(Kec. Bekasi Utara, Kec. Bekasi Timur, Kec. Bantargebang, Kec. Rawalumbu)
Usulan Teknis
5.1 METODOLOGI
Usulan Teknis
Bekasi Timur, Kec. Bantargebang, Kec. Rawalumbu. E-
Survey yang dilakukan melalui internet untuk mendapatkan
data sekunder yang dapat mendukung akurasi data dan
analisis dan juga dilakukan untuk mendapatkan data yang
akan digunakan sebagai ‘Benchmarking’.
2) Survey Lapangan
a) Sasaran Survei Obyek Fisik
Ditinjau secara fisik lingkungan, sasaran yang akan dicapai
pada tahap survei ini antara lain adalah ukuran yang sesuai
dengan tapak, luas lahan, kondisi eksisting, dan batas-
batas site terpilih untuk Perencanaan Teknis Wilayah Zona
C (Kec. Bekasi Utara, Kec. Bekasi Timur, Kec.
Bantargebang, Kec. Rawalumbu) dan aspek terkait lainnya
termasuk bangunan yang sudah terbangun di sekitarnya,
bangunan/ fasilitas yang tersedia, serta infrastruktur yang
mendukung.
b) Sasaran Survei Obyek Non Fisik
Untuk survei secara non fisik sasarannya adalah survei
struktur organisasi di Kec. Bekasi Utara, Kec. Bekasi Timur,
Kec. Bantargebang, Kec. Rawalumbu, kebutuhan ruang,
program ruang, jenis peralatan/ perlengkapan yang
diperlukan dan keinginan dari pihak user serta keinginan
tentang utilitas bangunan yang diperlukan untuk
perumusan konsep pengembangan fisik fasilitas sarana dan
prasarana perumahan serta aspek terkait lainnya.
3) Indepth Interview
Indepth interview akan dilakukan dalam bentuk wawancara
secara mendalam dengan tokoh-tokoh atau pelaku kunci yang
terkait dengan isu/permasalahan pengembangan fisik fasilitas
sarana dan prasarana perumahan serta aspek terkait lainnya.
Usulan Teknis
Sasaran indepth interview tersebut mencakup antara lain:
Kepala Kecamatan, Kepala Kelurahan, Kepala Seksi maupun
staf di Kantor Kecamatan maupun Kantor Kelurahan di Kec.
Bekasi Utara, Kec. Bekasi Timur, Kec. Bantargebang, Kec.
Rawalumbu sebagai pelaku di lokasi eksisting, Dinas
Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan Kota Bekasi
terkait peraturan mengenai gedung dan bangunan, pihak-pihak
dari Pemerintah Kota Bekasi selaku pemilik, dan masyarakat di
sekitar lokasi Kec. Bekasi Utara, Kec. Bekasi Timur, Kec.
Bantargebang, Kec. Rawalumbu.
B. Metode Analisis
Metode analisis bertujuan menemukenali secara tepat potensi
dan permasalahan, untuk kemudian mengantisipasi peluang dan
tantangan yang akan muncul secara multidisiplin, yang akan
memberikan dukungan bagi perumusan konsep dan arahan
perencanaan.
Pendekatan analisis mencakup sisi makro, sisi mezo dan sisi
mikro. Pendekatan makro memandang lingkup perencanaan sebagai
simpul dalam suatu wilayah luas, dalam hubungan regional dan
kawasan lain di sekelilingnya.
Sementara pendekatan mezo memandang lingkup
pengembangan fisik fasilitas sarana dan prasarana perumahan serta
aspek terkait lainnya sebagai suatu wilayah yang mempunyai
kemampuan tumbuh dan berkembang sesuai dengan potensi yang
dikandungnya.
Sedangkan pendekatan mikro memandang lingkup
pengembangan fisik fasilitas sarana dan prasarana perumahan dan
aspek terkait lainnya sebagai suatu kesatuan fasilitas pelayanan
masyarakat/kependudukan secara lebih detil serta menggambarkan
secara teknis bagian-bagian tersebut.
Usulan Teknis
Adapun teknik yang dipergunakan disesuaikan dengan aspek
yang akan dibahas serta kepentingannya, yang antara lain bersifat :
1) Deskriptif
Untuk menganalisis lingkup wilayah perencanaan dengan
uraian-uraian, penjelasan, pengertian, yang sifatnya cenderung
kualitatif.
2) Ekstrapolatif
Untuk menganalisis keadaan pada saat ini dan masa
mendatang dengan menggunakan proyeksi, berdasarkan
perkembangan dan kecenderungan dari komponen analisis
yang sifatnya lebih terukur.
3) Asumtif
Untuk memberikan anggapan atas kondisi yang berlaku
maupun yang diperkirakan akan berlangsung di kemudian hari.
4) Normatif
Dipergunakan untuk analisis yang menyangkut keadaan, yang
seharusnya mengikuti kaidah-kaidah tertentu, misalnya
ketentuan KDB, KLB, KDH, perijinan, dll.
5) Spasial
Untuk menganalisis gejala-gejala yang sifatnya meruang,
perkembangan tata ruang, penyebab dan interaksinya.
Usulan Teknis
pilihan-pilihan. Perencanaan diperlukan karena persedian terbatas
sementara peruntukannya dan kebutuhannya sangat beragam.
Usulan Teknis
merumuskan tujuan ? bagaimana merumuskan tujuan dengan
baik dan adil ?
Perencanaan cenderung berorientasi kedepan baik
dalam jangka pendek, jangka menengah maupun jangka
panjang :
Karena berorientasi ke depan, perencanaan melibatkan
forescating, prediksi tentang segala yang mungkin terjadi atau
dapat dilakukan di masa depan. Perencanaan melibatkan teknik-
teknik untuk menekan risiko atau kemungkinan-kemungkinan
dampak yang dihadapi di masa depan. Oleh karena dimensi
temporalnya, perencanaan menyangkut pula penjadwalan
aktivitas-aktivitas di masa depan secara logis, bertahap,
berkesinambungan sesuai dengan rangkaian sasaran atau target
untuk mencapai tujuan. Orientasi kedepan perencanaan
merupakan kekuatan dari perencanaan meskipun seringkali dikritik
sebagai utopian dan tidak realistis.
Usulan Teknis
kelancaran dan kualitas proses utama perancangannya. Secara
garis besar perumusan masalah dibedakan atas :
a. Masalah Makro, yaitu masalah yang berkaitan dengan
Perencanaan Pembangunan yakni sebagai lingkungan
binaan berupa bangunan yang menjadi wadah kegiatan
terutama pelayanan masyarakat/kependudukan kelurahan.
b. Masalah Mikro, adalah yang berkaitan dengan
bagaimana menata ruang dengan fungsi-fungsi yang akan
diwadahi di dalam Jasa Konsultan Perencanaan sehingga
tetap sesuai/ selaras dengan prinsip pola tata ruang
meliputi:
- program ruang
- persyaratan ruang dan bangunan (teknis fungsional dan
environment)
- penampilan bangunan di lingkungan.
- perencanaan tapak
- utilitas (makro dan mikro)
- peralatan.
5.2.2 Pengumpulan Data
Pengumpulan data tidak lain dari suatu proses pengadaan data
primer untuk keperluan penelitian dan atau perancangan. Data
yang dikumpulkan dapat juga berupa data sekunder, yang
artinya data tersebut diperoleh bukan dari hasil penelitiannya
sendiri, tetapi merupakan data yang dikumpulkan oleh orang
lain; dan diolah kembali oleh si peneliti. Pengumpulan data
merupakan langkah yang amat penting dalam metode ilmiah,
sosial kemasyaratan dan ekonomi, data yang dikumpulkan akan
digunakan untuk dasar perencanaan yang dirumuskan. Data
yang dikumpulkan harus cukup valid untuk digunakan.
Pengumpulan data adalah prosedur sistematis dan standar
Usulan Teknis
untuk memperoleh data yang diperlukan. Selalu ada hubungan
antara metode mengumpulkan data dengan masalah yang akan
dipecahkan. Secara umum metode pengumpulan data dapat
dibagi atas beberapa kelompok, yaitu :
metode pengamatan langsung,
metode dengan menggunakan pertanyaan, dan
metode khusus, misalnya studi banding peneliti dapat
menggunakan dua alat, yaitu :
1) sistem kategori, dan
2) menggunakan rating scale (skala nilai).
Didalam pengamatannya penggunaan kategorisasi terhadap
fenomena yang akan diteliti. Sebuah kategori adalah sebuah
pernyataan yang menggambarkan suatu kelas fenomena, ke
dalam mana bentuk/perilaku yang diteliti dapat dibuat sandi.
Suatu sistem kategori terdiri dari dua atau lebih kategori-
kategori (Festinger dan Katz, 1976). Dengan kategori yang
tepat maka perencana dapat melahirkan kerangka referensi
(frame of reference) untuk penelitiannya. Hal ini dapat
meningkatkan kemungkinan bahwa aspek-aspek yang relevan
dapat diteliti secara lebih terpercaya. Banyaknya kategori yang
dibuat serta tingkat konseptualisasi serta terapannya terhadap
situasi yang berjenis-jenis, tergantung dari tujuan penelitian
dan kerangka teori yang digunakan oleh arsitek tersebut. Dari
pernyataan di atas terlihat bahwa data kuantitatif yang
diperlukan meliputi :
1. Karakteristik fasilitas dari bangunan yang akan dirancang.
2.Sumber-sumber energi yang diperlukan oleh bangunan yang
dirancang
3. Tenaga kerja dalam pelaksanaan bangunan.
4. Pengguna/user dari bangunan yang dirancang
Usulan Teknis
5. Aktivitas bangunan (untuk apa bangunan tersebut) dan
subsistemnya.
6. Perawatan dan perbaikan.
7. Penggantian komponen material sesuai masa pakai
misalnya peralatan listrik.
