BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa majemuk, ditandai dengan banyaknya etnis,
suku, agama, budaya, kebiasaan, di dalamnya. Di sisi lain, masyarakat Indonesia dikenal
sebagai masyarakat multikultural, masyarakat yang anggotanya memiliki latar belakang
budaya (cultural background) beragam.
Nation and character building sebagai cita-cita membentuk kebudayaan nasional
sebagai wahana pemersatu bangsa cenderung belum terwujud. Malah akhir-akhir ini
semangat yang menjurus pada kesukubangsaan semakin bertambah besar sepertinya
semangat mengutamakan paham suku-bangsa lebih beradab dan maju ketimbang suku-
bangsa yang lainnya cenderung tumbuh.
Pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara yang sarat dengan itikad menjaga,
melindungi, mempersatukan dan membangun bangsa untuk mampu meraih kemajuan adab,
setara dengan bangsa-bangsa maju lainnya di dunia seolah-olah menjadi barang usang yang
sudah ditinggalkan. Manifesto kultural Bhinneka Tunggal Ika yang merupakan tekad untuk
membentuk kohesi sosial dan integrasi sosial, serta menyiratkan landasan mutualisme
(kebersamaan, dalam perasaan maupun perilaku) dan kerjasama yang didasarkan atas
kepentingan bersama dan perasaan kebersamaan, itu pun semakin pudar. Padahal makna dari
manifesto kultural itu adalah ternanamnya perasaan saling memiliki dan menghargai sesama
warganegara Indonesia, meski dengan latar belakang etnik dan kebudayaan yang berbeda-
beda.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam penulisan
makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Apa pengertian persatuan dan kesatuan bangsa?
2. Bagaimana makna dan pentingnya persatuan dan kesatuan bangsa?
3. Apa saja macam prisip-prinsip persatuan dan kesatuan bangsa?
4. Bagaimana nilai-nilai persatuan dan kesatuan?
5. Apa yang di maksud dengan Bhineka Tunggal Ika?
6. Bagaimana cara mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa?
7. Bagaimana stuktur masyarakat Indonesia dan masalah kultural?
8. Bagaimana hakikat multikultural?
2
C. Tujuan Pembahasan
Sejalan dengan rumusan masalah diatas, makalah ini disusun dengan tujuan untuk
mengetahui dan mendeskripsikan:
1. Persatuan dan kesatuan bangsa;
2. Makna dan pentingnya persatuan dan kesatuan bangsa;
3. Prisip-prinsip persatuan dan kesatuan bangsa;
4. Nilai-nilai persatuan dan kesatuan;
5. Bhineka Tunggal Ika;
6. Cara mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa;
7. Stuktur masyarakat Indonesia dan masalah kultural;
8. Hakikat multikultural;
9. Multikulturalisne di Indonesia.
3
BAB II
PEMBAHASAN
Tahap-tahap pembinaan persatuan bangsa Indonesia itu yang paling menonjol ialah
sebagai berikut:
1. Perasaan senasib
2. Kebangkitan Nasional
3. Sumpah Pemuda
4. Proklamasi Kemerdekaan
memiliki makna walaupun di Indonesia terdapat banyak suku, agama, ras, kesenian, adat,
bahasa, dan lain sebagainya namun tetap satu kesatuan yang sebangsa dan setanah air.
Dipersatukan dengan bendera, lagu kebangsaan, mata uang, bahasa dan lain-lain yang
sama.Kata-kata Bhinneka Tunggal Ika juga terdapat pada lambang negara Republik
Indonesia yaitu Burung Garuda Pancasila. Di kaki Burung Garuda Pancasila mencengkram
sebuah pita yang bertuliskan Bhinneka Tunggal Ika. Kata-kata tersebut dapat pula diartikan :
Berbeda-beda tetapi tetap satu jua.
Bhinneka Tunggal Ika adalah motto atau semboyan Indonesia. Frasa ini berasal dari
bahasa Jawa Kuna dan seringkali diterjemahkan dengan kalimat “Berbeda-beda tetapi tetap
satu”. Kalimat ini merupakan kutipan dari sebuah kakawin Jawa Kuna yaitu kakawin
Sutasoma, karangan Mpu Tantular semasa kerajaan Majapahit sekitar abad ke-14. Kakawin
ini istimewa karena mengajarkan toleransi antara umat Hindu Siwadengan umat Buddha.
