Anda di halaman 1dari 33

141

MODUL 5
MANUSIA, KERAGAMAN DAN KESETARAAN
Bahan pembelajaran ini, mahasiswa diharapkan memiliki kompetensi sebagai berikut:
a. Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian keragaman dan kesetaraan
b. Mahasiswa mampu menjelaskan makna keragaman dan kesetaraan dalam
kehidupan sosial dan budaya
c. Mahasiswa mampu menjelaskan problematika keragaman dan solusinya dalam
kehidupan masyarakat dan negara.
d. Mahasiswa mampu menjelaskan kesetaraan.

142

MANUSIA, KERAGAMAN DAN KESETARAAN


1. Pengertian Keragaman Dan Kesetaran.
Keragaman dapat diartikan dengan suatu hal yang banyak macamnya,
beda antara satu dan yang lainnya dan sifatnya tidak tunggal. Sedang kesetaraan
dapat diartikan sebagai sama, tidak berbeda atau sederajat. Beberapa istilah
yang dianggap sesuai dengan keragaman salah satunya ialah Pluralitas (plurality)
yaitu suatu konsep yang mengandaikan adanya hal-hal yang lebih dari satu 1. Sisi
lain pluralits adalah kemajemukan yang didasari oleh keutamaan (keunikan) dan
kekhasan. Karena itu, pluralitas tidak dapat terwujud atau diadakan atau terbayangkan
keberadaannya kecuali sebagai objek komparatif dari keseragaman dan kesatuan yang
merangkum seluruh dimensinya.
Pluralitas juga tidak dapat disematkan kepada kesatuan yang tidak mempunyai
parsial-parsial, atau yang bagian-bagiannya dipaksa untuk tidak menciptakan
keutamaan, keunikan dan kekhasan tersendiri. Anggota suatu keluarga adalah
bentuk pluralitas dalam rangka kesatuan keluarga dan sebagai antitesis darinya. Pria
dan wanita adalah bentuk pluralitas dari kerangka kesatuan jiwa manusia. Bangsabangsa adalah bentuk pluralitas jenis manusia2. Tanpa adanya kesatuan yang
mencakup seluruh segi maka tidak dapat dibayangkan adanya kemajemukan,
keunikan dan kekhasan atau pluralitas itu. Demikian juga sebaliknya.
Pluralitas, sebagaimana halnya seluruh fenomena pemikiran, memiliki sifat
pertengahan (moderat atau adil), keseimbangan, juga mempunyai sisi yang ekstrem,
baik yang melebih-lebihkan atau mengurang-ngurangkan. Sisi pertengahan (adil)
serta keseimbangannyalah yang dapat memelihara hubungan antara kemajemukan,
perbedaan dan pluralitas dan faktor kesamaan, pengikat dan kesatuan. Sementara itu
disintegrasi dan kacau balau ditimbulkan oleh sikap ekstrem memusuhi yang tidak
mengakui dan tidak memiliki faktor pemersatu atau pengikat. Juga oleh sikap
penyeragaman (yang dianggap mengingkari adanya kekhasan dan perbedaan), yaitu

143

sikap ekstrem represif dan otoriter yang menafikkan perbedaan masing-masing pihak
dan keunikannya3.
Pluralitas juga bisa dianggap sebagai motivator dalam menghadapi ujian,
cobaan, kesulitan berkompetisi, dan berlomba-lomba dalam berkarya dan berkreasi
diantara masing-masing pihak yang berbeda dalam peradaban. Dan jika tidak ada
pluralitas, perbedaan dan perselisihan, maka tidak akan ada motivasi untuk
berkompetisi, berlomba dan saling dorong diantara individu manusia dan peradaban,
hal ini tentunya akan berakibat pada hidup yang stagnan dan tawar, serta mati tanpa
dinamika. Juga manusia tidak akan dapat mewujudkan tujuan-tujuan hidup, yaitu agar
manusia membangun bumi dan mengembangkan wujud peradabannya.
Sayyid Quthb4 mengatakan bahwa adalah tabiat manusia untuk berbeda.
Karena perbedaan ini adalah salah satu pokok dari pokok-pokok diciptakannya
manusia, yang menghasilkan hikmah yang tinggi. Seperti penugasan makhluk
manusia ini sebagai pemimpin di muka bumi, serta perbedaan mereka dalam
persiapan dan potensi-potensi serta tugas yang diemban. Sehingga, pada gilirannya
akan membawa kepada perbedaan dalam jerangka berfikir, kecenerungan metodologi
yang dipegang, dan tekhnik-tekhnik yang ditempuh. Sementara, dengan perbedaan
dan persaingan, manusia akan menggali potensi mereka yang terpendam, serta akan
selalu terjaga dan berusaha mengeksplorasi kekayan bumi ini, dengan menggunakan
kekuatannya serta rahasia-rahasinya yang terpendam, yang pada akhirnya akan
membawa kepada kebaikan, kemajuan dan pertumbuhan.
Namun, tindakan saling dorong dan saling membela, yang menjadi motivator
dan diperkuat oleh kemajemukan dan perbedaan itu, diharapkan senantiasa memiliki
sifat membawa manfaat, berada dalam kerangka kesatuan nilai yang konstan, serta
pokok-pokok yang menyatukan diantara pihak-pihak yang berselisih dan saling
membela diri tersebut. Karena harus ada timbangan yang konstan pula, yang
dianggap dapat memuaskan seluruh pihak yang berselisih dan kata akhir rujukan
dalam berdebat, serta ada tujuan yang sama dari manusia.

144

Istilah lain yang digunakan untuk masyarakat yang terdiri dari agama, ras,
bahasa, dan budaya yang berbeda, yakni keragaman (diversity) yang menunjukkan
bahwa keberadaaan yang lebih dari satu itu berbeda-beda, heterogen dan bahkan
tidak dapat disamakan. Pada abad ke-20, kemajemukan menjadi syarat demokrasi.
Serba tunggal, misalnya, satu ideologi, satu partai politik, satu calon pemimpin,
dianggap sebagai satu bentuk pemaksaan dari negara5.
Furnivall adalah yang pertama kali mengintroduksi konsep masyarakat
majemuk pada waktu dia membahas kebijakan dan praktek-praktek pemerintahan
jajahan di Indonesia. Dia menunjukkan bahwa sebuah masyarakat majemuk ditandai
oleh penduduknya yang secara suku bangsa dan rasial saling berbeda yang hidup
dalam satuan-satuan kelompok masing-masing, yang hanya bertemu di pasar. Ciri-ciri
ini ada pada masyarakat jajahan yang merupakan produk dari politik ekonomi
penjajahan untuk menguasai sumberdaya yang ada setempat. Produk dari politik
ekonomi ini adalah adanya golongan penjajah yang mempersatukan secara paksa
masyarakat-masyarakat pribumi kedalam sebuah masyarakat jajahan untuk diatur dan
diperibtah guna kepentingan ekonomi penjajah. Disamping golongan penjajah dan
pribumi terdapat golongan pedagang perantara yang biasanya adalah orang-orang
asing yang secara sosial dan rasial tidak tergolong sama dengan golongan penjajah
ataupun golongan pribumi. Di Indonesia, tiga golongan ini terwujud secara vertical
sebagai orang Belanda dan Kulit Putih lainnya, orang Pribumi, dan orang Timur
Asing (orang Cina dan Arab) yang masing-masing hidup dalam kelompok-kelompok
dan pemukimannya sendiri menurut kebudayaan dan pranata-pranata masing-masing,
dan keteraturan serta ketertiban kehidupan mereka diatur oleh hukum yang masingmasing berbeda satu dari lainnya6.
Konsep Multikulturalisme juga dapat dianggap sesuai dengan masalahmasalah perbedaan, bahkan konsep ini juga mampu menjembatani perbedaanperbedaan

yang

muncul

dari

kemajemukan.

