Anda di halaman 1dari 14

PENDIDIKAN ISLAM MASA KHULAFAUR RASYIDIN

(UTSMAN BIN AFFAN DAN ALI BIN ABI THALIB)

Makalah ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sejarah Pendidikan
Islam

KELOMPOK 7 :

Aulya Zafira Rosulba (2011040405)

Fitri Umayah (2011040386)

Mutia Nafasha Putri (2011040117)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena atas rahmat dan hidayah-
Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Pendidikan Islam Pada
Masa Khulafaur Rasyidin (Utsman Bin Affan dan Ali Bin Abi Thalib)” untuk
memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Pendidikan Islam.

Walaupun kami telah berupaya sebaik mungkin, namun kami menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Untuk itu kami sangat mengharapkan
kritik dan saran yang membangun guna memperbaiki penyusunan makalah
berikutnya.

Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak M. Kodir, M.Pd.I selaku
dosen pembimbing mata kuliah Sejarah Pendidikan Islam dan juga teman-teman yang
telah membantu penyusunan makalah ini. Akhir kata kami berharap semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Bandar Lampung, Maret 2021

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sejarah pendidikan Islam pada dasarnya tidak terlepas dari sejarah Islam itu
sendiri. Sejarah, dalam bahasa Arab disebut tarikh yang berarti keterangan yang
telah terjadi di kalangannya pada masa yang telah lampau atau pada masa yang
masih ada.1

Menurut KBBI, pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku
seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui
upaya pengajuan dan pelatihan ; proses cara dan perbuatan mendidik. Sedangkan
pendidikan Islam adalah upaya membimbing, mengarahkan, dan membina peserta
didik yang dilakukan secara sadar dan terencana agar terbina suatu kepribadian
yang utama sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam. (Abuddin Nata, 2008)

Pendidikan adalah suatu yang esensial bagi manusia. Dengan pendidikan,


manusia bisa belajar menghadapi alam semesta demi mempertahankan
kehidupannya. Karena pentingnya pendidikan, Islam menempatkan pendidikan
pada kedudukan yang penting dan tinggi dalam doktrin Islam. Hal tersebut

1
Munawar Cholil, Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad Saw, (Jakarta: Bulan Bintang, 1969), hal. 15
dibuktikan dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits yang banyak menjelaskan tentang arti
pendidikan bagi kehidupan umat Islam sebagai hamba Allah SWT.2

Dengan demikian, dapat diperoleh pengertian atau pemahaman sejarah


pendidikan Islam, yaitu ilmu yang membahas tentang berbagai aspek atau
komponen pendidikan yang pernah terjadi dan dilakukan oleh umat Islam dengan
berpedoman pada ajaran Islam sebagaimana terdapat di dalam Al-Qur’an dan As-
sunah, serta sumber-sumber lainnya yang tidak bertentangan dengan Al-Qur’an
dan As-sunah tersebut.3

Secara garis besar, Harun Nasution membagi sejarah Islam dalam tiga periode,
yaitu periode klasik, pertengahan, dan modern.4 Dalam makalah ini, kita akan
mengkaji tentang sejarah pendidikan Islam pada periode klasik. Lebih spesifiknya
yaitu pada masa khalifah Utsman Bin Affan dan Ali Bin Abi Thalib, serta
implikasinya terhadap pengembangan pendidikan Islam di Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana pendidikan Islam pada masa khalifah Utsman Bin Affan?


2. Bagaimana pendidikan Islam pada masa khalifah Ali Bin Abi Thalib?
3. Bagaimana implikasi konsep pendidikan Islam periode khulafaur rasyidin
terhadap pengembangan pendidikan Islam di Indonesia?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui pendidikan Islam pada masa khalifah Utsman Bin Affan
2
Hanum Asrohah, Sejarah Pendidikan Islam, cet 1, (Jakarta: Logos, 1999), hal. 2
3
Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2011), hal. 24
4
Harun Nasution, Pembahasan Dalam Islam, Sejarah Pemikiran dan Gerakan, (Jakarta: Bulan Bintang,
1975), hal. 11
2. Untuk mengetahui pendidikan Islam pada masa khalifah Ali Bin Abi Thalib
3. Untuk mengetahui implikasi konsep pendidikan Islam pada periode khulafaur
rasyidin terhadap pengembangan pendidikan Islam di Indonesia
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pendidikan Islam Pada Masa Khalifah Utsman Bin Affan

