PERATURAN-PERUNDANGAN
DI BIDANG IRIGASI
Tahun 2019
KATA PENGANTAR
Ungkapan puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami selaku penyelenggara NSPK
untuk Pengembangan Tata Guna Air (PTGA) dapat menyelesaikan penyusunan modul
ini dengan baik. Modul ini berisi pentingnya seorang Calon Instruktur PTGA memiliki
pemahaman dan kemampuan untuk melakukan bimbingan dalam kegiatan PTGA.
Berbeda dengan Direktorat yang menangani pembangunan, peningkatan dan rehabilitasi
jaringan irigasi, peran Direktorat Bina Operasi dan Pemeliharaan lebih berperan dalam
penyiapan perangkat lunak / NSPK dan pembinaan penyelenggaraan Operasi dan
Pemeliharaan. Dalam memfasilitasi pembangunan infrastruktur publik dimaksud
dilakukan melalui dua hal, pembentukan iklim yang kondusif bagi investasi, dan
penyiapan kapasitas dan kompetensi berbagai komponen dalam industri konstruksi untuk
melaksanakan pembangunan tersebut. Hal tersebut telah kita ketahui semua bahwa
tuntutan publik atas layanan infrastruktur meningkat lebih cepat dibanding kemampuan
pemerintah menyediakan dana, sehingga untuk infrastruktur publik perlu dibiayai melalui
investasi swasta dengan pengaturan yang memadai, dimana motivasi swasta
berinvestasi sangat dipengaruhi oleh iklim berinvestasi yang kondusif baik dukungan
keamanan investasi dan pengembaliannya.
Pembuatan Modul ini adalah salah satu upaya untuk meningkatkan pengetahuan,
keahlian, keterampilan, dan sikap Calon Instruktur Pengembangan Tata Guna Air (PTGA)
di bidang pengelolaan irigasi, agar memiliki kompetensi dasar dalam memahami dan
mengetahui teknik dan tata melakukan bimbingan teknik dalam rangka pengelolaan
irigasi.
Kami menyadari bahwa modul ini masih ada kekurangan dan kelemahannya, baik pada
isi, bahasa, maupun penyajiannya. Kami sangat mengharapkan adanya tanggapan
berupa kritik dan saran guna penyempurnaan modul ini. Semoga modul ini bermanfaat
khususnya bagi peserta Pelatihan untuk calon pelatih PTGA.
Jakarta, …. 2019
Direktur Bina Operasi dan Pemeliharaan
Direktorat Jenderal Sumber Daya Air
2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
Daftar Informasi Visual
Petunjuk Penggunaan Modul
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Deskripsi Singkat
C. Tujuan Pembelajaran
D. Pengertian
E. Dasar Hukum
F. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok
PENUTUP
A. Latihan
B. Rangkuman
C. Evaluasi Kegiatan Belajar
3
D. Umpan Balik
E. Tindak Lanjut
F. Kunci Jawaban Soal
DAFTAR PUSTAKA
GLOSARI
4
DAFTAR INFORMASI VISUAL
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
a) Gambar 4.1. Sempadan Saluran Irigasi Tak Bertanggul
b) Gambar 4.2. Sempadan Saluran Irigasi Bertanggul
c) Gambar 4.3. Sempadan Saluran Irigasi di Lereng
d) Gambar 4.4. Perubahan Fungsi Jalan Inspeksi
5
PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL
6
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Deskripsi Singkat
C. Tujuan Pembelajaran
7
1. Tujuan Instruksional Umum (TIU)
Setelah mengikuti proses pembelajaran peraturan-perundangan bidang irigasi
peserta diharapkan mampu memahami peraturan-peraturan yang terkait dengan
pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi termasuk partisipasi masyarakat
petani dalam pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi.
2. Tujuan Instruksional Khusus (TIK)
Setelah selesai mengikuti pembelajaran ini peserta dapat :
a. memahami dan menjelaskan peraturan-perundangan yang terkait bidang
irigasi.
b. memahami dan menjelaskan tata cara penerapan dalam pelaksanaan
pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi.
c. menjelaskan secara sederhana tentang peraturan yang terkait dengan
partisipasi masyarakat petani dalam kegiatan pengembangan dan
pengelolaan sistem irigasi.
D. Pengertian
1) Irigasi adalah usaha penyediaan, pengaturan, dan pembuangan air irigasi untuk
menunjang pertanian yang jenisnya meliputi irigasi permukaan, irigasi rawa,
irigasi air bawah tanah, irigasi pompa, dan irigasi tambak.
2) Sistem irigasi meliputi prasarana irigasi, air irigasi, manajemen irigasi,
kelembagaan pengelolaan irigasi, dan sumber daya manusia.
3) Daerah irigasi adalah kesatuan lahan yang mendapat air dari satu jaringan.
4) Jaringan irigasi adalah saluran, bangunan, dan bangunan pelengkapnya yang
merupakan satu kesatuan yang diperlukan untuk penyediaan, pembagian,
pemberian, penggunaan, dan pembuangan air irigasi.
5) Jaringan irigasi primer adalah bagian dari jaringan irigasi yang terdiri dari
bangunan utama, saluran induk/primer, saluran pembuangannya, bangunan
bagi, bangunan bagisadap, bangunan sadap, dan bangunan pelengkapnya.
6) Jaringan irigasi sekunder adalah bagian dari jaringan irigasi yang terdiri dari
saluran sekunder, saluran pembuangannya, bangunan bagi, bangunan bagi-
sadap, bangunan sadap, dan bangunan pelengkapnya.
7) Jaringan irigasi tersier adalah jaringan irigasi yang berfungsi sebagai prasarana
pelayanan air irigasi dalam petak tersier yang terdiri dari saluran tersier, saluran
kuarter dan saluran pembuang, boks tersier, boks kuarter serta bangunan
pelengkapnya.
8
8) Jaringan irigasi air tanah adalah jaringan irigasi yang airnya berasal dari air
tanah, mulai dari sumur dan instalasi pompa sampai dengan saluran irigasi air
tanah termasuk bangunan di dalamnya.
9) Jaringan irigasi desa adalah jaringan irigasi yang dibangun dan dikelola oleh
masyarakat desa atau pemerintah desa.
10) Pembangunan jaringan irigasi adalah seluruh kegiatan penyediaan jaringan irigasi di
wilayah tertentu yang belum ada jaringan irigasinya.
11) Peningkatan jaringan irigasi adalah kegiatan meningkatkan fungsi dan kondisi jaringan
irigasi yang sudah ada atau kegiatan menambah luas areal pelayanan pada jaringan
irigasi yang sudah ada dengan mempertimbangkan perubahan kondisi lingkungan
daerah irigasi.
12) Operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi adalah serangkaian upaya pengaturan
air irigasi termasuk pembuangannya dan upaya menjaga serta mengamankan
jaringan irigasi agar selalu dapat berfungsi dengan baik.
13) Operasi jaringan irigasi adalah upaya pengaturan air irigasi dan pembuangannya,
termasuk kegiatan membuka-menutup pintu bangunan irigasi, menyusun rencana tata
tanam, menyusun sistem golongan, menyusun rencana pembagian air, melaksanakan
21) Pengamanan jaringan irigasi adalah upaya menjaga kondisi dan fungsi jaringan
9
irigasi serta mencegah terjadinya hal-hal yang merugikan terhadap jaringan dan
fasilitas jaringan, baik yang diakibatkan oleh ulah manusia, hewan, maupun
proses alami.
22) Rehabilitasi jaringan irigasi adalah kegiatan perbaikan jaringan irigasi guna
mengembalikan fungsi dan pelayanan irigasi seperti semula.
23) Perkumpulan petani pemakai air adalah kelembagaan pengelolaan irigasi yang
menjadi wadah petani pemakai air dalam suatu daerah pelayanan irigasi yang
dibentuk oleh petani pemakai air sendiri secara demokratis, termasuk lembaga
lokal pengelola irigasi.
24) Pemerintah pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik
Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
25) Pemerintah provinsi adalah gubernur dan perangkat daerah provinsi lainnya
sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
26) Pemerintah kabupaten/kota adalah bupati/walikota dan perangkat daerah
kabupten/kota lainnya sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
27) Pemerintah desa adalah kepala desa dan perangkat desa lainnya sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan desa.
