LAPORAN
diajukan guna memenuhi tugas Matakuliah Irigasi
Oleh
1.3. Tujuan
Tujuan kajian Potensi Dan Kondisi Saluran Sekunder Bunutan, Kolpoh,
dan Batulawang, sebagai berikut :
Pintu sorong
Mercu tetap
(a) (b)
Gambar 2.3 (a) Gambar Bangunan Talang, (b) Simbol Bangunan
(a) (b)
Gambar 2.4 (a) Gambar Bangunan Jembatan, (b) Simbol Bangunan
Takik V (Thomson)
3.2.2 Bahan
a. peta daerah irigasi Antirogo
b. data tanaman, data hujan, data debit dan data pembagian air
c. sampel tanah tiap petak (BK 1-BK 20, Bendung Sukorejo, Bendung
Muktisari, Bendung Bedadung)
1.3 Prosedur Pelaksanaan
Start
Aplikasi MapInfow,
Digitasi Peta Daerah Irigasi
Google Earth
Rencana Tata
Operasi Jaringan Irigasi Tanam, Rencana
Pembagian Air
Penulisan Laporan
Finish
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
19.50
19.00 Suhu Udara
18.50 Rata-Rata
18.00
17.50
17.00
16.50
Des
Mar
Nop
Peb
Apr
Jun
Jul
Ags
Okt
Sep
Jan
Mei
Bulan
74.00
Kelembaban Udara (%)
72.00
70.00
68.00
66.00 Kelembapan
Udara Rata-Rata
64.00
62.00
60.00
Des
Apr
Mei
Jun
Jul
Ags
Peb
Mar
Okt
Sep
Nop
Jan
Bulan
90.00
80.00
Lama Penyinaran(%)
70.00
60.00
50.00 Lama
40.00 Penyinaran
30.00
20.00
10.00
0.00
Des
Apr
Mei
Jun
Ags
Jul
Okt
Peb
Mar
Sep
Nop
Jan
Bulan
Kecepatan Angin
0.80
Kecepatan Angin (KM/Jam)
0.70
0.60
0.50
Kecepatan
0.40
Angin
0.30
0.20
0.10
0.00
Bulan
Grafik 4.4 Kecepatan Rata-rata
Berdasarkan grafik di atas, maka data klimatologi yang terdiri dari suhu
rata-rata, kelembaban, kecepatan angin, dan lama penyinaran matahari dapat
diinterpretasikan sebagai berikut.
(1) Suhu pada grafik menunjukkan nilai suhu rata-rata pada bulan tersebut
selama 10 tahun dari tahun 1985 samapai dengan 1995. Berdasarkan
interpretasi tersebut nilai suhu berada pada kisaran dibawah 19 C terdapat
pada bulan-bulan awal yaitu bulan Januari samapi Juni. Pada bulan Juli dan
Agustus nilai dari suhu turun kisaran 18 C dan empat bulan terakhir
mengalami kenaikan. Nilai suhu paling tertinggi mencapai 20,5 C pada bulan
November. Nilai suhu rata-rata berdasarkan data tersebut menunujukkan nilai
19,05 C.
(2) Kelembaban udara pada wilayah kajian menunjukkan nilai dengan cakupan
nilai 69% sampai 73%. Pada bulan Mei sampai September memiliki nilai
kelembaban yang rendah, yaitu berada di bawah 70%. Nilai dari kelembaban
udara sangat dipengaruhi oleh lama penyinaran matahari karena pada saat
penyinaran matahari lama maka nilai kelembaban udara akan menjadi rendah.
(3) Kecepatan angin memiliki nilai yang semakin meningkat pada tahun
pertengahan menuju akhir, yaitu bulan Juni sampai Agustus. Pada empat
bulan berikutnya nilai kecepatan angin mengalami penurunan. Nilai
penurunan tidak lebih dari 0,4. Nilai kecepatan angin yang di bawah 0,4
terjadi pada bulan April sampai Mei.
(4) Lama penyinaran pada stasiun klimatologi dinyatakan dalam bbentuk
presentase. Lama penyinaran dapat mengindikasikan musim kemarau dan
juga musim hujan. Apabila musim hujan maka presentase penyinaran
matahari rendah dibandingkan presentase penyinaran matahariu saat kemarau.
Karenanya bulan dengan lama penyinaran yang rendah merupakan bulan
dengan musim hujan yaitu bulan dimulai bulan november dan berakhir bulan
maret. Lama penyinaran mempengaruhi nilai-nilai parameter iklim lain
seperti kelembaban udara dan suhu udara. Apabila musim penghujan maka
nilai penyinaran matahari rendah, suhu udara menjadi rendah, dan
kelembaban udara akan meningkat. Diamati dari stasiun hujan Kolpoh dan
stasiun hujan Glendengan. Data hujan diperoleh dari UPT Prajekan yang
melayani kecamatan Prajekan. Data hujan diamati dari dua stasiun selama 6
tahun. Detail data terdapat pada lampiran 1. Secara singkat, interpretasi dari
data tersebut adalah nilai curah hujan 3 harian (D3) pada DAM Kolpoh
memiliki niali maksimal sebesar 397 mm dan pada DAM Glendengan
memiliki nilai D2 maksimal dengan nilai 403 mm. Jumlah rata-rata bulan
basah dan bulan kering pada DAM kolpoh adalah 3 dan 9. Pada DAM
Glendengan jumlah rata-rata bulan basah dan kerimg adalah 3 dan 9.