Sejak Negara Republik Indonesia ini didirikan (merdeka), para pendiri bangsa dengan
dukungan penuh seluruh rakyat telah sepakat mencantumkan kalimat “Bhinneka Tunggal
Ika” pada lambang negara Garuda Pancasila. Kalimat itu sendiri diambil dari falsafah
Nusantara yang sejak jaman Kerajaan Majapahit juga sudah dipakai sebagai motto pemersatu
wilayah di kawasan Nusantara. Ini artinya, bahwa sudah sejak dulu sekali, jauh sebelum
jaman menjadi modern seperti sekarang, jauh sebelum bangsa ini menjadi terdidik dengan
tingkat intelektualitas tinggi seperti sekarang, kesadaran akan hidup bersama di dalam
keberagaman sudah tumbuh dan menjadi jiwa serta semangat anak-anak banga di negeri ini.
Tetapi memasuki abad 21, di mana anak-anak Bangsa Indonesia telah menjadi bangsa yang
terdidik, bangsa yang banyak sekali punya orang pintar alias kaum inteletual yang ilmunya
bahkan diperoleh dari sekolah-sekolah tinggi di luar negeri, sebuah kata, yaitu “pluralisme”
yang artinya sama dengan keberagaman, tiba-tiba saja menjadi istilah yang begitu gencar
disebut. Setiap orang seakan kurang yakin dengan keintelekannya bila tidak menyebut kata
pluralisme setiap kali bicara, berdiskusi, berpidato dan lain sebagainya.
sejahtera, aman, dan damai. Tetapi menyatakan Islam berarti “salam” damai saja tak cukup.
Setiap individu Muslim harus membuktikan tak hanya dengan perkataan, tetapi lebih penting
lagi dengan amal perbuatan, bahwa Islam dan kaum Muslimin adalah cinta damai dan betul-
betul mengorientasikan diri menuju ke “Dar al-Salam” dengan cara damai pula.
Menegakkan amar ma’ruf nahyi munkar merupakan perintah Islam; tetapi nahyi
munkar harus dilakukan dengan cara-cara ma’ruf, yakni cara-cara yang baik, damai,
persuasif, hikmah, kebijaksanaan dan pengajaran yang baik; bukan dengan cara yang justru
mengandung kemungkaran, seperti pemaksaan, kekerasan, apalagi terorisme.
Membangun Persatuan dan kesatuan mencakup upaya memperbaiki kondisi
kemanusiaan lebih baik dari hari kemarin. Semangat untuk senantiasa memperbaiki kualitas
diri ini amat sejalan dengan perlunya menyiapkan diri menghadapi tantangan masa depan
yang kian kompetitif. Untuk dapat memacu diri, agar terbina persatuan dan kesatuan paling
kurang terdapat sepuluh hal yang perlu dilakukan:
1. berorientasi ke depan dan memiliki perspektif kemajuan;
2. bersikap realistis, menghargai waktu, konsisten, dan sistematik dalam bekerja;
3. bersedia terus belajar untuk menghadapi lingkungan yang selalu berubah;
4. selalu membuat perencanaan;
5. memiliki keyakinan, segala tindakan mesti konsekuensi;
6. menyadari dan menghargai harkat dan pendapat orang lain;
7. rasional dan percaya kepada kemampuan iptek;
8. menjunjung tinggi keadilan; dan
9. berorientasi kepada produktivitas, efektivitas dan efisiensi.
besarpotensi budidaya laut. Geografi Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar memiliki
keunikan budaya, terlebih jika dikaitkan dengan letah dalam peta dunia.
