Anda di halaman 1dari 66

MODUL

PERATURAN-PERUNDANGAN
DI BIDANG IRIGASI

Bimbingan Teknik Pengembangan Tata Guna Air


Dalam Rangka Pelatihan Teknis Instruktur PTGA

Tahun 2019
KATA PENGANTAR

Ungkapan puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami selaku penyelenggara NSPK
untuk Pengembangan Tata Guna Air (PTGA) dapat menyelesaikan penyusunan modul
ini dengan baik. Modul ini berisi pentingnya seorang Calon Instruktur PTGA memiliki
pemahaman dan kemampuan untuk melakukan bimbingan dalam kegiatan PTGA.
Berbeda dengan Direktorat yang menangani pembangunan, peningkatan dan rehabilitasi
jaringan irigasi, peran Direktorat Bina Operasi dan Pemeliharaan lebih berperan dalam
penyiapan perangkat lunak / NSPK dan pembinaan penyelenggaraan Operasi dan
Pemeliharaan. Dalam memfasilitasi pembangunan infrastruktur publik dimaksud
dilakukan melalui dua hal, pembentukan iklim yang kondusif bagi investasi, dan
penyiapan kapasitas dan kompetensi berbagai komponen dalam industri konstruksi untuk
melaksanakan pembangunan tersebut. Hal tersebut telah kita ketahui semua bahwa
tuntutan publik atas layanan infrastruktur meningkat lebih cepat dibanding kemampuan
pemerintah menyediakan dana, sehingga untuk infrastruktur publik perlu dibiayai melalui
investasi swasta dengan pengaturan yang memadai, dimana motivasi swasta
berinvestasi sangat dipengaruhi oleh iklim berinvestasi yang kondusif baik dukungan
keamanan investasi dan pengembaliannya.
Pembuatan Modul ini adalah salah satu upaya untuk meningkatkan pengetahuan,
keahlian, keterampilan, dan sikap Calon Instruktur Pengembangan Tata Guna Air (PTGA)
di bidang pengelolaan irigasi, agar memiliki kompetensi dasar dalam memahami dan
mengetahui teknik dan tata melakukan bimbingan teknik dalam rangka pengelolaan
irigasi.
Kami menyadari bahwa modul ini masih ada kekurangan dan kelemahannya, baik pada
isi, bahasa, maupun penyajiannya. Kami sangat mengharapkan adanya tanggapan
berupa kritik dan saran guna penyempurnaan modul ini. Semoga modul ini bermanfaat
khususnya bagi peserta Pelatihan untuk calon pelatih PTGA.

Jakarta, …. 2019
Direktur Bina Operasi dan Pemeliharaan
Direktorat Jenderal Sumber Daya Air

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar
Daftar Isi
Daftar Informasi Visual
Petunjuk Penggunaan Modul
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Deskripsi Singkat
C. Tujuan Pembelajaran
D. Pengertian
E. Dasar Hukum
F. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok

Materi Pokok 1 : Pohon Peraturan-Perundangan di Bidang Irigasi


A. Pohon Peraturan-perundangan
B. Undang-undang
C. Instruksi Presiden
D. Peraturan Menteri

Materi Pokok 2 : Undang-undang


A. Undang-undang No.17 tahun 2019

Materi Pokok 2 : Instruksi Presiden


A. Inpres No. 2 tahun 1984

Materi Pokok-3 Peraturan Menteri


A. Permen PUPR No: 8/PRT/M/2015
B. Permen PUPR No: 11/PRT/M/2015
C. Permen PUPR No: 12/PRT/M/2015
D. Permen PUPR No: 14/PRT/M/2015
E. Permen PUPR No: 16/PRT/M/2015
F. Permen PUPR No: 17/PRT/M/2015
G. Permen PUPR No: 21/PRT/M/2015
H. Permen PUPR No: 23/PRT/M/2015
I. Permen PUPR No: 29/PRT/M/2015
J. Permen PUPR No: 30/PRT/M/2015

PENUTUP
A. Latihan
B. Rangkuman
C. Evaluasi Kegiatan Belajar

3
D. Umpan Balik
E. Tindak Lanjut
F. Kunci Jawaban Soal

DAFTAR PUSTAKA
GLOSARI

4
DAFTAR INFORMASI VISUAL

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. DATA LUASAN DAERAH IRIGASI NASIONAL

Tabel-2 : Wilayah Kerja Komisi Irigasi

Tabel-3 : Tugas dan Fungsi Komisi Irigasi

Tabel-4 : Keanggotaan Komisi Irigasi

DAFTAR GAMBAR
a) Gambar 4.1. Sempadan Saluran Irigasi Tak Bertanggul
b) Gambar 4.2. Sempadan Saluran Irigasi Bertanggul
c) Gambar 4.3. Sempadan Saluran Irigasi di Lereng
d) Gambar 4.4. Perubahan Fungsi Jalan Inspeksi

5
PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL

A. Petunjuk Bagi Peserta


Untuk memperoleh hasil belajar secara maksimal, dalam menggunakan modul
Peraturan Perundang Bidang Irigasi, maka langkah-langkah yang perlu dilaksanakan
antara lain:
1) Bacalah dan pahami dengan seksama uraian-uraian materi yang ada pada
masing-masing kegiatan belajar. Bila ada materi yang kurang jelas, peserta dapat
bertanya pada instruktur yang mengampu kegiatan belajar.
2) Kerjakan setiap tugas formatif (soal latihan) untuk mengetahui seberapa besar
pemahaman yang telah dimiliki terhadap materi-materi yang dibahas dalam setiap
kegiatan belajar.
3) Untuk kegiatan belajar yang terdiri dari teori dan praktik, perhatikanlah hal-hal
berikut ini:
a. Perhatikan petunjuk-petunjuk yang berlaku.
b. Pahami setiap langkah kerja dengan baik.
4) Jika belum menguasai level materi yang diharapkan, ulangi lagi pada kegiatan
belajar sebelumnya atau bertanyalah kepada instruktur atau instruktur yang
mengampu kegiatan pembelajaran yang bersangkutan.

B. Petunjuk Bagi Instruktur


Dalam setiap kegiatan belajar instruktur berperan untuk:
1. Membantu peserta dalam merencanakan proses belajar.
2. Membimbing peserta melalui tugas-tugas pelatihan yang dijelaskan dalam tahap
belajar.
3. Membantu peserta dalam memahami konsep, praktik baru, dan menjawab
pertanyaan peserta mengenai proses belajar peserta.
4. Membantu peserta untuk menentukan dan mengakses sumber tambahan lain
yang diperlukan untuk belajar.

6
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat mempunyai tugas dan


tanggung jawab melaksanakan sebagian tugas umum Pemerintahan dan tugas
pembangunan dibidang ke-PUPR-an yang meliputi bidang Sumber Daya Manusia,
Sumber Daya Air, Bina Marga, Cipta Karya, Pengembangan Wilayah, Perumahan
Rakyat, Penelitian dan Pengembangan bidang PUPR dan Bina Konstruksi. Dalam
pembangunan infrastruktur bidang PUPR tersebut telah banyak dibangun berbagai
macam sarana prasarana fisik diseluruh wilayah Indonesia yang tujuan untuk
mendukung sektor-sektor pembangunan lainnya agar dapat berkembang, sehingga
perekonomian masyarakat akan meningkat dengan pesat yang pada akhirnya
kesejahteraan rakyat akan segera tercapai. Untuk dapat membentuk sosok Pegawai
Negeri Sipil/Petugas OP yang handal khususnya dalam penyelenggaraan
Pengembangan dan Pengelolaan Sistem Irigasi, perlu dibuat modul-modul sebagai
materi pembinaan, pelatihan /bimbingan teknis sebgai upaya untuk peningkatan:
1. Sikap dan semangat pengabdian yang berorientasi pada kepentingan
masyarakat, bangsa, Negara dan tanah air;
2. Kompetensi teknik, manajerial, dan atau kepemimpinannya;
3. Efisiensi, efektifitas dan kualitas pelaksanaan tugas yang dilakukan dengan
semangat kerjasama dan tanggung jawab sesuai dengan lingkungan kerja
organisasinya.
Pelatihan ini menguraikan tentang tata cara pelaksanaan kegiatan Pengembangan
dan Pengelolaan Sistem Irigasi

B. Deskripsi Singkat

Dalam proses pembelajaran peraturan-perundangan bidang irigasi terdiri dari 3 (tiga)


materi pokok, yaitu Undang-undang, Instruksi Presiden, Peraturan Menteri.
Metode yang dipakai dalam pembelajaran ini ialah ceramah dan diskusi.

C. Tujuan Pembelajaran

7
1. Tujuan Instruksional Umum (TIU)
Setelah mengikuti proses pembelajaran peraturan-perundangan bidang irigasi
peserta diharapkan mampu memahami peraturan-peraturan yang terkait dengan
pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi termasuk partisipasi masyarakat
petani dalam pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi.
2. Tujuan Instruksional Khusus (TIK)
Setelah selesai mengikuti pembelajaran ini peserta dapat :
a. memahami dan menjelaskan peraturan-perundangan yang terkait bidang
irigasi.
b. memahami dan menjelaskan tata cara penerapan dalam pelaksanaan
pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi.
c. menjelaskan secara sederhana tentang peraturan yang terkait dengan
partisipasi masyarakat petani dalam kegiatan pengembangan dan
pengelolaan sistem irigasi.

D. Pengertian
1) Irigasi adalah usaha penyediaan, pengaturan, dan pembuangan air irigasi untuk
menunjang pertanian yang jenisnya meliputi irigasi permukaan, irigasi rawa,
irigasi air bawah tanah, irigasi pompa, dan irigasi tambak.
2) Sistem irigasi meliputi prasarana irigasi, air irigasi, manajemen irigasi,
kelembagaan pengelolaan irigasi, dan sumber daya manusia.
3) Daerah irigasi adalah kesatuan lahan yang mendapat air dari satu jaringan.
4) Jaringan irigasi adalah saluran, bangunan, dan bangunan pelengkapnya yang
merupakan satu kesatuan yang diperlukan untuk penyediaan, pembagian,
pemberian, penggunaan, dan pembuangan air irigasi.
5) Jaringan irigasi primer adalah bagian dari jaringan irigasi yang terdiri dari
bangunan utama, saluran induk/primer, saluran pembuangannya, bangunan
bagi, bangunan bagisadap, bangunan sadap, dan bangunan pelengkapnya.
6) Jaringan irigasi sekunder adalah bagian dari jaringan irigasi yang terdiri dari
saluran sekunder, saluran pembuangannya, bangunan bagi, bangunan bagi-
sadap, bangunan sadap, dan bangunan pelengkapnya.
7) Jaringan irigasi tersier adalah jaringan irigasi yang berfungsi sebagai prasarana
pelayanan air irigasi dalam petak tersier yang terdiri dari saluran tersier, saluran
kuarter dan saluran pembuang, boks tersier, boks kuarter serta bangunan
pelengkapnya.

8
8) Jaringan irigasi air tanah adalah jaringan irigasi yang airnya berasal dari air
tanah, mulai dari sumur dan instalasi pompa sampai dengan saluran irigasi air
tanah termasuk bangunan di dalamnya.
9) Jaringan irigasi desa adalah jaringan irigasi yang dibangun dan dikelola oleh
masyarakat desa atau pemerintah desa.
10) Pembangunan jaringan irigasi adalah seluruh kegiatan penyediaan jaringan irigasi di
wilayah tertentu yang belum ada jaringan irigasinya. 


11) Peningkatan jaringan irigasi adalah kegiatan meningkatkan fungsi dan kondisi jaringan
irigasi yang sudah ada atau kegiatan menambah luas areal pelayanan pada jaringan
irigasi yang sudah ada dengan mempertimbangkan perubahan kondisi lingkungan
daerah irigasi.
12) Operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi adalah serangkaian upaya pengaturan
air irigasi termasuk pembuangannya dan upaya menjaga serta mengamankan
jaringan irigasi agar selalu dapat berfungsi dengan baik.
13) Operasi jaringan irigasi adalah upaya pengaturan air irigasi dan pembuangannya,
termasuk kegiatan membuka-menutup pintu bangunan irigasi, menyusun rencana tata
tanam, menyusun sistem golongan, menyusun rencana pembagian air, melaksanakan

kalibrasi pintu/bangunan, mengumpulkan data, memantau dan mengevaluasi. 



14) Penyediaan air irigasi adalah penentuan volume air per satuan waktu yang
dialokasikan dari suatu sumber air untuk suatu daerah irigasi yang didasarkan
waktu, jumlah, dan mutu sesuai dengan kebutuhan untuk menunjang pertanian
dan keperluan lainnya.
15) Pengaturan air irigasi adalah kegiatan yang meliputi pembagian, pemberian, dan
penggunaan air irigasi.
16) Pembagian air irigasi adalah kegiatan membagi air di bangunan bagi dalam
jaringan primer dan/atau jaringan sekunder.
17) Pemberian air irigasi adalah kegiatan menyalurkan air dengan jumlah tertentu
dari jaringan primer atau jaringan sekunder ke petak tersier.
18) Penggunaan air irigasi adalah kegiatan memanfaatkan air dari petak tersier untuk
mengairi lahan pertanian pada saat diperlukan.
19) Pembuangan air irigasi, selanjutnya disebut drainase, adalah pengaliran
kelebihan air yang sudah tidak dipergunakan lagi pada suatu daerah irigasi
tertentu.
20) Pemeliharaan jaringan irigasi adalah upaya menjaga dan mengamankan
jaringan irigasi agar selalu dapat berfungsi dengan baik guna memperlancar
pelaksanaan operasi dan mempertahankan kelestariannya. 