Pada saat khalifah Umar Bin Khattab terbaring sakit. Atas desakan dari sejumlah
tokoh masyarakat Madinah, Umar mengangkat suatu dewan yang terdiri dari enam
sahabat pilihan, yaitu Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Thalhah bin Ubaidillah,
Zubair bin Awwam, Abdurrahman bin Auf, dan Sa'ad bin Abi Waqqash. Sedangkan
putra Umar, Abdullah bin Umar mempunyai hak untuk memilih dan tidak berhak
dipilih. Pada waktu itu Thalhah bin Ubaidillah sedang tidak ada di Madinah.
Abdurrahman bin Auf mengusulkan agar dia di perkenankan mengundurkan diri,
tetapi kepadanya ditugaskan bermusyawarah dengan kaum muslimin dan memilih
salah seorang diantara sahabat-sahabat yang ditunjuk Umar bin Khattab untuk
menjadi khalifah.

Usul Abdurrahman bin Auf diterima dan para sahabat berjanji akan memenuhi apa
yang diusulkan oleh Abdurrahman. Setelah bermusyawarah dengan tokoh-tokoh
masyarakat, ternyata telah berkembang polarisasi di kalangan masyarakat Islam.
Mereka terbagi menjadi dua kubu, yaitu pendukung Ali dan pendukung Utsman.
Dengan kata lain, pendukung Bani Hasyim dan pendukung Bani Umayyah. Lalu
Abdurrahman bin Auf menanyakan kepada Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib
secara terpisah tentang seandainya bukan dia (Ali), siapa lagi yang patut menjadi
khalifah. Maka ali menjawab Utsman bin Affan. Begitulah sebaliknya, ketika Utsman
ditanya, dia menjawab Ali bin Abi Thalib.

Lalu Abdurrahman menanyakan keduanya tentang kesediaan mereka menegakkan


Kitab Allah dan Sunah Rasul serta Sunah dua khalifah setelahnya. Ali menjawab
bahwa dirinya berharap dapat berbuat sejauh pengetahuan dan kemampuannya. Lalu
Abdurrahman berganti mengajukan pertanyaan kepada Utsman. Dengan tegas
Utsman menjawab, “Ya, saya sanggup.” Berdasarkan jawaban itu, Abdurrahman bin
Auf menyatakan bahwa Utsman sebagai khalifah ketiga dan segera dilaksanakan
bai'at (Muir, 1984 : 203). Jadi, terpilihnya Utsman bin Affan sebagai khalifah
terutama disebabkan oleh komitmen yang dinyatakannya untuk melanjutkan
kebijaksanaan pendahulunya.

Pada masa khalifah Usman bin Affan, pelaksanaan pendidikan tidak jauh berbeda
dengan masa sebelumnya. Pendidikan di masa ini hanya melanjutkan apa yang telah
ada, dan hanya sedikit terjadi perubahan yang mewarnai pendidikan Islam. Para
sahabat yang berpengaruh dan dekat dengan Rasulullah yang tidak diperbolehkan
meninggalkan Madinah dimasa khalifah Umar, diberikan kelonggaran untuk keluar
dan menetap di daerah-daerah yang mereka sukai. Kebijakan ini sangat besar
pengaruhnya bagi pelaksanaan pendidikan di daerah-daerah.5

Pada masa pemerintahan khalifah ketiga itu, situasi politik mengalami keguncangan.
Meskipun demikian, pendidikan tetap menjadi fokus perhatian. Objek pendidikan
pada masa itu mencakup : (1) orang dewasa atau orang tua yang baru masuk Islam,
(2) anak-anak yang orangtuanya telah lama masuk Islam atau yang baru menganut
Islam, (3) orang tua yang telah lama menganut Islam, dan (4) orang yang
mengkhususkan dirinya menuntut ilmu secara luas dan mendalam.

Dari keempat golongan peserta didik tersebut, pelaksanaan pendidikan dan


pengajaran tidak mungkin dilakukan dengan cara menyamaratakan tetapi harus
diadakan pengklasifikasian yang rapi dan sistematis, disesuaikan dengan kemampuan
dan kesanggupan dari peserta didiknya. Adapun metode yang digunakan adalah:
Golongan pertama menggunakan metode ceramah, hafalan dan latihan. Golongan
kedua menggunakan metode hafalan dan latihan. Golongan ketiga menggunakan
metode diskusi, ceramah, hafalan dan tanya jawab. Golongan keempat menggunakan
metode ceramah, hafalan tanya jawab dan diskusi serta sedikit hafalan.6

5
Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2009), h.48
6
Soekarno, Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Angkasa, 1983), h. 60
Pada periode Utsman bin Affan Al-Qur’an ditulis dan dibubukan dalam bentuk
mushaf dengan jumlah 5 eksemplar. Kelima mushaf ini kemudian dikirim ke 5
provinsi, yaitu Mekah, Syiria, Basrah, Kuffah, dan satu eksemplar disimpan di
Madinah yang langsung dipegang oleh khalifah Utsman bin Affan. Setelah itu,
khalifah memerintahkan agar seluruh catatan sebelumnya dibakar dan hanya
berpedoman kepada kelima mushaf tersebut. Hal ini dimaksudkan agar kaum
muslimin dapat menyatukan pandangan dan terfokus pada satu ejaan tulisan standar,
menyatukan bacaan yang disebut mushaf utsmani, dan menyatukan susunan surat-
surat seperti yang terlihat padat Al-Qur’an saat ini.