Wilayah lingkungan utama kehidupannya juga memperlihatkan variasi yang berbeda-
beda. Ada komunitas yang mengandalkan pada laut sebagai sumber kehidupannya seperti
orang Bajo. Orang-orang Bugis-Makasar, Bawean, dan Melayu dikenal sebagai masyarakat
pesisir; serta terdapat pula komunitas-komunitas pedalaman, antara lain orang Gayo di Aceh,
Tengger di Jawa Timur, Toraja di Sulawesi Selatan, Dayak di Kalimantan, dan lain
sebagainya. Karakter pluralistik itu ditambah lagi dengan perbedaan-perbedaan tipe
masyarakatnya. Sesung-guhnya multikultural tersebut sebagai suatu keadaan obyektif yang
dimiliki bangsa Indonesia. Tetapi kemajemukan itu tidak menghalangi keinginan untuk
bersatu! Paling tidak, beberapa daerah yang tergolong “termaginalkan” yang sempat kami
kunjungi pada rentang tahun 1999 - 2002 untuk proses pendi-dikan masyarakatnya, adanya
suatu harapan untuk berpikir maju, walaupun dengan tataran yang masih sederhana.
Sejarah Indonesia memperlihatkan bahwa pada tahun 1928, ikrar “Sumpah Pemuda”
menegaskan tekad untuk membangun nasional Indonesia. Mereka bersumpah untuk
berbangsa, bertanah air, dan berbahasa satu yaitu Indonesia. Ketika merdeka dipilihnya
bentuk negara kesatuan. Kedua peristiwa sejarah ini menunjukan suatu kebutuhan yang
secara sosio-politis merefleksi keberadaan watak pluralisme tersebut. Kenyataan sejarah dan
sosial budaya tersebut lebih diperkuat lagi melalui ari simbol “Bhineka Tunggal Ika” yaitu
“berbeda-beda dalam kesatuan” pada lambang negara Indonesia.
Struktur masyarakat Indonesia sebagaimana telah kita ketahui dapat menimbulkan
persoalan tentang bagaimana masyarakat Indonesia terintegrasi pada tingkat nasional. Untuk
menjelaskan hal tersebut, sebagaimana yang dikemukakan oleh Nasikun yakni; 1) terjadinya
segmentasi ke dalam bentuk kelompok-kelompok yang seringkali memiliki kebudayaan, atau
lebih tepat sub-kebudayaan, yang berbeda satu sama lain; 2) memiliki struktur sosial yang
terbagi-bagi ke dalam lembaga-lembaga yang bersifat dasar; 3) kurang mengembangkan
konsensus di antara para anggota masyarakat tentang nilai-nilai sosial yang bersifat dasar; 4)
secara relatif seringkali terjadi konflik antara kelompok yang satu dengan kelompok yang
lain; 5) secara relatif integrasi sosial tumbuh di atas paksaan (coercion) dan saling
ketergantungan di dalam bidang ekonomi; serta 6) adanya dominasi politik suatu kelompok
atas kelompok-kelompok yang lain.
Oleh karena sifat-sifat demikian itulah, bahwa masyarakat majemuk tidak dapat
digolongkan begitu saja, tanpa perhitungan analisis ke dalam salah satu diantara 2 jenis
masyarakat menurut model Emile Durkheim. Suatu masyarakat yang multikultural tidak
9
dapat disamakan dengan masyarakat yang memiliki unit-unit kekerabatan yang bersifat
segmenter, akan tetapi sekaligus juga tidak dapat disamakan pula dengan masyarakat yang
memiliki diferensiasi atau spesialiasi yang tinggi. Yang disebut pertama meru-pakan suatu
masyarakat yang terbagi-bagi ke dalam berbagai kelompok, yang biasanya berdasarkan garis
keturunan tunggal, akan tetapi memiliki struktur kelembagaan yang homogeneous.
Sedangkan yang disebut kedua, merupakan suatu masyarakat dengan tingkat diferensiasi
fungsional yang tinggi dengan lembaga-lembaga kemasyarakatan, akan tetapi bersifat
komplementer dan saling tergantung satu sama lainnya. Di dalam keadaan demikian,
solidaritas mekanis yang diikat oleh kesadaran kolektif maupun solidaritas organis yang
diikat oleh saling ketergantungan di antara bagian-bagian dalam sistem sosial. Hal ini
tidaklah mudah untuk ditumbuh-kembangkan dalam masyarakat yang multicultural.