Apabila

pluralitas

sekedar

mempresentasikan adanya kemajemukan ( yang lebih dari satu ), maka


multikulturalisme memberikan penegasan bahwa dengan segala perbedaannya itu

145

mereka adalah sama didalam ruang publik. Multikulturalisme menjadi semacam


respons kebijakan baru terhadap keragaman. Dengan kata lain, adanya komunitaskomunitas itu diperlakukan sama oleh negara.
Multikulturalisme adalah sebuah ideologi yang mengakui dan mengagungkan
perbedaan. Perbedaan yang dimaksud adalah perbedaan-perbedaan individual atau
orang-perorang dan perbedaan kebudayaan. Perbedaan kebudayaan mendorong upaya
terwujudnya keanekaragaman atau pluralisme budaya sebagai sebuah corak
kehidupan masyarakat yang mempunyai keanekaragaman kebudayaan, yaitu yang
saling memahami dan menghormati kebudayaan-kebudayaan mereka yang berbeda
satu dengan lainnya, termasuk kebudayaan dari mereka yang tergolong sebagai
kelompok minoritas7.
Dalam pengertian multikulturalisme, sebuah masyarakat bangsa dilihat
sebagai memiliki sebuah kebudayaan yang utama dan berlaku umum (mainstream) di
dalam kehidupan mesyarakat bangsa tersebut. Kebudayaan bangsa ini merupakan
sebuah mozaik, dan yang didalam mozaik tersebut terdapat beranekaragam corak
budaya yang

merupakan ekspresi dari berbagai kebudayaan yang ada dalam

masyarakt bangsa tersebut. Model multikulturalisme ini bertentangan dengan model


monokulturalisme yang menekankan keseragaman atau kesatuan kebudayaan dengan
melalui proses penyatuan kebudayaan-kebudayaan yang berbeda-beda ke dalam
sebuah kebudayaan yang dominan dan mayoritas. Disamping itu juga melalui proses
asimilasi atau pembauran diman jatidiri dari kelompok-kelompok atau sukubangsasukubangsa minoritas harus mengganti jatidiri warganya menjadi sama dengan jatidiri
dari kelompok atau suku bangsa yang dominan, dan mengadopsi cara-cara hidup atau
kebudayaan dominan tersebut menjadi cara-cara hidup dan kebudayaannya yang
baru. Dan bila mereka yang tergolong sebagai minoritas tidak melakukannya akan
diasingkan dari masyarakat luas, bahkan kalau perlu dimusnahkan8.
Dalam model multikulturalisme, penekanannya adalah pada kesederajatan
ungkapan-ungkapan budaya yang berbeda-beda, pada pengkayaan budaya melalui
pengadopsian unsur-unsur budaya yang dianggap paling cocok dan berguna bagi

146

pelaku dalam kehidupannya tanpa ada hambatan berkenaan dengan asal kebudayaan
yang diadopsi tersebut, karena

adanya batas-batas suku bangsa yang primodial.

Dalam masyarakat multibudaya atau multikultural, menurut Nathan Glazer 9, setiap


orang adalah multikulturalis, karena setiap orang mempunyai kebudayaan yang bukan
hanya berasal dari kebudayaan asal atau suku bangsa tetapi juga mempunyai
kebudayaan yang berisikan kebudayaan-kebudayaan dari suku bangsa atau bangsa
lain.
Multikulturalisme

dilihat

sebagai

pengikat

dan

jembatan

yang

mengakomodasi perbedaan-perbedaan, termasuk perbedaan-perbedaan kesukubangsaan dan suku-bangsa dalam masyarakat yang multikultural. Pengertian ini
mengacu pada pengertian bahwa perbedaan-perbedaan tersebut terwadahi di tempattempat umum, tempat kerja dan pasar, dan sistem nasional dalam hal kesetaraan
derajat secara politik, hukum, ekonomi, dan sosial. Sedangkan kesukubangsaan dan
masyarakat suku bangsa dengan kebudayaan suku bangsanya tetap dapat hidup dalam
ruang lingkup atau suasana kesukubangsaanya. Tetapi didalam suasana-suasana
nasional dan tempat-tempat umum yang seharusnya menjadi cirinya adalah
kebangsaan dengan pluralisme budayanya, dan bukannya sesuatu kesukubangsaan
atauk sesuatu kebudayaan suku bangsa tertentu yang dominan.
2. Makna Keragaman Dan Kesetaraan Dalam Kehidupan Sosial Dan Budaya
Makna keragaman seperti yang telah sedikit dibahas pada sub bab pngertian
keragaman dan kesetaraan diatas, adalah sebagai motivator untuk menhadapi ujian,
cobaan, kesulitan berkompetisi dan berlomba-lomba dalam berkarya dan berkreasi
diantara masing anggota masyarakat (yang beda budaya). Dengan keragaman,
kehidupan menjadi dinamis dan tidak stagnan karena terdapat kompertisi dari
masing-masing elemen budaya untuk berbuat yang terbaik. Hal ini membuat hidup
menjadi tidak membosankan karena selalu ada pembaruan menuju kemajuan.
Selain itu keragaman yang terdapat di masyarakat dapat mesujudkan
terciptanya manusia antar budaya. Manusia antar budaya adalah orang yang telah

147

mencapai tingkat tinggi dalam proses antar budaya secara kognitif, afektif, dan
perilakunya tidak terbatas, tetapi terus berkembang melewati parameter psikologis
suatu budaya, memiliki kepekaan budaya yang berkaitan erat dengan kemampuan
berempati terhadap budaya.
Manusia antar budaya adalah orang yang identitas dan loyalitasnya melewati
batas-batas kebangsaan dan komitmennya bertaut dengan pandangan bahwa dunia
merupakan komunitas global, ia merupakan orang yang secara intelektual dan
emosional terikat pada kesatuan fundamental semua manusia yang pada saat yang
sama mengakui, menerima, dan menghargai perbedaan mendasar antara orang-orang
yang berbeda budaya.
Indonesia merupakan negara yang terdiri atas berbagai pulau yang dihuni oleh
berbagai macam jenis suku bangsa. Dengan adanya beragam suku bangsa tersebut,
maka akan ditemui pula berbagai macam ras, bahasa, agama, dan kebudayaan.
Keragaman ini menunjukkan bahwa struktur masyarakat Indonesia adalah masyarakat
majemuk. Keragaman ini dalam segi positif akan memberikan kebanggan tersendiri
bagi Indonesia, namun dari segi negatif akan juga menyimpan potensi munculnya
konflik.
Pluralitas adalah suatu konsep yang mengandaikan adanya hal-hal yang lebih
dari satu. Sisi lain pluralitas adalah kemajemukan yang didasari oleh keutamaan
(keunikan) dan kekhasan. Pluralitas juga dapat dianggap sebagai motivator dalam
menghadapi ujian, cobaan, kesulitan berkompetisi serta berlomba-lomba dalam
berkarya dan berkreasi diantara masing-masing pihak yang berbeda dalam peradaban.
Sebuah istilah lain yang juga memiliki arti yang sama dengan pluralitas ialah
keragaman, yang menunjukkan bahwa keberadaan yang lebih dari satu itu berbedabeda, heterogen, bahkan tidak dapat disamakan.
Keragaman yang terdapat di masyarakat dapat mewujudkan terciptanya
manusia antar budaya. Manusia antar budaya adalah orang yang telah mencapai
tingkat tinggi dalam proses antar budaya secara kognitif, afektif, dan perilakunya
tidak terbatas, tetapi terus berkembang melewati parameter psikologis suatu budaya,

148

memiliki kepekaan budaya yang berkaitan erat dengan kemampuan berempati


terhadap budaya.
Multikulturalisme ialah istilah yang menjelaskan pandangan seseorang
tentang ragam kehidupan di dunia, ataupun kebijakan kebudayaan yang menekankan
tentang penerimaan terhadap realitas keragaman, dan berbagai macam budaya
(multikultural) yang ada dalam kehidupan masyarakat menyangkut nilai-nilai, sistem,
budaya, kebiasaan, dan politik yang mereka anut. Multikulturalisme mencakup
gagasan, cara pandang, kebijakan, penyikapan, dan tindakan oleh masyarakat suatu
negara, yang majemuk dari segi etnis, budaya, agama, dan sebagainya, namun
mempunyai cita-cita untuk mengembangkan semangat kebangsaan yang sama dan
mempunyai kebanggaan untuk mempertahankan kemajemukan tersebut (A. Rifai
Harahap, 2007, mengutip M. Atho Muzhar). Jenis-jenis multikulturalisme ada lima
macam

yaitu

multikulturalisme

multikulturalisme
otonomis,

isolasionis,

multikulturalisme

multikulturalisme
kritikal

atau

akomodatif,

interaktif,

dan

multikulturalisme kosmopolitan (Azra, 2007, meringkas uraian Parekh).