Data kuantitatif ini diperlukan untuk menguji terjadi suatu
keterkaitan dan umpan balik terhadap data sebelumnya
Pelaksanaan pengumpulan data menurut penggunaan atau
proses pengolahannya (analisis), secara garis besar dapat
dikelompokkan menjadi dua kelompok data, yaitu :
1. Data-data yang sifatnya dapat dilakukan analisis langsung,
yaitu meliputi : data geodesi, data mekanika tanah,
kondisi lingkungan serta data mengenai jenis dan
karakteristik lahan.
2. Data-data yang dalam prosesnya memerlukan tahap
pembahasan dan persetujuan, baik dalam hal kriteria,
metoda maupun pendekatannya. Tujuan pengumpulan
kelompok data ini adalah untuk lebih mengetahui secara
mendalam sistem peruangan sehingga dapat dihasilkan
rancangan yang optimal. Untuk itu dalam tahap koleksi
data ini, konsultan akan melaksanakan kegiatan-kegiatan :
- Studi literatur meliputi semua aspek yang berkaitan
dengan tugas ini seperti termasuk pendekatan
kontekstual penampilan bangunanyang selaras
dengan arsitektur di Kota Bekasi.
- Melakukan wawancara dan pembahasan pengguna
dan pemilik proyek mengenai kebutuhan-kebutuhan
fasilitas maupun peralatan-peralatan khusus yang
akan digunakan.
- Identifikasi penggunaan lahan
Usulan Teknis
Usulan Teknis
- Persyaratan-persyaratan utilitas, yang meliputi sistem
kelistrikan, telekomunikasi, pencegahan kebakaran, dan
lain-lain.
e. Konsep struktur dan konstruksi bangunan, mencakup :
- Konsep penentuan sistem struktur dan konstruksi yang
diterapkan.
- Konsep sistem struktur terhadap sistem pembebanan
termasuk perhitungan terhadap gaya literal.
f. Konsep pemilihan material/bahan, mencakup kriteria yang
digunakan untuk pemilihan material serta penjelasan
spesifikasinya.
5.2.5 Rancangan Skematik (Schematic Design)
Pada tahap ini dilakukan transformasi dari konsep perancangan
masing-masing sistem di atas ke dalam diagram-diagram
perancangan berikut analisisnya untuk memberikan gambaran
kemungkinan-kemungkinan pemecahan perancangan pada
masing-masing rancangan.
5.2.6 Pra Rancangan
Merupakan implementasi seluruh konsep perancangan ke
dalam beberapa alternatif bentuk rancangan secara dua
dimensional yang merupakan gagasan awal bentuk bangunan.
Pembahasan dan diskusi secara intensif antara konsultan dan
pihak pemberi tugas maupun pemakai akan dilakukan selama
tahap pra rancangan ini, untuk mendapatkan keluaran yang
optimal. Selain itu Konsultan juga akan menyerahkan data
lapangan dan penyelidikan tanah serta laporan perancangan
skematik sebagai bahan kajian bagi pemberi tugas. Secara
garis besar, pada tahap ini Konsultan akan menyajikan:
- Denah/tampak keseluruhan bangunan dan lingkungan
tapak.
Usulan Teknis
- Denah/tampak masing-masing unit bangunan,
- Gambar Potongan masing-masing unit bangunan
- Usulan pemakaian material
-Perkiraan biaya sementara (preliminary cost).
5.2.7 Pengembangan Rancangan
Dalam tahap ini akan dilakukan koordinasi intensif antara
berbagai disiplin yang terlibat, untuk secara bersama-sama
merencanakan dan menerapkan berbagai sistem yang
digunakan ke dalam hasil rancangan yang telah dikembangkan.
Materi yang akan disajikan pada tahap ini meliputi :
-Perancangan dan penerapan sistem struktur dan konstruksi
- Perencanaan sistem listrik dan estimasi penyediaan daya,
- Perancangan sistem telekomunikasi dan estimasi
kebutuhan sambungan,
- Perancangan sistem pencahayaan,
- Perancangan sistem pencegahan kebakaran,
- Perancangan sistem penangkal petir,
- Perancangan sistem distribusi air bersih,
- Perancangan sistem distribusi air kotor
- Perancangan sistem distribusi drainase bangunan,
- Pemilihan material
- Perkiraan biaya.
5.2.8 Detail Perancangan
Tahap ini merupakan tahap akhir seluruh proses perancangan
yang dilaksanakan oleh konsultan. Pada tahap akhir ini seluruh
hasil rancangan beserta dokumen-dokumen pelengkapnya telah
siap untuk dilaksanakan. Secara umum dokumen lelang ini
akan memuat :
- Sistem dan detail masing-masing komponen dalam butir
pra-rancangan di atas,
Usulan Teknis
- Rencana anggaran biaya,
- Rencana kerja dan syarat-syarat,
- Spesifikasi teknis,
- Prosedur tata cara pelelangan serta cara-cara penawaran.
5.2.9 Laporan Perancangan
Berisi semua aspek yang telah dilaksanakan oleh Konsultan dari
setiap tahap kegiatan dalam proses perancangan serta rujukan
masalah mulai dari penulisan konsep sampai dengan
transformasi rancangan yang dihasilkan. Laporan perancangan
ini akan meliputi bidang arsitektur, mekanikal, elektrikal dan
struktur.
Dalam menangani pekerjaan perencanaan ini Konsultan akan
mengembangkan metode pendekatan operasional secara
akurat dan terpadu yang selalu digunakan dalam menangani
beberapa proyek serupa. Pendekatan operasional yang
dikembangkan merupakan suatu bentuk manajemen yang
sering disebut Manajemen Perencanaan / Pra-Konstruksi.
Secara garis besar, sistem Manajemen Perencanaan / Pra-
Konstruksi yang diterapkan akan melaksanakan :
1. Koordinasi yang menerus dan terpadu antara unsur yang
terkait dalam proyek,
2. Fungsi monitoring terhadap seluruh perkembangan
kegiatan perencanaan mulai dari pekerjaan persiapan, pra-
rencana, pengembangan rencana sampai pada pembuatan
gambar kerja dan dokumen lelang.
3. Analisis setiap saat terhadap target waktu penyelesaian
proyek dengan volume beban pekerjaannya.
4. Pengendalian terhadap target waktu penyelesaian
pekerjaan.
Usulan Teknis
5. Penyusunan strategi secara cepat dan tepat, berupa re-
alokasi tenaga dan re-skeduling sebagai akibat dari adanya
hambatan-hambatan yang terjadi.
Untuk menunjang pelaksanaan dan penerapan sistem
manajemen tersebut, diperlukan suatu perangkat
komputer beserta softwarenya.
Usulan Teknis
Usulan Teknis
5.4 PENDEKATAN PERSYARATAN TEKNIS BANGUNAN GEDUNG NEGARA
Usulan Teknis
5) mempertimbangkan nilai sosial budaya setempat dalam
menerapkan perkembangan arsitektur dan rekayasa;
dan
6) mempertimbangkan kaidah pelestarian bangunan baik
dari segi sejarah maupun langgam arsitekturnya.
i. Kelengkapan Sarana dan Prasarana Bangunan
Bangunan gedung negara harus dilengkapi dengan
prasarana dan sarana bangunan yang memadai. Prasarana
dan sarana bangunan yang harus ada pada bangunan
gedung negara, seperti:
1) Sarana parkir kendaraan;
2) Sarana untuk penyandang cacat dan lansia;
3) Sarana penyediaan air minum;
4) Sarana drainase, limbah, dan sampah;
5) Sarana ruang terbuka hijau;
6) Sarana hidran kebakaran halaman;
7) Sarana pencahayaan halaman;
8) Sarana jalan masuk dan keluar;
9) Penyediaan fasilitas ruang ibadah, ruang ganti, ruang
bayi/ibu, toilet, dan fasilitas komunikasi dan informasi.
2. Persyaratan bahan bangunan
Bahan bangunan untuk bangunan gedung negara harus
memenuhi SNI yang dipersyaratkan, diupayakan menggunakan
bahan bangunan setempat/produksi dalam negeri, termasuk
bahan bangunan sebagai bagian dari komponen bangunan
sistem fabrikasi. Spesifikasi teknis bahan bangunan gedung
negara meliputi ketentuan-ketentuan:
a. Bahan penutup lantai
1) Bahan penutup lantai menggunakan bahan teraso,
keramik, papan kayu, vinyl, marmer, homogenius tile
Usulan Teknis
dan karpet yang disesuaikan dengan fungsi ruang dan
klasifikasi bangunannya;
2) Adukan/perekat yang digunakan harus memenuhi
persyaratan teknis dan sesuai dengan jenis bahan
penutup yang digunakan.
b. Bahan dinding
Bahan dinding terdiri atas bahan untuk dinding pengisi atau
partisi, dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Bahan dinding pengisi : batu bata, beton ringan, bata
tela, batako, papan kayu, kaca dengan rangka
kayu/aluminium, panel GRC dan/atau aluminium;
2) Bahan dinding partisi : papan kayu, kayu lapis, kaca,
calsium board, particle board, dan/atau gypsum-board
dengan rangka kayu kelas kuat II atau rangka lainnya,
yang dicat tembok atau bahan finishing lainnya, sesuai
dengan fungsi ruang dan klasifikasi bangunannya;
3) Adukan/perekat yang digunakan harus memenuhi
persyaratan teknis dan sesuai jenis bahan dinding yang
digunakan;
4) Untuk bangunan sekolah tingkat dasar, sekolah tingkat
lanjutan/menengah, rumah negara, dan bangunan
gedung lainnya yang telah ada komponen pracetaknya,
bahan dindingnya dapat menggunakan bahan pracetak
yang telah ada.
c. Bahan langit-langit
Bahan langit-langit terdiri atas rangka langit-langit dan
penutup langit-langit:
1) Bahan kerangka langit-langit: digunakan bahan yang
memenuhi standar teknis, untuk penutup langit-langit
Usulan Teknis
kayu lapis atau yang setara, digunakan rangka kayu klas
kuat II dengan ukuran minimum:
4/6 cm untuk balok pembagi dan balok
penggantung;
6/12 cm untuk balok rangka utama; dan
5/10 cm untuk balok tepi;
Besi hollow atau metal furring 40 mm x 40 mm dan
40 mm x 20 mm lengkap dengan besi penggantung
Ø 8 mm dan pengikatnya.
