Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH AGAMA

INTOLERANSI BERAGAMA DI BALI

Di susun oleh :

Made Ayu Abrilia Oktavianti Dewi (223213391)

PROGRAM STUDI PROGRAM SARJANA KEPERAWATAN

STIKES WIRA MEDIKA BALI

2023/2024
KATA PENGANTAR

Terima kasih kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atasizin-
Nya lah kami bisa menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat waktu.Dalam
makalah yang kami susun ini berisi tentang Intoleransi Beragama di bali

Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang telah


membantu kami dalam makalah ini. Baik itu teman-teman,dosen dan semua
pihak yang telah membantu kami yang mana tidak bisa kami sebutkan satuper
satu.

Besar harapan kami agar makalah ini dapat bernilai baik, dan dapat
digunakan dengan sebaik-baiknya. Kami menyadari bahwa makalah yang kami
susun ini belumlah sempurna untuk itu kami mengharapkan kritik dan
saran dalam rangka penyempurnaan untuk pembuatan makalah selanjutnya.
Sebelum dan sesudahnya kami ucapkan terima kasih.

Denpasar, 3 maret 2023

Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Negara Indonesia dari zaman dahulu sampai sekarang terdapat berbagai


macam suku, ras, dan agama. Keberagaman ini seringkali menjadi pemicu
sebuah masalah yang dapat memecah belah persatuan Indonesia. Contohnya
adalah pengeboman tiga gereja di Surabaya pada tahun 2018.  Untuk
menjaga persatuan dan kesatuan Indonesia, sikap toleransi sangat
diperlukan.
Dikutip dari laman Kompas com, secara bahasa, toleransi artinya tenggang
rasa. Toleransi juga dapat diartikan dengan bersikap lapang dada terhadap
orang yang mempunyai pendapat yang berbeda dengan kita, sedangkan
secara istilah, toleransi artinya menghargai, menghormati, menyampaikan
pendapat, kepercayaan, pandangan terhadap sesama manusia yang
bertentangan dengan diri sendiri (Hermawan, 2021). Di sisi lain, menurut
Unesco, toleransi artinya sikap saling menghormati, saling menerima, saling
menghargai di tengah keberagaman budaya, kebebasan berekspresi, dan
karakter manusia.

Seiring dengan perkembangan zaman, sikap toleransi mulai tidak terlihat lagi
di pribadi manusia. Banyak orang yang sudah melupakan pentingnya
toleransi di Indonesia. Hal ini dapat memicu perpecah belahan di Indonesia
karena sikap intoleran sangat bertentangan dengan semboyan negara
Indonesia, yaitu Bhinneka Tunggal Ika. Merangkum dari laman Detik com,
Bhinneka Tunggal Ika berasal dari bahasa Jawa Kuno yang diambil dari
kakawin Sutasoma karangan Empu Tantular sekitar abad ke-14 Masehi.
“Bhinneka” artinya beragam, “tunggal” artinya satu,
sedangkan “ika” artinya itu. Secara harfiah, Bhinneka Tunggal Ika artinya
berbeda-beda tapi tetap satu (Zulfikar, 2021).
Sikap toleransi sudah diterapkan oleh penduduk Indonesia dari dahulu
sampai sekarang, meskipun masih ada orang-orang yang intoleran. Bali
adalah salah satu provinsi yang penduduknya menerapkan sikap toleransi.
Penduduk Bali datang dari beraneka ragam suku, ras, dan agama. Menurut
data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Bali tahun 2010, mayoritas penduduk di
Bali memeluk agama Hindu. Sekitar tiga juta penduduk Bali yang memeluk
agama Hindu. Meskipun begitu, masyarakat di Bali sangat menghormati dan
menghargai satu sama lain.

