Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

Pendidikan Multikultural
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Terstruktur pada Mata Kuliyah Kapita Selekta Pendidikan Yang dibimbing oleh : Drs. Murip Yahya M.Pd.

Di Susun Oleh : Nama : Dadan Suwinda Ayi Abdul Muhyi Anggi Purnama Nor NIM : 1209202041 1209202036 12092020...

Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung 2011

BAB I PENDAHULUAN

Latar belakang Indonesia merupakan negara yang beranekaragam budaya, adat istiadat, suku bangsa, agama, maupun tokoh dan anggota masyarakat. Masyarakat luar negeri menghargai dan menyukai Indonesia salah satunya karena hal di atas (keanekaragaman tersebut). Mereka terkagum dengan banyaknya suku bangsa, kebudayaan, agama, dan lainnya di samping keadaan wilayah negara Indonesia yang berbentuk kepulauan dengan bermacam tempat menarik dan bersejarah. Sudah sewajarnya warga masyarakat Indonesia memiliki rasa kebanggaan dengan hal ini. Namun, di lain pihak dengan munculnya rasa kebanggan yang berlebihan akan melahirkan budaya primordialisme yang hanya mengunggulkan dan membanggakan golongan dan anggota suatu masyarakat tertentu yang mengimplikasikan pada konflik antar anggota masyarakat yang tidak sepaham dan sejalan (sama). Bila ditelusuri ke belakang berbagai konflik yang terjadi di negeri ini beberapa tahun silam, maraknya konflik horizontal yang disebabkan karena perbedaan suku, ras, agama, dan budaya seakan sudah menjadi hal yang tak terelakkan. Peristiwa Ambon, tragedi Sampit, maupun munculnya persatuan-persatuan seperti Forkabi, dan lain sejenisnya semuanya berlatar belakang isu SARA. Berbagai gerakan yang berbasiskan agamapun kian banyak dan bila dibiarkan, maka dipastikan munculnya konflik horizontal, bahkan sesama pengikut satu agama saja banyak kelompok yang saling menonjolkan diri dan mengunggulkan bahwa diri/kelompoknyalah yang paling baik dan benar sehingga memicu terjadinya perpecahan antar sesama umat seagama. Bila dalam satu agama saja sudah terjadi suatu perpecahan, maka tidak heran bila terjadi konflik antar agama seperti yang kita ketahui bersama di Ambon Berbagai hal di atas bila dimasukkan ke dalam satu istilah yang dapat mewakili

semua yaitu satu kata yang kita sebut dengan multikultural. Pendidikan sebagai salah satu agen pembaharu dan pembawa budaya Indonesia secara holistik baik tersirat maupun tersurat pastinya akan mengintegrasikan unsur budaya baik secara nasional maupun daerah yang mana sebagaimana dipaparkan di depan bahwa tidak semua daerah di Indonesia memiliki budaya dan adat istiadat maupun agama yang sama. Hal ini perlu diantisipasi lebih dalam agar supaya misi kebudayaan yang akan dicapai tidak memicu adanya suatu gap dan perbedaan yang mengarah pada praktek dis-integrasi baik secara budaya maupun kebangsaan. Oleh karena itu dalam penyusunan maklah ini kami akan membahas mengenai Pendidikan Multikultural.

Rumusan Masalah Adapun Penyusunan maklah ini kami merumuskan beberapa masalah di antaranya Apa yang dimaksud dengan Pendidikan multikultural? Bagaimana awal dari adanya pendidikan multikultural? Apa karakteristik dari pendidikan multikultural Apa Tujuan Pendidikan Multikultural? Bagimana pendidikin multikultural di Indonesia?

Tujuan Adapun tujuan dari penyusuanan makalah ini adalah untuk mengetahui : Pengertian dari pendidikan multikultural.

Asal mula dari adanya pendidikan multikultural. Karakteristik pendidikan multikultural. Tujuan Pendidikan Multikultural Pendidikan multikultural di Indonesia.

