Anda di halaman 1dari 17

1

Pengintegrasian Model Pendidikan Multikultural pada Kurikulum


Muatan Lokal Sekolah Sulawesi Selatan
I. Pendahuluan
a. Latar Belakang
Memperkenalkan kekayaan budaya Indonesia pada dunia merupakan
tanggung jawab semua warga negara. Kenyataan yang dihadapi selama ini
adalah kurangnya kesadaran, pemahaman, dan kemampuan mensosialisasikan
budaya, seni, dan sumber daya alam yang begitu beragam, padahal Indonesia
adalah salah satu negara multikultural terbesar di dunia. Kenyataan ini dapat
dilihat dari kondisi sosio-kultural maupun letak geografisnya.
Harus diakui bahwa di satu sisi keragaman tersebut begitu indah,
namun di sisi lain keragaman ini dapat pula menimbulkan berbagai persoalan,
dari kurangnya rasa nasionalisme hingga konflik antar etnis. Fenomena
tersebut di atas memerlukan pendekatan khusus untuk meningkatkan sisi
positifnya, dan meminimalisir sisi negatif yang dapat ditimbulkan.
Salah satu upaya yang harus dilakukan adalah mengoptimalkan peran
lembaga pendidikan formal (sekolah) melalui penyesuaian kurikulum, agar
dapat menghasilkan anak didik yang tidak hanya sadar dan memahami budaya
bangsa, namun juga memiliki kemampuan mensosialisasikannya pada dunia
luar. Berkaitan dengan itu, maka penelitian ini menawarkan satu alternatif
melalui penerapan model pembelajaran multikultural yang ada di masyarakat,
khususnya yang dialami langsung oleh siswa dalam lingkungan kehidupan
nyata mereka, seperti keragaman etnis, budaya, kesenian, bahasa, agama, status
sosial, gender, dan sebagainya. Hal tersebutlah yang dimaksud dengan
pendidikan multikultural. Banks (2004;74).
Sehubungan dengan semua fenomena di atas, pengembangan model
pembelajaran multikultural merupakan salah satu strategi yang diharapkan
sangat efektif dan akan dikembangkan pada penelitian ini. Salah satu hal
penting dalam pendidikan multikultural adalah seorang guru tidak hanya
dituntut untuk menguasai dan secara profesional mengajarkan mata pelajaran
yang diajarkan, lebih dari itu, guru sebagai seorang pendidik

juga harus

mampu menanamkan nilai-nilai inti dari pendidikan multikultural seperti


demokrasi, humanisme, dan pluralisme, atau menanamkan nilai-nilai
keberagamaan yang inklusif pada siswa. Pada gilirannya, out-put yang
dihasilkan tidak hanya cukup sesuai dengan disiplin ilmu yang ditekuninya,
tetapi juga mampu menerapkan nilai-nilai keberagamaan dalam memahami dan
menghargai keberadaan setiap individu dan komunitas, namun lebih dari itu,
yakni mampu mensosialisasikannya pada dunia luar.
Salah satu strategi yang dapat dilaksanakan guna mengintegrasikan
pendidikan multicultural di sekolah yaitu dengan melalui penerapan kurikulum
muatan lokal berbasis multikultural di sekolah. Kurikulum muatan lokal telah
diatur dalam Pasal 77 P, yang antara lain dinyatakan bahwa:
(1) Pemerintah daerah provinsi melakukan koordinasi dan
supervisi pada pengelolaan muatan lokal pada pendidikan
menengah, (2) Pemerintah kabupaten kota melakukan
koordinasi dan supervisi pada pengelolaan muatan lokal pada
pendidikan dasar, (3) pengelolaan muatan lokal meliputi
penyiapan, penyusunan, dan evaluasi terhadap dokumen
muatan local, buku teks pelajaran, dan buku panduan guru,
(4) dalam hal seluruh kabupaten kota pada satu provinsi
sepakat menetapkan satu muatan lokal yang sama, koordinasi
dan supervisi pengelolaan kurikulum pada pendidikan dasar
dilakukan oleh pemerintah daerah.
Melalui kurikulum muatan lokal anak didik belajar tentang banyaknya
jenis dan ragam budaya, agama, bahasa, adat istiadat, dan sumber daya alam
yang melimpah. Mereka akan belajar bagaimana kekayaan tersebut dilestarikan
dan dimanfaatkan secara bijaksana. Selain itu, dengan adanya dukungan
perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, serta kerjasama antar
Negara secara global, maka kita dihadapkan pada peluang dan tantangan dari
kedua kondisi tersebut.
Dalam upaya menjawab isu tantangan tersebut menurut ketetapan Pusat
Penelitian Kebijakan (Puslitjak), tema penelitian dan pengembangan yang
diarahkan pada pendidikan berkeunggulan local yang antara lain bertujuan
untuk melestarikan/mengembangkan nilai-nilai social budaya dan sumberdaya
setempat (internal benchmarking) dan pendidikan bertaraf internasional yang