Kebijakan untuk secara nasional dan social meredam atau menyimpan jati diri
rasial atau suku bangsa, dan sebaliknya menonjolkan ide keanekaragaman
kebudayaan atau masyarakat multikuturalisme, dapat dilihat sebagai kebijakan yang
bertujuan untuk meredam potensi-potensi pengembangan, dan kemajuan melalui ide
keanekaragaman kebudayaan yang memang sejalan dan mendukung berlakunya
prinsip demokrasi dalam kehidupan masyarakat. Menggeser idiom masyarakat
majemuk menjadi masyarakat beraneka ragam kebudayaan sebagai sebuah kebijakan
politik kebudayaan pada tingkat nasional maupun local, dan akanmemungkinkan
diterapkannya prinsip demokrasi. Prinsip demokrasi itu dilandasi oleh kesetaraan
derajat individu atau warga, serta muncul dan mantapnya hak budaya komuniti dalam
kaitan keseimbangannya dengan kekuasaan Negara atau masyarakat. Dalam
masyarakat multikultural tersebut demokrasi dapat berkembang. Sebaliknya,
demokrasi dapat mengembangkan masyarakat yang multikultural. Hal ini disebabkan

149

berlakunya prinsip perbedaan dan saling menghargai perbedaan konflik atau


persaingan berdasarkan atas hokum atau aturan main yang adil dan beradab.
Konflik yang biasanya muncul dalam keanekaragaman masyarakat ialah
diskriminasi. Diskriminasi merujuk pada pelayanan yang tidak adil terhadap individu
tertent, dimana layanan ini dibuat berdasarkan karakteristik yang diwakili oleh
individu tersebut. diskriminasi seringkali dijumpai dalam masyarakat manusia karena
kecenderungan manusia untuk membeda-bedakan yang lain. Diskriminasi terbagi
dua, yaitu diskriminasi langsung dan diskriminasi tidak langsung. Diskriminasi
langsung terjadi saat hokum, peraturan, atau kebijakan dengan jelas menyebutkan
karakteristik tertentu, seperti gender atau ras, dan menghambat adanya peluang yang
sama. Diskriminasi tidak langsung terjadi saat peraturan yang bersifat netral menjadi
diskriminatif saat diterapkan di lapangan. Selain dua jenis diskriminasi tersebut,
terdapat pula diskriminasi di tempat kerja yang dapat terjadi dalam berbagai bentuk,
seperti dari struktur upah, cara penerimaan karyawan, strategi yang diterapkan dalam
kenaikan jabatan atau kondisi kerja secara umum yang bersifat diskriminatif.
Diskriminasi di tempat kerja berarti mencegah seseorang memenuhi aspirasi
professional dan pribadinya tanpa mengindahkan prestasi yang dimilikinya.
Diskriminasi rasial merupakan catatan buruk dalam sejarah umat manusia
karena banyak terjadi peperangan akibat diskriminasi rasial antara bangsa Eropa kulit
putih dengan bangsa di daratan Asia, Afrika, dan Amerika. Maka lahirlah kovenan
internasional tentang penghapusan segala macam bentuk diskriminasi atas manusia
dimanapun.Pada tahun 1945 terbentuklah PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa). Pada
tahun 1948 PBB sudah memberlakukan DUHAM (Deklarasi Universal Hak Asasi
Manusia) namun masih ada masalah diskriminasi rasial sebagai contoh di Afrika
Selatan yang dikenal dengan politik apartheid, yaitu melembagakan perbedaan
masyarakat berdasarkan ras yang menjadi sumber penindasan yang hebat. Banyak
orang yang menderita hanya karena terlahir dari keturunan kulit hitam. Maka lahirlah
Konvensi Internasional mengenai rasisme ini mengingat hal ini merupakan salah satu
persoalan HAM yang mendasar.

150

3. Problematika Keragaman Dan Solusinya Dalam Kehidupan Masyarakat Dan


Negara.
Struktur dunia internasional yang majemuk ditandai oleh adanya keragaman
suku bangsa, agama dan budaya (bahkan peradaban). Namun, keragaman tersebut
mengandung potensi-potensi masalah bahkan konflik, baik pada tingkat regional
maupun tingkat internasional, jika masyarakat tidak mau atau tidak bisa menerima
adanya keragaman.
Adalah Samuel P. Hutington yang meramalkan konflik antar peradaban
dimasa depan tidak lagi disebabkan oleh faktorfaktor keragaman ekonomi, politik,
dan ideologi, tetapi justru dipicu oleh masalahmasalah keragaman suku bangsa,
agama, ras, dan antar-golongan ( SARA ). Konflik tersebut menjadi gejala terkuat
yang menandai runtuhnya polarisasi ideologi dunia ke dalam komunisme dan
kapitalisme, bersamaan dengan runtuhnya negaranegara Eropa Timur. Ramalan ini
sebenarnya telah didukung oleh peistiwa sejarah yang terjadi sebelumnya (era 1980an), yaitu yang terjadi perang etnik di kawasan Balkan, di Yugoslavia pasca
pemerintahan Michael Joseph Bros Tito. Keragaman, yang di satu sisi merupakan
kekayaan dan kekuatan, berbalik menjadi sumber perpecahan ketika leadhership yang
mengikatnya lengser10.
Huntington melihat keragaman dan kekhasan peradaban terjadi karena
keragaman dan kekhasan budaya-budayanya. Peradaban adalah bentuk budaya, tidak
ada peradaban universal, namun yang terjadi adalah dunia dari peradaban-peradaban
yang berbeda. Dia melihat ada tujuh atau delapan peradaban besar di dunia saat ini
yaitu Peradaban Barat, Peradaban Cina Konfusius, Peradaban Jepang, Peradaban
Islam, Peradaban India, Peradaban Ortodox Slavik, Peradaban Amerika Latin dan
barangkali Peradaban Afrika11. Peradaban-peradaban tersebut masing-masing berbeda
satu sama lainnya karena faktor bahasa, sejarah, budaya dan tradisi. Dan yang paling
penting diantaranya adalah agama. Anggota-anggota peradaban yang berbeda-beda
itu mempunyai pendapat-pendapat yang berbeda-beda pula atas pandangan tentang

151

hubungan antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia lainnya serta
manusia dengan lingkungannya seperti keluarga, masyarakat, negara bahkan alam
sekitarnya. Juga terdapat pemikiran-pemikiran yang berbeda tentang takaran hak-hak
dan tangung jawab-kewajiban, kebebasan, kekuasaan dan persamaan.
Huntington memfokuskan pandangannya pada faktor-faktor benturan antara
peradaban-peradaban ini, tidak hanya pada masa lalu saja, namun juga pada masa
yang akan datang. Sehingga, dia mensinyalir bahwa benturan adalah suatu
keniscayaan dalam hubungan antar-beragam peradaban. Terutama antara peradaban
Barat dan peradaban Islam (pada awalnya) dan kedua adalah dengan peradaban Cina.
Huntington tidak berkata tentang determinisme filosofi benturan-benturan
peradaban tersebut. Sebaliknya, Huntington berkata tentang determinisme realitas
benturan tersebut. Bahkan, benturan antara dua peradaban yaitu peradaban Barat dan
peradaban Islam terjadi sepanjang 1300 tahun, dan kedua belah pihak melihat
hubungan antara Barat dan Islam sebagai benturan peradaban12.
Karena

benturan

ini

merupakan

suatu

keniscayaan

realitas

dan

determinisme realitas dalam pandangan strategis Huntington, maka dia merancang


bagi barat, strategi kemenangan terhadap Islam (kaum Muslimin) dalam benturan ini.
Huntington menyarankan untuk membagi fase benturan pada masa depan tersebut
menjadi 2 (dua) fase, yakni fase jangka pendek dan fase jangka panjang13.
Pertama, fase jangka pendek. Pada fase ini Huntington merekomendasikan
pihak Barat untuk menyatukan dunia peradabannya, dan mempergunakan seluruh
perangkatnya, dari alat perang, hingga ekonomi, politik, budaya, nilai hingga
lembaga-lembaga internasional, serta memfokuskan diri pada perseteruan melawan
peradaban Islam dan Cina.
Yang dituntut oleh Barat dalam jangka pendek perseteruan ini adalah sebagai
berikut :
1.