BAB II PEMBAHASAN

Pengertian pendidikan multikultural Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan, proses, cara, perbuatan mendidik.1 Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.2 Sedangkan multikulturalisme dapat diartikan sebagai suatu gejala pada seseorang atau suatu masyarakat yang ditandai oleh kebiasaan menggunakan lebih dari satu kebudayaan.3 Pendidikan Multikultural merupakan suatu rangkaian kepercayaan (set of beliefs) dan penjelasan yang mengakui dan menilai pentingnya keragaman budaya dan etnis di dalam membentuk gaya hidup, pengalaman sosial, identitas pribadi, kesempatan pendidikan dari individu, kelompok maupun negara (Banks, 2001). Di dalam pengertian ini terdapat adanya pengakuan yang menilai penting aspek keragaman budaya dalam membentuk perilaku manusia. James A. Banks dalam bukunya Multicultural Education, mendefinisikan Pendidikan Multikultural sebagai ide, gerakan pembaharuan pendidikan dan proses pendidikan yang tujuan utamanya adalah untuk mengubah struktur lembaga pendidikan supaya siswa baik pria maupun wanita, siswa berkebutuhan khusus, dan siswa yang
1KBBI (2005), hlm. 263

2 UURI Sisdiknas, Ps. 1 (1)

3 Ibid, hlmn. 762 5

merupakan anggota dari kelompok ras, etnis, dan kultur yang bermacam-macam itu akan memiliki kesempatan yang sama untuk mencapai prestasi akademis di sekolah.4 Bila digeneralisasikan secara umum, maka pendidikan multikultural dapat diartikan sebagai suatu proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang dalam kelompok sosial tertentu untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran secara aktif agar dapat berkembang secara spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara dengan pola pembiasaan hidup dalam suatu perbedaan (agama, budaya, adat istiadat, suku bangsa, ras, dan sejenisnya) dan tidak mempermasalahkan adanya unsur perbedaan dimaksud yang bermuara pada pembiasaan hidup dengan menggunakan lebih dari satu unsur kebudayaan. Menurut James A. Banks pendidikan multikultural didefinisikan sebagai sebuah kebijakan sosial yang didasarkan pada prinsip-prinsip pemeliharaan budaya dan saling memiliki rasa hormat antara seluruh kelompok budaya di dalam masyarakat. Pembelajaran multikultural pada dasarnya merupakan program pendidikan bangsa agar komunitas multikultural dapat berpartisipasi dalam mewujudkan kehidupan demokrasi yang ideal bagi bangsanya. Asal mula pendidikan multikultural Dalam sejarahnya, pendidikan multikultural sebagai sebuah konsep atau pemikiran tidak muncul dalam ruangan kosong, namun ada interes politik, sosial, ekonomi dan intelektual yang mendorong kemunculannya. Wacana pendidikan multikultural pada awalnya sangat bias Amerika karena punya akar sejarah dengan gerakan hak asasi manusia (HAM) dari berbagai kelompok yang tertindas di negeri tersebut. Selama itu, di Amerika dan negara-negara Eropa Barat hanya dikenal adanya satu kebudayaan, yaitu kebudayaan kulit putih yang Kristen. Golongan-golongan lainnya yang ada dalam masyarakat-masyarakat tersebut dikelompokkan sebagai minoritas dengan pembatasan hak-hak mereka (Pardi Suparlan, 2002: 2-3).5Banyak lacakan sejarah atau asal-usul 4 James A. Banks (1993) dalam http://lubisgrafura.wordpress.com/2007/09/10/pembelajaran-berbasis-multikultural/
5 Parsudi Suparlan.Menuju Masyarakat Indonesia yang Multikultural.2000.hlm.3