bertujuan untuk dapat bersaing secara global (eksteral benchmarking).


Puslitjak. 2011.
Sehubungan dengan itu, peneliti telah melakukan studi kepustakaan
berupa hasil-hasil penelitian yang relevan, dan ditemukan data bahwa
penelitian sebelumnya memilih mata pelajaran sosial sebagai kontennya,
seperti Sosiologi, dan Pendidikan Kewarganegaraan, sedangkan penelitian ini
mengintegrasikannya pada kurikulum muatan lokal sekolah, Salah satu standar
kompetensi lintas kurikulum yang merupakan kecakapan untuk hidup dan
belajar sepanjang hayat yang dibakukan, dan harus dicapai oleh peserta didik
melalui kegiatan belajar, adalah berkreasi dan menghargai karya artistik,
budaya, dan intelektual, serta menerapkan nilai-nilai luhur untuk meningkatkan
kematangan pribadi menuju masyarakat beradab.
Selain itu luaran penelitian sebelumnya berupa pengembangan
perangkat pembelajaran yang terdiri atas silabus, RPP, modul, LKS, media
pembelajaran multikultural, dan instrument evaluasi pembelajaran, dan
materi/bahan ajar. Semua perangkat dikembangkan dengan mengacu pada
kompetensi dasar yang telah dikembangkan sebelumnya.
Dipilihnya perwakilan dari setiap jenjang sekolah/satuan pendidikan
sebagai subjek penelitian, sebab konten multikultural berupa apa dan
bagaimana keragaman budaya, seni, dan lingkungan geografis daerah dapat
diintegrasikan pada kompetensi memahami makna dalam percakapan
transaksional dan interpersonal untuk beriteraksi dengan lingkungan terdekat.
Berdasarkan semua kondisi di atas penelitian ini akan mengembangkan model
pembelajaran multikultural melalui kurikulum muatan local di sekolah
menengah pertama di Provinsi Sulawesi Selatan.
b. Rumusan Masalah
1. Bagaimana gambaran kondisi multikultural di Sulawesi Selatan?
2. Bagaimana pengembangan model pembelajaran multikultural melalui
kurikulum muatan lokal di sekolah menengah pertama?

3. Bagaimana penerapan model pembelajaran multikultural melalui


kurikulum muatan lokal di sekolah menengah pertama?
c. Tujuan Khusus Penelitian
1. Kolaborasi antara peneliti dengan guru muatan lokal di Sekolah yang
menjadi salah satu subjek penelitian ini akan melahirkan sebuah produk
pembelajaran yang valid dan kredibel.
2. Selama ini bahan ajar berupa modul mulai kurang digunakan di
sekolah, padahal dibandingkan buku teks, modul lebih mampu
menumbuhkan kemandirian belajar siswa, sekaligus meningkatkan
keterampilan guru dalam mengembangkan bahan ajar modul yang
sesuai dengan rambu-rambu pengembanhan bahan ajar yang benar.
3. Pemanfaatan media audio visual pembelajaran oleh guru semakin
memperkuat profesionalisme dalam memanfaatkan media berbasis
teknologi informasi dan komunikasi, dan yang lebih utama adalah
meningkatkan minat belajar siswa.
II.