28) Komisi irigasi provinsi adalah lembaga koordinasi dan komunikasi antara wakil
pemerintah provinsi, wakil perkumpulan petani pemakai air tingkat daerah irigasi,
wakil pengguna jaringan irigasi pada provinsi, dan wakil komisi irigasi
kabupaten/kota yang terkait.
29) Komisi irigasi kabupaten/kota adalah lembaga koordinasi dan komunikasi antara
wakil pemerintah kabupaten/kota, wakil perkumpulan petani pemakai air tingkat
daerah irigasi, dan wakil pengguna jaringan irigasi pada kabupaten/kota.
E. Dasar Hukum
1. UU No.17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air;
2. Inpres No. 2 Tahun 1984 tentang Pembinaan P3A;
3. Permen PUPR No. 8/PRT/M/2015 tentang Garis Sempadan Irigasi;
4. Permen PUPR No.11/PRT/M/2015 tentang E&P Jaringan Reklamasi Rawa
Pasang Surut;
5. Permen PUPR No. 12/PRT/M/2015 tentang Eksploitasi dan Pemeliharaan
Irigasi;
6. Permen PUPR No. 14/PRT/M/2015 tentang Kriteria dan Penetapan Status
Daerah Irigasi;
10
7. Permen PUPR No. 16/PRT/M/2015 tentang E&P Jaringan Irigasi Rawa Lebak;
8. Permen PUPR No. 17/PRT/M/2015 tentang Komisi Irigasi;
9. Permen PUPR No. 21/PRT/M/2015 tentang E&P Jaringan Irigasi Tambak;
10. Permen PUPR No. 23/PRT/M/2015 tentang Pengelolaan Aset IrigasI;
11. Permen PUPR No. 29/PRT/M/2015 tentang Rawa;
12. Permen PUPR No. 30/PRT/M/2015 tentang Pengembangan dan Pengelolaan
Sistem Irigasi;
11
Materi Pokok 1
A. Undang-undang
Undang-undang No.17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air
B. Instruksi Presiden
Instruksi Presiden No. 2 Tahun 1984 tentang Pembinaan P3A
C. Peraturan Menteri
1. Permen PUPR No. 8/PRT/M/2015 tentang Garis Sempadan Irigasi
2. Permen PUPR No.11/PRT/M/2015 tentang E&P Rawa Irigasi Pasut
3. Permen PUPR No.12/PRT/M/2015 tentang Eksploitasi dan Pemeliharaan Irigasi
4. Permen PUPR No.14/PRT/M/2015 tentang Kriteria dan Penetapan Status
Daerah Irigasi
5. Permen PUPR No. 16/PRT/M/2015 tentang E&P Irigasi Rawa Lebak
6. Permen PUPR No.17/PRT/M/2015 tentang Komisi Irigasi
7. Permen PUPR No. 21/PRT/M/2015 tentang E&P Irigasi Tambak
8. Permen PUPR No. 23/PRT/M/2015 tentang Pengelolaan Aset IrigasI
9. Permen PUPR No. 29/PRT/M/2015 tentang Rawa
10. Permen PUPR No. 30/PRT/M/2015 tentang Pengembangan dan Pengelolaan
Sistem Irigasi
12
MATERI POKOK 2
UNDANG-UNDANG
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal-1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1) Sumber Daya Air adalah air, sumber air, dan daya air yang terkandung di
dalamnya.
2) Air adalah semua air yang terdapat pada, di atas, ataupun di bawah
permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini air permukaan, air tanah, air
3) Sumber Air adalah tempat atau wadah Air alami dan/ atau buatan yang
4) Daya Air adalah potensi yang terkandung dalam Air dan/atau pada Sumber Air
yang dapat memberikan manfaat ataupun kerugian bagi kehidupan dan
penghidupan manusia serta lingkungannya
5) Pengelolaan Sumber Daya Air adalah upaya merencanakan, melaksanakan,
memantau, dan mengevaluasi penyelenggaraan Konservasi Sumber Daya
Air, Pendayagunaan Sumber Daya Air, dan Pengendalian Daya Rusak Air.
6) PoIa Pengelolaan Sumber Daya Air adalah kerangka dasar dalam
merencanakan, melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi kegiatan
13
Konservasi Sumber Daya Air, Pendayagunaan Sumber Daya Air, dan
10) Cekungan Air Tanah adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh batas
hidrogeologis, tempat semua kejadian hidrogeologis, seperti pengimbuhan,
11) Konservasi Sumber Daya Air adalah upaya memelihara keberadaan serta
keberlanjutan keadaan, sifat, dan fungsi Sumber Daya Air agar senantiasa
tersedia dalam kuantitas dan kualitas yang memadai untuk memenuhi
kebutuhan manusia dan makhluk hidup lainnya, baik pada waktu sekarang
13) Daya Rusak Air adalah Daya Air yang merugikan kehidupan.
14
15) Perencanaan adalah suatu proses kegiatan untuk menentukan tindakan yang
akan dilakukan secara terkoordinasi dan terarah dalam rangka mencapai
tujuan Pengelolaan Sumber Daya Air.
16) Operasi dan Pemeliharaan Sumber Daya Air adalah kegiatan yang meliputi
pengaturan, pelaksanaan, perawatan, pemantauan, dan evaluasi untuk
menjamin keberadaan dan kelestarian fungsi serta manfaat Sumber Daya Air
dan prasarananya
17) Prasarana Sumber Daya Air adalah bangunan Air beserta bangunan lain yang
menunjang kegiatan Pengelolaan Sumber Daya Air, baik langsung maupun
tidak langsung.
18) Pengelola Sumber Daya Air adalah institusi yang diberi tugas dan tanggung
jawab oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah dalam Pengelolaan
Sumber Daya Air berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
19) Masyarakat Adat adalah masyarakat hukum adat dan/atau masyarakat
tradisional yang hidup secara turun-temurun di wilayah geogralis tertentu dan
diikat oleh identitas budaya, hubungan yang kuat dengan tanah, serta wilayah
dan sumber daya alam di wilayah adatnya.
20) Hak Ulayat adalah hak persekutuan yang dimiliki oleh Masyarakat Adat
tertentu atas suatu wilayah tertentu yang merupakan lingkungan hidup para
warganya, yang meliputi hak untuk memanfaatkan tanah, hutan, dan Air
beserta isinya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
21) Orang adalah orang perseorangan atau korporasi, baik berbadan hukum
maupun tidak berbadan hukum.
Pasal 2
15
h. kelestarian;
i. keberlanjutan;
j. keterpaduan dan keserasian; dan
k. transparansidan akuntabilitas.
Pasal 3
c. menjamin pelestarian fungsi Air dan Sumber Air untuk menunjang keberlanjutan
pembangunan;
d. menjamin terciptanya kepastian hukum bagi terlaksananya partisipasi masyarakat
dalam pengawasan terhadap pemanfaatan Sumber Daya Air mulai dari
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pemanfaatan;
e. menjamin pelindungan dan pemberdayaan masyarakat, termasuk Masyarakat Adat
dalam upaya konservasi Air dan Sumber Air; dan
f. mengendalikan Daya Rusak Air secara menyeluruh yang mencakup upaya
pencegahan, penanggulangan, dan pemulihan.
BAB II
RUANG LINGKUP PENGATURAN
Pasal 4
16
i. partisipasi masyarakat; dan
j. koordinasi.
BAB III
PENGUASAAN NEGARA DAN HAK RAKYAT ATAS AIR
Bagian Kesatu
Penguasaan Negara
Pasal 5
Pasal 6
Negara menjamin hak rakyat atas Air guna memenuhi kebutuhan
pokok minimal sehari-hari bagi kehidupan yang sehat dan bersih
dengan jumlah yang cukup, kualitas yang baik, aman, terjaga
keberlangsungzrnnya, dan terjangkau.
Pasal 7
Sumber Daya Air tidak dapat dirniliki dal/ atau dikuasai oleh
perseorangan, kelompok masyarakat, atau badan usaha.
Bagian Kedua
Hak Rakyat Atas Air
Pasal 8
(1) Hak rakyat atas Air yang dijamin pemenuhannya oleh
negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 merupakan
kebutuhan pokok minimal sehari-hari.
