Anda di halaman 1dari 4

KELOMPOK VI

1. INNAWATI (1984202002)
2. NURLINA (1984202013)

PROGRAM STUDI : PENDIDIKAN MATEMATIKA

MATA KULIAH : PENDIDIKAN BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL

“CONTOH MULTIKULTURALISME DI INDONESIA”

Adapun beberapa contoh multikulturalisme di Indonesia yaitu:

1. Masyarakat Bali yang sangat menerima perbedaan kebudayaan serta keberagaman


lainnya yang sangat berbeda dari kebudayaan yang mereka miliki.
Masyarakat Minoritas Islam dan Mayoritas Hindu di Bali, sebagai wujud masyarakat
multikultural yang sangat menghargai agama dan budaya ditengah perbedaaan yang ada.
Masyarakat multkultural merupakan masyarakat yang memiliki beragam kebudayaan
tanpa membedakan suku, ras, agama, dan sebagainya. Multikulturalisme menjadi sebuah
ideologi yang mengakui dan mengangungkan perbedaan dalam kesederajatan baik secara
individual maupun secara kebudayaan. Masyarakat majemuk (plural society) belum tentu
dapat dinyatakan sebagai masyarakat multikultural (multicultural society), karena bisa
saja di dalamnya terdapat hubungan antarkekuatan masyarakat varian budaya yang tidak
simetris yang selalu hadir dalam bentuk dominasi, hegemoni dan kontestasi.
Dari masyarakat bali ini kita akan mendapatkan cermin dan pembelajaran dari sebuah
masyarakat multikultural, dimana masyarakat disana sangat toleran terhadap agama yang
lainnya.
Bali sangat terkenal sebagai satu-satunya wilayah di Indonesia dengan pemeluk Hindu
terbesar. Ini merupakan berkah Tuhan yang memperkaya keragaman di Bumi Nusantara
yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Promosi Bali sebagai daerah tujuan wisata
sering kali membuat kita lupa akan satu hal yang penting, bahwa Pulau Dewata ini
sebenarnya juga merupakan cermin bagi toleransi dan kerukunan hidup beragama.
Toleransi kehidupan beragama di Bali telah berlangsung berabad-abad dan memiliki
fondasi kultural yang sangat kuat, sehingga tidak mudah terkoyak. Sejauh ini kita tidak
pernah mendengar ada masalah dalam hubungan antaragama di Bali. Umat Hindu dan
Islam di Bali hidup berdampingan dengan damai, saling tolong, dan saling menghargai.
Mereka berbaur dengan masyarakat dan budaya setempat. Karena itu, lembagalembaga
adat yang tumbuh dan hidup di kalangan masyarakat Hindu di Bali juga tumbuh dan
hidup di kalangan masyarakat Islam di Bali, semisal tradisi subak atau penggunaan nama-
nama sesuai dengan urutan kelahiran seperti Wayan, Made, Ketut, dan seterusnya.
Ujian berat bagi hubungan antaragama di Bali pernah muncul ketika terjadi peledakan
bom pada 2002 (dan kemudian ledakan bom pada 2005). Saat itu Bali luluh lantak oleh
serangan yang dilakukan orang-orang yang mengklaim sedang berjihad atas nama Islam.
Lebih dari satu tahun setelah serangan bom Bali pertama (2002), suasana Bali benar-
benar sunyi dan mencekam. Orang bali tentu marah dengan kajadian tersebut. Namun,
kemarahan mereka tidak membabi buta. Mereka tahu membedakan antara Islam dan
terorisme. Orang Bali mengerti benar bahwa Islam adalah agama yang menganjurkan
perdamaian. Umat Hindu Bali adalah orang-orang yang terbuka terhadap agama Islam.
Meskipun Islam agama minoritas, mereka sangat menghargainya. Orang Hindu Bali
sangat concerned dengan posisi, kelas, dan pembagian tugas. Politik dan agama masing-
masing ada tempatnya sendiri-sendiri. Politik sejajar dengan pasar, rumah sakit, restoran,
bandara, sekolah, gelanggang olahraga; sementara agama mempunyai posisi ”di atas”
yang berisi kitab suci, pura, dan para ulama (sulinggih). Penempatan (positioning) inilah
yang menjadikan agama begitu terhormat dan tidak mudah diseret-seret ke politik.
Sebaliknya, provokasi berbau politik tidak mudah memasuki wilayah agama.
Di tengah-tengah kehidupan masyarakat Hindu, terdapat sebuah desa yang bernama
Pegayaman. Penduduk desa ini hampir semuanya muslim. Kehidupan sehari-hari desa ini
menunjukkan warna Islam yang kuat. Desa Pegayaman oleh sebagian masyarakat Bali
disebut sebagai Nyama Selam yang artinya ‘masyarakat Islam. Di Desa Pegayaman inilah
orang-orang Jawa dan Bugis mengem-bangkan ajaran Islam dan berhasil mendirikan
Masjid Safinatus Salam yang diprakarsai Kumpi Haji Yahya. Safinatus Salam merupakan
masjid tertua dan terbesar di Buleleng, Bali. Masjid Safinatus Salam oleh masyarakat
Pegayaman dan sekitarnya dijadikan pusat pengembangan Islam di daerah Bali. Di desa
ini telah dibentuk jamaah-jamaah pengajian yang bersifat rutin. Semua kegiatan, baik itu
pengajian maupun hal-hal yang menyangkut ajaran Islam, pelaksanaannya dipusatkan di
Masjid Safinatus Salam. Dalam hubungan kemasyarakatan, tidak pernah ada konflik yang
disebabkan perbedaan agama. Membangun rumah dan sarana umum, mereka tetap
bergotong-royong walaupun berbeda agama. Bahkan, ketika Masjid Safinatus Salam
direnovasi pada 11 Maret 1986, tukang atau buruh yang memperbaiki Masjid Safinatus
Salam juga banyak dari orang-orang yang beragama Hindu. Selain itu wujud nyata
multikulturalisme di Bali juga tercermin dari sikap masyarakat bali yang masyoritas
hindu tetap memperbolehkan warga bali muslim untuk melaksanakan ibadah sholat
jum’at di hari raya nyepi.