21) Pengamanan jaringan irigasi adalah upaya menjaga kondisi dan fungsi jaringan

9
irigasi serta mencegah terjadinya hal-hal yang merugikan terhadap jaringan dan
fasilitas jaringan, baik yang diakibatkan oleh ulah manusia, hewan, maupun
proses alami. 


22) Rehabilitasi jaringan irigasi adalah kegiatan perbaikan jaringan irigasi guna
mengembalikan fungsi dan pelayanan irigasi seperti semula.
23) Perkumpulan petani pemakai air adalah kelembagaan pengelolaan irigasi yang
menjadi wadah petani pemakai air dalam suatu daerah pelayanan irigasi yang
dibentuk oleh petani pemakai air sendiri secara demokratis, termasuk lembaga
lokal pengelola irigasi.
24) Pemerintah pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik
Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
25) Pemerintah provinsi adalah gubernur dan perangkat daerah provinsi lainnya
sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
26) Pemerintah kabupaten/kota adalah bupati/walikota dan perangkat daerah
kabupten/kota lainnya sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
27) Pemerintah desa adalah kepala desa dan perangkat desa lainnya sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan desa.
28) Komisi irigasi provinsi adalah lembaga koordinasi dan komunikasi antara wakil
pemerintah provinsi, wakil perkumpulan petani pemakai air tingkat daerah irigasi,
wakil pengguna jaringan irigasi pada provinsi, dan wakil komisi irigasi
kabupaten/kota yang terkait.
29) Komisi irigasi kabupaten/kota adalah lembaga koordinasi dan komunikasi antara
wakil pemerintah kabupaten/kota, wakil perkumpulan petani pemakai air tingkat
daerah irigasi, dan wakil pengguna jaringan irigasi pada kabupaten/kota.

E. Dasar Hukum
1. UU No.17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air;
2. Inpres No. 2 Tahun 1984 tentang Pembinaan P3A;
3. Permen PUPR No. 8/PRT/M/2015 tentang Garis Sempadan Irigasi;
4. Permen PUPR No.11/PRT/M/2015 tentang E&P Jaringan Reklamasi Rawa
Pasang Surut;
5. Permen PUPR No. 12/PRT/M/2015 tentang Eksploitasi dan Pemeliharaan
Irigasi;
6. Permen PUPR No. 14/PRT/M/2015 tentang Kriteria dan Penetapan Status
Daerah Irigasi;

10
7. Permen PUPR No. 16/PRT/M/2015 tentang E&P Jaringan Irigasi Rawa Lebak;
8. Permen PUPR No. 17/PRT/M/2015 tentang Komisi Irigasi;
9. Permen PUPR No. 21/PRT/M/2015 tentang E&P Jaringan Irigasi Tambak;
10. Permen PUPR No. 23/PRT/M/2015 tentang Pengelolaan Aset IrigasI;
11. Permen PUPR No. 29/PRT/M/2015 tentang Rawa;
12. Permen PUPR No. 30/PRT/M/2015 tentang Pengembangan dan Pengelolaan
Sistem Irigasi;

F. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok


1 Pohon Peraturan-perundangan di Bidang Irigasi
1.1. Undang-undang
1.2. Instruksi Presiden
1.3. Peraturan Menteri
2 Undang-undang
2.1. Undang-undang No. 17 tahun 2019
3 Instruksi Presiden
3.1. Inpres No. 2 tahun 1984
4 Peraturan Menteri
4.1. Permen PUPR No: 8/PRT/M/2015
4.2. Permen PUPR No: 11/PRT/M/2015
4.3. Permen PUPR No: 12/PRT/M/2015
4.4. Permen PUPR No: 14/PRT/M/2015
4.5. Permen PUPR No: 16/PRT/M/2015
4.6. Permen PUPR No: 17/PRT/M/2015
4.7. Permen PUPR No: 21/PRT/M/2015
4.8. Permen PUPR No: 23/PRT/M/2015
4.9. Permen PUPR No: 29/PRT/M/2015
4.10. Permen PUPR No: 30/PRT/M/2015

11
Materi Pokok 1

Pohon Peraturan-Perundangan Di Bidang Irigasi

A. Undang-undang
Undang-undang No.17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air
B. Instruksi Presiden
Instruksi Presiden No. 2 Tahun 1984 tentang Pembinaan P3A
C. Peraturan Menteri
1. Permen PUPR No. 8/PRT/M/2015 tentang Garis Sempadan Irigasi
2. Permen PUPR No.11/PRT/M/2015 tentang E&P Rawa Irigasi Pasut
3. Permen PUPR No.12/PRT/M/2015 tentang Eksploitasi dan Pemeliharaan Irigasi
4. Permen PUPR No.14/PRT/M/2015 tentang Kriteria dan Penetapan Status
Daerah Irigasi
5. Permen PUPR No. 16/PRT/M/2015 tentang E&P Irigasi Rawa Lebak
6. Permen PUPR No.17/PRT/M/2015 tentang Komisi Irigasi
7. Permen PUPR No. 21/PRT/M/2015 tentang E&P Irigasi Tambak
8. Permen PUPR No. 23/PRT/M/2015 tentang Pengelolaan Aset IrigasI
9. Permen PUPR No. 29/PRT/M/2015 tentang Rawa
10. Permen PUPR No. 30/PRT/M/2015 tentang Pengembangan dan Pengelolaan
Sistem Irigasi

12
MATERI POKOK 2

UNDANG-UNDANG

Undang-undang No. 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air

Undang-undang No. 17 Tahun 2019 ini sebagai pengganti Undang-undang No.


11 Tahun 1974 tentang Pengairan yang diberlakukan kembali setelah Undang-
undang No.7 Tahun 2014 tentang Sumber Daya Air tidak diberlakukan oleh
Mahkamah Konstitusi Tahun 2015

Substansi dalam UU N0.17 tahun 2019 antara lain sebagai berikut :

BAB I

KETENTUAN UMUM
Pasal-1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1) Sumber Daya Air adalah air, sumber air, dan daya air yang terkandung di
dalamnya.
2) Air adalah semua air yang terdapat pada, di atas, ataupun di bawah
permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini air permukaan, air tanah, air

hujan, dan air laut yang berada di darat. 
 


3) Sumber Air adalah tempat atau wadah Air alami dan/ atau buatan yang

terdapat pada, di atas, atau di bawah permukaan tanah. 


4) Daya Air adalah potensi yang terkandung dalam Air dan/atau pada Sumber Air
yang dapat memberikan manfaat ataupun kerugian bagi kehidupan dan
penghidupan manusia serta lingkungannya
5) Pengelolaan Sumber Daya Air adalah upaya merencanakan, melaksanakan,
memantau, dan mengevaluasi penyelenggaraan Konservasi Sumber Daya
Air, Pendayagunaan Sumber Daya Air, dan Pengendalian Daya Rusak Air.
6) PoIa Pengelolaan Sumber Daya Air adalah kerangka dasar dalam
merencanakan, melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi kegiatan

13
Konservasi Sumber Daya Air, Pendayagunaan Sumber Daya Air, dan

Pengendalian Daya Rusak Air. 


7) Rencana Pengelolaan Sumber Daya Air adalah hasil Perencanaan secara


menyeluruh dan terpadu yang diperlukan untuk menyelenggarakan

Pengelolaan Sumber Daya Air. 


8) Wilayah Sungai adalah kesatuan wilayah Pengelolaan Sumber Daya Air


dalam satu atau lebih Daerah Aliran Sungai dan/atau pulau-pulau kecil yang
luasnya kurang dari atau sama dengan 2.000 (dua ribu) kilometer persegi.
9) Daerah Aliran Sungai adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu
kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi
menampung, menyimpan, dan mengalirkan Air yang berasal dari curah hujan
ke danau atau ke laut secara alamiah, yang batas di darat merupakan pemisah
topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih

terpengaruh aktivitas daratan. 


10) Cekungan Air Tanah adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh batas
hidrogeologis, tempat semua kejadian hidrogeologis, seperti pengimbuhan,

pengaliran, dan pelepasan Air Tanah berlangsung. 


11) Konservasi Sumber Daya Air adalah upaya memelihara keberadaan serta
keberlanjutan keadaan, sifat, dan fungsi Sumber Daya Air agar senantiasa
tersedia dalam kuantitas dan kualitas yang memadai untuk memenuhi
kebutuhan manusia dan makhluk hidup lainnya, baik pada waktu sekarang

maupun yang akan datang. 


12) Pendayagunaan Sumber Daya Air adalah upaya penatagunaan, penyediaan,


penggunaan, dan pengembangan Sumber Daya Air secara optimal agar
berhasil guna dan berdaya guna.

13) Daya Rusak Air adalah Daya Air yang merugikan kehidupan. 


14) Pengendalian Daya Rusak Air adalah upaya untuk mencegah,


menanggulangi, dan memulihkan kerusakan kualitas lingkungan yang

disebabkan oleh Daya Rusak Air. 


14
15) Perencanaan adalah suatu proses kegiatan untuk menentukan tindakan yang
akan dilakukan secara terkoordinasi dan terarah dalam rangka mencapai
tujuan Pengelolaan Sumber Daya Air.
16) Operasi dan Pemeliharaan Sumber Daya Air adalah kegiatan yang meliputi
pengaturan, pelaksanaan, perawatan, pemantauan, dan evaluasi untuk
menjamin keberadaan dan kelestarian fungsi serta manfaat Sumber Daya Air

dan prasarananya 


17) Prasarana Sumber Daya Air adalah bangunan Air beserta bangunan lain yang
menunjang kegiatan Pengelolaan Sumber Daya Air, baik langsung maupun
tidak langsung.
18) Pengelola Sumber Daya Air adalah institusi yang diberi tugas dan tanggung
jawab oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah dalam Pengelolaan
Sumber Daya Air berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
19) Masyarakat Adat adalah masyarakat hukum adat dan/atau masyarakat
tradisional yang hidup secara turun-temurun di wilayah geogralis tertentu dan
diikat oleh identitas budaya, hubungan yang kuat dengan tanah, serta wilayah
dan sumber daya alam di wilayah adatnya.
20) Hak Ulayat adalah hak persekutuan yang dimiliki oleh Masyarakat Adat
tertentu atas suatu wilayah tertentu yang merupakan lingkungan hidup para
warganya, yang meliputi hak untuk memanfaatkan tanah, hutan, dan Air
beserta isinya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
21) Orang adalah orang perseorangan atau korporasi, baik berbadan hukum
maupun tidak berbadan hukum.

Pasal 2

Pengelolaan Sumber Daya Air dilakukan berdasarkan asas:


a. kemanfaatan umum;
b. keterjangkauan;
c. keadilan;
d. keseimbangan;
e. kemandirian;
f. kearifan lokal;
g. wawasan lingkungan;

15
h. kelestarian;
i. keberlanjutan;
j. keterpaduan dan keserasian; dan
k. transparansidan akuntabilitas.

Pasal 3

Pengaturan Sumber Daya Air bertujuan:


a. memberikan pelindungan dan menjamin pemenuhan hak rakyat atas Air;
b. menjamin keberlanjutan ketersediaan Air dan Sumber Air agar memberikan manfaat
secara adil bagi masyarakat;

c. menjamin pelestarian fungsi Air dan Sumber Air untuk menunjang keberlanjutan
pembangunan;
d. menjamin terciptanya kepastian hukum bagi terlaksananya partisipasi masyarakat
dalam pengawasan terhadap pemanfaatan Sumber Daya Air mulai dari
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pemanfaatan;
e. menjamin pelindungan dan pemberdayaan masyarakat, termasuk Masyarakat Adat
dalam upaya konservasi Air dan Sumber Air; dan
f. mengendalikan Daya Rusak Air secara menyeluruh yang mencakup upaya
pencegahan, penanggulangan, dan pemulihan.

BAB II
RUANG LINGKUP PENGATURAN
Pasal 4

Ruang lingkup pengaturan Sumber Daya Air meliputi:


a. penguasaan negara dan hak rakyat atas Air;
b. tugas dan wewenang dalam Pengelolaan Sumber Daya Air;
c. Pengelolaan Sumber Daya Air;
d. perizinan;
e. sistem informasi Sumber Daya Air;
f. pemberdayaan dan pengawasan;
g. pendanaan;
h. hak dan kewajiban;

16
i. partisipasi masyarakat; dan
j. koordinasi.