pendidikan multikultural yang merujuk pada gerakan sosial Orang Amerika keturunan Afrika dan kelompok kulit berwarna lain yang mengalami praktik diskrinunasi di lembaga-lembaga publik pada masa perjuangan hak asasi pada tahun 1960-an. Di antara lembaga yang secara khusus disorot karena bermusuhan dengan ide persamaan ras pada saat itu adalah lembaga pendidikan. Pada akhir 1960-an dan awal 1970-an, suara-suara yang menuntut lembaga-lembaga pendidikan agar konsisten dalam menerima dan menghargai perbedaan semakin kencang, yang dikumandangkan oleh para aktivis, para tokoh dan orang tua. Mereka menuntut adanya persamaan kesempatan di bidang pekerjaan dan pendidikan. Momentum inilah yang dianggap sebagai awal mula dari konseptualisasi pendidikan multikultural. Tahun 1980-an agaknya yang dianggap sebagai kemunculan lembaga sekolah yang berlandaskan pendidikan multikultural yang didirikan oleh para peneliti dan aktivis pendidikan progresif. James Bank adalah salah seorang pioner dari pendidikan multikultural. Dia yang membumikan konsep pendidikan multikultural menjadi ide persamaan pendidikan. Pada pertengahan dan akhir 1980-an, muncul kelompok sarjana, di antaranya Carl Grant, Christine Sleeter, Geneva Gay dan Sonia Nieto yang memberikan wawasan lebih luas soal pendidikan multikultural, memperdalam kerangka kerja yang membumikan ide persamaan pendidikan dan menghubungkannya dengan transformasi dan perubahan sosial. Didorong oleh tuntutan warga Amerika keturunan Afrika, Latin/Hispanic, warga pribumi dan kelompok marjinal lain terhadap persamaan kesempatan pendidikan serta didorong oleh usaha komunitas pendidikan profesional untuk memberikan solusi terhadap masalah pertentangan ras dan rendahnya prestasi kaum minoritas di sekolah menjadikan pendidikan multikultural sebagai slogan yang sangat populer pada tahun 1990-an. Selama dua dekade konsep pendidikan multikultural menjadi slogan yang sangat populer di sekolah-sekolah AS. Secara umum, konsep ini diterima sebagai strategi penting dalam mengembangkan toleransi dan sensitivitas terhadap sejarah dan budaya dari kelompok etnis yang beraneka macam di negara ini.

Ide pendidikan multikulturalisme akhirnya menjadi komitmen global sebagaimana direkomendasi UNESCO pada bulan Oktober 1994 di Jenewa. Rekomendasi itu di antaranya memuat empat pesan. Pertama, pendidikan hendaknya mengembangkan kemampuan untuk mengakui dan menerima nilai-nilai yang ada dalam kebhinnekaan pribadi, jenis kelamin, masyarakat dan budaya serta mengembangkan kemampuan untuk berkomunikasi, berbagi dan bekerja sama dengan yang lain. Kedua, pendidikan hendaknya meneguhkan jati diri dan mendorong konvergensi gagasan dan penyelesaian-penyelesaian yang memperkokoh perdamaian, persaudaraan dan solidaritas antara pribadi dan masyarakat. Ketiga, pendidikan hendaknya meningkatkan kemampuan menyelesaikan konflik secara damai dan tanpa kekerasan. Karena itu, pendidikan hendaknya juga meningkatkan pengembangan kedamaian dalam diri diri pikiran peserta didik sehingga dengan demikian mereka mampu membangun secara lebih kokoh kualitas toleransi, kesabaran, kemauan untuk berbagi dan memelihara. Konsep pendidikan multikultural dalam perjalanannya menyebar luas ke kawasan di luar AS, khususnya di negara-negara yang memiliki keragaman etnis, ras, agama dan budaya seperti Indonesia. Sekarang ini, pendidikan multikultural secara umum mencakup ide pluralisme budaya. Tema umum yang dibahas meliputi pemahaman budaya, penghargaan budaya dari kelompok yang beragam dan persiapan untuk hidup dalam masyarakat pluralistik. Pada konteks Indonesia, perbincangan tentang konsep pendidikan multikultural semakin memperoleh momentum pasca runtuhnya rezim otoriter-militeristik Orde Baru karena hempasan badai reformasi.6

Karakteristik pendidikan multikultural. Pendidikan multikultural mengandung arti bahwa proses pendidikan yang diimplementasikan pada kegiatan pembelajaran di satuan pendidikan selalu mengutamakan unsur perbedaan sebagai hal yang biasa, sebagai implikasinya pendidikan multikultural membawa peserta didik untuk terbiasa dan tidak
6 Kuper, Adam & Jessica Kuper Ensiklopedi Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.2000.hlm:27.