Dalam konteks tersebut di atas, mengikuti pandangan fungsionalisme struktural untuk
mewujudkan sistem sosial itu dapat terintegrasi dari berbagai multikultural terdapat 2
landasan pokok, yakni pertama, suatu masyarakat senantiasa terintegrasi di atas tumbuhnya
konsensus diantara sebagian anggota masyarakat akan nilai-nilai kemasyara-katan yang
bersifat fundamental. Kedua, suatu masyarakat senantiasa terintegrasi juga oleh karena
berbagai anggota masyarakat sekaligus menjadi anggota dari berbagai kesatuan sosial (cross-
cutting affiliations). Oleh karena itu setiap konflik yang terjadi diantara suatu kesatuan sosial
dengan kesatuan-kesatuan sosial yang lain segera akan dinetralisir oleh adanya masyarakat
terhadap berbagai kesatuan sosial.
Pada tingkat tertentu keduanya mendasari terjadinya integrasi sosial di dalam masyarakat
yang bersifat majemuk. Oleh karena tanpa keduanya suatu masyarakat bagaimanapun tidak
mungkin terjadi. (Nasikun, 2000). Akan tetapi sifat-sifat masyarakat majemuk sebagaimana
yang kita uraikan di atas, telah menyebabkan landasan terjadinya integrasi sosial. Dalam hal
ini sedikitnya ada dua macam konflik yang mungkin dapat terjadi yakni; 1) konflik di dalam
tingkatannya yang bersifat ideologis, dan 2) konflik di dalam tingkatannya yang bersifat
politis. Pada tingkatan ideologis bentuk konfliknya adanya pertentangan sistem nilai yang
dianut di dalam masyarakat tersebut. Sedangkan tingkatan politis bentuk konfliknya berupa
pertentangan di dalam pembagian status kekuasaan, dan sumber-sumber ekonomi yang
terbatas di dalam masyarakat.
Di dalam situasi konflik akibat multikultural tersebut, pada umumnya setiap pihak yang
berselisih akan berusaha mengabadikan diri dengan cara memperkokoh solidaritas di antara
sesama anggotanya. Dalam kaitan dengan sejarah, ternyata para kaum penjajah sengaja
mempertantangkan perbedaan-perbedaan yang terjadi dalam budaya masyarakat Indonesia,
10
sebagai upaya untuk mengikiskan persatuan dan kesatuan dari berbagai daerah. Jika tidak
bersatu dan selalu dipertentangan pada demensi multikultural, maka negara penjajah akan
mudah untuk mendikte bangsa Indonesia.
Dengan adanya struktur masyarakat Indonesia dan masalah multikultural, maka
diperlukan kebijakan pemerintah yang menjamin kelangsungan hidup masyarakat, dengan
cara tetap menghor-mati pranata, struktur, dan kebiasaan yang ada (social sustainability).
Indonesia yang multikultural ini akan tetap bertahan sebagai sebuah negara kesatuan, apabila
elemen-elemen pendukung kebersamaan tetap dipertahankan. Kecenderungan dominasi
mayoritas (suku dan agama) harus ditata kembali agar rasa memiliki bangsa ini tidak luntur.
Gejolak yang terjadi di berbagai daerah (Aceh, Kalimantan Tengah, Maluku, Irian Jaya, dan
sebagainya), membutuhkan penanganan yang serius. Kelalaian tidak memperhatikan
multikultural bangsa, di masa mendatang akan menjadi bom waktu yang sangat mengganggu
persatuan dan kesatuan bangsa.
H. Hakikat Multikulural
Multikultural sebagai suatu konsep dan implementasi yang belum sepenuhnya disadari
segenap warga masyarakat. Setiap manusia terlahir dalam keadaan berbeda satu sama lain,
membawa sejumlah karakter fisik dan psikis yang berbeda. Di samping itu setiap individu
memiliki sistem keyakinan, yang berbeda belum sepenuhnya bisa diterima dengan nalar
kolektif masyarakat. Nalar kolektif masyarakat tentang multikultural masih terkooptasi
logisentrisme, tafsir hegemonik yang sarat prasangka, curiga, kebencian, dan reduksi
terhadap kelom-pok yang ada diluar dirinya. Tingkat pemahaman masyarakat Indonesia
tentang multikultural sangat beragam. Namun demikian, pada mayoritas masyarakat
Indonesia telah sadar akan pentingnya multikultural ini sebagai kekuatan bangsa, dan
bukannya potensi untuk mencerai beraikan persatuan dan kesatuan.
