Anda di halaman 1dari 131

LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa :

LAPORAN PENDAHULUAN

Disahkan sebagai salah satu laporan untuk :

PEKERJAAN : RENCANA PENGELOLAAN BENDUNGAN NGLANGON

SATUAN KERJA : Operasi dan Pemeliharaan SDA Pemali Juana

PPK : Operasi dan Pemeliharaan SDA I

NO. KONTRAK : KU.03.01-Ao.6.3/OPSDAI-OPSDAPJ/KNT/08

TANGGAL : 30 APRIL 2015

TAHUN PEKERJAAN : 2015

DISAHKAN DI : SEMARANG

TANGGAL :

Laporan Pendahuluan ini telah sesuai dengan Kerangka Acuan Kerja dan disetujui oleh pemilik
pekerjaan.

Disetujui :

Ketua Direksi Teknis


Mujari, ST., MT., M.Si :................
NIP. 196606202002121002

Sekretaris
Pranu Arisanto, ST.MT. :................
NIP. 198305062010121004

Anggota
Dra. Tuti Yuliani, ST.MT. :................
NIP. 195507221985032003

Rendra Arif Yudiarso, ST.MT. :................


NIP. 198409022010121002

Harlina Wijayanti, SH. :................

Mengetahui,
Pejabat Pembuat Komitmen Operasi dan Pemeliharaan SDA I
Satker Operasi dan Pemeliharaan SDA Pemali Juana

Heri Santoso, ST, MPSDA


NIP. 19770116 200912 1001
Kata Pengantar

PT. SIDODADI SAKTI mendapat kepercayaan untuk melaksanakan Pekerjaan


Rencana Pengelolaan Bendungan Nglangon dari Satker Operasi dan Pemeliharaan SDA
Pemali Juana, Tahun Anggaran 2015, berdasarkan Kontrak Nomor : KU.03.01-
Ao.6.3/OPSDA I-OPSDAPJ/KNT/08, tanggal 24 April 2015.

Bendungan Nglangon terletak di Kabupaten Grobogan, termasuk wilayah kerja Balai


Besar Wilayah Sungai Pemali Juana (BBWSPJ).

Laporan Pendahuluan berisikan gambaran Lokasi Pekerjaan, metodologi dan jadwal


pelaksanaan pekerjaan.

Kami menyadari, bahwa Laporan Pendahuluan ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu kritik saran yang membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan
Laporan ini.

Kami menyadari bahwa dalam laporan yang telah kami susun ini mungkin masih
terdapat banyak kekurangan, oleh karena itu kami juga sangat mengharapkan adanya
saran sebagai masukan untuk pembuatan laporan sejenis di masa yang akan datang.

Semarang,
PT. SIDODADI SAKTI

SITI YULIATI, ST
Direktur

i
Daftar Isi

BAB I ........................................................................................................................I-1
Pendahuluan ................................................................................................ I-1

1.1 Latar Belakang .............................................................................. I-1


1.1.1 Umum................................................................................. I-1

1.1.2 Uraian Singkat Bendungan Nglangon ...................................... I-2


1.2 Maksud, Tujuan Dan Sasaran .......................................................... I-2

1.2.1 Maksud ............................................................................... I-2


1.2.2 Tujuan ................................................................................ I-2

1.2.3 Sasaran............................................................................... I-2


1.3 Lokasi Kegiatan............................................................................. I-2

1.4 Jangka Waktu Penyelesaian Pekerjaan ............................................. I-3

1.5 Lingkup Kegiatan........................................................................... I-3

1.6 Nama Dan Organisasi Pembuat Komitmen ........................................ I-4

1.7 Data Dasar ................................................................................... I-5

1.8 Standar Teknis .............................................................................. I-5


1.9 Referensi Hukum ........................................................................... I-6

1.10 Diskusi Laporan ........................................................................... I-6

1.11 Keluaran ..................................................................................... I-7

BAB II ...................................................................................................................... II-1

Gambaran Umum Lokasi Pekerjaan ..............................................................Ii-1

2.1 Lokasi Bendungan Nglangon ...........................................................Ii-1

2.2 Data Teknis Bendungan Nglangon ...................................................Ii-4

2.3 Kondisi Bendungan Nglangon ..........................................................Ii-5

2.4 Kondisi Geologi .............................................................................Ii-8

2.5 Kondisi Klimatologi ......................................................................Ii-11

Rencana Pengelolaan Bendungan Nglangon ii


BAB III ..................................................................................................................... III-1
Pendekatan Dan Metodologi ........................................................................Iii-1

3.1 Umum.........................................................................................Iii-1
3.2 Pendekatan Umum .......................................................................Iii-1

3.3 Pendekatan Teknis........................................................................Iii-2

3.4 Rencana Pengelolaan Bendung .......................................................Iii-3

3.4.1 Analisa Hidrologi, Klimatologi Dan Sedimentasi .......................Iii-3


3.4.2 Analisis Debit Andalan........................................................ Iii-23

3.4.3 Simulasi Dan Optimasi Neraca Air Dalam Setahun ................. Iii-25
3.4.4 Rencana Operasi Dan Pemeliharaan Bendungan .................... Iii-44

BAB IV ................................................................................................................. IV-1


Jadwal Pelaksanaan dan Organisasi Pelaksana ....................................................... IV-1

4.1 Jadwal Pelaksanaan Pekerjaan ................................................... Iv-1

4.2 Personil ................................................................................... Iv-3

Rencana Pengelolaan Bendungan Nglangon iii


BAB I
Pendahuluan

1.1 LATAR BELAKANG

1.1.1 Umum
Secara umum bendungan dibangun untuk menampung air di dalam
bendungan yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi berbagai keperluan antara lain
kebutuhan irigasi, air baku, air minum, pembangkit tenaga listrik, pengendali banjir,
objek pariwisata dan lain sebagainya. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat no 27 Tahun 2015 tentang bendungan, adalah bahwa
pembangunan bendungan meningkatkan kemanfaatan fungsi sumber daya air,
pengawetan air, pengendali daya rusak air, dan fungsi pengaman tampungan limbah
tambang (tailing) atau tamping lumpur.

Keberadaan bendungan sangat penting dalam turut menciptakan


keseimbangan ekologi dan tata air. Dari sudut ekologi, Bendungan merupakan
ekosistem yang terdiri dari unsur air, kehidupan akuatik, dan daratan yg dipengaruhi
tinggi rendahnya muka air. Sedangkan ditinjau dari sudut tata air, Bendungan
berperan sebagai reservoir yang dapat dimanfaatkan airnya untuk keperluan system
irigasi dan perikanan, sebagai sumber air baku, sebagai tangkapan air untuk
mengendalikan banjir, serta menyuplai air tanah. Untuk menjamin fungsi Bendungan
agar optimal dan berkelanjutan, kegiatan pengelolaan harus ditekankan pada upaya
pengamanan Bendungan dan juga daerah di sekitarnya. Adanya rambu rambu yang
nyata, pada dasarnya merupakan salah satu faktor yang dapat menghindarkan
maupun mengantisipasi permasalahan permasalahan pemanfaatan Bendungan serta
daerah sekitarnya.

Terkait maksud tersebut pemerintah Indonesia dalam hal ini Kementrian


Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dengan dana APBN Tahun Anggaran 2015
akan melaksanakan progam pengelolaan dan konservasi Bendungan, Embung, Situ

I-1
serta Bangunan Air Lainnya yang salah satunya adalah melaksanakan pekerjaan
penyusunan Rencana Pengelolaan Bendungan Nglangon.

1.1.2 Uraian Singkat Bendungan Nglangon


Bendungan Nglangon terletak di Desa Nglangon, Kecamatan Kradenan,
Kabupatan Grobogan, Provinsi Jawa Tengah. Bendungan Nglangon awal konstruksi
tahun 1911 sampai dengan tahun 1914, yang merupakan bendungan urugan tanah
homogeny. Bendungan yang mampu menampung air kondisi normal sebanyak
2.184,000 m3, dan sumber Bendungan Nglangon berasal dari induk sungai Nglangon.
Bendungan Nglangon berfungsi sebagai tampungan air di musim hujan dan mengairi
irigasi teknis area persawahan seluas 750Ha. Operasional dan Managemen Bendungan
Nglangon di bawah pengawasan Balai Besar Wilayah Sungai Pemali Juana.

1.2 MAKSUD, TUJUAN DAN SASARAN

1.2.1 Maksud
Maksud dari kegiatan pekerjaan ini adalah melakukan pengumpulan data,
survey, identifikasi, kajian dan analisa dalam rangka penyusunan dokumen Rencana
Pengelolaan Bendungan Nglangon.

1.2.2 Tujuan
Adapun tujuan dari Rencana Pengelolaan Bendungan Nglangon adalah
tersusunnya dokumen rencana pengelolaan Bendungan Nglangon.

1.2.3 Sasaran
Sedangkan sasaran kegiatan Rencana Pengelolaan Bendungan Nglangon
adalah terpeliharanya kelangsungan fungsi layanan dengan adanya Rencana
Pengelolaan Bendungan Nglangon.

1.3 LOKASI KEGIATAN


Lokasi kegiatan Penyusunan Rencana Pengelolaan Bendungan Nglangon
berada di Desa Nglangon, Kecamatan Kraden, Kabupaten Grobogan, Provinsi Jawa
Tengah.

Rencana Pengelolaan Bendungan Nglangon I-2


1.4 JANGKA WAKTU PENYELESAIAN PEKERJAAN
Jangka waktu pelaksanaan kegiatan ini adalah 6 (enam) bulan atau 180
(seratus delapan puluh) hari kalender.

1.5 LINGKUP KEGIATAN


Lingkup Kegiatan Rencana Pengelolaan Bendungan:

A. Pengumpulan data berupa :


Data hasil terdahulu

Data sumber daya air ( mata air, hujan, debit, air tanah, klimatologi, inflow
outflow dll.)

Data sumber daya lahan (peta topografi, peta tanah, peta tata guna lahan,
hasil tata guna lahan, tata ruang dll.)

Data monitoring instrument bendungan secara menyeluruh populasi dan


sumber daya manusia di wilayah Bendungan (DAS)

Data socio-economy

Data pertanian (pola tanah, hasil tanam dll.)

Data konservasi

Data / informasi banjir dan kekeringan

Kelembagaan bendungan

Serta data sekunder yang mendukung lainnya

B. Survey / pengukuran topografi pada kawasan Bendungan (cathment Bendungan)

Membuat deskripsi daerah aliran sungai di hulu bendungan nglangon, antara


lain deskripsi kondisi hidrologi dan deskripsi anak anak sungai yang mempengaruhi
Bendungan.

Melakukan pemetaan situasi daerah genangan Bendungan dan sekitarnya


dengan pengukuran terestris (untuk areal diatas muka air Bendungan sampai sejauh
100 meter dari elevasi mercu pelimpah) dengan skala 1 : 1000 atau disesuaikan
dengan kondisi di lapangan.

Melakukan pemetaan situasi tubuh bendungan dan sekitarnya dengan skala


1 : 500 atau disesuaikan sesuai dengan kondisi lapangan serta pengukuran

Rencana Pengelolaan Bendungan Nglangon I-3


pemotongan memanjang dan melintang tubuh bendungan setiap 25 meter dengan
skala 1:50 atau disesuaikan sesuai dengan kondisi lapangan.

Memasang patok tetap (SDM) di sepanjang tepi kiri dan kanan Bendungan
untuk setiap jarak 1 (satu) km, dengan jumlah patok minimal 3 (tiga) pasang, masing
masing 3 (tiga) patok di sisi kiri dan 3 (tiga) patok disisi sebelah kanan Bendungan.

Melakukan perhitungan : kapasitas Bendungan, hubungan antar elevasi dan


volume tampungan Bendungan, hubungan antara elevasi dan luas genangan
Bendungan dll.

Melakukan perhitungan, pengambaran dan membuat laporan pelaksanaan


pengukuran.

C. Melakukan analisa prediksi laju sedimen serta identifikasi daerah- daerah sumber
sedimen.

D. Melakukan kajian konsep pengembangan pemanfaatan air bendungan dengan


berbagai dampak upaya penanganan yang ada, baik dampak positif dan dampak
negatife.

E. Melakukan pemeriksaan peralatan pemantau keamanan bendungan /


instrumentasi dan mengevaluasi terhadap data hasil pemantauanya.

F. Memberikan kesimpulan atas kinerja bendungan sesuai dengan evaluasi beserta


saran atau tindak lanjut atas kesimpulan.

G. Melakukan evaluasi dan pemperbarui dokumen / data Pedoman operasi dan


pemeliharaan bendungan termasuk pola operasi bendungan Alokasi air (neraca
air) atas pemanfaatan air bendungan/system bendungan Rekomendasi
penyusunan organisasi dan pembiayaan O&P bendungan

H. Melakukan kordinasi dengan pusat terkait rencana pengelolaan bendungan yang


telah disusun

1.6 NAMA DAN ORGANISASI PEMBUAT KOMITMEN


Pejabat Pembuat Komitmen Operasi dan Pemeliharaan SDA I Satker
Operasi dan Pemeliharaan SDA Pemali Juana, Balai Besar Wilayah Sungai Pemali
Juana, Direktorat Jendral Sumber Daya Air, Kementrian Pekerja Umum dan
Perumahan Rakyat, alamat: Jl. Brigjen S. Sudiarto No. 379 Semarang.

Rencana Pengelolaan Bendungan Nglangon I-4


1.7 DATA DASAR
Data dasar yang dibutuhkan, antara lain:

a. Peta wilayah kerja pengelolaan air irigasi sesuai tugas dan tanggung jawabnya
( Skala 1 : 25.000 atau disesuaikan ).
b. Peta daerah irigasi (skala 1 : 5.000).
c. Data teknis bendungan.
d. Skema jaringan irigasi.
e. Skema rencana pembagian dan pemberian air.
f. Gambar purna konstruksi (as built drawing).
g. Dokumen dan data data lain, meliputi:
- Manual pengoprasian bendungan, bangunan ukur debit.
- Data seri dari catatan curah hujan.
- Data debit sungai.
- Data elevasi dan volume Bendungan.
- Data Klimatologi

1.8 STANDAR TEKNIS


1. SNI 03-3432-1994, Tata Cara Penetapan Banjir Rencana Dan Kapasitas
Pelimpah Untuk Bendungan.
2. RSNI M-03-2002, Metode Analisa Stabilitas Lereng Static Bendungan
Urugan
3. Pd T-14-2004-A, Pedoman Analisis Stabilitas Bendungan Tipe Urugan
Akibat Gempa, Dept Kimpraswil 10 Mei 2004.
4. Pedoman Analisa Dinamika Bendungan Urugan, Kep Dirjen SDA No.
27/KPTS/D/2008 tanggal 31 Januari 2008
5. Pedoman Pemeriksaan Dan Evaluasi Keamanan Bendungan, Kep Dirjen
SDA No. 05/KPTS/2003 tanggal 14 Maret 2003

6. Pedoman Pembangunan Bendungan Urugan Pada Pondasi Tanah Lunak,


Ditjen SDA, Nopember 2006.

7. Pedoman Operasi, Pemeliharaan Dan Pengamatan Bendungan, Kep Dirjen


SDA No. 199/KTPS/D/2003, Maret 2003.

8. Manual Pemeriksaan Visual Bendungan Urugan, Ditjen SDA 2004.

9. PT 02 Pengukuran Topografi, Standar Perencanaan Irigasi, Ditjen Air


1986.

Rencana Pengelolaan Bendungan Nglangon I-5


10. SNI 19-6724, 2002 Tata Cara Pengukuran Control Horizontal dan SNI 19-
6988, 2004 Tata Cara Pengukuran Vertical.

11. SNI 19-6502.2, 2004 Tata Cara Pembuatan Peta Rupa Bumi skala 1 :
25000.

12. Pedoman Dan Inspeksi Dan Evaluasi Keamanan Bendungan, Maret 2003,
Kantor Sekretariat Komisi Keamanan Bendungan, Departemen
Pemukiman Dan Prasarana Wilayah, Direktorat Sumber Daya Air.

13. Pedoman Survey Dan Monitoring Sedimentasi Bendungan. Departemen


Pekerja Umum, Keputusan Direktur Jendral Sumber Daya Air,
No.39/kptsD/2009, Tanggal 26 Februari 2009, Direktorat Jendral Sumber
Daya Air,Departemen Pekerja Umum.

14. Standar pedoman lain yang terkait.

1.9 REFERENSI HUKUM


1. UU No. 11 Tahun 1974 tentang Pengairan.
2. UU No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi.
3. UU No. 1 Tahun 1970 tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja.
4. UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup.
5. Permen PU No. 02 Tahun 2013 tentang Penyusunan Rencana Pengelolaan
Sumber Daya Air.
6. PP No. 27 Tahun 2015 tentang Bendungan.
7. PP No. 28 Tahun 2000 tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa
Kontruksi.
8. PP No. 29 Tahun 2000 tentang Penyelengaraan Kontruksi.
9. Permen PU No. 04/PRT/M/29 tentang Sistem Jaminan Mutu.
10. Permen PU No. 72/KPTS/1997 tentang Keamanan Bendungan
11. Perpres No.04 Tahun 2015 tentang Pengadaan Barang dan Jasa.

1.10 DISKUSI LAPORAN


- Konsep Rencana Mutu Kontrak
- Konsep Laporan Pendahuluan
- Konsep Laporan Antara
- Konsep Laporan Akhir

Rencana Pengelolaan Bendungan Nglangon I-6


1.11 KELUARAN
Keluaran yang dihasilkan dari pelaksanaan pekerjaan ini adalah berupa
laporan/dokumen sebagai berikut :

No Jenis Laporan
1 RMK

2 Laporan Pendahuluan

3 Laporan Bulanan (5 buku x 6 bln)

4 Laporan Pengujung :

a. Laporan Hidrologi

b. Laporan Neraca Air / Alokasi air

c. Laporan Survei Topografi dan Sedimentasi

d. Laporan Studi Konservasi Lahan

e. Manual OP Bendungan (temasuk pola operasi)

f. Laporan Rencana Pengelolaan Bendungan

5 Laporan Antara (Interim Report)

6 Laporan Akhir :

a. Konsep Laporan Akhir

b. Laporan Akhir

7 Ringkasan Eksekutif ( Indonesia )

8 Ringkasan Eksekutif ( Inggris )

9 Album Gambar/Peta (Final)

10 CD Semua (Laporan, Gambar, dan Foto Dokumentasi,


dll )

11 Hard disk External (Data, Software dan Analisis)

Rencana Pengelolaan Bendungan Nglangon I-7


BAB II
Gambaran Umum
Lokasi Pekerjaan

2.1 LOKASI BENDUNGAN NGLANGON


Lokasi bendungan Nglangon secara administrasi terletak di Desa Nglangon,
Kecamatan Kradenan Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah. Berdasarkan geografis letak
bendungan Nglangon adalah 710'15"S 1118'24"E. Untuk menuju lokasi kegiatan,
dari kota Semarang ke lokasi waduk Nglangon kurang lebih 95 km ke arah Timur.

Bendungan Nglangon adalah bendungan yang pertama kali dibuat di


Indonesia oleh Pemerintah Hindia Belanda. Di bawah wilayah BBWS Pemali Juana.
Dibuat pada tahun 1911 1914, dengan manfaat irigasi seluas 750 ha. Dalam kurun
waktu yang cukup lama ini, bendungan Nglangon tercatat ada masalah rembesan di
tubuh bendungan, yang waktu itu akan segera diperbaiki dengan memasang
geomembrane.

Pada peta Wilayah Sungai Jratun Seluna, bendungan Nglangon masuk ke


dalam DAS Serang. Das Serang adalah bagian dari Satuan Pengelolaan Daerah Aliran
Sungai SWP DAS Serang. Luas wilayah Das Serang seluas 802.476,99 ha atau sebesar
23,6372 % dari luas seluruh wilayah BPDAS Pemali Jratun. Das Serang memiliki
keliling Das sepanjang 542,88 Km. Sungai Utama Das Serang adalah Kali Serang
dengan panjang sungai 238,55 km. Letak geografis Das Serang terletak di bagian
Utara Jawa Tengah yang melintasi 11 kabupaten yaitu mulai dari yang terluas
Kabupaten Grobogan (292.306,06 ha), Blora (176.743,03 ha), Boyolali (86.784,60

II-1
ha), Demak (81.063,09 ha), Jepara (69.501,73 ha), Kudus (32.888,08 ha), Sragen
(27.011,00 ha), Semarang (25.494,21 ha), Pati (5.652,90 ha), Rembang (5.001,93
ha), dan Kabupaten Ngawi (30,36 ha). Tepatnya terletak pada posisi koordinat antara
110 26' 22" - 111 34' 17" Bujur Timur dan antara 6 35' 58'' - 7 27' 44'' Lintang
Selatan. (Sumber : Detail Desain Dan Studi Penyusunan Ukl/Upl Untuk Pekerjaan
Remedial/ Rehabilitasi Minor Bendungan Nglangon,2012)

Rencana Pengelolaan Bendungan Nglangon II-2


S. JUANA
Luas DAS 1350,0 km2
S. WULAN Panjang 62,5 km
Luas DAS 3858,3 km2 Lintas Kab Kudus &
Panjang 206,5 km Pati
Lintas Kab Blora, Boyolali,
Grob, Semarang, Demak,
Kudus & Jepara

S. JRAGUNG
Luas DAS 354.1 km2 S. RANDUGUNTING
Panjang 75 km Luas DAS 115,0 km2
Lintas Kab Demak, Panjang 40 km
Grobogan, dan Smg Lintas Kab Blora, S. LASEM
Rembang & Pati Luas DAS 252,9 km2
Panjang 33,5 km
Kab Rembang

S. DOLOK
Luas DAS 89,1 km2
Panjang 45,5 km
Lintas Kab Demak S. BABON
dan Semarang Luas DAS 226 km2
Panjang 37,7 km S. CAPLUK
Lintas Kab Demak Luas DAS 135,6 km2
dan Semarang Panjang 33,6 km
Kab Rembang

S. BKT
Luas DAS 94,0 km2
Panjang 17,6 km
Lintas Kota Smg
dan Kab Smg

S. LUSI
Luas DAS 1758 km2
Panjang 82,0 km
Lintas Kab Blora &
Grobogan
S. BKB
Luas DAS 203,4 km2
Panjang 35 km
Lintas Kota Smg, Kab
Smg & Kendal

S. SERANG
Luas DAS 254,00 km2
Lintas Kab Seragen,
S. TUNTANG Grobogan & Boyolali
Luas DAS 820,8 km2
Panjang 106,5 km
Lintas Kab Demak,
Grobogan, Salatiga
& Semarang

(Sumber : Detail Desain Dan Studi Penyusunan Ukl/Upl Untuk Pekerjaan Remedial/ Rehabilitasi Minor Bendungan Nglangon,2012)

Gambar II.1 : Lokasi Pekerjaan Rencana Pengelolaan bendungan Nglangon pada WS Jratunseluna

II-3
Gambar II.2 : Genangan Waduk Nglangon Di Kab.Grobogan Jawa Tengah
(Sumber : Google, 18-8-2013)

2.2 DATA TEKNIS BENDUNGAN NGLANGON


Data teknis diperoleh dari papan informasi di Bendungan Nglangon, sebagai
berikut :
1. Hidrologi
Catchment area : 2,70 km2
Pengairan Irigasi : K. Nglangon
Induk sungai : K. Lusi
Curah hujan tahunan : 2000 3000 mm
2. Waduk
Muka air banjir : 79,50 m, genangan 18 ha
Muka air normal : 79,00 m, genangan 17 ha
Muka air minimum : 70,00 m, genangan 2,4 ha
Volume, pada muka air banjir : 2,5 juta m3
Volume, pada muka air normal : 2,184 juta m3
Volume mati : 1,08 juta m3
Volume efektif : 1,104 juta m3

II-4
3. Tubuh Bendungan
Tipe : Urugan tanah homogin
Tinggi di atas dasar sungai : 14,80 m
Tinggi di atas galian : 21,00 m
Panjang puncak : 330 m
Lebar puncak : 4,50 m
Elevasi puncak : 81,00 m
Volume tubuh bendungan : 74.000 m3

4. Spillway (Pelimpah)
Tipe : Ogee tanpa pintu
Kapasitas : 41,93 m3/dtk
Elevasi mercu : 79,00 m
Panjang mercu bersih : 15,00 m

5. Outlet / Intake Tower


Tipe : Konduit
Bentuk : Lingkaran
Garis tengah : 1,00 m
Jumlah : 1 buah
Panjang : 57 m
Tipe alat operasi : Pintu sorong

2.3 KONDISI BENDUNGAN NGLANGON


Survey pendahuluan Bendungan Nglangon sudah dilakukan, Sebagaimana
Mengikuti Jadwal Rencana Pelaksanaan Pekerjaan Rencana Pengelolaan Bendungan
Nglangon. Berikut Adalah Hasil Dokumentasi survey pendahuluan pada Bendungan
Nglangon.