BAB III
PENGUASAAN NEGARA DAN HAK RAKYAT ATAS AIR
Bagian Kesatu
Penguasaan Negara
Pasal 5

Sumber Daya Air dikuasai oleh negara dan dipergunakan


untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Pasal 6
Negara menjamin hak rakyat atas Air guna memenuhi kebutuhan
pokok minimal sehari-hari bagi kehidupan yang sehat dan bersih
dengan jumlah yang cukup, kualitas yang baik, aman, terjaga
keberlangsungzrnnya, dan terjangkau.
Pasal 7
Sumber Daya Air tidak dapat dirniliki dal/ atau dikuasai oleh
perseorangan, kelompok masyarakat, atau badan usaha.

Bagian Kedua
Hak Rakyat Atas Air
Pasal 8
(1) Hak rakyat atas Air yang dijamin pemenuhannya oleh
negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 merupakan
kebutuhan pokok minimal sehari-hari.
(2) Selain hak rakyat atas Air yang dijamin pemenuhannya
oleh negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) negara
memprioritaskan hak rakyat atas Air sebagai berikut:
a. kebutuhan pokok sehari hari;
b. pertanian ralryat; dan

17
c. penggunaan Sumber Daya Air untuk kebutuhan usaha guna memenuhi
kebutuhan pokok sehari-hari melalui Sistem Penyediaan Air Minum.
(3) Dalam hal ketersediaan Air tidak mencukupi untuk prioritas pemenuhan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pemenuhan Air untuk kebutuhan
pokok sehari-hari lebih diprioritaskan dari yang lainnya.
(4) Dalam hal ketersediaan Air mencukupi, setelah urutan
prioritas pemenuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) urutan prioritas
selanjutnya adalah:
a. penggunaan Sumber Daya Air guna memenuhi kegiatan bukan usaha untuk
kepentingan publik; dan
b. penggunaan Sumber Daya Air untuk kebutuhan usaha lainnya yang telah
ditetapkan izinnya.
(5) Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah menetapkan urutan prioritas
pemenuhan Air pada Wilayah Sungai sesuai dengan kewenangannya
berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (21, ayat (3), dan
ayat (4).
(6) Dalam menetapkan prioritas pemenuhan Air sebagaimana dimaksud pada
ayat (5) Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah terlebih dahulu
memperhitungkan keperluan Air untuk pemeliharaan Sumber Air dan
lingkungan hidup.
(7) Hak rakyat atas Air bukan merupakan hak kepemilikan atas Air, tetapi hanya
terbatas pada hak untuk memperoleh dan menggunakan sejumlah kuota Air
sesuai dengan alokasi yang penetapannya diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
(8) Ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaErn Sumber Daya Air untuk
memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari, pertanian rakyat, dan kebutuhan
usaha guna memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari melalui Sistem
Penyediaan Air Minum, sebagaimana dimaksud pada ayat (2), serta untuk
memenuhi kegiatan bukan usaha untuk kepentingan publik dan kebutuhan .
usaha lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.

18
BAB IV
TUGAS DAN WEWENANG
Pasal 9

(1) Atas dasar penguasaan negara terhadap Sumber Daya Air sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah diberi tugas dan
wewenang untuk mengatur dan mengelola Sumber Daya Air.

(2) Penguasaan Sumber Daya Air sebagaimana dimaksud pada ayat (l)
diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah dengan tetap
mengakui Hak Ulayat Masyarakat Adat setempat dan hak yang serupa dengan itu,
sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

(3) Hak Ulayat dari Masyarakat Adat atas Sumber Daya Air sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) tetap diakui sepanjang kenyataannya masih ada dan telah diatur dengan
Peraturan Daerah.

Pasal 10

Dalam mengatur dan mengelola Sumber Daya Air, Pemerintah Pusat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) bertugas:
a. menyusun kebijakan nasional Sumber Daya Air;
b. menyusun Pola Pengelolaan Sumber Daya Air pada Wilayah Sungai lintas negara,
Wilayah Sungai lintas provinsi, dan Wilayah Sungai strategis nasional, termasuk
Cekungan Air Tanah pada Wilayah Sungai tersebut;
c. menyusun Rencana Pengelolaan Sumber Daya Air pada Wilayah Sungai lintas
negara, Wilayah Sungai lintas provinsi, dan Wilayah Sungai strategis nasional,
termasuk Cekungan Air Tanah pada Wilayah Sungai tersebut;
d. melaksanakan Pengelolaan Sumber Daya Air pada Wilayah Sungai lintas negara,
Wilayah Sungai lintas provinsi, dan Wilayah Sungai strategis nasional, termasuk
Cekungan Air Tanah pada Wilayah Sungai tersebut;
e. mengelola kawasan lindung Sumber Air pada Wilayah Sungai lintas negara,
Wilayah Sungai lintas provinsi, dan Wilayah Sungai strategis nasional;
f. menyelenggarakan proses perizinan penggunaan Sumber Daya Air pada Wilayah
Sungai lintas negara, Wilayah Sungai lintas provinsi, dan Wilayah Sungai strategis
nasional;
g. mengembangkan dan mengelola Sistem Penyediaan Air Minum lintas daerah
provinsi dan Sistem Penyediaan Air Minum untuk kepentingan strategis nasional;

19
h. menjamin penyediaan Air baku yang memenuhi kualitas untuk pemenuhan
kebutuhan pokok minimal sehari-hari masyarakat pada Wilayah Sungai lintas
negara, Wilayah Sungai lintas provinsi, dan Wilayah Sungai strategis nasional;
i. mengembangkan dan mengelola sistem irigasi sebagai satu kesatuan sistem
pada daerah irigasi yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat;

j. menjaga efektivitas, efisiensi, kualitas, dan ketertiban pelaksanaan Pengelolaan


Sumber Daya Air pada Wilayah Sungai lintas negara, Wilayah Sungai lintas
provinsi, dan Wilayah Sungai strategis nasional;
k. memberikan bantuan teknis dan bimbingan teknis dalam Pengelolaan Sumber
Daya Air kepada Pemerintah Daerah provinsi dan Pemerintah Daerah
kabupaten/kota;
l. mengembangkan teknologi. di bidang Sumber Daya Air;
m. melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas dan wewenang
Pengelolaan Sumber Daya Air Pemerintah Daerah provinsi dan/ atau Pemerintah
Daerah kabupaten/kota;
n. melakukan pengawas€ur terhadap pelaksanaan tugas dan wewenang
pengembangan dan pengelolaan Sistem Penyediaan Air Minum lintas daerah
provinsi;
o. melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas dan wewenang
pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi pada daerah irigasi kewenangan
Pemerintah Daerah provinsi dan Pemerintah Daerah kabupaten/kota; dan
p. memfasilitasi penyelqsaian sengketa antarprovinsi dalam Pengelolaan Sumber
Daya Air.

Pasal 11

Dalam mengatur dan mengelola Sumber Daya Air, Pemerintah Pusat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (l) berwenang:

a. menetapkan kebijakan nasional Sumber Daya Air;

b. menetapkan Pola Pengelolaan Sumber Daya Air pada Wilayah Sungai lintas
negara, Wilayah Sungai lintas provinsi, dan Wilayah Sungai strategis nasional;

c. menetapkan Rencana Pengelolaan Sumber Daya Air pada Wilayah Sungai lintas
negara, Wilayah Sungai lintas provinsi, dan Wilayah Sungai strategis nasional;

d. menetapkan kawasan lindung Sumber Air pada Wilayah Sungai lintas negara,
Wilayah Sungai lintas provinsi, dan Wilayah Sungai strategis nasional;

20
e. menetapkan zona konservasi Air Tanah pada Cekungan Air Tanah di Wilayah
Sungai lintas negara, Wilayah Sungai lintas provinsi, dan Wilayah Sungai strategis
nasional;

f. menetapkan status daerah irigasi;

g. mengatur, menetapkan, dan memberi izin penggunaan Sumber Daya Air untuk
kebutuhan bukan usaha dan izin penggunaan Sumber Daya Air untuk kebutuhan
usaha pada lokasi tertentu di Wilayah Sungai lintas negara, Wilayah Sungai lintas
provinsi, dan Wilayah Sungai strategis nasional;

h. membentuk wadah koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air pada Wilayah


Sungai lintas negara, Wilayah Sungai lintas provinsi, dan Wilayah Sungai strategis
nasional;

i. menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria Pengelolaan Sumber Daya Air;

j. membentuk pengelola sumber daya air

k. menetapkan nilai satuan BJPSDA dengan melibatkan para pemangku kepentingan


terkait;

l. menetapkan kebijakan dan strategi nasional dalam penyelenggaraan Sistem


Penyediaan Air Minum; dan

m. memungut, menerima, dan menggunakan BJPSDA pada Wilayah Sungai lintas


negara, Wilayah Sungai lintas provinsi, dan Wilayah Sungai strategis nasional.

……..

Pasal 12

Tugas dan wewenang Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat
(1) meliputi tugas dan wewenang Pemerintah Daerah provinsi dan/atau Pemerintah
Daerah kabupaten/ kota.

Pasal 13

Dalam mengatur dan mengelola Sumber Daya Air, Pemerintah Daerah provinsi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 bertugas:

21
Pasal 14

Dalam mengatur dan mengelola Sumber Daya Air, Pemerintah Daerah Provinsi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 berwenang:

a. menetapkan kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Air di wilayahnya berdasarkan


kebijakan nasional Sumber Daya Air dengan memperhatikan kepentingan provinsi
sekitarnya; 


b. menetapkan Pola Pengelolaan Sumber Daya Air pada Wilayah Sungai lintas
kabupaten/ kota; 


c. menetapkan Rencana Pengelolaan Sumber Daya Air pada Wilayah Sungai lintas
kabupaten / kota dengan memperhatikan kepentingan provinsi sekitarnya; 


d. menetapkan kawasan lindung Sumber Air pada Wilayah Sungai lintas kabupaten/
kota; 


e. menetapkan zona konservasi Air Tanah'pada Cekungan Air Tanah di Wilayah


Sungai lintas kabupaten;/kota; 


f. menetapkan kebijakan dan strategi provinsi dalam penyelenggaraan Sistem


Penyediaan Air' Minum; 


g. mengatur, menetapkan, dan memberi izin penggunaan Sumber Daya Air untuk
kebutuhan bukan usaha dan izin penggunaan Sumber Daya Air untuk kebutuhan
usaha pada lokasi tertentu di Wilayah Sungai lintas kabupaten/kota;
h. membentuk wadah koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air pada Wilayah
Sungai lintas daerah kabupaten/kota; 


i. menetapkan nilai satuan BJPSDA dengan melibatkan para pemangku


kepentingan terkait; dan 


j. memungut, menerima dan menggunakan BJPSDA pada Wilayah Sungai lintas


kabupaten/ kota.

Pasal 15

Dalam mengatur dan mengelola Sumber Daya Air, Pemerintah Daerah kabupaten/kota
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 bertugas:

22
a. menyusun kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Air kabupaten,/ kota berdasarkan
kebijakan nasional Sumber Daya Air dan kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Air
provinsi dengan memperhatikan kepentingan kabupaten/ kota sekitarnya; 


b. men5rusun Pola Pengelolaan Sumber Daya Air pada Wilayah Sungai dalam satu
kabupaten / kota; 


c. menyusun Rencana Pengelolaan Sumber Daya Air pada Wilayah Sungai dalam
satu kabupaten/kota;
d. mengembangkan dan mengelola sistem irigasi sebagai satu kesatuan
sistem pada daerah irigasi yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah
kabupaten/kota;
e. mengelola kawasan lindung Sumber Air pada Wilayah Sungai dalam satu
kabupaten/ kota;
f. proses perizinan penggunaan Sumber Daya Air pada Wilayah Sungai dalam satu
kabupaten/kota;
g. menjamin penyediaan Air baku yang memenuhi kualitas untuk pemenuhan
kebutuhan pokok minimal sehari-hari masyarakat pada Wilayah Sungai dalam
satu kabupaten/kota;
h. penyediaan air untuk
 pertanian ralryat, kegiatan bukan usaha, dan/ atau kegiatan
usaha pada wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota;
i. memenuhi kebutuhan pokok minimal sehari-hari atas Air bagi masyarakat di
wilayah kabupaten / kota;
j. melaksanakan Pengelolaan Sumber Daya Air pada Wilayah Sungai dalam satu
kabupaten/kota, termasuk Cekungan Air Tanah pada Wilayah Sungai tersebut;
k. mengembangkan dan mengelola Sistem Penyediaan Air Minum di daerah
kabupaten/ kota;
l. menjaga efektivitas, efisiensi, kualitas, dan ketertiban pelaksanaan Pengelolaan
Sumber Daya Air pada Wilayah Sungai dalam satu kabupaten/ kota;
m. memberikan bantuan teknis dan bimbingan teknis dalam Pengelolaan Sumber
Daya Air kepada pemerintah desa; dan
n. memfasilitasi penyelesaian sengketa dalam .satu kabupaten/kota dalam
Pengelolaan Sumber Daya'Air.