Secara konseptual, M.G.Smith dalam Abdul Rachman (2001) mendefinisikan bahwa
multikultural bangsa sebagai sesuatu yang lebih dari hanya keragaman kebudayaan.
Masyarakat yang benar-benar bersifat plural hanyalah apabila ada sesuatu keanekaragaman
yang resmi (diakui) di dalam sistem dasar dari kelembagaan-kelembagaan yang diwajibkan.
Kejelasan dari konsep M.G.Smith karena ia bertolak dari premis bahwa sistem kelembagaan
apapun cenderung mengarah kepada integrasi dan kekentalan internal sementara setiap
kelompok-kelompok yang berbeda akan cenderung membentuk suatu kesatuan sosial budaya
yang berdekatan.
11
Terlepas dari konteks wilayah dan zaman yang memang sangat berpengaruh munculnya
sebuah konsep, namun kecenderungan adanya penyeragaman terhadap bermacam-macam
suku bangsa. Kecenderungan ini akan menempatkan suku bangsa tertentu yang mayoritas
sebagai unsur yang berhak mengatasnama dirinya “mewakili masyarakat”. Walau-pun pada
kenyataannya dapat menimbulkan sikap primodial yang menguta-makan kepentingan suatu
kelompok atau komunitas masyarakat tertentu.
Pada dasarnya manusia menciptakan budaya atau lingkungan sosial mereka sebagai
suatu adaptasi terhadap lingkungan fisik dan biologis mereka. Kebiasaan-kebiasaan, praktek-
praktek, dan tradisi-tradisi untuk terus hidup dan berkembang diwariskan oleh suatu generasi
ke generasi lainnya dalam suatu masyarakat tertentu. Pada gilirannya kelompok atau suku
bangsa tersebut tidak menyadari dari mana asal warisan kebijaksanaan tersebut. Generasi
berikutnya terkondisikan untuk menerima “kebenaran-kebenaran” tersebut tentang kehidupan
di sekitar mereka, karena norma dan nilai tertentu telah ditetapkan oleh generasi sebelumnya.
Namun demikian, norma dan nilai tertentu dari suatu daerah atau suku bangsa, dapat diterima
atau tidak tergantung dari persepsi, pengetahuan dan keyakinan dari orang-orang yang
bersangkutan.
Pada umumnya individu-individu cenderung menerima dan mempercayai apa yang
dikatakan budaya mereka. Hal ini dapat dipahami, karena manusia yang hidup tumbuh dan
berkembang dipengaruhi oleh keluarga dan masyarakat dimana kita dibesarkan dan tinggal.
Tentunya terlepas dari bagaimana validatas obyektif masukan dan penanaman budaya ini
pada diri kita. Pada umumnya individu akan mengabaikan atau menolak apa yang
bertentangan “kebenaran” kultural atau bertentangan dengan kepercayan-kepercayaan yang
diyakininya.
Budaya adalah gaya hidup unik suatu kelompok manusia tertentu (Dedi
Mulyana,2001). Budaya merupakan pengetahuan yang dapat dikomunikasikan, sifat-sifat
perilaku dipelajari yang juga ada pada anggota-anggota dalam suatu kelompok sosial dan
berwujud dalam lembaga-lembaga artefak-artefak mereka. E.B.Taylor, pakar Antropologi
menyebutkan budaya sebagai keseluruhan dimensi meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni,
moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan atau kebiasaan-kebiasaan lain yang
diperoleh angggota-anggota suatu masyarakat. Dalam hal ini setiap kelompok budaya
menghasilkan jawaban-jawaban khususnya sendiri terhadap tantangan-tantangan hidup
seperti kelahiran, pertumbuhan, hubungan-hubungan sosial, dan bahkan kematian.