(2) Selain hak rakyat atas Air yang dijamin pemenuhannya
oleh negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) negara
memprioritaskan hak rakyat atas Air sebagai berikut:
a. kebutuhan pokok sehari hari;
b. pertanian ralryat; dan
17
c. penggunaan Sumber Daya Air untuk kebutuhan usaha guna memenuhi
kebutuhan pokok sehari-hari melalui Sistem Penyediaan Air Minum.
(3) Dalam hal ketersediaan Air tidak mencukupi untuk prioritas pemenuhan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pemenuhan Air untuk kebutuhan
pokok sehari-hari lebih diprioritaskan dari yang lainnya.
(4) Dalam hal ketersediaan Air mencukupi, setelah urutan
prioritas pemenuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) urutan prioritas
selanjutnya adalah:
a. penggunaan Sumber Daya Air guna memenuhi kegiatan bukan usaha untuk
kepentingan publik; dan
b. penggunaan Sumber Daya Air untuk kebutuhan usaha lainnya yang telah
ditetapkan izinnya.
(5) Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah menetapkan urutan prioritas
pemenuhan Air pada Wilayah Sungai sesuai dengan kewenangannya
berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (21, ayat (3), dan
ayat (4).
(6) Dalam menetapkan prioritas pemenuhan Air sebagaimana dimaksud pada
ayat (5) Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah terlebih dahulu
memperhitungkan keperluan Air untuk pemeliharaan Sumber Air dan
lingkungan hidup.
(7) Hak rakyat atas Air bukan merupakan hak kepemilikan atas Air, tetapi hanya
terbatas pada hak untuk memperoleh dan menggunakan sejumlah kuota Air
sesuai dengan alokasi yang penetapannya diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
(8) Ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaErn Sumber Daya Air untuk
memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari, pertanian rakyat, dan kebutuhan
usaha guna memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari melalui Sistem
Penyediaan Air Minum, sebagaimana dimaksud pada ayat (2), serta untuk
memenuhi kegiatan bukan usaha untuk kepentingan publik dan kebutuhan .
usaha lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
18
BAB IV
TUGAS DAN WEWENANG
Pasal 9
(1) Atas dasar penguasaan negara terhadap Sumber Daya Air sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah diberi tugas dan
wewenang untuk mengatur dan mengelola Sumber Daya Air.
(2) Penguasaan Sumber Daya Air sebagaimana dimaksud pada ayat (l)
diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah dengan tetap
mengakui Hak Ulayat Masyarakat Adat setempat dan hak yang serupa dengan itu,
sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(3) Hak Ulayat dari Masyarakat Adat atas Sumber Daya Air sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) tetap diakui sepanjang kenyataannya masih ada dan telah diatur dengan
Peraturan Daerah.
Pasal 10
Dalam mengatur dan mengelola Sumber Daya Air, Pemerintah Pusat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) bertugas:
a. menyusun kebijakan nasional Sumber Daya Air;
b. menyusun Pola Pengelolaan Sumber Daya Air pada Wilayah Sungai lintas negara,
Wilayah Sungai lintas provinsi, dan Wilayah Sungai strategis nasional, termasuk
Cekungan Air Tanah pada Wilayah Sungai tersebut;
c. menyusun Rencana Pengelolaan Sumber Daya Air pada Wilayah Sungai lintas
negara, Wilayah Sungai lintas provinsi, dan Wilayah Sungai strategis nasional,
termasuk Cekungan Air Tanah pada Wilayah Sungai tersebut;
d. melaksanakan Pengelolaan Sumber Daya Air pada Wilayah Sungai lintas negara,
Wilayah Sungai lintas provinsi, dan Wilayah Sungai strategis nasional, termasuk
Cekungan Air Tanah pada Wilayah Sungai tersebut;
e. mengelola kawasan lindung Sumber Air pada Wilayah Sungai lintas negara,
Wilayah Sungai lintas provinsi, dan Wilayah Sungai strategis nasional;
f. menyelenggarakan proses perizinan penggunaan Sumber Daya Air pada Wilayah
Sungai lintas negara, Wilayah Sungai lintas provinsi, dan Wilayah Sungai strategis
nasional;
g. mengembangkan dan mengelola Sistem Penyediaan Air Minum lintas daerah
provinsi dan Sistem Penyediaan Air Minum untuk kepentingan strategis nasional;
19
h. menjamin penyediaan Air baku yang memenuhi kualitas untuk pemenuhan
kebutuhan pokok minimal sehari-hari masyarakat pada Wilayah Sungai lintas
negara, Wilayah Sungai lintas provinsi, dan Wilayah Sungai strategis nasional;
i. mengembangkan dan mengelola sistem irigasi sebagai satu kesatuan sistem
pada daerah irigasi yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat;
Pasal 11
Dalam mengatur dan mengelola Sumber Daya Air, Pemerintah Pusat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (l) berwenang:
b. menetapkan Pola Pengelolaan Sumber Daya Air pada Wilayah Sungai lintas
negara, Wilayah Sungai lintas provinsi, dan Wilayah Sungai strategis nasional;
c. menetapkan Rencana Pengelolaan Sumber Daya Air pada Wilayah Sungai lintas
negara, Wilayah Sungai lintas provinsi, dan Wilayah Sungai strategis nasional;
d. menetapkan kawasan lindung Sumber Air pada Wilayah Sungai lintas negara,
Wilayah Sungai lintas provinsi, dan Wilayah Sungai strategis nasional;
20
e. menetapkan zona konservasi Air Tanah pada Cekungan Air Tanah di Wilayah
Sungai lintas negara, Wilayah Sungai lintas provinsi, dan Wilayah Sungai strategis
nasional;
g. mengatur, menetapkan, dan memberi izin penggunaan Sumber Daya Air untuk
kebutuhan bukan usaha dan izin penggunaan Sumber Daya Air untuk kebutuhan
usaha pada lokasi tertentu di Wilayah Sungai lintas negara, Wilayah Sungai lintas
provinsi, dan Wilayah Sungai strategis nasional;
i. menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria Pengelolaan Sumber Daya Air;
……..
Pasal 12
Tugas dan wewenang Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat
(1) meliputi tugas dan wewenang Pemerintah Daerah provinsi dan/atau Pemerintah
Daerah kabupaten/ kota.
Pasal 13
Dalam mengatur dan mengelola Sumber Daya Air, Pemerintah Daerah provinsi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 bertugas:
21
Pasal 14
Dalam mengatur dan mengelola Sumber Daya Air, Pemerintah Daerah Provinsi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 berwenang:
b. menetapkan Pola Pengelolaan Sumber Daya Air pada Wilayah Sungai lintas
kabupaten/ kota;
c. menetapkan Rencana Pengelolaan Sumber Daya Air pada Wilayah Sungai lintas
kabupaten / kota dengan memperhatikan kepentingan provinsi sekitarnya;
d. menetapkan kawasan lindung Sumber Air pada Wilayah Sungai lintas kabupaten/
kota;
g. mengatur, menetapkan, dan memberi izin penggunaan Sumber Daya Air untuk
kebutuhan bukan usaha dan izin penggunaan Sumber Daya Air untuk kebutuhan
usaha pada lokasi tertentu di Wilayah Sungai lintas kabupaten/kota;
h. membentuk wadah koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air pada Wilayah
Sungai lintas daerah kabupaten/kota;
Pasal 15
Dalam mengatur dan mengelola Sumber Daya Air, Pemerintah Daerah kabupaten/kota
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 bertugas:
22
a. menyusun kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Air kabupaten,/ kota berdasarkan
kebijakan nasional Sumber Daya Air dan kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Air
provinsi dengan memperhatikan kepentingan kabupaten/ kota sekitarnya;
b. men5rusun Pola Pengelolaan Sumber Daya Air pada Wilayah Sungai dalam satu
kabupaten / kota;
c. menyusun Rencana Pengelolaan Sumber Daya Air pada Wilayah Sungai dalam
satu kabupaten/kota;
d. mengembangkan dan mengelola sistem irigasi sebagai satu kesatuan
sistem pada daerah irigasi yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah
kabupaten/kota;
e. mengelola kawasan lindung Sumber Air pada Wilayah Sungai dalam satu
kabupaten/ kota;
f. proses perizinan penggunaan Sumber Daya Air pada Wilayah Sungai dalam satu
kabupaten/kota;
g. menjamin penyediaan Air baku yang memenuhi kualitas untuk pemenuhan
kebutuhan pokok minimal sehari-hari masyarakat pada Wilayah Sungai dalam
satu kabupaten/kota;
h. penyediaan air untuk
pertanian ralryat, kegiatan bukan usaha, dan/ atau kegiatan
usaha pada wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota;
i. memenuhi kebutuhan pokok minimal sehari-hari atas Air bagi masyarakat di
wilayah kabupaten / kota;
j. melaksanakan Pengelolaan Sumber Daya Air pada Wilayah Sungai dalam satu
kabupaten/kota, termasuk Cekungan Air Tanah pada Wilayah Sungai tersebut;
k. mengembangkan dan mengelola Sistem Penyediaan Air Minum di daerah
kabupaten/ kota;
l. menjaga efektivitas, efisiensi, kualitas, dan ketertiban pelaksanaan Pengelolaan
Sumber Daya Air pada Wilayah Sungai dalam satu kabupaten/ kota;
m. memberikan bantuan teknis dan bimbingan teknis dalam Pengelolaan Sumber
Daya Air kepada pemerintah desa; dan
n. memfasilitasi penyelesaian sengketa dalam .satu kabupaten/kota dalam
Pengelolaan Sumber Daya'Air.