Pasal 16

Dalam mengatur.dan mengelola Sumber Daya Air, Pemerintah Daerah kabupaten/kota


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 berwenang:

23
a. menetapkan kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Air di wilayahnya berdasarkan
kebijakan nasional Sumber Daya Air dan kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Air
provinsi dengan memperhatikan kepentingan kabupaten/kota sekitarnya;
b. menetapkan Pola Pengelolaan Sumber Daya Air pada Wilayah Sungai dalam satu
kabupaten/kota dengan memperhatikan kepentingan kabupaten/ kota sekitarnya;
c. menetapkan Rencana Pengelolaan Sumber Daya Air pada Wilayah Sungai dalam
satu kabupaten/ kota dengan memperhatikan kepentingan kabupaten/kota
sekitarnya;
d. menetapkan kawasan lindung Sumber Air pada Wilayah Sungai dalam satu
kabupaten/ kota;
e. mengatur, menetapkan, dan rnemberi izin penggunaan Sumber Daya Air untuk
kebutuhan bukan usaha dan izin penggunaan Sumber Daya Air untuk kebutuhan
usaha pada lokasi tertentu di Wilayah Sungai dalam satu kabupaten/kota; 


f. membentuk wadah koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air pada Wilayah


Sungai dalam satu kabupaten/ kota;
g. menetapkan nilai satuan BJPSDA dengan melibatkan para pemangku
kepentingan terkait;
h. memungut, menerima, dan menggunakan BJPSDA pada Wilayah Sungai dalam
satu kabupaten/kota; dan
i. menetapkan kebllakan dan strategi kabupaten / kota dalam penyelenggaraan
Sistem Penyediaan Air Minum.

Pasal 17

Pemerintah desa atau yang disebut dengan nama lain memiliki tugas meliputi:

a. membantu Pemerintah Pusat dan/ atau Pemerintah Daerah dalam mengelola Sumber
Daya Air di wilayah desa berdasarkan asas kemanfaatan umum dan dengan
memperhatikan kepentingan desa lain;
b. mendorong prakarsa dan.. partisipasi masyarakat desa dalam Pengelolaan Sumber
Daya Air di wilayahnya;
c ikut serta dalam menjaga efektivitas, efisiensi, kualitas, dan ketertiban pelaksanaan
Pengelolaan Sumber Daya Air; darr
d membantu Pemerintah Daerah kabupaten/kota dalam memenuhi kebutuhan pokok
minimal sehari-hari atas Air bagi warga desa.

Pasal 18

24
Dalam melaksanakan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dan
Pasal 11 Pemerintah Pusat menyelenggarakan sendiri atau dapat melimpahkan
sebagian kewenangannya kepada perangkat Pemerintah Pusat atau wakil Pemerirrtah
Pusat di daerah, atau dapat menugaskannya kepada Pemerintah Daerah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB V
PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR
Bagian Ketiga
Pendayagunaan Sumber Daya Air
Pasal 28
(1) Pendayagunaan Sumber Daya Air ditujukan untuk memanfaatkan Sumber
Daya Air secara berkelanjutan dengan prioritas utama untuk pemenuhan Air
bagi kebutuhan pokok sehari-hari masyaralat.
l2l Dalam hal masih terdapat ketersediaan Sumber Daya Air yang mencukupi
untuk kebutuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), prioritas pemenuhan
kebutuhan Air selanjutnya dilakukan untuk pemenuhan Air bagi kebutuhan
irigasi untuk pertanian rakyat.
(3) Urutan prioritas pemenuhan kebutuhan Air ditetapkan dalam Pola
Pengelolaan Sumber Daya Air dan Rencana Pengelolaan Sumber Daya Air
yang mencakup prioritas pemenuhan Air bagi kebutuhan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (21dan urutan pemenuhan Air bagi
kebutuhan kegiatan bukan usaha dan kegiatan usaha.

Pasal 29
(1) Pendayagunaan Sumber Daya Air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28
meliputi:
a. Air Permukaan pada mata Air, sungai, danau, waduk, rawa, dan Sumber Air
Permukaan lainnya;
b. Air Tanah pada Cekungan Air Tanah;
c. Air hujan; dan
d. Air laut yang berada di darat.
(2) Pendayagunaan Sumber Daya Air sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan melalui kegiatan:
a. penatagunaan Sumber Daya Air;
b. penyediaan Sumber Daya Air;
c. penggunaari Sumber Daya Air; dan
d. pengembangan Sumber Daya Air.

25
(3) Kegiatan Pendayagunaan Sumber Daya Air sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) mengacu pada Pola Pengelolaan Sumber Daya Air dan Rencana
Pengelolaan Sumber Daya Air dengan memperh-atikan keseimbangan aspek
ekologi, ekonomi, dan sosial budaya.

Pasal 30
(l) Pendayagunaan Sumber Daya Air untuk kegiatan usaha sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 28 ayat (3) yang dilakukan dalam suatu Wilayah Sungai
dengan membangun dan/atau menggunakan saluran transmisi hanya dapat
dilakukan untuk Wilayah Sungai lainnya jika ketersediaan Air melebihi
keperluan penduduk pada Wilayah Sungai yang bersangkutan"

(2) Pendayagunaan Sumber Daya Air untuk kegiatan usaha sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada Pola Pengelolaan Sumber Daya Air
dan Rencana Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai yang
bersangkutan dengan melibatkan para pemangku kepentingan terkait.

Pasal 31
Dalam keadaan memaksa, Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah
mengatur dan menetapkan penggunaan Sumber Daya Air s6lagaimana dimaksud
dalam Pasal 29 ayal (2) huruf c untuk kepentingan konservasi, persiapan
pelaksanaan konstruksi, dan pemenuhan prioritas penggunaan Sumber Daya Air.

Pasal 32
Setiap Orang yang menggunakan Sumber Daya Air sebagaimana dimalsud
dalam Pasal 29 ayat (2) huruf c dilarang melakukan pencemaran dan/atau
pemsakan pada Sumber Air, lingkungan, dan Prasarana Sumber Daya Air di
sekitarnya.

Pasal 33
(1) Setiap Orang dilarang melakukan Sumber Daya Air di kawasan suaka alam
dan kawasan pelestarian alam.

26
(2) Larangan Pendayagunaan Sumber Daya Air sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dikecualikan bagi orang perseorangan untuk pemenuhan kebutuhan
pokok sehari-hari yang tidak dimanfaatkan sebagai bentuk usaha.
Pasal 34
Ketentuan lebih lanjut mengenai Pendayagunaan Sumber Daya Air sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 28 sampai dengan Pasal 33 diatur dengan Peraturan
Pemerintah.

BABXVI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 76

Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku,


a. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 tenrang Pengairan (Lembaran
Negara Tahun 1974 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3046)
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku; dan
b. semua peraturan pelaksanaan yang mengatur mengenai Sumber Daya Air
dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti
berdasarkan Undang-Undang ini.

Pasal 77
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, ketentuan
mengenai pembagian urusan pemerintahan konkuren antara Pemerintah Pusat dan
pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/ kota, Angka I Matriks
pembagian urusan pemerintahan konkuren antara pemerintah pusat dan pemerintah
daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota:
a. huruf C Pembagian Urusan Pemerintahan Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan
Ruang Nomor 1 Sub- Urusan Sumber Daya Air (SDA) kolom 3 huruf b, kolom 4 huruf
b, dan kolom 5 huruf b;
b. huruf CC Pembagian Urusan Pemerintahan Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral
Nomor I Sub-Urusan Geologi kolom 3 huruf a, kolom 4 huruf b, dan kolom 5 yang
tertuang dalam lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Undang-
Undang Nomor, 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2Ol4 tentang Pemerintahan Daerah (l,embaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5679), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

27
Pasal 78

Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini harus ditetapkan paling lama 2 (dua)
tahun terhitung sejak Undang- Undang ini diundangk-an.

Pasal 79
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar Setiap Orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini


dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta
pada tanggal 15 Oktober 2019
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd.

JOKO WIDODO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 16 Oktober 2O19
PLT. MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
ttd TJAHJO KUMOLO

28
MATERI POKOK 3
INSTRUKSI PRESIDEN

Instruksi Presiden No. 2 Tahun 1984 tentang Pembinaan Perkumpulan Petani


Pemakai Air (P3A)

MENGINSTRUKSIKAN:
Kepada:
a. Menteri Dalam Negeri;
b. Menteri Pekerjaan Umum;
c. Menteri Pertanian.

Untuk:
PERTAMA:
Menteri Dalam Negeri memberi petunjuk-petunjuk kepada Gubernur Kepala Daerah
Tingkat I dalam usaha untuk membina dan mendorong terbentuknya Perkumpulan
Petani Pemakai Air di Daerah masing-masing.
KEDUA:
Menteri Pekerjaan Umum melakukan pembinaan dalam eksploitasi irigasi dan
pemeliharaan jaringan irigasi di tingkat petak tersier, guna terselenggaranya
pengelolaan air secara tepat guna, berdaya guna dan berhasil guna
KETIGA:
Menteri Pertanian melakukan pembinaan dalam pemanfaatan air secara adil dan
tepat dan di tingkat petak kwarter dengan memperhatikan faktor tersedianya air
sesuai dengan kebutuhan usaha tani dan aspirasi masyarakat setempat.

KEEMPAT:
Pelaksanaan pembinaan terhadap Perkumpulan Petani Pemakai Air dilakukan
dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan sebagaimana tercantum pada Lampiran
Instruksi Presiden ini sebagai Pedoman Pelaksanaannya.

KELIMA:
Ketentuan-ketentuan mengenai perkumpulan petani pemakai air yang sudah ada
sebelumnya, disesuaikan dengan ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Instruksi Presiden ini.

29
MATERI POKOK 4

PERATURAN MENTERI

1. Peraturan Menteri PUPR No. 8/PRT/M/2015 tentang Penetapan Garis


Sempadan Irigasi
a. Maksud :
Sebagai acuan bagi Pemerintah pusat, pemerintah daerah provinsi, dan
pemerintah daerah kabupaten/kota dalam menyusun peraturan tentang
penetapan garis sempadan jaringan irigasi guna pengamanan jaringan
irigasi.
b. Tujuan :
Untuk memberikan arahan kepada Pemerintah pusat, pemerintah daerah
provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota, pemerintah desa,
perseorangan, badan usaha dan/atau badan sosial dalam menetapkan garis
sempadan jaringan irigasi dan tertib penatausahaan administrasi barang
milik negara/barang milik daerah, atau pemilik barang lainnya guna menjaga
kelangsungan fungsi jaringan irigasi.
c. Lingkup Penetapan Garis Sempadan Jaringan Irigasi (GSJI)
(1) Untuk menjaga agar fungsi jaringan irigasi tidak terganggu oleh aktivitas
yang berkembang disekitarnya.
(2) Berlaku untuk jaringan irigasi yang akan dibangun maupun yang telah
dibangun.
(3) Untuk jaringan irigasi yang dibangun oleh pemerintah maupun jaringan
irigasi yang dibangun oleh pihak lain (Perseorangan, Badan Usaha,
Badan Sosial).

BAB II
GARIS SEMPADAN JARINGAN IRIGASI
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 4

(1) Garis sempadan jaringan irigasi meliputi garis sempadan saluran irigasi
yang terdiri atas saluran suplesi/penghubung, saluran primer, saluran
sekunder, garis sempadan saluran pembuang dan/atau garis
sempadan bangunan irigasi.

30
(2) Penetapan garis sempadan jaringan irigasi sebagaimana dimaksud
pada ayat(1), paling sedikit harus mempertimbangkan:

(1) ruang gerak untuk mendukung pelaksanaan kegiatan operasi dan


pemeliharaan jaringan irigasi;
(2) kepadatan penduduk dengan memperhatikan daerah kawasan
industri, kawasan perkotaan, kawasan perdesaan, dan rencana
rinci tata ruang yang disesuaikan dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;dan
(3) rencana pengembangan dan pengelolaan jaringan irigasi, dan/atau
perubahan wilayah/lingkungan yang mengakibatkan berubahnya
dimensi jaringan irigasi.

Bagian Kedua
Garis Sempadan Saluran Irigasi
Pasal 5

(1) Dalam menetapkan garis sempadan saluran irigasi harus


mempertimbangkan ketinggian tanggul, kedalaman saluran, dan/atau
penggunaan tanggul.

(2) Garis sempadan saluran irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
terdiri atas:

a. garis sempadan saluran irigasi tidak bertanggul;


b. garis sempadan saluran irigasi bertanggul; dan
c. garis sempadan saluran irigasi yang terletak pada lereng/tebing.
Yang perlu diperhatikan dlm penetapkan jarak garis sempadan saluran irigasi
(GSSI) :

(1) Ketinggian tanggul,


(2) Kedalaman saluran, dan atau
(3) Penggunaan tanggul.