Rencana Pengelolaan Bendungan Nglangon II-5


Gambar II.3 : Dokumentasi Bendungan Nglangon

Rencana Pengelolaan Bendungan Nglangon II-6


Sumber : Detail Desain Dan Studi Penyusunan UKL/UPL Untuk Pekerjaan Remedial/Rehabilitasi Minor Bendungan Nglangon,2012

Gambar II.4 : Situasi Bendungan Nglangon

II-7
2.4 KONDISI GEOLOGI
- Geologi Regional

Kondisi geologi Sungai Lusi berada pada Zona Kendeng terdiri dari
pegunungan lipatan berbentuk Antiklinorium. Morfologi di daerah tersebut
dapat dibagi menjadi 3 satuan, yaitu Satuan Morfologi dataran rendah,
perbukitan bergelombang dan Satuan Morfologi perbukitan terjal, dengan
punggung perbukitan tersebut umumnya memanjang berarah Barat
Timur, sehingga pola aliran sungai umumnya hampir sejajar (sub-parallel)
dan sebagian berpola mencabang (dendritic).

Gambar II.5 : Peta Fisiografi Jawa Tengah dan Jawa Timur (Van Bemmellen, 1949)

Zona Kendeng meliputi deretan pegunungan dengan arah memanjang


barat-timur yang terletak langsung di sebelah utara sub zona Ngawi.
Pegunungan ini tersusun oleh batuan sedimen laut dalam yang telah
mengalami deformasi secara intensif membentuk suatu antiklinorium.
Pegunungan ini mempunyai panjang 250 km dan lebar maksimum 40 km
(de Genevraye & Samuel, 1972) membentang dari gunungapi Ungaran di
bagian barat ke timur melalui Ngawi hingga daerah Mojokerto. Di bawah
permukaan, kelanjutan zona ini masih dapat diikuti hingga di bawah
selatan Madura.

II-8
Ciri morfologi Zona Kendeng berupa jajaran perbukitan rendah dengan
morfologi bergelombang, dengan ketinggian berkisar antara 50 hingga 200
meter. Jajaran yang berarah barat-timur ini mencerminkan adanya
perlipatan dan sesar naik yang berarah barat-timur. Intensitas perlipatan
dan anjakan yang mengikutinya mempunyai intensitas yang sangat besar
di bagian barat dan berangsur melemah di bagian timur. Akibat adanya
anjakan tersebut, batas dari satuan batuan yang bersebelahan sering
merupakan batas sesar. Lipatan dan anjakan yang disebabkan oleh gaya
kompresi juga berakibat terbentuknya rekahan, sesar dan zona lemah yang
lain pada arah tenggara-barat laut, barat daya-timur laut dan utara-
selatan.

Proses eksogenik yang berupa pelapukan dan erosi pada daerah ini
berjalan sangat intensif, selain karena iklim tropis juga karena sebagian
besar litologi penyusun Mandala Kendeng adalah batu lempung-napal-
batupasir yang mempunyai kompaksitas rendah, misalnya pada formasi
Pelang, Formasi Kerek dan Napal Kalibeng yang total ketebalan ketiganya
mencapai lebih dari 2000 meter.

Karena proses tektonik yang terus berjalan mulai dari zaman Tersier
hingga sekarang, banyak dijumpai adanya teras-teras sungai yang
menunjukkan adanya perubahan base of sedimentation berupa
pengangkatan pada Mandala Kendeng tersebut. Sungai utama yang
mengalir di atas Mandala Kendeng tersebut salah satunya adalah Sungai
Lusi yang mengalir ke arah barat, dimulai dari Blora, Purwodadi dan terus
ke barat hingga bermuara di Kali Serang di kemudian sampai ke pantai
utara Jawa Tengah.

- Stratigrafi Regional

Zona Kendeng merupakan bagian tengah dari Cekungan Jawa Timur.


Sebagian besar litologinya menunjukkan pengaruh lingkungan laut dalam.
Menurut Pringgoprawiro (1983), stratigrafi Zona Kendeng dibagi kedalam
unit-unit sebagai berikut :

1. Formasi Pelang terdiri dari napal abu-abu yang masif sampai berlapis
yang kaya fosil dan batulempung abu-abu dengan sisipan batugamping
bioklastik. Lapisan ini diendapkan pada lingkungan neritik dan berumur
Oligosen Akhir - Miosen Awal.

2. Formasi Kerek terdiri dari endapan turbidit dengan ketebalan 800 m,


sebagian besar terbentuk oleh lapisan yang menghalus dan menipis
keatas dengan tipe struktur sedimen arus densitas. Litologinya terdiri

Rencana Pengelolaan Bendungan Nglangon II-9


atas batupasir tufaan, batulempung, napal, dan batugamping. Formasi
ini berumur Miosen Awal Miosen Akhir.

3. Formasi Kalibeng (Kalibeng Bawah) terdiri dari napal abu-abu


kehijauan kaya fosil dengan sisipan tuf berlapis tipis. Sedimen ini
diendapkan pada lingkungan batial. Bagian atas dari Formasi Kalibeng
(Anggota Atasangin) terdiri atas perlapisan batupasir tufaan berukuran
halus-kasar, tuf putih, dan breksi volkanik. Sedimen ini diendapkan
oleh mekanisme turbidit. Formasi ini berumur Miosen Akhir Pliosen.

4. Formasi Sonde (Kalibeng Atas) dibedakan atas Formasi Sonde bagian


atas dan Formasi Sonde bagian bawah. Formasi Sonde bagian bawah
(Anggota Klitik) didominasi oleh perlapisan napal pasiran, batupasir
gampingan, dan tuf. Formasi Sonde bagian atas terdiri atas
batugamping mengandung Balanus dan grainstone. Formasi ini
diendapkan di lingkungan laut dangkal dan berumur Pliosen.

5. Formasi Pucangan terdiri atas batupasir kasar-konglomeratan,


batupasir, batupasir tufaan, dan lempung hitam yang mengandung
moluska air tawar. Di Zona Kendeng bagian barat dan tengah, Formasi
Pucangan berkembang sebagai fasies daratan. Sedangkan di bagian
timur Zona Kendeng, Formasi Pucangan merupakan endapan laut
dangkal. Formasi ini berumur Pliosen Akhir Pleistosen Awal.

Formasi Kabuh terdiri dari perlapisan batupasir kasar dengan perlapisan


silang-siur, fosil vertebrata, lensa konglomerat, dan tuf. Di Zona Kendeng
bagian barat dan tengah, Formasi Kabuh diendapkan pada lingkungan
darat, sedangkan di Zona Kendeng bagian timur

1. Formasi Kabuh mempunyai fasies yang berbeda-beda, fasies darat


berangsurangsur berubah menjadi fasies laut yang makin keatas
berubah ke batuan volkanik yang diendapkan pada lingkungan pantai.
Formasi ini berumur Pleistosen.

2. Formasi Notopuro terdiri dari endapan lahar, tuf, dan batu pasir tufaan
berumur Pleistosen yang diendapkan pada lingkungan darat.

Rencana Pengelolaan Bendungan Nglangon II-10


Gambar II.6 :Kolom stratigrafi umum Zona Kendeng (Pringgoprawiro,
1983)

2.5 KONDISI KLIMATOLOGI


Iklim di daerah lokasi pekerjaan mempunyai karakteristik Suhu : 23 - 32 C,
Kelembaban : 60 - 90 %, Kecepatan Angin : 25 (km/jam) dan curah hujan
rata- rata 1.750-2.250 mm per tahun. Data klimatologi yang digunakan adalah

Rencana Pengelolaan Bendungan Nglangon II-11


data yang dianggap dekat dengan lokasi pekerjaaan yang tercatat pada Stasiun
Klimatologi Semarang.

Adapun sumber data yang digunakan untuk referensi stasiun pencatat hujan
adalah stasiun-stasiun yang ada di dalam koordinasi Badan Meteorologi dan
Geofisika (BMG). Dalam wilayah studi terdapat 19 stasiun pencatat hujan
selama 17 tahun dari tahun 1997 sampai dengan tahun 2013. Data yang
diperoleh antara lain :
- Data Klimatologi Kelembaban Relatif (RH) Rata-rata (%)
- Data Klimatologi Temperatur Bulanan Rata-rata (oC)
- Data Klimatologi Penyinaran Matahari (Q) (%)
- Data Klimatologi Kecepatan Angin (Km/jam)

(Sumber data : Badan Meteorologi, Klimatologi & Geofisika Stasiun Klimatologi


Semarang).

Posisi dari seluruh stasiun hujan dan poligon thiessen yang digunakan pada
pekerjaan ini dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Lokasi Kegiatan

Gambar II.7 : Peta Isohyet Curah Hujan Tahunan Provinsi Jawa Tengah

Rencana Pengelolaan Bendungan Nglangon II-12


4
7
0
0
0
0

4
8
0
0
0
0

4
9
0
0
0
0

5
0
0
0
0
0

5
1
0
0
0
0

5
2
0
0
0
0

5
3
0
0
0
0

5
4
0
0
0
0

5
5
0
0
0
0

5
6
0
0
0
0

5
7
0
0
0
0

5
8
0
0
0
0
N
Pati
0
0
0
9
0
2
5
5
2
0
9
0
0
0

W E %
U %Ngampel
U
4B R006B
Gendongan
R022
0
0
0
S Gegersapi Gempol %
U 9
0
2
4 Tempel
4
2
0
9
R6
0
0
0

ZONA TENGAH Rowo Pruntusan %


U

Cangkring ZONA HULU R023LS


%
U
Sambongori
0 Sente
0
0 SE196 Bakah
9
0 Ngemprak
2
3 Carat
3
2
SE211
0
9 %
U Sono Pulo
0
0
Tirto
0
%
U Pasihan
Lusi
SE198 SE220
%
U Gedangan %
U
SE 199 SE212 Pandan
%
U SE204 %
U Pendem Bacem
0
0
0
0
2
%
U
Nglumpang
SE213 Ploso Rejo
Randualas
Sambong
9
2
2
2 %
U Sambirejo Stasiun Hujan :
0
9
0
Karangpung
0
Geneng 1. Sta Blora (R006)
0

2. Sta Brati (SE 196)


ZONA HILIR 3. Sta Butak (SE 217A)
Dadabong
SE241A Blora 4. Sta Gayam (R022)
PurwodadiAmpoKedungrejo U%
Logender
5. Sta Gending (SE 199)
0
0
0
0
SE205A Ngrandah Panunggalan 6. Sta Greneng (4B)
9
2
1 %
U 7. Sta Jiken (R023LS)
1
2 Butuh
0
9
0

SE205B SE217ASE216
0
8. Sta Ngaringan (SE 220)
0
Jomblong
%
U %
U Gobang
9. Sta Nglangon (SE 216)
%
U 10. Sta Pojok (SE 241A)
Lampis
11. Sta Purwodadi (SE 204)
SE217 12. Sta Semen (SE 205B)
0 %
U
0
0 Glugu 13. Sta Simo (SE 217) 9
0
2
0 14. Sta Tambakselo (SE 211)
0
2
0
9
0
Peganjing 15. Sta Tawangharjo (SE 213)
0
0

16. Sta Wirosari (SE 212)


17. Sta Wd Sanggeh (SE 205A)
18.Sta Wd Tempuran (R006B)
19. Sta Wolo (SE 198)
0
0
0
9
0
1
9
9
1
0
9
0
4
7
0
0
0
0

4
8
0
0
0
0

4
9
0
0
0
0

5
0
0
0
0
0

5
1
0
0
0
0

5
2
0
0
0
0

5
3
0
0
0
0

5
4
0
0
0
0

5
5
0
0
0
0

5
6
0
0
0
0

5
7
0
0
0
0

5
8
0
0
0
0
0
0

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM Gambar :


DIREKTORAT JENDERAL SUMBER DAYA AIR
Keterangan : DAS LUSI

BALAI BESAR WILAYAH SUNGAI PEMALI JUANA Kab Grobogan Stasiun Hujan
SATUAN KERJA BALAI BESAR WILAYAH SUNGAI PEMALI JUANA Sungai Lusi PETA STA HUJAN
Batas Zona Kab Blora Subdas
Pekerjaan : Batas Kabupaten Batas DAS Skala :
0 5 10 15 Kilometers
Studi Pengembangan dan Pengelolaan SDA di Sub DAS Lusi

Gambar II.8 : Peta Stasiun Hujan

Rencana Pengelolaan Bendungan Nglangon II-13


BAB III
Pendekatan dan
Metodologi

3.1 UMUM

Berdasarkan uraian tugas yang terangkum di dalam Kerangka Acuan Kerja


(KAK) Pekerjaan RENCANA PENGELOLAAN BENDUNGAN NGLANGON, Konsultan
mempunyai kewajiban menganalisis problematik yang selanjutnya menemukan
pemecahan yang terbaik untuk pekerjaan studi ini.

Sesuai dengan ruang lingkup, tugas dan tanggung jawab Konsultan,


diperlukan metode pelaksanaan pekerjaan yang tepat dan efektif, agar dapat dicapai
suatu hasil analisis yang optimal.

Oleh karenanya diperlukan juga beberapa laporan/data dan sarana


komputerisasi, agar dapat berfungsi sebagai pendukung terhadap tujuan yang akan
dicapai. Untuk itu konsultan akan mencoba memberikan tahapan dan metode
pelaksanaan pekerjaan yang secara lengkap diuraikan pada paragraf-paragraf berikut
di bawah ini.

3.2 PENDEKATAN UMUM

Untuk menunjang pelaksanaan pekerjaan RENCANA PENGELOLAAN


BENDUNGAN NGLANGON sampai dengan didapatkannya suatu hasil kerja yang
optimal seperti yang disyaratkan dalam Kerangka Acuan Kerja, Konsultan

III-1
mengusulkan perlunya dibuat suatu prosedur pelaksanaan kegiatan yang tertuang
dalam bagan alir pelaksanaan kegiatan dan bagan organisasi pelaksana kegiatan yang
baik dan benar sehingga kegiatan yang dikerjakan diharapkan berjalan dengan lancar
dan selesai tepat waktu.

Dalam pelaksanaannya, Konsultan melakukan pendekatan umum


penyelesaian pelaksanaan kegiatan dengan menyusun Jadual Pelaksanaan Kegiatan,
Organisasi Pelaksana Kegiatan, serta Organisansi Penggunaan Peralatan yang baik
serta berkelanjutan. Dengan susunan Tata Cara Pelaksanaan Kegiatan dan Koordinasi
Kegiatan yang baik antara Konsultan sebagai Pelaksana Kegiatan dalam hal ini dengan
pemberi kerja maka Konsultan berkeyakinan dapat melaksanakan dengan sebaik -
baiknya.

3.3 PENDEKATAN TEKNIS

Dalam Bab ini konsultan menguraikan bagaimana cara penanganan


pekerjaan yang akan dilaksanakan dan cara-cara penjabarannya, cara-cara
pendekatan yang mana akan diikuti dengan pelaksanaannya untuk menghasikan
pekerjaan RENCANA PENGELOLAAN BENDUNGAN NGLANGON.

Dalam rangka memenuhi seperti tersebut di atas dan berdasarkan


Kerangka Acuan Kerja yang telah kami pelajari, maka Konsultan akan melaksanakan
sebaik-baiknya untuk mendukung suksesnya pelaksanaan program ini.

Bab ini dimaksudkan bagaimana cara Konsultan menangani dan


menyelesaikan pekerjaan yang menjadi tugasnya seperti yang tercantum dalam
sasaran dan lingkup pekerjaan yang tertera dalam KAK (Kerangka Acuan Kerja)
Proyek. Dengan kemampuan konsultan sesuai dengan bidangnya, maka konsultan
dapat mengerjakan pekerjaan proyek yang dimaksud secara effektif dan efisien,
cepat, dan tepat waktu.

Pelaksanaannya menggunakan metode-metode yang sangat efektif dan


tepat. Dengan demikian akan banyak membantu dan memberikan keuntungan bagi
proyek terhadap cara-cara perhitungan dalam penanganan pekerjaan RENCANA
PENGELOLAAN BENDUNGAN NGLANGON.

Rencana Pengelolaan Bendungan Nglangon III-2


3.4 RENCANA PENGELOLAAN BENDUNG

Pengelolaan bendung dimaksudkan melakukan pengumpulan data, survei,


identifikasi, kajian dan analisis dalam rangka penyusunan dokumen Rencana
Pengelolaan Bendungan.

Adapun langkah langkah pengelolaan sebagai berikut :

3.4.1 ANALISA HIDROLOGI, KLIMATOLOGI DAN SEDIMENTASI

Menganalisis data hidrologi diperlukan untuk penentuan curah hujan


rencana untuk berbagai periode kala ulang (return period) (R2, R5, R10, R15, R25,
R50 dan R100) yang merupakan data pokok untuk digunakan dalam merencanakan
bangunan Bendungan. Untuk menganalisis data tersebut dilakukan beberapa metode
pengujian data untuk memilih kecocokan tipe sebaran dengan memperhatikan
kecocokan ciri-ciri parameter statistik dan rangkaian data curah hujan tersebut.

Analisa Hidrologi mencakup :


1. Hujan bulanan rata-rata dipakai cara aljabar atau yang lain diambil dari
stasiun yang mempengaruhi daerah tangkapan
2. Perhitungan hujan rencana (R2, R5, R10, R15, R25, R50 dan R100)
3. Perhitungan Evapotranspirasi dengan metode "Penman Modifikasi"
4. Kebutuhan Air
5. Potensi tampungan dan volume tampungan rencana

Data hidrologi yang diperlukan untuk Pekerjaan meliputi :


1. Data curah hujan :
2. Peta Topografi antara lain :

a. CURAH HUJAN WILAYAH

Analisis ini dihitung dari hujan titik dari beberapa stasiun penakar hujan
yang berpengaruh terhadap daerah aliran sungai. Salah satu metode
yang digunakan untuk menghitung hujan wilayah/daerah adalah metode
Thiesen. Cara diperoleh dengan cara membuat poligon yang memotong
tegak lurus pada tengah-tengah garis hubung dua pos penakar hujan,
persamaannya adalah sebagai berikut :

Rencana Pengelolaan Bendungan Nglangon III-3


n
RAVG = I
Ai
A
Ri

dimana :
RAVG = Curah hujan rata-rata (mm)
Ai = Luas pengaruh stasiun ke i dari 1 sampai n (km2)
A = Luas daerah aliran sungai (km2)
Ri = Curan hujan pada stasiun ke-I dari 1 sampai n (mm)

b. PEMILIHAN DISTRIBUSI HUJAN

Untuk menentukan kecocokan distribusi frekuensi dari sampel data


terhadap fungsi distribusi peluang yang diperkirakan maka terhadap
distribusi frekuensi tersebut perlu dilakukan pengujian parameter yang
digunakan yaitu menggunakan metode :
1. Metode Smirnov Kolmogorov

Pemeriksaan uji kesesuaian ini dimaksudkan untuk mengetahui


suatu kebenaran hipotesa distribusi frekuensi. Dengan pemeriksaan
uji ini akan diketahui beberapa hal, seperti :
Kebenaran antara hasil pengamatan dengan model distribusi
yang diharapkan atau yang diperoleh secara teoritis.
Kebenaran hipotesa, diterima atau ditolak.
Hipotesa suatu rancangan awal adalah merupakan perumusan
sementara mengenai sesuatu hal yang dibuat dan untuk
menjelaskan hal itu diperlukan adanya penyelidikan.

Untuk mengadakan pemerikasaan uji tersebut terlebih dulu harus


diadakan plotting data dari hasil pengamatan di kertas probabilitas dan
garis durasi yang sesuai. Plotting data pengamatan dan garis durasi
pada kertas probabilitas tersebut dilakukan dengan tahapan sebagai
berikut :
a) Data curah hujan maksimum harian rerata tiap tahun disusun
dari besar ke kecil,
b) Probabilitas dihitung dengan persamaan Weibull sebagai berikut
:

Rencana Pengelolaan Bendungan Nglangon III-4


100 m
P = (%)
n+1

dimana :
P = Probabilitas (%)
m = nomor urut data dari seri yang telah disusun
n = banyaknya data

Plot data hujan Xi dan probabilitas

Plot persamaan analisis frekuensi yang sesuai.

Dalam hal ini pengujian dilakukan dengan metode Uji Smirnov


Kolmogorov diperoleh dengan memplot data dan probabilitasnya dari
data yang bersangkutan, serta hasil perhitungan empiris dalam bentuk
grafis. Dari kedua hasil pengeplotan, dapat diketahui penyimpangan
terbesar ( maksimum). Penyimpangan tersebut kemudian
dibandingkan dengan penyimpangan kritis yang masih diizinkan (cr),
pada pekerjaan ini digunakan nilai kritis (significant level) = 5%. Nilai
kritis untuk pengujian ini tergantung pada jumlah data dan .

TABEL III.1 : HARGA KRITIS (CR) UNTUK SMIRNOV-


KOLMOGOROV TEST


0.2 0.1 0.05 0.01
n
5 0.45 0.51 0.56 0.67
10 0.32 0.37 0.41 0.49
15 0.27 0.30 0.34 0.40
20 0.23 0.26 0.29 0.36
25 0.21 0.24 0.27 0.32
30 0.19 0.22 0.24 0.29
35 0.18 0.20 0.23 0.27
40 0.17 0.19 0.21 0.25
45 0.16 0.18 0.20 0.24
50 0.15 0.17 0.19 0.23
N > 50 1.07/n0,5 1.22/n0,5 1.36/n0,5 1.63/n0,5

SUMBER : M.M.A. SHAHIN, STATISTICAL ANALYSIS IN


HYDROLOGY VOLUME 2, EDITION 1976

Rencana Pengelolaan Bendungan Nglangon III-5


2. Chi-Square

Dari distribusi (sebaran) Chi-Square, dengan penjabaran seperlunya


dapat diturunkan :

(Ef - Of)
X =
Ef

dimana :

X = Harga Chi-Square

Ef = Frekuensi (banyaknya pengamatan) yang diharapkan,


sesuai dengan pembagian kelasnya

Of = Frekuensi yang terbaca pada kelas yang sama

Derajat kebebasan ini secara umum dapat dihitung sebagai berikut :

DK = K - (P + 1)

dimana :

DK = Derajat kebebasan

K = Banyaknya kelas

P = Banyaknya keterikatan atau sama dengan banyaknya


parameter, yang untuk sebaran Chi-Square adalah sama
dengan dua (2).

Rencana Pengelolaan Bendungan Nglangon III-6


Tabel III.2 : Harga Kritis Chi Square

Dk
n 0.2 0.1 0.05 0.01
1 1.642 2.706 3.841 6.635
2 3.219 4.605 5.991 9.21
3 4.642 6.251 7.815 11.345
4 5.989 7.779 9.448 13.277
5 7.289 9.236 11.07 15.086
6 8.558 10.645 12.592 16.812
7 9.803 12.017 14.067 18.475
8 11.03 13.362 15.507 20.09
9 12.242 14.684 16.919 21.666
10 13.442 15.987 18.307 23.209
11 14.631 17.275 19.675 24.725
12 15.812 18.549 21.026 26.217
13 16.985 19.812 22.362 27.688
14 18.151 21.064 23.685 29.141
15 19.311 22.307 24.996 30.578
16 20.465 23.542 26.296 32.978
17 21.617 24.769 27.587 33.409
18 22.76 25.989 28.869 34.805
19 23.9 27.204 30.114 36.191
20 25.38 24.412 31.41 37.566
21 26.171 29.615 32.671 38.932
22 27.301 30.813 33.924 40.289
23 28.429 32.007 35.172 41.638
24 29.553 33.196 6.415 42.98
25 30.675 34.382 37.652 44.314
26 37.795 35.563 38.885 45.642
27 32.912 36.761 40.113 46.963
28 34.027 37.916 41.337 48.278
29 35.139 39.087 42.557 49.588
30 36.25 40.156 43.773 50.892

c. ANALISA HUJAN RANCANGAN

Curah hujan rancangan adalah curah hujan terbesar tahunan dengan


suatu kemungkinan tertentu, atau hujan dengan suatu kemungkinan
periode ulang tertentu. Metode analisis hujan rancangan tersebut
pemilihannya sangat tergantung dari kesesuaian parameter statistik dari
data yang bersangkutan, atau dipilih berdasarkan pertimbangan teknis-
teknis lainnya.

1. Log Pearson Tipe III

Probability Density Function distribusi ini adalah:

Log Xt = Log x + K.S

log x1
log x i 1

(log x log 1) 2

S1 i 1
n 1

Rencana Pengelolaan Bendungan Nglangon III-7


S1
Cv
log x

n
n. (log x1 log x ) 3
i 1
Cs
( n 1) * ( n 2) * ( S1) 3

Di mana :

K = Faktor frekueksi, sebagai fungsi dari koefesien Skewness (Cs)

Log x = Curah hujan harian maximum rata-rata.

S1 = Standar deviasi.