Menyatukan elemen peradabannya, memperkuat kerja sama di antara mereka,


serta memasukkan Eropa Timur dengan bagian Baratnya dan seluruh Eropa

152

bersama Amerika Utara dan Amerika Latin. Atau, Barat budaya dan yang dekat
dengan budaya Barat Kristen dengan sekte-sekte yang beragam.
2.

Kerjasama, memperkecil danmenekan perseteruan dalam seluruh lingkup


peradaban Barat. Bahkan, memanfaatkan masalah-masalah perseteruan dalam
masyarakat Barat untuk menjadi perseteruan bagi masyarakat non-Barat,
sehingga perseteruan Barat nantinya akan terfokuskan untuk melawan Islam dan
Cina.

3.

Mengurangi kemampuan militer Islam (kaum Muslim) dan Cina, serta


menambah kekuatan militer Barat, dan menjaga keunggulan militer Barat di
Timur dan Barat Daya Asia. Atau, untuk menghadapi Cina dan Islam (kaum
Muslimin).

4.

Memperkuat lembaga-lembaga internasional yang berperan memperjuangkan


kepentingan dan nilai-nilai Barat, serta memberikan justifikasi kepadanya, dan
mengikutsertakan negara-negara non-Barat untuk bergabung dalam lembagalembaga ini.
Kedua, adalah fase jangka panjang. Fase ini oleh Huntington dianggap

sebagai

fase

penguasaan

Barat

atas

peradaban-peradaban

non-Barat.

Dia

mengungkapkan, peradaban Barat adalah peradaban Barat dan modern sekaligus.


Peradaban-peradban non-Barat telah berusaha menjadi modern tanpa menjadi Barat
(selain Jepang, tentunya). Peradaban-peradaban non-Barat akan terus berusaha
mencapai kekayaan, tekhnologi, keahlian, permesinan dan persenjataan, yang
merupakan cermin dari elemen bangunan peradaban modern. Peradaban-peradaban
itu juga akan terus berusaha menyelaraskan modernisme itu dengan budaya dan nilainilai tradisionalnya. Sedangkan, kekuatan ekonomi dan militernya akan mengalahkan
Barat. Oleh karena itu, Barat dalam bentuk yang lebih besar, harus menguasai
peradaban-peradaban modern non-Barat itu, yang kekuatannya sudah hampir
mendekati kekuatan Barat, tetapi nilai-nilai dan kepentingannya berbeda dalam jarak
yang sangat besar dari nilai dan kepentingan Barat. Oleh karena itu, Barat harus

153

menjaga kekuatan ekonomi dan kekuatan militernya yang diperlukan untuk menjaga
kepentingannya yang berhubungan dengan peradaban-peradaban itu.
Huntington mengilustrasikan masa depan peradaban dengan Barat sebagai
peradaban yang memonopoli singgasana peradaban dunia, dan melihat perseteruan
antar peradaban-peradaban yang beragam, sebagai jalan untuk menghapus keragaman
peradaban ini. Setelah barat menyatukan kesatuannya, mempersiapkan seluruh
kemampuannya, serta menekan peradbaan-peradaban non-Barat, maka ia harus
menjalankan strategi fase jangka pendek. Dan yang pertama dari strategi perseteruan
ini yaitu mematahkan kekuatan peradaban Islam dan perdaban Cina sambil mengikat
seluruh

peradaban

lainnya

dalam

lembaga-lembaga

internasional

yang

memperjuangkan nilai-nilai dan kepentingan Barat, dan memberikan justifikasi


kepadanya. Sedangkan dalam jangka panjang, objek Barat selanjutnya adalah
menguasai peradaban-peradaban non-Barat lainnya, yiatu peradaban yang telah
berhasil memodernisasi masyarakatnya secara militer maupun ekonomi. Dengan
demikian maka Barat dapat memonopoli kekuatan, modernisme danhegemoni atas
dunia.
Di Indonesia sendiri permasalahan mengenai keragaman suku bangsa, agama,
ras, dan antargolongan, mengarah kepada kondisi konflik sejak era Reformasi.
Parsudi Suparlan14 melihat konflik-konflik yang terjadi di Indonesia merupakan
konflik suku bangsa yang kemudian bisa bergeser pada koflik-konflik bernuansa
agama. Lebih lanjut Suparlan mengatakan, corak kesukubangsaan individual yang
merupakan milik perorangan berubah menjadi kategorikal. Yang menjadi sasaran
untuk dihancurkan oleh masing-masing anggota suku bangsa yang mengalami konflik
bukan lagi orang perorangan dan bukan pula kelompok, melainkan kategori suku
bangsa. Suku bangsa itu menjadi musuh sesuai dengan ciri-ciri atau atribut- atribut
yang menjadi acuan dari kesukubangsaannya. Apapun dan siapapun yang mempunyai
atau ditempeli atribut-atribut kesuku-bangsaan yang menjadi musuh dalam konflik
antar suku bangsa akan dihancurkan. Karena itu penghancuran terhadap kategori
berdasarkan ciri-ciri kesukubangsaan tersebut tidak mengenal batasan umur, jenis

154

kelamin, posisi sosial atau keyakina keagamaan, dan tidak pula mengenal batasan
nilai uang dari barang dan harta benda yang di hancurkan.
Masyarakat Indonesia dikenal sebagai sebuah masyarakat multiethnis atau
bersuku bangsa banyak. Tetapi masyarakat Amerika bukanlah sebuah masyarakat
majemuk, karena masyarakat tersebut terwujud sebagai bangsa tidak dengan cara
mempersatukan suku bangsa-suku bangsa yang dilakukan oleh sistem nasionalnya.
Pada masa kini yang ditonjolkan di Amerika bukanlah coraknya yang multietnis,
melainkan beranekaragamnya kebudayaan yang dipunyai oleh bangsa Amerika.
Kebudayaan Amerika yang beranekaragam itu bisa dimiliki oleh setiap individu atau
komuniti, sehingga jati diri suku bangsa atau rasia dari individu menjadi tidak
relevan. Seseorang atau kelompok orang kulit putih yang tergolong keturunan WASP
bisa saja mempunyai kebudayaan India, Cina, Jepang, atau yang lainnya.
Kebijakan untuk secara nasional dan sosial meredam atau menyimpan jati diri
rasial atau suku bangsa, dan sebaliknya menonjolkan ide keanekaragaman
kebudayaan atau masyarakat multikulturalisme, dapat dilihat sebagai kebijakan yang
bertujuan untuk meredam potensi-potensi pengembangan, dan kemajuan melalui ide
keanekargaman kebudayaan yang memang sejalan dan mendukung berlakunya
prinsip demokrasi dalam kehidupan masyarakat.
Model masyarakat multikultural atau berkeanekaragaman kebudayaan ini
yang telah berhasil meredam potensi-potensi konflik rasial dan kesukubangsaan perlu
kita pelajari dengan seksama dalam konteks Indonesia yang masyarakatnya majemuk
dan yang akhir-akhir ini telah dilanda oleh berbagai bentuk konflik rasial,
kesukubangsaan, dan keagamaan. Konflik-konflik itu sangat merugikan dan dapat
mencabik-cabik integrasi bangsa dan kebangsaan Indonesia. Menggeser idiom
masyarakat majemuk menjadi masyarakat beraneka ragam kebudayaan sebagai
sebuah kebijakan politik kebudayaan pada tingkat nasional maupun lokal, dan akan
memungkinkan diterapkannya prinsip demokrasi. Prinsip demokrasi itu dilandasi
oleh kesetaraan derajat individu atau warga, serta muncul dan mantapnya hak budaya
komuniti dalam kaitan keseimbangannya dengan kekuasaan negara atau masyarakat.