31
d. Gambar Sempadan Saluran Irigasi

Sempadan Sempadan
≥H ≥H

Jalan
Inspeksi

Kedalaman
Saluran = H
Sisi Terluar Sisi Terluar
Jaringan Jaringan
Irigasi Irigasi

Ruang Jaringan Irigasi

Ruang Sempadan Jaringan Irigasi

Gambar 4.1. Sempadan Saluran Irigasi Tak Bertanggul

Tinggi Tanggul Tinggi Tanggul


= T1 = T2
Jalan Inspeksi

Sempadan
≥ T1

Sempadan
≥ T2

Gambar 4.2. Sempadan Saluran Irigasi Bertanggul

32
Sempadan
≥H

Kedalaman Galian = H

Tinggi Tanggul = T

Jalan Inspeksi

Sempadan
≥T

Gambar 4.3. Sempadan Saluran Irigasi di Lereng

Jalan Inspeksi
Pelebaran Pelebaran 4 m (Bebas)

Jalan Inspeksi
Semula

Perkuatan Tanggul
Perkuatan Saluran

Gambar 4.4. Perubahan Fungsi Jalan Inspeksi

33
e. Tanggung jawab

BAB III
WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB
Bagian Kesatu Umum
Pasal 14

i. Garis sempadan jaringan irigasi pada daerah irigasi lebih kecil dari 1.000
ha dalam satu kabupaten/kota ditetapkan oleh bupati/walikota.

ii. Garis sempadan jaringan irigasi pada daerah irigasi lintas


kabupaten/kota, daerah irigasi dengan luasan 1.000 ha sampai dengan
3.000 ha ditetapkan oleh gubernur dengan memperhatikan rekomendasi
bupati/walikota.

iii. Garis sempadan jaringan irigasi pada daerah irigasi lintas negara, lintas
provinsi, strategis nasional, dan daerah irigasi dengan luasan lebih dari
3.000 ha ditetapkan oleh Menteri Pekerjaan Umum dikoordinasikan
dengan gubernur terkait dengan memperhatikan rekomendasi
bupati/walikota.

iv. Penetapan garis sempadan dapat ditinjau kembali setiap 5 (lima) tahun
sekali.

2. Peraturan Menteri PUPR No. 11/PRT/M/2015 tentang Eksploitasi dan


Pemeliharaan Irigasi Rawa Pasang Surut

Permen PUPR ini mengatur Penyelenggaraan kegiatan Operasi dan


Pemeliharaan Irigasi Rawa Pasang Surut

Peraturan Menteri ini dimaksudkan sebagai acuan bagi Pemerintah Pusat,


pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota, pengelola
jaringan reklamasi rawa pasang surut, dan perorangan dalam menyusun :

1. pedoman rinci eksploitasi dan pemeliharaan jaringan reklamasi rawa pasang

34
surut di masing-masing daerah rawa untuk pejabat yang menangani eksploitasi
dan pemeliharaan jaringan reklamasi rawa pasang surut;

2. manual eksploitasi dan pemeliharaan jaringan reklamasi rawa pasang surut


untuk petugas pengamat pengairan; dan

3. manual eksploitasi dan pemeliharaan jaringan reklamasi rawa pasang surut


untuk juru pengairan

Ruang lingkup Peraturan Menteri ini meliputi pelaksanaan kegiatan:


(1) operasi jaringan reklamasi rawa pasang surut;
(2) pemeliharaan jaringan reklamasi rawa pasang surut;
(3) pemantauan dan evaluasi pelaksanaan operasi dan pemeliharaan
jaringan reklamasi rawa pasang surut;
(4) kelembagaan dan sumberdaya manusia pelaksana operasi dan
pemeliharaan jaringan reklamasi rawa pasang surut; dan
pembiayaan operasi dan pemeliharaan jaringan reklamasi rawa pasang surut.

3. Peraturan Menteri PUPR No. 12/PRT/M/2015 tentang Eksploitasi dan


Pemeliharaan Jaringan Irigasi

Pasal 2
(1) Peraturan Menteri ini dimaksudkan sebagai acuan bagi Pemerintah Pusat,
pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota dalam
melaksanakan eksploitasi dan pemeliharaan jaringan irigasi.
(2) Peraturan Menteri ini bertujuan agar pengelola irigasi mampu
melaksanakan kegiatan eksploitasi dan pemeliharaan jaringan irigasi
secara efektif dan efisien.

Pasal 3
(1) Eksploitasi dan pemeliharaan sumber air dan bangunan pengairan
berupa:
a. operasi jaringan irigasi; dan
b. pemeliharaan jaringan irigasi.

35
(2) Operasi jaringan irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
merupakan upaya pengaturan air irigasi dan pembuangannya,
termasuk kegiatan :
a. membuka menutup pintu bangunan irigasi,
b. menyusun rencana tata tanam,
c. menyusun sistem golongan,
d. menyusun rencana pembagian air,
e. melaksanakan kalibrasi pintu/bangunan,
f. mengumpulkan data,
g. memantau, dan mengevaluasi

(3). Pemeliharaan jaringan irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b, merupakan upaya menjaga dan mengamankan jaringan irigasi agar
selalu dapat berfungsi dengan baik guna memperlancar pelaksanaan
operasi jaringan irigasi dan mempertahankan kelestariannya

(4). Pelaksanaan kegiatan operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi mengacu


pada:
a. pedoman penyelenggaraan operasi jaringan irigasi; dan
b. pedoman pemeliharaan jaringan irigasi
sebagaimana tercantum dalam lampiran Menteri ini yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini :

1. Lampiran I : Pedoman Penyelenggaraan Operasi Jaringan


Irigasi.

2. Lampiran II : Pedoman Penyelenggaraan Pemeliharaan


Jaringan Irigasi
3. Lampiran : 12 Blangko Operasi,
Blangko IKSI
Kerangka Manual OP
4. Lampiran : 10 Blangko Pemeliharaan
Blangko Inventarisasi
Blangko BCP

36
4. Peraturan Menteri PUPR No. 14/PRT/M/2015 tentang Kriteria dan
Penetapan Status Daerah Irigasi.
Penetapan status daerah irigasi
dimaksudkan untuk menegaskan daerah irigasi yang pengelolaannya menjadi
wewenang dan tanggung jawab Pemerintah, pemerintah Provinsi dan
pemerintah Kabupaten/Kota sebagai dasar melaksanakan kegiatan Operasi
dan Pemeliharaan serta Rehabilitasi jaringan irigasi.

(1) Maksud

Peraturan Menteri ini dimaksudkan sebagai acuan bagi Pemerintah Pusat,


pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota dalam
melaksanakan pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi.

(2) Tujuan

Peraturan Menteri ini bertujuan untuk menjamin terselenggaranya


pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi yang berfungsi untuk mendukung
produktivitas usaha tani guna meningkatkan produksi pertanian dalam rangka
ketahanan pangan nasional dan kesejahteraan masyarakat, khususnya petani,
yang diwujudkan melalui keberlanjutan sistem irigasi.

Pasal-8

(1) Kriteria pembagian tanggung jawab pengembangan dan pengelolaan sistem


irigasi didasarkan pada:
a. keberadaan jaringan irigasi terhadap wilayah administrasi; dan
b. strata luasan jaringan irigasi.

(1) Kriteria pembagian tanggungjawab pengembangan dan pengelolaan sistem


irigasi yang didasarkan pada keberadaan jaringan irigasi terhadap wilayah
administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:

37
(7) daerah irigasi strategis nasional berupa daerah irigasi yang luasnya lebih
dari 10.000 ha yang mempunyai fungsi dan manfaat penting bagi
pemenuhan;
(8) daerah irigasi lintas negara berupa daerah irigasi yang mendapatkan air
irigasi dari jaringan irigasi yang bangunan dan saluran serta luasannya
berada di lebih dari satu negara;
(9) daerah irigasi lintas daerah provinsi berupa daerah irigasi yang
mendapatkan air irigasi dari jaringan irigasi yang bangunan dan saluran
serta luasannya berada di lebih dari satu wilayah provinsi, tetapi masih
dalam satu negara;
(10) daerah irigasi lintas daerah kabupaten/kota berupa daerah irigasi yang
mendapatkan air irigasi dari jaringan irigasi yang bangunan dan saluran
serta luasannya berada di lebih dari satu wilayah kabupaten/kota, tetapi
masih dalam satu wilayah provinsi; dan
(11) daerah irigasi yang terletak utuh pada satu kabupaten/kota berupa
daerah irigasi yang mendapatkan air irigasi dari jaringan irigasi yang
seluruh bangunan dan saluran serta luasannya berada dalam satu
wilayah kabupaten/kota

 Kriteria pembagian tanggungjawab pengembangan dan pengelolaan sistem


irigasi yang didasarkan pada keberadaan jaringan irigasi terhadap strata
luasan jaringan irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
1) daerah irigasi yang luasnya lebih dari 3000 ha; keberadaan
jaringan irigasi terhadap wilayah administrasi; dan
2) daerah irigasi yang luasnya 1000 ha-3000 ha; dan
3) daerah irigasi yang luasnya kurang dari 1000 ha. .

Pasal-9

 Pemerintah Pusat mempunyai wewenang dan tanggungjawab melakukan


pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi primer dan sekunder pada
daerah irigasi yang luasnya lebih dari 3000 ha, daerah irigasi lintas daerah
provinsi, daerah irigasi lintas negara, dan daerah irigasi strategis nasional.

38
 Pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi primer dan sekunder
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Menteri

Pasal-10

 Pemerintah daerah provinsi mempunyai wewenang dan tanggungjawab


melakukan pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi primer dan
sekunder pada daerah irigasi yang luasnnya 1000 ha-3000 ha, dan daerah
irigasi lintas daerah kabupaten/kota.

 Pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi primer dan sekunder


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh gubernur

Pasal-11

b. Pemerintah daerah kabupaten/kota mempunyai wewenang dan


tanggunjawab melakukan pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi
primer dan sekunder pada daerah irigasi yang luasnnya kurang dari 1000 ha
dalam 1 (satu) daerah kabupaten/kota.
c. Pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi primer dan sekunder
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh bupati/walikota.

Pasal-12
Daerah irigasi yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri ini berupa daerah irigasi
yang sudah dibangun oleh Pemerintah Pusat, pemerintah daerah provinsi, dan
pemerintah daerah kabupaten/kota yang jenisnya meliputi:
 irigasi permukaan;
 irigasi rawa;
 irigasi air bawah tanah;
 irigasi pompa; dan
 irigasi tambak.

39
Tabel 4.1. DATA LUASAN DAERAH IRIGASI NASIONAL
REKAPITULASI LUASAN DAERAH IRIGASI NASIONAL

KEWENANGAN TOTAL
No. PROVINSI Pusat Provinsi Kabupaten/Kota (Pusat+Prov+Kab/Kota)
D.I. Ha D.I. Ha D.I. Ha D.I. Ha
1 ACEH 13 108,622 47 78,468 1,439 203,428 1,499 390,518
2 SUMATERA UTARA 17 104,822 90 113,845 2,040 284,748 2,147 503,415
3 RIAU 14 47,952 58 116,971 188 48,717 260 213,640
4 KEP. RIAU - - - - 8 1,726 8 1,726
5 SUMATERA BARAT 13 77,389 68 70,707 3,196 229,342 3,277 377,438
6 JAMBI 5 22,553 14 19,068 591 63,068 610 104,689
7 BENGKULU 6 33,649 13 16,283 775 61,063 794 110,995
8 SUMATERA SELATAN 29 331,626 55 91,050 815 106,097 899 528,773
9 KEP. BANGKA BELITUNG 7 23,341 10 15,494 51 7,251 68 46,086
10 LAMPUNG 18 228,657 20 23,623 1,199 131,303 1,237 383,583
11 BANTEN 5 62,209 22 30,856 1,392 120,865 1,419 213,930
12 JAWA BARAT 20 427,827 103 100,600 5,166 365,577 5,289 894,004
13 JAWA TENGAH 33 326,109 108 86,865 12,174 543,988 12,315 956,962
14 D.I. YOGYAKARTA 3 12,575 41 13,987 1,389 44,581 1,433 71,143
15 JAWA TIMUR 33 291,963 183 174,087 10,311 533,034 10,527 999,084
16 BALI 12 42,589 14 9,271 814 58,486 840 110,346
17 NUSA TENGGARA BARAT 16 70,874 35 58,105 925 109,547 976 238,526
18 NUSATENGGARA TIMUR 26 106,689 42 60,328 3,069 188,952 3,137 355,969
19 KALIMANTAN BARAT 17 68,483 48 62,636 1,130 142,725 1,195 273,844
20 KALIMANTAN TENGAH 20 147,782 22 35,753 499 174,328 541 357,863
21 KALIMANTAN SELATAN 23 102,598 40 57,003 932 199,989 995 359,590
22 KALIMANTAN TIMUR - - 22 35,060 387 84,462 409 119,521
23 KALIMANTAN UTARA 3 15,616 6 9,786 67 21,539 76 46,941
24 SULAWESI UTARA 4 20,602 12 18,302 472 46,304 488 85,208
25 GORONTALO 3 13,188 7 9,868 243 21,168 253 44,224
26 SULAWESI TENGAH 8 41,809 30 47,640 623 82,008 661 171,457
27 SULAWESI BARAT 1 12,585 23 36,614 592 38,440 616 87,639
28 SULAWESI TENGGARA 14 66,223 30 48,859 855 97,679 899 212,761
29 SULAWESI SELATAN 26 243,981 67 105,666 2,793 298,514 2,886 648,161
30 MALUKU 7 27,483 18 22,570 146 18,727 171 68,779
31 MALUKU UTARA 2 7,730 29 37,209 28 9,487 59 54,426
32 PAPUA BARAT 3 9,666 11 15,010 18 6,171 32 30,847
33 PAPUA 8 45,340 8 12,885 262 15,716 278 73,941
JUMLAH 409 3,142,532 1,296 1,634,467 54,589 4,359,028 56,294 9,136,028