Tinjauan Pustaka

A. Pendidikan Multikultural
a. Latar Belakang dan Definisi Pendidikan Multikultural
Pendidikan multikultural (multicultural education) sesungguhnya
bukanlah pendidikan khas Indonesia. Pendidikan multikultural merupakan
pendidikan khas barat, Kanada, Amerika, Jerman, dan

Inggris adalah

beberapa contoh negara yang mempraktikkan pendidikan multikultural. Ada


beberapa nama dan istilah lain yang digunakan untuk menunjuk pendidikan
multikultural, beberapa istilah tersebut adalah: intercultural education,
interetnic education, transcultural education, multietnic education, dan
cross-cultural education (Ekstrand dalam Lawrence J. Saha, 1997: 345-6).
Sebagai sebuah ide, pendidikan multikultural dibahas dan diwacanakan
pertama kali di Amerika dan negara-negara Eropa Barat pada tahun 1960-an

oleh gerakan yang menuntut diperhatikannya hak-hak sipil (civil right


movement).
Sejak Tahun 2002 hingga sekarang ini wacana pendidikan
multikultural berhembus di Indonesia. Pada rencana penelitian ini, dimensi
pendidikan multikultural yang akan dikaji adalah dimensi pedagogik.
Dimensi

ini

digunakan

untuk

membahas

bagaimana

mengasuh,

membesarkan, dan mendidik peserta didik melalui pendidikan multikultural.


Dalam kaitan ini, ada dua hal penting yang perlu ditekankan, yaitu masalah
didaktik dan metodik. Masalah didaktik perlu mendapat tekanan dalam
tulisan ini dengan alasan bahwa didaktik merupakan bagian dari ilmu
pendidikan yang membahas tentang cara membuat persiapan pembelajaran
dan mengorganisir bahan pembelajaran. Dalam tulisan ini, didaktik akan
dikaitkan dengan bahan, materi, dan silabus, atau kurikulum sebagai subject
matter dalam pendidikan multikultural. Masalah metodik juga akan
ditekankan di sini, karena metodik merupakan bagian dari ilmu pendidikan
yang membahas tentang cara mengajarkan suatu mata pelajaran.
Definisi pendidikan multikultural menurut pendapat James A. Bank
adalah pendidikan multikultural dapat dilihat dari 3 (tiga) aspek: konsep,
gerakan, dan proses (James A. Bank, 1989: 2-3). Dari aspek konsepnya,
pendidikan multikultural dipahami sebagai ide yang memandang semua siswa
tanpa memperhatikan gender, kelas sosial, etnik, ras dan karakteristikkarakteristik kultural lainnya sehingga memiliki kesempatan yang sama untuk
belajar di kelas. Dari aspek gerakannya, pendidikan multikultural
didefinisikan sebagai usaha untuk mengubah sekolah agar memberi
kesempatan belajar yang sama, pada siswa dari semua kelas sosial, gender,
ras, dan kelompok-kelompok.
b. Kurikulum Pendidikan Multikultural
Dari aspek didaktik, kurikulum merupakan salah satu aspek penting
dalam pendidikan multikultural. Kurikulum dapat dipahami dalam pengertian
sejumlah pernyataan atau daftar pokok-pokok bahasan, bahan ajar, dan

sejumlah mata pelajaran yang akan dijadikan sebagai bahan dalam proses
pembelajaran (Smith, 2002: 3). Atas dasar ini, kurikulum dimaknai sebagai
kumpulan pengetahuan yang berbentuk mata pelajaran. Pendidikan yang
menjadikan kurikulum sebagai silabus, dengan demikian, merupakan proses
penyampaian sejumlah mata pelajaran kepada siswa dengan metode tertentu.
Untuk memberikan pendidikan multikultural, sekolah atau guru perlu
menelaah secara kritis tentang materi dan bahan ajar yang akan disampaikan
dalam proses pembelajaran, agar tidak terjadi berbagai macam bias. Dalam
kaitan ini, Sadker sebagaimana dikutip Donna M. Gollnick & Philip C. Chinn
(1983: 299-300) mencatat adanya 6 (enam) macam bias dalam buku teks yang
digunakan dalam pembelajaran. Keenam macam bias tersebut adalah: (a) bias
yang tidak kelihatan (invisibility), (b) pemberian label (stereotyping),
(c) selektivitas dan ketidakseimbangan (selectivity and inbalance), (d) tidak
mengacu realitas (unreality), (e) pembagian dan isolasi (fragmentation and
isolation), dan (f) bahasa (language).
Dalam hubungan ini, James Lynch (1986: 86-7) merekomendasikan
agar sekolah atau guru menyampaikan pokok-pokok bahasan multikultural,
dengan berorientasi pada 2 (dua) tujuan, yaitu: (a) penghargaan kepada orang
lain (respect for others), dan (b) penghargaan kepada diri sendiri (respect for
self). Kedua bentuk penghargaan ini, mencakup 3 (tiga) ranah pembelajaran
(domain of learning). Ketiga ranah pembelajaran tersebut adalah:
pengetahuan (cognitive), keterampilan (psychomotor), dan sikap (affective).
Rekomendasi Lynch di atas mempertimbangkan hubungan yang kompleks
antara dimensi intelektual dan emosional dalam perilaku siswa.
B. Penelitian Relevan Sebelumnya dan Luaran Penelitian
Departemen Pendidikan Nasional, Badan Penelitian dan
Pengembangan, Pusat Penelitian Kebijakan dan Inovasi Pendidikan,
Tahun 2007. Penelitian ini menghasilkan Model Konseptual Umum
Pendidikan Lintas Kultur Terintegrasi Berbasis Kompetensi untuk
SD/MI dan SMP/MTs.

