Kelurahan Pasirkaliki
BAB E
PENDEKATAN, METODOLOGI DAN PROGRAM KERJA
Pendekatan dan Metodologi tersebut secara rinci dapat diuraikan sebagai berikut:
Pendekatan awal yang menekankan pada Pertimbangan atas berbagai aspek terkait
dengan rencana kegiatan, antara lain;
1. Jenis literatur atau laporan studi yang telah disusun yang terkait dengan
pengelolaan sistem air minum,
2. Jenis data yang perlu dikumpulkan baik kuantitatif maupun kualitatif,
3. Metode analisis data dan rumusan permasalahannya
Pendekatan ini ditujukan agar Konsultan mendapatkan pengertian awal mengenai
komponen yang terkait. Dalam pelaksanaannya diperlukan langkah langkah kordinasi,
konsultasi, sinkronisasi sehingga keluaran suatu kegiatan dengan keluaran lainnya
dapat bersinerji guna pencapaian hasil optimal yang diharapkan.
Pemahaman komprehensip ini didapat dari upaya inventarisasi informasi baik yang
dilakukan melalui dokumen-dokumen yang telah ditetapkan maupun akses dari
informasi luar diantaranya melalui pedoman yang diterbitkan oleh Ditjen Cipta Karya
maupun referensi terkait lainnya.
a) Konsultan akan selalu berkoordinasi baik dengan pihak proyek maupun instansi
terkait lainnya, untuk mendapatkan data dan informasi yang lebih akurat
sehingga dihasilkan analisis dan rancangan yang lebih optimal.
a) Meninjau alokasi anggaran pembiayaan terkait pengelolaan air minum selama ini
untuk kemudian dikaji besaran yang paling efektif yang disesuaikan dengan
anggaran yang tersedia.
b) Mengidentifikasi kebijakan dan strategi aspek ekonomi/finansial terkait Sistem
Penyediaan Air Minum (SPAM) di wilayah studi (Perda).
c) Mengkaji dan menganalisis kemampuan perekonomian masyarakat dalam
menunjang kebijakan pengelolaan air minum.
d) Menghindari pembiayaan (biaya tinggi) yang berkesinambungan. Dalam artian
sistem yang akan diterapkan tidak membutuhkan biaya yang terlalu tinggi baik
dalam pengoperasian maupun pemeliharaannya.
e) Menyiapkan konsep pembiayaan dan estimasi biaya pengelolaan dan pengolahan
air minum.
Dengan demikian yang dimaksud dengan pengolahan air adalah usaha-usaha teknis
yang dilakukan untuk merubah sifat-sifat air yang masih belum memenuhi persyaratan
baku mutu kualitas air minum.
Berikut tiga hal penting yang dapat diambil dalam pertimbangan merencanakan proses
pengolahan yaitu:
1. Menghilangkan zat melayang (fraksi lebih besar) dari zat-zat pengotor harus
diberikan prioritas.
2. Menghilangkan fraksi konsentrasi tinggi dari zat-zat kotor harus juga diberikan
prioritas.
3. Dalam kasus dimana tidak mungkin (1) dan (2) untuk diselesaikan pada saat yang
sama, (sebagai contoh kehadiran fraksi-fraksi telarut dari zat-zat pengotor pada
konsentrasi tingi), pengolahan pendahuluan untuk penyesuaian kondisi air harus
diperhatikan agar sesuai dengan tujuan kita. (presipitasi/pengendapan logam-
logam atau koagulasi dari fraksi koloid)
Hal ini penting sekali dalam air minum, karena dengan adanya proses pengolahan ini,
maka akan diperoleh mutu air minum yang memenuhi standar yang telah ditentukan.
A. Intake
Intake merupakan bangunan penangkap/ pengumpul air yang berfungsi untuk :
1. Mengumpulkan air baku dari sumber untuk menjaga kuantitas debit air yang
dibutuhkan oleh instalasi.
2. Menyaring benda-benda kasar dengan menggunakan bar screen.
3. Mengambil air baku yang sesuai dengan debit yang diperlukan oleh instalasi
pengolahan yang direncanakan untuk menjaga kontinuitas penyediaan atau
pengambilan air dari sumber.
AIR BAKU
Flokulasi
Penyaringan :
- Saringan Pasir Cepat Pengolahan
Suspensi Kasar - Saringan Pasir Lambat
Pencucian Filter Lumpur/Endapan
(Konsen Rendah) - Reverse Osmosis dgn Pemadatan
Backwash
(Thichener)
Desinfeksi :
Mikrobiologi - Kimia
Pembuangan
- Kaporit
- Gelombang Mikro
Air Minum
Macam-macam intake :
1. Direct Intake
Intake jenis ini mungkin dibangun jika sumber air memiliki kedalaman yang besar
seperti sungai dan danau, dan apabila tanggul tahan terhadap erosi dan sedimentasi.
2. Canal Intake
Ketika air diambil dari kanal, ruangan yang terbuat dari batu dengan lubang dibangun
di pinggiran kanal. Lubang tersebut dilengkapi dengan saringan kasar. Dari ruangan
batu, air diambil menggunakan pipa yang memiliki bell mouth, yang dilapisi dengan
tutup hemispherical yang berlubang-lubang. Luas daerah lubang yang terdapat pada
penutup adalah satupertiga dari area hemisphere. Karena pembangunan intake di
kanal, lebar kanal menjadi berkurang dan mengakibatkan meningkatnya kecepatan
aliran. Hal ini dapat menyebabkan penggerusan tanah, oleh karena itu di bagian hulu
dan hilir intake harus dilapisi.
3. Intake Bendungan
Digunakan untuk menaikkan ketinggian muka air sungai sehingga tinggi muka air yang
direncanakan memungkinkan konstannya debit pengambilan air. Intake bendungan
dapat digunakan untuk pengambilan air dalam jumlah besar dan dapat mengatasi
fluktuasi muka air.
Selain bendungan, intake ini juga dilengkapi oleh beberapa bagian yang memiliki fungsi
khusus. Bagian-bagian tersebut adalah :
Kolam Olak
Merupakan bagian dari bendung yang berfungsi sebagai peredam energi. Peredam ini
berguna untuk mencegah terjadinya erosi yang mungkin terjadi pada saluran pelimpah
dengan cara memperkecil kecepatan aliran.
Pintu Air
Pintu air diperlukan untuk menjaga aliran tetap stabil meskipun sumber air
berfluktuasi terutama pada saat pengaliran berlebih. Pintu air juga diperlukan untuk
membuka atau menutup saluran ketika akan dilakukan pembersihan saluran
Bar Screen
Bar screen berfungsi sebagai penahan benda-benda yang berukuran besar seperti
sampah, kayu, dan plastik. Secara berkala bar screen memerlukan pembersihan karena
benda-benda kasar menyebabkan peningkatan kehilangan tekan. Proses pembersihan
dapat dilakukan secara manual atau otomatis tergantung beban yang ada. Bila beban
sedikit maka pembersihan dapat dilakukan secara manual dan sebaliknya.
Berfungsi untuk menampung air baku sebelum disalurkan ke unit pengolahan melalui
pipa transmisi.
Pre Klorinasi
Pre klorinasi digunakan untuk air yang memiliki nilai turbiditas yang rendah tetapi
jumlah bakteri coliformnya tinggi. Proses pre-klorinasi ini bertujuan untuk menbunuh
mikroorganisme yang merugikan dan dapat mengurangi kekeruhan, selain itu proses
pre -klorinasi juga dapat mengurangi nilai ammonia dalam perairan.
Aerasi
Aerasi merupakan proses pemberian oksigen terhadap air dari atmosfir untuk
memberikan efek yang menguntungkan terhadap air. Aerasi ini dilakukan untuk
menghilangkan H2S dalam air sehingga air tidak bau belerang, untuk mengurangi kadar
CO2 yang memiliki sifat korosif, dan juga untuk meningkatkan kadar oksigen dalam air
(Kiely, 1998: 450).
Koagulasi merupakan proses destabiliasi koloid dan partikel dalam air dengan
menggunakan bahan kimia (disebut koagulan) yang menyebabkan pembentukan inti
gumpalan (presipitat). Proses koagulasi hanya dapat berlangsung bila ada pengadukan.
Flokulasi adalah proses penggabungan inti flok sehingga menjadi flok berukuran besar.
Proses flokulasi hanya dapat berlangsung bila ada pengadukan. Pengadukan pada
proses koagulasi flokulasi merupakan pemberian energy agar terjadi tumbukan antar
partikel tersuspendi dan koloid agar terbentuk gumpalan (flok) sehingga dapat
dipisahkan melalui proses pengendapan dan penyaringan
Koagulan ditambahkan ke dalam air dan diaduk selama 20- 60 detik dengan
pengadukan cepat. Proses ini dilakukan pada tangki dengan beragam desain, dengan
tujuan yang sama yaitu membentuk mikroflok. Setelah dihasilkan mikroflok, dilakukan
proses flokulasi agar dapat membentuk makroflok. Proses flokulasi ini dilakukan
dengan pengadukan lambat selama 20-60 menit. Makroflok ini dibentuk agar
mempermudah proses sedimentasi dibawah gaya gravitasi (Kiely, 1998: 458).
D. Filtrasi
Proses filtrasi merupak an proses pemisahan sisa - sisa flok koloid yang terendapkan
diunit sedimentasi. Media filtrasi yang biasa digunakan adalah pasir (Kiely, 1998: 465).
E. Desinfektasi
Proses ini dilakukan pada air baku air minum dengan tujuan untuk membunuh
mikroorganisme yang merugikan Gas klor ditambahkan pada air bersih pada saat air
memasuki saluran induk yang membawa filtrat dari bak filtrasi. Tujuan utama
pemberian gas klor atau klorinasi air minum adalah untuk memenuhi syarat
mikrobiologi air minum, sebab proses-proses pengolahan seperti pra sedimentasi,
koagulasi, sedimentasi, dan filtrasi masih meloloskan mikroorganisme. Proses klorinasi
juga berguna untuk mengoksidasi zat organik dan anorganik seperti Fe 2+ menjadi Fe3+,
Mn2+menjadi Mn4+, mengurangi bau dan rasa.
Dengan demikian dalam kegiatan DED Fasilitas Air Bersih selain melakukan modifikasi
agar terjadi peningkatan kapasitas produksi, kualitas hasil pengolahan harus tetap
sesuai baku mutu air minum. Persyaratan kualitatif menggambarkan mutu/kualitas
dari air minum. Parameter-parameter yang digunakan sebagai standar kualitas air
antara lain:
1. Parameter Fisik, meliputi padatan terlarut, kekeruhan, warna, rasa, bau, dan suhu,
2. Parameter kimia, meliputi Total Dissolved Solids, alkalinitas, flourida, logam,
kandungan organik dan nutrien,
3. Parameter Biologi, meliputi mikro organisme yang dianggap pathogen yaitu bakteri,
virus, protozoa, dan cacing parasit (helminths).
A. Parameter Fisik
Air bersih atau minum secaa fisik harus jernih, tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak
berasa. Syrat lain yang harus dipenuhi adalah suhu.
1. Bau
Bau disebabkan oleh adanya senyawa lain yang terkandung dalam air seperti gas
H2S, NH3, senyawa fenol, klorofenol dan lain-lain. Pengukuran biologis senyawa
organik dapat menghasilkan bau pada zat cair dan gas. Bau yang disebabkan oleh
senyawa organik ini selain menggangu dari segi estetika, juga beberapa
senyawanya bersifat karsinogenik. Pengukuran secara kuantitatif bau sulit diukur
karena hasilnya terlalu subjektif.
2. Kekeruhan
Kekeruhan disebabkan karena adanya kandungan Total Suspended Solid baik
yang bersifat organik maupun an-organik. Zat organik berasal dari lapukan
tanaman dan hewan, sedangkan zat an- organik biasanya biasanya berasal dari
lapukan batuan dan logam. Zat organik dapat menjadi makanan bakteri sehingga
mendukung perkembangannya. Kekeruhan dalam air minum atau air bersih tidak
boleh lebih dari 5 NTU. Penurunan kekeruhan ini sangat diperlukan karena selain
dinilai dari segi estetika yang kurangh baik juga proses desinfeksi untuk air keruh
sangat sukar, hal ini disebabkan karena penyerapan beberapa koloid dapat
melindungi organisme dari desinfektan.
3. Rasa.
Syarat air minum adalah tidak berasa. Air yang berasa dapat menunjukkan
kehadiran berbagai zat yang dapat menunjukkan kehadiran berbagai zat yang
dapat membahayakan kesehatan. Efeknya tergantung penyebab timbulnya rasa
tersebut. Sebagai contoh rasa asam dapat disebabkan oleh asam organik maupun
an-organik, sedangkan rasa asin dapat disebabkan oleh garam terlarut dalam air.
4. Suhu
Suhu air sebaiknya sama dengan suhu udara (25 ºC), dengan batas toleransi yang
diperbolehkan yaitu 25 ºC ± 3 ºC. Suhu yang normal mencegah terjadinya
pelarutan zat kimia pada pipa, menghambat reaksi biokimia pada pipa dan mikro
organisme tidak dapat tumbuh.
Jika suhu air tinggi maka jumlah oksigen terlarut dalam air dapat berkurang selain
itu juga akan meningkatkan reaksi dalam air.
5. Warna
Air Minum sebaiknya tidak berwarna, bening dan jernih untuk alasan estetika dan
untuk mencegah keracunan dari berbagai zat kimia maupun organisme yang
berwarna. Pada dasarnya warna dalam air dapat dibedakan menjadi dua jenis
yaitu warna semu (apparent colour) yang disebabkan oleh unsur tersuspensi dan
warna sejati (true colour) yang disebabkan oleh zat organik dan zat koloidal. Air
yang telah mengandung senyawa organik seperti daun, potongan kayu, rumput
akan memperlihatkan warna kuning kecoklatan, oksida besi akan menyebabkan
air berwarna kemerah-merahan, dan oksida mangan akan menyebabkan air
kecoklatan atau kehitaman.
B. Parameter Kimia
Air minum tidak boleh mengandung bahan-bahan kimia dalam jumlah tertentu yang
melampui batas. Bahan kimia yang dimaksud tersebut adalah bahan kimia yang
memiliki pengaruh langsung kepada kesehatan. Beberapa persyaratan kimia tersebut
antara lain:
1. pH
pH merupakan faktor penting bagi air minum, pada pH < 6,5 dan > 8,5 akan
mempercepat terjadinya korosi pada pipa distribusi air bersih atau air minum.
4. CO2 agresif
CO2 yang terdapat dalam air berasal dari udara dan merupakan hasil dekomposisi
zat organik. CO2 agresif yaitu CO2 yang dapat merusak bangunan, perpipaan
dalam distribusi air bersih.
6. Besi
Keberadaan besi dalam air bersifat telarut, menyebabkan air berwarna merah
kekuning-kuningan, menimbulkan bau amis, dan menimbulkan lapisan seperti
minyak. Besi merupakan logam yang menghambat desinfeksi. Hal ini terjadi karena
daya pengikat klor (DPC) selain digunakan untuk mengikat zat organik, juga
digunakan untuk mengikat zat besi, akibatnya sisa klor menjadi lebih sedikit dan
hal ini memerlukan disinfektan yang lebih banyak pada proses pengolahan air.
Dalam air minum kadar maksimum besi yaitu, 0,3 mg/l, sedangkan untuk nilai
ambang rasa pada kadar 2 mg/l. Besi dalam tubuh dibutuhkan untuk pembentukan
hemoglobin namun apabila dalam dosis yang berlebihan dapat merusak dinding
halus.
7. Mangan
Mangan dalam air bersifat terlarut, biasanya membentuk MnO2. Kadar mangan
dalam air maksimum yang diperbolehkan adalah 0.1 mg/l. Adanya mangan yang
berlebihan dapat menyebabkan flek pada benda-benda putih oleh deposit MnO2,
menimbulkan rasa dan menyebabkan warna (ungu/hitam) pada air minum, serta
bersifat toksik.