5. Peraturan Menteri PUPR No. 16/PRT/M/2015 tentang Eksploitasi dan


Pemeliharaan Irigasi Rawa Lebak
Permen PUPR ini mengatur Penyelenggaraan kegiatan Operasi dan
Pemeliharaan Irigasi Rawa Lebak.
a. Peraturan Menteri ini dimaksudkan sebagai acuan bagi
BBWS/BWS dalam menyusun:
A. pedoman rinci eksploitasi dan pemeliharaan jaringan irigasi rawa
lebak di masing-masing daerah rawa untuk pejabat yang
menangani eksploitasi dan pemeliharaan jaringan irigasi rawa
lebak;

40
B. manual eksploitasi dan pemeliharaan jaringan irigasi rawa lebak
untuk petugas pengamat pengairan; dan
C. manual eksploitasi dan pemeliharaan jaringan Irigasi rawa lebak
untuk juru pengairan.
b. Peraturan Menteri ini bertujuan agar BBWS/BWS, mampu
melaksanakan eksploitasi dan pemeliharaan jaringan irigasi rawa lebak
secara efisien dan efektif

c. Ruang lingkup Peraturan Menteri ini meliputi pelaksanaan


kegiatan:

A. pelaksanaan kegiatan operasi jaringan irigasi rawa lebak; dan


B. pelaksanaan pemeliharaan jaringan irigasi rawa lebak.

5) Pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud meliputi:


a) operasi jaringan irigasi rawa lebak;
b) pemeliharaan jaringan irigasi rawa lebak;
c) pemantauan dan evaluasi pelaksanaan operasi dan pemeliharaan
jaringan irigasi rawa lebak;
d) kelembagaan dan sumber daya manusia; dan
e) pembiayaan operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi rawa lebak

6. Peraturan Menteri PUPR No. 17/PRT/M/2015 tentang Komisi Irigasi

Komisi Irigasi adalah wadah koordinasi dan komunikasi antara wakil


pemerintah, wakil perkumpulan petani pemakai air tingkat daerah irigasi
dan wakil pengguna jaringan irigasi lainnya

 Latar belakang
Perlunya wadah koordinasi pengelolaan irigasi untuk mewujudkan
Pengembangan dan Pengelolaan Sistem Irigasi (PPSI).

 Tujuan Komisi Irigasi


Mewujudkan lembaga koordinatif dlm PPSI yg demokratis, transparan,
bertanggung jawab dan mengutamakan petani.

41
 Ruang Lingkup Pengaturan
 Kedudukan, Wilayah Kerja, Tugas dan Fungsi (Komir Prov, Komir
Kab/Kot & Komir antarprovinsi).
 Susunan Organisasi, Keanggotaan (unsur anggota, hak & kewajiban
anggota) dan Tata Kerja komir (persidangan, sekretariat komir)
 Hubungan kerja antar wadah koordinasi
Pembiayaan (unsur biaya, sumber pembiayaan)

 Wilayah Kerja Komir


Tabel-2 : Wilayah Kerja Komisi Irigasi

Komisi Irigasi Komisi Irigasi Komisi Irigasi


Provinsi Kabupaten/Kota Antarprovinsi

DI. 1000-3000 ha atau DI <1000 ha dan daerah DI Lintas provinsi


DI lintas kab/kota irigasi desa baik yg sudah
maupun yg belum
DI strategis nasional DI 1000-3000 ha dlm di TP kepada prov
dan DI > 3000 ha lintas kab/kota yg sdh di TP yg bersangkutan
kab/kota baik sdh di-TP- kan oleh Prov ke Kab.
kan atau belum di-TP-
kan kepada prov. DI strategis nasional
dan DI >3000 ha utuh
dlm kab/kota yg sdh
atau blm di-TP-kan
kepada Kab

42
 Tugas dan Fungsi Komir
Tabel-3 : Tugas dan Fungsi Komisi Irigasi

TUGAS : FUNGSI :

Membantu gubernur/Bupati/Walikota dalam :


 merumuskan rencana kebijakan untuk menyelenggarakan
mempertahankan dan meningkatkan kondisi dan fungsi koordinasi
fungsi irigasi; antara pemerintah
 merumuskan rencana tahunan penyediaan, provinsi, komisi
pembagian, dan pemberian air irigasi yang efisien
bagi pertanian dan keperluan lain; irigasi
 merekomendasikan prioritas alokasi dana kabupaten/kota
pengelolaan irigasi melalui forum musyawarah perkumpulan petani
pembangunan; pemakai air tingkat
 memberikan pertimbangan mengenai izin alih fungsi daerah irigasi, dan
lahan beririgasi;
pengguna jaringan
 merumuskan rencana tata tanam yang telah
disiapkan oleh dinas instansi terkait dengan irigasi untuk
mempertimbangkan data debit air yang tersedia keperluan lainnya
pada setiap daerah irigasi, pemberian air serentak
atau golongan, kesesuaian jenis tanaman, serta
rencana pembagian dan pemberian air;
 merumuskan rencana pemeliharaan dan rehabilitasi
jaringan irigasi yang meliputi prioritas penyediaan
dana, pemeliharaan, dan rehabilitasi;
 memberikan masukan dalam rangka evaluasi
pengelolaan aset irigasi
 memberikan pertimbangan dan masukan atas
pemberian izin alokasi air untuk kegiatan perluasan
daerah layanan jaringan irigasi dan peningkatan
jaringan irigasi;
 memberikan masukan atas penetapan hak guna
pakai air untuk irigasi dan hak guna usaha untuk
irigasi kepada badan usaha, badan sosial, ataupun
perseorangan;
 membahas dan memberi pertimbangan dalam
mengatasi permasalahan daerah irigasi akibat
kekeringan, kebanjiran, dan akibat bencana alam
lain;
 memberikan masukan dan pertimbangan dalam
proses penetapan peraturan daerah tentang irigasi;
 memberikan masukan dan pertimbangan dalam
upaya menjaga keandalan dan keberlanjutan sistem
irigasi; dan
 melaporkan hasil kegiatan kepada
gubernur/bupati/walikota mengenai program dan
progres, masukan yang diperoleh, serta melaporkan
kegiatan yang dilakukan selama 1 (satu) tahun

43
 Keanggotaan Komir
Tabel-4 : Keanggotaan Komisi Irigasi

Keanggotaan Komir Komir Komir


provinsi kab/kota antarprovinsi

Wakil pemerintah Provinsi Kab/kota Kab/kota terkait

Wakil: Tingkat DI Tingkat DI Tingkat DI


P3A/GP3A/IP3A

Wakil pengguna Kab/kota Kab/kota Pada Jar Irg


Jar Irigasi pada terkait lintas prov

Wakil komir Kab/Kota - Provinsi terkait

 Organisasi Komir
 Pengurus Komisi Irigasi
(1) Ketua : Ketua Bappeda
(2) Ketua Harian : Kepala Dinas yang membidangi irigasi.

(3) Sekretaris : Kepala Bidang yang membidangi irigasi dan bidang/seksi


yang membidangi pemanfaatan air pada dinas pertanian
(4) Ketua-ketua bidang (sesuai dgn jumlah bidang yang dibutuhkan)

(5) Bila perlu didampingi tenaga ahli

 Sekretariat Komisi Irigasi


a) Memfasilitasi & mendukung pelaksanaan tugas komisi irigasi,
menyelenggarakan administrasi kesekretariatan & administrasi
komisi irigasi
b) Secara administratif berada di bawah instansi yg membidangi irigasi
c) Dipimpin oleh seorang Kepala Sekretariat yg dibantu oleh
staf/pelaksana (PNS) dengan jumlah sesuai kebutuhan dan bekerja
secara penuh waktu (full time)

44
7. Peraturan Menteri PUPR No. 21/PRT/M/2015 tentang Eksploitasi dan
Pemeliharaan Irigasi Tambak
Permen PUPR ini mengatur Penyelenggaraan kegiatan Operasi dan
Pemeliharaan Irigasi Tambak.
1) Peraturan Menteri ini dimaksudkan sebagai acuan bagi Pemerintah
Pusat, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah
kabupaten/kota dalam menyusun manual eksploitasi dan
pemeliharaan jaringan irigasi tambak.

2) Peraturan Menteri ini bertujuan untuk menjamin terselenggaranya


eksploitasi dan pemeliharaan jaringan irigasi tambak secara efisien dan
efektif

3) Ruang lingkup pedoman ini meliputi:


a) operasi jaringan irigasi tambak;
b) pemeliharaan jaringan irigasi tambak;
c) partisipasi masyarakat;
d) pemantauan dan evaluasi pelaksanaan operasi dan pemeliharaan
jaringan irigasi tambak;
e) kelembagaan dan organisasi pelaksana operasi dan
pemeliharaan jaringan irigasi tambak; dan
f) pembiayaan operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi tambak

45
8. Peraturan Menteri PUPR No. 23/PRT/M/2015 tentang Pengelolaan Aset
Irigasi

Gambaran Umum Aset Irigasi

ASET IRIGASI

Pendukung pengelolaan
Jaringan Irigasi irigasi

institusi

SDM
Fas.pendukung

 Kegunaan Pengelolaan Aset Irigasi (PAI)


1) Kegunaan Umum
(1) Untuk mencapai strategi jangka panjang yang paling efektif (ditinjau
dari segi biaya) untuk mencapai tingkat pelayanan tertentu

(2) Memberikan gambaran yang jelas kepada organisasi dan user tentang
implikasi finansial dari penyediaan pelayanan pada tingkat tertentu
a. Mengidentifikasi data aset irigasi
b. Meningkatkan keandalan aset irigasi
c. Meningkatkan kepuasan pengguna air irigasi dan jaringan irigasi
d. Mengefisienkan biaya OP
e. Meningkatkan kinerja (LoS=Level of service)

46
f. Meningkatkan kepatuhan pada SOP

2) Kegunaan bagi Masyrakat


a. Kesempatan berpartisipasi dalam bag. Pekerjaan tertentu;
b. Meningkatkan rasa memiliki;
c. Kesempatan menyumbangkan pemikiran & gagasan;
d. Mendapatkan gambaran nyata kondisi lapangan dg ikut serta
penelusuran;

e. Ikut melaksanakan desain partisipatif .


3) Kegunaan bagi Komir
a. Mendapatkan bahan penyusunan & pelaksanaan koordinasi
perencanaan pengelolaan irigasi partisipatif;
b. Mendapatkan bahan utk merumuskan kebijakan mempertahankan &
meningkatkan kondisi dan fungsi jaringan irigasi;
c. Mendapatkan bahan utk rekomendasi prioritas aolokasi Dana
Pengelolaan Irigasi usulan P3A

4) Kegunaan bagi Instansi Teknis


a. Mendapatkan bahan penyusunan renstra pengelolaan irigasi
pertisipatif dan pemberdayaan P3A;
b. Memfasilitasi kegiatan pembinaan & pengembangan P3A pd suatu DI;
c. Untuk mendapatkan bahan guna penyusunan program kerja
pengelolaan irigasi partisipatif;
d. Bahan pertimbangan guna menjaga dan meningkatkan kondisi fisik
dan fungsi jaringan irigasi;
e. Bahan penetapan AKNPI dan/atau AKNOP
f. Bahan pertimbangan guna peningkatan pelayanan kebutuhan air bagi
P3A;
g. Bahan penetapan kerjasama pengelolaan irigasi di antara instansi
daerah yg terkait;
h. Utk penyusunan & pelaksanaan kegiatan monitoring & evaluasi kinerja
pengelolaan irigasi partisipatif & pemberdayaan P3A.

47
5) Kegiatan PAI
a. Inventarisasi
b. Perencanaan
c. Pelaksanaan Sistem Informasi PAI (SIPAI)
d. Evaluasi
e. Pemutakhiran data

6) Impelementasi PAI
a) Inventarisasi
a. Inventarisasi aset jaringan irigasi dilakukan :

1) Setelah aset irigasi selesai dikembangkan sebagian atau


seluruhnya
2) Setahun sekali
3) Penyusunan laporan inventarisasi aset irigasi pada setiap akhir
tahun

b. Inventarisasi aset irigasi pendukung pengelolaan irigasi


dilakukan : 5 tahun sekali pada setiap Daerah Irigasi

b) Perencanaan PAI
1) Perencanaan aset irigasi meliputi kegiatan :
- analisis data hasil inventarasi aset irigasi, dan
- Perumusan rencana tindak lanjut untuk mengoptimalkan
pemanfaatan aset irigasi

2) Penyusunan rencana pengelolaan aset irigasi dilakukan :

a. Secara terpadu,
b. Transparan, dan
c. Akuntabel
Dengan melibatkan semua pemakai air irigasi dan pengguna jaringan
irigasi.

