BAB IV
METODOLOGI PERENCANAAN
4.1. UMUM
Secara garis besar rencana kerja konsultan dalam penanganan pekerjaan ini didasarkan
ruang lingkup pekerjaan yang tercantum di dalam kerangka acuan kerja.
Agar pelaksanaan pekerjaan ini dapat berjalan dengan baik dan juga selesai tepat waktu,
maka konsultan membuat jadwal pelaksanaan pekerjaan yang merupakan suatu perkiraan
waktu pelaksanaan dari masing-masing jenis kegiatan.
IV - 1
Laporan Pendahuluan 2016
Detail Desain Embung Bunumbang di Kabupeten Lombok Tengah
IV - 2
Laporan Pendahuluan 2016
Detail Desain Embung Bunumbang di Kabupeten Lombok Tengah
IV - 3
Laporan Pendahuluan 2016
Detail Desain Embung Bunumbang di Kabupeten Lombok Tengah
9. Wilso
n,hidrologiTeknik,
Penerbit ITB Badung
10. Soem
arto, 1987,Hidrologi
Teknikpenerbitusahana
sionalsurabaya
REFERENSI URAIAN KEGIATAN OUTPUT KETERLIBATAN T.A.
Selesai
Laporan Pendahuluan 2016
Detail Desain Embung Bunumbang di Kabupeten Lombok Tengah
IV - 6
Laporan Pendahuluan 2016
Detail Desain Embung Bunumbang di Kabupeten Lombok Tengah
Diskusi Draft
Lap. Pendahuluan
SELES
AI
IV - 7
Laporan Pendahuluan 2016
Detail Desain Embung Bunumbang di Kabupeten Lombok Tengah
IV - 8
Laporan Pendahuluan 2016
Detail Desain Embung Bunumbang di Kabupeten Lombok Tengah
IV - 9
Laporan Pendahuluan 2016
Detail Desain Embung Bunumbang di Kabupeten Lombok Tengah
Kegiatan ini dimaksudkan untuk membuat situasi detail terbaru, lengkap dan sesuai
dengan keadaan lapangan sebenarnya berikut trase dan penampang yang diperlukan.
Pekerjaan yang dilakukan adalah sebagai berikut:
- Pengukuran situasi genangan, site embung, rencana pelimpah, rencana intake, rencana
jalan masuk dan fasilitas penunjang dengan skala 1:1000, 1:500 dan 1:100
- Melakukan pengukuran penampang memanjang dan melintang sesuai dengan
keperluan sehingga dapat menggambarkan kondisi lokasi untuk dijadikan bahan
penyusunan detai desain
- Pemasangan patok BM sebanyak 2 buah pada as embung dan pato CP sebanyak 2
buah.
Metode yang digunakan dalam pengukuran adalah:
1. Pengukuran kerangka horizontal dengan system
polygon tertutup
Pengukuran poligon dilakukan dengan mengukur sudut dan jarak beserta azimuth awal
sebagai penentu arah Utara.
2. Pengukuran kerangka vertical dengan waterpass
Rute pengukuran waterpass mengikuti rute pengukuran poligon dengan pembagian
loop seperti pengukuran poligon. Pengukuran Kerangka Kontrol Vertikal atau waterpass,
harus diukur dengan spesifikasi sebagai berikut :
1. Kerangka Kontrol Vertikal harus diukur dengan cara loop, dengan menggunakan
alat waterpass Wild Nak-2 atau yang sejenis.
2. Jarak antara tempat berdiri alat dengan rambu tidak boleh lebih besar dari 50
meter.
3. Baud-baud tripod ( statip ) tidak boleh longgar, sambungan rambu harus lurus
betul serta perpindahan skala rambu pada sambungan harus tepat, serta rambu
harus menggunakan nivo rambu.
4. Sepatu rambu digunakan untuk peletakan rambu ukur pada saat pengukuran.
5. Jangkauan bacaan rambu berkisar antara minimal 0500 sampai dengan
maksimal 2750.
6. Data yang dicatat adalah bacaan ketiga benang yaitu benang atas, benang tengah
dan benang bawah.
7. Pengukuran sipat datar dilakukan setelah BM dipasang, serta semua BM eksisiting
dan BM baru terpasang harus dilalui pengukuran waterpass.
8. Slaag per seksi diusahakan genap dan jumlah jarak muka diusahakan sama
dengan jarak belakang.