Cs = Koefesien Skewness

Hasil pengujian dengan grafik probabilitas rencana dan pengamatan untuk jenis
distribusi ini dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Data Hujan dan Hujan Rencana


Distribusi Log Pearson III terhadap Probabilitas
1000

100
y = 495.0e-0.05x
R = 0.961
Probabilitas (%)

10

y = 3086.e-0.09x
R = 0.993

0.1
1 21 41 61 81 101 121
Curah Hujan (mm)

Gambar III.1 : Grafik probabilitas data pengamatan dan distribusi


rencana Log Pearson III

Rencana Pengelolaan Bendungan Nglangon III-8


2. Metode Gumbel

Metode ini sering digunakan untuk menghitung besarnya curah hujan yang
terjadi dalam suatu periode, dari SNI 03-2415-1991rumus yang diberikan
adalah :

Xt = Xa + K.Sx

Dimana :

Xt = besaran curah hujan yang diharapkan terjadi dalam periode ulang (t)
tertentu (mm).

Xa = besarnya curah hujan rata-rata aritmatik pada tahun


pengamatan tertentu (mm).

K = frequensi factor

Sx = standar deviasi

Harga frequensi factor tergantung dari banyaknya data yang dianalisis, dan
tergantung juga pada periode ulang (kala hujan) yang dikehendaki sehingga
dapat dirumuskan sebagai berikut :

Yt Yn
k
Sn

Dimana :

K : frequensi factor

Yt : reduced variate (diperoleh dari tabel hubungan antara Yt dan t)

Yn : reduced mean (diperoleh dari tabel hubungan antara Yn dan n)

Sn : reduced standard deviation (didapat dari tabel hubungan antara Sn


dan n)

n : lamanya tahun pengamatan curah hujan

selanjutnya rumus diatas dapat diganti menjadi :

Yt Yn
Xt Xa xSx
Sn

Dan untuk mendapatkan standar deviasi (Sx) digunakan rumus seperti berikut:

Sx = (Xi-Xa)2
(n-1)

Rencana Pengelolaan Bendungan Nglangon III-9


Dimana :

Sx = standar deviasi

Xi = besarnya curah hujan maksimum 24 jam (curah hujan harian


maksimum)

n = lamanya tahun pengamatan curah hujan

Tabel III.3 : Hubungan Reduksi Variat Rata-rata (Yn) dengan Jumlah Data
(n) (GUMBEL I)

n Yn n Yn n Yn n Yn

10 0.4592 33 0.5388 56 0.5508 79 0.5567

11 0.4996 34 0.5396 57 0.5511 80 0.5569

12 0.5053 35 0.5402 58 0.5518 81 0.5570

13 0.5070 36 0.5410 59 0.5518 82 0.5572

14 0.5100 37 0.5418 60 0.5521 83 0.5574

15 0.5128 38 0.5424 61 0.5524 84 0.5576

16 0.5157 39 0.5430 62 0.5527 85 0.5578

17 0.5181 40 0.5436 63 0.5530 86 0.5580

18 0.5202 41 0.5442 64 0.5533 87 0.5581

19 0.5220 42 0.5448 65 0.5535 88 0.5583

20 0.5236 43 0.5453 66 0.5538 89 0.5585

21 0.5252 44 0.5458 67 0.5540 90 0.5586

22 0.5268 45 0.5463 68 0.5543 91 0.5587

23 0.5283 46 0.5468 69 0.5545 92 0.5589

24 0.5296 47 0.5473 70 0.5548 93 0.5591

25 0.5309 48 0.5477 71 0.5550 94 0.5592

26 0.5320 49 0.5481 72 0.5552 95 0.5593

27 0.5332 50 0.5485 73 0.5555 96 0.5595

28 0.5343 51 0.5489 74 0.5557 97 0.5596

29 0.5353 52 0.5493 75 0.5559 98 0.5598

30 0.5362 53 0.5497 76 0.5561 99 0.5599

31 0.5371 54 0.5501 77 0.5563 100 0.5600

32 0.5380 55 0.5504 78 0.5565

Rencana Pengelolaan Bendungan Nglangon III-10


Tabel III.4 : Hubungan Deviasi Standar (Sn) dengan Jumlah Data (n)
(GUMBEL I)

n Sn n Sn n Sn n Sn

10 0.9496 33 1.1226 56 1.1696 79 1.1930

11 0.9676 34 1.1255 57 1.1708 80 1.1938

12 0.9933 35 1.1285 58 1.1721 81 1.1945

13 0.9971 36 1.1313 59 1.1734 82 1.1953

14 1.0095 37 1.1339 60 1.1747 83 1.1959

15 1.0206 38 1.1363 61 1.1759 84 1.1967

16 1.0316 39 1.1388 62 1.1770 85 1.1973

17 1.0411 40 1.1413 63 1.1782 86 1.1980

18 1.0493 41 1.1436 64 1.1793 87 1.1987

19 1.0565 42 1.1458 65 1.1803 88 1.1994

20 1.0628 43 1.1480 66 1.1814 89 1.2001

21 1.0696 44 1.1499 67 1.1824 90 1.2007

22 1.0754 45 1.1519 68 1.1834 91 1.2013

23 1.0811 46 1.1538 69 1.1844 92 1.2020

24 1.0864 47 1.1557 70 1.1854 93 1.2026

25 1.0915 48 1.1574 71 1.1863 94 1.2032

26 1.1961 49 1.1590 72 1.1873 95 1.2038

27 1.1004 50 1.1607 73 1.1881 96 1.2044

28 1.1047 51 1.1623 74 1.1890 97 1.2049

29 1.1086 52 1.1638 75 1.1898 98 1.2055

30 1.1124 53 1.1658 76 1.1906 99 1.2060

31 1.1159 54 1.1667 77 1.1915 100 1.2065

32 1.1193 55 1.1681 78 1.1923

Hasil pengujian dengan grafik probabilitas rencana dan pengamatan untuk jenis
distribusi ini dapat dilihat pada gambar berikut ini

Rencana Pengelolaan Bendungan Nglangon III-11


Data Hujan dan Hujan Rencana
Distribusi Gumbel terhadap Probabilitas
1000

100

y = 1189.e-0.07x
R = 0.998
Probabilitas (%)

10
y = 495.0e-0.05x
R = 0.961

0.1
1 21 41 61 81 101 121 141
Curah Hujan (mm)

Gambar III.2 : Grafik probabilitas rencana distribusi Gumbel

d. ANALISIS DEBIT BANJIR RANCANGAN

Dalam perencanaan sungai dan Bendungan yang mengambil air dari


sungai, para teknisi yang berkepentingan dengan perencanaan dan
perbaikan sungai tidak dapat mengabaikan hidrologi sebagai alat
penganalisa jumlah air untuk maksud tersebut di atas.

Tujuan utama dari pada analisa hidrologi adalah untuk menentukan


debit banjir rencana yang akan masuk ke Sungai Lusi dengan waktu
ulang tertentu (Q desain).

Pada umumnya banjir rencana (design flood) di Indonesia ditentukan


berdasarkan analisis curah hujan harian maksimum yang tercatat.
Frekuensi debit maksimum jarang diterapkan karena keterbatasan masa
pengamatan.

Untuk menghitung besarnya debit rancangan ada beberapa metode


yang umumnya digunakan dan sesuai dengan SNI, yaitu :
1. Metode Rasional

Rencana Pengelolaan Bendungan Nglangon III-12


2. Metode Haspers
3. Metode Hidrograf Satuan Sintetik Gamma 1
4. Metode Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu
5. Metode Hidrograf Satuan Sintetik Snyder
6. Passing capasity
7. Creager

Adapun metode yang dipergunakan untuk perhitungan debit banjir


Sungai Lusi pada Bendung Ngalangon antara lain :

A. Perhitungan Debit Banjir dengan Metode Haspers

Analisis metode ini pada dasarnya merupakan metode empiris


dengan persamaan umum

Qn =C..q.A

1. Koefisien Aliran (C) dihitung dengan rumus

1 0,012 A 0,7
C =
1 0,075 A 0,7

dengan,

A = luas DAS (km2)

2. Koefisien Reduksi () dihitung dengan rumus

1 t 3,7.10 0,4t A 0,75


1 x
t 2 15 12

dengan,

= koefisien reduksi

t = waktu konsentrasi (jam)

A = luas DAS (km2)

3. Waktu konsentrasi dihitung dengan rumus

t = 0,1 L0,9 i-0, 3

dengan,

t = waktu konsentrasi / lama hujan terpusat (jam)

L = panjang sungai (km)

4. Modul banjir maksimum menurut Haspers dirumuskan

Rencana Pengelolaan Bendungan Nglangon III-13


Rt
q =
3,6 t

Rt = R + Sx.U

dengan,

t = waktu konsentrasi / lama hujan terpusat (jam)

R = curah hujan maksimum rata-rata (mm)

Sx = simpangan baku (standart deviasi)

U = variabel simpangan untuk kala ulang T tahun

Rt = curah hujan dengan kala ulang T tahun (mm)

5. Intensitas Hujan

Untuk t < 2 jam

t . R24
Rt =
t 1 0,0008 260 R24 2 t 2

Untuk 2 < t < 19 jam

t . R24
Rt =
t 1

Untuk 19 jam < t < 30 hari

Rt = 0,707 . R24 t + 1

dengan,

t = waktu konsentrasi / lama hujan terpusat (jam)

R = curah hujan maksimum rata-rata (mm)

Sx = simpangan baku (standart deviasi)

B. Perhitungan Debit Banjir dengan Metode Rasional

Metode perhitungan ini dapat diperkirakan dengan menggunakan


Metode Rasional dengan urutan sebagai berikut :

1. Data Dasar

Data berupa hujan harian maksimum tahunan yang dirata-


ratakan (Rm) dan hari hujan badai (M) yang lebih besar dari
10 mm per hari.

Rencana Pengelolaan Bendungan Nglangon III-14


2. Waktu Konsentrasi (tc)

Waktu yang dibutuhkan oleh limpasan untuk melalui jarak


terjauh di daerah tadah hujan yaitu di suatu titik di hulu
sampai ke titik tinjau paling akhir. Kondisi ini dihitung dengan
menggunakan rumus Kirpich dan Giandotti sebagai berikut:

Rumus Kirpich

L1,156
tc = 0,945
D 0,365

dimana :

tc = waktu konsentrasi (jam)

L = panjang sungai utama (km)

D = perbedaan tinggi lokasi dengan titik tertinggi daerah


tadah hujan (m)

Rumus Giandotti

1
4A 2
L1,156
tc = 1
2
0,8h

dimana :

tc = waktu konsentrasi (jam)

A = luas daerah tadah hujan (ha)

L = panjang sungai utama (km)

h = perbedaan tinggi rata-rata daerah tadah hujan dengan


tinggi lokasi (m)

sehingga Waktu Konsentrasi

tc = (tcKirpich + tcGiandotti)

3. Curah Hujan (R)

Durasi curah hujan diambil sebesar waktu konsentrasi (tc),


untuk waktu curah hujan dengan durasi 5 - 120 menit dengan
kala ulang 2 100 tahun digunakan rumus

RtT = R602 (0,35 lnT + 0,76)(0,54 tc0,25 0,5)

Rencana Pengelolaan Bendungan Nglangon III-15


dengan

RtT = hujan (mm) untuk durasi t menit yang sama dengan


waktu konsentrasi tc untuk kala ulang T tahun.

R602 = hujan untuk durasi 60 menit dengan kala ulang 2


tahun

R602 dihitung dengan rumus Bell yang telah dimodifikasi


Puslitbang Pengairan dan berlaku secara umum untuk
seluruh daerah semi kering di Indonesia.

R602 = 0,17 Rm M0,33

dengan R602 dan Rm dalam mm

M dalam hari

M antara 0 50 R antara 80 115

Sementara untuk menghitung curah hujan dengan durasi atau


tc lebih besar dari 120 menit dengan kala ulang 2 100 tahun
digunakan rumus sebagai berikut :

RtT = R602 (0,35 lnT + 0,76)(0,54 tc0,25 0,5) [0,18(1


120) +1]

4. Intensitas Hujan (iT)

iT = RTtc

dengan :

iT = intensitas hujan (mm/jam)

RT = curah hujan (mm)

tc = waktu konsentrasi (jam)

Rencana Pengelolaan Bendungan Nglangon III-16


5. Koefisien Limpasan (C)

Koefisien Limpasan dalam metode ini diperoleh dengan


memperhatikan faktor iklim dan fisiografi yaitu dengan
menjumlahkan beberapa koefisien C sebagai berikut.

C = Ci + Ct + Cp + Cs + Cc

dengan :

Ci = komponen C oleh intensitas hujan yang bervariasi


Ct = komponen C oleh kondisi topografi
Cp = komponen C oleh tampungan permukaan
Cs = komponen C oleh infiltrasi
Cc = komponen C oleh penutup lahan

Tabel III.5 : Harga Komponen C oleh Faktor Intensitas Hujan

Intensitas Hujan (mm/jam) Ci

< 25 0,05

25 50 0,15

50 75 0,25

> 75 0,30

Tabel III.6 : Harga Komponen Ct oleh Faktor Topografi

Kemiringan Ct
Kondisi Topografi
(m/km)

Curam dan tidak rata 200 0,1

Berbukit-bukit 100 200 0,05

Landai 50 100 0,05

Hampir datar 0 - 50 0,00

Rencana Pengelolaan Bendungan Nglangon III-17


Tabel III.7 : Harga Komponen Cp oleh Faktor Tampungan

Kondisi Tampungan Permukaan Cp

Daerah pengaliran, sedikit depresi 0,1


permukaan

Daerah pengaliran dengan sistem 0,05


teratur

Tampungan dan aliran permukaan 0,05


berarti ada kolam berkontur

Sungai berkelok-kelok dengan usaha


0,00
pelestarian hutan

Tabel III.8 : Harga Komponen Cs oleh Faktor Infiltrasi

K(cm/de
Kemampuan Infiltrasi Tanah Cs
t)

Infiltrasi besar (tidak ada penutup < 10-5 0,25


lahan) 10-5
Infiltrasi lambat (lempung) 10-6 0,20
Infiltrasi sedang (loam) 10-3 0,10
Infiltrasi cepat (pasir, tanah agregat 10 -4
0,05
baik) 10 -3

Tabel III.9 : Harga Komponen Cc oleh Faktor Penutup


Lahan

Tumbuhan Penutup pada Daerah Cc


Pengaliran

Tidak terdapat tanaman yang efektif 0,25

Ada padang rumput yang baik 10% 0,20

Ada padang rumput yang baik 50% ditanami 0,10


atau banyak pohon

Ada padang rumput yang baik 90% hutan 0,05

Rencana Pengelolaan Bendungan Nglangon III-18


6. Debit Puncak Banjir (QT)

C iT A
QT =
3,6

dengan :

QT = debit puncak banjir untuk periode ulang T tahun


(m3/det)

C = koefisien run off total

iT = besar hujan untuk periode ulang T tahun (mm/jam)

A = luas daerah tadah hujan (km2)

C. Perhitungan Debit Banjir dengan Metode Nakayasu

Bentuk unit hidrograf secara umum ditentukan oleh curah hujan


dalam waktu tertentu (unit duration atau standart duration), maka
perlu diperhatikan bagaimana curah hujan harian dapat dipecah-
pecahkan menjadi sejumlah komponen curah hujan yang sesuai
dengan unit duration atau standart duration yang ditentukan
dalam teori yang dipakai.

R 24
R0 =
t
2
5 3
Rt = R0
T

dengan,

R0 = hujan rata-rata setiap jam (mm/jam)

Rt = intensitas hujan dalam T jam(mm/jam)

R24 = hujan harian efektif (mm)

T = waktu dari mulai hujan (jam)

t = waktu konsetrasi hujan (jam)

Parameter unit hidrograf yang dimaksud di atas adalah angka-


angka tertentu yang menentukan bentuk hidrograf.

Rencana Pengelolaan Bendungan Nglangon III-19


Tg = time lag, yaitu waktu antara titik berat hujan dan titik
berat hidrograf

Tp = peak time, yaitu waktu antara saat mulainya hidrograf


dan saat debit maksimum

Tb = time base dari hidrograf

tr

0,8 tr

Lengkung Naik Lengkung Turun

Qp

0,3 Qp
0,3 2 Qp

Tp T0,3 15 T0,3

Gambar III.3 : Hidrograf Satuan Metode Nakayasu

Prosedur perhitungan Hidrograf Satuan Metode Nakayasu adalah


sebagai berikut.

1. Parameter Unit Hidrograf

Tp = Tg + 0,8 tr

Tg = 0,40 + 0,058 L untuk L > 15 km

Tg = 0,21 L0,70 untuk L < 15 km

dengan,

Tp = peak time (jam)

Tg = time lag yaitu waktu terjadinya hujan sampai


terjadinya debit puncak (jam)

Rencana Pengelolaan Bendungan Nglangon III-20


tr = satuan waktu curah hujan (jam)

L = panjang sungai

2. Debit Puncak Banjir

1 1
Qp = AR0
36 0,3Tp T0,3
dengan,

A= luas daerah pengaliran (km2)

R0 = curah hujan spesifik (mm)

T0,3 = Tg

= koefisien antara 1,5 3,5

nilai dapat dihitung dengan pendekatan

1
= 0,47 (A.L)0,25
Tg

3. Perhitungan Unit Hidrograf

2,4
t
Lengkung Naik = Qp
Tp

t Tp

= Qp 0,3 0,3
T
Lengkung Turun 1

t Tp 0,5 T0,3

Lengkung Turun 2
= Qp 0,3
1,5 T0,3


t Tp 0,5 T0,3

Lengkung Turun 3
= Qp 0,3
2 T0,3

D. Hidrograf Satuan Sintetik SNYDER

Metode ini dikembangan oleh F. SNYDER dari Amerika Serikat


pada tahun 1938. Rumus ini pada prinsipnya menghubungkan
unsur-unsur hidrograf satuan dengan karakteristik daerah

Rencana Pengelolaan Bendungan Nglangon III-21


pengairan. Hidrograf satuan tersebut ditentukan secara cukup baik
dengan tinggi d = 1cm, dan dengan ketiga unsur yang lain, yaitu
Qp (m3/dt), Tb serta tr (jam) .

tr t
Q

Qp
tp
Tb

Unsur-unsur hidrograf tersebut dihubungkan dengan :

A = luas daerah pengairan (km2)

L = panjang aliran utama (km)

Lc = jarak antara titik berat daerah pengaliran dengan pelepasan


(outlet) yang diukur sepanjang aliran utama.

Dengan unsur-unsur tersebut diatas Snyder membuat rumus


rumusnya seperti berikut :

tp C t ( L . L c ) 0 , 3

tp
te ; tr 1 jam
5,5

cp. A
Qp 2.78
tp

Tb 72 3tp

bila :

te tr tp tp 0 ,25( te tr )

Rencana Pengelolaan Bendungan Nglangon III-22


Tp tp 0 ,5tr

te tr Tp tp 0,5tr

dimana Ct dan Ct besarnya berubah-ubah tergantung daerahnya;


besar Ct = 0,75 - 3100 dan Ct = 0,9 -1,4

Lengkung hidrograf ditentukan dengan persamaan Alexeyev

Qp .Tp
h 1mm
h. A

1.32 2 0,15 0,045

(i x ) 2
y 10
x

Q = y . Qp. (untuk hidrograf tanpa dimensi dari SCS)

Data perhitungan Snyder antara lain :

3.4.2 ANALISIS DEBIT ANDALAN

Perhitungan debit andalan dilakukan untuk mengetahui ketersediaan air


pada suatu daerah dalam memenuhi kebutuhan yang direncanakan dengan hasil
perhitungan yang mendekati sebenarnya. Digunakan untuk masukan simulasi operasi
Bendungan dalam pemanfaatan air. Salah satu metode yang digunakan adalah dari
pencatatan intake dan limpasan kemudian diurutkan berdasarkan bulan (Basic
Mounth) dari debit (Q80%) yang terpenuhi 80% atau kemungkinan 1 kali kering
dalam 5 tahun. Adapun debit andalan 80% dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
A. Analisis Klimatologi

Evapotranspirasi

Analisis mengenai evaporasi diperlukan untuk menentukan


besarnya evapotranspirasi tanaman yang dipakai dalam
menghitung kebutuhan air irigasi. Perhitungan ET 0 dilakukan
dengan metode Penman modifikasi. Metode ini lebih dapat
dipercaya karena dalam perhitungannya selain membutuhkan
data-data iklim yang benar-benar terjadi disuatu tempat (data

Rencana Pengelolaan Bendungan Nglangon III-23


terukur), juga memasukkan faktor-faktor energi. Data-data
terukur tersebut meliputi :
1) t, temperatur/suhu bulanan rerata (C)
2) RH, kelembaban relatif bulanan rerata (%)
3) n/N, kecerahan matahari bulanan rerata (%)
4) U, kecepatan angin bulanan rerata (m/det)
5) LL, letak lintang daerah yang ditinjau
6) C, angka koreksi Penman

Persamaan-persamaan empiris dalam perhitungan evaporasi


potensial metode Penman modifikasi ini adalah sebagai berikut :

ET0 = C W Rn 1 W f u ea ed
dalam hal ini,

ET0 = Evaporasi potensial (mm/hari)

C = Suatu faktor penyesuaian dari kondisi siang dan malam


(angka koreksi).

W = Faktor yang tergantung pada temperatur rata-rata


(suhu) dan ketinggian tempat (elevasi).

Rn = Jumlah radiasi netto (mm/hari)

= 0,75 . Rs Rn1

Rs = Jumlah radiasi gelombang pendek yang sampai

kepermukaan bumi (mm/hari) = 0,25 0,54 n Ra


N

Ra = Radiasi gelombang pendek yang memenuhi batas luar


atmosfir bumi (angka angot), dalam (mm/hari).

n = Rata-rata lamanya matahari sebenarnya (mm/hari)

N = lamanya cahaya matahari yang dimungkinkan secara


maksimum (mm/hari)

Rn1 = Radiasi gelombang panjang netto (mm/hari)

= f(t) . f(ed) . f(n/N)

f(t) = fungsi suhu dari tabel hubungan antara suhu (t)


dengan nilai f(t).

Rencana Pengelolaan Bendungan Nglangon III-24


f(ed) = fungsi tekanan uap


= 0,34 0,044 ed
f(n/N) = fungsi kecerahan matahari = 0,1 0,9 n


N

f(u) = fungsi kecepatan angin rata-rata siang hari di


ketinggian 2 meter (m/detik) = 0,27 . (1+0,864 . U)

U = kecepatan angin rerata (m/detik)

eaed = defisit tekanan uap jenuh dengan tekanan uap


sebenarnya pada suhu udara rata-rata (mbar)

ed = ea RH

ea = tekanan uap sebenarnya.

RH = Kelembaban relatif (%)

3.4.3 SIMULASI DAN OPTIMASI NERACA AIR DALAM SETAHUN

A. Rencana Pemanfaatan Bendungan


B. Kebutuhan Air Tanaman

Angka kebutuhan air irigasi adalah jumlah air yang dibutuhkan oleh
tanaman untuk tumbuh secara normal. Untuk tumbuh secara normal tersebut
menyangkut kebutuhan untuk pembasahan tanah, pengolahan tanah, pertumbuhan
tanaman dan pematangan butir. Disamping dipengaruhi pula oleh jenis tanaman,
periode pertumbuhan, sifat tanah, keadaan iklim dan keadaan topografi.

Maksud dan tujuan dari perhitungan angka kebutuhan air untuk irigasi
adalah :
- Menentukan pola tanam, rencana tanam dan intensitas tanam.
- Menentukan dimensi saluran pembawa dan bangunan
pengambilannya.

Sedangkan kebutuhan air untuk irigasi tergantung pada besarnya


kebutuhan air untuk pengolahan tanah dan penjenuhan, nilai consumtive use
(kebutuhan masa pertumbuhan), perkolasi, genangan hujan effective dan besarnya
kehilangan air selama penyaluran (effisiensi irigasi). Untuk tanaman palawija masih

Rencana Pengelolaan Bendungan Nglangon III-25


harus tergantung dari faktor Bendungan hujan yang tergantung dari jenis tanamannya
dan dalamnya akar.

Secara garis besar kebutuhan air irigasi ditentukan oleh faktor-faktor


sebagai berikut :
1. Penyiapan Lahan.
2. Penggunaan consumtive.
3. Perkolasi.
4. Penggantian lapisan air (untuk padi)
5. Curah hujan effective.
6. Effisiensi Irigasi.

a. Kebutuhan Air Untuk Penyiapan Lahan.

Besarnya kebutuhan air untuk pengolahan tanah tergantung


dari besar penjenuhan tanah, lama pengolahan tanah,
evaporasi dan perkolasi.

Menurut PSA 010, kebutuhan air untuk penjenuhan tanah


sebagai berikut :
1. Penyiapan Lahan untuk Tanaman Padi
Lamanya waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan
penyiapan lahan. Dalam perhitungan ini adalah 30 hari.
Jumlah air yang diperlukan untuk penyiapan lahan dan
penjenuhan dalam perhitungan ini adalah 250 mm
untuk sawah yang mengalami bero lebih dari 2,5 bulan
dan 200 mm untuk sawah tanpa bero. Dan tambahan
air sebanyak 50 mm/hari untuk masa transplantasi.