Selama ini, kata dia, umat Islam dan Hindu Bali telah hidup berdampingan
secara damai sejak lama.Hanya saja, ada sebagian kecil kelompok yang
menyulut intoleransi dan harus segera diakhiri.Terutama pemerintah, kata
dia, harus sigap terhadap gesekan tersebut.Jangan sampai ada pembiaran
hingga percikan intoleransi menjadi besar.
Pemerintah harus mengantisipasi gejala keekstreman dari beberapa
kelompok fundamentalis dalam konteks radikalisme. "Dan, ini harus
melibatkan semua pihak," paparnya.
Tindak pencegahan, ungkap dia, antara lain, melalui dialog dan sosialisasi
kepada oknum yang intoleran. Ini penting, karena bisa jadi aksi tersebut
dipicu oleh ketidaktahuan mereka tentang ajaran Hindu yang toleran
demikian pula dengan filosofi ber bangsa dan bernegara. Prinsipnya
mayoritas harus melindungi minoritas." Jika perlu ada dialog langsung kedua
belah pihak agar segera redam," ujarnya.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Bagaimana kerukunan umat beragama yang ada di bali ?
2. Bagaimana cara masyarakat bali menjaga toleransi antar umat beragama ?
3. Bagaimana bentuk toleransi umat islam dibali ?
4. Apa contoh toleransi beragama dibali ?

1.3TUJUAN MASALAH
1 mengetahui bagaimana cara menghadapi kerukunan terhadap agama
masing – masing
2. mengetahui bentuk toleransi umat islam dibali
3. mengetahui contoh toleransi beragama dibali
4. mengetahui cara masyarakat bali menjaga toleransi antar umat beragama

1.4 MANFAAT

Salah satu manfaat toleransi akan menjamin rasa aman bagi umat
beragama, terutama mereka yang minoritas dalam menjalankan ibadah
atau ritual sesuai ajaran agamanya. Selain itu, menjadi pengingat bahwa
dalam beragama tidak ada unsur keterpaksaan untuk semua golongan.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian kerukunan umat beragama yang ada di bali
Kerukunan umat beragama di Bali terjadi karena adanya rasa saling
menghormati dan menghargai antarpemeluk agama. Umat Islam sebagai
minoritas menghormati umat Hindu yang mayoritas. Umat Hindu juga
menghormati umat Islam. Kerukunan dapat tetap terjaga berkat peran tokoh-
tokoh agama di Bali, Pulau Bali yang terkenal dengan sektor pariwisatanya
adalah tempat tinggal mayoritas masyarakat yang beragama Hindu. Sebagai
daerah pariwisata utama di Indonesia, di Bali banyak orang dari berbagai
latar belakang suku, bangsa dan agama.

Meski beragam dan berbeda keyakinan, kerukunan dapat tetap terjaga di Bali
berkat peran tokoh-tokoh agama di sana. Setiap tokoh agama-agama
menyadari pentingnya menjaga kerukunan hidup umat beragama di Bali,
karena tanpa kerukunan sektor pariwisata akan terganggu. Sementara,
perekonomian masyarakat Bali sangat bergantung terhadap pariwisata. Di
samping itu, kerukunan dan keharmonisan umat beragama khususnya
Muslim dan Hindu di Bali sudah terjalin sejak zaman kerajaan. Fakta sejarah
ini mempunyai nilai perekat persaudaraan dan kebersamaan antara Muslim
dan umat Hindu di Bali yang menjadi mayoritas.