Fokus pembelajaran Al-Qur’an yang dilakukan oleh guru pada masa itu adalah :

1. Mengembangkan cara membaca dengan baik dan benar


2. Menggunakan ilmu qiraat yang disebut sebagai qira'at al-sab'ah (qiraat
tujuh)
3. Memberikan tanda baca
4. Memberikan penafsiran terhadap maksud dan tujuan Al-Qur’an.

Usaha konkret dalam bidang pendidikan Islam memang belum dikembangkan pada
masa khalifah Utsman bin Affan. Namun pemerintahan Utsman memiliki prestasi
yang gemilang dalam pengembangan pendidikan Islam, yaitu usaha pembukuan kitab
suci Al-Qur’an, yang sebelumnya telah dirintis pengumpulan Al-Qur’an oleh Umar
bin Khattab. Bundelan itu disimpan oleh Abu Bakar. Kemudian diserahkan kepada
Umar bin Khattab, setelah itu dititipkan Umar kepada anak perempuannya yang
sekaligus menjadi istri Rasulullah Saw, Hafsah binti Umar.

2.2 Pendidikan Islam Pada Masa Khalifah Ali Bin Abi Thalib

Khalifah keempat khulafaur rasyidin juga sepupu dan sekaligus menantu Nabi
Muhammad SAW. adalah Ali ibnu Abi Thalib. Keturunan Bani Hasyim ini lahir di
Mekah tahun 603 M. Dari kalangan remaja, ia adalah yang pertama masuk Islam.
Nabi mengasuh Ali sejak usia 6 tahun dan pernah menyebutnya “saudaraku” dan
“ahli warisku”. Ali banyak mengetahui tentang kehidupan Nabi, termasuk ilmu
agama. Ali pernah menyelamatkan nyawa nabi ketika diminta tidur di tempat tidur
Nabi untuk mengecoh kaum Quraisy. Ia selalu mendampingi Nabi SAW. hingga
wafatnya dan mengurus pemakamannya.7

Pada awal pemerintahan Ali, sudah diguncang peperangan dengan Aisyah (istri Nabi)
beserta Talhah dan Abdullah bin Zubair karena kesalahpahaman dalam menyikapi
kematian atau pembunuhan terhadap Usman, peperangan ini disebut perang Jamal
(unta) karena Aisyah memakai kendaraan unta, sehingga pada masa kekuasaan Ali
tak pernah merasakan kedamaian.

Sebetulnya tidak seharipun keadaan stabil selama pemerintahan Ali. Tak ubahnya
beliau sebagai seorang yg menambal kain usang, jangankan menjadi baik malah
bertambah sobek. Tidak dapat diduga bahwa kegiatan pendidikan pun saat itu
mengalami hambatan karena perang saudara, meskipun tidak terhenti sama sekali.
Stabilitas pendidikan dan keamanan sosial merupakan syarat mutlak terjadinya
perkembangan itu sendiri baik ekonomi, sosial, politik, budaya maupun
pengembangan intelektual dan agama. Ali sendiri tidak sempat memikirkan masalah
pendidikan karena seluruh perhatiannya ditumpahkan pada masalah yang lebih
penting dan sangat mendesak.

Demikian kehidupan pada masa Ali. Pendidikan yang masih berjalan seperti apa yang
telah berlaku sebelumnya, selain adanya motivasi dan falsafah pendidikan yang
dibina pada masa Rasulullah juga ada tumbuh motivasi dan falsafah pendidikan yang
dibina oleh kaum Syi’ah dan Khawarij yang mengakibatkan banyaknya pandangan
dan paham yang menjadi landasan dasar serta berpikir yang memberi kesempatan
untuk mencerai beraikan umat Islam mendatang.

