Di susun oleh :
2023/2024
KATA PENGANTAR
Terima kasih kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atasizin-
Nya lah kami bisa menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat waktu.Dalam
makalah yang kami susun ini berisi tentang Intoleransi Beragama di bali
Besar harapan kami agar makalah ini dapat bernilai baik, dan dapat
digunakan dengan sebaik-baiknya. Kami menyadari bahwa makalah yang kami
susun ini belumlah sempurna untuk itu kami mengharapkan kritik dan
saran dalam rangka penyempurnaan untuk pembuatan makalah selanjutnya.
Sebelum dan sesudahnya kami ucapkan terima kasih.
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Seiring dengan perkembangan zaman, sikap toleransi mulai tidak terlihat lagi
di pribadi manusia. Banyak orang yang sudah melupakan pentingnya
toleransi di Indonesia. Hal ini dapat memicu perpecah belahan di Indonesia
karena sikap intoleran sangat bertentangan dengan semboyan negara
Indonesia, yaitu Bhinneka Tunggal Ika. Merangkum dari laman Detik com,
Bhinneka Tunggal Ika berasal dari bahasa Jawa Kuno yang diambil dari
kakawin Sutasoma karangan Empu Tantular sekitar abad ke-14 Masehi.
“Bhinneka” artinya beragam, “tunggal” artinya satu,
sedangkan “ika” artinya itu. Secara harfiah, Bhinneka Tunggal Ika artinya
berbeda-beda tapi tetap satu (Zulfikar, 2021).
Sikap toleransi sudah diterapkan oleh penduduk Indonesia dari dahulu
sampai sekarang, meskipun masih ada orang-orang yang intoleran. Bali
adalah salah satu provinsi yang penduduknya menerapkan sikap toleransi.
Penduduk Bali datang dari beraneka ragam suku, ras, dan agama. Menurut
data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Bali tahun 2010, mayoritas penduduk di
Bali memeluk agama Hindu. Sekitar tiga juta penduduk Bali yang memeluk
agama Hindu. Meskipun begitu, masyarakat di Bali sangat menghormati dan
menghargai satu sama lain.
Selama ini, kata dia, umat Islam dan Hindu Bali telah hidup berdampingan
secara damai sejak lama.Hanya saja, ada sebagian kecil kelompok yang
menyulut intoleransi dan harus segera diakhiri.Terutama pemerintah, kata
dia, harus sigap terhadap gesekan tersebut.Jangan sampai ada pembiaran
hingga percikan intoleransi menjadi besar.
Pemerintah harus mengantisipasi gejala keekstreman dari beberapa
kelompok fundamentalis dalam konteks radikalisme. "Dan, ini harus
melibatkan semua pihak," paparnya.
Tindak pencegahan, ungkap dia, antara lain, melalui dialog dan sosialisasi
kepada oknum yang intoleran. Ini penting, karena bisa jadi aksi tersebut
dipicu oleh ketidaktahuan mereka tentang ajaran Hindu yang toleran
demikian pula dengan filosofi ber bangsa dan bernegara. Prinsipnya
mayoritas harus melindungi minoritas." Jika perlu ada dialog langsung kedua
belah pihak agar segera redam," ujarnya.
1.3TUJUAN MASALAH
1 mengetahui bagaimana cara menghadapi kerukunan terhadap agama
masing – masing
2. mengetahui bentuk toleransi umat islam dibali
3. mengetahui contoh toleransi beragama dibali
4. mengetahui cara masyarakat bali menjaga toleransi antar umat beragama
1.4 MANFAAT
Salah satu manfaat toleransi akan menjamin rasa aman bagi umat
beragama, terutama mereka yang minoritas dalam menjalankan ibadah
atau ritual sesuai ajaran agamanya. Selain itu, menjadi pengingat bahwa
dalam beragama tidak ada unsur keterpaksaan untuk semua golongan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian kerukunan umat beragama yang ada di bali
Kerukunan umat beragama di Bali terjadi karena adanya rasa saling
menghormati dan menghargai antarpemeluk agama. Umat Islam sebagai
minoritas menghormati umat Hindu yang mayoritas. Umat Hindu juga
menghormati umat Islam. Kerukunan dapat tetap terjaga berkat peran tokoh-
tokoh agama di Bali, Pulau Bali yang terkenal dengan sektor pariwisatanya
adalah tempat tinggal mayoritas masyarakat yang beragama Hindu. Sebagai
daerah pariwisata utama di Indonesia, di Bali banyak orang dari berbagai
latar belakang suku, bangsa dan agama.
Meski beragam dan berbeda keyakinan, kerukunan dapat tetap terjaga di Bali
berkat peran tokoh-tokoh agama di sana. Setiap tokoh agama-agama
menyadari pentingnya menjaga kerukunan hidup umat beragama di Bali,
karena tanpa kerukunan sektor pariwisata akan terganggu. Sementara,
perekonomian masyarakat Bali sangat bergantung terhadap pariwisata. Di
samping itu, kerukunan dan keharmonisan umat beragama khususnya
Muslim dan Hindu di Bali sudah terjalin sejak zaman kerajaan. Fakta sejarah
ini mempunyai nilai perekat persaudaraan dan kebersamaan antara Muslim
dan umat Hindu di Bali yang menjadi mayoritas.
Konsep Menyame Braya tentu tidak asing lagi bagi masyarakat Bali istilah ini
bukan hanya menjadi sebuah konsep verbalistik semata namun sudah
meningkat menjadi konsensus sebagai pranata dan norma social pada tataran
hubungan social masyarakat adat di Bali. Memang pranata inilah yang sejak
dulu dipegang oleh seluruh komponen dan lapisan pada masyarakat Bali yang
saat ini sudah semakin heterogen, mulai dari rasnya, suku, agama dan bahkan
bahasanya. Ternyata konsep ini sangat jitu untuk dijadikan simbol utama
seluruh penganut umat beragama di Bali yang kemudian melahirkan julukan
sebagai provinsi dengan tingkat kerukunan antar umat bergamanya paling
tinggi di Indonesia.
Istilah Menyame Braya itu ternyata adalah hasil akulturasi budaya/tradisi di
lingkungan Puri/Kraton Karangasem yang pada masa itu raja yang berkuasa
adalah Anak Agung Anglurah Ketut Karangasem (1691- 1692 M) bermula saat
kerajaan Karangasem berniat mengadakan hubungan persahabatan dengan
kerajaan di Lombok (Selaparang dan Pejanggih). Saat itu Lombok sudah
terpengaruh dengan Islam pada versi lain mengatakan bahwa hal itu
merupakan strategi Raja Karangasem untuk membuka pintu masuk dalam
rangka menguasai Lombok yang di kemudian hari terbukti adanya.Pada saat
Raja Karangasem mengadakan lawatan ke kerajaan Pejanggi Lombok Tengah
yang kebetulan Datuk Pejanggi bernama Dewa Mas Panji ini memiliki anak
muda bernama Mas Pakel seorang pendekar yang sangat sakti, kemudian
Raja Karangasem minta supaya Mas Pakel ikut dirinya dan bisa menetap di
Bali dan kemudian Datuk Pejanggi menyetujuinya.