8. Tembaga (Cu)
Pada kadar yang lebih besar dari 1 mg/l akan menyebakan rasa tidak enak pada
lidah dan menyebabkan gejala ginjal, muntaber, pusing, lemah dan dapat
menimbulkan kerusakan pada hati. Dalam dosis rendah menimbulkan rasa kesat,
warna korosi pada pipa.
9. Seng (Zn)
Tubuh memerlukan seng untuk proses metabolisme tetapi pada dosis tinggi dapat
bersifat racun. Pada air minum berlebihan kadar Zn > 3 mg/l dalam air minum
dapat menyebabkan rasa kesat/pahit dan bila dimasak timbul endapan seperti
pasir dan menyebabkan muntaber.
10. Klorida
Klorida mempunyai tingkat toksisitas yang tergantung pada gugus senyawanya.
Klor biasanya digunakan sebagai desinfektan dalam penyediaan air minum. Kadar
Klor yang melebihi 250 mg/l akan menyebabkan rasa asin dan korosif pada logam.
11. Nitrit
Kelemahan nitrit dapat menyebabkan methamoglonemia terutama pada bayi yang
mendapat konsumsi air minum yang mengandung nitrit.
Kadar F < 2 mg/l menyebabkan kerusakan pada gigi, sebaliknya bila terlalu banyak
juga akan menyebabkan gigi berwarna kecoklatan.
C. Parameter Biologi
Air minum tidak boleh mengandung kuman-kuman patogen dan parasit seperti
kuman-kuman thypus, kolera, dysentry, dan gastroentis. Untuk mengetahui adanya
patogen dapat dilakukan dengan pengamatan terhadap ada tidaknya bakteri E. Colli
yang merupakan bakteri indikator pencemar air. Parameter ini tedapat pada air
tercemar oleh tinja manusia dan dapat menyebabkan gangguan pada manusia berupa
penyakit perut (diare) karena mengandung bakteri patogen. Proses penghilangannya
dihilangkan dengan proses disinfeksi.
Selain ketiga parameter tersebut ada syarat lagi untuk parameter air bersih/minum,
yaitu syarat radiologis. Air bersih/minum tidak boleh mengandung zat yang
menghasilkan bahan-bahan yang mengandung radioaktif, seperti sinar alfa, beta dan
gamma.
Tabel E.1. Standar Kualitas Air Minum Menurut Permenkes No. 492 Tahun 2010
Kadar Maksimum
No Parameter Satuan
yang diperbolehkan
1 BAKTERIOLOGIS
a. Air Minum
E. Coli atau Fecal Coli Jumlah per 100 ml sampel 0
b. Air yang masuk sistem distribusi
E. Coli atau Fecal Coli Jumlah per 100 ml sampel 0
Total Bakteri Coliform Jumlah per 100 ml sampel 0
c. Air pada sistem distribusi
E. Coli atau Fecal Coli Jumlah per 100 ml sampel 0
Total Bakteri Coliform Jumlah per 100 ml sampel 0
2 KIMIAWI
2.1 BAHAN KIMIA YANG MEMILIKI PENGARUH LANGSUNG PADA KESEHATAN
A. BAHAN ANORGANIK
Antirnon Mg/liter 0.005
Air Raksa Mg/liter 0.001
Arsen Mg/liter 0.01
Barium Mg/liter 0.7
Boron Mg/liter 0.3
Kadar Maksimum
No Parameter Satuan
yang diperbolehkan
Kadmium Mg/liter 0.003
Kromium (Valensi 6) Mg/liter 0.05
Tembaga Mg/liter 2
Sianida Mg/liter 0.07
Fluorida Mg/liter 1.5
Timbal Mg/liter 0.01
Molybdenum Mg/liter 0.07
Nikel Mg/liter 0.02
Nitrat (Sebagai NO3) Mg/liter 50
Nitrit (Sebagai NO2) Mg/liter 3
Selenium Mg/liter 0.01
B. BAHAN ORGANIK
Chlorinated Alkanes
Carbon Tetrachloride Mg/liter 2
Dichloromethane Mg/liter 20
dichloromethane Mg/liter 30
Trichloroethane Mg/liter 2000
Chlorrinated ethenes
Vinyl chloride Mg/liter 5
Dichloroethene Mg/liter 30
Dichloroethene Mg/liter 50
Trichloroethene Mg/liter 70
Tetrachloroethene Mg/liter 40
Aromatic hydrocarbons
Benzene Mg/liter 10
Toluene Mg/liter 700
Xylenes Mg/liter 500
Benzo [a]pyrene Mg/liter 0.7
Chlorinated benzenes
Monochloroebenzene Mg/liter 300
Dichlorobenzene Mg/liter 1000
Dichlorobenzene Mg/liter 300
Trichlorobenzenes (Total) Mg/liter 20
Lain-lain
Di (2-ethylhexy)adipate Mg/liter 80
Di (2-ethylhexy)phthalate Mg/liter 8
Acrylamide Mg/liter 0.5
Epichlorohydrin Mg/liter 0.4
Hexachlorobutadiene Mg/liter 0.6
Edetic acid (EDTA) Mg/liter 200
Tributyltin Mg/liter 2
Kadar Maksimum
No Parameter Satuan
yang diperbolehkan
C. PESTISIDA
Alachhlor Mg/liter 20
Aldicard Mg/liter 10
Aldrin/dieldrin Mg/liter 0.03
Atrazine Mg/liter 2
Bentazone Mg/liter 30
Carbofuran Mg/liter 5
Chlordane Mg/liter 0.2
Chlorotoluron Mg/liter 30
DDT Mg/liter 2
Chloropropane Mg/liter 1
D Mg/liter 30
Dichloropropane Mg/liter 20
Dichloropropane Mg/liter 20
Heptachlor epoxide Mg/liter 0.03
Hexachlorobenzene Mg/liter 1
Isoproturon Mg/liter 9
Lindane Mg/liter 2
MCPA Mg/liter 2
Methoxychlor Mg/liter 20
Metolachlor Mg/liter 10
Molinate Mg/liter 6
Pendimethaline Mg/liter 20
Pentachlorophenol Mg/liter 9
Permethrin Mg/liter 20
Propanil Mg/liter 20
Pyridate Mg/liter 100
Simazine Mg/liter 2
Trifluralin Mg/liter 20
2,4-DB Mg/liter 90
Dichlorprop Mg/liter 100
Fenoprop Mg/liter 9
Mecoprop Mg/liter 10
2,4 5-T Mg/liter 9
D. DESINFEKTAN DAN HASIL SAMPINGANNYA
Ochloramine Mg/liter 3
Rine Mg/liter 5
Mate Mg/liter 25
Rite Mg/liter 200
Prophenol
Trichlorophenol Mg/liter 200
Kadar Maksimum
No Parameter Satuan
yang diperbolehkan
Maldehyde Mg/liter 900
Alomethanes
Bromoform Mg/liter 100
Dibromochloromethane Mg/liter 100
Bromodichloromethane Mg/liter 60
Chloroform Mg/liter 200
Lorinated acetic acids
Mg/liter 50
Dichloroacetic acid
Tricholoroacetaldehyde Mg/liter 100
Loral hydrate
(trichloroacetaldehyde) Mg/liter 10
Logenated acentonitrlles
Dichloroacetonitrile Mg/liter 90
Dibromoacetonitrile Mg/liter 100
Trichloracetonitrile Mg/liter 1
2.2 Bahan kimia yang memungkinkan dapat menimbulkan keluhan pada konsumen
A. BAHAN ANORGANIK
Ammonia Mg/l 1.5
Alumunium Mg/l 0.2
Klorida Mg/l 250
Tembaga Mg/l 1
Kesadahan Mg/l 500
Hidrogen Sulfida Mg/l 0.05
Besi Mg/l 0.3
Mangan Mg/l 0.1
PH - 6.5 – 8.5
Sodium Mg/l 200
Sulfat Mg/l 250
Total zat padat terlarut Mg/l 1000
Seng Mg/l 3
B. BAHAN ORGANIK, Desinfektan dan hasil
Sampingannya
Organik
Toluene Mg/l 24 – 170
Xylene Mg/l 20 – 1800
Ethylbenzene Mg/l 2 – 200
Styrene Mg/l 4 – 2600
Monochlorobenzene Mg/l 10 – 120
Kadar Maksimum
No Parameter Satuan
yang diperbolehkan
Dichlorobenzene Mg/l 1 – 10
Dichlorobenzene Mg/l 0.3 – 30
Trichlorobenzenes (total) Mg/l 5 – 50
Deterjen Mg/l 50
Desinfektan dan hasil
Sampingannya
Chlorine Mg/l 600 – 1000
Cholorophenol Mg/l 0.1 – 10
dichlorophenol Mg/l 03. – 40
trichlorophenol Mg/l 2 - 300
3. RADIOAKTIFITAS
Gross alpha activiy Bq/liter 0.1
Gross beta activity Bq/liter 1
4. FISIK
Parameter fisik
Warna TCU 15
Rasa dan bau - -
Temperatur o
C Suhu udara 30C
Kekeruhan NTU 5
Sumber : Permenkes No. 492 Tahun 2010
1. Pada musim hujan aliran sungai mungkin mencapai bibir dinding sungai tetapi
pada musim kemarau sungai tersebut sama sekali tidak berair. Demikian juga
sumur dangkal pada musim hujan akan mengandung air yang cukup banyak dan
pada musim kemarau yang tidak terlalu panjang mungkin sumur tersebut masih
berair, tetapi tidak pada musim kemarau yang panjang.
2. Pada waktu musim hujan debit mata air cukup besar dan debit ini akan mengecil
pada musim kemarau. Hal ini terjadi karena air tanah pada musim hujan lebih
banyak daripada musim kemarau, sehingga permukaan air tanah pada musim
hujan lebih tinggi daripada kemarau.
River or Plain
Stream Sedimen
By Pass
By Pass Pipe
Pipe
Sedangkan pengolahan air secara khusus disesuaikan dengan kondisi sumber air baku
dan atau keperluan/peruntukkan penggunaannya dapat dilakukan dengan cara
sebagai berikut:
1. Alternatif 1
Tingkat kekeruhan tinggi menyebabkan tingginya sedimen pada air baku, maka
akan lebih ekonomis jika sebelum koagulasi-flokulasi, Sedimentasi, filtrasi,
desinfeksi.
2. Alternatif 2
Alternatif lain dengan menggunakan saringan pasir lambat, dimana sebelum
dilakukan penyaringan harus terlebih dahulu dilakukan pengendapan sampai
kekeruhan mencapai 50 mg/lt SiO2.
1. Alternatif 1
Berikut alternatif pengolahannya: Koagulasi-flokulasi, sedimentasi, filtrasi,
desinfeksi.
2. Alternatif 2
Alternatif lain lain adalah dengan menggunakan saringan pasir lambat, dimana
sebelum melakukan penyaringan harus terlebih dahulu dilakukan
pengendapan sampai kekeruhan mencapai 50 mg/lt SiO2.
1. Alternatif 1
Berikut alternatif pengolahannya: Pra-sedimentasi, Koagulasi-flokulasi,
sedimentasi, filtrasi, desinfeksi. Pengoperasian untuk alternatif ini adalah bila
tidak hujan maka tidak dilakukan koagulasi tetapi pada saat kekeruhan tinggi
perlu dilakukan proses koagulasi
2. Alternatif 2
Alternatif lain adalah dengan menggunakan saringan pasir lambat, dimana
sebelum dilakukan penyaringan harus terlebih dahulu dilakukan pengendapan.
3. Alernatif 3
Alternatif lain adalah dengan menggunakan saringan pasir cepat, dimana saat
terjadi kekeruhan tinggi IPA tidak operasional. Pelayanan air bersih
memanfaatkan air reservoir yang memiliki daya tampung di atas 6-24 jam
tergantung lamanya kekeruhan terjadi.
Pada pengolahan ini akan dibutuhkan koagulan lebih banyak dan lebih baik jika
dibubuhkan lumpur kaolin, bentonite atau lumur setempat yang berguna untuk
memperberat flok. Atau dapat juga dengan melakukan re-cyle lumpur dari bak
sedimentasi. Waktu flokulasi dan sedimentasi lebih lama dibanding air tidak
berwarna.
Menurut Metcalf and Eddy (2004), membran Reverse Osmosis tidak membunuh
mikroorganisme melainkan hanya membuang dan menghambatnya. Pada desain
sistem membran RO terdapat beberapa parameter – parameter kritis yang harus
diuji secara cermat, yaitu : kalsium, magnesium, kalium, mangan, natrium besi,
sulfat, barium, khlorida, amonia, fosfat, nitrat, stronsium, dan sebagainya. Apabila
parameter- parameter tersebut dibiarkan maka akan terjadi penyumbatan
(fouling) (Hartomo dan Widiatmoko, 1994).
Tabel E.3. Jenis Pengolahan Air Yang Dapat Diterapkan dari Berbagai Jenis Air
Permukaan
JENIS AIR
Uraian 1 2 3 4 5 6
Kekeruhan Kekeruhan Kekeruhan Berwarna Kesadahan Jernih
Tinggi Sedang Temporer Tinggi
1 Kualitas kekeruh > 50 NTU 10 - 50 NTU > 50 NTU 10 - 50 NTU 10 - 50 NTU < 10 NTU
an warna < 25 PtCo > 25 PtCo < 25 PtCo
< 6 Jam
2 Jenis Sumber Air Sungai Air Sungai/ Air Sungai Rawa Air Sungai Danau alam
Air Waduk Di Lereng Di Lereng
Gunung Gunung kapur
3 Proses Pengolah Pra - Sedimen
alternatif tasi
Koagulasi Koagulasi Koagulasi Koagulasi Koagulasi Koagulasi
Flokulasi Flokulasi Flokulasi Flokulasi Flokulasi Flokulasi
Sedimentasi Sedimentasi Sedimentasi Sedimentasi Sedimentasi Sedimentasi
Saringan Saringan Saringan Saringan Saringan Saringan
Pasir Cepat Pasir Cepat Pasir Cepat Pasir Cepat Pasir Cepat Pasir Cepat
Reservoir Reservoir Reservoir Reservoir Reservoir Reservoir
Dosing Dosing Dosing Dosing Dosing Dosing
Koagulan Koagulan Koagulan Koagulan Koagulan Koagulan
Dosing Dosing Dosing Dosing Dosing Dosing
Disinfeksi Disinfeksi Disinfeksi Disinfeksi Disinfeksi Disinfeksi
Alternatif Pra
2 Sedimentasi
Filtrasi
Reservoir
Dosing
Koagulan
Dosing
Desinfeksi
Alternatif Pra Pra Pra
3 Sedimentasi Sedimentasi Sedimentasi
Saringan Saringan Saringan Saringan
Pasir Lambat Pasir Lambat Pasir Lambat Pasir Lambat
Reservoir Reservoir Reservoir Reservoir
Dosing Dosing DosingMetodologi dan Pendekatan
Dosing
Koagulan Koagulan Koagulan Koagulan
23
Dosing Dosing Dosing Dosing
Perencanaan Teknis (DED) Pembangunan SPAM Cimahi Utara
Kelurahan Pasirkaliki
Prinsip kerja filter Reverse Osmosis adalah berdasarkan pada peristiwa osmosis
yang terjadi di alam. Osmosis adalah peristiwa bergeraknya air dari larutan yang
mempunyai konsentrasi lebih rendah melalui membran semi permeabel ke larutan
yang mempunyai konsentrasi lebih
Gambar diatas menunjukkan diagram suatu filter Reverse Osmosis. Dalam hal ini,
air yang mengandung garam-garaman (atau air dengan konsentrasi yang tinggi)
dimasukan dengan tekanan tertentu, sehingga melebihi tekanan osmotiknya,
kedalam ruangan di bagian kiri. Maka air (murni) akan berjalan melewati membran
semi permeabel dan tertampung di ruangan sebelah kanan. Tidak semua air bisa
dilewatkan melalui membran tersebut, hal ini tergantung pada tekanan yang
diberikan dan karakter dari membran. Oleh karena itu, dalam filter Reverse Osmosis
akan dihasilkan air limbah (reject), yaitu air yang mengandung garam-garaman
konsentrasi tinggi.