Dasar pendidikan Islam yang tadinya bermotif aqidah tauhid, sejak masa itu tumbuh
di atas dasar motivasi, ambisius kekuasaan, dan kekuatan. Tetapi sebagian besar
7
Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2009), h.48
masih tetap berpegang kepada prinsip-prinsip pokok dan kemurnian yang diajarkan
Rasulullah SAW. Ahmad Syalabi mengatakan: “Sebetulnya tidak seharipun, keadaan
stabil pada pemerintahan Ali. Tak ubahnya beliau sebagai seorang menambal kain
usang, jangankan menjadi baik malah bertambah sobek. Dapat diduga, bahwa
kegiatan pendidikan pada saat itu mengalami hambatan dengan adanya perang
saudara. Ali sendiri saat itu tidak sempat memikirkan masalah pendidikan, karena ada
yang lebih penting dan mendesak untuk memberikan jaminan keamanan, ketertiban
dan ketentraman dalam segala kegiatan kehidupan, yaitu mempersatukan kembali
kesatuan umat, tetapi Ali tidak berhasil.8

2.3 Implikasi Konsep Pendidikan Islam Pada Periode Khulafaur Rasyidin


terhadap Pengembangan Pendidikan Islam
Perkembangan pendidikan di Indonesia pastinya tidak luput dari warna konsep
pendidikan Islam, yang salah satu sumbernya berasal dari pola pendidikan yabg
berkembang pada zaman Khulafaur Rasyidin.

Ada beberapa implikasi dari konsep pendidikan Islam pada periode Khulafaur
Rasyidin tersebut terhadap pengembangan pendidikan Islam di Indonesia.

1. Pertama, mempertahankan urutan yang dicontohkan yaitu selain dimulai


dengan membaca, menulis, dan menghitung, juga harus menekankan
pembentukan akidah akhlak. Mengutamakan akhlak dan adab sebelum
mempelajari ilmu yang lain (Az-Zanurji, 2019 ; Jawas, 2019 ; Syamsi, 2019)
merupakan strategi utama yang harus dilakukan dalam pendidikan Islam.
2. Kedua, melakukan penataan dan penguatan pendidikan anak usia pra sekolah
engan mengangkat guru-guru yang memiliki kualifikasi dan kompetensi yang
tinggi, memberikan kesejahteraan yang sangat layak, dan mengembangkan
sarana dan prasarana yang sesuai dengan prinsip-prinsip pendidikan anak
dalam Islam, yaitu mengembangkan kecerdasan dan kemampuan berdasarkan
potensi atau kadar setiap anak(Al-Adawi, 2005).
8
Soekarno, Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Angkasa, 1983), h. 60
3. Ketiga, pendidikan fisik. Pengembangan pendidikan Islam pada masa
Khulafaur Rasyidin juga memberikan pengaruh pada pendidikan fisik,
contohnya adalah memanah dan menunggang kuda.
4. Keempat, pemerintah harus memastikan tenaga pendidik memiliki adab dan
akhlak yang mulia agar dapat menjadi contoh yang baik bagi para peserta
didik.
5. Kelima, pemerataan distribusi tenaga pendidik secara merata sesuai dengan
kebutuhan masing-masing daerah.
6. Keenam, mewujudkan keamanan dan stabilitas politik. Pendidikan sudah
seharusnya bersikap netral terhadap politik. Hal ini dilakukan untuk
mendukung ketenangan demi kelancaran proses pengembangan kegiatan
pendidikan itu sendiri.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Sejarah itu sangatlah penting dalam kehidupan kita dimasa yang akan
datang, dan sejarah adalah sebagai alat evaluasi agar kedepanya jauh
lebih baik lagi. Sebagaimana sejarah pendidikan pada masa Rasulalah
hingga sahabat Ali Bin Abi Thalib sistem dalam pengajaran
pendidikan masih terararah dengan Al-Qur’an dan hadist.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pada masa Ali


telah terjadi kekacauan dan pemberontakan, sehingga di masa ia
berkuasa pemerintahannya tidak stabil. Dengan kericuhan politik pada
masa Ali berkuasa, kegiatan pendidikan Islam mendapat hambatan dan
gangguan. Pada saat itu Ali tidak sempat memikirkan masalah
pedidikan sebab keseluruhan perhatiannya ditumpahkan pada masalah
keamanan dan kedamaian bagi masyarakat Islam.

Meskipun sempat mengalami pemberontakan-pemberontakan pada


masanya, Sahabat Ali Bin Abi Thalib tetap menggalakkan kaumnya
untuk tetap belajar walawpun tidak terlalu terfokus dalam dunia
pendidikan karena Ali Bin Abi Thalib lebih memfokuskan diri
terhadap keamanan masyarakatnya saat itu yang sempat mengalami
pertumpahan.

Anda mungkin juga menyukai