155

Dalam masyarakat multikultural tersebut demokrasi dapat berkembang. Sebaliknya


demokrasi dapat mengembangkan masyarakat yang multi kultural. Hal ini disebabkan
berlakunya prinsip perbedaan dan saling menghargai perbedaan konflik atau
persaingan berdasarkan atas hukum atau aturan main yang adil dan beradab, yang
tidak dapat ditawar oleh seseorang yang mempunyai posisi tinggi atau kekuasaan
yang besar.
Permasalahan konflik-konflik bernuansa keragaman suku bangsa, agama, ras
dan antar-golongan yang terjadi, baik konflik dalam skala regional maupun konflik
berskala internasional, lebih terletak pada pemahaman akan budaya lain diluar
budaya sendiri. Disini pamahaman ragam budaya yang ada yang diiuti dengan
komunikasi antar budaya menjadi unsur yang sangat signifikan dalam menjembatani
perbedaan-perbedaan.
Adapun yang harus diperhatikan dari komunikasi antar budaya ini yaitu
komunikasi antar budaya terjadi, bila pemberi pesan dan penerima pesan berasal dari
komunitas budaya yang berbeda. Hal ini bertujuan untuk menjelaskan tentang
keragaman budaya yang harus disikapi dengan unsur persatuan dan kesatuan.
Komunikasi antar budaya ini perlu dikembangkan sebagi upaya untuk15 :
1.

Mencapai pertukaran dialektis antar budaya.

2.

Mengembangkan kesederajatan dan menghapus diskriminasi.

3.

Memupuk rasa solidaritas nasional dengan cara membiasakan diri dalam


kehidupan bersama.

4.

Mendorong terjadinya pembauran secara alamiah sehingga mampu mengatasi


perbedaan budaya.

Komunikasi antar budaya mempunyai cakupan, antara lain16 :


1.

Komunikasi antar ras yang bertujuan untuk menghilangkan prasangka rasial.

2.

Komunikasi antar etnik bertujuan untuk mensosialisasikan dan membudayakan


pertukaran informasi kebudayaan antar suku bangsa.

3.

Komunikasi antar agama mempunyai tujuan yaitu memupuk perilaku keagamaan


dan sosial yang akomodatif.

156

4.

Komunikasi

antar

kelas

mempunyai

tujuan

untuk

menghindari

ketidakseimbangan dan diskriminasi.


5.

Komunikasi antar gender yang bertujuan untuk menjembatani kesenjangan hak


dan kewajiban dalam kehidupan bermasyarakat antara kaum laki-laki dan
perempuan
Disini dapat dilihat bahwa komunikasi antar budaya mensosialisasikan ide

pluralitas dan keberagaman dengan bahasa budaya.


4. Kesetaraan
Kesetaraan warga dan hak budaya komuniti adalah unsur-unsur mendasar
yang ada dalam unsur demokrasi, yang menekankan pentingnya hak individu dan
kesetaraan

individu

atau

warga,

dan

toleransi

terhadap

perbedaan

dan

keanakaragaman. Pada hakikatnya masyarakat majemuk yang secara suku bangsa


beranekaragam mempunyai potensi sebuah masyarakat otoriter-militiristis dengan
corak paternalistis dan etnosentris yang primordial. Primordialitas kesukubangsaan
dan keyakinan keagamaan dapat berpotensi menjadi pemecah belah bangsa pada saat
primordialitas tersebut diaktifkan sebagai kekuatan politik. Potensi kekuatan
primordialitas untuk memecah belah bangsa disebabkan oleh hakikat keberadaan
masyarakat majemuk. Masyarakat majemuk itu dihasilkan oleh upaya sistem nasional
untuk mempersatukan kelompok-kelompok suku bangsa menjadi sebuah bangsa.
Pemersatuan kelompok-kelompok suku bangsa itu dilakukan secara paksa, baik
secara langsung maupun tidak langsung.
Untuk itu, masyarakat majemuk yang menekankan pada keanekaragaman
suku bangsa harus digeser menjadi ideologi keanekaragaman kebudayaan atau
ideologi multikulturalisme. Dalam ideologi ini, kelompok-kelompok budaya tersebut
berada dalam kesetaraan derajat, seperti yang diberlakukan dalam masyarakatmasyarakat Amerika dan Eropa Barat. Ideologi yang harus ditekankan adalah
keanekaragaman kebudayaan. Kekuatan sosial dan politik dari keanekaragaman
tersebut bukan berlandaskan pada kekuatan primordial kesykubangsaan yang lokal.

157

Secara hipotesis, dalam wadah masyarakat Bhinneka Tunggal Ika Indonesia yang
seperti inilah maka proses-proses demokrasi akan dapat diwujudkan.
Pemahaman tentang hubungan keragaman dengan kesetaraan di dalam
masyarakat dengan tujuan untuk menjembatani perbedaan-perbedaan yang muncul
dari masyarakat dianggap sebagai suatu hal yang penting.

Pemahaman tentang

hubungan antara keragaman dan kesetaraan itu harus seiring dan sejalan dengan
praktek-praktek

hubungan

sosial-budaya

masayarakat.

Untuk

itu

Suparlan

mengatakan :
1. Perlu kebijakan secara nasional dan sosial untuk meredam atau menyimpan
jati diri suku bangsa atau ras, dan sebaliknya

menonjolkan

ide

keanekaragaman kebudayaan atau masyarakat multikultural


2. Menempatkan individu dengan keragaman kebudayaannya yang setara
derajatnya dalam mewujudkan kehidupan demokrasi
3. Menjamin hak komuniti sebagai satuan kehidupan berskala kecil yang
menempati suatu wilayah
4. Manusia sebagai individu, hidup dalam komuniti, dibesarkan, dan dijadikan
manusia sehingga dapat berperan sebagai warga masyarakat dan negara yang
berguna.
5. Gender.
Selanjutnya, dalam usaha memahami kesetaraan juga dapat dilihat dari
perspektif gender. Kesetaraan gender adalah suatu frase suci yang diucapkan oleh
para aktivis sosial, kaum feminis, politikus, bahkan oleh para pejabat negara. Istilah
kesetaraan gender dalam tatanan praktis, hampir selalue diartikan sebagai kondisi
ketidak-setaraan yang diterima dan dialami oleh kaum perempuan. Maka, istilah
kesetaraan gender sering terkait dengan istilah-istilah diskriminasi terhadap
perempuan, sub-ordinasi, penindasan, perlakuan tidak adil, dan semacamnya. Istilahistilah tersebut memang dapat membangkitkan emosi, kekesalan dan memicu rasa
simpati yang besar kepada kaum perempuan.

158

Banyak pemahaman yang keliru ketika orang mengartikan seks dan gender,
karena gender dalam bahasa Inggris hanya diartikan sebagai jenis kelamin. Untuk itu
perlu dipahami terlebih dahulu bahwa seks merupakan suatu hal yang merupakan
kodrat berupa ciri-ciri fisik/ biologis yang tidak bisa dipertukarkan antara laki-laki
dan perempuan. Misalnya, perempuan yang mengalami haid, hamil dan melahirkan
yang ini tidak mungkin bisa dilakukan laki-laki. Dan sebaliknya laki-laki memiliki
jakun, sperma dan alat vital berupa penis. Seks bersifat kodrati yang tidak mengenal
batas ruang dan waktu, bersifat alamiah dan tidak akan berubah dalam kondisi
apapun17.
Sedangkan gender, merupakan pelabelan yang pada kenyataannya dibentuk
oleh budaya, tidak bersifat permanen, dan oleh karenanya bisa dipertukarkan antara
laki-laki dan perempuan. Gender tergantung pada nilai-nilai yang dianut masyarakat,
hasil konstruksi tradisi, budaya, agama dan ideologi tertentu yang mengenal batas
ruang dan waktu yang langsung membentuk karakteristik laki-laki dan perempuan.
Saat ini di dalam kehidupan bermasyarakat ada pemilahan sifat manusia yaitu
feminim dan maskulin. Sifat-sifat feminim dan maskulin dapat dikategorikan sebagai
berikut18 :
Sifat Maskulin
1.
agresif
2.
en
3.
4.
5.
6.
7.
menangis
8.
mudah tersinggung
9.
kompetitif
10.

Aktif

Independ
Rasional
Obyektif
Tegas
Keras
Jarang
Tidak
Lebih
Lebih

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.