B. Awal Mula Munculnya Konsep Menyame Braya dan Nyame Slam


di Bali

Konsep Menyame Braya tentu tidak asing lagi bagi masyarakat Bali istilah ini
bukan hanya menjadi sebuah konsep verbalistik semata namun sudah
meningkat menjadi konsensus sebagai pranata dan norma social pada tataran
hubungan social masyarakat adat di Bali. Memang pranata inilah yang sejak
dulu dipegang oleh seluruh komponen dan lapisan pada masyarakat Bali yang
saat ini sudah semakin heterogen, mulai dari rasnya, suku, agama dan bahkan
bahasanya. Ternyata konsep ini sangat jitu untuk dijadikan simbol utama
seluruh penganut umat beragama di Bali yang kemudian melahirkan julukan
sebagai provinsi dengan tingkat kerukunan antar umat bergamanya paling
tinggi di Indonesia.
Istilah Menyame Braya itu ternyata adalah hasil akulturasi budaya/tradisi di
lingkungan Puri/Kraton Karangasem yang pada masa itu raja yang berkuasa
adalah Anak Agung Anglurah Ketut Karangasem (1691- 1692 M) bermula saat
kerajaan Karangasem berniat mengadakan hubungan persahabatan dengan
kerajaan di Lombok (Selaparang dan Pejanggih). Saat itu Lombok sudah
terpengaruh dengan Islam pada versi lain mengatakan bahwa hal itu
merupakan strategi Raja Karangasem untuk membuka pintu masuk dalam
rangka menguasai Lombok yang di kemudian hari terbukti adanya.Pada saat
Raja Karangasem mengadakan lawatan ke kerajaan Pejanggi Lombok Tengah
yang kebetulan Datuk Pejanggi bernama Dewa Mas Panji ini memiliki anak
muda bernama Mas Pakel seorang pendekar yang sangat sakti, kemudian
Raja Karangasem minta supaya Mas Pakel ikut dirinya dan bisa menetap di
Bali dan kemudian Datuk Pejanggi menyetujuinya.

C. Sejak Awal Toleransi Hindu-Islam di Bali Sudah Terjalin Mesra


Jika kita merujuk kepada sejarah awal Muslim di Bali bahwa sejak era Ketut
Ngelesir sampai ke eranya Dalem Waturenggong di kerajaan Gelgel di abad
ke XVI toleransi keberadaan umat Islam sebagai penduduk pendatang di
lingkungan Puri sudah terjalin mesra dengan penganut Hindu sebagai
penduduk pribumi. Memang di era Dalem Waturenggong ada upaya politik
dari Puri untuk mensterilisasi pengaruh Islam di kerajaan Gelgel terutama
saat kedatangan Dhan Hyang Nirarta namun tak berlangsung lama karena
pihak Islam sendiri tidak menampakkan antipatinya kepada praktik-praktik
ritual orang-orang Hindu di sekeliling mereka malah mereka saling
membantu terutama pelaksanaan upacara di masing-masing pihak.
Peran orang-orang Muslim (Bugis-Makassar) di lingkungan Puri di beberapa
kerajaan di Bali lebih nampak ketika berada di era pengaruh Gelgel sudah
mulai semakin merapuh pasca era Dalem Waturenggong maka beberapa
kerajaan vassal mulai berani melepaskan dirinya dari Gelgel seperti Buleleng,
Mengwi, Karangasem, Bangli, Jembrana. Selanjutnya para bekas vassal ini
mereka justru saling menyerang satu sama lainnya untuk memperebutkan
dan memperluas wilayah kekuasaan masing-masing.
pertama provinsi Bali bahwa ada empat faktor penting yang melandasi
Agama Islam dapat berkembang baik di Bali sehingga antara Islam dan Hindu
dapat menjalin hubungan yang harmonis hingga saat ini. Keempat faktor itu
adalah:
1. Pemeluk agama Hindu (Bali) adalah asli bangsa Indonesia yang mengacu
dengan pola pikir bangsa Indonesia. Sehingga yang tumbuh dan berkembang
di Bali adalah Hindu yang khas Bali dan bukan Hindu yang berlatar India. Juga
sebaliknya, agama Islam yang berkembang di Indonesia adalah agama
dengan pola pikir yang khas milik bangsa Indonesia. Sehingga Islam yang
tumbuh dan berkembang di sini bercirikan budaya yang kita miliki, dan juga
bukan Islam yang berciri kultur Arab atau Afrika. Kesamaan pandang yang
bercirikan budaya dan berpola pikir sebagai bangsa Indonesia ini, kemudian
menciptakan suasana rasa penuh kekeluargaan dan keharmonisan. Ini
merupakan landasan kokoh yang tak mungkin ditiru atau ditemukan di
Negara mana pun di dunia. Inilah kemesraan dan keharmonisan masyarakat
Muslim dan Hindu di Bali, yang hingga kini tetap terialin baik.
2. Sejak awal berkembangnya agama Islam di Indonesia, dapat dikata- kan
bahwa dari dulu Bali belum pernah mendapat sentuhan langsung dari para
wali (Wali Songo) di Jawa. Hal ini dikarenakan bahwa pada masa itu Bali tak
pernah masuk "hitungan" dalam jalur perniagaan baik itu dari arah Tuban
maupun dari pelabuhan Gersik justru jalur perdagangan terkonsentrasi di
kawasan pelabuhan Bone, Sulawesi Selatan atau Bima karena itulah, umat
Islam yang hijrah ke Bali cenderung mengembangkan Syiar Islam dalam
suasana persuasif.
3. Sejak masa kerajaan-kerajaan dulu yakni pada masa jayanya kerajaan Bali
di Geigel, tidak pernah terjadi konflik dengan raja-raja Jawa. Artinya dari sejak
dulu kala antara kerajaan Jawa dan Bali tidak pernah saling menyakiti.
4. Agama Hindu (Bali) dan Islam memiliki kemiripan dalam cara pandang
kulturalnya. Dalam budaya Hindu dikenal apa yang disebut "Patra, Kala... dst
di mana manusia mengapresir alam atas dasar ruang dan waktu atau zaman
dan tempat di sisi lain budaya Jawa juga mengenal apa yang dinamakan"
guyub". Dari hal-hal yang demikian sampai batas-batas tertentu Islam
menunjukkan toleransinya dalam memahami itu semua.