2. Penyiapan Lahan untuk Tanaman Palawija


Lamanya waktu penyiapan lahan adalah 15 hari, baik
untuk tanaman tembakau, tebu, jagung maupun
kedelai.
Jumlah air yang diperlukan untuk penyiapan lahan dan
penjenuhan adalah sebagai berikut :

> Jagung dan Kedelai = 50 mm/15 hari

> Tebu = 120 mm/15 hari

Rencana Pengelolaan Bendungan Nglangon III-26


Rumus kebutuhan air untuk pengolahan lahan sebagai
berikut :

M . ek M.T
Lp = dan k =
k
e 1 S

dimana :

Lp : Satuan kebutuhan air untuk pengolahan tanah,


(mm/hari).

M : Kebutuhan tertinggi, Evaporasi + Perkolasi (Eo +


P), (mm/hari).

T : Lama waktu pengolahan tanah, dari pengaliran


pertama sampai dengan menanam (hari).

S : Jumlah kebutuhan air untuk penjenuhan tanah


dan penyetabilan lapisan air (mm).

e : Bilangan logaritma alam = 2,71.

b. Kebutuhan Air Untuk Pertumbuhan (Nilai Consumtive


Use).

Kebutuhan air untuk tanaman berbeda-beda tergantung dari


jenis dan varitas tanaman, periode pertumbuhan, disamping
faktor-faktor jenis dan sifat tanah, iklim, topografi dan luas
areal tanaman.

Untuk menghitung nilai consumtive use dipakai methode


Penman dengan pendekatan NEDECO / PROSIDA dan FAO.
Jadi nilai Consumtive Use (Evapotranspirasi) dihitung dengan
mempertimbangkan faktor-faktor meteorologi sebagai berikut
:
a. Data Temperatur rata-rata ( C )
b. Data Kelembaban relatif rata-rata (%)
c. Data Kecepatan angin

Data kecepatan angin yang ada adalah kecepatan angin


dalam knots dan bertiup 0,50 m di atas tanah. Sedangkan

Rencana Pengelolaan Bendungan Nglangon III-27


yang dibutuhkan adalah dalam m/dt dan bertiup + 2,00 m
di atas tanah. Untuk itu dapat diubah dengan ketentuan
sebagai berikut : 1 knots = 0,515 m/dt dan dikalikan
dengan 1,22 (angka konversi untuk ketinggian dari 0,50 m
ke 2,00 m).
d. Data Lamanya penyinaran matahari
e. Data Letak lintang dari lokasi (utara atau selatan)

Dengan perhitungan methode modifikasi Penman, maka


harga Evapotranspirasi (Eo) dapat ditentukan. Sedangkan
untuk memperoleh nilai Consumtive Use, nilai
Evapotranspirasi tersebut dikalikan dengan koefisien
tanaman yang dipakai. Berdasar KP.01, Nilai Koefisien
Tanaman dapat dilihat pada dibawah ini.

Tabel III.10 : Koefisien Tanaman Padi

Nedeco / Prosida F.A.O


Bula
Tradisiona Tradisiona
n HYV HYV
l l

0,5 1,20 1,20 1,10 1,10

1,0 1,20 1,27 1,10 1,10

1,5 1,32 1,33 1,10 1,05

2,0 1,40 1,30 1,10 1,05

2,5 1,35 1,15 1,05 0,95

3,0 1,24 0,00 1,05 0,00

3,5 1,12 0,95

4,0 0,00 0,00

Sumber: Buku Kriteria Perencanaan Irigasi (KP) 01

Rencana Pengelolaan Bendungan Nglangon III-28


Tabel III.11 : Koefisien Tanaman Palawija Metode F A O

Jenis bulanan ke

tanaman 1 2 3 4 5 6

Jagung 0,50 0,59 0,96 1,05 1,02 0,95

Sumber: Buku Kriteria Perencanaan Irigasi (KP) 01

Koefisien Tanaman Padi yang umum digunakan adalah


rumus Penman yang dimodifikasi. Ada 2 (dua) metode yang
dapat dipergunakan yaitu :
1. Metode Nedeco / Prosida yang diterbitkan oleh
Direktorat Jenderal Pengairan, Bina Program PSA 010,
1985.
2. Metode FAO terbitan FAO, Crop Water Requirements,
1975.

Nilai Koefisien Tanaman padi yang digunakan untuk


menghitung analisa kebutuhan air D.I. Glangon adalah
metode Nedeco/Prosida yang bersumber dari Dirjen
Pengairan, Bina Program PSA 010, 1985.

c. Perkolasi.

Yang dimaksud dengan Perkolasi adalah kehilangan air dalam


petak sawah baik yang meresap ke bawah maupun ke
samping. Besarnya perkolasi dipengaruhi oleh sifat-sifat tanah
terutama sifat fisik tanah baik tekstur maupun struktur tanah.
Dari pedoman PSA-10 direkomendasikan nilai perkolasi seperti
pada Tabel dibawah ini.

Tabel III.12 : Nilai Perkolasi

Perkolasi
Tekstur / Struktur Tanah
(mm/hari)

Tanah datar 1

Lahan dengan i 75 % 2,5

Tanah bertekstur berat (lempung) 12

Tanah bertekstur sedang (lempung 23

Rencana Pengelolaan Bendungan Nglangon III-29


Perkolasi
Tekstur / Struktur Tanah
(mm/hari)
kepasiran)

Tanah bertekstur ringan (kepasiran) 36

d. Hujan Effective

Dari masing-masing data curah hujan tersebut di atas dicari


hujan 1/5 kering dengan rumus :

Xt = X + R (n-1)

Dimana :

Xt = Hujan 1/5 kering

X= Curah hujan rata-rata bulanan (mm)

R= Faktor frekwensi, (untuk 20% kering = - 0,842)

(n-1) = Standart deviasi

Curah hujan effective untuk tanaman padi di dapat dengan


pedoman PSA.010, untuk pengambilan dari bendung atau
intake direkomendasikan sebagai berikut :
70 % dari hujan bulanan dengan 20 % kering, selama 30
hari. Terbagi dalam 15 hari pertama sebesar 70 % dan 15
hari kedua sebesar 70 %.
40 % dari hujan bulanan dengan 20 % kering, selama
masa pertumbuhan dengan 40 % pada saat pertumbuhan
terakhir (masa panen).

Untuk mengetahui curah hujan effektif untuk tanaman


palawija maka data hujan yang dibutuhkan adalah curah hujan
rata-rata bulanan serta ET Crop. Dengan menggunakan tabel
A.27 pada KP.01 maka curah hujan effektif untuk palawija
dapat dicari.

Faktor hujan untuk suatu daerah irigasi besarnya tergantung


selain hujan setengah bulan 20 % kering, juga sistem irigasi
dan pola tanam serta tata tanam daerah irigasi yang
bersangkutan. Faktor hujan untuk tanaman padi dapat dilihat
pada tabel dibawah ini.

Rencana Pengelolaan Bendungan Nglangon III-30


Tabel III.13 : Koefisien Curah Hujan Effektif Untuk Tanaman
Padi

Bulan
1 Gol 2 Gol 3 Gol 4 Gol 5 Gol 6 Gol
ke

0,5 0,70 0,18 0,12 0,09 0,07 0,06

1 0,70 0,53 0,35 0,26 0,21 0,18

1,5 0,40 0,55 0,48 0,36 0,29 0,21

2 0,40 0,40 0,50 0,46 0,37 0,31

2,5 0,40 0,40 0,40 0,48 0,45 0,37

3 0,40 0,40 0,40 0,40 0,46 0,44

3,5 0,40 0,40 0,40 0,40 0,40 0,45

4 0,40 0,20 0,27 0,30 0,32 0,33

4,5 0,13 0,20 0,21 0,27

5 0,10 0,16 0,20

5,5 0,08 0,13

6 0,07

e. Penggantian Lapisan Air .

Penggantian air ini diperlukan untuk pemberian pupuk yang


terjadi pengurangan air pada petak sawah sebelum pemberian
pupuk. Besarnya 50 mm selama bulan pada bulan ke-1 dan
ke-2.

f. Effisiensi Irigasi.

Besarnya kehilangan air pada jaringan irigasi diperkirakan


sebagai berikut :
Jika debit air pada jaringan tersier adalah Q3 l/dt, maka
kehilangan air pada jaringan tersier = 15 % x Q3.

Rencana Pengelolaan Bendungan Nglangon III-31


Jika debit air yang melalui sadap primer adalah Q2 lt/dt,
maka kehilangan air pada jaringan sekunder = 10 % x
Q2.
Jika debit air yang melalui intake bendung adalah Q1 l/dt,
maka kehilangan air pada jaringan primer = 5 % x Q1.

Hal ini berarti debit rencana yang diperlukan untuk masing-


masing jaringan sebesar :
Jaringan Tersier (C) = 1,15 x (B)
Jaringan Sekunder (D) = 1,10 x (C)
Jaringan Primer (E) = 1,05 x (D)

Dimana :

(B) = Kebutuhan air dari tanaman (l/dt).

= 0,116 x (A) l/dt.

(A) = Kebutuhan air tanaman dengan satuan mm/hari.

Dari hasil perhitungan diperoleh angka kebutuhan air Daerah


Irigasi Dumpil dapat dilihat pada Tabel dibawah ini.
C. Volume Bendungan

Untuk menentukan atau memilih kapasitas tampung desain suatu


tampungan (Vd) harus membandingkan ketiga hal, yaitu :
1. Volume tampungan yang diperlukan (Vn)
2. Volume air yang tersedia (potensial) selama musim hujan (Vh),
yang merupakan jumlah air maksimum yang dapat mengisi kolam
Bendungan
3. Daya tampung (potensi) topografi untuk menampung air (Vp),
yaitu volume maksimum kolam Bendungan yang terbentuk karena
dibangunnya suatu Bendungan.

D. Simulasi Pemanfaatan Air

Simulasi dilakukan dengan kondisi kebutuhan luas lahan yang dapat terairi,
dengan maksud untuk memastikan bahwa kapasitas Bendungan yang
direncanakan dapat mencukupi volume tampungan yang diperlukan.

Rencana Pengelolaan Bendungan Nglangon III-32


Beberapa ketentuan yang digunakan dalam analisis ini adalah sebagai
berikut :
1. Luas lahan irigasi yang diperhitungkan
2. Inflow yang digunakan adalah air hujan efektif yang langsung
jatuh di atas permukaan tampungan.
3. Tampungan Efektif (m3).
4. Debit kebutuhan mencakup kebutuhan air tanaman padi dan
palawija.
5. Penguapan.

Untuk menghitung Bendungan efektif yang paling optimum


berdasarkan ketersediaan air, kebutuhan air tanaman dan penguapan.

Simulasi pemanfaatan air pada tampungan merupakan fungsi dari


inflow, outflow dan tampungan, dengan persamaan sebagai berikut :

I-O = ds/dt

atau secara rinci adalah :

Vt = Vt-1 + It - Ot - Ost

dengan :

I = Inflow setiap satuan waktu, m3

O = Outflow setiap satuan waktu, m3

ds/dt = Perubahan tampungan setiap satuan waktu, m3

Vt = Bendungan pada periode t

Vt-1 = Bendungan pada periode t-1

It = Inflow embung pada periode t

Ot = Total kebutuhan air

Ost = Outflow dari pelimpah

Inflow adalah aliran Sungai Lusi yang masuk ke tampungan. Outflow


terdiri dari, lepasan Bendungan untuk irigasi. Besarnya lepasan
tampungan untuk irigasi ditentukan berdasarkan perhitungan di
analisa irigasi. Selain itu limpasan air dari pelimpah dan penguapan
dari permukaan tampungan juga diperhitungkan sebagai outflow.
Perubahan Bendungan adalah besarnya perubahan volume tampungan

Rencana Pengelolaan Bendungan Nglangon III-33


yang mengacu pada lengkung kapasitas tampungan yang
bersangkutan.

Simulasi Bendungan dilakukan untuk seluruh seri data (time series)


untuk inflow maupun outflownya. Dalam proses simulasi ini besarnya
kebutuhan air irigasi sebagai nilai konstan, kemudian dilakukan coba-
coba besarnya tampungan efektif dan luasan sawah yang akan
dilayani. Coba-coba nilai-nilai tersebut dilakukan sampai mendapatkan
nilai :
1. Release tampungan dibandingkan dengan inflow mempunyai nilai
mendekati 1
2. Spill tampungan dibandingkan dengan inflow mempunyai nilai
mendekati 0
3. Tampungan awal sama dengan tampungan akhir
4. Tiap tahun diusahakan ada limpasan dari pelimpah, atau
mempunyai peluang melimpas minimal 2,5%
5. Faktor kegagalan pelayanan air maksimal 5%

E. SEDIMENTASI

Terjadinya muatan sedimen diawali dengan pelepasan partikel tunggal dari


massa tanah dan selanjutnya pengangkutan oleh media yang erosif seperti
aliran air dan angin. Partikel-partikel tanah yang sudah hancur tersebut
selanjutnya dibawa oleh aliran permukaan kedalam saluran hingga menuju
alur sungai. Aliran permukaan dalam perjalanannya menuju saluran juga
akan mengikis permukaan tanah. Sesampainya di sungai, partikel-partikel
tanah tersebut bergerak di dalam aliran menuju muara sungai berupa waduk,
danau atau laut. Pada kondisi dimana energi yang tersedia tidak lagi cukup
untuk mengangkut partikel, maka akan terjadi pengendapan baik pada
permukaan tanah, alur saluran dan sungai maupun muara.

Partikel-partikel tanah yang selanjutnya disebut sebagai muatan sedimen


ini kemudian masuk ke dalam waduk, baik berupa muatan suspensi
(suspended load) maupun muatan dasar (bed load). Berat ringannya erosi
tergantung pada kuantitas suplai material yang terlepas dan kapasitas media
pengangkut. Jika media pengangkut mempunyai kapasitas lebih besar dari
pada suplai material yang terlepas, proses erosi dibatasi oleh pelepasan (
detachment limited ). Sebaliknya jika kuantitas suplai material melebihi

Rencana Pengelolaan Bendungan Nglangon III-34


kapasitas, proses erosi dibatasi oleh kapasitas ( capasity limited ) (Suripin,
2000). Bila air sungai yang mengandung sedimen mencapai suatu waduk,
maka kecepatan dan turbulensinya akan jauh berkurang. Sedimen dasar akan
mengendap sebagai suatu delta di bagian hulu waduk. Sedangkan sedimen
suspensi dapat terbawa sampai bendungan dan akhirnya akan mengendap
tersebar hampir di seluruh dasar waduk. Sebagian sedimen suspensi yang lain
akan melewati bendungan bersama dengan air melalui alur pembuangan,
turbin atau pelimpah banjir ( spill way).

Semua waduk baik buatan maupun alamiah yang menampung air dari satu
atau beberapa daerah aliran sungai yang masuk ke dalamnya, mempunyai
masalah sedimentasi. Proses sedimentasi di waduk berlangsung secara terus-
menerus sampai batas waktu tertentu.

Endapan sedimen di dalam waduk tidak hanya akan mengurangi


kapasitasnya, tetapi juga dapat mempengaruhi stabilitas bendungan dan
pengoperasian bangunan di bawah bendungan seperti pintu pengambilan dan
pintu pembilas. Akibat yang ditimbulkan akan berdampak pada fungsi waduk,
terutama menyangkut kualitas air, dan kepentingan rekreasi. Oleh karena itu
masalah sedimentasi perlu diperhitungkan dengan cermat dalam hal
perencanaan, desain, operasional serta pemeliharaan waduk.

1. Metoda Sedimentologi

A. SEDIMEN LAYANG (SUSPENDED LOAD )

Sedimen ini bergerak melayang di atas dasar saluran. Berat butir secara
terus menerus dikompensasi oleh gerak turbulen aliran atau oleh aksi difusi
dan aliran turbulen. Dengan data AWLR atau debit aliran sungai harian, maka
debit sedimen rata-rata dalam jangka waktu tertentu yang masuk ke dalam
waduk dapat dihitung dengan salah satu pendekatan berikut ini (Yulien, P.Y.
1995) :

1) Bila data pengambilan sampel kurang dari jangka waktu perhitungan


sedimen inflow maka debit sedimen harian dapat dihitung berdasarkan
korelasinya dengan debit aliran dan konsentrasi sedimen.

Karena itu untuk mendapatkan debit sedimen diperlukan debit air dan
konsentrasi sedimen yang dikandungnya pada debit tersebut di lokasi
pos duga air. Dengan bantuan lengkung aliran (discharge rating

Rencana Pengelolaan Bendungan Nglangon III-35


curve), debit air dapat diketahui dengan cara mengukur tinggi muka
air. Konsentrasi sedimen diperoleh dengan mengambil beberapa
sampel sedimen . Dengan anggapan partikel-partikel sedimen layang
diangkut dengan kecepatan sama dengan kecepatan sedimen, debit
sedimen dapat dinyatakan sebagai hasil perkalian antara debit aliran
dengan konsentrasi sedimen. Sehingga debit sedimen harian
dinyatakan dengan persamaan :

Qs = k x c x Qw

Dimana :

k = 0,0864
c = konsentrasi sedimen ( mg/l )
Qw = debit air ( m3/detik )
Qs = debit sedimen ( ton/hari )

Dengan power regression untuk harga logaritma debit air (log Qw) dan
logaritma debit sedimen (log Qs) diperoleh persamaan :

Log Qs = log a + b log Qw

atau

Qs = a Qw b

Dimana :

Qw = debit aliran (m3/dt)

Qs = debit sedimen (ton/hari)

a dan b adalah konstanta yang diperoleh dari persamaan


regresi.

Koefisien korelasi ( r ) menunjukkan kekuatan hubungan antara kedua


besaran tersebut. Koefisien korelasi antara variabel bebas (x) dan
variabel bergantung (y) didefinisikan sebagai rasio antara kovariansi
sampel dengan variansi masing-masing variabel bebas (x) dan variabel
bergantung (y) dan dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan
(Suryadi P.A. 1980) :

Rencana Pengelolaan Bendungan Nglangon III-36


n

S xy (x i x )( y i y)
r ( x , y) 1
.......... (2.10)
SxSy n n

(x
1
i x ) . ( y i y)
2

1
2

n xy ( x )( y)
r ( x , y)
[n x 2 ( x ) 2 ].[n y 2 ( y) 2 ]
.......... (2.11)

x variabel bebas rata - rata


y variabel bergantung rata - rata
x variabel bebas
y variabel bergantung
xi variabel x ke i
y i variabel y ke i
n jumlah data
r koefisien korelasi antara variabel x dan y
Dimana :

Dengan bentuk formula yang sama koefisien korelasi antara log Qw


dan log Qs dapat diperoleh dengan rumus :

n(logQw)(LogQs) ((logQw))((logQs))
r(logQw, logQs)
[n(logQs)2 ((logQw))2 ].[n(logQs)2 ((logQs))2 ]

Bila harga r(log Qw, log Qs) mendekati + 1 berarti korelasi antara log
Qw dan log Qs mendekati sempurna, tetapi sebaliknya bila harga r
sangat jauh dari nilai + 1, hubungan antara kedua variabel tersebut
sangat lemah.. Bila harga r positip dikatakan korelasi naik
(meningkat), bila r negatip dikatakan korelasi turun (berkebalikan) dan
bila harga r mendekati nol berarti hampir tidak ada korelasi diantara
kedua variabel tersebut.

Dengan debit sedimen harian rata-rata ini dapat dihitung inflow


sedimen waduk rata-rata tahunan.

Rencana Pengelolaan Bendungan Nglangon III-37


2) Menggunakan grafik sediment rating curve (lengkung debit sedimen)
dan grafik flow-duration curve (lengkung waktu aliran). Pada
umumnya metoda ini paling sesuai bila pencatatan data cukup
panjang, cukup data untuk debit aliran yang besar dan lengkung debit
sedimen dari data terlihat cukup menyebar. Debit sedimen tahunan
dapat dinyatakan dengan rumus :

Qs = 31,56 x c x Qw

dimana :

c= konsentrasi sedimen ( mg/l )

Qw = debit aliran ( m3/detik )

Qs = debit sedimen ( ton/tahun )

Selanjutnya dibuat grafik sediment rating cuerve (lengkung debit


sedimen) dan grafik flow-duration curve (lengkung waktu aliran)
dengan langkah-langkah berikut ini :

1) Plotkan pengukuran sedimen layang (suspended load) terhadap


debit air dari hasil pengamatan sungai pada kertas logaritma.
Jika hasil dari plot titik-titik ini terlalu menyebar, untuk
mendapatkan lengkung debit sedimen tunggal maka data
seharusnya dikelompokkan menurut tipe aliran permukaan
seperti aliran yang berdasarkan musim.

2) Buat flow-duration curve (lengkung waktu aliran) selama periode


waktu tertentu berdasarkan sediment rating cuerve (lengkung
debit sedimen) yang menggunakan data pencatatan arus sungai.

3) Buatlah tabel yang memuat interval waktu yang terlampaui


(kolom 1), interval tengah (kolom 2) dan interval waktu (kolom
3) .

4) Masukkan harga debit aliran Qw (kolom 4) dan debit sedimen Qs


(kolom 5) dengan menggunakan grafik flow-duration curve
(lengkung waktu aliran) dan grafik sediment rating cuerve
(lengkung debit sedimen) sesuai harga interval tengah (kolom 2)

5) Hitung total debit aliran (kolom 6) dengan cara mengalikan


kolom 3 dengan kolom 4 dan total debit sedimen (kolom 7)
dengan cara mengalikan kolom 3 dengan kolom 5

Rencana Pengelolaan Bendungan Nglangon III-38


6) Hitung debit rata-rata (m3/dt) dengan menjumlahkan kolom 6
dan debit sedimen tahunan rata-rata (ton/tahun) dengan
menjumlahkan kolom 7.

7) Untuk mendapatkan debit aliran tahunan rata-rata (m3/tahun),


debit rata-rata dikalikan dengan 31.557.600 detik.

8) Tambahkan sedimen dasar (bed load) dari hitungan yang


menggunakan tabel Borland & Maddock atau rumus sedimen
dasar yang lain.

2. Sedimen Dasar (bed load)

Sedimen ini bergerak di dasar saluran dengan cara menggelinding (rolling),


menggeser (sliding) dan meloncat (jumping). Pengukuran sedimen dasar
(bed load) secara langsung sangat sulit dilakukan karena tidak ada prosedur
yang standar. Di samping itu usaha-usaha penelitian yang intensif dalam
masalah ini sangat kurang. Pengukuran sedimen dasar (bed load) biasanya
dilakukan dengan pengambilan sampel dengan alat penangkap sedimen. Bila
pengukuran sedimen dasar (bed load) tidak dilakukan, besarnya sedimen
tersebut dapat diperkirakan dengan menggunakan tabel Borland dan
Maddock (1951) yang tergantung pada konsentrasi dan gradasi butiran
sedimen layang (suspended load) berupa clay, silt dan pasir.

Tabel III.14 : Prosentase sedimen dasar menurut Borland dan


Maddock

Prosentase
Konsentrasi Jenis Bahan Bahan Asal
Sed. Dasar
Sed. Layang Sed. Dasar Sed. Layang Terhadap

Sed. Layang

Sama dengan
Kecil Pasir 50%
bahan bed load
1000 ppm ke
Clay, silt dengan
bawah Kerikil dan batu 5%
sedikit pasir

Sama dengan
Sedang Pasir 10 20 %
bahan bed load

Rencana Pengelolaan Bendungan Nglangon III-39


Clay, silt, 25 %
1000 - 7500 ppm Kerikil dan batu 5 10 %
pasir atau kurang

Sama dengan
Besar Pasir 10 20 %
bahan bed load
7500 ppm ke
Clay, silt, 25 %
atas Kerikil dan batu 28%
pasir atau kurang

3. Total Sedimen

Setiap partikel sedimen yang melewati penampang melintang sungai


merupakan hasil pengikisan permukaan tanah di atasnya dan/atau badan
sungai yang kemudian diangkut oleh aliran air. Einstein (1964) menambahkan,
kecepatan angkutan sedimen tergantung pada kapasitas angkutan sedimen
oleh arus dan ketersediaan material di daerah aliran sungai. Kapasitas
pengangkutan sedimen dipengaruhi oleh geometri, lebar, kedalaman, bentuk
saluran, keliling basah, bentuk memanjang, kemiringan, vegetasi, kekasaran,
laju penyebaran, turbulensi dan keseragaman debit. Ketersediaan material
sedimen ditentukan oleh faktor topografi, geologi, jarak, intensitas, durasi
hujan, cuaca, vegetasi, cara pengolahan tanah, tata guna lahan, jenis tanah,
ukuran dan bentuk partikel, berat jenis butiran, kecepatan mengendap, kohesi,
permukaan tererosi, suplai sedimen oleh anak sungai dan sebagainya.

Total sedimen dapat dibagi menjadi tiga macam (Julien, P.Y., 1995) :

1) Berdasarkan cara geraknya, total sedimen (LT) dapat diperoleh


dengan menjumlahkan sedimen bed load (Lb) dan suspended
load (Ls)

(LT) = (Lb) + (Ls)

2) Berdasarkan cara pengukuran, total sedimen merupakan jumlah


dari sedimen hasil pengukuran (Lm) dan sedimen yang tidak
terukur (Lu). Karena pengambilan sampel dilakukan mendekati
10 cm di atas permukaan bed load, sedimen hasil pengukuran
hanya merupakan sebagian dari suspended load (Ls). Sedimen
yang tidak terukur Lu) terdiri dari sedimen dasar ditambah
sebagian suspended load (Ls).