1) Tekanan
Menurut Heitmann (1990), tekanan mempengaruhi laju alir bahan pelarut yang
melalui membran itu. Laju alir meningkat dengan terus meningkatnya tekanan,
dan mutu air olahan (permeate) juga semakin meningkat. Tekanan memegang
peranan penting bagi laju permeate yang terjadi pada proses membran.
Semakin tinggi tekanan suatu membran, maka semakin besar pula fluks yang
dihasilkan permeate(Nassa dan Dewi, 2004).
2) Temperatur/suhu
Standar temperatur yang digunakan dari 70 F (21C), tetapi umumnya yang
digunakan mulai dari 85F (29C)(Eckenfelder, 2000),
3) Kepadatan/kerapatan membran
Semakin rapat membran, maka semakin baik air olahan yang dihasilkan
(Eckenfelder, 2000),
4) Flux(fluks)
Gerakan air yang terus menerus. Untuk menentukan fluks dapat diperoleh
dengan menghitung laju alir permeate per satuan luas membran (Nassa dan
Dewi, 2004).
5) Recovery Factor
Semakin tinggi faktor perolehan maka semakin baik konsentrasi garam pada
proses pengolahan air payau yang didapat. Umumnya factor recovery
mempunyai batasan 75 – 95 % (Eckenfelder, 2000),
7) Ketahanan Membran
Membran hanya dapat bertahan sebentar (akan cepat rusak) apabila terlalu
banyak komponen – komponen yang tidak diinginkan ikut masuk di dalam air
umpan, seperti bakteri, jamur, phenol, dan bahkan nilai pH terlalu
tinggi/rendah. Biasanya membran dapat bertahan selama 2 tahun dengan
perubahan pada efisiensinya (Eckenfelder, 2000),
8) pH
9) Kekeruhan (Turbidity)
Dasar Rancangan
Dasar rancangan Instalasi Pengolahan Air ini adalah mengolah sumber air permukaan
(permukaan, air tanah dalam atau lainnya) menjadi air minum, Kualitas air baku sesuai
dengan standar Air Baku (Kelas B) dan kualitas air hasil olahan sesuai dengan baku
mutu berdasarkan pada Kepmenkes RI No907/MENKES/SK/VII/2002.
Secara prinsip mampu mengolah air permukaan dengan kekeruhan dan warna
yang tinggi
Tahapan proses (disesuaikan dengan kualitas air baku) adalah :
a. Koagulasi
Adalah proses pembubuhan koagulan diiringi dengan proses pengadukan cepat
dengan tujuan untuk mengikat partikel-partikel koloid yang ada dalam air. Jenis
koagulan yang digunakan Alum atau Polimer (PAC) dan lain-lain (sesuai dengan
perencanaan) yang diinjeksikan kedalam air baku.
b. Flokulasi
Unit Flokulasi adalah bak-bak yang disediakan untuk air baku untuk membentuk flok-
flok yang lebh besar dengan cara pengadukan lambat agar siap mengendap pada unit
selanjutnya.
Pengendalian energi Bukaan Kec. Putaran Kec. Putaran Kec. Aliran Air
pintu/sekat
Kec. Aliran Mak (m/det) 0,9 0,9 1,8-2,7 1,5-0,5
Luas bilah/pedal dibanding - 5-20 0,1-0,2 -
luas bak (%)
Kec. Perputaran sumbu - 1-5 8-25 -
(rpm)
Tinggi (m) - - - 2-4
Sumber: : SNI 19-6774-2002
Metode pemisahan flok selain dengan pengendapan, juga dapat dilakukan dengan
flotasi. Kriteria flotasi adalah sebagai berikut:
c. Unit Sedimentasi
Adalah unit yang berfungsi untuk untuk memberikan fase tenang bagi aliran air,
sehingga flok-flok yang telah terbentuk di bak flokulasi yang berat jenisnya lebih berat
dari air akan mengendap ke dasar bak penampung lumpur, unit ini dilengkapi
plate/tube yang berfungsi menangkap lumpur yang masih terikut pada aliran air.
Kriteria Umum Bak Bak Persegi Bak Bundar Bak Bundar Clarifier
Persegi(Aliran (Aliran (Aliran (Kontak
Horizintal) Vertikal) Vertikal) Padatan)
Beban 0,8-2,5 3,8-7,5 1,3-1,9 2-3 0,5-1,5
Permukaan
(m3/m2/jam)
Kedalaman (m) 3-6 3-6 3-5 3-6 0,5-1
Waktu Retensi 1,5-3 0,07 1-3 1-2 2- 2,5
(jam)
Lebar/Panjang >1/5 - - - -
Beban Pelimpah <11 <11 3,8-15 7-15 7,2-10
(m3/m/jam)
Bilangan <2000 <2000 - - <2000
Reynold
Kec pd plat - Max 0,15 - - -
(m/mnt)
Bil Froude >10-5 >10-5 - - >10-5
Kec vertikal - - - <1 <1
(cm/menit)
Sirkulasi - - - 3 – 5% dari -
Lumpur input
Kemiringan 45o – 60o 45o – 60o 45o – 60o >60o 45o – 60o
dasar bak
(tanpa scraper)
Periode antar 12 – 24 8 - 24 12 – 24 Kontinyu 12 – 24 ***
pengurasan
lumpur (jam)
Kemiringan 30o/60o 30o/60o 30o/60o 30o/60o 30o/60o
tube/plate
Sumber: : SNI 19-6774-2002
d. Filtrasi
Unit Filtrasi adalah unit pengolahan yang berfungsi menyaring air, kotoran dalam air
akan tersaring oleh media pasir, air bersih akan masuk melalui bagian atas filter/media
dan akan keluar pada bagian bawah dan selanjutnya menuju unit bak penampung air
minum dan siap untuk dipergunakan. Setelah kotoran tersaring didalam filter maka
filter akan tersumbat, maka filter harus dicuci balik (back wash), cuci balik ini dilakukan
dengan memasukan air bersih dari bagian bawah filter dan mengeluarkan kotoran dari
bagian atasnya, aktivitas cuci balik ini bisa dibantu dengan meniupkan udara (blower)
pada filter dan harus dilakukan pembilasan untuk menyempurnakan pencucian ini.
4. Media pasir
Tebal (mm) 300 – 700 300 – 700 300 – 700
Singel media 600 – 700 600 – 700 600 – 700
Media ganda 300 – 600 300 – 600 300 – 600
Ukuran efektif, ES (mm) 0,3 – 0,7 0,3 – 0,7 -
Koefisien keseragaman,
UC 1,2 – 1,4 1,2 – 1,4 1,2 – 1,4
Berat jenis (kg/dt3)
Porositas 2,5 -2,65 2,5 – 2,65 2,5 – 2,65
Kadar SiO2
0,4 0,4 0,4
>95% >95% >95%
5. Media antransit:
tebal (mm) 400 – 500 400 – 500 400 – 500
ES (mm) 1,2 – 1,8 1,2 – 1,8 1,2 – 1,8
UC 1,5 1,5 1,5
Berat jenis (kg/dm3) 1,35 1,35 1,35
porositas
0,5 0,5 0,5
6. Filter botom/dasar saringan
1)Lapisan penyangga
dari atas ke bawah
Kedalaman (mm)
Ukuran butir (mm)
Kedalaman (mm) 80 – 100 80 – 100 -
Ukuran butir (mm) 2–5 2–5 -
Kedan laman (mm) 80 – 100 80 – 100 -
Ukuran butir (mm) 5 – 10 5 – 10 -
Kedalaman (mm) 80 – 100 80 – 100 -
Ukuran butir (mm) 10 – 15 10 – 15 -
g. Bak netralisasi
Bak dapat menampung larutan selama 8 sampai dengan 24 jam;
Diperlukan 2 buah bak yaitu 1 buah bak pengaduk manual atau mekanis dan 1
buah bak pembubuh
Bak harus dilindungi dari pengaruh luar dan tahan terhadap beban alkalin
h. Kriteria Desinfektan
Jenis desinfektan yang digunakan
1. Gas klor (CI2), kandungan Klor aktif minimal 99%;
2. Kaporit atau kalsium hipoklorit (CaOCI2) X H2O kandungan Klor aktif (60 –
70) %;
3. Sodium hipoklorit (NaOCI), kandungan Klor aktif 15%
Dosis Klor ditentukan berdasarkan DPC yaitu jumlah Klor yang dikonsumsi air
besarnya tergantung dari kualitas air bersih yang di produksi serta ditentukan
dari sisa Klor di instalasi (0,25 – 0,35) mg/L.
Pembubuhan desinfektan
1. Gas Klor disuntikan langsung ke pipa air bersih, pembubuhan gas
meggunakan peralatan tertentu yang memenuhi ketentuan yang berlaku;
2. Kaporit atau sodium hipoklorit dibubuhkan ke pipa air bersih secara
gravitasi atau mekanis.
Keperluan perlengkapan desinfeksi
3. Peralatan gas Klor disesuaikan minimal 2, lengkap dengan tabungnya;
4. Tabung gas Klor harus ditempatkan pada ruang khusus yang tertutup;
PLN
Genset
Pemilihan sumber daya sesuai tabel berikut:
A. Peta Topografi
Peta cekungan air tanah dapat diperoleh dari Direktorat Tata Lingkungan Geologi
dan Kawasan Pertambangan, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral. Peta
ini disusun berdasarkan SK Men ESDM No. 716 K/40/MEM/2003. Dalam peta
dengan skala 1 : 250.000 ini digambarkan cekungan-cekungan air tanah yang ada
di Pulau Jawa beserta dengan jumlah aliran air tanah untuk tiap cekungannya, baik
itu aliran air tanah bebas maupun aliran air tanah tertekan. Dari peta ini dapat
diperhitungakan jumlah air tanah yang dapat dieksplorasi oleh suatu daerah
dengan luasan tertentu.
C. Peta Prasarana
Peta daerah irigasi dan batas-batas WS diperoleh dari Pusat Data Sumberdaya Air
(Water Resources Data Center -WRDC) Departemen Permukiman dan Prasarana
Wilayah. Dari peta ini kita dapat mengetahui sebaran-sebaran daerah irigasi,
sehingga dapat kita ketahui pula daerah-daerah pertanian dengan tingkat
kebutuhan air yang tinggi yang memerlukan perhatian khusus karena sangat
rawan terhadap bencana kekeringan. Dari batas-batas wilayah sungai akan kita
ketahui pengelola sumberdaya air pada suatu wilayah sungai tertentu berikut
dengan batas wilayah tugasnya.
Data tata guna lahan dan penutupan lahan sangat penting sifatnya dalam
melakukan analisis terhadap kejadian banjir dan kekeringan. Agar data tata guna
lahan dan penutupan lahan ini benar-benar sesuai dengan keadaan Pulau Untung
Jawa dan Pulau Panggang saat ini maka data ini dianalisis dari citra satelit Landsat
ETM-7 yang diperoleh dari Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional
(LAPAN) maupun dari Badan Planologi Kehutanan (BAPLAN) Departemen
Kehutanan. Citra satelit tersebut diinterpretasi sehingga dihasilkan peta tata guna
lahan dan penutupan lahan.
F. Peta Administrasi
Peta batas-batas wilayah administrasi diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS)
setempat Bappeda, atau Kantor Kecamatan. Dengan peta ini maka diperoleh
Data debit sungai-sungai yang tersebar di wilayah Kota Cimahi dapat diperoleh
dari Balai Sumber Daya Air (PSDA) Provinsi Jawa Barat yang mengelola jaringan
pos pengamatan muka air sungai-sungai di Pulau Jawa. Selain itu data tersebut
juga dapat diperoleh dari Dinas Pengairan maupun Balai PSDA di daerah-daerah..
Data ini sangat diperlukan untuk menghitung ketersediaan air permukaan. Agar
dapat dianalisis debit andalannya maka panjang pengamatan minimal adalah 5
tahun.
Data ini meliputi pemanfaatan sumber air seperti air tanah, air permukaan dan air
hujan untuk keperluan domestik (air minum dan rumah tangga), non domestik
(perkantoran, perdagangan, hidran umum), industri, irigasi, pertanian,
peternakan dan lain sebagainya.
Data ketersediaan air tanah umumnya belum banyak tersedia dan memerlukan
studi lebih lanjut untuk dapat mengetahui potensi air tanah di tiap-tiap daerah.
Untuk dapat menyatakan ketersediaan air tanah pada suatu daerah maka
digunakan peta cekungan air tanah yang sudah diperoleh dari Departemen Energi
dan Sumberdaya Mineral. Kapasitas aliran tertekan maupun bebas pada
cekungan-cekungan tersebut akan didistribusikan ke wilayah-wilayah yang ada di
atasnya dengan volume sesuai dengan perbandingan luasnya.
Untuk dapat menghitung kebutuhan air pada suatu daerah, maka kita harus
mengetahui data-data penduduk, industri, pertanian, perikanan dan peternakan
dari daerah tersebut. Data-data tersebut dapat diperoleh dari hasil Sensus
Penduduk tahun 2010 dan Survei Pertanian tahun 2010 yang terangkum dalam
Data Potensi Kecamatan tahun 2010 dan 2011. Data Potensi Desa digital tersusun
atas file-file data desa di tiap propinsi.
L. Data Kependudukan
Pengumpulan data penunjang untuk perhitungan ketersediaan dan kebutuhan air ini
hanya meliputi data sekunder, sedangkan data primer sebatas diperlukan untuk
pengecekan lapangan di lokasi-lokasi tertentu untuk penempatan bangunan-bangunan
pengambilan air utama. Selain pengumpulan data di balaibalai PSDA juga dilakukan
wawancara dengan para pelaksana operasional di balai-balai tersebut guna
mendukung perolehan informasi kondisi wilayah sungai.
Di dalam perencanaan SPAM saat ini sangat penting untuk melakukan kajian potensi
air baku, karena di beberapa daerah potensi sumber air baku yang memenuhi syarat
baik kualitas maupun kuantitan sangat minim. Adanya konflik masyarakat pengguna air
untuk kepentingan irigasi (pertanian) dan air minum menjadi kajian tambahan oleh
Konsultan.
Mencari potensi sumber air baku dan membuat alternatif scenario pengalokasian air
baku, memilih alternatif terbaik untuk pasokan air baku bagi kecamatan-kecamatan
yang secara khususn tidak memiliki system dan sumber airnya terbatas.
Salah satu aspek yang harus diketahui sebelum mengadakan analisis neraca air untuk
suatu daerah tertentu adalah jumlah ketersediaan air. Ketersediaan air dalam
pengertian sumberdaya air pada dasarnya berasal dari air hujan (atmosferik), air
permukaan dan air tanah. Hujan yang jatuh di atas permukaan pada suatu Daerah
Aliran Sungai (DAS) atau Wilayah Sungai (WS) sebagian akan menguap kembali sesuai
dengan proses iklimnya, sebagian akan mengalir melalui permukaan dan sub
permukaan masuk ke dalam saluran, sungai atau danau dan sebagian lagi akan
meresap jatuh ke tanah sebagai imbuhan (recharge) pada kandungan air tanah yang
ada.
Ketersediaan air yang merupakan bagian dari fenomena alam, sering sulit untuk diatur
dan diprediksi dengan akurat. Hal ini karena ketersediaan air mengandung unsur
variabilitas ruang (spatial variability) dan variabilitas waktu (temporal variability) yang
sangat tinggi. Oleh karena itu, analisis kuantitatif dan kualitatif harus dilakukan
secermat mungkin agar dapat dihasilkan informasi yang akurat untuk perencanaan dan
pengelolaan sumberdaya air.
Air permukaan adalah air yang mengalir secara berkesinambungan atau dengan
terputus-putus dalam alur sungai atau saluran dari sumbernya yang tertentu, dimana
semua ini merupakan bagian dari sistem sungai yang menyeluruh. debit air
permukaan, begitu halnya dengan air yang mengalir ke dalam tanah, kandungan air
yang tersimpan dalam tanah merupakan potensi debit air tanah. Dari ketiga sumber air
tersebut di atas, yang mempunyai potensi paling besar untuk dimanfaatkan adalah
sumber air permukaan dalam bentuk air di sungai, saluran, danau/waduk dan lainnya.