Pasal 16
23
a. menetapkan kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Air di wilayahnya berdasarkan
kebijakan nasional Sumber Daya Air dan kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Air
provinsi dengan memperhatikan kepentingan kabupaten/kota sekitarnya;
b. menetapkan Pola Pengelolaan Sumber Daya Air pada Wilayah Sungai dalam satu
kabupaten/kota dengan memperhatikan kepentingan kabupaten/ kota sekitarnya;
c. menetapkan Rencana Pengelolaan Sumber Daya Air pada Wilayah Sungai dalam
satu kabupaten/ kota dengan memperhatikan kepentingan kabupaten/kota
sekitarnya;
d. menetapkan kawasan lindung Sumber Air pada Wilayah Sungai dalam satu
kabupaten/ kota;
e. mengatur, menetapkan, dan rnemberi izin penggunaan Sumber Daya Air untuk
kebutuhan bukan usaha dan izin penggunaan Sumber Daya Air untuk kebutuhan
usaha pada lokasi tertentu di Wilayah Sungai dalam satu kabupaten/kota;
Pasal 17
Pemerintah desa atau yang disebut dengan nama lain memiliki tugas meliputi:
a. membantu Pemerintah Pusat dan/ atau Pemerintah Daerah dalam mengelola Sumber
Daya Air di wilayah desa berdasarkan asas kemanfaatan umum dan dengan
memperhatikan kepentingan desa lain;
b. mendorong prakarsa dan.. partisipasi masyarakat desa dalam Pengelolaan Sumber
Daya Air di wilayahnya;
c ikut serta dalam menjaga efektivitas, efisiensi, kualitas, dan ketertiban pelaksanaan
Pengelolaan Sumber Daya Air; darr
d membantu Pemerintah Daerah kabupaten/kota dalam memenuhi kebutuhan pokok
minimal sehari-hari atas Air bagi warga desa.
Pasal 18
24
Dalam melaksanakan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dan
Pasal 11 Pemerintah Pusat menyelenggarakan sendiri atau dapat melimpahkan
sebagian kewenangannya kepada perangkat Pemerintah Pusat atau wakil Pemerirrtah
Pusat di daerah, atau dapat menugaskannya kepada Pemerintah Daerah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB V
PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR
Bagian Ketiga
Pendayagunaan Sumber Daya Air
Pasal 28
(1) Pendayagunaan Sumber Daya Air ditujukan untuk memanfaatkan Sumber
Daya Air secara berkelanjutan dengan prioritas utama untuk pemenuhan Air
bagi kebutuhan pokok sehari-hari masyaralat.
l2l Dalam hal masih terdapat ketersediaan Sumber Daya Air yang mencukupi
untuk kebutuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), prioritas pemenuhan
kebutuhan Air selanjutnya dilakukan untuk pemenuhan Air bagi kebutuhan
irigasi untuk pertanian rakyat.
(3) Urutan prioritas pemenuhan kebutuhan Air ditetapkan dalam Pola
Pengelolaan Sumber Daya Air dan Rencana Pengelolaan Sumber Daya Air
yang mencakup prioritas pemenuhan Air bagi kebutuhan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (21dan urutan pemenuhan Air bagi
kebutuhan kegiatan bukan usaha dan kegiatan usaha.
Pasal 29
(1) Pendayagunaan Sumber Daya Air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28
meliputi:
a. Air Permukaan pada mata Air, sungai, danau, waduk, rawa, dan Sumber Air
Permukaan lainnya;
b. Air Tanah pada Cekungan Air Tanah;
c. Air hujan; dan
d. Air laut yang berada di darat.
(2) Pendayagunaan Sumber Daya Air sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan melalui kegiatan:
a. penatagunaan Sumber Daya Air;
b. penyediaan Sumber Daya Air;
c. penggunaari Sumber Daya Air; dan
d. pengembangan Sumber Daya Air.
25
(3) Kegiatan Pendayagunaan Sumber Daya Air sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) mengacu pada Pola Pengelolaan Sumber Daya Air dan Rencana
Pengelolaan Sumber Daya Air dengan memperh-atikan keseimbangan aspek
ekologi, ekonomi, dan sosial budaya.
Pasal 30
(l) Pendayagunaan Sumber Daya Air untuk kegiatan usaha sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 28 ayat (3) yang dilakukan dalam suatu Wilayah Sungai
dengan membangun dan/atau menggunakan saluran transmisi hanya dapat
dilakukan untuk Wilayah Sungai lainnya jika ketersediaan Air melebihi
keperluan penduduk pada Wilayah Sungai yang bersangkutan"
Pasal 31
Dalam keadaan memaksa, Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah
mengatur dan menetapkan penggunaan Sumber Daya Air s6lagaimana dimaksud
dalam Pasal 29 ayal (2) huruf c untuk kepentingan konservasi, persiapan
pelaksanaan konstruksi, dan pemenuhan prioritas penggunaan Sumber Daya Air.
Pasal 32
Setiap Orang yang menggunakan Sumber Daya Air sebagaimana dimalsud
dalam Pasal 29 ayat (2) huruf c dilarang melakukan pencemaran dan/atau
pemsakan pada Sumber Air, lingkungan, dan Prasarana Sumber Daya Air di
sekitarnya.
Pasal 33
(1) Setiap Orang dilarang melakukan Sumber Daya Air di kawasan suaka alam
dan kawasan pelestarian alam.
26
(2) Larangan Pendayagunaan Sumber Daya Air sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dikecualikan bagi orang perseorangan untuk pemenuhan kebutuhan
pokok sehari-hari yang tidak dimanfaatkan sebagai bentuk usaha.
Pasal 34
Ketentuan lebih lanjut mengenai Pendayagunaan Sumber Daya Air sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 28 sampai dengan Pasal 33 diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
BABXVI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 76
Pasal 77
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, ketentuan
mengenai pembagian urusan pemerintahan konkuren antara Pemerintah Pusat dan
pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/ kota, Angka I Matriks
pembagian urusan pemerintahan konkuren antara pemerintah pusat dan pemerintah
daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota:
a. huruf C Pembagian Urusan Pemerintahan Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan
Ruang Nomor 1 Sub- Urusan Sumber Daya Air (SDA) kolom 3 huruf b, kolom 4 huruf
b, dan kolom 5 huruf b;
b. huruf CC Pembagian Urusan Pemerintahan Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral
Nomor I Sub-Urusan Geologi kolom 3 huruf a, kolom 4 huruf b, dan kolom 5 yang
tertuang dalam lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Undang-
Undang Nomor, 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2Ol4 tentang Pemerintahan Daerah (l,embaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5679), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
27
Pasal 78
Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini harus ditetapkan paling lama 2 (dua)
tahun terhitung sejak Undang- Undang ini diundangk-an.
Pasal 79
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 15 Oktober 2019
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd.
JOKO WIDODO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 16 Oktober 2O19
PLT. MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
ttd TJAHJO KUMOLO
28
MATERI POKOK 3
INSTRUKSI PRESIDEN
MENGINSTRUKSIKAN:
Kepada:
a. Menteri Dalam Negeri;
b. Menteri Pekerjaan Umum;
c. Menteri Pertanian.