Nurul Zuriah, 2011. Penelitian ini menghasilkan model pengembangan


Pendidikan Kewarganegaraan multikultural berbasis kearifan lokal dalam
fenomena sosial pasca reformasi di perguruan tinggi.
Penelitian ini merupakan pengambangan dari penelitian sebelumnya,
namun menekankan pada luaran berupa pengembanan modul dan media
pembelajaran.
C. Kurikulum Muatan Lokal
1. Definisi Kurikulum muatan Lokal
Kurikulum muatan lokal adalah seperangkat rencana dan
pengaturan mengenai isi dan bahan pengajaran yang telah ditetapkan oleh
daerah sesuai dengan keadaan kebutuhan daerah masing-masing serta cara
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar
(Mulyasa; 2006; 273).
Hingga saat ini dinas pendidikan provinsi Sulawesi Selatan belum
menetapkan konten kurikulum muatan lokal yang diseragamkan
penerapan di tiap tingkat satuan pendidikan, sehingga tiap sekolah
menerapkan kurikulum muatan local dengan menambah waktu mata
pelajaran lain yang dianggap belum maksimal di pembelajaran regular,
misalnya Bahasa Inggris, Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK),
atau Bahasa Daerah.
Melalui penelitian ini diharapkan luaran penelitian berupa
perangkat pembelajaran multicultural dapat direkomendasikan kepada
penentu kebijakan agar dipertimbangkan penerapannya, khususnya di
Provinsi Sulawesi Selatan.
2. Fungsi dan Tujuan Kurikulum Muatan Lokal
Kurikulum muatan local mempunyai

fungsi

dan

tujuan

mengembangkan sikap dan kemampuan siswa dalam berkreasi dan peka


terhadap lingkungannya. Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) dijelaskan tentang sejumlah kompetensi dasar yang harus dimiliki

siswa setelah mereka belajar melalui penerapan kurikulum muatan local,


yaitu:
a. Mampu memadukan unsur logika, etika, dan estetika yang meliputi
perseptual, pengetahuan, pemahaman, analisis, evaluasi, apresiasi dan
produksi melalui bahasa rupa, bunyi, gerak, dan peran.
b. Mampu berapresiasi dan bersikap kritis terhadap keragaman seni
budaya setempat, nusantara, dan mancanegara.
c.

Mampu berkreasi dan terampil berkarya seni sesuai dengan bakat


dan minat anak.

d. Memiliki

wawasan

dan

keterampilan

berkesenian

untuk

mempersiapkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi sesuai


dengan bakat dan minatnya, serta dapat mengaplikasikannya dalam
kehidupan masyarakat.
Keempat kompetensi di atas masih sangat bersifat umum dan
abstrak, sehingga perlu dijabarkan dalam bentuk kegiatan atau aktivitas
pembelajaran yang operasional dan mudah diukur, serta dilengkapi
dengan perangkat pembelajaran yang lengkap dan up to date, sehingga
siswa akan termotivasi dalam belajar, begitupun para guru dapat lebih
kreatif menciptakan inovasi-inovasi baru, baik berupa pengembangan
model, strategi, pendekatan, maupun perangkat pembelajarannya.
D. Roadmap Penelitian
Sejak kurikulum 2006, pendidikan karakter dan kebijakan lokal
kembali

mendapat

porsi

di

dalam

kurikulum

Indonesia,

namun

permasalahannya konten dan proses penyampaian pembelajaran hingga


penilaian hasil pembelajarannya tidak dilakukan secara otentik. Oleh karena
itu

saat

kurikulum

2013

diterapkan,

mulailah

para

guru

dilatih

mengembangkan rencana pembelajaran yang berpusat pada siswa, agar


melatih daya kreativitas dengan mengintegrasikan pendidikan karakter dan
pengenalan lingkungan melalui budaya di sekitar tempat tinggal siswa sehari-