Berdasrakan klasifikasi iklim menurut Oldeman, dengan mempertimbangkan
bulan kering dan bulan basah maka wilayah kajian memiliki tipe iklim E.
Tipe iklim ini berarti daerahnya terlalu kering, mungkin hanya ditanami 1 kali
polowijo itupun tergantung dengan adanya hujan.
Gambar 4.2 Peta Jenis Tanah Wilayah Kerja, Peta Kemiringan, dan Peta Akifer
Ukuran
No Bangunan Tekstur Keterangan
(cm)
1 B.TL.1 4 day loam sama rasa
2 B.TL.2 5 day loam sama rasa
3 B.TL.3 5,5 silty clay Debu
4 B.TL.4 5 day loam sama rasa
5 B.TL.5 2,5 Loam sama rasa
6 B.TL.6 5 day loam sama rasa
7 B.TL.7 5 day loam sama rasa
8 B.TL.8 6 day Lekat
9 B.TL.9 6 silty clay Debu
10 B.TL.10 3 silty day loam Debu
11 B.TL.11 3,5 silty day loam Debu
12 B.BU.1 5 day loam sama rasa
13 B.BU.2 4 day loam sama rasa
14 B.BU.3 8 Day Lekat
15 B.K.1 4,5 day loam sama rasa
16 B.K.2 5 day loam sama rasa
17 B.K.3 3,5 silty day loam Debu
18 B.K.4 7,5 Day Lekat
19 B.K.5 5,5 silty clay Debu
20 B.K.6 5 day loam sama rasa
pada pembahasan laporan ini akan dibahas potensi dan kondisi dari
masing-masing aset irigasi 3 saluran sekunder tersebut. Bangunan yang
mengawali ke-3 saluran ini adalah bangunan bendung atau dam. seperti telah
dijelaskan sebelumnya bahwa bangunan bendung pada saluran sekunder bunutan
adalah dam bunutan, pada saluran sekunder batulawang adalah dam batulawang,
dan pada saluran sekunder kolpoh adalah dam kolpoh.
Gambar 4.6 mercu dan pintu pembilas bendung
Pada dam bunutan, komponen yang terdapat pada dam ini adalah mercu,
kolam olak, 1 pintu pembilas, 1 pintu pengambulan, dan 1 bangunan ukur. Dam
ini membendung air dari kali sempol. Pada bangunan ini tidak ditemukan pintu
penguras. Secara umum keadaan dam ini masih bagus, karena pada bangunannya
hampir tidak ditemukan nilai kerusakan. Begitu juga pada kedua pintu yang masih
mampu untuk menutup secara rapat dan tanpa kebocoran. Bangunan ukur dari
dam ini memiliki tipe drempel. Bangunan ukurnya bisa dikatakan sudah
memenuhi prasyrat bangunan ukur yaitu aliran yang menuju pada bangunan
ukurnya tenang, tedapat mercu yang memberikan beda tinggi lebih dari 5 cm.
bangunan ukur ini masih lurus ujungnya dan memiliki lengkungan yang baik,
serta tidak ditemukan endapan pada bangunan ukurnya.
Pada saluran ini terdapat 3 bangunan sadap 2 terjunan, dan 1 jembatan
desa. Pada Pada saluran ini pula terdapat 1 buah jembatan desa dengan
nomenklatur B. BU. 1d yang terletak pada R. BU. 2 yaitu antara sadap 1 dan
sadap 2. Saluran sekunder ini memiliki panjang kurang lebih 1,7 km.
Secara umum dari jumlah bangunan yang ada pada saluran ini
kerusakannya cenderung kecil atau tidak terlalu banyak. Kebanyakan kerusakan
saluran ini bukan berada pada bangunannya melainkan pada ruas salurannya. Pada
saluran ini ke-3 sadapnya tidak memiliki bangun ukur. Satu-satunya bangun ukur
yang terdapat pada saluran ini berada di dekat dam yang merupakan bangun ukur
untuk debit yang keluar dari dam atau yang akan masuk ke saluran. Hal ini sangat
disayangkan, karena dalam melakukan perhittungan nilai efisiensi debit dan juga
debit andalan diperlaukan data debit pada masing-masing sadap.
B.BU 1, B. BU. 2, dan B. BU.3 yang merupakan sadap pada saluran ini
memiliki ciri yang serupa. Hal ini dikarenakan sadap pada bangunan ini
kesemuanya menggunakan tipe pintu skot balok dan tanpa bangunan ukur.
Kondisinya relatif baik tanpa adanya kerusakan berat pada sadapnya. Pada
bangunan pelengkapnya terdapat 2 buah terjunan yang menandakan ada
perbedaan tinggi dari saluran ini. 2 terjunan ini terdapat pada ruas 2 yang berada
antara sadap 1 dan 2. Bangunan pelengkap pada saluran ini ada jembatan desa.