(LT) = (Lm) + (Lu)

Rencana Pengelolaan Bendungan Nglangon III-40


3) Berdasarkan sumbernya, total sedimen (LT) merupakan
penjumlahan dari wash load (Lw) dan batas kapasitas bed
material (Lbm).

(LT) = (Lw) + (Lbm)

1) Sedimen Yil

Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa hanya sebagian


kecil material sedimen yang tererosi di lahan mencapai outlet
basin tersebut atau sungai/saluran terdekat. Hasil erosi yang
mencapai saluran/sungai atau outlet basin biasa disebut yil
sedimen. Dalam perjalanannya dari tempat terjadinya erosi
lahan sampai outlet, terjadi pengendapan baik pengendapan
permanen ataupun sementara, terutama di daerah cekungan,
daerah landai, dataran banjir dan di saluran itu sendiri.
Perbandingan antara sedimen yang terukur di outlet dan erosi
di lahan disebut nisbah pengangkutan sedimen (NPS) atau
Sediment Delivery Ratio (SDR) (Suripin, 2000). Dengan
demikian Yil sedimen dalam setahun untuk daerah aliran
sungai seluas A dapat dirumuskan :

SY = SDR . EA . A

Dimana :

SY = Produksi sedimen tiap tahun (ton/th)

SDR = Sediment Delivery Ratio

EA = Besar erosi tiap satuan tiap tahun (ton/ha/tahun)

A = Luas daerah aliran sungai (ha)

Besarnya Sediment Delivery Ratio sangat bervariasi antara satu


daerah tangkapan air (DTA) dengan daerah tangkapan air lainnya
dan bervariasi dari tahun ke tahun. SDR tidak hanya dipengaruhi
oleh faktor luas DTA tapi juga faktor-faktor lain diantaranya
geomarfologi, faktor lingkungan, lokasi sumber sedimen,
karakteristik relief dan kemiringan, pola drainase dan kondisi
saluran, penutup lahan, tataguna lahan dan tekstur tanah
(Suripin, 2000).Sediment Delivery Ratio (SDR) dapat dihitung
dengan beberapa rumus di bawah ini :

Rencana Pengelolaan Bendungan Nglangon III-41


Tabel III.15 : Beberapa persamaan yang menyatakan hubungan antara
karakteristik daerah tangkapan air (DTA) dan sediment dilevery ratio (SDR)

No Pengarang Daerah Studi Persamaan

1 Maner (1958) Kansas, USA log SDR = 2,962 + 0,869log Rb


0,854 log L

2 Roehl (1962) Southeastern log SDR = 4,5 0,23log A 0,510


USA Colog (R/L)-2.786 log Br

3 Williams & Brushy Creek, SDR = 0,627 SLP 0,403


Berndt (1972) Texas USA

4 Mutchler dan Pigeon Roost SDR = 0,488-0,006 A+ 0,010 Qwa


Bowie (1975) Creek, Miss;
USA

5 Boyce (1975) SDR = 0,41 . A-0,3

6 Williams Texas, USA SDR = 1,366x1011 A0,100 (Rb/L)


(1977) 0,363 CN 5,444

7 Williams Little Elm Creek, SDR = 4.40x10-12 A-0.217 x


(1977) USA (Rb/L)0.3940 x (CN)5.680

8 Mou & Meng Dali River Basin, SDR = 1,29+1,37 ln Rc0,025 ln A


(1980) Shaan Xi, China

9 Walling USA SDR (%) = Csoil(%)/Csed(%)


(1983)

10 Auerswald Bavarian SDR = -0.02+0.385A-0.2


(1992) Watersheds

11 Suripin Upper Solo Log SDR = 2.31+3.07 log Rb+ 0.41 log
S-1.26 log (Fl+Fw)

Dimana : SDR=Sediment Delivery Ratio, Rb=relief basin, L=panjang basin,


A=Luas basin, Rb/L=rasio antara relief dan panjang basin, , Br=bifurcation ratio,
SLS=% slope saluran utama, CN=rata-rata jangka panjang dari kurva SCS,
Qwa=runoff tahunan, Rc=kerapatan gully, Csoil dan Csed adalah prosentase clay
dalam tanah dan dalam sedimen, Rb= bifurcation ratio, S=slope rata-rata DTA,

Rencana Pengelolaan Bendungan Nglangon III-42


(Fl dan Fw) adalah prosentase hutan dan sawah.

Catatan : satuan bervariasi antara satu persamaan dengan persamaan lainnya.

Sumber : Suripin (2000) dari beberapa sumber : Walling (1983), Williams


(1977), Auerswald (1992), Yulien (1995)

Tingkat bahaya erosi suatu DAS dapat dilihat dari nilai indeks bahaya erosi
yang didefinisikan sebagai nisbah antara erosi potensial dengan besarnya erosi yang
masih dapat dibiarkan yang nilainya tergantung dengan sifat dan substratum tanah
sebagaimana dapat dilihat pada tabel di bawah :

Tabel III.16 : Nilai laju erosi yang masih diperbolehkan ( T )

Nilai T
No Sifat Tanah dan Substratum
(ton/ha/th)

1. Tanah dangkal di atas batuan 1.12

2. Tanah dalam di atas batuan 2.24

3. Tanah dengan lapisan bawahnya padat 4.48

Tanah dengan lapisan bawahnya


4. 8.96
berpermeabilitas rendah

Tanah dengan lapisan bawahnya


5. 11.21
berpermeabilitas sedang

Tanah dengan lapisan bawahnya


6. 13.45
permeabel

Sedangkan Klasifikasi indeks bahaya erosi dinyatakan oleh Hammer (1981) sbb :

Tabel III.17 : Klasifikasi indeks bahaya erosi

Nilai Indeks Bahaya Tingkat Bahaya Erosi


Erosi

< 1,00 Rendah

1,01 - 4,00 Sedang

4,01 - 10,00 Tinggi

> 10,01 Sangat tinggi

Rencana Pengelolaan Bendungan Nglangon III-43


3.4.4 RENCANA OPERASI DAN PEMELIHARAAN BENDUNGAN

3.4.4.1 PENGERTIAN OPERASI DAN PEMELIHARAAN

Bendungan memiliki manfaat yang besar, disamping itu juga menyimpan


potensi bahaya yang besar pula yang dapat mengancam masyarakat luas terutama
yang berada di bagian hilir bangunan tersebut. Keruntuhan konstruksi tampungan
dapat menimbulkan banjir besar yang mengakibatkan bencana dahsyat di daerah hilir.

Tugas utama para ahli adalah mengurangi ancaman tersebut, untuk itu
perlu adanya program keamanan yang harus diberlakukan sejak tahap penyiapan
desain, pelaksanaan konstruksi serta pada masa operasi dan pemeliharaan.

Desain dan pelaksanaan konstruksi harus mampu melahirkan konstruksi


yang aman secara struktural, hidrolis serta aman untuk dioperasikan. Walaupun
desain dan konstruksi sudah sangat baik, namun tetap memerlukan pemeliharaan
terus menerus agar tetap berfungsi dan bermanfaat. Kegiatan Operasi dan
Pemeliharaan bertujuan untuk menjaga kamanan bangunan beserta kelestarian
fungsinya sehingga bangunan dapat beroperasi dengan aman dan bermanfaat
sepanjang umur rencananya, bahkan dalam kurun waktu yang lebih panjang.

Sudah selayaknya Pemilik/Pengelola bangunan berkewajiban


mengoperasikan dan memeliharanya dengan baik, karena pembangunan
membutuhkan investasi yang sangat besar baik berupa dana maupun pengorbanan
dari masyarakat. Kelalaian dalam pengoperasian dan pemeliharaan dapat berakibat :
terganggunya operasi, fungsi dan keamanan tampungan, bahkan yang lebih fatal lagi
dapat berakibat runtuhnya bangunan. Oleh karena itu setiap bangunan
embung/Bendungan harus dioperasikan dan dipelihara dengan baik, dipantau dan
diamati secara rutin dengan seksama agar kelestarian fungsi dan keamanan bangunan
dapat selalu terjaga. Untuk itu, setiap bangunan tampungan harus memiliki Panduan
Operasi dan Pemeliharaan (O&P).

Panduan O&P adalah merupakan dokumen tertulis yang khusus yang berisi
ketentuan dan petunjuk lengkap, yang harus dapat memenuhi kebutuhan operasi dan
pemeliharaan bagi bangunan Bendungan, bangunan pelengkap serta peralatannya
agar berfungsi dengan baik. Panduan disusun secara lugas, tegas dan mudah
dipahami.

Adapun isi Panduan Operasi Pemeliharaan dan Pengamatan :


1) Operasi Bendungan termasuk operasi peralatan hidromekanik dan
elektrikal dalam keadaan normal dan keadaan darurat.

Rencana Pengelolaan Bendungan Nglangon III-44


2) Prosedur pemeliharaan bangunan sipil, hidromekanikal dan
elektrikal.
3) Sistem instrumentasi dan pemantauan atau pengamatan dan
pemantauan untuk keamanan bangunan secara menyeluruh.
4) Petunjuk rinci pemeriksaaan/inspeksi tubuh Bendungan dan
bangunan pelengkap.
5) Semua obyek yang harus diinspeksi, beserta tujuan, sasaran dan
maksud yang harus dicapai.
6) Jadwal pemeriksaan/inspeksi.
7) Metode yang harus digunakan oleh Tim pemeriksa/inspeksi.
8) Rencana tindak penanganan apabila pengamatan menunjukkan
adanya indikasi abnormal/kondisi kritis.
9) Penanganan, pemrosesan dan pelaporan data hasil
pemeriksaan/inspeksi.
10) Perkiraan biaya O&P.
11) Lampiran-lampiran : grafik, tabel/format laporan, gambar penting
purna konstruksi pekerjaan sipil, hidromekanikal dan instrumentasi.

1. OPERASIONAL

Kegiatan Operasional adalah semua kegiatan pengoperasian bangunan


dalam upaya melayani kebutuhan air untuk tanaman padi. Bendungan Nglangon ini
dibangun dengan perencanaan dengan tipe galian tanah.

Untuk menuju pelaksanaan operasional yang memadai, sebaiknya perlu


dipersiapkan dengan mengetahui perilaku 3 (tiga) elemen antara lain :

1. Air : curah hujan, tinggi air hujan dan kapasitas sumber air /
mata air

2. Tanah : status kepemilikan lahan, luas lahan yang disediakan


pemerintah, daerah Bendungan hujan (cekungan), fungsi
lahan, jalan / akses menuju lokasi.

3. Manfaat : luas daerah pelayanan, jumlah penduduk yang


memanfaatkan, kehidupan sosial ekonomi masyarakat.

Pendataan ketiga elemen diatas dalam jangka waktu tertentu akan


memberikan informasi pengenalan perilaku-perilakunya dalam kaitannya dengan
pemenuhan kebutuhan air tanaman padi. Dengan pengenalan ini dapat dipikirkan

Rencana Pengelolaan Bendungan Nglangon III-45


langkah-langkah Operasional dan langkah-langkah pemeliharaan Bendungan menuju
pelayanan air yang lebih baik dan produksi yang lebih tinggi. Selain itu, fungsi dari
Bendungan juga harus dipahami oleh Operasionalis.

Bendungan yang direncanakan tersebut secara umum mempunyai fungsi :


Memenuhi kebutuhan air irigasi tanaman padi.
Menampung air hujan pada musim hujan dan memanfaatkannya
pada musim kemarau.

Fungsi dari masing-masing bangunan pun harus diketahui secara rinci


untuk menghindari kesalahan dalam Operasional ataupun pemeliharaan.

1. Petunjuk Operasi

Petunjuk operasi harus memberikan informasi yang cukup dan


jelas kepada petugas yang bertanggung jawab dalam
pengoperasian Bendungan, agar pelaksanaan operasi dapat
berjalan sesuai prosedur yang telah ditetapkan. Secara umum
petunjuk operasi mencakup hal-hal berikut :

a. Operasi Bendungan

Operasi harian rutin : agar operasi harian rutin berhasil


dengan baik perlu dibuat prosedur operasi harian rutin dengan
mempertimbangkan ketersediaan air di kolam Bendungan,
kebutuhan air baik jumlah maupun waktunya.

b. Perkiraan Air Masuk Dan Pelaporan Banjir

Perkiraan air masuk

Untuk memperkirakan banyaknya air yang masuk ke


tampungan, perlu adanya prosedur yang berkaitan dengan
kegiatan pengamatan secara teratur, penilaian dan perkiraan
aliran masuk.

Prosedur Dan Pelaporan Banjir Atau Muka Air Tinggi

Prosedur ini harus menjelaskan secara rinci mengenai


penampungan dan pelepasan air di waktu banjir, termasuk
segala hambatan dalam operasi pengisian dan pelepasan air
seperti masalah keamanan tampungan serta pengendalian
banjir.

Rencana Pengelolaan Bendungan Nglangon III-46


c. Bangunan Pelengkap Dan Peralatan

Bangunan pelengkap dan peralatan mencakup antara lain :


bangunan pelimpah, bangunan outlet dari pemukiman,
peralatan pengendali serta peralatan mekanik dan listrik.

d. Keadaaan Darurat

Tanda bahaya dibunyikan oleh operator pada saat terjadi


kondisi tidak normal atau kondisi yang membahayakan. Tanda
bahaya yang dibunyikan oleh operator harus didengar dan
dimengerti artinya oleh masyarakat di daerah bahaya dan
sekitarnya. Tindakan mencakup tindakan pencegahan
sementara dan rincian sementara dan rincian operasi darurat
peralatan dan alat-alat komunikasi untuk memperingatkan
organisasi terkait dan masyarakat umum mengenai keadaan
darurat.

e. Kondisi Jalan Masuk Dan Kerja Yang Aman

f. Instrumentasi, Peralatan Pemantauan Dan Personil

Panduan harus menjelaskan tentang keharusan pemeriksaan


berkala dan pemeliharaan semua instrumentasi dan peralatan
pemantauan. Disamping pengukuran dengan menggunakan
instrumen canggih yang hanya dapat dilakukan oleh personil
profesional, mungkin harus diperlukan juga pengukuran dan
observasi rutin yang dapat dilaksanakan oleh staf biasa.

Kepada setiap personil O&P agar diberikan latihan yang cukup


mengenai penggunaan serta prinsip operasi setiap peralatan
seperti : pengukuran rutin kebocoran, drainase, gempa, data
hidrologi, muka air, penurunan, deformasi dan lain-lain.

g. Pemeriksaaan Rutin

Pemeriksaan rutin oleh petugas operasi harus dilakuan secara


teratur dan sebaiknya dengan selang waktu tidak lebih dari
tiga bulan.

h. Pelaksanaan Operasional Air pada Tampungan

Agar segala jenis kebutuhan para pemakai air dapat terpenuhi


menurut kebutuhan masing-masing, maka dalam

Rencana Pengelolaan Bendungan Nglangon III-47


pengaturannya perlu mengacu pada pola Operasional
Tampungan yang penyusunannya didasarkan pada
keseimbangan antara ketersediaan air dengan berbagai jenis
penggunaan air serta memperhatikan urutan prioritas yang
berlaku di daerah yang bersangkutan.

Di dalam Undang-undang No. 7 tahun 2004 tentang Sumber


Daya Air, telah ditetapkan bahwa penyediaan air untuk
memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari dan irigasi bagi
pertanian rakyat dalam sistem irigasi yang sudah ada
merupakan prioritas utama penyediaan sumber daya air di
atas semua kebutuhan.

Mengingat banyak pihak yang terlibat dalam penggunaan air,


maka dalam penyusunan pola Operasional air pada
tampungan harus dilakukan musyawarah dengan berbagai
pihak yang terkait. Musyawarah ini biasanya dilaksanakan
secara berkala, minimal 2 kali dalam satu tahun yaitu
menjelang musim hujan dan musim kemarau.

Pihak-pihak yang perlu hadir dalam rapat yaitu:

a) Masyarakat Pengelola Bendungan

b) Dinas Pengairan Kabupaten Purwodadi

c) Dinas Pertanian Kabupaten Purwodadi

d) Bappeda Kabupaten Purwodadi

e) Aparat Desa Setempat

f) Tokoh Masyarakat

g) Pihak lain yang terkait dengan pengelolaan Bendungan


Ngalangon

Data yang diperlukan dalam penyusunan pola operasional


Bendungan diantaranya adalah :

a) Peta daerah tampungan yang di dalamnya ditampakkan


lokasi bangunan pengendali elevasi muka air tampungan
serta tempat - tempat pengambilan air.

b) Data kebutuhan air irigasi.

Rencana Pengelolaan Bendungan Nglangon III-48


c) Data volume versus elevasi muka air.

2. Pelaksanaan Operasional pada Bendungan

Agar segala jenis kebutuhan para pemakai air dapat terpenuhi


menurut kebutuhan masing-masing, maka dalam pengaturannya
perlu mengacu pada pola Operasional Bendungan yang
penyusunannya didasarkan pada keseimbangan antara
ketersediaan air dengan berbagai jenis penggunaan air serta
memperhatikan urutan prioritas yang berlaku di daerah
tampungan yang bersangkutan.

Di dalam Undang-undang No. 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya


Air, telah ditetapkan bahwa penyediaan air untuk memenuhi
kebutuhan pokok sehari-hari dan irigasi bagi pertanian rakyat
dalam sistem irigasi yang sudah ada merupakan prioritas utama
penyediaan sumber daya air di atas semua kebutuhan.

Mengingat banyak pihak yang tertibat dalam penggunaan air,


maka dalam penyusunan pola Operasional tampungan harus
dilakukan musyawarah dengan berbagai pihak yang terkait.
Musyawarah ini biasanya dilaksanakan secara berkala, minimal 2
kali dalam satu tahun yaitu menjelang musim hujan dan musim
kemarau.

Pihak-pihak yang perlu hadir dalam rapat yaitu:

a) Masyarakat Pengelola Bendungan

b) Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air Seluna

c) Koperbal Lusi

d) Aparat Desa Setempat

e) Tokoh Masyarakat

f) Pihak lain yang terkait dengan pengelolaan Bendungan

3. PEMELIHARAAN

Kegiatan Pemeliharaan adalah suatu pekerjaan rutin yang


diperlukan untuk memelihara bangunan dan sistem yang ada pada

Rencana Pengelolaan Bendungan Nglangon III-49


suatu Bendungan yang mencakup pekerjaan mekanikal, elektrikal,
hidrolik dan sipil agar bangunan dan sistem tersebut tetap dalam
kondisi aman dan berfungsi baik. Agar pemeliharaan dapat
mencapai sasaran, diperlukan prosedur pemeliharaan yang dimuat
dalam Panduan Operasi dan Pemeliharaan. Penundaan kegiatan
pemeliharaan sampai batas waktu tertentu tidak secara langsung
terlihat dan terasa gangguannya terhadap kegiatan Operasional
atau pemeliharaannya. Tetapi sampai batas titik tertentu,
penundaan itu akan berakibat mundurnya fungsi bangunan dan
membesarnya kegiatan pemeliharaan atau sekaligus berarti
membengkaknya biaya pemeliharaan.

Secara umum, usaha menekan biaya pemeliharaan diupayakan


melalui pelaksanaan pemeliharaan bangunan secara teratur,
berkala dan tepat pada waktunya. Mempersiapkan pelaksanaan
pemeliharaan secara efisien, perlu dilakukan pendataan keadaan
jaringan. Dari hasil pendataan ini dapat diperoleh informasi untuk
proses selanjutnya.

Daerah pengembangan tampungan pada umumnya masih


menggunakan teknologi sederhana, kegiatan Operasional
dilakukan oleh manusia. Oleh karena itu kegiatan pemeliharaan
menjadi lebih menonjol, dan kegiatan Operasional diarahkan untuk
pendataan perilaku air, guna memperoleh masukan kegiatan
perbaikan dan pemeliharaan.

Jenis pemeliharaan, dibagi sebagai berikut :

a. Pemeliharaan Rutin

b. Pemeliharaan Berkala

c. Pemeliharaan Sesaat

A. Pemeliharaan Rutin

Pemeliharan rutin adalah pemeliharaan secara swakelola yang


dilakukan setiap hari di semua bagian bangunan maupun
bangunan pelengkap agar kondisi bangunan terjaga.
Pemeliharaan dapat dilakukan oleh petugas pengelola tampungan
(personil yang ditunjuk oleh pengurus pengelola tampungan)

Rencana Pengelolaan Bendungan Nglangon III-50


atau dengan tambahan tenaga terampil maupun tidak terampil
dengan menggunakan peralatan yang sederhana.

Beberapa kegiatan pemeliharaan rutin diantaranya seperti


berikut:

1. Pembersihan Rumput dan Tanaman Liar

Setelah beberapa lama, konstruksi tampungan biasanya


akan ditumbuhi oleh berbagai tanaman rumput atau
tanaman liar lainnya. Keberadaan tanaman tersebut pada
bagian tertentu dari tampungan akan menyebabkan
rusaknya bangunan tampungan maupun bangunan
pelengkap lainnya.

Pembersihan rumput dan tanaman belukar dimaksudkan


untuk dapat segera mengetahui adanya gejala awal
kerusakan tanggul atau tubuh tampungan serta lereng
tebing galian, diantaranya adanya celah atau retakan.

Mekanisme pembersihan antara lain:


Dilakukan hanya sampai pangkal batas, tidak sampai
akar karena akar berfungsi untuk mencegah longsoran.

Untuk tanggul tampungan dan lereng tebing galian


dilakukan minimal 2 - 3 bulan sekali.

Alat yang digunakan berupa mesin potong rumput /


semak, parang dan sabit.

2. Pembersihan Sampah

Sampah - sampah kecil seperti daun dan ranting


pohon/plastik yang terbawa angin yang masuk ke dalam
Bendungan yang jika terjadi dalam jumlah besar dapat
mengakibatkan pendangkalan tampungan. Selama
tampungan beroperasi, sampah - sampah tersebut akan
selalu ada setiap hari. Karenanya pembersihan setiap hari
harus dilakukan agar tidak menyumbat aliran air dari
tampungan.

Mekanisme Pembersihan :
Dilakukan hanya pada sampah - sampah terapung yang
mengumpul di tepi tampungan.

Rencana Pengelolaan Bendungan Nglangon III-51


Alat yang digunakan dapat berupa jaring.

3. Penanganan Bangunan Pelengkap

Bangunan - bangunan pelengkap pada tampungan antara


lain : bangunan pengambilan, Pagar pengaman dan jalan
akses. Perawatan bangunan tersebut misalnya kebersihan
dan kerapian diutamakan dalam kegiatan rutin ini.

B. Pemeliharaan Berkala

Pemeliharaan berkala adalah pemeliharaan yang dilakukan


sesuai dengan jadwal tertentu, dalam kisaran / periode waktu
tertentu yang telah ditentukan oleh pihak pengelola
tampungan. Hal ini dikarenakan pemeliharaan jenis ini
membutuhkan pendanaan yang tidak sedikit. Hal-hal yang
diperhatikan pada tahap pemeliharaan ini lebih luas
dibandingkan dengan pemeliharaan rutin. Uraian pekerjaan
pemeliharaan berkala yang diperlukan dalam pemeliharaan
Bendungan Ngalangon adalah :

1. Pemeliharaan Tanggul

Segera setelah tanggul selesai dibangun, usaha


pemeliharaan sudah harus dimulai. Pengamatan yang
seksama perlu dilakukan pada beberapa tahun setelah
tanggul selesai dibangun. Pada periode tersebut masih
terdapat kemungkinan terjadi penurunan tanggul di
beberapa tempat dan gebalan rumput pada permukaan
tanggul masih belum tumbuh dengan baik. Berbagai macam
kerusakan yang dapat timbul sepanjang umur efektif
tanggul, antara lain ialah rusaknya permukaan tanggul
akibat erosi oleh air hujan, lereng depan tanggul tergerus
oleh air pada waktu hujan deras, tubuh tanggul retak
karena tumbuhnya alang - alang atau jenis tumbuhan
lainnya, lubang-lubang yang dibuat oleh beberapa jenis
binatang, longsornya kaki tanggul dan penurunan mercu
tanggul.

Rencana Pengelolaan Bendungan Nglangon III-52


2. Permukaan Tanggul

Tumbuh - tumbuhan pengganggu yang harus sering


dikontrol pada permukaan tanggul adalah alang - alang
yang seringkali tumbuh subur pada waktu musim hujan.
Oleh karena itu pelaksanaan pembersihan pada musim
hujan lebih intensif. Kebutuhan tenaga kerja yang
diperlukan untuk pembersihan per satuan luas per hari
cukup bervariasi, tergantung dari kemiringan lereng
tanggul, keadaan permukaan tanggul dan keadaan tumbuh
- tumbuhan yang akan dibersihkan. Umumnya berkisar
antara 400 m 2/org/hr. Tumbuh - tumbuhan yang
dibersihkan tersebut harus dibuang cukup jauh dari tubuh
tanggul.

