Anda di halaman 1dari 20

TUGAS KEWARGANEGARAAN

BHINEKA TUNGGAL IKA

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 3

ALIEF MUHAMMAD(A021181311)
ISTI MEILIANTI AYUNANDA (A021181314)
NUR AFIAH (A021181337)
ALYA RABIATUL AZHAR (A021181339)
HARNI SEPTIANINGSIH (A021181342)
RUSDIYANTO (A021181353)
LA ODE MUHAMMAD (A021181355)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS HASANUDDIN
2019
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang,senantiasa kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-
Nya, yang telah melimpahkanrahmat, hidayah, dan karunia-Nya kepada kami,
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas kelompok
untuk mata kuliah Kewarganegaraan
Kami menyadari dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan
banyak pihak yang dengan tulus memberikan doa, saran, dan kritik sehingga
makalah ini dapat terselesaikan.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh
karena itu, kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan
kritikan yang membangun dari berbagai pihak. Akhirnya kami berharap semoga
makalah ini dapat memberikan manfaat pagi perkembagan dunia pendidikan.

Makassar, 16 April 2019

Kelompok 3
BAB I
PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Indonesia adalah salah satu Negara multikultural terbesar di dunia,


yang beranekaragam suku, budaya, bahasa daerah, dan agama, hal ini
dapat kita lihat dari sosial kultur yang begitu beragam terdapat lebih dari
300 etnik atau suku di Indonesia. Namun, keanekaragaman di indonesia
masih menimbukan berbagai macam konflik yang dihadapi bangsa ini.
Dimulai dari perselisihan kecil yang melibatkan satu dua orang yang
kemudian menyebar dan menjadi konflik antar suku ataupun agama.
Konflik-Konflik yang tak kunjung reda melahirkan kerusuhan-kerusuhan di
beberapa wilayah di Indonesia yang melibatkan suku-suku berbeda
wilayah tersebut dan mengganggu stabilisasi Negara.
Padahal Negara Indonesia memiliki semboyan Bhineka Tunggal Ika
sebagai dasar untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan Indonesia akan
tetapi, seiring berjalannya waktu, makna Bhineka Tunggal Ika semakin
luntur, hal ini sudah tampak pada sifat terpecah bela individualis dengan
dalih otonomi daerah, banyak anak muda yang kurang mengenal makna
Bhineka Tunggal Ika, banyak orang tua lupa akan kata-kata ini, sehingga
ikrar yang ditanamkan jauh sebelum indonesia merdeka memudar begitu
saja

Oleh karena itu kita perlu menerapkan suatu strategi dan konsep yang
menciptakan suatu pemanfaatan multikulturalisme yang damai dalam
masyarakat. Implementasi dari konsep Bhineka Tunggal Ika sebagai
landasan multikulturalisme sebagai solusi dari permasalahan yang ada
agar mewujudkan persatuan bangsa.
Keanekaragam budaya bangsa Indonesia menunjukan suatu
kekayaan budaya yang merupakan modal dan landasan bagi
pengembangan budaya bangsa selurunya dan hasil-hasilnya dapat
dinikmati oleh kita semua. Kebhinekaan dengan sistem sosial dan budaya
di indonesia merupakan kenyataan yang tidak bisa dipungkiri, dengan
keanekaragaman yang ada pada bangsa indonesia ini diharapkan tidak
menuju perpecahan tetapi harus menuju pada persatuan dan kesatuan
bangsa sebagaimana makna yang terkandung dalam Bhineka Tunggal
Ika.

B.Rumusan Masalah

1. Bagaimana sejarah terbentuknya Bhineka Tunggal Ika?

2. Bagaimana menjaga kerukunan Bangsa Indonesia


yang Bermultikulturalisme?