Untuk bahan penutup akustik atau gypsum digunakan
kerangka aluminium yang bentuk dan ukurannya
disesuaikan dengan kebutuhan;
2) Bahan penutup langit-langit: kayu lapis, aluminium,
akustik, gypsum, atau sejenis yang disesuaikan dengan
fungsi dan klasifikasi bangunannya;
3) Lapisan finishing yang digunakan harus memenuhi
persyaratan teknis dan sesuai dengan jenis bahan
penutup yang digunakan.
d. Bahan penutup atap
1) Bahan penutup atap bangunan gedung negara harus
memenuhi ketentuan yang diatur dalam SNI yang
berlaku tentang bahan penutup atap, baik berupa atap
beton, genteng, metal, fibrecement, calcium board,
sirap, seng, aluminium, maupun asbes/asbes
gelombang. Untuk penutup atap dari bahan beton harus
diberikan lapisan kedap air (water proofing).
Penggunaan bahan penutup atap disesuaikan dengan
fungsi dan klasifikasi bangunan serta kondisi daerahnya;
2) Bahan kerangka penutup atap: digunakan bahan yang
memenuhi Standar Nasional Indonesia. Untuk penutup
Usulan Teknis
atap genteng digunakan rangka kayu kelas kuat II
dengan ukuran:
2/3 cm untuk reng atau 3/4 cm untuk reng genteng
beton;
4/6 cm atau 5/7 cm untuk kaso, dengan jarak antar
kaso disesuaikan ukuran penampang kaso.
3) Bahan kerangka penutup atap non kayu:
Gording baja profil C, dengan ukuran minimal 125 x
50 x 20 x 3,2;
Kuda-kuda baja profil WF, dengan ukuran minimal
250 x 150 x 8 x 7;
Baja ringan (light steel);
Beton plat tebal minimum 12 cm.
e. Bahan kosen dan daun pintu/jendela
Bahan kosen dan daun pintu/jendela mengikuti ketentuan
sebagai berikut:
1) digunakan kayu kelas kuat/kelas awet II dengan ukuran
jadi minimum 5,5 cm x 11 cm dan dicat kayu atau
dipelitur sesuai persyaratan standar yang berlaku;
2) rangka daun pintu untuk pintu yang dilapis kayu
lapis/teakwood digunakan kayu kelas kuat II dengan
ukuran minimum 3,5 cm x 10 cm, khusus untuk ambang
bawah minimum 3,5 cm x 20 cm. Daun pintu dilapis
dengan kayu lapis yang dicat atau dipelitur;
3) Daun pintu panil kayu digunakan kayu kelas kuat/kelas
awet II, dicat kayu atau dipelitur;
4) Daun jendela kayu, digunakan kayu kelas kuat/kelas awet
II, dengan ukuran rangka minimum 3,5 cm x 8 cm, dicat
kayu atau dipelitur;
Usulan Teknis
5) Rangka pintu/jendela yang menggunakan bahan
aluminium ukuran rangkanya disesuaikan dengan fungsi
ruang dan klasifikasi bangunannya;
6) Penggunaan kaca untuk daun pintu maupun jendela
disesuaikan dengan fungsi ruang dan klasifikasi
bangunannya;
7) Kusen baja profil E, dengan ukuran minimal 150 x 50 x
20 x 3,2 dan pintu baja BJLS 100 diisi glas woll untuk
pintu kebakaran.
f. Bahan struktur
Bahan struktur bangunan baik untuk struktur beton
bertulang, struktur kayu maupun struktur baja harus
mengikuti Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang Bahan
Bangunan yang berlaku dan dihitung kekuatan strukturnya
berdasarkan SNI yang sesuai dengan bahan/struktur
konstruksi yang bersangkutan.
Ketentuan penggunaan bahan bangunan untuk bangunan
gedung negara tersebut di atas, dimungkinkan disesuaikan
dengan kemajuan teknologi bahan bangunan, khususnya
disesuaikan dengan kemampuan sumberdaya setempat
dengan tetap harus mempertimbangkan kekuatan dan
keawetannya sesuai dengan peruntukan yang telah
ditetapkan. Ketentuan lebih rinci agar mengikuti ketentuan
yang diatur dalam SNI.
3. Persyaratan struktur bangunan
Struktur bangunan gedung negara harus memenuhi
persyaratan keselamatan (safety) dan kelayanan (serviceability)
serta SNI konstruksi bangunan gedung, yang dibuktikan
dengan analisis struktur sesuai ketentuan. Spesifikasi teknis
Usulan Teknis
struktur bangunan gedung negara secara umum meliputi
ketentuan-ketentuan:
a. Struktur pondasi
1) Struktur pondasi harus diperhitungkan mampu menjamin
kinerja bangunan sesuai fungsinya dan dapat menjamin
kestabilan bangunan terhadap berat sendiri, beban
hidup, dan gaya-gaya luar seperti tekanan angin dan
gempa termasuk stabilitas lereng apabila didirikan di
lokasi yang berlereng.
Untuk daerah yang jenis tanahnya berpasir atau lereng
dengan kemiringan di atas 15° jenis pondasinya
disesuaikan dengan bentuk massa bangunan gedung
untuk menghindari terjadinya likuifaksi (liquifaction)
pada saat terjadi gempa;
2) Pondasi bangunan gedung negara disesuaikan dengan
kondisi tanah/lahan, beban yang dipikul, dan klasifikasi
bangunannya. Untuk bangunan yang dibangun di atas
tanah/lahan yang kondisinya memerlukan penyelesaian
pondasi secara khusus, maka kekurangan biayanya
dapat diajukan secara khusus di luar biaya standar
sebagai biaya pekerjaan pondasi non-standar;
3) Untuk pondasi bangunan bertingkat lebih dari 3 lantai
atau pada lokasi dengan kondisi khusus maka
perhitungan pondasi harus didukung dengan
penyelidikan kondisi tanah/lahan secara teliti.
Usulan Teknis
b. Struktur lantai
Bahan dan tegangan yang digunakan harus sesuai dengan
ketentuan sebagai berikut:
1) Struktur lantai kayu
dalam hal digunakan lantai papan setebal 2 cm,
maka jarak antara balok-balok anak tidak boleh lebih
dari 60 cm, ukuran balok minimum 6/12 cm;
balok-balok lantai yang masuk ke dalam pasangan
dinding harus dilapis bahan pengawet terlebih
dahulu;
bahan-bahan dan tegangan serta lendutan
maksimum yang digunakan harus sesuai dengan
ketentuan SNI yang dipersyaratkan.
2) Struktur lantai beton
lantai beton yang diletakkan langsung di atas tanah,
harus diberi lapisan pasir di bawahnya dengan tebal
sekurang-kurangnya 5 cm, dan lantai kerja dari
beton tumbuk setebal 5 cm;
bagi pelat-pelat lantai beton bertulang yang
mempunyai ketebalan lebih dari 10 cm dan pada
daerah balok (¼ bentang pelat) harus digunakan
tulangan rangkap, kecuali ditentukan lain
berdasarkan hasil perhitungan struktur;
bahan-bahan dan tegangan serta lendutan
maksimum yang digunakan harus sesuai dengan
ketentuan SNI yang dipersyaratkan.
3) Struktur lantai baja
tebal pelat baja harus diperhitungkan, sehingga bila
ada lendutan masih dalam batas kenyamanan;
Usulan Teknis
sambungan-sambungannya harus rapat betul dan
bagian yang tertutup harus dilapis dengan bahan
pelapis untuk mencegah timbulnya korosi;
bahan-bahan dan tegangan yang digunakan harus
sesuai dengan ketentuan SNI yang dipersyaratkan.
c. Struktur Kolom
1) Struktur kolom kayu
Dimensi kolom bebas diambil minimum 20 cm x 20
cm;
Mutu Bahan dan kekuatan yang digunakan harus
sesuai dengan ketentuan SNI yang dipersyaratkan.
2) Struktur kolom praktis dan balok pasangan bata:
besi tulangan kolom praktis pasangan minimum 4
buah Ø 8 mm dengan jarak sengkang maksimum 20
cm;
adukan pasangan bata yang digunakan
sekurangkurangnya harus mempunyai kekuatan yang
sama dengan adukan 1PC : 3 PS;
Mutu bahan dan kekuatan yang digunakan harus
sesuai dengan ketentuan SNI yang dipersyaratkan.
3) Struktur kolom beton bertulang:
kolom beton bertulang yang dicor di tempat harus
mempunyai tebal minimum 15 cm diberi tulangan
minimum 4 buah Ø 12 mm dengan jarak sengkang
maksimum 15 cm;
selimut beton bertulang minimum setebal 2,5 cm;
Mutu bahan dan kekuatan yang digunakan harus
sesuai dengan ketentuan SNI yang dipersyaratkan.
