Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

BHINEKA TUNGGAL IKA

Dosen Pembimbing:

Dr. H. Metroyadi, SH., M.Pd.

Disusun Oleh:

Khalawatul Zakiah 1910125120047

M. Faisal 1910125210068

Erisa Winda Bestari 1910125220037

Noer Dwi Saputri 1910125220102

Marfuah 1910125320002

Reginatama Putri 1910125320057

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

FAKULTAS KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

2019/2020
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr.wb

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami
tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Penulis tentu menyadari
bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta
kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk
dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada
makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya kepada Bapak
Pembimbing mata kuliah Pancasila kami yang telah membimbing dalam menulis makalah ini.

Banjarmasin, September 2019


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang sangat rentan akan terjadinya perpecahan dan
konflik. Hal ini disebabkan Indonesia adalah negara dengan keberagaman suku, etnik,
budaya, agama serta karakteristik dan keunikan di setiap wilayahnya. Indonesia
merupakan negara yang memiliki keistimewaan keberagaman budaya, suku, etnik,
bahasa, dan sebagainya dibandingkan dengan negara lain.
Bhineka Tunggal Ika merupakan semboyan negara Indonesia sebagai dasar untuk
mewujudkan persatuan dan kesatuan Indonesia, dimana kita harus dapat menerapkannya
dalam kehidupan sehari-hari yang hidup saling menghargai antara masyarakat yang satu
dengan yang lainnya tanpa memandang suku bangsa, agama, bahasa, adat istiadat, warna
kulit dan lain-lain. Oleh karena itu, sebagai warga negara yang baik seharusnya kita
menjaga Bhineka Tunggal Ika dengan sebaik-baiknya agar persatuan bangsa dan negara
Indonesia tetap terjaga dan kita pun harus sadar bahwa menyatukan bangsa ini
memerlukan perjuangan yang panjang yang dilakukan oleh para pendahulu kita dalam
menyatukan wilayah republik Indonesia menjadi negara kesatuan.
Bhineka Tunggal Ika ini terbentuk untuk mempersatukan bangsa Indonesia
dengan keanekaragaman perbedaan, namun akhir-akhir ini bangsa Indonesia mulai
kehilangan makna dari “Bhineka Tunggal Ika”. Banyak kekerasan yang terjadi yang
didasarkan karna budaya, contohnya peperangan antar suku, tawuran antar pelajar,
tampak kecondongan terpecah belah, individualis, tidak lagi muncul sifat tolong-
menolong atau gotong royong, banyak anak muda yang tidak mengenal Bhineka Tunggal
Ika, banyak orang tua lupa akan kata-kata Bhineka Tunggal Ika, dan masih banyak lagi
contoh-contoh nyata dari negara ini mengenai merosotnya makna “Bhineka Tunggal Ika”,
sehingga semangat “Bhineka Tunggal Ika” perlu untuk disosialisasikan lagi.
Maka dengan adanya makalah ini semoga para pembaca mampu mengetahui,
mengerti, memahami serta mengaplikasikan menilai dari “Bhineka Tunggal Ika”,
sehingga bangsa Indonesia ini kembali menjadi bangsa Indonesia yang multikultural
dengan negara majemuk. Sehingga mampu meningkatkan rasa solidaritas dan rasa
perjuangan untuk mencapai cita-cita Indonesia dan mampu mengurangi kekerasan-
kekerasan yang didasarkan oleh budaya seperti tawuran dan lain-lain.

B. Rumusan Masalah
1. Pengertian Bhineka Tunggal Ika
2. Sejarah Bhineka Tunggal Ika
3. Prinsip Bhineka Tunggal Ika
4. Tujuan dan fungsi Bhineka Tunggal Ika
5. Wujud Ideal Bhineka Tunggal Ika dalam kehidupan
6. Tantangan mewujudkan Bhineka Tunggal Ika dalam kehidupan
7. Nilai-nilai dalam Bhineka Tunggal Ika
8. Cara mengatasi tantangan/mewujudkan Bhineka Tunggal Ika dalam kehidupan