D. Akulturasi Budaya Mendorong Harmonisasi Islam - Hindu


Perlu dipahami bahwa hubungan interaksi sosial masyarakat di Bali
khususnya Hindu-Islam sejak dahulu kala sudah terjalin erat berbagai upaya
dilakukan tentunya baik oleh penguasa maupun masyarakat sendiri. Di
beberapa komunitas perkampungan Islam dan Hindu dalam rangka
keharmonisan antara Hindu-Islam agar tetap abadi selamanya salah satunya
adalah melakukan upaya agar mendorong terjadinya proses akulturasi
budaya di antara mereka sehingga tetap berkembang dalam kedua
komunitas ini.
Sebagai masyarakat pendatang dan memutuskan untuk menetap selamanya
di Bali tentu mereka para pendatang ini sangat penting melarutkan dan
membaurkan diri dalam hubungan pergaulan dan interaksi sosial mereka
yang didahului dan diprakarsai oleh para tokoh- tokohnya. Meskipun mereka
berlainan kepercayaan akan tetapi mereka bisa saling take and give termasuk
dalam bidang budaya dan tradisi masing-masing dengan demikian maka
proses ini akan menghilangkan kesan sekat-sekat yang memisahkan antara
mereka sehingga terasa menyatu dalam bingkai keluarga besar meskipun
identitas mereka tetap terjaga dan saling menghormati dan menghindari
sikap egosentris di antara mereka.

E. Hubungan Hindu - Islam Di Bali Era Kini


Memang hubungan antara umat Islam dengan umat Hindu di saat awal
membanjirnya pendatang baru di Bali khususnya di era awal boomingnya
pariwisata sekitar tahun 1970-an terutama pendatang dari pulau Jawa baik
suku Jawa maupun suku Madura yang nota bene mereka mayoritas
beragama Islam saat itu tidak pernah sama sekali terjadi masalah apapun.
Harmonisasi hubungan mereka tetap berjalan baik dan kondusif seperti
jaman dahulu kala di jaman kerajaan mungkin saja karena saat itu imigran
dari Jawa dan lainnya jumlahnya masih relatif sedikit dan belum terlalu
signifikan. Hal ini berlangsung sampai sekitar tahun 1980-an namun setelah
memasuki era puncaknya kepariwisataan di Bali sekitar tahun 1990-an. Saat
itu mulailah bermunculan beberapa masalah di pihak pendatang semacam
nuansa resistensi dari pribumi umat Hindu terhadap pendatang Muslim dan
tambah diperparah lagi dengan terjadinya peristiwa bom Bali I dan bom Bali II
pada tahun 2002 dan tahun 2005.