mempermasalahkan adanya perbedaan secara prinsip untuk bergaul dan berteman dengan siapa saja tanpa membedakan latar belakang budaya, suku bangsa, agama, ras, maupun adat istiadat yang ada. James A. Banks mengidentifikasi ada lima dimensi pendidikan multikultural yang diperkirakan dapat membantu guru dalam mengimplementasikan beberapa program yang mampu merespon terhadap perbedaan pelajar (siswa), yaitu7: Dimensi integrasi isi/materi (content integration). Dimensi ini digunakan oleh guru untuk memberikan keterangan dengan poin kunci pembelajaran dengan merefleksi materi yang berbeda-beda. Secara khusus, para guru menggabungkan kandungan materi pembelajaran ke dalam kurikulum dengan beberapa cara pandang yang beragam. Salah satu pendekatan umum adalah mengakui kontribusinya, yaitu guruguru bekerja ke dalam kurikulum mereka dengan membatasi fakta tentang semangat kepahlawanan dari berbagai kelompok. Di samping itu, rancangan pembelajaran dan unit pembelajarannya tidak dirubah. Dengan beberapa pendekatan, guru menambah beberapa unit atau topik secara khusus yang berkaitan dengan materi multikultural. Dimensi konstruksi pengetahuan (knowledge construction). Suatu dimensi dimana para guru membantu siswa untuk memahami beberapa perspektif dan merumuskan kesimpulan yang dipengaruhi oleh disiplin pengetahuan yang mereka miliki. Dimensi ini juga berhubungan dengan pemahaman para pelajar terhadap perubahan pengetahuan yang ada pada diri mereka sendiri; Dimensi pengurangan prasangka (prejudice ruduction). Guru melakukan banyak usaha untuk membantu siswa dalam mengembangkan perilaku positif tentang perbedaan kelompok. Sebagai contoh, ketika anak-anak masuk sekolah dengan perilaku negatif dan memiliki kesalahpahaman terhadap ras atau etnik yang berbeda dan kelompok etnik lainnya, pendidikan dapat membantu siswa mengembangkan perilaku intergroup yang lebih positif, penyediaan kondisi yang mapan dan pasti. Dua kondisi yang dimaksud adalah bahan pembelajaran yang memiliki citra yang
7 James, A. Banks (1994), dalam: lubisgafura, loc it.

positif tentang perbedaan kelompok dan menggunakan bahan pembelajaran tersebut secara konsisten dan terus-menerus. Penelitian menunjukkan bahwa para pelajar yang datang ke sekolah dengan banyak stereotipe, cenderung berperilaku negatif dan banyak melakukan kesalahpahaman terhadap kelompok etnik dan ras dari luar kelompoknya. Penelitian juga menunjukkan bahwa penggunaan teksbook multikultural atau bahan pengajaran lain dan strategi pembelajaran yang kooperatif dapat membantu para pelajar untuk mengembangkan perilaku dan persepsi terhadap ras yang lebih positif. Jenis strategi dan bahan dapat menghasilkan pilihan para pelajar untuk lebih bersahabat dengan ras luar, etnik dan kelompok budaya lain. Dimensi pendidikan yang sama/adil (equitable pedagogy). Dimensi ini

memperhatikan cara-cara dalam mengubah fasilitas pembelajaran sehingga mempermudah pencapaian hasil belajar pada sejumlah siswa dari berbagai kelompok. Strategi dan aktivitas belajar yang dapat digunakan sebagai upaya memperlakukan pendidikan secara adil, antara lain dengan bentuk kerjasama (cooperatve learning), dan bukan dengan cara-cara yang kompetitif (competition learning). Dimensi ini juga menyangkut pendidikan yang dirancang untuk membentuk lingkungan sekolah, menjadi banyak jenis kelompok, termasuk kelompok etnik, wanita, dan para pelajar dengan kebutuhan khusus yang akan memberikan pengalaman pendidikan persamaan hak dan persamaan memperoleh kesempatan belajar. Dimensi pemberdayaan budaya sekolah dan struktur sosial (empowering school culture and social structure). Dimensi ini penting dalam memperdayakan budaya siswa yang dibawa ke sekolah yang berasal dari kelompok yang berbeda. Di samping itu, dapat digunakan untuk menyusun struktur sosial (sekolah) yang memanfaatkan potensi budaya siswa yang beranekaragam sebagai karakteristik struktur sekolah setempat, misalnya berkaitan dengan praktik kelompok, iklim sosial, latihan-latihan, partisipasi ekstra kurikuler dan penghargaan staff dalam merespon berbagai perbedaan yang ada di sekolah. Tujuan Pendidikan Multikultural