9. Pada jalur terikat, pengukuran dilakukan pergi-pulang dan pada jalur terbuka
pengukuran dilakukan pergi-pulang dan double stand.
10. Kesalahan beda tinggi yang dicapai harus lebih kecil dari 7 mmD, dimana D
adalah jumlah panjang jalur pengukuran dalam kilometer.
11. Semua data lapangan dan hitungan harus dicatat secara jelas dan sistematis, jika
ada kesalahan cukup dicoret dan ditulis kembali didekatnya, serta tidak
diperbolehkan melakukan koreksi menggunakan tinta koreksi.
12. Pekerjaan hitungan waterpass harus diselesaikan di lapangan, agar bila terjadi
kesalahan dapat segera diketahui dan dilakukan pengukuran kembali hingga
benar.
13. Perataan hitungan waterpass dilakukan dengan perataan metode Bouwditch.
3. Pengukuran detail situasi dengan metode Tachimetry
Pengukuran detail situasi untuk mengetahui kondisi daerah sekitar, seingga dari
gambar yang dihasilkan dapat direncanakan dan dihitung tampungan embung tersebut.
IV - 10
Laporan Pendahuluan 2016
Detail Desain Embung Bunumbang di Kabupeten Lombok Tengah
Detil-detil tersebut diukur dengan menggunakan alat Total Station TC-705 . Jarak dan
beda tinggi masing-masing sisi dan titik detil diukur dengan methode Tachimetry
4. Pengukuran Cross Section
Pengukuran Cross section pada daerah Dam Site dimaksudkan untuk mengetahui
kondisi tampang permukaan tanah pada posisi tegak lurus terhadap as sungai cross
section, yang diukur denga menggunakan alat Total Station TC-705 Leica.
Pada perencanaan ini pengukuran cross section dilakukan pada lokasi rencana Embung,
pada daerah genangan dan pada daerah trase saluran dengan uraian kriteria sebagai
berikut :
1. Cross section diukur dengan menyesuaikan dengan kondisi lapangan dan kebutuhan
perencanaan.
2. Penampang melintang diukur dengan mengambil detil yang mewakili dan sesuai
dengan skala yang digunakan.
3. Lebar pengukuran cross section diukur 50 meter ke kiri dan 50 meter ke kanan dari
rencana as saluran dan lebar pengukuran cross section untuk daerah genangan
adalah sampai pada elevasi crest Embung.
4. Pada setiap titik cross section dipasang patok kayu ukuran 3 cm x 5 cm x 40 cm dan
di atasnya diberi paku sebagai titik acuan pengukuran.
5. Setiap center line titik cross section dipakai sebagai pengukuran long section.
6. Pengukuran cross section dilakukan dengan menggunakan alat Total Station TC-705
Leica
5. Pengkuran Long Section
Profil memanjang diukur sepanjang as sungai rencana daerah genangan dan lay out
alinemen yang direncanakan, elevasi profil yang diambil adalah elevasi centerline
sungai daerah genangan. Spesifikasi dari pengukuran profil memanjang ini dapat
diuraikan sebagai berikut :
1. Pengukuran profil dilakukan dengan interval 50 meter untuk daerah genangan.
2. Setiap perubahan detil yang memungkinkan untuk digambar berdasarkan skala
diukur untuk penentuan profil memanjang.
3. Setiap center line cross section juga merupakan elevasi pada profile memanjang.
4. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan total Station TC-705 Leica
5. Semua titik berdiri alat harus terikat pada poligon utama.
6. Semua data lapangan dan hitungan harus dicatat secara jelas dan rapi.
IV - 11
Laporan Pendahuluan 2016
Detail Desain Embung Bunumbang di Kabupeten Lombok Tengah
Gambar 4.4 Bagan Alir Pekerjaan Investigasi Geologi dan Mekanika Tanah
IV - 12
Laporan Pendahuluan 2016
Detail Desain Embung Bunumbang di Kabupeten Lombok Tengah
Jenis-jenis pekerjaan yang dilakukan dalam penyelidikan geologi ini meliputi telaah
kepustakaan, penyelidikan lapangan, pengujian laboratorium, pembuatan peta di studio
serta penyusunan laporan.