hari. Salah seorang tim peneliti, yaitu Arnidah termasuk aktif dalam
memberikan bimbingan teknis pengembangan rencana pembelajaran dan
instrumen penilaian otentik yang mengintegrasikan sikap sosial dan religius,
dan hingga saat ini, meskipun kurikulum 2013 tidak menjadi kurikulum
utama lagi atau hanya sebagian daerah dan satuan yang melanjutkannya,
namun prinsip pengembangan perangkat pembelajaran tetap dilanjutkan
melalui workshop dan seminar-seminar, baik untuk peningkatan SDM tenaga
pengajar maupun mahasiswa LPTK sebagai calon guru.
Selanjutnya dalam penelitian ini akan dilakukan kembali
pengintegrasian pendidikan multikultural di sekolah khususnya di sekolah
menengah pertama yang memiliki karakteristik perkembangan psikologi
yang lebih mudah mengeksplorasi bakat minatnya kedalam seni dan budaya
yang ada di sekitarnya.
Sesuai dengan teori biheviorisme Piaget bahwa anak didik yang
berada pada usia 11-15 tahun berada pada tahapan perkembangan formal
operations. Siswa pada perkembangan tersebut bisa menangani situasi
hipotesis, dan proses berpikir mereka tidak lagi tergantung hanya pada hal-hal
yang langsung dan ril. Pemikiran pada tahap ini semakin logis. Piaget
(2009;320) .
Atas pertimbangan inilah peneliti menetapkan sekolah menengah
pertama sebagai subjek penelitian ini. Sehubungan dengan itu tim peneliti
sudah melakukan FGD pada bulan Maret 2015 lingkup provinsi dengan
melibat unsur stakeholders di antaranya: dinas pendidikan provinsi, kepala
sekolah dan guru sekolah menengah untuk penyamaan persepsi dan
identifikasi kebutuhan siswa. Dari hasil FGD tersebut ditetapkan rancangan
kegiatan penelitian seperti pada gambar berikut:

10

PEND. MULTIKULTURAL
1. Terintegrasi
2. Bersumber dr Budaya
Sendiri
3. Berbasis Komp.
4. Kontekstual
5.Evaluasi

Gambar 1. Rancangan fokus penelitian

KURIKULUM
MULOK
Identifikasi
Karakteristik
multikultural
daerah
di
Sulsel.
Identifikasi
kebutuhan
siswa.
Menetapkan

PENGEMBANGAN
PERANGKAT
PEMBELAJARAN:

1.
2.
3.
4.
5.

Silabus, RPP
Modul
LKS
Media Pemb.
Instrumen
Evaluasi

Pemahaman
Konsep Pluralisme

11

III.

Metode Penelitian

A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan dengan
mengadopsi model yang dikembangkan oleh Hopkins & Clark
yaitu the 9 D & D model' (Havelock, 1976). Pata tahap research, ada 5
(lima) kegiatan yang dilakukan, yaitu penelitian pendahuluan, studi
hasil-hasil penelitian, analisis kurikulum, penyusunan prototype
model, dan validasi pakar. Pada tahap development, ada 5 (lima) tahap
kegiatan yang dilakukan, yaitu: validasi pakar, uji keterbacaan, latih
guru, ujicoba terbatas, dan ujicoba diperluas. Pada tahap difussion,
ada 3 (tiga) kegiatan yang dilakukan, yaitu diseminasi, pelatihan, dan
demonstrasi.

B. Tahapan Pelaksanaan Penelitian


Tahun

(pertama)

pada

tahap

research,

peneliti

melaksanakan:
1) studi pendahuluan dengan mengidentifikasi kurikulum sekolah
yang sesuai dengan karakteristik masalah penelitian ini. Hasil
studi pendahuluan tersebut menemukan kedekatan karakteristik
antara Pendidikan Multikultural

dengan karakteristik siswa

sekolah menengah pertama.


2) studi hasil penelitian sebelumnya yang relevan, bertujuan untuk
menentukan posisi penelitian ini.