Sementara itu, tujuan pendidikan multikultural dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) macam tujuan, yaitu: tujuan yang berkaitan dengan sikap, pengetahuan, dan pembelajaran (Lawrence J. Saha, 1997: 349). Tujuan pendidikan multikultural yang berkaitan dengan aspek sikap (attitudinal goals) adalah untuk mengembangkan kesadaran dan kepekaan kultural, toleransi kultural, penghargaan terhadap identitas kultural, sikap responsif terhadap budaya, keterampilan untuk menghindari dan meresolusi konflik. Tujuan pendidikan multikultural yang berkaitan dengan aspek pengetahuan (cognitive goals) adalah untuk memperoleh pengetahuan tentang bahasa dan budaya orang lain, dan kemampuan untuk menganalisis dan menerjemahkan perilaku kultural, dan pengetahuan tentang kesadaran perspektif kultural. Sedangkan tujuan pendidikan multikultural yang berkaitan dengan pembelajaran (instructional goals) adalah untuk memperbaiki distorsi, stereotip, dan kesalahpahaman tentang kelompok etnik dalam buku teks dan media pembelajaran; memberikan berbagai strategi untuk mengarahkan perbedaan di depan orang, memberikan alat-alat konseptual untuk komunikasi antar budaya; mengembangkan keterampilan interpersonal; memberikan teknik-teknik evaluasi; membantu klarifikasi nilai; dan menjelaskan dinamika kultural. Tujuan Pendidikan Multikultural dapat mencakup tiga aspek belajar (kognitif, afektif, dan tindakan) dan berhubungan baik nilai-nilai intrinsik (ends) maupun nilai instrumental (means) Pendidikan Multikultural. Tujuan Pendidikan Multikultural mencakup8: Pengembangan Literasi Etnis dan Budaya Salah satu alasan utama gerakan untuk memasukkan Pendidikan Multikultural dalam program sekolah adalah untuk memperbaiki kelalaian dalam penyusunan kurikulum. Pertama, kita harus memberi informasi pada siswa tentang sejarah dan kontribusi dari kelompok etnis yang secara tradisional diabaikan dalam kurikulum dan materi pembelajaran, kedua, kita harus menempatkan kembali citra kelompok ini secara
8 Sutarno.Pendidikan Multikultural.Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. 1997.hal.57

11

lebih akurat dan signifikan, menghilangkan bias dan informasi menyimpang yang terdapat dalam kurikulum. Yang dimaksud dengan informasi menyimpang ini adalah informasi yang salah tentang sistem nilai dan budaya dari etnis tertentu atau melihat sistem nilai budaya mereka dari sudut pandang kelompok lain. Siswa masih terlalu sedikit mengetahui tentang sejarah, pewarisan, budaya, bahasa, dan kontribusi kelompok masyarakat yang beragam dari bangsanya sendiri. Jadi, tujuan utama Pendidikan Multikultural adalah mempelajari tentang latar belakang sejarah, bahasa, karakteristik budaya, sumbangan, peristiwa kritis, individu yang berpengaruh, dan kondisi sosial, politik, dan ekonomi dari berbagai kelompok etnis mayoritas dan minoritas. Informasi ini harus komprehensif, analistis, dan komparatif, dan harus memasukkan persamaan dan perbedaan di antara kelompok-kelompok yang ada. Perkembangan Pribadi Dasar psikhologis Pendidikan Multikultural menekankan pada pengembangan pemahaman diri yang lebih besar, konsep diri yang positif, dan kebanggaan pada identitas pribadinya. Penekanan bidang ini merupakan bagian dari tujuan Pendidikan Multikultural yang berkontribusi pada perkembangan pribadi siswa, yang berisi pemahaman yang lebih baik tentang diri yang pada akhirnya berkontribusi terhadap keseluruhan prestasi intelektual, akademis, dan sosial siswa. Siswa merasa baik tentang dirinya sendiri karena lebih terbuka dan reseptif (menerima) dalam berinteraksi dengan orang lain dan menghormati budaya dan identitasnyanya. Pendapat ini mendapat justifikasi lebih lanjut dengan temuan penelitian yang berkaitan dengan adanya hubungan timbal balik antara konsep diri, prestasi akademis, identitas individu, etnis dan budaya. Klarifikasi Nilai dan Sikap Pendidikan Multikultural mengangkat nilai-nilai inti yang berasal dari prinsip martabat manusia (human dignity), keadilan, persamaan, kebebasan, dan demokrasi.