Untuk:
PERTAMA:
Menteri Dalam Negeri memberi petunjuk-petunjuk kepada Gubernur Kepala Daerah
Tingkat I dalam usaha untuk membina dan mendorong terbentuknya Perkumpulan
Petani Pemakai Air di Daerah masing-masing.
KEDUA:
Menteri Pekerjaan Umum melakukan pembinaan dalam eksploitasi irigasi dan
pemeliharaan jaringan irigasi di tingkat petak tersier, guna terselenggaranya
pengelolaan air secara tepat guna, berdaya guna dan berhasil guna
KETIGA:
Menteri Pertanian melakukan pembinaan dalam pemanfaatan air secara adil dan
tepat dan di tingkat petak kwarter dengan memperhatikan faktor tersedianya air
sesuai dengan kebutuhan usaha tani dan aspirasi masyarakat setempat.
KEEMPAT:
Pelaksanaan pembinaan terhadap Perkumpulan Petani Pemakai Air dilakukan
dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan sebagaimana tercantum pada Lampiran
Instruksi Presiden ini sebagai Pedoman Pelaksanaannya.
KELIMA:
Ketentuan-ketentuan mengenai perkumpulan petani pemakai air yang sudah ada
sebelumnya, disesuaikan dengan ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Instruksi Presiden ini.
29
MATERI POKOK 4
PERATURAN MENTERI
BAB II
GARIS SEMPADAN JARINGAN IRIGASI
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 4
(1) Garis sempadan jaringan irigasi meliputi garis sempadan saluran irigasi
yang terdiri atas saluran suplesi/penghubung, saluran primer, saluran
sekunder, garis sempadan saluran pembuang dan/atau garis
sempadan bangunan irigasi.
30
(2) Penetapan garis sempadan jaringan irigasi sebagaimana dimaksud
pada ayat(1), paling sedikit harus mempertimbangkan:
Bagian Kedua
Garis Sempadan Saluran Irigasi
Pasal 5
(2) Garis sempadan saluran irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
terdiri atas:
31
d. Gambar Sempadan Saluran Irigasi
Sempadan Sempadan
≥H ≥H
Jalan
Inspeksi
Kedalaman
Saluran = H
Sisi Terluar Sisi Terluar
Jaringan Jaringan
Irigasi Irigasi
Sempadan
≥ T1
Sempadan
≥ T2
32
Sempadan
≥H
Kedalaman Galian = H
Tinggi Tanggul = T
Jalan Inspeksi
Sempadan
≥T
Jalan Inspeksi
Pelebaran Pelebaran 4 m (Bebas)
Jalan Inspeksi
Semula
Perkuatan Tanggul
Perkuatan Saluran
33
e. Tanggung jawab
BAB III
WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB
Bagian Kesatu Umum
Pasal 14
i. Garis sempadan jaringan irigasi pada daerah irigasi lebih kecil dari 1.000
ha dalam satu kabupaten/kota ditetapkan oleh bupati/walikota.
iii. Garis sempadan jaringan irigasi pada daerah irigasi lintas negara, lintas
provinsi, strategis nasional, dan daerah irigasi dengan luasan lebih dari
3.000 ha ditetapkan oleh Menteri Pekerjaan Umum dikoordinasikan
dengan gubernur terkait dengan memperhatikan rekomendasi
bupati/walikota.
iv. Penetapan garis sempadan dapat ditinjau kembali setiap 5 (lima) tahun
sekali.
34
surut di masing-masing daerah rawa untuk pejabat yang menangani eksploitasi
dan pemeliharaan jaringan reklamasi rawa pasang surut;
Pasal 2
(1) Peraturan Menteri ini dimaksudkan sebagai acuan bagi Pemerintah Pusat,
pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota dalam
melaksanakan eksploitasi dan pemeliharaan jaringan irigasi.
(2) Peraturan Menteri ini bertujuan agar pengelola irigasi mampu
melaksanakan kegiatan eksploitasi dan pemeliharaan jaringan irigasi
secara efektif dan efisien.
Pasal 3
(1) Eksploitasi dan pemeliharaan sumber air dan bangunan pengairan
berupa:
a. operasi jaringan irigasi; dan
b. pemeliharaan jaringan irigasi.
35
(2) Operasi jaringan irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
merupakan upaya pengaturan air irigasi dan pembuangannya,
termasuk kegiatan :
a. membuka menutup pintu bangunan irigasi,
b. menyusun rencana tata tanam,
c. menyusun sistem golongan,
d. menyusun rencana pembagian air,
e. melaksanakan kalibrasi pintu/bangunan,
f. mengumpulkan data,
g. memantau, dan mengevaluasi
(3). Pemeliharaan jaringan irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b, merupakan upaya menjaga dan mengamankan jaringan irigasi agar
selalu dapat berfungsi dengan baik guna memperlancar pelaksanaan
operasi jaringan irigasi dan mempertahankan kelestariannya
36
4. Peraturan Menteri PUPR No. 14/PRT/M/2015 tentang Kriteria dan
Penetapan Status Daerah Irigasi.
Penetapan status daerah irigasi
dimaksudkan untuk menegaskan daerah irigasi yang pengelolaannya menjadi
wewenang dan tanggung jawab Pemerintah, pemerintah Provinsi dan
pemerintah Kabupaten/Kota sebagai dasar melaksanakan kegiatan Operasi
dan Pemeliharaan serta Rehabilitasi jaringan irigasi.
(1) Maksud
(2) Tujuan
Pasal-8
37
(7) daerah irigasi strategis nasional berupa daerah irigasi yang luasnya lebih
dari 10.000 ha yang mempunyai fungsi dan manfaat penting bagi
pemenuhan;
(8) daerah irigasi lintas negara berupa daerah irigasi yang mendapatkan air
irigasi dari jaringan irigasi yang bangunan dan saluran serta luasannya
berada di lebih dari satu negara;
(9) daerah irigasi lintas daerah provinsi berupa daerah irigasi yang
mendapatkan air irigasi dari jaringan irigasi yang bangunan dan saluran
serta luasannya berada di lebih dari satu wilayah provinsi, tetapi masih
dalam satu negara;
(10) daerah irigasi lintas daerah kabupaten/kota berupa daerah irigasi yang
mendapatkan air irigasi dari jaringan irigasi yang bangunan dan saluran
serta luasannya berada di lebih dari satu wilayah kabupaten/kota, tetapi
masih dalam satu wilayah provinsi; dan
(11) daerah irigasi yang terletak utuh pada satu kabupaten/kota berupa
daerah irigasi yang mendapatkan air irigasi dari jaringan irigasi yang
seluruh bangunan dan saluran serta luasannya berada dalam satu
wilayah kabupaten/kota
Pasal-9
38
Pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi primer dan sekunder
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Menteri
Pasal-10
Pasal-11
Pasal-12
Daerah irigasi yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri ini berupa daerah irigasi
yang sudah dibangun oleh Pemerintah Pusat, pemerintah daerah provinsi, dan
pemerintah daerah kabupaten/kota yang jenisnya meliputi:
irigasi permukaan;
irigasi rawa;
irigasi air bawah tanah;
irigasi pompa; dan
irigasi tambak.