Jembatan ini berada pada ruas 2. Pada jembatan ini nilai kerusakannya cukup
banyak, meskipun kerusakannya tidak parah. Kerusakan pada jembatan ini
didominasi pada sayap jembatan yang terkelupas dan sedikit berlubang. Detail
dari informasi bangunan dan ruas pada saluan ini akan ditampilkan pada lampiran
beserta juga nilai dari kerusakannya.
Jika dilihat dari gambar diatas kondisi bangun sadap 9 ini tidak terdapat
pintu, bangun ukur namun untuk kondisi bangunannya masih baik akan tetapi
dengann konndisi bangunan seperti itu maka aliran airnya tidak dapat diatur untuk
kebutuhan airnya antara petak tersiernya.
Jika dilihat dari gambar diatas kondisi bangun sadap 10 ini tidak terdapat
pintu, bangun ukur namun untuk kondisi bangunannya masih cukup baik hanya
ada kerusakan sedikit pada pintu sebelah kiri sehingga dengan konndisi bangunan
seperti itu maka aliran airnya tidak dapat diatur untuk kebutuhan airnya antara
petak tersiernya.
250
200
Debit (l/Detik)
Basah
Normal
150 Kering
2010
100 2011
2012
2013
50 2014
2015
0
123123123123123123123123123123123123
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep OktNOpDesa
Bulan
120 100
100
80
80
Debit (l/Detik)
Q-
60 60 Intake
40 Q Out
20 40
Efisie
0 nsi
20
-20 1 3 2 1 3 2 1 3 2 1 3 2 1 3 2 1 3 2
-40 JanFebMarAprMeiJun Jul AgsSepOktNopDesa -
Bulan
350
300
Debit (l/Detik)
250 Basah
Normal
200 Kering
2010
150 2011
2012
100 2013
2014
50
2015
0
123123123123123123123123123123123123
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep OktNOpDesa
Bulan
140 120
120
100
100
80
80 Q-
Debit (l/Detik)
60 Intake
40 60 Q Out
20
40 Efisie
0
nsi
1 3 2 1 3 2 1 3 2 1 3 2 1 3 2 1 3 2
-20
JanFebMarAprMeiJun Jul AgsSepOktNopDesa 20
-40
-60 -
Bulan
120
Basah
100 Normal
80 Kering
60 2010
2011
40 2012
20 2013
2014
0
123123123123123123123123123123123123
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep OktNOpDesa
Bulan
60 100
50 90
80
40
70
Debit (l/Detik)
Q-
30 60 Intake
20 50 Q Out
10 40
30 Efisie
0 nsi
123123123123123123123123123123123123 20
-10 10
JanFebMarAprMeiJun Jul AgsSepOktNopDesa
-20 -
Bulan
5.1 Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut.
2. Sesuai dengan kondisi 3 saluran sekunder yang ada, beberapa dari komponen
sadap tidak memenuhi persyaratan, semisal terdapat beberapa sadap tanpa bangun
ukur (B. BU. 1 B. BU. 3, B. K. 4, B. TL. 7 B. TL. 11);
3. Jenis tanah pada Saluran Sekunder Batulawang, Kolpoh, dan Bunutan yaitu
regosol yang mempunyai kandungan pasir sebanyak 60% dan teksturnya merupakan
sama rasa;
4. Jaringan irigasi pada Saluran Sekunder Batulawang, Kolpoh, dan Bunutan bisa
dikatakan kurang baik, karena masih ada beberapa bangunan jaringan irigasi yang
kurang terawat dan masih ada beberapa sadap yang sudah tidak ada pintunya.
5.2 Saran
Pada Saluran irigasi sebaiknya lebih diperhatikan dari segi kondisi saluran
karena pada beberapa saluran sekunder Batulawang, Kolpoh, dan Bunutan ditemui
beberapa kerusakan. Perbaikan dan perawatan diperlukan agar kebutuhan air dapat
tercukupi di setiap petaknya dengan baik sehingga infrastuktur yang telah dibangun
dapat berumur sesuai dengan tingkat kualitas bangunannya.
DAFTAR PUSTAKA
FAO. 1987. Irrigation and water resources potential for Africa. AGL/Misc/11/87.
Rome. Kertasapoetra, A.G., Muyani, M.S., dan Pollein, E. 1990. Teknologi
Pengairan Pertanian (Irigasi). Jakarta: Bumi Aksara.
Hanafiah, Ali Kemas. 2005. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Peraturan Pemerintah Replubik Indonesia No.20 Tahun 2006.Tentang Irigasi.
Soemarto, C.D. 1986. Hidrologi Teknik Edisi 1. Surabaya: Usaha Nasional
Sosrodarsono, S dan Takeda, K. 1978. Hidrologi Untuk Pengairan. Jakarta: Pradnya
Paramita
Suhardjono. 1994. Kebutuhan Air Tanaman. Malang: Institut Teknologi Nasional
Suroso. 2008. Sistem Irigasi. surososipil.files.wordpress.com/ [diakses 20 Desember
2014].