Sikap toleran masyarakat bali memang dapat kita jadikan sebagai contoh. Jika sebuah
kelompok mayoritas dapat menempatkan kelompok minoritas untuk mendapatkan
indentitas dan pengakuan maka dengan hal itu akan terbentuk kesederajatan dalam
kehidupan yang harmonis. Meskipun masyarakat bali kental dengan tradisi dan
kebudayaan nenek moyang mereka, hal itu tindak menjadikan masyarakat disana menjadi
primodial dan apatis terhadap agama maupun budaya yang lainnya. Seiring
perkembangan jaman dan meningkatnya pendidikan dibali juga menumbuhkan kesedaran
dan semangat persatuan masyarakat untuk saling menghargai dan toleran terhadap
kelompok minoritas.
Itulah salah satu wujud masyarakat multikultural di indonesia yaitu masyarakat bali
yang sangat menghargai kaum minoritas agama islam disana, mereka tahu benar
bagaimana seharusnya mereka bersikap terhadap kelompok minoritas agar selalu terjalin
persatuan dan kehidupan yang harmonis.
2. Orang yang berasal suku Jawa, Bali, dan Madura yang berada dalam satu organisasi yang
sama. Mereka tidak mempermasalahkan latar belakang suku yang dimiliki karena
memiliki tujuan bersama untuk dicapai dalam organisasi tersebut.
3. Tidak menyinggung ciri khas dari ras yang dimiliki oleh teman. Contohnya adalah
menyebutnya sebagai “orang negro” karena memiliki warna kulit hitam atau
menyebutnya dengan sebutan “cina” karena memiliki mata yang sipit.
4. Seorang wanita yang tidak diperbolehkan menggunakan jilbab saat bekerja di suatu
kantor swasta yang dinilai akan mengurangi nilai penampilan.

Anda mungkin juga menyukai