Maksudnya adalah mengajari generasi muda untuk menghargai dan menerima pluralisme etnis, menyadarkan bahwa perbedaan budaya tidak sama dengan kekurangan atau rendah diri, dan untuk mengakui bahwa keragaman merupakan bagian integral dari kondisi manusia. Pengklarifikasian sikap dan nilai etnis didesain untuk membantu siswa memahami bahwa berbagai konflik nilai itu tidak dapat dielakkan dalam masyarakat pluralistik; dan bahwa konflik tidak harus menghancurkan dan memecah belah. Kompetensi Multikultural Penting sekali bagi siswa untuk mempelajari bagaimana berinteraksi dengan dan memahami orang yang secara etnis, ras, dan kultural berbeda dari dirinya. Dunia kita menjadi semakin lebih beragam, kompak, dan saling tergantung. Namun, bagi sebagian besar siswa, awal-awal pembentukan kehidupannya dihabiskan dengan isolasi atau terkurung di daerah kantong secara etnis dan kultural. Kita biasa hidup dalam kantongkantong budaya yang sempit yang hanya mengenal budaya yang sempit pula. Peralihan dari generasi ke generasi mengalami penurunan pemahaman akan budaya kita. Pendidikan Multikultural dapat meredakan ketegangan ini dengan mengajarkan ketrampilan dalam komunikasi lintas budaya, hubungan antar pribadi, pengambilan perspektif, analisis kontekstual, pemahaman sudut pandang dan kerangka berpikir alternatif, dan menganalisa bagaimana kondisi budaya mempengaruhi nilai, sikap, harapan, dan perilaku. Pendidikan Multikultural dapat membantu siswa mempelajari bagaimana memahami perbedaan budaya tanpa membuat pertimbangan nilai yang semena-mena tentang nilai intrinsiknya. Untuk mencapai tujuan ini anak dapat diberi pengalaman belajar dengan memberi berbagai kesempatan pada siswa untuk mempraktekkan kompetensi budaya dan berinteraksi dengan orang, pengalaman, dan situasi yang berbeda. Kemampuan Ketrampilan Dasar Tujuan utama Pendidikan Multikultural adalah untuk memfasilitasi pembelajaran

13

untuk melatih kemampuan ketrampilan dasar dari siswa yang berbeda secara etnis. Pendidikan Multikultural dapat memperbaiki penguasaan membaca, menulis dan ketrampilan matematika; materi pelajaran; dan ketrampilan proses intelektual seperti pemecahan masalah, berpikir kritis, dan pemecahan konflik dengan memberi materi dan teknik yang lebih bermakna untuk kehidupan dan kerangka berpikir dari siswa yang berbeda secara etnis. Menggunakan materi, pengalaman, dan contoh-contoh sebagai konteks mengajar, mempraktekkan, dan mendemonstrasikan penguasaan ketrampilan akademis dan mata pelajaran dapat meningkatkan daya tarik pembelajaran, mempertinggi relevansi praktis ketrampilan yang dipelajari, dan memperbaiki tempo siswa dalam melaksanakan tugas. Persamaan dan Keunggulan Pendidikan Tujuan persamaan multikultural berkaitan erat dengan tujuan penguasaan ketrampilan dasar, namun lebih luas dan lebih filosofis. Untuk menentukan sumbangan komparatif terhadap kesempatan belajar, pendidik harus memahami secara keseluruhan bagaimana budaya membentuk gaya belajar, perilaku mengajar, dan keputusan pendidikan. Mereka harus mengembangkan berbagai alat untuk melengkapi hasil belajar yang menggambarkan preferensi dan gaya dari berbagai kelompok dan individu. Dengan memberi pilihan yang lebih pada semua siswa pilihan tentang bagaimana mereka akan belajar, pilihan yang sesuai dengan gaya budaya mereka, tidak seorang pun akan terlalu dirugikan atau diuntungkan pada level prosedural dari belajar. Pilihan ini akan membimbing ke paralelisme (misalnya persamaan) dalam kesempatan belajar dan lebih komparatif dalam prestasi maksimum siswa dalam kemampuan intelektualnya. Memperkuat Pribadi untuk Reformasi Sosial Tujuan terakhir dari Pendidikan multikultural adalah memulai proses perubahan di sekolah yang pada akhirnya akan meluas ke masyarakat. Tujuan ini akan melengkapi penanaman sikap, nilai, kebiasaan dan ketrampilan siswa sehingga mereka menjadi agen perubahan sosial (social change agents) yang memiliki komitmen yang tinggi