Permukaan mercu tanggul yang turun akibat proses


penurunan / konsolidasi atau karena lalu lintas manusia
dengan segala sarana transportasinya, harus segera diurug
kembali dengan tanah yang memenuhi persyaratan
kemudian diberi gebalan rumput seperlunya.

C. Pemeliharaan Darurat

Pemeliharaan ini dilakukan dalam waktu yang tidak ditentukan.


Dalam hal ini sangat diperlukan antisipasi yang sigap dari pihak
pengelola tampungan sehingga tidak sampai terjadi bencana
yang membahayakan atau mengancam jiwa maupun harta
benda masyarakat.

Rehabilitasi harus segera dilakukan jika terjadi rembesan yang


signifikan yang dapat merusak tanggul serta dapat
mengakibatkan jebolnya tubuh tampungan itu sendiri.
Perbaikan dalam volume kecil dapat dilakukan dengan tenaga
manusia, sedangkan dalam volume besar diperlukan alat - alat
besar.

Rencana Pengelolaan Bendungan Nglangon III-53


3.4.4.2 PERSIAPAN O&P

A. PROSES PERSIAPAN OPERASI

Persiapan dalam kegiatan operasional Bendungan merupakan salah satu


kegiatan penting yang harus dilakukan untuk mendukung kelancaran suatu proses
kegiatan. Proses persiapan operasi merupakan kumpulan dari 6 (enam) proses yaitu :

1. Proses penyusunan Rencana Umum, berupa strategi Persiapan Operasi


dan Pemeliharaan.

2. Proses penyusunan manual Operasi dan Pemeliharaan terdiri dari:

Proses perhitungan harga standar Operasi dan Pemeliharaan.

Proses pengkajian sosial ekonomi.

Penyusunan manual Operasi dan Pemeliharaan, dengan


menggunakan hasil dari kedua proses tersebut diatas.

3. Proses pengadaan Personil dan Perlengkapan.

Kebutuhan personil diutamakan pegawai proyek setempat, atau


dapat juga diambil dari penduduk setempat dengan terlebih dahulu
diseleksi, terutama tingkat pendidikan formal minimal Sekolah
Dasar.

Perlengkapan meliputi kantor, rumah, sepeda motor, sepeda dayung


dan lain - lain yang menyangkut perlengkapan personil untuk
memperlancar pelaksanaan tugasnya.

4. Proses pengadaan dan pemasangan peralatan Operasi dan Pemeliharaan


Peralatan Operasi dan Pemeliharaan terdiri dari peralatan pengurasan
sedimen / lumpur seperti cangkul, sapu serta peralatan pemeliharaan
dan peralatan kantor.

5. Proses Penyuluhan Personil

Mengingat tenaga personil terutama Pengamat dan Juru adalah personil


yang dialih tugaskan dari pelaksanaan lapangan, seperti mekanik,
operator alat berat, pengawas dan lain - lain, maka untuk kesatuan dan
kesamaan bahasa dalam melaksanakan tugas Operasi dan Pemeliharaan
perlu adanya penyuluhan khusus dibidang Operasi dan Pemeliharaan.

Rencana Pengelolaan Bendungan Nglangon III-54


6. Proses Peragaan di Lapangan

Proses ini merupakan "tes" terakhir bagi keterampilan personil Operasi


dan Pemeliharaan melaksanakan Operasi dan Pemeliharaan.

Jika kumpulan dari ke 6 (enam) proses tersebut diatas dapat


dilaksanakan secara sistematis, maka diharapkan dapat terwujudnya
keluaran berupa perangkat yang siap melaksanakan Operasi dan
Pemeliharaan.

2. PROSES PERSIAPAN PEMELIHARAAN

Proses persiapan pemeliharaan merupakan kumpulan 6 (enam) proses


utama yaitu :
1. Proses pembuatan rencana umum perbaikan dan penyempurnaan
bangunan pengairan.
2. Proses Pembinaan Teknologi Proses ini harus mampu memberi
kemudahan dan kelancaran terhadap ketiga proses lainnya. Hasil
dari proses ini berupa :
Metoda atau cara.
Formulir / form - form atau blanko - blanko isian, dan lain lain.
Syarat - syarat, standar - standar dan lain lain.
3. Proses Perhitungan Volume

Berdasarkan kedua proses diatas maka dibuatlah proses


perhitungan volume. Proses ini juga merupakan kumpulan proses
lagi dan dapat dijabarkan sebagai berikut :
Proses Pengukuran, Proses ini menghasikan topografi lahan dan
tampang memanjang serta melintang dari saluran yang ada.
Proses ini sebaiknya dilakukan bersama - sama dengan proses
pengadaan dan pemasangan peralatan Operasi terutama dalam hal
pengikatan titik - titik tingginya.
Proses Pembuatan "Gambar Konstruksi", Berdasarkan hasil
pengukuran pada diatas, dan peta konstruksi, maka dibuatlah
analisa (lebih banyak menggunakan "Judgement) "BAGAIMANA"
perbaikan atau penyempurnaan dari Bangunan Pengairan harus
dilaksanakan, sehingga menghasilkan suatu produk yang sesuai
dengan sasarannya.

Rencana Pengelolaan Bendungan Nglangon III-55


Proses analisa ini harus memberikan produk berupa "Gambar
Konstruksi" yang merupakan pedoman di dalam pelaksanaan
konstruksi dari pekerjaan Perbaikan atau Penyempurnaan
Bangunan Pengairan.

Gambar konstruksi yang merupakan Gambar Kerja, harus disertai


daftar yang memuat :
Kode Lokasi.
Volume Pekerjaan.
Harga Satuan Pekerjaan.
Harga Bahan dan Upah setempat.
Sketsa Keadaan lapangan dan cara penanganannya.
4. Proses Pembuatan Program Pelaksanaan Perbaikan dan
Penyempurnaan

Berdasarkan ketiga proses terdahulu, maka dapat disusun Program


Pelaksanaan Perbaikan dan Penyempurnaan Bangunan Pengairan /
Saluran. Keluaran dari proses ini adalah berupa Daftar Isian
Proyek (DIP) dan Petunjuk Operasional (PO). Dalam hal ini perlu
diperhatikan hal - hal sebagai berikut :
Biaya yang tersedia (pagu yang disediakan).
Urutan prioritas.
Waktu pelaksanaan.
5. Proses Kegiatan Pembinaan Peralatan

Mengingat bahwa pelaksanaan Program dilaksanakan secara "full


constructing", maka proses ini akan lebih banyak tergantung
kepada Pelaksana dalam hal ini "penyedia Jasa".
6. Proses Pelaksanaan Perbaikan dan Penyempurnaan

Proses ini sebagian besar dilaksanakan oleh "PROYEK" dalam hal ini
perlu diperhatikan :
Form - form mulai dari "Undangan Pelelangan" sampai dengan
Penetapan Pemenang" sebelum pelaksanaan fisik di lapangan
Form - form saat pelaksanaan fisik di lapangan (AS Built Drawing,
Angsuran, Amandemen, Pekerjaan Tambah, serta Serah Terima
Pekerjaan)
Perwujudan Sistem Pelaporan (harian, mingguan dan bulanan)

Rencana Pengelolaan Bendungan Nglangon III-56


7. Jika ke 6 (enam) proses tersebut diatas dapat terlaksana secara
sistematis, diharapkan proses Persiapan Pemeliharaan akan
mampu mewujudkan keluaran berupa bangunan siap di Operasi
dan Pemeliharaan.

3. STRUKTUR ORGANISASI

Pembagian dan pengaturan tugas dan wewenang dalam operasional dan


pemeliharaan harus dijabarkan dalam suatu struktur organisasi, Struktur organisasi
operasi dan pemeliharaan diperlukan untuk pelaksanaan Operasi dan Pemeliharaan
yang baik. Struktur organisasi Operasi dan Pemeliharaan berfungsi untuk :
Melaksanakan kegiatan pekerjaan fisik operasional dan pemeliharaan.
Melaksanakan pengaturan kegiatan operasi dan pemeliharaan.
Mengadakan pengaturan kegiatan operasi dan pemeliharaan.
Mengadakan koordinasi / komunikasi dengan instansi - instansi lainnya
yang ada.
Kaitannya dengan kegiatan Operasi dan Pemeliharaan khususnya dan
kegiatan dalam konteks.
Pengembangan bangunan pada umumnya.
Mengatur dan menyelenggarakan penyuluhan kepada para penduduk
pemakai air

Berdasarkan struktur organisasi pada Departemen Pekerjaan Umum di


tingkat Wilayah, serta berdasarkan kondisi lapangan maka diusulkan suatu Struktur
Organisasi O & P seperti pada Gambar

Rencana Pengelolaan Bendungan Nglangon III-57


BBWS PEMALI JUANA PSDA PROV. JATENG

BBWS PEMALI JUANA BALAI PSDA SELUNA

BIDANG OP

KOPERBAL WILAYAH LUSI

PENGADAAN TEKNIK SATGAS KEAMANAN

KOORDINATOR
LAPANGAN

Juru 1 Juru 2 Juru 3

(Bang. Utama) (Bang. Pelengkap) (Jaringan)

Gambar III.4 : Struktur organisasi O & P Bendungan

4. TUGAS PERSONIL
a. Tingkat Koperbal Wilayah Lusi

Sebagaimana ketetapan terdahulu, tugas personil dari Tingkat Dinas


Pengelolaan Sumber Daya Air bersifat membantu dan mengawasi
opersional dan pemeliharaan yang bersifat teknis (Engineering).

b. Tingkat pengadaan Teknik


- Membantu koperbal dalam bidang pendayagunaan potensi air irigasi
yang tersedia di daerah kerja.
- Membagi air irigasi ke saluran induk

Rencana Pengelolaan Bendungan Nglangon III-58


- Membuat rencana dan mengusulkan kebutuhan air irigasi seluruh
lahan.
- Mengadakan pengawasan, persiapan, dan pelaksanaan pemeliharaan,
perbaikan dan penyempurnaan jaringan irigasi
- Menyusun rencana kerja dan anggaran biaya eksploitasi dan
pemeliharaan
- Menyusun laporan pertanggungjawaban biaya eksploitasi dan
pemeliharaan
- Mengikuti rapat pembagian air di tingkat koperbal dan Dinas
Pengairan.
- Menyelenggarakan administrasi teknik.
- Melaksanakan tugas-tugas lain yang dibebankan oleh Koperbal.
- Dalam melaksanakan tugasnya, Pelaksana Teknis bertanggung
jawab kepada koperbal.

c. Satgas Keamanan

Terselenggaranya ketertiban dan pengamanan jalannya pelaksanaan


operasi dan pemeliharaan sehari - hari di daerahnya.

d. Koordinator Lapangan

Melaksanakan pengawasan dan mengkoordinir semua kegiatan operasi


dilapangan seperti mengarahkan juru pemantau bangunan, juru
bangunan pelengkap dan juru pemantau jaringan

e. Tingkat Juru

Tugas Pokok Juru :

Terselenggaranya operasi dan pemeliharaan sehari - hari dan


jaringan yang dibiayai pemerintah.

Terkumpulnya data tentang kondisi bangunan, perilaku air,


dan genangan / kekeringan, tanah, dan kondisi sosial ekonomi
penduduk di daerahnya.

Terselenggaranya komunikasi dua arah antara instansi yang


berwenang, koperbal dengan pemakai air.

Rencana Pengelolaan Bendungan Nglangon III-59


Fungsi Pokok Juru

Melaksanakan kegiatan Operasi dan Pemeliharaan atas


bangunan yang dibiayai oleh pemerintah.

Melaksanakan koordinasi sedemikian rupa sehingga data


tersebut di atas dapat terkumpul.

Bertatap muka dengan para pemakai air, untuk menerima usul


/ saran mereka maupun memberikan anjuran & teknis yang
diterima dari pengamat setempat.

5. CATATAN DAN PELAPORAN

Pengukuran dan observasi harus dicatat secara sistematis dan dilaporkan


secara teratur kepada ahli rekayasa yang bertanggung jawab dalam pengamatan
tampungan sebagai bahan evaluasi. Ahli rekayasa tersebut harus mempunyai data
lengkap sampai dengan terakhir mengenai kinerja Bendungan diantaranya tanggul,
pondasi dan daerah sekitarnya.

Dari data pemantauan akan diperolah indikasi awal adanya perkembangan


yang tidak normal atau yang membahayakan, oleh karena data hasil pemantauan
harus segera dilaporkan dan dievaluasi. Pelaporan tersebut dibuat dalam suatu blanko
untuk memudahkan pemantauan. Blanko Operasi Pemeliharaan dan Pemeriksaan
Bendungan dapat dilihat pada tabel berikut.

Rencana Pengelolaan Bendungan Nglangon III-60


Form. Catatan Pemeriksaan Tampungann Air

Bendungan : Tanggal :

Pemilik/Pengelola Bendungan Elevasi

Muka Air :

Tampungan (embankment/urugan) :

Tinggi : Panjang :

Puncak :

Kondisi Jalan Puncak (Retak dan


lain sebagainya)?

Ada tanda penurunan. Y/T


Dimana?

Tanda-tanda pergeseran
(displacement) Y/T. Di hulu atau
hilir

Kondisi Pagar Pengaman (Guard


Rail)

Lereng Hulu (Upstream face) :

Lereng Hilir

Tanda-tanda gerakan?

Tonjolan? Lubang benam?

(Sinkholes)? Retakan?

Erosi? Penurunan? Terkelupas

Dimana? Kedalaman, lebar dan


panjang retakan

Longsor di bawah muka air buri?

Tanda-tanda Rembesan?

Dimana? Kuantitas? Warna?

Rencana Pengelolaan Bendungan Nglangon III-61


Bendungan : Tanggal :

Kondisi Tumbuh-tumbuhan?

Pengukur Rembesan?
Kebocoran

Dimana?

Jumlah

Jenis?

Kondisi?

Lain-lain?

Daerah Hilir Tampungan

Tanda-tanda rembesan

Dimana?

Kuantitas? dan Warna?

Pada Kaki Tampungan

Tanda-tanda Erosi?

Gelembung Luap (Boiling)

Daerah basah?

Dimana?

Bangunan Pelimpah

Dinding

Kondisi?

Pengelupasan? Erosi? Kavitasi?

Daerah basah?

Dimana?

Kondisi Sambungan?

Kinerja Pengoperasian?

Ketidakwajaran?

Rencana Pengelolaan Bendungan Nglangon III-62


Bendungan : Tanggal :

Daerah Sekitar

Tanda-tanda longsor?

Tanda-tanda rembesan?

Pengambilan (Outlet)

Lokasi?

Jenis?

Akses/Jalan masuk?

Kondisi?

Pengelupasan? Erosi? Kavitasi?

Daerah basah?

Dimana?

Kondisi Sambungan?

Bendungan

Endapan?

Daerah Hilir

3.4.4.3 O & P BENDUNGAN DAN BANGUNAN PELENGKAP

Kegiatan Operasional dan kegiatan Pemeliharaan merupakan dua kegiatan


yang sangat erat hubungannya. Tujuan kegiatan Operasi dan Pemeliharaan
Bendungan adalah kelestarian fungsi tampungan, guna memperoleh manfaat sebesar-
besarnya untuk memenuhi hajat hidup masyarakat.

Tampungan merupakan sarana penyimpanan air yang dimanfaatkan untuk


menyimpan dan menampung air pada musim penghujan yang kemudian akan
dimanfaatkan dan didistribusikan pada saat kesediaan air di Bendung Ngalangon
berkurang. Pendistribusian air dari tampungan akan disesuaikan dengan macam
kebutuhan yang direncanakan.

Kondisi Bendungan tentunya akan selalu berubah-ubah sesuai dengan


keseimbangan yang terjadi antara outflow dan inflow. Untuk menjaga agar kondisi

Rencana Pengelolaan Bendungan Nglangon III-63


tampungan selalu pada kondisi yang direncanakan, maka diperlukan pengendalian
neraca air agar terjadi suatu kondisi yang menyebabkan Bendungan senantiasa
sampai batas air yang diperlukan.

A. POLA OPERASI KEBUTUHAN

Maksud dari pola operasi disini adalah merupakan pola pendistribusian air
yang pada dasarnya dipengaruhi oleh komponen-komponen outflow maupun
komponen-komponen inflow.

Pola pendistribusian air, didasarkan pada hasil simulasi yang menggunakan


kendala sebesar 20 %, akan terdapat pola perilaku muka air selama setahun pada
setiap periode. Perilaku ini akan dapat diandalkan sebagai pola standar dengan
peluang 80 %.

B. POLA OPERASI BENDUNGAN


A. Operasional Musim Kemarau

Operasional Bendungan pada musim kemarau bertujuan agar air


yang ada dapat termanfaatkan secara optimal sesuai dengan pola
Operasional yang direncanakan.

Pengaturan pengalokasian Bendungan pada musim kemarau


dilakukan dengan cara pengaturan pada pintu pengambilan
(outlet).

Bangunan Pengambilan (outlet)

Pola pengambilan air dari Bendungan tidak diperbolehkan secara


langsung. Oleh karena itu Bendungan dilengkapi dengan pintu
pengambilan.

Hal ini dimaksudkan untuk mengendalikan pengambilan air


sehingga tidak terjadi pengosongan tampungan secara ekstrim dan
tiba-tiba (drop down). Kerena jika terjadi drop down akan
menyebabkan kerusakan tubuh tampungan dan berakibat tidak
optimalnya lagi fungsi tampungan.

Pembukaan pintu suplesi dari Bendungan terutama dilakukan


untuk memberi air irigasi. Apabila kebutuhan air sudah tidak dapat

Rencana Pengelolaan Bendungan Nglangon III-64


dipenuhi dari Bendung Nglangon, dan dengan sistim giliran pada
tingkat jaringan utama maupun tidak mencukupi.

Untuk memudahkan pemanfaatan air dalam tampungan, dibuat


bangunan pengambilan/Intake. Konstruksi bangunan pengambilan
berupa yang dilengkapi dengan pintu pengaturan. Pengambilan air
dari dalam tampungan dilakukan secara gravitasi.

Pemberian air hanya diberikan untuk menyelesaikan sisa tanam


sampai dengan masa panen MT.II. Air dari tampungan tidak
diberikan untuk tanaman baru atau pemberian air untuk awal
masa tanam. Pemberian air harus dilakukan seoptimal mungkin
guna menolong tanaman pada MT.II. Untuk itu perlu kerjasama
serta pengelolaan yang baik agar pembagian air dilakukan secara
adil dan merata. Waktu pemberian dan besarnya air dikontrol
dengan alat ukur yang berada di dekat pintu outlet.

Cara pengoprasian bangunan outlet adalah sebagai berikut:

Pintu outlet dibuka sesuai dengan kebutuhan air, besarnya


debit yang dialirkan dapat diketahui dengan melihat tinggi
bukaan pintu alat ukur yang berada di dekat pintu outlet.

Apabila pembagian air pada areal sudah merata maka pintu


outlet segera ditutup supaya air dikolam tidak cepat habis.

Air di Bendungan tidak dapat digunakan apabila tinggi muka


air pada elevasi tertentu pada peil scale B (yang terpasang
di Pintu Outlet) dan pada saat proses pengeringan dalam
rangka pemeliharaan atau pembersihan juga tidak
diperkenankan pengosongan tampungan secara ekstrim hal
itu dilakukan untuk menjaga kelembaban tampungan
supaya tidak rusak/berongga.

Adapun tabel tinggi bukaan pintu outlet dapat dilihat pada tabel
dibawah ini.

Rencana Pengelolaan Bendungan Nglangon III-65


Tabel III.18 : Debit Alat Ukur Ambang Lebar

RUMUS : Q = 1,71 .b.h.3/2


Q = Debit Air (m3/dt)
b = Lebar ambang (cm)
h = Tinggi muka Air hulu terhadap ambang (cm)

b(cm) 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130


h(cm) (m3/dt)
3 0.002 0.003 0.004 0.004 0.005 0.006 0.007 0.008 0.009 0.010 0.011 0.012
4 0.003 0.004 0.005 0.007 0.008 0.010 0.011 0.012 0.014 0.015 0.016 0.018
5 0.004 0.006 0.008 0.010 0.011 0.013 0.015 0.017 0.019 0.021 0.023 0.025
6 0.005 0.008 0.010 0.013 0.015 0.018 0.020 0.023 0.025 0.028 0.030 0.033
7 0.006 0.010 0.013 0.016 0.019 0.022 0.025 0.029 0.032 0.035 0.038 0.041
8 0.008 0.012 0.015 0.019 0.023 0.027 0.031 0.035 0.039 0.043 0.046 0.050
9 0.009 0.014 0.018 0.023 0.028 0.032 0.037 0.042 0.046 0.051 0.055 0.060
10 0.011 0.016 0.022 0.027 0.032 0.038 0.043 0.049 0.054 0.059 0.065 0.070
11 0.012 0.019 0.025 0.031 0.037 0.044 0.050 0.056 0.062 0.069 0.075 0.081
12 0.014 0.021 0.028 0.036 0.043 0.050 0.057 0.064 0.071 0.078 0.085 0.092
13 0.016 0.024 0.032 0.040 0.048 0.056 0.064 0.072 0.080 0.088 0.096 0.104
14 0.018 0.027 0.036 0.045 0.054 0.063 0.072 0.081 0.090 0.099 0.107 0.116
15 0.020 0.030 0.040 0.050 0.060 0.070 0.079 0.089 0.099 0.109 0.119 0.129
16 0.022 0.033 0.044 0.055 0.066 0.077 0.088 0.098 0.109 0.120 0.131 0.142
17 0.024 0.036 0.048 0.060 0.072 0.084 0.096 0.108 0.120 0.132 0.144 0.156
18 0.026 0.039 0.052 0.065 0.078 0.091 0.104 0.118 0.131 0.144 0.157 0.170
19 0.028 0.042 0.057 0.071 0.085 0.099 0.113 0.127 0.142 0.156 0.170 0.184
20 0.031 0.046 0.061 0.076 0.092 0.107 0.122 0.138 0.153 0.168 0.184 0.199
21 0.033 0.049 0.066 0.082 0.099 0.115 0.132 0.148 0.165 0.181 0.197 0.214
22 0.035 0.053 0.071 0.088 0.106 0.124 0.141 0.159 0.176 0.194 0.212 0.229
23 0.038 0.057 0.075 0.094 0.113 0.132 0.151 0.170 0.189 0.207 0.226 0.245
24 0.040 0.060 0.080 0.101 0.121 0.141 0.161 0.181 0.201 0.221 0.241 0.261
25 0.043 0.064 0.086 0.107 0.128 0.150 0.171 0.192 0.214 0.235 0.257 0.278
26 0.045 0.068 0.091 0.113 0.136 0.159 0.181 0.204 0.227 0.249 0.272 0.295
27 0.048 0.072 0.096 0.120 0.144 0.168 0.192 0.216 0.240 0.264 0.288 0.312
28 0.051 0.076 0.101 0.127 0.152 0.177 0.203 0.228 0.253 0.279 0.304 0.329
29 0.053 0.080 0.107 0.134 0.160 0.187 0.214 0.240 0.267 0.294 0.320 0.347
30 0.056 0.084 0.112 0.140 0.169 0.197 0.225 0.253 0.281 0.309 0.337 0.365
31 0.059 0.089 0.118 0.148 0.177 0.207 0.236 0.266 0.295 0.325 0.354 0.384
32 0.062 0.093 0.124 0.155 0.186 0.217 0.248 0.279 0.310 0.340 0.371 0.402
33 0.065 0.097 0.130 0.162 0.194 0.227 0.259 0.292 0.324 0.357 0.389 0.421
34 0.068 0.102 0.136 0.170 0.203 0.237 0.271 0.305 0.339 0.373 0.407 0.441
35 0.071 0.106 0.142 0.177 0.212 0.248 0.283 0.319 0.354 0.389 0.425 0.460
36 0.074 0.111 0.148 0.185 0.222 0.259 0.295 0.332 0.369 0.406 0.443 0.480
37 0.077 0.115 0.154 0.192 0.231 0.269 0.308 0.346 0.385 0.423 0.462 0.500
38 0.080 0.120 0.160 0.200 0.240 0.280 0.320 0.361 0.401 0.441 0.481 0.521
39 0.083 0.125 0.167 0.208 0.250 0.292 0.333 0.375 0.416 0.458 0.500 0.541
40 0.087 0.130 0.173 0.216 0.260 0.303 0.346 0.389 0.433 0.476 0.519 0.562
41 0.090 0.135 0.180 0.224 0.269 0.314 0.359 0.404 0.449 0.494 0.539 0.584
42 0.093 0.140 0.186 0.233 0.279 0.326 0.372 0.419 0.465 0.512 0.559 0.605
43 0.096 0.145 0.193 0.241 0.289 0.338 0.386 0.434 0.482 0.530 0.579 0.627
44 0.100 0.150 0.200 0.250 0.299 0.349 0.399 0.449 0.499 0.549 0.599 0.649
45 0.103 0.155 0.206 0.258 0.310 0.361 0.413 0.465 0.516 0.568 0.619 0.671
46 0.107 0.160 0.213 0.267 0.320 0.373 0.427 0.480 0.533 0.587 0.640 0.694
47 0.110 0.165 0.220 0.275 0.331 0.386 0.441 0.496 0.551 0.606 0.661 0.716
48 0.114 0.171 0.227 0.284 0.341 0.398 0.455 0.512 0.569 0.626 0.682 0.739
49 0.117 0.176 0.235 0.293 0.352 0.411 0.469 0.528 0.587 0.645 0.704 0.762
50 0.121 0.181 0.242 0.302 0.363 0.423 0.484 0.544 0.605 0.665 0.725 0.786
51 0.125 0.187 0.249 0.311 0.374 0.436 0.498 0.561 0.623 0.685 0.747 0.810
52 0.128 0.192 0.256 0.321 0.385 0.449 0.513 0.577 0.641 0.705 0.769 0.834
53 0.132 0.198 0.264 0.330 0.396 0.462 0.528 0.594 0.660 0.726 0.792 0.858
54 0.136 0.204 0.271 0.339 0.407 0.475 0.543 0.611 0.679 0.746 0.814 0.882
55 0.139 0.209 0.279 0.349 0.418 0.488 0.558 0.628 0.697 0.767 0.837 0.907
56 0.143 0.215 0.287 0.358 0.430 0.502 0.573 0.645 0.717 0.788 0.860 0.932
57 0.147 0.221 0.294 0.368 0.442 0.515 0.589 0.662 0.736 0.809 0.883 0.957
58 0.151 0.227 0.302 0.378 0.453 0.529 0.604 0.680 0.755 0.831 0.906 0.982
59 0.155 0.232 0.310 0.387 0.465 0.542 0.620 0.697 0.775 0.852 0.930 1.007
60 0.159 0.238 0.318 0.397 0.477 0.556 0.636 0.715 0.795 0.874 0.954 1.033