3. Apa saja prinsip Bhinneka Tunggal Ika?


4. Bagaimana mengimplementasikan Bhineka Tunggal Ika untuk
memperkokoh Bangsa Indonesia?

C.Tujuan

1. Untuk mengetahui sejarah dari Bhineka Tunggal Ika

2. Untuk mengetahui cara menjaga kerukunan Bangsa Indonesia


yang bermultikulturalisme

3. Untuk mengetahui prinsip Bhinneka Tunggal Ika

4. Untuk mengimplementasikan Bhineka Tunggal Ika agar


memperkokoh Bangsa Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN

A.Sejarah Terbentuknya Bhineka Tunggal Ika

Awal mulanya Semboyan yang dijadikan Semboyan yang dijadikan


Semboyan resmi Negara Indonesia sangat panjang, yaitu: Bhineka
Tunggal Ika Tan Hana Darma Manggrawa. Semboyan Bhineka Tunggal
Ika dikenal pertama kalinya pada masa Majapahit era kepemimpinan
Wisnuwardhana Perumusan semboyan Bhineka Tunggal Ika ini dilakukan
oleh Mpu Tantular dalam kitab Sutasoma.
Perumusan semboyan ini pada dasarnya merupakan pernyataan
kreatif dalam usaha mengatasi keanekaragaman kepercayaan dan
keagamaan. Hal itu dilakukan sehubungan usaha bina Negara kerajaan
Majapahit saat itu. Semboyan Negara Indonesia ini telah memberikan
nilai-nilai inspiratif terhadap sistem pemerintahan pada masa
kemerdekaan. Bhineka Tunggal Ika pun telah menumbuhkan semangat
persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dalam kitab Sutasoma, definisi Bhineka Tunggal Ika lebih
ditekankan pada perbedaan dalam hal kepercayaan dan keanekaragaman
agama yang ada di kalangan masyarakat Majapahit. Namun, sebagai
semboyan Negara Kesatuan Republik Indonesia, konsep Bhineka
Tungggal Ika bukan hanya perbedaan agama dan kepercayaan menjadi
fokus, tapi pengertiannya lebih luas. Bhineka Tunggal Ika sebagai
semboyan Negara memiliki cakupan lebih luas, seperti perbedaan suku,
bangsa, budaya (adat istiadat), beda pulau, dan tentunya agama dan
kepercayaan yang menuju persatuan dan kesatuan Nusantara.
Jika diuraikan kata per kata, Bhineka berarti Berbeda, Tunggal
berarti Satu, dan Ika berarti Itu. Jadi, dapat disimpulkan bahwa walaupun
berbeda-beda, tapi pada hakekatnya satu. Dengan kata lain, seluruh
perbedaan yang ada di Indonesia menuju tujuan yang satu atau sama,
yaitu bangsa dan Negara Indonesia.
Berbicara mengenai lambang Negara Kesatuan Republik
Indonesia, lambang Garuda Pancasila dengan semboyan Bhineka
Tunggal Ika ditetapkan secara resmi menjadi bagian dari Negara
Indonesia melalui Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 1951 pada 17
Oktober 1951 dan di-Undang-kan pada 28 Oktober 1951 sebagai
Lambang Negara. Usaha pada masa Majapahit maupun pada masa
pemerintahan Indonesia berlandaskan pada pandangan yang sama, yaitu
pendangan mengenai semangat rasa persatuan, kesatuan dan
kebersamaan sebagai modal dasar untuk menegakkan Negara.
Sementara itu, semboyan “Tan Hana Darma Mangrwa dipakai
sebagai motto lambang Lembaga Pertahanan Nasional (Lemhanas).
Makna dari semboyan itu adalah “Tidak ada kebenaran yang bermuka
dua”. Namun, Lemhanas kemudian mengubah semboyan tersebut mejadi
yang lebih praktis dan ringkas, yaitu “Bertahan karena benar”. Makna
“Tidak ada kebenaran bermuka dua” sebenarnya memiliki pengertian agar
hendaknya manusia senantiasa berpegangan dan berlandaskan pada
kebenaran yang satu.