F. Perilaku Intoleransi Saat Ini di Bali Menciderai Harmonisasi


Hindu- Islam
Sebagaimana yang telah dipaparkan di atas bahwa pada beberapa tahun
belakangan ini di Bali banyak terjadi perilaku intoleransi yang dilakukan oleh
oknum sebagian kecil warga Hindu terhadap warga Muslim. Sejatinya distorsi
toleransi antar umat beragama di Bali adalah paradoks dengan predikat Bali
itu sendiri sebagai ibukota dan central destinasi pariwisata di Indonesia yang
paling ajeg keamanannya dan ketatakramahan warganya. Sebagai pusat
tujuan wisata pasti memerlukan keharmonisan dan ketoleransian yang tinggi
antar warganya. Maka salah satu taksu (daya pemikat)-nya yang telah
ditakdirkan oleh Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa adalah proses sejarah yang
membentuk kepribadian yang menjadi modal sosial Ball dibanding dengan
destinasi lainnya di tanah air dengan kata lain bahwa praktik intoleransi
warga Bali terhadap warga lainnya adalah sedikit menciderai taksu-nya itu
sendiri karena intoleransi adalah perilaku yang mengandung unsur kebencian
(Hate Crime) dalam dunia interaksi sosial.
Sikap Toleransi yang hakiki tentu lahir dari penghayatan terhadap ajaran
agama dan hal ini bisa memunculkan antara lain:
1. Hubungan kerja sama yang terjadi benar-benar merupakan cerminan dari
nilai keimanan dan ketaqwaan.
2. Jalinan persahabatan yang muncul akan bersifat murni dan ikhlas.
3. Akan membuahkan sikap dan tindakan yang terbuka dan sportif sehingga
dapat menjamin kehidupan demokratis tetap berjalan dan berkembang di
tengah-tengah masyarakat.
G. Bentuk toleransi umat islam dibali
Dengan Menggunakan Tradisi ngejot. Tradisi ngejot ini merupakan salah satu
bentuk toleransi keagamaan yang dilakukan sejak lama. dengan cara
pembagian daging kurban. Masyarakat Bali yang mayoritas beragama Hindu
menghargai keberagaman dan toleransi antara umat beragama. Toleransi ini
terlihat pada keberadaan kawasan Puja Mandala di Nusa Dua Bali. Selain
bentuk toleransi tersebut, pada saat hari raya besar keagamaan, masyarakat
di Bali saling membantu satu sama lain. Sepertihalnya saat hari raya Nyepi
yang terkadang terlaksana pada hari jumat dan bertepatan dengan Sholat
Jumat. Contoh sikap toleransi secara umum antara lain: menghargai
pendapat mengenai pemikiran orang lain yang berbeda dengan kita, serta
saling tolong-menolong antar sesama manusia tanpa memandang suku, ras,
agama, dan antar golongan.

H. Contoh toleransi beragam di Bali


Pulau Bali namanya. Meski masyarakatnya mayoritasnya beragama Hindu,
namun toleransi antar umat beragama di Bali sangat tinggi. Bukti nyata
kerukunan umat beragama di Bali adalah adanya Pusat Peribadatan Puja
Mandala yang berada di kawasan Nusa Dua. Tempat ini terdapat 5 tempat
ibadah sekaligus dalam satu tempat. Dalam beragama, contoh toleransi
adalah dengan menghormati hak setiap orang untuk memilih agamanya serta
memberikan ruang bagi mereka untuk menjalankan ibadah sesuai agamanya
masing-masing. Contoh Sikap Toleransi yang Bisa Diajarkan di Sekolah
 Saling Membantu Sesama Teman.
 Menghargai Sesama Teman.
 Tidak Bersikap Sombong.
 Menghargai Perbedaan Antar Teman.

Anda mungkin juga menyukai