Rencana Pengelolaan Bendungan Nglangon III-66


DEBIT ALAT UKUR AMBANG LEBAR b = 0.60 m
0.6000

0.5000

0.4000
Debit Q (m3/dt)

0.3000

0.2000

0.1000

0.0000
0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00 40.00 45.00 50.00 55.00 60.00 65.00

Tinggi Air (cm)

Gambar III.5 : Grafik debit alat ukur ambang lebar

Rencana Pengelolaan Bendungan Nglangon III-67


Tabel III.19 : Contoh Hubungan Debit dan Waktu Lama Pengaliran

Volume Tampungan = 407387.12 m3

Peil Debit Lama Mengalir


h(cm) m3/dt Hari
10 0.032 145.327
11 0.037 125.97
12 0.043 110.554
13 0.048 98.05
14 0.054 87.731
15 0.060 79.11
16 0.066 71.807
17 0.072 65.57
18 0.078 60.178
19 0.085 55.49
20 0.092 51.381
21 0.099 47.75

Lama Pengaliran (Hari)


22 0.106 44.536
23 0.113 41.66
24 0.121 39.087
25 0.128 36.77
26 0.136 34.665
27 0.144 32.76
28 0.152 31.018
29 0.160 29.43
30 0.169 27.968
31 0.177 26.63
32 0.186 25.388
33 0.194 24.24
34 0.203 23.181
35 0.212 22.19
36 0.222 21.276
37 0.231 20.42
38 0.240 19.619
39 0.250 18.87
40 0.260 18.166
41 0.269 17.51
42 0.279 16.884
43 0.289 16.30
44 0.299 15.746
45 0.310 15.22
46 0.320 14.730
47 0.331 14.26
48 0.341 13.819
49 0.352 13.40
50 0.363 12.998
51 0.374 12.62
52 0.385 12.256
53 0.396 11.91
54 0.407 11.581
55 0.418 11.27
56 0.430 10.966
57 0.442 10.68
58 0.453 10.404
59 0.465 10.14
60 0.477 9.888

Rencana Pengelolaan Bendungan Nglangon III-68


140.000

120.000

100.000
Lama Pengaliran (Hari)

80.000

60.000

40.000

20.000

0.000
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60

Tinggi Air (cm)

Gambar III.6 : Contoh Hubungan Debit dan Waktu Lama Pengaliran

Jalan Akses Menuju tampungan

Jalan akses untuk memudahkan Operasional pintu inlet yang


berada di sebelah kiri hulu Bendung Nglangon. Konstruksi jalan
akses menuju pintu dibuat dari pasangan paving block dengan
ketebalan tertentu.

Bangunan ini harus bisa difungsikan setiap saat dan hendaknya


dapat dilewati dengan mudah oleh pemanfaat air dan petugas
Operasional dan Pemeliharaan.

Tangga Tali

Tangga tali digunakan untuk operasional dan pemeliharaan


bangunan pengambilan. Anak tangga terbuat dari bahan pipa
aluminium dengan diameter 1,5 inchi. Dan setiap anak tangga
panjang pipa 40 cm. Tangga tali tersebut diletakkan diantara
bangunan pengambilan dan outlet horisontal drain.

Rencana Pengelolaan Bendungan Nglangon III-69


Pelampung

Pelampung digunakan untuk kondisi darurat, apabila terjadi orang


tenggelam bisa berpegangan pada pelampung yang ada. Sehingga
dapat mengurangi korban.

C. PEMELIHARAAN BENDUNGAN

Pemeliharaan merupakan suatu usaha untuk merawat, menjaga dan


melestarikan sehingga Bendungan akan tetap dapat memberikan "daya layan" yang
optimal kepada masyarakat. Sebagai penerima manfaat dari pembangunan
tampungan adalah masyarakat, untuk itu diperlukan usaha sosialisasi cara
pengoperasian dan pemeliharaan, sehingga masyarakat merasa memiliki dan menjaga
subyek dari pembangunan tampungan tersebut.
1. Organisasi

Apabila Bendungan yang direncanakan telah selesai dibangun,


hendaknya dapat dikelola oleh koperbal bersama dengan petani
pemakai air di sekitar Bendung Nglangon, dengan cara
membentuk melibatkan petani dalam pemeliharaan Bendungan.
2. Peninjauan Lokasi (Inspeksi)
Pengelola Bendungan melakukan peninjauan lokasi atau
inspeksi minimal sekali dua minggu terutama tubuh / dinding
tampungan, kantong lumpur dan bangunan pengambilan.
Pada waktu dan setelah hujan lebat perlu dilakukan peninjauan
lokasi.
Ketika menjelang musim kemarau perlu diperiksa apakah pintu
pengambilan air dapat bekerja dengan baik.
3. Bendungan
Pemakaian air oleh para petani hendaknya tidak mengambil air
secara langsung dari Bendungan, hal ini untuk menghindari
pemborosan air.
Melarang / menghindari kegiatan mencuci kendaraan, mobil
atau lainnya langsung dari kolam Bendungan.
Hewan ternak dilarang minum langsung pada Bendungan, hal
ini guna mencegah terjadinya keruskan tanggul yang
disebabkan oleh hewan.

Rencana Pengelolaan Bendungan Nglangon III-70


4. Masalah yang Membahayakan Kolam Bendungan

Beberapa masalah yang membahayakan Bendungan perlu


diperhatikan dalam inspeksi antara lain :
a. Meningkatnya rembesan dari horisontal drain secara
signifikan

b. Daerah lereng timbunan yang basah atau menghasilkan


aliran

Kondisi yang demikian sering ditandai dengan tumbuhnya


tanaman yang lebih subur dibandingkan di tempat lain, yang
disebabkan oleh adanya rembesan melalui tubuh tampungan atau
pondasi. Tindakan pertama yang yang perlu kita lakukan adalah
dengan menyingkirkan tanamannya, dan amatilah permukaan
tanahnya dan bila daerahnya basah maka segera dilaporkan
kepada Dinas Pengairan / Sumber Daya Air setempat. Akibat dari
keadaan yang demikian daerah tanaman yang basah dapat
menyebabkan terjadinya longsoran lokal (sloughin) karena jenuh.
5. Bangunan Pengambilan

Bangunan pengambilan berfungsi sebagai bangunan penyadap


dan pengatur, yaitu untuk mengatur besamya debit air yang
disadap dari kolam Bendungan untuk mengairi areal tanaman
padi.

Pengoperasian dan pemeliharaan bangunan pengambilan harus


memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
Pengambilan harus disesuaikan dengan kapasitas saluran dan
kebutuhan yang ada.
Pengambilan harus memperhatikan fuktuasi kebutuhan air
irigasi.
Pengecekan terhadap bangunan pengambilan harus dilakukan
setelah terjadi hujan deras atau gempa. Hal ini perlu dilakukan
karena kemungkinan terjadinya kerusakan akibat hujan deras
atau gempa tersebut.
Fungsi bangunan pengambilan yang sangat penting sebagai
bangunan penyadap dan pengontrol aliran yang keluar dari
Bendungan. Oleh karenanya pemeliharaan yang baik dan tepat

Rencana Pengelolaan Bendungan Nglangon III-71


sangat diperlukan untuk menjaga fungsi bangunan secara
optimal.
6. Sarana Penunjang

Dalam sistem jaringan pengairan terdapat sarana-sarana


pendukung bagi terselenggaranya kegiatan operasi dan
pemeliharaan sistem jaringan. Sarana pendukung pada sistem
jaringan tersebut adalah bangunan pengambilan. Bangunan ini
merupakan fasilitas agar masyarakat tidak melakukan
pengambilan langsung dari kolam Bendungan.

Selain itu yang tidak kalah penting adalah akses jalan. Sarana
jalan merupakan alat untuk melakukan inspeksi dan mobilisasi
personil maupun peralatan dari dan ke tempat yang akan dituju.

Jalan merupakan sarana yang penting, karena jalan berfungsi


sebagai penghubung antara tempat yang satu dan yang lain
dalam pelaksanaan kegiatan operasional dan pemeliharaan
jaringan irigasi maupun sebagai sarana transportasi penduduk.

Jalan yang terdapat di tepi Bendungan umumnya kecil dan hanya


dilalui oleh petani pemakai air atau petugas Operasi dan
Pemeliharaan. Oleh karena itu kerusakan yang kecil pun harus
segera ditangani dan diperbaiki untuk menjaga keamanan
pengguna jalan. Pemeliharaan merupakan suatu usaha untuk
merawat, menjaga dan melestarikan sehingga Bendungan akan
tetap dapat memberikan "daya layan" yang optimal kepada
masyarakat. Sebagai penerima manfaat dari pembangunan
Bendungan.
7. Dinding Penahan Tanah

Pada sisi sebelah kiri Bendungan bersebelahan dengan Sungai


Lusi sehingga ada sebagian yang lokasi direncanakan dinding
pengaman yaitu sayap pengambilan dari Sungai Lusi. Dinding
tersebut berfungsi untuk perkuatan lereng dan juga sebagai
counter weiht. Dinding tersebut terbuat dari kompinasi pasangan
batu san beton.

Pada dinding pengamanan sering terjadi kerusakan pada


lerengnya, terutama pada dinding pengaman dan bahan tanah.

Rencana Pengelolaan Bendungan Nglangon III-72


Kerusakan - kerusakan yang mungkin terjadi dan cara
mengatasinya diuraikan di bawah ini.

a. Penggerusan Pondasi Lereng

Pada tahap awal terjadi kerusakan pada pondasi perkuatan


lereng akibat gerusan air hujan dan selanjutnya akan meluas
ke seluruh bagian lereng. Oleh sebab itu hendaknya sewaktu
merencanakan alas pondasi haruslah ditempatkan pada
elevasi yang lebih rendah dari batas gerusan dan selanjutnya
baru ditentukan apakah perlu dilengkapi dengan konsolidasi
pondasi. Jika sudah terjadi kerusakan harus diperbaiki
sesegera mungkin untuk menghindari kerusakan yang lebih
luas.

b. Tersedotnya Butiran Tanah di Belakang Perkuatan Lereng

Akibat perbedaan tekanan air pori pada lapisan tanah di


belakang perkuatan lereng dengan muka air tampungan yang
turun secara tiba-tiba maka akan mengakibatkan tersedotnya
butiran tanah dan keluar secara berangsur - angsur melalui
celah sambungan atau retakan. Apabila hal tersebut
dibiarkan, maka lubang-lubang tersebut akan kian membesar
dan bisa mengakibatkan keruntuhan pada dinding perkuatan
lereng. Pada tanah yang komposisinya kurang baik dapat
dipasang lapisan filter atau selapis tanah dengan komposisi
yang baik dan dapat berfungsi sebagai filter dibelakang
perkuatan lereng. jika diperkirakan penurunannya masih
besar, maka haruslah dipertimbangkan suatu perkuatan
lereng dengan konstruksi yang fleksibel dengan batu atau
dengan blok beton.

3.4.4.4 PENANGGULANGAN BENCANA BANJIR

Banjir merupakan peristiwa alam yang dapat menimbulkan kerugian harta


benda penduduk serta dapat pula menimbulkan korban jiwa. Selanjutnya banjir dapat
merusak bangunan prasarana dan sarana lingkungan hidup serta merusak tata
kehidupan masyarakat. Oleh karena itu bencana banjir perlu ditanggulangi agar
kerugian dan kerusakan serta korban jiwa dapat ditekan hingga ke tingkat yang paling
rendah.

Rencana Pengelolaan Bendungan Nglangon III-73


Selama banjir berlangsung, kegiatanya dititik beratkan pada usaha
pengamanan agar banjir senantiasa berada di dalam sungai serta daerah-daerah
penampung sementara yang telah ditentukan dan sejauh mungkin dihindarkan
terjadinya luapan-luapan baik melalui tanggul-tanggul atau melalui sistem
pengaman/pengendalian banjir yang dapat menjurus timbulnya bencana banjir.

Agar penanggulangan bencana banjir dapat dilaksanakan secara efektif,


maka setiap kondisi banjir sepanjang sungai haruslah dipelajari seksama, sehingga
program penanggulangannya dapat dipersiapkan secara lebih mantap.

Dengan persiapan-persiapan yang baik maka usaha penanggulangan


bencana banjir dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dan dengan demikian
kerugian serta korban jiwa dapat ditekan pada tingkat yang paling rendah.
1. PENYEBAB TERJADINYA BOBOLAN TANGGUL

Setiap bobolan tanggul yang dapat menyebabkan timbulnya bencana banjir


biasanya dimulai dengan suatu pra-kondisi yang kadang-kadang dapat diketahui
sebelumnya antara lain pada lokasi tanggul yang telah tergerus oleh banjir
sebelumnya. Dapat pula terjadi secara mendadak yang baru diketahui pada saat
elevasi muka air sungai meningkat dan telah menyentuh lereng tanggul, misalnya
adanya lubang-lubang yang melintang tubuh tanggul yang dibuat binatang kecil,
kerusakan struktur tubuh atau pondasi tanggul yang disebabkan piping dan pada saat
terendam air lereng tanggul longsor, terseretnya tanggul yang terletak pada tebing
sungai yang longsor dan terjadi limpasan karena debit banjir jauh melampaui debit
rencananaya.
2. USAHA PENCEGAHAN

Usaha pencegahan bobolnya tanggul dapat dilaksanakan sebagai berikut :


a. Tanggul yang kelemahanya diketahui sebelumnya

Pencegah bobolnya dilakukan dengan mengadakan rehabilitasi


secepatnya terhadap kerusakan tanggul yang disebabkan oleh banjir
yang lalu.
b. Tanggul yang kelemahanya tidak diketahui sebelumnya
Perbaikan dilaksanakan dengan jalan melaksanakan perbaikan-
perbaikan pada saat sungai dalam keadaan banjir, yaitu pada saat
muka air sungai menyentuh tanggul.

Untuk lebih cepat mendeteksi adanya kelemahan-kelemahan disaat


debit air membesar ini hanyalah dengan mengadakan perondaan
secara terus menerus selama terjadi banjir, maka akan dapat diketahui

Rencana Pengelolaan Bendungan Nglangon III-74


lokasi-lokasi tanggul yang lemah dan tergantung dari macam
kelemahannya, maka kegiatan perbaikannya dapat disesuaikan.

Agar dalam kegiatan banjir ini perbaikan tanggul dapat dilaksanakan


secara tepat dan cepat, maka diperlukan adanya kesiapan sebagai
berikut :
1. Mempersiapkan regu-regu banjiran yang terlatih dan
mempunyai pengetahuan serta ketrampilan yang memadai
dan terorganisir dengan baik.
2. mempersiapkan bahan-bahan banjiran yang diperlukan
untuk semua jenis kelemahan tanggul yang terjadi dan cara
perkuatannya.
3. mempersiapkan peralatan terutama alat angkut dan alat-alat
berat yang mobilitasnya cukup tinggi, termasuk
perlengkapan lainya, sehingga memungkinkan
dilaksanakannya pekerjaan secara terus menerus.
4. mempersiapkan alat komunikasi yang memadai agar setiap
kondisi bangunan pengamanan banjir dapat segera
diinformasikan kepada yang berkepentingan.

3. BEBERAPA JENIS KELEMAHAN PADA TANGGUL

Beberapa kelemahan tanggul yang pada umumnya dapat menyebabkan


bobolan adalah :
a. Terjadinya limpasan diatas puncak tanggul

Limpasan tersebut dapat terjadi akibat debit banjir yang melampaui


debit rencana atau puncak tanggul turun karena terjadi penurunan
tubuh/pondasi tanggul atau terkikisnya puncak tanggul oleh ternak
atau manusia yang melintasi tanggul pada lokasi yang tidak
semestinya.

b. Terjadinya bocoran pada tubuh atau pondasi tanggul


Bocoran pada tubuh atau pondasi tanggul dapat menyebabkan
timbulnya gejala piping. Semakin besar perbedaan muka air di
depan dan di belakang tanggul, maka gejala piping akan lebih
intensif dan tubuh/pondasi tanggul akan kropos akibatnya tubuh
tanggul dapat runtuh. Dan bersama dengan runtuhnya bagian
tanggul tersebut, maka air banjir akan limpas dan sekaligus akan

Rencana Pengelolaan Bendungan Nglangon III-75


membobolkan tanggul, walaupun debit banjir masih lebih rendah
dari debit rencananya.
c. Terjadinya gerusan pada lereng depan tanggul.

Gerusan pada lereng depan tanggul khususnya pada bagian hulu


sungai yang arusnya deras mudah terjadi pada kaki-kaki/lereng
tanggul, baik kaki/lereng tanggul yang tidak dilindungi, maupun
kaki tanggul yang dilindungi.

d. Terjadinya longsoran pada lereng belakang tanggul

Gerusan pada lereng belakang tanggul dapat terjadi akibat


munculnya air rembesan dilereng belakang tanggul atau akibat
bidang gelincir yang terjadi oleh retakan memanjang tanggul yang
labil karena basah terisi air.

e. Retak memanjang pada puncak tanggul

Pada tanggul yang dibangun dari bahan lempungan, dimusim


kemarau terjadi pengerutan yang menyebabkan retak-retak melalui
puncak tanggul. Di musim hujan tanggul akan lembab dan biasanya
retak tersebut menyempit, tetapi air hujan masih dapat masuk ke
dalamnya.

f. Tanggul terseret tebing sungai yang longsor.

Walaupun bantaranya cukup lebar, kadang-kadang tanggul yang


membujur di dekat tebing sungai yang tinggi dapat terseret longsor.
Tergantung dari lebar bantaran yang longsor, kadang-kadang hanya
sebagian tubuh tanggul yang rusak, tetapi tidak jarang seluruh
tubuh tanggul turut runtuh bersama longsornya tebing sungai
tersebut.

g. Tanggul retak melintang

Diwaktu banjir melalui retak melintang ini biasanya air sungai dapat
mengalir dan menggerus dinding retakan, menyebabkan retak
membesar dan akhirnya menjebolkan tanggul.

4. USAHA PENANGANAN TANGGUL UNTUK MENCEGAH TERJADINYA


BOBOLAN

Adapun cara perbaikan pada tanggul yang rusak disesuaikan dengan jenis
kelemahan/kerusakan yang terjadi sebagaimana uraian di bawah ini:

Rencana Pengelolaan Bendungan Nglangon III-76


a. Cara mengatasi limpasan

Limpasan akibat muka air sungai yang naik melampaui puncak


tanggul dapat dicegah dengan memasang beberapa lapis tumpukan
karung pasir memanjang puncak tanggul yang diperkuat dengan
pancang kayu yang menembus karung-karung pasir tersebut. Cara
ini disebut karung pasir pancang ( sanding stacking work )

Gambar III.7 : Cara Mengatasi Limpasan dengan Karung Pasir

Rencana Pengelolaan Bendungan Nglangon III-77


Gambar III.8 : Cara Mengatasi Limpasan dengan Dinding Papan Ganda

b. Cara mengatasi Bocoran Tanggul


Guna mengatasi bocoran yang terjadi baik pada tanggul maupun
pada pondasi, pada prinsipnya dilaksanakan dengan dua cara, yaitu
pertama dengan penutupan bocoran dari endapan tanggul dan yang
kedua dengan pengempang air bocoran dibelakang tanggul, agar
dapat dikurangi perbedaan elevasi muka air depan dan belakang
tanggul.

Gambar III.9 : Cara Mengatasi Bocoran Tanggul dengan Perapat


Lereng Depan

Rencana Pengelolaan Bendungan Nglangon III-78


Gambar III.10 : Cara Mengatasi Bocoran Tanggul dengan
Pengempangan Ladam

c. Cara mengatasi Bocoran Tanggul


Pada waktu banjir lereng depan tanggul dapat tergerus oleh
gelombang atau arus sungai. Gerusan tersebut dapat menimbulkan
longsoran. Untuk longsoran yang kecil pengaman yang paling efektif
adalah dengan melindungi lokasi pada lereng tersebut dengan
hamparan anyaman ranting. Cara ini disebut perlindungan depan (
straw mat work ).

Gambar III.11 : Cara Pengamanan Lereng Depan dengan


Pengempangan Melingkar

Rencana Pengelolaan Bendungan Nglangon III-79


Gambar III.12 : Cara Pengamanan Lereng Tanggul Terhadap
Gerusan dengan Pertahanan Belakang

Gambar III.13 : Cara Pengamanan Lereng Depan Tanggul


Terhadap Gerusan dengan Pemasangan Dahan Pelindung Lereng

Akan tetapi untuk longsoran yang sangat besar maka


pengamananya adalah dengan memancang sebaris batang kayu
bambu dilereng belakang tanggul tepat di belakang lereng depan
yang tergerus. Kemudian ruang yang terbentuk diisi dengan tanah
atau karung pasir. Cara ini disebut pertahanan belakang ( back
stacking work ).

Pada sungai yang deras arusnya, permukaan atau kaki lereng depan
pada beberapa lokasi dapat tergerus dengan mudah, maka muka
tanggul seperti ini, apabila gejala pengerusan mulai terjadi,

Rencana Pengelolaan Bendungan Nglangon III-80


pengamananya dilaksanakan dengan dahan dan ranting-ranting
serta daunnya masih utuh ditempatkan pada permukaan lereng
tanggul tersebut.

Agar dahan pohon dapat terbenam dan dapat melindungi


permukaan lereng tanggul dengan baik, maka dahan pohon
tersebut diberi pemberat. Sebagai pemberat biasanya digunakan
karung pasir. Cara ini disebut pemasangan dahan pelindung lereng (
suspended branch work ).

d. Cara mengamankan lereng belakang tanggul terhadap longsor

Apabila terdapat tanda-tanda terjadi longsoran pada lereng


belakang tanggul, maka pencegahaanya biasanya dengan dua atau
tiga baris pemancangan tiang pancang kayu atau bambu
memanjang lereng belakang tanggul tersebut.

Pada lokasi terjadi retakan-retakan pada lereng belakang tanggul,


maka tiga atau empat baris batang bambu dipancang sedalam
mungkin sekitar daerah yang retak, bagian atasnya diikat dan
diatasnya ikatan tersebut diberi pemberat karung pasir, cara ini
disebut pemancangan bambu penahan ( Bamboo clamp work ).

e. Cara mengatasi retak-retak pada puncak tanggul

Untuk mengatasi retak-retak yang dangkal, maka cara perbaikanya


adalah dengan menggalinya menjadi lebih lebar, kemudian diurug
kembali dengan pemadatan yang baik.

Tetapi untuk perbaikan tanggul yang retaknya menerus atau yang


retaknya cukup dalam dan kemungkinan dapat berkembang, maka
cara mengatasinya adalah dengan memancangkan batang bambu
yang masih basah pada kedua lereng memanjang tanggul.
Selanjutnya karung pasir ditempatkan sebagai bantalan disamping
jajaran pancang bambu. Kemudian batang bambu yang muncul
dibengkokan mengelilingi bantalan tersebut dan akhirnyakedua
ujung dari bambu yang berhadapan saling menutup diikat dengan

Rencana Pengelolaan Bendungan Nglangon III-81


tali atau kawat. Cara ini disebut pemancangan bambu angker ( bent
bamboo method ).