C. Tujuan Makalah
1. Untuk Mengetahui pengertian Bhineka Tunggal Ika
2. Untuk mengetahui sejarah Bhineka Tunggal Ika
3. Untuk mengetahui wujud ideal Bhineka Tunggal Ika dalam kehidupan
4. Untuk mengetahui tantangan mewujudkan Bhineka Tunggal Ika dalam kehidupan
5. Untuk mengetahui cara mengatasi tantangan/mewujudkan Bhineka Tunggal Ika
dalam kehidupan.
6. Untuk mengetahui tantangan mewujudkan Bhineka Tunggal Ika dalam kehidupan
7. Untuk mengetahui nilai-nilai dalam Bhineka Tunggal Ika
8. Untuk mengetahui cara mengatasi tantangan/mewujudkan Bhineka Tunggal Ika
dalam kehidupan
BAB II

PEMBAHASAN

1.1 Pengertian Bhineka Tunggal Ika


Asal kata Bhineka Tunggal Ika diambil dari bahasa jawa kuno yang jika dipisahkan
bermakna Bhineka= Beragam/beraneka, Tunggal= Satu, dan Ika= Itu. Artinya, jika diartikan
maknanya yaitu “Bahwa beraneka ragam tetapi masih satu jua”. Semboyan ini referensi dari
kitab Sutasoma karangan Empu Tantular, yang hidup pada masa kerajaan majapahit sekitar
abad ke-14.
Hal ini menunjukkan persatuan dan kesatuan yang terjadi diwilayah Indonesia, dengan
keberagaman penduduk Indonesia yang terdiri dari bermacam-macam suku, bahasa daerah,
ras, agama, dengan kebudayaan, lantas tidak membuat Indonesia menjadi terpecah belah.
Melalui semboyan ini, Indonesia bisa dipersatukan dari semua kebegaragaman tersebut
menjadi satu bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
1.2 Sejarah Bhineka Tunggal Ika
Bunyi lengkap dari ungkapan Bhineka Tunggal Ika dapat ditemukan dalam kitab
Sutasoma yang ditulis oleh Empu Tantular pada abad XIV dimata kerajaan majapahit. Dalan
kitab tersebut empu tantular menulis “Rwaneka Dhatu Winuwus Budha Wisma Bhineki
Rakwa Ring Apan Kena Tarwanosen, Mangka Ng Jinatwa Kalawan Siwatatwa Tunggal,
Bhineka Tunggal Ika Tanhana Dharma Mangrowa” (Bahwa agama budha dan siwa (Hindu)
merupakan zat yang berbeda, tetapi nilai-nilai kebenaran jina (Budha) dan siwa adalah
tunggal terpecah belah, tetap satu jua, artinya tidak ada dharma yang mendua).
Ungkapan dalam bahasa jawa kuno tersebut, secara harfiah mengandung arti Bhineka
(Beragam), Tunggal (Satu), Ika (Itu) yaitu beragam satu itu. Doktrin yang bercorak teologis
ini semula dimaksudkan agar agama Budha (jina) dan agama Hindu (siwa) dapat hidup
berdampingan dengan damai dan harmonis, sebab hakikat kebenaran yang terkandung dalam
ajaran keduanya adalah tunggal (satu). Mpu tantular sendiri adalah penganut Budha
Tantrayana, tetapi merasa aman hidup dalam kerajaan majapahit yang lebih bercorak hindu
(Ma’rif A. Syafii, 2011)
Semboyan Bhineka Tunggal Ika mulai menjadi pembicaraan terbatas antara Muhammad
Yamin, Bung Karno, I Gusti Bagus Sugriwa dalam sidang-sidang BPUPKI sekitar 2
setengah bulan sebelum proklamasi (Kusuma R. M A. B, 2004). Bahkan Bung Hatta sendiri
mengatakan bahwa Bhineka Tunggal Ika adalah ciptaan Bung Karno setelah Indonesia
merdeka. Setelah beberapa tahun kemudian ketika merancang Lambang Negara Republik
Indonesia dalam bentuk garuda pancasila, semboyan Bhineka Tunggal Ika dimasukkan
kedalamnya.
Tulisan Mpu Tantular tersebut oleh para pendiri bangsa diberikan penafsiran baru karena
dinilai relevan dengan keperluan strategis bangunan Indonesia merdeka yang terdiri dari
beragam agama, kepercayaan, ideologi politik, etnis, bahasa, dan budaya. Dasar pemikiran
tersebut yang menjadikan semboyan “Keramat” ini terpampang melengkung dalam
cengkeraman kedua kaki Burung Garuda.
Dalam proses perumusan konstitusi Indonesia, jaya Muh. Yamin harus dicactat sebagai
tokoh yang pertama kali mengusulkan kepada Bung Karno agar Bhineka Tunggal Ika
dijadikan semboyan Sesanti negara. Para pendiri bangsa Indonesia yang sebagian besar
beragama islam tampaknya cukup toleran untuk menerima warisan Mpu Tantular tersebut.
Sikap toleran ini merupakan watak dasar suku-suku bangsa Indonesia yang telah mengenal
beragam agama, berlapis-lapis kepercayaan dan tradisi, jauh sebelum sebelum islam datang
ke nusantara. Sekalipun dengan runtuhnya kerajaan majapahit abad XV, pengaruh Hindu
Budha secara politik sudah sangat lemah, secara kultural pengaruh tersebut lestari sampai
saat ini (Ma’arif A. Syafii 2011).
1.3 Prinsip Bhineka Tunggal Ika
1.4 Tujuan dan fungsi Bhineka Tunggal ika
a. Tujuan

