdasarkan catatan, usulan, masukan dan kesepakatan bersama yang didapat pada pembahasan laporan draft akhir, yaitu : 1) 2) 3) 4) 5) Program Bangunan dan Lingkungan; Rencana Umum dan Panduan Rancangan; Rencana Investasi; Ketentuan Pengendalian Rencana; dan Pedoman Pengendalian Pelaksanaan.

Diserahkan selambat-lambatnya 60 (tiga puluh hari) kalender sejak Laporan Draft Akhir diserahterimakan dan disetujui oleh Tim

Teknis/Penilai. e. Final Peraturan Bupati/Walikota tentang Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan. Diserahkan bersamaan dengan laporan akhir. f. CD yang berisi keseluruhan pelaporan (Final Laporan Pendahuluan, Laporan Antara, Laporan Draft Akhir, Laporan Akhir, Berita acara FGD-I, FGD-II, FGD-II, Lembar Gambar Asistensi dan persetujuan (3D), Peraturan Peraturan

Bupati/Walikota,

Perspektif/Ilustrasi

Bupati/Walikota dan Eksekutif Summary, diserahkan bersamaan dengan laporan akhir.

128 | P a g e

E.5.

ORGANISASI DAN PERSONIL Konsultan dalam pelaksanaan pekerjaan ini akan menyediakan dan menugaskan beberapa Tenaga Ahli sesuai dengan yang dibutuhkan dalam Kerangka Acuan Kerja (KAK). Tenaga Ahli yang akan ditugaskan tersebut dikoordinir oleh seorang Team Leader yang memiliki kemampuan dalam koordinasi dan komunikasi dengan pihak pengguna jasa, instansi teknis terkait dan Tenaga Ahli lainnya. Adapun Tenaga Ahli yang diusulkan dalam pelaksanaan studi ini telah memilki kualifikasi pendidikan, pengalaman dibidang penanganan pekerjaan sejenis. Masing-masing Tenaga Ahli tersebut memilki tugas dan tanggung-jawab masing-masing sesuai dengan bidang keahliannya. Kualifikasi dan jumlah Tenaga Ahli yang disediakan oleh penyedia jasa untuk menangani pekerjaan ini sesuai dengan KAK dengan tugas dan tanggung jawab sebagai berikut : 1. Team Leader (Ahli Perencanaan Wilayah Kota/Urban Design atau Arsitektur ) : 1 orang Strata 2 (S2) Perencanaan Wilayah Kota/ Urban Design atau Strata 2 (S2) Aristektur lulusan universitas atau perguruan tinggi negeri atau perguruan tinggi swasta yang telah diakreditasi atau yang telah lulus ujian Negara atau perguruan tinggi luar negeri yang telah diakreditasi. Memiliki sertifikasi keahlian sesuai dengan bidang keahlian dikeluarkan oleh Asosiasi yang telah disahkan oleh LPJK. Berpengalaman profesional minimal 3 (tiga) tahun sesuai bidang keahlian dilengkapi dengan referensi kerja. Pekerjaan yang termasuk sejenis adalah perencanaan RDTR, Peraturan Zonasi, UDGL, Gentrifikasi, Preservasi dan Konservasi, Renewal atau Pembangunan Peremajaan, Rehabilitasi, Reklamasi, Infill Development, Relokasi dan perencanaan RTBL. Lingkup tugas Team Leader yaitu memimpin dan mengkoordinir seluruh kegiatan anggota tim kerja dalam pelaksanaan pekerjaan sampai dengan pekerjaan dinyatakan selesai. 2. Tenaga Ahli Arsitektur : 1 orang

129 | P a g e

Strata 1 (S1) Arsitektur lulusan universitas atau perguruan tinggi negeri atau perguruan tinggi swasta yang telah diakreditasi atau yang telah lulus ujian Negara atau perguruan tinggi luar negeri yang telah diakreditasi.

Memiliki sertifikasi keahlian sesuai dengan bidang keahlian dikeluarkan oleh Asosiasi yang telah disahkan oleh LPJK. Berpengalaman profesional minimal 3 (tiga) tahun sesuai bidang keahlian dilengkapi dengan referensi kerja. Lingkup tugas tenaga ahli ini yaitu melakukan melakukan kajian aspek arsitektur terhadap penyusunan dokumen RTBL.

3.

Tenaga Ahli Sipil : 1 orang Strata 1 (S1) Teknik Sipil lulusan universitas atau perguruan tinggi negeri atau perguruan tinggi swasta yang telah diakreditasi atau yang telah lulus ujian Negara atau perguruan tinggi luar negeri yang telah diakreditasi. Memiliki sertifikasi keahlian sesuai dengan bidang keahlian dikeluarkan oleh Asosiasi yang telah disahkan oleh LPJK. Berpengalaman profesional minimal 3 (tiga) tahun sesuai bidang keahlian dilengkapi dengan referensi kerja. Lingkup tugas tenaga ahli ini yaitu melakukan kajian aspek teknik sipil dan infrastruktur terhadap penyusunan dokumen RTBL.

4.