48
c) Pelaksanaan PAI

Pelaksanaan PAI

Fisik Non Fisik

a. Mengamankan; a. Mengoperasikan jaringan irigasi;


b. Memelihara; b. Memperkuat kelembagaan;
c. Merehabilitasi; c. Menambah jumlah, dan/atau meningkatkan
d. Meningkatkan; kemampuan SDM;
e. Memperbaraui; d. Menyempurnakan sistem pengelolaan irigasi,
f. Mengganti, dan dan
g. Menghapus aset jaringan irigasi e. Mengganti, memperbaiki, dan/atau
mengamankan aset pendukung pengelolaan
irigasi

d) Evaluasi Pelaksanaan Pengelolaan Aset Irigasi


Dilakukan pada setiap akhir tahun untuk :
d. Mendapatkan gambaran tentang pelaksanaan PAI
e. Merumuskan masukan untuk PAI tahun berikutnya

Gambaran tersebut pada huruf a antara lain :


d. Berupa capaian tingkat layanan;
e. Keterlambatan/hambatan pelaksanaan

mengkaji ulang kesesuaian antara rencana dan


pengelolaan aset irigasi  setiap akhir tahun

e) Pemutakhiran hasil inventarisasi aset Irigasi, untuk :

 Menjaga keakuratan data aset irigasi, dan

 Dilaksanakan pada setiap akhir tahun dengan menggunakan hasil


inventarisasi tahun yg bersangkutan

f) Sistem Informasi PAI


Sistem Informasi PAI untuk mendukung pelaksanaan Pengelolaan
Aset Irigasi

49
Untuk menyelenggarakan sistem informasi PAI diperlukan komponen:

a. Unit pengelola data aset irigasi;


b. Perangkat keras antara lain :
- komputer,
- GPS
- kamera digital

Aplikasi  harus mampu menampung substansi yg terkandung


dalam Permen PUPR No: 23/PRT/M/2015

9. Peraturan Menteri PUPR No. 29/PRT/M/2015 tentang Rawa

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1 Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yang terkandung di
dalamnya, tergenang secara terus menerus atau musiman, terbentuk secara
alami di lahan yang relatif datar atau cekung dengan endapan mineral atau
gambut, dan ditumbuhi vegetasi, yang merupakan suatu ekosistem.
2 Konservasi Rawa adalah upaya memelihara keberadaan serta keberlanjutan
keadaan, sifat, dan fungsi Rawa agar senantiasa tersedia dalam kuantitas
dan kualitas yang memadai untuk memenuhi kebutuhan makhluk hidup, baik
pada waktu sekarang maupun generasi yang akan datang.
3 Pengembangan Rawa adalah upaya untuk meningkatkan kemanfaatan
fungsi sumber daya air pada Rawa.
4 Pengendalian Daya Rusak Air pada Rawa adalah upaya untuk mencegah,
menanggulangi, dan memulihkan kerusakan kualitas lingkungan hidup pada
Rawa agar tidak menimbulkan kerugian bagi kehidupan.
5 Kawasan Lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama
melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam
dan sumber daya buatan.
6 Kawasan Budi Daya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama
untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam,
sumber daya manusia, dan sumber daya buatan.
7 Pengaturan Tata Air adalah sistem pengelolaan air pada Rawa beserta
prasarananya untuk mendukung kegiatan budi daya.
8 Irigasi Rawa adalah usaha penyediaan, pengaturan, dan pembuangan air
melalui jaringan Irigasi Rawa pada Kawasan Budi Daya pertanian.

50
9 Sistem Irigasi Rawa adalah kesatuan pengelolaan Irigasi Rawa yang terdiri
atas prasarana jaringan Irigasi Rawa, air pada jaringan Irigasi Rawa,
manajemen Irigasi Rawa, kelembagaan pengelolaan Irigasi Rawa, dan
sumber daya manusia.
10 Pelindungan rawa adalah upaya pengamanan Rawa dari kerusakan yang
ditimbulkan akibat tindakan manusia atau gangguan yang disebabkan oleh
daya alam.
11 Pelestarian rawa adalah rangkaian upaya untuk memelihara kelangsungan,
daya dukung, dan daya tampung lingkungan hidup pada Rawa.
12 Pengawetan air pada Rawa adalah adalah upaya pemeliharaan keberadaan
dan ketersediaan air Rawa atau kualitas air Rawa agar tersedia sesuai
dengan fungsi dan manfaatnya.
13 Fungsi rawa sebagai resapan air adalah fungsi Rawa sebagai wadah
penyimpan air.
14 Fungsi rawa sebagai daerah tangkapan air adalah fungsi Rawa yang
berfungsi sebagai penampung air. Untuk Rawa pasang surut, tangkapan air
dapat diperankan oleh kubah gambut.
15 Ekosistem darat adalah upland atau wilayah daratan selain Rawa.
16 Kesatuan hidrologi Rawa pasang surut adalah tata air Rawa pasang surut
yang bersifat mandiri, tidak dipengaruhi oleh tata air sumber air lainnya
(independent), dan secara fisik dibatasi oleh sungai, anak sungai, laut,
dan/atau pemisah topografis.
17 Kegiatan fisik adalah kegiatan pelaksanaan konstruksi prasarana
konservasi, pengembangan, dan pengendalian daya rusak air pada rawa.
18 Kegiatan nonfisik adalah kegiatan yang bersifat perangkat lunak antara lain
pengaturan, pembinaan, pengawasan, dan pengendalian.
19 Prasarana Pengaturan Tata Air Rawa” adalah prasarana fisik yang dibangun
untuk keperluan pengelolaan Rawa termasuk fasilitas pendukungnya.

Pasal 2
Ruang lingkup Peraturan Menteri ini meliputi:
a. penetapan Rawa;
b. pengelolaan Rawa;
c. sistem informasi Rawa;
d. perizinan dan pengawasan; dan
e. pemberdayaan masyarakat.

Pasal 3
(1) Rawa sebagai sumber air, dikuasai oleh negara dan dikelola secara
menyeluruh, terpadu, dan berwawasan lingkungan dengan tujuan untuk

51
mewujudkan kemanfaatan fungsi Rawa yang berkelanjutan dan
mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
(2) Penguasaan rawa oleh negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh Pemerintah Pusat, pemerintah daerah provinsi, dan
pemerintah daerah kabupaten/kota berdasarkan wilayah sungai.
(3) Pelaksanaan penguasaan rawa yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat,
pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilaksanakan oleh Menteri, gubernur,
atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangan pengelolaan sumber daya
air.
BAB II
PENETAPAN RAWA
Pasal 4
(1) Rawa meliputi:
a. rawa pasang surut; dan
b. rawa lebak.
(2) Rawa pasang surut dan Rawa lebak sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
secara fisik dapat berupa:
a. rawa yang masih alami; atau
b. rawa yang telah dikembangkan.

Pasal 5
(1) Rawa ditetapkan sebagai Rawa pasang surut apabila memenuhi kriteria:
a. terletak di tepi pantai, dekat pantai, muara sungai, atau dekat muara
sungai; dan
b. kesatuan hidrologi dibatasi oleh sungai yang dipengaruhi oleh pasang
surut harian, dan/atau laut;
c. secara alami tergenangi air yang dipengaruhi pasang surut air laut,
dan/atau dari air hujan, atau menjadi kering akibat drainase reklamasi
lahan; dan
d. dasar drainase alam maupun reklamasi lahan adalah saluran, atau
sungai, dan/atau laut yang dipengaruhi pasang surut.
(2) Rawa ditetapkan sebagai Rawa lebak apabila memenuhi kriteria:
a. terletak jauh dari pantai; dan

52
b. kesatuan hidrologi yang merupakan daerah aliran sungai, dan sungai
yang bersifat non pasang surut dengan variasi muka air musiman;
c. tergenangi air akibat luapan air sungai dan/atau air hujan yang
menggenang secara periodik atau menerus; dan
d. dasar drainase yang merupakan sungai non pasang surut dengan muka
air tertinggi pada musim hujan.

Bagian Kedua
Konservasi Rawa
Paragraf 1
Umum
Pasal 16
Konservasi Rawa dilakukan melalui:
a. pelindungan dan pelestarian Rawa;
b. pengawetan air pada Rawa; dan
c. pencegahan pencemaran air pada Rawa.

Paragraf 2
Pelindungan dan Pelestarian Rawa
Pasal 17
Pelindungan dan pelestarian Rawa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16
huruf
a, dilakukan melalui:
a. pemeliharaan kelangsungan fungsi Rawa sebagai resapan air dan daerah
tangkapan air;
b. pengendalian pemanfaatan Rawa dengan fungsi budi daya; dan
c. pengaturan sempadan Rawa.
Pasal 18
(1) Pemeliharaan kelangsungan fungsi Rawa sebagai resapan air dan daerah
tangkapan air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf a, dilakukan pada
Rawa dengan fungsi lindung.
(2) Pemeliharaan kelangsungan fungsi Rawa sebagai resapan air dan daerah
tangkapan air sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

53
Pasal 20
(1) Pengaturan muka air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf
a, dilakukan sesuai dengan:
a. kebutuhan peruntukan pemanfaatan rawa; dan
b. karakteristik hidrotopografi, khusus untuk rawa lebak.
(2) Kebutuhan peruntukan pemanfaatan rawa sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a, antara lain untuk pertanian, perikanan, perumahan, dan fasilitas
umum.
(3) Karakteristik hidrotopografi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
terdiri atas:
a. rawa lebak pematang merupakan rawa lebak dengan lama genangan air
kurang dari 3 (tiga) bulan dalam setahun;
b. rawa lebak tengahan merupakan rawa lebak dengan lama genangan air
3 (tiga) sampai 6 (enam) bulan dalam setahun; dan
c. rawa lebak dalam merupakan rawa lebak dengan lama genangan air lebih
dari 6 (enam) bulan dalam setahun

Bagian Ketiga
Pengembangan Rawa
Pasal 32
(1) Pengembangan Rawa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf
b, merupakan bagian dari pengembangan sumber daya air.
(2) Pengembangan Rawa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hanya dapat
dilakukan pada Rawa dengan fungsi budi daya.
(3) Rawa dengan fungsi lindung hanya dapat dilakukan kegiatan
nonpengembangan yang meliputi:
a. penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan; dan/atau
b. ekowisata.
(4) Pengembangan Rawa sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan
dengan cara:
a. berbasis sumber daya air; dan
b. tidak berbasis sumber daya air.

54
Pasal 33
(1) Pengembangan Rawa berbasis sumber daya air sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 32 ayat (4) huruf a, dilakukan melalui Pengaturan Tata Air untuk
kegiatan pertanian dan nonpertanian.
(2) Pengembangan Rawa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan
dengan:
a. mempertimbangkan karakteristik rawa;
b. mempertimbangkan kearifan lokal; dan
c. memperhatikan aspirasi masyarakat setempat.
Pasal 34
(1) Pengembangan Rawa berbasis sumber daya air sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 33 dapat dilakukan oleh Pemerintah Pusat, pemerintah daerah
provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota, dan setiap orang.
(2) Dalam melaksanakan Pengembangan Rawa sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), pengembang Rawa wajib:
a. menyediakan prasarana Pengaturan Tata Air sesuai dengan keperluan
pemanfaatannya;
b. melaksanakan operasi dan pemeliharaan prasarana Pengaturan Tata Air;
dan
c. melaksanakan rehabilitasi prasarana Pengaturan Tata Air.
(3) Penyediaan prasarana Pengaturan Tata Air sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf a, dilakukan melalui tahapan:
a. perencanaan teknis; dan
b. pelaksanaan konstruksi.
(4) Dalam hal pelaksanaan konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
huruf b, telah dinyatakan selesai dan berfungsi, dilakukan operasi dan
pemeliharaan prasarana sumber daya air.
(5) Operasi dan pemeliharaan prasarana sumber daya air sebagaimana
dimaksud pada ayat (4), pada kawasan Pengembangan Rawa dapat
dilaksanakan setelah memperoleh persetujuan audit kesiapan operasi dan
pemeliharaan dari Menteri, gubernur, dan bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya.
(6) Pelaksanaan operasi dan pemeliharaan prasarana Pengaturan Tata Air
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, dilaksanakan melalui tahapan:

55
a. perencanaan;
b. pelaksanaan; dan
c. pengawasan.
(7) Pelaksanaan rehabilitasi prasarana Pengaturan Tata Air sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf c, dilaksanakan melalui tahapan:
a. perencanaan;
b. pelaksanaan; dan
c. pengawasan.
(8) Tata cara audit kesiapan operasi dan pemeliharaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (5), dilakukan sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 35
(1) Pengembangan Rawa berbasis sumber daya air yang dilakukan untuk
kegiatan pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1), dilakukan
dengan pengembangan dan pengelolaan Sistem Irigasi Rawa.
(2) Pengembangan dan pengelolaan Sistem Irigasi Rawa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), meliputi:
a. pengembangan jaringan Irigasi Rawa;
b. pengelolaan jaringan Irigasi Rawa;
c. pengelolaan air Irigasi Rawa;
d. partisipasi masyarakat petani;
e. pemberdayaan;
f. pengelolaan aset jaringan Irigasi Rawa;
g. kelembagaan pengelolaan Irigasi Rawa;
h. koordinasi pengelolaan Sistem Irigasi Rawa;
i. wewenang dan tanggung jawab; dan
j. pengawasan.