Penggunaan air tanah sangat membantu pemenuhan kebutuhan air baku maupun air
irigasi pada daerah yang sulit mendapatkan air permukaan, namun pemanfaatan air
tanah membutuhkan biaya operasional pompa yang sangat mahal.
Untuk analisis ketersediaan air permukaan, yang akan digunakan sebagai acuan adalah
debit andalan (dependable flow). Yang paling berperan dalam studi ketersediaan air
permukaan adalah data rekaman debit aliran sungai. Rekaman tersebut harus
berkesinambungan dalam periode waktu yang dapat digunakan untuk pelaksanaan
proyek penyediaan air. Apabila penyadapan air akan dilakukan dari sungai yang masih
alami, maka diperlukan rekaman data dari periode-periode aliran rendah yang kristis
yang cukup panjang, sehingga keandalan pasok air dapat diketahui. Debit andalan
adalah suatu besaran debit pada suatu titik kontrol (titik tinjau) di suatu sungai di
mana debit tersebut merupakan gabungan antara limpasan langsung dan aliran dasar.
Debit ini mencerminkan suatu angka yang dapat diharapkan terjadi pada titik kontrol
yang terkait dengan waktu dan nilai keandalan. Keandalan yang dipakai untuk
pengambilan bebas baik dengan maupun tanpa struktur pengambilan adalah 80%,
sedangkan keandalan yang dipakai untuk pengambilan dengan struktur yang berupa
tampungan atau reservoir adalah sebesar 50%.Aliran yang terukur di sungai atau
saluran maupun danau merupakan potensi
Untuk data aliran yang terbatas dan data hujan yang cukup panjang maka data aliran
tersebut dapat dibangkitkan dengan menggunakan metoda pendekatan modelling
hujan-aliran. Model hujan-aliran yang digunakan adalah Metoda Mock. Metoda Mock
lebih sering dipakai dibandingkan dengan metoda-metoda yang lain (SMAR, NRECA dll)
karena metoda ini dikembangkan di Indonesia, penerapannya mudah dan
menggunakan data yang relatif lebih sedikit.
Dalam sub-bab ini dijelaskan mengenai beberapa asumsi yang dipakai dalam
melakukan perhitungan neraca air. Beberapa asumsi yang dipakai tersebut adalah
sebagai berikut:
Pengukuran debit
Pemasangan staff gauge
Pengamatan muka air
Pengambilan contoh air (suspended)
Pengambilan contoh air (bed load)
Uji Laboratorium
1. Pengukuran Debit
Jika tidak ada AWLR disekitar lokasi sungai atau outlet danau atau catatan
debit yang appropriate maka perlu dilakukan pengukuran debit sesaat dengan
metoda current meter atau pelampung. Jika menghendaki akurasi yang tinggi
untuk kondisi debit yang ada maka dapat ditempuh pengukuran debit yang
dimaksud oleh PDAM secara mandiri dengan langkah-langkah sebagaimana
diuraikan dibawah ini:
Pengukuran debit dilakukan guna mendapatkan data untuk membuat kurva
debit. Pengukuran ini akan menggunakan currentmeter pada kondisi muka air
rendah, sedang dan tinggi (apabila memungkinkan). Pengukuran debit muka
air tinggi yaitu saat banjir diusahakan tetap menggunakan current meter.
Jarak antar penampang kecil tersebut dapat diambil antara 1/10 B sampai 1/15 B, B
merupakan lebar dasar sungai. Secara garis besar pelaksanaan pengukuran debit
menggunakan currenmeter dilakukan seperti cara berikut:
a. Metode 1 titik :
Metode ini dilakukan jika kedalaman air pada seksi (rai) kurang dari 0,50 m.
Lokasi pengukurannya pada kedalaman 0,6 x kedalaman air. Diukur dari muka
air. Kecepatan arus air pada kedalaman tersebut dianggap mewakili seksi yang
bersangkutan.
dengan :
V = Kecepatan (m/dt)
L = Jarak lintasan pelampung yang ditempuh dalam t detik
f = Faktor penyetaraan pelampung
Tabel mengenai type pelampung dan faktor penyetara pelampung dapat dilihat
pada tabel berikut :
Untuk perhitungan debit metode yang dipakai sama dengan metode yang
dipakai untuk current meter. Peralatan yang akan digunakan untuk pengukuran
debit adalah:
Current meter
Pemberat
Tongkat pengukur kedalaman dan kedudukan current meter.
Alat penggantung current meter
Kabel baja, tali tambang dan alat Bantu rentang
Perahu atau rakit
Bahan pengapung untuk pengukuran metode pengapung
Stop watch
Pengamatan muka air sungai yang ideal dilakukan setiap hari selama paling tidak 1
tahun. Dengan terbatasnya waktu Review Design Instalasi Penjernih Air (IPA)
Belumai, data muka air maksimum (HWL) dan muka air minimum (LWL) akan
ditentukan dengan menggunakan data pengamatan dari waktu lampau yang ada
dan didukung dengan data sekunder yang bisa dipercaya validitasnya. Data ini
akan sangat berguna untuk memperkirakan rating curve dan debit harian.
diusahakan mewakili muka air rendah, sedang dan tinggi reltif selama masa
pengukuran.
Peralatan yang digunakan adalah satu set water sample unit yang terdiri dari:
a. USD49 cable suspended sample
b. Nxle botol dengan diameter 1/8, 3/8 dan ¼ inch
c. Botol contoh air dengan volume 473 ml.
d. Pengambilan contoh dilakukan di lokasi rencana intake pada sekurang-
kurangnya 3 titik pada arah melintang lebar sungai (1/4 L, ½ L, ¾ L).
Contoh air ini akan digunakan untuk mengetahui kandungan sedimen layang dan
kualitas air yang akan digunakan untuk mengetahui kandungan sedimen layang
dan kualitas air yang akan diselidiki secara laboratoris.
Apabila data debit aliran tersedia cukup panjang (50 tahun), maka data tersebut
dapat digunakan langsung untuk menentukan Skala pengembengan setelah
dilakukan uji vailditasnya. Namun bila data tersedia tidak cukup panjang, untuk
menentukan debit rendah akan dilakukan analisa dengan metode Tank Model,
Nereca Sederhana dan Mock.
Model Tank dipakai sehubungan debit aliran sungai tidak linier dengan data hujan,
karena ada pengaruh infiltrasi, evaporasitranspirasi, tata guna lahan dan aliran
airtanah. Dalam studi ini akan diterapkan 4 tank untuk perhitungan debit aliran, air
dilokasi tasik / Waduk
Volume aliran debit sungai adalah:
Q(t) = A x (Sq1 (t) + Sq2(t) + Sq4(t) + Sq5(t) + Sq7(t) + Sq8(t) + Sq1 O(t) + Sq1
1 (t)) x 0.0864
Dimana
Evaporasi
E p =f⋅E o
Δ H/60+ YEa
Eo =
Δ +Y
'
e s −e
Δ= '
t s −t
H =RI-RB
RI = RA ( 1-r ) ( a+ b n/b )
RB =σ Ta 4 ( 0. 47 - 0 .077 √ e ) ( 0 . 20 + 0 . 80 n/ D )
lama matahari bersinar sebenarnya
n/D =
lama matahari bersinar yang mungk in
o
T a= t C + 273
Ea =0 . 35 ( e s −e ) ( 0 .5+ 0 .54 U 2 )
dengan :
Ep = Evapotranspirasi potensial (mm/hari).
Curah Hujan
Sebelum melakukan pemrosesan, data debit maupun data hujan perlu diperiksa
keandalannya melalui pemeriksaan secara manual maupun secara statistik. Untuk
mengetahui kebenaran/kecocokan distribusi frekuensi yang telah digunakan akan
diterapkan Uji Smirnov-Kolmogorov dan Uji Chi Square.
Dari Uji Smirnov-Kolmogorov akan didapat harga maks. dan kritis diperoleh dari
tabel yang tergantung banyak data. Bila maks. < kritis , maka metode distribusi
frekuensi yang digunakan cocok untuk perhitungan dengan data yang ada.
Dari Uji Chi Square akan didapat X2 maks. dan X2 kritis diperoleh dari tabel yang
tergantung banyak data. Bila X2 maks. < X2 kritis, maka metode distribusi frekuensi
yang digunakan cocok untuk perhitungan dengan data yang ada.
Pada bulan yang bersangkutan tidak ada data bulanan maupun jumlah hari
hujan, data diragukan
Besar data hujan harian maksimum lebih besar dari jumlah hujan bulanan, data
ditolak.
Pemeriksaan hujan harian maksimum tahunan terhadap bulan basah.
Data hujan harian maksimum tahunan terjadi pada bulan basah, data diterima
Data hujan bulanan pada bulan basah tidak ada yang kosong, data diterima
Data hujan harian maksimum tahunan terjadi pada bulan kering, data ditolak.
Tidak ada data bulanan pada bulan terjadinya hujan maksimum, data diterima
Pemeriksaan hujan harian tahunan sama atau labih besar dari 400 mm,
diperiksa terhadap hujan bulanannya.
Hujan bulanannya lebih besar dari hujan harian yang terjadi, data diterima.
Hujan bulanannya hampir sama dengan hujan harian, data diragukan.
Tidak ada data bulanan, data diragukan.
Hujan bulanan lebih kecil, ada kemungkinan salah ketik, data di tolak
Pemeriksaa hujan harian maksimum tahunan sama atau lebih besar dari 400
mm, diperiksa terhadap hujan harian sebelum dan sesudahnya
Data diterima apabila besar R 400 mm, terdapat pada data hujan kecuali yang
diragukan
Data diragukan bila :
Terjadinya angka-angka diatas 400 mm lebih dari sekali dalam waktu 3 hari
Hari-hari sebelumnya tidak ada hujan, ada kemungkinan angka yang besar
400 mm merupakan akumulasi dari hujan sebelumnya.
Data ditolak bila tidak terdapat dalam hujan harian
Jika terdapat data curah hujan tahunan dengan jangka waktu pengamatan yang
panjang dan terdapat beberapa referensi stasiun curah hujan, maka double mass
analysis dapat digunakan untuk memeriksa dan memperbaiki kesalahan
pengamatan yang tidak homogen yang disebabkan oleh perubahan posisi atau cara
pemasangan alat ukur curah hujan yang tidak baik. Dalam metode ini, hubungan
antara seri waktu dengan data curah hujan dianggap linier dan beberapa stasiun
referensi dianggap mempunyai data yang konsisten.
Double mass analysis ini menggambarkan besaran hujan kumulatif stasiun yang diuji
dengan besaran hujan kumulatif rata-rata hujan dari beberapa stasiun referensi
disekitarnya dalam periode yang sama. Apabila dalam gambar menunjukkan adanya
penyimpangan garis pada garis lurus, maka data yang diuji tersebut tidak konsisten,
dan data harus diperbaiki.
Outlier adalah data dengan nilai jauh berada di antara data-data yang lain,
keberadaan outlier biasanya mengganggu pemilihan jenis distribusi frekuensi untuk
suatu sampel data. Persamaan yang digunakan untuk uji Outlier adalah sebagai
berikut :
X H =exp( X̄+ Kn . S )
X L=exp( X̄− Kn . S)
Dengan dua batasan, batas ambang bawah (X L) dan batas ambang atas (X H),X dan S
adalah masing-masing nilai rata-rata dan simpangan baku dari logaritma sampel
data.
Stasiun hujan kadang-kadang tidak dapat bekerja dengan baik, sehingga data curah
hujan kurang lengkap. Dengan cara apapun data yang hilang (rusak , tidak terekam
atau sangat meragukan) tidak dapat ditemukan kembali dengan tepat.
Dalam batas kepentingan tertentu, bila dianggap penting data yang hilang atau
kosong dapat diperkirakan atau diisi dengan metode pendekatan , dalam studi ini
digunakan pendekatan dengan Normal Ratio Methode. Cara ini didasarkan pada
persamaan berikut :
Px =
1
n( N N N
P A x + P B x +.. .. . .. ..+ P n x
NA NB Nn )
dengan :
Cara ini dianjurkan paling tidak menggunakan 3 stasiun acuan, dan hanya boleh
digunakan bila variasi ruang hujan (spatial, areal variation) tidak terlalu besar. Dalam
studi ini digunakan 3 stasiun acuan.
Metode yang digunakan untuk menghitung hujan rata-rata disuatu DPS ada
beberapa cara yang saat ini sangat lazimdigunakan yaitu :
Rata-rata Aljabar
Poligon Thiessen
Isohiet
Metode ini ditentukan dengan cara menjumlahkan tinggi hujan dari semua tempat
pengukuran selama kala tertentu, dibagi dengan jumlah pos pengukuran.. Hal ini
hanya dapat digunakan kalau hujan yang terjadi dalam DAS homogen dan variasi
tahunannya tidak terlalu besar. Atau dengan kata lain bahwa metode ini cocok
untuk daerah yang datar, pos hujan banyak dan sifat hujannya merata, rumus yang
digunakan :
( P 1 +P2 +.. . .+Pn )
P=
n
dengan :
P = tinggi hujan rata-rata (mm)
P 1 ,...,P n
= tinggi hujan pada setiap pos hujan yang diamati (mm)
n = banyaknya pos hujan
P1
P
A1
A3
A2
P2
P PMetodologi dan Pendekatan
P3 48
Perencanaan Teknis (DED) Pembangunan SPAM Cimahi Utara
Kelurahan Pasirkaliki
Metode ini ditentukan dengan cara menggunakan peta garis kontur tinggi hujan
suatu daerah, dan tinggi hujan rata-rata DPS dihitung dari jumlah perkalian tinggi
hujan rata-rata di antara garis-isohiet dengan luas antara kedua garis isohiet
tersebut dibagi dengan luas isohiet seluruh DPS. Metode ini cocok untuk daerah
pegunungan dan yang berbukit-bukit. Rumus yang digunakan adalah :
( )( ) ( )
A1 ( P1 + P2 ) A2 (P 2 +P3 ) An (P n +P n+1 )
P= x + x +.. .+ x
A total 2 A t otal 2 A total 2
dengan :
P = tinggi hujan rata-rata (mm)
P 1 ,...,P n
= tinggi hujan pada setiap pos hujan yang diamati (mm)
A 1 ... A n
= luas yang dibatasi garis poligon
A total A 1 + A 2 +. ..+ A n
= luas total DPS ( ) km2
A4
A5
A2
A3
A1
P5
P1 P2
P
E.1.11.Pendekatan Terhadap Metode
3 Pengukuran
P Topografi 4
1 ‘ 3
P1 2 P3 d4 4
d1 d2 P2 d3 P4
P0
‘ = + - 180o
Karena pengukuran polygon dibuat tertutup maka hasil ukuran sudut dan
jarak harus memenuhi syarat geometrik sebagai berikut :
Jumlah Y X = 0
Jumlah Y X = 0
( X2 + Y2) 1
D 5.000
4. Pengamatan Matahari
H = Hu + P - R
Dimana :
P = Paralaks
R = Refraksi
Apabila terrain di lokasi calon Bangunan Utama sangat terjal, maka untuk
pekerjaan pengukuran topografi skala 1 : 500 ini pengukuran jaringan kontrol
vertical akan dilakukan dengan metoda trigonometris bersama-sama waktu
melakukan pengukuran poligon. Hal tersebut dilakukan karena untuk daerah
yang berbukit-bukit dan lereng terjal, pengukuran beda tinggi dengan cara
leveling sangat tidak efektif dan ketelitiannya kurang karena jarak alat ke
rambu jadi pendek sehingga jumlah pemberdirian alat (slang) menjadi
semakin banyak.
Titik referensi yang akan digunakan sebagai dasar pemetaan topografi adalah
titik-titik tringulasi referensi atau titik-titik benchmark dari pengukuran
terdahulu yang masih dalam kondisi baik.
Apabila titik-titik tersebut sudah rusak atau hilang atau tidak ditemukannya
titik-titik referensi /triangulasi dalam radius 2 km, maka akan diusulkan untuk
memakai koordinat dan elevasi local, dengan menganggap salah satu
benchmark sebagai pedoman.