3) Luaran penelitian tersebut berupa; 1) desain Instruksional,


2) pendekatan dan metode pembelajaran, 3) jenis evaluasi,
4) pemilihan sumber/bahan/alat pembelajaran.
Berdasarkan penelitian terdahulu tersebut, penelitian ini lebih

12

bersifat spesifik sebab mengembangkan satu mata pelajaran saja,


yakni

4)

Bahasa

Inggris,

pembelajaran

berupa:

menghasilkan

pada

luarannya

RPP,

bahar

disamping

Silabus,
ajar

Alat

berupa

perangkat

Evaluasi,

modul

dan

juga
media

pembelajaran audio visual.


Analisis Kurikulum.
Pada tahap ini peneliti menganalisis kurikulum Bahasa Inggris Kelas
VIII SMP yang terdiri dari: ide, rancangan/desain (tujuan, strategi,
jenis evaluasi). Tujuan analisis kurikulum adalah untuk menentukan
standar kompetensi apa yang akan dikembangkan dalam desain
perangkat, modul dan media pembelajaran.

5)

Penyusunan Prototype perangkat pembelajaran, modul dan media


Membuat rancangan awal modul dan media video, sesuai ramburambu pengembangan modul dan media yang sistematis.

6)

Validasi Pakar
Melibatkan tiga orang pakar dalam bidang kurikulum, pakar konten, dan
pakar media dalam memberikan penilaian (validasi).
Tahun

(kedua)

tahap

development,

peneliti

melaksanakan:
7)

Kembali melakukan validasi pakar setelah melakukan perbaikan pada


tahap akhir tahun 1 (pertama).

8)

Uji Keterbacaan:
Perangkat, modul dan media yang telah direvisi berdasarkan hasil
validasi pakar di berikan kepada guru guna mengetahui apakah model
dan makna pesan yang ada pada perangkat, modul dan media sesuai
dengan pemaknaan guru sebagai mediator antara sumber pesan ke
siswa sebagai penerima pesan.

13

9)

Latih guru:
Penggunaan modul dan media video pembelajaran multikultural yang
telah dikembangkan, menuntut pembiasaan dan keterampilan guru
menggunakan/mengoperasikannya, sebab saat uji coba gurulah yang
berperan utama menggunakan kedua perangkat tersebut.

10)

Uji coba terbatas


Tiga sekolah yang berbeda karakteristiknya, menggunakan modul dan
media

video

dalam

proses

pembelajaran

multikultural

yang

dilaksanakan oleh guru. Selama proses, peneliti mengamati masalahmasalah yang terjadi.
11)

Uji coba diperluas


Sembilan

sekolah

yang

berbeda

menggunakan

perangkat

pembelajaran, modul dan media video dalam proses pembelajaran.


Tahun

(ketiga)

tahap

development,

peneliti

melaksanakan:
12)

Diseminasi
Melaksanakan kegiatan Focus Group Discussion (FGD) dengan
menghadirkan setiap unsur implementer: guru, kepala sekolah,
pengawas, pembuat kebijakan, serta validator sebagai pakar.

13)

Pelatihan
Melaksanakan kegiatan in service untuk guru, baik yang berskala
kecil melalui kegiatan Pengabdian pada Masyarakat, maupun
menjalin kerjasama dengan beberapa lembaga untuk melaksanakan
workshop tingkat regional, nasional, dan internasional.

14)

Pematenan
Memberi pelabelan pada perangkat, modul dan media video

14

Pembelajaran Multikultural setelah memperoleh HKI.


Garis besar tahapan pelaksanaan penelitian dari Tahun 1
(pertama) hingga Tahun 3 (ketiga) pada gambar berikut:

Gambar
2.
Tahapan
Pelaksa
naan
Penelitia
n

a.
b.
c.

TAHAP RESEARCH

15

TAHUN I (PERTAMA)

TAHUN 2 (KEDUA)

TAHAP

DEVELOPMENT

TAHUN 3 (KETIGA)

TAHAP difussion

d.

e.
f.
g.
h.