Sifat Feminim
Pasif / nonagresif
Dependen
Emosional
Subyektif
Kurang tegas
Lemah lembut
Sering menangis
Mudah tersinggung
Kurang kompetitif
Tidak suka berpetualang
Berorientasi ke rumah
Kurang ambisius
Kurang percaya diri
Pengasuh, pemelihara
Dsb

159

suka berpetualang
11.
Lebih
mendunia
12.
Ambisiu
s
13.
Percaya
diri
14.
Pemimpi
n, pelindung
15.
Dsb
Sifat feminin seringkali dilekatkan pada diri perempuan dan sifat maskulin
seringkali dianggap sebagai sifat laki-laki. Sehingga bila ada seorang yang bersikap
tidak sesuai dari sifat-sifat yang sudah dilekatkan pada dirinya oleh masyarakat maka
dia diangggap menyimpang atau salah. Padahal pada riilnya, potensi yang dimiliki
laki-laki dan perempuan sebagai sesama manusia adalah relatif. Tidak semua laki-laki
mampu bersikap tegas. Demikian pula tidak semua perempuan bersikap cengeng, dan
seterusnya.
Persoalannya kemudian, dari pelabelan yang ada di masyarakat ini
memunculkan ketidakadilan yang berkaitan dengan relasi antara perempuan dan lakilaki. Setidaknya ada lima isu gender yang dialami perempuan akibat ketidakadilan
gender19 yaitu :
1. Kekerasan terhadap perempuan.
2. Beban ganda perempuan
3. Marginalisasi perempuan
4. Subordinasi perempuan
5. Stereotype terhadap perempuan
Sedangkan

manifestasi

ketidakadilan

gender

bagi

perempuan

dapat

dirumuskan sebagai berikut20 :


1. Pada sektor budaya, perempuan terkungkung dengan stereotype yang dilekatkan
pada dirinya untuk tidak keluar dari peran domestiknya.
2. Dalam sektor publik maupun domestik perempuan seringkali menjadi korban
tindak kekerasan

160

3. Dalam bidang ekonomi, perempuan mengalami marginalisasi dan harus


menanggung beban ganda jika ingin berkiprah di ruang publik.
4. Dalam bidang politik, perempuan selalu menempati posisi sub-ordinan, baik di
struktur pemerintahan, maupun di tingkat perwakilan rakyat. Sebagai warga
negara. Perempuan juga hanya ditempatkan sebagai obyek dalam setiap kebijakan
pemerintah yang memang seringkali menjadi monopoli laki-laki.
Feminisme secara konsisten senantiasa memperjuangkan kesetaraan gender,
yakni posisi dan peran yang setara antara laki-laki dan perempuan yang tidak
dipengaruhi oleh bias gender. Sesungguhnya feminisme sedang mencoba membawa
perubahan pada kultur ptriarki yang monolitik dan, dengan demikian, secara tidak
langsung merupakan komponen dari agenda-agenda multilkultural.
Pada awalnya feminisme dikritik keras karean ideologi pukul ratanya yang
menggeneralisasi bagitu saja persoalan-persoalan perempuan secara semesta tanpa
melihat bahwa goegrafi, demografi, tingkat pengetahuan, serta perkembangan
tekhnologi dan informasi telah membuat perempuan sendiri tidak monopolitik, dalam
perkembangannya, menjadi semakin hirau atau peduli dengan adanya sejumlah
kesenjangan antara persoalan perempuan di Barat dan di Dunia Ketiga. Ini juga
nerupakan isyarat penting bahwa gerakan feminisme semakin menampakkan
semangat multikultural21.
Adapun beberapa aliran feminisme yang ada di dunia saat ini adalah:
a. Feminisme Liberal.22
Feminisme liberal berkembang di Barat pada abad ke-18 bersamaan dengan
semakin populernya arus pemikiran baru Zaman Pencerahan. Dasar asumsi yang
dipakai adalah doktrin John Lock tentang Natural Right (HAM), bahwa setiap
manusia mempunyai hak asasi yaitu hak untuk hidup, mendapatkan kebebasan, dan
hak untuk mencari kebahagiaan. Menurut feminis liberal, agar persamaan hak antara
pria dan wanita dapat terjamin pelaksanaannya, maka perlu ditunjang dengan dasar
hukum yang kuat. Oleh karen aitu feminis liberal kebih memfokuskan perjuangan

161

mereka pada perubahan segala undang-undang dan hukum yang dianggap dapat
melestarikan institusi keluarga yang patriakhat.
Usaha pertama yang cukup dramatis untuk mengaplikasikan doktrin HAM
pada perempuan , tertuang dalam satu deklarasi yang terkenal, yaitu declaration of
Sentiments, yang disusun oleh Elizabeth Cady Stanton yang dikeluarkan di Seneca
Falls, New York yang dihadiri sekitr 100 orang. Dalam deklarasi tersebut dituliskan
sebanyak 15 protes mengenai nasib perempuan , mulai dari masalah lembaga
perkawinan yang menempatkan laki-laki sebagai akepala keluarga, masalah hak
wanita terhadap kepemilikan properti, hingga masalah politik dan sosial seperti
partisipasi perempuan dalam bidang kedokteran, teologi, dan hukum.
b. Feminisme Sosialis23.
Ketika Karl Marx dan Friederich Engels memformulasikan teori dan
ideologinya, mereka melihat kaum perempuan yang kedudukannya identik dengan
kaum

proletar

pada

masyarakat

kapitalis

barat.

Mereka

dalam

teorinya

mempermaslahakan konsep kepemilikan pribadi, dan menganalogikan perkawinan


sebagai lembaga yang melegitimasi pria memiliki istri secara pribadi. Menurut
mereka, karena istri dimiliki oleh suami, maka ini merupakan bentuk penindasan
terhadap perempuan. Perempuan hanya dapat dibebaskan dari penindasan ini, kalau
sistem ekonomi kapitalis diganti dengan masyarakat sosialis, yaitu masyarakat
egaliter tanpa kelas-kelas.ini harus dimulai dari keluarga, dimana para istri
dibebaskan dahulu agar dia dapat menjadi diri sendiri, dan kalau sistem egaliter
dalam keluarga dapat tercipta maka ini akan tercermin pula dalam kehidupan
masyarakat.praktek feminisme sosialis memang berbaur dengan berbagai jenis aliran
feminisme. Tetapi secara teori, bermacam bentuk penyadaran pada kaum perempuan
merupakan orientasi praksisnya. Feminisme sosialis adalah gerakan untuk
membebaskan para perempuan melalui perubahan struktur patriarkat.feminisme
sosialis mengadopsi teori praksis Marxisme, yaitu teori penyadaran pada kelompok
tertindas, agar para wanita sadar bahwa mereka merupakan kelas yang tidak
diuntungkan. Proses penyadaran ini adalah usaha untuk membangkitkan rasa emosi,

162

agar para perempuan bangkit untuk mengubah keadaan.Dengan demikian diharapkan


perempuan yang telah bangkit kesadaran dan emosinya, secara berkelompok
mengadakan konflik langsung dengan kelompok dominan (laki-laki). Semakin tinggi
tingkat konflik , diharapkan akan mampu meruntuhkan sistem patriarkat yang ada.

c. Teologi Feminis24.
Teologi feminis bersumber dari mazhab teologi pembebasan yang
dikembangkan James Cone pada akhir 1960-an.paham teologi pembebasan tetap
ingin mempertahankan agama. Namun agama ini bukan untuk melegitimasi penguasa
melainkan sebagai alat untuk membebaskan golongan yang dianggap tertindas.
Teologi feminis berkembang dalam berbagai agama diantaranya Islam, kristen dan
yahudi. Menurut para feminis, agama-agama serring ditafsirkan dengan memakai
ideologi patriarkat yang menyudutkan perempuan.para teolog feminis yang
berkembang dalam Islam, berusaha mencari konteks dan latar belakang ayat-ayat Al
Quran dan hadis yang berkenaan dengan perempuan. Tujuannnya adalah untuk
membantahpenafsiran dan fikih yang merugikan perempuan, seperti yang dilakukan
Fatima Mernissi, Ali Asghar Engineer, Rifat Hasan, Amina Wadua, dan dari Indonesia
Masdar F. Masudi.
d. Feminisme Radikal25.
Teori feminisme radikal berkembang pesat di AS pada 1960-1970-an. Tidak
seperti teori feminis sosialis, dimana maslaah ekonomi dan struktur sosial yang
menciptakan sub ordinasi perempuan, feminisme radikal berpendapat bahwa
kertidakadilan gender bersumber dari perbedaan biologis antara laki-laki dan
perempuan itu sendiri. Perbedaan biologis ini terkait dengan peran kehamilan dan
keibuan yangs elalu diperankan perempuan. Semua ini termanifestasikan bilamana