1.5 Wujud ideal Bhineka Tunggal Ika dalam kehidupan


Negara Indonesia yang terbentang dari Sabang sampai Merauke dan dari Mingas sampai
pulau Rote tampak berjajar pulau-pulau dengan komposisi dan konstruksi yang beragam
suku bangsa, bahasa, budaya, agama, adat istiadat, dan keberagaman lainnya ditinjau dari
berbagai aspek. Secara keseluruhan, pulau-pulau di Indonesia berjumlah 17.508 buah pulau
besar dan kecil.
Di balik keindahan pulau-pulau yang dihiasi oleh flora dan fauna yang beranekaragam,
Indonesia juga memiliki ke Bhinekaan dalam suku yang berjumlah lebih dari 1.128 suku
bangsa dan lebih dari 700 bahasa daerah. Namun keberagaman suku bangsa dan bahasa
tersebut, dapat disatukan dalam satu bangsa, bangsa Indonesia dan satu bahasa persatuan,
bahasa Indonesia.
1.6 Tantangan mewujudkan Bhineka Tunggal Ika dalam kehidupan
1.Karena perbedaan suku,agama,adat di Indonesia banyak pihak yang mencoba memecah
belah Indonesia dengan cara mendoktrin atau mengadu domba masyarakat indonesia.
2.Banyaknya paham radikal yang berusaha keluar dariwilayah republik indonesia
3.Mudahnya terjadi perang saudara karena perbedaan
1.7 Nilai-nilai dalam Bhineka Tunggal Ika dalam kehidupan
1) Kelompok etnis dan Ras