PENELI
TIAN
PENDA
HULUA
N
STUDI
HASIL
PENELI
TIAN
ANALIS
IS
KURIK
ULUM
PENYUS
UNAN
PROTO
VALIDA
TYPE
SI
MODUL
&
PAKAR
MEDIA

VALIDA
SI
PAKAR

DISEMI
NASI

UJI
KETER
BACAA
N
LATIH
GURU

PELATI
HAN

UJI
COBA
TERBA
TAS
UJI
COBA
DIPERL
UAS

PEMAT
ENAN

16

C. Lokasi dan Subjek Penelitian


i. Dipilih Sekolah Menengah Pertama Negeri yang mewakili 3
(tiga) tipe sekolah yang ada di tiap kabupaten di
Sulawesi Selatan . Adapaun subyek penelitian ini terdiri
atas tiga kategori, yaitu subyek penelitian pada tahap
research, pada tahap ujicoba terbatas, dan pada tahap ujicoba
diperluas (tahap development). Agar terjamin sampel yang
representatif, teknik pengambilan sampel yang digunakan
adalah teknik proportional stratified random sampling
(Krathwohl, 1996).
j. Subjek penelitian meliputi orang-orang yang berkepentingan
dan terpilih memberi informasi, tanggapan, dan penilaian
terhadap produk, sepanjang proses pengembangan. Mereka
terdiri atas kategori subjek, sebagai berikut:
k.

l.

1. Subjek informan dalam survey kebutuhan dan karakteristik


lapang
m.

Subjek kategori pertama ini adalah guru mulok dan siswa

SMPN yang akan menjadi responden dalam penelitian.


n.

o.

2. Subjek penilai ahli (expert judgemnt)


p.

Subjek coba ahli adalah tenaga ahli yang akan memberikan

penilaian (validasi). Mereka terdiri atas tiga orang yang dipandang pakar dalam
bidang kurikulum, pakar konten, dan pakar media.
q.

r.

3. Subjek penilai pada uji-coba


s.

Subjek uji coba kelompok kecil adalah kelompok target

pemakai produk (siswa kelas VII) yang akan bertindak sebagai subjek penilai
keberterimaan dan fisibilitas produk.
t.

u.

4. Subjek pada diseminasi


v.

Subjek diseminasi dalam riset adalah stakeholder yang terdiri

atas kepala Sekolah, dan pengawas sekolah (supervisor), pejabat dinas pendidikan.
w.
D. Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data

17

x.

Guna menjaring berbagai jenis informasi dari berbagai sumber,

akan digunakan berbagai metode dan alat pengumpul data, sebagai berikut:
1) Angket
y.

Digunakan untuk menjaring informasi dan penilaian dari subjek

ahli (expert judment) mengenai efektivitas produk .


z.

2) Wawancara kepada informan kunci dari mahasiswa, khususnya yang menjadi


subjek uji-coba kelompok kecil dan uji-coba lapangan, untuk mendapatkan
informasi yang detail mengenai proses pelaksanaan pembelajaran dengan
menggunakan dokumen kurikulum yang telah dikembangkan.
aa.

3) Observasi: dilakukan saat uji coba perseorangan, terbatas, dan lapangan, untuk
memperoleh data sejauh mana efektivitas dokumen kurikulum yang telah
dikembangkan.
ab.
E. Metode Validasi dan Analisis Data
ac.

Berbagai informasi yang diperoleh dari berbagai sumber dan

metode pengumpulan data, khususnya yang menggunakan pendekatan kualitatif,


akan divalidasi melalui teknik trianggulasi sumber dan metode (Smith & Glass,
1987; Lincoln & Guba, 1985).
ad.

Analisis data akan menggunakan teknik analisis yang sesuai

dengan jenis dan metode pengumpulan data yang digunakan. Untuk pengkajian
data yang menggunakan pendekatan kualitatif, akan melibatkan pekerjaan analisis
seperti: penyajian data, menata, membagi menjadi satuan-satuan yang dapat
dikelola, mensintesakan, mencari pola, menemukan apa yang penting untuk
dipelajari, serta menentukan apa ayang akan peneliti laporkan (Bogdan & Biklen,
1982). Untuk data yang tersaji dalam bentuk tertulis, seperti kebijakan tertulis,
laporan kegiatan, atau contoh-contoh produk kreatif digunakan teknik analisis isi
(Bogdan & Biklen, 1982; Punch, 1998).
ae.

Analisis data juga akan mencakup analisis reflektif secara

berkelanjutan selama proses pengembangan produk. Analisis ini akan melibatkan


rangkaian kegiatan seperti penilaian, refleksi, revisi, penilaian lagi, dan seterusnya
secara

sirkular

dan

berkelanjutan.

Ini

dimaksudkan

untuk

melakukan

penyempurnaan yang berkesinambungan atas produk yang dihasilkan oleh riset ini.
af.

Anda mungkin juga menyukai