163

perempuan menikah dengan laki-laki, maka perbedaan nbiologis ini akan melahirkan
peran gender yang erat kaitannya dnegan masalah biologis.
Manifesto feminis radikal yang diterbitkan dalam Notes From The Second
Sex (1970) mengatakan bahwa lembaga perkawinan adalah lembaga formalisasi
untuk menindas perempuan, sehingga tugas para feminis adalah menolak institusi
keluarga baik pada tataran teori maupun praktis. Apabila lembaga perkawinan tidak
dapat dihindari, maka perlu diciptakan teknologi untuk mengurangi beban biologis
perempuan seperti kontrasepsi, dan bahkan artificial devices atau alat-alat tiruan,
seperti tiruan placenta dan bayi tabung, sehingga perempuan tidakl perlu lagi
mnegalami proses kehamilan.
Feminis radikal cenderung membenci makhluk laki-laki sebagai individu
maupun kolektif, mengajak perempuan untuk mandiri, bahkan tanpa perlu keberadaan
laki9-laki dalam kehidupan mereka, salah satun alternatifnya adalah dengan
hubungan heteroseksual (lesbian), hidup melajang, ataupun menjanda.
e. Ekofeminisme26.
Ekofeminisme timbul karena ketidakpuasan akan arah perkembangan ekologi
dunia yang semakin bobrok.teori ekofeminisme mempunyai

konsep yang

bertolakbelakang dengan teori-teori feminisme modern yang berasumsi bahwa


individu adalah makhluk otonom yang lepas dari pengaruh lingkungannya dan berhak
menentukan jalan hidupnya sendiri. Teori ekofeminisme adalah teori yang melihat
individu secara lebih komprehensif, yaitu sebagai makhluk yang terikat dan
berinteraksi dengan lingkungannya.
Ekofeminisme yang ingin mengembalikan identifikasi perempuan dengan
alam, adalah usaha untuk membebaskan perempuan dari perangkap sistem maskulin
yang membuat perempuan menjadi bimbang akan perannya. Sistem maskulin yang
telah mewarnai peradapan modern dianggap merusak dan menutupi nilai sakral
kualitas feminin yang merupakan fitrah perempuan.

164

LATIHAN
1.

Masyarakat majemuk dan masyarakat multikultural memiliki perbedaan. Coba


saudara kemukakan dimana letak perbedaan antara masyarakat majemuk dan
masyarakat multikultural? Berilah contoh kasus di Indonesia dan Amerika!

2.

Berbagai permasalahan mengenai keragaman suku bangsa, agama, ras, dan


antargolongan di Indonesia mengarah kepada kondisi konflik hal ini terjadi sejak
era Reformasi sampai sekarang. Menurut pemahaman Saudara mengapa
permasalahan keragaman ini dapat terjadi pada masyarakat?

3.

Untuk saling menumbuhkan pemahaman mengenai perbedaan antar budaya perlu


dikembangkan komunikasi antar budaya. Komunikasi budaya apa saja yang perlu
di kembangkan di masyarakat untuk menciptakan rasa persatuan dan kesatuan!

4.

Primordialitas kesukubangsaan dan keyakinan keagamaan dapat berpotensi


menjadi pemecah belah bangsa pada saat primordialitas tersebut diaktifkan
sebagai kekuatan politik. Potensi kekuatan primordialitas untuk memecah belah
bangsa disebabkan oleh hakikat keberadaan masyarakat majemuk. Menurut
pemahaman Saudara apa sebenarnya kesetaraan warga dan hak budaya komuniti?

5.

Istilah kesetaraan gender sering terkait dengan istilah-istilah diskriminasi


terhadap perempuan, sub-ordinasi, penindasan, perlakuan tidak adil, dan
semacamnya. Istilah-istilah tersebut memang dapat membangkitkan emosi,

165

kekesalan dan memicu rasa simpati yang besar kepada kaum perempuan. Coba
Saudara kemukakan pengertian gender?

PETUNJUK JAWABAN LATIHAN


1.

Untuk menjawab pertanyaan nomor 1 Saudara disarankan mendalami perbedaan


masyarakat majemuk dan masyarakat multikultural.

2.

Untuk menjawab pertanyaan nomor 2 Saudara disarankan membaca konflik


akibat perbedaan budaya.

3.

Untuk menjawab pertanyaan nomor 3 Saudara disarankan membaca komunikasi


antar budaya.

4.

Untuk menjawab pertanyaan nomor 4 Saudara disarankan membaca kembali


pendapat definisi dan pengertian kesetaraan warga dan hak budaya komuniti .

5.

Untuk menjawab pertanyaan nomor 5 Saudara disarankan mendalami pengertian


gender.

166

RANGKUMAN
Model masyarakat multikultural atau berkeanekaragaman kebudayaan ini
yang telah berhasil meredam potensi-potensi konflik rasial dan kesukubangsaan perlu
kita pelajari dengan seksama dalam konteks Indonesia yang masyarakatnya majemuk
dan yang akhir-akhir ini telah dilanda oleh berbagai bentuk konflik rasial,
kesukubangsaan, dan keagamaan. Konflik-konflik itu sangat merugikan dan dapat
mencabik-cabik integrasi bangsa dan kebangsaan Indonesia. Menggeser idiom
masyarakat majemuk menjadi masyarakat beraneka ragam kebudayaan sebagai
sebuah kebijakan politik kebudayaan pada tingkat nasional maupun lokal, dan akan
memungkinkan diterapkannya prinsip demokrasi.
Komunikasi antar budaya perlu dikembangkan sebagai upaya untuk mencapai
pertukaran dialektis antar budaya, mengembangkan kesederajatan dan menghapus
diskriminasi, memupuk rasa solidaritas nasional dengan cara membiasakan diri dalam
kehidupan bersama, mendorong terjadinya pembauran secara alamiah sehingga
mampu mengatasi perbedaan budaya.
Komunikasi antar budaya mempunyai cakupan, antara lain; pertama,
komunikasi antar ras yang bertujuan untuk menghilangkan prasangka rasial; kedua,
komunikasi antar etnik bertujuan untuk mensosialisasikan dan membudayakan
pertukaran informasi kebudayaan antar suku bangsa; ketiga, komunikasi antar agama

167

mempunyai tujuan yaitu memupuk perilaku keagamaan dan sosial yang akomodatif;
keempat,

komunikasi

antar

kelas

mempunyai

tujuan

untuk

menghindari

ketidakseimbangan dan diskriminasi, dan; kelima, komunikasi antar gender yang


bertujuan untuk menjembatani kesenjangan hak dan kewajiban dalam kehidupan
bermasyarakat antara kaum laki-laki dan perempuan
Kesetaraan warga dan hak budaya komuniti adalah unsur-unsur mendasar
yang ada dalam unsur demokrasi, yang menekankan pentingnya hak individu dan
kesetaraan

individu

atau

warga,

dan

toleransi

terhadap

perbedaan

dan

keanakaragaman. Pada hakikatnya masyarakat majemuk yang secara suku bangsa


beranekaragam mempunyai potensi sebuah masyarakat otoriter-militiristis dengan
corak paternalistis dan etnosentris yang primordial. Primordialitas kesukubangsaan
dan keyakinan keagamaan dapat berpotensi menjadi pemecah belah bangsa pada saat
primordialitas tersebut diaktifkan sebagai kekuatan politik.
Selanjutnya, dalam usaha memahami kesetaraan juga dapat dilihat dari
perspektif gender. Kesetaraan gender adalah suatu frase suci yang diucapkan oleh
para aktivis sosial, kaum feminis, politikus, bahkan oleh para pejabat negara. Istilah
kesetaraan gender dalam tatanan praktis, hampir selalue diartikan sebagai kondisi
ketidak-setaraan yang diterima dan dialami oleh kaum perempuan. Maka, istilah
kesetaraan gender sering terkait dengan istilah-istilah diskriminasi terhadap
perempuan, sub-ordinasi, penindasan, perlakuan tidak adil, dan semacamnya. Istilahistilah tersebut memang dapat membangkitkan emosi, kekesalan dan memicu rasa
simpati yang besar kepada kaum perempuan.

168

DAFTAR PUSTAKA
Budiman, Manneke, 2005, Feminisme Multikultural : Refleksi Sekaligus Proyeksi,
dalam, Edi Hayat dan M. Surur (Ed), Perempuan Multikultural : Negosiasi dan
Representasi, Desantara, Jakarta.
Huda, Nurul, Dkk, 1998, Menggagas Jurnalisme Sensitif Gender, INPI Pact,
Yogyakarta.
Imarah,M., 1999, Islam dan Pluralitas; Perbedaan dan Kemajemukan dalam Bingkai
Persatuan, Gema Insani, Jakarta.
Megawangi, Ratna, 1999, Membiarkan Berbeda ? : Sudut Pandang Baru Tentang
Relasi Gender, Mizan Pustaka, Bandung.
Parsudi Suparlan, 2001, Multikulturalisme, Semilokakarya Dosen ISBD, Dirjen Dikti,
Yogyakarta.
Siswarini, Indar, 2004, Manusia, Keragaman dan Kesetaraan, makalah lokakarya
penataran dosen MBB, proyek pendidikan tenaga akademik, Dirjen Dikti,
Depdiknas, September 2004, Denpasar.
Sumanto, 2000, Komunikasi Antar Budaya, Makalah Dirjen Dikti, Jakarta.
Supardi Suparlan, 2000, Kesetaraan Warga Dan Hak Budaya Komunitif Dalam
Masyarakat Majemuk Indonesia, makalah Dirjen Dikti, Jakarta.
Suparlan, Parsudi, 1999, Kemajemukan Amerika : Dari Monokulturalisme ke
Multikulturalisme. Jurnal Studi Amerika, Vol. 5, Agustus- Desember 1999.

169

TES FORMATIF 5
Pilihlah salah satu jawaban yang tepat!
1.

Masyarakat yang terdiri dari berbagai macam suku, golongan, ras, agama, etnik,
bahasa, dan politik dan didalamnya masih terdapat konflik antar suku, golongan,
ras, agama, etnik, bahasa dan politik disebut masyarakat
a) Majemuk
b) Multikultural
c) Multietnik
d) Multibudaya

2.

Masyarakat yang terdiri dari berbagai macam suku, golongan, ras, agama, etnik,
bahasa, dan politik dan didalamnya tidak terdapat konflik antar suku, golongan,
ras, agama, etnik, bahasa dan politik disebut masyarakat
a) Majemuk
b) Multikultural
c) Multietnik
d) Multibudaya

3.

Dalam upaya mencegah terjadinya konflik antar budaya maka perlu


dikembangkan komunikasi antar budaya antara lain mencakup, kecuali
a) Komunikasi antar ras dan etnik
b) Komunikasi antar agama
c) Komunikasi antar kelas dan gender
d) Komunikasi politik

4.

Komunikasi antar budaya perlu dikembangkan sebagai upaya untuk, kecuali


a) Mencapai pertukaran dialektis antar budaya

170

b) Mengembangkan kesederajatan dan menghapus diskriminasi


c) Memupuk rasa solidaritas dan pembauran secara alamiah
d) Mendorong terjadinya konflik antar budaya.
5.

Masyarakat multikultural adalah masyarakat yang sudah terjalin kesepahaman


akan perbedaan yang terjadi. Masyarakat seperti ini dicontohkan pada negara
a) Indonesia
b) Malaysia
c) Amerika
d) Finlandia

6.

Setidaknya ada lima isu gender yang dihadapi perempuan akibat ketidakadilan
gender, kecuali
a) Kekerasan dan marginalisasi
b) Beban Ganda
c) Subordinasi dan stereotype
d) Peran publik dan domestik

7.

Manifestasi ketidak adilan gender bagi perempuan meliputi, kecuali


a) Bidang ekonomi politik
b) Sektor publik
c) Bidang agama
d) Bidang budaya

8.

Unsur-unsur mendasar yang ada dalam demokrasi, yang menekankan pentingnya


hak individu dan kesetaraan individu atau werga, dan toleransi terhadap
perbedaan dan keanekaragaman adalah pengertian dari
a) Kesetaraan dan hak budaya komuniti
b) Keragaman dan kesetaraan
c) Keragaman dan keseimbangan
d) Keragaman dan kebebasan

9.

Pengertian Bhineka Tunggal Ika memiliki makna bagi kehidupan masyarakat


Indonesia yang berarti berbeda-beda tetapi
a) Berkonflik
b) Tetap satu juga
c) Berpecah belah
d) Bercerai berai

10. Sifat maskulinitas dicirikan sebagai berikut kecuali


a) Obyektif
b) Tegas
c) Lemah lembut
d) Keras

171

Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 5 yang


terdapat di bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar. Kemudian,
gunakan rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi
Kegiatan Belajar Modul 5.

Tingkat penguasaan =

Jumlah Jawaban Benar


---------------------------------------- x 100 %
Jumlah Soal

Arti tingkat penguasaan:


90 - 100%= baik sekali
80 - 89% = baik
70 - 79% = cukup
< 70%

= kurang

Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat


meneruskan dengan Kegiatan Belajar Modul 6. Bagus!. Jika masih di bawah 80%,
Anda harus mengulangi materi Kegiatan Belajar Modul 5, terutama bagian yang
belum dikuasai.

172

KUNCI JAWABAN
1.

A - Majemuk

2.

B - Multikultural

3.

D - Komunikasi politik

4.

D - Mendorong terjadinya konflik antar budaya

5.

D - Finlandia

6.

D - Peran publik dan domestik

7.

C - Bidang agama

8.

A - Kesetaraan dan hak budaya komuniti

9.

B - Tetap satu juga

10. C - Lemah lembut

Indar Siswarini, Manusia, Keragaman dan Kesetaraan, makalah lokakarya penataran dosen MBB, proyek pendidikan
tenaga akademik, Dirjen Dikti, Depdiknas, Denpasar, September 2004.
2
M. Imarah, Islam dan Pluralitas; Perbedaan dan Kemajemukan dalam Bingkai Persatuan, Gema Insani, Jakarta, 1999,
hal. 9.
3
Ibid.
4
dalam Ibid.
5
Indar Siswarini, Op.Cit.
6
Parsudi Suparlan, Multikulturalisme, Semilokakarya Dosen ISBD, Dirjen Dikti, Yogyakarta, 2001.
7
Parsudi Suparlan, Ibid.
8
Parsudi Suparlan, Kemajemukan Amerika : Dari Monokulturalisme ke Multikulturalisme. Jurnal Studi Amerika, Vol. 5,
Agustus- Desember 1999, Hal. 191-205.
9
Dalam, Parsudi Suparlan, Op.Cit.
10
Indar Siswarini, Op.Cit.
11
M. Imarah, Op.Cit.
12
Ibid.
13
Ibid.
14
Supardi Suparlan, Kesetaraan Warga Dan Hak Budaya Komunitif Dlam Masyarakat Majemuk Indonesia, makalah
Dirjen Dikti, Jakarta
15
Sumanto, Komunikasi Antar Budaya, Makalah Dirjen Dikti, Jakrta
16
Ibid.
17
Nurul Huda. Dkk, Menggagas Jurnalisme Sensitif Gender, INPI Pact, Yogyakarta, 1998, hal. 4.
18
Ibid.
19
Ibid.
20
Ibid.
21
Manneke Budiman, Feminisme Multikultural : Refleksi Sekaligus Proyeksi, dalam, Edi Hayat dan M. Surur (Ed),
Perempuan Multikultural : Negosiasi dan Representasi, Desantara, Jakarta, 2005, hal. 75.
22
Ratna Megawangi, Membiarkan Berbeda ? : Sudut Pandang Baru Tentang Relasi Gender, Mizan Pustaka, Bandung,
1999, hal. 118.
23
Ibid, hal. 128.
24
Ibid, hal. 150.
25
Ibid, hal. 178.
26
Ibid, hal. 182.

Anda mungkin juga menyukai