Perkataan etnis berasal dari kata ethnos yang dalam bahasa Yunani berarti ”masyarakat”.
Menurut Arif (2013:7) “etnis adalah golongan masyarakat yang didefinisikan secara sosial
berdasarkan berbagai macam karakteristik kulturalnya.” Lebih lanjut Arif (2013:7)
menjelaskan bahwa:
Karakteristik-karakteristik kultural ini dapat berupa bahasa, agama, asal suku atau asal
negara, tata cara hidup sehari-hari, makanan pokok, cara berpakaian atau ciri-ciri kultural
yang lainnya. Etnis terbentuk berdasarkan definisi sosial dan bukan merupakan definisi
yang didasarkan pada faktor keturunan atau biologis.
2) Membangun Keberagamaan Inklusif
Pengertian dasar tentang agama dapat dikemukakan baik dari agama itu sendiri, dari para
Antropolog maupun dari para sarjana dari berbagai disiplin ilmu pengetahuan. Menurut
agama-agama samawi atau agama monoteistik, agama adalah sebuah pengakuan terhadap
adanya Tuhan dan sebagai wadah untuk penyerahan diri terhadap-Nya.
Permasalahan yang muncul dari realitas kebersamaan ini adalah konflik keagamaan, baik
di dalam satu agama, atau pun antar agama.
utama konflik keagamaan adalah adanya paradigma keberagamaan masyarakat yang masih
ekslusif (Yaqin, 2005:56).” Pemahaman keberagamaan ini membentuk pribadi yang
antipati terhadap pemeluk agama lainnya. Pribadi yang tertutup dan menutup ruang dialog
dengan pemeluk agama lainnya. Pribadi yang selalu merasa hanya agama dan alirannya
saja yang paling benar sedangkan agama dan aliran keagamaan lainnya adalah salah dan
bahkan dianggap sesat.
Karena itu, “perlu dibangun pemahaman keberagamaan yang lebih inklusif-pluralis,
multikultural, humanis, dialogis-persuasif, kontekstual, substantif, dan aktif sosial (Yaqin,
2005:56-57).” Pemahaman keberagamaan seperti itu dapat dibangun melalui pendidikan,
media massa, maupun melalui interaksi sosial yang intens.
3) Kesadaran Budaya Multikultur
Secara harfiah, kata kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta buddhayah, ialah bentuk
jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal. Demikian kebudayaan itu dapat diartikan
“hal-hal yang bersangkutan dengan budi dan akal (Koentjaraningrat, 1994:9).”
Mempertegas pendapatnya, Koentjaraningrat (1994:181) mengemukakan adanya sarjana
lain yang mengupas kata budaya sebagai perkembangan dari majemuk budi-daya, yang
berarti daya dari budi. Karena itu mereka membedakan budaya dari kebudayaan.
Demikianlah budaya adalah daya dari budi yang berupa cipta, karsa dan rasa itu.
Sedangkan dalam definisi yang disusun oleh Sir Edward Taylor (Arif, 2013:12)
kebudayaan disebut “sebagai kompleks keseluruhan dari pengetahuan, keyakinan,
kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan semua kemampuan dan kebiasaan yang lain yang
diperoleh oleh seseorang sebagai anggota masyarakat.”
Berdasarkan pengertian tersebut, dapat dikemukakan bahwa kebudayaan adalah segala
sesuatu yang dipelajari dan dialami bersama secara sosial oleh para anggota suatu
masyarakat. Hal tersebut dipertegas oleh pendapat Soekanto (Arif, 2013:12) yang
menyatakan bahwa budaya “terdiri dari segala sesuatu yang dipelajari dari pola-pola
perilaku yang normatif, yang mencakup segala cara atau pola-pola berfikir, merasakan dan
bertindak.

4) Membangun Toleransi
Nilai penting dari kebhinnekaan sebagai keniscayaan adalah membangun sikap toleransi.
“Toleransi berasal dari bahasa Latin “tolerantia”, yang artinya kelonggaran, kelembutan
hati, keringanan dan kesabaran (Misrawi, 2007:181).” Toleransi dapat dipahami sebagai
sikap atau gagasan yang menggambarkan pelbagai kemungkinan.
Membangun toleransi harus menjadi prioritas, terutama dalam konteks masyarakat yang
plural dan heterogen. Pemahaman atas pentingnya toleransi mesti menjadi keniscayaan
dalam rangka membangun masa depan yang lebih baik. Hanya dengan cara itu, kehidupan
ini akan lebih bermakna dan bermanfaat. “Secara sosiologis, membangun masyarakat yang
toleran tidak semudah membalikkan kedua belah tangan, karena sejarah manusia pada
hakikatnya adalah sejarah intoleransi (Misrawi, 2007:178).” Pendapat misrawi tersebut,
menunjukkan bahwa membangun toleransi bukanlah hal yang mudah, maka dari itu
dibutuhkan usaha yang sungguh-sungguh.
Menurut Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (2011:22), nilai-nilai yang
terkandung dalam Bhinneka Tunggal Ika yakni:
1) Nilai Toleransi, merupakan suatu sikap yang mau memahami orang lain sehingga
komunikasi dapat berlangsung dengan baik.
2) Nilai keadilan, merupakan suatu sikap mau menerima haknya dan tidak mau mengganggu
hak orang lain.
3) Nilai gotong –royong, merupakan suatu sikap untuk membantu pihak/orang yang lemah
agar sama-sama mencapai tujuan.
1.8 Cara mengatasi tantangan/mewujudkan Bhineka Tunggal Ika dalam kehidupan
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Anda mungkin juga menyukai