H = ta +1/2 . d . sin . 2 - BT
Dimana :
Jd = d . cos2
d = (BA - B) x 100
H = Beda tinggi
Ta = Tinggi alat
D = Jarak optis
= Sudut vertikal
Jd = Jarak datar
BA = Benang atas
BT = Benang tengah
BB = Benang bawah
Cara I :
Metode pengukuran profil memanjang dan melintang dilakukan bersama-
sama (simultan) dimana yang diukur adalah beda tinggi antara titik
pengamatan dengan titik awal pada setiap kali berdiri alat. Tinggi alat tidak
diukur dan tinggi garis bidik di dapat dari hitungan, sedangkan jarak antara
titik pengamatan profil melintang diukur dengan pita ukur. Metode ini
dilakukan pada saluran yang ada.
Cara II :
Metode ini dilakukan pada daerah sungai dengan cara mengukur tinggi alat
dan membaca benang atas dan bawah/atas untuk mendapatkan jarak miring
dan membaca sudut vertikal untuk mendapatkan jarak datar beda tinggi.
Setelah lay-out / tata letak saluran dan jalan produksi ditentukan, pekerjaan
profil melintang dan memanjang dilanjutkan.
Pekerjaan pada tahap ini adalah pengukuran seluruh jaringan trace saluran
dan jalan produksi yang direncanakan, sehingga setiap ruas saluran dan jalan
produksi dapat digambarkan profil melintang dan memanjang. Jarak profil
melintang rencana saluran dan jalan produksi pada umumnya 50 m, kecuali
pada daerah tertentu terutama pada belokan, jarak profil melintang
disesuaikan dengan keadaan lapangan.
Alat ukur yang digunakan pada pengukuran profil melintang dan memanjang
ialah Waterpass TOP CON AT D2 A154 dan Waterpass ZEISS Ni 2
Hasil akhir dari pekerjaan ini adalah berupa gambar profil melintang dan
memanjang serta situasi trace saluran / jalan yang digambar pada kertas
transparan (kalkir) dengan skala :
o Profil melintang : V : 1 : 100; H : 1 : 100
Y = d . cos
X=0
Y=0
( X 2 + Y 2 ) 1
d 7500
15. Pengambaran
a. Penggambaran manuscript peta skala 1 : 500 juga dilaksanakan di
lapangan, Sedangkan untuk peta skala 1 : 100 juga akan dibuat di
lapangan.
b. Penggambaran lukis (jarak) akan dilaksanakan di Bengkalis dengan ukuran
kertas 80 cm x 60 cm.
c. Legenda dan symbol peta mengikuti aturan standard yang berlaku. Editing
gambar akan menggunakan Bahasa Indonesia.
Metode penggambaran akan dilakukan secara konvensional dan akan diplot
dengan menggunakan komputer setelah konsepnya disetujui oleh PROYEK.
‒ Struktur bangunan atas berat seperti bangunan Intake Air Baku, Bangunan
Prasedimentasi, Bangunan IPA, Bangunan Reservoir, Bangunan Penunjang,
Reservoir transfer (booster), jembatan pipa dengan bentang yang Panjang dan
perlintasan rel kereta api, harus dilakukan penyelidikan tanah dengan sondir
dan bor mesin.
‒ Struktur bangunan atas ringan seperti jaringan pipa (yang pemasangannya
direncanakan dengan metode micro tuneling (Jacking dan HDD) dan jembatan
pipa dengan bentangan pendek harus dilakukan penyelidikan tanah dengan
sondir dan bor tangan.
a) Sondir :
‒ perlawanan ujung atau nilai konus ;
‒ jumlah hambatan lekat ;
‒ kedalaman penyondiran ;
‒ muka air tanah ;
‒ pemeriksaan kinerja peralatan.
b) Bor tangan :
‒ deskripsi tanah sepanjang lubang bor ;
‒ pengambilan contoh tanah asli dan tidak asli ;
‒ pemeriksaan kinerja peralatan.
c) Bor dalam :
‒ deskripsi tanah sepanjang lubang bor ;
‒ pengambilan contoh inti sampai dengan kedalaman yang dikehendaki ;
‒ pengambilan contoh tanah asli ;
‒ penyimpanan contoh inti ;
‒ penyimpanan contoh tanah asli ;
‒ perlawanan penetrasi untuk penetrasi split spoon sampler sedalam 30 cm
atau SPT ;
‒ pengamatan muka air tanah ;
‒ pemeriksaan kinerja peralatan.
3. Pemeriksaan di Laboratorium
Pemeriksaan di laboratorium terhadap seluruh contoh tanah asli yang didapat dari
lubang bor dangkal, bor dalam dan sumur percobaan harus disesuaikan dengan
persyaratan prosedur percobaan dari ASTM yaitu:
a) Index properties
‒ pemantauan kadar air (Wn) ;
‒ pemantauan berat isi basah (Gh) ;
‒ pemantauan berat isi kering (Gd) ;
‒ pemantauan berat jenis (Gs) ;
E.1.14.Pendekatan Pelaksanaan
Berdasarkan pemahaman terhadap tujuan, lingkup, sasaran, serta pelaporan yang
diminta dari setiap tahap kegiatan, maka konsultan mengembangkan metode
pelaksanaan yang dibagi dalam tahapan sebagai berikut: 1) Tahap Persiapan, 2)Tahap
Pengumpulan Data, 3) Tahap Kompilasi dan Pemrosesan Data, 4) Analisis 5) Tahap
Penyusunan DED dan 6) Pembahasan
1. Tahap Persiapan
Pada tahap persiapan, konsultan akan melakukan kegiatan-kegiatan sebagai
berikut :
• Membuat program kerja (pola pikir) kegiatan secara keseluruhan
• Menentukkan sasaran
• Melakukan metode survey
• Menggali sumber data yang terkait
• Melakukan studi literatur
• Menyusun format pendataan
• Menyusun koesioner
• Melakukan perlatan survey
• Menyusun jadwal kerja.
Dan untuk itu rencana kerja tim konsultan pada Tahap Persiapan ini mencakup :
c. Mobilisasi personil
Konsultan akan menyiapkan Tenaga Ahli serta Tenaga Pendukung yang
dibutuhkan, sesuai kualifikasi yang telah ditentukan dalam KAK.
d. Observasi KAK
Bersama manajemen dan pemberi tugas, tenaga Ahli merumuskan
pemahaman terhadak KAK khususnya berkaitan keluaran dan lingkup
pekerjaan.
Hasil kegiatan pada tahap ini akan dilaporkan pada Laporan Pendahuluan muatan
minimal yang ditentukan dalam KAK serta penyerahan laporan paling lambat 2
(dua) minggu setelah SPMK.
parameter – parameter standarisasi IPA, serta DED SPAM. Selain itu konsultan
akan melakukan evaluasi kondisi wilayah studi, sumber air baku dan
mengevaluasi faktor – faktor keberhasilan dan penghambat pengembangan
fasilitas air bersih.
e. Analisis Permasalahan.
Konsultan akan melakukan analisa permasalahan yang diperoleh dari
pelaksanaan survey khususnya kondisi lingkungan, sosial ekonomi dan
ketersediaan air baku.
Berdasarkan hasil pengumpulan data primer, data sekunder, identifikasi data dan
permasalahan selanjutnya konsultan melakukan penyusunan laporan antara yang
diserahkan(sesuai KAK) paling lambat 2 (dua) Bulan sejak SPMK sebanyak 10 buku
laporan.
4. Tahap Analisa
Melakukan analisis data sehingga menghasilkan aspek kuantitatif dan aspek
kualitatif yang dapat dipakai sebagai bahan untuk menyusun konsep dan
penyusunan DED Sistem Penyediaan Air Minum. Analisis dimulai dengan
memperkirakan pertumbuhan penduduk sampai tahun proyeksi 2031 serta
kebutuhan air minumnya. Selain kebutuhan air minum untuk pemakaian domestik,
dihitung juga perkiraan air minum untuk non-domestik.
6. Tahap Pembahasan
Melakukan pembahasan pada setiap kegiatan dengan pemberi tugas (kepala
satker) dan tim teknis yang akan ditunjuk oleh kepala Satker, serta aparat yang
terkait. Konsultan melakukan pembahasan/diskusi pada laporan pendahuluan,
laporan antara dan laporan draft final, dimana masing-masing dilakukan dengan
mengundang instansi terkait (dilaksanakan sebelum laporan tersebut dapat
diterima oleh pemberi kerja).
Untuk lebih jelasnya, metode pelaksanaan kegiatan dapat dilihat pada diagram alir
berikut.
Gambaran pelaksanaan pekerjaan akan dibahas lebih mendalam dalam sub bab
Program Kerja.
E.2.1. Persiapan
Untuk mencapai output sesuai dengan maksud, tujuan dan sasaran yang diinginkan
dari kegiatan ini, maka diperlukan persiapan yang matang dan terukur. Tahap ini
mencakup, 1) koordinasi awal; 2) pengumpulan data sekunder dan studi terdahulu; 3)
penyusunan dan persetujuan rencana kerja; dan 4) persiapan survey lapangan
E.2.1.1.Kordinasi Awal
Selanjutnya pada akhir kegiatan tahap persiapan akan diserahkan laporan pendahuluan
sebanyak 5 (sepuluh) eksemplar.
Survey ini dimaksudkan untuk mendapatkan data situasi detail, detail saluran dan
bangunan yang ada pada lahan/daerah yang akan dikembangkan sebagai bahan
masukan untuk penyusunan perencanaan yang efisien dengan memanfaatkan
keadaan/kondisi kontur tanah/daerah. Alur pelaksanaan pekerjaan survey topografi
dapat di lihat pada Gambar 5.4.
Hal ini dilakukan untuk menunjang sistem perpipaan nantinya, dimana ukuran luas
areal dan kondisi alam yang ada akan berpengaruh sekali terhadap sistim jaringan.
Kegiatan ini dilakukan sebagai dasar untuk tahapan pekerjaan selanjutnya. Pekerjaan
pemetaan dan pengukuran topografi meliputi:
Inventarisasi dan pemasangan patok Bench Mark (BM) dan Control Point (CP)
serta penentuan titik-titik-titik-titik referensi pengukuran;
Pengukuran profil melintang dan memanjang saluran dengan jarak maksimum 50
meter pada bagian lurus dan 25 meter pada bagian tikungan;
Pengukuran situasi tapak bangunan setiap rencana bangunan air, gorong-gorong,
talang. Skala 1 : 100.
Adapun tujuan kegiatan ini dilakukan dimaksudkan untuk menyiapkan data topografi
yang rinci. Lingkup pekerjaan ini secara garis besar terdiri dari:
A. Pekerjaan Lapangan
1) Penentuan Titik Referensi
Titik referensi untuk awal pengukuran adalah titik-titik yang sudah diketahui
koordinatnya dan tingginya seperti titik Triangulasi atau titik Dopler atau
titik-titik yang telah dipasang pada studi terdahulu sebagai acuan titik awal
dari pengukuran, atau titik lainnya yang disetujui oleh PPK Pekerjaan.
2) Orientasi Lapangan & Inventarisasi BM
Kegiatan di lokasi dimulai dengan persiapan pengukuran, berupa:
a) Koordinasi dengan instansi daerah terkait mengenai rencana areal
pengukuran, dan metode kerja pengukuran yang akan dilaksanakan;
b) Meninjau areal yang akan diukur;
c) Menyiapkan base camp, tenaga lokal dan sarana transportasi lapangan;
d) Bersama-sama dengan tim teknis pekerjaan menentukan titik awal
pengukuran, batas pengukuran dan lokasi BM.
START PEKERJAAN
PENGUKURAN
PERSIAPAN PERALATAN
- Theodolite T.0 - Rambu Ukur
- Waterpass - Formulir
- Meteran - Nivo
- GPS
atau sederajat Pengamatan astrinomi dilakukan pagi hari dan sore hari pada satu
stasiun pengamatan ketelitian relatif sama sesuai dengan persyaratan ketelitian
yaitu 15”.
Sebagai kontrol hitungan akan dilakukan pengamatan matahari dengan jarak
setiap 5 km atau pada titik tertentu yang dianggap perlu.
Apabila pada awal pengukuran hanya ada 1 titik ikat (tidak ada sudut jurusan
awal), maka harus dilakukan pengamatan matahari. Pengamatan matahari
dilakukan untuk mengetahui arah/azimuth awal yaitu:
1) Sebagai koreksi azimuth guna menghilangkan kesalahan akumulatif pada
sudut-sudut terukur dalam jaringan poligon;
2) Untuk menentukan azimuth/arah titik-titik kontrol/poligon yang tidak terlihat
satu dengan yang lainnya;
3) Penentuan sumbu X untuk koordinat bidang datar pada pekerjaan
pengukuran yang bersifat lokal/koordinat lokal;
4) Jumlah seri pengamatan 2 seri (pagi dan sore hari);
5) Tempat pengamatan, salah satu titik sepanjang jalur poligon utama, cabang
atau titik simpul;
6) Ketelitian azimuth 20”.
dimana:
= Azimuth ke target
= Azimuth pusat matahari
= Bacaan jurusan mendatar ke target
= Bacaan jurusan mendatar ke Matahari
= Sudut mendatar antara jurusan ke matahari dengan jurusan
ke target
C. Pengukuran Polygon
1) Sistem dan Referensi:
a) Sistem pengukuran sudut dilakukan dengan cara centering tidak paksaan;
b) Titik referensi koordinat diambil dari BM yang ada berdekatan dengan
lokasi pekerjaan/atas petunjuk tim teknis dan PPK Pekerjaan;
c) Setiap 25 kali berdiri alat ukur, harus dilakukan pengamatan Azimuth
Matahari dengan persyaratan ketelitian 15”;
d) Orientasi arah awal dengan cara pengamatan matahari yang memakai
prisma Reoulof atau yang setara;
e) Cara perhitungan yang digunakan adalah dengan proyeksi UTM dengan
referensi Ellepsiode Bessel 1841;
3) Polygon Utama:
a) Pengukuran Jarak;
Pengukuran jarak dilakukan dengan menggunakan pita ukur 100 meter.
Tingkat ketelitian hasil pengukuran jarak dengan menggunakan pita ukur,
sangat tergantung kepada cara pengukuran itu sendiri dan keadaan
permukaan tanah.
Untuk menjamin ketelitian pengukuran jarak, maka dilakukan juga
pengukuran jarak optis pada saat pembacaan rambu ukur sebagai
koreksi.
b) Pengukuran Sudut Jurusan;
Sudut jurusan sisi-sisi poligon adalah besarnya bacaan lingkaran
horizontal alat ukur sudut pada waktu pembacaan ke suatu titik. Besarnya
sudut jurusan dihitung berdasarkan hasil pengukuran sudut mendatar di
masing-masing titik poligon.
β = Sudut Mendatar;
αAB = Bacaan skala horizontal ke target kiri;
αAC = Bacaan skala horizontal ke target kanan.
KI = ≤ 1 : 5.000
Ex, kemudian bacaan yang benar ditulis diatasnya dengan ballpoint warna
hitam;
d) Pada formulir data harus ditulis dengan lengkap: nomor halaman, jenis &
nomor alat, nama surveyor, tanggal pengukuran, lokasi dan sebagainya;
e) Penentuan BM sebagai referensi tinggi akan ditunjukkan oleh tim teknis
dan PPK Pekerjaan kemudian.
3) Route pengukuran akan disesuaikan dengan rencana trase saluran yang ada
sesuai dengan pengukuran yang telah pernah dilakukan;
4) Alat yang akan digunakan adalah Theodolie TO dan Waterpass N12, NAK1,
NAK2, atau sejenis dan sederajat dengan ketelitian detail pengukuran 10 cm
di atas kontrol rangka pemetaan yang diratakan kesetiap titik-titik;
5) Menetapkan dan memasang BM baru dari beton apabila jarak antara BM
lebih dari 2000 m. Untuk bangunan-bangunan yang telah ada, cukup dengan
memasang baut pada as bangunan dipuncak tembok pengiring atau sayap,
atau patok paralon yang dicor semen;
6) Mengukur kembali ketinggian semua patok BM yang ada dan dipasang baru
dan koordinat (x,y,z). Pelaksanaan pengukuran BM sebagai berikut:
a) BM baru dipasang jika BM yang ada tidak memenuhi syarat per 500 Ha untuk
skala 1 : 5000 dan 250 Ha untuk skala 1 : 2000;
b) Sistem penomoran BM mengikuti penomoran yang sudah ada;
c) Ukuran, bentuk dan type BM yang dipasang harus mengikuti standard irigasi.