39
Tabel 4.1. DATA LUASAN DAERAH IRIGASI NASIONAL
REKAPITULASI LUASAN DAERAH IRIGASI NASIONAL
KEWENANGAN TOTAL
No. PROVINSI Pusat Provinsi Kabupaten/Kota (Pusat+Prov+Kab/Kota)
D.I. Ha D.I. Ha D.I. Ha D.I. Ha
1 ACEH 13 108,622 47 78,468 1,439 203,428 1,499 390,518
2 SUMATERA UTARA 17 104,822 90 113,845 2,040 284,748 2,147 503,415
3 RIAU 14 47,952 58 116,971 188 48,717 260 213,640
4 KEP. RIAU - - - - 8 1,726 8 1,726
5 SUMATERA BARAT 13 77,389 68 70,707 3,196 229,342 3,277 377,438
6 JAMBI 5 22,553 14 19,068 591 63,068 610 104,689
7 BENGKULU 6 33,649 13 16,283 775 61,063 794 110,995
8 SUMATERA SELATAN 29 331,626 55 91,050 815 106,097 899 528,773
9 KEP. BANGKA BELITUNG 7 23,341 10 15,494 51 7,251 68 46,086
10 LAMPUNG 18 228,657 20 23,623 1,199 131,303 1,237 383,583
11 BANTEN 5 62,209 22 30,856 1,392 120,865 1,419 213,930
12 JAWA BARAT 20 427,827 103 100,600 5,166 365,577 5,289 894,004
13 JAWA TENGAH 33 326,109 108 86,865 12,174 543,988 12,315 956,962
14 D.I. YOGYAKARTA 3 12,575 41 13,987 1,389 44,581 1,433 71,143
15 JAWA TIMUR 33 291,963 183 174,087 10,311 533,034 10,527 999,084
16 BALI 12 42,589 14 9,271 814 58,486 840 110,346
17 NUSA TENGGARA BARAT 16 70,874 35 58,105 925 109,547 976 238,526
18 NUSATENGGARA TIMUR 26 106,689 42 60,328 3,069 188,952 3,137 355,969
19 KALIMANTAN BARAT 17 68,483 48 62,636 1,130 142,725 1,195 273,844
20 KALIMANTAN TENGAH 20 147,782 22 35,753 499 174,328 541 357,863
21 KALIMANTAN SELATAN 23 102,598 40 57,003 932 199,989 995 359,590
22 KALIMANTAN TIMUR - - 22 35,060 387 84,462 409 119,521
23 KALIMANTAN UTARA 3 15,616 6 9,786 67 21,539 76 46,941
24 SULAWESI UTARA 4 20,602 12 18,302 472 46,304 488 85,208
25 GORONTALO 3 13,188 7 9,868 243 21,168 253 44,224
26 SULAWESI TENGAH 8 41,809 30 47,640 623 82,008 661 171,457
27 SULAWESI BARAT 1 12,585 23 36,614 592 38,440 616 87,639
28 SULAWESI TENGGARA 14 66,223 30 48,859 855 97,679 899 212,761
29 SULAWESI SELATAN 26 243,981 67 105,666 2,793 298,514 2,886 648,161
30 MALUKU 7 27,483 18 22,570 146 18,727 171 68,779
31 MALUKU UTARA 2 7,730 29 37,209 28 9,487 59 54,426
32 PAPUA BARAT 3 9,666 11 15,010 18 6,171 32 30,847
33 PAPUA 8 45,340 8 12,885 262 15,716 278 73,941
JUMLAH 409 3,142,532 1,296 1,634,467 54,589 4,359,028 56,294 9,136,028
40
B. manual eksploitasi dan pemeliharaan jaringan irigasi rawa lebak
untuk petugas pengamat pengairan; dan
C. manual eksploitasi dan pemeliharaan jaringan Irigasi rawa lebak
untuk juru pengairan.
b. Peraturan Menteri ini bertujuan agar BBWS/BWS, mampu
melaksanakan eksploitasi dan pemeliharaan jaringan irigasi rawa lebak
secara efisien dan efektif
Latar belakang
Perlunya wadah koordinasi pengelolaan irigasi untuk mewujudkan
Pengembangan dan Pengelolaan Sistem Irigasi (PPSI).
41
Ruang Lingkup Pengaturan
Kedudukan, Wilayah Kerja, Tugas dan Fungsi (Komir Prov, Komir
Kab/Kot & Komir antarprovinsi).
Susunan Organisasi, Keanggotaan (unsur anggota, hak & kewajiban
anggota) dan Tata Kerja komir (persidangan, sekretariat komir)
Hubungan kerja antar wadah koordinasi
Pembiayaan (unsur biaya, sumber pembiayaan)
42
Tugas dan Fungsi Komir
Tabel-3 : Tugas dan Fungsi Komisi Irigasi
TUGAS : FUNGSI :
43
Keanggotaan Komir
Tabel-4 : Keanggotaan Komisi Irigasi
Organisasi Komir
Pengurus Komisi Irigasi
(1) Ketua : Ketua Bappeda
(2) Ketua Harian : Kepala Dinas yang membidangi irigasi.
44
7. Peraturan Menteri PUPR No. 21/PRT/M/2015 tentang Eksploitasi dan
Pemeliharaan Irigasi Tambak
Permen PUPR ini mengatur Penyelenggaraan kegiatan Operasi dan
Pemeliharaan Irigasi Tambak.
1) Peraturan Menteri ini dimaksudkan sebagai acuan bagi Pemerintah
Pusat, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah
kabupaten/kota dalam menyusun manual eksploitasi dan
pemeliharaan jaringan irigasi tambak.
45
8. Peraturan Menteri PUPR No. 23/PRT/M/2015 tentang Pengelolaan Aset
Irigasi
ASET IRIGASI
Pendukung pengelolaan
Jaringan Irigasi irigasi
institusi
SDM
Fas.pendukung
(2) Memberikan gambaran yang jelas kepada organisasi dan user tentang
implikasi finansial dari penyediaan pelayanan pada tingkat tertentu
a. Mengidentifikasi data aset irigasi
b. Meningkatkan keandalan aset irigasi
c. Meningkatkan kepuasan pengguna air irigasi dan jaringan irigasi
d. Mengefisienkan biaya OP
e. Meningkatkan kinerja (LoS=Level of service)
46
f. Meningkatkan kepatuhan pada SOP
47
5) Kegiatan PAI
a. Inventarisasi
b. Perencanaan
c. Pelaksanaan Sistem Informasi PAI (SIPAI)
d. Evaluasi
e. Pemutakhiran data
6) Impelementasi PAI
a) Inventarisasi
a. Inventarisasi aset jaringan irigasi dilakukan :
b) Perencanaan PAI
1) Perencanaan aset irigasi meliputi kegiatan :
- analisis data hasil inventarasi aset irigasi, dan
- Perumusan rencana tindak lanjut untuk mengoptimalkan
pemanfaatan aset irigasi
a. Secara terpadu,
b. Transparan, dan
c. Akuntabel
Dengan melibatkan semua pemakai air irigasi dan pengguna jaringan
irigasi.
48
c) Pelaksanaan PAI
Pelaksanaan PAI
49
Untuk menyelenggarakan sistem informasi PAI diperlukan komponen:
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1 Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yang terkandung di
dalamnya, tergenang secara terus menerus atau musiman, terbentuk secara
alami di lahan yang relatif datar atau cekung dengan endapan mineral atau
gambut, dan ditumbuhi vegetasi, yang merupakan suatu ekosistem.
2 Konservasi Rawa adalah upaya memelihara keberadaan serta keberlanjutan
keadaan, sifat, dan fungsi Rawa agar senantiasa tersedia dalam kuantitas
dan kualitas yang memadai untuk memenuhi kebutuhan makhluk hidup, baik
pada waktu sekarang maupun generasi yang akan datang.
3 Pengembangan Rawa adalah upaya untuk meningkatkan kemanfaatan
fungsi sumber daya air pada Rawa.
4 Pengendalian Daya Rusak Air pada Rawa adalah upaya untuk mencegah,
menanggulangi, dan memulihkan kerusakan kualitas lingkungan hidup pada
Rawa agar tidak menimbulkan kerugian bagi kehidupan.
5 Kawasan Lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama
melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam
dan sumber daya buatan.
6 Kawasan Budi Daya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama
untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam,
sumber daya manusia, dan sumber daya buatan.
7 Pengaturan Tata Air adalah sistem pengelolaan air pada Rawa beserta
prasarananya untuk mendukung kegiatan budi daya.
8 Irigasi Rawa adalah usaha penyediaan, pengaturan, dan pembuangan air
melalui jaringan Irigasi Rawa pada Kawasan Budi Daya pertanian.
50
9 Sistem Irigasi Rawa adalah kesatuan pengelolaan Irigasi Rawa yang terdiri
atas prasarana jaringan Irigasi Rawa, air pada jaringan Irigasi Rawa,
manajemen Irigasi Rawa, kelembagaan pengelolaan Irigasi Rawa, dan
sumber daya manusia.
10 Pelindungan rawa adalah upaya pengamanan Rawa dari kerusakan yang
ditimbulkan akibat tindakan manusia atau gangguan yang disebabkan oleh
daya alam.
11 Pelestarian rawa adalah rangkaian upaya untuk memelihara kelangsungan,
daya dukung, dan daya tampung lingkungan hidup pada Rawa.