1. Pemetaan Geologi Permukaan
Penyelidikan geologi permukaan dilakukan pada lokasi rencana as bendung secara
keseluruhan. Penyelidikan dan pemetaan geologi menggunakan peta dasar hasil
pengukuran situasi dengan skala 1 : 2000, serta peta dasar 1 : 25.000 digunakan untuk
menentukan lokasi test pit bahan timbunan dan material konstruksi lainnya.
2. Penyelidikan Geologi Bawah Permukaan
Penyelidikan geologi bawah permukaan menggunakan metode pengeboran inti dengan
total kedalaman 30.0 m yang terdistribusi dalam 3 titik, masing-masing titik 10.0 m.
Pemboran ini meliputi : corring, uji permeabilitas (Constant Head atau Falling Head)
metode ini digunakam karena dinding lobang bor mudah runtuh, atau packer test jika
dinding lobang bor merupakan batuan yang kompak.
3. Mekanikan Tanah
Pengujian mekanika tanah dilakukan pada laboratorium mekanika tanah Universitas
Mataran, berupa contoh tanah bahan timbunan dan contoh pasir batu, yang diperoleh dari
uji test pit. Standart test laboratorium mengacu atau sesuai dengan standart teknik test
berdasarkan standart Amerika yaitu sebagai berikut:
Physical Test
- Spesific gravity ASTM D.854
- Kadar air ASTM D.2216
- Analisa gradasi ASTM D.422
- Atterberg limit ASTM D.421, D.423 dan D.424
Mechanical Test
- Standart Proktor ASTM D.698/D.1557
- Permeabilitas ASTM D.2434
- Triaxial ASTM D.2850
- Konsolidasi ASTM D.2435
- Swelling ASTM D.3877
IV - 13
Laporan Pendahuluan 2016
Detail Desain Embung Bunumbang di Kabupeten Lombok Tengah
MULAI
Data Hidrologi :
- Data Hujan Harian
- Data Debit
- Data Klimatologi
- Lokasi Stasiun Hujan
Ya
Ya
- Data Evapotranspirasi
- Luas DAS
- Data Hujan Efektif 15 Harian - Koef. Infiltrasi
Curah Hujan Rancangan
- Hari Hujan 15 harian - Koef. Resesi
Metode Log Pearson Type III
R1th, R2th, R5th, R10th, R25th, R50th, - Kondisi Lahan
R100th, R1000th
Tinggi Embung
Volume tampungan embung
Studi Optimasi
Luas areal genangan embung
Laporan Hidrologi
SELESA
I
Gambar 4.5 Bagan Alir Pekerjaan Analisis Hidrologi
IV - 14
Laporan Pendahuluan 2016
Detail Desain Embung Bunumbang di Kabupeten Lombok Tengah
Analisis hidrologi merupakan analisis awal dalam mendisain sebuah bangunan air.Tahapan
dalam analisis ini meliputi:
1. Pemeriksaan Konsistensi Data
Salah satu cara yang dilakukan untuk mendeteksi penyimpangan data hujan adalah
dengan metode RAPS (Rescaled Adjusted Partial Sums). Metode RAPS merupakan
pengujian konsistensi dengan menggunakan data dari stasiun itu sendiri yaitu
pengujian dengan komulatif penyimpangan terhadap nilai rata-rata dibagi dengan akar
komulatif rerata penyimpangan kuadrat terhadap nilai reratanya (Sri Harto, 1993).
2. Hujan Rerata Daerah
Hujan rerata daerah dihitung menggunakan Metode Poligon Thiesen. Curah hujan
rerata dengan cara ini dihitung dengan persamaan:
A .d A2 .d 2 .... An .d n n
A .d
d 1 1 i i
A i 1 A
dengan :
A : luas areal total (km2),
d : curah hujan rata-rata areal (mm),
d1 , d 2 , d 3 ,....d n : curah hujan di pos 1, 2, 3, ....n (mm),
A1 , A2 , A3 ,.... An : luas daerah pengaruh pos 1, 2, 3, ....n (km2).
3. Distribusi Frekuensi
Dalam statistik dikenal beberapa jenis distribusi frekuensi dan masing-masing distribusi
memiliki sifat khas sehingga setiap data hidrologi harus diuji kesesuaiannya dengan
sifat statistik masing-masing distribusi tersebut. Metode umum yang digunakan dalam
perencanaan ini adalah Metode Log Pearson Tipe III. Untuk pengujian jenis distribusi
dilakukan dengan Metode Chi Square dan smirnov Kolmogorov.