7) Membuat daftar (register) BM lama baru yang menunjukan letak dan
koordinat (x,y,z) pada peta;
diperoleh Jarak datar dan beda tinggi antara dua titik yang telah diketahui
koordinatnya (X, Y, Z).
Untuk menentukan tinggi titik B dari tinggi A yang telah diketahui koordinat (X, Y,
Z), digunakan rumus sebagai berikut:
Untuk menghitung jarak datar (Dd):
Dimana:
TA = salah penutup sudut;
TB = jumlah titik poligon;
ΔH = beda tinggi antara titik A dan B
Ba = bacaan benang diafragma atas;
Bb = bacaan benang diafragma bawah;
Bt = bacaan benang diafragma tengah;
TA = tinggi Alat;
Do = jarak optis [100(Ba-Bb)];
m = Sudut miring.
Dimana:
g = Azimuth geografis;
m = Azimuth Magnetis.
Pada pelaksanaannya kerapatan titik detail akan sangat tergantung pada skala
peta yang akan dibuat, selain itu keadaan tanah yang mempunyai perbedaan tinggi
yang ekstrim dilakukan pengukuran lebih rapat.
1) Sondir
2) Bor Tangan
− Pengambilan contoh tanah asli pada kedalaman minus 1,50 m dan minus 5,5
m dari muka air tanah asli kecuali jika ditentukan lain;
− Pengambilan contoh tanah tidak asli pada setiap interval kedalaman 1.00 m
disimpan dalam plastik yang diberi label;
− Contoh tanah asli diambil dengan tabung baja tipis, kemudian kedua ujung
tabung ditutup dengan lilin atau parapin agar kadar air asli dan struktur tanah
tidak berubah dan disimpan dalam kantong plastik yang diberi label;
3) Bor Mesin
− Deskripsi tanah dilakukan terus menerus sepanjang lubang bor secara visual;
− Mata bor yang digunakan pada ujung laras bor (core barrel) adalah Tungsten
bit;
− Laras bor tunggal (single core barrel) digunakan pada tanah lunak dan laras
bor ganda (double core barrel) digunakan pada tanah keras;
− Pengambilan contoh tanah asli dilakukan pada lapisan tanah kohesif yang
mempunyai konsistensi antara Sangay lunak sampai dengan padat, dengan
interval kedalaman 2 m atau disesuaikan dengan kondisi lapisan tanah yang
dijumpai dilapangan;
− Ujung tabung yang berisi tanah asli pada bagian atas dan bawah ditutup
dengan lilin atau parafin agar kadar air dan struktur tanah tidak berubah
kemudian dimasukkan kedalam kantong plastik yang diberi label dan
disimpan di dalam peti kayu agar terhindar dari kemungkinan terkena
tumbukan atau panas matahari secara langsung;
− Standard penetration test dan split barrel sampling dilakukan setiap interval
kedalaman 2 m;
− Perlawanan penetrasi atau harga N atau N value adalah jumlah pululan yang
dibutuhkan untuk penetrasi split spoon sampler sedalam 30 cm, dimana
sebelumnya harus dilakukan penetrasi awal sedalam 15 cm dan jumlah
pemukulannya diabaikan;
− Pada lapisan tanah keras dimana N sudah mencapai lebih besar dari 50, maka
SPT dihentikan dan dicatat kedalaman penetrasinya;
− Index properties pemantauan kadar air yang mencakupƒ pemantauan berat isi
basah, pemantauan berat isi kering, pemantauan berat jenis, pemantauan batas
cair, batas plastis , index plastis , analisis butiran ;
− Tes kimia ƒyang mencakup keasaman (pH) dan kadar garam atau electric
conductivity.
Intake merupakan suatu bangunan penangkap atau pengambilan air baku yang
akan diolah sesuai dengan perencanaan. Pada intake, air baku akan dikumpulkan
dan ditransmisikan ke bangunan pengolahan.
Syarat utama bangunan intake adalah kehandalan, keamanan dan pengoperasian
yang minimal. Terdapat bermacam-macam jenis intake yang tergantung kepada
lokasi penangkapan air.
Survey titik pengambilan air baku dilakukan untuk mengetahui pada titik mana
akan direncanakan bangunan intake air baku , pengaliran air baku dan jenis intake
air baku yang akan digunakan. Titik pengambilan air baku harus diletakkan pada
segmen aliran sungai yang lurus dan memiliki aliran yang laminer. Jika ditinjau dari
segi kemiringan kemiringan elevasi sungai Cibeureum yang memiliki slope yang
rendah, maka dapat diambil kesimpulan bahwa jenis intake terbaik yang dapat
digunakan adalah intake kanal. Sistem pengaliran air baku kemungkinan besar
akan menggunakan sistem pemompaan untuk mengalirkan air baku dari intake ke
bangunan pengolahan air. Adapun jenis pompa yang digunakan dapat
menggunakan pompa jenis submersible atau pompa jenis sentrifugal.
Survei lain yang harus dilakukan pada survey unit air baku adalah survey jalur pipa
transmisi air baku. Dalam menentukan jalur (trace) pipa transmisi beberapa hal
yang harus diperhatikan adalah ;
Lokasi bangunan pengolahan air diupayakan memiliki jarak yang dekat dengan
loksi intake air baku. Hal ini bertujuan untuk mengurangi biaya pengadaan dan
pemasangan pipa transmisi air baku dan menghindari penggunaan pompa yang
memiliki head terlalu tinggi, sehingga dapat meminimalkan penggunaan daya
listrik pompa yang terlalu besar. Luasan lahan rencana bangunan IPA harus dapat
memuat bangunan-bangunan sebagai berikut :
1. Bangunan IPA yang terdiri dari Koagulasi, Flokulasi, Seduimentasi dan Filtrasi
2. Bangunan Reservoir Distribusi
3. Bangunan Operasional yang terdiri dari bangunan laboratorium, unit
pembubuhan bahan kimia, gudang bahan kimia dan kantor unit pengelola.
4. Bangunan Ruang Trafo PLN, Panel dan Ruang Genset.
5. Bangunan pengelolaan lumpur buangan dari unit sedimentasi dan backwash
filter IPA. Sistem pengelolaan lumpur dapat menggunakan sistem sludge
thickener dan filter press atau sludge drying bed (SDB)
6. Bangunan ruang jaga
7. Bangunan SCADA (jika akan menggunakan sistem otomasi IPA)
Dalam pelaksanaan survei bidang air minum perlu dilakukan persiapan sebagai berikut:
Prosedur pelaksanaan survei lokasi sistem pengelolaan air minum pada kegiatan ini
mencakup langkah-langkah sebagai berikut :
− Penyelidikan tanah ;
− Biaya transportasi
Ketersediaan bahan/material;
1) Sumber
2) Regional
4) cadangan (stock)
5) kemampuan suplai
Kualitas bahan/material
Kemampuan suplai
2) pengalaman suplai/reputasi
Harga Bahan
1) harga satuan
2) harga pengangkutan
Dalam pelaksanaan survei dan penelitian harga satuan dapat dibedakan menjadi 2
kegiatan utama, yaitu :
− Survei instansional dari database yang dimiliki oleh Dinas Perumahan Dan Kawasan
Permukiman Kota Cimashi
Analisa yang digunakan merupakan analisa harga satuan pekerjaan yang dikeluarkan
oleh Kementerian Pekerjaan Umum, dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
yang meliputi analisa perhitungan harga satuan pekerjaan untuk kontruksi SPAM.
Proses survei dan Inventarisasi Lapangan akan dituangkan dalam Laporan Antara.
Laporan Antara akan diserahkan maksimal 2 (dua) bulan sejak SPK dikeluarkan.
Melakukan analisis data sehingga menghasilkan aspek kuantitatif dan aspek kualitatif
yang dapat dipakai sebagai bahan untuk menyusun konsep dan Perencanaan Teknis
(DED) Pembangunan Spam Cimahi Utara Kelurahan Pasirkaliki. Analisis dimulai
dengan memperkirakan pertumbuhan penduduk sampai tahun proyeksi 2031 serta
kebutuhan air minumnya. Selain kebutuhan air minum untuk pemakaian domestik,
dihitung juga perkiraan air minum untuk non-domestik .
Kegiatan analisis dilakukan terhadap semua data yang telah dikumpulkan pada saat
kegiatan survey lapangan antara lain:
Metoda Aritmatik
Metode ini biasa disebut dengan rata-rata perhitungan, digunakan jika data
berkala menunjukkan jumlah penambahan relatif sama setiap tahun. Formulanya
adalah :
Pn = Po ( 1 + r.n)
Dimana :
Pn = jumlah penduduk pada akhir tahun proyeksi
Po = jumlah penduduk pada awal tahun proyeksi
R = laju perkembangan penduduk (%)
N = jumlah tahun proyeksi
Metoda Geometrik
Pn = Po ( 1 + r) n
Dimana :
Pn = jumlah penduduk pada akhir tahun proyeksi
Po = jumlah penduduk pada awal tahun proyeksi
R = laju perkembangan penduduk (%)
N = jumlah tahun proyeksi
Y = a +b.x
Dimana :
Y = jumlah penduduk pada tahun proyeksi ke n (jiwa)
A = jumlah penduduk pada tahun awal (jiwa)
B = pertambahan penduduk rata-rata (jiwa/tahun)
X = jumlah penduduk proyeksi
Dimana :
Y = data jumlah penduduk
X = tambahan tahun terhitung dari tahun dasar
N = Jumlah tahun proyeksi
Pada tahap ini konsultan akan analisa proyeksi kebutuhan air sesuai kondisi dan
perkembangan penduduk serta perkembangan wilayah.
Konsumsi atau pemakaian air adalah banyaknya air yang dipakai untuk berbagai
penggunaan. Konsumsi air tergantung dari fungsi pemakai air (konsumen) dan
jenis pelayanan air, termasuk didalamnya ketergantungan pada variabel
penggunaan air.
Secara umum faktor yang mempengaruhi terhadap konsumsi air dibagi menjadi 2
(dua), yaitu faktor dari sisi supply dan faktor dari sisi demand.
− Supply (pelayanan)
Beberapa hal yang mempengaruhi pelayanan air sebagai sumber air minum
utama adalah :
− Demand (permintaan)
Dari sisi demand, jumlah konsumsi air dipengaruhi oleh keadaan konsumen
yang meliputi keadaan sosial ekonomi, budaya, urgensi (tingkat kebutuhan
air) terhadap air minum dan willingness to pay (kesanggupan untuk
membayar).
Sambungan Rumah
Hidran Umum
1. Fluktuasi dari jam ke jam dalam sehari, disini terdapat faktor jam
puncak (Fp). Kebutuhan air pada saat jam puncak, yang
digunakan sebagai dasar perencanaan sistem jaringan perpipaan
distribusi air minum. Faktor jam puncak ini dipengaruhi oleh :
Rencananya pada kegiatan ini, air baku akan diambil dari Sungai Cibeureum
dan Kolam Retensi yang terletak di Kelurahan Pasirkaliki.
Dari tabel 5.13 dapat disimpulkan bahwa sungai Cibeureum memiliki debit
rata-rata sebesar 0.43 m3/detik atau setara dengan 430 liter/detik, sehingga
dapat diambil kesimpulan bahwa debit air baku maksimum yang dapat
dimanfaatkan sebagai sumber air baku untuk SPAM Cimahi Utara, Kelurahan
Pasirkaliki adalah sebesar 120 liter/detik (± 30% x debit rata-rata Sungai
Cibeureum).
Secara garis besar bentuk geometri poligon dibagi menjadi Poligon Tertutup
(loop) dan Poligon Terbuka, apabila dalam hitungan syarat geometri tidak
terpenuhi maka akan timbul kesalahan penutup sudut yang harus
dikoreksikan ke masing-masing sudut yang akan diuraikan sebagai berikut.
Koordinat titik kerangka dasar dihitung dengan perataan metoda Bowdith.
Rumus-rumus yang merupakan syarat geometrik poligon dituliskan sebagai
berikut:
dimana:
= Jarak vektor antara dua titik yang berurutan;
= Jumlah jarak;
= Absis;
= Elemen vektor pada sumbu absis;
= Banyak titik ukur.
Koreksi Ordinat
dimana:
= Jarak vektor antara dua titik yang berurutan;
= Jumlah jarak;
= Ordinat;
= Elemen vektor pada sumbu ordinat;
= Banyak titik ukur.
Untuk mengetahui ketelitian jarak linier-(SL) ditentukan berdasarkan
besarnya kesalahan linier jarak (KL).
SL =
Kl =
sebagai berikut:
dimana:
= azimuth matahari;
= deklinasi matahari dari almanak matahari;
= sudut miring ke matahari;
= lintang pengamat (hasil interpolasi peta topografi).
Dalam perhitungan azimuth matahari harga sudut miring (m) atau sudut
Zenith (Z) yang dimasukkan adalah harga definitif sebagai berikut:
Dimana:
Zd = atau;
d
m =
d
Z = sudut zenith definitif;
md = sudut miring definitif;
u
Z = sudut zenith hasil ukuran;
u
m = sudut zenith hasil ukuran;
r = koreksi refraksi;
1/2d = koreksi semidiameter;
p = koreksi paralax;
l = salah indeks alat ukur.
Dimana:
H = Tinggi titik;
ΔH = Beda tinggi;
Btb = Benang tengah belakang;
Btm = Benang tengah muka;
Dimana:
TA = Titik tinggi A yang telah diketahui;
TB = Titik tinggi B yang akan ditentukan;
ΔH = Beda tinggi antara titik A dan B;
Ba = Bacaan benang diafragma atas;
Bb = Bacaan benang diafragma bawah;
Bt = Bacaan benang diafragma tengah;
TA = Tinggi alat;
Dd = Jarak optis [100(Ba-Bb)];
m = Sudut miring.
C = αg–αm
Dimana:
G = Azimuth geografis;
M = Azimuth Magnetis.
Pada pelaksanaannya kerapatan titik detail akan sangat tergantung pada skala
peta yang akan dibuat, selain itu keadaan tanah yang mempunyai perbedaan
tinggi yang ekstrim dilakukan pengukuran lebih rapat.
Penggambaran
1) Pengambaran diatas kertas HVS ukuran A3 ;
2) Pengambaran penampang memanjang dan melintang rencana jaringan
pepipaan digambar dalam satu lembar kertas HVS dengan ketentuan:
− Situasi Trace saluran skala 1: 100;
− Potongan memanjang:
Horisontal : Skala I : 100;
Vertikal : Skala 1: 100
3) Draft pengambaran harus dilakukan diatas kertas milimeter yang diperiksa
dan disetujui oleh PPK Pekerjaan dan dinyatakan secara tertulis;
gambar peta harus sesuai dengan ketentuan dari tim teknis dan PPK
Pekerjaan;
8) Sehubungan dengan ketelitian peta, ditetapkan batasan sebagai berikut:
a) Semua tanda silang untuk grid koordinat tidak boleh mempunyai
kesalahan lebih dari 0,3 mm, diukur dari titik kontrol horizontal terdekat;
b) Titik kontrol vertikal, posisi horizontalnya tidak boleh mempunyai
kesalahan lebih dari 0,60 mm, diukur dari garis atau titik kontrol
horisontal terdekat;
c) Pada sambungan gambar, lebar peta satu dengan yang lain, garis kontour,
bangunan, saluran, dan sungai, harus tepat tersambung.