12 Pengawetan air pada Rawa adalah adalah upaya pemeliharaan keberadaan
dan ketersediaan air Rawa atau kualitas air Rawa agar tersedia sesuai
dengan fungsi dan manfaatnya.
13 Fungsi rawa sebagai resapan air adalah fungsi Rawa sebagai wadah
penyimpan air.
14 Fungsi rawa sebagai daerah tangkapan air adalah fungsi Rawa yang
berfungsi sebagai penampung air. Untuk Rawa pasang surut, tangkapan air
dapat diperankan oleh kubah gambut.
15 Ekosistem darat adalah upland atau wilayah daratan selain Rawa.
16 Kesatuan hidrologi Rawa pasang surut adalah tata air Rawa pasang surut
yang bersifat mandiri, tidak dipengaruhi oleh tata air sumber air lainnya
(independent), dan secara fisik dibatasi oleh sungai, anak sungai, laut,
dan/atau pemisah topografis.
17 Kegiatan fisik adalah kegiatan pelaksanaan konstruksi prasarana
konservasi, pengembangan, dan pengendalian daya rusak air pada rawa.
18 Kegiatan nonfisik adalah kegiatan yang bersifat perangkat lunak antara lain
pengaturan, pembinaan, pengawasan, dan pengendalian.
19 Prasarana Pengaturan Tata Air Rawa” adalah prasarana fisik yang dibangun
untuk keperluan pengelolaan Rawa termasuk fasilitas pendukungnya.
Pasal 2
Ruang lingkup Peraturan Menteri ini meliputi:
a. penetapan Rawa;
b. pengelolaan Rawa;
c. sistem informasi Rawa;
d. perizinan dan pengawasan; dan
e. pemberdayaan masyarakat.
Pasal 3
(1) Rawa sebagai sumber air, dikuasai oleh negara dan dikelola secara
menyeluruh, terpadu, dan berwawasan lingkungan dengan tujuan untuk
51
mewujudkan kemanfaatan fungsi Rawa yang berkelanjutan dan
mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
(2) Penguasaan rawa oleh negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh Pemerintah Pusat, pemerintah daerah provinsi, dan
pemerintah daerah kabupaten/kota berdasarkan wilayah sungai.
(3) Pelaksanaan penguasaan rawa yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat,
pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilaksanakan oleh Menteri, gubernur,
atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangan pengelolaan sumber daya
air.
BAB II
PENETAPAN RAWA
Pasal 4
(1) Rawa meliputi:
a. rawa pasang surut; dan
b. rawa lebak.
(2) Rawa pasang surut dan Rawa lebak sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
secara fisik dapat berupa:
a. rawa yang masih alami; atau
b. rawa yang telah dikembangkan.
Pasal 5
(1) Rawa ditetapkan sebagai Rawa pasang surut apabila memenuhi kriteria:
a. terletak di tepi pantai, dekat pantai, muara sungai, atau dekat muara
sungai; dan
b. kesatuan hidrologi dibatasi oleh sungai yang dipengaruhi oleh pasang
surut harian, dan/atau laut;
c. secara alami tergenangi air yang dipengaruhi pasang surut air laut,
dan/atau dari air hujan, atau menjadi kering akibat drainase reklamasi
lahan; dan
d. dasar drainase alam maupun reklamasi lahan adalah saluran, atau
sungai, dan/atau laut yang dipengaruhi pasang surut.
(2) Rawa ditetapkan sebagai Rawa lebak apabila memenuhi kriteria:
a. terletak jauh dari pantai; dan
52
b. kesatuan hidrologi yang merupakan daerah aliran sungai, dan sungai
yang bersifat non pasang surut dengan variasi muka air musiman;
c. tergenangi air akibat luapan air sungai dan/atau air hujan yang
menggenang secara periodik atau menerus; dan
d. dasar drainase yang merupakan sungai non pasang surut dengan muka
air tertinggi pada musim hujan.
Bagian Kedua
Konservasi Rawa
Paragraf 1
Umum
Pasal 16
Konservasi Rawa dilakukan melalui:
a. pelindungan dan pelestarian Rawa;
b. pengawetan air pada Rawa; dan
c. pencegahan pencemaran air pada Rawa.
Paragraf 2
Pelindungan dan Pelestarian Rawa
Pasal 17
Pelindungan dan pelestarian Rawa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16
huruf
a, dilakukan melalui:
a. pemeliharaan kelangsungan fungsi Rawa sebagai resapan air dan daerah
tangkapan air;
b. pengendalian pemanfaatan Rawa dengan fungsi budi daya; dan
c. pengaturan sempadan Rawa.
Pasal 18
(1) Pemeliharaan kelangsungan fungsi Rawa sebagai resapan air dan daerah
tangkapan air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf a, dilakukan pada
Rawa dengan fungsi lindung.
(2) Pemeliharaan kelangsungan fungsi Rawa sebagai resapan air dan daerah
tangkapan air sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
53
Pasal 20
(1) Pengaturan muka air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf
a, dilakukan sesuai dengan:
a. kebutuhan peruntukan pemanfaatan rawa; dan
b. karakteristik hidrotopografi, khusus untuk rawa lebak.
(2) Kebutuhan peruntukan pemanfaatan rawa sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a, antara lain untuk pertanian, perikanan, perumahan, dan fasilitas
umum.
(3) Karakteristik hidrotopografi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
terdiri atas:
a. rawa lebak pematang merupakan rawa lebak dengan lama genangan air
kurang dari 3 (tiga) bulan dalam setahun;
b. rawa lebak tengahan merupakan rawa lebak dengan lama genangan air
3 (tiga) sampai 6 (enam) bulan dalam setahun; dan
c. rawa lebak dalam merupakan rawa lebak dengan lama genangan air lebih
dari 6 (enam) bulan dalam setahun
Bagian Ketiga
Pengembangan Rawa
Pasal 32
(1) Pengembangan Rawa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf
b, merupakan bagian dari pengembangan sumber daya air.
(2) Pengembangan Rawa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hanya dapat
dilakukan pada Rawa dengan fungsi budi daya.
(3) Rawa dengan fungsi lindung hanya dapat dilakukan kegiatan
nonpengembangan yang meliputi:
a. penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan; dan/atau
b. ekowisata.
(4) Pengembangan Rawa sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan
dengan cara:
a. berbasis sumber daya air; dan
b. tidak berbasis sumber daya air.
54
Pasal 33
(1) Pengembangan Rawa berbasis sumber daya air sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 32 ayat (4) huruf a, dilakukan melalui Pengaturan Tata Air untuk
kegiatan pertanian dan nonpertanian.
(2) Pengembangan Rawa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan
dengan:
a. mempertimbangkan karakteristik rawa;
b. mempertimbangkan kearifan lokal; dan
c. memperhatikan aspirasi masyarakat setempat.
Pasal 34
(1) Pengembangan Rawa berbasis sumber daya air sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 33 dapat dilakukan oleh Pemerintah Pusat, pemerintah daerah
provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota, dan setiap orang.
(2) Dalam melaksanakan Pengembangan Rawa sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), pengembang Rawa wajib:
a. menyediakan prasarana Pengaturan Tata Air sesuai dengan keperluan
pemanfaatannya;
b. melaksanakan operasi dan pemeliharaan prasarana Pengaturan Tata Air;
dan
c. melaksanakan rehabilitasi prasarana Pengaturan Tata Air.
(3) Penyediaan prasarana Pengaturan Tata Air sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf a, dilakukan melalui tahapan:
a. perencanaan teknis; dan
b. pelaksanaan konstruksi.
(4) Dalam hal pelaksanaan konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
huruf b, telah dinyatakan selesai dan berfungsi, dilakukan operasi dan
pemeliharaan prasarana sumber daya air.
(5) Operasi dan pemeliharaan prasarana sumber daya air sebagaimana
dimaksud pada ayat (4), pada kawasan Pengembangan Rawa dapat
dilaksanakan setelah memperoleh persetujuan audit kesiapan operasi dan
pemeliharaan dari Menteri, gubernur, dan bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya.
(6) Pelaksanaan operasi dan pemeliharaan prasarana Pengaturan Tata Air
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, dilaksanakan melalui tahapan:
55
a. perencanaan;
b. pelaksanaan; dan
c. pengawasan.