Tenaga Ahli Ekonomi Pembangunan : 1 orang Strata 1 (S1) Ekonomi lulusan universitas atau perguruan tinggi negeri atau perguruan tinggi swasta yang telah diakreditasi atau yang telah lulus ujian Negara atau perguruan tinggi luar negeri yang telah diakreditasi. Berpengalaman profesional minimal 3 (tiga) tahun sesuai bidang keahlian dilengkapi dengan referensi kerja. Lingkup tugas tenaga ahli ini yaitu melakukan melakukan kajian aspek ekonomi pembangunan, dan analisis program investasi terhadap

penyusunan dokumen RTBL. 5. Tenaga Ahli Lansekap : 1 orang Strata 1 (S1) Arsitektur Lansekap lulusan universitas atau perguruan tinggi negeri atau perguruan tinggi swasta yang telah diakreditasi atau yang telah lulus ujian Negara atau perguruan tinggi luar negeri yang telah diakreditasi. 130 | P a g e

Memiliki sertifikasi keahlian sesuai dengan bidang keahlian dikeluarkan oleh Asosiasi yang telah disahkan oleh LPJK. Berpengalaman profesional minimal 3 (tiga) tahun sesuai bidang keahlian dilengkapi dengan referensi kerja. Lingkup tugas tenaga ahli ini yaitu melakukan melakukan kajian aspek arsitektur lansekap terhadap penyusunan dokumen RTBL.

6.

Tenaga Ahli Teknik Lingkungan : 1 orang Strata 1 (S1) Teknik Lingkungan lulusan universitas atau perguruan tinggi negeri atau perguruan tinggi swasta yang telah diakreditasi atau yang telah lulus ujian Negara atau perguruan tinggi luar negeri yang telah diakreditasi. Memiliki sertifikasi keahlian sesuai dengan bidang keahlian dikeluarkan oleh Asosiasi yang telah disahkan oleh LPJK. Berpengalaman profesional minimal 3 (tiga) tahun sesuai bidang keahlian dilengkapi dengan referensi kerja. Lingkup tugas tenaga ahli ini yaitu melakukan melakukan kajian aspek lingkungan terhadap penyusunan dokumen RTBL.

7.

Asisten Bidang Hukum dan Peraturan : 1 orang Strata 1 (S1) Sarjana Hukum lulusan universitas atau perguruan tinggi negeri atau perguruan tinggi swasta yang telah diakreditasi atau yang telah lulus ujian Negara atau perguruan tinggi luar negeri yang telah diakreditasi. Berpengalaman profesional minimal 1 (satu) tahun sesuai bidang keahlian dilengkapi dengan referensi kerja. Lingkup tugas tenaga ahli ini yaitu melakukan pengarahan, pengawasan terhadap proses surat menyurat, administrasi kontrak dan pelaporan selama pelaksanaan penyusunan dokumen RTBL serta melakukan review naskah perundang-undangan pada rancangan peraturan Bupati/Walikota terkait penetapan lokasi RTBL pada kawasan bersangkutan.

8.

Asisten Bidang Surveyor : 2 orang Strata 1 (S1) Sarjana Teknik Arsitektur/Teknik Sipil lulusan universitas atau perguruan tinggi negeri atau perguruan tinggi swasta yang telah

131 | P a g e

diakreditasi atau yang telah lulus Ujian Negara atau perguruan tinggi luar negeri yang telah diakreditasi. Berpengalaman profesional minimal 1 (satu) tahun sesuai bidang keahlian dilengkapi dengan referensi kerja. Lingkup tugas tenaga ahli ini yaitu membantu tenaga ahli dalam rangka melaksanakan, mencari serta menyusun data-data survey baik itu data primer maupun sekunder terkait penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL). 9. Tenaga Penunjang Tenaga ahli dan asisten tenaga ahli tersebut diatas dalam pelaksanaan tugas dibantu oleh tenaga penunjang yang dibutuhkan, diantaranya sebagai berikut : CAD / Cam Operator (DIII) Administrasi/Keuangan (SMA/SMK) Operator Komputer (SMA/SMK/DIII)

Untuk memperjelas alur koordinasi dalam pelaksanaan pekerjaan ini, maka dibuat bagan organisasi pelaksana agar pelaksanaan pekerjaan berjalan sesuai KAK. Disamping itu konsultan juga menyadari adanya mekanisme kontrol terhadap proses dan hasil dari pekerjaan konsultan. Bagan ini menggambarkan hubungan koordinasi antara pengguna jasa dan penyedia jasa serta masing-masing Tim Konsultan. Dalam struktur organisasi pelaksana pekerjaan yang melibatkan beberapa tenaga profesional, tenaga sub profesional dan tenaga penunjang dengan tugas dan tanggung jawab masing-masing sesuai dengan bidang keahliannya. Bagan organisasi untuk pelaksanaan pekerjaan dimaksudkan untuk membuat jalur koordinasi untuk semua personil pelaksana. Untuk mendapatkan hasil yang baik maka diperlukan hubungan timbal balik antara Team Leader dan Direksi Pekerjaan, dan bila konsultan perlu data-data dari instansi lain, maka dengan seijin Direksi dan pemberi tugas, akan menghubungi instansi tersebut. Adapun Struktur Organisasi Pelaksana Pekerjaan dapat dilihat pada gambar berikut.

132 | P a g e

Gambar - Struktur Organisasi Pelaksanaan Pekerjaan p

PT. DUTA DEWATA KONSULTAN

SATKER Kab. Gianyar

TIM TEKNIS TEAM LEADER I Nyoman Tela, ST, MT

Tenaga Ahli dan Asisten Tenaga Ahli 1. Ahli Arsitektur = Gusti Ayu Ratih Dwitarini, ST 2. Ahli Sipil = I Made Rosiana 3. Ahli Ekonomi Pembangunan = Dermansyah, SE 4. Ahli Lansekap = Ir. Media Handayawuri 5. Ahli Lingkungan = Viviani Wahyu Dewanti, ST 6. Asisten Ahli Hukum dan Peraturan = I Made Suartama, SH 7. Surveyor 1 = I Ketut Wirtawan, ST 8. Surveyor 2 = I Wayan Rubadiana ST

1. Operator Komputer 2. Administrasi dan Keuangan 3. CAD/Cam Operator

Keterangan : Garis Koordinasi Garis Instruksi

133 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai