Anda di halaman 1dari 12

Contoh Multikultural

Adapun untuk beragam contoh-contoh multikultural yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-
hari adalah sebagai berikut;

Masyarakat Bali yang sangat menerima perbedaan kebudayaan serta keberagaman lainnya yang
sangat berbeda dari kebudayaan yang mereka miliki.

Toleransi kehidupan beragama di dalam masyarakat yang dapat mempererat hubungan dan
kesatuan dalam bernegara.

Saling berbaur antara satu dengan yang lain tanpa memperhatikan latar belakang orang-orang
yang memiliki satu visi dan misi dengan kita.

Tidak saling menyinggung kepercayaan yang dianut oleh masyarakat lainnya.

Orang yang berasal suku Jawa, Bali, dan Madura yang berada dalam satu organisasi yang sama.
Mereka tidak mempermasalahkan latar belakang suku yang dimiliki karena memiliki tujuan
bersama untuk dicapai dalam organisasi tersebut.

Lembaga agama yang menaungi beberapa ragam agama dan memiliki struktur yang berbeda-
beda. Lembaga agama tidak saling melengkapi karena adanya perbedaan karakrteristik dari
masyarakat yang berbeda pula.

Pecahnya konflik antara mayoritas umat Islam dengan kasus ahok yang dinilai tidak toleran
terhadap agama Islam dan meniali hal tersebut adalah suatu peistaan.

Peraturan anti diskriminasi dalam penggunaan fasilitas publik.

Individu yang bekerja dalam perusahaan milik individu lainnya, yang membuat dirinya harus
mematuhi segala peraturan yang telah ditetapkan.

Mayoritas umat Islam yang terdapat di Jakarta yang tidak menghendaki pemimpin non Islam
memimpin daerahnya karena tidak sesuai dengan aturan agama Islam.

Penghancuran masjid-masjid yang beraliran Ahmaidyah akibat ketidak sesuaian dengan aturan
agama Islam yang sudah di tetapkan dalam Al-Qur’an dan Hadist.

Peristiwa yang terjadi di Poso, yang tsebabkan oleh konflik agama Islam dan Kristen dan unsur-
unsur lain dari luar.

Munculnya gerakan separatis Gerakan Aceh Merdeka dan Organisasi Papua Merdeka yang
menginginkan pemisahan diri dari negara Indonesia.

Pemotongan papan nisan yang berbentuk salib oleh beberapa oknum yang mengatasnamakan
agama, yang dinilai tidak sesuai dengan peraturan yang ada di daerah tersebut.
Adanya pelarangan dalam mengadakan peribadatan akibat dinilai suara yang mengganggu.

Tidak memperbolehkan menggunakan pengeras suara saat mengumandangkan adzan.

Seorang wanita yang tidak diperbolehkan menggunakan jilbab saat bekerja di suatu kantor
swasta yang dinilai akan mengurangi nilai penampilan.

Mengadakan kegiatan gotong royong disetiap hari Minggu untuk menjaga kebersihan serta
kelestarian lingkungan.

Menghadiri undangan open house saat teman yang berbeda agama merayakan hari raya.

Tidak menyinggung ciri khas dari ras yang dimiliki oleh teman. Contohnya adalah menyebutnya
sebagai “orang negro” karena memiliki warna kulit hitam atau menyebutnya dengan sebutan
“cina” karena memiliki mata yang sipit.

 Bali memang dikenal sebagai wilayah Indonesia dengan umat Hindu terbesa yang ada di
Indonesia, meskipun mayoritas penduduk di Indonesia yang sebagian besar adalah Muslim.
 Toleransi kehidupan beragama yang ada di Pulau Dewata ini memang sudah terjadi bahkan
sudah berlangsung selama berabad-abad. Hal ini lah yang membuat pondasi kultural yang ada di
Bali memang sangat kuat dan tidak mudah terpecah belah. A
 nda bisa mendengar jika selama ini tidak pernah terjadi masalah menegani hubungan antar umat
agama yang ada di Bali. Baik itu umat Hindu, Islam, dan agama lainnya hidup berdampingan
secara damai, saling tolong menolong, serta saling menghargai satu sama lainnya.
 Satu sama lainnya saling berbaur dengan kondisi budaya dan masyarakat setempat. Oleh karena
itu lah, lembaga-lembaga adat yang ada di Pulau Bali ini juga tumbuh dan hidup di dalam
kalangan umat Islam yang ada di Bali. (baca juga: Faktor Yang Mempengaruhi Kebutuhan)
 Bahkan rasa toleransi umat beragama di Bali pernah diuji saat terjadinya peristiwa ledakan bom
pada tahun 2002 dan kemudian berlanjut pada tahun 2005. Saat setelah peledakan bom bali
tersebut, seakan tanah di Bali
 Luluh lantah diakibatkan oleh orang-orang yang mengatas namankan jihad dengan membawa
nama Islam. Bahkan satu tahun lebih setelah peristiwa tersebut (ledakan bom tahun 2002),
kondisi Bali benar benar sunyi, mencekam, dan tidak aman.
 Hal ini tentu saja membuat masyarakat Bali merasa marah akan kejadian tersebut. Namun
meskipun begitu, mereka tidak berperilaku yang membabi buta. Masyarakat Bali memahami
benar perbedaan agam Islam dan terorisme.
 Mereka memahami jika Islam bukanlah agama yang seperti itu, Islam adalah agama yang
mengajarkan mengenai perdamaian.
 Umat Hindu yang ada di Bali benar benar terbuka dengan agama Islam, meskipun merupakan
agama yang minoritas di Bali namun tetap saja masyarakat setempat benar benar menghargainya.
Mereka memahami tentang posisi, kelas, serta pembagian tugas dari masing-masing bidang
tersebut. (baca juga: Jenis Pengendalian Sosial)

Di pulau Bali, anda bisa menemukan Desa Pegayaman, yang mana di dalam desa tersebut hampir
sebagian besar penduduknya beragama Islam. Kehidupan di desa ini sehari harinya memang
menunjukkan warna Islam yang begitu kuat. Di desa ini, anda bisa menemukan orang-orang
yang berasal dari Bugis dan Jawa mengembangkan ajaran mengenai Islam serta berhasil
membangun Masjid Safinatus Salam yang mana menjadi masjid terbesar dan tertua yang ada di
Buleleng, Bali. Masjid ini bahkan dijadikan sebagai pusat pengembangan agama Islam yang ada
di daerah Bali. Semua kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan ajaran agama Islam juga
diadakan di Masjid ini. Pada tanggal 11 Maret 1986, Masjid ini sempat diperbaiki dan
direnovasi.

Namun proses multukulturalisme yang ada di Indonesia tak hanya berlangsung dan berjalan
dengan damai dan harmonis. Terdapat beberapa kasus multikulturalisme yang mana
mengakibakna perpecahan dan konflik, seperti hal-hal di bawah ini:

Sponsors Link

 Pembakaran Pasar Glodok, yang dikenal dengan nama peristiwa Mei Kelabu yang terjadi di
Jakarta (baca juga: Bentuk-Bentuk Kerja Sama Internasional)
 Peristiwa Ambon-Maluku, yang merupakan konflik antara Suku Bugis-Buton-Makasar-Ambon
Islam yang berkonflik dengan Umat Kristen disana. (baca juga: Faktor Penghambat Perubahan
Sosial Budaya)
 Peristiwa Sambas & Palangkaraya, yang merupakan permasalahan yang terjadi antara suku
Melayu, Dayak, serta Tionghoa yang melawan suku Madura (baca juga: Pengaruh Hindu Budha
Di Indonesia)
 Peristiwa Poso, yang merupakan permasalah yang terjadi antara umat Islam dan Kristen yang ada
di Poso dengan adanya unsur-unsur pemicu dari luar. (baca juga: Dampak Positif dan Negatif
Perubahan Sosial)
 Peristiwa Aceh, yang merupakan permasalahan yang terjadi antara orang-orang Aceh dengan
transmigrasi dari Jawa. (baca juga: Ciri-Ciri Manusia Sebagai Makhluk Ekonomi)
 Peristiwa Gerakan Aceh Merdeka (GAM)
 Penghancuran bangunan masjid-masjid milik Ahmadiyah yang ada di Parung, Bogor
dikarenakan adanya perbedaan perbedaa yang terjadi. (baca juga: Permasalahan Lingkungan
Hidup)

Nah itu tadi beberapa contoh-contoh masyarakat multikultural yang ada di Indonesia. Beberapa
mungkin ada yang berjalan harmonis sesuai dengan prinsip multukulturalisme, namun beberapa
diantaranya ada yang berjalan dengan beragam konflik yang muncul. Tentu saja sebagai warga
Negara Indonesia yang memiliki keanekaragaman dalam suku, budaya, agam, ras, bahasa, dan
lainnya. Sudah sewajarnya jika kita tanamkan rasa saling toleransi antar satu sama lainnya.
Sehingga kehidupan di dalam sebuah negara akan berjalan dengan damai dan tentram meskipun
banyak sekali perbedaan-perbedaan yang terjadi di dalamnya. Semoga penjelasan diatas dapat
bermanfaat untuk anda.
Kegiatan ini diselenggarakan

Di Yogyakarta karena merupakan salah satu contoh yang penduduknya multikultral yang bisa
berinteraksi dan hidup berdampingan secara harmoni. Yogyakarta unik dengan beragamnya
pemeluk agama yang sanggup hidup berdampingan dengan damai dan memiliki tradisi budaya
Jawa yang kental. Di Yogyakarta ada Prambanan tempat umat Hindu dan punya Borobudur
tempat umat Budha dan itu berada di lingkungan komunitas Muslim. Di Yogyakarta juga berdiri
organisasi Islam terbesar di Indonesia pertama yakni Muhammadiyah, di samping itu,
keberadaan 129 Perguruan Tinggi di Yogyakarta juga membuat generasi muda dari seluruh
Indonesia menjadikan Yogyakarta sebagai destinas pendidikan dan budaya. Karena itu
Yogyakarta diperkenalkan sebagai salah satu contoh kota di Indonesia yang menjunjung kearifan
lokal.

Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X mengatakan, memang dibutuhkan empati antar
umat beragama agar bisa terwujud toleransi. Selain itu, pemahaman dan penghormatan pada
tradisi yang berbeda juga menjadi letak esensi dalam kehidupan beragama. "Perbedaan tidak
harus dikompromikan, tetapi perlu pengertian sehingga terwujud toleransi," kara Raja Keraton
Yogyakarta ini.

Lebih lanjut Fachir mengatakan, di beberapa kawasan dunia ada beberapa tantangan yang harus
dihadapi terkait apakah akibat konflik, negara yang sepenuhnya belum punya kendali sehingga
menimbulkan berbagai macam gerakan yang mengarah pada radikalisme, terorisme dan
esrimisme.

Karena itu, dalam dialog ini, pihaknya berharap anggota MIKTA menyampaikan pengalamannya
dalam mengelola keberaagaman dan menghadapi persoalan radikalisme, terorisme dan
ekstrimisme. "Pada kesempatan ini kami undang tokoh akademisi, pemerintah dan masyarakat.
Kami berharap peserta dialog mendapatkan penjelasan, keterangan dari apa yang mereka
lakukan dalam menghadapi berbagai persoalan tersebut," ujarnya.

Seperti halnya negara Indonesia yang dibentuk berdasarkan kebersamaan, berlatarbelakang


keberagaman suku, bangsa, dan warna kulit. "Kita memiliki tiga nilai yakni moderasi, toleransi,
dan dialog yang tetap kita pelihara untuk menangani hal-hal yang sifatnya kekerasan. Dalam
menangani kekerasan ada dua pendekatan yang dilakukan yakni hukum, tetapi yang lebih banyak
pendekatan budaya dan agama," ujar dia.

Fachir berharap, dalam dialog ini nantinya ada kesepahaman, kesamaan pandangan yang
menolak kekerasan ekstrimisme dan radikalisme. "Dari Indonesia untuk menghadapi hal itu, kita
tampilkan tiga nilai yakni moderasi toleransi, dan dialog. Diharapkan pengalaman dari kita
tersebut bisa diterapkan oleh MIKTA yang menghadapi persoalan besar torisme seperti Turki,"
tuturny

Multikulturalisme di Indonesia

Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat dengan tingkat keanekaragaman yang sangat


kompleks. Masyarakat dengan berbagai keanekaragaman tersebut dikenal dengan istilah
mayarakat multikultural. Bila kita mengenal masyarakat sebagai sekelompok manusia yang telah
cukup lama hidup dan bekerja sama sehingga mereka mampu mengorganisasikan dirinya dan
berfikir tentang dirinya sebagai satu kesatuan sosial dengan batas-batas tertentu (Linton), maka
konsep masyarakat tersebut jika digabungkan dengan multikurtural memiliki makna yang sangat
luas dan diperlukan pemahaman yang mendalam untuk dapat mengerti apa sebenarnya
masyarakat multikultural itu.

Multikultural dapat diartikan sebagai keragaman atau perbedaan terhadap suatu kebudayaan
dengan kebudayaan yang lain. Sehingga masyarakat multikultural dapat diartikan sebagai
sekelompok manusia yang tinggal dan hidup menetap di suatu tempat yang memiliki kebudayaan
dan ciri khas tersendiri yang mampu membedakan antara satu masyarakat dengan masyarakat
yang lain. Setiap masyarakat akan menghasilkan kebudayaannya masing-masing yang akan
menjadi ciri khas bagi masyarakat tersebut.

Dari sinilah muncul istilah multikulturalisme. Banyak definisi mengenai multikulturalisme,


diantaranya multikulturalisme pada dasarnya adalah pandangan dunia -yang kemudian dapat
diterjemahkan dalam berbagai kebijakan kebudayaan- yang menekankan tentang penerimaan
terhadap realitas keragaman, pluralitas, dan multikultural yang terdapat dalam kehidupan
masyarakat. Multikulturalisme dapat juga dipahamni sebagai pandangan dunia yang kemudian
diwujudkan dalam “politics of recognition” (Azyumardi Azra, 2007). Lawrence Blum
mengungkapkan bahwa multikulturalisme mencakup suatu pemahaman, penghargaan dan
penilaian atas budaya seseorang, serta penghormatan dan keingintahuan tentang budaya etnis
orang lain. Berbagai pengertian mengenai multikulturalisme tersebut dapat ddisimpulkan bahwa
inti dari multikulturalisme adalah mengenai penerimaan dan penghargaan terhadap suatu
kebudayaan, baik kebudayaan sendiri maupun kebudayaan orang lain. Setiap orang ditekankan
untuk saling menghargai dan menghormati setiap kebudayaan yang ada di masyarakat. Apapun
bentuk suatu kebudayaan harus dapat diterima oleh setiap orang tanpa membeda-bedakan antara
satu kebudayaan dengan kebudayaan yang lain.

Pada dasarnya, multikulturalisme yang terbentuk di Indonesia merupakan akibat dari kondisi
sosio-kultural maupun geografis yang begitu beragam dan luas. Menurut kondisi geografis,
Indonesia memiliki banyak pulau dimana stiap pulau tersebut dihuni oleh sekelompok manusia
yang membentuk suatu masyarakat. Dari masyarakat tersebut terbentuklah sebuah kebudayaan
mengenai masyarakat itu sendiri. Tentu saja hal ini berimbas pada keberadaan kebudayaan yang
sangat banyak dan beraneka ragam.

Dalam konsep multikulturalisme, terdapat kaitan yang erat bagi pembentukan masyarakat yang
berlandaskan bhineka tunggal ika serta mewujudkan suatu kebudayaan nasional yang menjadi
pemersatu bagi bangsa Indonesia. Namun, dalam pelaksanaannya masih terdapat berbagai
hambatan yang menghalangi terbentuknya multikulturalisme di masyarakat.

3.3 Dampak Multikultural Indonesia

Kenyataan bahwa kebudayaan yang terdapat antara umat manusia sangat beraneka ragam. Hal
itu dapat menimbulkan beberapa dampak positif dan negatif pada perubahan kebudayaan dan
kehidupan masyarakat. Dampak positif itu diantaranya :

Keanekaragaman memberikan ruang bagi masyarakat untuk terbuka dalam menjalin hubungan
sosial maupun berbudaya.

Memberkan ikatan dan hubungan antar sesama.

Dapat saling berbagi bersahabat dan menghargai antar setiap budaya, tanpa adanya batasan-
batasan karena sebuah perbedaan.

Disamping itu keanekaragaman budaya ini memiliki pengaruh negatif, diantaranya :

Rentan terhadap Konflik. Perbedaan nilai-nilai budaya dan norma dasar akan sulit disesuaikan
antara masing-masing agama, akan selalu bertentangan dan ini akan memudahkan munculnya
sebuah konflik.
Munculnya sikap etnosentrisme, yaitu sikap atau pandangan yang berpangkal pada masyarakat
dan kebudayaan sendiri, biasanya disertai dengan sikap dan pandangan yang meremehkan
masayarakat dan kebudayaan lain.

Munculnya sikap fanatisme dan ekstrim. Fanatisme atau fanatik adalah suatu keyakinan yang
kuat terhadap agama, kebuadayan, kelompok, dll. Ekstrim adalah sangat kuat, keras yang
solidaritas terhadap persamaan atau kelompoknya sendiri.

3.4 Jenis dan Bentuk Konflik Masyarakat Multikultural

Konflik adalah proses social disosiatif yang dapat menyebabkan perpecahan dalam masyarakat
karena ketidakselarasan dan ketidakseimbangan dalam suatu hubungan masyarakat. Berdasarkan
tingkatannya konflik dapat dibagi menjadi konflik horizontal dan vertical.

· Konflik Horizontal

Konflik horizontal adalah konflik yang terjadi diantara kelompok-kelompok social yang sifatnya
sederajat. Konflik social horizontal dapat berupa konflik antar suku, antar ras, agama, maupun
konflik antar golongan.

a. Konflik antar suku, konflik antar suku pada umumnya disebabkan oleh primordialisme yang
berkembang menjadi etnosentrisme.

Contoh : konflik antara suku Dayak dan suku Madura yang terjadi di Sampit, konflik antara
suku-suku kecil di Papua.

b. Konflik antar ras, konflik antar ras pada umumnya disebabkan oleh primordialisme yang
berkembang menjadi stereotipe.

Contoh : sistem politik Apartheid di Afrika, segregasi di Amerika.

c. Konflik agama, konflik maslaah agama pada umumnya disebabkan oleh primordialisme
yang berkembang menjadi fanatisme. Konflik agama dapat berupa konflik intern umat beragama
misalnya konflik antar golongan pemeluk Islam murni dengan golongan Ahmadiyah, maupun
konflik antar umat beragama (ekstern) misalnya konflik masyarakat Ambon pemeluk Islam
dengan masyarakat Ambon pemeluk Kristen.

d. Konflik antar golongan, konflik antar golongan pada umumnya disebabkan oleh semangat in
group yang kuat sehingga dengan kelompok out group akan menimbilkan antipati.

Contoh : konflik antar pendukung partai Demokrat dengan simpatisan PDIP.

2. Konflik Vertikal

Konflik vertical adalah konflik yang terjadi diantara lapisan-lapisan di dalam masyarakat.
Contoh konflik vertical :
a. Konflik antar kelas atas dengan kelas bawah, konflik antar kelas atas dengan kelas bawah
dapat berupa konflik kolektif dan individual. Konflik kolektif misalnya konflik antara buruh
dengan pipminan perusahaan untuk menuntut kenaikan gaji. Konflik individual misalnya konflik
antara pembantu dengan majikan yang berakibat pada kekerasan.

b. Konflik antara pemerintah pusat dengan daerah, misalnya pemberontakan dan gerakan
seporadis seperti OPM, GAM, dan gerakan Papua merdeka.

c. Konflik antara orang tua dan anak, konflik antara orang tua dan anak akan menimbulkan
hambatan dalam sosialisasi nilai dan norma dan terkadang menimbulkan kenakalan remaja.

3.5 Upaya Penanggulangan Konflik Akibat Multikulturalisme

Sebagai makhluk sosial, tentunya kita tidak dapat hidup sendiri di dunia ini. Kita membutuhkan
kehadiran orang lain dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup. Dalam lingkungan masyarakat
tidah hanya terdapat satu kebudayaan masyarakat, melainkan terdiri dari beragam adat, budaya,
agama, tingkat ekonomi, tingkat pendidikan dan lain sebagainya. Banyaknya perbedaan dalam
masyarakat seperti ini biasa disebut dengan multikultural. Masyarakat multikultural merupakan
masyarakat yang terdiri atas banyak struktur kebudayaan. Hal tersebut disebabkan karena
banyaknya suku bangsa di Indonesia yang memilki struktur sendiri yang berbeda dengan suku
budaya yang lainnya.

Keanekaragaman dalam masyarakat multikultural adalah hal yang tidak bisa dihindari. Apa
sajakah contoh dari keanekaragaman itu? Perbedaan agama, suku, bahasa, warna kulit, profesi,
pola pokir, kemampuan ekonomi adalah contoh-contoh dari keanekaragaman sosial dalam
masyarakat. Tak jarang, keanekaragaman itulah yang membuat konflik diantara kelompok
masyarakat tersebut, misalnya perlakuan kelompok masyarakat yang berasal dari suku betawi
yang menertawakan cara berbicara orang-orang Jawa dengan logat mereka yang khas (medok),
sedangkan mereka yang berasal dari kelompok Jawa merasa tidak dihargai, tersinggung dan sakit
hati atas perlakuan orang-orang Betawi. Maka, terjadilah konflik diantara dua kelompok suku
yang berbeda tersebut.

Karena sikap kedua suku adat dalam satu lingkungan masyarakat sosial yang tidak saling
menghormati dan menghargai, timbullah kerenggangan dan ketidakharmonisan dalam
bersosialisasi satu sama lain. Bahkan, mungkin bisa mamicu timbulnya rasa dendam diantara
keduanya. Masalah diatas merupakan salah satu contoh dari banyaknya konflik yang terjadi
akibat keragaman budaya dimasyarakat (multikultural). Tidak hanya disebabkan oleh ragam
budaya yang terdapat disuatu lingkungan masyarakat, perbedaan tingkat ekonomi pun bisa
menyebabakan terjadinya konflik antar masyarakat.
Adanya multikultural di lingkungan masyarakat dari perbedaan tingkat ekonomi, misalnya
kelompok masyarakat menengah kebawah merasa tidak terima dengan sikap yang ditunjukan
oleh masyarakat menengah ke atas yang dianggap meremehkan. Namun sebaliknya, mereka
yang menengah ke atas merasa resah dengan tingkah premanisme yang mungkin sering
dilakukan masyarakat menengah kebawah

Satu hal yang harus kita pahami adalah perbedaan bukanlah hambatan. Seharusnya kita tidak
menyalahkan perbedaan yang ada, karena perbedaan sudah selayaknya terjadi. Tapi salahkanlah
mengapa kita tidak bisa menerima perbedaan itu dengan lapang dan ikhlas. Memang sulit untuk
menerima begitu banyak perbedaan yang ada dalam kehidupan. Namun, seharusnya kita bisa
mengambil banyak pelajaran dari setiap perbedaan yang ada. Karena sesungguhnya, segala
bentuk perbedaan bukanlah hambatan untuk kita menjalin persaudaraan.

Dari kedua contoh perbedaan itu, berikut adalah cara untuk menyetarakannya :

1. Saling menghargai antarsuku. Jika suku Betawi menganggap bahwa suku jawa memiliki
dialek bahasa yang lucu dengan kekhasannya, janganlah menertawakan atau bahkan melecehkan
mereka bagaimanapun bentuknya. Apabila suku Jawa menyadari apa yang dilakukan oleh
masyrakat suku Betawi, seminimal mungkin tidak akan membuat sakit hati atau dendam yang
terpendam.

2. Memahami kondisi masing-masing. Mungkin ada yang merasa sakit hati atau tersinggung
atas perilaku yang dilakukan oleh tetangga yang berasal dari tingkat ekonomi yang berbeda yang
menyakitkan, bahkan seolah ia tidak peduli. Tapi itu semua tergantung pada cara pandang akan
perbedaan yang ada.

3. Sesulit apapun masalah yang dihadapi berusahalah untuk tersenyum, meski sulit.

Saling menghargai dan memahami merupakan kunci utama untuk bisa menerima segala
perbedaan yang ada di kehidupan kita. Semuanya memang memerlukan pembiasaan untuk bisa
menerima perbedaan.

Selain cara tadi ada pula beberapa manajemen konflik yang dapat digunakan dalam strategi
penanggulangan konflik:

Menghindari Nilai-Nilai yang dapat Memecah Belah Persatuan dan Kerukunan Ber-bangsa dan
Bernegara. Untuk membangun masyarakat multikultural yang rukun dan bersatu, ada beberapa
nilai yang harus dihindari, yaitu:

a. Primordialisme

Primordialisme artinya perasaan kesukuan yang berlebihan. Sikap ini tercermin dari anggapan
suku bangsanya adalah yang terbaik. Perasaan Superior, menganggap lebih rendah suku yang
lain adalah sikap yang kurang terpuji bagi Masyarakat multi kultur yang sangat rentan
mengundang konflik.

b. Etnosentrisme

Etnosentrisme artinya sikap atau pandangan yang berpangkal pada masyarakat dan
kebudayaannya sendiri, biasanya disertai dengan sikap dan pandangan yang meremehkan
masyarakat dan kebudayaan yang lain. Indonesia bisa maju dengan bekal kebersamaan, sebab
tanpa itu yang muncul adalah disintegrasi sosial. Apabila sikap dan pandangan ini dibiarkan
maka akan memunculkan provinsialisme yaitu paham atau gerakan yang bersifat kedaerahan dan
eksklusivisme yaitu paham yang mempunyai kecenderungan untuk memisahkan diri dari
masyarakat.

c. Diskriminatif

Diskriminatif adalah sikap yang membeda-bedakan perlakuan terhadap sesama warga negara
berdasarkan warna kulit, golongan, suku bangsa, ekonomi, agama, dan lain-lain. Sikap ini sangat
berbahaya untuk dikembangkan karena bisa memicu munculnya antipati terhadap sesama warga
negara.

d. Stereotip

Stereotip adalah konsepsi mengenai sifat suatu golongan berdasarkan prasangka yang subjektif
dan tidak tepat. Indonesia memang memiliki keragaman suku bangsa dan masing-masing suku
bangsa memiliki ciri khas. Tidak tepat apabila perbedaan itu kita besar-besarkan hingga
membentuk sebuah kebencian.

Langkah Penanganan Konflik Jika Konflik telah Terjadi

Gibson, et al (1996) menyumbangkan konsep bagi langkah penyelesaian konflik yang efektif
antara lain:

a. Menjabarkan KepentinganTeknik penyelesaian konflik ini ditempuh melalui:

1) dengan memudahkan pencarian kepentingan yang sama dan tidak berkonflik dari kedua
kelompok;

2) dengan membicarakan kepentingan setiap kelompok kepada yang lain tanpa menyorot
secara tidak pantas kelompok yang lain untuk memaksakan kepentingan dengan dasar
kepentingan tertentu.

b. Membangun hubungan kerja yang baik.

Teknik penyelesaian konflik ini ditempuh melalui:


1) memberi kesempatan kepada kelompok untuk mengatasi perbedaan-perbedaannya dalam
perdebatan yang hangat;

2) memelihara jenis hubungan yang diinginkan oleh kelompok tapi sesuai;

3) mempermudah kelompok untuk mengatasi bersama-sama bila konflik timbul lagi.

c. Memberikan pilihan yang baik

Teknik penyelesaian konflik ini ditempuh melalui:

1) memacu kelompok untuk sumbang saran beberapa pilihan sebelum mengevaluasi mereka
dan memilih di antara mereka;

2) mendorong/memberi semangat kepada kelompok untuk mencari jalan keluar untuk


mencipta-kan nilai-nilai untuk perolehan bersama.

d. Dilihat sebagai keabsahan

Teknik penyelesaian konflik ini ditempuh melalui:

1) dengan tidak dipandang olehkelompok sebagai pengganggu;

2) dengan menanamkan pada kelompok rasa bahwa penyelesai-an yang dibuat akan adil dan
memadai.

e. Pengenalan alternatif prosedural suatu pihak

Teknik penyelesaian konflik ini ditempuh dengan membolehkan kedua pihak untuk
mengembangkan penilaian mereka sendiri yang realistis dan alternatif pokok pihak lain.

f. Memperbaiki komunikasi

Teknik penyelesaian konflik ini ditempuh melalui:

1) memperbanyak pertanyaan dan pengujian dari yang menjadi dasar perkiraan;

2) mempermudah pengertian dan diskusi dari pandangan pengikut;

3) membentuk komunikasi antar kelompok dua arah yang efektif.

g. Mengarahkan kekomitmen yang bijaksana

Teknik penyelesaian konflik ini ditempuh melalui:

1) memberi kesempatan kelompok untuk merancang kebijaksanaan yang realistis, operasional


dan cendrung terlaksana;
2) menempatkan pihak-pihak dengan sumber yang efektif untuk acara di kejadian yang
mereka gagal untuk mencapai persetujuan akhir atau kejadian yang tidak terlaksana.

Pemilihan Strategi di atas didasarkan atas pemikiran bahwa konflik Multikultur diIndonesia
memiliki banyak variasi karena penyebab konflik yang berbeda-beda.

Ke tujuh langkah di atas memiliki lingkup yang yang lebih luas sehingga diharapkan mampu
menyelesaikan konflik dari yang paling ringan hingga konflik yang paling berat

BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan.

Masyarakat multikultural adalah suatu masyarakat yang terdiri dari beragam budaya yang
bersifat diverse serta sering terjadi konflik. Karakteristiknya yaitu : Terjadi segmentasi, memilki
struktur dalam lembaga yang non komplementer, konsesnsus rendah, relatif potensi ada konflik,
integrasi dapat tumbuh dengan paksaan, dan adanya dominasi politik terhadap kelompok lain.

Faktor yang menyebabkan keberagaman budaya ini adalah faktor geografis, pengaruh budaya
asing dan kondisi iklim yang berbeda. Ini juga akan mempengaruhi karakteristik diri seseorang.
Perbedaan karakteristik diri yang bawaannya sesuai dengan budayanya masing-masing akan
memudahkan konflik terjadi antar individu yang berbeda. Tetapi untuk mengatasi itu semua kita
perlu suatu penyetaraan, yaitu : Saling menghargai antarsuku di bidang apapun dan apapun
kegiatannya ; memahami kondisi masing-masing (salingmenghargai) ; dan Sesulit apapun
masalah yang dihadapi berusahalah untuk tersenyum, meski sulit.

Anda mungkin juga menyukai