4. Analisis Hujan Rancangan
Curah hujan rencana diperlukan untuk menentukan besarnya debit banjir rencana
apabila data debit banjir dengan selang waktu pengamatan yang cukup panjang tidak
tersedia. Untuk menentukan besarnya curah hujan rencana ini diperlukan data curah
hujan harian maksimum wilayah. Besarnya curah hujan rencana dihitung dengan
analisis probabilitas frekuensi curah hujan Metode Log Pearson Tipe III.
5. Analisis Banjir Rancangan
Perhitungan debit banjir rancangan menggunakan metode Hidrograf Satuan Sintetik
Nakayasu sebagai berikut (Soemarto, 1987):
A Ro
Qp =
3,6 ( 0,3 Tp T0,3 )
dengan:
Qp = debit puncak banjir (m3/dtk)
A = luas DAS ( Km2)
Ro = hujan satuan (1 mm)
Tp = selang waktu terakhir sampai puncak banjir (jam)
T0.3 = waktu yang diperlukan oleh penurunan debit dari debit puncak
sampai menjadi 30 % dari debit puncak (jam)
IV - 15
Laporan Pendahuluan 2016
Detail Desain Embung Bunumbang di Kabupeten Lombok Tengah
Qd = 1,5 T0,3
Qpx0.3
- 0,32 Qp > Qd
( t - Tp ) ( 0,5 .T0,3 )
Qd = 2 T0,3
Qpx0.3
Tenggang waktu dari permulaan hujan sampai puncak (Tp)
Tp = Tg + 0,8 Tr
Untuk : L < 15 km tg = 0,21 L0,7
L > 15 km tg = 0,4 + 0,058 L
tr = 0,5 tg sampai tg (jam)
T0,3 = tg (jam)
Nilai (koefisien limpasan) (Soemarto,1987) :
- Untuk daerah pengaliran biasa =2
- Untuk bagian naik hidrograf lambat dan bagian menurun yang cepat = 1.5
- Untuk bagian naik hidrograf cepat dan bagian menurun yang lambat = 3
i
tr
0,8 tr tg
Q
lengkungnaik lengkung turun
Qp
0,3 Qp
0,32 Qp
IV - 16
Laporan Pendahuluan 2016
Detail Desain Embung Bunumbang di Kabupeten Lombok Tengah
Banyak model hidrologi untuk mensimulasikan hujan limpasan yang tujuannya adalah
untuk pengisian atau memperpanjang data debit antara lain model Tank, model Mock,
model SSARR dan model NRECA. Dalam studi ini model hujan limpasan yang diapakai
adalah model NRECA (USA) yang dikembangkan oleh Crowfort, dimana dalam model ini
telah banyak diterapkan oleh Puslitbang Pengairan pada berbagai daerah pengaliran di
Indonesia, selain parameter model relatif sedikit dan mudah dalam pelaksanaannya
serta memberkan hasil yang cukup handal.
Secara umum persamaan dasar dari model ini dirumuskan sebagai berikut :
Q=PE+S
Dimana :
Q = limpasan (mm)
P = hujan rata-rata DAS (mm)
E = Evapotranspirasi actual (mm)
S = perubahan kandungan (simpanan air dalam tanah) (mm)
Persamaan keseimbangan air diatas merupakan dasar dari model NRECA untuk suatu
daerah aliran sungai pada setiap langkah waktu, dimana hujan, actual evapotranspirasi
dan limpasan adalah volume yang masuk kedalam dan keluar pada suatu DAS untuk
setiap langkah waktu tertentu.
Dalam model NRECA terdapat dua tampungan yaitu tampungan kelengasan (moisture
storage) dan tampungan air tanah (groundwater storage). Tampungan kelengasan
ditentukan oleh hujan dan actual evapotranspirasi. Tampungan air tanah ditentukan
oleh kelebihan kelengasan (Excess moisture). Secara skematis diagram dari model
NRECA dapat dilihat pada Gambar 1.
Data masukan yang diperlukan dari model hujan-limpasan NRECA adalah sebagai
berikut :
Hujan rata-rata dari suatu DAS (P)
Evapotranspirasi potensial dari DAS (PET) Jika data yang ada adalah
evapotranspirasi standar (Eto) maka PET = Cf x Eto dimana Cf adalah factor
tanaman.