B. Prinsip Bhinneka Tunggal Ika

1. Common Denominator

Di Indonesia, berbagai macam keaneka ragaman yang ada


tidaklah membuat bangsa ini menjadi pecah. Terdapat 5 agama
yang ada di Indonesia, dan hal tersebut tidak membuat agama-
agama tersebut untuk saling mencela. Maka sesuai dengan prinsip
pertama dari Bhinneka Tunggal Ika, maka perbedaan-perbedaan di
dalam agama tersebut haruslah dicari common denominatornya,
atau dengan kata lain kita haruslah mencari sebuah persamaan
dalam perbedaan itu, sehingga semua rakyat yang hidup di
Indonesia dapat hidup di dalam keanekaragaman dan kedamaian
dengan adanya kesamaan di dalam perbedaan tersebut

Begitu juga halnya dengan dengan aspek lain yang


mempunyai perbedaan di Indonesia, seperti adat dan kebudayaan
yang terdapat di setiap daerah. Semua macam adat dan budaya itu
tetap diakui konsistensinya sebagai adat dan budaya yang sah di
Indonesia, tapi segala macam perbedaan tersebut tetap bersatu di
dalam bingkai Negara kesatuan republik Indonesia.

2. Tidak Bersifat Sektarian dan Enklusif tidak menganggap bahwa


dirinya atau kelompoknya adalah yang paling benar, paling hebat, atau
paling diakui oleh yang lain.

Makna yang terkandung di dalam prinsip ini yakni semua rakyat


Indonesia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara Pandangan-
pandangan sectarian dan enklusif haruslah dihilangkan pada
segenap tumpah darah Indonesia, karena ketika sifat sectarian dan
enklusif sudah terbentuk, maka akan banyak suatu konflik yang
terjadi dikarenakan kecemburuan, kecurigaan, sikap yang
berlebihan, dan kurang memperhitungkan keberadaan kelompok
atau pribadi lain.

Bhinneka Tunggal Ika sifatnya inklusif, dengan kata lain segala


kelompok yang ada haruslah saling memupuk rasa persaudaraan,
kelompok mayoritas tidak memperlakukan sebuah kelompok
minoritas ke dalam posisi terbawah, tetapi haruslah hidup
berdampingan satu sama lain. Kelompok mayoritas juga tidak harus
memaksakan kehendaknya kepada kelompok lain.
3. Tidak Bersifat Formalistis

Bhinneka Tunggal Ika tidak bersifat formalistis, yang hanya


menunjukkan sebuah perilaku semu dan kaku. Tetapi, Bhinneka
Tunggal Ika sifatnya universal dan menyeluruh. Hal ini dliandasi oleh
adanya rasa cinta mencintai, rasa hormat menghormati, saling
percaya mempercayai, dan saling rukun antar sesame. Karena
dengan cara inilah, keanekaragaman bisa disatukan dalam bingkai
ke-Indonesiaan.

4. Bersifat Konvergen

Bhinneka Tunggal Ika sifatnya konvergen dan tidak divergen.


Segala macam keaneka ragaman yang ada bila terjadi masalah,
bukan untuk dibesar-besarkan, tetapi haruslah dicari satu titik temu
yang bisa membuat segala macam kepentingan menjadi satu. Hal ini
bisa dicapai bila terdapatnya sikap toleran, saling percaya, rukun,
non sectarian, dan inklusif.