Usulan Teknis
4) Struktur kolom baja:
kolom baja harus mempunyai kelangsingan (λ)
maksimum 150;
kolom baja yang dibuat dari profil tunggal maupun
tersusun harus mempunyai minimum 2 sumbu
simetris;
sambungan antara kolom baja pada bangunan
bertingkat tidak boleh dilakukan pada tempat
pertemuan antara balok dengan kolom, dan harus
mempunyai kekuatan minimum sama dengan kolom;
sambungan kolom baja yang menggunakan las harus
menggunakan las listrik, sedangkan yang
menggunakan baut harus menggunakan baut mutu
tinggi;
penggunaan profil baja tipis yang dibentuk dingin,
harus berdasarkan perhitungan-perhitungan yang
memenuhi syarat kekuatan, kekakuan, dan stabilitas
yang cukup;
Mutu bahan dan kekuatan yang digunakan harus
sesuai dengan ketentuan dalam SNI yang
dipersyaratkan.
d. Struktur Atap
1) Umum
Konstruksi atap harus didasarkan atas perhitungan-
perhitungan yang dilakukan secara keilmuan/keahlian
teknis yang sesuai;
kemiringan atap harus disesuaikan dengan bahan
penutup atap yang akan digunakan, sehingga tidak
akan mengakibatkan kebocoran;
Usulan Teknis
bidang atap harus merupakan bidang yang rata,
kecuali dikehendaki bentuk-bentuk khusus.
2) Struktur rangka atap kayu
ukuran kayu yang digunakan harus sesuai dengan
ukuran yang dinormalisir;
rangka atap kayu harus dilapis bahan anti rayap;
bahan-bahan dan tegangan yang digunakan harus
sesuai dengan ketentuan SNI yang diper-syaratkan.
3) Struktur rangka atap beton bertulang Mutu bahan dan
kekuatan yang digunakan harus sesuai dengan
ketentuan SNI yang dipersyaratkan.
4) Struktur rangka atap baja
sambungan yang digunakan pada rangka atap baja
baik berupa baut, paku keling, atau las listrik
harus memenuhi ketentuan pada Pedoman
Perencanaan Bangunan Baja untuk Gedung;
rangka atap baja harus dilapis dengan pelapis anti
korosi;
bahan-bahan dan tegangan yang digunakan harus
sesuai dengan ketentuan SNI yang dipersyaratkan;
untuk bangunan sekolah tingkat dasar, sekolah
tingkat lanjutan/menengah, dan rumah Negara yang
telah ada komponen fabrikasi, struktur rangka
atapnya dapat menggunakan komponen prefabrikasi
yang telah ada.
e. Struktur Beton Pracetak
1) Komponen beton pracetak untuk struktur bangunan
gedung negara dapat berupa komponen pelat, balok,
kolom dan/atau panel dinding;
Usulan Teknis
2) Perencanaan komponen struktur beton pracetak dan
sambungannya harus mempertimbangkan semua kondisi
pembebanan dan “kekangan” deformasi mulai dari saat
pabrikasi awal, hingga selesainya pelaksanaan struktur,
termasuk pembongkaran cetak-an, penyimpanan,
pengangkutan, dan pemasangan;
3) Gaya-gaya antar komponen-komponen struktur dapat
disalurkan menggunakan sambungan grouting, kunci
geser, sambungan mekanis, sambungan baja tulangan,
pelapisan dengan beton bertulang cor setempat, atau
kombinasi;
4) Sistem struktur beton pracetak boleh digunakan bila
dapat ditunjukan dengan pengujian dan analisis bahwa
sistem yang diusulkan akan mempunyai kekuatan dan
“ketegaran” yang minimal sama dengan yang dimiliki
oleh struktur beton monolit yang setara;
5) Komponen dan sistem lantai beton pracetak
Sistem lantai pracetak harus direncanakan agar
mampu menghubungkan komponen struktur hingga
terbentuk sistem penahan beban lateral
(kondisi diafragma kaku). Sambungan antara
diafragma dan komponen-komponen struktur yang
ditopang lateral harus mempunyai kekuatan tarik
nominal minimal 45 KN/m;
Komponen pelat lantai yang direncanakan komposit
dengan beton cor setempat harus memiliki tebal
minimum 50 mm;
Komponen pelat lantai yang direncanakan tidak
komposit dengan beton cor setempat harus memiliki
tebal minimum 65 mm;
Usulan Teknis
6) Komponen kolom pracetak harus memiliki kuat tarik
nominal tidak kurang dari 1,5 luas penampang kotor (Ag
dalam KN);
7) Komponen panel dinding pracetak harus mempunyai
minimum dua tulangan pengikat per panel dengan
memiliki kuat tarik nominal tidak kurang dari 45 KN per
tulangan pengikat;
8) Bahan-bahan dan tegangan yang digunakan harus
sesuai dengan ketentuan SNI yang dipersyaratkan.
4. Persyaratan Utilitas Bangunan
Utilitas yang berada di dalam dan di luar bangunan gedung
negara harus memenuhi SNI yang dipersyaratkan. Spesifikasi
teknis utilitas bangunan gedung negara meliputi
ketentuanketentuan:
a. Air minum
1) Setiap pembangunan baru bangunan gedung negara
harus dilengkapi dengan prasarana air minum yang
memenuhi standar kualitas, cukup jumlahnya dan
disediakan dari saluran air berlangganan kota (PDAM),
atau sumur, jumlah kebutuhan minimum 100
lt/orang/hari;
2) Setiap bangunan gedung negara, selain rumah negara
(yang bukan dalam bentuk rumah susun), harus
menyediakan air minum untuk keperluan pemadaman
kebakaran dengan mengikuti ketentuan SNI yang
dipersyaratkan, reservoir minimum menyediakan air
untuk kebutuhan 45 menit operasi pemadaman api
sesuai dengan kebutuhan dan perhitungan;
3) Bahan pipa yang digunakan dan pemasangannya harus
mengikuti ketentuan teknis yang ditetapkan.
Usulan Teknis
b. Pembuangan air kotor
1) Pada dasarnya pembuangan air kotor yang berasal dari
dapur, kamar mandi, dan tempat cuci, harus dibuang
atau dialirkan ke saluran umum kota;
2) Semua air kotor yang berasal dari dapur, kamar mandi,
dan tempat cuci, pembuangannya harus melalui pipa
tertutup dan/atau terbuka sesuai dengan persyaratan
yang berlaku;
3) Dalam hal ketentuan dalam butir 1) tersebut tidak
mungkin dilaksanakan, karena belum terjangkau oleh
saluran umum kota atau sebab-sebab lain yang dapat
diterima oleh instansi teknis yang berwenang, maka
pembuangan air kotor harus dilakukan melalui proses
pengolahan dan/atau peresapan;
4) Air kotor dari kakus harus dimasukkan ke dalam
septictank yang mengikuti standar yang berlaku.
c. Pembuangan limbah
1) Setiap bangunan gedung negara yang dalam
pemanfaatannya mengeluarkan limbah domestik cair
atau padat harus dilengkapi dengan tempat
penampungan dan pengolahan limbah, sesuai dengan
ketentuan;
2) Tempat penampungan dan pengolahan limbah dibuat
dari bahan kedap air, dan memenuhi persyaratan teknis
yang berlaku sehingga tidak menimbulkan dampak
negatif terhadap lingkungan;
3) Ketentuan lebih lanjut mengikuti SNI yang
dipersyaratkan.
Usulan Teknis
d. Pembuangan sampah
1) Setiap bangunan gedung negara harus menyediakan
tempat sampah dan penampungan sampah sementara
yang besarnya disesuaikan dengan volume sampah yang
dikeluarkan setiap harinya, sesuai dengan ketentuan,
produk sampah minimum 3,0 lt/orang/hari;
2) Tempat penampungan sampah sementara harus dibuat
dari bahan kedap air, mempunyai tutup, dan dapat
dijangkau secara mudah oleh petugas pembuangan
sampah dari Dinas Kebersihan setempat;
3) Gedung negara dengan fungsi tertentu (seperti: rumah
sakit, gedung percetakan uang negara) harus dilengkapi
incenerator sampah sendiri;
4) Ketentuan lebih lanjut mengikuti SNI yang
dipersyaratkan.
e. Saluran air hujan
1) Pada dasarnya air hujan harus ditahan lebih lama di
dalam tanah sebelum dialirkan ke saluran umum kota,
untuk keperluan penyediaan dan pelestarian air tanah;
2) Air hujan dapat dialirkan ke sumur resapan melalui
proses peresapan atau cara lain dengan persetujuan
instansi teknis yang terkait;
3) Ketentuan lebih lanjut mengikuti SNI yang
dipersyaratkan.
f. Sarana pencegahan dan penanggulangan bahaya
kebakaran
Setiap bangunan gedung negara harus mempunyai fasilitas
pencegahan dan penanggulangan terhadap bahaya
kebakaran, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan
dalam:
Usulan Teknis
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum tentang Ketentuan
Teknis Pengamanan terhadap Bahaya Kebakaran pada
Bangunan dan Lingkungan; dan
Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung dan
Peraturan Daerah tentang Penanggulangan dan
Pencegahan Bahaya Kebakaran;
Beserta standar-standar teknis yang terkait.
g. Instalasi listrik
1) Pemasangan instalasi listrik harus aman dan atas dasar
hasil perhitungan yang sesuai dengan Peraturan Umum
Instalasi Listrik;
2) Setiap bangunan gedung negara yang dipergunakan
untuk kepentingan umum, bangunan khusus, dan
gedung kantor tingkat Kementerian/Lembaga, harus
memiliki pembangkit listrik darurat sebagai cadangan,
yang catudayanya dapat memenuhi kesinambungan
pelayanan, berupa genset darurat dengan minimum 40
% daya terpasang;
3) Penggunaan pembangkit tenaga listrik darurat harus
memenuhi syarat keamanan terhadap gangguan dan
tidak boleh menimbulkan dampak negatif terhadap
lingkungan, knalpot diberi sillencer dan dinding rumah
genset diberi peredam bunyi.