Sebagaimana telah kita ketahui bahwa budaya memberikan identitas kepada
sekelompok orang terhadap karakteristik kulturnya. Beberapa aspek budaya tampak jelas
12
dalam perilaku manusia, namun ada pula aspek lainnya tersembunyi. Sebagian dari aspek-
aspek budaya ini eksplisit dalam adat dan pengetahuan masyarakat, dan mungkin berwujud
dalam hukum adat, tradisi-tradisi yang dipercayai oleh kelompok masyarakatnya.
Di antara sekian banyak definisi budaya, ada definisi yang menyebutkan budaya
sebagai rancangan-rancangan yang tercipta secara historis untuk hidup untuk hidup yang bisa
rasional, irasional dan nonrasional. Perilaku rasional dalam suatu budaya didasarkan atas apa
yang dianggap kelompok masuk akal untuk mencapai tujuan-tujunannya. Perilaku irasional
menyimpang dari norma-norma yang diterima suatu masyarakat dan mungkin bersumber dari
frustasi seseorang dalam usaha memuaskan kebutuhan-kebutuhannya. Perilaku irasional akan
dilakukan orang tanpa disertai logika dan kemungkinan besar sebagai suatu respons
emosional. Perilaku nonrasional tidak berdasarkan logika, tidak juga bertentangan dengan
ekspetasi-ekspetasi yang masuk akal. Banyak perilaku termasuk ke dalam kedua jenis ini.
Kita tidak menyadari mengapa kita melakukan perilaku itu, mengapa kita mempercayai yang
kita lakukan, atau bahwa mungkin berpra-sangka menurut pandangan orang-orang di luar
kelompok budaya kita
Manusia menciptakan budaya tidak hanya sebagai suatu mekanisme adaptif terhadap
lingkungan biologis dan geofisik mereka tetapi juga sebagai alat untuk memberikan adil dari
evolusi sosial kita. Dengan demikian manusia sebagai mahluk individu, akan melekat sifat-
sifat bawaan yang dapat disebabkan dari sifat generasi manusia sebelumnya. Dalam
perkembangannya lingkungan geofisik dimana kita tinggal dan berada seperti rumah,
sekolah, tempat ibadah, tempat kantor, atau tempat lainnya memberikan konteks budaya yang
berpengaruh terhadap perilaku kita. Budaya memudahkan kehidupan untuk memecahkan
masalah-masalah dengan menerapkan pola-pola hubungan, dan cara-cara memelihara kohesi
dan konsensus kelompok. Banyak cara atau pendekatan yang berlainan untuk menganalisis
dan mengkategorikan suatu budaya agar budaya tersebut lebih mudah dipahami.
I. Multikulturalisme di Indonesia
Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat dengan tingkat keanekaragaman yang
sangat kompleks. Masyarakat dengan berbagai keanekaragaman tersebut dikenal dengan
istilah mayarakat multikultural. Bila kita mengenal masyarakat sebagai sekelompok manusia
yang telah cukup lama hidup dan bekerja sama sehingga mereka mampu mengorganisasikan
dirinya dan berfikir tentang dirinya sebagai satu kesatuan sosial dengan batas-batas tertentu
(Linton), maka konsep masyarakat tersebut jika digabungkan dengan multikurtural memiliki
13
makna yang sangat luas dan diperlukan pemahaman yang mendalam untuk dapat mengerti
apa sebenarnya masyarakat multikultural itu.
Multikultural dapat diartikan sebagai keragaman atau perbedaan terhadap suatu
kebudayaan dengan kebudayaan yang lain. Sehingga masyarakat multikultural dapat diartikan
sebagai sekelompok manusia yang tinggal dan hidup menetap di suatu tempat yang memiliki
kebudayaan dan ciri khas tersendiri yang mampu membedakan antara satu masyarakat
dengan masyarakat yang lain. Setiap masyarakat akan menghasilkan kebudayaannya masing-
masing yang akan menjadi ciri khas bagi masyarakat tersebut.