‒ pondasi telapak
qult = 1,3 c.Nc + g.D.Nq + 0,4 g.B.Ng
‒ pondasi lingkar
qult = 1,3 c.Nc + g.D.Nq + 0,3 g.B.Ng
(b) untuk pondasi local shear failure dimana dasar pondasi terendam air
atau dibawah pengaruh muka air tanah, maka harus dilakukan
koreksi terhadap rumus-rumus dari Terzaghi tersebut diatas sebagai
berikut:
‒ nilai c menjadi c’ = 2/3 c
‒ nilai f menjadi tan f = 2/3 tan f
(c) faktor keamanan,
qult
q all =
Fk
dimana:
B = lebar pondasi
D = kedalaman pondasi
L = panjang pondasi
c = kohesi
Fk = faktor keamanan
qc
=n kg /cm 2
qall
N=20, untuk kondisi lapisan tanahnya adalah staff clay, sandy clay dan silty
clay
Untuk pondasi dangkal dimana dasar pondasi selalu terendam air dan selalu
berada dibawah pengaruh muka air tanah, maka harus dilakukan dengan
faktor keamanan sebesar 0,5 terhadap persamaan tersebut diatas. Dimana:
qc = nilai konus
c . Nc . A
q all =
Fk
dimana:
Fk = faktor keamanan
qc . A
q all =
Fk
dimana:
Fk = faktor keamanan
qc . A T f . O
q all = +
Fk 1 Fk 2
dimana:
O = keliling tiang
{(n−1).m+(m−1). n }
E g=1−∅
900 .m . n
Maka daya dukung kelompok tiang sebagai berikut:
q kall =q all . n . E g
dimana:
d = diameter
N = jumlah tiang
2. Perhitungan Penurunan
Perhitungan penurunan pondasi harus diperhitungkan sampai kedalaman lapisan
tanah keras dengan nilai konus lebih besar dari - 150 kg/cm2 , dimana lapisan tanah
dibagi menjadi beberapa lapisan tipis dengan tebal 1.00 m, hal ini perlu untuk
memperhitungkan nilainilai tegangan semula dengan tegangan akibat adanya
beban tambahan, untuk pondasi dangkal dapat diperhitungakan dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:
Cc. H Po + dp
Sc = . log
1+e o Po
dimana:
H = kedalaman (cm)
CC = index pemampatan
Dimana:
H = kedalaman (cm)
Pada hakekatnya pengolahan air minum adalah upaya untuk pendapatkan air minum
dengan kualitas sesuai dengan stadar yang berlaku dengan cara fisika, kimia ataupun
secara biologis. Fasilitas pengolahan air minum harus mempunyai kemampuan untuk
mengolah air baku yang belum memenuhi syarat untuk air minum menjadi air olahan
dengan kualitas yang sesuai dengan persyaratan. Fasilitas pengolahan air yang dipilih
harus mampu selalu berfungsi dengan baik walaupun saat kondisi air baku paling
buruk. Air olahan yang dihasilkan harus selalu memenuhi kriteria kualitas air bersih.
Pada gambar 5.5 disajikan sistem pengolahan air baku yang berasal dari air
permukaan.
Pada gambar E.4 Diagram Proses Pengolahan Air Minum dengan Air Baku Air Permukaan (Sumber : JWWA)
Untuk Bak dengan bentuk persegi panjang (rectangular basin), panjang bak dapat
dihitung dengan mengunakan rumus sebagai berikut :
Dimana :
L = Panjang bak (meter)
H = Kedalaman efektif air di dalam bak (meter)
U = Kecepatan pengendapan partikel yang akan dipisahkan (cm/det).
V = Kecepatan rata-rata aliran di dfalam bak (cm/det)
K = Koeficient (safety rate) besarnya 1,5 – 2,0
Kriteria Desain
Waktu tinggal (residence time) standar : 10 - 20 menit.
Kecepatan aliran horizontal dalam kolam rata-rata : 2 -7 cm/detik.
Tinggi permukaan air maksimun dalam bak harus diatur lebih rendah dari
permukaan air minimun di titik penyadapan.
Kedalaman efektif bak antara : 3 - 4 meter.
Jarak antara tinggi permukaan air maksimun dalam bak dengan bibir bak yakni :
60 - 100 cm
b. Unit Koagulasi
Fungsi
Partikel-partikel kotoran dalam air baku yang mempunyai ukuran dengan diameter
10-2 mm dengan cara pengendapan biasa tanpa bahan kimia. Tetapi untuk partikel
yang sangat halus dengan ukuran lebih kecil 10 -2 mm dan juga partikel-partikel koloid
sulit untuk dipisahkan dengan pengendapan tanpa bahan kimia. Oleh karena itu di
dalam sistem pengolahan air misalnya untuk penghilangan warna organik, proses
koagulasi sangat penting agar partikel koloid yang sulit mengendap tadi dapat
digumpalkan sehingga membentuk grup partikel yang lebih besar dan berat yang
dengan cepat dapat diendapkan atau disaring. Untuk itu perlu bak koagulasi untuk
mendapatkan proses koagulasi yang efektif.
Proses
Proses koagulasi dibagi menjadi dua tahap yang pertama yaitu koagulasi partikel-
partikel kotoran menjadi flok-flok yang masih halus/kecil dengan cara pengadukan
cepat segera setelah koagulan dibubuhkan.
Tahap ini disebut dengan pencampuran cepat dan prosesnya dilakukan pada bak
pencampur cepat (mixing basin). Tahap selanjutnya adalah proses pertumbuhan flok
agar menjadi besar dan stabil yaitu dengan cara pengadukan lambat pada bak
flokulator. Proses tersebut dinamakan flokulasi. Dengan demikian untuk proses
koagulasi diperlukan dua buah bak yakni untuk bak pencampur cepat dan bak
flokulator.
Bak pencampur cepat harus dilengkapi dengan alat pengaduk cepat agar bahan kimia
(koagulan) yang dibubuhkan dapat bercampur dengan air baku secara cepat dan
merata. Oleh karena kecepatan hidrolisa koagulan dalam air besar maka diperlukan
pembentukan flok-flok halus dari koloid hidroksida yang merata dan secepat
Dimana :
G = gradient kecepatan ( detik-1 )
P = power input, Watt (N.m/s)
V = Volume bak pencampur cepat (m3)
µ = Viskositas (N.s/m2)
Waktu Tinggal
Waktu tinggal dalam bak pencampur : 1 - 5 menit
c. Unit Flokulasi
Fungsi
Untuk pembentukan flok-flok agar menjadi besar dan stabil sehingga dapat
diendapkan dengan mudah atau disaring. Untuk proses pengendapan dan
penyaringan maka partikel-partikel kotoran halus maupun koloid yang ada dalam air
baku harus digumpalkan menjadi flok-flok yang cukup besar dan kuat untuk dapat
diendapkan atau disaring. Flokulator pada hakekatnya adalah kombinasi antara
pencampuran dan pengadukan sehingga flok-flok halus yang terbentuk pada bak
pencampur cepat akan saling bertumbukan dengan partikel-partikel kotoran atau
flok-flok yang lain sehingga terjadi gumpalan gumpalan flok yang besar dan stabil.
Proses pembentukan flok dimulai dari proses koagulasi sehingga terbentuk flok-flok
yang masih halus. Flok-flok tersebut akan saling bertumbukan dengan sesama flok
atau dengan partikel kotoran yang ada dalam air baku sehingga akan menggabung
membentuk gumpalan flok yang besar sehingga mudah mengendap.
Proses
Di dalam proses flokulasi hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain :
Proses flokulasi harus sesuai dengan cara pengadukan yang dilakukan agar
pembentukan flok dapat berjalan dengan baik dan efektif.
Kecepatan pengadukan di dalam bak flokulator harus bertahap dan kecepatannya
makin pelan kearah aliran keluar (down stream).
Perencanaan peralatan pengadukan didasarkan pada perhitungan gradien
kecepatan dalam bak flokulator
Menurut Camp dan Stein, kecepatan pembentukan flok berbanding lurus dengan
konsentrasi partikel atau flok per satuan volume, diameter flok dan juga gradien
kecepatan ( harga G ). Dalam arti bahwa untuk mendapatkan flok-flok dengan ukuran
yang besar maka makin besar konsentrasi flok maka pertumbuhan flok- flok agar
tumbuh membentuk flok dengan ukuran yang besar akan lebih cepat. Pada saat
pembentukan flok mencapai tingkat ukuran tertentu maka flok-flok tersebut menjadi
tidak stabil dan akan mudah pecah kembali akibat gesekan yang disebabkan karena
aliran air. Oleh karena itu kecepatan pengadukan harus dibatasi sampai tingkat
tertentu pula. Hal ini biasanya ditunjukkan dalam parameter gradien kecepatan.
Kriteria Desain
Gradien Kecepatan (gradient velocity)
Untuk pencampuran lambat harga G : 10 – 75 detik -1
dimana :
Td = waktu pengadukan atau waktu tinggal
Q = Laju alir air baku (m3/s)
G = gradient kecepatan (detik-1)
P = power input, Watt (N.m/s).
= Densitas air (Kg/m3)
H = Total head loss (m)
d. Unit Sedimentasi
Fungsi
Unit operasi untuk menghilangkan materi tersuspensi atau flok kimia secara gravitasi.
Proses sedimentasi pada pengolahan air bersih umumnya untuk menghilangkan
padatan tersuspensi sebelum dilakukan proses pengolahan selanjutnya.
Proses
Beberapa faktor yang mempengaruhi proses pengendapan antara lain yakni
kecepatan pengendapan partikel yang mana sangat dipengaruhi oleh ukuran partikel,
density partikel serta bentuk partikelnya.
Untuk bak pengendap dengan aliran kontinyu, biasanya dapat di bagi menjadi 4
(empat) bagian yaitu :
1. Bagian Pemasukan ( Inlet Zone )
2. Bagian Pengendapan ( Settling Zone )
3. Bagian dasar/lumpur ( Bottom Zone)
4. Bagian Pengeluaran (Outlet Zone)
Efisiensi pengendapan ditunjukkan oleh ratio dari partikel- partikel yang mengendap
dengan jumlah partikel yang masuk. Mekanisme pengendapan pada bak pengendap
dapat ditunjukkan seperti Gambar 3.5
Gambar E.5
Keterangan :
Vd = pengendap.
C = Volume Bak.
e. Unit Filtrasi
Fungsi
Memisahkanpadatan tersuspensi dari dalam air yang diolah. Pada penerapannya
filtrasi digunakan untuk menghilangkan sisa padatan tersuspensi yang tidak
terendapkan pada proses sedimentasi. Pada pengolahan air buangan, filtrasi
dilakukan setelah pengolahan kimia-fisika.
Proses
Di dalam pengoperasian saringan pasir cepat terdiri dari 3 (tiga) tahap yaitu :
1. Tahap Penyaringan (filtrasi)
2. Pencucian Filter atau pencucian balik (back wash)
3. Penyaringan awal setelah pencucian filter dibuang untuk beberapa saat.
Untuk proses operasi secara otomatis diperlukan beberpa peralatan kontrol antara
lain:
Alat kontrol laju aliran (flow rate controler)
Alat indikator Headloss
Turbiditi-meter on line.
Di dalam perencanaan sistem saringan pasir cepat (filter plant), beberpa hal yang
perlumdilakukan antara lain :
Menghitung luas filter yang diperlukan
Menetukan jumlah filter yang tepat
Pemilihan tipe pengontrolan aliran
Pemilihan tipe sistem penguranan atau pengetapan (underdrain system).
Pemilihan material media filter, ukuran serta distribusi ukuran.
Pemilihan sistem pencucian balik dan sistem pencucian pembantu.
Perencanaan saluran pencuci
Perencanaan pipa inlet, outlet, pipa pencuci utama
f. Unit Reservoir
(1) Fungsi
Untuk menampung air bersih hasil pengolahan dari unit IPA sebelum di
distribusikan ke wilayah pelayanan. Selain sebagai penampung air bersih fungsi lain
reservoir adalah sebagai;
Keterangan:
Kolom 3 (Suplai Air per Jam) Supply air per jam dalam % dari sistem transmisi
Untuk menghitung volume reservoir, maka digunakan nilai rata-rata dari jumlah
seperti pada table di atas karena perbedaan diantara kedua jumlah tersebut
sebenarnya hanya untuk menghitung kapasitas reservoir dan perbedaan diantara
Z = (27,70 + 27,62) / 2
= 27,66 %
Dimensi reservoir ditentukan dengan melihat kondisi lahan yang tersedia, idealnya
kedalaman reservoir tidak lebih dari 4,0 m dengan perbandingan panjang : lebar
minimal adalah 2 : 1
(4) Kinerja
Bangunan reservoir adalah bangunan kedap air
Bila reservoir dilengkapi pompa distribusi, posisi pompa distribusi
direkomendasikan pompa dalam posisi positive suction (level air berada diatas level
pompa)
(5) Bentuk dan Material
Reservoir bisa berbentuk persegi panjang, bukur sangkar atau lingkaran. Material
kontruksi bisa menggunakan beton bertulang dengan finishing water proffing,
material metal (baja, alum, steel).
(6) Perlengkapan
Pipa overflow
Pipa Vent
Pipa Penguras
Sekat Baffle (pengarah aliran)
Rumah/Ruang Pompa/Ruang Valve
Base demand
Panjang pipa yang akan digunakan
Faktor kekasaran pipa yang digunakan
Elevasi node jaringan perpipaan
Dimana :
S1 = HAV / Leq
Dimana :
Q = Q peak day
D = Diameter teoritis.
HLmayor = S2 x Leq
Dimana :
HL minor = KV 2 / 2g
Dimana :
K = Konstanta
Z = Tinggi Elevasi
A. Kriteria Desain
Untuk merencanakan sistem perpipaan distribusi pada suatu wilayah yang memenuhi syarat
dari segi kuantitas, kualitas dan kontinuitas dibutuhkan suatu standar dan kriteria
perencanaan yang handal. Penyusunan kriteria tersebut berpedoman pada kriteria
perencanaan yang umum digunakan dan Petunjuk Teknis Perencanaan Rancangan Teknik
Sistem Penyediaan Air Minum, Departemen Pekerjaan Umum dan disesuaikan dengan
kondisi daerah perencanaan. Pada table dibawah disajikan komponen perencanaan terkait
kriteria desain yang akan digunakan pada perencanaan jaringan perpipaan distribusi.
BATASAN DISAIN
NO. KOMPONEN PERENCANAAN SATUAN DISAIN
KRITERIA
BATASAN DISAIN
NO. KOMPONEN PERENCANAAN SATUAN DISAIN
KRITERIA
BATASAN DISAIN
NO. KOMPONEN PERENCANAAN SATUAN DISAIN
KRITERIA
(1) Ketepatan pemilihan jenis pipa yang sesuai dengan karakteristik tanah di daerah
yang akan dilalui jalur perpipaan distribusi.
(2) Biaya pengadaan dan pemasangan pipa distribusi
(3) Sifat fisik pipa yang akan digunakan
(4) Kemudahan dalam pemasangan, operasional dan perawatannya.
Pada tabel 5.16 – 5.18 disajikan alternatif pemilihan pipa yang dapat digunakan
berdasarkan karakteristik tanahnya.