h. Penerangan dan pencahayaan
1) Setiap bangunan gedung negara harus mempunyai
pencahayaan alami dan pencahayaan buatan yang
cukup sesuai dengan fungsi ruang dalam bangunan
tersebut, sehingga kesehatan dan kenyamanan
pengguna bangunan dapat terjamin;
Usulan Teknis
2) Ketentuan teknis dan besaran dari pencahayaan alami
dan pencahayaan buatan mengikuti standar dan
pedoman teknis yang berlaku.
i. Penghawaan dan pengkondisian udara
1) Setiap bangunan gedung negara harus mempunyai
sistem penghawaan/ventilasi alami dan buatan yang
cukup untuk menjamin sirkulasi udara yang segar di
dalam ruang dan bangunan;
2) Dalam hal tidak dimungkinkan menggunakan sistem
penghawaan atau ventilasi alami, dapat menggunakan
sistem penghawaan buatan dan/atau pengkondisian
udara dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip
konservasi energi;
3) Pemilihan jenis alat pengkondisian udara harus sesuai
dengan fungsi bangunan, dan perletakan instalasinya
tidak mengganggu wujud bangunan;
4) Ketentuan teknis sistem penghawaan/ventilasi alami dan
buatan serta pengkondisian udara yang lebih rinci harus
mengikuti standar dan pedoman teknis yang berlaku.
j. Sarana transportasi dalam bangunan gedung
1) Setiap bangunan gedung negara bertingkat harus
dilengkapi dengan sarana transportasi vertikal yang
aman, nyaman, berupa tangga, ramp, eskalator,
dan/atau elevator (lif);
2) Penempatan, jumlah tangga dan ramp harus
memperhatikan fungsi dan luasan bangunan gedung,
konstruksinya harus kuat/kokoh, dan sudut
kemiringannya tidak boleh melebihi 35°, khusus untuk
ramp aksesibilitas kemiringannya tidak boleh melebihi
7°;
Usulan Teknis
3) Ketentuan teknis tangga, ramp, eskalator dan elevator
(lif) yang lebih rinci harus mengikuti standar dan
pedoman teknis.
k. Sarana komunikasi
1) Pada prinsipnya, setiap bangunan gedung negara harus
dilengkapi dengan sarana komunikasi intern dan
ekstern;
2) Penentuan jenis dan jumlah sarana komunikasi harus
berdasarkan pada fungsi bangunan dan kewajaran
kebutuhan;
3) Ketentuan lebih rinci harus mengikuti standar dan
pedoman teknis.
l. Sistem Penangkal/proteksi petir
1) Penentuan jenis dan jumlah sarana sistem
penangkal/proteksi petir untuk bangunan gedung negara
harus berdasarkan perhitungan yang mengacu pada
lokasi bangunan, fungsi dan kewajaran kebutuhan;
2) Ketentuan teknis sistem penangkal/proteksi petir yang
lebih rinci harus mengikuti standar dan pedoman teknis.
m. Kebisingan dan getaran
1) Bangunan gedung negara harus memperhitungkan batas
tingkat kebisingan dan atau getaran sesuai dengan
fungsinya, dengan mempertimbangkan kenyamanan dan
kesehatan sesuai diatur dalam standar teknis yang
dipersyaratkan;
2) Untuk bangunan gedung negara yang karena fungsinya
mensyaratkan baku tingkat kebisingan dan/atau getaran
tertentu, agar mengacu pada hasil analisis mengenai
dampak lingkungan yang telah dilakukan atau ditetapkan
oleh ahli.
Usulan Teknis
n. Aksesibilitas dan fasilitas bagi penyandang cacat dan
yang berkebutuhan khusus
1) Bangunan gedung negara yang berfungsi untuk
pelayanan umum harus dilengkapi dengan fasilitas yang
memberikan kemudahan bagi penyandang cacat dan
yang berkebutuhan khusus antara lain lansia, ibu hamil
dan menyusui, seperti rambu dan marka, parkir, ram,
tangga, lif, kamar mandi dan peturasan, wastafel, jalur
pemandu, telepon, dan ruang ibu dan anak;
2) Ketentuan lebih lanjut mengenai aksesibilitas bagi
penyandang cacat dan yang berkebutuhan khusus
mengikuti ketentuan dalam Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum Nomor 30/PRT/M/2006 tentang Pedoman Teknis
Aksesibilitas dan Fasilitas pada Bangunan Gedung dan
Lingkungan.
5. Persyaratan Sarana Penyelamatan
Setiap bangunan gedung negara harus dilengkapi dengan
sarana penyelamatan dari bencana atau keadaan darurat, serta
harus memenuhi persyaratan standar sarana penyelamatan
bangunan sesuai SNI yang dipersyaratkan. Spesifikasi teknis
sarana penyelamatan bangunan gedung negara meliputi
ketentuan-ketentuan:
a. Tangga Darurat
1) Setiap bangunan gedung negara yang bertingkat lebih
dari 3 lantai, harus mempunyai tangga
darurat/penyelamatan minimal 2 buah dengan jarak
maksimum 45 m (bila menggunakan sprinkler jarak bisa
1,5 kali);
2) Tangga darurat/penyelamatan harus dilengkapi dengan
pintu tahan api, minimum 2 jam, dengan arah
Usulan Teknis
pembukaan ke tangga dan dapat menutup secara
otomatis dan dilengkapi fan untuk memberi tekanan
positif. Pintu harus dilengkapi dengan lampu dan
petunjuk KELUAR atau EXIT yang menyala saat
listrik/PLN mati. Lampu exit dipasok dari bateri UPS
terpusat;
3) Tangga darurat/penyelamatan yang terletak di dalam
bangunan harus dipisahkan dari ruang-ruang lain
dengan pintu tahan api dan bebas asap, pencapaian
mudah, serta jarak pencapaian maksimum 45 m dan min
9 m;
4) Lebar tangga darurat/penyelamatan minimum adalah
1,20 m;
5) Tangga darurat/penyelamatan tidak boleh berbentuk
tangga melingkar vertikal, exit pada lantai dasar
langsung kearah luar;
6) Ketentuan lebih lanjut tentang tangga
darurat/penyelamatan mengikuti ketentuan-ketentuan
yang diatur dalam standar teknis.
b. Pintu darurat
1) Setiap bangunan gedung negara yang bertingkat lebih
dari 3 lantai harus dilengkapi dengan pintu darurat
minimal 2 buah;
2) Lebar pintu darurat minimum 100 cm, membuka ke arah
tangga penyelamatan, kecuali pada lantai dasar
membuka kearah luar (halaman);
3) Jarak pintu darurat maksimum dalam radius/jarak capai
25 meter dari setiap titik posisi orang dalam satu blok
bangunan gedung;
Usulan Teknis
4) Ketentuan lebih lanjut tentang pintu darurat mengikuti
ketentuan-ketentuan yang diatur dalam standar yang
dipersyaratkan.
c. Pencahayaan darurat dan tanda penunjuk arah EXIT
1) Setiap bangunan gedung negara untuk pelayanan dan
kepentingan umum seperti: kantor, pasar, rumah sakit,
rumah negara bertingkat (rumah susun), asrama,
sekolah, dan tempat ibadah harus dilengkapi dengan
pencahayaan darurat dan tanda penunjuk arah
KELUAR/EXIT yang menyala saat keadaan darurat;
2) Tanda KELUAR/EXIT atau panah penunjuk arah harus
ditempatkan pada persimpangan koridor, jalan ke luar
menuju ruang tangga darurat, balkon atau teras, dan
pintu menuju tangga darurat;
3) Ketentuan lebih lanjut tentang pencahayaan darurat dan
tanda penunjuk arah KELUAR/EXIT yang lebih rinci
harus mengikuti standar dan pedoman teknis.
d. Koridor/selasar
1) Lebar koridor bersih minimum 1,80 m;
2) Jarak setiap titik dalam koridor ke pintu darurat atau
arah keluar yang terdekat tidak boleh lebih dari 25 m;
3) Koridor harus dilengkapi dengan tanda-tanda penunjuk
yang menunjukkan arah ke pintu darurat atau arah
keluar;
4) Panjang gang buntu maximum 15 m apabila dilengkapi
dengan sprinkler dan 9 m tanpa sprinkler.
e. Sistem Peringatan Bahaya
1) Setiap bangunan gedung negara untuk pelayanan dan
kepentingan umum seperti: kantor, pasar, rumah sakit,
rumah negara bertingkat (rumah susun), asrama,
Usulan Teknis
sekolah, dan tempat ibadah harus dilengkapi dengan
sistem komunikasi internal dan sistem peringatan
bahaya;
2) Sistem peringatan bahaya dan komunikasi internal
tersebut mengacu pada ketentuan SNI yang
dipersyaratkan.
f. Fasilitas Penyelamatan
Setiap lantai bangunan gedung negara harus diberi fasilitas
penyelamatan berupa meja yang cukup kuat, sarana
evakuasi yang memadai sebagai fasilitas perlindungan saat
terjadi bencana mengacu pada ketentuan SNI yang
dipersyaratkan.
Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor
45/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan
Gedung Negara Klasifikasi Bangunan Sederhana.