C. Bagaimana Menjaga Kerukunan Bangsa Indonesia yang


Multikultural
1. Perilaku Inklusif
Dalam kehidupan bersama yang menerapkan semboyan
Bhinneka Tunggal Ika memandang bahwa dirinya, baik itu sebagai
individu atau kelompok masyarakat merasa dirinya hanya merupakan
sebagian dari kesatuan dari masyarakat yang lebih luas. Betapa besar
dan penting kelompoknya dalam kehidupan bersama, tidak
memandang rendah dan menyepelekan kelompok yang lain. Masing-
masing memiliki peran yang tidak dapat diabaikan, dan bermakna bagi
kehidupan bersama.
2. Mengakomodasikan Sifat Pluralistik
Bangsa Indonesia sangat pluralistik ditinjau dari keragaman
agama yang dipeluk oleh masyarakat, aneka adat budaya yang
berkembang di daerah, suku bangsa dengan bahasanya masing-
masing, dan menempati ribuan pulau yang tiada jarang terpisah
demikian jauh pulau yang satu dari pulau yang lain. Tanpa memahami
makna pluralistik dan bagaimana cara mewujudkan persatuan dalam
keanekaragaman secara tepat, dengan mudah terjadi disintegrasi
bangsa. Sifat toleran, saling hormat menghormati, mendudukkan
masing-masing pihak sesuai dengan peran, harkat dan martabatnya
secara tepat, tidak memandang remeh pada pihak lain, apalagi
menghapus eksistensi kelompok dari kehidupan bersama, merupakan
syarat bagi lestarinya negara-bangsa Indonesia. Kerukunan hidup perlu
dikembangkan dengan sepatutnya.
Suatu contoh sebelum terjadi reformasi, di Ambon berlaku suatu
pola kehidupan bersama yang disebut pela gandong, suatu pola
kehidupan masyarakat yang tidak melandaskan diri pada agama, tetapi
semata-mata pada kehidupan bersama pada wilayah tertentu. Pemeluk
berbagai agama berlangsung sangat rukun, bantu membantu dalam
kegiatan yang tidak bersifat ritual keagamaan. Mereka tidak
membedakan suku-suku yang berdiam di wilayah tersebut, dan
sebagainya. Sayangnya dengan terjadinya reformasi yang mengusung
kebebasan, pola kehidupan masyarakat yang demikian ideal ini telah
tergerus arus reformasi.
3. Tidak Mencari Kemenangan Sendiri
Menghormati pendapat pihak lain, dengan tidak beranggapan
bahwa pendapatnya sendiri yang paling benar, dirinya atau
kelompoknya yang paling hebat perlu diatur dalam menerapkan
Bhinneka Tunggal Ika. Dapat menerima dan memberi pendapat
merupakan hal yang harus berkembang dalam kehidupan yang
beragam. Perbedaan ini tidak untuk dibesar-besarkan, tetapi dicari titik
temu. Bukan dikembangkan divergensi, tetapi yang harus diusahakan
adalah terwujudnya konvergensi dari berbagai keanekaragaman. Untuk
itu perlu dikembangkan musyawarah untuk mencapai mufakat.
5. Musyawarah untuk Mencapai Mufakat
Dalam rangka membentuk kesatuan dalam keanekaragaman
diterapkan pendekatan “musyawa-rah untuk mencapai mufakat.” Bukan
pendapat sendiri yang harus dijadikan kesepakatan bersama, tetapi
common denominator, yakni inti kesamaan yang dipilih sebagai
kesepakatan bersama. Hal ini hanya akan tercapai dengan proses
musyawarah untuk mencapai mufakat. Dengan cara ini segala gagasan
yang timbul diakomodasi dalam kesepa-katan. Tidak ada yang menang
tidak ada yang kalah. Inilah yang biasa disebut sebagai win win
solution.
6. Dilandasi Kasih Sayang dan Rela Berkorban
Dalam menerapkan Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara perlu dilandasi oleh rasa kasih sayang.
Saling curiga mencurigai harus dibuang jauh-jauh. Saling percaya
mempercayai harus dikembangkan, iri hati, dengki harus dibuang dari
kamus Bhinneka Tunggal Ika. Hal ini akan berlangsung apabila
pelaksanaan Bhnneka Tunggal Ika menerap-kan adagium “leladi
sesamining dumadi, sepi ing pamrih, rame ing gawe, jer basuki mowo
beyo.” Eksistensi kita di dunia adalah untuk memberikan pelayanan
kepada pihak lain, dilandasi oleh tanpa pamrih pribadi dan golongan,
disertai dengan pengorbanan. Tanpa pengorbanan, sekurang-
kurangnya mengurangi kepentingan dan pamrih pribadi, kesatuan tidak
mungkin terwujud.
7. Toleran dalam Perbedaan
Setiap penduduk Indonesia harus memandang bahwa perbedaan
tradisi, bahasa, dan adat-istiadat antara satu etnis dengan etnis lain
sebagai, antara satu agama dengan agama lain, sebagai aset bangsa
yang harus dihargai dan dilestarikan. Pandangan semacam ini akan
menumbuhkan rasa saling menghormati, menyuburkan semangat
kerukunan, serta menyuburkan jiwa toleransi dalam diri setiap individu.