Kapasitas tampungan kelengasan (NOM) Diperkirakan nilai NOM = 100 + 0,2 *
hujan rata-rata tahunan (mm), dimana nilai C = 0,2 untuk DPS yang hujannya
terjadi terus menerus sepanjang tahun, dan c < 0,2 untuk DAS yang mempunyai
tipe hujan musiman.
Persentase limpasan yang keluar dari DAS di sub surface/infiltrasi (PSUB) Nilai PSUB
berkisar antara 0,1 0,5
Persentase limpasan tampungan air tanah menuju ke sungai (GWF) Nilai PSUB
berkisar antar 0,5 0,9
Nilai awal dari tampungan kelengasan tanah (SMSTOR)
Nilai awal dari tampungan air tanah (GWSTOR)
IV - 17
Laporan Pendahuluan 2016
Detail Desain Embung Bunumbang di Kabupeten Lombok Tengah
adalah dengan sitem tabel, adapun kebutuhan air bersih tanaman dihitung dengan
rumus :
NFR = ET crop + P - Re + WLR
DR = NFR / E
dimana :
NFR = Kebutuhan air bersih lapangan (mm/hari).
NFR = NFR (l/dt/ha).
DR = Kebutuhan air di tempat pengambilan (l/dt/ha)
8. Analisis Sedimentasi
Sedimentasi pada embung terjadi sebagai akibat adanya kegiatan erosi di daerah DAS.
Laju erosi suatu DAS dipengaruhi beberapa faktor antara lain:
Kondisi geologi meliputi struktur geologi, jenis bahan dan penyebarannya, tingkat
pelapukan batuan, daya tahan batuan terhadap pengaruh cuaca dll.
Kondisi topografi meliputi kondisi perbukitan/pegunungan dan tingkat kemiringan
daerah.
IV - 18
Laporan Pendahuluan 2016
Detail Desain Embung Bunumbang di Kabupeten Lombok Tengah
dimana:
DEAD t = Volume sedimentasi pada t tahun (m )
TEt =Trap effisiensi pada t tahun, dari grafik Churchill dan setelah
diperhitungkan adanya perusakan hutan ilegal diambil = 1
SL = tingkat sedimentasi
CA = Daerah Aliran Sungai
T = Usia guna embung
Analisa pendekatan untuk keseimbangan simulasi dari kemampuan air dan kebutuhan
air. Prinsip dasar dari studi optimasi dengan simulasi adalah pengembangan dari
persamaan kontinuitas berupa rumus neraca air di waduk sebagai berikut :
St = St-1 + It Et + Wr + Ot
dimana :
St = Volume air waduk pada waktu t
St-1 = Volume air waduk pada waktu t-1
It = Volume inflow yang masuk ke waduk pada waktu t
Et = Evaporasi yang terjadi waduk pada waktu t
Wr = Kebutuhan air tanaman pada waktu ke t
Ot = Volume outflow yang disuplai dari waduk pada waktu t
IV - 19
Laporan Pendahuluan 2016
Detail Desain Embung Bunumbang di Kabupeten Lombok Tengah
Tahapan selanjutnya adalah kegiatan perencanaan detail desain embung. Kegiatan ini
meliputi analisis hidrolika bangunan pelimpah dan bangunan pengambilan, analisis struktur
tubuh embung dan bangunan pelimpah, perhitungan rab dan analisa ekonomi,
penyusunan manual O&P embung, pembuatan spesifikasi teknik dan metode pelaksanaan.