Usulan Teknis
No URAIAN SPESIFIKASI TEKNIS KETERANGAN
- Parkir kendaraan minimal 1 parkir kendaraan untuk 60 m2 bangunan dan
luas bangunan gedung SNI/ketentuan yang
- Aksesibilitas tersedia sarana aksesibilitas bagi berlaku.
penyandang cacat
- Drainase tersedia drainase sesuai SNI yang
berlaku
- Pembuangan sampah tersedia tempat pembuangan sampah
sementara
- Pembuangan limbah tersedia sarana pengolahan limbah,
khususnya untuk limbah berbahaya
- Penerangan halaman tersedia penerangan halaman
B Persyaratan Bahan
Bangunan
1 Bahan Penutup Lantai keramik, vinil, tegel PC Diupayakan
2 Bahan dinding luar bata, batako diplester dan dicat, kaca menggunakan bahan
bangunan setempat/
3 Bahan dinding dalam bata, batako diplester dan
produksi dalam negeri,
dicat, kaca, partisi kayu lapis
termasuk bahan
4 Bahan Penutup Plafond kayu-lapis dicat bangunan sebagai
5 Bahan Penutup Atap genteng, seng, sirap bagian dari sistem
6 Bahan Kosen dan Daun kayu dicat/aluminium pabrikasi komponen.
Pintu/ Jendela Apabila bahan tersebut
sukar diperoleh atau
harganya tidak sesuai,
dapat diganti dengan
bahan lain yang sederajat
tanpa mengurangi
persyaratan fungsi dan
mutu dengan
pengesahan Instansi
Teknis Setempat.
C Persyaratan Struktur
Bangunan
1 Pondasi batu belah, kayu, beton-bertulang K-200 Khusus untuk daerah
2 Struktur Lantai (khusus beton bertulang K-200, baja, kayu klas gempa, harus
untuk bangunan gedung kuat II direncanakan sebagai
bertingkat) struktur bangunan tahan
gempa
Usulan Teknis
No URAIAN SPESIFIKASI TEKNIS KETERANGAN
3 Kolom beton bertulang K-200, baja, kayu klas
kuat II
4 Balok beton bertulang K-200, baja, kayu klas
kuat II
5 Rangka Atap kayu klas kuat II, baja
6 Kemiringan Atap genteng min. 30°, sirap min.22.5°, seng
min 15°
D Persyaratan Utilitas dan
Prasarana dan Sarana
dalam bangunan
1 Air bersih PAM, sumur pantek
2 Saluran air hujan talang, saluran lingkungan
3 Pembuangan Air Kotor bak penampung
4 Pembuangan kotoran bak penampung
5 Bak SeptikTank & resapan sesuai kebutuhan
6 Sarana Pengamanan Mengkuti ketentuan dalam Kep. Meneg.
terhadap PU No. 10/KPTS/2000 dan Standar
Bahaya Kebakaran Nasional Indonesia (SNI) yang berlaku.
7 Sumber daya listrik PLN, generator (penggunaan daya listrik
harus memperhatikan prinsip hemat
energy)
8 Penerangan 100-215 lux/m2, dihitung berdasarkan penerangan alam dan
kebutuhan & fungsi bangunan/fungsi buatan
ruang serta SNI yang berlaku
9 Tata Udara 6-10% bukaan atau dengan tata udara dihitung sesuai SNI yang
buatan (AC) berlaku
10 Sarana transportasi vertikal tidak disyaratkan dihitung sesuai
kebutuhan dan fungsi
bangunan
11 Aksesibilitas bagi Sesuai ketentuan dalam Per.Men. PU
penayndang cacat No. 30/KPTS/2006, minimal ramp untuk
bangunan klasifikasi sederhana
12 Telepon sesuai kebutuhan
13 Penangkal petir penangkal petir lokal
E Persyaratan Sarana
Penyelamatan
Usulan Teknis
No URAIAN SPESIFIKASI TEKNIS KETERANGAN
1 Tangga Penyelamatan lebar min.=1, 20m dan bukan tangga jarak antar tangga
(khusus untuk yang putar maksimum 45 m (bila
bertingkat) menggunakan sprinkler
jarak bisa 1,5 kali)
2 Tanda Penunjuk Arah jelas, dasar putih huruf hijau
Keluar
3 Pintu lebar min.=0,90 m, satu ruang minimal 2
pintu dan membuka keluar
4 Koridor/selasar lebar min.=1,80 m
Usulan Teknis
Frekuensi kegiatan,
Aktifitas pemakai.
Berdasarkan pertimbangan di atas serta pemahaman terhadap pola
hubungan ruang, dapat ditentukan tata ruangnya.
4. Pendekatan Modul
Modul adalah standar ukuran/dimensi sebagai dasar perencanaan
ruang dan struktur bangunan. Dalam penggunaannya dibedakan
menjadi modul ruang dan modul struktur. Studi modul berkaitan
dengan perencanaan sistem grid yang dimaksudkan memperoleh
efisiensi, ketepatan serta keserasian perencanaan susunan ruang-
ruang dalam suatu kompleks bangunan. Sistem grid termaksud
akan mempermudah kontrol pelaksanaan pembangunan serta
mewujudkan keserasian lingkungan.
a. Modul unit kegiatan dipertimbangkan berdasarkan kebutuhan
ruang gerak setiap unit aktifitas yang direncanakan berlangsung
di dalam suatu ruangan/bangunan tertentu.
b. Pola Modul Grid bangunan. Sistem grid pada penentuan
bangunan dibuat agar didapatkan konfigurasi yang terukur,
mudah diterjemahkan dalam penentuan sistem struktur
bangunan, instalasi, infra struktur dan sebagainya.
Patokan grid bangunan didasarkan oleh beberapa pertimbangan,
yaitu :
Modul ruang,
Modul struktur,
Lebar bangunan,
Panjang bangunan,
Sistem bangunan,
Pola grid master plan.
Usulan Teknis
5. Pendekatan Environmental
a. Sistem Pencahayaan Alami
Sistem pencahayaan alami terutama dipakai pada siang hari
dengan memanfaatkan cahaya matahari, pemasukan sinar
matahari ke dalam ruangan diusahakan mencapai tingkat
kenyamanan pencahayaan tertentu seperti yang diharapkan.
Pada prinsipnya, dalam ruangan dengan lubang pencahayaan
yang tetap, semakin ke dalam semakin menurun intensitas
cahaya yang diterimanya.
Guna mencapai kualitas kenyamanan yang disyaratkan semakin
lebar ruangan/bangunan, semakin luas pula lubang
pencahayaannya. Untuk menanggulangi radiasi panas sinar
matahari yang akan mengurangi kenyamanan penghawaan dan
menyebabkan kesilauan di daerah iklim tropis, selain diusahakan
sesedikit mungkin sisi bangunan dan pembukaan-pembukaan
ruang yang terkena sinar matahari langsung, juga dengan
membuat penghalang sinar matahari (sun shading, sun screen).
Besaran penghalang tergantung besar sudut bayangan matahari
yang dapat diketahui dengan menggunakan solar chart setelah
besar/tinggi bidang yang akan dibayangi ditentukan.
Ketidakstabilan intensitas pencahayaan alami membutuhkan
adanya pencahayaan buatan guna mempertahankan kualitas
penerangan bila terjadi penurunan intensitas cahaya siang hari.
b. Sistem Pencahayaan Buatan;
Diutamakan untuk penggunaan malam hari. Tetapi karena
sumber cahaya alami (sinar matahari, terang langit siang hari)
tidak konstan intensitasnya, maka untuk menjaga kualitas
pencahayaan/penerangan yang diharapkan, perlu ditunjang oleh
sistem pencahayaan buatan. Berarti, penggunaan pencahayaan
buatan pada siang hari hanya dimaksudkan sebagai penunjang
Usulan Teknis
kualitas penerangan apabila intensitas pencahayaan alami
menurun.
Pada waktu intensitas pencahayaan alami menurun, ruang yang
tidak memenuhi persyaratan kenyamanan pencahayaan akan
bergeser mendekati lubang cahaya.
c. Sistem Penghawaan Alami;
Memanfaatkan adanya pergerakan udara alami seoptimal
mungkin dengan sistem cross ventilation, yaitu menjaga
kelangsungan pergerakan udara melewati/memasuki seluruh
bagian ruang dan di antara gubahan masa bangunan.
Usulan Teknis
tentunya ini sangat banyak membantu team perencana dan Tim
Teknis dalam melakukan evaluasi. Penggunaan computerized program
yaitu dikenal Computer Aided Design (CAD) dan 3D Effects dipandang
perlu oleh Konsultan Perencana karena kegiatan perancangan
arsitektur merupakan suatu kegiatan pemecahan masalah ‘ problem-
solving’ dan perancangan adalah menemukan variasi yang paling
cocok di antara banyak kemungkinan yang ada. Penggunaan CAD
memberikan banyak keuntungan, selain memungkinkan untuk
melakukan feed back atau melakukan revisi dan pengujian tanpa
membuang banyak material juga CAD memberikan kepada kita model
3D yang akurat, perhitungan yang teliti dan menghemat waktu.
Meski demikian, komputer tidak bisa menggantikan pikiran dan tangan
manusia. Ada sesuatu yang belum dapat diperikan mengenai
kemampuan manusia yang tak tergantikan oleh komputer, sekalipun
komputer itu meningkatkan efisiensinya. Komputer itu adalah prosesor
linier, satu langkah untuk satu ketika. Sedangkan merancang tidak
dalam proses linear seperti itu. Arsitek berpikir serentak pada satu
ketika daripada bertahap linier.
Dalam arsitektur selalu terdapat banyak solusi daripada solusi tunggal,
hal yang amat berbeda dengan komputer yang selalu memberi satu
solusi terbaik, dan komputer selalu memberi ilusi bahwa ada satu
jawaban saja. Komputer sedemikan eksak, teliti dan dapat diandalkan.
Usulan Teknis
Persyaratan peruntukan dan intensitas
Keadaan ini akan memunculkan beberapa perbedaan untuk
memenuhi kebutuhan menurut 4 skala waktu meliputi bidang
penutup, pengaturan instalasi pelayanan & utilitas, pelengkap
ruang dalam (interior) dan pola pengaturan tata letak.
1. Jenis bidang penutup atap. Ada faktor yang mempengaruhi
bentuk penutup atap yaitu : bentangan ruangan : yakni jarak
suatu bentang ruangan aktivitas, diukur dari masing-masing
dinding tepi atau jalur sirkulasi utama dan letak jalur sirkulasi
yang melayani dua sisi.