dengan reformasi masyarakat untuk memberantas perbedaan (disparities) etnis dan rasial dalam kesempatan dan kemauan untuk bertindak berdasarkan komitmen ini. Untuk melakukan itu, mereka perlu memperbaiki pengetahuan mereka tentang isu etnis di samping mengembangkan kemampuan pengambilan keputusan, ketrampilan tindakan sosial, kemampuan kepemimpinan, dan komitmen moral atas harkat dan persamaan. Mereka tidak hanya perlu memahami dan mengapresiasi mengapa pluralisme etnis dan budaya itu ada, namun juga bagaimana menterjemahkan pengetahuan kepada keputusan dan tindakan yang berhubungan dengan isu, peristiwa dan situasi sosiopolitis yang esensial. Memiliki wawasan kebangsaan/kenegaraan yang kokoh. Dengan mengetahui kekayaan budaya bangsa itu akan tumbuh rasa kebangsaan yang kuat. Rasa kebangsaan itu akan tumbuh dan berkembang dalam wadah negara Indonesia yang kokoh. Untuk itu Pendidikan Multikultural perlu menambahkan materi, program dan pembelajaran yang memperkuat rasa kebangsaan dan kenegaraan dengan menghilangkan etnosentrisme, prasangka, diskriminasi dan stereotipe. Memiliki wawasan hidup yang lintas budaya dan lintas bangsa sebagai warga dunia. Hal ini berarti individu dituntut memiliki wawasan sebagai warga dunia (world citizen). Namun siswa harus tetap dikenalkan dengan budaya lokal, harus diajak berpikir tentang apa yang ada di sekitar lokalnya. Mahasiswa diajak berpikir secara internasional dengan mengajak mereka untuk tetap peduli dengan situasi yang ada di sekitarnya act locally and globally. Hidup berdampingan secara damai. Dengan melihat perbedaan sebagai sebuah keniscayaan, dengan menjunjung tinggi nilai kemanusian, dengan menghargai persamaan akan tumbuh sikap toleran terhadap kelompok lain dan pada gilirannya dapat hidup berdampingan secara damai.

15

Pendidikan multikutural di Indonesia Dalam konteks yang luas, pendidikan multikultural mencoba membantu menyatukan bangsa secara demokratis, dengan menekankan pada perspektif pluralitas masyarakat di berbagai bangsa, etnik, kelompok budaya yang berbeda. Dengan demikian sekolah dikondisikan untuk mencerminkan praktik dari nilai-nilai demokrasi. Kurikulum menampakkan aneka kelompok budaya yang berbeda dalam masyarakat, bahasa, dan dialek; dimana para pelajar lebih baik berbicara tentang rasa hormat di antara mereka dan menunjung tinggi nilai-nilai kerjasama, dari pada membicarakan persaingan dan prasangka di antara sejumlah pelajar yang berbeda dalam hal ras, etnik, budaya dan kelompok status sosialnya. Pendidikan berbasis multikultural didasarkan pada gagasan filosofis tentang kebebasan, keadilan, kesederajatan dan perlindungan terhadap hak-hak manusia. Hakekat pendidikan multikultural mempersiapkan seluruh siswa untuk bekerja secara aktif menuju kesamaan struktur dalam organisasi dan lembaga sekolah. Pendidikan multikultural bukanlah kebijakan yang mengarah pada pelembagaan pendidikan dan pengajaran inklusif dan pengajaran oleh propaganda pluralisme lewat kurikulum yang berperan bagi kompetisi budaya individual. Di Indonesia pendidikan multikultural secara tersirat telah diamanahkan pada implementasi perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidikan diselenggarakan secara demokratis dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa, lebih lanjut dinyatakan bahwa pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.9 Pendidikan multikultural sangat relevan dilaksanakan dalam mendukung proses demokratisasi, dimana pada pendidikan multikultural terdapat beberapa hal terkait
9 Hanafiah, Nanang dan Cucu Suhana. Konsep Strategi Pembelajaran. Bandung: Refika Aditama. 2009.hlm.208