Gambar III.14 : Cara Mengatasi Retak-retak pada Puncak Tanggul


dengan Pemancangan Bmbu Angker.

f. Cara mengatasi terseretnya tanggul oleh tebing sungai yang longsor

Apabila hanya sebagian tanggul yang terseret, yaitu lereng


depannya saja, maka perkuatannya adalah dengan menambah
sokongan dibelakangnya.

Tetapi apabila dikawatirkan seluruh tanggul akan terseret, maka


usaha pencegahan bahaya banjir adalah dengan membangun
tanggul baru yang cukup jauh di belakang tanggul yang runtuh.

Rencana Pengelolaan Bendungan Nglangon III-82


g. Cara menangani tanggul yang retak melintang

Sebagaimana tanggul yang retak memanjang, tanggul yang retak


melintang terjadi di musim kemarau pada tanggul yang bahannya
terdiri dari tanah lempungan. Umumnya retak-retak ini mudah
dideteksinya dan perbaikannya adalah dengan mengisi kembali
retakan dengan bahan urugan yang baik, setelah lebih dahulu
retakan tersebut dilebarkan agar diperoleh kualitas pemadatan yang
baik.

Gambar III.15 : Cara Mengatasi Tanggul yang Retak dan Perbaikan


Tanggul dengan Timbunan Tanah

5. KEGIATAN PEMELIHARAAN SUNGAI DAN PRASARANANYA

Seperti telah disampaikan pada bab II diatas, kegiatan pemeliharaan


meliputi :
a. Pemeliharaan Preventif
- Pemeliharaan rutin ( antara lain pembersihan serta fisik
sampah, pelumas pintu, dsb )
- Pemeliharaan berkala ( antara lain pemeliharaan peralatan,
pengecatan pintu dan peralatan lain, dsb )
- Perbaikan kecil ( antara lain perbaikan tanggul yang bocor,
dsb )

Kegiatan pengaman sungai dan pencegahan yang perlu dilakukan antara


lain sebagai berikut :

Rencana Pengelolaan Bendungan Nglangon III-83


No. Jenis Kegiatan Cara pengamanan/pencegahan
1. Memasang larangan kegiatan yang
1. Pemeriksaan rutin dengan
melanggar aturan perundang-
cara inspeksi/patroli
undangan mengenai sungai,
pemantauan dan memberlakukan
sanksi-sanksinya

Melarang penggunaan
2.
2. Melakukan sosialisasi kepada
sempadan sungai sesuai
masyarakat setempat mengenai
aturan dan perundang-
aturan dan perundang-undangan
undangan yang berlaku
mengenai sungai yang berlaku
3. Melarang mendirikan
bangunan pada sempadan
3. Melakukan sosialisasi kepada
sungai
masyarakat mengenai manfaat
sungai, bahaya banjir dan cara
penanggulangannya
Melarang semua kegiatan
4. 4. Menyediakan peralatan untuk
yang masuk tanggul
penyampaian berita bahaya banjir
Membatasi kendaraan yang
5. melewati tanggul/Jalan
5. Melarang pembuangan sampah ke
Inspeksi
sungai.

Contoh pemeliharaan sungai dimaksud pada sub bab di atas antara lain
sebagai berikut :

PEMELIHARAAN SUNGAI

SECARA RUTIN SECARA BERKALA

1. Pembersihan 1. Menutup retakan tanah yang berada


sampah/kotoran di tanggul dengan tanah yang yang
- Sampah/kotoran yang baik dan dipadatkan
hanyut di sungai harus
dibersihkan terus menerus

Rencana Pengelolaan Bendungan Nglangon III-84


dengan mengangkatnya
dari sungai
2. Pencabutan alang-
2. Menaggulangi rembesan/bocoran air
alang/semak belukar
yang berasal dari dalam sungai
- Alang-alang /semak
dengan cara menggali bagian
belukar dan pepohonan
tengah tanggul ( inti ) dan
yang tumbuh pada tanggul
mengisinya kembali dengan tanah
khususnya sebelah dalam
dan ditumbuk
harus dicabut sampai ke
akar-akarnya dan dibakar
sesering mungkin
3. Penanganan
3. Membuang akar-akar yang kuat,
rembesan/bocoran. Lereng
tongak atau pohon yang dapat
tanggul sebelah dalam pada
merusak tanggul atau bangunan
daerah rembesan
- dibongkar/digali secara
bertangga dan diganti
dengan tanah timbunan
yang baik dan dihampar
lapis dan dipadatkan
dengan penimbris
4. Perbaikan longsoran tebing 4. Memperkuat tanah dilokasi
dengan mengembalikan ke bangunan, tanah di belakang
bentuk semula serta tembok/dinding
dipadatkan.

5. Pengerukan sediment. 5. Meratakan tanggul agar sesuai


dimensi rencana.

b. Pemeliharaan Korektif
- Pemeliharaan untuk mengembalikan kondisi bangunan seperti
waktu dibangun, misalnya dinding penahan, bendung yang
retak, dsb.
c. Pemeliharaan Khusus
- Pemeliharaan pada bangunan yang berfungsi < 70 % dan > 50
%
- Rehabilitasi, pemeliharaan bangunan yang fungsinya < 50 %

Rencana Pengelolaan Bendungan Nglangon III-85


- Rektifikasi peningkatan, peningkatan bangunan karena kurang
berfungsi dengan baik ( misalnya krib tidak berfungsi dengan
baik untuk melindungi talud dari erosi.
d. Pemeliharaan Darurat, antara lain kegiatan penanggulangan
banjir ( misalnya pemasangan kantong pasir pada tanggul
sebelum dan selamanya banjir untuk mencegah limpasan ) lihat
nomor III.16.

Gambar III.16 : Cara Pemeliharaan Tanggul Darurat ( karena Bencana Alam


) dengan Trucuk Bambu

Untuk mengatasi data kebutuhan pekerjaan pemeliharaan maka perlu


dilakukan Inventarisasi gambar dan laporan, inspeksi lapangan , inventarisasi sungai
dan bangunan prasarana sungai dan memasukkan data dalam data base.

Pelaksanaan pekerjaan pemeliharaan disesuaikan dengan program, jadwal


dan penandaan yang telah disiapkan sebelumnya.

Rencana Pengelolaan Bendungan Nglangon III-86


Kegiatan dalam mempersiapkan pemeliharaan sungai yang diperlukan
seperti disampaikan dalam contoh formulir pemeliharaan.

3.4.4.5 PENYUSUNAN ANGGARAN O&P

1. PROSEDUR PENYUSUNAN TINGKAT RANTING

A. Kebutuhan Operasi dan Pemeliharaan terlebih dulu harus


diindentifikasikan oleh Ranting Dinas (pengamat) Pengairan dan
Kebutuhan operasional Ranting / Pengamat.

Kebutuhan Operasional dan Pemeliharaan ditingkat Ranting meliputi :


- Kebutuhan Peralatan Minimum
- Kebutuhan gedung Kantor Ranting / Pengamat minimum
- Kebutuhan sarana transpotasi minimum

B. Indentifikasi Kebutuhan Operasi dan Pemeliharaan untuk tampungan


dan Ranting / pengamat dibuat dalam daftar skala prioritas (DSP)
yang kemudian diperkirakan anggarannya dan diserahkan kepada
Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air Seluna Kudus. Adapun perkiraan
Anggaran Kebutuhan Operasi dan Pemeliharaan untuk Bendungan
dan ranting meliputi :

1. Administrasi
a) Pengeluaran gaji untuk pegawai negeri
b) Upah dan Tunjangan
- Berbagai tunjangan untuk pegawai (honorarium).
Tunjangan kesejahteraan keluarga, lembur dan
sebagainya.
- Upah pekerja / tenaga musiman.
c) Biaya Perjalanan untuk semua kegiatan
d) Bahan antara lain : Alat-alat kantor (kertas, pensil,
blanko, pena dan lain-lain).
e) Lain-lain antara lain : Listrik, telepon / alat komunikasi.

2. Operasi dan Pemeliharaan

a) Bahan :
- Bahan untuk pemeliharaan bangunan (Cat. semen,
Pasir, batu dll).

Rencana Pengelolaan Bendungan Nglangon III-87


- Bahan pemeliharaan pintu (Grease, oli dll)

b) Peralatan dan Mesin


- Perlengkapan Kantor (mesin tik, steples dan lain-lain)
- Perlengkapan pengukuran (rol meter, water pas, patok
dll)
- Transportasi (sepeda, sepeda motor)
- Komunikasi (Handy TaIky, 2m Band)

3. Traning dan Pelatihan.

Biaya pengeluaran untuk training atau pelatihan, pengukuran


khusus dll.

RENCANA ANGGARAN BIAYA O & P TAHUNAN

Perkiraan Anggaran Kebutuhan Operasi dan Pemeliharaan untuk Sungai


Lusi dibuat Daftar Rincian yang kemudian diketahui oleh Dinas PSDA
Seluna Kudus dan Pengairan Kabupaten Grobogan.

Anggaran Kebutuhan Operasi dan Pemeliharaan Sungai Lusi tersebut


diupayakan untuk dapat dipisah-pisahkan secara mudah bila dibutuhkan
berdasarkan asal sumber dana (didanai dari APBN, APBD I, APBD II,
atau dana lain).

PENYUSUNAN ANGGARAN PEMELIHARAAN

Dalam rangka meningkatkan pemeliharaan sungai, maka perlu adanya


rencana pemeliharaan.

Pemeliharaan sungai yang akan dilaksanakan antara lain :

Perawatan Rutin, yaitu pemeliharaan yang dilaksanakan secara rutin


dan terjadwal. Biasanya merupakan perawatan ringan.
Pemeliharaan Berkala, yaitu pemeliharaan yang dilaksanakan dalam
jangka waktu tertentu dimana bangunan sungai yang ditangani sudah
mencapai batas usia pakai.
Perbaikan Darurat, yaitu pemeliharaan/ pekerjaan yang dilaksanakan
pada waktu yang tidak dapat ditentukan (bersifat mendadak) atau
kerusakan akibat bencana alam.

Rencana Pengelolaan Bendungan Nglangon III-88


Rencana kebutuhan untuk anggaran pemeliharaan adalah sebagai
berikut :

1. Pemeliharaan Rutin :
Upah
Material
Perlengkapan (mesin potong rumput, sabit, dll)

2. Pemeliharaan Berkala :
Upah
Material
Perlengkapan (gergaji mesin, sabit, dll)
Pemeliharaan yang diborongkan

3. Perbaikan Darurat :
Upah
Material
Perlengkapan (prahu karet, tenda darurat, dll)
Pemeliharaan yang diborongkan

REKAPITULASI ANGGARAN DAN PENDANAAN O&P BERSAMA


PEMERINTAH

Mengingat Operasi dan Pemeliharaan sungai tidak dapat dikelola tanpa


adanya bantuan dari pemerintah baik pemerintah pusat, Pemprov
maupun Pemkab, maka semua kebutuhan untuk Operasi dan
Pemeliharaan sungai disusun bersama dengan memuat rincian
kebutuhan dan sumber dana yang didapat.

Rencana Pengelolaan Bendungan Nglangon III-89


INSTRUMENTASI

PIEZOMETER

Tipe
Frekuensi
Tipe Jumlah Lokasi Kondisi Penyimpanan
Pembacaan
Data

Pipa tegak
terbuka

Pneumatic
gas

Pneumatic
oli

Diafragma
kawat getar

Diafragma
tegangan
listrik

Hidrolik

Elektrikal

III-90
PEMANTAUAN REMBESAN

Tipe
Frekuensi
Tipe Jumlah Lokasi Kondisi Penyimpanan
Pembacaan
Data

V-Notch
(ambang
tajam)

Ambang
lebar

Gelas ukur

Pengamatan
visual

PENGUKUR DEFORMASI

Tipe
Frekuensi
Tipe Jumlah Lokasi Kondisi Penyimpanan
Pembacaan
Data

Patok geser

Magnetik vertikal

Rencana Pengelolaan Bendungan Nglangon III-91


Lengan silang
vertikal

idel
horizontal.vertikal

Gerakan
horizontal/vertikal
lereng

ALAT UKUR GEMPA

Tipe
Frekuensi
Tipe Jumlah Lokasi Kondisi Penyimpanan
Pembacaan
Data

Seismograf

Aselerograf

Rencana Pengelolaan Bendungan Nglangon III-92


PENGUKUR MUKA AIR

Tipe
Frekuensi
Tipe Jumlah Lokasi Kondisi Penyimpanan
Pembacaan
Data

Bacaan
Visual

Papan
Duga

Sounding
Manual

Pelampung
dan grafik

Tranduser
tekanan

PENGUKUR CURAH HUJAN

Tipe
Frekuensi
Tipe Jumlah Lokasi Kondisi Penyimpanan
Pembacaan
Data

Otomatis

Rencana Pengelolaan Bendungan Nglangon III-93


Rec.
Weighing
Type

Rec.
Float
Type

Rec.
Tipping
Bucket

Rencana Pengelolaan Bendungan Nglangon III-94


Bendungan : Tanggal :

Pemilik/Pengelola Elevasi Muka


Bendungan
Air :

Bendungan (embankment/urugan) :

Tinggi : Panjang :

Puncak :

Kondisi Jalan Puncak


(Retak dan lain
sebagainya)?

Ada tanda penurunan. Y/T


Dimana?

Tanda-tanda pergeseran
(displacement) Y/T. Di
hulu atau hilir

Kondisi Pagar Pengaman


(Guard Rail)

Lereng Hulu (Upstream


face) :

Permukaan Tanah

Tanda-tanda gerakan?

Tonjolan? Lubang benam?

Retakan?

Erosi? Penurunan?

Dimana? Kedalaman,
lebar dan panjang retakan

Lereng Hilir

Tanda-tanda gerakan?

Tonjolan? Lubang benam?

(Sinkholes)? Retakan?

III-95
Bendungan : Tanggal :

Erosi? Penurunan?
Terkelupas

Dimana? Kedalaman,
lebar dan panjang retakan

Longsor di bawah muka


air buri?

Tanda-tanda
Rembesan?

Dimana? Kuantitas?
Warna?

Kondisi Tumbuh-
tumbuhan?

Jenis Perlindungan
Lereng?

Instrumentasi

Piezometers

Dimana?

Jumlah

Jenis?

Kondisi?

Pengukur Rembesan?
Kebocoran

Dimana?

Jumlah

Jenis?

Kondisi?

Lain-lain?

Daerah Hilir

Rencana Pengelolaan Bendungan Nglangon III-96


Bendungan : Tanggal :
Bendungan

Tanda-tanda rembesan

Dimana?

Kuantitas? dan Warna?

Pada Kaki Bendungan

Tanda-tanda Erosi?

Gelembung Luap (Boiling)

Daerah basah?

Dimana?

Bangunan Pelimpah

Dinding

Kondisi?

Pengelupasan? Erosi?
Kavitasi?

Daerah basah?

Dimana?

Kondisi Sambungan?

Kinerja Pengoperasian?

Ketidakwajaran?

Daerah Sekitar

Tanda-tanda longsor?

Tanda-tanda rembesan?

Jenis tumbuh-tumbuhan?

Kondisi?

Gangguan pada
bangunan?

Pengambilan (Outlet)

Rencana Pengelolaan Bendungan Nglangon III-97


Bendungan : Tanggal :

Lokasi?

Jenis?

Akses/Jalan masuk?

Kondisi?

Pengelupasan? Erosi?
Kavitasi?

Daerah basah?

Dimana?

Kondisi Sambungan?

Kolam Waduk

Endapan?

Tebing Waduk

Longsor? Sudah terjadi?


Potensial?

Ukuran?

Dimana?

Daerah Hilir

Tebing

Erosi?

Pengaruh tumbuh-
tumbuhan/semak-semak
terhadap pengaliran?

Penduduk terdekat?

Perkiraan jumlah
penduduk? Rumah? Dan
lain-lain.

Rencana Pengelolaan Bendungan Nglangon III-98


BAB IV
Jadwal Pelaksanaan
dan Organisasi
Pelaksana

4.1 JADWAL PELAKSANAAN PEKERJAAN


Penyusunan jadwal pelaksanaan yang ketat dan berkesinambungan di
antara bagian-bagian pelaksanaan pekerjaan yang satu dengan lainnya, serta disiplin
personil dalam melaksanakan pekerjaannya akan sangat membantu dalam mencapai
sasaran pelaksanaan pekerjaan yang ditangani. Jadwal pelaksanaan pekerjaan
disusun dengan perhitungan yang cermat serta memperhatikan kemungkinan akan
terjadinya gangguan atau hambatan dalam pelaksanaan pekerjaan seperti kondisi
cuaca dan kemungkinan lainnya. Jadwal pelaksanaan pekerjaan Rencana Pengelolaan
Bendungan Nglangon diberikan pada Tabel IV.1.

IV-1
Tabel IV.1 : Jadwal Pelaksanaan Pekerjaan.

RENCANA KERJA
KONSULTAN : PT. SIDODADI SAKTI
PEKERJAAN : RENCANA PENGELOLAAN BENDUNGAN NGLANGON
SATUAN KERJA : OPERASI DAN PEMELIHARAAN SDA PEMALI JUANA
PPK : OPERASI DAN PEMELIHARAAN SDA I
TAHUN ANGGARAN : 2015

BULAN
NO URAIAN PEKERJAAN BOBOT APRIL - MEI JUNI JULI AGUSTUS SEPTEMBER OKTOBER KET
% 24-30 1-7 8-15 16-23 24-31 1-7 8-15 16-23 24-30 1-7 8-15 16-23 24-31 1-7 8-15 16-23 24-31 1-7 8-15 16-23 24-30 1-7 8-15 16-20

I. KEGIATAN A 13.00
1 Persiapan 1.50 1.50 PERSONIL YANG TERLIBAT :
A, B, C, D, E, F, G, H, I A : TEAM LEADER
2 Penyusunan Rencana Mutu Kontrak (RMK) 2.00 1.00 1.00 B : TA. BENDUNGAN
A, I C : TA. GEODESI
3 Pengumpulan Data & Inspeksi Lapangan 2.00 0.50 1.50 D : TA. HIDROLOGI
Pendahuluan A, B, C, D, E E : TA. INSTRUMEN BENDUNGAN
4 Penyusunan Draft Laporan Pendahuluan 3.00 0.50 1.00 1.35 0.15 F : TA. O&P
A, B, J G : SURVEYOR
5 Diskusi Laporan Pendahuluan 1.50 1.50 H : DRAFTER
A, B, C, D, E, F I : ADMINISTRASI
6 Revisi dan Final Laporan Pendahuluan 3.00 1.25 1.25 0.50 J : OP. KOMPUTER
A, B, C, D, E,F
II. KEGIATAN B 32.00
1 Inventarisasi dan Survey Lapangan 6.75 1.05 0.70 1.05 1.25 1.35 1.35
A, B, E, F
2 Pengukuran Topografi 5.50 0.25 0.75 1.00 1.00 1.25 1.25
A, C, G
3 Pengukuran Sedimentasi 5.25 0.50 0.75 0.85 1.05 1.05 1.05
A, B, D, G
4 Perhitungan dan Penggambaran 8.50 0.25 0.75 1.75 1.75 1.00 0.75 2.25

5 Pembuatan Lap. Survey Topografi 6.00 0.50 0.50 0.75 0.95 0.95 0.75 0.50 1.10
dan Sedimentasi A, B, D, F, J

III. KEGIATAN C 15.25


1 Penyusunan Draft Laporan Antara 8.75 0.50 0.75 0.85 1.05 1.25 1.25 1.25 1.85
A, B, C, D, J
2 Diskusi Laporan Antara 2.50 2.50
A, B, C, D, E, F
3 Revisi dan Final Laporan Antara 4.00 0.50 1.50 2.00
A, B, C, D, E, F
IV. KEGIATAN D 39.75
1 Pembuatan Gambar / Peta Final 5.50 0.95 0.85 0.85 0.85 0.50 0.50 0.50 0.50
A, B, E, H
2 Pembuatan Laporan Neraca Air 4.25 0.50 1.25 1.25 1.25
A, B, D, G, J
3 Pembuatan Laporan Hidrologi 6.75 1.00 0.50 0.75 0.75 0.75 0.75 0.50 0.50 0.50 0.25 0.25 0.25
A, B, C, D, J
4 Pembuatan Laporan Studi Konservasi Lahan 5.00 0.50 0.75 1.00 1.00 1.50 0.25
A, C, D, J
5 Pembuatan Laporan Manual OP Bendungan 2.50 0.50 0.50 0.50 0.50 0.50
A, B, F, J
6 Pembuatan Laporan Akhir Sementara 3.75 1.20 1.00 0.80 0.75
A, B, C, D, E, F,J
7 Diskusi Laporan Akhir 2.50 2.50
A, B, C, D, E, F
8 Pembuatan Final Laporan Akhir 3.50 1.17 1.17 1.17
A, B, C, D, E, F
9 Pembuatan Laporan Ringkas 1.50 0.75 0.75
A, J
10 Pembuatan Laporan Bulanan 3.00 0.50 0.50 0.50 0.50 0.50 0.50
A, J A, J A, J A, J A, J A, J
11 Penggandaan Laporan dan Penyerahan Produk 1.50 1.50
I, J
RENCANA % 100.00 2.50 2.00 2.50 2.40 4.35 3.55 4.00 3.95 5.75 5.10 7.05 5.70 6.65 8.45 6.60 5.70 2.50 3.70 2.75 2.05 2.00 4.42 2.42 3.92
KOMULATIF % 2.50 4.50 7.00 9.40 13.75 17.30 21.30 25.25 31.00 36.10 43.15 48.85 55.50 63.95 70.55 76.25 78.75 82.45 85.20 87.25 89.25 93.67 96.08 100.00
REALISASI %
KOMULATIF %

PPK OPERASI DAN PEMELIHARAAN SDA I KETUA Semarang, 30 April 2015


SATKER OP SDA PEMALI JUANA DIREKSI TEKNIS PT. SIDODADI SAKTI

HERI SANTOSO, ST, MT. Ir. PANCA HERMAWAN SP.1 SITI YULIATI, ST
NIP. 197701162009121001 NIP. 196509151995021001 DIREKTUR

IV-2
4.2

DIREKTUR
SITI YULIYATI, ST
PERSONIL

TEAM LEADER
Ir. BAMBANG P., MT

IV-3
AHLI OP BENDUNGAN AHLI GEODESI AHLI BENDUNGAN AHLI HIDROLOGI AHLI INSTRUMEN BENDUNGAN
WIDYO NUGROHO P., ST NORMANDI, ST CANDRA K., ST EDI HANDOKO, ST Ir. SRI UTAMI

OPERATOR KOMPUTER DRAFTER


ADMINISTRASI SURVEYOR
M. SULISTYONO, Amd ANANG S.
URIP SUMARTINAH, Amd UKIK DJUMIYANTO, Amd

OFFICE BOY
FENDI P.
terdiri dari tenaga ahli, Team leader dan Tenaga Pendukung.
Personil untuk pekerjaan Rencana Pengelolaan Bendungan Nglangon
JADWAL PENUGASAN PERSONIL

KONSULTAN : PT. SIDODADI SAKTI


PEKERJAAN : RENCANA PENGELOLAAN BENDUNGAN NGLANGON
PENGGUNA JASA : SATKER OPERASI DAN PEMELIHARAAN SDA PEMALI JUANA
TAHUN ANGGARAN : 2015

BULAN JUMLAH
NO NAMA JABATAN APRIL-MEI JUNI JULI AGUSTUS SEPTEMBER OKTOBER BULAN
24-30 1-7 8-15 16-23 24-31 1-7 8-15 16-23 24-30 1-7 8-15 16-23 24-31 1-7 8-15 16-23 24-31 1-7 8-15 16-23 24-30 1-7 8-15 16-20 ORANG

I. TENAGA AHLI

1 Ir. BAMBANG PURNIJANTO, MT.Team Leader 6.00

2 CANDRA KARTIKA, ST. Ahli Bendungan 1.00

3 NORMANDI, ST Ahli Geodesi 3.00

4 EDI HANDOKO, ST Ahli Hidrologi 2.00

5 Ir. SRI UTAMI Ahli Instrumen Bendungan 2.00

6 WIDYO NUGROHO P., ST Ahli Operasi dan Pemeliharaan 2.00

III. TENAGA PENDUKUNG

1 URIP SUMARTINAH, Amd Administrasi 6.00

2 M. SULISTYONO, Amd Operator Komputer 6.00

3 UKIK DJUMIYANTO, Amd Surveyor 3.00

4 ANANG S. CAD Operator/ 3.00


Juru Gambar (Digital)
5 TO BE NAME Tenaga Lokal 6.00

6 FENDI P. Office Boy 6.00

Semarang, 30 April 2015


PT. SIDODADI SAKTI

SITI YULIATI, ST
DIREKTUR

Rencana Pengelolaan Bendungan Nglangon IV-4


Bab 1
PENDAHULUAN
Bab 2
GAMBARAN UMUM LOKASI
PEKERJAAN
Bab 3
PENDEKATAN Dan
METODOLOGI
Bab 4
Jadwal Pelaksanaan dan
Organisasi Pelaksana

Anda mungkin juga menyukai