Tabel 5.16 Alternatif Pemilihan Jenis Pipa Pada Karakteristik Tanah Biasa
A. Kesesuaian Pemilihan Jenis
B. Biaya (30%) C. Sifat Fisik (20%) D. Pemasangan, Operasional Dan Maintenance (25%)
Pipa (25%)
Ketahanan Penanganan
Karakteristik Pengadaan dan Ketahanan Roughness Ketahanan Kemudahan Pemasangan Pipa Ketersediaan Total
Jenis Pipa Terhadap Elastisitas Pipa Pada Saat Terjadi
Tanah Biasa Score Pemasangan Score Terhadap Tekanan (Kekasaran) Pipa Terhadap Korosi Score Pemasangan Expose Asesoris Score Score
Benturan Kebocoran
Terhadap Terhadap Terhadap Terhadap
Total Total Total Total
Nila
Nilai Bobot Nilai Bobot Nilai Bobot Nilai Bobot Nilai Bobot Bobot Nilai Bobot Nilai Bobot Nilai Bobot Nilai Bobot Nilai Bobot
i
20.00
3 100.00% 0.75 3 100.00% 0.90 1 3 30.00% 1 20.00% 3 20.00% 2 10.00% 0.42 3 35.00% 1 10.00% 3 20.00% 3 35.00% 0.70
Pipa PVC % 2.77
Pipa Steel :
20.00
2 100.00% 0.50 2 100.00% 0.60 3 1 30.00% 3 20.00% 1 20.00% 1 10.00% 0.36 2 35.00% 3 10.00% 2 20.00% 1 35.00% 0.44
- ERW % 1.90
20.00
2 100.00% 0.50 1 100.00% 0.30 3 1 30.00% 3 20.00% 1 20.00% 1 10.00% 0.36 2 35.00% 3 10.00% 2 20.00% 1 35.00% 0.44
- Seamless % 1.60
- Cement 20.00
3 100.00% 0.75 1 100.00% 0.30 3 3 30.00% 3 20.00% 2 20.00% 1 10.00% 0.52 2 35.00% 3 10.00% 2 20.00% 1 35.00% 0.44
Lining % 2.01
- Galvanized 20.00
2 100.00% 0.50 2 100.00% 0.60 3 2 30.00% 3 20.00% 3 20.00% 1 10.00% 0.50 2 35.00% 3 10.00% 2 20.00% 1 35.00% 0.44
steel % 2.04
20.00
3 100.00% 0.75 3 100.00% 0.90 3 3 30.00% 2 20.00% 3 20.00% 3 10.00% 0.56 3 35.00% 2 10.00% 2 20.00% 2 35.00% 0.59
Pipa HDPE % 2.80
20.00
3 100.00% 0.75 1 100.00% 0.30 3 3 30.00% 3 20.00% 2 20.00% 1 10.00% 0.52 1 35.00% 2 10.00% 1 20.00% 1 35.00% 0.28
Pipa DCI % 1.85
Tabel 5.17 Alternatif Pemilihan Jenis Pipa Pada Karakteristik Tanah Berbatu
A. Kesesuaian Pemilihan
B. Biaya (30%) C. Sifat Fisik (20%) D. Pemasangan, Operasional Dan Maintenance (25%)
Jenis Pipa (25%)
10.00
1 100.00% 0.30 3 100.00% 0.75 1 20.00% 3 30.00% 1 20.00% 3 20.00% 2 10.00% 0.42 3 35.00% 1 3 20.00% 3 35.00% 0.70
Pipa PVC % 2.17
Pipa Steel :
10.00
3 100.00% 0.90 2 100.00% 0.50 3 20.00% 1 30.00% 3 20.00% 1 20.00% 1 10.00% 0.36 2 35.00% 3 2 20.00% 1 35.00% 0.44
- ERW % 2.20
10.00
3 100.00% 0.90 1 100.00% 0.25 3 20.00% 1 30.00% 3 20.00% 1 20.00% 1 10.00% 0.36 2 35.00% 3 2 20.00% 1 35.00% 0.44
- Seamless % 1.95
- Cement 10.00
3 100.00% 0.90 1 100.00% 0.25 3 20.00% 3 30.00% 3 20.00% 2 20.00% 1 10.00% 0.52 2 35.00% 3 2 20.00% 1 35.00% 0.44
Lining % 2.11
- Galvanized 10.00
2 100.00% 0.60 2 100.00% 0.50 3 20.00% 2 30.00% 3 20.00% 3 20.00% 1 10.00% 0.50 2 35.00% 3 2 20.00% 1 35.00% 0.44
steel % 2.04
10.00
2 100.00% 0.60 3 100.00% 0.75 3 20.00% 3 30.00% 2 20.00% 3 20.00% 3 10.00% 0.56 3 35.00% 1 2 20.00% 2 35.00% 0.56
Pipa HDPE % 2.47
10.00
3 100.00% 0.90 1 100.00% 0.25 3 20.00% 3 30.00% 3 20.00% 2 20.00% 1 10.00% 0.52 1 35.00% 1 1 20.00% 1 35.00% 0.25
Pipa DCI % 1.92
Tabel 5.18 Alternatif Pemilihan Jenis Pipa Pada Karakteristik Tanah Gambut Kering
A. Kesesuaian Pemilihan
B. Biaya (25%) C. Sifat Fisik (20%) D. Pemasangan, Operasional Dan Maintenance (20%)
Jenis Pipa (35%)
Pemasangan
Penanganan
Pada Ketahanan
Pengadaan dan Ketahanan Roughness Ketahanan Kemudahan Pemasangan Pipa Ketersediaan Pada Saat
Jenis Pipa Karakteristik Terhadap Elastisitas Pipa Total Score
Score Pemasangan Score Terhadap Tekanan (Kekasaran) Pipa Terhadap Korosi Score Pemasangan Expose Asesoris Terjadi Score
Tanah Gambut Benturan
Terhadap Terhadap Terhadap Kebocoran Terhadap
Kering
Total Total Total Total
Nila Nila
Nilai Bobot Nilai Bobot Nilai Bobot Nilai Bobot Nilai Bobot Bobot Nilai Bobot Nilai Bobot Bobot Nilai Bobot Nilai Bobot
i i
20.00 35.00
2 100.00% 0.70 3 100.00% 0.75 1 3 30.00% 1 20.00% 3 20.00% 2 10.00% 0.42 3 35.00% 1 10.00% 3 20.00% 3 0.56
Pipa PVC % % 2.43
Pipa Steel :
20.00 35.00
2 100.00% 0.70 2 100.00% 0.50 3 1 30.00% 3 20.00% 1 20.00% 1 10.00% 0.36 2 35.00% 3 10.00% 2 20.00% 1 0.35
- ERW % % 1.91
20.00 35.00
2 100.00% 0.70 1 100.00% 0.25 3 1 30.00% 3 20.00% 1 20.00% 1 10.00% 0.36 2 35.00% 3 10.00% 2 20.00% 1 0.35
- Seamless % % 1.66
20.00 35.00
2 100.00% 0.70 3 100.00% 0.75 3 3 30.00% 2 20.00% 3 20.00% 3 10.00% 0.56 3 35.00% 1 10.00% 2 20.00% 2 0.45
Pipa HDPE % % 2.46
20.00 35.00
2 100.00% 0.70 1 100.00% 0.25 3 3 30.00% 3 20.00% 2 20.00% 1 10.00% 0.52 1 35.00% 1 10.00% 1 20.00% 1 0.20
Pipa DCI % % 1.67
Pekerjaan kajian dan analisis akan dilaporkan pada Konsep Laporan Akhir yang akan
dilaksanakan dalam waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan.
Hasil-hasil studi yang telah dilakukan akan disajikan dalam bentuk seminar dan
Laporan akhir. Cakupan laporan ini memuat semua hasil analisis dan studi serta
hasil evaluasi, kesimpulan dan rekomendasi. Jenis dan jumlah laporan yang akan
dibuat pada kegiatan ini adalah sebagai berikut:
Laporan Pendahuluan
Dokumen Laporan Pendahuluan ini disusun selambat-lambatnya sebelum
pembahasan Laporan Pendahuluan, dalam format A4 sebanyak 5 (lima)
eksemplar. Laporan Pendahuluan disusun dengan muatan:
1) Rencana pencapaian sasaran (alur pikir, metode pelaksanaan dan jadwal
penyusunan);
2) Hasil pengumpulan data sekunder dan studi terdahulu;
3) Gambaran umum wilayah yang merupakan kompilasi data kebijakan
pengembangan wilayah, kondisi wilayah, kondisi infrastruktur, serta
potensi dan permasalahan pengembangan jaringan perpipaan distribusi
Kota Cimahi.
Laporan Antara
Laporan antara akan diserahkan selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah
kontrak ditandatangani setelah melalui pembahasan dan hasilnya digandakan
sebanyak 5 (lima) eksemplar. Laporan Antara disusun dengan muatan:
1) Hasil studi terkait terdahulu;
2) Hasil survey topografi;
3) Penyusunan kriteria, norma dan standar perencanaan, .
Laporan Akhir
Laporan Akhir ini merupakan laporan final kesuluruhan kegiatan Perencanaan
Teknis (Ded) Pembangunan Spam Cimahi Utara Kelurahan Pasirkaliki.
Dokumen Laporan Akhir ini disusun selambat-lambatnya 30 hari setelah
pembahasan Laporan Akhir dalam format A4 sebanyak 5 (lima) eksemplar
diserahkan bersamaan dengan:
1) Buku 1: Memo Desain, format A4 sebanyak 5 (lima) eksemplar
2) Buku 2: Spesifikasi Teknis, format A4 sebanyak 5 (lima) eksemplar.
3) Buku 3: Engineering Estimate (EE), Daftar Kuantitas Harga Upah dan
Bahan dan Analisa, format A4 sebanyak 5 (lima) eksemplar.
4) Buku 4: Gambar Teknik, Potongan Memanjang, Melintang, dan gambar
detail, format A3 sebanyak 5 (lima) eksemplar.
5) Executife Summary
Secara ringkas diagram alir pelaksanaan pekerjaan disajikan pada gambar 5.7.
ANALISA AIR
DATA PRIMER BAKU
LAPORAN PENDAHULUAN LAPORAN INTERIM (ANTARA) KONSEP LAPORAN (DRAFT FINAL REPORT) LAPORAN AKHIR (FINAL REPORT)
b. Sasaran Internal.
Secara garis besar organisasi pelaksana yang terlibat dalam pekerjaan ini ini adalah
sebagai berikut:
2. Tim Teknis
Tim Teknis atau Tim Pendamping yang ditunjuk oleh Pejabat Pembuat Komitmen,
akan bertanggung jawab dalam melakukan koordinasi dan memberi masukan
terhadap kajian strategi dan rekomendasi dari pekerjaan yang akan dilaksanakan
oleh Konsultan dan juga turut membantu dalam koordinasi dengan instansi terkait
lainnya. Dengan adanya keterlibatan aktif dari Tim Teknis ini diharapkan hasil akhir
yang dicapai dapat maksimal sesuai dengan sasaran yang diharapkan dalam
kerangka acuan kerja.
Pekerjaan ini yang tentu akan berkaitan dengan organisasi pengelolaan air minum
dan lain-lain. Diharapkan Instansi terkait di Daerah dapat aktif bersama konsultan
dalam memberi masukan dalam kegiatan ini di wilayahnya.
4. Konsultan
Team Leader
Secara teknis Team Leader akan mengkoordinir dan bertanggung jawab
terhadap kelancaran pekerjaan sesuai dengan yang telah digariskan dalam
KAK. Demikian pula halnya dengan tugas-tugas koordinasi antar lembaga-
lembaga terkait pada proses penyusunan laporan ini menjadi tanggung jawab
Team Leader.
Struktur organisasi pelaksana kegiatan pekerjaan dapat dilihat pada gambar berikut.
PPK Pekerjaan
TIM TEKNIS “Perencanaan Teknis (DED) Stakeholder Terkait,
Pembangunan Spam Cimahi Utara
Kelurahan Pasirkaliki”
KONSULTAN:
Tenaga Ahli
Ketua Tim
Ahli Teknik Sipil
Ahli Teknik Geodesi
Ahli ME
Ahli K3
Komposisi Tim Konsultan yang akan dilibatkan didalam kegiatan ini terdiri dari tenaga-
tenaga professional yang berpengalaman dibidangnya masing-masing, sesuai dengan
permintaan dalam kerangka acuan kerja. Selain tenaga ahli, dalam pelaksanaan
pekerjaan didukung dengan beberapa tenaga asisten.
TEAM LEADER
AHLI AHLI
AIR MINUM TEKNIK SIPIL
SURVEYOR
TENAGA PENDUKUNG:
Operator Komputer, Sekretaris
Operator Cad, Office Boy
IDENTIFIKASI JENIS
JENIS / TYPE
NO BAHAYA DAN RESIKO PENGENDALIAN RESIKO K3
PEKERJAAN
(K3)
Terlindungi asuransi
Mobil Tenaga Ahli ke Tersedia Surat Tugas / Surat Jalan
1 Kecelakaan moda transportasi
daerah Sewa kendaraan bermotor dengan
menggunakan jasa rental resmi
Kesehatan dan keselamatan kerja (K3) adalah bidang yang terkait dengan kesehatan,
keselamatan, dan kesejahteraan manusia yang bekerja di sebuah institusi maupun
lokasi proyek. Tujuan K3 adalah untuk memelihara kesehatan dan keselamatan
lingkungan kerja. K3 juga melindungi rekan kerja, keluarga pekerja, konsumen, dan
orang lain yang juga mungkin terpengaruh kondisi Kesehatan dan keselamatan kerja
cukup penting bagi moral, legalitas, dan finansial. Semua organisasi memiliki
kewajiban untuk memastikan bahwa pekerja dan orang lain yang terlibat tetap
berada dalam kondisi aman sepanjang waktu. Praktik K3 (keselamatan kesehatan
kerja) meliputi pencegahan, pemberian sanksi, dan kompensasi, juga penyembuhan
luka dan perawatan untuk pekerja dan menyediakan perawatan kesehatan dan cuti
sakit. K3 terkait dengan ilmu kesehatan kerja, teknik keselamatan, teknik industri,
kimia, fisika kesehatan, psikologi organisasi dan industri, ergonomika, dan psikologi
kesehatan kerja.
Bahaya fisik adalah sumber utama dari kecelakaan dibanyak industri. Bahaya
tersebut mungkin tidak bisa dihindari dalam banyak industri seperti konstruksi dan
pertambangan, namun seiring berjalannya waktu, manusia mengembangkan
metode dan prosedur keamanan untuk mengatur risiko tersebut. Buruh anak
menghadapi masalah yang lebih spesifik dibandingkan pekerja dewasa.[4] Jatuh
adalah kecelakaan kerja dan penyebab kematian di tempat kerja yang paling
utama, terutama di konstruksi, ekstraksi, transportasi, dan perawatan bangunan.
Permesinan adalah komponen utama di berbagai industri seperti manufaktur,
pertambangan, konstruksi, dan pertanian, dan bisa membahayakan pekerja.
Banyak permesinan yang melibatkan pemindahan komponen dengan kecepatan
tinggi, memiliki ujung yang tajam, permukaan yang panas, dan bahaya lainnya yang
berpotensi meremukkan, membakar, memotong, menusuk, dan memberikan
benturan dan melukai pekerja jika tidak digunakan dengan aman. Tempat kerja
yang sempit yang memiliki ventilasi dan pintu masuk/keluar terbatas, seperti tank
militer, saluran air, dan sebagainya juga membahayakan. Kebisingan juga
memberikan bahaya tersendiri yang mampu mengakibatkan hilangnya
pendengaran. Temperatur ekstrem panas mampu memberikan stress panas,
kelelahan, kram, ruam, mengabutkan kacamata keselamatan, dehidrasi,
menyebabkan tangan berkeringat, pusing, dan lainnya yang dapat membahayakan
keselamatan kerja. Pada temperatur ekstrem dingin, risiko yang dihadapi adalah
hipotermia, frostbite, dan sebagainya. Kejutan listrik memberikan risiko bahaya
seperti tersengat listrik, luka bakar, dan jatuh dari fasilitas instalasi listrik.
Sasaran Umum :
- Nihil kecelakaan kerja yang fatal (Zero Fatal Accidents) pada pekerjaan
konstruksi.
Sasaran Khusus :
- Pelaksanaan survey instansional maupun lapangan berjalan lancar
- Memastikan tidak terjadi kerusakan peralatan kerja (PC, laptop, printer)
yang berpengaruh terhadap kerusakan data dan informasi
- Memastikan tidak terjadi kecelakaan akibat hubungan pendek yang dapat
menyebabkan kecelakaan pada saat operasional peralatan kerja
- Memastikan proses pengolahan pelaporan sesuai dengan tenggat waktu
yang telah ditentukan.
Sedangkan Program K3 yang direncanakan antara lain sebagai berikut:
- Mencantumkan tata tertib bekerja di ruangan kerja
- Penataan ruang kerja
- Melakukan pemeriksaan berkala pada instalasi listrik
- Tersedia stiker tanda bahaya pada titik-titik rawan jaringan instalasi listrik
- Seluruh tenaga kerja terlindungi Jamsostek
- Semua pekerja wajib menggunakan peralatan keselamatan kerja sesuai
dengan peruntukannya
- Memiliki rujukan tenaga dokter yang dapat dihubungi setiap saat.