D. Pengimplementasian Bhineka Tunggal Ika untuk Memperkokoh


Bangsa Indonesia
Dalam rangka membentuk kesatuan dari keanekaragaman tidak
terjadi pembentukan konsep baru dari keanekaragaman konsep-konsep
yang terdapat pada unsur-unsur atau komponen bangsa. Suatu contoh
di negara tercinta ini terdapat begitu aneka ragam agama dan
kepercayaan. Dengan ketunggalan Bhinneka Tunggal Ika tidak
dimaksudkan untuk membentuk agama baru. Setiap agama diakui
seperti apa adanya, namun dalam kehidupan beragama di Indonesia
dicari common denominator, yakni prinsip-prinsip yang ditemui dari
setiap agama yang memiliki kesamaan, dan common denominator ini
yang kita pegang sebagai ketunggalan, untuk kemudian dipergunakan
sebagai acuan dalam hidup berbangsa dan bernegara. Demikian pula
halnya dengan adat budaya daerah, tetap diakui eksistensinya dalam
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berwawasan kebangsaan.
Faham Bhinneka Tunggal Ika, yang oleh Ir Sujamto disebut sebagai
faham Tantularisme, bukan faham sinkretisme, yang mencoba untuk
mengembangkan konsep baru dari unsur asli dengan unsur yang
datang dari luar.

Contoh Penerapan Bhineka Tunggal Ika dalam kehidupan sehari-


hari:
Penampilan perilaku yang mencerminkan persatuan dan kesatuan dalam
kehidupan masyarakat Indonesia yang ber-Bhinneka Tunggal Ika dapat
dilakukan di berbagai lingkungan kehidupan, yaitu di lingkungan keluarga.
sekolah, dan masyarakat.

Di Lingkungan Keluarga
Di dalam keluarga sebagai unsur terkecil masyarakat terjadi pergaulan
yang akrab dan dinamis sehingga keutuhan dan kerukunan keluarga
dapat terwujud.
Beberapa sikap perilaku yang perlu dikembangkan dalam keluarga untuk
memajukan pergaulan d’emi keutuhan dan kesatuan, misalnya

1. saling mencintai sesarna anggota keluarga;


2. mengakui keberadaan dan fungsi tiap-tiap anggota keluarga;
3. mengembangkan sikap tenggang rasa dan tepa salira;
4. tidak memaksakan kehendak kepada orang lain; dan
5. adanya keterbukaan antaranggota keluarga.

Dengan beberapa contoh pengembangan sikap perilaku seperti di atas


maka kehidupan keluarga dapat berlangsung secara harmonis, dan bila
keluarga harmonis masyarakat juga harmonis dan selanjutnya bangsa dan
negara dapat berkembang secara harmonis dan dengan sendirinya
persatuan dan kesatuan dapat terwujud sebaik-baiknya.

Di Lingkungan Sekolah
Sekolah sebagai suatu lembaga pendidikan memiliki misi khusus
dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional. Beberapa sikap
perilaku yang mencerm inkan persatuan dan kesatuan dalam kehidupan
masyarakat Indonesia yang ber-Bhinneka Tunggal Ika, misalnya

1. menaati peraturan tata tertib sekolah;


2. menghindan perselisihan maupun pertengkaran antarwarga
sekolah;
3. tidak membeda-bedakan suku, agama, ras, dan antargolongan
(SARA);
4. menggunakan bahasa Indonesia secara baik dan benar dalam
bergaul antar warga sekolah:
5. menjaga nama baik sekolah;
6. melaksanakan upacara bendera dengan khidmat dan disiplin.

Di Lingkungan Masyarakat
Pengaruh lingkungan masyarakat terhadap pertumbuhan generasi
muda sangat besar. Oleh karena itu. sikap perilaku yang mencerminkan
persatuan dan kesatuan dalam kehidupan masyarakat yang ber-Bhinneka
Tunggal Ika perlu dikembangkan, misalnya

1. hidup rukun dengan semangat kekeluargaan antarwarga


masyarakat;
2. setiap warga masyarakat menyelesaikan masalah sosial secara
bersama-sama;
3. bergaul dengan sesama warga masyarakat dengan tidak
membeda-bedakan suku, agama, ras ataupun aliran;
4. menggunakan bahasa Indonesia secara baik dan benar dalam
bergaul antar suku bangsa; dan
5. mengadakan bakti sosial.