Bagan alir pelaksanaan detail desain embung dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Analisis Struktur
- Struktur Tubuh Embung
Menggunakan Sofware Geo-Slope 2004
- Struktur bangunan Pelimpah
Metode Pias
SELESAI
IV - 20
Laporan Pendahuluan 2016
Detail Desain Embung Bunumbang di Kabupeten Lombok Tengah
W 1/5 H
V H
V 4 m/det
IV - 21
Laporan Pendahuluan 2016
Detail Desain Embung Bunumbang di Kabupeten Lombok Tengah
h
1 2a
Hd
C = 1,60
h
1 a
Hd
dengan :
C = koefisien limpahan,
Cd = koefisien limpahan pada saat h = Hd,
h = tinggi air diatas mercu pelimpah (m),
Hd = tinggi tekanan rencana di atas mercu pelimpah (m),
3 - 4 H1 max
H1 hd 0.282 hd H1 hd 0.214 hd
origin of
coordinates
0.175 hd 0.115 hd
X X
R = 0.2 hd Y R = 0.22 hd Y
R = 0.5 hd R = 0.48 hd
0.57
IV - 22
1
3 - 4 H1 max
R = 0.2 hd Y R = 0.22 hd Y
R = 0.5 hd R = 0.48 hd
0.57
H1 hd 0.237 hd H1 hd
0.119 hd
0.139 hd
X X
R = 0.21 hd Y Y
R = 0.58 hd
0.33
1 R = 0.45 hd
3. Saluran Peluncur
Rencana teknis saluran peluncur didasarkan pada perhitungan hidrolika untuk
memperoleh gambaran kondisi pengaliran melalui saluran tersebut pada debit-debit
tertentu (debit banjir rencana, debit banjir abnormal, dan lain-lain). Bentuk dan dimensi
saluran serta tinggi dindingnya ditentukan berdasarkan kedalaman aliran air yang
melintasi saluran. Berbagai metode perhitungan telah banyak dikembangkan untuk
mendapatkan garis permukaan aliran di dalam saluran peluncur (Soedibyo, 2003).
Metode perhitungan yang didasarkan pada teori Bernoulli, sebagai berikut:
Z2 + d2 + hv2 = Z1 +hv1 + hL
dengan :
z = elevasi dasar saluran pada suatu bidang vertikal (m),
d = kedalaman air pada bidang tersebut (m),
hv = tinggi tekanan kecepatan pada bidang tersebut (m),
hl = kehilangan tinggi tekanan yang terjadi diantara dua buah bidang
vertikal
4. Peredam Energi
Pada saat banjir akan terjadi limpasan dengan kecepatan tinggi, hal ini akan
menimbulkan penggerusan pada bagian hilir/belakang pelimpah sehingga
menyebabkan kerusakan dan terganggunya stabilitas lereng. Untuk itu diperlukan
peredam energi untuk mengubah aliran dari superkritis menjadi subkritis. Tipe peredam
energi secara umum adalah (KP-02, 1986):
1. Tipe loncatan (water jump type)
Biasanya digunakan untuk sungai-sungai yang dangkal dengan kedalaman yang kecil
dibandingkan loncatan hidrolis du ujung hulu peredam energi.
2. Tipe kolam olakan (stilling basin type)
Tipe ini biasanya dipakai untuk head drop yang lebih tinggi dari 10 meter. Ruang olakan
ini memiliki berbagai variasi dan yang terpenting ada empat tipe yang dibedakan oleh
rezim hidraulik aliran dan konstruksinya.
IV - 23
Laporan Pendahuluan 2016
Detail Desain Embung Bunumbang di Kabupeten Lombok Tengah
belakang maka dibuat lantai yang melengkung sehingga bilamana ada batuan yang
terbawa akan melanting ke arah hilirnya
4. Tipe vlughter
Ruang olak ini dipakai pada tanah aluvial dengan aliran sungai tidak membawa batuan
besar. Bentuk hidrolis kolam ini akan dipengaruhi oleh tinggi energi di hulu di atas
mercu dan perbedaan energi di hulu dengan muka air banjir hilir.
Metode ini menggunakan prinsip keseimbangan batas dengan anggapan bahwa longsoran
lereng berbentuk lingkaran. Massa urugan yang longsor dibagi menjadi beberapa bagian
kecil oleh bidang longsoran vertikal.
Dengan menjumlah semua momen perlawanan terhadap geser dan momen pelongsoran
pada setiap potongan, maka persamaan umum untuk menentukan faktor keamanan (sf).
Secara skematis diperlihatkan sebagai berikut :
Gambar 4.11 Gaya yang bekerja pada bidang longsor dan segmen
Dengan:
W = berat segmen
S = gaya tangensial yang bekerja pada bidang gelincir
IV - 24
Laporan Pendahuluan 2016
Detail Desain Embung Bunumbang di Kabupeten Lombok Tengah
Untuk melakukan perhitungan ini lereng dibagi dalam beberapa segmen dan selanjutnya
dilakukan tinjauan terhadap salah satu segmen seperti pada gambar diatas. Gaya yang
menyebabkan kelongsoran adalah berupa momen penggerak segmen sebesar W x X.