2. Saluran/instalasi utilitas. Pada saat kini kebutuhan
saluran/instalasi utilitas pada bangunan terus bertambah dan
semakin meningkat. Karenanya setiap ruangan hendaknya
memiliki stop kontak sendiri mengingat berkembangnya
pemakaian peralatan otomatis. Karena jumlah sambungan yang
tepat tidak dapat diramalkan sebelumnya, sebaiknya disediakan
jaringan/instalasi dimana setiap ruang dapat dengan mudah dan
aman mendapatkan pelayanan ini. Bentuk jaringan tersebut
dapat mengikuti cara sebagai berikut:
- disalurkan melalui pinggiran ruang atau sekat ruang,
- disebarkan melalui jaringan lantai,
- disebarkan dari langit-langit,
- disebarkan melalui dinding sayap.
Semua sistem saluran/instalasi teknis berbentuk sederhana,
mudah dirawat dan mudah untuk diganti dengan ukuran yang
banyak dibangunan.
3. Pelengkap ruang dalam (interior). Standar ruang yang dipakai
adalah ukuran-ukuran modul yang sudah ditetapkan sehingga
memudahkan dalam membagi ke semua pemakai.
Usulan Teknis
4. Pola pengaturan tata letak. Dalam bentuknya, memiliki
ukuran/dimensi yang sama dalam sebuah pola grid. Hal ini akan
memberikan kemudahan dalam pilihan gerak pencapaian yang
sudah dikelompokkan dalam zona sesuai barang yang
ditawarkan. Hal ini juga memudahkan dalam pengaturan
pengelompokkan dan penempatannya.
Persyaratan arsitektur dan lingkungan
a. Bangunan yang akan dibangun mempunyai keseimbangan dan
keselarasan dengan mengacu kepada karakteristik lingkunan dan
wujud bangunan budaya setempat. Desain ruangan bangunan
bisa menjadi acuan atau titik tangkap dalam ciri atau jiwa untuk
perkembangan tata ruangnya tanpa meninggalkan aspek budaya
setempat.
b. Pemberian tata ruang hijau dalam desain sehingga memberikan
keseimbangan pada lingkungan. Penataan ini juga akan
memberikan perlindungan kepada manusia dari polusi dan terik
matahari pada siang harinya.
Persyaratan sarana jalan masuk dan keluar
Pencapaian akses ke dan dari bangunan mengarah langsung ke fasad
bangunan yang sudah terlihat jelas secara visual. Akses yang
terbentuk melalui dinding bangunan pada sisi luar memudahkan
pengguna untuk mengetahui arah dan posisinya dari luar bangunan.
Kemudahan dan keselamatan pengguna menjadi acuan dalam desain
bangunan. Kemudahan dalam waktu, tempat, kenyamanan dan
keamanan saat turun atau naik dan kegiatan di dalam ruangan.
Persyaratan pencahayaan darurat, tanda arah keluar dan sistem
peringatan kebakaran. Evakuasi dapat dilakukan dengan mudah
karena pola grid yang dipakai dalam rancangan desain bangunan
mengarah kearah pintu. Pengaturan jarak pada jalur sirkulasi yang
Usulan Teknis
sesuai dengan penggunaan juga manjadi tolok ukur bila pada saat
keadaan kebakaran.
Persyaratan instalasi listrik, penangkal petir dan komunikasi dapat
direncanakan dengan bentuk yang sederhana sehingga mudah dalam
renovasi dan penggantiannya.
Sanitasi khususnya yang berkaitan dengan sistem pembuangan dan
saluran air bersih disusun sesuai modul ruang yang direncanakan.
Diharapkan untuk saluran pembuangan dan air hujan mudah untuk
dicek dan dibersihkan dalam perawatannya dan tidak mengganggu
aktivitas.
Persyaratan ventilasi dan pengkondisian udara. Pemberian bukaan
pada bagian atas/atap sehingga cahaya dapat masuk dan sebaliknya
udara panas yang mempunyai berat jenis lebih ringan daripada udara
segar (O2) dapat keluar. Bukaan ini juga berfungsi untuk
memasukkan cahaya dari sinar matahari kedalam ruangan.
Persyaratan kebisingan dan getaran. Penempatan pohon dan ruangan
pada bagian depan juga dapat mengurangi tingkat kebisingan (noise)
yang terjadi dari arah jalan.
Usulan Teknis
akan terjadi dalam pengambilan keputusan. Oleh karenanya untuk
memperoleh pemecahan masalah yang matang dan tepat harus
didasari oleh pengertian yang jelas akan keinginan manusia dan
metoda yang akan di pergunakan dalam menentukan prioritas
penentuan alternatif keputusan. Pada waktu lampau perencanaan
lingkungan buatan di lakukan atas permintaan dan program yang
dirancang oleh klien. Rencana tersebut kemudian dikembangkan oleh
perencana berdasar hanya kepada pengalaman yang dimilikinya.
Berdasarkan pengalaman, hasil perencanaan tersebut pada umumnya
tidak dapat memenuhi kebutuhan pemakai. Banyak bangunan tidak
mewadahi fungsi yang disyaratkan pemakai, dan karakter yang tampil
merupakan ekspresi dari perencana semata. Dengan lajunya
perkembangan teknologi, semakin kompleknya proses disain dan
konstruksi, pada saat ini profesi disainer tidak dapat lagi hanya
bertumpu pada "clien-architect interaction oriented". Kini sudah
saatnya perencana selain menaruh perhatian terhadap laju teknologi
juga selalu mengerti keinginan dan kebutuhan pemakai serta
melakukan kontrol terhadap efektifitas pemakaian ruang, biaya
konstruksi dan energi konservasi. Untuk mencapai keseimbangan
tersebut, ilmu arsitektur tidak dapat berdiri sendiri, kontribusi dari
manajemen dan ilmu-ilmu sosial sangat diperlukan. Melalui dukungan
ilmu-ilmu tersebut diperoleh suatu alat yang dipergunakan sebagai
katalisator pencarian permasalahan disain yaitu yang disebut
programming. Sedangkan untuk penyelesaian permasalahan dilakukan
dalam tahap designing sampai menghasilkan dokumen perencanaan.
Metoda Programming dan Designing
Metoda Programming dan Designing ini sebenarnya merupakan
metoda yang sangat fleksibel dalam penerapannya. Untuk proyek
yang sederhana dapat permasalahan-permasalahan dapat diselesaikan
hanya dengan satu tahap designing saja. Namun untuk memenuhi
Usulan Teknis
tuntutan produk perencanaan dari proyek yang kompleks dimana
permasalahannya sudah melebar ke berbagai aspek diluar arsitektur
dan sulit diformulasikan dalam satu langkah maka programming dan
designing harus ditetapkan sebagai tahapan yang tidak dapat
dipisahkan.
Dalam hal ini bukan berarti programming dan designing harus
dikerjakan berurutan oleh sebuah tim, namun dapat dipisahkan dan
dikerjakan oleh beberapa tim secara paralel.
Definisi programming adalah suatu proses identifikasi dan mencari arti
kebutuhan proyek untuk kemudian mengkomunikasikan persyaratan-
persyaratan klien ke perencana serta merupakan suatu sistem dalam
memproses informasi (Palmer, 1981). Sedangkan secara ringkas
menurut Robert Brandt, programming adalah menguraikan masalah
yang harus dipecahkan oleh designer.
Tujuan programming adalah :
1. Menyediakan informasi yang dibutuhkan dalam disain
2. Membantu perencana mengatur dan mengidentifikasi informasi
spesifik yang dibutuhkan.
3. Mempersiapkan program dalam format yang tepat.
4. Menggali dan melakukan analisis dari maksud disain apabila tujuan
dan sasaran proyek belum jelas.
5. Mengumpulkan dan mengatur informasi serta mengembangkannya
menjadi data yang akurat.
6. Merupakan sarana komunikasi antar klien dan perencana.
Sedangkan definisi designing adalah memecahkan masalah
pewadahan kegiatan yang kemudian ditransformasikan kedalam
bentuk fisik. Pada dasarnya isu dan permasalahan pokok dari
kedua tahap ini adalah sama, namun yang berbeda adalah
gambaran proses serta pendekatannya.
Usulan Teknis
5.9 METODA PELAKSANAAN PERENCANAAN
Usulan Teknis
5. Ungkapan masalah - Apa kondisi yang tepat
(problema) dan arah (problems statement)
disain yang harus dipakai?
Dengan demikian langkah Konsultan dalam merumuskan masalah
sebagai masukan untuk tahap disain pun akan mengikuti proses
tersebut. Untuk itu tahap pengembangan disain akan sangat berperan
menjabarkan konteks ini.
Usulan Teknis
1. Tahap Persiapan,
2. Tahap Skematik Desain,
3. Tahap Detail Design,
4. Tahap Pelelangan, dan
5. Tahap Pelaksanaan Fisik.
Tahap kesatu sampai dengan ketiga dapat dikategorikan kedalam
pekerjaan perencanaan dan perancangan yang menjadi tugas utama
konsultan dalam proyek ini. Tahap keempat dan keBesi merupakan
tahap pelaksanaan konstruksi dimana konsultan tidak terlibat secara
langsung. Tahap yang menjadi tugas Konsultan Perencana terbagi
menjadi Besi tahapan yaitu:
Tahap 1 : Penterjemahan Informasi,
Tahap 2 : Pra Perancangan
Tahap 3 : Pengembangan Rencana,
Tahap 4 : Pembuatan Dokumen Lelang (RAB, RKS, DED),
Tahap 5 : Pengawasan Berkala.