Di Lingkungan Negara
Sikap perilaku yang mencerminkan persatuan dan kesatuan dalam
kehidupan kenegaraan yang ber-Bhinneka Tunggal Ika. Misalnya

1. mendahulukan kepentingan bangsa dan negara di atas


kepentingan pribadi dan golongan;
2. memberikan kesempatan yang sama kepada suku hangsa untuk
memperk enalkan kesenian daerahnya ke daerah lainnya.
3. memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa; dan
4. memberikan kesempatan yang sama kepada semua daerah untuk
mengemb angkan kebudayaan daerah.
CONTOH KASUS PENYIMPANGAN TERHADAP BHINNEKA
TUNGGAL IKA

1. Pura di Lumajang dirusak orang tak dikenal

Tak hanya Lamongan, di hari yang sama, masyarakat Lumajang juga


digegerkan dengan perusakan sebuah Pura di daerah Senduro. Para
pelaku menghancurkan setidaknya tiga arca. "Pelaku ini sepertinya
memanfaatkan kasus yang ada sekarang ini. Makanya harus diusut mulai
sekarang. Jangan sampai meluas," tegas Kabid Humas Polda Jatim,
Kombes Pol Frans Barung Mangera saat melakukan konferensi pers,
Senin (19/2).

Tak hanya Polda Jawa Timur, Frans mengatakan bahwa kasus ini juga
mendapat perhatian dari Mabes Polri. Wakapolri, Komjen Syafruddin
langsung turun ke lapangan untuk memeriksa kejadian tersebut.

2. Penyerangan terhadap ulama di Lamongan Times/Istimewa

Penyerangan terhadap ulama juga menimpa seorang kiai di Lamongan


bernama Abdul Hakam Mubarok pada Ahad (19/2). Korban yang
merupakan pengasuh Pondok Karangasem Paciran Lamongan tersebut
diserang oleh seorang pria yang berlagak gila.

Namun, saksi mata yang berada di lokasi mengatakan bahwa tampilan


pelaku tak seperti orang gila karena tak tampak kumal. Bahkan, gigi dan
baju yang dipakainya tampak bersih. Yang lebih janggal, pelaku diketahui
sudah mondar-mandir di lokasi sejak beberapa hari sebelumnya.

Sempat menuai amarah massa, pria berambut cepak itu pun diamankan
di Mapolsek Paciran. Informasi terakhir, pria tersebut dibawa ke RS
Bhayangkara untuk diperiksa kejiawaannya.
3. Perusakan masjid di Tuban

Belum usai kasus perusakan gereja di Yogya dan pengusiran Bikhsu di


Tangerang, penyerangan tempat ibadah kembali terjadi. Kali ini, masjid
Baiturrahim di Tuban, Jawa Timur diserang sekolompok orang.

Kepala Bidang Humas Polda Jawa Timur Kombes Pol Frans Barung
Mangera mengatakan, perusakan masjid terjadi pada Selasa (13/2) pukul
01.00 WIB. Pada pukul 03.00 WIB, Polres Tuban langsung mengamankan
para pelaku yang berjumlah dua orang.

Satu pelaku bernama M Zaenudin (40) warga Desa Karangharjo RT 02


RW 01, Kecamatan Kragan, Rembang, Jawa Tengah. Zaenudin
diamankan di Polda Jatim karena indikasi gangguan jiwa, satu lain masih
dalam penangangan Polres Tuban.

Sebelum kejadian, pelaku Zaenudin pada malam hari mencari-cari


seorang Kiai Pondok Al Ishlahiyah, Gus Mad. Seorang warga,
Muhammad, sempat menanyakan tujuan pelaku mencari-cari hingga ke
belakang masjid. Namun, pelaku malah marah dan memukul Muhammad.

Pelaku kemudian pemecahan kaca masjid, hingga masyarakat sekitar


menangkapnya. Pelaku kemudian diserahkan kepada kepolisian
setempat. Dalam proses pemeriksaan, kepolisian menemukan buku-buku
ilmu sufi dan buku makrifat. Namun dugaan ilmu menyimpang dan lain-
lain masih dikembangkan Polda Jatim.