Dari sinilah muncul istilah multikulturalisme. Banyak definisi mengenai
multikulturalisme, diantaranya multikulturalisme pada dasarnya adalah pandangan dunia -
yang kemudian dapat diterjemahkan dalam berbagai kebijakan kebudayaan- yang
menekankan tentang penerimaan terhadap realitas keragaman, pluralitas, dan multikultural
yang terdapat dalam kehidupan masyarakat. Multikulturalisme dapat juga dipahamni sebagai
pandangan dunia yang kemudian diwujudkan dalam “politics of recognition” (Azyumardi
Azra, 2007).
Pada dasarnya, multikulturalisme yang terbentuk di Indonesia merupakan akibat dari
kondisi sosio-kultural maupun geografis yang begitu beragam dan luas. Menurut kondisi
geografis, Indonesia memiliki banyak pulau dimana stiap pulau tersebut dihuni oleh
sekelompok manusia yang membentuk suatu masyarakat. Dari masyarakat tersebut
terbentuklah sebuah kebudayaan mengenai masyarakat itu sendiri. Tentu saja hal ini berimbas
pada keberadaan kebudayaan yang sangat banyak dan beraneka ragam.
Dalam konsep multikulturalisme, terdapat kaitan yang erat bagi pembentukan
masyarakat yang berlandaskan bhineka tunggal ika serta mewujudkan suatu kebudayaan
nasional yang menjadi pemersatu bagi bangsa Indonesia. Namun, dalam pelaksanaannya
masih terdapat berbagai hambatan yang menghalangi terbentuknya multikulturalisme di
masyarakat. Multikultural dapat terjadi di Indonesia karena Letak geografis Indonesia,
perkawinan campur dan iklim.
14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Persatuan dan kesatuan Bangsa Indonesia berarti persatuan bangsa yang mendiami
wilayah Indonesia. Persatuan itu didorong untuk mencapai kehidupan yang bebas
dalam wadah negara yang merdeka dan berdaulat.
2. makna dan pentingnya persatuan dan kesatuan bangsa dapat mewujudkan sifat
kekeluargaan, jiwa gotong-royong, musyawarah dan lain sebagainya.
3. Prinsip Bhineka Tunggal Ika, nasionalisme Indonesia, kebebasan bertanggung
jawab, wawasan nusantara dan prinsip untuk mewujudkan cita-cita pada era
reformasi.
4. Meningkatkan keadilan dan tidak membedabedakan antar suku bangsa.
5. Arti Bhinneka Tunggal Ika adalah berbeda-beda tetapi satu jua yang berasal dari
buku atau kitab sutasoma karangan Empu Tantular. Secara mendalam Bhineka
Tunggal Ika memiliki makna walaupun di Indonesia terdapat banyak suku, agama,
ras, kesenian, adat, bahasa, dan lain sebagainya namun tetap satu kesatuan yang
sebangsa dan setanah air.
6. Membangun Persatuan dan kesatuan mencakup upaya memperbaiki kondisi
kemanusiaan lebih baik dari hari kemarin. Semangat untuk senantiasa memperbaiki
kualitas diri ini amat sejalan dengan perlunya menyiapkan diri menghadapi
tantangan masa depan yang kian kompetitif.
7. multikultural bangsa sebagai sesuatu yang lebih dari hanya keragaman kebudayaan.
Masyarakat yang benar-benar bersifat plural hanyalah apabila ada sesuatu
keanekaragaman yang resmi (diakui) di dalam sistem dasar dari kelembagaan-
kelembagaan yang diwajibkan.
B. Saran
Indonesia memang suatu bangsa yang multicultural, bangsa yang berdiri dari bebagai
macam suku, budaya, ras dan berbagai bahasa. Namun hal tersebut tidak menutup
kemungkinan bagi kita sebagai bangsa indonesia untuk bersatu dan berjuang untuk bangsa
yang terdiri dari bermacam-macam kultur ini. Kita harus bersatu agar duduk sama rendah dan
berdiri sama dengan bangsa yang lain dan bersama-sama, bergotong royong untuk
mengangkat martabat bangsa Indonesia di mata dunia.
15
DAFTAR PUSTAKA