Momen penggerak seluruhnya diperoleh dengan menjumlahkan momen dari setiap
segmen.
Jumlah momen penggerak seluruhnya = W.X
= W.Rsin
= R xsin
Faktor keamanan (FK) adalah perbandingan antara kekuatan geser yang ada dengan
kekuatan geser yang diperlukan untuk mempertahankan kemantapan.
Jadi kalau kekuatan geser = S, maka kekuatan geser untuk mempertahankan kemantapan
adalah = S/FK. Jika S = gaya pada dasar segmen, maka :
Dengan mempersamakan momen perlawanan dengan momen penggerak, maka:
R
R W sin sL
FK
Dengan demikian:
sL
FK
W sin
Jika nilai s diganti dengan c + Ptan dimana P = P-, maka:
S = c + (P-u) tan sehingga:
s L ( P u L) tan '
FK
W sin
1
FK c 'L ( P u L) tan '
W sin
Dengan cara Bishop besarnya P diperoleh dengan menggunakan gaya-gaya lain pada arah
vertikal, yaitu:
tan ' c' L
( P u L) sin ( P u L) cos W ( X n X n 1 ) sin u L cos
FK F
Sehingga:
c ' sin
W ( X n X n 1 ) L( u cos )
( P u L) FK
tan '
cos sin
FK
Pada cara Bishop (simplifield) ini, nilai (Xn-Xn+1) dianggap sama dengan nol, sehingga:
IV - 25
Laporan Pendahuluan 2016
Detail Desain Embung Bunumbang di Kabupeten Lombok Tengah
c' sin
W L( u cos )
( P u L) FK
tan '
cos sin
FK
Pembebanan untuk analisis stabilitas lereng embung mempertimbangkan kondisi berikut:
a. Selesai pembangunan baik untuk lereng hilir maupun udik.
b. Keadaan langgeng (steady seepage) lereng hilir maupun udik.
c. Keadaan lsurut cepat (rapid draw down) lereng udik.
Angka keamanan di dapat perbandingan gaya penahan longsor dengan gaya penyebab
longsor :
Terhadap beban normal (tanpa gempa) :
Sf = N = R.C.LW.Cos - U)tan )
T R.W.Sin
Dengan memperhitungkan beban gempa :
Sf = N = R.C.L(W.Cos - e. Cos U)tan )
T R.W.Sin eR.W.Sin
Dengan:
W : berat tanah tiap segmen (ton)
Sf : Angka keamanan
C : Kohesi tanah (ton/m2)
U : w . b . h (ton)
: Sudut geser dalam tanah (o)
b : lebar tiap segmen (m)
h : Tinggi dari garis rembesan terhadap titik berat bidang longsor (m)
R : Jari-jari lingkaran (m)
L : Panjang bidang longsor tiap segmen (m)
e : Koefisien gempa
: Sudut yang dibentuk oleh garis dari pusat lingkaran ke pusat berat bidang
longsor tiap segmen terhadap garis vertikal (o)
IV - 26
Laporan Pendahuluan 2016
Detail Desain Embung Bunumbang di Kabupeten Lombok Tengah
tanah pembentuk tubuh bendungan dan pondsi tersebut. Untuk mengetahui kemampuan
daya tahan tubuh bendungan serta pondasinya terhadap gaya-gaya tersebut diatas, maka
perlu dikaji hal-hal sebagai berikut :
- Formasi garis depresi (seepage line formation) dalam tubuh bendungan dengan elevasi
tertentu permukaan air dalam waduk yang direncanakan.
- Kapasitas air filtrasi yang mengalir melalui tubuh dan pondasi bendungan.
- Kemungkinan terjadinya gejala sufosi (piping) yang disebabkan oleh gaya- gaya
dinamis dalam aliran air filtrasi.
Hal-hal seperti tersebut diatas dapat diketahui dengan mendapatkan formasi garis depresi
(seepage line formation) dalam tubuh bendungan dan membuat suatu jaringan trayektori
aliran filtrasi (seepage flow-net) dalam tubuh serta pondasi bendungan.
a. Formasi Garis Depresi
Formasi Garis Depresi pada zone kedap air suatu bendungan dapat diperoleh dengan
metode Casagrande. Apabila angka permeabilitas vertikalnya (kv) berbeda dengan
angka permeabilitas horisontalnya (kh), maka akan terjadi deformasi garis depresi
kv
dengan mengurangi koordinat horisontalnya sebesar kh kali.