4. Ancaman bom di kelenteng Kwan Tee Koen Karawang

Selain penyerangan gereja, pada hari yang sama juga terjadi ancaman
ledakan bom di Kelenteng Kwan Tee Koen, Karawang, Jawa Barat.
Tersangka bernama Dadang Purnama alias Daeng alias Dawer Bin Adang
Rahmat.
Kapolres Karawang AKBP Hendy F Kurniawan mengatakan ancaman
bom bermula dari kedatangan Dawer ke kelenteng, untuk memberikan
Alquran kecil kepada pengurus kelenteng pada Minggu 11 Februari 2018,
sekitar pukul 05.15 WIB.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
Awalnya Bhineka Tunggal Ika bernama Bhineka Tunggal Ika Tan
Hana Darma Manggrawa. Semboyan Bhineka Tunggal Ika Tan Hana
Darma Mangrwa adalaha ungkapan yang meamaknai kebenaran aneka
unsur kepercayaan pada Majapahit. Jika diuraikan kata per kata, Bhineka
berarti Berbeda, Tunggal berarti Satu, dan Ika berarti Itu. Jadi, dapat
disimpulkan bahwa walaupun berbeda-beda, tapi pada hakekatnya satu.
Dengan kata lain, seluruh perbedaan yang ada di Indonesia menuju tujuan
yang satu atau sama, yaitu bangsa dan Negara Indonesia.
Menjaga bangsa Indonesia yang bermultikultural dengan
berperiaku Inklusif, mengakomodasikan sifat Pluralistik, tidak mencari
kemenangan sendiri, musyawarah untuk mencapai mufakat, dilandasi
kasih sayang dan rela berkorban, toleran dalam perbedaan.
Pengimplementasian Bhineka Tunggal Ika dapat mulai dari lingkungan
keluarga, lingkungan masyarakat, lingkungan negara.
Pemaaman nilai-nilai Bhinneka-Tunggal Ika dalam masyarakat
Indonesia dapat wujud secara integral dengan kerjasama seluruh
komponen bangsa, baik oleh pemerintah selaku penyelenggara negara
maupun setiap insan pribadi warga. Peningkatan sosialisasi aktualisasi
pemahaman nilai- keseharian seluruh kompenen warga dalam rangka
memperkuat integrasi nasional, karena Indonesia dengan keberagaman
budaya, suku/etnik, bahasa, agama, kondisi geografis, dan strata sosial
yang berbeda. Indonesia dengan gambaran masyarakat majemuk yang
terdiri dari suku-suku bangsa yang berada di bawah kekuasaan sebuah
sistem nasional, termasuk di dalamnya pemerintah yang menjalankan
proses pembangunan masyarakat harus bersinergis untuk bersama-sama
dengan rakyat tanpa membedakan keberagaman budaya, bahasa,
agama, suku/etnik, dan bahkan strata sosial, mewujudkan cita-cita bangsa
sesuai dengan komitmen bersama, berlandaskan nilai-nilai yang
terkandung dalam ke-Bhinneka Tungal Ika-an yang termaktub dalam
Pancasila. Ciri kemajemukan masyarakat Indonesia yang terintegrasi
secara nasional adalah sangat penting sebagai kekayaan dan merupakan
potensi yang dapat dikembangkan sehingga dapat dimanfaatkan dalam
sistem komunikasi sebagai acuan utama bagi menunjukkan jati diri
bangsa Indonesia sebagai nasionalisme

B. SARAN
Saran penulis kepada pembaca, agar pembaca dapat mengetahui
bagaimana implementasi memperkokoh Bhineka Tunggal Ika dalam
kehidupan sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA

http://staffnew.uny.ac.id/upload/131576240/pengabdian/pendidikan-multikultural-
dalam-ktsp-2008.pdf (diakses tanggal 16 April 2019)

http://demokrasiindonesia.blogspot.com/2014/09/sejarah-bhineka-tunggal-ika-
semboyan.html (diakses tanggal 16 April 2019)

https://nandikafai.blogspot.com/2019/02/contoh-makalah-tentang-
implementasi.html (diakses tanggal 16 April 2019)

journal.um.ac.id/index.php/jppk/article/view/5437/2037 (diakses tanggal 16 April


2019)

Anda mungkin juga menyukai