mengenai; pengakuan hak asasi manusia, tidak adanya diskriminasi dan diupayakannya keadilan sosial. Selain itu, dengan pendidikan multikultural ini dimungkinkan seseorang dapat hidup dengan tenang di lingkungan kebudayaan yang berbeda dengan yang dimilikinya. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk dan bahkan paling majemuk di dunia, karena itu agar kemajemukan ini tidak berkembang menjadi ancaman disintegrasi harus diupayakan untuk dikelola. Lantas apa yang perlu dilakukan, Pendidikan merupakan salah satu jawaban utamanya. Proses pembelajaran tentang manusia Indonesia harus merupakan mata pelajaran wajib di seluruh tingkatan jenjang pendidikan, terutama pada satuan pendidikan dasar sebagai titik awal proses pendidikan setiap individu sebagai peserta didik dimulai. Guru, kurikulum, saranaprasarana, dan berbagai hal yang diperlukan untuk suatu proses pembelajaran yang mendukung multikulturalisme harus disediakan oleh negara. Negara merupakan otoritas tertinggi dalam penyelenggaraan pendidikan. Untuk membentuk manusia Indonesia yang bercirikan ke-Indonesiaan diperlukan adanya penyeragaman dalam beberapa mata pelajaran yang bersifat umum seperti Bahasa Indonesia, Sosia-Budaya Indonesia, Pendidikan Kewarganegaraan (PKn). Mata pelajaran ini adalah mata pelajaran yang mutlak harus diberikan untuk membentuk karakter manusia Indonesia. Selain tentunya mata pelajaran olah raga dan kesenian. Selama ini proses pembelajaran lebih cenderung mengupayakan penyeragaman, dan kurang memperhatikan keanekaragaman masyarakat bangsa Indonesia.

17

BAB III KESIMPULAN

Dari penjelasan di atas maka dapat di ambil beberapa kesimpulan diantaranya: pendidikan multikultural dapat diartikan sebagai suatu proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang dalam kelompok sosial tertentu untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran secara aktif dengan pola pembiasaan hidup dalam suatu perbedaan Wacana pendidikan multikultural pada awalnya sangat bias Amerika karena punya akar sejarah dengan gerakan hak asasi manusia (HAM) dari berbagai kelompok yang tertindas di negeri tersebut. Hingga ini menyebar ke negara-negara lain termasuk indonesia yang merupakan bangsa majemuk Pendidikan berbasis multikultural mengindikasikan adanya gejala yang ada pada lapisan masyarakat secara horizontal yang heterogen baik dari segi budaya, agama, maupun status sosial yang ada. Pendidikan multikultural memerlukan adanya suatu dorongan yang mengarah pada satu asumsi bahwa dengan adanya perbedaan itu tidak perlu adanya suatu pengelompokan ataupun penggolongan terhadap warga masyarakat tertentu dan saling membatasi diri diantara anggota masyarakat yang berbeda tersebut. Tujuan Pendidikan Multikultural dapat mencakup tiga aspek belajar (kognitif, afektif, dan tindakan) dan berhubungan baik nilai-nilai intrinsik (ends) maupun nilai instrumental (means) Pendidikan Multikultural. Indonesia mrupakan bangsa yang majemuk sangat relevan dengan penerapan pendidikan multikultural

DAFTAR PUSTAKA

Tim Penyusun. Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ketiga, cetakan ketiga. Jakarta: Balai Pustaka. 2005. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Hanafiah, Nanang dan Cucu Suhana. Konsep Strategi Pembelajaran. Bandung: Refika Aditama. 2009. Parsudi Suparlan.Menuju Masyarakat Indonesia yang Multikultural.2000. Kuper, Adam & Jessica Kuper Ensiklopedi Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.2000. Sutarno.Pendidikan Multikultural.Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. 1997. James A. Banks (1993) dalam http://lubisgrafura.wordpress.com/2007/09/10/pembelajaran-berbasis-multikultural/ http://staff.ui.ac.id/internal/132059031/publikasi/PENDIDIKANBERBASISMASYAR AKAT.doc http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/04/04/wacana-pendidikan-multikultural-diindonesia/ http://lubisgrafura.wordpress.com/2007/09/10/pembelajaran-berbasis-multikultural/

19

Anda mungkin juga menyukai