Secara jelas tahapan pelaksanaan proyek tersebut dapat dilihat
dalam diagram berikut :
TABEL MATRIK TAHAP PELAKSANAAN PERENCANAAN DAN TAHAP DISAIN
Tahap Tahap
Tahap Tahap Detail Tahap
Schematic Pelelanga
Persiapan Design Pengawasan
Design n
Evaluasi
Penyiapan Pengawasan
Mobilisasi Survey Dokumen
Berkala
Lelang
Penyusunan
Pengembangan
Survey Analisis Kerangka
Desain
Acuan Kerja
Design
Programming
Service
Pre design Cost Estimating
Usulan Teknis
Tahap Tahap
Tahap Tahap Detail Tahap
Schematic Pelelanga
Persiapan Design Pengawasan
Design n
- Arsitektur
- Struktur
- Bangunan
Programming Pelelangan
-
Environment
- Landscape
Tahap Persiapan
Dalam melaksanakan pekerjaan Perencanaan Bangunan gedung dan
site development ini konsultan telah menyiapkan program kerja yang
merupakan langkah-langkah nyata yang akan dikerjakan oleh
Konsultan dalam menyelesaikan seluruh pekerjaan ini. Program kerja
ini mencakup tahap persiapan awal, seluruh proses perencanaan dan
perancangan serta kewajiban yang harus dilaksanakan konsultan pada
tahap pelaksanaan konstruksinya. Secara keseluruhan program kerja
konsultan mencakup:
a. Mobilisasi
Dalam tahap mobilisasi ini akan dilakukan persiapan-persiapan yang
menyangkut pengerahan tenaga ahli dan tenaga pelaksanaan, baik
yang bersifat teknis maupun administratif dengan kualitas dan
kuantitas yang sesuai dengan beban kerja, pengadaan
perlengkapan kantor, bahan dan alat-alat tulis, dan pengadaan alat
transportasi.
b. Penyusunan Program Kerja
Sebagai langkah awal dari pelaksanaan pekerjaan ini. Konsultan
akan menyusun program kerja dan pedoman
penugasan/pengelolaan tugas, penyediaan sumber daya dan lain-
lain yang harus dilaksanakan oleh semua pihak yang terlibat.
Usulan ini harus mendapat persetujuan dari pengelola proyek.
c. Persiapan Survei
Usulan Teknis
Tahap ini merupakan langkah persiapan pelaksanaan survai
lapangan maupun institusional yang mencakup:
Mempelajari peta tapak dan kontur yang ada
Pengadaan peralatan survai lapangan dan laboratorium.
Mempelajari karakteristik dan spesifikasi masing-masing
kegiatan dan fungsi bangunan.
Usulan Teknis
Secara rinci kebutuhan data dari pemberi tugas yang akan
dikumpulkan meliputi:
Organisasi operasional kantor dan rencana
pengembangannya,
Pengukuran dan perekaman kondisi bangunan bangunan
yang ada.
Identifikasi bagian-bagian bangunan yang penting dan
harus dipertahankan
Kebutuhan ruang dan rencana pengembangannya,
Persyaratan teknis ruang,
Jumlah, jenis dan spesifikasi teknis peralatan,
Aspirasi staf dan pimpinan.
Pengukuran tanah,
Topografi (kontur, elevasi relatif, elevasi air pada waktu
banjir),
Sistem drainasi kota dan lingkungan,
Elevasi air tanah maksimum,
Kondisi tapak dan lingkungan (bangunan sekitar dsb),
Data iklim setempat,
Data fisik tanah,
Jaringan Air bersih,
Drainage dan Sewage systems,
Lokasi arah aliran dan elevasi air maksimum/minimum,
Elevasi dasar saluran-saluran,
Sistem daya dan jaringannya,
Sistem jaringan telepon,
Jaringan jalan
h. Seleksi dan Analisis Data
Dalam tahap ini semua data yang telah berhasil dikumpulkan akan
diseleksi dan dikelompokkan sesuai dengan spesifikasinya yaitu:
Usulan Teknis
Data Kompleks Bangunan (Makro),
Data Arsitektur,
Data Teknis Sipil,
Data tentang Lingkungan
Data Tata Kota.
Usulan Teknis
Pra-Rancangan Struktur, Mekanikal, Elektrikal dan Utilitas.
Equipment operasional, Interior dan Exterior/Pengembangan
lahan. Berisi uraian dan diagram skematis sistem-sistem struktur,
mekanikal, elektrikal, utilitas, equipment operasional, Interior dan
Exterior/Pengembangan lahan yang diterapkan sesuai dengan
fungsi dan karakteristik bangunan. Selain itu juga akan dijelaskan
fungsi dan cara penerapannya masing-masing sistem dalam
sistem bangunan secara keseluruhan.
d. Pengembangan Sistem dan Rancangan
Pengembangan sistem dan rancangan mencakup gambar-gambar
hasil pengembangan rancangan arsitektural, lansekap struktur,
mekanikal, elektrikal, utilitas, equipment operasional, Interior dan
Exterior/Pengembangan lahan. Sebagai satu sistem bangunan
yang utuh. Oleh karena penentuan dan penempatan setiap sistem
harus memperhitungkan sistem-sistem lainnya, sesuai dengan
kriteria-kriteria yang ada dalam konsep perancangannya. Sistem
yang dipilih juga harus memperhitungkan kemudahan
pelaksanaannya.
e. Cost Limit
Cost limit akan disusun pada tahap pra rancangan maupun tahap
pengembangan rancangan sebagai alat kontrol agar hasil
rancangan sesuai dengan kelas atau kualitas bangunan yang
diinginkan.
Tahap Desain Detail
Dalam tahapan ini semua hasil prarancangan yang telah
dikomunikasikan dan disetujui oleh pihak pemberi tugas akan diolah
lebih lanjut menjadi dokumen tender yang akan di jadikan dasar bagi
pelaksanaan konstruksi. Kegiatan yang akan dilaksanakan dalam
tahap ini mencakup :
a. Perhitungan dan Pembuatan Detail Rancangan
Usulan Teknis
Dalam tahap ini akan didahului dengan perhitungan-perhitungan
pada masing-masing sistem beserta dasar-dasarnya sesuai
dengan peraturan dan persyaratan yang berlaku.
b. Perhitungan Struktur
Berisi perhitungan-perhitungan struktur yang diterapkan dalam
rancangan sesuai dengan peraturan dan persyaratan yang berlaku
Perhitungan struktur akan merupakan bagian dari dokumen
lelang.
c. Penyusunan Spesifikasi Teknis
Spesifikasi teknis berisi penjelasan terinci tentang jenis, ukuran
dan karakteristik teknis setiap material (bahan) yang akan
digunakan, mencakup bidang pekerjaan, untuk memudahkan
kemungkinan pelaksanaan konstruksi oleh beberapa sub
kontraktor.
d. Penyusunan Gambar Kerja
Berisi gambar-gambar rancangan, detail bangunan dan tapak
yang mencakup semua bidang/sistem. Gambar kerja merupakan
transpormasi terinci suatu rancangan yang akan digunakan
sebagai dasar bagi pelaksanaan konstruksinya.
e. Penyusunan BQ dan RAB
Berisi volume seluruh pekerjaan konstruksi yang akan
dilaksanakan dan taksiran biaya pembangunanya.
f. Penyusunan Dokumen Pelelangan Administratif
Berisi tata-cara dan persyaratan bagi kontraktor yang mencakup
tahap penawaran maupun pelaksanaan konstruksinya.
g. Laporan Perancangan
Berisi semua aspek yang telah dilakukan oleh konsultan dalam
menyusun konsep sampai dengan tahap transformasi rancangan.
Setelah tahap-tahap tersebut dapat diselesaikan kemudian diikuti
dengan tahap pelaksanaan konstruksi. Segera setelah Kontraktor
Usulan Teknis
dapat dipilih dan diberi SPK, Konsultan bersama-sama kontraktor akan
menyusun rencana pelaksanaan konstruksi dengan jangka waktu
tertentu. Pengawasan berkala selama tahap konstruksi juga akan
dilakukan oleh konsultan untuk menjaga kualitas bangunan sesuai
dengan persyaratan dan disain.
Usulan Teknis
Teknis) & Unsur terkait
c. Konsultan Perencana
d. Owner/Pemakai
Dalam suatu proses dan prosedur pengelolaan dan pengendalian
perencanaan proyek tersebut, terlibat unsur-unsur:
PA/ KPA (Kuasa Pengguna Anggaran)
Pejabat Pembuat Komitmen
Pengelola Teknik Proyek
Pemakai/User
Konsultan Perencana
Secara garis besar struktur pengelolaan dan pengendalian
perencanaan proyek bisa digambarkan sebagai berikut:
PA/KPA
Pejabat
Forum Diskusi- Pembuat Komitmen
Presentasi
Teknis
Pengelola
Konsultan Pengawas
User
Instansi Terkait
Lainnya
Konsultan
Perencana
Notasi :
: Komando
: Konsultasi/koordinasi
TANGGUNG JAWAB KONSULTAN PERENCANA
Sehubungan dengan pelaksanaan fisik yang biasanya dilaksanakan
secara bertahap maka kami selaku Konsultan Perencana akan bersedia
Usulan Teknis
mendampingi dan bertanggung jawab selama proses pelaksanaan
pekerjaan fisik berlangsung hingga selesai 100%.
Usulan Teknis
B. Penggunaan Software Aplikasi Mapping/Pemetaan (ArcGIS)
Usulan Teknis
Gambar Contoh Tampilan Peta Kawasan dengan Software ArcGIS
Usulan Teknis
mengapa penggunaan drone multipcopter seperti ini sangat cocok
digunakan untuk kegiatan survey and mapping. Untuk drone tipe tertentu
kita juga bisa membuat flight plan sehingga tidak perlu khawatir jika drone
kehilangan kontak dengan remote di bawah.
Usulan Teknis
Usulan Teknis
Gambar Contoh Hasil Foto Tegak Lurus dari Pengamatan Drone (UAV)