(3) Pengembangan dan pengelolaan Sistem Irigasi Rawa sebagaimana


dimaksud pada ayat (2), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan.

Pasal 36
(1) Pengembangan Rawa tidak berbasis sumber daya air sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 32 ayat (4) huruf b, dapat berupa antara lain
pengembangan rawa untuk kawasan industri, pengembangan rawa untuk

56
kawasan pemukiman, pengembangan rawa untuk kawasan kuasa
pertambangan, dan pengembangan rawa untuk lapangan terbang.
(2) Pengembangan rawa tidak berbasis sumber daya air sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan.

BAB VI
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
Pasal 63
(1) Pemberdayaan masyarakat meliputi kegiatan:
a. sosialisasi;
b. konsultasi publik; dan
c. partisipasi masyarakat.
(2) Menteri, gubernur, dan bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya
melakukan pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan Rawa.
(3) Dalam melakukan pemberdayaan masyarakat, Menteri, gubernur, dan
bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya harus menyediakan pusat
informasi.
Pasal 64
Kegiatan sosialisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (1) huruf a,
dapat dilakukan melalui pengenalan lingkungan Rawa, kunjungan lapangan,
identifikasi masalah, pendampingan, dan pelatihan.
Pasal 65
(1) Kegiatan konsultasi publik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (1)
huruf b, dilaksanakan untuk memperoleh masukan pada tahapan studi
kelayakan pengembangan, perencanaan teknis, pelaksanaan konstruksi, serta
operasi dan pemeliharaan.
(2) Kegiatan konsultasi publik dapat dilakukan melalui survei pendapat umum,
diskusi, dengar pendapat, dan lokakarya mengenai pengelolaan Rawa.
Pasal 66
(1) Kegiatan partisipasi masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63
ayat (1) huruf c, dapat dilakukan melalui pembentukan kelompok kerja dan kerja
sama pengelolaan Rawa.
(2) Dalam hal partisipasi masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

57
dilakukan pada daerah Irigasi Rawa, pemberdayaan dan partisipasi
masyarakat dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

10. Peraturan Menteri PUPR No. 30/PRT/M/2015 tentang Pengembangan dan


Pengelolaan Sistem Irigasi
Mengatur tentang prinsip pelaksanaan dan Partisipasi P3A/GP3A/IP3A
dalam Pengembangan dan Pengelolaan Sistem Irigasi

PRINSIP PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN SISTEM IRIGASI

(BAB I)

Pasal 2
a. Peraturan Menteri ini dimaksudkan sebagai acuan bagi Pemerintah
Pusat, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota,
pemerintah desa, masyarakat petani/P3A/GP3A/IP3A, dan pengguna
jaringan irigasi lain dalam melaksanakan pengembangan dan pengelolaan
sistem irigasi

b. Ruang lingkup pengaturan dalam Peraturan Menteri ini meliputi :


a. prinsip pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi,
b. kelembagaan pengelolaan irigasi,
c. wewenang dan tanggung jawab,
d. koordinasi pengelolaan sistem irigasi,
e. pemberdayaan, partisipasi masyarakat petani/P3A/GP3A/IP3A dalam
pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi, syarat dan tata laksana
partisipasi,
f. serta pemantauan dan evaluasi dalam pengembangan dan
pengelolaan sistem irigasi.

Pasal 3
Pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi yang bertujuan untuk
mewujudkan kemanfaatan air dalam bidang pertanian

58
Pemerintah Pusat, pemerintah daerah provinsi, atau pemerintah daerah
kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya bertanggung jawab dalam
pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi primer dan sekunder

Pasal 4
Pengembangan dan pengelolaan sistem diselenggarakan secara
partisipatif, terpadu, dan berwawasan lingkungan hidup, transparan,
akuntabel, dan berkeadilan dengan mengutamakan peran masyarakat
petani/P3A/GP3A/IP3A

Partisipasi masyarakat petani dapat disalurkan melalui perkumpulan petani


pemakai air di wilayah kerjanya.

Partisipasi masyarakat petani/P3A/GP3A/IP3A dilaksanakan untuk


meningkatkan rasa memiliki, rasa tanggung jawab, serta meningkatkan
kemampuan masyarakat petani/P3A/GP3A/IP3A dlm rangka mewujudkan
efisiensi, efektivitas, dan keberlanjutan sistem irigasi.

Pasal 5
Pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi yang dilaksanakan oleh
badan usaha, badan sosial, atau perseorangan diselenggarakan dengan
memperhatikan kepentingan masyarakat di sekitarnya dan mendorong
peran serta masyarakat petani

Pasal 6
Pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi dilaksanakan dengan
pendayagunaan sumber daya air yang didasarkan pada keterkaitan antara
air hujan, air permukaan, dan air tanah secara terpadu dengan
mengutamakan pendayagunaan air permukaan.

Pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi dilaksanakan dengan


prinsip satu sistem irigasi satu kesatuan pengembangan dan pengelolaan,
dengan memperhatikan kepentingan pemakai air irigasi dan pengguna
jaringan irigasi di bagian hulu, tengah, dan hilir secara selaras

59
Pasal 7
a) Wewenang Kementerian (PU-PR) dalam pengembangan dan
pengelolaan sistem irigasi :
a. Menyusun pokok-pokok kebijakan pengembangan dan penengelolaan
sistem irigasi.
b. Memfasilitasi penyelesaian sengketa antar provinsi dalam PPSI
c. Menetapkan NSPK PPSI
d. Menjaga efektivitas, efisiensi, dan ketertiban pelaksanaan PPSI primer
dan sekunder pada DI yg luasnya > 3.000 ha, lintas provinsi, lintas
negara, dan strategis nasional
e. Memberikan bantuan teknis dlm PPSI kpd pemda Provinsi dan
Kab/Kota
f. Memberikan bantuan kpd masyarakat petani dalam PPSI yg menjadi
tanggung jawabnya atas permintaannya berdasarkan prinsip
kemandirian
g. Memberikan ijin pembangunan, pemanfaatan, pengubahan, dan/atau
pembongkaran bangunan dan/atau salura irigasi pd jaringan irigasi
primer dan sekunder kewenangan Pusat
h. Melakukan penyuluhan dan penyebarluasan teknologi bidang irigasi
hasil penelitian dan pengembangan kpd masyarakat petani

b) Bantuan teknis dalam PPSI antara lain berupa bimbingan teknis, tenaga,
peralatan, konsultasi, dan/atau melalui lomba.

Pasal 8
Penyuluhan dan penyebar luasan teknologi bidang irigasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf e, dilakukan sesuai dgn pedoman yg
ditetapkan Menteri

Pasal 9
1. Dalam hal pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi dilakukan pada
sistem irigasi tersier, P3A mempunyai hak dan tanggung jawab dalam
pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi tersier.

60
(2) Hak dan tanggung jawab masyarakat petani dalam pengembangan dan
pengelolaan sistem irigasi meliputi:
a. melaksanakan pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi tersier;
b. menjaga efektivitas, efisiensi, dan ketertiban pelaksanaan
pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi tersier yang menjadi
tanggung jawabnya; dan
c. memberikan persetujuan pembangunan, pemanfaatan, pengubahan,
dan/atau pembongkaran bangunan dan/atau saluran irigasi pada
jaringan irigasi tersier berdasarkan pendekatan partisipatif.

61
PENUTUP

Disamping peraturan-peraturan sebgaimana tersebut di atas juga dapat


dilengkapi dengan SE/Juklak

A. Latihan
Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan cara memilih jawaban yang
paling benar!
1) Undang-undang yang mengatur tentang pembagian kewenangan
pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi sebelum terbitnya UU No.
17 Tahun 2019 :
a. UU No. 23 tahun 2014
b. UU No. 11 tahun 1974
c. UU No. 32 tahun 2007
d. UU No. 23 tahun 2017

2) Tugas Menteri PU dalam pembinaan P3A sesuai Inpres No..2 tahun 1984
adalah :
a. Permbinaan dan mendorong terbentuknya P3A
b. Pembinaan pemanfaatan air secara adil dan tepat di tingkat kwarter
c. Pembinaan partisifasi P3A
d. Pembinaan eksploitasi dan pemeliharaan jaringan irigasi tersier

3) Peraturan Menteri yang mengatur tentang penetapan status daerah irigasi


yang masih berlaku saat ini adalah :
a. Permen PU No. 293/PRT/M/2014
b. Permen PU No. 390/PRT/M/2007
c. Permen PUPR No. 14/PRT/M/2015
d. Permen PUPR No. 15/PRT/M/2015

4) Dalam salah satu Undang-undang telah mencabut berlukunya batasan


kewenangan dalam pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi, hal
tersebut diatur dalam pasal dan UU nomor berapa ? :
a. Pasal 77 UU No. 7 Tahun 2004
b. Pasal 41 UU No. 7 Tahun 2004
c. Pasal 77 UU No.17 Tahun 2019

62
d. Pasal 77 UU No. 41 Tahun 2009

5) Peraturan Menteri yang mengatur tentang substansi operasi dan


pemeliharaan jaringan irigasi yang masih berlaku saat ini adalah ...
a. Permen PUPR No. 8/PRT/M/2015
b. Permen PUPR No. 12/PRT/M/2015
c. Permen PUPR No. 12/PRT/M/2016
d. Permen PUPR No. 17/PRT/M/2015

B. Rangkuman
Dengan terbitnya Undang-undang No. 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air,
seluruh peraturan turunannya diharapkan dapat diselesaikan dalam masa 2 (dua)
tahun setelah diberlakukannya UU No.17 Tahun 2019.

Sebelum peraturan turunnya diterbitkan sementara memakai peraturan-


peraturan yang ada saat ini.

C. Evaluasi Kegiatan Belajar


Pendekatan evaluasi secara konvensional (pedagogi) kurang efektif untuk
diterapkan bagi orang dewasa. Untuk itu pendekatan ini tidak cocok dan tidaklah
cukup untuk menilai hasil belajar orang dewasa. Ada beberapa pokok dalam
melaksanakan evaluasi hasil belajar bagi orang dewasa yakni:
a. Evaluasi hendaknya berorientasi kepada pengukuran perubahan perilaku
setelah mengikuti proses pembelajaran / pepelatihan;
b. Sebaiknya evaluasi dilaksanakan melalui pengujian terhadap dan oleh
peserta belajar itu sendiri (Self Evaluation);
c. Perubahan positif perilaku merupakan tolok ukur keberhasilan;
d. Ruang lingkup materi evaluasi "ditetapkan bersama secara partisipatif"
atau berdasarkan kesepakatan bersama seluruh pihak terkait yang
terlibat;
e. Evaluasi ditujukan untuk menilai efektifitas dan efisiensi penyelenggaraan
program pendidikan yang mencakup kekuatan maupun kelemahan
program;
f. Menilai efektifitas materi yang dibahas dalam kaitannya dengan
perubahan sikap dan perilaku.

Evaluasi terhadap pemahaman materi sebagai berikut :

63
1. Jika peserta dapat menjawab > 80% maka pemahaman terhadap Peraturan-
perundangan Bidang Irigasi sangat baik.
2. Jika peserta dapat menjawab 60-79% maka pemahaman Peraturan-
perundangan Bidang Irigasi baik.
3. Jika peserta dapat menjawab 40-59% maka pemahaman terhadap Peraturan-
perundangan Bidang Irigasi cukup.
4. Jika peserta dapat menjawab < 40% maka pemahaman terhadap Peraturan-
perundangan Bidang Irigasi kurang.

D. Umpan Balik dan Tindak Lanjut


Setelah peserta mengikuti pelatihan mengenai Peraturan Perundangan Bidang
Irigasi dan hasil evaluasi belajar, maka instruktur dan peserta dapat menilai
seberapa jauh keberhasilan pepelatihan yang diberikan.
Sebagai bahan tindak lanjut adalah memperdalam materi tersebut dengan
mengacu pada dasar hukum, pedoman serta daftar pustaka. Disamping itu
anda perlu mempraktekkan metode-metode tersebut selama proses
pembelajaran maupun pasca pembelajaran, karena ilmu tanpa
dipraktekkan/diamalkan tidak ada artinya

A. Kunci Jawaban Soal :


1. A
2. D
3. C
4. C
5. B

64
DAFTAR PUSTAKA

1. Peraturan Kepala Lembaga Administrasi Negara No: 5 Tahun 2009 tentang


Pedoman Penulisan Modul Pendidikan dan Pelatihan
2. Modul-modul Pemberdayaan P3A Edisi ke-3 Desember 2005 oleh Badan
Penelitian dan Pengembangan, Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Kerjasama
Japan International Coorperation Agency (JICA)

65
GLOSARI

P3A : Perkumpulan Petani Pemakai Air


GP3A : Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air
IP3A : Induk Perkumpulan Petani Pemakai Air
UU : Undang-undang
PP : Peraturan Pemerintah
Inpres : Instruksi Presiden
Permen : Peraturan Menteri

66

Anda mungkin juga menyukai