(7) Pelaksanaan rehabilitasi prasarana Pengaturan Tata Air sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf c, dilaksanakan melalui tahapan:
a. perencanaan;
b. pelaksanaan; dan
c. pengawasan.
(8) Tata cara audit kesiapan operasi dan pemeliharaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (5), dilakukan sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 35
(1) Pengembangan Rawa berbasis sumber daya air yang dilakukan untuk
kegiatan pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1), dilakukan
dengan pengembangan dan pengelolaan Sistem Irigasi Rawa.
(2) Pengembangan dan pengelolaan Sistem Irigasi Rawa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), meliputi:
a. pengembangan jaringan Irigasi Rawa;
b. pengelolaan jaringan Irigasi Rawa;
c. pengelolaan air Irigasi Rawa;
d. partisipasi masyarakat petani;
e. pemberdayaan;
f. pengelolaan aset jaringan Irigasi Rawa;
g. kelembagaan pengelolaan Irigasi Rawa;
h. koordinasi pengelolaan Sistem Irigasi Rawa;
i. wewenang dan tanggung jawab; dan
j. pengawasan.
Pasal 36
(1) Pengembangan Rawa tidak berbasis sumber daya air sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 32 ayat (4) huruf b, dapat berupa antara lain
pengembangan rawa untuk kawasan industri, pengembangan rawa untuk
56
kawasan pemukiman, pengembangan rawa untuk kawasan kuasa
pertambangan, dan pengembangan rawa untuk lapangan terbang.
(2) Pengembangan rawa tidak berbasis sumber daya air sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan.
BAB VI
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
Pasal 63
(1) Pemberdayaan masyarakat meliputi kegiatan:
a. sosialisasi;
b. konsultasi publik; dan
c. partisipasi masyarakat.
(2) Menteri, gubernur, dan bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya
melakukan pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan Rawa.
(3) Dalam melakukan pemberdayaan masyarakat, Menteri, gubernur, dan
bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya harus menyediakan pusat
informasi.
Pasal 64
Kegiatan sosialisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (1) huruf a,
dapat dilakukan melalui pengenalan lingkungan Rawa, kunjungan lapangan,
identifikasi masalah, pendampingan, dan pelatihan.
Pasal 65
(1) Kegiatan konsultasi publik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (1)
huruf b, dilaksanakan untuk memperoleh masukan pada tahapan studi
kelayakan pengembangan, perencanaan teknis, pelaksanaan konstruksi, serta
operasi dan pemeliharaan.
(2) Kegiatan konsultasi publik dapat dilakukan melalui survei pendapat umum,
diskusi, dengar pendapat, dan lokakarya mengenai pengelolaan Rawa.
Pasal 66
(1) Kegiatan partisipasi masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63
ayat (1) huruf c, dapat dilakukan melalui pembentukan kelompok kerja dan kerja
sama pengelolaan Rawa.
(2) Dalam hal partisipasi masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
57
dilakukan pada daerah Irigasi Rawa, pemberdayaan dan partisipasi
masyarakat dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
(BAB I)
Pasal 2
a. Peraturan Menteri ini dimaksudkan sebagai acuan bagi Pemerintah
Pusat, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota,
pemerintah desa, masyarakat petani/P3A/GP3A/IP3A, dan pengguna
jaringan irigasi lain dalam melaksanakan pengembangan dan pengelolaan
sistem irigasi
Pasal 3
Pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi yang bertujuan untuk
mewujudkan kemanfaatan air dalam bidang pertanian
58
Pemerintah Pusat, pemerintah daerah provinsi, atau pemerintah daerah
kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya bertanggung jawab dalam
pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi primer dan sekunder
Pasal 4
Pengembangan dan pengelolaan sistem diselenggarakan secara
partisipatif, terpadu, dan berwawasan lingkungan hidup, transparan,
akuntabel, dan berkeadilan dengan mengutamakan peran masyarakat
petani/P3A/GP3A/IP3A
Pasal 5
Pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi yang dilaksanakan oleh
badan usaha, badan sosial, atau perseorangan diselenggarakan dengan
memperhatikan kepentingan masyarakat di sekitarnya dan mendorong
peran serta masyarakat petani
Pasal 6
Pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi dilaksanakan dengan
pendayagunaan sumber daya air yang didasarkan pada keterkaitan antara
air hujan, air permukaan, dan air tanah secara terpadu dengan
mengutamakan pendayagunaan air permukaan.
59
Pasal 7
a) Wewenang Kementerian (PU-PR) dalam pengembangan dan
pengelolaan sistem irigasi :
a. Menyusun pokok-pokok kebijakan pengembangan dan penengelolaan
sistem irigasi.
b. Memfasilitasi penyelesaian sengketa antar provinsi dalam PPSI
c. Menetapkan NSPK PPSI
d. Menjaga efektivitas, efisiensi, dan ketertiban pelaksanaan PPSI primer
dan sekunder pada DI yg luasnya > 3.000 ha, lintas provinsi, lintas
negara, dan strategis nasional
e. Memberikan bantuan teknis dlm PPSI kpd pemda Provinsi dan
Kab/Kota
f. Memberikan bantuan kpd masyarakat petani dalam PPSI yg menjadi
tanggung jawabnya atas permintaannya berdasarkan prinsip
kemandirian
g. Memberikan ijin pembangunan, pemanfaatan, pengubahan, dan/atau
pembongkaran bangunan dan/atau salura irigasi pd jaringan irigasi
primer dan sekunder kewenangan Pusat
h. Melakukan penyuluhan dan penyebarluasan teknologi bidang irigasi
hasil penelitian dan pengembangan kpd masyarakat petani
b) Bantuan teknis dalam PPSI antara lain berupa bimbingan teknis, tenaga,
peralatan, konsultasi, dan/atau melalui lomba.
Pasal 8
Penyuluhan dan penyebar luasan teknologi bidang irigasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf e, dilakukan sesuai dgn pedoman yg
ditetapkan Menteri
Pasal 9
1. Dalam hal pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi dilakukan pada
sistem irigasi tersier, P3A mempunyai hak dan tanggung jawab dalam
pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi tersier.
60
(2) Hak dan tanggung jawab masyarakat petani dalam pengembangan dan
pengelolaan sistem irigasi meliputi:
a. melaksanakan pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi tersier;
b. menjaga efektivitas, efisiensi, dan ketertiban pelaksanaan
pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi tersier yang menjadi
tanggung jawabnya; dan
c. memberikan persetujuan pembangunan, pemanfaatan, pengubahan,
dan/atau pembongkaran bangunan dan/atau saluran irigasi pada
jaringan irigasi tersier berdasarkan pendekatan partisipatif.
61
PENUTUP
A. Latihan
Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan cara memilih jawaban yang
paling benar!
1) Undang-undang yang mengatur tentang pembagian kewenangan
pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi sebelum terbitnya UU No.
17 Tahun 2019 :
a. UU No. 23 tahun 2014
b. UU No. 11 tahun 1974
c. UU No. 32 tahun 2007
d. UU No. 23 tahun 2017
2) Tugas Menteri PU dalam pembinaan P3A sesuai Inpres No..2 tahun 1984
adalah :
a. Permbinaan dan mendorong terbentuknya P3A
b. Pembinaan pemanfaatan air secara adil dan tepat di tingkat kwarter
c. Pembinaan partisifasi P3A
d. Pembinaan eksploitasi dan pemeliharaan jaringan irigasi tersier
62
d. Pasal 77 UU No. 41 Tahun 2009
B. Rangkuman
Dengan terbitnya Undang-undang No. 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air,
seluruh peraturan turunannya diharapkan dapat diselesaikan dalam masa 2 (dua)
tahun setelah diberlakukannya UU No.17 Tahun 2019.
63
1. Jika peserta dapat menjawab > 80% maka pemahaman terhadap Peraturan-
perundangan Bidang Irigasi sangat baik.
2. Jika peserta dapat menjawab 60-79% maka pemahaman Peraturan-
perundangan Bidang Irigasi baik.
3. Jika peserta dapat menjawab 40-59% maka pemahaman terhadap Peraturan-
perundangan Bidang Irigasi cukup.
4. Jika peserta dapat menjawab < 40% maka pemahaman terhadap Peraturan-
perundangan Bidang Irigasi kurang.
64
DAFTAR PUSTAKA
65
GLOSARI
66