Pada gambar dibawah, ujung tumit hilir bendungan dianggap sebagai titik permulaan
koordinat dengan sumbu-sumbu x dan y, maka garis depresi dapat diperoleh dengan
persamaan parabola bentuk dasar sebagai berikut :
IV - 27
Laporan Pendahuluan 2016
Detail Desain Embung Bunumbang di Kabupeten Lombok Tengah
metode grafis oleh Forchheimer (Forchheimers diagramatical solution). Cara ini dapat
mencapai hasil yang baik jika dikerjakan oleh tenaga ahli yang cukup berpengalaman.
Didasarkan pada jaringan trayektori aliran filtrasi yang telah tergambar, selanjutnya
dapat dihitung kapasitas air filtrasi dengan ketelitian yang cukup baik dan gambar
tersebut akan cocok dengan kenyataan bila dikerjakan oleh ahli yang cukup
berpengalaman. Contoh jaringan trayektori aliran filtrasi (flow-net) dapat dilihat pada
gambar dibawah ini.
Gambar 4.13 Contoh jaringan trayektori aliran filtrasi dalam tubuh bendungan
Analisis stabilitas pelimpah ditentukan oleh gaya-gaya yang bekerja pada bangunan
pelimpah antara lain (KP-02, 1986):
a. Tekanan air
- Tekanan hidrostatik
Tekanan hidrostatik adalah fungsi kedalaman di bawah permukaan air. Persamaan
yang digunakan sebagai berikut (KP-06, 1986):
Ph 1
2 . w . H 2
dengan :
Ph = tekanan hidrostatik (t/m)
w = berat volume air (t/m3)
H = tinggi air (m)
Titik berat gaya pada 1 H (m)
3
- Tekanan hidrodinamik
Persamaan yang digunakan sebagai berikut (KP-06, 1986):
7
Pd w H 2 Kh
12
dengan :
Pd = tekanan hidrostatik (t/m)
w = berat volume air (t/m3)
H = tinggi air (m)
IV - 28
Laporan Pendahuluan 2016
Detail Desain Embung Bunumbang di Kabupeten Lombok Tengah
Kh = koefisien gempa
IV - 29
Laporan Pendahuluan 2016
Detail Desain Embung Bunumbang di Kabupeten Lombok Tengah
Di dalam analisa financial, Benefit Cost Ratio merupakan perbandingan antara PV dari Cash
in Flow (hasil penjualan listrik) sebagai benefit dan PV dari Cash Out Flow (total biaya
investasi dan pemeliharaan bendungan) sebagai cost dan dihitung untuk discount rate (I)
tertentu.
dimana :
I = dicount rate
t = index tahun
IV - 30
Laporan Pendahuluan 2016
Detail Desain Embung Bunumbang di Kabupeten Lombok Tengah
Kriteria BCR > 1 maka keterangan itu berarti ada / terdapat keuntungan. Sebaliknya untuk
BCR < 1 dapat dinyatakan bahwa proyek tersebut tidak layak untuk dibangun.
4. Analisis Sensitivitas
Tujuan analisis sensitivitas adalah untuk melihat kepekaan dari hasil analisis ekonomi
dengan mempertimbangkan beberapa kemungkinan yang akan terjadi dengan hasil proyek
jika terdapat kemungkinan terjadinya perubahan dalam dasar-dasar perehitungan biaya
maupun manfaat proyek, terdapat 4 hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan analisis
tingkat kepekaan suatu proyek, yaitu :
a. Terdapatnya biaya naik (Cost Overrun).
b. Adanya perubahan dalam perbandingan harga terhadap tingkat harga secara umum,
misalnya pada penurunan harga dari hasil produksi pertanian.
c. Mundurnya waktu pelaksanaan proyek.
d. Penyimpangan dalam perkiraan hasil.
Untuk maksud tersebut, maka analisis sensitivitas di dalam proyek pembangunan ini
ditinjau dengan berbagai keadaan sebagai berikut :
1. Kondisi Normal (Manfaat dan Biaya Tetap).
2. Kondisi Biaya Naik 10% Manfaat Tetap
3. Kondisi Biaya Naik 10% Manfaat Turun 10%
IV - 31